BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1.
Selama periode penelitian tahun 2008-2012, ketimpangan/kesenjangan kemiskinan antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat terus menurun dengan indeks entropi theil tahun 2008 sebesar 0,2224 menjadi 0,0947 pada tahun 2012. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah berjalan optimal di Provinsi Jawa Barat. Melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah maka pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan penyediaan pelayanan publik menjadi lebih sederhana dan cepat karena dapat dilakukan oleh pemerintah daerah baik itu pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangan yang ada. Ketimpangan kemiskinan yang semakin menurun menunjukkan kinerja dan kebijakan pembangunan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi otonomi daerah telah berhasil, sehingga pada akhirnya pemerataan kesejahteraan semakin terjadi.
2.
Hasil regresi dapat disimpulkan bahwa variabel PDRB per kapita dan belanja pemerintah berpengaruh dalam menurunkan tingkat kemiskinan. Sementara variabel tingkat pengangguran terbuka tidak berpengaruh terhadap kenaikan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat: a.
peningkatan PDRB Riil per kapita berpengaruh negatif dan signifikan 67
68
menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat. Peningkatan PDRB per kapita di Provinsi Jawa Barat akan menurunkan kemiskinan melalui peningkatan konsumsi per kapita. Dengan meningkatnya konsumsi per kapita maka kemampuan penduduk untuk dapat mengakses sarana pendidikan, kesehatan dan teknologi dapat lebih baik. Hal ini membuat nilai jual dan kemampuan penduduk meningkat sehingga pada akhirnya tingkat kemiskinan akan menurun; b.
belanja pemerintah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat. Meningkatnya belanja pemerintah pada akhirnya akan menurunkan kemiskinan, dengan mengalokasikan belanja pemerintah pada belanja kepentingan publik. Belanja untuk kepentingan publik ini misalnya adalah belanja infrastruktur, baik itu infrastruktur pendidikan, infrastruktur kesehatan maupun infrastruktur untuk fasilitas-faslititas umum lainnya, seperti pasar, jalan, dll. Hal tersebut akan memberikan stimulus pada perekonomian sehingga menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang akan menyerap tenaga kerja dan pada akhirnya akan menurunkan kemiskinan.
3.
Berdasarkan hasil analisis pola spasial terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat: a. daerah dengan katagori tingkat kemiskinan sangat rendah, rendah dan sedang, memiliki pola spasial berdekatan dengan ibukota negara, ibukota provinsi, dan daerah perkotaan. Daerah ini memiliki kecenderungan peningkatan pada PDRB per kapita dan belanja pemerintah. Sementara
69
tingkat pengangguran terbuka memiliki kecenderungan menurun; b. daerah dengan katagori tingkat kemiskinan tinggi dan sangat tinggi, memiliki pola spasial di wilayah pesisir dan lautan serta mengelilingi daerah dengan katagori tingkat kemiskinan yang lebih rendah. Pertumbuhan PDRB perkapita di daerah ini kurang bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang ditunjukkan dengan peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan pada masyarakat golongan bawah. Penurunan tingkat pengangguran terbuka pada katagori ini terjadi karena kecenderungan meningkatnya pekerja tidak penuh. Sementara belanja pemerintah berkecenderungan meningkat, ini mengindikasikan bahwa alokasi belanja pemerintahnya tidak tepat sasaran dalam pengentasan kemiskinan. 4.2 Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan sebelumnya, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut. 1.
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang telah berjalan di Provinsi Jawa Barat dapat lebih ditingkatkan dengan melakukan pembinaan, pengawasan serta koordinasi penyelenggaraan pemerintahan daerah di kabupaten/kota secara intensif dan berkesinambungan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Selain itu mengarahkan kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk kegiatan-kegiatan yang pro poor, pro job dan pro growth agar perekonomian di daerah terus meningkat, perekonomian yang meningkat dapat menyerap banyak tenaga kerja, dan pada akhirnya
70
ketimpangan/kesenjangan kemiskinan terus menurun. 2.
Upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan PDRB per kapita yaitu dengan meningkatkan konsumsi per kapita. Sementara untuk meningkatkan belanja pemerintah dilakukan dengan meningkatkan persentase belanja barang/jasa dan belanja modal terhadap belanja langsung. a.
Untuk lebih meningkatkan konsumsi per kapita penduduk agar memperhatikan juga masalah pengendalian inflasi, pengendalian penduduk dan pola konsumtif masyarakat:
pengendalian inflasi dilakukan dengan mengintensifkan monitoring dan evaluasi ke pasar-pasar tradisional untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan barang kebutuhan pokok; menyediakan informasi yang akurat atas harga pangan sebagai upaya untuk menjaga daya beli masyarakat, meningkatkan nilai tambah petani dan stabilitas harga pangan; mengendalikan pendistribusian barang.
pengendalian penduduk dan pola konsumtif masyarakat dilakukan dengan memanfaatkan jumlah penduduk yang besar sebagai potensi pasar, dengan menggunakan barang-barang produksi dalam negeri atau barang-barang produksi lokal dari daerahnya sendiri untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Misalnya melakukan kerjasama dengan mini market, pasar-pasar tradisional maupun supermarket agar menyediakan atau menjual barang dari industri rumahan atau industri lokal di daerah sehingga perekonomian di daerah semakin maju.
71
b.
Untuk meningkatkan persentase belanja modal dan belanja barang/jasa terhadap belanja langsung, dengan mengefisiensikan belanja pegawai yang bersifat konsumtif yaitu belanja honorarium. Selain itu alokasi belanja modal juga perlu ditingkatkan, terutama belanja yang mendukung pertumbuhan perekonomian daerah misalnya belanja infrastruktur.
3.
Prioritas pembangunan berdasarkan pola spasial lebih difokuskan pada wilayah pesisir sebagian wilayah Jawa Barat bagian utara dan Jawa Barat bagian selatan, yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi dan sangat tinggi melalui revitalisasi pertanian dan pengembangan infrastruktur. a.
Revitalisasi pertanian dilakukan untuk meningkatkan kemampuan petani dan lembaga pendukungnya melalui kegiatan pendampingan dan penyuluhan secara berkala; meningkatkan ketahanan pangan melalui pengembangan teknologi pertanian yang tepat guna; meningkatkan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk pertanian melalui pengembangan agribisnis/agroindustri.
b.
Pengembangan infrastruktur yang tepat guna dan berkualitas, dengan meningkatkan kualitas infrastruktur jalan untuk mobilitas penduduk, memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain serta menembus isolasi suatu daerah, sehingga pemerataan pembangunan terjadi di seluruh daerah. 4.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini masih terdapat keterbatasan, untuk itu diperlukan penelitian lanjutan terkait dengan kesenjangan/ketimpangan kemiskinan di Provinsi Jawa
72
Barat dengan menggunakan pendekatan distribusi pendapatan. Selain itu perlu penelitian lanjutan terkait penggunaan alokasi belanja pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Barat.