44
BAB IV LAPORAN PENELITIAN
A. Riwayat Hidup KH. Haderanie H. N. Sebelum membahas lebih jauh tentang pemikiran politik KH. Haderanie H. N., maka ada baiknya terlebih dahulu mengenal siapa sosok KH. Haderanie H. N, bagaimana latar belakang kehidupan keluarganya, latar belakang pendidikan, aktivitas keagamaan dan kiprah politik, serta karya-karya intelektualnya. 1. Latar Belakang Keluarga KH. Haderanie H. N. dilahirkan pada 16 Agustus 1933 di Puruk Cahu, Kewedanan dalam Daerah Tingkat II Kabupaten Barito Utara, Propinsi Kalimantan Tengah. Pada awalnya ia diberi nama oleh orang tuanya dengan nama Tabrani. Namun karena sering sakit-sakitan, namanya kemudian diganti menjadi Haderanie. Ia adalah putra kesepuluh dari keluarga H. Nawawi bin H. Abdul Hamid asal Negara dan Masudah binti H. Adam asal Bakumpai.1 Dengan demikian, KH. Haderanie H. N. merupakan perpaduan antara darah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. KH. Haderanie H. N. hidup di lingkungan keluarga yang relegius. Hal ini dapat dilihat dari silsilah keluarganya yang memang sangat memperhatikan perihal keagamaan. Sejak kecil ia telah mendapatkan pendidikan agama dari
1
Fadli Rahman, Ma’rifat Musyahadah…, h. 17.
45
keluarganya, terutama sang ibu yang telaten memberikan pendidikan tentang dasar-dasar keagamaan, termasuk cara membaca al-Qur’an. 2 Selain itu, ia juga pernah tinggal bersama dengan salah seorang saudari ibunya, yakni julak Galuh (bibi), istri dari H. Anwar yang merupakan keturunan kelima dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Selama hidup bersama saudara ibunya tersebut ia mendapatkan bimbingan yang lebih banyak lagi dalam perihal keagamaan.3 Berdasarkan pendidikan agama yang diperolehnya dalam lingkungan keluarga, tidaklah mengherankan jika KH. Haderanie H. N. tumbuh menjadi sosok yang memiliki pondasi akhlak dan keagamaan yang kuat sejak ia berusia anak-anak hingga dewasa. Selain mendapatkan pendidikan non-formal di bangku keluarga, ia juga pernah belajar di beberapa sekolah di Puruk Cahu, seperti Sekolah Rakyat (SR) dan Madrasah Ibtidaiyyah (MI). Kemudian ia juga pernah bersekolah di Banjarmasin, yakni Sekolah Menengah Islam Pertama, dan juga di Semarang, yakni di Madrasah Muballighin dan Kulliyat Muballighin hingga tahun 1954.4 Pendidikan formal yang diperolehnya dari beberapa sekolah tersebut semakin menambah kokoh pondasi keagamaan yang diperolehnya dari bangku keluarga. Sehingga KH. Haderanie H. N. benar-benar tumbuh menjadi seorang
2
Fadli Rahman, Ajaran Tasawuf KH. Haderanie H. N.: Sebuah Paradigma Baru Mistisme Islam di Kalimantan Tengah, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, Volume I, Nomor 1, Juni 2004, h. 6. 3
Ibid,.
4
Fadli Rahman, Ma’rifat Musyahadah…, h. 19.
46
yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas dalam bidang agama dan pendidikan. Pada 5 Oktober 1957 KH. Haderanie H. N. menikah dengan Mastiah Ruslin binti Asran bin Ahmad, seorang gadis yang masih memiliki ikatan kekeluargaan dengannya. Dari pernikahan tersebut mereka dikarunia sembilan anak, yaitu Ashary, Astuti Rahmi, Madurasmi, Murniwati, Asrarul Haq, Asmarani, Asyraful Auliya, Asyiah Arrani, dan Kumala Sari.5 Kehidupan keluarga KH. Haderanie H. N. bersama isterinya sangat harmonis. Mastiah Ruslin adalah istri pertama dan terahir bagi KH. Haderanie H. N., begitu juga sebaliknya. Kelanggengan rumah tangga mereka semakin nampak ketika pasangan suami isteri tersebut merayakan ultah emas (ultah ke50) pernikahan mereka bersama keluarga besar dan rekan-rekannya. Pada Oktober 2007, pasangan KH. Haderanie H. N. dan Mastiah Ruslin melaksanakan ultah emas dihadiri beberapa pejabat Pemerintah Provinsi (yang menjabat saat itu), seperti Gubernur Agustin Teras Narang bersama isteri, Sekda Thampunah Sinseng, Ketua DPRD Atu Narang, Kepala Disnaker HA Basuniansyah, kemudian dari Pemerintah Kota (yang menjabat saat itu), seperti Walikota Tuah Pahoe, dan mantan Kapolda Kalimantan Tengah Ardjunan Walan.6
5
Mustaqim Hamid, KH Haderanie (1993-2008), Terarsip di http://kimmirza.blogspot.com /2011/06/ kh-haderani-1993-2008-jika-berbicara.html. Diakses pada 05 Juni 2012. 6
Ultah Emas Pernikahan KH. Haderanie H. N. dan Hj Mastia Ruslin, Kalteng Pos, Kamis 18 Oktober 2007, terarsip dalam kliping Jumadi Irin, h. 35-36.
47
Dalam acara tersebut Teras Narang sempat memberikan sambutan yang berisi tentang ucapan selamat agar keluarga besar KH. Haderanie H. N. menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah dan dapat terus turut serta membangun Kalimantan Tengah menjadi provinsi yang maju. Selanjutnya ia juga memaparkan tentang biografi KH. Haderanie H. N. mulai dari latar belakang keluarga, pendidikan, hingga kiprah politik dan keagamaan.7 Aktivitas keseharian KH. Haderanie H. N. lebih banyak difokuskan pada pengajaran tasawuf, mulai dari dalam lingkup keluarganya di Muara Teweh. hingga ke luar daerah bahkan luar pulau Kalimantan. Meskipun ia pernah aktif di dunia politik, hal itu tidak pernah melunturkan karismatik jiwa tasawuf yang tertancap pada dirinya, bahkan ia mampu menyatukan kedua elemen yang terlihat bertentangan tersebut sehingga muncul sebuah terma baru tasawuf politik yang memainkan peran politik berasaskan nilai-nilai tasawuf. Perjuangan KH. Haderanie H. N. berakhir ketika ia menghembuskan napas terakhir di usianya yang ke-75 pada hari minggu 28 Desember 2008 dan dikebumikan di Palangka Raya. Pada saat upacara pemakaman, Senin, 29 Desember 2008, beberapa tokoh masyarakat dan pejabat yang ikut melayat, di antaranya Wakil Ketua DPD Irman Gusman, Sekretaris Jenderal (sekjend) DPD Siti Nurbaya Bakar, Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, Ketua Umum MUI
7
Ibid,.
48
Kalimantan Tengah KH Abdul Wahid Qasimy, 8 Walikota Palangka Raya, HM Riban Satia, Wakil Ketua DPRD Kalimantan Tengah H Bambang Suryadi, Bupati Kapuas HM Mawardi, para pejabat pemerintah kota dan provinsi, Muspida, tokoh ulama dan berbagai lapisan masyarakat.9 Dalam kata-kata pelepasannya, Teras Narang menyatakan sebagai berikut: “Kalimantan Tengah kehilangan seorang tokoh masyarakat sekaligus tokoh agama. Beliau adalah Bapak kami, juga guru kami dan sahabat kami. Pengalaman kami secara pribadi dengan beliau luar biasa. Inilah keteladanan yang amat sangat luar biasa. Beliau orang tua kami, karenanya saya selalu memanggil beliau dengan sebutan ‘Abah’. Kalimantan Tengah sangat menanti tokoh-tokoh pengganti beliau. Kalimantan Tengah memerlukan Kiai Haji Haderanie yang lain. Terima kasih Abah-ku. Selamat jalan. Kiranya Abah beristirahat dengan tenang. Kami selalu mengingat dan mengenang jasa-jasa Abah.” 10 Dalam sambutannya Teras Narang menganggap bahwa KH. Haderanie H. N. tidak hanya seorang tokoh kebanggaan Kalimantan Tengah, akan tetapi juga sebagai bapak, guru dan sahabat yang mampu berkomunikasi dengan baik dalam memberikan nasihat-nasihat. Ia berharap masih ada tokoh-tokoh pengganti KH. Haderanie H. N. yang mampu menempatkan dirinya untuk kemajuan Kalimantan Tengah.11
8
Ruslan Andy Chandra, Anggota DPD KH Haderanie HN Meninggal Dunia, Harian Online: Kabari Indonesia, 30 Desember 2008, Terarsip di http://www.kabariindonesia.com/ berita.php? pil=8&dn= 20081230142132. Diakses pada 05 Juni 2012. 9
Ulama Kharismatik itu Berpulang, Kalteng Pos, selasa 30 Desember 2008, terarsip dalam kliping Jumadi Irin tentang KH. Haderanie H. N., h. 39. 10
Ruslan Andy Chandra, Anggota DPD KH Haderanie HN Meninggal Dunia, Harian Online: Kabari Indonesia, 30 Desember 2008, Terarsip di http://www.kabariindonesia.com/ berita.php? pil=8&dn= 20081230142132. Diakses pada 05 Juni 2012. 11
Ulama Kharismatik itu Berpulang, Kalteng Pos, selasa 30 Desember 2008, terarsip dalam kliping Jumadi Irin tentang KH. Haderanie H. N., h. 39. Sambutan pidato ini juga ditulis
49
Selanjutnya Irman Gusman mengatakan dalam sambutannya sebagai berikut: “Pak Haderanie sebagai tokoh panutan yang dihormati dan dicintai. Selama sebagai anggota Panitia Ad Hoc (PAH) III DPD, almarhum memberi kontribusi dan dharma bakti yang tak ternilai harganya. Sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Fraksi Utusan Daerah (F-UD) periode 1999-2004, Haderanie berperan melahirkan DPD”.12 Sementara KH Abdul Wahid Qasimy menyatakan rasa kehilangan seorang tokoh panutan yang terpercaya. Semasa menjabat sebagai ketua MUI selama tiga periode, KH. Haderanie H. N. sangat dekat dengannya seperti kakak beradik. Banyak pengalaman yang diperoleh, baik dalam pekerjaan maupun sebagai teman sehari-hari.13 Sambutan-sambutan para tokoh agama dan pejabat tersebut menunjukkan rasa kehilangan yang sangat atas wafatnya KH. Haderanie H. N. Kepribadian yang baik, semangat kerja keras membangun bangsa dan umat, khususnya di daerah Kalimantan Tengah menjadikan ia sebagai tokoh panutan yang dibanggakan. Meskipun ia telah wafat, namun jasa-jasa, nasihat dan pemikirannya akan selalu diingat dan dikenang, salah satunya melalui studi ini. 2. Latar Belakang Pendidikan KH. Haderanie H. N. sempat menempuh proses pendidikan yang cukup panjang sejak ia berada dalam bimbingan keluarga bersama orang tua. Ia juga oleh Jumadi Irin dalam Hal-hal yang Sangat Berkesan Antara Aku dan Dia, 27 Januari 2009, terarsip dalam catatan pribadi Jumadi Irin tentang KH. Haderanie H. N., h. 51. 12
Ruslan Andy Chandra, Anggota DPD KH Haderanie HN Meninggal Dunia, Harian Online: Kabari Indonesia, 30 Desember 2008, Terarsip di http://www.kabariindonesia.com/ berita.php? pil=8&dn= 20081230142132. Diakses pada 05 Juni 2012. 13
Ulama Kharismatik itu Berpulang, Kalteng Pos, selasa 30 Desember 2008, terarsip dalam kliping Jumadi Irin tentang KH. Haderanie H. N., h. 39.
