BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Dalam bab IV ini diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yaitu, (1) deiksis persona atau orang, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, dan (5) deiksis sosial. Untuk jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:
4.1.1 Deiksis Persona Deiksis persona atau orang adalah pemberian bentuk kepada personal atau orang, yang mencakup tiga kelas kata ganti diri, yaitu; (a) orang pertama, (b) orang kedua, dan (c) orang ketiga. Berdasarkan ketiga kategori tersebut, orang pertama merujuk pada pembicara atau dirinya sendiri, misalnya, saya, aku, kami, dan kita. Selanjutnya, orang kedua merujuk pada seseorang atau lebih dari pendengar atau siapa saja yang dituju dalam pembicaraan. Misalnya: kamu, engkau, anda, kalian, saudara. Sementara itu, orang ketiga merujuk pada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar. Misal, dia, ia, beliau, mereka. Pronomina orang pertama merupakan rujukan pernbicara kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain pronomina persona pertama rnerujuk pada orang yang sedang berbicara. Pronomina persona ini dibagi rnenjadi dua, yaitu pronomina persona pertarna tunggal dan pronomina persona pertarna jarnak. Pronomina persona pertama tunggal rnempunyai beberapa bentuk, yaitu aku, saya, daku. Pronomina
persona kedua adalah rujukan pembicara kepada lawan bicara. Dengan kata lain bentuk pronomina persona kedua baik tunggal maupun jamak merujuk pada lawan bicara. Bentuk pronomina persona kedua tunggal adalah kamu dan engkau. Pronomina persona ketiga dalam bahasa Indonesia ada dua, yaitu bentuk tunggal dan bentuk jamak. Bentuk tunggal pronomina persona ketiga mempunyai dua bentuk, yaitu ia dan dia yang mempunyai variasinya. Bentuk pronomina persona ketiga jamak adalah beliau, mereka. Maka untuk menunjukkan sesuatu yang diacu dapat dilihat dalam kalimat berikut: 1) Persona pertama Kalimat yang mengandung kata saya di bawah ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 1, yaitu merujuk pada si pembicara itu sendiri atau dirinya sendiri (Handoko). Pembicaraan yang menekankan pada siapa yang sedang berbicara. Hal ini ditandai pada kutipan novel berikut: Handoko datang ke rumah Sukasman untuk menagih hutang, Sukasmana dan keluarganya sudah lama berhutangkepadanya “Ayolah, Pak. jangan bercanda. Saya sudah capek bolak-balik datang ke sini ,” desak Handoko. “Begini saja, Pak. Saya tidak tahu lagi bagaimana caranya. Yang jelas, Pak Kasman sudah janji hari ini mau melunasi utang-utang Bapak sama saya. Ini sudah tempo terakhir, Pak. Dan, saya tidak mau lagi kembali dengan tangan kosong. (hal. 27, kalimat ke 7) Kalimat yang menggunakan kata aku di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 1, yaitu merujuk pada pembicara (Sukasman) atau dirinya sendiri sebagai penekanan bahwa dia tidak ingin istrinya mengatakan kepada
Handoko kalau dia pergi ke rumah Pak Solihin. Hal ini ditandai pada kutipan novel berikut: Matahari semakin beranjak tinggi. Dan, Sukasman masih belum berbuat apa-apa sampai sesiang itu, sehingga istrinya semakin gelisah saja melihatnya. “Baiklah, Sun. Sepertinya memang tidak ada cara lagi, selain minta bantuan Pak Solihin. Tapi, kalau Handoko datang, kamu jangan bilang kalau aku ke rumah Pak Solihin. Kamu bilang saja tidak tahu, atau katakana saja kalau aku sudah pergi pagi-pagi dan tidak berpesan apaapa.” (hal. 19, kalimat ke 2)
