BAB IV ANALISA ATAS PANDANGAN HUKUM HAKIM PENGADILAN AGAMA KAJEN DALAM MEMUTUS PERKARA ISBAT NIKAH YANG PERNIKAHANNYA TERJADI SEBELUM DAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN A. Analisa Pandangan Hakim Pengadilan Agama Kajen Terhadapa Pasal 7 Tentang Isbat Nikah Dikaitkan Dengan Pasal 49 Huruf (a) Angka (22) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Peradilan Agama (PA) merupakan salah satu institusi yang sangat urgen dalam kehidupan masyarakat, khususnya umat Islam. Secara yuridis, ia merupakan supratruktur politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan secara sosiologis, ia lahir atas dukungan dan upaya masyarakat terutama umat Islam dan para ulama, yang merupakan bagian dari entitas kebudayaan Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat plural.1 Pengadilan Agama dibentuk melalui Undang-undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Dalam pembahasan kali ini, penulis akan menganalisa pandangan hakim Pengadilan Agama Kajen Kabupaten Pekalongan, mengenai isbat nikah kaitannya antara Pasal 7 Ayat (3) KHI dengan Pasal 49 huruf (a) angka (22) Undang-undang Peradilan Agama. Berkenaan dengan penelitian ini, penulis dalam penelitiannya menggunakan metode pengumpulan data dengan cara interview atau 1
Eman Sulaiman, Problematika Hukum Dan Kelembagaan Di Peradilan Agama Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional Di STAIN Pekalongan, 8 Desember 2014
54
55
wawancara. Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab dengan nara sumber atau pihak yang terkait dengan subyek penelitian. Dalam hal ini para hakim Pengadilan Agama Kajen yang menjadi subyek penelitian. Mengutip dari apa yang disampaikan oleh salah satu hakim Pengadilan Agama Kajen Drs.Khaerudin MHI mengenai isbat nikah kaitannya antara Pasal 7 Ayat (3) KHI dengan Pasal 49 huruf (a) angka (22) Undang-undang Peradilan Agama. Beliau mengatakan bahwa “Jika dilihat secara teori memang benar mengenai kedudukan KHI yang berada di bawahnya Undang-undang dan seharusnya KHI tidak bisa mengalahkan Undang-undang. Akan tetapi para hakim dalam prakteknya tidak
hanya
melihat dari sisi Undang-undang dalam memutus suatu perkara di Pengadilan Agama. Sebagaimana dalam mengabulkan permohonan isbat nikah, para hakim juga melihat dari sisi fakta sosial. Yakni disesuaikan pula dengan kondisi masyarakat dan berfikir progresif “.2 Berbicara menganai pandangan hakim dalam memutus perkara, di atas telah disebutkan bahwa hakim tidak hanya melihat dari sisi peraturan perundang-undangan saja, akan tetapi mempertimbangkan pula dari segi fakta sosial dengan menyesuaikan kondisi masyarakat. Untuk memenuhi peran itulah maka ilmu hukum dituntut untuk menjadi progresif.
2
Khaerudin, Hakim Pengadilan Agama Kajen, Wawancara Pribadi, Kajen, 9 Februari 2015, Pukul : 10.30-12.00 WIB
56
Bagi ilmu hukum progresif, hukum adalah untuk manusia, sedang pada ilmu hukum praktis manusia adalah lebih untuk hukum dan logika hukum. Disebabkan oleh pengutamaan terhadap manusia itu, ilmu hukum progresif memang cenderung ke kreativitas dan menolak rutinitas logika peraturan.3 Keadaan masyarakat selalu berubah, ilmu fikih sendiri selalu berkembang
karena
menggunakan
metode-metode
yang
sangat
memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Diantara metode tersebut adalah maslahah mursalah, istihsan, istishab, „urf dan lain-lain. Di dalam kaidah fikih ada kaidah yang mengatakan bahwa “Hukum Islam dapat berubah karena perubahan waktu, tempat dan keadaan” Dalam dunia peradilan termasuk lingkungan Peradilan Agama di Indonesia, sumber hukum yang dipakai atau dirujuk dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara, salah satunya dengan sumber hukum formil yang sering disebut hukum acara. Ketentuan mengenai hukum acara di Pengadilan Agama baru ada sejak lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaanya, ini pun baru sebagian kecilnya saja yang diatur dalam kedua peraturan ini. Ketentuan tentang hukum acara di lingkungan Peradilan Agama baru disebutkan secara tegas sejak diterbitkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.4
3
Qodri Azizydkk, Mengagas Hukum Progresif Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 9 4 Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 152
57
Kendala utama bagi Pengadilan Agama untuk dapat menjalankan fungsinya secara optimal melakukan isbat nikah terhadap perkawinan yang tidak tercatat atau dicatatkan adalah tidak adanya payung hukum yang kuat.5 Dalam hal kedudukan KHI yang berada di bawah Undang-undang dan baju hukumnya yang masih berbentuk Inpres (Inpres Nomor1 Tahun 1991) sangatlah lemah, karena Inpres tidak termasuk ke dalam jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam Undangundang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Akan tetapi, peran KHI di dunia Peradilan Agama tetap digunakan oleh para hakim Pengadilan Agama dalam memutus suatu perkara. Hal ini disebabkan karena KHI memang sudah cukup mengatur berbagai hal yang menjadi kompetensi absolut dari Peradilan Agama. Seperti yang telah disampaikan olah Drs. Subroto MH yang berharap KHI bisa dinaikkan menjadi Peraturan Pemerintah atau Undang-undang agar bisa dimasukkan ke dalam hierarki perundang-undangan di Indonesia. Dalam eksistensi Kompilasi Hukkum Islam kita dapat melihat beberapa hal: 1.
