BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran UmumDaerah Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografi dan Monografi 4.1.1.1 Letak Geografi Kabupaten Maluku Tenggara Desa Wab adalah suatu Desa yang merupakan bagian dari Kepulauan Key, Kabupaten Maluku Tenggara. Sebelum penulis memaparkan tentang keadaan Desa Wab maka penulis akan memaparkan secara singkat letak geografi Kabupaten Maluku Tenggara atau Kepulauan Kei yang mana Desa Wab merupakan bagian didalamnya. a. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten maluku tenggara (BAPPEDA Kabupaten Maluku Tenggara 2012) menurut Astronomi terletak antara : 5° sampai 6,5° lintang Selatan dan 131° sampai 131.5° Bujur Timur. Adapun letaknya menurut Geografi dibatasi antara lain oleh : Sebelah Selatan : Laut Arafuru Sebelah Utara
: Irian Jaya Bagian Selatan
Sebelah Timur : Kabupaten Aru Sebelah Barat
: Kota Tual, Laut Banda dan Bagian Utara
Kepulauan Tanimbar. b. Luas Wilayah
38
Luas Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara daratan
1.010,74Km2 dan luas perairannya
4.197,47Km2, dengan luas 3.186,73Km2
c. Iklim Iklim dipengaruhi oleh Laut Banda, Laut Arafuru dan Samudera Indonesia juga dibayangi oleh Pulau Irian Bagian Timur dan Benua Australia di bagian Selatan, sehingga sewaktu-waktu terjadi perubahan. Kabupaten Maluku Tenggara merupakan bagian dari kepulauan Kei yang mana terdiri dari puluhan pulau-pulau kecil, sedang dan besar.Dua buah pulau yang besar yaitu Pulau Kei-Kecil (Nuhu Roa), dan Pulau Kei Besar (Nuhu Yuut).Pulau Kei Besar tanahnya bergunung-gunung, lebih panjang dari Kei-Kecil, dan hanya mempunyai beberapa buah pulau saja. Sedangkan pulau Kei-Kecil meliputi pulau Induk (Nuhu Ten) dan pulau kecil (Nuhu Yanat), sebanyak kurang lebih 30 buah pulau. Nuhu Roa atau Kei Kecil biasa juga disebut dengan “Nuhu Evav”, Nuhu arinya Pulau dan Evav berasal dari Kata “e’ artinya “Tanah” sedangkan vav artinya “Bawah”. Jadi Evav artinya tanah dibawah atau tanah di selatan.
4.1.1.2Gambaran Umum Desa Wab Profil dari desa Wab sebagai lokasi penelitian digambarkan sebagai berikut : 1.
Kedudukan Desa Wab Desa Wab memiliki batas-batas wilayah yaitu : Batas Tanah Wab dengan daratannya seluas 240.00 M2.
39
Sebelah utara berbatasan dengan petuanan Ohoi Tetoat membujur arah barat timur sepanjang kurang lebih 3 Km dari Faralang hingga Watlawar pada tepi barat sungai Sorbai. Batas sebelah selatan membujur arah barat timur kurung lebih 2 Km mulai dari Hoar Mun - Yabran – Yabar lenen – Wat tang Meta hingga Waer Kokot En di tepi sungai Sorbai. Sebelah timur berbatasan dengan sungai Sorbai membujur arah utara selatan sepanjang kurang lebih 9 Km mulai dari Wat lawar hingga Waer Kokot En. Sebelah barat berbatasan dengan Nam Ngil Wowo (Laut Wab) membujur arah utara selatan sepanjang kurang lebih 10 Km mulai dari Faralang hingga Hoar Mun. 2.
Kondisi Demogarfi Jumlah penduduk berdasarkan dataStatistik Kantor Desa Wab adalah 1848 jiwa. Hal ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.1 Jumlah Masyarakat berdasarkan Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Jumlah Jiwa 938 910 1848 Sumber data: Kecamatan Kei Kecil Tahun 2013
Sesuai dengan tabel 4.1 di atas jumlah jiwa pada Tahun 2013 yang paling banyak adalah laki-laki yang mencapai angka 938 jiwa
40
sedangkan perempuan berjumlah 910 jiwa, jadi jumlah masyarakat di desa Wab adalah 1848 jiwa. Tabel 4.2 Jumlah Masyarakat sesuai Agama No 1 2 3
Agama Jumlah Jiwa Islam 256 Kristen katolik 129 Kristen Protestan 1463 Jumlah keseluruhan 1848 Sumber data: Kecamatan Kei Kecil Tahun 2013
Di desa Wab terdapat 3 agama yaitu Islam dengan jumlah jiwa sebesar 256 jiwa, Kristen Katolik jumlah jiwa 129 jiwa, dan Kristen Protestan 1463 jiwa jadi jumlah keseluruhan adalah 1848 jiwa. 3.
Keadaan Sosial Budaya Desa Wab dengan pusat Ohoinya Woma Elnare. Letak Desa Wab berderet-deret dengan arah utara-selatan, pada pesisir barat Kecamatan Kei-Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Tanahnya datar tak bergunung di tambahi berjenis-jenis pohon kayu serta rumputrumputan, letaknya menghadap ke jurusan matahari terbenan di apit Wab Laer (Tanjung Wab dan wat silo). Sepanjang pesisir tampaklah deretan pohon nyiur melambai-lambai di umbus angin, sejauh pandangan mata, lautannya yang tenang namun sering bergelorah silih berganti beriaskan tanaman laut yang indah. Di depannya terbentang gugusan pulau lima (nuhu enlim) serta beberapa pulau lainnya dan sepanjang pantainya terhampar pasir putih yang berkilauan di sinari sang surya, menambah gaiarah hidup
41
penduduknya, memberikan harapan, semangat dan daya juang yang pantang
menyerah
untuk
mempertahankan
dan
menlanjutkan
kehidupannya, membangun Ohoi dan masyarakat Indonesia. Gambaran tentang sosial budaya pada masyarakat adat Kepulauan Kei Desa Wab Maluku Tenggara adalah berkisar pada keadaan Agama dan Kepercayaan Kepada Roh Para Leluhur. Agama yang dianut masyarakat Desa Wab yaitu Agama Islam, Kristen Protestan, dan Kristen Katolik. Kehidupan masyarakat Wab sangat menampakkan kehidupan sebagai masyarakat adat yang sangat kuat.Menurut Bapak Yon Elmas / tua adat (wawancara tanggal 03-07-2013) Pola kehidupan seperti ini dilatar belakangi oleh budaya “ Ain ni Ain” (satu untuk semua) atau juga dengan istilah “Ain ni Fangnan Ain “ (satu sayang satu), dimana nampak dalam kebiasaan ber “YELIM” (memberikan sumbangan sesama dalam bentuk apa saja) dan “MAREN” (gotong royong, kerja sama) baik dalam kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama. Selain adat yang masih berlaku dan terus dipelihara ialah adat perkawinan, sasi laut dan darat (Hawear “sasi” yang dibuat dari janur kelapa), dan apabila ada pelanggaraan yang dilakuakn oleh masyarakat maka hukumannya adalah denda adat berupa sad-sad. Dasar persekutuan di Desa Wab sama halnya dengan seluruh masyarakat Kepulauan Kei dalam hidup bermasyarakat adalah kekeluargaan, kepercayaan dan ekonomi. Menurut bapak Frans
42
Hanoutubun (tua adat) karena pengaruh aspek-aspek tersebut maka rasa bersatu dan solidaritas antar para anggota masyarakat sangat besar. Tiap-tiap individu sangat terikat oleh adat kebiasaan. Solidaritas masyarakat Wab selalu dipupuk dengan semboyan yang ada dalam tubuh masyarakat Kei yaitu “Ain ni Ain” (satu untuk semua) dan juga istilah “Ain ni Fangnan Ain” (satu sayang Satu), tetapi juga dengan semboyan yang berbunyi : “ It besa wu-ut ain meheni ngifun, manut ain meheni tilur “, yang artinya : “ kami adalah telur-telur ikan yang berasal dari seekor induk ikan, atau telur-telur ayam yang berasal dari seekor induk ayam. Adapun makna dari ungkapan
tersebut ialah
bahwa seluruh penduduk atau masyarakat setempat merupakan suatu keluarga besar yang adalah anak cucu dari seorang Ayah dan Ibu “. Semboyan ini mau mengatakan bahwa setiap orang Kei harus hidup bersatu, tolong-menolong dan bergotong-royong dalam menghadapi kesulitan dan tentangan, baik dari dalam maupun dari luar, malah bersama-sama berusaha untuk menghindari adanya perpecahan atau keretakan yang timbul diantara mereka. Rasa kekeluargaan, juga terlihat dalam semangat “Maren” yaitu tolong-menolong, dan gotong-royong.Contohnya : Pada sistem perkawinan, harta kawin menjadi tanggung jawab bersama yang dibebankan kepada setiap anggota kepala keluarga dari mata rumah atau marga yang bersangkutan. Jadi tidak dibebankan kepada orang tua atau sanak-saudara kandung laki-laki
43
saja tetapi pada satu marga yang dipikul oleh laki-laki tersebut, dengan demikian maka beban harta kawin yang besar jumlahnya akan terasa ringan. Sebaliknya harta kawin yang diterima oleh pihak perempuan disimpan sebagai modal untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan yang bertalian dengan masalah atau kesulitan-kesulitan lainnya yang dihadapi mata rumah atau marga tersebut. Suatu cara berburu binatang yang disebut Ste-e dimana masyarakat setempat
membentuk
kelompok-kelompok
atau
rombongan
berburu yang terdiri dari laki-laki dewasa dalam jumlah yang besar, pemburuan dibantu dengan kawanan anjing berburu. Hasil berburu ini diberikan untuk membantu masalah atau acara-acara besar Desa yang menyangkut kepentingan umum dan dibagikan pula kepada rombongan berburu, besarnya hasil berburu disesuaikan dengan jasa. Misalnya seorang penembak seekor babi atau rusa , kepadanya diberikan kaki kanan bagian depan yang disebut Wisngar. Pemilik anjing berburu mendapat leher yang disebut Un. Selain pembagian khusus ini, mereka juga memperoleh bagian yang sama dengan pembantu-pembantu yang lain. Perbuatan diatas selalu dihubungkan dengan kepercayaan atau religi dimana orang harus memenuhinya, karena itu diberlakukan sejak dari leluhur. Tolong-menolong dalam waktu mendirikan rumah, membuat kebun, membuat jembatan, serta memungut hasil panen. Baik laki-
44
laki maupun perempuan memiliki peran yang sama dimana mereka harus saling bahu-membahu dalam melakukan suatu pekerjaan.
