BAB IV PEMBAHASAN IV.1
Perencanaan Evaluasi Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu prosedur atau proses operasi suatu
perusahaan dibutuhkan perencanaan terlebih dahulu agar lebih terencana dan efektif dalam melakukan evaluasi. Tujuan dilakukannya perencanaan evaluasi yaitu untuk memperoleh bukti yang cukup, mengidentifikasi kelemahan dan menghindari salah pengertian dengan pihak terkait. Pada perencanaan evaluasi ini, tahap yang dilakukan adalah penetapan ruang lingkup, tujuan pelaksanaan evaluasi, serta pengumpulan bukti. IV.1.1 Ruang Lingkup Evaluasi Ruang lingkup evaluasi pengendalian internal atas proses pemberian kredit sindikasi adalah: 1. Mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan pengendalian internal atas proses pemberian kredit pada PT Bank DKI, secara khusus pada bagian business unit untuk pemberian kredit sindikasi. 2. Mengevaluasi 5 komponen pengendalian internal menurut COSO, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktifitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan terkait dengan proses pemberian kredit sindikasi. 3. Membuat saran-saran perbaikan atas kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam pengendalian internal dalam proses pemberian kredit. 55
IV.1.2 Tujuan Pelaksanaan Evaluasi Tujuan pelaksanaan evaluasi adalah untuk mengetahui keandalan sistem pengendalian internal, pelaksanaan pengendalian pada 5 komponen pengendalian internal dalam proses pemberian kredit sindikasi berdasarkan COSO pada PT Bank DKI. IV.1.3 Pengumpulan Bukti Pengumpulan bukti dilakukan dengan berbagai cara. Sumber yang informasi yang didapat hanya terbatas pada prosedur umum pemberian kredit sindikasi 1. Wawancara Pelaksanaan wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan seputar proses pemberian kredit korporasi sindikasi dan pengendalian internal dengan menggunakan prinsip COSO kepada kepala divisi kredit korporasi sindikasi dan juga seorang analis kredit pada Bank DKI yang bertempat di MNC tower. Proses wawancara dilakukan dengan cara menyiapkan sejumlah pertanyaan yang terlampir pada lampiran 2 yang berkaitan dengan proses pemberian kredit dan pertanyaan tentang pengendalian internal yang disesuaikan dengan prinsip COSO dan Pedoman Bank Indonesia tentang Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum SE No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003. Dari proses wawancara, diharapkan dapat memperoleh informasi tentang proses kredit korporasi sindikasi dan seputar keadaan perusahaan.
56
2. Studi dokumentasi Pengumpulan bukti dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen yang digunakan dalam proses pemberian kredit. Contohnya adalah memo penilaian kredit, surat pemberian pemutusan kredit (SPPK), dan juga surat pemberitahuan penolakan (SPK). Memo penilaian tersebut hanya boleh dilihat ditempat dan tidak boleh dicatat detail karena format memo tersebut adalah rahasia Bank DKI menurut seorang analis yang memperlihatkan memo tersebut. Sementara itu untuk SPPK itu adalah hasil rangkuman dari memo penilaian kredit yang telah disetujui oleh pemutus kredit yang akan diserahkan kepada debitur. SPK juga adalah hasil rangkuman dari memo yang berisikan alasan penolakan kredit oleh Bank DKI. Dalam studi dokumen, dokumen SPPK dan SPK tidak dapat diperlihatkan karena itu juga merupakan rahasia perusahaan.
IV.2
Evaluasi Pengendalian Internal
IV.2.1 Lingkungan Pengendalian Menurut Elder (2010), “lingkungan pengendalian yang baik berisi tindakan, kebijakan dan prosedur yang menunjukkan perilaku dari manajemen puncak, direktur dan pemimpin dari entitas tentang pengendalian internal dan kepentingannya terhadap perusahaan”.
57
Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa inti dari pengendalian internal yang efektif terdapat pada perilaku manajemen. Manajemen puncak berperan dalam memberikan contoh kepada unit organisasi lainnya, dengan cara selalu memperhatikan setiap tindakan, kebijakan yang akan dibuat, dan prosedur yang akan ditetapkan karena hal itu mencerminkan perilaku manajemen yang dapat berpengaruh terhadap perilaku organisasi secara keseluruhan. Komponen lingkungan pengendalian yang adalah komponen pertama dari komponen pengendalian internal menurut COSO dapat diuraikan menjadi 6 subkomponen lain: 1. Intergritas dan nilai etika Integritas dan nilai etika perusahaan sudah cukup baik dalam melakukan aktifitas pemberian kredit hal ini tercermin pada adanya dasar budaya perusahaan Bank DKI yang tertulis didalam buku pedoman perusahaan dalam proses pemberian kredit. Setiap proses pemberian kredit Bank DKI, setiap unit atau pegawai yang bertanggung jawab dalam pemberian kredit tersebut harus mengikuti budaya kerja Bank DKI dalam proses pemberian kredit. Berikut ini adalah budaya kerja Bank DKI yang mendasari setiap proses pemberian kredit oleh Bank DKI: -
Taat dan disiplin terhadap peraturan eksternal dan kebijakan internal bank Yang berarti bahwa setiap proses dalam pemberian kredit, setiap pegawai atau orang-orang yang memiliki tanggung jawab dalam proses 58
pemberian kredit harus melakukan setiap tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan pemerintah atau eksternal dan juga peraturan yang berlaku di dalam Bank DKI. Didalam prakteknya, para pegawai Bank DKI yang bertanggung jawab terhadap pemberian kredit selalu taat dengan peraturan yang berlaku tentang proses pemberian kredit, karena aturan dan prosedur pemberian kredit memiliki panduan secara tertulis. Bank DKI juga memiliki aturan atau sanksi yang tertulis untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh para karyawannya, yang tertulis pada buku pedoman perusahaan (BPP). -
Konsisten melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit Dalam menjalankan proses pemberian kredit, setiap pegawai harus bersikap hati-hati dalam melakukan penilaian agar tidak merugikan perusahaan jika melakukan kesalahan yang fatal. Kehati-hatian karyawan Bank DKI yang memiliki tanggung jawab terhadap pemberian kredit dapat dilihat pada saat penyusunan memo pemberian kredit. Memo tersebut disusun dengan melibatkan lebih dari satu pihak agar dapat melakukan penilaian lebih objektif dan tidak ada konflik kepentingan didalam sebuah penilaian kredit.
59
-
Mengenal debitur dengan baik (know your customer) Sebelum memberikan kredit kepada debitur, setiap karyawan Bank DKI yang bertanggung jawab melakukan penilaian risiko kredit harus dengan baik mengenal debiturnya. Yang bertujuan untuk mendapatkan informasi nonfinancial seperti etikat baik untuk melunasi utangnya. Didalam prakteknya, para karyawan Bank DKI selalu melakukan pendekatan dengan debiturnya dengan cara melakukan komunikasi terhadap debitur yang dilakukan pada setiap bulan untuk melakukan komunikasi perihal keadaan usaha debitur.
