BAB IV METODA RUNGE-KUTTA ORDE 4 PADA MODEL ALIRAN FLUIDA YANG TERGANGGU Pada bab III, kita telah melakukan pengujian terhadap metoda Runge-Kutta orde 4 pada persamaan panas. Hasilnya, solusi analitik persamaan panas dapat dihampiri oleh solusi numerik dengan menggunakan metoda Runge-Kutta orde 4. Dengan bertolak pada hasil tersebut, pada bab ini, kita akan menggunakan metoda Runge-Kutta orde 4 untuk mencari solusi numerik dari suatu sistem persamaan diferensial parsial yang merupakan model linier masalah aliran fluida dimana solusi analitiknya tidak mudah untuk ditentukan. Pada bab ini, kita akan membahas model aliran fluida yang akan ditinjau untuk memberikan gambaran fisisnya dan akan dibahas pula bagaimana menerapkan metoda Runge-Kutta orde 4 dalam mencari solusi analitiknya.
4.1 Model Aliran Fluida Model aliran fluida yang akan ditinjau di sini berhubungan dengan model aliran fluida dimensi satu. Pada suatu saluran terbuka dengan dasarnya terdapat suatu gundukan kecil. Mula-mula, sebelum alirannya menabrak gundukan, alirannya adalah seragam yaitu simpangan permukaan dan kecepatannya konstan. Pada saat Aliran fluida tesebut mengalami gangguan yang disebabkan oleh adanya gundukan kecil pada dasar saluran, maka alirannya menjadi tidak seragam lagi. Hal ini dapat diamati dari simpangan yang terbentuk pada permukaan bebas fluida seperti pada Wiryanto [3]. Misalkan, kita pilih sistem koordinat kartesius dengan sumbu horisontal x sepanjang permukaan bebas dari fluida, maka simpangan fluida dapat dinyatakan sebagai y = η ( x, t ) dan dasar saluran sebagai y = − ( h0 + h ( x ) ) di mana t adalah variabel waktu, h0 adalah kedalaman dasar saluran dan h ( x ) adalah bentuk topografi gundukan. U 0 adalah kecepatan rata-rata
awal aliran fluida, yang mewakili
kecepatan fluida di titik-titik yang berada pada satu garis vertikal yang sama, pada
23
titik-titik pengamatan sebelum gundukan. Gambar 4.1 berikut merupakan sketsa dari kondisi di atas.
y = η ( x, t )
y=0
U0 y = −h0
a
b
y = − ( h0 + h ( x ) )
Gambar 4.1 Sketsa kondisi aliran fluida Berdasarkan paper Wiryanto [3], model matematika hasil perumusan kondisi fisis tersebut adalah suatu sistem persamaan diferensial parsial yang mempunyai bentuk
ηt + Fu x + ε F ⎡⎣( uη ) x + u x h ⎤⎦ = − Fhx ut + Fu x +
1 ηx = 0 F
(31)
(32)
dengan u ( x, t ) adalah kecepatan rata-rata aliran fluida yang merupakan rata-rata dari kecepatan fluida di titik-titik yang berada pada posisi x yang sama pada saat t tertentu. Sehingga, pada saat t tertentu, kecepatan fluida yang berada pada posisi x yang sama diwakili u ( x, t ) . ε =
a adalah suatu besaran terkait dengan amplitudo a dan h0
kedalaman dasar saluran h0 . Sedangkan, parameter bilangan Froude didefinisikan sebagai U 0
gh0 , dengan g adalah percepatan gravitasi.
Dalam skripsi ini, kondisi fisis yang akan dipelajari adalah kondisi dimana awalnya aliran fluida, sebelum menabrak gundukan, adalah seragam yaitu kecepatan
24
dan simpangan permukaan fluidanya konstan. Sedangkan, kondisi pada batas-batas daerah pengamatan disamakan dengan kondisi awalnya.
4.2 Prosedur Numerik Pada bab 2 sebelumnya, kita telah membahas formula Runge-Kutta orde 4 untuk persamaan diferensial biasa. Karena pada bab ini kita akan mencari solusi numerik dari suatu sistem persamaan diferensial, maka berikut ini akan diberikan bentuk umum dari formula Runge-Kutta orde 4 untuk sistem persamaan diferensial biasa. Misalkan diketahui suatu sistem persamaan diferensial biasa y / = f ( t , y, z ) , z / = g ( t , y, z ) .