4.2 Gambaran Umum Hukum Adat 4.2.1 Hukum Adat Kei Hukum adat sebagai pencerminan falsafah hidup masyarakat Kei yang pada awalnya mulai muncul dalam perjalanan sejarah yang panjang secara lisan. Dalam perkembangan selanjutnya hukum adat ini telah dibukukan, berdasarkan pada penuturan – penuturan para tokoh – tokoh adat, sebagai bagian dari sistem formil dan tersusun secara juridis. Hukum adat Larwul Ngabal menurut hasil wawancara tanggal 03-07-2013 dengan Bapak Yon Elmas (Tua Adat) dipandang sebagai perintah dan dilakukan sesuai adat - istiadat yang ada di Kepulauan Kei sejak Nenek Moyang dengan peraturan – perturan yang telah ditetapkan oleh leluhur dalam bentuk hukum adat. Hukum adat ini diakui oleh daerah setempat secara lisan maupun tulisan. Hukum adat Larwul Ngabal adalah perpaduan dari hukum – hukum adat yang telah dianut oleh masyarakat Kei sejak dahulu antara lain : (a) Hukum Nevnev, (b). Hukum Hanilit, (c). Hukum Balwirin. a. Hukum Nevnevadalah hukum yang mengatur pelanggaraan terhadap tindakan kejahatan, masalah kriminalitas. Pada hukum ini terdapat 7 larangan, yang dikenal dengan sebutan: Sasa Sorfit Hukum Nevnev, yakni:
45
1) Mu’ur nar-Hebang haung: larangan membicarakan kekurangan dan kelebihan orang lain tidak dihadapannya, serta merencanakan kejahatan terhadap orang lain. 2) Skut fngahir-suban med: larangan membenci dan memcemburui orang lain serta menyumpai orang lain. 3) Rasung smu-Rudang dad: meracuni sesama dengan racun dan dilarang membunuh sesama dengan menggunakan sihir. 4) Kev bangil: larangan memukul sesama 5) Tev ahai, fan-sung: tavat, melempar, menombak, memanah, menusuk, menikam sesama. 6) Fedan na-Tetat vanga: larangan membunuh, memotong dan memancung kepala orang lain. 7) Tivak, Luduk fo vavain: larangan menguburkan, menenggelamkan orang lain secara hidup-hidup. b. Hukum Hanilit, yaitu hukum yang mengatur tata krama pergaulan antara pria dan wanita. Hukum ini memberikan perhatian pada segi moralitas dan etika. Ada 7 larangan pada hukum ini, yang disebut “Sasa Sorfit Hukum Hanilit”, yaitu : 1) Sis, af, larangan bersiul: mendesis dan melambaikan tangan kepada wanita. 2) Kifuk mat ko: larangan bermain mata dengan wanita. 3) Kis kafir, Temar U: larangan mencubit, mengorek wanita dan mengayun busur bila berjalan dengan wanita.
46
4) A lebak, humka voan: larangan memeluk dan mencium wanita. 5) Tod es: menarik wanita secara paksa dan memperkosa. 6) Marvuan fa ivun: menghalimi wanita di luar nikah. 7) Man’u marai: larangan melaksanakan kawin lari serta merampas isteri orang. c. Hukum Hawear Balwirin, adalah hukum adat yang mengatur hak pemilikan seseorang atau kelompok. Pada hukum ini terdapat 7 larangan, yang disebut dengan Sarsit Hawear Balwirin. 1) Varyatad sa: larangan mengingini barang orang lain. 2) Tafbor: larangan mencuri. 3) It kulik afa Borbor: larangan menyimpan barang curian. 4) It ba maren, it dad afa waid: larangan hadir dalam kegiatan orang lain tanpa ikut kerja. 5) It leik hira ni afa, tef en tna il: Menemukan milik orang lain dan tidak mau mengembalikanya. 6) It lavur hira ni afa: larangan merusak hak milik orang lain. 7) Taha kuuk umat lian rir welmat: Kita menahan dan tidak mau memberikan upah orang lain dengan adil dan benar. Dasar hukum ini adalah Hukum Larwul Ngabal, kemudian dipadukan dengan Hukum Nevnev, Hukum Hanilit, Hukum Hawear Balwirin. Menurut Ter Haar, hukum adat Larwul Ngabal dikelompokan kedalam rumpun hukum adat di Ambon dan Maluku Selatan (Seram, Banda, Aru dan Tanimbar).
47
Hukum adat Larvul Ngabal (Lar = darah, wul = merah, jadi Larwul Ngabal adalah darah merah; Nga = tombak, Bal = bali, jadi Ngabal adalah tombak dari bali) terdiri dari 7 pasal yaitu : 1.
Uud entauk na atvunad: Kepala kita bertumpu pada tengkuk kita
2.
Lelad ain fo mahaling: Leher dan keselamatan manusia harus dijunjung tinggi.
3.
Uil nit envil rumud: Kulit membungkus tubuh kita.
4.
Lar nakmod na rumud: darah tertutup dalam tubuh.
5.
Rek fo kilmutun: perkawinan hendaklah pada tempatnya agar tetap suci dan murni.
6.
Marfuan fo mahiling: tempat untuk perempuan dihormati dan diluhurkan.
7.
Hira ni fo ini, it did fo it did: milik orang tetap milik mereka, milik kita tetap milik kita. Didalam pasal lima dan enam yang mengatur mengenai
perkawinan dan tempat bagi perempuan disucikan. Ini merupakan aturan – aturan untuk menjaga dan menjamin kesusilaan, kehormatan dan kemulian pergaulan umat manusia dengan menempatkan kaum perempuan sebagai pihak yang sangat dihoramati dan dihargai. Maka dari hukum adat yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa perkawinan antara dua manusia yang mana secara hukum adat pun diatur. Terutama untuk larangan – larangan perkawinan yang memang melanggar hukum adat itu
48
sendiri salah satunya kawin Lari, maka akan diberikan sanksi –sanksi yang diputuskan dalam sidang adat. Hukum ini masih dianut sampai saat ini dan dijadikan sebagai landasan berpijak oleh seluruh masyarakat Kei. Sebagai wujud mengabadikan hukum ini, guna dipelihara dan dipatuhi oleh masyarakat, maka oleh pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara dibangun gedung pertemuan yang dinamakan “Larwul Ngabal” sedangkan Maluku Tenggara dinamakan juga sebagai Kota Beradat.
4.2.2 Sistem kekerabatan pada masyarakat Kei Sistem kekerabatan yang ada di masyarakat Kei menganut sistem patrilineal (kebapaan), maka menurut hasil wawancara tanggal 10-07-2013 dengan bapak Frans Hanoatubun (tua adat) menyebutkan ada sistem kekeluargaan atau kekerabatan dalam masyarakat Kei itu sendiri yang masih ada dan diberlakukan oleh tiap-tiap desa yaitu sebagai berikut : 4.2.2.1 Yan Te Istilah bahasa Kei “ Yan Te “ adalah kependekaan dari yanyanat dan teten. Yanyanat berarti anak – anak dan Teten berarti orang tua. Jadi istilah Yan Te lebih menunjukkan kepada satu persatuan yang terdiri atas suami – isteri dan anak – anak yang disatukan dalam suatu perkawinan. Keluarga di Kei di bentuk menurut prinsip Patrilinineal, yang artinya setiap keluarga dilihat berdasarkan garis keturunan bapa. Jadi semua anak mengambil nama marga dari bapaknya. Sistem kekerabatan yan te
49
ini juga masih dipraktekan di Desa Wab, dimana semua anak menggunakan keturunan dari bapak. Budaya patriarki yang dianut oleh masyarakat ini juga berlangsung dalam seluruh akrtivitas budaya mereka.
4.2.2.2 Fam Dalam bahasa Kei fam dipahami sebagai mata rumah yang merupakan satu kelompok kerabat, bersifat universal dan berdasarkan prinsip – prinsip patrilineal serta partilokal. Bentuk kekerabatan ini berdasarkan adanya pertalian darah atau keturunan yang luas. Satu fam dicirikan oleh satu nama yang umum, yang diambil alih oleh wanita yang kawin kedalamnya dan oleh budak- budak yang menjadi anggota dari fam itu. Seorang wanita yang meninggalkan famnya pada waktu perkawinan, sama seperti seorang laki – laki yang kawin tanpa membayar harta kawin (Vilin), dan sama seperti budak yang bergantian majikannya. Mereka mengambil nama dari keturunan yang dimasukinnya. Setiap fam atau marga pasti memiliki “mata rumah”, serta peran dan fungsinya masing – masing, contohnya di Desa Wab (Lokasi Penelitian) memiliki 11 mata rumah yaitu : a.
Jamngangun nama mata rumah Rahan Dengil.
b.
Efruan nama mata rumah khotib atau ohortib.
50
c.
Rahakratat, Hanoatubun, Raubun, Sablohoubun, dan Lakesubun ke 5 marga tersebut mempunyai nama satu mata rumah yaitu Ubvan atau Felaw.
d.
Inuhan nama mata rumah Yarmas.
e.
Jamlean nama mata rumah Hernar.
f.
Lowaer nama mata rumah Sarwe.
g.
Kadmaerubun nama mata rumah Korbib.
h.
Kadtabalubun nama mata rumah Korbib.
i.
Elmas nama mata rumah Yaan.
j.
Warbal nama mata rumah Tukyar.
4.2.2.3 Rahanyam Dan Yanur Mangohoi Fungsi dan peran dari rahanyam dan yanur mangohoi akan terlihat dalam urusan perkawinan. Kata rahanyam yang merupakan kependekan dari kata rahan yang artinya rumah dan yaman artinya bapa. Jadi secara harafiah rahanyam berarti rumah bapa (kelompok keturunan sedarah dari bapa). Istilah yanur mangohoi terdiri dari dua kata yakni mang yang berarti orang dan ohoi yang berarti kampung. Jadi mangohoi berarti orang kampung. Istilah yanur mangohoi merupakan kependekan dari kata yanan yang berarti anak – anak dan uran yang berarti saudara perempuan. Istilah ini menunjukkan pada anak perempuan yang telah kawin keluar kampung. Sistem kekerabatan rahanyam dan yanur mangohoi sampai
51
saat ini masih dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat Kei, khususnya di Desa Wab. Contohnya yang penulis temukan pada saat penelitian yaitu perkawinan dari seorang anak perempuan dari keluarga Hanoatubun yang mana sebelum perkawinan ini dilakukan maka dikumpulkan keluarga rahanyam dan yanur mangohoi dalam suatu pertemuan adat untuk membicarakan perkawinan tersebut, baik menyangkut mas kawin (mahar) dan penentuan tanggal perkawinan.
4.2.2.4 Koi Maduan Kekerabatan yang masih dipertahankan di Kei dan hampir sama dengan hubungan antara yanur dan mangohoi, ialah sistem kekerabatan Koi Maduan. Secara harafiah maduan berarti tuan atau pemilik. Jadi orang yang disebut maduan yaitu pihak yang memberikan bantuan, sedangkan pihak penerima bantuan disebut koi atau mardu, yang secara harafiah berarti bawaan atau abdi. Koi Maduan terjalin dalam satu fam atau marga, dalam hal ini fam atau marga yanur (bapak). Kepala fam atau marga sebagai maduan terhadap semua anggota fam atau marganya, fungsi dan tanggung jawab maduan terhadap anggota marganya dalam menyelesaikan suatu persoalan. Contohnya ada salah satu kasus patah pena yaitu seorang lelaki menghamili seorang perempuan yang statusnya masih bersekolah dan untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka maduanlah yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan dalam sidang adat. Pihak laki – laki yang diwakili maduan akan menyerahkan harta.
52
Tipe hubungan koi maduan yang terjalin antara seorang budak dan majikan keduanya mempunyai kesamaan, yakni bahwa maduan berkuasa mutlak atas bahawannya dan sebaliknya bawahannya harus taat secara mutlak kepada maduannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kekerabatan ini mengandung dua komponen yaitu atasan dan bawahan dan tipe hubungan antara dua komponen ini adalah, dari dua pihak atasan menguasai, mengatur, menuntut hak dan tanggung jawab atas kepentingan bawahannya. Sedangkan bawahan tunduk dan taat, mempercayakan diri kepada atasannya, melayani kebutuhan atasannya. Tetapi ini di berlakukan di Kei Besar yang masih memakai kasta dalam kehidupan mereka.
