BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Informan Penelitian Semua informan dalam penelitian ini tidak merasa keberatan untuk disebutkan namanya, adapun informan penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Bapak Teguh Wibowo Selama peneliti menjalani proses penelitian dan wawancara bapak Teguh Wibowo merupakan informan yang peneliti pertama kali wawancara dan berdiskusi ketika sebelum dan ketika dilapangan. Beliau sangat antusias untuk memberikan informasi yang peneliti butuhkan kapan saja asalkan tidak mengganggu kesibukan beliau dalam bekerja. Dengan penampilan yang ramah, tegas, berwibawa, lugas dalam berbicara beliau bersedia menjawab semua pertanyaan yang diajukan peneliti. Beliau pun tidak segan-segan untuk membantu peneliti mencarikan informan lainnya agar bersedia menjadi informan dalam penelitian serta mencarikan data-data yang berguna bagi kesempurnaan penelitian ini. b) Bapak Sodikin Informan kedua yang peneliti wawancarai adalah bapak Sodikin. Beliau adalah seorang petani yang kesehariannya melakukan
47
82
aktifitasnya di ladang yang beliau miliki, namun walaupun beliau sibuk dengan urusannya di ladang saat peneliti meminta waktunya untuk wawancara tidak pernah menolak bahkan peneliti memiliki kesan bahwa beliau adalah seseorang yang ramah terhadap siapapun, dan bersedia menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh peneliti tanpa mengeluh sedikitpun. c) Bapak Karso Informan ketiga yang peneliti wawancarai adalah bapak Karso. Beliau memiliki pekerjaan sebagai pedagang sembako di Pasar, namun walaupun bapak Karso ini adalah seorang pedagang di pasar tetapi beliau tidak menjual sendiri hasil dari pohon cengkihnya ke pasar
padahal
beliau
merupakan
seseorang
yang
banyak
menghabiskan waktunya di pasar. Peneliti memiliki kesan bahwa beliau adalah sosok yang tidak mau urusan pekerjaannya terganggu oleh urusan yang lain, sehingga untuk menjual cengkih yang ia miliki saja tidak ingin merasa repot sehingga melakukan transaksi jual beli cengkih dengan sistem kontrak tersebut. d) Ibu Sumiati Informan keempat yaitu Ibu Sumiati. Beliau merupakan sosok yang sangat ramah dan murah senyum selain itu juga peneliti merasa diperlakukan sebagai seorang anak oleh beliau sehingga peneliti merasa nyaman dan tidak canggung dalam memberikan pertanyaanpertanyaan yang peneliti butuhkan. Beliau juga sangat antusias
83
membantu peneliti dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Peneliti merasa sudah sangat dekat dengan beliau karena beliau merupakan salah satu warga yang rumahnya tidak jauh dari peneliti. e) Bapak Darsono Informan kelima yaitu bapak Darsono. Beliau merupakan seorang pensiunan guru yang mana sekarang sudah tua dan sulit untuk melakukan aktifitas-aktifitas yang berat. Namun walaupun kesehatan beliau semakin menurun, tetapi beliau tidak merasa keberatan saat peneliti meminta waktunya untuk melakukan wawancara dan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang peneliti berikan, sehingga peneliti memiliki kesan bahwa beliau adalah sosok orang yang ramah dan tidak menyepelekan orang lain walaupun orang tersebut berumur jauh lebih muda darinya. f) Bapak Wahyono Informan yang selanjutnya peneliti wawancarai adalah bapak Wahyono, beliau merupakan orang yang sedikit keras sehingga saat peneliti berkunjung ke rumah beliau untuk melakukan wawancara, beliau seperti merasa terganggu dengan kedatangan peneliti, dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang peneliti berikanpun hanya dijawabnya dengan singkat tanpa ada obrolan-obrolan lain untuk mencairkan suasana. g) Bapak Carmu’i
82
Informan selanjutnya yaitu bapak Carmu’i. Beliau merupakan seorang petani yang mempunyai kehidupan yang sederhana, beliau juga sosok orang yang ramah terhadap siapapun sehingga saat berlangsungnya wawancara peneliti tidak merasa canggung untuk memberikan pertanyaan karena beliau memberikan respon yang baik kepada peneliti. Bahkan beliau juga berterimakasih kepada peneliti karena sudah berkunjung ke rumahnya dan bisa membantu memberikan informasi sesuai yang peneliti butuhkan. h) Ibu Cahyati Informan kedelapan adalah Ibu Cahyati, beliau peneliti lihat sebagai sosok yang ramah selain itu beliau jaga tidak keberatan untuk dimintai waktunya untuk melakukan wawancara. Walaupun peneliti dan beliau baru saling mengenal ketika peneliti meminta kesediaannya untuk menjadi informan dalam penelitian ini tetapi dengan senyum khasnya beliau mengutarakan kesediaannya. Dalam menjawab pun beliau sangat blak-blakan dan santai sehingga tidak ada rasa canggung dalam diri peneliti. i) Ibu Munadhiroh Informan yang satu ini pun tidak kalah ramahnya dari informan yang lainnya. Selain itu beliau jaga orang yang humoris dan tipikel orang yang cepat akrab dengan orang lain. Beliau juga tidak segan-segan memberikan informasi-informasi yang peniliti butuhkan,
83
bahkan beliau juga mempersilahkan kepada peneliti untuk datang kapanpun bila masih ada informasi yang dibutuhkan lagi. j) Bapak Supriyanto Informan yang peneliti wawancarai selanjutnya adalah bapak Supriyanto. Beliau juga merupakan seorang petani, namun walaupun beliau memiliki banyak pohon cengkih tetapi beliau merupakan salah satu warga yang kehidupannya kurang berkecukupan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya saja beliau merasa kurang karena beliau hanyalah sebagai buruh tani yang mana belum tentu orangorang yang meminta untuk menggarap sawahnya itu langsung membayar jasanya saat pekerjaan yang beliau lakukan tersebut selesai. k) Bapak Kasda’i Informan selanjutnya yaitu bapak Kasda’i. Beliau juga seorang petani, namun beliau bukan sebagai buruh tetapi beliau adalah petani yang menggarap lahannya sendiri. Saat melakukan wawancara dengan beliau, peneliti memiliki kesan bahwa beliau adalah orang yang tidak terlalu menyukai bila waktu senggang yang dimilikinya terganggu, karena beliau banyak menghabiskan waktunya di sawah. bahkan saat peneliti meminta waktunya untuk melakukan wawancara beliau mempersilahkan untuk menemuinya di sawah, bukan di rumahnya seperti para informan-informan yang lain. l) Bapak Dasuki
82
Bapak Dasuki merupakan salah satu informan sebagai pembeli cengkih dengan sistem sewa pohon yang peneliti wawancarai. Beliau juga merupakan sosok orang yang ramah dan menerima kehadiran peneliti untuk melakukan wawancara, sehingga peneliti merasa terbantu karena beliau mau menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang peneliti berikan. m) Ibu Munawaroh Informan selanjutnya yaitu Ibu Munawaroh. Beliau juga termasuk pembeli cengkih yang juga melakukan transaksi jual beli tersebut dengan sistem kontrak pohon. Peneliti memiliki kesan bahwa beliau adalah sosok wanita yang ramah, murah senyum serta humoris. Sehingga peneliti tidak merasa canggung saat melakukan wawancara dengan beliau walaupun peneliti baru mengenalnya saat wawancara tersebut berlangsung. n) Bapak Sahudi Beliau merupakan salah satu tokoh masyarakat yang disegani oleh warga Desa Kambangan, karena beliau merupakan sosok yang ramah dan mudah akrab dengan warga yang baru dikenalnya. Sehingga peneliti juga merasa sangat terbantu saat melakukan wawancara dengan beliau karena beliau memberikan respon yang baik terhadap peneliti. o) Bapak Khoirul Ilmin
83
