47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Data Penelitian Data kemampuan koneksi matematika siswa pada mata pelajaran Matematika di jaring melalui tes bentuk essai yang tersebar kedalam 8 butir soal. Secara teoritik skor minimum yang dicapai adalah 0 dan skor maksimum adalah 100. Berdasarkan rentang skor dari 0 sampai dengan 100. Data kemampuan koneksi matematika tersebut kemudian dideskripsikan dalam bentuk rata-rata atau Mean (M), Median (Me), Modus (Mo), Standar Deviasi (St Dev), distribusi frekuensi. Data hasil penelitian ini disajikan dalam dua kelompok, yaitu:
a. Data kemampuan koneksi matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing b. Data kemampuan koneksi matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Secara umum, deskripsi data kemampuan koneksi matematika siswa dari kedua kelas tersebut dapat disajikan pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Deskripsi Data Penelitian Sumber data E K
Post Test
N
Skor Min
Skor Max
Mean
31 30
21 18
86 81
57,23 48,667
St. Median Modus Deviasi (Me) (Mo) 58,31 48,3
59 66,21
16,83 18,795
48
Keterangan : N = Jumlah siswa Skor Min = Skor Minimum Skor Max = Skor Maximum E = Siswa kelas eksperimen (Menggunakan Pembelajaran Penemuan Terbimbing) K = Siswa kelas kontrol (Menggunakan Pembelajaran Konvensional) Selengkapnya uraian tentang deskripsi data kemampuan koneksi matematika siswa disajikan sebagai berikut : 1. Deskripsi Kemampuan Koneksi Matematika Yang Menggunakan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Jumlah siswa pada kelompok ini berjumlah 31 orang. Data kemampuan koneksi matematika siswa diperoleh dengan menggunakan instrumen tes kemampuan koneksi matematika yang terdiri atas 8 butir soal dengan rentang skor 0-100. Skor minimum yang diperoleh kelompok ini adalah 21 dan skor maksimum adalah 86. Nilai rata-rata hitung ( ) yang diperoleh setelah data dikelompokkan adalah ; 57,23 modus (Mo) adalah Modus 59 ; median (Me) adalah 58,31 dan standar deviasi adalah 16,83 (dalam lampiran 14 ). Data kemampuan koneksi matematika dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing dapat dilihat pada Tabel Distribusi Frekwensi dibawah ini :
49
Tabel 4.2 Daftar Distribusi Frekuensi Kemampuan Koneksi Matematika Yang Menggunakan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing
No.
Kelas Interval
frelatif fi
fkum
xi
fi.xi
xi2
fi.xi2
(%)
1.
21-31
3
3
9.677419
26
78
676
2028
2.
32-42
3
6
9.677419
37
111
1369
4107
3.
43-53
6
12
19.35484
48
288
2304
13824
4.
54-64
8
20
25.80645
59
472
3481
27848
5.
65-75
6
26
19.35484
70
420
4900
29400
6.
76-86
5
31
16.12903
81
405
6561
32805
31
Jumlah
100
1774
110012
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 12 orang siswa atau 38,70 % memperoleh skor di bawah dari kelas interval yang memuat skor rata-rata, 8 orang siswa atau 25,80 % berada pada kelas interval yang memuat skor rata-rata dan 11 orang siswa atau 35,48 % memperoleh skor di atas dari kelas interval yang memuat skor rata-rata. Sebaran data pada tabel distribusi frekuensi pada tabel 4.2 dapat digambarkan dalam bentuk histogram di bawah ini :
8 6 4 2 0
21-31
32-42
43-53
54-64
65-75
76-86
50
2. Deskripsi Kemampuan Koneksi Matematika Siswa yang Menggunakan Pembelajaran Konvensional Jumlah siswa dalam kelompok ini adalah 30 orang. Skor minimum yang diperoleh adalah 18, skor maksimumnya adalah 81. Skor rata-rata ( ) adalah 48,667; Modus (Mo) adalah 66,21; Median (Me) adalah 48,7; dan standar deviasi adalah 18,795. (dalam lampiran 14) Distribusi frekuensi data Kemampuan Koneksi Matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional tampak jelas pada tabel 4.7 di bawah ini : Tabel 4.3 Daftar Distribusi Frekuensi Kemampuan Koneksi Matematika Yang Menggunakan Model Pembelajaran Konvensional
No.