-
Tidak ada conflict of interest dalam pemberian kredit Dalam pemberian kredit, setiap orang yang bertanggung jawab dalam proses pemutusan pemberian kredit harus terbebas dari kepentingan pribadi, agar keputusan yang dibuat bersifat obyektif. Didalam prakteknya, karyawan yang bertanggung jawab dalam melakukan penilaian kredit tidak diperkenankan jika terdapat adanya kepentingan pribadi didalam pemberian kredit tersebut. Namun didalam melakukan pencarian debitur, Bank DKI masih mengandalkan pencarian lewat kenalan atau relasi para manajer tingkat atasnya, hal ini dapat memunculkan adanya opini tentang pemberian kredit yang tidak objektif.
60
-
Obyektif, independen, dan bertanggung jawab dalam pemberian kredit Obyektif yang dimaksudkan disini adalah setiap penilai kredit harus melakukan tanggung jawabnya sesuai dengan apa yang benar terjadi bukan berupa penilaian yang bersifat pribadi dari seseorang. Independen juga harus dilakukan dalam penilaian, yang dimaksudkan penilaian kredit tidak dipengaruhi oleh pihak lain, serta bertanggung jawab, yaitu jika terjadi sesuatu dalam proses pemberian kredit, semua orang yang terlibat dalam proses tersebut harus mempertanggung jawabkannya sesuai dengan porsi posisi tugas mereka.
-
Kredit diputuskan secara four-eyes principle Menurut Lamp. SE No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 dalam pedoman standar pengendalian internal bank yang dibuat oleh Bank Indonesia, yang dimaksud dengan four-eye principle adalah Pemisahan fungsi dimaksudkan agar setiap orang dalam jabatannya tidak memiliki peluang untuk melakukan dan menyembunyikan kesalahan atau penyimpangan dalam pelaksanaan tugasnya pada seluruh jenjang organisasi dan seluruh langkah kegiatan operasional. Bank harus mematuhi prinsip pemisahan fungsi ini. Bank DKI sudah menerapkan prinsip tersebut, prinsip tentang pemisahan fungsi bisnis, fungsi analisis risiko, fungsi kepatuhan, dan fungsi administrasi kredit. Pada fungsi bisnis, Bank DKI memiliki business unit. Untuk fungsi analisis, Bank DKI mempunyai 2 unit yang 61
bertanggung jawab untuk tugas analisis ini, yaitu business unit dan credit risk management unit. Fungsi kepatuhan pada Bank DKI dijalankan oleh compliance unit. Sementara itu, untuk fungsi administrasi kredit, Bank DKI memiliki credit administration unit untuk menjalankan tugasnya dalam hal melakukan pencatatan kredit. -
Memonitor secara intensif dan berkesinambungan atas kredit yang diberikan Setelah melakukan pemberian kredit atau setelah kredit itu cair, setiap bagian yang memiliki tanggung jawab dalam pemberian kredit tersebut harus berperan untuk melakukan monitoring terhadap kelanjutan kredit tersebut. Bagian yang bertanggung jawab itu terdiri dari business unit, credit risk management unit, dan compliance unit. Monitoring dilakukan oleh business unit dan auditor internal dengan cara melihat laporan keuangan atau laporan penjualan per bulan.
-
Proaktif dan segera menindaklanjuti atas sinyal-sinyal risiko yang terjadi Setiap pelaku pemberian kredit pada Bank DKI wajib untuk ikut serta aktif dalam menilai tanda-tanda risiko yang sedang terjadi serta langsung
menindaklanjuti
tanda-tanda
risiko
tersebut.
Tindakan
dilakukan pada saat debitur melakukan pembayaran cicilan, jika pembayaran tersebut terlambat atau telah jatuh tempo, maka karyawan yang bertanggung jawab terhadap kredit tersebut akan melakukan tindakan untuk melakukan pemeriksaan kondisi perusahaan. 62
2. Komitmen untuk berkopetensi Menurut Hayes (2005), competence is the knowledge and skills necessary to accomplish tasks that define the individual’s job. Yang berarti kompetensi adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas yang menentukan pekerjaan individu. Dalam proses penilaian risiko, keahlian setiap pegawai dalam proses penilaian kredit itu berbeda-beda, ditempatkan sesuai dengan bidang usaha apa yang akan dilakukan penilaian kreditnya. Contohnya, pada saat akan melakukan penilaian risiko untuk debitur yang bergerak dibidang pertambangan, Bank DKI memiliki analis kredit yang berlatar belakang pendidikan tentang pertambangan atau permiyakan. Setiap bidang usaha, Bank DKI memiliki analis yang berlatar belakang pendidikan yang berbedabeda sesuai dengan bidang usaha calon debitur. Evaluasi dalam komitmen untuk berkompetensi dalam Bank DKI sudah cukup baik, karena para penilai risiko kredit memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Hal ini dapat memberikan pengaruh pada saat melakukan penilaian risiko kredit, karena para analis dapat menilai risiko debitur sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya.
63
3. Filosofi dan gaya operasi manajemen Menurut Hayes (2005), management’s philosophy and operating style is their attitude about, and approach to, financing reporting, accounting issues, and to taking and managing business risk. Dengan kata lain, filosofi manajemen dan gaya operasi adalah sikap mereka dan pendekatan tentang pelaporan keuangan, masalah akuntansi, dan untuk mengambil dan mengelola risiko usaha. Gaya
operasi
juga
mencerminkan
apakah
manajemen
melalui
kegiatannya selalu memberikan contoh yang sesuai dengan aturan yang berlaku kepada setiap bagian dalam perusahaan tentang pentingnya pengendalian internal. Filosofi Bank DKI dalam proses pemberian kredit adalah memberikan pelayanan kepada debitur secara professional dan proporsional. Yaitu setiap kredit yang dilakukan, semua dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai professionalisme, dan selalu memberikan jumlah kredit secara proporsional sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan kenyataan kondisi yang ada. Dengan adanya filosofi dan gaya operasi yang menyatakan bahwa Bank DKI harus memberikan pelayanan kepada debitur secara professional dan proporsional, dapat dikatakan bahwa dalam filosofi dan gaya operasi Bank DKI dalam melakukan proses pemberian kredit dikatakan sudah baik. Dalam hal ini, yang dimaksud proses pelayanan yang profesional dan proporsional 64
yaitu, setiap karyawan Bank DKI harus memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi, serta mendahulukan kepentingan perusahaan diatas kepentingan pribadi. 4. Partisipasi jajaran direksi dan komite audit Evaluasi dalam keikutsertaan jajaran direksi dalam penetapan keputusan pemberian kredit pada Bank DKI sudah cukup baik. Ini terlihat dalam proses atau prosedur tertulis yang telah ditetapkan oleh Bank DKI. Dalam proses pemberian kredit korporasi sindikasi, direksi berwenang dan bertanggung jawab atas kredit yang akan diputuskan ditingkat direksi, tetapi sebelum keputusan kredit sampai ditingkat direksi, pemohonan kredit sebelumnya juga melalui tahap pemutusan komite kredit tingkat pertama dan komite kredit tingkat kedua. Komite kredit tingkat pertama terdiri dari minimal dua orang, yaitu dari business unit dan credit risk management yang melakukan kajian dan pemutusan
awal
terhadap
kelayakan
pemberian
kredit
untuk
direkomendasikan kepada komite kredit tingkat kedua melalui mekanisme rapat komite kredit (RKK). Dalam hal ini, kajian yang dimaksudkan adalah kajian dari memo yang telah disusun oleh business unit dan credit risk management unit. Setelah sampai pada komite kredit tingkat kedua yang minimal terdiri dari dua orang yaitu dari business unit dan credit risk management, komite kredit ini juga melakukan kajian dan memberikan keputusan kredit final sesuai limit kewenangannya melalui mekanisme rapat komite kredit (RKK). 65