Maka, formula Runge-Kutta orde 4 untuk sistem diatas adalah yn +1 = yn +
1 ( k1 + 2k2 + 2k3 + k4 ) 6
(33)
1 ( l1 + 2l2 + 2l3 + l4 ) 6
(34)
zn +1 = zn +
dimana k1 = hf ( tn , yn , zn ) l1 = hg ( tn , yn , zn )
h k l ⎞ ⎛ k2 = hf ⎜ tn + , yn + 1 , zn + 1 ⎟ 2 2 2⎠ ⎝ h k l ⎞ ⎛ l2 = hg ⎜ tn + , yn + 1 , zn + 1 ⎟ 2 2 2⎠ ⎝
k l ⎞ h ⎛ k3 = hf ⎜ tn + , yn + 2 , zn + 2 ⎟ 2 2 2⎠ ⎝ h k l ⎞ ⎛ l3 = hg ⎜ tn + , yn + 2 , zn + 2 ⎟ 2 2 2⎠ ⎝ k4 = hf ( tn + h, yn + k3 , zn + l3 ) l4 = hg ( tn + h, yn + k3 , zn + l3 ) .
25
Solusi numerik yang akan kita cari di sini adalah solusi numerik dari model linier aliran fluida di atas. Model linier tersebut diperoleh dengan mengabaikan sukusuku pada persamaan (31) dan (32) yang memuat ε yang kita anggap nilainya sangat kecil. Secara fisis, kondisi tersebut dapat diinterpretasikan bahwa besarnya simpangan maksimum dari permukaan fluida sangat kecil jika dibandingkan dengan kedalaman dari dasar saluran. Sehingga, model linier aliran fluida di atas mempunyai bentuk
ηt + Fu x = − Fhx ut + Fu x +
(35)
1 ηx = 0 F
(36)
Kondisi-kondisi yang diberikan untuk mencari solusi numerik dari model linier di atas antara lain simpangan awal η ( x, 0 ) = 0 , dan kecepatan awal u ( x, 0 ) = 1 . Untuk memudahkan dalam penjelasan metoda yang digunakan, kita tuliskan
ηt = G (η , u ) ut = H (η , u )
dengan G (η , u ) = − Fu x − Fhx
H (η , u ) = − Fu x −
(37)
1 ηx . F
(38)
Misalkan interval [ 0,50] adalah domain pengamatan dari model linier aliran fluida dan waktu pengamatan adalah t > 0 . Domain pengamatan tersebut dibagi menjadi m buah titik diskrit dengan step size Δx dan interval waktu pengamatan dibagi menjadi n buah titik diskrit dengan step size Δt . Kita tuliskan x j = x0 + j Δx dan ti = t0 + iΔt untuk setiap i = 1, 2,..., n dan j = 1, 2,..., m . Selanjutnya, kita nyatakan simpangan permukaan dan kecepatan fluida di titik
( x ,t ) j
i
berutrut-turut
sebagai η ij ≅ η ( x j , ti ) dan u ij ≅ u ( x j , ti ) .
Turunan parsial terhadap variabel x dihampiri dengan menggunakan metode beda pusat. Hampiran beda pusat untuk η x adalah
ηx ≅
η ij +1 − η ij −1 2Δx
dan hampiran beda pusat untuk u x adalah ux ≅
u ij +1 − u ij −1 2Δx 26
.
Berdasarkan diskritisasi domain, kita nyatakan G ij ≡ G ( u ij ) dan H ij ≡ H (η ij , u ij ) . Maka, bentuk persamaan (37) dan (38) menjadi ⎛ u ij +1 − u ij −1 ⎞ G = −F ⎜ + hx ⎟ ⎜ 2Δx ⎟ ⎝ ⎠
(39)
⎛ u i − u ij −1 1 η ij +1 − η ij −1 ⎞ H ij = − ⎜ F j +1 + ⎟⎟ . ⎜ x F x 2 2 Δ Δ ⎝ ⎠
(40)
i j
Selanjutnya, turunan parsial terhadap variabel t pada persamaan (35) dan (36) dihampiri dengan menggunakan metoda Runge-Kutta orde 4. Maka, nilai η ij dan u ij , untuk i = 1, 2,..., n − 1 dan j = 1, 2,..., m , ditentukan dengan menggunakan formula
η ij+1 = η ij +
1 ( k1 + 2k2 + 2k3 + k4 ) 6
(41)
1 ( l1 + 2l2 + 2l3 + l4 ) . 6
(42)
u ij+1 = u ij + dengan
k1 = ΔtG ( u ij ) = ΔtG ij l1 = ΔtH (η ij , u ij ) = ΔtH ij l ⎞ ⎛ k2 = ΔtG ⎜ u ij + 1 ⎟ 2⎠ ⎝ k l ⎞ ⎛ l2 = ΔtH ⎜η ij + 1 , u ij + 1 ⎟ 2 2⎠ ⎝ l ⎞ ⎛ k3 = ΔtG ⎜ u ij + 2 ⎟ 2⎠ ⎝ k l ⎞ ⎛ l3 = ΔtH ⎜η ij + 2 , u ij + 2 ⎟ 2 2⎠ ⎝ k4 = ΔtG ( u ij + l3 ) l4 = ΔtH (η ij + k3 , u ij + l3 ) . Berikut ini, diberikan contoh perhitungan untuk menentukan nilai k2 dan l2 .
