30
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas dan membandingkan antara teori-teori mengenai tindakan penagihan pajak aktif dengan data dan proses pelaksanaan penagihan yang terjadi pada obyek penelitian sebagaimana yang telah diuraikan pada babbab sebelumnya. Pembahasan meliputi aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan dan selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut: A.
Rencana Kerja Penagihan Berbagai kebijakan tentang penagihan pajak telah dirumuskan pihak DJP
dengan memilih strategi pencairan tunggakan pajak yang dipertimbangkan paling penting untuk dilaksanakan dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak. Dalam memilih kebijakan tersebut, perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki serta hambatan yang akan dihadapi dalam pelaksanaannya. Kebijakan Penagihan Pajak Nasional diterbitkan setiap tahun selaras dengan situasi dan kondisi yang dihadapi serta dalam rangka mengkoordinasikan proses penagihan pajak itu sendiri. Kebijakan tersebut akan dijadikan titik tolak pelaksanaan tindakan penagihan pajak seluruh unit kerja KPP di Indonesia, khususnya Seksi Penagihan. Selain memperhatikan Kebijakan Penagihan Pajak Nasional tersebut, setiap KPP juga perlu menyusun rencana kerja tahunan disesuaikan dengan kondisi dan kegiatan usaha wajib pajak setempat. Untuk itu KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua juga memiliki kebijakan khusus dalam hal penagihan pajak yang tercantum dalam Rencana Kerja Seksi Penagihan Tahun 2006 dan akan senantiasa
31
diperbaharui setiap tahunnya. KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua menargetkan realisasi pencairan piutang pajak tahun 2006 sebesar Rp 45.000.000.000,00 (empat puluh milyar rupiah), kemudian target tersebut diturunkan pada tahun 2007 menjadi Rp. 30.000.000.000,00 (tiga puluh milyar rupiah) karena mempertimbangkan masa transisi dari konvensional menjadi pratama yang sering kita kenal dengan Reformasi Birokrasi dimana terjadi perubahan besar – besaran bukan hanya nama kantornya tetapi juga sistem dan SOP . Target ini kemudian diturunkan lagi di tahun 2008 menjadi 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah) karena mulai diberlakukannya Undang – Undang KUP dimana terdapat perbedaan perlakuan atas piutang dari tahun sebelumnya. Sebelum tahun 2008 semua Surat Ketetapan Pajak yang terbit baik disetujui atau tidak oleh Wajib Pajak pada saat closing conference (Pemeriksaan) diperlakukan sebagai piutang dan tidak menunda tindakan penagihan pajak, sedangkan untuk tahun pajak 2008 dan seterusnya apabila wajib pajak tidak menyetujui Surat Ketetapan Pajak pada saat Closing Conference maka piutang tersebut tidak diperlakukan sebagai piutang pajak dan tertunda tindakan penagihan pajaknya sampai dengan adanya keputusan hukum yang tetap (inkrach) atas upaya hukum wajib pajak baik berupa permohonan keberatan maupun banding. Untuk tahun 2009 target pencairan piutang pajak dinaikkan kembali menjadi Rp. 40.000.000.000,00 (empat puluh milyar rupiah),dengan pertimbangan reformasi birokrasi telah berjalan dengan baik dan pelaksanaan UU KUP telah berjalan dengan baik. Adapun secara ringkas rencana kerja tersebut adalah sebagai berikut:
32
Tabel 2 Rincian Kebijakan Penagihan Tahun 2006 - 2009 Target / Tahun Rincian Kerja Pencairan Piutang Pajak Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif : Surat Teguran Surat Paksa SPMP Lelang
2006
2007
2008
2009
45 Milyar
30 Milyar
15 Milyar
40 Milyar
492 kali 432 kali 10 kali 4 kali
400 kali 350 kali 5 kali 2 kali
350 kali 325 kali 5 kali 2 kali
500 kali 500 kali 15 kali 5 kali
Tindakan pelaksanaan penagihan aktif oleh KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua selama tahun 2006 ditargetkan sebanyak 492 Surat Teguran, 432 Surat Paksa, 10 SPMP, dan 4 kali lelang. Target ini dinaikkan dan diturunkan sesuai dengan target pencairan piutang pajak. Target tersebut dapat meningkatkan motivasi juru sita pajak untuk semakin mengoptimalkan usaha-usaha tindakan penagihan aktif serta mendorong kesadaran penanggung pajak untuk melunasi tunggakan pajaknya. Dengan tindakan penagihan aktif yang efektif maka jumlah tunggakan pajak di tahun 2006 - 2009 diharapkan akan berhasil dicairkan atau setidaknya berkurang secara cepat. Namun dalam pelaksanaannya tindakan penagihan aktif tersebut juga tetap akan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. B.
Pelaksanaan Tindakan Penagihan Aktif
1.