Segi perjalanannya yang telah berjalan di kalangan Pengadilan Agama jauh sebelum diinstruksikan. Artinya, apapun namanya toh selama ini telah berjalan denngan baik.
2.
Tokoh hukkum tata negara Ismail Sunny, mengakui bahwa KHI sebagai hukum tertulis di Indonesia, walaupun tingkat yuridisnya tidak sampai 5
Henry S.Siwosoediro, Pintar Pengurusan Perizinan & Dokumen (Panduan Untuk Pelaku Usaha dan Masyarakat Umum), (Jakarta: Visimedia, 2008), hlm.146
58
pada tingkat undang-undang, tetapi tentu akan menuju kesana. Hal ini didukung oleh tokoh ide KHI yaitu Bustanul Arifin.6 Selain itu, yang perlu mendapat perhatian bahwa secara singkat KHI disusun dan disebarluaskan untuk memenuhi kekosongan hukum substansial bagi orang-orang yang beragama Islam, terutama berkenaan dengan penyelesaian sengketa keluarga di pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Berkenaan dengan hal itu, hakim sebagai penegak hukum dan keadilan, merupakan ujung tombak yang akan menerapkan KHI terhadap perkara yang diajukan kepadanya. Dengan demikian, ia dituntut untuk memahami secara lebih dalam dan komprehensif tentang substansi dan misi yang diemban oleh KHI.7 Sehingga dapat disimpulkan oleh penulis, bahwa hakim memiliki wewenang untuk menggali hukum yang hidup di masyarakat dalam memutus suatu perkara karena hukum akan terus berkembang menyesuaikan kondisi masyarakat. Dan KHI dapat dijadikan landasan atau dasar pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara, walaupun KHI tidak termasuk dalam jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini karena KHI merupakan fiqih Indonesia yang disusun dengan memperhatikan kondisi kebutuhan umat
6
Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, Op. Cit., hlm. 129 Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 18 7
59
Islam di Indonesia dan mempersatukan berbagai fiqih dalam menjawab satu persoalan fiqih dan telah menjadi hukum tertulis. B. Analisa Atas Landasan Pemikiran hakim Pengadilan Agama Kajen Dalam Memutus Perkara Isbat Nikah Yang Pernikahannya Terjadi Sebelum Dan Setelah Berlakunya Undang-undang Perkawinan Dari uraian di atas, berdasarkan Penjelasan pasal 49 huruf (a) angka (22) Undang-undang Peradilan Agama dapat dipahami bahwa permohonan isbat nikah yang dapat dimohonkan ke Pengadilan Agama, pada dasarnya hanya terhadap perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang Perkawinan. Sehingga perkawinan yang dilaksanakan pasca berlakunya Undang-undang
tersebut
Pengadilan
Agama
tidak
berwenang
mengisbatkannya. Dan benar bahwa secara normatif putusan hakim dapat dibatalkan, jika dilihat dari asas hukum “Lex Superior Derogat legi Inferior” (hukum yang lebih tinggi menyampingkan hukum di bawahnya). Mengutip dari pemaparan Drs. Subroto MH., bahwa jika pengajuan permohonan isbat nikah di Pengadilan Agama Kajen yang pernikahannya terjadi sebelum berlakunya Undang-undang Perkawinan, hakim akan mengabulkan karena peraturannya sudah jelas dan nyata. Namun untuk permohonan isbat nikah yang pernikahannya terjadi setelah berlakunya Undang-undang Perkawinan, maka dapat dikabulkan atau tidak itu tergantung dari kepentingan yang diajukan terkait dengan isbat nikah dan kemaslahatn umat.8 Drs. Imam Maqduruddin Alsy menambahkan bahwa Penetapan hukum
8
Subroto, Hakim Pengadilan Agama Kajen, Wawancara Pribadi, Kajen, 10 Februari 2015, Pukul : 11.00-12.00 WIB.
