BAB IV LOKASI PENELITIAN
IV.1 GAMBARAN UMUM Lokasi penelitian meliputi wilayah yang dialiri sungai Enim, dari daerah hulu hingga ke hilir melintasi enam kecamatan dalam wilayah administrasi Kabupaten Muara Enim, yaitu Semendo Darat Ulu, Semendo Darat Tengah, Semendo Darat Laut, Tanjung Agung, Lawang Kidul dan Muara Enim. Dengan luas 194.479 ha wilayah yang dihuni oleh 189.449 jiwa pada tahun 2006 ini termasuk Sub Sub DAS Enim dari Sub DAS Lematang yang merupakan bagian dari DAS Musi di Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi ini karena Sungai Enim mulai dari hulu sampai ke hilir terletak dalam satu wilayah administrasi yang sama. Di wilayah ini banyak terdapat aktifitas yang mempergunakan potensi sumber daya alam secara langsung dan pembuangan limbahnya ke alam, terutama ke sungai, sehingga terlihat langsung dampaknya terhadap lingkungan hidup. Sungai Enim dahulunya juga dikenal dengan sebutan Ayek Hening (Air Bening) yang kejernihannya oleh masih banyaknya bebatuan di aliran sungai dan kondisi yang masih alami dan bersih. Sekarang keadaan tersebut telah berubah tidak lagi bersih seperti dulu.
IV.2 POTENSI SUMBER DAYA ALAM Di Kabupaten Muara Enim umumnya, merupakan daerah dengan potensi yang kaya dengan sumber daya alam terbaharui dan takterbaharui. Kabupaten ini merupakan kabupaten nomer dua terkaya kandungan bahan tambangnya di Propinsi Sumatera Selatan. Di wilayah aliran Sungai Enim pun terdapat banyak lahan pertanian dan perkebunan dengan produktifitas cukup tinggi, sehingga pemerintah terpacu untuk meningkatkan produksi tersebut dalam program lumbung pangan. Demikian pula dengan sumber daya alam takterbaharui, terdapat kandungan batubara yang ditambang dekat dengan aliran Sungai Enim, sumbersumber minyak bumi, dan bahan tambang lainnya yang belum diupayakan.
24
Gambar IV.1 Peta Wilayah Aliran Sungai Enim
25
IV.2.1 Sumber Daya Alam Terbaharui Sumber daya alam terbaharui di wilayah aliran Sungai Enim dilihat dari pembagian fungsi lahannya terdiri dari:
Tabel IV.1 Luas lahan berdasarkan fungsi, dibagi menurut kecamatan Muara Enim
Lawang Kidul
Tanjung Agung
Semende Darat Laut
Semende Darat Tengah
Semende Darat Ulu
1.741
65
2.294
1.060
1.219
1.828
8.207
626
637
2.691
53
158
95
4.260
Ladang kebun
2.413
3.786
21.691
0
1.100
385
29.375
Tidak digunakan
1.145
213
2.848
0
1.369
1.730
7.305
997
491
5.745
8.657
2.890
1.250
20.030
Hutan Negara
3.348
0
18.965
18.000
14.482
15.875
70.670
Perkebunan
5.099
0
5.622
5.325
5.495
4.510
26.051
158
62
78
95
257
85
735
3.947
11.751
8.066
2.710
730
642
27.846
19.474
17.005
68.000
35.900
27.700
26.400
194.479
Fungsi Lahan Sawah Bangunan
Hutan rakyat
Kolam Lainnya Total (ha) :
Sumber: BPS Kabupaten Muara Enim, 2006 diolah kembali.
IV.2.2 Sumber Air Bersih Rumah Tangga Meningkatnya aktivitas serta derajat kehidupan di Kabupaten Muara Enim harus diikuti oleh pemenuhan kebutuhan terhadap air bersih. Kegunaan air bersih bagi manusia dan sebagian besar penduduk terutama untuk kepentingan rumah tangga, industri, pertanian dan lainnya. Sementara itu jumlah pelanggan yang telah dilayani selama tahun 2006 untuk kelompok rumah tangga tercatat 11.725 rumah tangga dengan total kapasitas produksi air sebanyak 2.917.624 m3, dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah pelanggan sebesar 19,20% dan peningkatan kapasitas produksi air sebesar 58,44%.
IV.3 PENCEMARAN LINGKUNGAN Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi
26
dan/atau komponen lain ke lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
IV.3.1 Pencemaran Air Dalam kerangka budaya masyarakat Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, ekosistem perairan menjadi sangat penting karena kenyataan dan alasan-alasan berikut : 1) Sebagian besar wilayah Muara Enim merupakan DAS Enim-Lematang 2) Sebagian besar pemukiman kota dan desa berada di tepi sungai 3) Sebagian besar sumber nafkah masyarakat tergantung pada perairan baik bagi usaha pertanian, perikanan, transportasi air dan industri.
Perubahan kualitas sungai merupakan indikator kondisi sungai apakah masih dalam keadaan baik atau tercemar. Pencemaran sungai didefinisikan sebagai perubahan kualitas suatu perairan akibat kegiatan manusia, yang pada gilirannya akan mengganggu kehidupan manusia itu sendiri ataupun makhluk hidup lainnya. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh senyawa yang masuk kealiran sungai yang bergerak ke hilir bersama aliran air atau tersimpan di dasar, berakumulasi (khususnya pada endapan) dan suatu saat dapat juga terjadi pencucian atau pengenceran. Senyawa tersebut, utamanya yang beracun, berakumulasi dan menjadi suatu konsentrasi tertentu yang berbahaya bagi mata rantai kehidupan.
IV.3.1.1 Sumber Pencemaran Air Pencemaran air pada umumnya diakibatkan oleh kegiatan masyarakat. Besar kecilnya pencemaran akan tergantung dari jumlah dan kualitas limbah yang dibuang ke sungai, baik limbah padat maupun cair. Berdasarkan jenis kegiatannya maka bentuk sumber pencemaran air dibedakan menjadi : a. Point Sources; merupakan sumber pencemar yang membuang efluen (limbah cair) melalui pipa, selokan atau saluran air kotor ke dalam badan air pada
27
lokasi tertentu. Misalnya pabrik karet,CPO, pulp, kegiatan industri rumah tangga, serta bengkel/workshop dan lain-lain b. Non-point sources; terdiri dari banyak sumber yang tersebar yang membuang efluen, baik ke badan air maupun air tanah pada suatu daerah yang luas. Contohnya adalah limpasan air dari kegiatan pertambangan, galian, ladangladang pertanian, peternakan, pembangunan infrastruktur, tempat parkir dan jalan raya.