Kata kami yang ada pada contoh kalimat di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 4, yaitu merujuk pada orang yang sedang berbicara. Dalam hal ini Anting dan kawan-kawannya yang lain yang tidak sempat disebutkan dalam penggalan kalimat tersebut. Seperti dalam kutipan kalimat novel di bawah ini. Anting dan kawan-kawannya yang lain sedang menunggu teman mereka yang baru, yang akan menjadi teman mereka di dalam sel penjara. “Kalau tidak bersalah, mana mungkin kau dikerangkeng seperti kami di sini?” lelaki bernama Anting menimpali dengan wajah seperti orang marah.” (hal. 104, kalimat ke 3) Kata kita dalam kalimat ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 6, yaitu mengacu pada beberapa orang atau lebih pada saat dituturkannya kata itu. Orang yang diacu dalam kalimat di bawah adalah Pak Lurah dan beberapa orang yang ada dalam pembicaraan itu. Namun bisa juga Seperti kutipan berikut: “Lebih baik itu, Pak Lurah. Dengan bebasnya Sukasman, kita juga dapat menunjukan komitmen kita untuk selalu membantu siapa saja yang teraniaya. Ya, seperti Sukasman ini,” kata Pak Kades menimpali.” (hal. 145, kalimat ke 9)
(b) Persona kedua Kata kamu dalam kalimat di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 2, yaitu merujuk pada pendengar, atau lebih dari satu orang. Dalam kalimat ini Yang diacu dalam sukasman yang menjadi pendengar. Dilihat pada kutipan novel berikut: Ahmad mengeluarkan rokok dan menyodorkannya kepada Sukasman. “Ya, kamu beruntung. Sudah punya anak. Aku yang menikah sudah hampir lima tahun ini belum juga dikaruniai seorang pun anak.” (hal. 42, kalimat ke 5)
Kata engkau dalam kalimat di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 13, yaitu merujuk pada pendengar atau yang dituju dalam pembicaraan (Allah SWT), karena dalam kalimat ini si Sukasaman yang sedang memanjatkan doanya. Hal ini dilihat pada kutipan novel berikut: “Ya Allah…., aku tak berdaya mengatasi kesulitan-kesulitan yang menimpa hidupku, jika tanpa Engkau bantu. Selain ini sejak bertahuntahun yang lalu, jalan hidupku penuh terjal. Kedua kakiku penuh luka. Kedua kakiku penuh luka. Kedua tangaku berlumuran darah, dan kedua mataku sudah tak tentu berapa banyaknya mengeluarkan tetes-tetes air mata. Aku selalu memohon kesabaran kepada-Mu, karena memang tidak pilihan lain yang bisa aku ambil untuk menanggapi masalah dalam kehidupanku, selain hanya bersabar. Namun, aku selalu mengemis agar sudilah kiranya Eangkau memberikan yang terbaik dalam hidupku dan keluargaku. Aku terlempar dalam keterpurukan, dalam keterpurukan, dan keterpurukan berikutnya. Nasib hari depanku tak pernah jelas. Semuanya serba kabur dan samar-samar. Orang-orang disekitarku pun tak pernah member tahu seperti apa masa depanku. Mereka pun lemah hakikatnya, ya Allah. Jadi hanya kepada Engkaulahaku meminta dan berdoa. Amin.” (hal. 289-290, kalimat ke 5) Dalam kalimat ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 15, yaitu kata anda mengacu pada pendengar (Sukasman), dalam hal ini seorang terdakwa yang mencuri untuk keperluan istrinya, dan kutipan berikutnya seorang terdakwa yang
dimintai kejujurannya dalam menjawab semua pertanyaan yang akan diajukan kepadanya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut: “Saudara mengatakan terpaksa mencuri untuk membeli obat buat istri anda yang sedang sakit. Tapi, mengapa Anda harus mencuri? Kenapa tidak mencuri jalan lain, seperti berutang kepada tetangga atau sebagainya? Suksaman tidak menjawab. Dia hanya menganggukkan kepala dan tetap menunduk. (hal. 336, kalimat ke 8)
Kata kalian dalam kalimat ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 6, yaitu mengacu pada seseorang atau lebih dari pendengar atau siapa saja yang dituju dalam pembicaraan. Dalam kalimat ini yang dituju adalah herman dan sahabat-sahabatnya yang lain yang tidak sempat disebutkan satu persatu namanya.. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan novel berikut: “Sudalah, Herman. Kamu dan semuanya di sini masih tetap sahabatsahabatku. Aku tidak akan pernah berhenti mengunjungi kalian nanti, sekalipun aku sudah bebas.” (hal. 136, kalimat ke 1)