Tokoh masyarakat yang peneliti wawancarai selanjutnya adalah bapak Khoirul Ilmin, beliau adalah salah satu tokoh masyarakat yang biasa mengisi pengajian rutin setiap hari jum’at di masjid Desa Kambangan. Namun, beliau merupakan sosok orang yang cara berbicaranya susah untuk difahami, sehingga peneliti harus benarbenar fokus untuk mendengarkan beliau saat menjawab dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang peneliti berikan. p) Bapak Yusuf Beliau merupakan takmir masjid di Desa Kambangan dan sebagai kepala sekolah di SDN 02 Kambangan. Beliau merupakan sosok orang yang ramah kepada siapapun, dan mudah bergaul di lingkungan sekitar, walaupun beliau memangku jabatan yang tinggi tetapi beliau tidak pernah segan untuk berkumpul atau bergaul dengan orang-orang yang berada di bawahnya. q) Bapak Junaidi Informan selanjutnya yaitu Bapak Junaidi, beliau merupakan sesepuh di Desa Kambangan dan beliau merupakan salah satu pendiri Madrasah Diniyah yang berada di Desa Kambangan. Beliau adalah sosok orang yang keras namun juga disegani oleh orang-orang di lingkungan sekitar. 2. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan peneliti terhadap informan mengenai bagaimana praktik transaksi jual beli dengan
82
sistem kontrak pohon cengkih diperoleh hasil yang hampir serupa antar jawaban yang satu dengan jawaban lainnya dari masing-masing informan. Seperti hasil wawancara mendalam tentang bagaimana transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih yang diterapkan oleh warga Desa Kambangan, yang dilakukan dengan bapak Sodikin sebagai berikut : “kontrak pohon cengkih ini biasanya pembeli menemui langsung si pemilik pohon cengkih dan menanyakan apakah pemilik pohon cengkih tersebut akan menjual cengkih itu atau akan memetiknya sendiri, bila si pemilik ingin menjualnya maka penjual tersebut memberikan tawaran untuk membelinya namun dalam jangka waktu beberapa tahun (biasa disebut sewa pohon).”1 Kemudian peneliti lebih lanjut bertanya kepada Bapak Sodikin, apa yang menjadi alasannya untuk melakukan jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih tersebut? Beliaupun menjawab sebagai berikut: “Saya melakukan jual beli ini karena pada saat pembeli tersebut datang kebetulan memang sedang membutuhkan uang jadi saya setuju untuk menjual cengkih tersebut pada beliau.”2
Ketika peneliti menanyakan kepada bapak Sodikin tentang bagaimana cara dalam menentukan harga dari hasil pohon cengkih yang hendak dibayar, beliau menjawab: “ya cuma dikira-kira saja, kalo pembeli itu kan sudah biasa membeli cengkih yang masih dipohon, jadi kalo menurut saya sudah pas ya saya setuju dengan harga yang diberikan.”3 Dan peneliti menanyakan apakah jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih tersebut menguntungkan bagi kedua belah pihak ? dengan singkat Bapak Sodikin Kembali menjawab: 1
Sodikin, wawancara pribadi, Kambangan: 22 Januari 2016 Sodikin, wawancara pribadi, Kambangan: 22 Januari 2016 3 Sodikin, wawancara pribadi, Kambangan: 22 Januari 2016 2
83
“Ada untungnya juga ada ruginya.” Selanjutnya wawancara dilanjutkan dengan Bapak Karso, yang memberikan informasi tentang bagaimana transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih yang diterapkan oleh warga Desa Kambangan, beliau menjawab: “sistem kontrak pohon cengkih ini dilakukan dalam jangka waktu beberapa tahun, selama masa kontrak tersebut maka pemilik tidak boleh menjual cengkihnya kepada orang lain.”4 Lebih lanjut bapak Karso juga menjawab pertanyaan dari peneliti tentang apa alasan beliau melakukan jual beli dengan sistem kontrak pohon sebagai berikut: “Alasan saya karena saya repot dengan pekerjaan saya, gak ada waktu untuk memetiknya sendiri, sedangkan istri saya kan tidak bisa memetiknya sendiri, jadi saya pasrahkan saja sama pembeli cengkih yang penting dijaga bersama.”5
Sedangkan untuk pertanyaan bagaimana cara dalam menentukan harga dari hasil pohon cengkih yang hendak dibayar, beliau menjawab: “dikira-kira saja, tapi terkadang ada pembeli yang membayar cengkih tersebut saat keadaan cengkihnya masih kecil-kecil, jadi kadang-kadang saya merasa menyesal menerima uang itu karena ternyata cengkihnya masih bisa lebih besar lagi ukurannya dan kemungkinan bisa mendapatkan harga yang lebih besar lagi, tapi ya saya ikhlaskan saja, itu kan resiko dari jual beli semacam ini.”6 Kemudian informasi selanjutnya diberikan oleh Ibu Sumiati, beliau mengutarakan: “kadang ada pembeli yang datang ke rumah pemilik pohon namun juga ada pemilik pohon yang menemui langsung si pembeli dan 4
Karso, wawancara pribadi, Kambangan: 20 Februari 2016 Karso, wawancara pribadi, Kambangan: 20 Februari 2016 6 Karso, wawancara pribadi, Kambangan: 20 Februari 2016 5
82
menawarkan cengkihnya, lalu kedua belah pihak melakukan tawar menawar.”7 Dan saat peneliti menanyakan apa alasan beliau melakukan jual beli dengan sistem kontrak pohon tersebut, beliau menjawab: “Saya menjual cengkih dengan transaksi ini karena agar tidak repot minta tolong untuk memetiknya.”8 Penelitipun melanjutkan pertanyaannya tentang bagaimana cara dalam menentukan harga dari hasil pohon cengkih yang hendak dibayar, beliaupun kembali menjawab: “Ya biasanya pembeli cuma mengira-ngira saja mbak dalam satu pohon itu harganya berapa.”9 Sedangkan ketika peneliti bertanya apakah sistem kontrak pohon cengkih tersebut menguntungkan bagi kedua belah pihak ? Ibu Sumiati mengemukakan jawabannya sebagai berikut: “Ada untungnya si mbak, tapi juga ada ruginya untuk kedua belah pihak jika hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan harga yang diberikan. Tapi dalam prakteknya yang lebih sering dirugikan adalah pihak penjual, karena bilamana hasil petikannya banyak pembeli akan diam saja tetapi bila hasilnya sedikit pembeli selalu bilang pada pihak penjual/ pemilik bahwa hasil dari petikannya tidak sesuai dengan perkiraan, walaupun pihak pembeli tidak meminta ganti rugi tapi hal tersebut menjadi beban bagi pemiliknya.”10
7
Sumiati, wawancara pribadi,Kambangan: 1 Februari 2016 Sumiati, wawancara pribadi,Kambangan: 1 Februari 2016 9 Sumiati, wawancara pribadi,Kambangan: 1 Februari 2016 8
10
Sumiati, wawancara pribadi, Kambangan: 1 Februari 2016
83
Informan lainnya yaitu Bapak Darsono yang memberikan pernyataan sebagai berikut mengenai ytansaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih yang diterapkan oleh warga Desa Kambangan: “pihak pembeli mendatangi langsung ke rumah pemilik pohon dan menawar cengkih tersebut lalu pembeli juga menawarkan apakah mau kalo pohon cengkih tersebut disewanya untuk beberapa tahun jadi dalam jangka waktu tersebut pembeli tersebutlah yang selalu membeli hasil dari pohon cengkih tersebut.”11 Sedangkan mengenai apa alasan beliau melakukan jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih tersebut, beliau menjelaskan: “Saya melakukan jual beli ini karena tidak ada waktu untuk mengurusnya mbak, sudah tua, anak-anak juga sudah ikut suami semua. Jadi pas ada yang membeli ya saya jual saja sama dia.”12 Ketika bapak Darsono kembali ditanya apakah sistem kontrak pohon cengkih tersebut menguntungkan bagi kedua belah pihak ? beliau menjawab: “menguntungkan, karena saya tidak perlu repot-repot memetik dan menjual sendiri ke pasar, bahkan saya tidak perlu repot-repot untuk merawat pohon cengkih tersebut dalam jangka waktu beberapa tahun.”13 Kemudian peneliti kembali melanjutkan wawancaranya dengan Bapak Wahyono, beliau menjelaskan tentang bagaimana sistem kontrak pohon cengkih yang diterapkan oleh warga Desa Kambangan sebagai berikut: “Seperti yang sudah terjadi seperti biasanya, saya mendatangi pembeli buntuk menawarkan cengkih yang saya punya. Lalu kontrak pohon cengkih ini dilakukan dalam jangka waktu beberapa 11
Darsono, wawancara pribadi, kambangan: 29 Januari 2016 Darsono, wawancara pribadi, kambangan: 29 Januari 2016 13 Darsono, wawancara pribadi, kambangan: 29 Januari 2016 12