Kelas Interval
fi
fkum
1.
18-28
6
6
2.
29-39
5
3.
40-50
4.
frelatif
xi2
fi.xi2
xi
fi.xi
20
23
138
529
3174
11
16,667
34
170
1156
5780
5
16
16,667
45
225
2025
10125
51-61
4
20
13,333
56
224
3136
12544
5.
62-72
7
27
23,333
67
469
4489
31423
6.
73-83
3
30
10
78
234
6084
18252
Jumlah
30
(%)
1460
81298
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 11 orang siswa atau 36,67 % memperoleh skor di bawah dari kelas interval yang memuat skor rata-rata, 5 orang siswa atau 16,67 % berada pada kelas interval yang memuat skor rata-rata
51
dan 14 orang siswa atau 46,67 % memperoleh skor di atas dari kelas interval yang memuat skor rata-rata. Sebaran data yang terdapat pada dafrar distribusi frekwensi pada tabel 4.3 dapat digambarkan pada histogram di bawah ini :
FREKUENSI
8 6 4 2 0
18-28
29-39
40-50
51-61
62-72
73-83
KELAS INTERVAL
4.1.2 Analisis Inferensial Analisis data inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t. Syarat uji t adalah kedua kelompok harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai varians yang homogen. Oleh sebab itu sebelum melakukan uji t perlu analisis normalitas dan homoginitas sebagai berikut : a. Pengujian Normalitas Data Pengujian normalitas data dilakukan untuk mengetahui jenis statistik apa yang digunakan pada pengujian hipotesis. Jika data yang terkumpul berdistribusi normal, maka digunakan statistik parametrik. Sebaliknya jika data yang terkumpul tidak berdistribusi normal, maka digunakan statistik non parametrik. Dalam
52
penelitian ini pengujian normalitas data menggunakan uji Lilliefors pada taraf nyata
= 0,05. Pengujian ini dikelompokan menjadi dua bagian yaitu :
1. Pengujian Data Kelas Eksperimen Berdasarkan hasil postest pada kelas eksperimen yang terdapat pada (lampiran 13) dan berdasarkan hasil perhitungan pada (lampiran 15) diperoleh nilai Lhitung sebesar 0,065. Untuk taraf nyata
= 0,05 dan n = 31, diperoleh
nilai Ltabel sebesar 0,1590. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hipotesis H0 diterima sebab Lhitung < Ltabel. Hal ini berarti sampel tersebut berdistribusi normal. 2. Pengujian Data Kelas Kontrol Berdasarkan hasil postest kelas kontrol pada (lampiran ) dan berdasarkan hasil perhitungan pada (lampiran 13) diperoleh nilai Lhitung sebesar 0,1006. Untuk taraf nyata
= 0,05 dan n = 31 diperoleh nilai Ltabel sebesar 0,161.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis H0 diterima sebab Lhitung < Ltabel. Hal ini berarti sampel tersebut berdistribusi normal. Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Data/Sumber
Lhitung
Ltabel 0,05
Kesimpulan
Kelas Eksperimen
0,065
0,1590
Normal
Kelas Kontrol
0,1006
0,161
Normal
53
b. Pengujian Homogenitas Varians Data Pengujian homogenitas varians ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi apakah kedua sampel dalam penelitian ini memiliki varians yang homogen atau tidak. Berdasarkan data kemampuan koneksi matematika (postest) yang diberikan (pada lampiran 13) dilakukan pengujian homogenitas varians. Pengujian homogenitas varians dilakukan dengan uji F (uji varians terbesar dibagi dengan varians terkecil). Hipotesis yang diuji adalah : H0 : Varians data berasal dari populasi yang homogen H1 : Varians data berasal dari populasi yang tidak homogen Kriteria pengujian adalah terima H0 jika Fhitung < F(α)(
Fhitung >
( )(
)
dengan
( )(
)
)
dan tolak H0 jika
didapat dari daftar distribusi F dengan peluang
α = 0,05 sedangkan V1 dan V2 merupakan derajat kebebasan masing-masing.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai varians terbesar s = 388,713 = 302,28. Dengan demikian nilai Fhitung = 1,286
dan varians terkecil
sedangkan nilai Ftabel adalah 1,85. Maka dapat disimpulkan bahwa varians data berasal dari populasi yang homogen.
Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Varians Data/Sumber Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Fhitung
Ftabel
Kesimpulan
1,286
1,85
Homogen
54
c. Pengujian Hipotesis Setelah data dinyatakan berdistribusi normal dan homogen, maka untuk pengujian hipotesis digunakan statistik parametrik. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji kesamaan dua rata-rata yaitu uji t. Adapun hipotesis statistik dalam penelitian ini sebagai berikut : H0 : 1 2 Kemampuan Koneksi matematika siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran penemuan terbimbing lebih rendah atau sama dengan kemampuan koneksi matematika siswa yang diajar secara konvensional. H1: 1 2 Kemampuan Koneksi matematika siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran penemuan terbimbing lebih tinggi dibanding dengan kemampuan koneksi matematika siswa yang diajar secara konvensional. Berdasarkan hasil perhitungan uji t (lampiran 17 ) diperoleh thitung = 1,880 dan nilai ttabel = 1,6705, pada taraf kepercayaan 0,05 dengan dk = 59. Hal ini menunjukkan bahwa sehingga
= 1,880 >
(
)
= 1,6705 ini berarti H0 ditolak
sesuai dengan uji statistik dapat disimpulkan bahwa kemampuan
koneksi matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing lebih tinggi dari kemampuan koneksi matematika siswa yang di ajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
55
Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar kurva penerimaan dan penolakan H0 Berikut ini:
Daerah Penolakan H0
Daerah Penerimaan H0
1,67
1,880
= ,
4.2 Pembahasan Kemampuan belajar siswa yang baik diperoleh dari proses belajar yang benar. Proses belajar yang benar adalah proses belajar yang melibatkan siswa itu sendiri. Untuk itu guru harus menggunakan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satu yang dapat menunjang hal tersebut adalah model pembelajaran penemuan terbimbing. Seperti yang dikemukakan pada bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan koneksi matematika siswa yang di ajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing lebih tinggi dari kemampuan koneksi matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional, pada pokok bahasan luas permukaan dan volume prisma tegak dan limas. Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini untuk memperoleh data, yaitu dengan melakukan observasi di sekolah dan diperoleh informasi bahwa kedua kelas yang akan digunakan memiliki kemampuan yang sama (homogen). setelah itu peneliti menyiapkan instrument yang akan digunakan dalam hal ini adalah tes
56
kemampuan koneksi matematika dalam bentuk tes esay. Sebelum tes digunakan, terlebih dahulu peneliti melakukan sebuah proses validasi instrumen untuk mengetahui apakah tes ini layak digunakan pada siswa atau tidak. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa validasi ini dilakukan dalam dua tahap yaitu melalui bimbingan dosen (validitas konstruksi) dan melalui pengujian soal (validitas isi). Setelah dilakukan pengujian validitas dalam (lampiran 11), hasil yang diperoleh adalah semua soal valid. Dan untuk menguji reliabilitas tes, digunakan rumus alpha cronbach dan diperoleh nilai r = 0,6756 dalam (lampiran 12). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa test ini reliabel sehingga bisa digunakan sebagai alat pengumpul data. Setelah diketahui bahwa test yang akan digunakan sudah valid dan reliabel, dan kedua kelas memenuhi syarat homogen, selanjutnya adalah pelaksanaan perlakuan pada kedua sampel. Untuk kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa model pembelajaran penemuan terbimbing sedangkan kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran konvensional. Setelah kelas kontrol dan kelas eksperimen mendapat perlakuan, guru memberikan post-test . Pemberian post-test ini bertujuan untuk melihat hasil tes kemampuan koneksi matematika siswa setelah dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing yaitu pada kelas eksperimen dan hasil tes kemampuan koneksi matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Dari hasil tes kemampuan koneksi matematika siswa diperoleh nilai rata-rata untuk kelas eksperimen dan untuk kelas kontrol nilai rata-rata yang diperoleh adalah