Dalam kalimat di bawah ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 15, yaitu yang mengandung kata saudara di bawah mengacu pada pendengar. Dalam hal ini adalah Sukasman, yang selaku terdakwa dalam sebuah persidangan. Seperti dalam kutipan berikut: Sukasman kembali mengangguk. Beberapa orang kemudian datang mendekati Sukasman. Di tangan salah satu orang ada kitab suci yang pernah dipelajari Sukasman dulu “Saudara Sukasman. Anda sudah bersumpah untuk berkata. Dan, tentu Anda tahu apa akibatnya jika Anda melanggar sumpah Andasendiri. Tidak hanya Tuhan yang menjadi saksi atau sumpah saudara. Tetapi, juga beberapa orang yang baik hadir dalam persidangan ini.” (hal. 336, kalimat ke 1)
(c) Persona ketiga Kata dia dalam kutipan di bawah ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 4, yaitu merujuk pada yang bukan pembicara dan bukan pendengar, yang dimaksud dalam pembicaraan ini adalah Sukasman. Seperti dalam kutipan novel di bawah ini. Sukasman kembali tertunduk. Dari balik kedua matanya yang membengkak, dia melirik kedua istri dan anaknya yang duduk agak berjauhan. Suniyati menangis dengan terisak-isak. Di sampingnya, ada istri Pak Lurah yang mencoba menenangkannya. (hal. 89, kalimat ke 6)
Dalam kalimat di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 3, yaitu kata ia mengacu pada bukan pembicara dan bukan pula pendengar. Yang dimaksudkan dalam kalimat yang mengandung kata ia adalah Sukasman. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut: Sukasman pergi ke dalam, kemudian kembali dengan membawa bungkusan plastik yang berisi tembakau. Ia mulai melinting tembakau, sambil bersiul-siul kecil menirukan alunan musik yang terdengar dari rumah Pak Anas sekenanya. Ia mulai menyalakan lintingan tembakaunya dan mengisapnya dalam-dalam, penuh nikmat. (hal. 65, kalimat ke 2)
Dalam kalimat di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 6, yaitu kata beliau bukan pembicara dan bukan pula pendengar. Namun yang dimaksudkan dalam kata beliau dalam kalimat ini adalah Haji Makmun. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut: “Aku katakan tadi hanya khawatir. Tetapi, siapa tahu dia akan berbuat begitu. Sangat mungkin Haji Makmun akan memprovokasi orang-orang yang sudah tunduk kepada beliau, kalau beliau sudah beranggapan bahwa kita telah melanggar perintah agama.” (hal. 148, kalimat ke 2)
Kata mereka dalam kalimat di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 11, yaitu bukan pembicara dan bukan pula pendengar. Dalam kutipan ini kata mereka merujuk pada orang-orang sudah terlebih dahulu di rumahnya Pak Lurah, dan kalimat kedua mengacu pada pada beberapa orang yang berkumpul. Seperti dalam kutipan novel berikut: Selang beberapa waktu kemudian, Sukasman sudah sampai di halaman rumah Pak Lurah. Di sana, rupanya sudah ada beberapa orang yang sedang berkumpul. Dia segara mengucapkan salam yang kemudian dijawab secara bersamaan oleh mereka sambil menoleh kea rah dirinya. (hal. 248, kalimat ke 3)
4.1.2 Deiksis Tempat Deiksis ini berkaitan dengan pemberian bentuk kepada lokasi ruang dipandang dari lokasi pemeran dalam suatu peristiwa berbahasa. Dilihat dari hubungan antara orang dan benda yang ditunjukkan, deiksis tempat dibagi menjadi dua, yaitu jauh (distal) dan dekat (proksimal). Deiksis tempat yang pertama menunjuk jarak yang jauh antara orang dan benda yang ditunjukkan seperti di sana, itu, dan sebagainya. Deiksis tempat yang kedua menunjuk jarak yang dekat antara orang dan benda yang ditunjukkan seperti di sana, itu, dan sebagainya. Akan tetapi, dalam mempertimbangkan deiksis tempat, perlu diingat Deiksis ini merupakan pemberian bentuk pada lokasi atau ruang yang merupakan tempat, dipandang dari lokasi pemeran dalam peristiwa berbahasa. Misalnya; di sini, di situ, di sana. Deiksis tempat dalam kata di sini adalah berkaitan dengan yang dekat dengan pembicara, deiksis tempat dalam kata di situ adalah yang bukan dekat dengan pembicara namun dekat dengan pandangan, sedangkan
deiksis dalam kata di sana dipakai untuk menunjukan tempat yang jauh dengan pembicara dan pendengar.