4.2.2.5 Pela Bentuk dari kekerabatan tradisional di Kei ialah pela atau biasa disebut juga dengan Pela darah, Pela makanan. Kekerabatan ini semata – mata suatu perjanjian persahabatan antar satu kampung dengan satu atau beberapa kampung lainnya. Keistimewaan dari bentuk kekerabatan ini adalah bahwa kedua belah pihak dalam perjanjian ini mempunyai hak yang sama untuk memberi dan mengambil barang milik patnernya, dengan begitu tipe relasi “tuan – budak” atau “atasan – bawahan” tidak terdapat dalam kekerabatan pela. Dalam sistem kekerabatan pela ini, perkawinan dilarang antar kampung yang menjalin hubungan pela darah (contohnya antara Wab – Taar). Karena sistem kekerabatan pela ini
53
dianggap sebagai hubungan persaudaraan, oleh karena itu maka ada kesepakatan untuk tidak saling mengawini. Sedangkan pela makanan contohnya Wab dan Watran mengadakan perjanjian pela, adapun wujud bentuk kekerabatan Desa yang berpela bisa mengambil barang milik Desa pelanya. Misalnya : jika warga Wab pergi ke Desa Watran maka bisa pergi mengambil Ayam, Babi, Kambing, Anjing, Kelapa, Pisang. tanpa meminta izin pemiliknya, karena jika dilarang dampaknya atau kepercayaannya adalah orang tersebut akan terkena penyakit dan babi akan memakan semua hasil dikebun.
4.2.3 Penerapan
Hukum
Adat
Larwul
Ngabal
dalam
kehidupan
Masyarakat Kei. Adapun aturan – aturan didalam hukum adat Larwul Ngabal, dan penerapan hukum adat Larwul Ngabal tersebut berlaku dan diterapkan untuk semua masyarakat Kei. Salah satunya yang penulis angkat sebagai contoh nyata yaitu perkawinan di masyarakat Kei. Sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntunan globalisasi, tetapi adat perkawinan yang masih ada di kehidupan masyarakat Kei sampai sekarang penerapannya berlaku untuk masyarakat Kei. Berdasarkan wawancara penulis pada tanggal 11-07-2013 dengan Bapak A Hanoatubun (Tua Adat) bahwa perkawinan menurut hukum adat Larwul Ngabal, memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
54
masyarakat. Karena perkawinan yang dilakukan berdasarkan adat Larwul Ngabal sehingga perkawinan yang diberlangsungkan antara dua insan yang saling mencintai selalu memiliki pandangan yang baik di tengah masyarakat khususnya masyarakat Kei. Adapun pandangan menurut Bapak Yali Yalmaf Tokoh
Masyarakat
(wawancara
pada
tanggal
04-07-2013)
bahwa
perkawinan menurut hukum adat Larwul Ngabal memiliki nilai tersendiri terlebih khusus pada kebahagiaan kedua pasangan. Sedangkan menurut pandangan berdasarkan wawancara tanggal 12-07-2013 dengan Bapak Piter Efruan (Tua Adat) bahwa perkawinan menurut hukum adat Larwul Ngabal adalah bagian yang tidak dapat dilepas pisahkan dari kehidupan mereka, mengapa ia mengatakan demikian karena masyarakat Kei sudah terlahir dengan budaya serta hukum adat yang ada sehingga perkawinan berdasarkan hukum adat Larwul Ngabal merupakan bagian yang penting ketika seseorang akan menikah. Hal ini disebabkan karena perkawinan tidak menyangkut suami dan istri tetapi juga hubungan dengan keluarga, masyarakat umum dan orangorang yang telah meninggal. Perkawinan dalam perikatan adat ialah perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang bersangkutan. Akibat hukum itu telah ada sejak sebelum perkawinan terjadi, yaitu misalnya dengan adanya pelamaran sebelum perkawinan. Setelah terjadi perkawinan maka timbul hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang tua (termasuk anggota keluarga/kerabat) menurut hukum adat setempat, yaitu dalam pelaksanaan upacara adat dan selanjutnya dalam peran serta
55
membina dan memelihara kerukunan, keutuhan dan kelanggengan dari kehidupan anak-anak mereka yang terikat dalam perkawinan. Dengan demikian, maka suatu perkawinan tanggung jawabnya berat sebab suami dan isteri selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan keluarganya, juga terhadap orang banyak (masyarakat) dan Tuhan. Menurut penuturan Bapak Frans Hanotubun / Tua Adat (tanggal 1007-2013) Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sakral, luhur dan suci di mana mempertemukan dua manusia yang sudah saling mengenal atau pun belum saling mengenal dalam membentuk keluarga. Sedangkan menurut bapak Yon Elmas (Tua Adat, tanggal 03-07-2013)dalam perkawinan masyarakat Kei tujuannya untuk mencari keturunan dan memperbanyak kerabat atau marga dalam suatu keluarga karena masyarakat Kei memiliki sistem kebapaan yang mana anak
akan meneruskan garis marga dari
bapaknya. Sahnya suatu perkawinan menurut masyarakat Kei, perkawinan itu sah apabila adanya persetujuan dari kedua orang tua pihak pria dan pihak wanita, sah apabila hukum adat dalam perkawinan itu telah selesai dilaksankan dan sah perkawinan menurut
penganut agamanya masing-
masing. Menurut hukum adat masyarakat Kei syarat perkawinan walaupun sudah dewasa seorang pria dan seorang wanita tidak bisa menyatakan kehendaknya untuk melakukan perkawinan tanpa persetujuan orang tua masing-masing kedua
belah
pihak. Sedangkan
56
perkawinan dalam
masyarakat Kei ada larangan-larangan yang mengantur suatu perkawinan yaitu sebagai berikut : 1. Di larang menikah dengan satu garis keturunan ke bawah yaitu saudara sekandung. 2. Di larang menikah dengan saudara dari 1 keturunan Ayah, yaitu saudarasaudara dari ayah yang baik itu anak dari saudara perempuan dari ayah. Contohnya melarang untuk kawin antara Saudara sepupu yang pihak ayah beradik kakak, Saudara sepupu yang pihak ibu beradik kakak. 3. Di larang menikah dengan paman atau bibi, atau sudah berpangkat contohnya saudara ayah atau ibu atau pun saudara dari kakek dan nenek yang mana uda garis keturunannya satu. 4. Di larang menikah dengan sesama clan atau kerabat marga (satu marga). 5. Ada juga Larangan perkawinan Beda Kasta Perkawinan yang mana terjadi di kalangan masyarakat Kei khususnya perkawinan antara MelRen, Mel-Ri, Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dari kelas MelMel (orang bangsawan) dengan wanita dari kelas Ren (orang kalangan menengah) atau Ri (orang kalangan bawah atau budak) dan sebaliknya di larang. Walaupun hidup orang Kei merupakan sistem kekerabatan tetapi di dalam kehidupan ketika perkawinan beda kasta maka tidak direstui atau dilarang karena melanggar tatanan budaya yang ada pada masyarakat Kei.
57
Macam-macam perkawinan masyarakat Kei menurut bapak Yon Elmas (Tua Adat, tanggal 03-07-2017) yang mana sering terjadi di kalangan masyarakat Kei yaitu : 1. Meminang. Dudung ngail (meminta, memohon secara terhormat), hab sol vel taan(meminang secara terhormat dengan menyandang tempat tuak/arak dan talam yang berisi harta), lenan reet fid (meminang secara hormat dengan melalui tangga atau pintu rumah). 2. Marfuan Fo ivun (menghamili di luar nikah). Perkawinan yang terjadi atau hamil di luar nikah, yang mana perkawinan ini bisa juga di lepas setelah pria tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Dan perbuatan itu cukup di ganti dengan pembayaran harta buang terhadap wanita yang dihamilinya. 3. Manu Marai “Kawin Lari” (lari bersama). Perkawinan kawin lari atau lari bersama, perkawinan yang dilakukan atas dasar cinta dan kemauan bersama antara pria dan wanita biasanya terjadi ketika tidak ada persetujuan dari masing-masing orang tua kedua belah pihak atau keduanya telah melakukan kesalahan, wanita sudah terlanjur hamil dan takut memberitahukan kepada orang tua akhirnya mereka mengambil jalan pintas dengan cara kawin lari tersebut. 4. Beda Kasta. Perkawinan yang terjadi antara kasta tinggi (mel-mel), kasta sedang (ren), dan juga kasta bawah (ri atau ariri).
58
4.2.4 Perkawinan Kawin Lari di Daerah Penelitian Berdasarkan wawancara pada tanggal 04-07-3013, Penulis dengan Bapak Jhon Rahakratat (Tokoh pemerintah) bahwa suatu perkawinan lari dilakukan berdasarkan pada suatu susunan, atau cara untuk melakukan pelarian, pertama adalah waktu yang ditetapkan secara bersama, biasanya pada waktu malam. Pada saat yang ditentukan, perempuan biasanya memberikan alasan ingin berkunjung ke rumah teman atau tetangganya dari situlah pria tersebut telah menunggunya ditempat yang telah ditentukan atau disepakiti bersama. Wanita yang dibawa pergi biasanya diamankan kerumah saudara dari pihak pria yang menyetujui jalinan cinta mereka. Menurut Bapak Wenan Raubun (Tua Adat, tanggal 05-07-2013) yang mana mengemukakan kawin lari adalah perkawinan yang terlarang dan sangat bertentangan dengan Hukum Adat Larwul Ngabal, dan dilakukan tanpa jalur meminang. Bentuk perkawinan kawin lari menurut bapak Yon Elmas (Tua Adat, tanggal 03-07-2013), merupakan cara yang lazim dan umum di kalangan masyarakat adat kepulauan Kei Maluku Tenggara khususnya Desa Wab, untuk memperoleh seorang istri. Kawin lari dipandang oleh masyarakat sebagai kurang terhormat, atau melanggar adat karena sahnya perkawinan harus sesuai dengan syarat, kriteria, dan aturan adat yang berlaku (melalui masuk minta atau meminang). Kawin Lari dikalangan masyarakat desa Wab pada umumnya dikenal dengan dua bentuk perkawinan lari, yaitu sebagai berikut :
59
1. Kawin lari bujang dan bujang (Manu) Rencana untuk kawin lari antar bujang dan bujang, diatur secara diam – diam dan atas dasar kemauan dari pihak pria dan wanita yang status hubungan mereka berpacaran, ini dilakukan karena orang tua dari pihak perempuan atau pun orang tua dari pihak pria belum mengizinkan untuk kawin. Kecenderungan lain, karena orang tua keluarga wanita menolak lamaran keluarga pria, atau keduannya telah melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan norma – norma adat. Maka bujang pria mencari jalan terobosan dengan persetujuan dari bujang wanita, yaitu melalui kawin lari. Cara untuk melakukan pelarian, pertama adalah waktu yang ditetapkan secara bersama, biasanya pada waktu malam. Pada saat yang ditentukan, perempuan biasanya memberikan alasan ingin berkunjung ke rumah teman atau tetangganya dari situlah pria tersebut telah menunggunya di tempat yang telah ditentukan atau disepakiti bersama. Wanita yang dibawa pergi biasanya diamankan kerumah saudara dari pihak pria yang menyetujui jalinan cinta mereka. Usaha mencari wanita tersebut, sasaran utama adalah rumah keluarga pria dan dengan cara yang cukup kasar, sambil melakukan pertengkaran dan kata – kata ejekan atau makian untuk mampu mempermalukan pihak keluarga pria. Hal ini dilakukan sebagai bukti tidak menyetujui cara yang dilakukan pihak pria, sebab dianggap telah mempermalukan keluarga perempuan dan walaupun kawin lari tersebut
60
ada kesepakatan dari perempuan. Tindakan yang emosional itu, seringkali terjadi pada saat dilaksanakan upacara perkawinan dengan melalui tindakan fisik. Kawin lari mengandung konsekuensi yang sangat besar, seperti melipat gandakan permintaan mas kawin, mendapat sanksi adat, atau orang tua akan memutuskan hubungan kekeluargaan sebagai orang tua dan anak. Dalam situasi demikian peran kepala marga sangat diharapkan untuk mencari jalan penyelesaian atau solusi untuk kesepakatan dan perdamaian. 2. Kawin lari bujang pria dan isteri orang (Marai) Perkawinan kawin lari yang dilakukan oleh bujang pria dan istri orang, dimana perkawinan inilah yang paling banyak menimbulkan masalah, karena sudah melakukan kesalahan yang sangat bertentangan dengan adat. Walaupun wanita atau istri orang tersebut melakukan tindakan kawin lari dengan pria bujang atas alasan – alasan yang kuat, contohnya : suaminya sering memukulinya, suaminya berselingkuh dengan perempuan lain atau bahkan kebutuhan ekonomi yang tidak terpenuhi dalam keluarganya. Maka perempuan tersebut lebih memilih seorang bujang pria sebab lelaki tersebut punya jabatan atau mampu secara material. Kawin lari tipe ini, maksudnya bukan untuk mempermudah urusan pihak yang berkepentingan tetapi akan menimbulkan penekanan didalam kehidupan pihak-pihak tertentu seperti keluarga. Dimana hal tersebut
61
akan menjadi malapeta bila ketentuan – ketentuan penyelesaian tidak berjalan dengan baik
dan syarat – syarat pembayaran,
mas kawin
sebagai kewajiban pihak keluarga pria harus dilipat gandakan. Bahkan dengan pertimbangan untuk memberatkan pihak pria dalam penyelesaian. Harta kawin adalah sejumlah harta benda yang diberikan oleh keluarga pria untuk keluarga wanita, besar kecilnya mas kawin berbeda – beda, sering ditetapkan sesuai perkara yang dihadapi dan ditetapkan sesuai kedudukan, kepandaian.
