27
BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah, dengan luas mencapai 1.178,57 km2 (117.857,55 hektar). Bentang alam Kabupaten Kuningan sebagian besar merupakan perbukitan dan pegunungan dengan puncak tertinggi Gunung Ciremai (± 3.078 meter), sedangkan sebagian kecil lainnya merupakan dataran. Letak geografis Kabupaten Kuningan cukup strategis, yaitu berada pada lintasan jalan regional yang menghubungkan Kota Cirebon dengan Wilayah Priangan Timur, dan sebagai jalan alternatif jalur tengah yang menghubungkan BandungMajalengka dengan Jawa Tengah. Posisi geografis Kabupaten Kuningan yang terbagi menjadi dua kelompok ketinggian yaitu dataran tinggi di bagian barat dan utara, dataran rendah dibagian timur dan selatan membuat Kabupaten Kuningan memiliki potensi pertanian tanaman dataran tinggi maupun dataran rendah. Hal ini dapat terjadi karena cukupnya curah hujan dan persediaan air tanah dalam jumlah besar sehingga memungkinkan dioptimalisasikannya produksi pertanian di Kabupaten Kuningan. Lahan sawah yang mengandalkan pengairannya dari tadah hujan pada Tahun 2008 hanya sekitar 8.012 hektar (ha) dari total 29.078 hektar (ha), artinya lebih dari dua per tiga lahan sawah sudah memiliki sistem pengairan yang cukup baik dan memungkinkan dioptimalkannya hasil pertanian bahan makanan pokok. Kabupaten Kuningan dikenal sebagai salah satu daerah yang surplus bahan makanan pokok. Secara administratif, Kabupaten Kuningan berbatasan dengan: sebelah Utara
: Kabupaten Cirebon,
sebelah Selatan
: Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat,
sebelah Timur
: Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah,
sebelah Barat
: Kabupaten Majalengka.
.
28
4.1.2 Kondisi Kependudukan Pada tahun 2003 Kabupaten Kuningan masih terdiri dari 29 kecamatan dengan jumlah penduduk Kabupaten Kuningan sebanyak 1.010.134 jiwa. Sedangkan tahun 2004 Kabupaten Kuningan telah mengalami pemekaran menjadi 32 kecamatan dengan jumlah penduduk sebesar 1.015.054 jiwa. Kecamatan yang merupakan hasil dari pemekaran adalah Kecamatan Cigandamekar, Kecamatan Maleber, dan Kecamatan Sindang Agung. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk paling tinggi adalah Kecamatan Kuningan sebesar 93.021 jiwa, sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling rendah adalah Kecamatan Salajambe sebesar 14.530 jiwa. Hingga Tahun 2007, Kecamatan Kuningan merupakan kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi dengan tingkat kepadatan penduduk 3.321 jiwa/hektar. Tingkat persebaran penduduk di Kabupaten Kuningan juga belum merata dengan rata-rata persebarannya sebesar 9,46 persen. Beberapa kecamatan yang memiliki persebaran relatif kecil, salah satu diantaranya Kecamatan Cilebak dengan kepadatan penduduk 348 jiwa/hektar.
4.1.3 Kondisi Perekonomian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kuningan berdasarkan harga konstan Tahun 2000, baik dengan maupun tanpa migas selama periode 2006-2008 terus mengalami peningkatan. Pada Tahun 2006 angka PDRB sebesar Rp. 3.330.314,70, Tahun 2007 meningkat menjadi Rp. 3.470.961,57, dan kemudian Tahun 2008 terus meningkat menjadi Rp. 3.619.663,22. Pada Tahun 2008, sumbangan terbesar masih diberikan oleh sektor pertanian sebesar 34,88 persen, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran berturut-turut sebesar 21,71 persen, dan sektor jasa-jasa 21,81 persen. Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku konstan 2000, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Kuningan Tahun 2008 adalah sebesar 4,28 persen. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Kuningan Tahun 2008 mengalami kenaikan dari Tahun 2007. Pada Tahun 2007 LPE Kabupaten Kuningan sebesar 4,22 persen. Perekonomian Kabupaten Kuningan lebih mengandalkan pada sektor pertanian dan sektor perdagangan. Sektor perdagangan merupakan sektor penunjang kegiatan perekonomian pada sektor riil. Peningkatan sumbangan sektor
29
pertanian dalam nilai tambah riil, yang tidak diikuti oleh sektor manufaktur dan perdagangan mestinya mengindikasikan pergeseran komposisi sektor manufaktur, yaitu lebih mengarah kepada basis pertanian dan sekaligus perlambatan pada pertumbuhan industri yang tidak berbasiskan pertanian.