Surat Teguran Untuk mengetahui pelaksanaan tindakan penagihan aktif di KPP Pratama
Jakarta Setiabudi Dua selama kurun waktu tahun 2006 s.d 2009 telah diperoleh data dari Seksi Penagihan sebagai berikut :
33
Tabel 3. Rincian Penerbitan Surat Teguran Tahun 2006 – 2009
(dalam ribuan)
Orang Pribadi
Total
Rp
Lbr
Rp
Lbr
Rp
383
101.781.979
16
14.725
399
101.796.704
2007
223
10.502.402
65
2.289.504
288
12.791.906
2008
1449
102.381.256
259
56.265.314
3574
312.819262
2009
1519
98.153.625
58
54.254.326
398
112.823.869
Jumlah
1708
158.646.570
1577
152.407.951
3972
425.643.131
Tahun
Badan Lbr
2006
Diketahui bahwa total surat teguran yang telah diterbitkan Seksi Penagihan selama kurun waktu tahun 2006 - 2009 sejumlah 3.972 surat, dengan nominal Rp.425.643.131.000,00 (empat ratus dua puluh lima milyar enam ratus empat puluh tiga juta seratus tiga puluh satu ribu rupiah). Adapun surat yang kembali pos karena alamat yang tidak dikenal atau tidak ditemukan sebanyak 416 surat atau 11%. 2.
Surat Paksa Penerbitan surat paksa selama tahun 2006 - 2009 untuk wajib pajak OP
maupun wajib pajak Badan terlihat tabel di bawah ini:
34
Tabel 4 Rincian Penerbitan Surat Paksa Tahun 2006 – 2009 ( dalam ribuan )
Tahun 2006
Badan
Orang Pribadi
Total
Lbr
Rp
Lbr
Rp
Lbr
Rp
432
81.793.545
752
697.537
1184
82.491.082
232.599.722
44
141.653
238
232.741.375
2007
194
2008
746
525.236.554
77
164.000
823
525.400.554
2009
618
410.000.325
142
154.000
760
410.154.325
Jumlah
1708
158.646.570
1577
152.407.951
3.005
1.250.787.336
Dari tabel di atas diketahui total surat paksa yang diterbitkan dalam kurun waktu tahun 2006-2009 adalah 3.005 surat, dengan jumlah nominal Rp. 1.250.787.336.000,00. Dari jumlah tersebut sekitar 3,66 % dari surat paksa yang terbit tidak sampai kepada wajib pajak bersangkutan karena alamat tidak ditemukan. 3.
SPMP Penerbitan SPMP selama tahun 2006 - 2009 untuk wajib pajak OP maupun
wajib pajak Badan terlihat tabel di bawah ini:
35
Tabel 5 Rincian Penerbitan SPMP Tahun 2006 – 2009 ( dalam ribuan )
Tahun
Badan
Orang Pribadi
Total
Lbr
Rp
Lbr
Rp
Lbr
Rp
2006
7
8.378.556
-
-
7
8.378.556
2007
14
73.295.568
-
-
14
73.295.568
2008
3
2.650.356
-
-
3
2.650.356
2009
2
3.564.250
-
-
2
3.564.250
Jumlah
26
87.888.730
-
-
26
87.888.730
Dari tabel di atas diketahui total surat paksa yang diterbitkan dalam kurun waktu tahun 2006-2009 adalah 26 surat, dengan jumlah nominal Rp. 87.888.730,00. 4.
Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang selama tahun 2006 - 2009 untuk
wajib pajak OP maupun wajib pajak Badan terlihat tabel di bawah ini:
36
Tabel 6 Rincian Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Tahun 2006 – 2009 ( dalam ribuan )
Badan
Tahun
Orang Pribadi
Total
Lbr
Rp
Lbr
Rp
Lbr
Rp
2006
1
2.350.556
-
-
1
2.350.556
2007
4
15.295.568
-
-
4
15.295.568
2008
1
128.750
-
-
1
128.750
2009
4
76.850
-
-
4
76.850
Jumlah
10
17.851.724
-
-
10
17.851.724
C.
Evaluasi Pelaksanaan Tindakan Penagihan Aktif Pembahasan ini akan meliputi evaluasi pelaksanaan tindakan penagihan
aktif dalam setiap tahapnya berdasarkan data yang diuraikan sebelumnya, serta membandingkannya dengan target yang telah ditetapkan pada tahun 2006-2009. Pelaksanaan penagihan pajak di KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua dilakukan dengan mengacu pada Undang–Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Pedoman Tata Usaha dan Penagihan Pajak Direktorat Jenderal Pajak. Pelaksanaan penagihan khususnya Surat Paksa dilaksanakan dengan mengikuti prosedur penagihan sebagai berikut: 1.
Juru sita mendatangi alamat tempat tinggal/tempat kedudukan wajib pajak/ penanggung pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Juru sita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan surat paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan surat paksa tersebut.
37
2.
Jika juru sita bertemu langsung dengan wajib pajak/penanggung pajak maka
JSP
akan
meminta
wajib
pajak/penanggung
pajak
untuk
memperlihatkan surat-surat keterangan yang dimilikinya untuk diteliti data-data:
Kesesuaian tunggakan pajak menurut Surat Tagihan Pajak/ Surat Ketetapan Pajak/ Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan jumlah tunggakan yang tercantum dalam surat paksa.
Adanya Surat Keputusan Pengurangan/Penghapusan utang pajak.