50
pernah mendapatkan bimbingan dari bibi, saudara ibunya. Selanjutnya ia memulai pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat. KH. Haderanie H. N. menempuh Sekolah Rakyat (SR) selama tiga tahun dan lulus pada umur sebelas tahun. Ia kemudian melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyyah (MI) di Puruk Cahu. Pada saat itu pemikirannya cenderung rasionalis sebab pengajaran madrasah lebih bernuansa kemuhammadiyahan. Pasca kelulusannya di madrasah, ia kemudian dikirim ke Sekolah Menengah Islam Pertama di Banjarmasin. Sejak saat itu ia juga aktif mengikuti Pendidikan Kilat Muballigh yang dipimpin oleh KH. Asnawi Hadisiswoyo (Kepala Kantor urusan Agama Provinsi Kalimantan tahun 1950).14 Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa pengalaman pendidikan KH. Haderanie H. N., baik formal maupun nonformal tidak hanya diperoleh di kampung halamannya saja, tetapi ia juga sempat mengenyang pedidikan di luar daerah, yakni Banjarmasin. Selanjutnya pengalaman KH. Haderanie H. N. semakin luas ketiak ia pergi ke tanah Jawa untuk melanjutkan studinya. Pada tahun 1951 KH. Haderanie H. N. berangkat ke Surabaya dan menuju Semarang untuk meneruskan pendidikannya di Madrasah Muballighin hingga ke tingkat akademik Kulliyat Muballighin yang saat itu dipimpin oleh KH. Saifuddin Zuchri. Saat itu ia seangkatan dengan KH. Musta’an Romly dan KH. M. Najib Wahab.15
14
15
Fadli Rahman, Ma’rifat Musyahadah…, h. 19.
Lihat riwayat hidup singkat KH. Haderanie H. N. di sampul belakang buku Haderanie H.N., Ilmu Ketuhanan…, thlm.
51
Kedua nama tersebut merupakan dua tokoh ulama terkemuka.16 Hal ini membuktikan bahwa tingkat keilmuan yang dimiliki KH. Haderanie H. N. tidak hanya bertarap lokal, namun juga setarap dengan tokoh-tokoh di tingkat nasional seperti ulama seangkatannya tersebut. Pada tahun 1954 KH. Haderanie H. N. menyelesaikan pendidikannya di Semarang dan kembali ke Muara Teweh. Sejak saat itu ia diangkat sebagai guru honorer di SMEP Negeri dan SMA Negeri untuk mata pelajaran Bahasa Inggris dan Tata Buku. Kemudian sebagai dosen Agama Islam Fakultas Tarbiyah Palangka Raya (sekarang STAIN Palangka Raya).17 Dengan demikian, dalam bidang pendidikan KH. Haderanie H. N. tidak hanya seorang penuntut yang semangat mencari ilmu hingga ke luar Kalimantan, tetap juga sebagai pendidik yang mampu mengalirkan ilmu dan pengalamannya kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya di Kalimantan Tengah. Tarap intelektualnya yang tinggi disertai jasa yang besar terhadap perkembangan
Kalimantan
Tengah
mendapat
apresiasi
berupa
gelar
16
KH. Musta’an Romly adalah pendiri/rektor Universitas Darul Ulum Jombang. Lihat Sejarah Undar, Jombang: Official Website of Darul Ulum University, 2011, terarsip dalam http://undar-jombang .ac.id/index.php?pilih=hal&id=2. Diakses pada 03 Juni 2013 Sedangkan KH. M. Najib Wahab adalah putra pendiri NU KH. Wahab Chasbullah. Ia pernah menjabat sebagai Rais Syuriah PWNU Jatim dan Pengasuh PP Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang. Lihat KH. M. Najib Wahab: Alim, Berpandangan Luas dan Qonaah, Jombang: Situs Resmi PCNU, 2013, terarsip dalam http:/ /jombang. nu. or. Id /kh-m-najib-wahab-alim-berpandanganluas-dan-qonaah/. Diakses pada 03 Juni 2013. 17
Lihat riwayat hidup singkat KH. Haderanie H. N. di sampul belakang buku Haderanie H.N., Menyingkap Tabir dalam Ibadah Haji, Surabaya: CV. Amin, tth, thlm.
52
kehormatan sebagai Doktor Honoris Causa (Dr. HC)18 oleh The Regents of Northern California Global University di Jakarta pada tanggal 28 Juli 2002. 3. Aktivitas Keagamaan Pengetahuan keagamaan telah banyak diperoleh KH. Haderanie H. N. dari pendidikan formalnya. Namun demikian, ia masih menyempatkan diri untuk mengaji duduk (istilah untuk pendidikan agama klasik dalam bahasa Banjar) dan meminta ijazah tarekat bersama para ulama di berbagai daerah. Beberapa ulama yang pernah menjadi guru agama KH. Haderanie H. N. di antaranya adalah KH. Habran dari Tumbukan Banyu, Negara, KH. Ali, Negara, KH. Hanafi Gobet, Banjarmasin, dan KH. Abdussomad, Alabio. Dari pendidikan non-formal tersebut ia memperoleh banyak pemahaman tentang ilmu agama, khususnya tasawuf. Sedangkan dalam ilmu tarekat, KH. Haderanie H. N. berpanutan kepada Syekh Abu al-Hasan al-Syadziliy dan sempat mengambil ijazah talqin dzikir dari Syekh Abu ‘Alawi ‘Abd al-hamid ‘Alawi al-Kaf ketika ia melaksanakan ibadah haji ketiga tahun 2001.19 Sebagai seorang muslim KH. Haderanie H. N. merasa bertanggungjawab untuk ikut serta dalam pengembangan dakwah. Sesuai dengan cita-citanya sejak kecil ingin menjadi seorang da’i, maka KH. Haderanie H. N. mulai mengamalkan dan mengajarkan ilmu agama yang diperolehnya, khususnya dalam bidang tasawuf.
18
Pemberian gelar Doktor Honoris Causa (Dr. HC) tersebut mendapat ucapan selamat dari berbagai pihak yang dimuat dalam Banjarmasin Post, Selasa 30 Juli 2002, di antaranya Dinas Kehutanan, DPD KNPI, Forum Ukhuwah islamiyah dan MUI, terarsip dalam kliping Jumadi Irin, h. 22-23. 19
Fadli Rahman, Ma’rifat Musyahadah…, h. 22.
53
KH. Haderanie H. N. memulai pengajaran tasawuf hanya kepada keluarga dekatnya di Muara Teweh. Pada tahun 1962, ia berpindah ke Banjarmasin di kawasan Sungai Miai, di sana ia bekerja dan mengajarkan tasawuf. Kemudian pada tahun 1967, ia diminta untuk pindah ke Palangka Raya dan diangkat menjadi anggota Badan Pemerintah Harian (BPH) Tingkat I Kalimantan Tengah. 20 Meskipun sejak berpindah ke Palangka Raya KH. Haderanie H. N. mulai aktif dalam pemerintahan, namun hal itu tidak mengurangi semangatnya untuk mengajarkan ilmu tasawuf.
Justru ia
mengambil kesempatan untuk
menanamkan benih tasawuf kepada masyarakat di Palangka Raya. Begitu juga ketika ia hijrah ke tanah Jawa. Sejak diangkat sebagai anggota BPH KH. Haderanie H. N. mulai aktif mengajarkan ilmu tasawuf di Palangka Raya. Selanjutnya pada tahun 1972, ia berpindah ke Surabaya dan fokus mengajarkan tasawuf di beberapa daerah di Jakarta dan Yogyakarta, dan terkadang ke Banjarmasin, Palangka Raya dan Muara Teweh.21 Pada tahun 1992 KH. Haderanie H. N. diberi amanah sebagai ketua MUI Kalimantan Tengah. Pada periode selanjutnya ia kembali terpilih untuk melanjutkan tugasnya sebagai ketua. Meskipun pada akhir masa periode jabatannya yang kedua, tepatnya menjelang Musda VI MUI Kalimantan Tengah tahun 2003, ia mendapat kritikan hebat melalui sebuah surat kabar.
20
Fadli Rahman, Ajaran Tasawuf…, h. 8.
21
Ibid,.
54
Salah satunya adalah agar ia tidak lagi ikut serta dalam pemilihan ketua MUI Kalimantan Tengah periode selanjutnya.22 Namun berdasarkan hasil Musda yang dilaksanakan selama dua hari tersebut, tim formatur yang berjumlah sembilan orang23 akhirnya menetapkan KH. Haderanie H. N. sebagai ketua periode 2003-2008. Dengan demikian, KH. Haderanie H. N. kembali dipercaya untuk memimpin MUI Kalimantan Tengah dalam tiga periode berturut-turut.24 Kesepakatan tim formatur dalam menetapkan kembali KH. Haderanie H. N. sebagai ketua umum MUI Provinsi Kalimantan Tengah periode 2003-2008 bukanlah tanpa kesepakatan dan pertimbangan yang matang. Meskipun sempat mendapat kritikan keras, namun hal itu tidak sampai melunturkan kharismatiknya yang tinggi serta kepercayaan masyarakat kepada tarap keilmuannya, khususnya dalam bidang agama. 4. Kiprah Politik Aktivitas keagamaan yang padat, khususnya dalam mengembangkan ajaran tasawuf tidak membuat KH. Haderanie H. N. melupakan perannya sebagai rakyat yang memiliki hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam membangun dan mendukung kemajuan bangsa Indonesia, khususnya 22
Menyambut Musda VI MUI Kalteng, Kalteng Pos, Kamis 28 Juli 2003, terarsip dalam kliping Jumadi Irin tentang KH. Haderanie H. N., h. 25. 23
Tim formatur tersebut diketuai oleh Drs. H. Mudzakir MM, sekretaris Drs. Ahmad Yahya, dan tujuh anggota KH. Haderanie H. N., KH. Syarkawi AA, Drs. H. Anwar Isa, Lc, KH. Muchtar Ruslan, KH. Masturi AMd, HA Ghazali, S.Pd, dan Mahmud, S.Pd. 24
Selama tiga periode sejak tahun 1992 sampai 2008. Lihat Haderanie 3 Kali Pimpin MUI, Kalteng Pos, Selasa 16 September 2003, terarsip dalam kliping Jumadi Irin tentang KH. Haderanie H. N., h. 27. Lihat juga Mantan Ketua MUI Kalteng KH Haderanie Wafat, Kalteng Pos, Senin 29 Desember 2008, terarsip dalam kliping Jumadi Irin tentang KH. Haderanie H. N., h. 38.
55
Kalimantan Tengah sebagai tanah tumpah darahnya. Oleh sebab itu, ketika menyelesaikan studi di Kulliyah Muballighin, Semarang, KH. Haderanie H. N. langsung kembali ke kampung halaman, yakni Kabupaten Barito. Sejak awal KH. Haderanie H. N. datang kembali ke kampung halamannya, disamping aktif dalam kegiatan keagamaan, ia pun mulai membangun peran politiknya di Kabupaten Barito. Saat itu ia berhasil mendirikan organisasi Nahdatu Ulama (NU) di kabupaten Barito pada tahun 1955 bersama rekan-rekannya, yakni H. Usman Rafiq, H. Mawardi Yasin, H. Tarmidzi, dan H. Gusti Muhammad Yusuf.25 Pada tahun selanjutnya, yakni tahun 1956 ia terpilih sebagai ketua DPRD Peralihan Kabupaten Barito sebelum terbaginya Kalimantan menjadi empat provinsi. Saat itu umurnya relatif sangat muda, yakni 23 tahun.26 Dengan umur yang relatif sangat muda, jabatan sebagai ketua DPRD merupakan sebuah awal prestasi yang cukup gemilang bagi KH. Haderanie H. N. Pada saat KH. Haderanie H. N. menjabat sebagai ketua DPRD, berkembang enam partai politik, tiga partai politik Islam, yakni Nahdlatul Ulama, Masyumi dan PPTI, kemudian tiga lainnya partai politik nasional, yakni Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Rakyat Nasional (PRN).27
25
Fadli Rahman, Ma’rifat Musyahadah…, h. 23. Lihat riwayat hidup singkat KH. Haderanie H. N. di sampul belakang buku Haderanie H.N., Menyingkap Tabir…, thlm. 26
27
Fadli Rahman, Ma’rifat Musyahadah…, h. 23.