Beberapa jenis kegiatan utama yang berpotensi menimbulkan pencemaran sungai Enim antara lain: (1) Kegiatan domestik; termasuk di dalamnya kegiatan kesehatan (rumah sakit) dan food additives (seperti bahan pengawet makanan) serta kegiatan-kegiatan yang berasal dari lingkungan permukiman baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Efluen yang dibuang biasanya berupa pencemar organik, tapi ada juga berupa senyawa anorganik, logam, garam-garaman (seperti deterjen) yang cukup berbahaya karena bersifat patogen. (2) Kegiatan industri dan pertambangan; mempunyai banyak sekali variasi; bisa berupa efluen organik dari home industry makanan (tahu tempe) dan dapat juga dari industri pengolahan maupun bengkel-bengkel, workshop. Sedangkan efluen anorganik dihasilkan dari debu dihasilkan oleh kegiatan industri pertambangan, juga berupa pencemaran panas (thermal) dari pembangkit tenaga listrik. (a) Pertambangan Batubara Kegiatan pertambangan batubara berdampak terhadap komponen lingkungan fisik (bentang alam) dan kimia (pH, Fe, Mn, TSS, BOD, COD), biologi (kehidupan ekologi perairan seperti plankton dan benthos), sosekbud (persepsi masyarakat serta konflik pemanfaatan lahan). Pencemaran air yang bersumber dari pertambangan batubara berasal dari air limpasan atau air buangan yang dihasilkan baik melalui atau tanpa proses Kolam Pengendap Lumpur (KPL). Kegiatan eksploitasi bahan tambang batubara yang posisinya terletak pada sisi Timur dan Barat sungai Enim dan sebelah Timur sungai Lematang dan diperkirakan memiliki cadangan 6 Milyar ton. Berdasarkan data dari situs
28
Departemen ESDM, produksi batubara PT. Bukit Asam Tanjung Enim pada Tahun 2006 berjumlah 8.665.526,00 ton.
Gambar IV.2 Potensi pencemaran oleh kegiatan Pertambangan
Gambar IV.3 Potensi pencemaran oleh kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
29
(b)
Kegiatan Pembangkit Listrik
Pengaruh kegiatan PLTU Sektor Bukit Asam Tanjung Enim terhadap kualitas air Sungai Enim yaitu pada parameter fisik kimia seperti TSS, BOD, COD, pH serta suhu air yang meningkat. Hal ini dapat berdampak pada kualitas air serta kehidupan perairan di sub DAS Enim. (c)
Kegiatan Pengolahan Karet dan Industri Crumb Rubber :
Parameter buangan limbah pengolahan karet yaitu parameter Amonia, N, BOD, COD, pH dan residu tersuspensi serta berpengaruh terhadap fisik sungai Enim antara lain terdeteksi secara visual adanya butiran-butiran karet di unit Water Treatment PDAM Kabupaten Muara Enim. (d) Kegiatan Industri CPO (Crude Palm Oil) Parameter buangan limbah pengolahan Crude Palm Oil yaitu parameter BOD, COD, pH, residu tersuspensi, Nitrogen
serta minyak dan lemak yang
berpengaruh terhadap fisik air sungai . Adanya residu
yang berasal dari
kegiatan Crude Palm Oil antara lain terdeteksi secara visual adanya oil film dan warna pekat pada beberapa anak sungai seperti di sekitar sungai Enau dan sungai Lagan.
30
Gambar IV.4 Potensi pencemaran kegiatan industri Crude Palm Oil (e) Penambangan Galian Golongan C Dampak penambangan galian C (batu koral dan pasir) terutama pada perubahan bentang alam serta terjadinya penurunan kualitas air pada komponen fisik-kimia seperti, TSS, kekeruhan, dan sedimentasi sehingga turut memperberat beban kerusakan Sungai Enim dan Sungai Lematang. Selain itu aktivitas penambangan ini juga mengganggu kehidupan biota air. Penambangan itu dilakukan oleh perusahaan swasta dan masyarakat.
Gambar IV.5 Penambangan pasir dan koral di sungai (3) Kegiatan pertanian; terutama akibat penambahan pupuk dan pembasmi hama, di mana senyawa-senyawa yang terdapat di dalamnya tidak mudah terurai walaupun dalam jumlah yang sedikit, tetapi justru aktif pada konsentrasi yang rendah. Sedimentasi yang terjadi termasuk pencemaran yang cukup besar ketika terjadi penebangan pohon-pohonan, pembuatan parit-parit, perambahan hutan dan lain-lain. Efluen organik yang dihasilkan juga dapat menyebabkan pencemaran yang cukup serius. Pengaruh-pengaruh yang dapat ditimbulkan termasuk perubahan dalam sedimen dan konsentrasi hara, garamgaram, logam dan agrokimia oleh patogen dan perubahan temperatur.
31
Pengaruh zat hara tanaman (garam-garam nitrat dan fosfat yang larut dalam air), serta yang berasal dari penguraian limbah organik seperti limbah cair atau pelepasan pupuk nitrat, yang jika berlebihan dapat mengakibatkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi).
Gambar IV.6 Eutrofikasi pada badan air yang terjadi akibat residu pupuk dan unsur hara lainnya.
IV.3.1.2 Jenis Pencemaran Air Berdasarkan hasil pemantauan, zat pencemar utama yang terdapat pada sungai Enim sebagai berikut: 1)
Organisme
patogen
(bakteri,
virus
dan
protozoa) 2)
Limbah organik biodegradable (limbah cair domestik, limbah pertanian, limbah peternakan, limbah rumah potong hewan, limbah industri minyak dan pertambangan).
3) Bahan anorganik yang larut dalam air (asam, garam, logam berat dan senyawa-senyawanya, seperti sulfida, sulfit). 4)
Zat hara tanaman (garam-garam nitrat dan fosfat yang larut dalam air), yang berasal dari penguraian limbah organik seperti limbah cair atau pelepasan pupuk nitrat, yang jika berlebihan dapat mengakibatkan eutrofikasi.
5)
Bahan-bahan kimia yang larut dan tidak larut (minyak, plastik, pestisida, pelarut, fenol, formaldehida dan lain-lain). Zat-zat tersebut merupakan penyebab yang sangat beracun bahkan pada konsentrasi yang rendah (< 1 ppm).