Adanya kelebihan pembayaran dari tahun/jenis pajak lainnya yang belum diperhitungkan.
Adanya wajib pajak sedang mengajukan keberatan atas utang pajak yang dimaksud.
3.
Kalau juru sita tidak menjumpai wajib pajak/ penanggung pajak maka salinan surat paksa tersebut dapat diserahkan kepada:
Keluarga penanggung pajak atau orang bertempat tinggal bersama wajib pajak / penanggung pajak yang sudah baliq (dewasa dan sehat mental)
Anggota pengurus komisaris atau para pesero dari badan usaha yang bersangkutan
Pejabat
pemerintah
setempat
(Bupati/Walikota/Camat/Lurah)
dalam hal butir a dan b di atas tidak juga dijumpai. Pejabat ini harus memberi tanda tangan pada surat paksa dan salinannya
38
sebagai tanda diketahuinya dan disampaikannya salinan kepada wajib pajak/penanggung pajak yang bersangkutan.
Kalau wajib pajak/penanggung pajak tidak ditemukan di kantor (pada WP Badan hukum) maka juru sita dapat menyerahkan salinan surat paksa kepada: a.
Seseorang yang ada di kantornya (salah seorang pegawai) atau
b.
Seseorang yang ada di tempat tinggalnya (misalnya: istri, anak atau pembantu rumahnya)
Juru sita yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa, harus membuat laporan pelaksanaan surat paksa (KP. RIKPA 4.9) Tetapi dalam prakteknya, tidak semua ketentuan di atas dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Terkadang ada beberapa hal yang dihadapi juru sita di lapangan yang menyebabkan prosedur tersebut tidak dapat diterapkan di lapangan. Hal yang biasa dijumpai oleh juru sita pada saat di lapangan antara lain: 1.
Jumlah tunggakan yang berbeda. Apabila dalam melaksanakan penyampaian surat paksa, juru sita menemui
persoalan seperti tersebut di atas, yaitu tunggakan menurut surat paksa berbeda dengan tunggakan menurut Surat Ketetapan Pajak yang ada pada penanggung pajak, maka juru sita tidak boleh mengubah, apa yang tertulis pada surat paksa atau pun mencoret dan menambahkan pembetulannya. Juru sita harus
39
mengembalikan surat paksa tersebut kepada Kepala Seksi Penagihan dengan disertai laporan dan usul agar dikeluarkan surat paksa yang baru dengan menggunakan nomor dan tanggal yang sama (pengganti surat paksa yang salah) sesuai dengan data sebenarnya. Hal ini dapat dilakukan pula atas kesalahan/perbedaan-perbedaan lainnya, misalnya: salah/perbedaan alamat, nomor tindasan STP/SKPKB/SKPKBT dan lain sebagainya. 2. Penanggung pajak menolak surat paksa Adakalanya penanggung pajak menolak menerima surat paksa dengan berbagai alasan. Alasan penolakan dapat terjadi karena kesalahan administrasi Kantor Pelayanan Pajak maka penyelesaiannya adalah seperti butir pertama. Penolakan juga dapat didasarkan pada alasan lainnya, misalnya sedang mengajukan keberatan, atau sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas. Maka terhadap hal–hal yang demikian, juru sita akan memberikan keterangan seperlunya dan tetap melaksanakan surat paksa tersebut dengan menyerahkan salinan surat paksa kepada yang bersangkutan. Dan apabila penanggung pajak atau wakilnya tetap menolak maka salinan surat paksa tersebut dapat di tinggalkan begitu saja ditempat kediaman/tempat kedudukan penanggung pajak
atau
wakilnya,
dengan
demikian
surat
paksa
dianggap
telah
diberitahukan/disampaikan. Surat paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Koordinator Pelaksana Penagihan disertai Laporan Pelaksanaan Surat Paksa (KP. RIKPA 4.9) dan diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan untuk ditandatangani dan selanjutnya dimasukkan dalam berkas penagihan wajib pajak/penanggung pajak
40
yang bersangkutan dengan terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan surat paksa dalam buku register pengawasan penagihan, buku register tindakan penagihan, kartu pengawaasan tunggakan pajak dan pada tindasan STP/SKPKB/SKPKBT yang bersangkutan. Selain itu, dalam melaksanakan surat paksa tersebut, juru sita sedapat
mungkin
melihat
keadaan
rumah
tangga/perusahaan
wajib
pajak/penanggung pajak sebagai tambahan bahan informasi untuk mengambil langkah berikutnya. Namun bila juru sita tidak dapat melaksanakan surat paksa secara langsung, maka juru sita harus membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam upaya melaksanakan surat paksa tersebut, antara lain menghubungi pejabat pemerintah setempat. Pada waktu penyampaian surat sita dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak (dalam hal wajib pajak/penanggung pajak sudah dalam tahap penyitaan barang) kadang kala fiskus mendapat hambatan di lapangan sehingga dalam prakteknya prosedur formal tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Kendala–kendala yang dihadapi juru sita di lapangan misalnya: 1.