4.3 Hasil Penelitian terhadap 8 kasus pasangan Kawin Lari Melalui penelitian ini, diperoleh data bahwa dalam periode tahun 20072013 terdapat 8 pasangan yang telah melakukan perkawinan kawin lari. Tabel 4.3 Profil Umum Pasangan Kawin Lari No
1 2
Nama Pasangan Kawin lari Nama Nama Suami Istri Ri In Fn Nn
Usia
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
37/32 40/38
Islam / Kristen Protestan Kristen Protestan/ Kristen Katolik Kristen Protestan/ Kristen Protestan Kristen Protestan/ Kristen Protestan Kristen Protestan/ Kristen Protestan Kristen Katolik / Kristen Protestan Kristen Protestan /Kristen Protestan Kristen Protestan/ Kristen Protestan
SMA / SMA S1/ SMA
Petani PNS / IRT
SMA / SMA
Petani
SMP / SD
Petani
SMA / SMA
Petani
SMA / SMA
BB / IRT
SMA / SMA
Petani / IRT
SMA / SMA
Petani / IRT
3
Nk
Sn
30/26
4
Ed
My
26/14
5
Jh
Ah
18/17
6
Tn
Sk
30/28
7
Ck
Ds
21/18
8
Yr
Rt
18/ 17
Pada penelitian ini jumlah responden yang diteliti berjumlah 8 pasangan. Dimana setiap pasangan kawin lari memiliki umur yang berkisar 62
dari 17 – 40 tahun, sedangkan agama yang diyakini yaitu agama Islam 1 orang, Kristen Katolik 2 orang, dan Kristen Protestan 13 orang. Tingkat pendidikan subjek penelitian adalah SD sebanyak 1 orang, SMP 1 orang, SMA 13 orang, dan S1 1 orang. Pekerjaan dari para responden pasangan kawin lari adalah petani, PNS, buruh bangunan (BB), dan ibu rumah tangga.
4.3.1 Penyebab atau alasan melakukan kawin lari. a. Pasangan Suami Istri Ri – In Ri berumur 37 Tahun, beragama Islam, pendidikan Ri adalah SMA dan bekerja sebagai petani. Sedangkan In berumur 32 Tahun, beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir In adalah SMA, ia juga seorang ibu rumah tangga. In merupakan istri dari Ls tetapi pada saat In berkunjung ke Desa tetangga untuk melakukan silaturahmi dan dari situlah mereka bertemu dan menjalin hubungan sekitar 3 bulan. Dengan kondisi rumah tangga Ls dan In yang sering di tinggal pergi oleh Ls, sehingga In sangat tersiksa baik lahir maupun batin. In juga selalu meluangkan waktu untuk bertemu dengan Ri, oleh karenanya In tidak sanggup lagi untuk melanjutkan kehidupan rumah tangganya dengan Ls, akhirnya Ri dan In bersepakat untuk melakukan perkawinan kawin lari pada Tahun 2007. Dengan alasan bahwa Ri ingin cepat berumah tangga dan takut kehilangan In, maka atas dasar saling mencintai dan mau membina rumah tangga yang lebih baik lagi dari perkawinan In dan Ls suaminya. Sedangkan penyebab yang lebih konkrit lagi bahwa In masih
63
berstatus istri orang, tidak bisa diceraikan sesuai Hukum Adat dan Agama, takut pada keluarga maka tindakan kawin lari ditempuh oleh Ri dan In. b. Pasangan Suami Istri Fn – Nn Fn adalah seorang lulusan program studi Fisika S1 dan bekerja sebagai PNS, umur Fn 40 Tahun, beragama Kristen Protestan. Sementara itu Nn berumur 38, beragama Kristen Katolik, pendidikan Nn adalah SMA dan belum berkerja. Mereka bertemu pada waktu Fn pindah dan bertugas kembali di Kota Tual, dan Fn sering pulang ke Desa Wab sebagai kampung halamannya. Fn dan Nn merupakan saudara sepupu dengan kedekatan itulah mereka menjalin hubungan. Menurut pengakuan Fn, semula hubungan mereka akan baik – baik saja, tetapi lama kelamaan saling jatuh cinta. Fn dan Nn dipanggil dari mata rumah atau saniri untuk memutuskan hubungan mereka, karena diantara mereka ada ikatan persaudaraan yang terlalu dekat yaitu merupakan satu klaim atau marga. Fn terus berusaha menyakinan keluarganya tetapi usahanya hanya sia – sia, dan akhirnya Fn dan Nn tetap melanjutkan hubungan mereka dengan melakukan kawin lari pada tahun 2007, walaupun keluarga besar atau marga Hanoutubun tidak menyetujui. c.
Pasangan Suami istri Nk – Sn Nk berumur 30 Tahun, beragama Kristen Protestan, pendidikan Nk adalah SMA. Nk tidak memiliki pekerjaan tetap, sedangkan Sn berumur 26 Tahun, beragama Kristen Protestan, pendidikan akhir adalah SMA, Sn belum bekerja. Nk dan Sn bertemu dalam Organisasi Gereja yaitu
64
Angkatan Muda. Semula Nk dan Sn hanyalah teman biasa dalam organisasi tersebut tetapi ada dorongan – dorongan untuk cepat berumah tangga dari pihak teman dan juga keluarga Nk. Pada saat itulah Nk berani mengungkapkan perasaannya dan ingin berumah tangga tetapi hal tersebut mendapat tantangan dari keluarga Sn karena Nk bukanlah tipe idaman anak mantu mereka karena Nk tidak memiliki pekerjaan tetap. Dari pengakuan Nk, bahwa Sn juga tidak mempermasalahkan statusnya dan tetap menjalin hubungan dengan Nk walaupun Sn sudah dimarahi oleh keluarganya. Akhirnya pada Tahun 2008 dengan banyak pertimbangan Nk, dan juga atas persetujuan keluarga dari Ayahnya Nk dan Sn lalu sepakat untuk kawin lari. d. Pasangan Suami Istri Ed – My Ed berumur 26 Tahun, sedangkan My berumur 14 Tahun, mereka sama – sama beragama Kristen Protestan. Pendidikan Ed hanya SMP dan My berijasahkan pendidikan SD. Ed dan My menjalin hubungan percintaan pada saat Ed bertempat tinggal dirumah My sebagai anak piara dari orang tua My. Dari pengakuan Ed, pada waktu itu My masih duduk di bangku sekolah Menengah kelas VIII dan belum melewati ujian akhir. Ed mulai jatuh cinta dan berusaha menjadi sosok pria yang baik dimata orang tua My tetapi hubungan mereka di tentang oleh orang tua My. Sedangkan My juga akan melanjutkan studinya di Kota Sorong Papua Barat dan pada saat itu Ed sudah ingin berumah tangga dan takut kehilangan My. Ed meminta
65
pada My untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan dan atas kemauan bersama serta persetujuan dari My. Akhirnya pada Tahun 2008, Ed dan My melarikan diri yaitu melakukan kawin lari tersebut. e. Pasangan Suami Istri Jh – An Jh berumur 18 Tahun sedangkan An berumur 17 Tahun, Agama kedua pasangan adalah Kristen Protestan. Pendidikan dari kedua pasangan tersebut adalah SMA. Jh merupakan tetangga kampung atau Desa An, Jh bertemu An saat ada acara pesta di kampung An. Jh mengakui bahwa An dan dirinya sudah saling mengenal dan mencintai waktu SMA, tetapi orang tua dari An tidak menyetujui hubungan mereka karena An ingin melanjutkan studi di suatu perguruan tinggi setelah mendengar hasil ujian SMA. Alasan tersebut membuat Jh dan An merasa mereka akan dipisahkan, maka atas kesepakatan bersama pada tahun 2009 akhirnya mereka melakukan kawin lari. f. Pasangan Suami Istri Tn – Sk Tn berumur 30 Tahun, beragama Kristen Katolik, pendidikan Tn adalah SMA, Tn bekerja sebagai buruh bangunan. Sedangkan Sk berumur 28 Tahun, beragama Kristen protestan, Sk berpendidikan SMA dan belum bekerja. Sk hanya membantu orang tuanya mengurusi pekerjaan rumah. Pengakuan Tn, mereka hanya bertemu dua kali dan akhirnya sepakat untuk menjalin hubungan ke jenjang pernikahan. Tetapi semua itu terhalang karena Sk sudah di jodohkan dengan orang lain pilihan orang tuanya, sedangkan Tn tetap ingin berumah tangga dengan Sk. Terhadap
66
alasan Tn tersebut sebenarnya juga ragu apakah Sk lebih memilih pilihan orang tuanya, Tn menanyakan hal tersebut ke pada Sk. keputusan Sk tetap ingin menjalin hubungan dengan Tn karena orang tua tetap tidak setuju, maka akhirnya mereka sepakat untuk kawin lari pada Tahun 2010. g. Pasangan Suami Istri Ck – Ds Ck berumur 21 Tahun, sedangkan Ds berumur 18 Tahun, kedua pasangan tersebut memeluk agama Kristen protestan, tingkat pendidikan mereka adalah SMA,tetapi belum memiliki pekerjaan. Dari pengakuan Ck, mereka bertemu pada saat pisah Dian (kegiatan Gereja Protestan Maluku yaitu temu Angkatan Muda) dan menjalin hubungan karena Ds sering berkunjung atau jalan – jalan ke desa Ck. Dari situlah hubungan sebagai sepasang kekasih mereka di bangun, semula Ck cuma menjalin hubungan dengan niat hanya sebatas hubungan tanpa harus kejenjang keseriusan atau pernikahan tetapi karena hubungan tersebut telah melampaui batas sehingga mengakibatkan Ds hamil. Ck dan Ds takut melaporkan hal tersebut kepada orang tuanya masing – masing dan akhirnya keputusan mereka pada Tahun 2012 adalah melakukan perkawinan kawin lari. h. Pasangan Suami Istri Yr – Rt Yr berumur 18 Tahun, beragama Kristen Protestan, pendidikan akhir Yr adalah SMA, Yr bekerja sebagai tukang ojek. Sedangkan Rt berumur 17 Tahun, beragama kristen Protestan, Rt adalah siswa yang baru tamat sekolah di bangku pendidikan SMA.