(a) Deiksis tempat dalam kata ”di sini”. Contoh: Dalam kalimat yang mengandung kata di sini di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 4, yaitu mengacu pada yang dekat dengan pembicara, dalam hal ini seseorang yang sedang berbicara dan dekat dengan Sukasman, Seperti dalam kutipan novel berikut: Seorang lelaki di antara beberapa tahanan yang ada di sel itu memperhatikan Sukasmansejak tadi dia masuk. ”Sudahlah tidak usah kau bersedih,” katanya, sambil merebahkan tubuhnya di samping Sukasman. ”Awalnya, kami semua di sini sama seperti kau. Sedih dan menyesal. Tetapi, semuanya sudah terlambat.” (hal. 102, kalimat ke 4)
(b) Deiksis tempat dalam kata ”di situ.” Contoh: Kata di situ dalam kalimat ini bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 1, yaitu, mengacu pada bukan dekat dengan pembicara, namun dekat dengan pandangan. Yang dimaksud dalam kalimat ini adalah apakah Handoko, si rentenir sudah berdiri di halaman rumah Sukasman. Seperti kutipan dalam novel berikut ini. Suniyati meninggalkan Sukasman dan membawa Ripin tidur. Sukasman hanya diam saja melihat istrinya berbuat begitu. Ia melihat ke halaman kalau-kalau Handoko sudah berdiri di situ. Tetapi, tidak ada siapa-siapa yang ia temui, selain hanya sinar matahari yang telah semakin siang. (hal. 20, kalimat ke 2)
(c) Deiksis tempat dalam kata ”di sana.” Contoh: Kata di sana dalam kalimat ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 4, yaitu digunakan dalam menunjuk tempat yang sangat jauh dari pembicara dan pendengar.
Kata di sana
menunjuk sel/penjara yang akan di huni oleh
Sukasman. Hal ini terdapat dalam kutipan novel berikut Sukasman digiring turun dari atas mobil, kemudian diajak masuk ke sebuah ruangan interogasi. Dia merasa, sebentar lagi dia akan menjadi penghuni salah satu ruangan yang ada di sana. (hal. 95, kalimat ke 3)
4.1.3
Deiksis Waktu Deiksis waktu menunjuk kepada pengungkapan jarak waktu dipandang
dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat oleh pembicara seperti sekarang, pada saat itu, kemarin, besok dan lain sebagainya. Semua ungkapan tersebut tergantung pada pemahaman penutur tentang pengetahuan waktu tutuan yang relevan. Jika waktu tuturan tidak diketahui dari suatu catatan, ada ketidakjelasan dalam hal waktu, contoh kembalilah satu jam lagi. Landasan psikologis dari deiksis waktu tampaknya sama dengan deiksis tempat. Kejadian waktu dapat diperlakukan sebagai yang bergerak ke penutur atau sebaliknya. Deiksis waktu adalah pemberian bentuk kepada titik atau jarak dipandang Deiksis waktu adalah pemberian bentuk kepada titik atau jarak dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat. Misalnya; kini, kemarin, lusa, sekarang, besok, dulu, tadi, nanti.
(a) Deiksis waktu dalam kata “kini.” Contoh: Kata kini dalam kalimat ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 3, yaitu mengacu pada waktu dituturkannya kalimat tersebut. Seperti dalam kutipan berikut. Sambil menggengam batu itu, Sukasman bergerak perlahan-lahan dan tidak mengeluarkan suara. Dia menyelinap dari satu pohon ke pohon yang lain. Sekarang jaraknya kini semakin dekat sosok pencuri itu. Mungkin jarak antara dia dengan pencuri itu ada sekitar seratus meter lebih. Sosok pencuri itu tidak menyadari bahwa dirinya tengah diintai. Sukasman tidak peduli apakah pencuri itu memang bermaksud mencuri di dalam rumahnya, atau ia sebenarnya sedang lari dari kejaran orang-orang sehabis mencuri. Tapi, rumah siapa yang sudah dicurinya? Pak Solihin, atau pak Anas? Sukasman diam dan berpikir tentang sesuatu. Dia tibatiba tersenyum. Menurut perkiraannya, pencuri itu pasti sudah membawa lari hasil curiannya yang diperoleh dari salah satu di antara orangkaya di kampungnya. Pak Solihin atau pak Anas. (hal. 80-81, kalimat ke 4) (b) Deiksis waktu dalam kata “kemarin.” Contoh: Pada kata kemarin pada kalimat di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 