4.2 Profil Desa Kertawangunan 4.2.1 Letak Geografis Desa Kertawangunan Desa Kertawangunan terletak di sebelah utara wilayah Kecamatan Sindang Agung Kabupaten Kuningan. Wilayah Desa Kertawangunan merupakan suatu daerah yang datar dengan kondisi tanah yang subur dan merupakan daerah pertanian, suhu udara berkisar antara 180-300C dengan temperatur rata-rata 230C. Secara administratif, Desa Kertawangunan berbatasan dengan: sebelah Utara
: Desa Tirtawangunan,
sebelah Selatan
: Desa Kertaungaran dan Kaduagung,
sebelah Timur
: Desa Kertayasa dan Sindang Agung,
sebelah Barat
: Desa Ancaran.
Jarak tempuh lokasi Desa Kertawangunan dengan wilayah pemerintahan diatasnya adalah: jarak ke Ibukota Kecamatan 1 kilometer (km), jarak ke Ibukota Kabupaten 7 km, jarak ke Ibukota Provinsi 250 km, dan jarak ke Ibukota Jakarta 358 km. Luas wilayah Desa Kertawangunan adalah 120,688 ha. Terdiri dari tiga dusun, yaitu: Dusun Dalam Desa, Dusun Tarikolot, dan Dusun Parenca. Pola penggunaan tanah di Desa Kertawangunan adalah: perumahan dan pekarangan 40,117 ha, sawah teknis 59,860 ha, bengkok dan titisara 13,45 ha, balai desamasjid dan sekolah 0,500 ha, terminal 5,7 ha, dan tanah kuburan 1,071 ha. Sebagian besar penggunaan lahan di Desa Kertawangunan digunakan untuk lahan sawah. Lahan sawah ini merupakan lahan sawah dengan kualitas yang baik dan menggunakan sistem irigasi teknis. Dalam satu tahun (tiga kali panen) lahan sawah ini dapat menghasilkan 17 sampai 18 ton per hektarnya. Lahan sawah irigasi teknis ini digarap oleh masyarakat Desa Kertawangunan dengan sistem sewa dan bagi hasil. Penggarapan lahan sawah dengan sistem sewa dilakukan pada tanah bengkok (tanah sebagai gaji perangkat desa). Tanah bengkok yang
30
dimiliki oleh setiap orang perangkat desa seluas 900 bata. Harga sewa lahan sawah untuk tanah milik perangkat desa oleh masyarakat (petani) sebesar Rp 500.000,00/100 bata. Penggarapan tanah untuk sistem bagi hasil di Desa Kertawangunan diterapkan sistem bagi hasil maro. Maro merupakan sistem bagi hasil dengan pembagian sama rata antara penggarap dan pemilik lahan yang terlebih dahulu dikurangi dari biaya benih padi dan pupuk. Pemberian benih padi dan pupuk ini dilakukan secara bergantian dari penggarap dan pemilik lahan. Lahan pertanian di Desa Kertawangunan sebagian besar ditanami oleh padi. Pemerintah Desa Kertawangunan sedang mengarahkan lahan pertanian untuk ditanami palawija, tidak hanya padi saja. Pembinaan untuk petani didapat dari penyuluh pertanian yang datang secara rutin ke Desa Kertawangunan. Bantuan untuk kegiatan pertanian pun didapat dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Bantuan dari pemerintah daerah yang didapat berupa bantuan benih dan obat-obatan. Bantuan dari pemerintah pusat yaitu bantuan untuk pengairannya. Bantuan ini tidak datang secara rutin satu tahun sekali, kadangkadang dua atau tiga tahun sekali. Luas lahan sawah irigasi teknis ini mengalami penurunan setelah dibangunnya Terminal Tipe A Kertawangunan. Lahan