l ⎞ ⎛ ⎛ ⎛ l ⎞⎞ k2 = ΔtG ⎜ u ij + 1 ⎟ = Δt ⎜ G ( u ij ) + G ⎜ 1 ⎟ ⎟ , 2⎠ ⎝ ⎝ 2 ⎠⎠ ⎝
27
dimana ⎛l ⎞ 1 G ⎜ 1 ⎟ = G ( ΔtH ij ) ⎝2⎠ 2 =
1 ΔtG ( H ij ) . 2
Jadi, 1 ⎛ ⎞ k2 = Δt ⎜ G ij + ΔtG ( H ij ) ⎟ . 2 ⎝ ⎠ k l ⎞ ⎛ ⎛ ⎛ k l ⎞⎞ l2 = ΔtH ⎜η ij + 1 , u ij + 1 ⎟ = ΔtH ⎜ (η ij , u ij ) + ⎜ 1 , 1 ⎟ ⎟ . 2 2⎠ ⎝ ⎝ 2 2 ⎠⎠ ⎝ Karena H linier, maka ⎛ ⎛ k l ⎞⎞ l2 = Δt ⎜ H (η ij , u ij ) + H ⎜ 1 , 1 ⎟ ⎟ ⎝ 2 2 ⎠⎠ ⎝
dimana ⎛k l ⎞ 1 H ⎜ 1 , 1 ⎟ = H ( k1 , l1 ) ⎝ 2 2⎠ 2 =
1 H ( ΔtG ij , ΔtH ij ) 2
=
1 ΔtH ( G ij , H ij ) 2
Jadi, 1 ⎛ ⎞ l2 = Δt ⎜ H ij + ΔtH ( G ij , H ij ) ⎟ . 2 ⎝ ⎠
Dengan cara yang sama, kita peroleh ⎛ Δt ⎛ 1 ⎞⎞ k3 = Δt ⎜ G ij + ⎜ G ( H ij ) + ΔtG H ( G ij , H ij ) ⎟ ⎟ 2⎝ 2 ⎠⎠ ⎝
(
)
⎛ Δt ⎛ Δt l3 = Δt ⎜ H ij + ⎜ H ( G ij , H ij ) + H G ( H ij ) , H ( G ij , H ij ) 2⎝ 2 ⎝
(
) ⎞⎟⎠ ⎞⎟⎠
( (
))
⎛ ⎛ Δt ⎛ Δt ⎞⎞⎞ k4 = Δt ⎜ G ij + Δt ⎜ G ( H ij ) + ⎜ G H ( G ij , H ij ) + G H G ( H ij ) , H ( G ij , H ij ) ⎟ ⎟ ⎟ 2 ⎝ 2 ⎠⎠⎠ ⎝ ⎝
(
)
28
( (
⎛ Δt ⎛ l4 = Δt ⎜ H ij + Δt ⎜ H ( G ij , H ij ) + H G ( H ij ) , H ( G ij , H ij ) + 2 ⎝ ⎝ Δt ⎞⎞⎞⎞ H G H ( G ij , H ij ) , H G ( H ij ) , H ( G ij , H ij ) ⎟ ⎟ ⎟ ⎟⎟ . 2 ⎠⎠⎠⎠
( (
)
) (
)
Jika kita perhatikan, pada perhitungan l1 , fungsi H ij akan melibatkan nilai-nilai u ij −1 , u ij +1 , η ij −1 , dan η ij +1 . Pada perhitungan l2 , fungsi H ( G ij , H ij ) akan melibatkan nilai-
nilai
u ij − 2 ,
u ij ,
u ij + 2 , η ij − 2 , η ij , dan η ij + 2 . Pada perhitungan
(
l3 , fungsi
)
H G ( H ij ) , H ( G ij , H ij ) akan melibatkan u ij −3 , u ij −1 , u ij +1 , u ij +3 , η ij −3 , η ij −1 , η ij +1 , dan
( (
) (
η ij +3 . Pada perhitungan l4 , fungsi H G H ( G ij , H ij ) , H G ( H ij ) , H ( G ij , H ij )
)) akan
melibatkan nilai-nilai u ij − 4 , u ij − 2 , u ij , u ij + 2 , u ij + 4 , η ij − 4 , η ij − 2 , η ij , η ij + 2 dan η ij + 4 . Sehingga, untuk indeks waktu i = 1, 2, …n-1, perhitungan η ij+1 dan u ij+1 akan melibatkan sembilan buah nilai pada indeks waktu sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, gambar 4.2 berikut ini merupakan “stencil” dari persamaan (41) dan (42).