Dan pemutusan terakhir dilakukan oleh komite direksi, yang minimal beranggotakan direktur utama, direktur pemasaran, dan salah satu direktur lain kecuali direktur kepatuhan, dan memberikan keputusan final sesuai dengan memo usulan yang diberika oleh komite kredit kedua sebelumnya. 5. Struktur organisasi Dalam struktur organisasi Bank DKI, rapat umum pemegang saham (RUPS) merupakan elemen tertinggi dalam struktur pengelolaan perusahaan. Sedangkan dewan komisaris berada tepat dibawah RUPS dalam struktur pengelolaan perusahaan. Dewan komisaris memiliki komite-komite lain dibawahnya, seperti komite audit, komite pemantau risiko, dan komite remunerasi dan nominasi. Dibawah dewan komisaris, terdapat jajaran dewan direksi, yang diketuai oleh direktur utama dan memiliki staf khusus, direktur lain dibawah direktur utama adalah direktur kepatuhan, direktur pemasaran, direktur operasional, dan direktur keuangan. Dibawah setiap direktur, terdapat grup-grup sesuai dengan pembagian fungsi, dalam hal ini business unit berada dibawah direktur pemasaran, dan credit risk management dan compliance unit berada dibawah direktur kepatuhan. Penilaian evaluasi dalam struktur organisasi Bank DKI sudah baik, karena setiap direksi memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda dan terpisah dari penyatuan fungsi yang fatal untuk melakukan kecurangan atau
66
penyimpangan. Fungsi dan tanggung jawab tersebut juga tertulis didalam buku pedoman perusahaan. Tetapi saat ini untuk jajaran direksi yaitu direktur kepatuhan masih dirangkap jabatan dengan direktur keuangan. Tetapi Bank DKI sudah melakukan perencanaan untuk mengoptimalkan pengangkatan direktur kepatuhan yang baru dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). 6. Kebijakan dalam sumber daya manusia dan penerapannya Dalam proses pemberian kredit pada Bank DKI, karyawan yang memiliki tanggung jawab dalam penilaian kredit terlebih dahulu diberikan pelatihan tentang prosedur yang berlaku di dalam perusahaan agar para analis risiko kredit itu mengerti tentang aturan yang berlaku didalam dan diluar perusahaan dalam menilai sebuah permohonan kredit. Kebijakan sumber daya manusia dalam kegiatan rotasi karyawan juga sudah baik, karena dalam bagian kredit sering dilakukan rotasi karyawan dalam jangka waktu tertentu. Dalam lingkungan pengendalian, Bank DKI juga masih memiliki kekurangan, diantaranya adalah: 1. Pencarian calon debitur diperoleh dari relasi para manajemen tingkat atas Dalam mendapatkan calon debitur menurut salah seorang karyawan analis kredit, Bank DKI lebih banyak memanfaatkan relasi para manajemen atasnya atau kenalan para manajemen atas perusahaan. Sebaiknya dalam mendapatkan calon debitur, bagian pemasaran melakukan penawaran
67
peminjaman modal kepada setiap perusahaan tersendiri, terlepas dari relasi atau kenalan para manajemen atas perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mencegah penilaian kredit yang tidak obyektif yang dilakukan oleh para analis yang berada dibawah manajemen tingkat atas. Karena manajemen atas ditakutkan dapat mengintervensi atau mempengaruhi penilaian para analis yang berada dibawahnya. 2. Pengambilan cuti tidak diwajibkan untuk para karyawannya Kebijakan pengambilan hak cuti dalam Bank DKI tidak diharuskan untuk dipergunakan, jawaban ini didapatkan pada saat melakukan wawancara dengan karyawan kredit atau seorang analis kredit Bank DKI. Setiap karyawan diberikan hak untuk cuti, tetapi dalam pelaksanaan tidak diwajibkan untuk digunakan hak cutinya tersebut. Karyawan mengambil hak cutinya sesuai keinginan karyawan itu sendiri, apakah mau digunakan atau tidak. Sebaiknya, ditetapkan adanya aturan tertulis tentang kewajiban para karyawannya untuk mengambil hak cuti yang diberikan oleh Bank DKI. Dengan adanya keharusan untuk menggunakan hak cuti, hal ini dapat meningkatkan kinerja karyawan. Serta pada saat karyawan tersebut mengambil hak cutinya, perusahaan dapat melakukan evaluasi terhadap tanggung jawab pekerjaan yang diberikan oleh karyawan tersebut. Dan dapat dijadikan pemeriksaan untuk melihat apakah terjadi kecurangan atau penyimpangan yang dilakukan oleh karyawan yang sedang mengambil hak cutinya.
68
IV.2.2 Penaksiran Risiko Menurut Lamp. SE No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 dalam pedoman standar pengendalian internal bank yang dibuat oleh Bank Indonesia, penaksiran risiko adalah suatu serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh direksi dalam rangka identifikasi, analisis dan menilai risiko yang dihadapi bank untuk mencapai sasaran usaha yang ditetapkan. Suatu sistem pengendalian internal yang efektif mengharuskan bank secara terus menerus mengidentifikasi dan menilai risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran. Penilaian risiko harus pula dilakukan oleh auditor internal sehingga cakupan audit yang dilakukan lebih luas dan menyeluruh. Bank DKI saat ini sedang mengembangkan ERM (Enterprise Risk Management), yaitu setiap aktifitas fungsional bank harus sedapat mungkin terintegrasi atau terhubung dalam suatu sistem atau proses pengelolaan risiko yang akurat. Untuk merealisasikan hal itu, Bank DKI telah bekerjasama dengan Deloitte Touche Tohmatsu (DTT) yang ditunjuk sebagai konsultan risk management Bank DKI. ERM pada Bank DKI dibagi menjadi 2 kerangka kerja besar, yaitu: Penyempurnaan ERM
Tata Kelola (Governance) ERM
Metodelogi dan Infrastruktur ERM
1. Tata kelola (Governance) ERM Dalam tahap tata kelola ERM, Bank DKI melakukan workshop sadar risiko mengenai kerangka ERM kepada dewan komisaris, direksi, serta para 69
senior management di Bank DKI. Selanjutnya, telah dilakukan analisis atas kesiapan (readiness) Bank DKI dalam menerapkan ERM melalui program Risk Intellegence Maturity Capability. Yang terlibat dalam program ini adalah para pejabat eksekutif dan senior management dalam menjawab survey yang dikirimkan oleh tim counterpart manajemen risiko Bank DKI. Selanjutnya, Bank DKI melakukan identifikasi dan mengembangkan profil risiko “high level” yang terdapat di seluruh area di Bank DKI. Selain itu, telah dikembangkan infrastruktur manajemen risiko yaitu kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang dapat mendukung terlaksananya proses manajemen risiko di Bank DKI secara efektif dan efisien. Kebijakan ini akan didukung dengan risk management strategy, objectives, philosophy, vision, mission, serta risk appetite dan risk tolerance. 2. Metodelogi dan Infrastruktur ERM Pada tahap ini, Bank DKI mengembangkan dokumen‐dokumen pendukung bagi proses manajemen risiko, seperti proses dan format baku yang akan digunakan dalam proses identifikasi risiko, kriteria pengukuran risiko (common risk languange) yang akan digunakan dalam proses pengukuran dan analisa risiko, kriteria dan guideline penanganan risiko yang akan digunakan dalam proses mitigasi risiko, serta prosedur monitoring dan pelaporan risiko. Selain itu, juga dikembangkan KRI (Key Risk Indicator) yang akan digunakan dalam memantau risiko‐risiko utama di Bank DKI, serta mekanisme pengumpulan Loss Event dan kerugian aktual di Bank DKI.