82
tahun dengan cara tiap tahunnya/ pada musim cengkih tiba kedua belah pihak saling merundingkan harga untuk setiap pohonnya.”14 Dan saat beliau ditanya apa alasannya melakukan jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih ini, beliau juga menjawab dengan singkat: “Saya menjual cengkih ini karena membutuhkan uang.”15 Sedangkan mengenai cara dalam menentukan harga dari hasil pohon cengkih yang hendak dibayar, beliau menjelaskan : “Dalam menentukan harganya, si pembeli melihat langsung pohon tersebut dan harganya dikira-kira saja dalam satu pohon tersebut harganya berapa.”16 Informan selanjutnya yaitu Bapak Carmu’i, beliau menjelaskan tentang bagaimana transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih yang diterapkan oleh warga Desa Kambangan, yaitu: “Kontrak pohon ini dilakukan dalam jangka waktu beberapa tahun, biasanya warga sini menyebutnya sewa pohon. Terus selama pohon tersebut masih disewa ya berarti saya (pemilik pohon) tidak bisa memanennya sendiri.”17 Namun ketika ditanyakan apa alasan beliau melakukan jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih tersebut, beliau menjawab: “Alasan saya ya pertama pasti karena butuh uang mbak, terus dari pada saya capek memetiknya sendiri kebetulan ada yang mau beli ya saya jual saja.”18 Sedangkan mengenai penentuan harga yang hendak dibayarkan beliau menjelaskan: 14
Wahyono, wawancara pribadi, Kambangan: 23 Februari 2016 Wahyono, wawancara pribadi, Kambangan: 23 Februari 2016 16 Wahyono, wawancara pribadi, Kambangan: 23 Februari 2016 17 Carmu’i, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Februari 2016 18 Carmu’i, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Februari 2016 15
83
“Orang yang mau membeli cengkih tersebut melihat seberapa banyak cengkih yang ada di pohon, tanpa menunggu dipetik dan ditimbang dulu. Kalo cengkih itu besar-besar dan banyak maka kemungkinan besar bisa memiliki harga yang tinggi per pohonnya.”19 Kemudian peneliti juga melanjutkan wawancaranya dengan Ibu Cahyati, beliau juga memberikan penjelasan yang tak jauh berbeda dengan informan lainnya mengenai transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih yang diterapkan oleh warga Desa Kambangan sebagai berikut: “Jual beli cengkih dengan sistem ini dilakukan dalam waktu beberapa tahun, selama waktu perjanjian pihak pemilik pohon tidak boleh menjual hasil dari pohon cengkih tersebut kepada orang lain. Dan setelah waktu perjanjian habis, maka pohon tersebut kembali lagi pada pemiliknya.”20 Alasan Ibu Cahyati melakukan jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih ini adalah: “Alasan saya ya biar mudah saja mbak, jadi saya tinggal menerima uangnya saja.”21 Kemudian peneliti juga menanyakan pernahkah terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli dalam melaksanakan sistem kontrak pohon cengkih tersebut? Beliau menjawab: “Alhamdulillah tidak mbak, kan walaupun disewa beberapa tahun tapi harganya itu dirundingkan setiap tahunnya.”22
19
Carmu’i, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Februari 2016 Cahyati, wawancara pribadi, Kambangan: 17 Februari 2016 21 Cahyati, wawancara pribadi, Kambangan: 17 Februari 2016 22 Cahyati, wawancara pribadi, Kambangan: 17 Februari 2016 20
82
Selanjutnya informan lain yang memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang peneliti ajukan adalah Ibu Munadhiroh yang menjawab ketika ditanya bagaimana transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih yang diterapkan oleh warga Desa Kambangan?: “Warga Desa Kambangan menjual cengkihnya dan pembeli menawarkan untuk menyewa pohon tersebut dalam waktu beberapa tahun dan pemilik pohon tidak boleh menjual cengkih itu kepada orang lain saat selama masa sewa tersebut masih berlaku.”23
Kemudian apa alasan Ibu Munadhiroh melakukan jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih adalah: “Saya mengajar pulangnya sampai sore mbak, jadi waktu untuk mengurus cengkih itu sedikit, kalo hari minggu ya saya ingin santai saja di rumah, sambil mengurus pekerjaan rumah.”24 Dan bagaimana cara dalam menentukan harga dari hasil pohon cengkih yang hendak dibayar ? beliau menjawab: “Biasanya si cuma dikira-kira saja mbak, tapi kadang ada tetangga yang juga menjual cengkihnya itu membanding-bandingkan harga yang didapatkan. Katanya kalo dijual sama si A membelinya dengan harga yang tinggi sedangkan si B pasti dengan harga yang murah. Padahal kan semua itu tergantung dari cengkihnya.”25 Informan selanjutnya yaitu Bapak Supriyanto, beliau juga menjelaskan tentang transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih yang diterapkan oleh warga Desa Kambangan sebagai berikut: “Kontrak pohon cengkih ini/ sewa pohon dilakukan dalam jangka waktu beberapa tahun, selama masa sewa tersebut maka pemilik
23
Munadhiroh, wawancara pribadi, Kambangan: 24 Februari 2016 Munadhiroh, wawancara pribadi, Kambangan: 24 Februari 2016 25 Munadhiroh, wawancara pribadi, Kambangan: 24 Februari 2016 24
83
tidak boleh menjual cengkihnya kepada orang lain maupun memetiknya sendiri.”26 Sedangkan alasan beliau melakukan jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih ini adalah: “Alasan saya karena pada waktu itu anak sedang minta sepeda jadi kebetulan ada yang meu membeli cengkih yang saya punya ya saya terima saja tawarannya, dari pada kasihan anak merengek terus mbak.”27 Dan cara dalam menentukan harga dari hasil pohon cengkih yang hendak dibayar, beiau dengan singkat menjawabnya: “Diperkirakan saja mbak, satu pohon itu harganya berapa.”28 Ketika beliau juga diberikan pertanyaan apakah transaksi kontrak pohon cengkih sudah berjalan lama, bapak Supriyantopun menjawab: “Sudah cukup lama mbak, bahkan sudah seperti kebiasaan bagi mereka yang tidak mempunyai waktu untuk mengurus pohon cengkihnya sendiri.”29 Informan terakhir dari pihak pemilik pohon yaitu Bapak Kasdai, beliau juga menjelaskan mengenai transaksi jualbeli denga sistem kontrak pohon cengkih yang diterapkan oleh warga Desa Kambangan: “Kontrak pohon cengkih ini dilakukan dalam jangka waktu beberapa tahun, selama masa kontrak tersebut maka pemilik tidak boleh menjual cengkihnya kepada orang lain.”30 Alasan beliau melakukan jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih tersebut adalah: 26
Supriyanto, wawancara pribadi, Kambangan: 3 Maret 2016 Supriyanto, wawancara pribadi, Kambangan: 3 Maret 2016 28 Supriyanto, wawancara pribadi, Kambangan: 3 Maret 2016 29 Supriyanto, wawancara pribadi, Kambangan: 3 Maret 2016 30 Kasda’i, wawancara pribadi, Kambangan: 3 Maret 2016 27
82
“Alasan saya karena butuh uang mbak”31 Sedangkan cara dalam menentukan harga dari hasil pohon cengkih yang hendak dibayar, beliau menjawab: “Pembeli cengkih itu hanya memperkirakan saja dalam satu pohon itu dihargai berapa.”32 Dengan singkat beliau juga menjawab pertanyaan peneliti mengenai jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih tersebut menguntungkan bagi kedua belah pihak: “Bisa untung juga bisa rugi.”33 Sedangkan dalam bidang perekonomian beliau juga menjelaskan bahwa transaksi tersebut juga sangat berdampak bagi masyarakat Desa Kambangan, yaitu: “Sangat berdampak bagi kami, karena bisa mempunyai penghasilan tambahankarena penjualan cengkih yang kami miliki. Bukan hanya penjual dan pembeli saja yang perekonomiannya terbantu, namun para ibu rumah tangga yang biasanya menganggurpun ada kegiatan karena membantu memisahkan antara bunga dengan batangnya.”34 Selain dengan para penjual, peneliti juga melakukan wawancara dengan pembeli cengkih yang menggunakan sistem kontrak pohon tersebut.