i+1, j
i, j-4
i, j-3
i, j-2
i, j-1
i, j
i, j+1 i, j+2 i, j+3 i, j+4
Gambar 4.2 Stencil dari skema Runge-Kutta orde 4 untuk masalah aliran fluida
Jika kita lihat dari stencil di atas maka untuk menghitung nilai η ij+1 akan melibatkan empat buah nilai di sebelah kiri dan kanan dari η ij . Hal yang sama juga berlaku untuk menghitung nilai u ij+1 . Hal tersebut akan menimbulkan masalah jika kita akan menghitung nilai-nilai pada batas kiri dan kanan dari domain pengamatan atau nilai-nilai dengan indeks j = 1 dan j = m . Untuk mengatasi masalah tersebut, kita gunakan arti fisis dari model aliran fluida yaitu dengan menetapkan 0 untuk nilainilai di luar domain pengamatan. Hal ini berarti bahwa keadaannya seragam tidak ada pengaruh dari gangguan.
29
Sehingga, solusi numerik yang akan kita cari adalah solusi dari
η ij+1 = η ij +
1 ( k1 + 2k2 + 2k3 + k4 ) untuk i = 1, 2, …, n-1 dan j = 1, 2, …, m. 6
u ij+1 = u ij +
1 ( l1 + 2l2 + 2l3 + l4 ) 6
untuk i = 1, 2, …, n-1 dan j =1, 2, …, m.
terhadap: kondisi awal
η 1j = 0 , untuk j =1, 2, …, m u1j = 1 , untuk j =1, 2, …, m
kondisi batas
η ij = 0 , untuk i = 1, 2, …, n-1 dan j = -3, -2, -1, 0, m + 1, m + 2, m + 3, dan m + 4 u ij = 1 , untuk i = 1, 2, …, n-1 dan j = -3, -2, -1, 0, m + 1, m + 2, m + 3, dan m + 4.
4.3 Hasil Numerik Pada sub bab ini, skema numerik yang telah kita bentuk digunakan untuk mengamati terbentuknya gelombang pada permukaan bebas fluida akibat adanya gundukan pada dasar saluran. Hasil-hasil numerik yang akan ditampilkan di sini menggunakan gundukan berbentuk h ( x ) =
[ 20,35] ,
−0.1
( x − 28)
2
+1
yang ditempatkan pada
Δx = 0.1 dan Δt = 0.01 . Gambar 4.3, 4.4 dan 4.5 berikut ini merupakan plot
simpangan permukaan fluida pada setiap titik berturut-turut untuk F = 0.3, F = 0.6 dan F = 1.5. Untuk beberapa nilai t, plot simpangan permukaan diletakan pada koordinat yang sama dengan menggeser ke atas plot simpangan permukaan untuk level waktu t yang lebih tinggi.
30
Gambar 4.3 Plot permukaan fluida untuk F = 0.3
Gambar 4.4 Plot permukaan Fluida untuk F = 0.6
31
Gambar 4.5 Plot permukaan Fluida untuk F = 1.5
Dari pengamatan ketiga plot di atas, mula-mula tidak ada gelombang pada permukaan fluida. Kemudian setelah beberapa saat, tiga buah gelombang terbentuk pada permukaan fluida dengan masing-masing arah perambatannya berbeda. Gelombang sebelah kiri merambat ke kiri, gelombang yang di tengah cenderung diam, dan gelombang sebelah kanan merambat ke kanan Untuk selanjutnya, kita akan menentukan secara kuantitatif kecepatan dan amplitudo masing-masing gelombang serta membahas bagaimana hubungannya dengan bilangan Froude F.