4, yaitu merujuk pada sehari sebelum waktu itu dituturkan. Yang dimaksudkan dalam kalimat ini, apa hubungan mimpi Sukasman sengan kejadian pencurian barang berharga milik Haji Makmum. Hal ini terdapat dalam kutipan novel berikut: Sukasman ikut memperhatikan kea rah orang yang ditunjuk Pak Lurah. Dan, betapa terkejutnya dia karena yang datang adalah Pak Haji Makmum. Benarkah pencuri itu mengambil barang Pak Haji Makmum? Lalu, apakah semua ini ada hubungannya dengan mimpinya kemarin siang? Ini sungguh aneh. Di kampongnya, masuh ada orang yang lebih kaya dari Pak Haji makmum, seperti Pak Anas, Pak Solihin, dan beberapa tetangganya yang lain. Tapi, kenapa pencuri itu malah mencuri di rumah Pak haji makmum. (hal. 90, kalimat ke 4)
(c) Deiksis waktu dalam kata “sekarang.” Contoh: Dalam kalimat di bawah bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 5, yaitu kata sekarang merujuk pada saat dituturkannya penuturan, atau merujuk ke jam atau bahkan menit. Hal inilah yang disebut deiksis yang cakupannya selalu mencakupi saat peristiwa pembicaraan. Kalimat itu. Contoh dalam kalimat sekarang (pukul 09.00) saya mau pulang sebentar mengambil buku yang ketinggalan di rumah. Kata sekarang yang dimaksud adalah pukul 09.00 tersebut. Seperti dalam kutipan berikut: Suniyati menarik napas. Kemudian, meluncurlah dari mulutnya cerita yang pernah disampaikan suaminya, malam itu sebelum ia ditangkap. Baik Pak Lurah dan semua yang ada di situ sama-sama antusias mendengar cerita Suniyati. Mereka sekarang tidak lagi fokus pada tujuan diadakannya pertemuan itu, melainkan lebih tertarik mendengar cerita Suniyati. Malam semakin merambat naik. Tetapi, beberapa orang yang memang sengaja diundang Pak Lurah malam itu masih tetap bertahan mendengar cerita Suniyati. (hal. 112, kalimat ke 2) (d) Deiksis waktu dalam kata “besok.” Contoh: Kata besok dalam kalimat di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 5, yaitu mengacu pada waktu yaitu sehari sesudah hari ini. Seperti kutipan dalam novel berikut: “Baiklah kalau begitu,” kata Pak Lurah kemudian. “Bapak-bapak, masalah ini memang belum usai, tetapi kita sudah mendapatkan sedikit titik terang. Besok akan mencoba mencari informasi di kantor kepolisian dan menggambungkan informasi yang kita dapatkan malam ini dengan hasil investigasi yang diperoleh kepolisian. Jadi, saya rasa cukup sampai di sini dulu pertemuan kita malam ini (hal. 113, kalimat ke 8)
(e) Deiksis waktu dalam kata “dulu.” Contoh: Kata dulu pada kalimat di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 9, yaitu mengacu pada waktu, yaitu merujuk lebih jauh kebelakang mungkin yang sudah bertahun-tahun lamanya. Seperti terlihat dalam kutipan novel berikut: “Lho, kenapa? Padahal, dulu kamu paling rajin ikut pengajian dan jarang sekali absen (hal. 205, kalimat ke 5) (f) Deiksis waktu dalam kata “tadi.” Contoh: Kata tadi dalam kalimat ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 13, yaitu mengacu ke waktu sebelum dituturkannya kata itu, yakni kata yang diucapkan tidak terlalu lama, atau beberapa menit yang lalu. Hal ini terlihat pada kutipan novel berikut: “Bicaralah, Kasman. Bagaimana hasil pemeriksaannya tadi? Istrimu sakit apa?” (hal. 285, kalimat ke 4) (g) Deiksis waktu dalam kata “nanti.” Contoh: Kata nanti dalam kalimat ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 15, yaitu mengacu pada waktu dekat ke depan. Hal ini terlihat dalam kutipan novel berikut: “Sepertinya, Pak Lurahbenar-benar menyerahkan masalahmu pada pihak kepolisian dan pengadilan untuk mengurusnya. Tentu hal ini akan semakin membuat keadaanmu makin sulit, Kasman. Tapi, kamu tidak perlu khawatir, Kasman. Aku siap untuk menjadi pembelamu di pengadilan nanti. Siapa tahu hukumanmu menjadi ringan. Lagi pula, yang kamu curi „kan Cuma seekor ayam kepunyaanku yang sudah kuikhlaskan pula,” kata Pak Rasyid dengan nada menghubur. (hal. 285, kalimat ke 4)
.