Informan yang pertama adalah Bapak Dasuki. Beliau
menjelaskan ketika peneliti memberikan pertanyaan tentang bagaimana praktik jual beli cengkih yang beliau terapkan sebagai berikut:
31
Kasda’i, wawancara pribadi, Kambangan: 3 Maret 2016 Kasda’i, wawancara pribadi, Kambangan: 3 Maret 2016 33 Kasda’i, wawancara pribadi, Kambangan: 3 Maret 2016 34 Kasda’i, wawancara pribadi, Kambangan: 3 Maret 2016 32
83
“kalau saya melihat pohon cengkih tersebut mempunyai hasil yang lumayan banyak, biasanya saya membeli cengkih tersebut sekaligus menawarkan pada pemilik pohon untuk menyewa pohon tersebut dalam jangka waktu beberapa tahun”35 Dan ketika beliau kembali ditanya dengan pertanyaan apakah beliau melakukan penakaran/ penimbangan terhadap cengkih yang hendak dibayarkan? Beliau menjawab: “Tidak, karena saya membeli cengkih tersebut saat masih ada dipohonnya”36 Sedangkan pembayaran yang beliau terapkan adalah: “Cara pembayaran yang saya terapkan ya secara tunai, setelah saya dan pemilik pohon cengkih tersebut sepakat dengan harga yang kami rundingkan.”37 Dan penelitipun melanjutkan pertanyaanya mengenai apakah akad jual beli dengan sistemkontrak pohon ini dilakukan secara tertulis, maka bapak Dasuki menjawab: “Tidak, kami sebagaiorang desa biasanya hanya mengandalkan rasa saling percaya, terlebih bila kami sudah saling mengenal satu dengan yang lain. Namun bila saya rasa orang tersebut kurang untuk dapat dipercayai ya saya meminta kepada pemilik pohon untuk membuat perjanjian secara tertulis agar pemilik pohon cengkih tersebut tidak lupa dengan kesepakatan yang telah kami setujui berssama.”38 Pertanyaan selanjutnya yang peneliti ajukan kepada bapak Dasuki yaitu bagaimana cara beliau menentukan jumlah cengkih yang ada dan menentukan harga yang hendak dibayarkan? Beliau menjelaskan: “Cuma dengan perkiraan saja, karena kan barang yang saya beli masih berada di pohon. Jadi awalnya saya melihat pohon tersebut 35
Dasuki, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Maret 2016 Dasuki, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Maret 2016 37 Dasuki, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Maret 2016 38 Dasuki, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Maret 2016 36
82
dan saya amati dengan seksama apakah pohon tersebut menghasilkan cengkih yang banyak atau tidak”39 Dan apakah cara-cara yang bapak Dasuki lakukan dalam jual beli cengkih ini menguntungkan?: “Ya kadang untung, kadang juga rugi. Namanya juga manusia mbak, kalau memperkirakan sesuatu itu kan belum tentu mendapatkan hasil yang sesuai dengan perkiraan dan kalo perkiraan salah kan bisa rugi.”40 Sedangkan alasan yang mendorong bapak Dasuki melakukan jual beli cengkih dengan sistem ini adalah: “Karena bisa memudahkan saya untuk membeli cengkih di tahun berikutnya, saya tidak perlu mencari orang lagi untuk menjual cengkih, tinggal merundingkan harganya saja.”41 Pembeli cengkih yang kedua yang juga biasa melakukan transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon adalah Ibu Munawaroh. Beliau juga menjelaskan bagaimana praktek jual beli hasil dari pohon cengkih yang beliau terapkan terapkan, yaitu: “Jual beli cengkih yang saya tawarkan pada pemilik pohon cengkih biasanya dengan membeli langsung saat masih di pohonnya dan saya menawarkan untuk menyewa pohon tersebut untuk beberapa tahun.”42 Selanjutnya, apakah cengkih yang dibeli sebelumnya dilakukan penakaran/ penimbangan? Beliau menjawab dan menjelaskan: “Tidak, karena cara saya menetukan harga dengan melihat langsung pohon cengkih tersebut, apakah pohon cengkih tersebut menghasilkan cengkih yang besar-besar dan banyak ataukah sebaliknya. Dari situlah saya bisa menaksir harganya.”43 39
Dasuki, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Maret 2016 Dasuki, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Maret 2016 41 Dasuki, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Maret 2016 42 Munawaroh, wawancara pribadi, Kambangan: 7 Maret 2016 43 Munawaroh, wawancara pribadi, Kambangan: 7 Maret 2016 40
83
Sedangkan cara pembayaran yang Ibu munawaroh terapkan adalah sebagai berikut: “Terkadang saya bayar dengan tunai langsung lunas, tapi terkadang saya juga membayarnya sebagian dulu lalu setelah uangnya sudah cukup untuk melunasinya ya saya lunasi kekurangannya.”44 Kemudian peneliti melanjutkan pertanyaannya mengenai akad jual beli dengan sistem kontrak pohon tersebut apakah diterapkan dengan cara tertulis? Beliau menjawab: “Tidak, karena hubungan saya dengan para pemilik pohon cengkih sudah bisa dikatakan baik jadi biasanya Cuma dengan lisan saja tidak dengan tertulis karena adanya kepercayaan juga.”45 Apakah cara-cara yang beliau lakukan dalam jual beli cengkih ini menguntungkan ? ibu Munawaroh menjawab: “bisa untung juga bisa rugu tapi sejauh ini misalkan saya mendapat rugi dalam jual beli ini, saya anggap sebagai resiko dagang.”46 Alasan yang mendorong Ibu Munawaroh melakukan jual beli cengkih dengan sistem tersebut adalah: “Agar lebih mudah saja dalam mencari orang yang mau menjual cengkihnya. Jadi ditahun-tahun berikutnya saya tingga menemui pemilik pohon cengkih tersebut untuk merundingkan lagi harga yang hendak saya bayar.”47
Untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan olah peneliti, selain dengan para penjual dan pembeli cengkih yang melakukan transaksi tersebut, peneliti juga mewawancarai beberapa tokoh masyarakat yang
44
Munawaroh, wawancara pribadi, Kambangan: 7 Maret 2016 Munawaroh, wawancara pribadi, Kambangan: 7 Maret 2016 46 Munawaroh, wawancara pribadi, Kambangan: 7 Maret 2016 47 Munawaroh, wawancara pribadi, Kambangan: 7 Maret 2016 45
82
peneliti anggap mengetahui keadaan di Desa Kambangan dan mampu menjelaskan tentang jual beli, yang pertama yaitu Bapak Sahudi, dalam pertanyaan yang peneliti ajukan yaitu apakah sudah lama pelaksanaan transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih di Desa Kambangan ini? Beliau menjawab: “Yang saya tau, sistem kontrak pohon ini sudah berlangsung cukup lama di Desa Kambangan ini.”48 Dan bagaimana tanggapan bapak/ ibu mengenai transaksi jual beli cengkih dengan sistem tersebut ? bapak Sahudi kembali menjawab: “Menurut saya jual beli cengkih dengan sistem ini ya bisa memudahkan untuk kedua belah pihak. Tetapi juga bisa merugikan bagi kedua belah pihak.” Sedangkan bila ditinjau dari ekonomi Islam, pendapat beliau tentang pelaksanaan jual beli cengkih dengan sistem tersebut adalah: “Kalo di lihat dari sisi ekonomi Islam, sepertinya saya masih ragu terhadap akad yang dilakukan dalam transaksi jual beli sistem kontrak tersebut, karena walaupun dilakukan dengan kerelaan antara kedua belah pihak, adanya akad yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dan adanya barang yang diperjual belikan, karena dalam transaksi tersebut juga diikuti dengan sewa yang pada hakikatnya sewa hanyalah menggunakan/ hanya diambil manfaatnya saja, bukan mengambil hasil yaitu cengkih tersebut.” Kemudian peneliti kembali bertanya menurut beliau, dalam melakukan transaksi jual beli cengkih tersebut warga Desa Kambangan sebaiknya melakukan transaksi yang bagaimana ? beliau menjawab: “Menurut saya lebih baik jangan melakukan transaksi jual beli dengan sistem kontrak yang biasa dilakukan oleh warga Desa Kambangan ini, agar tidak ada keraguan menurut agama karena