4.3.1 Analisa Kuantitatif Pengaruh Perubahan Parameter Bilangan Froude F Terhadap Amplitudo Gelombang Pada plot solusi sebelumnya, jika kita perhatikan pada awalnya gelombang belum terbentuk. Seiring bertambahnya waktu, masing-masing gelombang terbentuk dengan amplitudo yang berubah-ubah. Gambar 4.6 dan 4.7 berikut ini berturut-turut merupakan plot waktu terhadap amplitudo gelombang kiri dan gelombang tengah untuk nilai F = 0.3 .
32
gelombang kiri
amplitudo
0.02 0.015 0.01 0.005 0 0
2
4
6
8
10
t
Gambar 4.6 Plot amplitudo gelombang kiri untuk F = 0.3.
gelombang tengah 0.009
amplitudo
0.0085 0.008 0.0075 0.007 0.0065 2
4
6
8
10
12
t
Gambar 4.7 Plot amplitudo gelombang tengah untuk F = 0.3.
Dari kedua plot di atas, amplitudo gelombang yang merambat ke kiri asimtotik ke 0.0196, sedangkan amplitudo gelombang yang di tengah asimtotik ke –0.009. Dengan cara yang sama, tabel 4.1 berikut ini merupakan tabel untuk nilai asimtotik dari amplitudo gelombang kiri dan gelombang tengah untuk beberapa nilai F.
Gelombang kiri Gelombang tengah F Amplitudo F Amplitudo 0.3 0.0196 0.3 0.009 0.4 0.0285 0.4 0.016
33
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
0.0389 0.0507 0.0641 0.079 0.0956 0.114 0.134 0.155 0.179 0.206 0.233
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
0.025 0.036 0.048 0.063 0.08 0.099 0.119 0.142 0.166 0.192 0.221
Tabel 4.1 Nilai asimtotik dari amplitudo gelombang
kiri dan tengah untuk beberapa nilai F.
Dari tabel di atas, semakin besar nilai F maka amplitudo gelombang yang merambat ke kiri dan yang berada di tengah akan semakin besar pula. Hal tersebut dapat dilihat juga dari trendline yang terbentuk seperti pada gambar 4.8 dan 4.9 berikut ini.
gelombang kiri 0.25
amplitudo
0.2 0.15 0.1 0.05 0 0.2
0.4
0.6
0.8
1 F
Gambar 4.8 Trendline amplitudo gelombang kiri.
34
1.2
1.4
1.6
gelombang tengah 0.25
amplitudo
0.2 0.15 0.1 0.05 0 0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
F
Gambar 4.9 Trendline amplitudo gelombang tengah.
Untuk gelombang yang merambat ke kanan, untuk setiap nilai F, amplitudo gelombang akan semaki kecil seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini dapat dilihat dari plot amplitudo terhadap waktu. Sebagai contoh, Gambar 4.10 dan gambar 4.11 berikut ini berturut-turut merupakan plot amplitudo gelombang yang merambat ke kanan terhadap waktu untuk nilai F = 0.4 dan F = 0.8.
amplitudo
gelombang kanan 0.0142 0.014 0.0138 0.0136 0.0134 0.0132 0.013 0.0128 0.0126 0.0124 1.5
3.5
5.5
7.5
9.5
t
Gambar 4.10 Plot amplitudo gelombang kanan untuk F = 0.4.
35
11.5
amplitudo
gelombang kanan 0.0205 0.02 0.0195 0.019 0.0185 0.018 0.0175 0.017 0.0165 0.016 1.5
3.5
5.5
7.5
9.5
11.5
t
Gambar 4.11 Plot amplitudo gelombang kanan untuk F = 0.8.
4.3.2 Analisa Kuantitatif Pengaruh Perubahan Parameter Bilangan Froude F Terhadap Kecepatan Gelombang Pada plot solusi numerik sebelumnya, kita misalkan masing-masing gelombang dari ketiga gelombang yang terbentuk adalah kurva dari suatu fungsi. Dengan bertambahnya nilai t,
masing-masing kurva bergeser sepanjang sumbu
horisontal dari posisi sebelumnya, maka masing-masing kurva tersebut dapat dinyatakan sebagai fungsi terhadap x − ct = k dengan c dan k adalah konstanta sebarang. Secara fisis, c merepresentasikan kecepatan dari masing-masing gelombang. Sehingga, untuk mencari kecepatan dari masing-masing gelombang, kita akan menggunakan regresi linier untuk menentukan kemiringan garis dari persamaan garis yang menghubungkan posisi amplitudo gelombang x terhadap waktu t. sebagai contoh, Gambar 4.12, 4.13 dan 4.14 berikut ini merupakan plot dari posisi amplitudo masing-masing gelombang terhadap waktu beserta persamaan garis hasil regresi linier untuk F = 0.3 . Regresi linier tersebut diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak Excel.