56
Pada tahun 1967 KH. Haderanie H. N. kembali diberi kepercayaan dalam bidang pemerintahan, yakni diangkat sebagai pembantu Gubernur di bagian anggota Badan Pemerintah Harian (BPH) Tingkat I Kalimantan Tengah. Jabatan tersebut ia pegang hingga masa akhir masa jabatan tahun 1972. Sedangkan pada tahun 1971 ia juga pernah diangkat oleh Menteri Dalam Negeri sebagai Anggota Pemilihan Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah.28 Setelah masa baktinya sebagai anggota BPH berakhir pada tahun 1972, KH. Haderanie H. N. tidak lagi terdaftar pada organisasi ataupun partai, namun demikian ia tetap dipercaya sebagai Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) NU Kalimantan Tengah sejak berdiri hingga tahun 2005 dan juga anggota Mustasyar Pengurus Besar (PB) NU periode 1999-2004.29 KH. Haderanie H. N. juga pernah menjabat sebagai Anggota MPR RI Utusan Daerah Kalimantan Tengah nomor B.535 tahun 1999-2004. Kemudian ia juga menjabat sebagai anggota DPD-RI Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004-2009.30 Atas usaha-usahanya yang gemilang dalam memberikan pengabdian dan kontribusi yang luar biasa kepada masyarakat dan pemerintahan Kalimantan Tengah, maka ia diberi gelar kehormatan sebagai Doctor Honoris Causa (Dr.
28
Lihat riwayat hidup singkat KH. Haderanie H. N. di sampul belakang buku Haderanie H.N., Ilmu Ketuhanan…, thlm. 29 Ruslan Andy Chandra, Anggota DPD KH Haderanie HN Meninggal Dunia, Harian Online: Kabari Indonesia, 30 Desember 2008, Terarsip di http://www.kabariindonesia.com/ berita.php? pil=8&dn= 20081230142132. Diakses pada 05 Juni 2012. 30
Riwayat Pekerjaan KH. Haderanie H. N., Kalteng Pos, Selasa 30 Desember 2008, terarsip dalam kliping Jumadi Irin, h. 40.
57
HC) oleh The Regents of Northern California Global University di Jakarta pada tanggal 28 Juli 2002.31 Kiprah dan pengalaman KH. Haderanie H. N. dalam bidang politik dan pemerintahan, khususnya dalam pengembangan Provinsi Kalimantan Tengah seperti yang dijelaskan di atas, semakin menambah kharismatiknya sehingga ia disegani oleh seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat biasa, hingga para tokoh ulama dan pejabat. Kiprahnya dipemerintahan tidak membuatnya lupa terhadap tugas utama sebagai da’i. Bahkan, kehadirannya di dunia politik justru memberikan warna tersendiri dalam perpolitikan di Kalimantan Tengah. 5. Karya-Karya Intelektual Sebagai seorang ulama dengan karismatik yang tinggi, KH. Haderanie H. N. tidak hanya dikenal sebagai seorang guru tasawuf maupun tokoh politik saja, ia juga dikenal melalui karya-karyanya yang telah diterbitkan dan tersebar ke berbagai daerah hingga pelosok-pelosok di Kalimantan dan bahkan juga di luar Kalimantan. Sejumlah karya intelektualnya yang telah diterbitkan, antara lain: a. Permata yang Indah (ad-Dūr an-Nafīs), diterbitkan oleh CV. Amin, Surabaya tahun 1987;
31
Fadli Rahman, Ajaran Tasawuf…, h. 9. Gelar Doktor Honoris Causa (DR HC) merupakan gelar kehormatan atau kesarjanaan yang diberikan oleh suatu perguruan tinggi yang memenuhi syarat kepada seseorang tanpa harus mengikuti dan lulus dari pendidikan yang sesuai untuk mendapatkan gelar kesarjanaannya tersebut. Gelar ini dapat diberikan kepada orang yang telah berjasa atau berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan, teknologi dan umat manusia. Gelar ini pertama kali diberikan kepada Lionel Woodville oleh Universitas Oxford di Inggris pada tahun 1470. Lihat Apa itu Doktor Honoral Causal (DR HC)? terarsip dalam http:// nusantaranews. wordpress.com /2009/02/03/apa-itu-doktor-causal-dr-hc/. Diakses pada 11 Mei 2013.
58
b. Ilmu Ketuhanan: Ma’rifat, Musyāhadah, Mukāsyafah dan Mahabbah (4M), diterbitkan oleh CV. Amin, Surabaya tahun 1991;32 c. Asma’ul Husna: Sumber Ajaran Tauhid/Tasawuf, diterbitkan oleh PT. Bina Ilmu, Surabaya tahun 1992; d. Maut dan Dialog Suci, diterbitkan oleh CV. Amin, Surabaya tahun 1993; e. Hikam Melayu, diterbitkan oleh CV. Amin, Surabaya tahun 1999.33 Selain karya-karya tentang tasawuf, ia juga menulis tentang masalah fikih, yaitu Menyingkap Tabir dalam Ibadah Haji, diterbitkan oleh CV. Amin, Surabaya tahun 1994. Kemudian tentang masalah keluarga, yaitu Keluarga Sejahtera dalam Bahasa Agama, diterbitkan oleh CV. Amin, Surabaya. 34 Dari sejumlah karya-karya intelektual tersebut menunjukkan bahwa KH. Haderanie H. N. bukan hanya seorang tokoh ulama dan politik. Namun ia juga sebagai tokoh kreatif dan berbakat dalam bidang tulis menulis. Hal tersebut menjadi bukti bahwa KH. Haderanie H. N. memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan dapat dipercaya. B. PEMIKIRAN POLITIK KH. HADERANIE H. N. Politik dan pemerintah menurut KH. Haderanie H. N. merupakan unsur penting dalam menentukan masa depan umat. Hal ini sejalan dengan peran ulama
32
Bahasa dan ulasan KH. Haderanie H. N. dalam buku ini membuat kagum salah seorang warga negara Jiran (Malaysia). Saat itu ia mengungkapkan kekagumannya melalui via telepon kepada KH. Haderanie H. N. Keterangan ini berdasarkan hasil wawancara bersama Jumadi Irin pada hari Senin, 20 Mei 2013 di kediamannya Jl. Cendrawasih No. 58 Palangka Raya. 33
34
Catatan pribadi Jumadi Irin tentang KH. Haderanie H. N., h. 20.
Lihat keterangan hasil karya KH. Haderanie H. N. yang telah diterbitkan pada halaman belakang buku Haderani, Menyingkap Tabir…, thlm. Selain buku-buku yang telah diterbitkan, KH. Haderanie H. N. juga pernah menulis beberapa makalah, kumpulan khutbah, bahan ajar dan sebagainya. Lebih lengkap lihat catatan pribadi Jumadi Irin tentang KH. Haderanie H. N., h. 20.
59
sebagai pembimbing umat. Dengan dukungan para ulama maka pemerintah akan dapat menjalankan proses kepemerintahannya sesuai dengan jalurnya. Disamping itu, para ulama pun dapat menegakkan fungsinya secara lebih efektif dengan dukungan pemerintah. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah tulisan tentang KH. Haderanie H. N. yang menyatakan bahwa para pemerintah adalah unsur penting dalam upaya kemajuan umat Islam. Oleh sebab itu perlu didukung dengan peran ulama. Setidaknya ada tiga program yang dapat diterapkan ulama, yakni kepedulian terhadap umat, ukhuwah Islamiyah dengan perasaan cinta kasih, dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) disamping usaha lain yang pokok, yakni amar ma’ruf nahi munkar.35 KH. Haderanie H. N. juga berharap agar umat Islam, khususnya kalangan pemuda dapat ikut serta berpartisipasi dalam pemerintahan. Hal itu dilakukan demi meningkatkan sumber daya umat, sehingga tidak tertinggal dan mendapat diskriminasi dari pihak lain. Sejak Propinsi Kalimantan terbagi menjadi empat bagian sehingga terbentuklah propinsi Kalimantan Tengah (sekitar tahun 1956-1957), ada sebuah kecenderungan buruk yang terjadi, yakni diskriminasi antara Islam dan non-Islam dalam hal penerimaan pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi dan pengadaan beasiswa pendidikan tinggi.36
35
KH. Haderanie H. N. Calon Anggota DPD untuk Agama, Ummat dan Daerah, terarsip dalam kliping Jumadi Irin, h. 30. 36
Ibid, h. 28.
60
Keajadian buruk tersebut menimpa kaum muslimin karena kalangan pemuda muslim yang kurang berminat untuk menjadi pegawai negeri sekaligus karena tidak ada koneksi yang dapat menghubungkan dan merealisasikan keinginan tersebut. Oleh sebab itu setiap pemuda islam haruslah berupaya keras agar dapat duduk dalam barisan politik dan birokrasi kepemimpinan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah.37 Oleh sebab itu KH. Haderanie H. N. dalam setiap dakwahnya selalu menghimbau umat Islam, khususnya para pemuda agar jangan sampai tertinggal dari umat-umat lain. Selain itu ia juga berusaha memberi contoh kepada umat ketika ia memutuskan untuk terjun ke dunia politik. Keikutsertaan KH. Haderanie H. N. dalam politik, seperti ketika ia mencalonkan diri sebagai Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan sebagainya tidak lain adalah untuk membela dan mengangkat derajat agama, umat dan Kalimantan Tengah yang tercinta.38 Salah seorang murid terdekat KH. Haderanie H. N., Jumadi Irin39 menyebutkan bahwa KH. Haderanie H. N. mula-mula berpolitik dengan membangun patai NU. Saat itu ia memutuskan untuk terjun ke dunia politik karena ingin memompa semangat umat Islam agar mau berkembang dan tidak
37
Ibid,.
38
Ibid, 30.
39
Jumai Irin lahir di Buntok (Kalimantan Tengah), 17 Juni 1954. Ia adalah salah satu dari sembilan murid utama KH. Haderanie H. N. Ia juga merupakan murid kesayangan yang paling dekat dan paling banyak mendapatkan pengalaman hidup bersama KH. Haderanie H. N. khususnya dalam bidang tasawuf. Saat ini ia berperan sebagai penyambung lidah sang guru sebagai pembimbing tasawuf di berbagai daerah, khususnya di Palangka Raya (termasuk pada pengajian tasawuf al-Ghuraba yang beliau asuh sendiri atas prakarsa dari almarhum KH. Haderanie H. N. ).
61
kalah dengan orang lain. Sebab pada saat itu pemuda-pemuda Islam cenderung kurang semangat dalam hal politik.40 Selajutnya ia menegaskan bahwa KH. Haderanie H. N. memilih politik dan ikut serta berkiprah dalam pemerintahan tidak lain adalah demi meningkatkan derajat umat Islam. Jika umat dibiarkan lengah dan tidak semangat, maka Islam akan kalah dan Kalimantan Tengah akan menjadi daerah kekuasaan orang lain.41 Pernyataan Jumadi irin tersebut menegaskan kembali tentang alasan KH. Haderanie H. N. terjun ke dunia politik yang menurutnya murni untuk mengangkat derajat umat Islam agar tidak tertinggal jauh dari umat-umat lain. Hal ini dipertegas oleh salah seorang rekan politik KH. Haderanie H. N., Siad Fawzy Menurut Said Fawzy,42 setiap orang memiliki sudut pandangan yang berbeda, ada yang memandang dari segi agama, politik, terkadang ada yang merasa tidak wajar, tidak objektif dan sebagainya. Pandangan positif dan negatif adalah hal yang biasa, yang penting tetap berada pada jalur Islam. Itulah yang senantiasa dijaga oleh KH. Haderanie H. N. sehingga politiknya selalu bernilai positif.43
40
Wawancara tatap muka bersama Bapak Jumadi Irin pada hari Senin, 20 Mei 2013 di kediamannya Jl. Cendrawasih No. 58 Palangka Raya. 41
Ibid,.
42
Said Ahmad Fawzy Bachsin kelahiran Pembuang Hulu (Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah), 07 Juni 1950. Bekerja sebagai anggota DPD RI dan MPR RI. Mengenal KH. Haderanie H. N. sejak menjabat sebagai ketua MUI Kalimantan Tengah. KH. Haderanie H. N. juga pernah mendorong Said Fawzy untuk tampil sebagai cagub pada pemilukada Propinsi Kalimantan Tengah tahun 2005 lalu berpasangan dengan cawagub Haryanto M Garang. Bahkan KH. Haderanie H. N. sempat memberikan dukungan politik secara terbuka dan diberitakan melalui media surat kabar Kalteng Pos. 43
Wawancara tatap muka bersama Bapak Said Ahmad Fawzy Bachsin pada Minggu 19 Mei 2013 di kediamannya Jl. G. Obos Raya No. 31 Palangka Raya.