4.1.4
Deiksis Wacana Deiksis wacana merupakan deiksis yang mengacu pada apa yang terdapat
dalam wacana. Berdasarkan posisi antensendennya, deiksis wacana dibagi dua,yaitu anafora dan katafora. Anafora adalah pengacuan oleh pronomina terhadap anteseden yang terletak di kiri. Selanjutnya, katafora adalah pengacuan pronomina terhadap anteseden yang terletak di kanan. Deiksis wacana adalah pembagian bentuk kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah disebut, yang telah diuraikan atau yang sedang dikembangkan. Dalam
ilmu
bahasa gejala ini disebut anafora, yaitu yang menunjuk kepada yang sudah disebut dan katafora, yaitu yang menunjuk kepada yang akan disebut. Misalnya; ini, itu, yang terdahulu (anafora), yang berikut, dibawah ini, sebagai berikut (katafora) (a) Contoh “anafora” Pada kalimat anafora di bawah ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 1, dalam kalimat ini terdapat enklitik-nya, dan enklitik-nya ini mengacu kepada sukasaman. Hal ini terlihat dalam kutipan novel berikut. Sukasman tidak tahan mendengar kegaduhan yang berasal dari tangis anaknya, Ripin, yang masih kecil. Sedangkan istrinya, Suniyati juga tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi rengekan anak itu. (hal. 17, kalimat ke 1) (b) Contoh “katafora Pada kalimat katafora di bawah ditemukan dalam novel YMDM pada bab 1, dalam kalimat di bawah terdapat kata saya, dan kamu yang mengacu kepada Sukasman. Kata saya dan kamu diucapkan terlebih dahulu dari nama diri, jadi
dalam kalimat ini merujuk kepada Sukasman. Seperti dalam kutipan novel berikut: “Ya, itu karena saya belum ada uang, Pak.” “Terus, kapan kira-kira kamu ada uang?” Sukasman menggeleng pelan sambil menunduk. (hal. 21, kalimat ke 2)
4.1.5
Deiksis Sosial Deiksis sosial mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan
yang terdapat antarpartisipan yang terlibat dalam peristiwa berbahasa. Deiksis ini menyebabkan adanya kesopanan berbahasa. Deiksis sosial juga mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan yang dimaksud dalam pembicaraan itu (Agustina, 1995:50). Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan kata mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga penggantian kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma, yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus). Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan santun berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang), seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan penggunaan gelar.
Contoh: Pada kedua penggalan novel di bawah ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 1, terdapat kata serba kekurangan dan, kuli tani. Diantara kedua kata di bawah kedua kata ini masuk pada kemiskinan dan kemiskinan masuk dalam status sosial Sejak mereka menikah tiga puluh tahun yang lalu dan cuma dikaruniai seorang anak, rasa-rasanya mereka tidak pernah lepas dari mempertengkarkan masalah-masalah seputar kehidupan mereka yang serba kekurangan. Pendapatan Sukasman sebagai kuli tani yang sesekali juga merangkap mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain yang ditawarkan tetangga-tetangganya, tidak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka bertiga. (hal. 17, kalimat ke 1)
Pada penggalan novel di bawah ini ditemukan dalam novel YMDM pada bab 1, terdapat penyebutan gelar. Penyebutan gelar yang diacu adalah Haji Makmun, dan kutipan kedua dengan penyebutan gelar ustadz. Seperti dalam kutipan novel berikut: “Benar, Pak Ustadz. Lagi pula, saya juga jenuh di rumah terus. (hal. 17, kalimat ke 1)
4.2 Pembahasan Berdasarkan temuan penelitian yang dipaparkan pada bagian 4.1 tentang jenis-jenis deiksis dalam novel YMDM terdapat (1) deiksis persona atau orang, (2) deiksis tempat, (3) deiksis waktu, (3) deiksis wacana, dan (5) deiksis sosial.