67
Yr mengakui bahwa ia sangat mencintai Rt, hubungan terjalin cukup lama semenjak sama – sama masih duduk di bangku SMP. Dari hubungan yang mereka jalani Yr dan Rt telah melakukan kesalahan dengan kehamilan Rt di luar nikah, maka Yr dan Rt takut hal tersebut di ketahui orang tua mereka masing –masing, akhirnya mereka sepakat untuk melakukan perkawinan kawin lari di Tahun 2013. Dari apa yang sudah tertulis diatas bahwa penyebab atau alasan perkawinan kawin lari periode tahun 2007 -2013, dapat penulis simpulkan sebagai berikut : a) Tidak disetujui oleh orangtua b) Ingin cepat berumah tangga c) Takut kehilangan si gadis d) Si Gadis yang telah hamil Adapun alasan terjadinya perkawinan kawin lari di daerah penelitian tersebut didasarkan pada beberapa sebab atau alasan tersendiri dari Pelaku Kawin Lari. Mereka mengaku kalau hubungan mereka disetujui oleh pihak keluarga masing – masing maka hal tersebut tidak akan terjadi. Dimana persetujuan keluargalah yang sangat penting dalam rumah tangga mereka kelak. Mereka menggangap bahwa memang benar apa yang mereka lakukan salah di mata hukum adat dan juga masyarakat setempat, untuk mempertahankan hubungan mereka salah satu jalan yang harus mereka tempuh adalah kawin lari. Mereka juga menggangap dari bentuk ketidakpahaman satu sama lain baik sifat dan karakater orang tua
68
walaupun sulit untuk menerima hubungan mereka, tetapi lama kelamaan benih – benih cinta untuk menerima mereka sebagai sepasang suami - istri pasti akan tumbuh dari orang tua dan keluarga besar. Tabel 4.4 Penyebab atau Alasan Kawin Lari No
1.
Nama Pasangan Kawin Suami Istri Ri In
2.
Fn
Nn
3.
Nk
Sn
4.
Ed
My
5.
Jh
An
6.
Tn
Sk
7.
Ck
Ds
8
Yr
Rt Dari
Peristiwa terjadi (Tahun) 2007
Penyebab dan alasan
Ingin cepat berumah tanggga, Takut kehilangan si gadis, 2007 Tidak disetujui oleh orang tua karena masih ada hubungan kerabat 2008 Tidak disetujui oleh orang tua karena si pria bukan tipe idaman calon mantu bagi orangtua pihak wanita, takut kehilangan si gadis 2008 Tidak disetujui oleh orang tua My, karena My harus melanjutkan studi ( takut kehilangan si gadis). 2009 Tidak disetujui oleh orang tua Ah, karena Ah masih melanjutkan studi 2010 Tidak disetujui orangtua Sk, karena Sk sudah dijodohkan dengan orang lain 2012 Orangtua tidak menyutujui, Si Gadis yang telah hamil 2013 Si Gadis yang telah hamil tabel diatas penyebab atau alasan perkawinan kawin lari
disebabkan oleh berbagai alasan, diantaranya karena pihak orangtua wanita tidak menyetujui perkawinan dengan pilihan anaknya,anak harus melanjutkan studi, sering ditinggal pasangan (suami), sudah ada perjodohan dari orangtua, dan si gadis yang telah hamil di luar nikah. Jadi kesimpulan dari 8 pasangan kawin lari adalah pihak keluarga wanita yang tidak menyetujuinya hubungan mereka sebagai salah satu faktor yang utama. Peristiwa terjadinya kawin lari berkisar dari periode 2007 – 2013 sesuai dengan hasil penelitian penulis. 69
4.3.2 Akibat ketika melakukan perkawinan kawin lari a. Pasangan Suami Istri Ri – In Perkawinan yang dilakukan oleh kedua pasangan ini tidak berjalan dengan baik, ada akibat yang timbul dari kasus kawin lari tersebut. Menurut Ri, akibatnya orang tua dari pihak keluarga In tidak menerima mereka berdua sebagai sepasang suami istri. Walaupun masalah kawin lari itu terselesaikan pada bulan Mei Tahun 2007. Mereka menganggap bahwa In telah mencemarkan nama baik keluarga besar mereka, dan tidak menghormati suaminya yang terdahulu. b. Pasangan Suami Istri Fn – Nn Akibat yang timbul dari pilihan untuk melakukan kawin lari tersebut, menurut Fn – Nn tidak berbuah baik. Pasalnya mereka dipisahkan karena sudah melanggar adat, tetapi In tetap tidak mau dan kembali lagi pada Fn. Akhirnya tua – tua adat dari mata rumah/marga kami, melepas tangan dalam mengurus persoalan kawin lari yang kami hadapi. Fn mengungkapkan bahwa dirinya dan juga In tidak bisa mengikuti kegiatan adat dalam marga/fam, tidak mengikuti kegiatan yang ada dalam masyarakat, mereka dilarang pulang di desa dan bertempat tinggal di kota. c. Pasangan Suami Istri Nk – Sn
70
Dalam menjalani hidup harus ada orang yang menopang dan yang pertama kali adalah orang tua, menurut Nk penyesalan biasanya datang dari belakang. Nk – Sn telah bertindak tanpa harus berpikir bahwa dari perkawinan kawin lari tersebut, menyebabkan orang tua dari pihak keluarga
yang
dulu
akrab
akhirnya
bermusuhan.
Nk
juga
mengungkapkan bahwa pada saat itu ia dan In, tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan organisasi baik dalam lingkup agama dan kemasyarakatan sampai masalah mereka terselesaikan. d. Pasangan Suami Istri Ed – My Menurut Ed perkawinan yang ia jalani berdasarkan pada cinta, dan tanpa berpikir panjang, kasus yang terjadi menyebabkan My putus sekolah di bangku kelas VIII SMP. Orang tua dari pihak keluarga istri/My tidak menerima Ed sebagai anak mantu dari keluarga mereka serta lingkungan masyarakat juga tidak menerima mereka pada saat itu. e. Pasangan Suami Istri Jh – An Jh mengatakan bahwa perkawinan kawin lari yang mereka lakukan menyebabkan orang tua dari pihak istri/An marah, keluarga Jh juga sempat tidak menerima An. Sedangkan Jh – An di larang mengikuti kegiatan apapun yang ada karena masyarakat juga tidak menerima mereka sampai masalah tersebut di selesaikan. f. Pasangan Suami Istri Tn – Sk Perkawinan yang dilakukan menurut Tn menyebabkan orang tua dari Sk tidak menyetujui dengan berbagai alasan, serta masyarakat
71
setempat menganggap itu merupakan aib atau melanggar hukum adat. walaupun adat telah di selesaikan tetapi ada masyarakat yang masih tetap mengklaim perkawinan mereka. g. Pasangan Suami Istri Ck – Ds Menurut Ck perkawinan kawin lari menyebabkan orang tua dari pihak keluarganya dan juga keluarga Ds sangat malu, dan marah karena Ds hamil di luar nikah. Begitu juga lingkungan masyarakat belum menerima mereka semestinya. Menurut Ds, ia di jauhi oleh teman-temannya. h. Pasangan Suami Istri Yr – Rt Yr mengatakan mereka telah melakukan kesalahan, dan apapun resiko yang mereka hadapi sekarang mereka terima. Rt juga mengatakan walaupun telah selesai melakukan adat perkawinan kawin lari tersebut tetapi Rt tetap tidak diterima oleh orang tuanya karena ada alasan – alasan tertentu. Maka dari penjelasan pasangan atau responden yang penulis paparkan di atas dapat dipahami, bahwa perkawinan bukan hanya menyangkut diri pribadi pasangan itu sendiri tetapi juga menyangkut keluarga besar masing-masing pasangan, bahkan lingkungan masyarakat. Sebagai manusia yang beradat dan hidup dalam satu lingkungan kebudayaan yang kuat, maka bertindak sesuka hati dan menyimpang dari hukum adat tanpa memperhatikan pandangan orang tua, dan masyarakat. Salah satuakibat yang paling umum dari kejadian kawin lari yang di
72
hadapi oleh 8 pasangan kawin lari adalah pihak orangtua wanita yang tidak menyetujui pernikahan. Perkawinan lari tersebut mengakibatkan mereka harus menghadapi resiko yang buruk seperti masyarakat yang memojokkan mereka.
4.3.3 Langkah – langkah Pelaksanaan Acara Adat Kasus Pasangan Kawin Lari. a. Pasangan Suami Istri Ri – In Dari perkawinan yang telah terjadi, Ri mengungkapakan bahwa mereka melakukan penyelesaian perkawinan kawin lari sesuai hukum adat yaitu penyelesaian Marai,Kawin lari yang mana In masih berstatus istri orang. Pernyataan Ri adalah suami pertama In tidak mempertahankan rumah tangganya lagi, maka Ri yang telah melakukan kawin lari dengan istri orang/In tersebut akan membayar denda 2X lipat, yaitu mengembalikan harta yang diberikan oleh suami pertama dan diberikan kepada mata rumah dari suami pertama dan penyelesaian tersebut dilaksanakan pada tanggal 05 Oktober 2007. Langka-langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut : a) Adat pencarian yang dilakukan keluarga mereka, baik pihak keluarga Ri dan In dan sekalian menentukan tanggal untuk pembayaran harta yang telah ditetapkan oleh sidang adat saat itu juga.
73
b) Duduk adat yang mana pihak keluarga harus melakukan pembayaran denda adat yang akan di bayar oleh Ri pada saat itu adalah harta hutan yaitu 550 harta yang berupa sad-sad, terhitung 550 jadi berapa sad-sad yang diminta pihak suami pertama terhitung 500. Sedangkan untuk mata rumah rumah berapa sad-sad atau mas yang diminta terhitung 50. Jadi 550 Harta tersebut bukan terhitung dalam jumlah uang atau barang lainnya. Sedangkan khusus Istri/In mengatakan Ia wajib membayar mas hoan yanan (berupa 1 sd-sad), mas pengganti dirinya sebagai istri dan ibu untuk anak-anak yang telah di tinggalkannnya. c) Kemudian diikuti dengan acara Sablor (permohonan pengampunan masal), caranya daun kelapa putuh yaitu pucuk daun kelapa muda, dipotong lalu diambil terus diberikan kepada suami pertama dan Ri sambil memegang ujung dari daun kelapa tersebut dan mereka berlari untuk memutuskan daun tersebut. Satu ke utara dan satunya ke selatan, setelah daunnya terlepas maka dendam yang ada telah terputus dan daun tersebut dibuang ke laut agar sewaktu – waktu masalah yang terjadi tidak boleh di ungkit-ungkit kembali. Setelah itu tua – tua adat memercikkan air ketubuh keduanya dan orang – orang yang hadir, maksudnya membersihkan dosa dan disucikan oleh air itu. Terhindar dari wabah penyakit yang telah dipercayai oleh turun – temurun.