62
Selanjutnya ia juga menegaskan bahwa jika ada yang mengatakan ketika seseorang berpolitik itu menjadi tidak baik dan cenderung melakukan hal-hal yang kurang positif dan tidak mengandung nilai-nilai Islam, maka itu tidak benar. Itulah yang dipegang oleh KH. Haderanie H. N. selama ini, yakni keyakinan bahwa Islam harus ikut berpolitik, dan politik itu tidak selalu kotor. Politik akan positif selama yang memegangnya berfikiran positif. Semua tergantung pada siapa yang memegangnya. Seperti pisau yang tajam, jika digunakan untuk membunuh atau melakukan kejahatan maka akan menjadi hal yang negatif, tetapi jika digunakan untuk membantu pekerjaan maka akan bernilai positif, begitulah KH. Haderanie H. N. memandang politik.44 Dalam pernyataan-pernyataan tersebut Said Fawzy berusaha memberikan penjelasan bahwa politik KH. Haderanie H. N. tidaklah seperti yang dipandang kebanyakan orang selama ini. Sebab lurus atau tidaknya sebuah sistem bergantung pada siapa yang memegangnya. Begitu juga dengan politik, jika dipegang oleh orang yang berpikiran positif, maka arahnya pun akan positif. Begitulah kenyataan yang ada pada politik KH. Haderanie H. N. Hubungan ulama dan penguasa (politik) menurut Azyumardi Azra tidaklah selalu dipandang negatif, sebab kekuasaan dapat menjadi sarana untuk pengembangan
Islam.
Melalui
pendidikan
misalnya,
ulama
dapat
mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan Islam semisal madrasah dan sebagainya.45
44
45
Ibid,.
Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara, Cet. I, Jakarta: Buku Kompas, 2002, h. 78-81.
63
Kekurangan materi dan ketidakberdayaan politik Islam akan menyulitkan penegakkan ibadah dan syiar. Kesejahteraan dan religiositas terkandung dalam konsep izzul Islam wal muslimin (keagungan Islam dan umatnya) yang dapat diwujudkan melalui banyak cara, salah satunya melalui umat Islam yang memperoleh kedudukan tinggi di bidang politik, ekonomi dan masyarakat.46 Beberapa pernyataan tersebut di atas menunjukkan beberapa peran yang dapat dimainkan para ulama ketika mereka bermaksud untuk terjun ke dunia politik. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk mengklaim bahwa keikutsertaan ulama dalam kancah perpolitikan adalah hal yang menyimpang dari kodrat dasarnya sebagai da’i. Justru politik dapat dijadikan sebagai sarana dakwah dan penegakkan ajaran Islam. Salah seorang murid dan keluarga KH. Haderanie H. N., Samsuri Yusuf menjelaskan47 tentang komitmen KH. Haderanie H. N. yang menegaskan bahwa berpolitik itu juga merupakan suatu kewajiban karena berhubungan dengan hal memilih pemimpin, mengelola sebuah negara yang di dalamnya ada rakyat, mengupayakan kesejahteraan rakyat, menjalankan praktik-praktik keadilan dan sebagainya.48
46
Greg Fealy, Ulama and Politics…, h. 84-5.
47
Samsuri Yusuf kelahiran Hulu Sungai Selatan (Kalimantan Selatan), 17 April 1966. Bekerja sebagai dosen Fakultas Pertanian UNPAR dan juga sebagai Sekretaris Umum MUI propinsi Kalimantan Tengah. Mengenal dekat KH. Haderanie H. N. sejak berpindah ke Palangka Raya pada tahun 1992. Samsuri merupakan salah satu keluarga KH. Haderanie H. N. (yakni keponakan). Samsuri merupakan salah satu dari sembilan murid KH. Haderanie H. N. yang aktif mendampingi beliau dalam berbagai hal, termasuk bepergian ke luar kota dan menghadiri berbagai pertemuan. 48
Wawancara tatap muka bersama Bapak Samsuri Yusuf pada hari Selasa 30 April 2013 di kediamannya Jl. Yos Sudarso No. 104 Palangka Raya.
64
Selaras dengan ungkapan salah satu rekan sejawat KH. Haderanie H. N., KH. Busro Khalid49 bahwa agama dan politik memang harus berdampingan. Bagi umat Islam berpolitik itu hukumnya wajib dilakukan meskipun hanya sebagian saja (fardhu kifayah). Jika dalam suatu masyarakat tidak ada yang mau ikut serta berpolitik, maka bagaimana masa depan masyarakat tersebut. Bagaimana masa depan anak cucu mereka. Bagaimana masa depan umat Islam kelak. Oleh sebab itu semangat berpolitik harus ditanamkan sejak saat ini, sebab itu juga merupakan bentuk jihad dalam agama.50 Kedua pernyataan Samsuri Yusuf dan KH. Busro Khalid tersebut samasama menekankan dan mempertegas tentang keharusan berpolitik. Bahkan menurut KH. Busro politik merupakan kewajiban kolektif (fardhu kifayah) dalam sebuah masyarakat. Dengan demikian, pernyataan ini pun mendukung dan sejalan dengan pemikiran KH. Haderanie H. N. tentang keikutsertaan dalam ranah politik dan pemerintahan. Demikian paparan tentang peran ulama dalam politik menurut pemikiran KH. Haderanie H. N. Berdasarkan beberapa pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa peran serta umat Islam dalam dunia politik (termasuk para ulama) merupakan sebuah kewajiban kolektif dalam rangka membangun semangat politik yang sehat. Maka dalam hal ini KH. Haderanie H. N. bermaksud
49
KH. Busro Khalid lahir di Amuntai (Kalimantan Selatan), 10 Agustus 1935. Mengenal KH. Haderanie H. N. sejak sama-sama berpindah ke Palangka Raya. Saat itu ia menjabat sebagai anggota DPR dan KH. Haderanie H. N. sebagai anggota BPH. Mereka sama-sama berasal dari perwakilan partai NU masing-masing daerah. KH. Haderanie H. N. mewakili Muara Teweh dan KH. Busro mewakili Kota Madya Palangka Raya. 50
Wawancara tatap muka bersama Bapak KH. Busro Khalid pada hari Jumat, 24 Mei 2013 di kediamannya Jl. Ulin No. 04 Panarung-Palangka raya.
65
memadukan semangat fikih politik dan akhlak tasawuf sehingga peran politik yang dimainkannya tidak lepas dari nilai-nilai ajaran dan akhlak Islam. Semua itu tergambar dalam pemikiran politiknya, antara lain sebagai berikut: 1. Keseimbangan Aspek Dunia dan Akhirat (Peran Agama dan Negara) Kehidupan modern menurut KH. Haderanie H. N. telah menyeret manusia ke arah globalisasi. Akhirnya, tidak hanya dampak positif yang didapat, melainkan berbagai dampak negatif pun tidak dapat dihindari. Hal ini menimbulkan
sebuah
keresahan
di
kalangan
para
ulama.
Mereka
mengkhawatirkan terjadinya ketidakseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Ia menyebutkan sebagai berikut: Dunia modern dengan keanekaragaman persoalan yang dihadapi, terjadi perubahan tata nilai, integritas budaya, kecenderungan menuju arah globalisi dan aspek-aspek lainnya, merupakan konsekuensi logis dari suatu proses. Dampak positif maupun negatif selalu ada. Pengamat kerohanian cukup beralasan dikala melihat perkembangan, khawatir terjadinya ketidakseimbangan antara pembinaan rohani dan jasmani, mental spiritual dengan fisik material. Ketidakseimbangan tersebut pada kurun tertentu memungkinkan terjadinya akibat yang fatal bagi terwujudnya dunia baru yang dicita-citakan. Dunia yang dijalin oleh rasa cinta kasih dan kedamaian.51 Oleh sebab itu, menurut KH. Haderanie H. N. peran agama dan bimbingan kerohanian sangat diperlukan agar kehidupan dunia tetap berjalan sesuai porosnya. Meskipun sebagian orang menganggap agama sebagai solusi yang sudah kuno, namun kenyataan membuktikan bahwa agama telah berhasil mengatur keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Ia menyebutkan sebagai berikut:
51
Haderanie H. N., Ilmu Ketuhanan…, h. 1.
66
“Tidak bisa tidak, bahwa penangkal yang paling ampuh untuk menghadapi akibat ketidakseimbangan tersebut adalah Agama dengan ajaran kerohaniannya. Orang boleh saja untuk mengatakan sebagai suatu “resep usang dan klise”, tetapi betapapun juga, kebenaran tidak pernah dilanda oleh virus zaman dan keusangan. Azas prikehidupan dalam keseimbangan kepentingaan kehidupan dan akhirat, kepentingan materiil dan spiritual adalah suara kebenaran.”52 Hal ini juga berlaku dalam masalah hubungan antara agama dan negara. Ketika sebuah negara dibangun dengan mengabaikan peran agama, maka pengaruh buruk terhadap keseimbangan kehidupan rakyat pun tidak dapat dihindari. Hal ini lah yang dipraktikkan oleh paham sekular yang memisahkan antara peran agama dan negara. KH. Haderanie H. N. menyayangkan sikap realistis dan sekularis masyarakat modern yang memudarkan naluri berketuhanan pada diri manusia. Ia menyebutkan sebagai berikut: Ciri khas masyarakat modern adalah realistis, namun realisme (saudara sepupunya sekularisme) janganlah sampai memudarkan cahaya naluri berketuhanan yang ada pada diri.53 Pemisahan agama dari negara berarti menjauhkan manusia dari esensinya yang mulia. Siapa lagi selain agama yang sanggup menanamkan sikap mental seperti jenderal khalifah Umar54 yang menegaskan bahwa ia berperang bukan
52
Ibid,.
53
Ibid, h. 181.
54
Jenderal tersebut adalah Khalid bin Walid. Saat itu ia dipecat oleh Khalifah Umar takut jika ia sombong karena selalu dipuji dan tidak pernah dicela umat. Ketika terjadi peperangan ia tetap ikut sebagai prajurit. Saat ditanya prajurit lain kenapa ikut berperang padahal telah dipecat, saat itulah Khalid menjawab bahwa ia berperang bukan karena pangkat atau titah Khalifah, melainkan karena Allah semata. Lihat Divan Maulana, Mutiara Sahabat: Mengharap Keridhoan Allah, 2010, terarsip dalam http://hayatul-
67
karena Umar, tetapi karena Tuhan Umar. Atauran mana yang menetapkan persamaan ras dan kasta berasaskan iman dan takwa, memberi arti hidup untuk beribadah, memberi harapan dalam kehidupan setelah mati sehingga kejahatan dapat dicegah dan kebaikan dapat terus ditegakkan.55 Selanjutnya realita kehidupan manusia menurut KH. Haderanie H. N. selalu menginginkan kesuksesan dunia dan akhirat, meskipun pada kenyataannya sulit untuk berada tepat pada posisi tengah-tengah dan memperoleh keduanya. Dengan demikian, solusi yang ditawarkannya adalah menentukan persentase masing-masing kebutuhan dunia dan akhirat sesuai dengan porsinya. Ia menyebutkan sebagai berikut: Manusia dihiasi dengan banyak macam kepentingan dan hajat hidup. Dalam arti global, terdapat dua pokok kepentingan dan hajat hidup, kepentingan dunia dan kepentingan akhirat. Untuk itu, manusia dengan nafsunya selalu berkepentingan agar semua macam kepentingan bisa berhasil semaksimal mungkin dan bisa dinikmati, fiddunya hasanah wa fil-akhirati hasanah. Untuk mewujudkan dua macam kepentingan ini, manusia memang memiliki keterbatasan. Karena itu faktor pilihan harus ada, sesuai dengan keterbatasannya. Atau dengan penentuan pilihan, misalnya sekian persen (%) untuk kepentingan dunia dan sekian persen (%) sisanya untuk kepentingan akhirat. Tingkat upaya pencapaian, umumnya lebih banyak terhadap hal yang nyata (riil).56 Begitu pula dalam menentukan peran agama dan negara, ketika keduanya diberikan peran yang seimbang, maka terciptalah hubungan timbal balik yang saling memerlukan antara agama dan negara. Dengan agama, negara dapat islam.blogspot.com/2010/11/mengharap-keridhoan-allah.html?m=1. Diakses pada 03 Juni 2013. 55
Jamaluddin Kafie, Islam Agama dan Negara, Cet. I, Surabaya: Bina Ilmu, 1983, h.
56
Haderanie H. N., Ilmu Ketuhanan…, h. 2.
102.
