BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan Jebres Surakarta dari tanggal 26 Oktober sampai dengan 7 November 2015. Data diambil dari para wanita akseptor kontrasepsi oral kombinasi dan injeksi progestin yang berada pada usia subur antara 20-40 tahun, tidak obesitas, tidak memiliki riwayat hipertensi, serta saat penelitian akseptor telah menggunakan kontrasepsi oral kombinasi atau injeksi progestin selama minimal 6 bulan. Subjek penelitian berjumlah 60 orang Wanita Usia Subur antara 20-40 tahun, yang terdiri dari 30 orang wanita akseptor kontrasepsi oral kombinasi dan 30 orang wanita akseptor kontrasepsi injeksi progestin. Tabel 4.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia No.
1. 2. 3. 4.
Umur (tahun) 20-25 26-30 31-35 36-40 Total
Kontrasepsi Oral Kombinasi Jumlah 6 7 8 9 30
Persentase (%) 20,0 23,3 26,7 30,0 100,0
34
Kontrasepsi Injeksi Progestin Jumlah Persentase (%) 3 10,0 5 16,7 8 26,7 14 46,6 30 100,0
35
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian adalah wanita dengan rentang usia 36-40 tahun, yaitu sebanyak 9 orang (30,0%) pada akseptor kontrasepsi oral kombinasi, serta 14 orang (46,6%) pada akseptor kontrasepsi injeksi progestin. Tabel 4.2 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Pemakaian Kontrasepsi
o. 1. 2. 3.
N Lama Pemakaian < 2 tahun 2- 5 tahun > 5 tahun Total
Kontrasepsi Oral Kombinasi Jumlah Persentase (%) 15 50,0 11 36,7 4 13,3 30 100,0
Kontrasepsi Injeksi Progestin Jumlah Persentase (%) 10 33,3 16 53,4 4 13,3 30 100,0
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa lama pemakaian kontrasepsi oral kombinasi terbanyak ialah pada subjek penelitian dengan rentang lama pemakaian kurang dari 2 tahun sebanyak 15 orang (50,0%). Sedangkan lama pemakaian kontrasepsi injeksi progestin terbanyak ialah subjek penelitian dengan rentang lama pemakaian 2 sampai 5 tahun sebanyak 16 orang (53,4%). Tabel 4.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan IMT No. 1. 2. 3.
IMT (kg/m2) 16-19 20-22 23-25 Total
Kontrasepsi Oral Kombinasi Jumlah Persentase (%) 2 6,7 10 33,3 18 60,0 30 100,0
Kontrasepsi Injeksi Progestin Jumlah Persentase (%) 8 26,8 11 36,6 11 36,6 30 100,0
36
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa IMT sebagian besar subjek penelitian akseptor kontrasepsi oral kombinasi ialah subjek penelitian dengan rentang IMT 23-25 kg/m2 sebanyak 18 orang (60,0%). Sedangkan IMT sebagian besar subjek penelitian akseptor kontrasepsi injeksi progestin ialah subjek penelitian dengan rentang IMT 20-22 dan 23-25 kg/ m2 sebanyak 11 orang (36,6%). Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Tekanan Darah No
1. 2.