32
6)
Sedimen (suspended solid); merupakan partikel yang tidak larut atau terlalu besar untuk dapat segera larut. Jumlah (kuantitas) sedimen mempengaruhi turbiditas air, dan kualitasnya mempengaruhi warna. Sedimen termasuk pencemaran yang cukup besar akibat adanya erosi dari penambangan terbuka, galian, pembuatan parit-parit, perambahan hutan, dan lain-lain. Belum lagi, efluen organik yang dihasilkan oleh peternakan dapat menyebabkan pencemaran yang cukup serius. Polusi sedimen secara fisik termasuk sifat turbiditas sedimen (pembatasan penetrasi matahari) dan sedimentasi. Polusi secara kimia oleh sedimen misalnya pengikatan logam-logam pipa dalam saluran air yang menyebabkan korosifitas.
7)
Pencemaran thermal; dalam bentuk limbah air panas yang berasal dari kegiatan suatu pembangkit tenaga misalnya pada kegiatan pembangkit listrik tenaga uap dan proses-proses mesin produksi. Pencemaran ini mengakibatkan naiknya temperatur air, meningkatkan rasio dekomposisi dari limbah organik yang biodegradable dan mengurangi kapasitas air untuk menahan oksigen. Kecenderungan perubahan akibat limbah thermal dari sisa proses kegiatan yang dibuang oleh industri umumnya memiliki temperatur yang tinggi, terutama industri yang melakukan proses dengan temperatur air limbahnya lebih dari 360C, tingginya temperatur ini akan berdampak pada gangguan sistem fisiologi organisme air terutama ikan yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu drastis.
Beberapa pengaduan mengenai kasus dugaan pencemaran air yang masuk ke Bapedalda antara lain adalah : a. Pengaduan Masyarakat Desa Penyandingan Kecamatan Tanjung Agung mengenai dugaan pencemaran limbah pabrik minyak kelapa sawit PT. Bumi Sawindo Permai di Sungai Numan sehingga masyarakat takut mempergunakan air untuk keperluan sehari-hari. b. Pengaduan LSM GP3LHyang mengatakan bahwa aktivitas penambangan yang dilakukan PT. Tambang Batubara Bukit Asam telah menyebabkan menurunnya
33
kualitas air Sungai Lematang dan Sungai Enim, terutama waktu hujan dimana kondisi airnya menjadi sangat tidak layak digunakan sebagai air baku air minum, karena air sungai tersebut sangat keruh dan berlumpur.
IV.3.1.3 Kualitas Air Sungai Enim Dari hasil analisis lapangan dan laboratorium sebagai penilaian terhadap kualitas air, yaitu membandingkan beberapa ukuran/parameter kunci dengan baku mutu yang ditetapkan maka jenis parameter kualitas air pada sungai Enim diuraikan sebagai berikut:
1)
Warna Pengamatan di lapangan terhadap warna sungai Enim adalah jernih hingga keruh, namun pemantauan di lapangan sebagian besar air sungai menunjukkan jernih kecuali pada titik lokasi jembatan PTBA dan setelah PLTU yang terlihat agak keruh. Mulai dari wilayah tengah hingga hilir Sungai Enim, titik kekeruhan berada di sekitar area lahan terbuka yang kerapatan vegetasinya rendah. Mulai dari pembukaan lahan untuk kepentingan pembangunan, pemukiman, perkebunan hingga kegiatan penambangan batubara serta galian C sangat berpotensi meningkatkan kekeruhan terutama pada musim penghujan yang intensitas curah hujannya tinggi.
2) Temperatur Temperatur badan air dari contoh yang diambil berkisar antara 25,3°C hingga 32,4°C. Kenaikan temperatur sampai pada badan air sangat mempengaruhi kehidupan biota perairan. 3) Derajat Keasaman (pH) pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi ion hidrogen (H). Hidrogen merupakan faktor utama dalam reaksi kimia. Penurunan pH air dapat mengganggu kehidupan organisme, proses-proses kimia dalam air dan juga laju korosi.
Toleransi organisme terhadap pH dipengaruhi oleh temperatur, kelarutan oksigen, alkalinitas, dan adanya berbagai anion dan kation. Derajat keasaman (pH) berada pada kisaran 6,7 hingga 7,9. Sehingga secara keseluruhan nilai pH sebagian besar masih memenuhi Baku Mutu Air Sungai. 4) Kandungan
Oksigen
Terlarut
(DO:Dissolved
Oxygen)
Nilai
DO
menunjukkan kadar Oksigen (O2) di dalam air. Besarnya kandungan Oksigen
34
dalam air sangat menentukan kelangsungan hidup biota air. Tercatat kandungan oksigen terlarut dalam air Sungai Enim berkisar antara 4,34 mg/lt hingga 6,93 mg/lt, nilai ini mendekati Standar Baku Mutu Lingkungan menurut Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 16 Tahun 2005 untuk Air Sungai Kelas I yang telah ditetapkan yaitu 6 mg/Lt. Menurunnya nilai DO pada beberapa lokasi sebagian besar disebabkan karena adanya usaha-usaha penambangan terbuka, perambahan hutan dan lain-lain. 5) Kebutuhan oksigen untuk proses biologis (BOD) Dalam air buangan terdapat zat organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen dengan unsur tambahan yang lain seperti nitrogen, belerang, dan parameter lainnya dimana unsur-unsur tersebut cenderung menyerap oksigen yang ada. Oksigen itu dibutuhkan bagi mikroba untuk kehidupannya dan untuk menguraikan senyawa anorganik tersebut, sehingga kadar oksigen yang menurun akan menyebabkan air menjadi keruh dan berbau. Hasil pemantauan yang dilakukan oleh Bapedalda Kabupaten Muara Enim diketahui kandungan BOD dalam contoh air sungai berkisar 0,648 mg/lt hingga 30,3 mg/L. Kandungan BOD dari bagian hulu sampai kebagian hilir cenderung meningkat secara terus menerus, hal ini menunjukkan bahwa ke bagian hilir sebagian besar kandungan oksigen terlarut semakin menurun. Hal ini dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan yang ada di sungai Enim. Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa titik lokasi yang nilai BOD nya melebihi Baku Mutu merupakan lokasi kegiatan industri, penambangan dan air sisa kegiatan pemukiman yang dibuang ke sungai Enim. 6) Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD: Chemical Oxygen Demand) Bentuk lain untuk mengukur kebutuhan oksigen adalah ukuran COD atau kebutuhan oksigen kimiawi. Nilai COD ini akan menunjukan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk mengurai kandungan bahan organik dalam air secara kimiawi khususnya bagi senyawa anorganik yang tidak dapat teruraikan melalui proses biologis, sehingga dibutuhkan bantuan pereaksi oksidator sebagai sumber oksigen. Untuk konsentrasi COD nilainya berkisar antara 1,944 mg/lt hingga 121,5 mg/lt. Konsentrasi COD yang nilainya melebihi baku mutu (BMA=10 mg/l) yaitu pada titik lokasi Intake PDAM Sungai Enim
