BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Media informasi memang sangat besar pengaruhnya terhadap popularitas terhadap seseorang, hal itu tidak bisa kita pungkiri, dalam banyak kasus. Salah satu aktivitas liputan yang dapat disimak adalah proses pelaksanaan Penggantian Antar Waktu Wakil Bupati Kabupaten Parigi Moutong periode 2011 sampai dengan 2013. Harian Mercusuar dalam teks liputan maupun latar belakang pengetahuan wartawan terhadap apa yang menjadikan mereka untuk dapat mewarnai proses penggantian dimaksud melalui penyajian informasi kepada masyarakat.
Penyajian pemberitaan yang ditampilkan baik Harian Mercusuar maupun Harian Radar Sulteng pada tataran konteks makro, nampak ada perbedaan mendasar, termasuk dalam tatanan pengalaman dan nilai-nilai emosional yang menjadi sangat penting dalam setiap informasi yang disajikan kepada pembaca. Harian Mercusuar pada tatanan teks lebih menekankan pada latar, dan detail yang diurai untuk menjelaskan apa dan siapa sebenarnya kandidat dimaksud dalam setiap tulisannya. Ada keberpihakan yang muncul ketika diurai teks berita yang disajikan. Seperti tergambar dalam banyak judul berita tentang penyebutan nama kandidat, penyebutan uraian latar belakang keluarga, jabatan, pengalaman kerja, keterwakilan daerah, dan desakan warga termasuk tokoh-tokoh masyarakat yang memberi support terhadap kandidat yang diinginkan agar bisa merasa memiliki, karena itu harapannya terletak 124
pada putra daerah. Pola pikiran yang selalu membanding-bandingkan putra daerah dan bukan putra daerah, ini merupakan hasil produk demokrasi dan hak otonomi yang diberikan pemerintah kepada daerah kabupaten selama ini. Itu tergambar dalam uraian teks berita yang disajikan, termasuk hasil wawancara wartawan yang memang ditugaskan redaksi untuk memantau perkembangan itu, memberi jawaban bahwa ini semua tidak bisa dipungkiri kalau apa yang disajikan ini juga ada kaitan emosional salah satu kandidat dengan redaksi Harian Mercusuar. Walaupun demikian kegiatan peliputan tetap konsisten jika penyebutan nama kandidat, maka kandidat lainpun juga diikutkan, termasuk latar belakang kehidupan keluarga dan pengalaman mereka, hanya saja intensitasnya mungkin ditemukan tetap ada perbedaan seperti yang diurai sebelumnya. Referensi lain yang mendukung konsep yang bisa mewarnai pola pikir wartawannya terletak pada hasil diskusi dan pengalamannya sebagai orang Parigi sendiri. Persoalan politik, memang sangat sulit diprediksi karena peran yang muncul dalam segala bentuk proses menjadi sangat berpengaruh, dan hal itulah juga yang mempengaruhi redaksi dan wartawan yang meliput kegiatan-kegiatan seperti ini.
Harian Radar Sulteng, diakui memang sedikit berbeda dalam penyajian yang dilakukan Harian Mercusuar. Sejak awal analisis teks hingga peran wartawan yang diberi tugas pokok khusus meliput proses pemilihan pengganti Antar Waktu Wakil Bupati memegang teguh prinsip jurnalis, bisa karena mungkin tidak masuk dalam rana politik seperti yang dialami Harian Mercusuar.