68
berdiri tegak dan seimbang, dan dengan negara, agama dapat terealisasikan dan teraplikasikan dalam kehidupan. Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang tokoh nasional, Muhammad Natsir, tidak hanya mengatur permasalahan ibadah saja, melainkan juga prinsip-prinsip umum tentang hubungan antara individu dan masyarakat. Namun demikian, aturan Islam tidak dapat berjalan dengan sendirinya, diperlukan sebuah alat yang cocok untuk mendukung penegakkannya, maka dalam hal ini negara adalah alat yang tepat.57 Begitulah pola keseimbangan aspek dunia dan akhirat atau material dan spiritual menurut KH. Haderanie H. N. Konsep inilah yang kemudian ia bawa ke dalam perjuangan politiknya sehingga menciptakan sebuah pola keseimbangan antara peran agama dan negara, peran ulama dan pemerintah, sehingga antara keduanya terdapat hubungan yang saling menguntungkan serta dapat menyatukan visi dan misi untuk sama-sama memajukan dan mensejahterkan umat, baik dari segi material mapun spiritual. Dengan demikian, konsep fi ad-dunyā ḥasanah wa fi al-ākhirah ḥasanah (kesuksesan dunia dan akhirat) dapat tercapai. 2. Nasionalisme Nasionalisme merupakan sebuah paham yang bergerak atas dasar kepentingan bersama dalam suatu bangsa, meskipun pada dasarnya mereka terdiri dari masyarakat yang majemuk. Upaya kebersamaan ini biasanya muncul atas dasar perlawanan terhadap pihak kolonial yang bermaksud
57
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara…, h. 80.
69
mengganggu dan menimbulkan penderitaan kepada suatu bangsa, seperti yang terjadi pada bangsa Indonesia.58 Terkait masalah nasionalisme, KH. Haderanie H. N. tidak sejalan dengan orang yang beranggapan bahwa kebudayaan expessif59 telah membuat bangsa ini menjadi tertinggal. Menurutnya, pengaruh kolonialisme-lah yang membuat bangsa ini terjajah selama berabad-abad. Ia menyebutkan sebagai berikut: Ngeri juga kita mendengar ucapan salah seorang pakar yang mengemukakan bahwa tertinggalnya kita dalam pembangun bangsa karena terlalu kental dengan kebudayaan expressif nilai warisan nenek moyang yang dikuasai oleh nilai agama, seni dan kuasa, nilai-nilai yang lebih menekankan aspek batin, imajinasi dan perasaan. (Jawa Pos tgl. 26 Oktober 1990). Pokok pikiran demikian apakah tidak berjauhan dengan pokok pikiran Karl Marx dan Lenin, agama candu rakyat, yang kemudian untuk beberapa lama dunia dihantui bahaya perang dengan adanya dua Negara adi daya. Kenapa budaya expressif yang dikambinghitamkan? Kenapa agama dan aspek perasaan yang cenderung dipersalahkan? Kenapa tidak disebutkan akibat kolonialisme yang berabad-abad, penjajahan Barat terhadap Timur, kolonialisme yang memporakporandakan bangsa-bangsa Timur setelah Perang Salib 100 tahun?60 Sebaliknya KH. Haderanie H. N. menegaskan bahwa kebudayaan ekpressif telah berjasa dalam membangun semangat perjuangan hingga bangsa Indonesia berhasil mengusir penjajahan dan memperoleh kemerdekaan. Bahkan menurutnya nilai-nilai agama telah menjadi azas dan falsafah terpenting bagi bangsa Indonesia. Ia menyebutkan sebagai berikut:
58
Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai…, h. 28.
59
Kebudayaan expressif adalah kebudayaan warisan nenek moyang yang dikuasai oleh nilai agama, seni dan kuasa, nilai-nilai yang lebih menekankan aspek batin, imajinasi dan perasaan. 60
Haderanie H. N., Ilmu Ketuhanan…, h. 180.
70
Agama dan perasaan kebatinan pernah berjasa membangun semangat/idealisme untuk mengusir penjajahan dari negeri tercinta ini. Last but not last, agama telah berjasa mengusir ajaran dan paham komunisme dari bumi Indonesia ini, paham komunis yang selalu berorientasi pada ilmu dan ekonomi, yang sama sekali tidak menghiraukan nilai-nilai agama, nilai-nilai perasaan kebatinan. Bukankah Pancasila sebagai satu-satunya azas dan falsafah Bangsa Indonesia Berketuhanan Yang Maha Esa dan menempatkan agama dalam posisi tinggi dan mulia, menjunjung tinggi nilai-nilai perasaan dan batin.61 Berdasarkan pemaparan tersebut KH. Haderanie H. N. berusaha mengingatkan kembali sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang banyak diwarnai semangat agama. Semangat fikih politik dan akhlak tasawuf berhasil memberikan warna tersendiri terhadap semangat rakyat Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Bahkan semangat agama telah menjadi falsafah dan ideologi bangsa yang dikonsep dalam sila pertama Pancasila. Dengan
demikian,
anggapan
bahwa
agama
hanya
mengurusi
permasalahan ibadah saja, dan ulama hanya sebagai juru dakwah semata, terbantahkan oleh pernyataan KH. Haderanie H. N. yang beranggapan bahwa agama juga mengajarkan sikap nasionalisme, sikap untuk membela dan memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Persepsi Snouck Hurgronje yang menyatakan bahwa santri muslim sunni cenderung pasif pun pernah terbantahkan dengan kemuculan fatwa KH. Hasyim Asy’ari yang dikenal sebagai Resolusi Jihad pada bulan Oktober
61
Ibid, h. 181.
71
1945,62 yang mampu mengilhami kaum santri untuk melakukan perlawanan terhadap kolonial yang bermaksud menguasai kembali sebagian kota besar di Surabaya.63 3. Politik Multikultural Islam sangat memperhatikan perihal hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak untuk didengarkan dan mengemukakan pendapat. Banyak kisah yang menceritakan bagaimana akhlak Rasulullah kepada sesama muslim bahkan nonmuslim yang memang pantas untuk dijadikan suri tauladan.64 Oleh sebab itu, ketika KH. Haderanie H. N. menghimbau agar Islam harus berusaha keras berjuang untuk ikut berpartisipasi mengangkat derajat umat, salah satunya dengan ikut serta dalam politik dan pemerintahan, ia juga berharap agar semangat itu tidak menimbulkan keinginan untuk menguasai semua tanpa memperdulikan kepentingan orang lain. Oleh sebab itu Islam harus menunjukkan rasa persatuan kepada sesama maupun orang lain yang nonmuslim.
62
Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari terdiri dari lima butir. Pertama, kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan; Kedua, Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong; Ketiga, musuh republik Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan sekutu Inggris pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia; Keempat, umat Islam terutam anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali. Kelima, kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilo meter, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu dalam bentuk material terhadap mereka yang berjuang. Lihat KH. Hasyim Asyari dan Resolusi Jihad Melawan Belanda, Merdeka.com, Minggu 05 Mei 2013, terarsip dalam http://m/merdeka.com/peristiwa/hasyim-asyari-dan-reolusi-jihad-melawan-belanda.html. diakses pada 03 Juni 2013. 63
Abdurrahman Mas’ud, Menuju Paradigma Islam Humanis, Yogyakarta: Gama Media, 2003, h. 160. 64
Ibid, h. 148.
72
Dalam hal mencari seorang pemimpin (Gubernur dan Wakilnya misalnya), maka ada tiga kreteria yang harus dipertimbangkan, salah satunya adalah agama. Seorang pemimpin seharusnya beragama Islam. Namun demikian, bukan berarti Islam harus merebut semuanya, melainkan sama-sama berbagi, misalnya Islam dengan non-Islam. Dengan cara tersebut maka persatuan masyarakat dapat tercapai dan itulah lambang dan hakikat persatuan (khususnya di bumi Tambun Bungai).65 Pada kesempatan lain KH. Haderanie H. N. juga pernah menyebutkan tiga kreteria calon pemimpin yang pantas dipilih pada pemilukada Propinsi Kalimantan Tengah tahun 2005-2010 lalu. Namun ia tidak menyebutkan Islam sebagai salah satunya, melainkan harus orang muda. Pada kesempatan itu ia juga menyatakan bahwa semua calon mempunyai kelebihan masing-masing dan potensi yang bagus untuk memimpin Kalimantan Tengah66 Pernyataan KH. Haderanie H. N. tersebut bukan berarti mengugurkan syarat utama seorang pemimpin yang harus berasal dari agama Islam. Pernyataan tersebut lebih menunjukkan rasa kemanusiaan dan kesadaran terhadap kondisi masyarakat Kalimantan Tegah yang memiliki latar belakang agama dan budaya yang beranekaragam. KH. Haderanie H. N. juga menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk tampil dalam politik dan pemerintahan. Yang penting memiliki kreteria yang sesuai dan dapat bersaing dengan sehat. Begitu juga jika orang
65
KH. Haderani Pilih Fawzy-Hariyanto, Kalteng Pos, 31 Maret 2005, terarsip dalam kliping Jumadi Irin, h. 31. 66
Pilkada Bakal Seru, Kalteng Pos, tth, terarsip dalam kliping Jumadi irin, h. 32.
73
nonmuslim tampil dalam pentas perpolitikan, jika memang memenuhi kreteria yang berlaku, maka harus direstui dan diakui bahwa ia pantas untuk maju. Ketika KH. Haderanie H. N. ditanya perihal kehadirannya saat pendeklarasian calon gubernur dari PDI Perjuangan yang mengusung Teras Narang (beragama Kristen) pada pemilukada Propinsi Kalimantan Tengah tahun 2005 lalu. Ia beranggapan bahwa kehadiran tersebut hanya sekedar memberi restu, bukan memberi dukungan secara politik.67 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep politik KH. Haderanie H. N. bersifat multikultural, sebab dalam praktiknya ia cenderung tidak membedakan latar belakang agama. Selama seseorang memiliki kapasitas sebagai seorang pemimpin, maka ia mendapatkan hak untuk diakui. Umat Islam tidak harus memaksakan diri untuk merebut semuanya. Sebab dalam situasi tertentu, persatuan lebih diutamakan, selama tidak menyangkut hal-hal yang pokok. Seperti yang dinyatakan oleh Said Fawzy bahwa pandangan politik KH. Haderanie H. N. cukup moderat dan tidak ekstrem. Sebab ia mampu membawa Islam ini kemanapun dan membawa politik itu ke dunia Islam, sehingga ia mampu berinteraksi dan memberi pencerahan kepada siapapun, baik terhadap kalangan sesama muslim maupun nonmuslim. 68
67
68
Ibid,.
Wawancara tatap muka bersama Bapak Said Ahmad Fawzy Bachsin pada Minggu 19 Mei 2013 di kediamannya Jl. G. Obos Raya No. 31 Palangka Raya.
74
Hal ini dibuktikan ketika KH. Haderanie H. N. mendorong Said Fawzy untuk tampil sebagai calon gubernur69 agar tidak hanya mengerjakan tugas sebagai muslim, tetapi juga mengakomodir kepentingan umat lain. Oleh sebab itu Said Fawzy dipasangankan dengan calon wakil gubernur nonmuslim. KH. Haderanie H. N. melakukan hal tersebut agar umat Islam tidak merebut semua kepentingan, sebab memperhatikan kepentingan dan hak asasi orang lain adalah suatu keharusan.70 Begitu juga Jumadi irin yang menyatakan bahwa sangat sulit untuk menjangkau politik KH. Haderanie H. N. Mungkin masing-masing orang bisa mengukur sendiri. Yang jelas politiknya sangatlah santun. Ia sangat perhatian dalam hal menghormati orang lain, tua ataupun muda, bahkan kepada muridnya sendiri. Selain itu ia juga dihormati semua orang, bahkan Gubernur (Teras Narang) yang nonmuslim pun selalu meminta nasihat darinya.71 Selanjutnya ia menjelaskan perihal sambutan Gubernur Teras Narang dalam pelepasan jenazah KH. Haderanie H. N. yang menyentuh dan membuatnya terharu ketika Teras Narang menyebut KH. Haderanie H. N. sebagai abah (ayah). Ia pun semakin tersadar bahwa kharismatik KH.
69
Pada pemilukada Propinsi Kalimantan Tengah tahun 2005-2010 lalu. Saat itu ia dipasangkan dengan cagub Haryanto M Garang (beragama Kristen) berdasarkan saran dari KH. Haderanie H. N. keterangan diperoleh melalui hasil wawancara bersama Said Ahmad Fawzy Bachsin pada Minggu 19 Mei 2013 di kediamannya Jl. G. Obos Raya No. 31 Palangka Raya. 70
71
Ibid,.
