BAB IV PEMBAHASAN PERANGKAT DAN PENGUJIAN TAPIS 4.1 Obyek Acuan dan Obyek Masukan Obyek acuan berupa tiga buah huruf vokal (A,I U) dibuat pada media orto. Obyek acuan digunakan untuk membuat tapis intensitas dibidang fokus lensa. Obyek masukan berupa 3 barisan karakter huruf , masing-masing baris berisi 5 karakter.
Gbr.4-1 Pengabadian obyek acuan A
Gbr.4-2 Pengabadian obyek acuan I
4- 1
Gbr.4-3 Pengabadian obyek acuan U
Gbr.4-4 Pengabadian obyek masukan
Obyek masukan (Gbr.4-4) digunakan sebagai obyek yang akan ditapis oleh salah satu dari tapis intensitas acuan.
4- 2
4.2. Tapis Intensitas Pola Fourier Obyek Acuan Medan difraksi dari obyek ditangkap lensa, dan menghasilkan alih-ragam optika Fourier pada bidang fokus belakang lensa. Alih-ragam Fourier yang berupa pola variasi terang-gelap direkam pada bidang film Fuji Film Minicopy HR II, ISO 6, film dengan resolusi tinggi. Perekaman dilakukan menggunakan kamera manual Nikon FM-2. Perekaman alih-ragam Fourier dari huruf A menggunakan waktu bukaan selama 2, 7 dan 15 detik. Klise film ini dikembangkan dengan pengembang Kodak D-76 selama 7 menit pada temperatur 240C. Hasil pengabadian tapis intensitas dari huruf A dapat dilihat di gambar (4-5, 4-6, dan 4-7). Alih-ragam Fourier dari huruf I dan U direkam dengan waktu 7 detik dengan waktu pengembangan yang sama. Hasil pengabadian tapis intensitas dari huruf I dan U dapat dilihat pada gambar 4-8 dan 4-9.
Gbr.4-5 Rekaman pola difraksi dari huruf A dengan waktu perekaman 2 detik
4- 3
Gbr.4-6 Rekaman pola difraksi dari huruf A
dengan waktu perekaman 7 detik
Gbr.4-7 Rekaman pola difraksi dari huruf A
dengan waktu perekaman 15 detik
4- 4
Gbr.4-8 Rekaman pola difraksi dari huruf I dengan waktu perekaman 7 detik
Gbr.4-9 Rekaman pola difraksi dari huruf U dengan waktu perekaman 7 detik
4- 5
4.3 Simulasi Alih-ragam Fourier 2 Dimensi dari Obyek Acuan Untuk membandingkan hasil percobaan dengan hasil perhitungan digunakan program Matlab. %transformasi fourier 2 dimensi Obyek Acuan I=imread('A.bmp'); I1=fft2(I,170,170); I2=fftshift(I1); figure(1) imshow(log(abs(I2)),[-1 5])
Input (I) adalah tiga buah karakter yang dibuat pada program MSPaint, dengan kontras biner, format 16 bit, dengan kode masing-masing A.bmp, I.bmp, dan U.bmp. Ketiga buah huruf tersebut ditampilkan pada gambar 4-10.
A.bmp
I.bmp
U.bmp
Frame 117x117 pixel A 47X41
Frame 117x117 pixel I 47X9
Frame 117x117 pixel U 48X35
Gbr.4-10 Obyek masukan pada program Matlab
4- 6
Gbr.4-11 Pola Fourier hasil simulasi Matlab untuk berturut-turut huruf A, I, dan U.
Hasil perekaman alih-ragam Fourier
secara optik mendekati pola hasil
perhitungan program Matlab. Hasil perhitungan ditampilkan pada monitor komputer berupa data kotak 170X170 pixel. Gambar 4-11 menampilkan hasil data perhitungan. Aliasing, replika transformasi Fourier dari input hasil perhitungan program Matlab terjadi karena beda
frekuensi sampling saat pengambilan data. Frekuensi
sampling yang tepat perlu dipelajari saat melakukan alih-ragam Fourier 2 dimensi.