70
Karena adanya pengembangan ERM tersebut, Bank DKI juga melakukan sosialisasi tentang manajemen risiko untuk menciptakan kesadaran kepada seluruh unit kerja dan cabang. Sosialisasi dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media dan kesempatan internal event kepada seluruh karyawan dan karyawati Bank DKI pada segenap tingkatan termasuk tenaga outsourcing. Media yang digunakan dalam melakukan sosialisasi adalah: 1. Majalah 2. SMS broadcast 3. Surat edaran 4. Briefing dan doa pagi 5. Corporate mail 6. Social site network Dalam melakukan penilaian risiko pada proses pemberian kredit pada Bank DKI dalam hal ini adalah menyusun memo penilaian kredit, dilakukan oleh business unit, yaitu penilaian kuantitatif (yang dapat diukur) maupun kualitatif (tidak dapat diukur), lalu memo tersebut diperiksa atau dilakukan kajian ulang oleh credit risk management unit dan memberikan catatan atau penilaian tambahan pada memo tersebut, lalu di review kepatuhan terhadap aturan internal dan eksternal perusahaan oleh bagian compliance unit. Memo penilaian kredit berisikan tentang penilaian kualitatif yaitu risiko yang tidak dapat diukur, dan penilaian risiko kuantitatif yaitu risiko yang dapat diukur. Dalam memo tersebut, penilaian kualitatif dapat dilihat dari dicantumkannya analisa kredit
71
berupa aspek legal, aspek pemasaran, aspek manajemen, dan aspek teknis produksi jika perusahaan itu adalah perusahaan manufaktur. Aspek legal atau hukum merupakan aspek untuk menilai keabsahan dan keaslian dokumen-dokumen atau surat-surat yang dimiliki oleh calon debitur Bank DKI. Aspek pemasaran ialah penilaian prospek usaha nasabah Bank DKI sekarang dan masa depan. Sedangkan aspek manajemen digunakan untuk menilai sumber daya manusia yang dimiliki oleh calon debitur, dilihat dari segi kuantitas dan kualitas. Dan yang terakhir adalah aspek teknis produksi untuk debitur yang bergerak di bidang manufaktur, yang digunakan untuk menilai tata letak ruangan, lokasi usaha dan kapasitas produksi yang terlihat dari sarana dan prasarana yang dimiliki oleh calon debitur Bank DKI. Sementara dalam penilaian kuantitatif dalam dilihat dari analisa kredit berupa aspek keuangan perusahaan kinerja tiga tahun perusahaan. Aspek keuangan debitur dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik (KAP) yang terdaftar sebagai rekanan Bank DKI. Laporan keuangan tersebut minimal berupa draft laporan keuangan audit dan atau cover note dari KAP. Laporan keuangan audited oleh KAP bukan rekanan Bank DKI dapat diterima dengan ketentuan sebagai berikut: 1. KAP tersebut memiliki izin usaha dari menteri keuangan dan bonafiditasnya cukup terjamin 2. KAP telah terdaftar sebagai anggota asosiasi 3. Tidak termasuk KAP bermasalah (informasi dimintakan oleh bisnis unit kepada asosiasi)
72
4. Hasil audit disampaikan dalam bentuk laporan auditor independent (LAI) yang harus mencantumkan nomer izin akuntan publik, nama akuntan publik, alamat dan tanda tangan akuntan publik. 5. KAP telah memenuhi standar professional akuntan publik (SPAP) yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), kode etik IAI, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai bidang jasa yang diberikan. Penilaian aspek keuangan menurut Sastradipoera (2004) bedasarkan laporan keuangan perusahaan yang akan membuat aplikasi kredit, bisnis perbankan dapat menyusun sebuah analisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan adalah metode yang digunakan oleh manajemen bisnis perbankan untuk menilai keadaan yang telah lalu, saat ini, dan proyeksi di waktu yang akan datang dan kinerja perusahaan yang akan mengajukan aplikasi kredit. Analisis rasio merupakan suatu bentuk yang lazim dalam analisis laporan keuangan. Analisis rasio adalah pengkajian yang dipergunakan oleh penyelia dan pengguna laporan keuangan untuk menilai kekuatan dan kelemahan keuangan dan kecenderungan operasi sebuah perusahaan. Tetapi dalam melakukan penilaian risiko, Bank DKI juga masih memiliki kekurangan dalam melakukan penilaian risiko kualitatif dalam hal ini aspek legal. Karena pada saat menyusun memo penilaian kredit, Bank DKI hanya menggunakan compliance unit bukan menggunakan pensehat hukum eksternal dari luar perusahaan yang memiliki reputasi yang baik. Karena jika menggunakan pensehat hukum umum yang bereputasi baik dari luar perusahaan, penilaian risiko dalam aspek legal akan lebih objektif dan lebih baik daripada menggunakan unit penilaian risiko perusahaan. 73
Dan juga Bank DKI belum memiliki legal unit tersendiri yang mempunyai tugas, fungsi, dan tanggung jawab untuk memberikan legal opinion dan solusi hukum terkait aspek dalam pemberian kredit, dalam hal ini untuk kredit kewenangan direksi. Risiko-risiko yang terdapat pada pengelolaan bank sebagaimana dalam peraturan Bank Indonesia menurut Idroes, Sugiarto (2006) adalah sebagai berikut: 1. Risiko pasar Menurut Bank Indonesia, risiko pasar adalah risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar adalah suku bunga dan nilai tukar. Bank DKI menggunakan perhitungan Standard Method dalam menghitung risiko pasar sesuai dengan peraturan Bank Indonesia. Dalam proses pemberian kredit, risiko pasar akan terjadi jika Bank DKI menaikan atau menurunkan suku bunga pinjaman kredit. Kenaikan dan penurunan suku bunga jelas akan mempengaruhi debitur untuk mendapatkan pinjaman kepada bank. Oleh karena itu Bank DKI melakukan perhitungan risiko pasar yang berdasarkan peraturan Bank Indonesia. 2. Risiko operasional Menurut Bank Indonesia, risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Penanganan risiko operasional
74
dilakukan melalui proses identifikasi risiko yang melekat (Inherent Risk) pada operasional Bank DKI. Dalam mengindentifikasi risiko operasional, Bank DKI mengelompokkan sumber risiko operasional untuk dilakukan identifikasi risiko operiasonal yang material pada kantor cabang konvensional dan syariah yang dilaporkan setiap bulan kepada Direksi. 3. Risiko kredit Menurut Bank Indonesia, risiko kredit adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan debitur dan/ atau lawan transaksi (counterparty) dalam memenuhi kewajibannya. Untuk kredit komersial Bank DKI telah memiliki pairing unit pemasaran dalam memberikan kredit, yaitu unit risiko kredit yang memberikan konstribusi analisa risiko sebagai penyeimbang dalam keputusan kredit. Portofolio
