perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Desentralisasi Di Daerah Istimewa Yogyakarta Kondisi geografis, budaya, tipologi ekonomi yang sangat bervariasi antar daerah menuntut adanya strategi kebijakan yang berbeda-beda pula agar mampu mendorong akselerasi pembangunan daerah. Selaras dengan hal tersebut, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal telah pula membuka kesempatan
bagi
daerah
untuk
mengarahkan
kebijakan
publiknya
menyesuaikan dengan kebutuhan dan potensi unggulan daerah yang dimilikinya. Inovasi, kreatifitas, sensitifitas dan kejelian pemerintah daerah dalam meramu kebijakan akan menjadi kunci keberhasilan pembangunan daerah. Sejak reformasi sampai saat ini, sudah beberapa kali terjadi perubahan undang-undang pemerintah daerah. Berbagai dinamika dalam perubahan kebijakan pemerintahan daerah tersebut mulai dari arah sentralisitik sampai desentralistik. Sebagai
negara kesatuan Indonesia
tentu menerapkan
pembagian urusan pusat dan daerah dengan tetap mengacu pada pola desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantu. Selain itu sistem pembagian kekuasaan yang didesentralisasikan ke daerah di Indonesia juga menerapkan desentralisasi a simteris dan desentraisasi simetris. Jauh sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah telah diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengatur hal-hal tentang pembentukan daerah dan kawasan khusus, pembagian urusan pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan, kepegawaian daerah, perda dan peraturan kepala daerah, perencanaan pembangunan daerah, keuangan daerah, kerja sama dan penyelesaian
perselisihan,
kawasan
perkotaan,
desa,
pembinaan
dan
pengawasan, pertimbangan dalamkebijakan otonomi daerah. Menurut undang-undang ini, negara mengakui dan menghormati satuancommit to user satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus dan istimewa. Sehubungan
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan daerah yang bersifat khusus dan istimewa ini, kita mengenal adanya beberapa bentuk pemerintahan yang lain, seperti Daerah DKI Jakarta, Daerah Istimewa (DI) Nanggroe Aceh Darussalam, Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat dan DIY. Bagi daerah-daerah ini secara prinsip tetap diberlakukan sama dengan daerah-daerah lain. Hanya saja dengan pertimbangan tertentu, kepada daerah-daerah tersebut, dapat diberikan wewenang khusus dan istimewa yang diatur dengan undang-undang. Jadi, bagi daerah yang bersifat khusus dan istimewa, secara umum berlaku Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 (saat ini telah direvisi dan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Jo. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah) dan dapat juga diatur dengan undang-undang tersendiri. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah Tentang Pemerintahan Daerah, masih menerapakan pola “residual power atau open arrangement (Konsep kekuasaan asli atau kekuasaan sisa),”73 bahkan urusan pemerintah dibagi menjadi urusan pemerintah absolut, urusan pemerintah konkruen dan urusan pemerintahan umum (Pasal 9) urusan pemerintah absolut adalah urusan pemerintah yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat (politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, dan agama) urusan pemerintah konkruen adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Meskipun telah berlaku selama tiga tahun disahkanya UUK DIY, masih terdapat bebrapa kendala dalam hal pelaksanaan teknis UUK. Dimulai masalah penyerapan anggaran, kendala waktu pencairan anggaran pusat kedaerah, penetapan Gubernur dan Wakili Gubernur, Tata Ruang dan Pertanahan. DIY merupakan salah satu provinsi yang memiliki kewenangan istimewa tersendiri sejak diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 dan saat ini telah direvisi dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan 73
to Hanif Nurcholis, op. cit., Hal commit 4.
user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai mana yang telah di paparkan pada bab sebelumnya keistimewaan yang dimiliki oleh DIY diatur dalam Pasal 7 ayat (2) yang memuat tentang lima kesitimewaan DIY. Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman bergabung dengan Indonesia sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia di proklamirkan. Begitu Republik Indonesia merdeka, “Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan bergabung sehingga kemudian Presiden Soekarno memberikan Piagam Kedudukan kepada mereka berdua. Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan dengan tegas bahwa mereka berdua adalah Kepala Daerah di Yogyakarta.”74 Mulanya dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai dasar hukum terbentuknya Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang otonominya termasuk didalamnya dibidang Agraria, maka kewenangan pengelolaan pertanahan beralih menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasal 4 memuat mengenai urusan rumah tangga yang menjadi kewenangan bagi DIY diantaranya adalah urusan Agraria (tanah). Dalam lampiran Undang-Undang Nomor 3 tahun 1950 dijelaskan bahwa urusan agraria (tanah) meliputi: 1. Penerimaan penyerahan hak “eigendom” atas tanah “eigendom” kepada negeri (medebewind); 2. Penyerahan tanah Negara (feheersoverdracht) kepada jawatan-jawatan atau kementerian lain atau kepada daerah autonom (medebewind); 3. Pemberian ijin membalik nama hak “ eigendom” dan “opstal” atas tanah, jika salah satu fihak atau keduanya masuk golongan bangsa asing (medebewind); dan 4. Pengawasan pekerjaan daerah autonom di bawahnya tentang agraria (sebagian ada yang medebewind).75 Ada beberapa perda yang mengatur mengenai pengelolaan di bidang pertanahan diantaranya Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 1954, Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 1954, Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 1954, 74
Baskoro dan Sunaryo, Catatan Perjalanan Keistimewaan Yogya Merunut Sejarah, Mencermati Perubahan, Menggagas Masa Depan, Pustaka Pelajar ,Yogyakarta, 2010, Hal 72. 75
Kristiyani, dkk, Himpunan Peraturan Peraturan Daerah Dll Perihal Tanah, commit to user Yogyakarta, 1981, Hal 6.
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1954 dan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 1954. Terbitnya peraturan daerah tersebut maka kewenangan pengelolaan pertanahan yang semula menjadi kewenangan Kasultanan dan Kadipaten beralih menjadi kewenangan pemerintah DIY, termasuk didalamnya pengelolaan tanah Kasultanan yang dikenal dengan tanah SG dan PG. Penjelasan Umum angka 4 Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 menyatakan: Setelah Daerah IstimewaYogyakarta terbentuk menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1950, yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1950, maka kekuasaan (bevoegdheid) mengatur hak atas tanah tersebut di atas berdasar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1950. Pasal 4 ayat (4) beralih dari Pemerintah-Pemerintah Kasultanan dan Paku Alaman kepada Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai hak asal-usul.76 Akhirnya
pada
tahun
2012
terbitlah
Undang-Undang
mengenai
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta telah disahkan dan diterbitkan yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012. Kaitanya dalam hal pertanahan diatur dalam Pasal 32 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan: (1) Dalam
penyelenggaraan
kewenangan
pertanahan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, Kasultanan dan Kadipaten dengan undang-undang ini dinyatakan sebagai badan hukum. (2) Kasultanan sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan Penetapan Kasultanan menjadi badan Hukum yang dapat menjadi subyek hak milik atas tanah tentunya akan membawa konsekuensi perubahan dalam pengelolaan tanah Kasultanan, karena sebelumnya hubungan antara Kasultanan dengan tanah adalah hubungan antara suatu lembaga pemerintahan (lembaga publik/lembaga penguasa) dengan wilayah yang dikuasainya sehingga pengelolaan tanah oleh Kasultanan pada saat itu dilakukan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan.