4- 7
4.4 Kalibrasi Peralatan Pengukuran Cahaya. Kalibrasi dengan perangkat pengukuran standar tidak dilakukan, karena keterbatasan perangkat yang telah dikalibrasi sesuai standar. Penulis memilih salah satu perangkat yang memenuhi syarat untuk menjadi standar. Pilihan jatuh pada Lightmeter Seconik, dengan alasan sebagai berikut: 1. Lightmeter ini merupakan pengukur cahaya analog dengan sensitivitas lebih tinggi dan diproduksi dari perusahaan yang khusus membuat Lightmeter. 2. Kemudahan pemakaian dan pengamatan harga pengukuran. 3. Terdapat tabel konversi elektron volt (eV) terhadap variabel fotografi, yaitu kecepatan, bukaan (diafragma) dan kecepatan film (ISO/ASA).
Berdasarkan pilihan diatas, dilakukan kalibrasi dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Kalibrasi dilakukan ketika lensa kamera Olympus masih dilekatkan pada badan kamera. Data pengukuran cahaya tampak pada bagian dalam pembidik kamera. b. Pengukuran cahaya menggunakan lightmeter secara refleksi dan langsung. Khusus untuk pengukuran secara refleksi, data pengukuran diambil dari cahaya pantul sumber cahaya pada telapak tangan, teknik praktis fotografi untuk pengukuran cahaya. c. Obyek masukan, berupa tiga baris karakter latin yang dikenai sumber cahaya koheren. d. Pengambilan data dari 3 sampel pengukuran, masing-masing dilakukan 3 kali pengukuran, kemudian diambil harga rata-rata.
4- 8
4.5 Pengukuran Cahaya dan Perhitungan Data untuk Perekaman Citra Data sampel pengukuran : 1. Pengukuran pada jarak +/- 65 cm dari lampu tungsten, 60 watt. Khusus untuk pengukuran menggunakan Lightmeter secara refleksi. 2. Pengukuran secara langsung pada bidang citra dengan obyek masukan dikenai berkas cahaya koheren. Hasil pengukuran rata-rata untuk langkah di atas, dapat dilihat pada tabel 4-1 dan 4-2. Dari data tabel 4-2, tampak pengukuran cahaya menggunakan kamera Olympus menunjukan harga yang sama dengan hasil pengukuran langsung pada lightmeter. Pengukuran secara langsung pada bidang citra (tabel 4-2) pada kedua alat pengukuran menunjukan harga yang sama karena intensitas cahaya merah dari sinar laser HeNe (632,8 nm) mempunyai intensitas yang lebih rendah dibanding cahaya putih sehingga pengukuran pada Lightmeter menurun. Pengukuran untuk cahaya merah dari lightmeter dapat digunakan patokan untuk pengukuran cahaya merah pada kamera Olympus.
Perbedaan terjadi pada data tabel 4-1 pengukuran menggunakan lampu tungsten secara refleksi. Perbedaan ini karena metoda pengukuran lightmeter berdasarkan sistem refleksi. Dengan memperhitungkan pula absorpsi dan refleksi pada sistem lensa, dan perlu dilakukan antisipasi bila lensa dibuka. Dari tabel 4-2 pengukuran pada bidang citra dapat digunakan menjadi patokan. Kedua pengukuran menunjukan harga yang sama. Berdasarkan konversi pengukuran cahaya di atas dengan menggunakan kamera Olympus. Untuk pengambilan data citra menggunakan kamera yang dilepas lensanya dan menggunakan film Pancromatic Asa 200, dilakukan antisipasi, antara lain:
4- 9
1. Pengembangan film dilakukan under 1 stop (Pull) dengan menganggap film ASA 200 sebagai film ASA 100. 2. Pada pencetakan film pada kertas foto
intensitas cahaya dinaikan 1 stop atau
pencahayaan pencetakan pada kertas foto untuk film ASA 400. 3. Waktu pencahayaan dipersingkat saat perekaman citra
Tabel 4-1 Pengukuran pada jarak +/- 65 cm dari lampu tungsten, 60 watt. ( khusus untuk pengukuran menggunakan Lightmeter secara refleksi ) Alat Pengukuran Olympus
Data Pengukuran Kecepatan
Bukaan
Asa
eV
1/750
4
100
13,7
1/2000
1
200
11
OM 707 AF Seconic L-188
Tabel 4-2 Pengukuran secara langsung pada bidang citra dengan obyek masukan dikenai berkas cahaya koheren.