kredit
secara
keseluruhan,
meliputi
outstanding
dan
kualitasnya dilakukan pemantauan secara harian oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko berdasarkan jenis kredit secara online. Diharapkan dengan monitoring yang ketat dan pengendalian risiko kredit yang baik. 4. Four-eyes principle Penanganan risiko kredit dilaksanakan dengan memisahkan fungsi bisnis, fungsi analisis risiko, fungsi kepatuhan dan fungsi administrasi kredit. Keempat
fungsi
ini
memiliki
peran
masing‐masing
dalam
proses
pengambilan keputusan kredit. Dan untuk fungsi administrasi kredit akan dipisah dari unit bisnis yang ada. 75
5. Risiko liquiditas Menurut Bank Indonesia, risiko likuiditas merupakan risiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Pada tahun 2010, risiko likuiditas Bank DKI masuk dalam kategori ”Low”. Berarti Bank DKI mampu untuk memenuhi kewajiban yang akan jatuh tempo. Bank DKI memiliki cashflow yang baik serta rasio‐rasio likuiditas yang mencerminkan kemampuan membayar dengan segera. Monitoring dan pengendalian terhadap risiko likuiditas dilakukan secara harian, yaitu dengan jalan melihat arus kas dan limit yang telah ditetapkan secara harian, mingguan dan bulanan. 6. Risiko hukum Menurut Bank Indonesia, risiko hukum merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya suatu kontrak. Bank DKI melakukan penilaian risiko hukum berdasarkan faktor‐faktor penyebab timbulnya risiko, contohnya adalah tuntutan hukum. Di samping itu, setiap unit terkait bersama‐sama dengan Grup Manajemen Risiko dan Kepatuhan serta Corporate Secretary secara berkala menganalisis dampak perubahan ketentuan atau peraturan tertentu terhadap eksposur risiko hukum. Pengukuran dan pemantuan risiko hukum dilaksanakan oleh grup manajemen risiko dan kepatuhan berdasarkan laporan hasil evaluasi atas 76
analisis kasus‐kasus hukum. Bank DKI terus menerus meningkatkan kompetensi karyawan dalam bidang hukum dan meningkatkan sosialisasi nilai‐nilai perusahaan sebagai cara untuk menurunkan risiko. Dengan upaya ini Bank DKI telah dapat meminimalisasi terjadinya kelemahan perjanjian dan fraud oleh karyawan yang menjadi masalah hukum utama beberapa tahun terakhir. 7. Risiko strategik Menurut Bank Indonesia, risiko strategik merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal. Identifikasi risiko strategik dilakukan berdasarkan faktor‐faktor penyebab risiko pada aktifitas fungsional tertentu, seperti aktifitas perkreditan, treasuri dan investasi, serta operasional dan jasa. Bank DKI mengelola risiko strategik antara lain dengan cara pengumpulan
informasi
strategis,
pemantauan
pasar
serta
melalui
proses‐proses pertimbangan dan pengambilan keputusan secara kolektif dan menyeluruh di lingkungan komite‐komite pengawasan dan eksekutif. Pemantauan risiko dilakukan secara berkala dengan mengidentifikasi strategi‐strategi fungsional yang sedang dijalankan beserta target sasarannya. Selanjutnya dewan komisaris, direksi, grup dan kantor cabang mereview strategi dasar dan fokus pada perubahan manajemen Bank DKI, perkreditan
77
korporasi, pembiayaan perdagangan, treasuri, operasional dan kekuatan serta kelemahan sistem teknologi informasi. 8. Risiko reputasi Menurut Bank Indonesia, risiko reputasi timbul dari adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank. Bank DKI mengelola risiko reputasi dengan memperhatikan keluhan nasabah dan merespon setiap berita yang dapat menimbulkan dampak negatif. Untuk meningkatkan citra di masyarakat, bank berusaha seoptimal mungkin dengan memberikan pelayanan terbaik, yang dilakukan dengan cara mendidik karyawan Bank untuk dapat memberikan pelayanan terbaik dengan pelatihan service excellent. Pembentukan unit pengaduan nasabah sebagai salah satu cara untuk meningkatkan citra Bank DKI sehingga persepsi negatif mengenai Bank dapat dikurangi, serta peningkatan peran corporate secretary untuk menaggapi publikasi negatif serta meningkatkan hubungan yang baik dengan pihak luar. Selain itu, pengelolaan setiap aktivitas fungsional bank sebisa mungkin terhubung ke dalam suatu sistem dan proses manajemen risiko yang akurat. 9. Risiko kepatuhan Menurut Bank Indonesia, risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan bank
tidak
mematuhi
atau
tidak
melaksanakan
peraturan
perundang‐undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Dalam hal pemberian
78
kredit, risiko kepatuhan contohnya adalah batas maksimum pemberian kredit (BMPK). Mitigasi risiko kepatuhan antara lain dilakukan dengan meningkatkan komitmen seluruh jajaran manajemen dan karyawan untuk menegakkan peraturan yang berlaku atas setiap pelanggaran yang dilakukan baik oleh pegawai maupun Pejabat Eksekutif. Evaluasi yang diberikan dalam penaksiran risiko pada proses pemberian kredit corporasi sindikasi adalah: 1. Menurut Lamp. SE No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003, bank perlu memberikan perhatian kepada pelaksanaan audit intern yang independen melalui jalur pelaporan yang memadai, dan keahlian auditor intern khususnya praktek dan penerapan penilaian risiko. Didalam proses pemberian kredit Bank DKI, penilaian risiko kredit dalam bentuk penyusunan memo penilaian kredit hanya dilakukan oleh business unit, credit risk management, dan compliance unit. Auditor internal tidak dilibatkan didalam melakukan penilaian risiko dalam proses pemberian kredit. Auditor internal bertanggung jawab setelah dana pemberian kredit tersebut cair atau sudah diberikan kepada debitur yang meminjam. Auditor internal hanya melakukan pengawasan risiko setelah pencairan kredit tersebut, tetapi tidak di ikut sertakan pada saat melakukan penilaian atau analisa risiko kredit. Sebaiknya, auditor internal juga dilibatkan didalam proses penyusunan memo pemberian kredit dalam menentukan atau menilai risiko kredit permohonan kredit.