Juru sita tidak diperbolehkan masuk rumah Pada waktu pelaksanaan penyitaan, ada kemungkinan juru sita tersebut tidak dapat masuk atau tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah wajib pajak/penanggung pajak yang barang-barangnya akan disita. Kalau juru sita tidak dapat masuk karena di dalam rumah tersebut tidak ada penghuninya seorang pun, maka juru sita dapat menunda pelaksanaan penyitaan. Tetapi kalau di dalam rumah itu ada penghuninya (bahkan menurut perkiraan juru sita ada wajib pajak/penanggung pajak atau orang
41
yang dapat mewakilinya) maka juru sita dapat meminta izin untuk masuk kedalam rumah tersebut guna melaksanakan tugasnya. Perlu diingatkan bahwa juru sita tidak diperkenankan memasuki rumah tersebut dengan kekerasan (misalnya merusak pintu atau dengan cara lain tanpa izin penghuninya) karena perbuatan tersebut diancam dengan hukum pidana menurut pasal 429 KUHP (pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan). Kalau juru sita sudah menyampaikan maksudnya kepada penghuni rumah tersebut dengan cara-cara yang wajar tetapi tidak mendapatkan izin untuk memasuki rumah tersebut, maka dalam hal ini juru sita dapat meminta bantuan pihak kepolisian untuk dapat melaksanakan tugas penyitaan tersebut. 2.
Juru sita tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak/ penanggung pajak Juru sita mungkin diizinkan masuk ke dalam rumah tetapi tidak diperkenankan menyita barang-barang milik wajib pajak/penanggung pajak. Dalam hal ini juru sita memberikan penjelasan/pengertian mengenai maksud penyitaan tersebut. Juru Sita juga harus memberikan penjelasan bahwa penyitaan tersebut tidak selalu berakhir dengan penjualan barangbarang (lelang) apabila wajib pajak/penanggung pajak bersedia melunasi utang pajaknya. Bilamana juru sita tidak juga dapat melaksanakan tugasnya bahkan mendapat ancaman dari wajib pajak/penanggung pajak, maka juru sita melaporkan kejadian ini kepada kepolisian dan tindakan selanjutnya dilakukan bersama-sama dengan pihak kepolisian.
42
3.
Wajib Pajak/Penanggung Pajak atau wakilnya tidak mau menandatangani Berita Acara Sita. Berita Acara Sita (KP.RIKPA 4.13) dibuat dan ditandatangani oleh juru sita, para saksi dan wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya yang bertindak sebagai penyimpan barang. Apabila wajib pajak/penanggung
pajak
atau
wakilnya
menolak
untuk
ikut
menandatangani Berita Acara Sita tersebut maka juru sita dapat mengambil tindakan sebagai berikut: •
Memberitahukan kepada kepolisian dan meminta bantuan agar dapat membantu menjaga supaya tidak ada barang sitaan yang hilang.
•
Juru sita dapat membawa barang-barang sitaan tersebut (sebagian atau seluruhnya) ke tempat titipan yang baik.
• 4.
Berita Acara Sita secara hukum dianggap sah.
Pembuktian barang-barang yang bukan milik wajib pajak / penanggung pajak. Pada waktu melakukan penyitaan, ada kemungkinan bahwa wajib pajak/penanggung pajak menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang disita tersebut bukan miliknya. Dalam hal ini, wajib pajak/penanggung pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti-bukti yang jelas bahwa barang-barang dimaksud memang benar bukan milik wajib pajak/penanggung pajak. Juru sita juga dapat memberikan penjelasan bahwa Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan jika mereka tidak berkenan melepas harta miliknya yang akan dijadikan obyek sita. Gugatan ini harus disampaikan dalam jangka waktu 14 hari sejak Surat Paksa,
43
SPMP atau pengumuman lelang dilaksanakan. Pihak ketiga yang merasa dirugikan atas penguasaan barang oleh Juru Sita dapat mengajukan sanggahan terhadap kepemilikan barang yang disita hanya kepada pengadilan negeri. Tindakan ini hanya dapat dilakukan sebelum pejabat lelang menunjuk pemenang lelang. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan yang cukup untuk melunasi utang pajaknya dan lebih menjamin kepastian hukumnya. Untuk lebih mempermudah pemahaman dan perbandingannya dengan data penagihan pajak tahun 2006 - 2009, secara rinci evaluasi atas pelaksanaan penagihan aktif akan diuraikan sebagai berikut: 1.
Surat Teguran Berdasarkan data yang tersedia di menu SIP (Sistem Informasi
Perpajakan) diketahui adanya surat ketetapan yang belum dilunasi pada saat jatuh tempo. Petugas pelaksana seksi penagihan menerbitkan Surat Teguran sebanyak 2 rangkap, selanjutnya setelah diteliti oleh Koordinator Pelaksana Penagihan Aktif diserahkan kepada Kepala Seksi Penagihan untuk ditandatangani. Setelah ditandatangani, Surat Teguran asli dikirimkan kepada WP melalui pos, dan lembar keduanya akan disimpan sebagai arsip dalam bukti register surat teguran. Rencana kerja Seksi Penagihan Tahun 2006 seperti diuraikan di atas telah menargetkan penerbitan surat teguran sejumlah 492 surat. Berdasarkan data dalam Tabel 4.2 diketahui total surat teguran yang telah diterbitkan selama Tahun 2006 sejumlah 399 surat. Untuk tahun – tahun berikutnya lebih lengkap bisa dilihat pada tabel berikut ini :
44
Tabel 7 Perbandingan Target dan Realisasi Penerbitan Surat Teguran
Berdasarkan perbandingan dalam hal banyaknya Surat Teguran yang diterbitkan dengan target yang ditetapkan, maka disimpulkan bahwa pelaksanaan penagihan aktif melalui penerbitan Surat Teguran pada KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua untuk tahun 2006,2007 dan 2009 belum berjalan secara efektif sedangkan untuk tahun 2008 telah berjalan dengan sangat baik. 2.