Alat Pengukuran Olympus
Data Pengukuran Kecepatan
Bukaan
Asa
eV
1/60
4
100
10
1/1000
1
200
10
OM 707 AF Seconic L-188
4 - 10
Tabel 4-3
Tabel Konversi Kuat Cahaya (eV) terhadap Waktu Pencahayaan (detik) untuk lensa dilepas dari badan kamera menggunakan ASA 200. Waktu Pencahayaan (detik)
Kuat Cahaya(eV)
Bukaan Diafragma
1/500
9
1
1/350
8,5
1
1/250
8
1
1/180
7,5
1
1/125
7
1
1/90
6,5
1
1/60
6
1
1/45
5,5
1
1/30
5
1
Untuk Film dengan ASA 100 waktu pencahayaan naik 1 tingkat. Tabel 4-4 Pengukuran Pada Bidang Citra.
Pengukuran Kuat Cahaya (eV)
Waktu Pencahayaan
I
II
III
A tanpa tapis
7,5
7,6
7,65
7,58
1/180
I tanpa tapis
7,4
7,5
7,3
7,4
1/180
U tanpa tapis
7,7
7,8
7,9
5,6
1/45
A sesudah penapisan
7
6,5
7
6,83
1/125
I sesudah penapisan
5,6
5,7
5,5
7,4
1/180
Citra
4 - 11
Rata-rata
( detik)
U sesudah penapisan
7,7
7,8
7,9
6,36
1/60
Citra Obyek Masukan
8,5
8,6
8,4
8,5
1/350
7,1
7
6,9
7
1/125
Tanpa Tapis Citra Obyek Masukan Sesudah Penapisan 4.6 Perekaman Citra untuk Pengujian Tapis Berdasarkan pengukuran pada tabel 4-3 dan 4-4 dilakukan perekaman citra dapat dilihat pada contact print yang disajikan pada gambar 4-12.
Tabel 4-5
Perekaman Citra Menggunakan Kamera SLR Nikon F-50 Waktu Pencahayaan (dt)
Waktu Pencahayaan Terukur dari Tabel 4-4
I
II
III
A tanpa tapis
1/500
1/500
1/250
I tanpa tapis
1/180
1/125
1/250
U tanpa tapis
1/45
1/60
1/125
A sesudah penapisan
1/60
1/125
1/45
1/125
I sesudah penapisan
1/125
1/250
1/350
1/180
U sesudah penapisan
1/45
1/60
1/125
Citra Obyek Masukan
1/250
1/350
1/500
1/500
1/350
1/250
Citra
IV 1/180
( detik) 1/180 1/180
1/250
1/250
1/45
1/60 1/350
Tanpa Tapis Citra Obyek Masukan Sesudah Penapisan A
4 - 12
1/125
1/125
Gbr. 4-12 Data citra obyek dan hasil pengujian tapis 4 - 13
4.7 Rekaman Obyek
Gbr. 4-13a Rekaman obyek menggunakan film Fuji Minicopy HRII ASA 6
Gbr. 4-13b Rekaman obyek menggunakan film Kodak Panchromatic ASA 200
4 - 14
Gambar 4-13b menunjukkan citra dari obyek tanpa penapisan. Perekaman Citra menggunakan film Kodak Panchromatic ASA 200. Citra obyek tampak berpendar dengan intensitas yang merata. Pendaran cahaya terjadi karena film ini adalah film yang dapat merekam perbedaan intensitas yang kecil, kontras rendah. Untuk mencegah pembentukan pendaran cahaya di sekitar citra obyek, dilakukan perekaman menggunakan film kontras tinggi, Fuji Film Minicopy HR II. Perekaman obyek menggunakan film ini ditampilkan pada gambar 4-13a dengan waktu perekaman 1/8 detik. Penggunaan film kontras tinggi memberikan citra yang tegas, berupa citra kontras biner berupa komponen step gelap-terang. Selanjutnya dilakukan perekaman hasil penapisan menggunakan kedua film di atas.