79
2. Bank DKI juga perlu untuk membentuk legal unit yang berfungsi untuk memberikan legal opinion dan solusi hukum terkait aspek dalam pemberian kredit, dalam hal ini untuk kredit kewenangan direksi. Legal unit diperlukan untuk melakukan penilaian terhadap aspek hukum dalam melakukan pemberian kredit pada kredit korporasi sindikasi yang akan diputuskan sampai ketingkat direksi.
IV.2.3 Aktifitas Pengendalian Menurut Boynton (2006), aktifitas pengendalian adalah, those policies and procedures that help ensure that management directives are carried out. They help ensure that necessary actions are taken to address risks to achievement of the entry’s objectives. Control activities have various objectives and are applied at various organization and functional levels. Dapat disimpulkan bahwa, aktifitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur untuk membantu menyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk menghadapi risiko dalam mencapai tujuan perusahaan. Menurut Elder, Beasley, dan Arens (2010), tipe spesifik dari aktifitas pengendalian dibagi menjadi 6, yaitu: 1.
Pemisahan fungsi (Adequate separation of duties) Menurut Lamp. SE No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003: Pemisahan fungsi dimaksudkan agar setiap orang dalam jabatannya tidak memiliki peluang untuk melakukan dan menyembunyikan kesalahan atau 80
penyimpangan dalam pelaksanaan tugasnya pada seluruh jenjang organisasi dan seluruh langkah kegiatan operasional. Bank harus mematuhi prinsip pemisahan fungsi ini, yang dikenal sebagai four-eyes principle. Didalam proses pemberian kredit corporasi sindikasi, Bank DKI telah menerapkan prinsip four-eyes, yaitu prinsip tentang pemisahan fungsi bisnis, fungsi analisis risiko, fungsi kepatuhan, dan fungsi administrasi kredit. Pada fungsi bisnis, Bank DKI memiliki business unit. Untuk fungsi analisis pada Bank DKI yaitu business unit dan credit risk management unit. Fungsi kepatuhan pada Bank DKI dilakukan oleh compliance unit. Sementara itu, untuk fungsi administrasi kredit, Bank DKI memiliki credit administration unit. Sistem pengendalian intern yang efektif mensyaratkan adanya pemisahan fungsi dan menghindari pemberian wewenang dan tanggung jawab yang dapat menimbulkan berbagai benturan kepentingan (conflict of interest). Dalam pemisahan fungsi di Bank DKI sudah cukup baik dalam proses pemberian kredit. Pemisahan fungsi tersebut yaitu: -
Fungsi pemasaran terpisah dari fungsi analisis kredit Fungsi pemasaran kredit pada Bank DKI dilakukan oleh bagian business unit, sedangkan yang menjalankan fungsi analisis kredit adalah bagian credit risk management unit yang melakukan analisis risiko kredit tetapi business unit juga ikut dalam penyusunan analisis kredit. Sedangkan yang bertanggung jawab dalam melakukan review atas kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku adalah bagian compliance unit. 81
-
Fungsi operasional kredit dengan bagian pencatatan / administrasi kredit Dalam Bank DKI, fungsi pencatatan atau administrasi kredit sudah dipisahkan, dan unit yang melakukan tanggung jawab tersebut adalah credit administration unit. Unit tersebut mempunyai tanggung jawab untuk dokumentasi dan kearsipan kredit yang sedang diproses.
2.
Proper authorization of transactions and activities Pejabat pemegang kewenangan memutus kredit dalam Bank DKI terdiri dari pejabat pemegang kewenangan memutus kredit tingkat pertama, pejabat pemegang kewenangan memutus kredit tingkat kedua dan direksi kecuali direktur kepatuhan. Pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas kepatuhan yang diambilnya terhadap suatu memo analisis. Proses otorisasi sebuah kredit dimulai dari pejabat bagian business unit membuat memo analisis kredit yang akan diperiksa juga oleh credit risk management unit, setelah itu dua unit tersebut menandatangani memo penilaian kredit. Memo tersebut akan diperiksa kelengkapannya oleh bagian compliance unit sebelum melakukan presentasi kepada komite kredit tingkat pertama. Komite kredit pertama akan menandatangani memo analisis kredit jika mereka setuju untuk memberikan kredit kepada debitur, dan selanjutnya komite kredit tingkat kedua juga akan menandatangani memo analisis jika mereka setuju setelah mendapatkan presentasi dari business unit dan credit risk management unit. Dan yang terakhir adalah komite direksi untuk melakukan pemutusan akhir terhadap pengajuan kredit debitur.
82
Untuk mendapatkan informasi mengenai debitur pada saat melakukkan penilaian kredit dalam bentuk penyusunan memo penilaian kredit, Bank DKI melakukan tindakan sebagai berikut: a. Solisitasi Solisitasi dilakukan dengan interview / pembicaraan secara langsung dengan nasabah untuk memperoleh keterangan dan mengecek kebenaran yang diterima bank. b. Kunjungan ke lokasi usaha (On the Spot) Kunjungan langsung ke tempat nasabah untuk melihat secara fisik kebenaran data permohonan kredit serta menggali aktivitas usaha nasabah. Dan dilaksanakan minimal oleh seorang relationship manager. Dalam Bank DKI, khususnya dalam pemutusan kredit telah diatur didalam buku pedoman perusahaan tentang batas dan tanggung jawab. Pejabat yang terlibat dalam proses pemutusan kredit pada Bank DKI terdiri dari: - Relationship manager dan risk credit manager serta department head masingmasing unit adalah pejabat di business unit dan credit risk management unit yang terkait dalam pengajuan proposal kredit yang bertanggung jawab untuk memberikan rekomendasi bahwa memo analisis layak diajukan kepada komite kredit tingkat pertama dan tingkat kedua. - Pejabat atau officer yang terlibat dalam proses penyusunan proposal kredit, bertanggung jawab atas kelengkapan data, kebenaran data, akurasi informasi, kualitas analisis, dan usulan yang disampaikan kepada pejabat pemegang kewenangan memutus kredit. 83
Batas dan tanggung jawab tentang kewenangan memutus kredit pada Bank DKI sudah baik, karena setiap unit atau bagian yang terlibat dalam penilaian kredit tersebut ikut serta bertanggung jawab dalam melakukan pemutusan kredit, semua unit yang melakukan penilaian memberikan tanda tanggannya sebagai bentuk tanggung jawab terhadap hasil penilaian kredit yang tertera didalam memo penilaian kredit. Serta tugas dan tanggung jawab terhadap pemutus kredit tertulis didalam buku pedoman perusahaan. 3.