Wawancara tatap muka bersama Bapak Jumadi Irin pada hari Senin, 20 Mei 2013 di kediamannya Jl. Cendrawasih No. 58 Palangka Raya.
75
Haderanie H. N. tidak hanya di kalangan ulama dan masyarakat biasa, tetapi juga di kalangan para pejabat pemerintahan.72 Sebagaimana yang tertulis dalam Koran Kalteng Pos edisi Selasa, 30 Desember 2008, disebutkan bahwa Teras Narang menyatakan Kalimantan Tengah merasa kehilangan seorang bapak, guru dan sahabat. Sosok tokoh yang berkepribadian luar biasa dalam berkomunikasi dan memberi nasihat untuk kemajuan Kalimantan Tengah. Dituliskan juga bahwa Teras Narang akan selalu mengenang jasa KH. Haderanie H. N. dan berharap masih ada tokoh yang memiliki peran sepertinya.73 Demikianlah sosok KH. Haderanie H. N. di mata masyarakat di sekelilingnya. Kharismatiknya yang tinggi tidak hanya diakui oleh umat Islam saja, tetapi juga umat non-Islam yang merasakan kemuliaan dan ketinggian akhlaknya. Pergaulannya yang baik dan santun serta tidak memandang siapa pun yang ada di depannya menjadikan ia sebagai teladan yang dipanuti oleh berbagai lapisan masyarakat.
72
Kata sambutan tersebut ditulisnya dalam catatan pribadinya sebagai berikut: “Kalimantan Tengah kehilangan sosok tokoh yang dianggap sebagai bapak, guru dan sahabat yang banyak memiliki pengalaman. Secara pribadi, almarhum adalah sosok yang memiliki kepribadian yang luar biasa dalam berkomunikasi, serta beliau mampu memberikan masukan yang positif dan wejangan untuk membangun dan memajukan Kalimantan Tengah. Dalam keseharian, kami memanggil beliau dengan sebutan abah”. Lihat catatan pribadi Jumadi irin tentang KH. Haderanie H. N., h. 51. 73
Ulama Kharismatik itu Berpulang, Kalteng Pos, Selasa 30 Desember 2008, terarsip dalam kliping Jumadi Irin tentang KH. Haderanie H. N., h. 39. Sabutan Teras tersebut juga ditulis oleh Ruslan Andy Chandra dalam sebuah harian online, Anggota DPD KH Haderanie HN Meninggal Dunia, Harian Online: Kabari Indonesia, 30 Desember 2008, Terarsip di http: //www. kabariindonesia.com/ berita.php? pil=8&dn= 20081230142132. Diakses pada 05 Juni 2012. Selanjutnya Teras juga pernah memberikan sambutan pada acara HUT emas KH. Haderanie H. N. Di situ ia berharap agara KH. Haderanie H. N. dapat terus serta membangun Kalimantan Tengah sehingga menjadi provinsi yang maju dan berkembang. Lihat Ulatah Emas KH. Haderanie H. N. dan Hj. Mastiah Ruslin, Kalteng Pos, Kamis 18 oktober 2007, terarsip dalam kliping Jumadi Irin, h. 36.
76
Selanjutnya Said Fawzy menjelaskan tentang pernyataan dukungan KH. Haderanie H. N. kepada Teras Narang74 yang dipandang negatif oleh sebagian orang yang tidak mengerti. Padahal, memberikan dukungan kepada siapapun itu boleh, termasuk kepada orang yang nonmuslim dan itu bukan merupakan bentuk sikap merendahkan kepada agama. Tidak mungkin seseorang mengklaim orang lain karena dia nonmuslim dan minoritas, sehingga semuanya harus Islam karena mayoritas. Setiap orang berhak berkompotesi secara sehat, jujur dan adil.75 Sedangkan KH. Busro Khalid menyatakan bahwa politik KH. Haderanie H. N. diengaruhi unsur tasawuf yang membuatnya tidak membeda-bedakan apa dan siapapun, sehingga politiknya lebih toleran kepada orang-orang yang nonmuslim. Meskipun pada dasarnya politik KH. Haderanie H. N. baik, namun secara pribadi KH. Busro Khalid tidak terlalu sejalan, sebab politiknya sedikit lebih keras, khususnya dalam perkara yang menyangkut perbedaan agama.76 Sifat politik KH. Haderanie H. N. yang multikultural diakui dan dipandang cukup baik oleh berbagai kalangan. Hal tersebut menjadikan ia dekat dan disegani oleh semua orang, baik sesama muslim maupun nonmuslim. Hal ini juga sesuai dengan konsep tasawuf yang cenderung toleran dalam banyak hal selama tidak menyangkut permasalahan yang pokok dalam agama.
74
Calon gubernur beragama Kristen yang akan maju pada pemilukada Propinsi Kalimantan Tengah tahun 2005-2010 lalu. 75
76
Ibid,.
Wawancara tatap muka bersama Bapak KH. Busro Khalid pada hari Jumat, 24 Mei 2013 di kediamannya Jl. Ulin No. 04 Panarung-Palangka raya.
77
4. Kedaulatan Tuhan Manusia dalam pandangan KH. Haderanie H. N. diciptakan dalam keadaan tidak mengenal apa-apa. Adam pun sebagai manusia pertama yang mengenal berbagai macam hal karena diajarkan oleh Allah swt. Pengetahuan manusia kemudian timbul dan berkembang karena adanya perpaduan antar faktor internal berupa unsur-unsur khalqiyah, seperti watak, bakat, intelegensia, naluri dan lain-lain dengan faktor eksternal berupa alam dan lingkungan. Ia menyebutkan sebagai berikut: Pada awal kehadiran manusia di muka bumi –Nabi Adam as- membawa pengetahuan tentang Allah swt dan tentang segala sesuatu, adalah karena diajarkan oleh Allah sendiri kepada beliau, yang sebelumnya beliau tidak mengerti apa-apa. Tentang adanya dan tersedianya apa yang dinamakan watak, bakat, intelegensia, naluri dan lain-lain, adalah khalqiyah (ciptaan) yang bukan bikinan manusia itu sendiri. Pengetahuan yang dimiliki manusia, timbul dan berkembang disebabkan adanya keterpaduan antar faktor internal (unsur-unsur khalqiyah) dengan faktor external (alam dan hubungan manusia dengan lingkungan).77 Begitu juga dengan perbuatan manusia yang sejatinya bukanlah mutlak dari manusia itu sendiri, meskipun secara kasat mata manusia yang berbuat. Sehingga ketika seorang hamba mengakui dalam dirinya secara mutlak bahwa ia dapat melakukan segala hal karena kemampuannya sendiri, maka keyakinan demikian merupakan sebuah kesyirikan. KH. Haderanie H. N. menyebutkan sebagai berikut: Bagaimana tentang sikap hidup, perbuatan kita apakah dari kita sendiri? Dalam arti lahir dan kenyataan pandangan mata adalah dari kita 77
Haderani H. N., Ilmu Ketuhanan… h. 19.
78
sendiri. Tetapi apakah pandangan lahir itu dapat memastikan dalam arti hakiki (yang sebenarnya) bahwa itu mutlak begitu? Demikian pula bila mengakui dalam dirinya secara mutlak dan dalam arti hakiki bahwa dia bisa makan, minum, mendapat rezeki, adalah karena dan dengan kemampuan dirinya sendiri, atau dia sembuh dari sakit karena obat atau dokter, maka keyakinan demikian adalah keyakinan yang bersifat syirik.78 Sebagai bukti yang menunjukkan bahwa hamba pada hakikatnya hanyalah bayangan atau objek perbuatan-Nya. Laksana wayang di tangan seorang dalang, atau laksana sebuah mobil ditangan seorang sopir. Maka KH. Haderanie H. N. memaparkan sebuah cerita tentang perang Khandaq. Dalam sejarah diriwayatkan bahwa pada waktu Perang Khandaq (Perang Parit) pihak Abu Jahal menyerang kota Madinah yang saat itu dikuasai oleh kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah saw. Abu Jahal datang dengan pasukan yang cukup besar didukung oleh pasukan berkuda. Sedangkan penduduk Islam di Madinah, termasuk para wanitanya hanya berjumlah kurang lebih 3.000 orang. Karena kekuatan yang tidak seimbang, maka dibuatlah sebuah parit sebagai benteng dan senjata, meskipun pada akhirnya belum dapat membendung serangan pasukan musuh. Ketika keadaan kritis, turunlah perintah Allah agar Rasulullah melemparkan segenggam pasir kepada musuhmusuhnya.79 Ternyata setiap biji pasir yang dilemparkan itu mengenai mata
78
Ibid, h. 75 dan 23.
79
Hal ini disebutkan dalam QS. Al-Anfal [8]: 17.
79
setiap pasukan dan kuda-kuda musuh. Dengan demikian pihak penyerang terpaksa lari meninggalkan medan perang. 80 Berdasarkan pemaparan tentang asal-usul pengetahuan, perbuatan dan kemampuan manusia untuk melakukan segala sesuatu, KH. Haderanie H. N. memadukan aspek teologi dan tasawuf. Melalui kedua aspek tersebut diharapkan manusia sadar akan eksistensi dirinya dengan segala kelemahannya yang selalu bergantung pada kehendak dan ketentuan Allah swt. Ahmed Vaezi mengemukakan sebuah ayat al-Quran yang berkaitan tentang kedaulatan Tuhan sebagai berikut:
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), " Aku berada di atas keterangan yang nyata (Al Quran) dari Tuhan-ku, sedang kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik". (QS. AlAn’am [6]: 57).81 Berdasarkan ayat tersebut, umat Islam tidak berhak melegalkan setiap masalah, bahkan ketika mereka berkumpul semua atau melalui perwakilanperwakilan yang mereka tunjuk. Sebab syariat sudah merupakan ketentuan pasti dari Allah. Demokrasi liberal merupakan pemberontakan terhadap 80
81
Haderani H. N., Ilmu Ketuhanan… h. 75.
Depertemen Agama RI, al-Quran Tafsir Perkata Tajwid Kode Angka, Banten: Kalim, 2010, h. 135.
80
otoritas Tuhan. Umat tidak boleh menetapkan suatu hukum dengan merubah hukum Tuhan. Jadi, ketika akan menetapkan suatu hukum, maka terlebih dahulu harus memahami bagaimana pandangan syariat terhadap hal tersebut. 82 5. Penegakkan Hukum, HAM Dan Moral Politik Menurut KH. Haderanie H. N. alam beserta isinya tidak pernah lepas dari hukum Allah, begitu pula manusia. Hukum atau syariat dibentuk dengan tujuan agar terciptanya pola hubungan yang teratur antar sesama manusia, manusia dengan alam, atau manusia dengan Tuhan. ia menyebutkan sebagai berikut: Syariat dari segi bahasa artinya tata-hukum. Disadari bahwa dalam alam semesta ini tidak ada yang terlepas dari apa yang dinamakan hukum. Termasuk untuk manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai hamba Allah, perlu diatur dan ditata, sehingga tercipta keteraturan yang menyangkut hubungan antar manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan Maha Pencipta.83 Namun demikian, pelaksanaan sebuah hukum tidak akan bernilai sempurna jika tidak memahami tujuan hukum itu sendiri. Adapun tujuan hukum menurut KH. Haderanie H. N. adalah kebenaran. Sedangkan dalam mencapainya seseorang haruslah melakukan latihan persiapan batin dan melintasi jalan yang benar. Ia menyebutkan sebagai berikut: Dalam ajaran Islam, melaksanakan aturan dan ketentuan hukum tanpa memahami dan menghayati apa tujuan hukum, maka pelaksanaannya tidak lah memiliki nilai yang sempurna. Orang tua-tua biasa menyebutnya kulit tanpa isi. Tujuan hukum adalah kebenaran, atau dalam istilah Kitab Kuning yang sebenar-benarnya (hakikat). Tujuan adalah kebenaran, maka cara untuk melintasi jalan harus dengan benar pula. Untuk ini harus sudah ada persiapan batin, yakni sikap yang benar. Sikap hati yang demikian tidak akan tampil dengan sendirinya, 82
Ahmed Vaezi, Syi’ah Political…, h. 248-50.
83
Haderani H. N., Ilmu Ketuhanan… h. 7.