125
Makna dari pemberitaan pada Harian Mercusuar sangat jelas pada 2 (dua) konsep wacana yang diurai sebagai berikut : 1. Dorongan harian Mercusuar pada pemaknaan pembentukan wacana pada masyarakat melalui konsep “putra daerah dan keterwakilan wilayah”. Karena Bupati adalah putra asal wilayah bagian Utara Parigi Moutong, maka wakilnya harus putra daerah dari wilayah selatan. Hal ini dianggap adil jika itu dilakukan, dan inilah yang dikembangkan harian Mercusuar untuk mendorong agar kandidatnya bisa berhasil. 2. Pembentukan
wacana
pada
masyarakat
melalui
konsep
“karier,
pengalaman, dan kepemimpinan“. Konsep ini saling mendukung, konsep dorongan putra daerah dan keterwakilan untuk mencapai tujuan akhir. Inilah kesimpulan dari hasil analisis makna pemberitaan pada media harian Mercusuar sejak digulirkannya proses PAW calon wakil Bupati Parigi Moutong periode 2011 – 2013. Prinsip lain dari beberapa uraian hasil analisis baik pada tataran konteks sosial semua itu merupakan wacana lain sebagai instrument pendukung yang arahnya juga sama. Penyajian Harian Radar Sulteng dapat dimaknai pada 2 tataran dalam pemberitaannya sebagai berikut : 1. Tetap konsisten pada prinsip jurnalistik dalam penulisan berita dengan berpegang pada idealisme jurnalistik sebagai bagian dari kontrol sosial. Sebagai sumber informasi pendidikan, hiburan, ekonomi, budaya, maupun politik. Prinsip ini dapat dilihat pada semua pemberitaan yang terbit pada edisi periode penelitian ini, sehingga pemberitaannya jarang sekali
126
ditempatkan pada halaman pertama, begitu pula penulisan kandidat selalu ada perimbangan dan tidak ditemukan penonjolan salah satu kandidat, termasuk pengulangan-pengulangan nama kandidat, seperti yang selalu dilakukan oleh harian Mercusuar. 2. Nampak bahwa prinsip 5 W + 1 H masih menjadi pegangan kuat untuk peliputan mereka, dan konsistensi untuk tetap menjaga netralitasnya masih nampak dari semua pemberitaan yang mereka tampilkan. Sebuah pembelajaran besar bahwa ikatan emosional menjadi sangat kuat dan sulit terhindari jika kita berada didalam bagian yang menjadi satu momen untuk berjuang. Tapi itulah hidup dan kebiasaan yang masih penuh dengan ikatan-ikatan budaya ketimuran. Tidak bisa disalahkan, bukankah budaya ketimuran kita masih sering menjadi kebanggaan kita semua.
Sebagai media besar kesan itu seharusnya tidak terjadi, media sebagai pengontrol sosial, sebagai sumber informasi, seharusnya memberi perimbangan terhadap siapapun untuk kepentingan masyarakat. Jika memang itu adalah semua kebijakan sebaiknya mencari pola atau tehnik publikasi calon yang diinginkan, lalu tidak mencederai nilai-nilai idealisme korannya.
127
B. Saran Mudah-mudahan hasil karya yang sederhana ini dapat menjadi penambah wawasan bagi pembacanya, terutama daerah yang menjadi bagian dari penelitian ini. 1. Kedepan media harus konsisten pada prinsip jurnalistik yakni memegang teguh idealismenya, yakni selalu berpegang pada prinsip adil dan berimbang. 2. Media cetak seperti koran, jika ingin tetap dicintai pembacanya, maka idealisme pemberitaannya perlu dipertahankan, fungsi media harus dikembalikan pada posisi semula dan selalu menjaga kredibilitasnya, 3. Wartawan harus mampu berperan sebagai inspirator untuk mencerdaskan pembacanya, dengan jalan berpegang teguh pada kode etik jurnalistik sebagai landasan penulisannya. 4. Dalam kondisi media seperti itu, mestinya dewan pers dapat melakukan pengawasan, mengontrol dan memberi peringatan agar media cetak tetap konsisten pada koridor kode etik jurnalistik. 5. Para pihak yang merasa dirugikan mestinya melaporkan kondisi seperti itu sebagai bagian dari proses pembelajaran dan kontrol masyarakat dengan harapan tidak terulang baik pada media cetak yang sama maupun media lainnya.
128