BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada BAB ini akan menjelaskan hasil penelitian mengenai tindakan perawat dalam melakukan manajemen nyeri pada anak post operasi di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum (RSUD) Kota Salatiga. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran pelaksanaan manajemen nyeri yang dilakukan oleh perawat, yang nantinya akan dibagi kedalam tiga bagian, antara lain: pengkajian, implementasi dan evaluasi. Setelah itu, hasil penelitian tersebut akan dibahas dengan cara membandingkannya dengan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan hasil penelitian yang didapatkan peneliti.
4.1. Gambaran Responden Penelitian Penelitian dilakukan di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga kepada 30 orang tua / primary care giver yang memiliki anak dengan kasus post operasi yang telah dirawat minimal 1 x 24 jam dan yang telah diperbolehkan pulang.
34
35 4.2. Hasil Penelitian 4.2.1. Gambaran Pengkajian Nyeri Yang Dilakukan Oleh Perawat Pada Anak Post Operasi Dalam pengkajian yang dilakukan perawat terdapat
delapan
pernyataan.
Berikut
adalah
gambaran dari hasil data pengkajian yang disajikan dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.1.1. Tabel 4.1. Gambaran Pengkajian Nyeri Tindakan yang dilakukan perawat 1. Perawat menanyakan kepada anak tentang karakteristik nyeri (rasa tertusuk, tertekan, tersayat dll.) 2. Perawat menanyakan kepada anak, apakah rasa nyerinya menyebar atau dirasakan didaerah lain selain bekas post operasi 3. Perawat menanyakan tanda dan gejala yang dialami anak (mual, muntah, pusing, nafas pendek, sesak, dll) 4. Perawat menanyakan seberapa sering rasa nyeri dirasakan (kapan dan seberapa lama) 5. Perawat menanyakan: apa yang membuat nyeri bertambah buruk (saat duduk, menelan, bergerak, dll) 6. Perawat menanyakan: apa yang dapat mengurangi nyeri (minum dingin/hangat, kompres air dingin/hangat, dsb) 7. Perawat menanyakan pengalaman nyeri yang dialami anak sebelumnya 8. Perawat menanyakan ke anak/keluarga mengenai aktivitas favorit, mainan favorit, film favorit, dsb
SS 23 (76,7%)
S 7 (23,3%)
TS -
STS -
Total 30 (100%)
18 (60%)
9 (30%)
3 (10%)
-
30 (100%)
21 (70%)
9 (30%)
-
-
30 (100%)
17 (56,7%)
12 (40%)
1 (3,3%)
-
30 (100%)
11 (36,7%)
14 (46,7%)
5 (16,6%)
-
30 (100%)
17 (56,7%)
10 (33,3%)
3 (10%)
-
30 (100%)
11 (36,7%)
13 (43,3%)
6 (20%)
-
30 (100%)
9 (30%)
12 (40%)
9 (30%)
-
30 (100%)
36 Berdasarkan hasil diatas, mayoritas (>50%) responden menjawab sangat setuju dan setuju pada setiap item pernyataan. Sedangkan responden yang menjawab tidak setuju hanya sedikit (<50%). Tabel 4.1.1. Penilaian Pelaksanaan Pengkajian Nyeri No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Skor (%) 82-100 63-81 44-62 25-43
Pengkajian Nyeri
Keterangan
Jumlah 19 10 1 -
Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Skor Tertinggi Skor Terendah
% 63,5 % 33,5 % 3% 32 19
Dari hasil yang diperoleh dalam pengkajian nyeri yang dilakukan oleh perawat, didapatkan skor tertinggi 32 dan skor terendah 19. Sebanyak 63,5% (n=19) dan 33,5% (n=10), menyatakan bahwa perawat telah melaksanakan pengkajian manajemen nyeri dengan sangat baik dan baik. Hanya ada 1 responden (3%) yang
menyatakan
bahwa
perawat
tidak
melaksanakannya dengan baik.