4.8 Hasil Pengujian Tapis. Idealnya suatu intensity matched filter harus dapat mendeteksi (menahan) suatu obyek dan meloloskan obyek lainnya. Pengujian dilakukan menggunakan tapis intensitas hasil alih-ragam Fourier huruf A, dengan waktu perekaman 2 , 7 dan 15 detik (gambar 4-5, 4-6 dan 4-7). Rekaman hasil penapisan ditampilkan secara berurutan pada gambar 4-14, 4-15 dan 4-16. Tapis ternyata tidak dapat menahan obyek A dari barisan huruf, seperti tampak pada ketiga gambar. Intensitas pada huruf A terhadap huruf lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang diharapkan. Penggunaan tapis ini tidak dapat memenuhi kriteria yang diinginkan untuk pengenalan pola (pattern recognition). Penapisan menggunakan tapis intensitas hasil alih-ragam Fourier huruf A tidak dapat menghilangkan huruf A dari barisan huruf,
4 - 15
karena kesukaran menempatkan tapis untuk menahan pola alih-ragam Fourier di bidang fokus dalam orde mikrometer. .
Gbr. 4-14 Hasil penapisan menggunakan tapis intensitas dari gambar 4-5
Gbr. 4-15 Hasil penapisan menggunakan tapis intensitas dari gambar 4-6
4 - 16
Gbr. 4-16 Hasil penapisan menggunakan tapis intensitas dari gambar 4-7
Pada Gambar 4-14, 4-15 dan 4-16 tampak garis tajam menyilang pada pinggir pola huruf A. Pola ini tampak pada kedua huruf A, bagian atas dan bagian bawah. Pola garis tajam merupakan bagian difraksi dari tepi obyek yang diloloskan oleh tapis intensitas, kemudian membentuk garis menyilang pada pinggir huruf A di bidang citra. Garis menyilang berkurang dengan lamanya waktu perekaman tapis. Dengan lamanya waktu perekaman permukaan tapis akan meluas, sehingga tapis dapat menahan komponen difraksi dari obyek A.
4 - 17
Gbr. 4-17 Hasil penapisan menggunakan tapis intensitas dari gambar 4-6
Pengamatan pada gambar 4-17, dilakukan menggunakan film Fuji Minicopy HR II ASA 6. Citra hasil penapisan menunjukkan bahwa setiap huruf memiliki intensitas cahaya yang hampir sama. Pada citra setiap huruf tampak intensitas cahaya yang tidak merata antara bagian tengah dan bagian tepi huruf. Bagian tepi setiap huruf intensitas cahaya lebih tinggi dibanding pada citra pada bagian tengah. Dari pengamatan ini, tapis bertindak sebagai tapis edge enhancement, yaitu salah satu teknik penapisan di bidang Fourier untuk memodifikasi citra dengan menajamkan bagian tepi dari citra. Berdasarkan pengamatan di atas, dilakukan pendalaman menggunakan tapis intensitas dengan variasi waktu perekaman terhadap waktu perekaman awal 7 detik.
4 - 18
Gbr. 4-18 Hasil penapisan menggunakan tapis intensitas dari gambar 4-5
Gbr. 4-19 Hasil penapisan menggunakan tapis intensitas dari gambar 4-7
4 - 19
Perekaman intensity matched filter dari huruf A dengan waktu perekaman 2 detik dan 15 detik, kedua perekaman tersebut merepresentasikan perekaman ¼ intensitas lebih rendah dan ¼ intensitas lebih tinggi, dari waktu perekaman awal 7 detik. Citra hasil penapisan dapat dilihat pada gambar 4-18 dan 4-19, kedua citra direkam dengan waktu perekaman yang sama, ½ detik. Penggunaan tapis dengan perekaman 2 detik menunjukkan intensitas tepi dari citra barisan huruf lebih dominan terhadap bagian tengah. Penggunaan tapis dengan perekaman 15 detik menunjukkan citra yang hampir sama. Bila dilakukan perbandingan penggunaan kedua tapis, tapis dengan perekaman 2 detik menunjukkan intensitas tepi huruf yang paling tinggi.
4 - 20