Adequate documents and records Dalam aturan Bank Indonesia yang tertulis didalam Lamp SE No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 menyatakan bahwa bank sekurang-kurangnya memformalkan dan mendokumentasikan kebijakan, prosedur, sistem dan standar akuntansi serta proses audit secara memadai. Dokumen tersebut harus diperbarui secara berkala guna menggambarkan kegiatan operasional bank secara aktual, dan harus diinformasikan kepada pejabat dan pegawai Bank DKI juga telah mengikuti ketetapan yang diberikan oleh Bank Indonesia tersebut. Bank DKI juga telah memiliki dokumentasi tertulis tentang kebijakan perusahaan, prosedur kegiatan perusahaan, sistem yang digunakan perusahaan, serta standar akuntansi yang digunakan didalam proses audit. Dokumentasi ini tertulis dalam buku pedoman perusahaan.
4.
Physical control over assets and records Pengendalian aset fisik dilaksanakan untuk menjamin terselenggaranya pengamanan fisik terhadap aset bank. Kegiatan ini meliputi pengamanan asset, catatan dan akses terbatas terhadap program komputer dan file data. 84
Dalam Bank DKI, pengamanan fisik terhadap asset dan catatan yang berhubungan dengan pemberian kredit sudah dilakukan dengan baik. Dapat dilihat bahwa setiap surat-surat penting seperti jaminan kredit milik debitur disimpan di lemari tahan bencana atau brankas, yang dapat terbebas dari kerusakan dokumen tersebut. 5.
Independent checks on performance Menurut Bank Indonesia yang terdapat pada lamp SE No.5/22/DPNP Tgl 29 September 2003, menyatakan bahwa kegiatan pengendalian diterapkan pada semua tingkatan fungsional sesuai struktur bank, yang meliputi: - Kaji ulang manajemen (top level reviews) Direksi bank secara berkala meminta penjelasan (informasi) dan laporan kinerja operasional dari pejabat dan staf sehingga memungkinkan untuk mengkaji ulang hasil kemajuan (realisasi) dibandingkan dengan target yang akan dicapai, seperti laporan keuangan dibandingkan dengan rencana anggaran yang ditetapkan. Berdasarkan kaji ulang tersebut, Direksi segera mendeteksi permasalahan seperti kelemahan pengendalian, kesalahan laporan keuangan atau penyimpangan lainnya (fraud). - Kaji ulang kinerja operasional (fuctional review) Kaji ulang ini dilaksanakan oleh SKAI dengan frekuensi yang lebih tinggi, baik kaji ulang secara harian, mingguan, maupun bulanan. a) Melakukan kaji ulang terhadap penilaian risiko (laporan profil risiko) yang dihasilkan oleh satuan kerja manajemen risiko
85
b) Menganalisis data operasional, baik data yang terkait dengan risiko maupun data keuangan, yaitu melakukan verifikasi rincian dan kegiatan transaksi dibandingkan dengan output (laporan) yang dihasilkan oleh satuan kerja manajemen risiko c) Melakukan kaji ulang terhadap realisasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran Di dalam penerapan peraturan Bank Indonesia tersebut, evaluasi yang dapat dilakukan pada Bank DKI dapat dinilai baik, karena dalam proses pemberian kredit, kaji ulang dari tingkat manajemen atas secara tidak langsung sudah dilakukan, karena dalam proses pemberian kredit, jajaran direksi Bank DKI juga terlibat dalam proses pemberian kredit dan melakukan review terhadap pemberian kredit bersama dengan pejabat dan staf yang memiliki tanggung jawab kredit yang sedang diproses. Sedangkan dalam kaji ulang operasional, Bank DKI juga memilki satuan kerja audit intern (SKAI), yang disebut dengan grup audit intern (GAI) yang memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan audit intern yang efektif dan menyeluruh terhadap sistem pengendalian internal Bank DKI 2. Melaporakan hasil pemeriksaan secara langsung kepada direktur utama, dewan komisaris, dengan tembusan direktur kepatuhan 3. Melakukan penilaian independen mengenai kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur 4. Mengelola hubungan baik dengan auditor eksternal (Bank Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Kantor Akuntan Publik). 86
Di dalam aktifitas pengendalian untuk kegiatan penilaian kredit coporasi sindikasi Bank DKI juga masih memiliki kekurangan, diantaranya adalah: 1. Bagian pemasaran juga melakukan analisis risiko kredit Bagian pemasaran didalam Bank DKI yaitu business unit, juga melakukan analisis risiko kredit, business unit membuat memo tentang penilaian kredit dari debitur yang didapatkannya, walaupun credit risk management unit juga melakukan review terhadap hasil penilaian, sebaiknya business unit tidak ikut memberikan penilaian risiko kredit, cukup credit risk management, compliance unit serta juga melibatkan internal auditor dalam melakukan penilaian risiko kredit sebelum kredit itu cair. Credit risk management unit melakukan penilaian terhadap risiko pemberian kredit, dan compliance unit melakukan review terhadap aturan internal dan eksternal atas kredit yang akan diberikan. 2. Tidak terdapat pemerikasaan mendadak dalam proses pemberian kredit Pada saat melakukan proses penilaian risiko kredit, tidak terdapat pemeriksaan mendadak oleh auditor internal. Auditor internal melakukan pemeriksaan yang sebelumnya sudah dijadwalkan dengan bagian yang akan dilakukan pemeriksaan. Jadi dalam pemeriksaan tersebut secara tidak langsung sudah dipersiapkan segala informasi yang dibutuhkan, tidak didapat dari kenyataan yang sedang berlangsung. Evaluasi terhadap tidak adanya pemeriksaan mendadak oleh auditor internal perusahaan yaitu, secara acak atau mendadak sebaiknya auditor internal perusahaan melakukan pemeriksaan mendadak terhadap proses 87
pemberian kredit, agar dapat melihat secara nyata apa saja yang kurang atau belum efektif dan efisien dalam proses pemberian kredit tersebut.
IV.2.4 Informasi dan Komunikasi Menurut Bank Indonesia, dalam lamp SE No.5/22/DPNP Tgl 29 September 2003 Dikatakan bahwa sistem informasi dibutuhkan untuk menghasilkan laporan mengenai kegiatan usaha, kondisi keuangan, penerapan manajemen risiko dan pemenuhan ketentuan yang mendukung pelaksanaan tugas dewan komisaris dan direksi. Sedangkan sistem komunikasi diperlukan untuk memberikan informasi kepada seluruh pihak, baik intern maupun ekstern, seperti otoritas pengawasan Bank, auditor ekstern, pemegang saham dan nasabah Bank. Dalam hal ini, keterbukaan informasi dan komunikasi dibutuhkan dalam pelaksanaan pengendalian internal yang baik. Evaluasi internal kontrol pada komponen komunikasi dan informasi pada Bank DKI dapat dikatakan sudah baik. Dalam Bank DKI secara berkala menyebarkan informasi material mengenai aktifitas dan kinerja perusahaan. penyebaran informasi antara lain dengan cara menerbitkan siaran pers, mempublikasikan kinerja dan hasil usaha Bank DKI secara berkala setiap triwulan di media massa nasional dan menggelar konferensi pers. Dan Bank DKI juga menerbitkan buku laporan tahunan yang dibagikan kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Bank DKI juga menggunakan website sebagai media untuk menyediakan laporan keuangan publikasi triwulanan dan bulanan bank umum serta laporan tertentu yang
88
disampaikan kepada Bank Indonesia. Laporan yang ditampilkan didalam website Bank DKI adalah sebagai berikut: 1. Laporan keuangan publikasi triwulan 2. Laporan keuangan publikasi tahunan 3. Laporan tahunan 4. Laporan pelaksanaan tata kelola perusahaan Dalam menciptakan komunikasi internal yang kondusif untuk meningkatkan kinerja perusahaan, Bank DKI juga menciptakan komunikasi dua arah antara manajemen dan karyawan melalui media komunikasi, diantaranya sebagai berikut: -
Majalah champion Adalah salah satu media komunikasi yang digunakan oleh Bank DKI untuk menyebarkand informasi tentang kegiatan di Bank DKI, contohnya program dan kebijakan manajemen. Karyawan juga dapat memberikan saran dan opini yang membangun dengan cara mengirimkannya kepada redaksi.