76
Ibid., Hal 24.
commit to user
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selain dalam hal pertanahan keistimewaan DIY yang tidak kalah menarik dan menjadi ciri khusus yang banyak masyarakat ketahui adalah mengenai dijabatnya Gubernur DIY oleh Sultan Hamengku Buwono selaku Raja dari Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat. DIY terletak di tengah pulau Jawa, dikelilingi oleh Provinsi Jawa Tengah dan disebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia di “sebelah selatan provinsi terdapat garis pantai sepanjang 110 km berbatasan dengan Samudera Indonesia, di sebelah utara menjulang tinggi gunung berapi paling aktif di dunia Merapi (2.968 m).”77 Selama pemberlakuan UUK DIY yang telah diputuskan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada tanggal 30 Agustus 2012 dan disahkan Presiden RI keenam pada tanggal 03 September 2012. Perjuangan rakyat DIY dalam mengawal keistimewaannya sebagaimana “amanat Maklumat 5 September 1945 dari Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII yang menyatakan bahwa Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat menjadi bagian dari NKRI,”78 merupakan perjuangan yang tak boleh selesai pada tahapan telah disahkannya UUK DIY saja. Salah satu dosen di Yogyakarta yaitu Heru Wahyukismoyo sekaligus seorang abdi dalem kraton berpendapat mengenai keistimewaan DIY, yaitu: 1. Sejarah pembentukannya yang merupakan gabungan dari dua kerajaan; 2. Pelaksanaan pemerintahannya menganut sistem demokrasi budaya, yaitu DPRD dan lembaga adat dan budaya (yaitu kesultanan dan pakualaman); dan 3. Kepala pemerintahannya menganut sistem dwi tunggal yaitu Sultan dan Pakualam.79
77
id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Daerah_Istimewa_Yogyakarta, diakses Pada Tanggal 09 November 2015, Pukul 05:00 Wib. 78
Haryadi Baskoro dan Sudomo Sunaryo, op.cit., Hal 2.
79
Heru Wahyukismoyo, Merajut Kembali Pemikiran Sultan Hamengkubuwono IX, commit to Hal user12. Dharmakaryadhika Publisher, Yogyakarta, 2008,
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Proses demokratisasi DIY masih terus bergulat dan berlangsung sesuai dinamika politik lokal yang menekankan substansi demokrasi (musyawarah untuk mencapai mufakat), sehingga sampai dengan saat ini belum melaksanakan
Pemilihan
Gubernur
dan
Pemilihan
Wakil
Gubernur
dikarenakan DIY melalui sistem penetapan, secara langsung karena memang Posisi Gubernur DIY adalah wakil pemerintah pusat (bertanggung jawab langsung kepada Presiden), sebagaimana halnya Camat yang melakukan tugas pembantuan dan tidak masuk ranah desentralisasi sebagaimana Walikota, Bupati, Lurah yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Implementasi desentralisasi asimetris di Daerah Istimewa Yogyakarta, belum terlaksana secara baik dikarenakan masih terdapat beberapa amanat dalam UUK DIY yanng belum diterapkan dan belum maksimal dalam hal pengimplementasiannya UUK DIY tersebut, yaitu: Pertama, dalam hal penyerapan dana keistimewaan yang diatur dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 37 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan
Dana
Keistimewaan,
masih
belum
dapat
terimplementasikan dengan baik dikarenakan penyaluran anggaran pada tingkat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang berefek pada keterlambatan transfer anggaran dan mundurnya agenda-agenda yang telah direncanakan oleh masing-masing KPA dikarenakan anggaran belum turun dari Pemda. Kedua, mengenai Penetapan Gubernur dan Wakili Gubernur dalam Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati dan Wali Kota masing-masing sebagai kepala perintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokrasi.” Namun dalam prakteknya dalam mengakui keistimewaan DIY ketentuan yang menjadi dasar ialah Pasal 18B Ayat (1), yang menyatakan bahwa “negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.” Berdasarkan ketentuan kedua pasl tersebut lahirlah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, pengakuan pada Pasal 18B Ayat commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(1) merupakan salah satu pengamalan dari “Bhineka Tunggal Ika” secara historis negara mengakui daerah-daerah yang bersifat khusus dan istimewa. Berdasarkan UUK DIY tersebut pada tahun 2015
dikeluarkanlah
Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan, Pelantikan, Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Gubernur dan Wakil Gubernur, hal ini telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mana pada Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) menjelaskan bahwa, masa jabatan Sultang Hamengku Buwono sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam sebagai Wakil Gubernur terhitung 5 (lima) tahun semenjak pelantikan dan pemangku jabatan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur tidak terikat pada ketentuan 2 (dua) kali periodisasi sebagai mana yang diatur dalam undang-undang pemerintahan daerah. Penetapan Perdais ini sudahlah sesuai sebagai mana yang telah diamanatkan dalam UUK DIY agar tidak terjadi kegaduhan nantinya pada tahun 2017 disaat Sultan Hemengku Buwono X ingin melepaskan tahtanya sebagai Gubernur maupun melanjutkan pada periode berikutnya untuk menjadi Gubernur sekaligus Raja Yogyakarta. Ketiga, dalam hal kebudayaan menurut penulis pada tahap implementasi belumlah optimal dikarenakan amanat dari Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai pengaturan dalam bentuk Perdais yang khusus mengatur tentang kebudayaan namun telah ada Perdais yang mengatur tetang pembentukan Dinas Kebudayaan, yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerahan Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 1998 Tentang Pemebentukan Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mana ditetapkan pada tanggal 25 Mei 1998 dan diundngkan pada tanggal 12 Oktober 1998. Namun dalam tahap Implementasi UUK DIY, pemerintah DIY dan pihak dari DPRD DIY belum menyelesaikan Perdais tentang kebudayaan yang mana dalam Pasal 31 ayat (2) mengamanatkan pengaturan mengenai kebudayaan commit user hal ini ditetapkanya Peraturan dituangkan dalam Perdais, yang manato dalam
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 95 Tahun 2015 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Unit Pelayanan Teknis Pada Dinas Kebudayaan. Peraturan Gubernur ini baru saja ditetapkan pada tanggal 25 Oktober 2015. Keempat, mengenai tata ruang yang menurut penulis telah cukup optimal pada tataran implementasi dikarenakan belum diselesaikanya Perdais sesuai amanat Pasal 35 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, namun telah ada peraturan yang dikeluarkan mengenai tata ruang, yaitu Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Tahun
2009-2029,