48
Sahudi, wawancara pribadi, Kambangan: 29 Februari 2016
83
warga Desa Kambangan ini kan dominan beragama muslim jadi harus lebih memperhatikan lagi tentang cara berjual beli.” Selanjutnya peneliti melanjutkan wawancaranya dengan bapak Khoirul Ilmin yang peneliti awali dengan pertanyaan apakah sudah lama pelaksanaan transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih di Desa Kambangan ini, beliau menjawab: “Sepertinya transaksi jual beli dengan sistem kontrak ini sudah berlangsung cukup lama.”49 Dan berikut adalah pernyataan bagaimana tanggapan beliau mengenai transaksi jual beli cengkih dengan sistem tersebut: “Kalo menurut saya, transaksi tersebut seharusnya bisa memudahkan para penjual maupun pembeli, namun kedua belah pihak juga harus memperhatikan apakah akad tersebut sudah sesuai dengan ajaran agama Islam atau belum”. Sedangkan bila dilihat dari ekonomi Islam, pendapat beliau tentang pelaksanaan jual beli cengkih dengan sistem tersebut adalah: “Menurut saya walaupun akad yang dilakukan sudah sesuai dengan ajaran agama Islam namun saya sendiri belum bisa memberikan keputusan apakah transaksi tersebut diperbolehkan dalam Islam atau tidak karena dalam transaksi tersebut terdapat dua akad yang berbeda yaitu akad jual beli dan juga akad sewa menyewa yang mana syarat dari kedua akad tersebut sepertinya juga belum terpenuhi semuanya, karena dalam transaksi tersebut yang saya ketahui menjual cengkih yang masih berada di pohonnya dan belum diketahui kualitas barang tersebut sehingga masih mengandung unsur gharar.” Kemudian menurut beliau, dalam melakukan transaksi jual beli cengkih tersebut warga Desa Kambangan sebaiknya melakukan transaksi bagaimana? Beliau menjawab:
49
Khoirul Ilmin, wawancara pribadi, Kambangan: 29 Februari 2016
82
“Menurut saya lebih baik warga desa Kambangan ini melakukan jual beli cengkih tersebut jangan diikuti juga dengan akad sewamenyewa atau lebih baiknya lagi kalo warga desa Kambangan ini mau menjual cengkihnya dengan memetiknya sendiri atau kalo tidak punya waktu dan tenaga ya menyuruh orang untuk memetikannya lalu sebelum dijual ya sebaiknya ditimbang terlebih dahulu agar hasil yang didapatkan dari pohon tersebut bisa diketahui bersama-sama. Sehingga dari pihak penjual maupun pembeli tidak ada yang merasa dirugikan.” Selanjutnya informan yang lain yaitu bapak Yusuf dengan singkat juga menjawab pertanyaan peneliti mengenai pelaksanaan transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih di Desa Kambangan ini apakah sudah berlangsung lama: “Ya sudah cukup lama, dan sudah biasa dilakukan oleh warga Kambangan. Bahkan warga desa Kambangan ini malah sudah seperti menjadi kebiasaan dalam penjualan cengkih dengan sistem tersebut, padahal mereka belum mengetahui bahwa sistem tersebut dibolehkan dalam agama atau tidak” Kemudian Bapak Khoirul Ilmin juga memaparkan bagaimana tanggapan beliau mengenai transaksi jual beli cengkih dengan sistem tersebut sebagai berikut: “Menurut saya jual beli dengan sistem ini bisa menimbulkan rasa terpaksa untuk menjual kembali cengkih tersebut pada tahun berikutnya, karena transaksi ini kan berlangsung dalam waktu beberapa tahun. Sedangkan sifat manusia kapan saja bisa berubah, apalagi bila melihat tetangganya berbondong-bondong pergi ke pasar untuk menjual cengkih lalu mempunyai keinginan untuk memetik cengkihnya sendiri namun mereka sudah terikat pada perjanjian yang telah disepakati bersama.” Dan bila ditinjau dari ekonomi Islam, pendapat bapak Khoirul Ilmin tentang pelaksanaan jual beli cengkih dengan sistem tersebut adalah: “Menurut saya ya apabila dari kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan boleh-boleh saja dilakukan, tapi kalo nantinya muncul rasa terpaksa dalam melakukan transaksi tersebut lebih
83
baik jangan melakukan transaksi tersebut karena dalam agama Islam dalam melakukan jual beli haruslah saling suka sama suka dan dengan rasa kerelaan.” Selanjutnya menurut beliau dalam melakukan transaksi jual beli cengkih
tersebut
warga
Desa
Kambangan
sebaiknya
melakukan
transaksinya sebagai berikut: “Dalam transaksi ini kan pasti para pembeli hanya menggunakan perkiraan saja dalam menentukan harga yang akan diberikan, jadi sebaiknya warga desa Kambangan ini lebih baik melakukan jual beli dengan cara ditimbang dahulu agar terhindar dari kerugian untuk kedua belah pihak. Dan agar lebih mengetahui jenis dan kualitas barang yang akan didapatkannya” Informan terakhir sebagai tokoh masyarakat yang peneliti wawancarai adalah bapak Junaidi, menurut beliau pelaksanaan transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih di Desa Kambangan ini yaitu: “Sudah lama, karena warga desa Kambangan ini banyak yang memiliki pohon cengkih maka banyak juga yang melakukan jual beli dengan sistem tersebut.” Selanjutnya tanggapan beliau mengenai transaksi jual beli cengkih dengan sistem tersebut adalah sebagai berikut: “Setiap transaksi jual beli sah-sah saja bila dilakukan dengan jujur dan tidak adanya kecurangan, tapi kita sebagai umat muslim harus memperhatikan juga apakah akad yang dilakukan sudah sesuai atau belum dengan ajaran agama Islam. Jangan hanya untuk mempermudah penjualan kemudian kita mengabaikan ketentuanketentuan yang ada dalam ajaran agama Islam.” Kemudian ditinjau dari ekonomi Islam, bagaimana pendapat bapak Junaidi tentang pelaksanaan jual beli cengkih dengan sistem tersebut ? beliau menjawab:
82