4.2.2. Gambaran Implementasi Manajemen Nyeri Yang Dilakukan Oleh Perawat Pada Anak Post Operasi Pada implementasi yang dilakukan oleh perawat, terdapat
delapan pernyataan yang
dijiwab
oleh
37 responden. Adapun hasil data agket implementasi nyeri dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.2.1. Tabel 4.2 Implementasi Manajemen Nyeri Tindakan yang dilakukan perawat 9. Perawat telah mengajarkan salah satu tehnik non farmakologis (ditraksi, hipnosis diri, stimulasi kutaneus dan relaksasi) berikut ini: menonton tv/film, bermain game/benda kesayangan, menggambar/mewarnai, mendengarkan musik agar anak merasa nyaman dan rileks perawat menganjurkan untuk menekan atau menggosok daerah yang terasa nyeri dengan lembut perawat menganjurkan kepada anda untuk mengompres daerah yang terasa nyeri dengan air hangat/dingin perawat mengajarkan / melatih anak untuk berpikir positif tentang kondisinya / memebrikan sugesti positif pada anak 10. Perawat menganjurkan anak untuk berinteraksi dengan anak seusianya
SS 8 (26,7%)
S 15 (50%)
TS 7 (23,3%)
STS -
Total 30 (100%)
4 (13,3%)
15 (50%)
11 (36,7%)
-
30 (100%)
11. Perawat menanyakan posisi yang nyaman kepada anak 12. Perawat segera memberikan tindakan/obat ketika anak merasakan nyeri 13. Perawat memberikan penjelasan tentang obat yang diberikan 14. Perawat menjelaskan masalah nyeri yang dialami oleh anak 15. Perawat melibatkan orang tua dalam mengelola dan mengontrol nyeri pada anak 16. Perawat memberikan penjelasan supaya orang tua tidak merasa cemas dan khawatir akan kondisi anak
17 (56,7%) 20 (66,7%)
12 (40%) 10 (33,3%)
1 (3,3%) -
-
30 (100%) 30 (100%)
18 (60%)
8 (26,7%)
4 (13,3%)
-
30 (100%)
20 (66,7%) 19 (63,3%)
10 (33,3%) 7 (23,4%)
-
-
4 (13,3%)
-
30 (100%) 30 (100%)
19 (63,3%)
9 (30%)
2 (6,7%)
-
-
30 (100%)
38 Berdasarkan hasil diatas, mayoritas (>50%) responden menjawab sangat setuju dan setuju pada setiap item pernyataan. Sedangkan responden yang menjawab tidak setuju hanya sedikit (<50%).
Tabel 4.2.1 Penilaian Pelaksanaan Implementasi Nyeri No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Skor (%) 82-100 63-81 44-62 25-43
Keterangan Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Skor Tertinggi Skor Terendah
Implementasi Nyeri Jumlah 20 10 -
% 66,7 % 33,3 %
32 20
Dari hasil yang diperoleh dalam implementasi nyeri yang dilakukan oleh perawat, didapatkan skor tertinggi 32 dan skor terendah 20. Sebanyak 66,7% responden (n=20) dan 33,3% responden (n=10), menyatakan bahwa perawat telah melaksanakan implementasi manajemen nyeri dengan sangat baik dan baik. Hanya ada 1 responden (3%) yang menyatakan bahwa perawat tidak melaksanakannya dengan baik.
39 4.2.3. Gambaran
Evaluasi
Manajemen
Nyeri
Yang
Dilakukan Oleh Perawat Pada Anak Post Operasi Dalam evaluasi yang dilakukan perawat terdapat empat pernyataan. Berikut adalah hasil dari gambaran data evaluasi yang telah disajikan dalam Tabel 4.5 dan Tabel 4.5.1 berikut ini. Tabel 4.5. Evaluasi Manajemen Nyeri Tindakan yang dilakukan perawat 1. Orang tua mengerti penjelasan yang disampaikan oleh perawat tentang penanganan nyeri pada anak 2. Perawat menanyakan kembali keadaan anak setelah diberi obat atau setelah dilakukan tindakan non farmakologis (tindakan untuk mengurangi nyeri tanpa obat) 3.
4.
Perawat memiliki sikap yang baik dalam manangani nyeri anak Kerjasama antara anak dengan perawat sudah baik
SS 23 (76,7%)
S 6 (20%)
ST 1 (3,3%)
STS -
Total 21 (100%)
9 (30%)
15 (50%)
5 (16,7%)
1
21 (100%)
22 (73,4%)
7 (23,3%)
1 (3,3%)
-
21 (100%)
20 (66,7%)
9 (30%)
1 (3,3%)
-
21 (100%)
(3,3%)
Berdasarkan hasil diatas, banyak dari responden (>50%) menyatakan pendapatnya yang diisikan dalam angket bahwa mereka sangat setuju dan setuju pada setiap item pernyataan. Sedangkan responden yang menjawab tidak setuju hanya sedikit (<50%).