-
SMS broadcast Adalah nomer handphone yang berkode ulang tahun Bank DKI (0817110461) yang juga menjadi sarana komunikasi antara manajemen dan karyawan. Karyawan juga dapat me‐reply untuk menyampaikan pendapat, aspirasi maupun saran kepada manajemen.
-
Corporate email Bank DKI juga memiliki jaringan intranet yang memadai sehingga dapat berkomunikasi secara lebih efektif. Salah satunya dengan menggunakan sarana corporate e‐mail sehingga antar unit kerja dan antar karyawan Bank 89
DKI dapat melakukan korespondensi surat menyurat secara lebih efisien berkat pengurangan penggunaan kertas (paperless). -
Kegiatan tatap muka manajemen dengan karyawan Kegiatan tatap muka antara manajemen dan karyawan dilakukan dengan cara kunjungan direksi ke kantor cabang, cabang pembantu, dan kantor kas Bank DKI dan dalam berbagai acara internal perusahaan, contohnya kegiatan employee gathering.
Bank DKI juga membentuk komite pengarah teknologi informasi yang bertugas untuk memberikan bantuan kepada dewan komisaris dan direksi dalam melakukan pengawasan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan TI, komite tersebut dibentuk pada tanggal 8 Oktober 2010. Serta tanggung jawab komite ini adalah sebagai berikut: -
Merumuskan rencana strategis TI (IT strategic plan)
-
Merumuskan prosedur dan kebijakan teknologi informasi
-
Melaksanakan manajemen proyek
Untuk mendapatkan informasi tentang calon debiturnya yang berguna untuk melakukan penilaian risiko kredit, Bank DKI mendapatkannya melalui informasi yang disediakan oleh Bank Indonesia, karena Bank Indonesia selalu melakukan pencatatan terhadap semua perusahaan yang pernah meminjam uang kepada bank. Dalam sistem komunikasi dan informasi untuk kegiatan penilaian kredit coporasi sindikasi Bank DKI juga masih memiliki kekurangan, diantaranya adalah:
90
-
Bank DKI tidak melakukan tukar menukar informasi tentang calon debiturnya dengan bank lain Dalam melakukan penilaian terhadap debitur yang akan diberikan pinjaman, sebelumnya Bank DKI harus melakukan penilaian terhadap debitur tersebut. Untuk melakukan penilaian, Bank DKI harus mengetahui tentang debitur tersebut dengan cara mendapatkan segala informasi yang berhubungan dengan calon debitur. Untuk mendapatkan informasi tentang calon debitur, Bank DKI tidak melakukan tukar menukar informasi dengan bank lain yang pernah meminjamkan modal kepada debitur tersebut. Sebaiknya, Bank DKI melakukan tukar menukar informasi calon debitur dengan bank lain, karena dapat memberikan penilaian risiko kredit yang lebih akurat, karena Bank DKI akan mendapatkan informasi atau pengalaman bank lain tentang calon debitur.
IV.2.5 Pemantauan Menurut Elder, Beasley, dan Arens (2010), “Management’s ongoing and periodic assessment of the quality of internal control performance to determine whether controls are operating as intended and are modified when needed” Dapat diartikan bahwa pengelolaan penilaian berkelanjutan dan berkala tentang kualitas kinerja pengendalian internal untuk menentukan apakah kontrol telah beroperasi sebagaimana dimaksud dan diubah jika perlu.
91
Pada proses pemberian kredit, Bank DKI tetap melakukan pemantauan terhadap debitur yang sudah dicairkan kreditnya, pemantauan tersebut dilakukan oleh business unit dan auditor internal. Business unit secara berkala bertemu dengan debitur yang berada dibawah tanggung jawabnya untuk mendapatkan informasi tentang keadaan perusahaan debitur. Business unit juga menerima hasil laporan keuangan tahunan dan laporan penjualan tiap bulannya. Sementara itu, auditor internal melakukan review terhadap risiko yang akan dihadapi setelah kredit itu cair. Auditor internal juga melakukan pemeriksaan jika menemukan kejanggalan pada debitur dalam memenuhi kewajibannya. Jika telihat kejanggalan atau penyimpangan pada proses penilaian risiko kredit, auditor internal perusahaan melakukan audit khusus terhadap sesuatu yang dianggap janggal atau terjadi penyimpangan. Auditor internal juga memonitor segala kegiatan yang dilakukan oleh debitur setelah kredit itu cair dan menilai risiko terhadap kredit yang telah diberikan Bank DKI. Jadi, dapat dikatakan bahwa unit yang mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi atau memonitor debitur setelah kredit itu cair adalah business unit dan auditor internal. Tetapi, pada saat proses penilaian risiko kredit, auditor internal tidak ikut berperan dalam melakukan pemantauan atau monitoring terhadap proses pemberian kredit. Tidak ada unit independent Bank DKI yang mempunyai tanggung jawab untuk melakukan pemantauan pada saat proses pemberian kredit atau proses penilaian risiko.
92
Dalam kegiatan pemantauan atau monitoring, Bank DKI masih memiliki kekurangan, yaitu: 1. Tidak adanya unit khusus yang mempunyai tugas monitoring pada saat proses pemberian kredit atau saat penilaian risiko Dalam proses pemberian kredit, Bank DKI tidak memiliki unit khusus yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memonitor atau memantau para debitur Bank DKI untuk menghindari kerugian jika debitur tersebut mengalami masalah dalam perusahaannya. Pemantauan kepada debitur setelah kredit itu cair hanya dilakukan oleh business unit yang bertanggung jawab terhadap kredit tersebut, dan juga auditor internal yang tidak selalu melakukan pemantauan kepada debitur, hanya saat adanya kejanggalan dan adanya temuan atau yang disebut dengan audit khusus. Dan juga tidak memiliki unit yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pemantauan atau monitoring pada saat proses pemberian kredit atau pada saat penilaian risiko. Tidak ada unit independent yang dapat memantau setiap kegiatan atau setiap unit yang berhubungan dengan proses pemberian kredit tersebut.
93