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suryanto yang menyatakan bahwa: Terkait kesitimewaan tata ruang Yogyakarta, menemukan bahwa ketentuan mengenai penataan ruang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarata tidak cukup sebagai acuan dalam pengaturan keistimewaan tata ruang kota Yogyakarta. Konsep keistimewaan tata ruang kota Yogyakarta saat ini menurutnya tidak jelas. Padalah pertimbangan dasar dari keistimewaan Yogyakarta adalah berdasarkan akar sejarah dan budaya.80 Menurut penulis seharusnya pembangunan tata ruang baik kota maupun kabupaten yang ada di DIY dalam warisan yang paling berharga di Yogyakarta haruslah mencerminkan kebudayaan DIY yang bersifat istimewa, bukan berdasarkan nilai ekonomi semata namun juga berdasarkan atas acuan sejarah dan budaya. Apabila pembangunan bersegikan pada kebudayaan dan sejarah pastilah hal ini menjadikan nilai tambah DIY yang tidak dimiliki oleh daerahdaerah lain yang ada di NKRI. Kelima, mengenai bidang pertanahan. Kebijakan pertanahan di DIY dengan alasan implementasi UUK DIY ternyata tidak sesuai dengan harapan masyarakat terhadap keistimewaan dan tidak sesuai dengan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Wacana tentang ketiadaan tanah negara di
80
https://ugm.ac.id, Keistimewaan Tata Ruang Kota Yogyakarta Makin Ditinggalkan, commit to Wib. user diakses Pada Tanggal 09 Desember, Pukul 06:13
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DIY dan/atau tidak berlaku UUPA di DIY merupakan sebuah wacana yang sangat menarik untuk dibahas dan dikaji oleh para peneliti. Berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta pada intinya memerintahkan agar Sultan selaku Gubernur dan Pakualaman selaku Wakil Gubernur melakukan inventarisasi dan pendaftaran tanah SG dan PG kepada BPN, namun sampai dengan saat ini berdasarkan info yang penulis dapat belum ada diterima oleh BPN mengenai hal tersebut. Menurut penulis UUK tidak bisa menjamin kepemilikan atas tanah warga Yogyakarta, karena dalam UUK ini tidak menjelaskan luasan dan peruntukan tanah SG dan PG. Implementasi UUK DIY ini belumlah dinyatakan sempurna namun sedikit mendekati kesempurnaan dikarenakan sampai dengan saat ini belum diselesaikanya Perdais yang belum diselesaikan yang mana sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun penyebab kemoloran Perdais tersebut menurut Hadiwinoto adalah dikarenakan: Anggota DPRD DIY Periode 2009-2014 mempersoalkan tentang perlu tidaknya istilah provinsi untuk DIY. Sedangkan dalam UU Keistimewaan disebutkan DIY adalah daerah setingkat provinsi. Saat itu, dewan sempat konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta. Konsultasi diperlukan untuk penetapan Perda Induk Keistimewaan Nomor 1 Tahun 2014. Bahkan ketiga raperdais tersebut tidak masuk dalam program legislasi daerah 2014.81 Seharusnya dalam hal raperdais DPRD harus menyelesaikan dengan menetapkan target/jenjang waktu agar ketiga raperdais tersebut dapat diselesaikan dan pengaturan mengenai kebudayaan, tata ruang dan pertanahan dapat di implementasikan pada tataran pemerintah DIY. Jika kita perhatikan pertumbuhan pariwisata Yogyakarta dalam tiga tahun belakangan ini sangatlah
81
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/08/31/058696655/keraton-yogya-kecewa-3perda-keistimewaan-tak-kunjung-tuntas, diakses Pada Tanggal 09 Desember 2015, Pukul 06:49 Wib.
commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pesat, hal ini baik bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat Yogyakarta namun disisi lain pastilah mengurangi lahan di Yogyakarta. Kedatangan banyak wisata ini patutlah disyukuri oleh masyarakat DIY dan Pemerintah DIY namun haruslah juga diperhatikan dan disiapkan secara matang dari semua aspek yang mampu menopang pertumbuhan pariwisata dalam konteks keistimewaan. Tahun 2015 Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 55 Tahun 2015 Tentang Tugas dan Funsi Dinas Pertanahan dan Tata Ruang, Peraturan Gubernur ini merupakan sebuah langkah dan sinyal positif agar perdais mengenai pertanahan dapat diselesaikan oleh DPRD DIY. Diharapkan nantiya setelah seluruh Rancangan Peraturan Daerah Istimewa (Raperdais) di selesaikan mampu dan bisa menjawab seluruh permasalahan yang terjadi saat ini, dalam penyusunan ini Pemda DIY haruslah menyaring dan melibatkan masyarakat agar raperdais ini memang lahir dari aspirasi masyarakat dan bentuk kinerja nyata dari Pemda DIY dengan tetap berpatokan pada pembangunan pada keistimewaan Yogyakarta. Berdasarkan teori yang penulis gunakan, yang mana merujuk pada tinjauan teori yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dalam hal implementasi terhadap UUK DIY belumlah begitu baik karena jika dikaji melalui faktor hukum atau undang-undang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu untuk lima kewenangan agar dituangkkan dan di atur secara rinci dan terstruktur dalam Perdais. Namun pada kenyataanya setelah pemeberlakuan selama tiga tahun UUK DIY tersebut barulah dapat diselesaikan satu Perdais mengenai tata cara pengisian jabatan, pelantikan, kedudukan, tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur. Dalam hal kebudayaan masih mengacu pada perdais yang dikeluarkan pada tahun 1998 serta peraturan Gubernur tahun 2015.
Keistimewwaan dalam hal tata ruang pun masih
memakai acuan perdais yang dikeluarkan pada tahun 2010 dan dalam hal pertanahan masih mengacu pada peraturan baru yang dikeluarkan oleh commit to user Gubernur.
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kendala Implementasi Desentralisasi Asimetris Di Daerah Istimewa Yogyakarta Pemerintah
DIY
mengimplementasikan
masih
menghadapi
undang-undang
beberapa
keistimewaan
kendala
dalam
tersebut.
Selain
wewenang yang telah ditentukan dalam undang-undang pemerintahan daerah, terdapat wewenang tambahan yang dimiliki oleh DIY, yaitu seperti yang tertera dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kewenangan tambahan tersebut mengenai tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan pemerintahan DIY, kebudayaan, pertanahan dan tata ruang. Pemberlakuan kewenangan ini dapat dilihat dari kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat. Kendalala dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “problem yang dihadapi berupa masalah yang berupa suatu hal yang harus dipecahkan.”82 Adapun kendala yang telah dihadapi pemerintah DIY dalam mengimplementasikan undang-undang ini, adalah sebagai berikut: Pertama, adalah mengenai dana keitimewaan. Dana keistimewaan merupakan dana ear marking yaitu dana yang diarahkan pemerintah, dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kewenangan keistimewaan DIY yang mana di jelaskan dalam Pasal 42 ayat (3) dan ayat (4), yaitu dana Keistimewaan DIY diajukan oleh Pemda
DIY,
dibahas
dengan
kementerian/lembaga
terkait
kemudian
dianggarkan dan ditetapkan dalam APBN sesuai dengan kemampuan keungan negara dan pedoman sesuai dengan alokasi dana keistimewaan DIY yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Perencanaan dana keistimewaan DIY meliputi tiga aspek penting, yaitu: 1. Berpedoman pada Perdais, RPJMD dan RKPD; 2. Usulan program dan kegitan dalam kewenangan keistimewaan dengan sasaran yang terukur; dan 82
Reyhan Virgirama dan Abdar Sulton S, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan commit Ketiga, Garda Media, Jakarta, 2013, Hal 245. to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Usulan paling lambat minggu pertama bulan Januari. Kerangka pendanaan dalam rangka keistimeaan DIY, adalah sebagai berikut: UU 13/2012
Perdais
Ruang Lingkup Perdais
PokokPokok pikiran Perdais tata cara pengisian jabatan.
PokokPokok pikiran perdais kelembagaan.
PokokPokok pikiran Perdais kebudayaan.
PokokPokok pikiran Perdais pertanahan .
PokokPokok pikiran Perdais tata ruang.