Deiksis dalam novel YMDM pada dasarnya digunakan untuk mengetahui percakapan atau pembicaraan yang dituturkan oleh pembicara dan lawan bicara yang berada dalam novel. Deiksis ini sama-sama mengacu pada yang dapat ditafsirkan acuannya dengan pemperhatikan saat dan tempat dituturkannya pembicaraan. Pronomina orang pertama merupakan rujukan pernbicara kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain pronomina persona pertama rnerujuk pada orang yang sedang berbicara. Pronomina persona ini dibagi rnenjadi dua, yaitu kata ganti persona pertarna tunggal dan kata ganti persona pertarna jarnak. Pronomina persona pertama tunggal rnempunyai beberapa bentuk, yaitu aku, saya, daku. Dalam hal pemakainnya, bentuk persona pertama aku dan saya ada perbedaan. Bentuk saya adalah bentuk yang formal dan umumnya dipakai dalam tulisan atau ujaran yang resmi. Pronomina persona kedua adalah rujukan pembicara kepada lawan bicara. Dengan kata lain bentuk pronomina persona kedua baik tunggal maupun jamak merujuk pada lawan bicara. Pronomina persona ketiga merupakan kategorisasi rujukan pembicara kepada orang yang berada di luar tindak komunikasi. Dengan kata lain bentuk pronomina persona ketiga merujuk orang yang tidak berada baik pada pihak pembicara maupun lawan bicara. Di dalam novel YMDM banyak terdapat penggunaan kata pertama orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Berdasarkan ketiga kategori tersebut, orang pertama merujuk pada pembicara atau dirinya sendiri. Misal, saya, aku, kami, dan kita. Selanjutnya, orang kedua merujuk pada seseorang atau lebih dari pendengar atau siapa saja yang dituju dalam pembicaraan. Misalnya: kamu,
engkau, anda, kalian, saudara. Sementara itu, orang ketiga merujuk pada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar. Misal, dia, ia, beliau, mereka Deiksis tempat ini merupakan pemberian bentuk pada lokasi atau ruang yang merupakan tempat, dipandang dari lokasi pemeran dalam peristiwa berbahasa atau merujuk pada lokasi, ruang, atau tempat. Misalnya; di sini, di situ, di sana. Dalam tersebut terdapat banyak deiksis tempat seperti contoh pada kata di sini dalam panggalan novel di bawah mengacu pada yang dekat dengan pembicara. Kata petunjuk tempat yang dimaksudkan adalah kata petunjuk yang berada di luar tuturan , maksudnya mengacu pada objek yang tidak berada dalam tuturan. Berdasarkan beberapa pengertian beberapa mengenai pronomina maupun mengenai deiksis tempat, terdapat pula deiksis yang menyatakan waktu. Deiksis ini menunjuk kepada pengungkapan jarak waktu dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat oleh pembicara. Seperti sekarang, pada saat itu, kemarin, besok dan lain sebagainya. Deiksis waktu adalah pemberian bentuk kepada titik atau jarak dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat, misalnya kata sekarang merujuk pada saat dituturkannya penuturan, atau merujuk ke jam atau bahkan menit. Hal inilah yang disebut deiksis yang cakupannya selalu mencakupi saat peristiwa pembicaran. Deiksis waktu yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kepada pengungkapan jarak waktu dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat oleh pembicaran. Selain ketiga deiksis di atas terdapat juga deiksis wacana dan deiksis sosial. Dalam deiksis wacana membicarakan anafora dan katafora dalam novel.
Anafora dan katafora ini dilihat pada kalimat-kalimat yang ada dalam novel tersebut. Agar tidak salah menafsirkan apa itu anafora dan katafora maka akan dijelaskan apa maksud dari keduanya. Anafora yaitu yang merujuk kepada yang sudah disebut, sedangkan katafora yaitu, mengacu pada yang akan disebut. Dari pengertian di atas maka anafora yaitu penggunaan anafora menggunakan enklitiknya, enklitik-nya ini merujuk pada nama diri yang akan di sebutkan, sedangkan katafora tidak menggunakan enklitik-nya, tetapi kata saya, kamu disebutkan terlebih dahulu setelah itu disusul dengan nama diri. Untuk deiksis social, hanya melihat pada perbedaan-perbedaan status sosial dalam masyarakat antara pembicara dan lawan bicara. Dalam deiksis social selain status sosial dalam masyarakat ada juga penggunaan sapaan dan penggunaan gelar. Dalam penelitian ini menggunakan kelima deiksis agar mempermudah dalam komunikasi dan merupakan factor utama yang menunjang keberhasilan dalam berkomunikasi. Khususnya dalam memahami apa yang dibaca.