“Dalam transaksi jual beli itu terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi, demikian pula dengan akad sewa-menyewa. Dan apabila salah satu rukun dan syaratnya tidak terpenuhi maka akad tersebut tidak sah untuk dilakukan. Dan sepertinya bila dicermati jual beli yang dilakukan warga desa Kambangan ini sudah memenuhi rukun dan syaratnya, namun di dalamnya terdapat sistem kontrak (sewa) yang mana dalam rukun sewa-menyewa adalah adanya orang yang berakad, ijab qabul, upah dan manfaat. Sedangkan pada transaksi ini dari pihak pemilik pohon tidak mendapatkan upah dalam penyewaan pohon tersebut melainkan menerima uang dari hasil penjualan cengkih. Dari situlah saya merasa ragu dengan jual beli dengan sistem kontrak tersebut apakah sudah sesuai dengan ajaran agama Islam atau belum. Bapak Junaidi juga memaparkan, dalam melakukan transaksi jual beli cengkih tersebut menurut beliau sebaiknya dilakukan dengan cara: “Menurut saya lebih baik jangan melakukan transaksi yang belum jelas diperbolehkan atau tidak dalam agama, karena kita sebagai umat muslim akan dimintai pertanggungjawaban dalam melakukan hal apapun termasuk jual beli. Jadi sebaiknya warga desa Kambangan apabila ingin menjual hasil cengkihnya itu melalui proses penimbangan terlebih dahulu.”
B. Pembahasan Hasil penelitian di atas merupakan proses penelitian lapangan yang telah dilakukan peneliti untuk memperoleh informasi-informasi yang sesuai dengan penelitian dan untuk menjawab rumusan masalah pada penelitian ini yaitu mengenai praktik jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih dan tinjauan ekonomi syariah terhadap praktik jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih yang ada di Desa Kambangan Kecamatan Blado Kabupaten Batang Jawa Tengah.
83
1. Praktik Jual beli Dengan Sistem Kontrak Pohon Cengkih Di Desa Kambangan Kecamatan Blado Kabupaten Batang Jawa Tengah. Di dalam transaksi jual beli harus berdasarkan atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur keterpaksaan, penipuan dan pemalsuan yang berdampak pada kerugian salah satu pihak baik dari penjual maupun pembeli. Seperti halnya yang terjadi di Desa Kambangan Kecamatan Blado Kabupaten Batang. Di daerah tersebut ada sebuah praktek jual beli cengkih yang mana pembeli berani membeli hasil cengkihnya yang masih berada di pohon dan dengan sistem kontrak pohon yang berlangsung hingga beberapa tahun yang berarti dalam waktu beberapa tahun tersebut pemilik atau penjual cengkih tidak bisa menjual hasil dari pohon cengkih tersebut kepada penjual lain walaupun harga yang ditawarkan oleh pembeli tersebut lebih tinggi. Dalam hal ini pemilik pohon dibayar saat cengkih masih berada di pohonnya tanpa menimbang terlebih dahulu. Kontrak pohon cengkih merupakan salah satu transaksi jual beli hasil dari pohon cengkih yang hanya bisa dipanen atau dipetik dalam waktu sekali selama setahun yang dilakukan oleh warga Desa Kambangan Kecamatan Blado Kabupaten Batang. Pohon cengkih sendiri merupakan pohon palawija yang bisa tumbuh subur di Desa Kambangan, sehingga banyak warga Desa Kambangan yang menanami ladang maupun lahan rumahnya yang masih kosong dengan pohon cengkih.
82
Seperti yang telah disampaikan oleh Bapak Kepala Desa Kambangan yaitu bapak Teguh Wibowo, beliau menyatakan bahwa pohon
cengkih
merupakan
salah
satu
tanaman
palawija
yang
menghasilkan bagi warganya, bahkan warga yang tidak mempunyai pohon cengkihpun bisa mendapatkan tambahan penghasilan saat musim cengkih tiba, dengan cara mengambil cengkih yang jatuh disekitar pohon cengkih itu ditanam. Biasanya warga yang melakukan kegiatan tersebut, melakukannya saat pagi hari sebelum mereka melakukan aktifitasaktifitas pekerjaan mereka seperti biasanya. Cengkih sendiri memiliki nilai jual yang tinggi saat awal musim cengkih itu tiba karena pada awal musim cengkih itu biasanya masih sedikit pohon cengkih yang sudah bisa di petik. Biasanya harga cengkih yang masih basah atau belum melakukan proses pengeringan bisa mencapai lebih dari 50.000/ kg dan bila cengkih tersebut sudah kering harganya bisa mencapai 100.000/ kg bahkan bisa lebih dari itu. Namun saat pohon cengkih sudah banyak yang bisa dipetik harga jualnya bisa turun menjadi 20.000-30.000/ kg cengkih yang masih basah dan 50.000-70.000/ kg cengkih yang sudah kering.50 Dalam praktik transaksi jual beli cengkih dengan sistem kontrak pohon tersebut warga desa Kambangan mengawalinya dengan cara penjual menemui para pemilik pohon cengkih yang akan dijual dan bersedia menerima tawaran oleh pembeli untuk menjual cengkihnya namun dengan sistem kontrak dalam jangka waktu beberapa tahun, bila
50
Teguh Wibowo, wawancara pribadi, Kambangan: 18 Januari 2016
83
pihak pemilik pohon cengkih setuju dengan tawaran tersebut maka kedua belah pihak membuat kesepakatan/ perjanjian bahwa dalam kurun waktu yang disepakati pohon cengkih tersebut menjadi hak pembeli untuk memetik hasil dari pohon cengkih. Namun, dalam perjanjian tersebut kedua belah pihak tidak membuat perjanjian secara tertulis, melainkan hanya melalui lisan dan saling mengingat saja.51 Namun berbeda dengan bapak Wahyono, beliau menjual hasil dari pohon cengkih tersebut bukan dari pihak pembeli yang menemui beliau, tetapi beliaulah yang datang langsung pada pihak pembeli dan menawarkan cengkihnya agar dibeli, hal tersebut terjadi bukan karena keterbatasanya waktu dan tenaga, melainkan karena pada waktu tersebut pemilik pohon cengkih sedang membutuhkan dana.52 Penjelasan dari Bapak Darsono, praktek jual beli semacam ini dilakukan oleh masyarakat Desa Kambangan karena mereka merasa jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih itu menguntungkan bagi kedua belah pihak, yang mana pihak penjual diuntungkan dengan langsung mendapat hasil dari pohon cengkih tersebut tanpa harus memetik dan menjualnya ke pasar dan bahkan tidak perlu repot lagi untuk merawat pohon tersebut dalam jangka waktu beberapa tahun.sedangkan pihak pembeli diuntungkan dari hasil pohon cengkih tersebut.53 Akan tetapi, selain menguntungkan praktek jual beli ini juga dapat merugikan kedua belah pihak yang mana pihak pemilik/ penjual akan 51
Sodikin, wawancara pribadi, Kambangan: 22 Januari 2016 Wahyono, wawancara pribadi, Kambangan: 23 Februari 2016 53 Darsono, wawancara pribadi, Kambangan: 29 Januari 2016 52
82