Tekanan Darah (mmHg) Sistolik± SD Diastolik ± SD
Kontrasepsi Oral Kombinasi
Kontrasepsi Injeksi Progestin
Rerata
Median
Rerata
Median
122,00±12,70
120,00±12,70
114.3±11,35
110,00±11,35
80,33±11,59
80,00±11,59
74,00±9,68
70,00±9,68
Tabel 4.4 menunjukkan hasil pengukuran tekanan darah (lampiran 3). Hasil menunjukkan bahwa rerata tekanan darah sistolik untuk kontrasepsi oral kombinasi ialah 122,00 mmHg dengan Standar Deviasi sebesar 12,70 sedangkan rerata tekanan darah sistolik untuk kontrasepsi injeksi progestin ialah 114,33 mmHg dengan Standar Deviasi sebesar 11,35. Rerata untuk tekanan darah diastolik untuk kontrasepsi oral kombinasi ialah 80,33 mmHg dengan Standar Deviasi sebesar 11,59, sedangkan untuk kontrasepsi injeksi progestin ialah 74,00 mmHg dengan Standar Deviasi sebesar 9,68. Median tekanan darah sistolik untuk akseptor kontrasepsi oral kombinasi ialah 120,00 mmHg, sedangan tekanan darah sistolik untuk akseptor kontrasepsi injeksi progestin ialah 110,00 mmHg. Median tekanan darah diastolik untuk
37
kontrasepsi oral kombinasi ialah 80,00 mmHg, sedangkan median tekanan darah diastolik untuk kontrasepsi injeksi progestin ialah 70,00 mmHg. B. Analisis Data Dilakukan analisis data dengan program SPSS 20,0 for Windows mengetahui adanya perbedaan tekanan darah antara akseptor kontrasepsi oral kombinasi dan injeksi progestin. Data hasil penelitian tersebut diuji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov (lampiran 4) dengan hasil nilai signifikansi (p) untuk tekanan darah sistolik kontrasepsi oral kombinasi (p = 0,000) dan kontrasepsi injeksi progestin (p = 0,000), serta tekanan darah diastolik kontrasepsi oral kombinasi (p = 0,037) dan kontrasepsi injeksi progestin (p = 0,000) kurang dari 0,05 sehingga distribusi data tidak normal. Hasil analisis data menggunakan uji Mann-Whitney (lampiran 4) didapatkan nilai signifikansi (p) untuk tekanan darah sistolik ialah 0,006 dan diastolik sebesar 0,03, berarti kurang dari nilai batas kemaknaan p = 0,05. Jadi H0 ditolak dan H1 diterima. Berarti terdapat perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik antara akseptor kontrasepsi oral kombinasi dan injeksi progestin.
BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan Jebres Surakarta, didapatkan data-data seperti yang telah disajikan pada tabel 4.1 hingga 4.4 pada BAB IV. Subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian ini ialah yang memenuhi kriteria lama penggunaan kontrasepsi selama minimal enam bulan, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, IMT ≤ 25 kg/m2, tidak memiliki riwayat hipertensi, serta tidak memiliki riwayat hipertensi di keluarga. Pembatasan kriteria subjek tersebut dikarenakan efek peningkatan tekanan darah pada akseptor kontrasepsi akan terjadi selama penggunaan kontrasepsi minimal enam bulan. Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung sehingga memiliki efek dalam meningkatkan tekanan darah (Purwanto, 2012). Konsumsi alkohol dapat merusak fungsi saraf simpatis sehingga akan terjadi gangguan pada pengaturan tekanan darah (Beilin dan Puddey, 2006). Faktor keturunan memiliki risiko hipertensi sebesar empat kali (Sheldon dan Sheps, 2005). Distribusi usia subjek penelitian (lihat tabel 4.1) sangat bervariasi dengan kelompok usia terbanyak yaitu 36-40 tahun. Hasil ini sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian yang mengharuskan subjek penelitian berusia 2040 tahun. Pembatasan ini dikarenakan terjadinya penurunan fungsi hormonal 38
39
khususnya estrogen dan progesteron setelah usia di atas 40 tahun (American Society for Reproductive Medicine, 2012). Tabel 4.2 menunjukkan bahwa distribusi lama pemakaian kontrasepsi subjek penelitian berbeda-beda. Lama pemakaian kontrasepsi oral kombinasi terbanyak pada kelompok kurang dari 2 tahun sedangkan kontrasepsi injeksi progestin terbanyak pada kelompok 2-5 tahun. Lama pemakaian kontrasepsi ini berakibat pada efek peningkatan tekanan darah yang dihasilkan. Menurut Chrisandra et al. (2009) semakin lama penggunaan kontrasepsi maka paparan faktor yang merangsang proses terjadinya peningkatan tekanan darah akan berlangsung secara terus-menerus sehingga tekanan darah juga akan meningkat. Hasil ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari et al. (2013), menunjukkan bahwa subjek yang lama menggunakan kontrasepsi hormonal 2,954 kali berisiko terkena hipertensi dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kontrasepsi. Distribusi IMT subjek pada penelitian ini bervariasi (lihat tabel 4.3). Kelompok IMT terbanyak ialah 23-25 kg/m2, dengan kriteria normal tidak obesitas. Hasil ini telah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Pembatasan kriteria subjek dikarenakan semakin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh sehingga akan meningkatkan tekanan darah (Purwanto, 2012). Hasil analisis dengan uji Mann-Whitney didapatkan nilai signifikansi tekanan darah sistolik sebesar 0,006 serta nilai siginifikansi tekanan darah
40
diastolik sebesar 0,03. Tekanan darah sistolik maupun diastolik memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,05, sehingga dapat diartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah antara akseptor kontrasepsi oral kombinasi dan injeksi progestin. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhayatun (2014), didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan tekanan darah yang signifikan pada alat kontrasepsi suntik dan pil dengan nilai signifikansi sebesar 0,006. Kandungan kontrasepsi oral kombinasi dan injeksi progestin yang berbeda, menyebabkan peningkatan tekanan darah yang diakibatkan oleh hormon estrogen dan progesteron juga berbeda. Teori yang menjelaskan bahwa hormon estrogen dan progesteron yang terkandung dalam kontrasepsi hormonal memiliki mekanisme yang berbeda dalam menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hormon estrogen menyebabkan peningkatan produksi angiotensinogen di hepar, sehingga produksi angiotensin II juga meningkat dan menyebabkan peningkatan tekanan darah (Ganong, 2008). Hormon progesteron menyebabkan penurunan kadar kolesterol HDL dan meningkatkan kadar kolesterol LDL sehingga terjadi ateroskerosis dan mengakibatkan penyempitan pembuluh darah serta resistensi perifer pembuluh darah, akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan darah (Sitruk, 2006). Berdasarkan hasil analisis dengan program SPSS 20.0 for Windows, didapatkan juga rerata serta median tekanan darah sistolik maupun diastolik kontrasepsi oral kombinasi dan injeksi progestin. Nilai rerata dan median tekanan
41
darah sistolik maupun diastolik pada kontrasepsi oral kombinasi lebih tinggi dibandingkan dengan kontrasepsi injeksi progestin, sehingga dapat disimpulkan bahwa tekanan darah pada kontrasepsi oral kombinasi lebih tinggi dibandingkan dengan kontrasepsi injeksi progestin. Penelitian lain yang dilakukan oleh Armstrong (2007) memberikan hasil penggunaan kontrasepsi oral kombinasi dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar 8 mmHg dan diastolik 6 mmHg, sedangkan Depot Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) tidak secara signifikan
memengaruhi kenaikan tekanan darah. Didukung oleh teori yang
menyatakan bahwa hormon estrogen yang terkandung di dalam kontrasepsi oral kombinasi menyebabkan peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan kontrasepsi injeksi progestin yang hanya mengandung hormon progesteron saja (Brosnihan et al., 2009). Efek peningkatan tekanan darah pada kontrasepsi oral kombinasi lebih tinggi disebabkan oleh hormon estrogen dibandingkan progesteron. Karena estrogen memiliki bentuk substansi yang menyerupai hormon aldosteron sehingga lebih mudah mengikat reseptor protein yang menyebabkan terjadinya retensi natrium dan air berakibat terjadinya hipervolemi dan peningkatan curah jantung sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Sedangkan hormon progesteron memiliki struktur substansi yang mengakibatkannya harus berkompetisi dengan hormon aldosteron dalam mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Guyton, 2006; Dubey et al., 2002; Tough dan Thacker, 2012).
42
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu pengambilan data tentang keadaan umum subjek seperti tinggi badan, berat badan, dan lama pemakaian kontrasepsi hanya didapatkan dari wawancara sehingga bisa jadi tidak dapat mempresentasikan keadaan sesungguhnya.