74
Makna dari proses yang telah dijelaskan di atas, agar segala akibat yang bertentangan dengan perkawinan antara Ri dan In tersebut bisa terselesaikan tanpa harus dibebani untuk keluarga dan juga anak-anak mereka nantinya.In lalu diceraikan suami pertamanya, supaya In bisa dinikahkan kembali dengan Ri. Setelah itu lewat dari 3 bulan Ri dan In mengungkapkan barulah mereka diberikan kesempatan untuk menikah secara agama, In akhirnya berpindah agama dari Kristen Protestan ke Islam dan menikah dengan Ri pada tanggal 11 Januari 2008 secara agama islam dan sekaligus dipencatatan sipil sesuai dengan UndangUndang perkawinan agar pernikahan mereka sah dimata hukum adat, agama dan juga negara. b. Pasangan Suami Istri Fn – Nn Fn mengungkapkan bahwa mereka melakukan adat untuk menyelesaikan masalah kawin lari berdasarkan hukum adat, tapi karena pada saat itu Nn sudah diambil pulang dan mereka sudah dipisahkan sesuai dengan hukum adat yaitu acara pengambilan kembali anak perempuan dan hanya membayar denda adat. Denda adat yang di bayar Fn adalah 1 sad-sad, mas, dan juga kain. Fn juga mengatakan walaupun pada akhirnya istri/Nn kembali lagi padanya, keluarga dari pihak mereka melepas tangan dan tidak mengurus lagi masalah mereka. Menurut tua – tua adat itu merupakan dosa dan biarlah mereka menanggung sendiri akibat – akibat yang telah dipercayai (wabah penyakit, rumah tangga mereka tidak akan bahagia).
75
Sesuai dengan penjelsan di atas, dan pengakuan Fn dan Nn bahwa sampai sekarang mereka belum menikah secara adat, tetapi secara agama dan negara sudah mereka lakukan, itupun Fn lakukan secara diam-diam agar status Nn dan anak mereka jelas dimata agama dan negara. c. Pasangan Suami Istri Nk – Sn Menurut Nk hukum adat Larwul Ngabal adalah aturan yang ada di masyarakat Kei, jadi ia harus mengikuti setiap aturan yang telah ada. Maka dari itu adat penyelesaian perkawinan kawin lari yang dilakukan oleh mereka juga diselesaikan secara adat pada tanggal 22 April 2008 yang mana langkah –langkahnya penyelesaiannya sebagai berikut : a) Laporan orang tua atau keluarga Nk kepada tua adat Orang tua dari pihak pria/Nk harus melapor kepada ketua adat atau mata rumah dari marga pria/Nk untuk memberitahukan bahwa anak dari keluarga wanita telah melakukan pelarian dengan anak mereka. Maksud dan tujuan orang tua dari pihak pria melaporkan agar ketua adat atau mata rumah dari kedua pihak dapat membuat perundingan atau kesepakatan untuk melakukan tahap – tahap penyelesaian adat sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat misalnya tanggal pencarian. b) Adat pencarian keluarga wanita terhadap anaknya yang melakukan kawin lari
76
Adat ini dilakukan setelah ada laporan dari ketua adat atau mata rumah pria/Nk kepada ketua adat atau mata rumah dari pihak keluarga wanita/Sn sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan oleh kedua pihak tersebut dalam tahap pemberitahuan. Disaat pencarian
itu
dilakukan
pihak
keluarga
pria/Nk
sudah
mempersiapkan harta kawin yang akan dibayar nantinya sesuai dengan keputusan duduk adat atau sidang adat. Sesampainya didalam pembicaraan adat, tua adat dari pihak wanita/Sn menyampaikan maksud dan tujuan mereka yaitu harta kawin yang akan dibayar. Harta kawin pada saat pencarian dan yang akan dibayar oleh pihak pria/Nk kepada pihak wanita sesuai dengan denda adat yaitu : 1) 1 sad-sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas aryaf , mas dengan
tujuan untuk memadamkan amarah dari pihak
keluarga wanita/Sn yang mencari anak gadisnya. 2) 1 sad–sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas duan tu bre, mas dengan tujuan diberikan kepada orang tua wanita/Sn atas susah dan jerih payahnya membesarkan anak gadisnya. 3) Mas tiga tail mas yang akan diberikan kepada saudara laki-laki dari ibu Sn dan juga kepada mata rumahnya. 4) Setelah itu kembali lagi ke orang tua wanita, karena orang tua wanita/Sn wajib meminta bagiannya baik itu berupa mas atau pun uang atau yang bisa disebut juga dengan Air susu Ibu.
77
Tetapi Nk mengungkapkan ibu dari Sn tidak meminta lagi harta sesuai dengan pembayaran air susu Ibu. c) Nikah adat Setelah selesai pembayaran harta, maka dilanjutkan dengan nikah adat, yang dipimpin oleh tua adat. Nk - Sn dimasukan dalam satu kain lalu tua adat mengangkat piring yang berisisiri– pinang/sesajian, diatas mereka dan sambil berbicara kepada leluhur sesuai kepercayaan yang ada sejak turun temurun. d). Nikah agama dan negara Kesepakatan adalah hal yang sangat penting, Nk – Sn barulah menikah setelah ada persetujuan dari keluarga untuk mengizinkan mereka untuk dinikahkan. Akhirnya pada tanggal 28Desember 2008, Nk dan Sn menikahyaitu nikah masal bersamasama dengan pasangan-pasangan lain yang menikah pada saat itu. Pernikahan mereka berlangsung di gereja secara agama dan pencatatan sipil yang mana mereka lakukan agar pernikahan mereka sah juga dimata agama dan negara.
d. Pasangan Suami Istri Ed – My Ed lewat dari 2 bulan barulah keluarga dari pihaknya melakukan penyelesaian pada tanggal 17 Januari 2009, Ed mengatakan langkah – langkah penyelesaian perkawinan kawin lari mereka adalah sebagai berikut :
78
a) Laporan orang tua atau keluarga Ed kepada tua adat Orang tua dari pihak Ed harus melapor kepada ketua adat atau mata rumah dari marga Ed untuk memberitahukan bahwa anak dari keluarga wanita telah melakukan pelarian dengan anak mereka. Maksud dan tujuan orang tua dari pihak pria melaporkan agar ketua adat atau mata rumah dari kedua pihak dapat membuat perundingan atau kesepakatan untuk melakukan tahap – tahap penyelesaian adat sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat misalnya tanggal pencarian. b) Adat pencarian keluarga wanita terhadap anaknya yang melakukan kawin lari Adat ini dilakukan setelah ada laporan dari ketua adat atau mata rumah Ed kepada ketua adat atau mata rumah dari pihak keluarga My sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan oleh kedua pihak tersebut dalam tahap pemberitahuan. Disaat pencarian itu dilakukan pihak keluarga Ed sudah mempersiapkan harta kawin yang akan dibayar nantinya sesuai dengan keputusan duduk adat atau sidang adat. Sesampainya didalam pembicaraan adat, tua adat dari pihak My menyampaikan maksud dan tujuan mereka yaitu mas kawin yang akan dibayar. Harta kawin pada saat pencarian dan yang akan dibayar oleh pihak Ed kepada pihak wanita sesuai dengan denda adat yaitu :
79
(a) 1 sad-sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas aryaf , mas dengan tujuan untuk memadamkan amarah dari pihak keluarga My yang mencari anak gadisnya. (b) 1 sad–sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas duan tu bre, mas dengan tujuan diberikan kepada orang tua My atas susah dan jerih payahnya membesarkan anak gadisnya. (c) Mas tiga tail mas yang akan diberikan kepada saudara laki-laki dari ibu My dan juga kepada mata rumahnya. (d) Setelah itu kembali lagi ke orang tua wanita, karena orang tua ibu My wajib meminta bagiannya baik itu berupa mas atau pun uang atau yang bisa disebut juga dengan Air susu Ibu. Ed mengatakan ia harus membayar sejumlah uang sebagai uang air susu ibu dan uang Patah Pena yang mana uang tersebut untuk penganti
jerih
payah
orang
tua
dalam
membesarkan
dan
menyekolahkan My sampai ke tingkat pendidikan. c) Nikah adat Setelah selesai pembayaran harta, maka dilanjutkan dengan nikah adat, yang dipimpin oleh tua adat. Ed - My dimasukan dalam satu kain lalu tua adat mengangkat piring yang berisisiri– pinang/sesajian, diatas mereka dan sambil berbicara kepada leluhur sesuai kepercayaan yang ada sejak turun temurun. d). Nikah agama dan negara
80
Ed mengungkapkan sambil menunggu adanya persiapan yang baik untuk membiaya pernikahan merekadengan adanya persetujuan dari keluarga.