35
(121,5 mg/l). Tingginya nilai COD pada titik lokasi tersebut diakibatkan terjadinya akumulasi beban limbah dari bagian hulu menuju hilir, seperti adanya kegiatan penambangan galian C, industri, dan bengkel-bengkel yang ada di sempadan sungai. 7) Lemak dan Minyak Pada beberapa contoh air yang dianalisis kandungan minyak dan lemak berkisar antara 0,631 hingga 5,75 mg/l. Titik lokasi yang nilai minyak dan lemaknya melebihi baku mutu (BMA= 1 mg/l) yaitu di Simpang Meo, Intake PDAM Sungai Enim, hulu Desa Karang Raja. Tingginya nilai minyak lemak pada sebagian lokasi sangat dipengaruhi oleh kandungan minyak lemak pada sumber pencemaran baik yang sifatnya point sources maupun non point sources. 8) Nitrogen (Kadar Nitrit (NO2) dan Nitrat (NO3) Gas yang tidak berwarna dan tidak beracun dalam air pada umumnya terdapat dalam bentuk organik, dan bakteri merubahnya menjadi ammonia. Dalam kondisi aerobik dan dalam waktu tertentu bakteri dapat mengoksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat. Pencemaran ini umumnya disebabkan oleh adanya kegiatan pertanian, perkebunan dan kegiatan domestik. Konsentrasi Nitrit berkisar antara 0,0038 mg/l hingga 0,3062 mg/l, dimana titik lokasi yang nilai Nitrit nya melebihi baku mutu (BMA=0,06 mg/l) yaitu di Jembatan PTBA, Intake PDAM sungai Enim, dan hilir desa Karang Raja. 9) Total Suspended Solids (TSS) Padatan tersuspensi (SS) dalam air atau padatan tidak terlarut dalam air adalah senyawa kimia yang terdapat dalam air baik dalam keadaan melayang, terapung maupun mengendap. Senyawa ini dijumpai dalam bentuk organik maupun anorganik. Padatan tidak terlarut ini menyebabkan air berwarna keruh. Tingginya kekeruhan terutama pada daerahdaerah yang dijadikan pembuangan limbah oleh industri, pertambangan maupun kegiatan domestik. Buangan bahan organik yang berasal dari industri dan domestik mengandung bahan organik yang tinggi pada perairan yang dapat
menyebabkan
eutrofikasi
(pengkayaan
unsur
hara)
sehingga
menimbulkan peledakan populasi (Population Blooming) tumbuhan air seperti algae, phytoplankton, dan eceng gondok pada beberapa lokasi perairan sungai Enim. Untuk kandungan padatan tersuspensi (TSS) sungai sebagian besar
36
masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan (BMA=50 mg/l) yaitu berkisar antara 0,078 mg/l hingga 25,67 mg/l.
37
IV.3.2 Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang dan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Untuk jenis polutan udara yang bersumber pada beberapa industri di wilayah aliran Sungai Enim dibedakan menjadi empat kelompok yaitu : (a) ulfur dioksida (SO2) Pencemaran gas Sulfur Oxides (SOx) pada dasarnya terdiri dari 2 jenis gas yang tidak berwarna yaitu gas Sulfur Dioksida (SO2) dan Sulfur Trioksida (SO3). SO3 merupakan gas yang sangat reaktif. Proses pembakaran dari bahan yang mengandung Sulfur akan mengeluarkan gas SO2 dan SO3 dan sebagian besar gas yang terbentuk adalah SO2. Pembentukan gas SO3 akan tergantung pada temperatur dan biasanya jumlahnya berkisar antara 1 – 10 % dari total SOx. (b) idrokarbon (HC) Hidrokarbon (HC) merupakan polutan primer yang terdiri atas elemen hidrogen dan karbon. Hidrokarbon di temukan dalam tiga bentuk yaitu gas, cair dan padat (pada suhu normal). Sumber HC berasal dari aktivitas geotermal (gas alam, minyak bumi) dan aktivitas manusia seperti transportasi, pembakaran gas, pembakaran minyak bumi, arang kayu, pembakaran sampah, kebakaran hutan evaporasi pelarut organik. Selain itu juga terdapat hidrokarbon aromatik yang lebih berbahaya apabila dibandingkan dengan
hidrokarbon alifatik dan alisiklis.
38
Gambar IV.7 Pembangkit Listrik Tenaga Uap Bukit Asam
(c) arbon Monoksida (CO) Karbon Monoksida adalah suatu pencemar udara akibat pembakaran bahan yang mengandung karbon, proses industri, asap rokok, kebakaran hutan dan pembusukan sampah organik. (d)
Debu/partikel Asap, abu terbang, debu dan lain-lain adalah bentuk padat atau cairan di udara dengan ukuran yang berbeda. Kegiatan manusia yang berpotensi mencemari seperti kegiatan konstruksi, pertambangan dan pembangkit tenaga maupun asap akibat pembakaran yang tidak sempurna.
IV.3.2.1 Sumber Pencemaran Udara Pencemaran udara di Kabupaten Muara Enim secara umum diakibatkan oleh tiga jenis kegiatan yaitu industri pengolahan, transportasi, dan kegiatan rumah tangga atau domestik. Berdasarkan sifat kegiatannya, sumber pencemaran tersebut dibedakan menjadi : 1) Sumber Pencemaran dari Sumber Tetap Kegiatan industri pengolahan adalah proses aktivitas industri dengan menggunakan teknologi guna menghasilkan barang. Disamping proses produksi yang merupakan sumber pencemaran, dalam kegiatan pembakaran, bahan bakar yang dipergunakan untuk proses utilitas industri juga merupakan sumber pencemaran udara. Di wilayah aliran Sungai Enim terdapat berbagai jenis industri yang berpotensi mencemari udara, antara lain industri pertambangan batubara dan agroindustri (karet dan kelapa sawit). Jumlah pemakaian bahan bakar bagi kegiatan tungku industri besar dan sedang baik yang berbahan bakar bensin, minyak solar, minyak diesel, minyak tanah, batubara, gas, maupun minyak lincir (lubricant). Sumber pencemar tetap lainnya selain industri yaitu pembangkit tenaga listrik dan tungku domestik yang disebabkan oleh pemakaian bahan bakar minyak (BBM). 2) Sumber Pencemaran dari Sumber Bergerak Sumber pencemaran dari sumber bergerak adalah berasal dari kendaraan
39
bermotor. Berhubung Kota Muara Enim termasuk kota kecil yang tidak begitu banyak jumlah kendaraan bermotornya, pencemaran ini belum membahayakan namun pada beberapa titik lokasi seperti di kota Tanjung Enim, Simpang Pendopo yang dilalui oleh kendaraan alat berat kegiatan penambangan dan Hutan Tanaman Industri perlu mendapat perhatian karena kecenderungan makin meningkatnya aktivitas yang berhubungan dengan aksesibilitas dari dan menuju daerah Kabupaten Muara Enim. 3) Sumber Pencemaran dari Pembuangan Limbah Padat Pembuangan limbah padat terutama limbah domestik yang dibakar merupakan sumber pencemaran udara. Jenis pembakaran yaitu pembakaran terbuka dan pembakaran yang menggunakan tungku pembakar/incinerator di rumah sakit.