Surat Paksa Sesuai dengan jadwal waktu penagihan pajak, Surat Paksa akan diterbitkan
kepada WP yang belum melunasi pajaknya setelah lewat 21 hari sejak penerbitan Surat Teguran. Namun, Surat Paksa diterbitkan per surat ketetapan, bukan per WP. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas seksi penagihan diketahui bahwa penerbitan surat paksa diterbitkan berdasarkan pertimbangan tertentu. Berdasarkan rencana kerja seksi Penagihan 2006 ditargetkan penerbitan Surat
45
Paksa 432 surat dan terealisasi 1184 surat, untuk tahun – tahun berikutnya lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 8 Perbandingan Target dan Realisasi Penerbitan Surat Paksa
Berdasarkan perbandingan dalam hal banyaknya Surat Paksa yang diterbitkan dengan target yang ditetapkan, maka disimpulkan bahwa pelaksanaan penagihan aktif melalui penerbitan Surat Paksa pada KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua untuk tahun 2006,2008 dan 2009 telah berjalan secara efektif sedangkan untuk tahun 2007 telah belum berjalan dengan sangat baik. 3.
SPMP Penerbitan dan penyampaian SPMP atas barang WP dilakukan apabila
tunggakan pajak belum juga dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam setelah disampaikannya Surat Paksa. Juru sita akan menyampaikan SPMP dan
46
memberikan tenggat waktu kepada WP untuk melunasi tunggakan pajaknya. Setelah lewat tenggat waktu yang diberikan WP belum melunasi kewajibannya, maka akan dilaksanakan penyitaan. Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi. Setiap melaksanakan penyitaan juru sita pajak harus membuat berita acara pelaksanaan sita. Salinan berita acara akan ditempelkan pada barang yang disita. Salinan berita acara disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan antara lain: penanggung pajak, kepolisian untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar, pemerintah daerah dan pengadilan negeri. Berdasarkan wawancara diketahui bahwa penerbitan SPMP juga mempertimbangkan faktor tertentu yaitu dengan memilih WP yang diperkirakan mampu dan mau melunasi tunggakan pajaknya. Rencana kerja seksi penagihan KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua selama tahun 2005 menargetkan penerbitan SPMP sejumlah 10 surat, sedangkan SPMP yang telah diterbitkan sejumlah 7 surat. Untuk tahun – tahun berikutnya lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini :
47
Tabel 9 Perbandingan Target dan Realisasi Penerbitan SPMP
Berdasarkan perbandingan dalam hal banyaknya SPMP yang diterbitkan dengan target yang ditetapkan, maka disimpulkan bahwa pelaksanaan penagihan aktif melalui penerbitan SPMP pada KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua untuk tahun 2006,2008 dan 2009 belum berjalan secara efektif sedangkan untuk tahun 2007 telah berjalan dengan sangat baik. 4.
Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Pengumuman dan pelaksanaan lelang merupakan langkah terakhir yang
harus dilaksanakan dalam tahapan pelaksanaan penagihan aktif. Apabila setelah dilakukan penyitaan atas barang WP dan jangka waktu yang diberikan untuk melakukan pelunasan telah lewat, maka akan ditindaklanjuti dengan pengumuman dan pelaksanaan lelang. Selama tahun 2006, total jumlah SPMP yang disampaikan
48
juru sita sebanyak 1 surat. Untuk tahun – tahun berikutnya lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 10 Perbandingan Target dan Realisasi Pengumuman&Lelang
Berdasarkan perbandingan dalam hal banyaknya SPMP yang diterbitkan dengan target yang ditetapkan, maka disimpulkan bahwa pelaksanaan penagihan aktif melalui penerbitan SPMP pada KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua untuk tahun 2006,2008 dan 2009 belum berjalan secara efektif sedangkan untuk tahun 2007 telah berjalan dengan sangat baik.