Mereka memilih untuk nikah masal
pada tanggal 28 Desember 2009,dan akhirnya mereka dinikahkan secara agama dan pencatatan sipil sesuai dengan peraturan yang ada agar pernikahan mereka sah baik juga dimata agama dan negara bukan dimata adat saja. e. Pasangan Suami Istri Jh – An Langkah – langkah penyelesaian yang dilakukan pada tanggal 10 Juni 2009, untuk menyelesaikan masalah kawin lari Jh adalah : a) Laporan orang tua atau keluarga Jh kepada tua adat Orang tua dari pihak Jh harus melapor kepada ketua adat atau mata rumah dari marga Jh untuk memberitahukan bahwa anak dari keluarga wanita telah melakukan pelarian dengan anak mereka. Maksud dan tujuan orang tua dari pihak pria melaporkan agar ketua adat atau mata rumah dari kedua pihak mereka dapat membuat perundingan atau kesepakatan untuk melakukan tahap – tahap penyelesaian adat sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat misalnya tanggal pencarian. b) Adat pencarian keluarga wanita terhadap anaknya yang melakukan kawin lari
81
Adat ini dilakukan setelah ada laporan dari ketua adat atau mata rumah Jh kepada ketua adat atau mata rumah dari pihak keluarga An, sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan oleh kedua pihak tersebut dalam tahap pemberitahuan. Saat itu juga Jh sudah mempersiapkan harta kawin yang akan dibayar nantinya sesuai dengan keputusan duduk adat atau sidang adat. Harta kawin pada saat pencarian dan yang akan dibayar oleh pihak Jh kepada pihak An sesuai dengan denda adat yaitu : (a) 1 sad-sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas aryaf , mas dengan tujuan untuk memadamkan amarah dari pihak keluarga An yang mencari anak gadisnya. (b) 1 sad–sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas duan tu bre, mas dengan tujuan diberikan kepada orang tua An atas susah dan jerih payahnya membesarkan anak gadisnya. (c) Mas tiga tail mas yang akan diberikan kepada saudara laki-laki dari ibu An dan juga kepada mata rumahnya. (d) Jh mengatakan bahwa ia membayar air susu ibu sesuai dengan permintaan sang ibu An yaitu sejumlah uang. c) Nikah adat Setelah selesai pembayaran harta, maka dilanjutkan dengan nikah adat, yang dipimpin oleh tua adat. Jh - An dimasukan dalam satu kain lalu tua adat mengangkat piring yang berisisiri–
82
pinang/sesajian, diatas mereka dan sambil berbicara kepada leluhur sesuai kepercayaan yang ada sejak turun temurun. d). Nikah agama dan negara Agar sah pernikahan dan kesepakatan kedua keluarga mereka maka Jh – An mengatakan mereka juga harus mengikuti setiap aturan yang ada baik secara adat, agama, dan juga negara. Dimana mereka dinikahkan pada tanggal 01 Desember 2009 secara agama dan pencatatan sipil. f. Pasangan Suami Istri Tn – Sk Langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan Tn pada tanggal 29 Febuari2010, penyelesaikan kawin lari mereka adalah : a) Laporan orang tua atau keluarga Tn kepada tua adat Maksud dan tujuan orang tua dari pihak Tn melaporkan agar ketua adat atau mata rumah dari kedua pihak dapat membuat perundingan atau kesepakatan untuk melakukan tahap – tahap penyelesaian adat sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat misalnya tanggal pencarian. b) Adat pencarian keluarga wanita terhadap anaknya yang melakukan kawin lari Adat ini dilakukan setelah ada laporan dari ketua adat dan sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan, pihak keluarga Tn sudah mempersiapkan harta kawin yang akan dibayar nantinya sesuai dengan keputusan duduk adat atau sidang adat. Sesampainya
83
didalam pembicaraan adat, tua adat dari pihak Sk menyampaikan maksud dan tujuan mereka yaitu mas kawin yang akan dibayar. mas kawin pada saat pencarian dan yang akan dibayar oleh pihak Tn kepada pihak keluarga Sk sesuai dengan denda adat yaitu : (a) 1 sad-sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas aryaf , mas dengan tujuan untuk memadamkan amarah dari pihak keluarga Sk yang mencari anak gadisnya. (b) 1 sad–sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas duan tu bre, mas dengan tujuan diberikan kepada orang tua Sk atas susah dan jerih payahnya membesarkan anak gadisnya. (c) Mas tiga tail mas yang akan diberikan kepada saudara laki-laki dari ibu Sk dan juga kepada mata rumahnya. (d) Uang yang wajib dibayar sebagai Air susu Ibu. c) Nikah adat Setelah selesai pembayaran harta, maka dilanjutkan dengan nikah adat, yang dipimpin oleh tua adat. Tn – Sk dimasukan dalam satu kain lalu tua adat mengangkat piring yang berisisiri– pinang/sesajian, diatas mereka dan sambil berbicara kepada leluhur sesuai kepercayaan yang ada sejak turun temurun. d). Nikah agama dan Negara Tn mengatakan walaupun berbeda agama akhirnya Tn berpindah agama dari kristen katolik ke kristen protestan dan mereka dinikahkan secara agama dan pencatatan sipil sesuai
84
dengan peraturan gereja dan negara, pada tanggal 28 Desember 2010 dimana sudah ada persetujuan dari kedua pihak keluarga. g. Pasangan Suami Istri Ck – Ds Ck mengatakan bahwa pada tanggal 13 Juni 2013 barulah penyelesaikan perkawina itu dilaksanakan. Langkah-langkah penyelesaian kawin lari Ck – Ds adalah : a) Laporan orang tua atau keluarga Ck kepada tua adat Maksud dan tujuan orang tua dari pihak Ck melaporkan agar ketua adat atau mata rumah dari kedua pihak dapat membuat perundingan atau kesepakatan untuk melakukan tahap – tahap penyelesaian adat sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat misalnya tanggal pencarian. b) Adat pencarian keluarga wanita terhadap anaknya yang melakukan kawin lari Sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan oleh kedua pihak tersebut dalam tahap pemberitahuan. Disaat pencarian itu pihak keluarga pria/Ck sudah mempersiapkan harta kawin yang akan dibayar nantinya sesuai dengan keputusan duduk adat atau sidang adat. Sesampainya didalam pembicaraan adat, harta kawin yang akan dibayar oleh pihak pria/Ck kepada pihak wanita sesuai dengan denda adat yaitu :
85
a. 1 sad-sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas aryaf , mas dengan tujuan untuk memadamkan amarah dari pihak keluarga wanita/Ds yang mencari anak gadisnya. b. 1 sad–sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas duan tu bre, mas dengan tujuan diberikan kepada orang tua wanita/Ds atas susah dan jerih payahnya membesarkan anak gadisnya. c. Mas tiga tail mas yang akan diberikan kepada saudara laki-laki dari ibu Ds dan juga kepada mata rumahnya. d. Membayaran uang Air susu Ibu yang wajib dibayar sesuai dengan permintaan sang ibu. c) Nikah adat Setelah selesai pembayaran harta, maka dilanjutkan dengan nikah adat, yang dipimpin oleh tua adat. Ck - Ds dimasukkan dalam satu kain lalu tua adat mengangkat piring yang berisisiri– pinang/sesajian, diatas mereka dan sambil berbicara kepada leluhur sesuai kepercayaan yang ada sejak turun temurun. d). Nikah agama dan negara Setelah ada kesepakatan dari keluarga maka Ck – Ds mengungkapkan bahwa 6 bulan yaitu tanggal 28 Desember 2013 sesuai dengan kesepakatan antara kedua pihak keluarga mereka masing-masing. Akhirnya mereka dinikahkan di gereja sesuai dengan ketentuan-ketentuan gereja dan dilanjutkan dengan pencatatan sipil.
86
h. Pasangan Suami Istri Yr – Rt Penyelesaian yang dilakukan oleh Yr dan Rt dilaksanakan pada tanggal 05 Juli 2013. Langkah-langkah penyelesaian kawin lari Yr - Rt adalah : a) Laporan orang tua atau keluarga Yr kepada tua adat Maksud dan tujuan orang tua dari pihak Yr melaporkan agar ketua adat atau mata rumah dari kedua pihak dapat membuat perundingan atau kesepakatan untuk melakukan tahap – tahap penyelesaian adat sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat misalnya tanggal pencarian. b) Adat pencarian keluarga wanita terhadap anaknya yang melakukan kawin lari Sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan oleh kedua pihak tersebut dalam tahap pemberitahuan. Disaat pencarian itu dilakukan pihak keluarga pria/Yr sudah mempersiapkan harta kawin yang akan dibayar nantinya sesuai dengan keputusan duduk adat atau sidang adat. Sesampainya didalam pembicaraan adat, harta kawin yang akan dibayar oleh pihak pria/Yr kepada pihak wanita sesuai dengan denda adat yaitu : (a) 1 sad-sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas aryaf , mas dengan tujuan untuk memadamkan amarah dari pihak keluarga wanita/Rt yang mencari anak gadisnya.
87
(b) 1 sad–sad “lela” dimana mas itu diberi nama mas duan tu bre, mas dengan tujuan diberikan kepada orang tua wanita/Rt atas susah dan jerih payahnya membesarkan anak gadisnya. (c) Mas tiga tail mas yang akan diberikan kepada saudara laki-laki dari ibu Rt dan juga kepada mata rumahnya. (d) Membayaran uang Air susu Ibu yang wajib dibayar sesuai dengan permintaan sang ibu. c) Nikah adat Setelah selesai pembayaran harta, maka dilanjutkan dengan nikah adat, yang dipimpin oleh tua adat. Yr – Rt dimasukkan dalam satu kain lalu tua adat mengangkat piring yang berisisiri– pinang/sesajian, diatas mereka dan sambil berbicara kepada leluhur sesuai kepercayaan yang ada sejak turun temurun. d). Nikah agama dan negara Yr – Rt belum menikah secara agama dan negara karena belum ada kesepakatan dari keluarga mereka. Perkawinan kawin lari bisa dikatakan bahwa penyelesaiannya cukup berat, yang sudah penulis paparkan di atas. Jadi penulis ingin membandingkan dengan perkawinan meminang di Kei, secara tidak langsung perkawinan ini adalah perkawinan yang sangat terhormat yang mana seorang laki-laki dan keluarga besarnya hanya datang dan masuk rumah wanita lewat pintu depan dengan membawa mas kawin berupa 1
88
sad-sad, mas, dan sejumlah uang sesuai kemampuan pihak laki-laki tanpa harus menunggu permintaan dari keluarga pihak wanita. Dari hasil penelitian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa langkah – langkah untuk menyelesaikan perkawinan kawin lari yang di lakukan oleh pasangan kawin lari yaitu sesuai dengan hukum adat yang ada 6 pasangan diantaranya menyelesaikannya dengan adat penyelesaian Manu, 1 pasangan dengan adat Marai, 1 pasangan tidak melakukan adat selanjutnya hanya pembayaran harta biasa. Perkawinan yang dilakukan oleh 8 pasangan kawin lari, setelah selesai melakukan penyelesaian kawin lari tersebut mereka juga dinikahkan secara adat dan sebagai warga negara yang baik, maka mereka wajib menikah secara agama dan negara (Pencatatan Sipil) agar pernikahan mereka sah dimata agama dan negara. Dalam 8 pasangan kawin lari, ada 1 pasangan yang belum menikah secara agama dan negara karena belum ada persetujuan dari keluarga si gadis. Penyelesaian akibat yang terjadi di dalam kasus kawin lari yang di hadapi oleh 8 pasangan, terselesaikan apabila pelaksanaan kawin lari secara adat sudah dilaksanakan oleh para tua-tua adat, orang tua dan juga klaim atau marga dari kedua pihak pasangan kawin lari tersebut. Kasus kawin lari yang tadinya mendapat banyak masalah baik dari pihak keluarga dan masyarakat bisa terselesaikan dengan adat, dimana adatlah yang berbicara dalam kehidupan masyarakat Kei. Ketika adat sudah di laksanakan mau tidak mau masalah pun juga ikut terselesaikan, pasangan
89
kawin lari akan di terima lagi baik itu di lingkungan keluarga (orangtua, sanak-saudara), dan lingkungan masyarakat. Adat yang menyelesaikan semua masalah yang terjadi, adat sangat berperan penting di dalam kehidupan masyarakat setempat, apa lagi masyarakat Kei sebagai Kota Beradat. Menjunjung nilai – nilai luhur serta menaati setiap hukum adat yang berlaku sejak turun – temurun.
4.4 Pembahasan 4.4 1 Penyebab atau alasan timbulnya kawin lari di Desa Wab pada Tahun 2007 – 2013. Pada dasarnya perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan yang diatur dalam hukum adat juga adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat kita sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya bahkan keluarga-keluarga mereka masing-masing. Sedangkan dalam kenyataannya pasangan yang melakukan perkawinan ada yang memilih untuk melakukan perkawinan dengan cara kawin lari, dari 8 kasus pasangan kawin lari yang sudah penulis paparkan diatas. Pernyataan bahwa kawin lari timbul karena adanya penyebab atau alasan tersendiri dari pasangan kawin lari, walaupun kawin lari merupakan
90
perkawinan yang terlarang dalam hukum adat tidak di benarkan, tetapi karena kedua pasangan tersebut sudah sepakat maka kawin lari dapat terjadi. Hasil penelitian penulis tentang penyebab atau alasan timbulnya kawin lari atas 8 pasangan kawin lari di Desa Wab periode 2007 – 2013. Hal ini sejalan dengan pendapat Ter Haar (1953 : 159 – 164) bahwa maksud dari perkawinan lari bersama atau sama-sama melarikan diri adalah untuk menghindarkan diri dari berbagaai keharusan sebagai akibat dari perkawinan pinang, dari pihak orangtua dan saudara-saudara atau keluarga. Untuk memperjelas hal tersebut dapat di lihat dalam tabel 4.5 : Tabel 4. 5 Penyebab atau alasan timbulnya kawin lari periode 2007 – 2013 No
1 2 3 4
Penyebab atau alasan timbulnya kawin lari Orangtua pihak wanita tidak menyetujui Ingin cepat berumah tangga karena usia. Takut kehilangan si gadis Perbuatan yang melampui batas dari sepasang kekasih, yaitu si gadis yang telah hamil.