Cakupan masing-masing pokok-pokok pikiran Perdais Program kegiatan keistimewaan. Dana Keistimewaan Gambar II: (Sumber: Bapeda DIY Tahun 2013) Berdasarkan kerangka pendanaan diatas dapat kita pahami bahwa dalam rangka pendanaan keistimewaan DIY berpedoman pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan berdasarkan hirarki perundang-undangan pengaturan khusus mengenai pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur, kelembagaan, kebudayaan, pertanahan dan tata ruang di tuangkan dalam Perdais. commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Skema dan penganggaran DIY dalam Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Dana Keistimewaan Pembahasan dengan Pemerintah (Batch I, pagu indikatif)
Pemerintah
Januari
Gubernur 13
Desember
Pembahasan dengan Pemerintah
Menyampaikan Laporan & Rekomendasi TAPD DIY 11
Maret-April
Menyampaikan 9 Usulan SKPD Teknis DIY (PA) Oktober
8 September
15
Februari
14
12
Rencana RKPD DIY
10
Pembahasan dengan Pemerintah (Batch II, dengan K/L April
16
7
Penetapan RKPD DIY
4
Menyampaikan Usulan
Mei
Pembahasan 5
6 Bupati/ Walikota
TAPD Kab/Kota Agustus
Juli 2
1 SKPD Teknis Kab/Kota
Menyampaikan Usulan Menyampaikan Laporan & untuk tahun n+2 Rekomendasi Tembusan Kecamatan
Desa
3
Masyarakat
Gambar III: (Sumber: DPPKA DIY Tahun 2014) Berdasarkan skema perencanaan dan penganggaran keistimewaan DIY diatas yang mana telah sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Dana Keistimewaan, dalam hal perencanaan diatur commit to user dalam Pasal 7 yaitu dimulai dari penyusunan oleh SKPD Kabupaten/Kota yang 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dimulai pada bulan Juli sampai dengan tahap Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten/Kota, yaitu
pada bulan Agustus oleh Bupati/
Walikota dan menyampaikan anggaran usulan kepada Gubernur pada bulan September. Selanjutnya dilanjutkan oleh SKPD teknis DIY untuk menyerahkan pada Pengguna Anggaran (PA), penyampaikan usulan pada TAPD DIY dilakukan pada bulan Oktober yang mana diatur dalam Pasal 8 serta pada bulan Desember menyampaikan laporan dan rekomendasi pada Gubernur, setelah itu melalui Gubernur untuk menyampaikan pada pemerintah pusat yaitu pada bulan Januari yang mana hal ini diatur dalam Pasal 9. Tahap akhir dalam skema perencanaan dan penganggaran keistimewaan DIY yaitu sampai pada tahap Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) DIY yaitu pada bulan Februari, yang dibahas pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (musrembang) pada bulan Maret sampai dengan April setelah itu barulah penetapan RKPD DIY dilakukan pada bulan Mei untuk anggaran dana keistimewaan. Pemerintahan DIY masih menghadapi kendala dalam merealisasikan APBN. Selama ini, realisasi APBN lebih dominan pada tri wulan ketiga dan keempat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap Bapak Aris Eko Nugroho mengutarakan bahwa: Mengenai pengaturan khusus dalam dana keistimewaan telah ada UU dan tidak ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mana ini telah sesuai dengan amanat UU dan langsung kepada Peraturan Daerah (Perda), sampai dengan saat ini telah terdapat dua perda dan terdapat satu perda induk yang berkaitan dengan lima urusan yang termasuk didalamnya, namun belum terperinci.83 Selain Perda ada juga Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur tentang pengelolaan dana keistimewaan. pengaturan tentang dana keistimewaan sesuai dengan isi Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang
83
Wawancara dengan Bapak Aris Eko Nugroho, November 2015, Kepala Bidang (Kabid) commit to user Anggaran Belanja DIY.
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun pengalokasian anggaran dana keistimewaan adalah sebagai berikut: Realisasi Anggaran Dana Keistimewaan Tahun 2012-2015 No
Urusan
1
Tata Cara
2013
2014
2015
400.000.000,-
Pengisian Jabatan 2
Kebudaya
212.546.522.000,
375.178.719.000,
an
-
-
420.800.000,-
3
Pertanahan 6.300.000.000,-
23.000.000.000,-
10.600.000.000,-
4
Kelembag
2.516.142.500,-
1.676.000.000,-
1.650.000.000,-
10.030.000.000,-
123.620.000.000,
114.400.000.000,
-
-
231.392.653.500,
523.874.719.000,
547.450.000.000,
-
-
-
Realisasi
115.000.000.000,
419.099.775.200,
547.450.000.000,
Anggaran
-
-
-
aan 5
Tata Ruang
Total Anggaran
Gambar IV: (Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) DIY, Tahun 2015) Berdasarkan data tabel diatas kendala yang dihadapi oleh DPPKA dari tiga tahun ini adalah sama yaitu mengenai transfer dana, adapun uraian kendalanya adalah sebagai berikut: 1. Tahun 2013 dari sisi transfer dana baru diterima pada tanggal 28 November sedangkan waktu hanya tersisa satu bulan. DPPKA diminta untuk mengalokasikan dana sebesar Rp115.000.000.000,- dari anggaran Rp231.392.653.500,- yang mana diberikan pada tahap pertama 50% jika cair, dengan menyelesai 80% kinerja serta 80% keuangan baru mencairkan tahap kedua dan pada tahun 2013 hanya satu kali cair. Hal inicommit tidak to memungkinkan dicairkan dalam tahap user
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kedua karena mengigat pertanggung jawaban yang akan dilakukan terhadap dana tersebut. Pada tahun 2013 ini DPPKA hanya dapat menghabiskan
anggaran
sebesar
50%,
yaitu
sebesar
Rp115.696.326.750,- dari keseluruhan anggaran. 2. Tahun 2014 dari sisi transfer diterima pada bulan April menurut Aris Eko Nugroho juga tidak memungkinkan dikarenakan ada klausul dalam PMK 103 pencair tahap ketiga maksimal tanggal 1 Oktober, dalam PMK ini mengamanatkan transfer dana 25%, 55% dan 25%. Sehinggap pada tahun 2014 ini DPKKA hanya dapat menghabiskan dana sebesar 80%,
yaitu sebesar Rp419.099.775.200,- dari
keseluruhan anggaran. 3. Tahun 2015 DPPKA dapat menghabiskan 100% dari keseluruhan dana sebesar Rp547.450.000.000,- dan berpedoman pada PMK Republik Indonesia Nomor 124/PMK.07/2015 Tentang Tata Cara Pengalokasian Dan Penyaluran Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kedua, adalah mengenai penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Terbentuknya Kasultanan Yogyakarta dan Paku Alaman menjadi DIY berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 tentulah melalui suatu proses yaitu dengan dikeluarkanya amanat kedua 30 Oktober 1945, proses pembentukan Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Paku Alaman menjadi DIY. Setelah pengesahan UUK DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan “Surat Edaran Nomor 51/SE/IX/2012 yang berisi tentang penghapusan kata provinsi dari penyebutan “nomenklatur (penamaan dalam bidang tertentu)”84 Satuan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) dilingkup pemerintahan DIY. Mengenai penetapan tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan dengan sistem penetapan, dikarenakan perjuangan masyarakat DIY yang mana Sultan tetap sebagai kepala daerah hal ini telah ditetapkan oleh Presiden melalui UUK. Dengan ketentuan yang menjelaskan 84
Suharso dan Ana Retnoningsih, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Widya Karya, commit to user Semarang, 2012, Hal 337.