rugi jika hasil dari pohon cengkih tersebut jauh lebih banyak dari yang diperkirakan. Begitu juga dari pihak pembeli akan rugi jika hasil petikannya tidak sesuai dengan yang diperkirakan, terlebih bila musim cengkih tersebut terjadi saat musim hujan, banyak cengkih yang jatuh dari pohonnya yang menyebabkan hasil yang akan didapatkanya berkurang.54 Sedangkan cara menentukan harganya adalah hanya dengan melihat seberapa banyak cengkih yang berada di pohon tersebut, tanpa menunggu cengkih tersebut dipetik dan ditimbang. Bila pohon cengkih tersebut terlihat mempunyai hasil yang banyak dan besar-besar maka kemungkinan besar bisa memiliki harga yang tinggi per pohonnya.55 Namun ada pula dari pihak pembeli menentukan harga dan membayar cenkih tersebut saat keadaan cengkihnya masih kecil sehingga pihak penjual terkadang menyesal menerima uang tersebut karena melihat cengkihnya memiliki ukuran yang lumayan besar, dan diperkirakan bisa mendapatkan harga yang lebih besar dari harga yang sudah diberikan oleh pembeli tersebut. Namun, pihak pembeli hanya bisa mengikhlaskannya saja. Karena beliau sadar itu adalah resiko yang akan beliau dapatkan bila melakukan jual beli dengan cara tersebut.56 Selama ini, sistem kontrak pohon cengkih yang dilakukan oleh warga Desa Kambangan tidak pernah terjadi perselisihan antara pihak penjual maupun dari pihak pembeli, karena walaupun pohon cengkih 54
Sumiati, wawancara pribadi, Kambangan: 1 Februari 2016 Carmu’i, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Februari 2016 56 Karso, wawancara pribadi, Kambangan: 20 Februari 2016 55
83
tersebut sudah dikontrak selama beberapa tahun namun harga yang akan diberikan selalu dirundingkan terlebih dahulu oleh kedua belah pihak pada setiap tahunnya saat pohon cengkih tersebut sudah mulai berbunga.57 Hanya saja, terkadang antara pihak penjual yang satu dengan yang lainnya saling membanding-bandingkan karena apabila beda pembeli maka beda pula perkiraan hasil yang akan didapatkan dari pemetikan cengkih tersebut, maka berbeda pula harga yang akan didapatkan oleh pemilik pohon cengkih.58 Transaksi kontrak pohon tersebut sudah berlangsung cukup lama dilakukan oleh warga Desa Kambangan, bahkan sudah seperti kebiasaan bagi mereka yang tidak mempunyai waktu untuk mengurus pohon cengkihnya sendiri.59 Sedangkan dalam bidang ekonomi, adanya musim cengkih sangatlah berdampak besar bagi warga Desa Kambangan. Warga Desa Kambangan bisa mempunyai penghasilan tambahan karena penjualan cengkih yang mereka miliki. Bukan hanya penjual dan pembeli saja yang perekonomian mereka terbantu oleh penjualan cengkih, namun para ibu rumah tangga yang biasanya menganggurpun menjadi ada kegiatan yang bisa menambah pemasukan tiap harinya karena mereka membantu para pembeli cengkih untuk memisahkan antara bunga dengan batangnya.60
57
Cahyati, wawancara pribadi, Kambangan: 17 Februari 2016 Munadhiroh, wawancara pribadi, Kambangan: 24 Februari 2016 59 Supriyanto, wawancara pribadi, Kambangan: 3 Maret 2016 60 Kasda’i, wawancara pribadi, Kambangan: 3 Maret 2016 58
82
2. Tinjauan Ekonomi Syariah terhadap Praktik Jual Beli Dengan Sistem Kontrak Pohon Cengkih Di Desa Kambangan Kecamatan Blado Kabupaten Batang Jawa Tengah Menururut peneliti transaksi jual beli dengan sistem kontrak pohon tersebut bila dilihat dari akad jual beli maka dikategorikan kedalam jual beli jizaf, yaitu jual beli sesuatu tanpa harus ditimbang, ditakar ataupun dihitung. Akan tetapi jual beli dilakukan dengan cara menaksir jumlah obyek transaksi setelah melihat dan menyaksikannya secara cermat. Namun, selain termasuk ke dalam kategori jual beli jizaf, transaksi tersebut juga termasuk ke dalam kategori ijarah (sewamenyewa), karena dalam transaksi tersebut kedua belah pihak bersepakat untuk melakukan perjanjian kontrak pohon dalam jangka waktu beberapa tahun, dan setelah waktu yang ditentukan sudah habis maka pohon tersebut kembali menjadi hak pemilik pohon, seperti sewa-menyewa pada umumnya. Imam Syafi’i berpendapat bahwa akad jual beli diperbolehkan, ketika dilakukan dengan cara kerelaan kedua belah pihak, atas transaksi yang dilakukan tidak bertentangan dengan syariat. Ijma’ ini memberikan hikmah bahwa kebutuhan manusia berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain, dan kepemilikan sesuatu tidak
akan
doiberikan dengan begitu saja, namun terdapat kompensasi yang harus diberikan. Dengan diisyaratkannya jual beli merupakan salah satu cara untuk merealisasikan kainginan dan kebutuhan manusia, karena pada
83
dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dan bantuan orang lain. Dalam Islam sendiri tidak dibenarkan seseorang mencabut hak milik orang lain tanpa adanya kerelaan dari pemiliknya. Karena hak milik pribadi dalam Islam benar-benar dihargai dan dihormati, sehingga cara memperoleh hak milik dalam Islam diatur sedemikian rupa. Dalam praktek jual beli dengan sistem kontrak pohon ini sering dilakukan oleh warga di Desa Kambangan Kecamatan Blado Kabupaten Batang, karena mereka merasa bahwa jual beli tersebut menguntungkan bagi kedua belah pihak, yang mana pihak penjual diuntungkan dengan langsung mendapatkan hasil penjualannya tanpa harus memetik dan menjualnya ke pasar, sedangkan pembeli diuntungkan dari hasil petikannya. Akan tetapi, selain menguntungkan juga merugikan kedua belah pihak yang mana bila hasil petikannya tidak sesuai dengan perkiraan, lebih banyak ataupun lebih sedikit, karena dalam jual beli semacam ini hanya menggunakan ilmu perkiraan saja. Dengan demikian menurut salah satu tokoh masyarakat Desa Kambangan, bahwa jual beli dengan sistem kontrak ini masih meragukan bila dilihat dari segi syariahnya, walaupun dilakukan dengan kerelaan antara kedua belah pihak, adanya akad yang dilakukan oleh penjual dan pembeli, dan adanya barang yang diperjual belikan. Karena dalam transaksi tersebut juga diikuti dengan kata kontrak/ sewa yang pada hakikatnya, kontrak/ sewa-menyewa benda hanyalah digunakan/ diambil
82
manfaatnya saja bukan bendanya yaitu hasil dari pohon cengkih tersebut.61 Tokoh masyarakat lain juga menjelaskan, bahwa menurut beliau walaupun akad yang dilakukan sudah sesuai dengan ajaran agama Islam, namun dalam transaksi tersebut terdapat dua akad yang berbeda, yaitu jual beli dan sewa-menyewa (Ijarah). Sehingga beliau belum bisa memberikan keputusan bahwa transaksi tersebut diperbolehkan dalam agama Islam. Bahkan
menurut
penuturan
beliau,
sebaiknya
masyarakat
Desa