40 Tabel 4.5.1 Penilaian Pelaksanaan Evaluasi Nyeri No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Skor (%) 82-100 63-81 44-62 25-43
Evaluasi Nyeri
Keterangan
Jumlah 22 7 1 -
Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Skor Tertinggi Skor Terendah
% 73,4 % 23,3 % 3,3 % 16 8
Hasil di atas merupakan jawaban dari orang tua dalam setiap pernyataan mengenai evaluasi yang dilakukan oleh perawat. Apabila skor nilai yang diberikan orang tua diubah menjadi persentase secara keseluruhan, maka sebanyak 22 responden (73,4%) menyatakan
pendapatnya
bahwa
perawat
telah
melakukan evaluasi dalam pelaksanaan manajemen nyeri dengan sangat baik. Sebanyak 7 responden (23,3%) menyatakan apabila perawat telah melakukan tindakan evaluasi dengan baik. Sedangkan seorang responden
(3,3%)
menyatakan
melakukan tindakan dengan baik.
perawat
tidak
41 4.3. Pembahasan Hasil Penelitian 4.3.1. Gambaran Pelaksanaan Pengkajian Nyeri Yang Dilakukan Oleh Perawat Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
peneliti
lakukan di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga, 63,5% responden (n=19) dan 33,5% responden (n=10) mengemukakan bahwa perawat telah melaksanakan pengkajian nyeri dengan sangat baik dan baik. Temuan ini menarik karena, di RSUD Kota Salatiga belum terdapat prosedur tetap manajemen nyeri. Menurut penelitian Messerer, Gutmann, Weinberg, & Sandner-Kiesling (2010) di Austria menyatakan bahwa penilaian nyeri secara rutin dan teratur akan secara efektif mengurangi rasa tidak nyaman akibat nyeri. Di Singapore, beban kerja serta ketidakmampuan anak dalam
bekerja
sama
dengan
perawat
menjadi
hambatan yang sering dilaporkan oleh perawat dalam menyusun intervensi untuk manajemen nyeri yang akan dilakukan (He et al., 2010). Kerjasama yang baik antara anak dan perawat akan meningkatkan penilaian nyeri yang dilakukan oleh perawat (Garland & Kenny, 2005). Disamping itu, pemantauan tanda-tanda vital secara rutin bersamaan
42 dengan dokumentasi efek samping dari obat akan sangat membantu menjalankan manajemen nyeri yang tepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 3% responden (n=1) menyatakan apabila tindakan perawat dalam melakukan pengkajian nyeri tidak baik. Pengkajian awal pada nyeri sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas manajemen nyeri (Megens, Werf, & Knape. 2008). Hasil penelitian dari Srouji, Ratnapalan, & Schneeweiss (2010) di Canada, menunjukkan bahwa penilaian manajemen nyeri yang efektif sering tidak diterapkan secara efektif, itu mengakibatkan perawat salah mengambil keputusan dalam melakukan intervensi kepada anak. Di Texas, pemerintah telah memberikan strategi, alat dan peraturan mengenai manajemen nyeri. Akan tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Manworren (2007) mendapatkan hasil bahwa perawat tidak mengikuti prosedur, strategi, dan tidak menggunakan alat yang telah dijadikan pedoman dalam manajemen nyeri. Berdasarkan
hasil
pembahasan
dapat
disimpulkan bahwa, pengkajian nyeri sangat penting untuk dilakukan secara rutin agar manajemen nyeri yang diberikan kepada klien menjadi efektif, serta
43 terjalinnya kerjasama antara anak dan perawat akan meningkatkan penilaian nyeri. Namun, apabila perawat tidak mengikuti atau tidak melakukan standar prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit itu akan menurunkan kualitas penanganan manajemen nyeri yang dilakukan oleh perawat. Perawat terkadang terhambat
dalam
pelaksanaan
manajemen
nyeri
karena anak susah diajak untuk bekerjasama. Maka dari itu untuk meningkatkan pelaksanaan manajemen nyeri, sebaiknya Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga membuat prosedur tetap manajemen nyeri bagi perawat.