IV.3.2.2 Beban Awal Pencemaran Udara dari Sumber Tetap Perhitungan beban pencemaran udara dari sumber dipengaruhi oleh : [a] Jenis proses dan Jumlah Produksi, [b] Konsumsi Bahan Bakar, [c] Faktor Pencemaran udara, [d] Persentase berat kandungan debu dalam bahan bakar, [e] Persentase Berat kandungan sulfur dalam bahan bakar, [f] Iklim, arah dan kecepatan angin, dan [g] Tingginya cerobong.
IV.3.2.3 Pengendalian Pencemaran Udara Pengendalian pencemaran udara adalah suatu upaya yang bermaksud menurunkan jumlah dan kadar pencemaran udara dari sumber. Meski keadaan di Kabupaten Muara Enim belum terlalu mengkhawatirkan seperti keadaan umum di kota-kota besar, di beberapa lokasi, pencemaran udara sudah mulai tampak. Di sejumlah desa telah terjadi keluhan/pengaduan atas pencemaran udara yang bersumber dari limbah industri pengolahan. Keluhan utama adalah mengenai bau busuk yang berasal dari industri pengolahan karet. Masyarakat Desa Lingga Kecamatan Lawang Kidul sering merasa terganggu oleh bau tak sedap yang berasal dari pabrik pengolahan karet PT. Lingga Jaya. Oleh karena itu disarankan kepada PT. Lingga Jaya untuk memperbaiki efektifitas saluran pembuangan sehingga air bahan baku tidak mengalir ke jalan raya dan menggunakan deorub (deodorant rubber) untuk
40
menyerap O2 dan menanami pohon yang menimbulkan aroma wewangian di sekitar lokasi pabrik. Untuk mempertahankan kualitas udara, telah ditempuh langkah-langkah dan kebijakan yang bersifat preventif, antara lain : -
Membangun dan mengembangkan Taman/Penghijauan Kota yang akan berfungsi sebagai paru-paru kota.
-
Himbauan dan ajakan untuk mengurangi penggunaan bahan yang berpotensi merusak kualitas udara misalnya batubara dan minyak.
-
Himbauan dan ajakan untuk menurunkan kandungan zat pencemar pada gas buangan industri/pabrik melalui aplikasi teknologi pengendalian emisi gas.
IV.3.3 Pencemaran Limbah Padat Sumber limbah padat di wilayah aliran Sungai Enim berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik merupakan limbah dalam bentuk padatan atau cairan yang dihasilkan oleh sektor perumahan/pemukiman, perkantoran, perniagaan, peternakan, pertanian dan lainnya. Dari komposisi limbah domestik (sampah) secara umum terdiri dari sampah organik dan anorganik. Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya pola konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya maka bertambah pula timbulan sampah yang dihasilkan. Kota Muara Enim pernah menjadi salah satu Kota terbersih yang mendapatkan perhargaan ADIPURA dari Presiden Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut yakni pada tahun 1993/1994 sampai dengan tahun 1997/1998. Pada Tahun 2005 untuk Kota Muara Enim timbulan sampah diperkirakan berjumlah 140,64 m3 per hari yang dihasilkan dari 49.554 orang penduduk. Jika dibandingkan dengan Tahun 2004, maka timbulan sampah naik sebesar 0,17%. Di kota Tanjung Enim timbulan sampah lebih banyak yaitu 155,43 m3.
IV.3.3.1 Dampak Pencemaran Limbah Padat Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa masih ada masyarakat yang membuang sampah ke sungai. Hal ini dapat menimbulkan pencemaran air yang bisa membawa dampak negatif bagi kesehatan manusia. Pencemaran air sungai
41
juga dapat menurunkan kualitas air sungai sebagai bahan baku air minum dan menyulitkan pihak PDAM untuk mengolahnya menjadi sumber air minum. Kualitas air baku yang sudah tercemar akan sulit diolah menjadi air yang layak diminum, sehingga harus mencari bahan baku air minum dari sumber yang lain. Selain itu sampah yang mengotori sungai selain mengganggu keindahan dan kenyamanan lingkungan kota, juga dapat menjadi sumber penyakit. Sebagian sampah yang dihasilkan masyarakat ada yang ditimbun dan ada juga yang dibakar. Kegiatan pembakaran dan penimbunan sampah juga akan menimbulkan pencemaran udara yang dapat mengganggu kenyamanan lingkungan. Selain itu sampah yang menumpuk akan menjadi sumber penyakit dan mengganggu keindahan kota.
Gambar IV.8 Sampah di bantaran Sungai Enim
Dari cara-cara penanganan sampah kota tersebut, terlihat bahwa sampah juga mempunyai kontribusi pada pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran lingkungan umum lainnya. Hal ini menunjukkan, bahwa kesadaran masyarakat akan kebersihan dan keindahan lingkungan masih perlu ditingkatkan.
42
IV.3.3.2 Pengendalian Pencemaran Limbah Padat Guna meningkatkan pelayanan dalam pengelolaan limbah padat domestik atau persampahan, selama ini Pemerintah telah melakukan upaya-upaya, yaitu : 1) Membuat Peraturan Daerah nomor 10 tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan 2) Membuat Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Retribusi Penyedotan Kakus. 3) Membuat sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan. 4) Menambah jumlah tenaga kebersihan. 5) Menambah jam kerja penyapuan/ pembersihan jalan, semula kegiatan pembersihan kota hanya dilaksanakan pada pagi hari, kemudian pada tahun 2002, kegiatan pembersihan dilakukan pada pagi dan sore hari. 6) Mengadakan penyuluhan sadar kebersihan, keindahan dan ketertiban 7) Menyusun rancangan Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati tentang Kebersihan, keindahan dan ketertiban.