36
gelombang kiri 10 t = -1.2081x + 33.653
8 t
6 4 2 0 19
21
23
25
27
x
Gambar 4.12 Plot posisi amplitudo gelombang kiri terhadap waktu.
gelombang tengah 14 12
t = -30.008x + 847.51
10 t
8 6 4 2 0 25
26
27
28
29
30
x
Gambar 4.13 Plot posisi amplitudo gelombang tengah terhadap waktu.
37
gelombang kanan 12 t = 0.8776x - 24.597
10
t
8 6 4 2 0 28
30
32
34
36
38
40
x
Gambar 4.14 Plot posisi amplitudo gelombang kanan terhadap waktu.
Dari grafik di atas, kecepatan c masing-masing gelombang diperoleh dari c=
1 . Sehingga, kecepatan gelombang kiri cL , gelombang tengah cM , dan gradien
gelombang kanan cR berturut-turut adalah -0.8277, -0.0333, dan 1.1395. Dengan cara yang sama, kita peroleh kecepatan masing-masing gelombang untuk beberapa nilai F seperti pada tabel 4.2 berikut.
Gelombang kiri F Kecepatan 0.1 -0.9211 0.2 -0.8732 0.3 -0.8277 0.4 -0.7849 0.5 -0.7443 0.6 -0.7061 0.7 -0.6703 0.8 -0.6365 0.9 -0.6051 1 -0.5754 1.1 -0.5476 1.2 -0.5216 1.3 -0.4969 1.4 -0.4839 1.5 -0.4626
Gelombang tengah F Kecepatan 0.1 -0.0498 0.2 -0.0405 0.3 -0.0333 0.4 -0.0415 0.5 -0.0469 0.6 -0.0377 0.7 -0.1098 0.8 -0.0951 0.9 -0.0882 1 -0.0847 1.1 -0.0808 1.2 -0.0763 1.3 -0.0748 1.4 -0.0616 1.5 -0.0606
Gelombang kanan F Kecepatan 0.1 1.0252 0.2 1.0808 0.3 1.1395 0.4 1.2099 0.5 1.2726 0.6 1.3353 0.7 1.4011 0.8 1.4682 0.9 1.5377 1 1.6090 1.1 1.6818 1.2 1.7562 1.3 1.8291 1.4 1.9077 1.5 1.9865
Tabel 4.2 Kecepatan masing-masing gelombang untuk beberapa nilai F.
38
Dari tabel 4.2 dapat kita lihat, kecepatan gelombang yang merambat ke kiri akan semakin kecil dengan bertambahnya nilai F. Kecepatan gelombang yang merambat ke kanan akan semakin besar dengan bertambahnya nilai F. Sedangkan, gelombang yang berada di tengah relatif tidak berubah dengan bertambahnya nilai F. Hal tersebut dapat juga diamati dari trendline yang terbentuk berdasarkan tabel 4.2 seperti pada gambar 4.15, 4.16 dan 4.17 berikut ini.
gelombang kiri -0.3 -0.4 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
-0.5 c
-0.6 -0.7 -0.8 -0.9 -1 F
Gambar 4.15 Trendline kecepatan gelombang kiri terhadap
parameter bilangan Froude.
39
1.4
1.6
gelombang tengah 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
-0.2
c
-0.4 -0.6 -0.8 -1 F
Gambar 4.16 Trendline kecepatan gelombang tengah terhadap
parameter bilangan Froude.
gelombang kanan 2.1 1.9 c
1.7 1.5 1.3 1.1 0.9 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
F
Gambar 4.17 Trendline kecepatan gelombang kanan terhadap
parameter bilangan Froude.