81
sehingga perlu adanya latihan-latihan tertentu dengan cara-cara tertentu pula.84 Untuk memahami tujuan hukum dan mencapai sebuah kebenaran tidaklah cukup dengan hanya melatih dan mengerahkan pikiran dan hati semata. Namun ada hal lain yang perlu diperhatikan, yakni aspek perasaan, baik rasa jasmani, rasa rohani hingga rasa nurani. KH. Haderanie H. N. menyebutkan sebagai berikut: Kebenaran bukan hanya terletak pada akal pikir dan hati, tetapi juga pada rasa, yakni rasa-jasmani yang dapat dirasakan dengan rasa pahit, manis, asam, asin dan sebagainya. Ada yang disebut rasa-rohani, yang dapat merasakan gembira, sedih, bingung, kecewa, ceria, dan sebagainya. Dan selanjutnya terdapat pula pada diri manusia yang disebut rasa-nurani, rasa yang penuh cahaya. Tidak terasa pahit atau manis dan tidak pula seperti rasa gembira dan sedih. Di sinilah kebenaran dan di sini pula istana kebebasan, cinta kasih hakiki.85 Berdasarkan pemaparan tersebut KH. Haderanie H. N. bermaksud untuk memadukan aspek fikih politik dan akhlak tasawuf, di mana sebuah hukum ditetapkan bukan sekedar untuk dipraktikkan tanpa memahami hakikat atau tujuan hukum itu sendiri. Oleh sebab itu, aspek intuisi merupakan hal penting agar sebuah hukum dapat diterapkan secara lebih sempurna sehingga mencapai sebuah hakikat kebenaran yang nyata. Selanjutnya KH. Haderanie H. N. memaparkan beberapa naluri dan hajat hidup manusia yang diistilahkannya sebagai hak asasi manusia. Ia menyebutkan sebagai berikut:
84
Ibid, h. 7-8
85
Ibid, h. 10.
82
a. b. c. d. e. f. g.
Menurut para ahli (pakar) kejiwaan, bahwa naluri manusia antara lain: Naluri beragama/berkepercayaan Naluri intelek/intelijensia Naluri budi pekerti/akhlak Naluri keindahan Naluri sex/nafsu birahi Naluri mempertahankan diri Naluri ke-akuan.86 Terkait hajat hidup manusia KH. Haderanie H. N. menyebutkan tiga hajat
hidup sebagai berikut: Selain naluri-naluri yang ada pada manusia, terdapat 3 (tiga) hajat hidup manusia yang paling mendasar, ialah: kebebasan, berkepercayaan dan cinta. Ketiga-tiganya ini dikategorikan sebagai “hak asasi” manusia. Menusia mencintai lawan jenisnya, harta, jabatan, lingkungan, tanah air, alam dan lain-lain, frekuensi cinta yang terlalu tinggi pada salah satu yang dicintai kadang kala bisa mengorbankan bagian-bagian yang lain. Akibatnya bisa pula terjadi mengorbankan orang lain atau benda.87 Dalam pernyataan tersebut KH. Haderanie H. N. mengakui bahwa manusia memiliki hak asasi dalam kehidupannya. Hak-hak tersebut merupakan naluri dasar dan hajat hidup setiap manusia. Tidak ada yang berhak mengambil atau mengingkari hak tersebut karena setiap individu masing-masing memiliki hak yang sama. Namun demikian, terkadang ada saja orang yang menyalahgunakannya sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap orang lain dan kehidupan. Ia menyebutkan sebagai berikut: Bila manusia bisa menempatkannya (hak asasi) sebagai suatu perhiasan pada proporsinya yang tepat, maka semua perhiasan itu akan memberikan cahaya bagi kehidupan. Sebaliknya bila menempatkan bukan pada proporsinya, maka semua hiasan itu, sewaktu-waktu akan membawa bencana dan kehancuran. Karena semua itu adalah hiasan yang datang dari Allah untuk kepentingan manusia, maka seyogyanya 86
Ibid, h. 178.
87
Haderani H. N., Ilmu Ketuhanan… h. 178.
83
manusia mau mengerti kehendak dari Si Maha Pemberi perhiasanperhiasan itu tentang cara penempatan dan penggunaannya.88 KH. Haderanie H. N. memberi perumpamaan hak asasi sebagai suatu perhiasan yang diberikan oleh Allah kepada setiap hamba-Nya. Oleh sebab itu, setiap hamba dituntut untuk menempatkan dan memanfaatkannya dengan benar dan sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Beberapa contoh hak asasi atau hiasan dari Allah yang dipaparkan KH. Haderanie H. N. di antaranya disebutkan dalam pernyataannya sebagai berikut: Sepasang remaja muda mudi, berhak menjalin cinta. Hal itu adalah wajar sepanjang pengertian hiasan Allah untuknya. Allah sebagai Pemberi Hiasan memerintahkan agar keduanya melalui jalur pernikahan, suatu tata cara yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Dalam rangka manusia mewujudkan naluri syahwatnya, tata cara pernikahan itu adalah acara suci (sakral) dalam kehidupan. Bila tata cara ini ditinggalkan, berarti secara langsung atau tidak langsung mengugurkan martabat dan harkat dirinya sendiri. Kecintaan kepada harta, juga suatu hiasan Allah. Tetapi bila keterlaluan, pasti ada pihak lain yang menjadi korban. Terjadinya pemerasan, mengeksploitir manusia untuk kepentingan manusia lain, siasat menyiasati, kadang kala tidak dapat melepaskan diri dari kedustaan dan kebohongan. Bukankah sudah banyak bukti dan kenyataan bahwa sumber dekadensi moral adalah karena mencintai dunia termasuk mencintai diri sendiri, tanpa menghiraukan normanorma hukum dan etik?89 Kedua contoh tersebut merupakan bagian dari hak asasi yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya. Setiap hamba berhak memilikinya, namun tentunya didasari kesadaran akan tata cara penggunaannya yang sesuai dengan ketentuan dan hukum Allah. Maka ketika seorang hamba menempatkan hak tersebut tidak pada tempat dan porsi yang sesungguhnya, berarti ia telah 88
Ibid, h. 179.
89
Ibid, h. 179 dan 207.
84
melanggar hak asasi. Hal ini dapat menyeret kepada keadaan yang bebas tanpa kendali, sehingga ia lupa terhadap hakikat dirinya sebagai hamba. Seperti yang dikemukakan KH. Haderanie H. N. sebagai berikut: Di antara sekian banyak anak-anak manusia telah kehilangan dirinya sendiri dalam samudera keresahan dan ketakutan, si kaya merasa resah bagaimana melestarikan kekayaannya, si miskin merasa keresahan ganda, bagaimana usaha dan upaya untuk menutupi kebutuhan primer dalam keadaan yang sama sekali tidak punya apa-apa. 90 Di saat keadaan memburuk dan manusia kehilangan jati dirinya, justru semakin diperburuk dengan kehadiran para pemimpin yang licik dan berjiwa musang berbulu ayam. Dengan janji manisnya ia berusaha menarik perhatian rakyat untuk mendukungnya mengembalikan hak rakyat. Padahal, ia justru merenggut hak rakyat dengan atau tanpa pengetahuan mereka. Hal ini disebutkan KH. Haderanie H. N. dalam pernyataannya sebagai berikut: Kemudian tampilah dengan gayanya yang khas, pendekar-pendekar sosial, pemimpin dengan dalih menyuarakan hati nurani dan aspirasi masyarakat. Namun pada hakikatnya mereka sendiri terkotak-kotak dalam posisi yang berbeda, sebagian sebagai alat si kaya dan sekaligus mampu memperalat si miskin. Laksana seorang panglima perang yang memaksakan pasukannya maju terus, padahal dia sendiri lari terbiritbirit serentak mendengar letusan mercon di samping rumahnya. Pada kotak yang lain terdapat musang berbulu ayam, atau ya kandang ya babi. Terlihatlah orang-orang sambil ketawa ria berpakaian dinas penguasa menegak khamar kenikmatan, berdiri di atas bangkai-bangkai berserakan. Sungguh sedikit sekali yang berjiwa nabi-nabi. Keadaan inilah yang telah terjadi pada zaman pertumbuhan Shufiyah pada sekitar abad ke tiga Hijrah. Hal demikian bisa saja terjadi pada kurun waktu berikutnya, kini dan masa datang.91 Apa yang disebutkan KH. Haderanie H. N. tersebut telah ia buktikan dalam pernyataannya yang menjelaskan perihal kondisi pemimpin dan 90
Ibid, h. 219.
91
Haderani H. N., Ilmu Ketuhanan… h. 219.
85
birokrasi dalam kehidupan kenegaraan di Indonesia yang berujung pada kemuculan berbagai macam penyakit birokrasi. Hal ini dijelakannya dalam pernyataan sebagai berikut: Mengutip ucapan Bapak Dr. Soehardiman S.E. yang beliau sampaikan pada pembukaan dan peresmian Badan Pengurus Pusat Lembaga Pelayanan Hukum Masyarakat Gerakan Karya Yustita Indonesia, “Mekanisme birokrasi dalam kehidupan kenegaraan selama 20 tahun belakangan ini, memang telah menghasilkan pembangunan ekonomi yang spektakuler dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tetapi hal itu jua membawa dampak negatif, dengan berjangkitnya penyakit birokrasi (birocratic disease) yang tampak pada gejala erosi idealisme, dekadensi moral dan krisis keteladanan. Sinyalimen yang beliau lontarkan itu, tentu atas pengamatan terhadap situasi yang semakin berkembang dalam masyarakat dewasa ini, khususnya terhadap menurunnya nilai-nilai moral, yang oleh beliau diistilahkan dengan “dekadensi moral”.92 Meskipun demikian, KH. Haderanie H. N. juga membenarkan bahwa memang tidak semua pemimpin bersifat dan bersikap seperti itu. Masih banyak pemimpin dan pejabat
yang memang benar-benar
menjalankan dan
menunaikan amanah yang dibebankan kepadanya. Seperti yang dinyatakan KH. Haderanie H. N. sebagai berikut: Di tengah-tengah suara kekhawatiran itu, dengan penuh kebijaksanaan dan dengan suara kebapakan, al-Mukarram K.H. Agus Salim, sesepuh dan Pahlawan Bangsa berujar: “Saya masih banyak melihat polisi-polisi lalu lintas yang berdiri di perempatan jalan, di bawah terik panasnya matahari dengan kucuran keringat, loyalitas tinggi mengatur lalu lintas umum”.93 Kedua paparan yang dikemukakan KH. Haderanie H. N. tersebut tidak bermaksud bertentangan, di satu pihak ia mengharapkan agar tidak terjadi kekhawatiran yang berlebihan, dan di pihak lain ia berusaha menyadarkan 92
Ibid, h. 216.
93
Ibid,.
86
bahwa penyakit birokrasi bukanlah hal sepeleh, sehingga memerlukan perhatian serius dalam penanganannya. Ia menyebutkan dalam pernyataannya sebagai berikut: Kedua bentuk penilaian ini (yang diambilnya melalui pernyataan Soehardiman dan KH. Agus Salim) bukanlah kontraversial. Di satu pihak dengan perumpamaan seorang polisi lalu lintas yang loyal dengan dedikasi terhadap tugas, pengamatan itu pada dasarnya menghendaki jangan sampai terjadi kekhawatiran yang melebihi porsinya. Sedang pada pihak lain yang dengan menonjolkan kekhawatiran adanya demoralisasi itu, pada dasarnya untuk memotivasi masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan. Karena betapapun juga, demoralisasi merupakan parasit dalam tubuh bangsa dan bisa menggoyahkan harkat dan budaya bangsa, melemahkan sendi-sendi pertahanan dan keamanan Negara.94 Keadaan-keadan buruk yang dijelaskan KH. Haderanie H. N. di atas terjadi karena manusia melupakan eksistensi dirinya sebagai makhluk yang memiliki naluri beragama. Kelupaan tersebut menjadikan manusia ingkar dan kufur terhadap semua hak dan keawajiban yang diberikan Allah kepadanya. Ia berusaha keras untuk memenuhi haknya tanpa memikirkan hak orang lain dan kewajiban yang harus ia tunaikan. Hal ini dijelaskan KH. Haderanie H. N. dalam pernyataannya sebagai berikut: Keingkaran adalah sinonim dengan kekufuran. Sekaligus juga sumber dari segala kemaksiatan lahir dan batin. Orang yang ingkar terhadap existensi dirinya sendiri yang memiliki naluri berkepercayaan/beragama yang oleh kalangan ahli jiwa disebut “naturaliter religeusa” (Prof. C. G. Yung). Keingkaranlah yang membuat orang bersikap tidak perduli halal dan haram, semua cara bisa di tempuh asal tujuan tercapai. 95 Ketika seorang hamba jatuh ke dalam jurang keingkaran dan kekufuran, maka sangat sulit untuk kembali ke jalan yang benar. Meskipun terkadang ia 94
Ibid, h. 217.