Sejak Tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Muara Enim secara sukarela berpartisipasi dalam Program Bangun Praja
yang merupakan salah satu
Program Strategis Kementerian Lingkungan Hidup yang bertujuan untuk mendorong kemampuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kepemerintahan yang baik di bidang lingkungan hidup (Good Environmental Governance) sekaligus dapat meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah. Sasaran dari program ini adalah peningkatan kesadaran seluruh komponen masyarakat, baik pemerintah, pihak swasta dan masyarakat warga kota secara keseluruhan guna menjaga dan memelihara kebersihan, keindahan dan kenyamanan kota.
IV.4 SUMBER DAYA ALAM IV.4.1 Sumber Daya Lahan Sumber daya lahan adalah potensi dan sistem ruang yang mengandung unsur-
43
unsur lingkungan fisik, ekologi, kimia dan biologis yang saling berinteraksi terhadap
tataguna
lahan.
Sumber
daya
lahan
menurut
penggunaannya
diklasifikasikan yaitu sarana pemukiman/sosekbud, pertanian lahan kering, pertanian lahan sawah, perkebunan, perikanan, industri, pertambangan terbuka dan perairan. Lahan pemukiman/sosekbud adalah tempat tinggal/halaman sekitarnya dan tempat kegiatan penduduk serta fasilitas pelayanan jasa seperti perdagangan, perkantoran, perpasaran, peribadatan, pendidikan, olahraga, pemakaman dan taman. Sedangkan menurut status pemilikannya, penggunaan lahan digolongkan menjadi 6 jenis, yaitu Tanah Negara, Hak Pakai, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pengelolaan dan Tanah Milik. Peranan lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal, media atau tempat tumbuh tanaman serta wadah bahan galian/mineral menunjukkan bahwa lahan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menunjang perikehidupan dan pembangunan. Khusus di Kabupaten Muara Enim, tingginya nilai lahan sebagai akibat pertumbuhan sektor bisnis yang cukup pesat mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan yang cukup berarti dari sektor yang kurang produktif seperti pertanian ke sektor-sektor lainnya yang lebih menguntungkan, seperti sarana pemukiman, perdagangan, industri, pertambangan, perkantoran, pariwisata dan lain-lain. Hal ini membawa permasalahan yang cukup kompleks sehingga peletakan perencanaan di bidang sumber daya lahan sering mengalami pergeseran. Lahan pertanian selain mempunyai fungsi sebagai sarana penghasil komoditi bahan makanan dan produk pertanian lainnya, juga bermanfaat sebagai ruang terbuka hijau yang sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Peningkatan aktivitas ekonomi, akan mendorong meningkatnya kebutuhan akan bahan baku dan bahan mentah, sehingga konversi penggunaan tanah dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya hampir tak terelakkan. Fenomenafenomena itu telah menimbulkan berbagai fenomena baru seperti semakin berkurangnya daerah resapan air, dan terjadinya pencucian tanah lapisan atas. Akibatnya tingkat kesuburan tanah semakin berkurang. Kekeringan di kala musim
44
kemarau dan banjir dikala penghujan akan tidak terhindari. Dan berujung kepada terganggunya kelangsungan hidup flora dan fauna, termasuk manusia.
IV.4.1.1 Kondisi Potensi Sumber Daya Lahan Berdasarkan data penggunaan lahan, pada Tahun 2004, sebagian besar lahan yang ada di Kabupaten Muara Enim ( 62,9%) digunakan untuk pertanian yaitu diperuntukkan
untuk
sawah,
perkebunan,
tegal/kebun
ladang,
dan
kolam/tebat/empang. Luas Hutan 231.169 Ha (25,52%) dan sisanya untuk bangunan, lahan sementara tidak diusahakan dan areal lainnya. Pengelolaan hutan yang tidak baik, adanya penebangan ilegal, perladangan yang berpindah ,pembukaan lahan dengan pembakaran hutan yang tidak terkendali,
dan
sistem
perladangan
di
lereng-lereng
perbukitan
dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan lahan yang apabila tidak segera ditangani dengan baik akan menjadi lahan kritis. meluas apabila tidak segera dilakukan tindakan rehabilitasi lahan. Berdasarkan Data Dinas Kehutanan yang didapat dari Balai Pengelolaan DAS Musi, luasan lahan kritis di Kabupaten Muara Enim adalah 172.686, 35 Ha. Upaya-upaya penanggulangan lahan kritis yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan yaitu melalui kegiatan rehabilitasi lahan berupa kegiatan reboisasi dan penghijauan. Kegiatan eksploitasi tambang terbuka juga merupakan salah satu penyebab meluasnya lahan kritis. Penambangan dan Penggalian Batubara maupun bahan galian Golongan C bersinggungan dengan bentangan tanah di dalam perut bumi. Bekas-bekas galian telah menimbulkan lubang galian yang cukup luas dalam jumlah cukup banyak. Secara ekologis, hal ini akan mengganggu kelestarian lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan upaya rehabilitasi dan konservasi tanah. Dengan rehabilitasi dan konservasi tanah, bekas-bekas galian akan kembali pulih, menjadi tanah garapan yang subur walaupun memakan waktu yang cukup lama. Biaya rehabilitasi dan konversi sudah seharusnya dipikul oleh perusahaan yang menggarap sumber daya mineral itu. Tekanan terhadap lahan/tanah juga bisa disebabkan oleh adanya pencemaran oleh limbah yang dihasilkan oleh industri/perusahaan. Pencemaran
45
terhadap tanah sering terjadi akibat kelalaian perusahaan. Misalnya saja adanya kebocoran pipa saluran pengangkutan minyak pada perusahaan pertambangan minyak. Minyak yang tercecer dapat merusak lahan/tanah disekitarnya terutama perusahaan yang berlokasi berdampingan dengan lahan perkebunan penduduk. Hal ini tentu saja dapat Minyak yang tercecer dapat merusak lahan/tanah disekitarnya terutama perusahaan yang berlokasi berdampingan dengan lahan perkebunan penduduk. Hal ini tentu saja dapat merugikan dan meresahkan masyarakat sekitar pabrik.
IV.4.1.2 Pengelolaan Sumber Daya Lahan Mengingat jumlah luasan lahan/tanah yang bersifat statis dan semakin langkanya luasan lahan yang subur dan bisa dimanfaatkan untuk keperluan produksi pangan guna mengimbangi pertambahan penduduk , maka pemerintah Kabupaten Muara Enim menggalakkan kegiatan rekalamasi dan rehabilitasi lahan bagi lahan bekas tambang. Di Kabupaten Muara Enim, usaha penggalian bahan tambang Batubara di lakukan oleh PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. dan PT. Bukit Kendi beserta kontraktor-kontraktornya. Di PT. BA sendiri, setelah + 23 tahun beroperasi, sampai saat ini baru + 849,5 Ha yang direvegetasi dari lahan yang dibuka seluas 3.019 Ha dan kegiatan revegetasi itu belum pernah dievaluasi.