4.3.3 Analisa Kuantitatif Pengaruh Perubahan Ketinggian Gundukan Terhadap Amplitudo Gelombang Analisa kuantitaif pengaruh perubahan ketinggian gundukan terhadap amplitudo gelombang dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan nilai asimtotik untuk setiap gelombang. Nilai-nilai asimtotik tersebut dapat kita peroleh 40
dari plot amplitudo gelombang terhadap waktu untuk setiap ketinggian gundukan dengan bilangan Froude F tertentu. Karena bentuk gundukan yang kita gunakan di sini, yaitu h ( x ) =
−0.1
(( x − 28) + 1) 2
, mempunyai ketinggian 0.1, maka ketinggian
gundukan lainnya diperoleh dengan cara menghitung tinggi maksimum dari kelipatan konstanta positif tertentu bentuk gundukan semula. Sebagai contoh, gambar 4.18 dan 4.19 berikut ini merupakan plot amplitudo gelombang terhadap waktu dengan F = 0.3 untuk ketinggian gundukan 0.15.
gelombang kiri 0.03
amplitudo
0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0 0
2
4
6
8
10
t
Gambar 4.18 Plot amplitudo gelombang kiri terhadap waktu
untuk F =0.3 dan ketinggian gundukan 0.15.
41
12
gelombang tengah 0.0135
amplitudo
0.013 0.0125 0.012 0.0115 0.011 0.0105 0.01 1.7
3.7
5.7
7.7
9.7
11.7
t
Gambar 4.19 Plot amplitudo gelombang tengah terhadap waktu
untuk F = 0.3 dan ketinggian gundukan 0.15.
Dari kedua gambar di atas, amplitudo gelombang kiri asimtotik ke 0.0292, sedangkan amplitudo gelombang tengah asimtotik ke 0.0132. Dengan cara yang sama, tabel 4.3 berikut ini merupakan tabel untuk nilai asimtotik dari amplitudo gelombang kiri dan gelombang tengah, dengan F = 0.3, untuk beberapa ketinggian gundukan.
Gelombang kiri Gelombang tengah Ketinggian Ketinggian Amplitudo Amplitudo gundukan gundukan 0.1 0.0196 0.1 0.09 0.11 0.0213 0.11 0.097 0.12 0.0233 0.12 0.0106 0.13 0.0253 0.13 0.0115 0.14 0.0292 0.14 0.0133 0.15 0.0292 0.15 0.0133 0.16 0.0312 0.16 0.0141 0.17 0.0332 0.17 0.015 0.18 0.0352 0.18 0.0159 0.19 0.0371 0.19 0.0168 0.2 0.0391 0.2 0.0177 Tabel 4.3 Nilai asimtotik amplitudo gelombang kiri dan tengah,
dengan F = 0.3, untuk beberapa ketinggian gundukan.
42
Dari tabel di atas, semakin tinggi gundukannya maka amplitudo gelombang kiri dan gelombang tengah akan semakin besar pula. Hal ini dapat kita amati juga dari trendline yang terbentuk berdasarkan tabel 4.3, seperti pada gambar 4.20 dan 4.21 berikut.
gelombang kiri 0.05
amplitudo
0.04 0.03 0.02 0.01 0 0.09
0.11
0.13
0.15
0.17
0.19
0.21
ketinggian gundukan
Gambar 4.20 Trendline amplitudo gelombang kiri terhadap ketinggian
gundukan untuk F = 0.3.
gelombang tengah
amplitudo
0.02 0.015 0.01 0.005 0 0.09
0.11
0.13
0.15
0.17
0.19
0.21
ketinggian gundukan
Gambar 4.21 Trendline amplitudo gelombang kanan terhadap ketinggian
gundukan untuk F = 0.3.
Untuk gelombang yang merambat ke kanan, untuk setiap ketinggian gundukan, amplitudo gelombang akan semaki kecil seiring dengan berjalannya waktu.
43
Hal ini dapat dilihat dari plot amplitudo terhadap waktu. Sebagai contoh, gambar 4.22 dan 4.23 berikut ini berturut-turut merupakan plot amplitudo gelombang yang merambat ke kanan terhadap waktu untuk nilai ketinggian gundukan 0.12 dan 0.15.
gelombang kanan 0.0138
amplitudo
0.0136 0.0134 0.0132 0.013 0.0128 0.0126 0.0124 1.7
3.7
5.7
7.7
9.7
t
Gambar 4.22 Plot amplitudo gelombang terhadap waktu untuk F = 0.3
dengan ketinggian gundukan 0.12.
gelombang kanan 0.0172
amplitudo
0.017 0.0168 0.0166 0.0164 0.0162 0.016 0.0158 1.7
3.7
5.7
7.7
9.7
t
Gambar 4.23 Plot amplitudo gelombang terhadap waktu untuk F = 0.3
dengan ketinggian gundukan 0.15.