Pasangan Suami – Istri RIIN
FNNN
NKSN
EDMY
JNAN
TNSK
V
V
V
V
V
V
V V
V
V V
CKDS
YRRT V
V V
V
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penyebab kawin lari bagi pasangan kawin lari di Desa Wab tahun 2007-2013 adalah karena orang tua pihak wanita tidak menyetujui hubungan pasangan tersebut, hasil penelitian penulis juga menunjukkan bahwa penyebab terjadinya kawin lari pada 8 pasangan pelaku kawin lari karena ingin cepat berumah tangga, takut
91
V
kehilangan si gadis dengan berbagai macam alasan salah satunya si gadis akan melanjutkan studi dan keluarga dari desa bahkan si gadis telah di jodohkan dengan pilihan orang tuanya, ada juga yang telah melakukan perzinahan dalam masa pacaran dan mengakibatkan si gadis telah hamil yang mana itu atas dasar persetujuan dari kedua pasangan tersebut atau pada si gadis. Sejalan dengan pendapat Hilman Hadikusuma (2003 : 183-190) yaitu perkawinan lari bersamaan adalah perbuatan belarian untuk melaksanakan perkawinan atas persetujuan si gadis (wanita), cara melakukan belarian tersebut ialah bujang gadis sepakat melakukan kawin lari dan pada waktu yang sudah di tentukan melakukan lari bersama. Selanjutnya penulis juga menemukan fakta bahwa alasan melakukan kawin lari atas dasar cinta dan ada kecocokan satu sama lain, tanpa memikirkan resiko atau akibat yang akan di hadapi nantinya.
4.4.2 Akibat yang dihadapi pasangan kawin lari ketika melakukan kawin lari pada Tahun 2007-2013. Dari hasil penelitian penulis, akibat yang dialami 8 (delapan) pasangan kawin lari yang melakukan kawin lari di Desa Wab Tahun 20072013 tidak jauh berbeda antara satu pasangan dengan pasangan yang lainnya. Pihak keluarga yaitu orangtua pihak wanita tidak menerima dan akhirnya memutuskan hubungan kekeluargaan dengan anak mereka sendiri, lingkungan masyarakat pun menutup diri serta menjalin hubungan yang terbatas. Dilihat dari kenyataannya bahwa kawin lari dapat menimbulkan
92
permusuhan dalam keluarga, bertentangan dengan hukum adat dan norma masyarakat yang dapat mengakibatkan sulitnya mencapai keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan pasal 1 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang tujuan perkawinan. Tujuan perkawinan bagi masyarakat dalam hukum adat adalah bersifat kekerabatan guna mempertahankan dan meneruskan keturunan garis bapak, nilai-nilai budaya, kedamaian dan mempertahankan kewarisan. Penulis menemukan fakta bahwa pasangan kawin lari Fn dan Nn yang sama sekali belum mendapat restu dari pihak keluarga dan di asingkan dalam keluarga besar klaim atau marga, karena hubungan perkawinan yang terjalin adalah hubungan terlarang dalam hukum adat dan hubungan kekerabatan melarang terjadinya perkawinan seorang pria dan wanita yang masih satu keturunan “marga”. Larangan perkawinan diatur dalam Pasal 8 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu perkawinan yang dilarang ialah antara dua orang yang : Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun keatas. Sampai sekarang pasangan tersebut belum menikah baik itu secara adat, agama, dan juga negara. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat untuk menikah belum terpenuhi, yang mana Menurut hukum adat yang walaupun sudah dewasa tidak bebas menyatakan kehendaknya untuk melakukan perkawinan, tanpa persetujuan orang tua atau kerabatnya. Maka persetujuan para pihaklah yang sangat berperan. Hukum adat pada
93
umumnya tidak mengatur tentang batas usia untuk melangsungkan perkawinan (Hilman Hadikusuma, 1990 : 46). Sedangkan dalam Undang-Undang Perkawinan bahwa syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan seperti yang tertera dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 salah satunya adalah pasal 6 yang berbunyi sebagai berikut : Adanya persetujuaan kedua mempelai (pasal 6 ayat 1). Ada juga pasangan yang akibatnya sangat fatal dalam hidupnya harus kehilangan pendidiknya dan mengakhiri sekolah di bangku SMP. Jadi akibat
kawin
lari
terhadap
hubungan
keluarga
dan
masyarakat
sertapergaulan terhadap keluarga, teman-teman dan masyarakat tidak berjalan baik, adapun mas kawin pada kawin lari lebih besar dari mas kawin pada perkawinan melalui jalur meminang (masu minta). Sedangkan menurut pendapat Hilman Hadikusuma (1990 : 63) dimana segala sesuatu yang dapat menjadi sebab perkawinan tidak dapat dilakukan, atau jika dilakukan maka keseimbangan masyarakat akan terganggu.
4.4.3 Proses atau langkah-langkah penyelesaian pasangan kawin lari secara adat pada Tahun 2007-2013. Penyelesaian masalah adalah hal yang terpenting dalam kehidupan kelompok masyarakat, karena dengan adanya penyelesaian masalah maka kehidupan dalam kelompok masyarakat tersebut semakin erat, sehingga tercapai suatu kehidupan yang harmonis dalam kelompok masyarakat. Proses penyelesaian kasus 8 pasangan kawin lari dilakukan dalam bentuk
94
pertemuan dirumah kepala marga atau “saniri’ dengan tujuan harapan pertemuan tersebut bisa memecahkan mengenai gejala yang terjadi seperti kawin lari. Berdasarkan hukum adat perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat kita sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya bahkan keluarga-keluarga mereka masing-masing. Dari beberapa 8 kasus pasangan kawin lari yang sudah penulis paparkan tersebut diatas, dapat dilihat bahwa kawin lari diselesaikan oleh adat dengan ketentuan-ketentuan adat yang berlaku atau dalam hal ini sangat jelas bahwa adat yang mengambil alih untuk menyelesaikan kasus kawin lari tersebut. Setelah penulis membuat penelitian ternyata dalam peraturan adat di Kei, sudah diatur langkah-langkah proses penyelesaian kasus kawin lari. Apabila terjadi kawin lari dan walaupun kawin lari bermasalah tetapi dapat diterima sebagai perkawinan yang sah setelah mendapat denda adat. Menurut Hilman Hadikusuma (1990:27), sah atau tidaknya suatu bentuk perkawinan adat apabila dilaksanakan oleh anggota masyarakat entah itu masyarakat tradisional ataupun masyarakat moderen apabila pelaksanaan
perkawinan tersebut
sah
menurut
pandangan
mereka
berdasarkan hukum adat. Demikian juga masyarakat Kei pada umumnya berkeyakinan perkawinan dinyatakan sah apabila dilaksanakan sesuai
95
perkawinan adat masing-masing. Selain itu hal ini diperkuat dengan bunyi dari pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Pasal 2 ayat (1) ini secara tidak langsung mengakui bahwa perkawinan yang dilaksanakan secara adat atau sesuai kepercayaan masyarakatnya adalah sah. Maka mengacu pada hal tersebut upaya hukum yang akan dikenakan bagi setiap masyarakat yang melanggar ketentuan hukum adat yang berlaku akan dikenakan denda adat yaitu dikucilkan dari pertemuan-pertemuan adat. Sebagaimana juga kita ketahui bersama bahwa kawin lari merupakan suatu bentuk perkawinan adat yang melanggar hukum adat perkawinan. Perkawinan adat dengan cara kawin lari pada dasarnya dirahasiakan terutama terhadap pihak orangtua dan keluarga wanita yang tidak menyetujui perkawinan anaknya, yang melalui kawin lari karena dianggap melanggar ketentuan dari perkawinan adat yang sesungguhnya atau perkawinan adat secara resmi atau meminang. Hal ini sejalan dengan adanya larangan hukum adat yaitu menurut Hilman Hadikusuma (1990 : 63) dimana Segala sesuatu yang dapat menjadi sebab perkawinan tidak dapat dilakukan, atau jika dilakukan maka keseimbangan masyarakat akan terganggu. Maka dari situlah ada larangan perkawinan bagi hukum adat Karena hubungan kekerabatan dimana melarang terjadinya perkawinan antara pria dan wanita yang mana satu keturunan “marga”, dan seorang pria dilarang melakukan perkawinan dengan anak saudara lelaki ibunya, atau larangan antara pria
96
dan wanita yang besaudara kandung ayahnya, begitu pula dilarang jika bersaudara misan. Sedangkan dalam larangan perkawinan diatur dalam Pasal 8 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu perkawinan yang dilarang ialah antara dua orang yang :Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun keatas.Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri. Hubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman susuan, dan berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang. Dalam kasus kawin lari di Desa Wab Kepulauan Kei, sesuai analisis penulis bahwa setiap pasangan yang melaksanakan perkawinan dengan diawali kawin lari, pada akhirnya perkawinannya tetap dilaksanakan, walaupun prosesnya berbelit-belit dan memerlukan penanganannya yang lebih bijaksana, namun selama perempuan dan laki-laki telah memenuhi syarat yang sah berdasarkan ketentuan agama dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka perkawinannya akan dinyatakan sah. Hal di atas diperkuat dengan adanya syarat-syarat suatu perkawinan yaitu Menurut hukum adat yang walaupun sudah dewasa tidak bebas menyatakan kehendaknya untuk melakukan perkawinan, tanpa persetujuan orang tua atau kerabatnya. Maka persetujuan para pihaklah yang sangat
97
berperan. Hukum adat pada umumnya tidak mengatur tentang batas usia untuk melangsungkan perkawinan (Hilman Hadikusuma, 1990 : 46 ). Sedangkan menurut Iman Sudiyat, (1981 : 1) mengemukakan syarat perkawinan apabila wanita sudah menstruasi dan pria sudah kuat gawe, pemberian mas kawin dari pihak pria serta bersedia membantu orang tua. Adapun syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan seperti yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pasal 6 sampai pasal 11 adalah sebagai berikut :Adanya persetujuaan kedua mempelai ( pasal 6 ayat 1 ).Adanya izin kedua orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun ( pasal 6 ayat 2 ).Adanya calon mempelai pria sudah mencapai usia 19 tahun dan calon mempelai wanita sudah mencapai 16 tahun ( pasal 7 ayat 1 ).Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita yang akan kawin tidak boleh ada hubungan darah ( pasal 8 huruf a-f ). Hasil penelitian penulis mengenai proses penyelesaian secara adat di tempuh oleh pasangan kawin lari dan akhirnya disetujui oleh pihak keluarga, sehingga kawin lari tersebut menjadi sah karena pernikahan tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan Adat, agama dan negara dan walaupun ada pihak keluarga yang belum mengizinkan agar pasangan tersebut menikah secara agama tetapi sesuai hukum adat telah sah dan cuma menunggu persetujuan agar pernikahan mereka juga sah secara agama dan negara.
98