IV.4.2 Sumber Daya Hutan Sumber daya hutan adalah segala potensi yang terkandung dan dapat dimanfaatkan dari hutan. Sesuai dengan karakteristik/ciri khasnya dan untuk kepentingan masyarakat lokal maupun nasional, berdasarkan peruntukan/fungsi utamanya, hutan di Kabupaten Muara Enim diklasifikasikan menjadi: (a) Hutan Produksi, adalah hutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sebagai penghasil komoditi kayu serta hasil hutan lainnya. (b) Hutan Lindung, adalah hutan yang karena sifat alamnya diperuntukan secara khusus untuk melindungi tata air, pencegahan erosi, banjir, serta pelindung terhadap tiupan angin. (c) Hutan Konservasi, adalah hutan yang karena sifat-sifatnya diperuntukan sebagai pelindung dan pelestarian bagi flora dan fauna, atau untuk pelindung
46
suatu ekosistem. (d) Hutan Konversi, adalah hutan produksi yang dicadangkan untuk dilepas guna memenuhi kepentingan diluar kehutanan seperti untuk pertanian, perkebunan, pertambangan, industri atau pemukiman Hutan memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Muara Enim. Hutan memberikan perlindungan terhadap kestabilan tanah dan menjadi habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna. Hutan juga dapat menyerap karbondioksida (CO2) di atmosfer sehingga mengurangi pemanasan global. Oleh karena itu hutan juga perlu dikelola dengan baik agar fungsinya terjaga.
IV.4.2.1 Kondisi Sumber Daya Hutan Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Kabupaten Muara Enim, diperoleh informasi mengenai luas kawasan hutan di Kabupaten Muara Enim sebagaimana tercantum pada Tabel. Tekanan terhadap sumber daya hutan antara lain berupa penebangan hutan secara liar, pembukaan lahan dengan pembakaran hutan secara tidak terkendali, dan lain sebagainya. Sedangkan Hutan kota yang luasnya mencapai + 6 Ha ini keadaannya kurang terawat. Mengingat pentingnya peranan Hutan Kota sebagai Paru-paru kota, pemerintah kabupaten telah mencadangkan beberapa lokasi untuk dikembangkan menjadi hutan kota sebagai pengganti hutan yang telah beralih fungsi untuk kegiatan olahraga dan telah menyisihkan sebagian anggaran untuk pemeliharaan hutan kota.
IV.4.2.2 Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berbagai peraturan telah dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Muara Enim untuk mengendalikan dan menjaga kelestarian hutan antara lain : 1. Peraturan Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 18 Tahun 2001 tentang Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu. 2. Peraturan Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Pemanfaatan Kayu pada Hutan Rakyat atau Pada Tanah Milik.
47
3. Keputusan Bupati Muara Enim Nomor 71 Tahun 2001 tentang Prosedur Pemrosesan Izin Pemanfaatan Kayu pada Hutan Rakyat atau pada Tanah Milik. 4. Keputusan Bupati Muara Enim Nomor 72 Tahun 2001 tentang Prosedur Pemrosesan Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu. 5. Keputusan Bupati Muara Enim Nomor 301/Hut/2005 Tanggal 8 Maret 2005 tentang Pembentukan Petugas Patroli Pengamanan Hutan, Hasil Hutan dan Perambahan Hutan dalam Kabupaten Muara Enim.
IV.4.3 Sumber Daya Air Semakin besar intensitas kegiatan pembangunan, maka terjadi pula peningkatan eksploitasi sumberdaya alam yang bersifat multi-use (pertanian, perikanan, pariwisata, industri, pertambangan, sehingga terjadi konflik kepentingan yang memicu kerusakan lingkungan. Secara kuantitas potensi sumberdaya air di DAS Enim Lematang bervariasi dan hal ini tergantung pada musim serta kondisi tata ruang setempat. Dengan mengetahui kondisi tata ruang maka dapat diketahui pula besar pemakaian air untuk tiap penggunaan lahan terutama yang berhubungan dengan pemakaian
atau penggunaan air sungai maupun air tanah. Sehingga tiap
wilayah mempunyai kondisi spesifik untuk penggunaan air sungai maupun air tanah. Hingga saat ini belum ada data penelitian yang secara akurat menjelaskan distribusi volume air tanah. Namun dengan mengetahui tata ruang dan peta penggunaan lahan dapat diketahui data awal tentang tingkat atau besarnya kepentingan penggunaan air sungai maupun air tanah.
IV.4.3.1 Kondisi Sumber Daya Air Daerah Aliran Sungai (DAS) Enim mengalir dari wilayah Kabupaten Muara Enim yang berasal dari beberapa anak sungai di sekitarnya dengan pola pengaliran di daerah perbukitan cenderung dendritik (bentuk ranting-ranting) dan pola pengaliran di daerah dataran berkelok-kelok yang mengalir ke arah Sungai Musi hingga ke laut di Selat Malaka. Cakupan DAS Enim cukup luas, mulai dari
48
beberapa anak sungai yang berada di Kabupaten Muara Enim, bertemu pada daerah hulu yang berada di daerah Semende hingga akhirnya menuju wilayah DAS Lematang.
Kabupaten Muara Enim memiliki sumber daya air permukaan yang cukup besar dan banyak yaitu Sungai Lematang, Sungai Enim dengan anak-anak sungai seperti Sungai Lengi, Sungai Rambang, Sungai Lawai, Sungai Niru, Sungai Abab, Sungai Kiahan, Sungai Belida dan beberapa anak sungai lainnya. Tantangan yang ada sekarang adalah mengenai masalah pengelolaan kualitas air, karena bagaimanapun antara kuantitas ketersediaan air sangat berkaitan dengan kualitas air yang dibutuhkan dan peruntukannya. Sehingga persoalan pengelolaan sumberdaya air di masa datang akan semakin kompleks karena bukan saja disebabkan faktor jumlah penggunaan namun disebabkan bagaimana cara penggunaannya. Dan bila kita kaji lebih dalam semua itu tidak terlepas dari unsur manusia yang ada dan memanfaatkan sumberdaya air tersebut. Komponen yang ada di dalam sistem DAS Enim secara umum dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu: (1) Komponen Input (masukan), yaitu iklim khususnya curah hujan, (2) Komponen Output yaitu debit aliran dan polusi. (3) Komponen Proses, yaitu manusia, vegetasi, tanah, iklim, dan topografi. Perubahan komponen DAS di daerah hulu akan sangat mempengaruhi komponen DAS pada daerah hilirnya, oleh sebab itu perencanaan DAS bagian hulu menjadi sangat penting dan harus ada koordinasi antar kabupaten yang dikenal dengan One River- One Plan-One Integrated Management.