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa yang berhak menjadi Gubernur adalah Hamengku Buwono dan Wakil Gubernur adalah Adipati Paku Alam yang bertahta, “hak tersebut secara yuridis memperkuat legitimasi kedudukan Sultan dan Adipati Paku Alam yang bertahta sebagai yang berhak diajukan sebagai calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur.”85 Secara yuridis, keistimewaan Yogyakarta telah diakui oleh negara melalui Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 atas dasar itulah DIY harus dihormati oleh segenap unsur negara baik dari pemerintah, masyarakat dan UU. Sebagai mana yang penulis ketahui bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, yang dimaksut dengan negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan untuk semua warganya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang dikenal dengan istilah rechtstaat itu mencakup 4 (empat) elemen penting, yaitu: 1. Perlindungan Hak Asasi Manusia; 2. Pembagian Kekuasaan; 3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang; dan 4. Peradilan Tata Usaha Negara.86 A.V. Dicey menguraikan adanya 3 (tiga) unsur penting dalam setiap negara hukum yang disebutnya dengan istilah The Rule of Laws, yaitu: 1. Supremacy of Law. Supremasi dari hukum, yang berarti bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi di dalam negara adalah hukum (kedaulatan hukum). 2. Equality before the Law. Persamaan dalam kedudukan hukum bagi setiap orang. 3. Konstitusi itu tidak merupakan sumber dari hak–hak asasi manusia dan jika hak-hak asasi manusia itu diletakkan dalam konstitusi, itu hanya sebagai penegasan bahwa hak asasi manusia itu harus dilindungi.87
85
Suryo Sakti H, Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Sistem Ketatanegararaan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013, Hal 156. 86
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta, 2007, Hal 3.
87
Ibid., Hal 4.
commit to user
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indonesia menganut kedua-belas prinsip pokok, yang merupakan pilarpilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum atau Rechtstaat, dalam arti yang sebenarnya. Adapun kedua-belas prinsip pokok tersebut, adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Supremasi Hukum ( Supremacy of Law); Persamaan dalam Hukum (Equality before The Law); Asas Legalitas (Due Process of Law); Pembatasan Kekuasaan; Organ-organ Eksekutif Independen; Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak; Peradilan Tata Usaha Negara; Peradilan Tata Negara (Constitutional Court); Perlindungan Hak Asasi Manusia; Bersifat Demokratis (Democratische rechtsstaat) Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat); dan 12. Transparansi dan Kontrol Sosial.88 Sistem kedaulatan rakyat, merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara dianggap berada di tangan rakyat negara itu sendiri. Kekuasaan itu pada hakekatnya berasal dari rakyat, dikelola oleh rakyat dan untuk kepentingan seluruh rakyat. Jargon yang kemudian dikembangkan adalah kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pimpinan setiap daerah di jabat oleh Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana yang tertera dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 dan dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 menyatakan bahwa, Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat: 1. 2.
3.
88
Hal 89.
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara, Republik Indonesia Tahun 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah; Bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur;
H.F. Abraham Amos, Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2005,
commit to user
54
perpustakaan.uns.ac.id
4. 5. 6. 7.
8. 9. 10.
11. 12. 13. 14.
digilib.uns.ac.id
Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat; Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun; Mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter/ rumah sakit pemerintah; Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana lebih dari 5 (lima) tahun dan mengumumkan secara terbuka dan jujur kepada publik bahwa dirinya pernah menjadi terpidana serta tidak akan mengulangi tindak pidana. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara; Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP); Menyerahka daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak; dan Bukan sebagai anggota partai politik.
Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di DIY ditetapkan oleh DPRD DIY dan diangkat oleh Presiden, bukan dipilih langsung oleh rakyat seperti provinsi-provinsi lain dengan ketentuan yang tertera dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun 2012. Secara sederhana penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur diawali dengan pengajuan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dari Sultan dan Paku Alam yang bertahta oleh Kasultanan dan Kadipaten. Maka dalam hal ini dikeluarkanlah Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta melahirkan kendala sebagai berikut: 1. Pihak yang pro dan kontra. Pihak yang pro-pemilihan, mengutarakan bahwa mekanisme pemilihan merupakan wujud kesetaraan setiap warga dalam proses politik. Prinsip commitegaliter to user itu membuka lebar peluang bagi warga Provinsi DIY yang memenuhi syarat berdasarkan undang-undang 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk meraih jabatan politik, gubernur dan/atau wakil gubernur. Mekanisme penetapan dinilai mengebiri peran rakyat dalam meraih jabatan politik, meniadakan proses penjaringan calon, pencalonan, partisipasi publik dan menutup peluang kompetisi dalam setiap momen pemilihan gubernur dan/atau wakil gubernur. Sementara, pihak yang pro penetapan meyakini bahwa mekanisme penetapan merupakan wujud konkrit dari penerapan dari status keistimewaan DIY.89 2. Keturunan Hamengku Buwono X yang tidak memiliki keturunan putra laki-laki. Baru-baru ini Sri Sultan Hamengku Buwono X telah mengangkat Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun dengan gelar GKR Mangkubumi menjadi putri mahkota. 3. Pengukuhan Prabukusumo. 4. Pengisian Jabatan Wakil Gubernur. Ketiga, adalah mengenai kebudayaan. Kebudayaan merupakan salah satu roh dari lima aspek keistimewaan DIY, ibaratnya membangun peradaban baru di atas fondasi lama yang dibawa oleh para leluhur, sehingga perlu dijaga keseimbangannya. Kebudayaan sebagai salah satu aspek keistimewaan DIY harus mampu pembentuk manusia utama, sehingga akan mempunyai idealisme, komitmen yang tinggi, integritas moral, nurani yang bersih. Dalam kondisi saat ini semua sudah terkontaminasi kepentingan-kepentingan politik, maka dengan kebudayaan akan memberikan keseimbangan hidup bagi masyarakat DIY khususnya. Kebudayaan merupakan unsur penting dari kota pusaka, dalam Pasal 5 ayat (6) UUK DIY menegaskan bahwa: Pelembagaan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diwujudkan melalui pemeliharaan, pendayagunaan, serta pengembangan dan penguatan nilai-nilai, norma, adat istiadat, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY.
89
Fajar Laksono, Helmi Kasim, Nallom Kurniawan, Nuzul Qur’aini Mardiya, Ajie Ramdan, dan Siswantana Putri Rachmatika, “Status Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Bingkai Demokrasi Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Studi Kasus Pengisian Jabatan dan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah)”, Jurnal Konstitusi No.6 commit to user Vol.8, Jakarta, 2011, Hal 1062.