49
D. 1.
Kontribusi Pencairan Piutang Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak Pada umumnya penerimaan pajak mengalami kenaikan dan penurunan
tergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi dalam suatu Negara pada umumnya dan wilayah kerja Kantor Pajak pada khususnya. Pada KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua penerimaan pajak selalu mengalami kenaikan yakni di tahun 2006 senilai Rp. 205.521.380.847,00 (dua ratus lima milyar lima ratus dua puluh satu juta tiga ratus delapan puluh ribu rupiah), kemudian naik di tahun 2007 menjadi Rp. 265.671.090.604,00 (dua ratus enam puluh lima milyar enam ratus tujuh puluh satu juta Sembilan puluh ribu enam ratus empat rupiah). Kondisi ini makin membaik di tahun 2008 dengan penerimaan sebesar Rp. 374.062.332.629,00 (tiga ratus tujuh puluh empat milyar lima ratus tujuh puluh juta dua puluh lima enam ratus tujuh puluh tiga rupiah). Pada tahun 2009 penerimaan ini makin menanjak dengan nominal Rp. 468.570.025.673,00 (empat ratus enam puluh delapan milyar lima ratus tujuh puluh juta dua puluh lima enam ratus tujuh puluh tiga rupiah ). Adapun penerimaan pajak dapat dilihat dari grafik berikut ini :
50
Grafik 1 Penerimaan Pajak Tahun 2006 – 2009 (dalam ribuan)
2.
Pencairan Piutang Pajak Dari semua upaya tindakan penagihan aktif terhadap wajib pajak berujung
pada pencairan piutang pajak. Pencairan Piutang Pajak mengalami kenaikan dan penurunan sesuai dengan upaya – upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua. Selama tahun 2006 KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua telah berhasil mencairkan tunggakan pajak melalui Surat Surat Setoran Pajak dengan jumlah nominal sebesar Rp. 56.212.079.000,00 (lima puluh enam milyar dua ratus dua belas juta tujuh sembilan ribu rupiah) dan melalui Pemindahbukuan dengan jumlah nominal Rp. 15.198.370.000,00 (lima belas milyar seratus Sembilan puluh delapan juta tiga ratus tujuh puluh ribu rupiah). Kemudian pada
51
tahun 2007 mengalami penurunan Surat Surat Setoran Pajak dengan
jumlah
nominal sebesar Rp. 29.212.114.000,00 (dua puluh Sembilan milyar dua ratus dua belas juta seratus empat belas ribu rupiah) dan melalui Pemindahbukuan dengan jumlah nominal Rp. 4.546.354.000,00 (empat milyar lima ratus empat puluh enam juta tiga ratus lima puluh empat ribu rupiah). Pada tahun 2008 kondisinya lebih buruk yakni dengan pencairan melalui Surat Surat Setoran Pajak dengan jumlah nominal sebesar Rp. 10.714.253.000,00 (sepuluh milyar tujuh ratus empat belas juta dua ratus lima puluh tiga ribu rupiah) dan melalui Pemindahbukuan dengan jumlah nominal Rp. 6.742.784.000,00 (enam milyar tujuh ratus empat puluh dua juta tujuh ratus delapan puluh empat ribu rupiah). Pada tahun 2009 mengalami kenaikan lagi yakni ketetapan yang terbit sebelum tahun 2009 senilai Rp. 28.647.295.000,00 (dua puluh delapan milyar enam ratus empat puluh tujuh juta dua ratus sembilan puluh lima ribu rupiah) dan ketetapan sesudah tahun 2009 senilai Rp. 10.839.795.000,00 (sepuluh milyar delapan ratus tiga puluh Sembilan juta tujuh ratus Sembilan puluh lima ribu rupiah). Sedangkan untuk Pemindahbukuan (PBk) pencairan tunggakan pajak tersebut terdiri dari pelunasan tunggakan pajak untuk ketetapan yang terbit sebelum tahun 2009 senilai Rp. 3.433.356.000,00 (tiga milyar empat ratus tiga puluh tiga juta tiga ratus lima puluh enam juta tiga ratus lima puluh enam ribu rupiah) dan ketetapan sesudah tahun 2009 senilai Rp. 39.433.000,00 (tiga puluh Sembilan juta empat ratus tiga puluh tiga ribu rupiah). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini.
52
Tabel 11 Realisasi Pencairan Piutang Pajak
3.
Kontribusi Pencairan Piutang Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa pencairan piutang pajak
mengalami penurunan pada tahun tahun 2007 dan 2008 kemudian naik lagi di tahun 2009. .Adapun kontribusi dari pencairan piutang pajak tersebut dilihat pada tabel dibawah ini :
dapat
53
Tabel 12 Kontribusi Pencairan Piutang Terhadap Penerimaan Pencairan Piutang
Penerimaan Pajak
Prosentase (%)
2006
71.410.449
205.521.380
35
2007
33.758.468
265.671.090
13
2008
17.457.017
374.062.332
5
2009
42.959.879
468.570.025
9
Berdasarkan tabel di atas, dapat diberi kesimpulan bahwa kontribusi pencairan piutang terhadap penerimaan di tahun pajak 2006 adalah sebesar 35%, di tahun pajak 2007 adalah sebesar 13%, di tahun pajak 2008 adalah sebesar 5% dan di tahun pajak 2009 sebesar 9%.
E.