IV.5 KEANEKARAGAMAN HAYATI Tekanan atas sumberdaya alam sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk dengan kompleksitas kegiatan masyarakat secara tidak langsung telah menimbulkan perubahan habitat. Dampaknya dapat berupa perubahan komposisi jenis dan gangguan terhadap flora dan fauna. Berbagai kegiatan
manusia yang
dapat menimbulkan dampak langsung terhadap flora dan fauna yaitu :
49
a. Penambangan bahan galian akan menghilangkan vegetasi penutup (flora) yang juga akan menimbulkan kerusakan lahan dan habitat dari flora dan fauna. b. Eksploitasi hutan yang berlebihan telah menciutkan areal hutan sebagai habitat dari satwa liar sehingga menjadi sempit. Bagi fauna, kerusakan hutan ini telah mengancam kelangsungan hidupnya sehingga banyak jenis hewan yang terancam kepunahannya. c. Konversi hutan menjadi areal pemukiman dan perkebunan juga telah menimbulkan dampak terhadap flora dan fauna asli pada area yang dikonversi. Hilangnya flora dan fauna oleh kegiatan ini berlangsung pada saat pembukaan lahan, untuk mengubah ekosistem alami menjadi ekosistem binaan. Perubahan ini menimbulkan perubahan keanekaragaman hayati dari yang tinggi ke yang rendah. d. Kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas udara, tanah dan air secara tidak langsung akan mempengaruhi lingkungan hayati. Misalnya beberapa kegiatan industri yang menggunakan atau menghasilkan Bahan Berbahaya Beracun (B3), penggunaan pestisida untuk membasmi hama dan penyakit dalam kegiatan pertanian juga dapat menimbulkan kontaminasi terhadap flora dan fauna. e. Perburuan satwa liar yang tergolong langka oleh penduduk di pinggiran hutan juga telah mempercepat kepunahan jenis atau spesies.
IV.6 BENCANA LINGKUNGAN IV.6.1 Banjir Secara umum kejadian yang terjadi disebabkan oleh faktor alami dan intervensi perbuatan masyarakat. Curah hujan yang tinggi, perubahan tata guna lahan yang tidak sesuai peruntukannya, penyimpangan Izin Mendirikan Bangunan serta pendangkalan atau perubahan penampang sungai yang ada. Pada awal tahun 2005, permasalahan bencana alam banjir menjadi salah satu isi pokok lingkungan hidup yang cukup penting, dimana 9 wilayah Kecamatan dalam Kabupaten Muara Enim terkena banjir yaitu Kecamatan
Muara Enim, Ujanmas, Benakat, Gunung
Megang, Tanah Abang, Rambang Dangku, Sungai Rotan dan Lubai. Banjir terjadi
50
sebagai akibat turunnya hujan terus menerus sepanjang bulan Januari 2005 sehingga menimbulkan genangan air setinggi 1 – 1,5 m selama 1-2 minggu. Bencana alam banjir juga mengakibatkan terkikisnya dinding sungai. Kondisi terkikisnya dinding sungai terjadi karena beberapa faktor antara lain : -
Debit banjir dengan kecepatan arus yang cukup besar terutama pada daerah tikungan.
-
Kondisi tanah dinding sungai termasuk tanah lunak/lembek dengan nilai kohesi kecil sehingga mudah tererosi.
-
Kondisi tebing sangat labil dan mudah longsor karena faktor stabilitas yang terendah
-
Tebing pada tikungan luar sungai dengan kemiringan hampir tegak.
-
Pengikisan pada tebing luar maupun dalam sungai.
Kerugian material secara keseluruhan akibat musibah banjir diperkirakan sebesar Rp.57.012.258.750,00
IV.6.2 Tanah Longsor Terjadinya longsor di beberapa titik lokasi yang ada di wilayah sungai Enim secara umum disebabkan hilangnya lapisan permukaan tanah dan akan mengakibatkan lahan kritis, erosi
dan rawan lonsor.
Tingkat bahaya erosi
merupakan salah satu indikator dalam menentukan besarnya potensi tanah longsor. Longsor disebabkan juga karena laju infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air berkurang, kerusakan struktur tanah serta akibat pengelolaan lahan yang tidak sesuai peruntukkan dan melanggar kaidah konservasi.
Gambar IV.9 Lokasi rawan longsor di Hulu DAS Enim
51
Sehingga kejadian longsor ini sangat erat kaitannya dengan faktor laju erosi tanah (ton/ha/tahun), indeks erosiviti hujan, indeks eridibiliti tanah, indeks kemiringan lereng dan panjang lereng, faktor tindakan konservasi/pengelolaan serta faktor penutupan lahan. Selama tahun 2004 – 2005 kejadian tanah longsor di Kabupaten Muara Enim paling banyak ditemui di daerah hulu DAS Enim yang merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian dan kemiringan lereng yang sangat berpotensi rawan longsor. Pembukaan lahan kritis pada
area dinding
tebing atau tanah yang tingkat agregatnya rendah seperti di Kecamatan Tanjung Agung, Lawang Kidul dan Kecamatan Muara Enim telah mengakibatkan longsoran terutama kawasan penambangan batubara maupun galian C di sepanjang alur Sungai Enim.
IV.6.3 Kebakaran Hutan dan Lahan Sumber utama penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah aktifitas manusia untuk berbagai tujuan yang erat kaitannya dengan kegiatan ekonomi. Praktek pembakaran lahan untuk tujuan demikian ini sudah berlangsung lama secara turun temurun dan menjadi bagian dari budaya masyarakat. Api digunakan untuk membersihkan lahan. Sampai saat ini belum ditemukan alternatif lain yang lebih efektif, murah dan memungkinkan dilakukan oleh masyarakat lokal. Alasan lainnya adalah adanya keterbatasan modal dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat, atau dengan kata lain masyarakat lokal dianggap belum memiliki kemampuan melaksanakan pembukaan lahan tanpa bakar. Pembakaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk konversi lahan menjadi hutan tanaman atau perkebunan juga memainkan peranan penting atas terjadinya kebakaran selama ini. Upaya penyadaran publik tidak cukup hanya memberikan pemahaman tentang dampak kebakaran hutan terhadap kehidupan masyarakat dan kondisi lingkungan, tetapi yang lebih penting adalah memberikan solusi usaha alternatif yang lebih menjanjikan secara finansial dibandingkan cara-cara yang mereka lakukan selama ini yang danggap tidak ramah lingkungan.
52