95
Haderani H. N., Ilmu Ketuhanan… h. 70.
87
terlihat sadar ketika berada pada situasi tertentu atau ketika mempunyai kepentingan tertentu, namun hal tersebut tidak akan melekat pada jiwanya. Ia akan kembali kepada keadaan semula ketika ia lepas dari situasi dan kepentingan tersebut. KH. Haderanie H. N. menyatakan sebagai berikut: Mungkin saja terjadi, seseorang yang ingkar kepada Allah Maha Pencipta, tetapi di satu pihak masih menghormati dan menjaga dengan etika pergaulan dalam masyarakat, berbuat baik kepada sesama, jujur serta sopan. Namun sikap demikian tidak tentu permanen. Di tengahtengah masyarakat yang relatif masih menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etik, seseorang yang ingkar kepada Tuhan akan mampu berintegrasi pada keadaan. Sebaliknya bila berada dalam lingkungan masyarakat yang berprinsip bebas tanpa kendali, satu lingkungan masyarakat yang tidak mengenal makna dan arti moral dan etik sepanjang ukuran agama, orang itu akan cenderung kepada pola hidup barbarisme dengan dalih bahwa kebebasan adalah moral yang paling hakiki.96 Banyak orang yang gemar meneriakkan slogan-slogan HAM yang seakan membuat mereka seperti orang yang berbudi luhur. Berbagai sikap, pernyataan, klaim sebagai pelindung bagi yang tertindas, pelindung bagi ini dan itu, perjuangan melawan arogansi, dan hal lain yang mungkin dijadikan sarana untuk meneriakkan slogan itu. Padahal, jika diteliti keadaan yang sebenarnya, maka mereka tidak berbeda dengan orang yang ditunjukkan oleh Allah dalam ayat-Nya:97
96
97
Ibid,.
Akbar Hashemi Rafsanjani, Social Justice and Problem of Racial Discrimination (Keadilan Sosial: Pandangan Islam Tentang HAM, Hemegoni Barat dan Solusi Dunia Modern), Pent. Anna Farida, Bandung: Nuansa, 2001, h. 51-2.
88
Artinya: “Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad), dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras. Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan”. (QS. Al-Baqarah [2]: 204-205).98 Oleh sebab itu, demi tercipta keteraturan yang menyangkut hubungan antar manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan Maha Pencipta, maka Islam memberikan tatanan hukum syariat yang berasal dari dua sumber utama, yakni al-Quran dan Hadis. Tidak diragukan lagi bahwa al-Quran adalah petunjuk bagi umat manusia dan sebagai pembeda antara hak dan batil. Salah satu petunjuk yang diberikan al-Quran adalah tentang eksistensi manusia dalam perannya sebagai khalifah di muka bumi. Manusia dituntut untuk melakukan perbaikan dan mencegah kerusakan.99 Untuk mendukung usaha tersebut, manusia memerlukan ketenangan batin, sehingga ia dapat merenungkan jati dirinya dan sadar akan arah yang harus ditempuhnya dalam kehidupan dunia ini. Ketenangan ini bisa didapatkan melalui pemahaman terhadap ajaran tasawuf. Sebuah ajaran yang dapat 98
Depertemen Agama RI, al-Quran Tafsir Perkata Tajwid Kode Angka, Banten: Kalim, 2010, h. 33. 99
Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif…, h. 46.
89
mengembalikan manusia kepada pangkal kemanusiannya. KH. Haderanie H. N. menyebutkan dalam pernyataannya sebagai berikut: Sejarahpun membuktikan, bahwa dalam situasi dan kondisi manusia kehilangan dirinya sendiri dan kehilangan arah, maka ajaran tasawuf telah menyuguhkan minuman abadi yang dapat memberikan ketentraman dan ketenangan batin kepada pengikutnya. Dengan ajaran itu, manusia berangsur-angsur kembali ke pangkal kemanusiannya yang memiliki tiga fungsi dalam kehidupan: 1. Fungsi manusia sebagai makhluk pribadi; 2. Fungsi manusia sebagai mahluk sosial; dan 3. Fungsi manusia sebagai hamba Allah swt.100 Semangat inilah yang mendorong KH. Haderanie H. N. untuk terjun ke dunia politik. Dengan konsep tasawuf yang menekankan aspek moral sebagai asas kehidupan, KH. Haderanie H. N. bermaksud untuk menciptakan sebuah iklim perpolitikan yang sopan dan santun, menciptakan politisi yang memahami agama dan komitmen terhadap tugas yang diembannya. KH. Haderanie H. N. melihat politik itu tidak mengenal kawan dan lawan sebab yang ada hanyalah kepentingan. Terkadang satu hari berkawan, di hari yang lain bermusuhan. Maka dengan politik yang ber-akhlakul karimah, sopan dan santun, KH. Haderanie H. N. menekankan bahwa seorang politikus itu harus memahami agama, baik segi syariat, tarekat, dan makrifat, sehingga dalam berpolitik tidak akan berusaha merugikan orang lain. 101 Selama ini politik yang dijalankan oleh sebagian besar politisi adalah menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan, kesuksesan, keunggulan dan sebagainya. Pada saat meraih kesuksesan hingga menjadi pemimpin dan 100
101
Haderani H. N., Ilmu Ketuhanan… h. 219.
Wawancara tatap muka bersama Bapak Samsuri Yusuf pada hari Selasa 30 April 2013 di kediamannya Jl. Yos Sudarso No. 104 Palangka Raya.
90
publik pigur, ibarat orang yang lomba naik pohon pinang, ketika dia sampai di atas, matanya tidak akan ke bawah, setidaknya datar atau bahkan ke atas, menikmati hadiah-hadiah yang bergelantungan, lupa untuk melemparkan sebagian
kepada
pendukungnya,
orang-orang
yang
meninggikannya
posisinya.102 Dengan demikian, peran politik yang dimainkan oleh KH. Haderanie H. N. adalah bagaimana mengislamisai para politisi agar dalam berpolitik berdasarkan nilai-nilai Islam, mendoktrin, menyampaikan pesan-pesan moral, pesan ilahiyah kepada orang seperjuangan dalam kancah perpolitikan.103 Hal senada juga diungkapkan oleh Said Fawzy, bahwa KH. Haderanie H. N. memanfaatkan peran politiknya untuk memberikan nasihat dan pandangan kepada para politisi berdasarkan kacamata Islam, meskipun ia tidak pernah memaksakan pendapatnya karena semua berdasarkan musyawarah dan mufakat seperti yang ditekankan dalam Islam. Ia juga tidak pernah memberikan statement-statement yang meresahkan dan membuat orang lain terprovokasi, sebab ia selalu berada pada jalur-jalur yang telah ditetapkan dalam lembaga.104 Konflik dan perpecahan yang terjadi antara partai politik Islam terjadi berdasarkan beberapa hal, salah satunya etika dan prilaku elit politik yang tidak stabil. Etika pada dasarnya bersumber dari tasawuf, termasuk etika politik.
102
Ibid,.
103
Ibid,.
104
Wawancara tatap muka bersama Bapak Said Ahmad Fawzy Bachsin pada Minggu 19 Mei 2013 di kediamannya Jl. G. Obos Raya No. 31 Palangka Raya.
91
Maka mengamalkan nilai-nilai tasawuf dapat menjadi solusi yang efektif agar suhu perpolitikan Islam tidak mudah memanas dan menyimpang dari tujuan yang sesungghunya. Dalam tasawuf diajarkan beberapa hal menyangkut etika, antara lain sebagai berikut: a. Zuhud, hal ini dapat mematahkan sifat rakus para pemimpin politik yang menginginkan kekuasaan yang lebih; b. Shidqah, hal ini dapat menyetabilkan iklim politik, sehingga para elitnya tidak tenggelam dalam perkataan dan perbuatan yang mengandung unsur kebohongan, fitnah, dan menjelek-jelekkan orang lain; c. Itsar, hal ini akan mengajarkan kepada para elit politik untuk lebih mendahuluka kepentingan orang lain dan tidak memperebutkan perkara duniawi dan pemenuhan hawa nafsu sehingga melupakan kepentingan orang lain. 105 Demikianlah paparan tentang konsep hukum, HAM, dan moralitas politik dalam perspektif KH. Haderanie H. N. Penegakkan ketiga unsur tersebut perlu mendapat kesadaran dan perhatian khusus dari berbagai pihak, baik ulama, pejabat, maupun masyarakat. Dalam pengakkannya pun dituntut agar senantiasa berpedoman pada syariat Islam. Hal tersebut juga dapat didukung dengan pola hidup tasawuf, sebab ajaran tasawuf adalah ajaran yang mengedepankan aspek moral dalam setiap geraknya. Dengan demikian, kembali KH. Haderanie H. N. bermaksud memadukan kedua aspek fikih politik dan akhlak tasawuf, di mana sebuah hukum, HAM,
105
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, Ed. Ī, Jakarta: Kencana, 2003, h. 191-5.
92
dan moral politik harus berasaskan pada al-Quran dan Hadis yang didukung dengan pola hidup bertasawuf. Terkait perkara zuhud Jirhanuddin menjelaskan bahwa konsep zuhud yang dipegang para sufi dapat dikembangkan pada hal-hal yang bersifat fositif, seperti anjuran untuk meninggalkan perkara yang haram, mencari kekayaan dengan cara yang salah (korupsi dan sebagainya), suap menyuap, dan hal-hal lain yang dapat merugikan orang lain. 106 Selanjutnya ia juga mengungkapkan bahwa tasawuf dapat melatih ketajaman batin dan kehalusan akhlak, sehingga terhindar dari sifat-sifat tercela dan senantiasa mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam setiap masalah yang dihadapi.107 Berdasarkan pernyataan tersebut Jirhanuddin memaknai zuhud sebagai sebuah upaya untuk mejauhkan diri dari segala yang tidak bermanfaat. Dengan demikian, setiap bentuk kegiatan yang memiliki nilai manfaat, tidak ada alasan untuk menjauhinya, termasuk dalam perkara politik. Selanjutnya dengan akhlak tasawuf seseorang akan dapat meluruskan akhlak dan menghindarkan diri dari sifat tercela. Adapun Abudin Natta berpendapat bahwa beberapa problematika yang mungkin muncul pada masyarakat modern, di antaranya adalah pola hubungan materialistik yang menjadikan semangat persaudaraan atas dasar iman menjadi
106
Jirhanuddin, Menuju Tasawuf …, h. 16 dan 104.
107
Ibid,.
93
lemah. Segalanya harus berasaskan manfaat material dan mengabaikan pertimbangan akal sehat, hati nurani, kemanusiaan dan keimanan. 108 Jika hal ini terjadi, maka muncullah sikap untuk menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. Akhirnya, kerusakan akhlak tidak dapat dibendung lagi dan akan terus menjalar ke segala bidang, baik ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Untuk mengatasi hal itu, maka salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan mengembangkan kehidupan bertasawuf dan berakhlak. Dengan demikian, aspek lahiriyah dan batiniyahnya pun menjadi stabil dan terkendali.109 Berdasarkan paparan tersebut Abudin Natta menyatakan bahwa tasawuf adalah solusi yang tepat untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat yang kental dengan budaya materialistik seperti sekarang ini. Hal ini sejalan dengan pemikiran KH. Haderanie H. N. yang berusaha menanamkan konsep zuhud dalam kehidupan bermasyarakat dan berpolitik. Seperti yang dijelaskan Samsuri Yusuf bahwa konsep zuhud dalam kehidupan berpolitik benar-benar dipraktikkan KH. Haderanie H. N. Sejak ia terjun ke dunia politik, ia sama sekali tidak mengumpulkan atau meninggalkan harta, tahta dan wanita hingga ia meninggalkan dunia politik.
108
Abuddin Natta, Akhlak Tasawuf…, h. 292-7.
109
Ibid,.