Hambatan-hambatan dalam Upaya Pencapaian Kinerja Pencairan Piutang Pajak. Seperti terlihat dalam data sebelumnya, Kinerja Pencairan Piutang Pajak
melalui Tindakan Penagihan Aktif mengalamani kenaikan dan penurunan di dalam setiap pelaksanaan tindakan penagihan baik itu dalam jumlah Penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP dan Pelaksanaan Lelang, melalui wawancara dengan pihak seksi penagihan KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua dapat diketahui
54
ada 5 aspek yang menjadi hambatan di dalam pelaksanaan tindakan penagihan aktif, diantaranya : 1. Aspek Wajib Pajak / Penanggung Pajak Hambatan
pelaksanaan
penagihan
aktif
yang
berasal
dari
Wajib
Pajak/Penanggung Pajak tersebut terjadi baik karena unsur kesengajaan maupun ketidaksengajaan. Hambatan yang ditemui tersebut antara lain: a. Lokasi WP tidak dapat ditemukan karena alamat yang tidak jelas, tidak lengkap, telah pindah, atau WP badan telah membubarkan diri. Seringkali juru sita harus bertanya kepada penduduk setempat hanya untuk mengetahui keberadaan WP bersangkutan. Hal ini terjadi karena WP tidak atau belum menyampaikan pemberitahuan alamat terakhir sehingga apabila terjadi perubahan, data yang tersimpan di KPP tidak lagi sesuai. Untuk itu sebaiknya dilakukan penelitian lapangan terlebih dahulu pada saat pendaftarannya. b. WP kurang memahami dan atau enggan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran membayar pajak, KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua telah secara rutin menyelenggarakan penyuluhan kepada WP. Wajib Pajak seringkali tidak menguraikan secara jelas dan benar harta kekayaannya pada waktu penyampaian SPT. Tindakan ini menyebabkan juru sita pajak tidak mengetahui harta kekayaan penunggak pajak yang bisa menjadi obyek sita apabila WP belum melunasi kewajiban perpajakannya.
55
c. WP berusaha menghalangi proses penyitaan atas harta yang akan dijadikan jaminan. Pada waktu melaksanakan tugasnya di lapangan, juru sita yang akan menyegel dan menyita barang sebagai jaminan sering kali dihalang-halangi baik oleh WP itu sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Penanggung Pajak sering memberikan alas an yang tidak benar dengan mengatakan bahwa ia telah melunasi tunggakan pajaknya walaupun kenyataannya ia tidak dapat menunjukkan bukti pembayaranya. Tentu hal ini tidak akan menunda pelaksanaan penagihan aktif. Bila hal ini terjadi dan juru sita pajak karena sesuatu hal tidak dapat melakukannya sendiri, biasanya juru sita akan meminta bantuan pihak ketiga tersebut untuk memperlancar proses penagihan terutama ketika memasuki tahap penyitaan barang. d. Adanya WP yang tidak lagi menjalankan usaha namun tidak mengajukan permohonan pencabutan NPWP. WP non aktif tersebut mungkin tidak lagi menyampaikan SPT, sehingga tunggakan pajak yang tertera dalam surat ketetapan pajak semakin banyak. Hal ini menyebabkan tugas juru sita pajak terganggu karena proses penagihan yang dilakukannya tidak memberikan hasil karena WP memang tidak mampu membayar tungggakan pajaknya. 2. Aspek Fiskus ( Aparat Pajak ). a.
Hambatan internal yang biasanya muncul adalah kurangnya koordinasi antara seksi penagihan dan seksi teknis. Ini terjadi karena selama pemeriksaan, pemeriksa pajak tidak mengisi formulir daftar
56
harta yang dimiliki oleh WP tersebut. Hal ini mengakibatkan juru sita pajak tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai harta kekayaan WP dan mengalami kesulitan dalam menetapkan prioritas harta kekayaan yang dapat diteruskan ke tahap sita. Hal lain yang mungkin terjadi adalah kelalaian petugas pajak yang belum melakukan perubahan data WP meskipun yang bersangkutan telah menyampaikan informasi perubahan tersebut dalam SPT. Selain itu juru sita karena kelalaiannya dapat menyebabkan terlambatnya proses penerbitan surat teguran sehingga dapat menunda proses pelaksanaan penagihan. b. Kurangnya SDM di seksi penagihan sehingga tindakan penagihan pajak aktif tidak bias dilakukan sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Kerja Penagihan. Sebagaimana diketahui di subseksi penagihan aktif hanya terdapat 3 orang Jurusita. Standardnya untuk wilayah KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua yang terdiri dari 4 kelurahan ,seharusnya Jurusita-nya juga terdapat 4 orang. c. Penerapan Reformasi Birokrasi yang dimulai di tahun 2006 dan masih terus berjalan sampai dengan sekarang yang, cukup berpengaruh terhadap kinerja penagihan pajak, karena terjadi banyak perubahan sistem yang mau tidak mau SDM-nya memulai dari awal tahap – tahap administrasinya. Selain itu SDM-nya juga terkuras konsentrasi-nya dalam menangani reformasi birokrasi.