= 57,29
= 48,33. Hal ini
menunjukkan bahwa kelas yang dibelajarkan dengan menggunakan model
57
penemuan terbimbing
memiliki nilai rata-rata lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kelas yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Selanjutnya adalah pengujian normalitas terhadap data kemampuan koneksi matematika Untuk melakukan pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji Liliefors. Untuk kelas eksperimen diperoleh nilai Lhitung = 0,065. untuk taraf nyata α = 0,05 dengan n = 31 diperoleh Ltabel = 0,1590 ,dapat dilihat bahwa Lhitung < Ltabel. Karena Lhitung < Ltabel, maka HO diterima. Dengan demikian hasil tes kemampuan koneksi matematika untuk kelas eksprimen berdistribusi normal (lampiran 15). Pengujian normalitas data juga dilakukan pada data kemampuan koneksi matematika kelas kontrol, Dari hasil tes kemampuan koneksi matematika diperoleh nilai Lhitung = 0,1006 sedangkan untuk taraf nyata α = 0,05 dengan n = 30 diperoleh Ltabel = 0,161. karena Lhitung < Ltabel, dengan demikian kelas kontrol juga berdistribusi normal. (lampiran 15). Setelah dilakukan uji normalitas data kemudian dilakukan pengujian homogenitas terhadap data tes kemampuan koneksi matematika siswa yang didapat.
Untuk
melakukan
pengujian
homogenitas
dilakukan
dengan
menggunakan uji F (uji varians terbesar dibagi dengan varians terkecil). Berdasarkan hasil perhitungan (pada lampiran 16) diperoleh nilai Fhitung = 1,286 sedangkan nilai Ftabel adalah 1,85. Karena Fhitung < f
maka dapat disimpulkan
bahwa varians data berasal dari populasi yang homogen. Karena kedua sampel berdistribusi normal, maka uji statistik dapat dilanjutkan pada pengujian hipotesis. Untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t (satu pihak), dengan taraf nyata α = 0,05 dan
=
− 2 = 31 + 30 − 2 = 59. Adapun hipotesis yang akan di uji adalah terima
+
58
jika
hitung
(dk) =
≤
+
dan tolak
jika
− 2.
hitung
>
dengan derajat kebebasan
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan diperoleh = 1,6705. Dengan demikian
ditolak dan
diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematika siswa menggunakan
model
pembelajaran
penemuan
= 1,880 dan
terbimbing
yang diajar lebih
tinggi
dibandingkan dengan kemampuan koneksi matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, pada pokok bahasan luas permukaan dan volume
prisma tegak dan
limas. Dimana nilai rata-rata siswa pada kelas
eksperimen lebih tinggi jika dibandingkan nilai rata-rata siswa pada kelas kontrol. Salah satu yang menyebabkan rata-rata skor kedua kelas berbeda adalah model pembelajaran yang digunakan. Pada kelas eksperimen nilai rata-rata lebih tinggi sebab adanya penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dimana dalam proses belajarnya, siswa diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri rumus dari luas permukaan dan volume prisma tegak dan limas melalui bantuan LKS, dan guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan dan membimbing siswa, jika mengalami kesulitan dalam proses penemuan. Dengan model pembelajaran penemuan terbimbing siswa dapat menghubungkan konsep yang sudah dipelajari sebelumnya dan dengan konsep baru yang akan dipelajari. Berbeda halnya dengan kelas kontrol yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran ini, guru lebih banyak menempatkan siswa sebagai obyek dan bukan sebagai subjek didik. Dalam hal ini, guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
59
kemampuan berfikir kreatif, objektif, dan logis sehingga menyebabkan siswa cenderung pasif, dan juga interaksi antar siswa kurang terjadi selama proses pembelajaran. Dengan demikian dalam pelaksanaan akan terdapat kecenderungan perbedaan kemampuan koneksi yang dicapai. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa
menggunakan
kemampuan
model
koneksi
pembelajaran
matematika
penemuan
siswa
yang
diajar
terbimbing
lebih
tinggi
dibandingkan dengan kemampuan koneksi matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.