4.3.2. Gambaran Implementasi Nyeri Yang Dilakukan Oleh Perawat Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai
implementasi nyeri yang dilakukan oleh perawat kepada anak post operasi, didapatkan hasil bahwa 66,7% responden (n=20) dan 33,3% responden (n=10),
menyatakan
bahwa
perawat
telah
melaksanakan implementasi manajemen nyeri dengan sangat baik dan baik. Hanya ada 1 responden (3%)
44 yang
menyatakan
bahwa
perawat
tidak
melaksanakannya dengan baik. Menurut penelitian Bastable & Rushforth (2005) di
Inggris,
penganggulangan
nyeri
secara
non
farmakologis perlu dilakukan oleh perawat. Pada penelitian di lima rumah sakit China yang dilakukan oleh He, Polkki, Pietila, & Vehvilainen-Julkunen (2006) dengan memberikan kuesioner kepada para orang tua (n=206) yang anaknya menjalani operasi. Para orang tua merespon tinggi (88%) metode yang sering digunakan adalah metode non farmakologis. Berbeda dengan hasil penelitian Wiggins (2009) di Nebraska pada anak usia 12 – 18 tahun yang menjani operasi tonsillektomy menunjukkan bahwa pengendalian nyeri dengan obat lebih ampuh dalam mengurangi rasa sakit post operasi. Orang tua mungkin menganggap bahwa pengendalian nyeri secara farmakologis lebih cepat dan lebih praktis dalam menangani nyeri pada anak mereka. Hasil penelitian milik Chiaretti, Pierri, Valentini, Russo, dan Riccardi (2013) di Italia menunjukkan bahwa analgesik memberikan kontrol yang lebih baik pada anak-anak. Berdasarkan hasil tersebut, maka obat terbukti efektif
45 dalam menangani nyeri dan banyak orang tua setuju dengan hal tersebut. Selain tiu, pendidikan terhadap orang tua serta dukungan orang tua menjadi komponen yang penting dalam penanggulangan nyeri pada anak post operasi (Sharek et al., 2006). Isu-isu negatif mengakibatkan rasa nyeri pada anak belum dapaat dikelola secara efektif. Peran perawat adalah memberikan pendidikan dan
membantu
orang
tua
dalam
pengambilan
keputusan untuk membantu mengelola nyeri pada anak (Twycross, 2010). Penelitian Baulch (2010) di London, mengemukakan bahwa kombinasi antara intervensi farmakologis dan non farmakologis dapat mengelola nyeri pada anak. Oleh karena itu, perawat harus mampu untuk melakukan manajemen nyeri secara farmakologis dan non farmakologis dalam mengatasi nyeri pada anak, karena kedua tehnik tersebut sama-sama penting dalam mengatasi nyeri pada anak post operasi. Selain itu,
dukungan
orang
tua
dalam
pelaksanaan
manajemen nyeri juga penting untuk dilakukan. Perawat berperan aktif dalam membantu orang tua untuk memberikan dukungannya kepada anak. Dalam
46 prakteknya perawat diharapkan dapat memberikan penjelasan yang mudah dimengerti kepada anak maupun orang tua agar mereka mengerti tindakantindakan
untuk
mengatasi
nyeri
dan
dapat
bekerjasama dengan perawat.
4.3.3. Gambaran Evaluasi Nyeri Yang Dilakukan Oleh Perawat Para responden telah memberikan pernyataan bahwa perawat telah melaksanakan evaluasi dengan sangat baik (73,4%) dan baik (23,3%). Akan tetapi tidak ada jaminan bahwa orang tua tetap akan mengerti penjelasan dari perawat setelah mereka pulang. Power, Liossi & Franck (2007) menyatakan bahwa informasi tertulis untuk orang tua sangatlah penting, serta melakukan evalusi terhadap para orang tua agar dapat memahami dan menerapkan tehniktehnik praktis dalam manajemen nyeri. Namun, ada seorang responden (3,3%) yang menyatakan bahwa perawat di Ruang Anggrek tidak melakukan evaluasi dengan baik. Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa evaluasi kepada orang tua sangatlah penting
47 untuk dilakukan supaya perawat mengetahui seberapa jauh orang tua mengerti penjelasan yang telah disampaikan.
Oleh
sebab
itu,
perawat
dalam
pelaksanaan manajemen nyeri harus melakukan evaluasi kepada orang tua anak.
4.4. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya terbatas pada pasien anak post operasi. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada semua anak yang mengalami nyeri yang dirawat inap di Ruang Anggrek.