57
d. Penerapan Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Tahun 2008, dimana terdapat perbedaan perlakuan atas piutang dari tahun sebelumnya. Sebelum tahun 2008 semua Surat Ketetapan Pajak yang terbit baik disetujui atau tidak oleh Wajib Pajak pada saat closing conference (Pemeriksaan) diperlakukan sebagai piutang dan tidak menunda tindakan penagihan pajak, sedangkan untuk tahun pajak 2008 dan seterusnya apabila wajib pajak tidak menyetujui Surat Ketetapan Pajak pada saat Closing Conference maka piutang tersebut tidak diperlakukan sebagai piutang pajak dan tertunda tindakan penagihan pajaknya sampai dengan adanya keputusan hukum yang tetap (inkrach) atas upaya hokum wajib pajak baik berupa permohonan keberatan maupun banding. 3. Aspek Penegasan Hukum dan Peraturan. Penagihan pajak secara aktif oleh juru sita pajak merupakan salah satu upaya penegakan hukum dalam rangka menghimpun penerimaan pajak negara. Namun, berdasarkan hasil wawancara terhadap petugas juru sita dan koordinator pelaksana subseksi penagihan aktif terkait, diketahui bahwa masih ada pihak-pihak yang mendapatkan perlakuan hukum yang berbeda. Ini terjadi karena mereka memiliki hubungan khusus dengan pejabat tertentu yang sangat berpengaruh di wilayah Pratama Jakarta Setiabudi Dua. Hal ini berakibat tunggakan pajak yang seharusnya dapat dicairkan ternyata tidak lagi dapat ditindaklanjuti oleh pihak KPP. 4. Aspek Sistem Informasi Perpajakan.
58
Selama ini pihak KPP telah mempergunakan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) sebagai data base perpajakan untuk memantau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang berada di wilayah kerjanya. Selain itu pihak KPP juga melaksanakan tugas administratif lainnya seperti pencatatan tunggakan pajak secara manual di Kartu Pengawasan Pembayaran Pajak, Buku Register Penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP hingga Lelang. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaannya masih memerlukan data yang harus diperoleh dari sistem komputerisasi. Untuk itu Seksi Penagihan juga memanfaatkan menu SIP Seksi Penagihan untuk memperoleh perkembangan data tunggakan yang akan ditindak lanjuti dan pelunasan oleh WP. Namun ternyata sistem tersebut mengalami kerusakan yang dapat mempengaruhi keandalan data utang pajak yang akan digunakan oleh juru sita untuk melaksanakan penagihan aktif. Kerusakan tersebut antara lain: Munculnya data tunggakan pajak ganda atas WP yang sama. Hal ini terjadi karena ketidaksesuaian data SSP lembar ke 2 yang direkam di Seksi Penerimaan dan Keberatan dan SSP lembar ke 3 yang diterima dari wajib pajak. Adanya STP yang masih terbit atas WP yang telah mengajukan permohonan pencabutan NPWP. Adanya perubahan data WP, namun setelah data baru dimasukkan ternyata data yang lama masih juga muncul.
59
Penerbitan Surat Teguran yang berulang atas surat ketetapan yang sama. Hal ini terjadi karena kesalahan sistem semata sehingga ketika menerbitkannya tetap harus diperiksa ulang secara manual.
5. Aspek Pihak Ketiga Dalam proses penagihan pajak, juru sita pajak selain menghadirkan saksi juga dapat meminta bantuan pihak ketiga untuk memperlancar proses penagihan tersebut. Namun hambatan yang dihadapi di lapangan adalah pihak ketiga ternyata belum mengetahui dengan baik ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berikut beberapa hambatan yang berasal dari pihak ketiga: a. Pihak Bank Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 menyatakan bahwa penyitaan atas kekayaan penanggung pajak dapat dilakukan setelah pemblokiran terlebih dahulu. Namun, pihak bank seringkali masih merahasiakan keterangan mengenai rekening milik nasabahnya yang sedang diperiksa untuk kepentingan perpajakan, salah satunya pada saat proses penyitaan. Walaupun sebenarnya pihak KPP Pratama
Jakarta
Setiabudi
Dua
sudah
mengajukan
permohonan
permintaan data rekening Penanggung Pajak, pihak Bank kurang memberikan respon yang cepat sehingga dapat memperlambat proses penagihan itu sendiri. Apabila hal ini terjadi, bukan tidak mungkin Wajib Pajak akan lebih leluasa memindahkan dan menyembunyikan saldo
60
rekeningnya sehingga kemungkinan tertagihnya tunggakan pajak akan semakin kecil. Pihak Bank beralasan bahwa permohonan tersebut harus melalui prosedur yang cukup sulit sehingga tidak dapat dilaksanakan dengan secepatnya.
b. Pihak Aparat Pemerintah Daerah Aparat Pemerintah Daerah yang bertugas di wilayah dimana Penanggung Pajak yang sedang menjalani proses penyitaan cenderung kurang mau diajak bekerjasama dengan berbagai alasan prosedural yang rumit sehingga ia merasa tidak mengerti. Terutama saat dimintai bantuannya untuk dijadikan saksi pada waktu penyitaan terjadi ketika penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak. c. Pihak Dinas Perhubungan Sebelum pelaksanaan lelang pihak KPP diharuskan untuk meminta informasi harga atas barang tertentu (kendaraan) yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan penentuan limit harga untuk barang yang akan lelang. Namun seringkali permintaan tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang agak lama sehingga dapat menghambat pelaksanaan lelang.