Kambangan lebih baik menggunakan akad jual beli saja atau lebih baiknya lagi bila warga yang memiliki pohon cemngkih tidak mempunyai waktu dan tenaga untuk memetiknya bisa menyuruh orang lain untuk memetikkannya dan memberikan upah kepada orang tersebut. Setelah itu cengkih hasil petikannya dijual dengan cara ditimbang dahulu agar samasama mengetahui berapa hasil yang didapatkan dalam satu pohon cengkih, sehingga dari kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan dikemudian hari karena hasil yang diperkirakan tidak sesuai dengan yang didapatkan.62 Selain itu sistem kontrak ini berlangsung dalam jangka waktu beberapa tahun, misalnya tiga tahun maka dalam jangka waktu tersebut pemilik pohon tidak mempunyai hak untuk memetiknya sendiri maupun menjualnya kepada orang lain. Sedangkan sifat manusia itu bisa berubah kapan saja, apalagi dalam jangka waktu yang lama. Terkadang 61 62
Sahudi, wawancara pribadi, Kambangan: 29 Februari 2016 Khoirul Ilmin, wawancara pribadi, Kambangan: 29 Februari 2016
83
mempunyai keinginan untuk memetik cengkih itu sendiri karena melihat tetangganya banyak yang berbondong-bondong pergi ke pasar untuk menjual cengkih, dari situlah terdapat rasa keterpaksaan pada tahun berikutnya karena mereka mereka sudah membuat perjanjian di awal walaupun saat awal perjanjian antara kedua belah pihak melakukannya dengan kerelaan dan tidak ada unsur keterpaksaan.63 Di lain waktu, bapak Junaidi juga menjelaskan tentang sistem kontrak pohon cengkih yang ada di Desa Kambangan. Beliau menuturkan, dalam jual beli itu terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi, demikian pula dengan sewa-menyewa. Apabila salah satu syarat dan rukun ada yang tidak sesuai maka akad-akad tersebut tidak sah atau bisa dikatakan tidak diperbolehkan dalam Islam. Bila dicermati, jual beli cengkih yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kambangan ini sudah memenuhi syarat dan rukun sesuai dengan ajaran agama Islam, namun di dalamnya terdapat sistem kontrak yang mana rukun dalam Ijarah yaitu orang yang berakad, Ijab dan qabul, upah, dan manfaat. Sedangkan dalam transaksi tersebut, bila dicermati bukan manfaatnya yang diambil/ digunakan melainkan benda yang diambilyaitu hasil dari pohon cengkih. Selain itu uang yang diterima oleh pemilik pohon cengkihpun bukanlah upah atas penyewaan pohon tetapi uang dari penjualan cengkih. Sedangkan bila dilihat dari rukun ijarah apabila seseorang menyewakan
63
Yusuf, wawancara pribadi, Kambangan: 29 Februari 2016
82
sesuatu kepada orang lain, pihak penyewa harus memberikan upah atas barang/ benda yang telah dimanfaatkannya.64 Menurut analisis peneliti, dalam transaksi yang dilakukan oleh warga desa Kambangan tersebut terdapat dua akad, yaitu: pertama akad jual beli, dimana pihak pemilik pohon cengkih menjual hasil dari pohon cengkih tersebut kepada penjual, dan kedua adalah akad sewa-menyewa (ijarah) dimana pihak pembeli selain membeli hasil dari pohon cengkih tersebut juga memberikan tawaran kepada pemilik pohon bahwa akan membeli hasil dari pohon cengkih tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasa disebut dengan sewa pohon). Di sisi lain, menurut peneliti transaksi tersebut juga masih mengandung unsur gharar dan bisa saja memunculkan unsur keterpaksaan dari pemilik pohon cengkih, karena pada tahun berikutnya hasil yang akan didapatkan belum jelas jumlahnya untuk menentukan harga yang akan diberikan kepada pemilik pohon dan apabila harga yang diberikan oleh pembeli tidak sesuai dengan keinginan pemilik pohon maka pihak pemilik/ penjual tidak bisa lepas dari perjanjian awal yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tersebut. Sehingga dari pihak pemilik pohon tersebut mau tidak mau harus menerima berapapun harga yang diberikan oleh pembeli. Selain itu, transaksi seperti ini juga bisa menyebabkan kerugian yang diterima oleh pihak penjual maupun pembeli, karena dalam transaksi ini pihak pembeli
64
Junaidi, wawancara pribadi, Kambangan: 5 Maret 2016
83
menentukan harganya tanpa menimbang terlebih dahulu melainkan hanya dengan perkiraan saja. Apabila dilihat dari syarat barang yang diperjual belikan maka transaksi tersebut tidak sah. Karena dalam syarat barang yang diperjual belikan, barang tersebut harus ada ketika transaksi berlangsung dan diketahui jenis dan kualitas barangnya, sedangkan dalam transaksi jual beli cengkih ini pemilik pohon cengkih menjual hasil dari cengkihnya yang masih berada di pohon yang belum diketahui jenis dan kualitas barangnya bahkan cengkih tersebut belum nampak dan belum layak untuk diperjualbelikan. Sedangkan apabila dilihat dari syarat barang yang disewakan maka transaksi yang biasa dilakukan oleh warga Desa Kambangan ini juga tidak sah, karena terdapat pendapat para ulama bahwa pada sewa menyewa barang atau benda hendaklah jangan sampai mengandung lenyapnya sesuatu berupa zat, tetapi hanya semata-mata karena manfaatnya, ulama yang demikian tidak membolehkan menyewa pohon untuk diambil buahnya. Sedangkan warga Desa Kambangan melakukan transaksi sewa pohon ini dengan mengambil hasil dari pohon cengkih tersebut. Jadi menurut peneliti, alangkah baiknya jika warga desa Kambangan melakukan transaksi jual beli cengkih yang lebih baik lagi dari transaksi tersebut agar tidak ada unsur keterpaksaan yang muncul dikemudian hari dan kerugian yang akan diterima oleh pihak penjual
82
maupun pembeli, misalnya menjual hasil dari pohon cengkih tersebut dengan cara memetiknya sendiri dan menimbang terlebih dahulu agar dalam melakukan jual beli tersebut barang yang diperjual belikan itu benar-benar
ada
dan
bisa
diserahterimakan
saat
akad
tersebut
berlangsung. Atau warga desa Kambangan juga bisa melakukan transaksi tersebut dengan menggunakan akad salam, yaitu pihak pembeli memesan cengkih kepada penjual dalam jumlah tertentu dan tidak memberikan ketentuan bahwa cengkih tersebut harus benar-benar berasal dari pohon yang dimiliki oleh penjual, jadi dalam transaksi tersebut sudah diketahui dengan jelas barang yang diperjualbelikan yaitu cengkih dan transaksi semacam ini sah dalam agama Islam. Dari uraian di atas bisa diketahui perbedaan dengan penelitianpenelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang juga membahas tentang transaksi jual beli maupun sewa menyewa. Namun dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian yang melibatkan dua akad yang berbeda dalam satu penelitian, yaitu akad jual beli sekaligus akad sewa menyewa. Jadi perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tempat penelitian yaitu di Desa Kambangan Kecamatan Blado Kabupaten Batang, subyek penelitiannya yaitu para penjual/ pemilik pohon cengkih, pembeli/ penyewa pohon cengkih dan juga para tokoh masyarakat (tokoh agama) yang ada di Desa Kambangan, dan obyek dalam penelitian ini juga berbeda dengan
83
penelitian-penelitian sebelumnya yaitu membahas tentang jual beli dengan sistem kontrak pohon cengkih.