sawah irigasi teknis yang digunakan untuk pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan sebesar 5,7 hektar. Lahan sawah irigasi seluas 3,5 ha merupakan tanah bengok dan lahan sawah seluas 2,2 ha merupakan tanah milik pribadi dari masyarakat Desa Kertawangunan. Luas lahan sawah irigasi yang luas sebelumnya sawah teknis 62,03 ha, menjadi 59,86 ha. Begitu pula dengan lahan sawah irigasi yang merupakan tanah bengkok dan titisara, luas sebelumnya 16,97 ha menjadi 13,45 ha. Semakin menurunnya luas lahan sawah irigasi teknis di Desa Kertawangunan memberikan dampak negatif bagi masyarakat desa khususnya para petani (dibahas pada sub bab 6.2). 4.3.2 Demografi Desa Kertawangunan Berdasarkan data kependudukan Desa Kertawangunan sampai dengan bulan Desember 2009 tercatat 3.457 jiwa dari sejumlah 850 KK (Kepala Keluarga). Penduduk laki-laki sebesar 1.745 orang dan penduduk perempuan sebesar 1.712 orang. Dari jumlah penduduk ini, terdapat 136 Kepala Keluarga
31
Miskin yaitu sebanyak 498 jiwa. Tingkat pendidikan penduduk di Desa Kertawangunan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan 1. Belum Sekolah 2. TK 3. Lulusan SD/Sederajat 4. Lulusan SLTP/Sederajat 5. Lulusan SLTA/Sederajat 6. Lulusan Akademi 7. Lulusan PT Jumlah
Jumlah 306 40 1.659 1.234 102 15 18 3.374
Sumber: Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa Kertawangunan, 2009
Sebagian besar penduduk di Desa Kertawangunan tingkat pendidikannya sampai dengan SD/Sederajat sebanyak 1.659 orang dan SLTP/Sedejarat sebanyak 1.234 orang. Tingkat pendidikan ini berpengaruh terhadap tingkat mata pencaharian penduduk Desa Kertawangunan. Tingkat mata pencaharian penduduk di Desa Kertawangunan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian No. Mata Pencaharian 1. Petani 2. Peternak 3. Buruh Tani 4. Buruh Bangunan 5. Pedagang 6. Pegawai Negeri Sipil 7. Pegawai Swasta 8. ABRI 9. Pembantu Rumah Tangga/TKI 10. Sopir 11. Perbengkelan 12. Pensiunan 13. Rumah makan 14. Lain-lain Jumlah
Jumlah 250 12 320 65 426 46 20 3 8 6 5 25 8 56 1.250
Sumber: Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa Kertawangunan, 2009
Sebagian besar penduduk di Desa Kertawangunan bermatapencaharian sebagai pedagang, buruh tani, dan petani. Pedagang sebanyak 426 orang, buruh tani sebanyak 320 orang, dan petani sebanyak 250 orang.
32
Penduduk
yang
bermatapencaharian
sebagai
petani
di
Desa
Kertawangunan merasakan dampak negatif dari pembangunan Terminal Tipe A Kertawangunan. Petani kehilangan mata pencahariannya akibat beralihnya fungsi lahan sawah. Beralihnya fungsi lahan pertanian ke non pertanian menyebabkan beralihnya mata pencaharian penduduk Desa Kertawangunan. Masyarakat yang bekerja sebagai petani, setelah konversi lahan sawah beralih menjadi buruh pemecah batu dan buruh bangunan. Hal ini disebabkan petani tidak lagi memiliki lahan garapan, sehingga beralih menjadi buruh pemecah batu. Pekerjaan buruh pemecah batu dilakukan oleh masyarakat karena dekatnya lokasi sungai dengan desa.