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tanggung jawab besar diletakkan pada lembaga Kasultanan dan Kadipaten untuk menentukan arah gerak dari kebudayaan Yogyakarta. Pemerintahan daerah Yogyakarta dan peran serta berbagai lapisan masyarakat juga penting untuk menjaga dan melestarikan kota pusaka. Masalah yang terjadi pada bidang ini adalah mengenai pencairan dana keistimewaan Daerah Istimewa tahun 2015 diduga terkendala masalah teknis. Masalah itu antara lain kurangnya koordinasi di antara beberapa kementerian sehingga proses verifikasi laporan pertanggungjawaban dana keistimewaan DIY tahun 2014 belum selesai hingga saat ini. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dana keistimewaan DIY tahun 2015 yang dialokasikan sebesar Rp547 miliar belum mulai dicairkan hingga pekan keempat bulan Februari. Keterlambatan pencairan tersebut menimbulkan efek penyerapan dana keistimewaan kembali tak maksimal, seperti yang terjadi dua tahun terakhir. Masalah teknis itu terjadi di level Pemda DIY dan pemerintah pusat masalah teknis itu, adalah laporan pertanggungjawaban dana keistimewaan tahun 2014 yang disusun DIY awalnya kurang sesuai dengan ketentuan. Sebab, laporan itu mencampuradukkan pemakaian dana keistimewaan tahap pertama dan tahap kedua seharusnya laporan pertanggungjawaban itu harusnya memisahkan laporan pemakaian dana tahap pertama dan tahap kedua. Keempat, adalah mengenai tata ruang pengaturan mengenai tata ruang terdapat dalam Pasal 34 dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Penataan ruang DIY tidak diwujudkan lazimnya Propinsi lain yaitu berupa Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi akan tetapi diwujudkan dalam Buku Agenda. Buku agenda DIY disusun per kabupaten yang terdiri Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul. Adapun strategi agenda pembangunan
DIY
meliputi
pengembangan
fungsi-fungsi
perkotaan,
pengembangan tata ruang, pelayanan prasarana perkotaan, peningkatan pengelolaan perkotaan. commit to user
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adapun permasalahan pokok pembangunan dan tata ruang DIY terdiri dari beberapa aspek, yaitu: 1. Banyaknya hotel dan toko modern yang tidak berizin; 2. Ruang publik yang berbayar; 3. Banyaknya pemasangan iklan;
4. Pengaturan tata ruang kota yang semerawut dan mengakibatkan persoalan lalu lintas dan transportasi umum, prasarana dan sarana lingkungan. Permasalahan pada bidang ini, yaitu kecenderungan penumpukan arus lalu lintas pada ruas-ruas jalan yang menuju ke dan dari Kotamadya Yogyakarta, antara lain dari arah Bantul, Godean, Prambanan dan Gamping; Lintasan yang rawan kemacetan dan kendala alam Jalur Wonosari-Yogyakarta di pengal Patuk-Piyungan dan lintasan antara Kulonprogo-Gunungkidul; dan potensi sumber daya air tanah tidak merata. 5. Lingkungan.
Menurunnya
luas
kawasan
lindung
dan
makin
meningkatnya luas kawasan budidaya dan pengolahan sumber daya alam yang kurang memperhatikan azas lingkungan. 6. Pengembangan Wilayah. Masalah pengembangan wilayah, yaitu semakin berkembang luasnya wilayah-wilayah perkotaan dipinggiran Yogyakarta baik karena keluarnya sebagian penduduk Yogyakarta maupun pendatang; banyaknya penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan fungsinya terutama dengan adanya perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non-pertanian; dan terdapatnya daerah-daerah yang rawan terhadap bahaya alami yang disebabkan oleh aktifiatas gunung merapi, bahaya longsoran lahar dan erosi. 7. Permukiman. Permasalahan permukiman di Yogyakarta, yaitu laju pertumbuhan penduduk perkotaan tinggi, arus migrasi tinggi terutama di kota-kota dan tumbuhnya kawasan permukiman yang tidak teratur dan semakin berkembangnya kawasan kumuh di kawasan perkotaan. commit to user
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Industri. Permasalahan kawasan industri yaitu konflik pemakaian lahan industri
serta
penataannya,
dan
prasarana
dan
sarana
untuk
pengembangan industri kurang memadai. Kelima, adalah mengenai pertanahan. Dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) menyebutkan bahwa, “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, Pasal 33 ayat (3) ini merupakan peraturan dasar bagi pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang laih dikenal dengan nama Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). UUPA memuat kebijakan pertanahan nasional yang menjadi dasar pengelolaan tanah di Indonesia. Tujuan pembentukan UUPA adalah: 1. Untuk meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional; 2. Kesatuan dan kesederhanaan hukum pertanahan; dan 3. Kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagaimana tercantum dalam Diktum kelima, UUPA mulai berlaku sejak di undangkannya dalam Lembaran Negara, yaitu pada tanggal 24 September 1960 dan berlaku di seluruh wilayah tanah air Indonesia. Atas dasar hak menguasai negara kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA ditentukan macammacam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orangorang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum. Salah satu macam hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 UUPA adalah Hak Guna Bangunan. Pada tahun 1975 dikeluarkanlah Instruksi Gubernur DIY Nomor. K/898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah Kepada Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) non Pribumi dan hal ini masih menjadi masalah pada BPN DIY.
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Solusi Implementasi Desentralisasi Asimetris Di Daerah Istimewa Yogyakarta Solusi dalam KBBI adalah “pemecahan masalah dan sebagainya, jalan keluar dan penyelesaian.”90 Berdasarkan kendala yang penulis jumpai dan dapat dilapangan berikut adalah solusi yang telah dilakukan oleh Pemerintahan DIY untuk menghadapi kendala-kendala yang mereka hadapi. Pertama, Adapun mengenai solusi dalam hal kendala pada anggaran dana keistimewaan menurut Bapak
Aris Eko Nugroho mengutarakan beberapa
solusi, yaitu seperti dari sisi transfer dan SKPD Pengampu dalam hal ini adalah SKPD yang melaksanakan dana keistimewaan, pada tahun 2013 sebagian besar SKPD di DIY melakukan pengampuan diantaranya, SKPD Dinas Kesehatan, SKPD Dinas Pariwisata dan SKPD Dinas Sosial. Pada tahun 2013 ini dikarenakan baru pertama mendapatkan anggaran ini terdapat 20 (dua puluh) PA dari semua SKPD, di dalam 1 (satu) PA terdapat lebih dari 20 (dua puluh) KPA termasuk didalam Kabupaten yang mana KPA disini bertanggung jawab kepada PA. Solusi pada tahun 2014 hanya ada tiga PA, yaitu: 1.
Sekrertaris Daerah (Sekda);
2.
Pekerjaan Umum (PU) dan Sumber Daya Manusia (SDM); dan
3.
Kebudayaan.