44
4.3.4 Analisa Kuantitatif Pengaruh Perubahan Ketinggian Gundukan Terhadap Kecepatan Gelombang Dengan cara yang sama seperti dalam pembahasan sub bab 4.3.2 sebelumnya, kecepatan gelombang dapat kita peroleh dengan terlebih dahulu membuat plot waktu terhadap posisi amplitudo gelombang untuk F tertentu dan ketinggian gundukan tertentu. Sehingga, kecepatan gelombang dapat diperoleh dengan menghitung 1 gradien
garis hasil regresi linier dari plot tersebut. Sebagai contoh, gambar 4.24,
4.25 dan 4.26 berikut ini merupakan plot waktu terhadap posisi amplitudo beserta persamaan garis hasil regresi linier berturut-turut untuk gelombang kiri, gelombang tengah dan gelombang kanan, dengan F = 0.3 dan ketinggian gundukan 0.15.
gelombang kiri 12 10
y = -1.2082x + 33.655
t
8 6 4 2 0 19
21
23
25
27
x
Gambar 4.24 Plot waktu terhadap posisi amplitudo gelombang kiri untuk
F = 0.3 dengan ketinggian gundukan 0.15.
45
gelombang tengah 14 y = -30.008x + 847.51
12 10 t
8 6 4 2 0 20
22
24
26
28
30
x
Gambar 4.25 Plot waktu terhadap posisi amplitudo gelombang tengah untuk
F = 0.3 dengan ketinggian gundukan 0.15.
gelombang kanan 12 y = 0.869x - 24.288
10
t
8 6 4 2 0 29
31
33
35
37
39
41
x
Gambar 4.26 Plot waktu terhadap posisi amplitudo gelombang kanan untuk
F = 0.3 dengan ketinggian gundukan 0.15.
Sehingga, dari gambar di atas, kecepatan gelombang kiri adalah –0.8277, kecepatan gelombang kanan adalah –0.0333 dan kecepatan gelombang tengah adalah 1.1507. Dengan cara yang sama, kita peroleh kecepatan masing-masing gelombang untuk beberapa nilai F seperti pada tabel 4.4 berikut.
46
Ketinggian gundukan 0.1 0.11 0.12 0.13 0.14 0.15 0.16 0.17 0.18 0.19 2
Kecepatan Kecepatan Kecepatan gelombang kiri gelombang tengah gelombang kanan -0.8277 -0.0333 1.1507 -0.8277 -0.0333 1.1509 -0.8277 -0.0333 1.1509 -0.8277 -0.0333 1.1507 -0.8277 -0.0333 1.1507 -0.8277 -0.0333 1.1507 -0.8277 -0.0333 1.1509 -0.8277 -0.0333 1.1507 -0.8277 -0.0333 1.1509 -0.8277 -0.0333 1.1506 -0.8277 -0.0333 1.1507
Tabel 4.4 Kecepatan masing-masing gelombang untuk beberapa ketinggian
gundukan, dengan F = 0.3.
Berdasarkan tabel 4.4, kita dapat membentuk trendline yang memperlihatkan hubungan antara pengaruh perubahan ketinggian gundukan dengan kecepatan masingmasing gelombang seperti pada gambar 4.27, 4.28 dan 4.29 berikut.
gelombang kiri -0.825
kecepatan
-0.8255
0
0.05
0.1
0.15
0.2
-0.826 -0.8265 -0.827 -0.8275 -0.828 ketinggian gundukan
Gambar 4.27 Trendline kecepatan gelombang kiri terhadap
ketinggian gundukan untuk F = 0.3.
47
0.25
gelombang tengah -0.033 -0.033050.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
0.22
kecepatan
-0.0331 -0.03315 -0.0332 -0.03325 -0.0333 -0.03335 ketinggian gundukan
Gambar 4.28 Trendline kecepatan gelombang tengah terhadap
ketinggian gundukan untuk F = 0.3.
gelombang kanan 1.4 kecepatan
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0.09
0.11
0.13
0.15
0.17
0.19
0.21
ketinggian gundukan
Gambar 4.29 Trendline kecepatan gelombang kanan terhadap
ketinggian gundukan untuk F = 0.3.
Dari trendline di atas, dapat kita amati, kecepatan masing-masing gelombang tidak berubah seiring dengan berubahnya ketinggian gundukan.
48