60
atas dasar kemaslahatan merupakan salah satu prinsip dalam penetapan hukum Islam. Dalam hal ini, isbat nikah dipandang sebagai suatu kemaslahatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih yang menyebutkan: تصرّف االمام على الرّعيّة منوط بالمصلحة “Pelaksanaan kepemimpinan terhadap rakyatnya diikat oleh kemaslahatan”.9
Kaidah fiqih ini sejalan dengan kaidah yang berbunyi: درءالمفاسد مقدم على جلب المصالح “Menolak kerusakan diutamakan daripada menarik kemaslahatan”
Namun apabila permohonan isbat nikah yang diajukan untuk kepentingan harta gono-gini dan poligami liar ataupun perkara lain kaitannya dengan isbat nikah yang merugikan salah satu pihak, maka permohonan tersebut akan ditolak. Hal ini pernah terjadi di Pengadilan Agama Kajen, tepatnya pada tahun 2014 ada satu permohonan isbat nikah yang ditolak. Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa diantara faktorfaktor yang menjadikan orang hendak mengisbatkan pernikahannya pada tahun 2013-2014 di Pengadilan Agama Kajen, antara lain: 1. Permohonan isbat nikah yang dikumulasikan dengan perceraian 2. Permohonan isbat nikah untuk memperoleh gaji pensiunan veteran, 3. Permohonan isbat nikah untuk kepentingan mengurus akta kelahiran anak 4. Permohonan isbat nikah untuk kepentingan harta gono-gini 9
Imam Maqduruddin, Hakim Pengadilan Agama Kajen, Wawancara Pribadi, Kajen, 13 Februari 2015, Pukul : 10.30-11.00 WIB
61
5. Permohonan isbat nikah untuk mengurus harta waris 6. Permohonan isbat nikah untuk mengurus dispensasi nikah. Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai pertanggung jawaban hakim daripada putusannya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai obyektif. Karena adanya alasan-alasan itulah maka putusan mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang menjatuhkannya.10 Salah satu contoh permohonan isbat nikah yang pernikahannya terjadi setelah berlakunya Undang-undang Perkawinan yang dikabulkan oleh Pengadilan
Agama
Kajen
adalah
penetapan
putusan
Nomor
0032/Pdt.P/2014/PA.Kjn. Tentang alasan hakim Pengadilan Agama Kajen dalam mengabulkan permohonan isbat nikah tersebut, yakni karena untuk kemaslahatan. Dan alasan yang diajukan oleh Pemohon I dan II dalam putusan tersebut yaitu untuk pembuatan akta kelahiran anak-anaknya dari hasil pernikahannya yang tidak dicatatkan (nikah sirri). Padahal
antara Pemohon I dan II telah
memenuhi syarat dan rukun dalam melangsungkan pernikahannya. Sehingga menurut penulis, hakim dirasa perlu untuk mengabulkannya. Karena jika hakim tidak mengabulkan isbat nikahnya, maka pernikahannya tidak akan dilindungi oleh negara dan akan bermasalah. Hal ini disebabkan karena tidak 10
hlm. 14
Sudikno Mertokusumo, Hukum acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998),
62
memiliki buku akta nikah, dan akan berdampak pada anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut. Akan tetapi hakim juga perlu berhati-hati dalam mengabulkan permohonan isbat nikah agar tidak ada yang mengartikan bahwa pernikahan sirri bisa dilegalkan dengan cara isbat nikah. Dalam hal pencatatan perkawinan, ada dua pandangan yang berkembang. Pertama, pandangan yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan tidaklah menjadi syarat sah sebuah perkawinan dan hanya merupakan persyaratan administratif sebagai bukti telah terjadinya suatu perkawinan. Kedua, pandangan yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan tetap menjadi syarat sah tambahan sebuah perkawinan.11 Berkenaan mengenai pentingnya memiliki buku kutipan akta nikah, bahwa pencatatan setiap perkawinan sama halnya dengan pencatatan suatu peristiwa hukum dalam kehidupan seseorang misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam suatu akta resmi (surat keterangan) yang dimuat dalam daftar pencatatan yang disediakan khusus untuk itu.12 Dan dengan adanya buku kutipan akta nikah yang didapatkan melalui permohonan isbat nikah tersebut, perkawinan yang telah dilakukan sesuai syarat dan rukun akan mendapatkan perlindungan hukum dan tujuan lainnya yaitu supaya terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam. Oleh karena itu, menurut penulis permohonan isbat nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama bagi perkawinan yang tidak tercatat/dicatakan 11
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 131 12 M.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm.44
63
kepada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) merupakan hal yang penting. Sehingga dianjurkan untuk segera mengajukan permohonan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama agar memperoleh hak-haknya dan mendapat perlindungan hukum. Dengan demikian, kebijakan hakim Pengadilan Agama Kajen dalam mengabulkan permohonan isbat nikah sangat bagus. Hal itu karena isbat nikah sangat bermanfaat bagi umat Islam untuk mengurus dan mendapat hak-haknya yang berupa surat-surat atau dokumen pribadi yang dibutuhkan dari instansi yang berwenang serta memberikan jaminan perlindungan kepastian hukum terhadap masing-masing pasangan suami istri, termasuk perlindungan terhadap status anak yang lahir dari perkawinan itu, dan perlindungan terhadap akibat hukun yang akan muncul kemudian.