PA pada tahun 2014 ini lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2013 semua ini dilakukan demi efektifitas pada penyelenggaraan dana keistimewaan, terbukti dengan hanya ada satu SKPD pada Kabupaten dan kota di DIY jadi total keseluruhan ada lima SKPD yang mengampu KPA, namun pada tingkat Provinsi setiap dinas menjadi PA. Tahun 2015 lebih banyak lagi yang menjadi KPA tidak hanya pada satu Kabupaten/Kota satu KPA saja, misalnya pada Kabupaten Kulonprogo tidak hanya Dinas Pendidikan Pemudan, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar), KPA Pertanahan, KPA Tata Ruang, KPA Kebudayaan juga 90
commit to userS, Hal 481. Op. cit., Rayhan Virgirama dan Abdar Sulthon
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ada sehingga semakin banyak KPA yang dibentuk. KPA ini melaksanakan kegiatan yang menjadi usulan maupun yang telah disediakan dananya. Solusi yang dilakukan oleh DPPKA ini sudahlah sangat tepat, seperi yang awalnya transfer dana akhir, membuat PA sebanyak mungkin dan dikecilkan menjadi hanya tiga PA, KPA yang awalnya hanya satu kemudian diperbanyak lagi KPA persetiap Kabupaten/Kota sehingga dengan begitu optimalisasi SKPD sebagai KPA atau pelaksana kegiatan menjadi semakin luas dan semakin banyak dengan memberikan kepercayaan kepada KPA yang dibentuk. Kedua, solusi yang telah dilakukan pemerintahan DIY dalam hal Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur dalam hal pihak pro dan kontra mengenai pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, telah dapat diselesaika dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mana undang-undang ini mempertegas status keistimewaan DIY mengenai penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur melalui sistem penetapan. Dikaitkan dengan mekanisme pengisian jabatan gubernur/kepala daerah, pihak yang pertama menentang mekanisme yang tidak dilandaskan pada pemilihan sebagai representasi demokrasi, sementara pihak yang kedua, justru mekanisme penetapan Sultan sebagai gubernur dan Sri Paku Alam sebagai Wakil Gubernur itulah bentuk demokrasi rakyat sesungguhnya. Masing-masing pihak bersikukuh dengan kebenaran atas interpretasi yang dianut sesuai dengan perspektif dan kacamata keilmuannya. Mengenai kendala yang kedua, yaitu Hamengkubuwono tidak memiliki putra untuk menggantikan tahtanya sebagai Sri Sultan sekaligus merangkap menjadi Gubernur DIY, jika kita lihat bagaimana tradisi atau kebiasaan yang dulunya juga pernah dilakukan dalam Kasultanan Yogyakarta ketika Sultan tidak memiliki putra, maka Raja selanjutnya diserahkan kepada saudara lakilaki Sultan atau garis keturunan ke samping. Disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya dalam hal mekanisme pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gubernur DIY memang telah jelas dikatakan pengisian jabatan dilakukan melalui penetapan. Tentunya Keraton dan Pakualaman telah memprediksi siapa yang akan menjadi Raja atau Adipati selanjutnya, dengan mempertimbangkan memenuhi syarat untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur yang disesuaikan juga dengan prosedur dalam UUK, “kemungkinan adanya raja perempuan itu syahsyah saja, karena kebijakan pemerintah tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, akan tetapi bagi yang dapat memenuhi persyaratan administrasi.”91 Menurut Doddy, dalam sejarah Keraton Yogyakarta dan apa yang terjadi saat ini jelas berbeda, dulu “sejak Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai ke X yang diangkat menjadi raja, umumnya berkelamin laki-laki. Tetapi, sekarang sejarah telah berubah dengan penyebutan GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi di mana putri Sultan menjadi gusti ratu atau putri mahkota yang dimungkinkan sebagai penganti Sultan.”92 Namun dalam hal ini tidak mungkin terjadi menyusul telah ditetapkanya Peraturan Daerah Istimewa Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan, Pelantikan, Kedudukan, Tugas Dan Keudukan Gubernur dan Wakil Gubernur, yang mana tujuannya dibentuk Perdais adalah: Pasal 2 Tujuan dibentuknya Perdais untuk mewujudkan: a. Kepastian hukum dalam pengisian jabatan, pelantikan, kedudukan, tugas, wewenang Gubernur dan/atau Wakil Gubernur; b. Mewujudkan pemerintahan yang demokratis; c. Mewujudkan tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin kebhineka-tunggal-ika-an dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. Pemerintahan yang baik; dan 91
Norma Hilma Sari, Analisis Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, No.1 Vol.1, Jurnal Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia, Yogyakarta, 2015, Hal 217. 92
Muhammad Sabarudin Rachmat.news.okezone.com. http://kemendagri-putri-mahkotatak-bisa-jadi-gubernur-yogyakarta, diakses Pada Tanggal 03 Desember 2015, Pukul 05:00 Wib.
commit to user
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat. Pasal tersebut kembali menekankan bahwa Pemerintah DIY memberikan kepastian hukum demi terwujudnya pemerintah yang demokrasi, menghormati perbedaan yang ada, menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan yang paling utama adalah menjunjung tinggi kesejahteraan masyarakat DIY. Selanjutrnya diatur pula tentang persyaratan pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur pada pasal berikut: Pasal 3 (1) Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat: a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah; c. Bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur; d. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat; e. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun; f. Mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter/rumah sakit pemerintah; g. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana lebih dari 5 (lima) tahun dan mengumumkan secara terbuka dan jujur kepada publik bahwa dirinya pernah menjadi terpidana serta tidak akan mengulangi tindak pidana; h. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; i. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; j. Jidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara; k. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; l. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP); m. Menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat commit to user pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak; dan
63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
n. Bukan sebagai anggota partai politik. (2) Kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi: a. Surat pernyataan bermeterai cukup dari yang bersangkutan yang menyatakan dirinya setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b; b. Surat pengukuhan yang menyatakan Sultan Hamengku Buwono bertakhta di Kasultanan dan surat pengukuhan yang menyatakan Adipati Paku Alam bertakhta di Kadipaten sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c; c. Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah atau sebutan lain dari tingkat dasar sampai dengan sekolah lanjutan tingkat atas (dan/atau tingkatan yang lebih tinggi), sertifikat atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh instansi yang berwenang, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d; d. Akta kelahiran/surat kenal lahir warga negara Indonesia, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf e; e. Surat keterangan kesehatan dari tim dokter/rumah sakit pemerintah yang menerangkan bahwa yang bersangkutan mampu secara jasmani dan rohani melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf f; f. Surat keterangan pengadilan negeri atau kementerian yang menangani urusan pemerintahan di bidang hukum sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g; g. Surat keterangan pengadilan negeri yang menyatakan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf h; h. Surat tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta kekayaan pribadi kepada lembaga yang menangani pemberantasan korupsi dan surat pernyataan bersedia daftar kekayaan pribadinya diumumkan, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i; i. Surat keterangan pengadilan niaga/pengadilan negeri atau pengadilan tinggi yang menerangkan tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j; j. Surat keterangan pengadilan niaga/pengadilan negeri atau pengadilan tinggi yang menerangkan bahwa yang bersangkutan tidak sedang dalam keadaan pailit, sebagai bukti pemenuhan syarat commit user sebagaimana dimaksud padatoayat (1)huruf k;
64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
k. Fotokopi kartu nomor pokok wajib pajak (NPWP), sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf l; l. Daftar riwayat hidup yang ditandatangani calon, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf m; dan m. Surat pernyataan bukan sebagai anggota partai politik, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf n. (3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kasultanan dan Kadipaten menyerahkan: a. Surat pencalonan untuk calon Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitra Pura Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat; b. Surat pencalonan untuk calon Wakil Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Kasentanan Kadipaten Pakualaman; dan c. Surat pernyataan kesediaan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur. (4) Bentuk dan susunan surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, l, m dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perdais ini. Isi dari Perdais mengenai persyaratan pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pasal 3 tersebut telah lah sesuai dengan isi Pasal 18 dan Pasal 19 Ayat (2)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan isi pasal tersebut tidaklah menyimpang dari peraturan yang lebih tinggi. Dalam kaitanya dengan Sabda Raja yang mana menimbulkan banyak dugaan sabda tersebut untuk memuluskan putri Sultan GKR Pembayun sebagai penerus tahta. Sri Sultan Hamengku Buwono mengeluarkan dua Sabda Raja yang mana terdapat dua poin penting, yaitu: 1. Penggantian pennyebutan Buwono menjadi Bawono; 2. Menghilangkan gelar Khalifatuwllah; 3. Kaping Sadesa menjadi Kaping Sepuluh; 4. Mengubah perjanjian pendirian Mataram antara Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan; 5. Menyempurnakan Keris Kanjeng Kyai Ageng Kopeng dengan Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun: 6. Menobatkan putri pertama menjadi putri mahkota; dan commit to user
65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Mengganti gelar GKR Pembayung menjadi GKR Mangkubumi. Tanggal 30 Maret 2015 DPRD DIY melakukan rapat paripurna, DPRD DIY telah mengesahkan Raperdais yang menetapkan pengisian jabatan Gubernur Yogyakarta harus dari kalangan laki-laki. Kondisi ini, menutup peluang putri Sultan menjadi Gubernur. Tujuh fraksi di DPRD DIY sepakat menyatakan pandangan mengenai Pasal 3 huruf m tentang persyarataan calon Gubenur disesuaikan seperti bunyi Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam Pasal 18 Ayat (1) UUK tersebut menegaskan jabatan kepala daerah DIY harus berjenis kelamin laki-laki. Ayat itu menyebutkan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DIY harus menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat istri, anak, saudara kandung, pekerjaan dan pendidikan. Namun, terjadi polemik karena beberapa fraksi di DPRD Yogyakarta yang sebelumnya sependapat dengan gagasan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X ingin menghilangkan kata istri supaya tidak terkesan diskriminatif. Dengan penghapusan kata istri atau penambahan kata suami, berarti membuka peluang jabatan Gubernur DIY bisa dipegang seorang perempuan dari anak Sultan. Apalagi diketahui, Sultan HB X memiliki lima anak perempuan dan tidak memiliki anak berjenis kelamin laki-laki. Dengan pengesahan Raperdais oleh DPRD sesuai UU Keistimewaan Yogyakarta, artinya DPRD menutup peluang seorang perempuan menjadi Gubernur DIY. Rapat tersebut disepakati 42 anggota dewan dari 55 anggota DPRD dan dihadiri Sri Sultan Hamengku Buwono X. Semua fraksi menyetujui sesuai UUK sehingga polemik selama ini bisa berakhir, ujar Ketua Pansus Raperdais Slamet pada wartawan, Selasa 31 Maret 2015.93 Sesuai tradisi selama ini yang berlaku semenjak zaman Panembahan Senopati yang berkuasa di Kerajaan Mataram sampai masa Kasultanan Yogyakarta di bawah almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX, hanya putra mahkota yang bisa jadi penerus tahta. Akibatnya, perbedaan setiap momentum proses pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur Provinsi DIY hampir selalu diliputi polemik dan kontroversi. Permasalahan yang muncul kepermukaan sebelum dikeluarkannya Perdais adalah mengenai adanya pengukuhan Gusti Bendara Pangeran Haryo Prabukusumo sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono XI oleh sekelompok orang yang menamakan diri Paguyuban Trah Ki Ageng Giring-Ki Ageng 93
Ibid.
commit to user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemanahan pada 11 Juni 2015 ditentang banyak pihak. Atas terjadinya peristiwa ini “Penghageng Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta, Kanjeng Raden Tumenggung Jatiningrat mengatakan pengukuhan tersebut tak lebih dari upaya adu dompa.”94 Unsur adu domba ini terlihat dari tempat pengukuhan yang bukan di Sitihinggil keraton, melainkan di petilasan Keraton Ambarketawang di Kecamatan Gamping, Sleman. Dalam hal ini Romo Tirun menyatakan “tidak mengenal paguyuban Trah Ki Ageng Giring-Ki Ageng Pemanahan serta pemimpinnya, Satrio Djojonegoro, menurutnya semua keluarga keraton adalah keturunan Ki Ageng Pemanahan.”95 Sabda Raja tersebut sesaat menimbulkan konflik di tubuh kraton, kasultanan DIY dan keluarga Sri Sultan Hamengku Buwono namun semua itu mampu diredam dengan dikeluarkanya Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pengisian Jabatan, Pelantikan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, yang mana Perdais ini mempu menjawab semua kegelisahan dan polemik yang terjadi dikarenakan munculnya Sabda Raja. Permasalahan lain yang timbul mengenai KGPAA Paku Alam VIII barubaru ini adalah atas wafatnya Wakil Gubernur DIY, yaitu Paku Alam IX pada tanggal 21 November 2015. Kabag Protokoler Sekda DIY. RM Tejo Purnomo mengatakan “pegawai yang sebelumnya bekerja di Kantor Wakil Gubernur DIY sementara seperti tidak memiliki pekerjaan, pihaknya saat ini sedang menunggu arahan dari Gubernur DIY untuk memindahkan segera pegawai tersebut kebagian lain, ada empat pejabat yang bekerja di Kantor Wakil Gubernur DIY yang mana terdiri dari dua orang di Sekrertarian Wakil Gubernur DIY, satu sebagai ajudan Paku Alam IX dan juga abdi dalem Puro Pakualaman dan Sopir. 96
94
Pito Agustin Rudian, http://nasional.tempo.co, pengukuhan-prabukusumo-gawat-kiniyogya-punya-dua-raja, diakses Pada Tanggal 03 Desember 2015, Pukul 05:20 Wib. 95
Ibid.
96
Tribun Jogja, Sekda Pegang Tugas Wagub DPRD DIY Segera Susun Tatib Pengisian commit Jabatan Wakil Gubernur, 24 November 2015, to Haluser 13.
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Wakil Ketua DPRD DIY, Arief Noor Hartanto menjelaskan “tugas Wakil Gubernur sementara ini dipegang oleh Sekda DIY (Ichsanuri) sembari mempersiapkan untuk mengisi tata tertib (tatib) pengisian jabatan Wakil Gubernur yang di tinggalkan oleh Paku alam IX DPRD DIY masih menunggu surat dari Kadipaten Pakualama.”97 Pada tanggal 27 November 2015 dewan akan membahas tatib pengisian Wakil Gubernur DIY sementara. Dalam UUK menyebutkan bahwa pengisian jabatan publik harus terisi secara ideal selain itu, warga DIY juga pastilah membutuhkan pemimpin formal. Ketiga, dalam hal kebudayaan terjadi keterlambatan transfer dana dikarenakan laporan pertanggungjawaban dana keistimewaan tahun 2014 yang disusun DIY awalnya kurang sesuai dengan ketentuan, yang mana tidak memisahkan pertanggung jawaban tahappertama dan tahap keduaa, solusi yang dilakukan oleh bagian kebudayaan adalah dengan melakukan laporan pertanggung jawaban terpisah terhadap kegiatan dan acara yang mereka selenggarakan (tidak mencampurka laporan pertanggung jawaban pertama dan selanjutnya). Keempat, dalam hal tata ruang Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X meminta “Wali Kota Yogyakarta bersikap tegas terhadap hotel-hotel yang beroperasi tanpa izin, “kalau enggak ada izin, ya robohkan” kata Sultan di Bangsal Kepatihan.”98 Jumlah hotel yang ada saat ini, terutama di wilayah kota dan Sleman, sudah berlebihan. Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti “membantah adanya belasan hotel illegal yang beroperasi tanpa izin. Menurut dia, hotel-hotel tersebut hanya belum melengkapi dokumen perizinan.”99 Permasalahan hotel-hotel tersebut sudah beroperasi, padahal baru mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Kepemilikan Bangunan
97
Ibid.
98
Pito Agustin Rudian, http//:nasional.tempo.co, Banyak Hotel Tak Berizin di Yogya, diakses Padsda Tanggal 04 Desember 2015, Pukul 07:00 Wib. 99
Ibid.
commit to user
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(SKB), dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF). Adapun izin operasional sebagai unit usaha perhotelan seperti izin gangguan (Hinder Ordonantie (HO)), Tanda Data Perusahaan (TDP), Tanda Data Usaha Pariwisata (TDUP) serta Izin Operasional belum mereka miliki. Langkah yang dilakukan oleh pemerintah adalah mempercepat penyelesaian pengurusan izin hotel-hotel tersebut. Karena hal itu juga akan berdampak pada pencapaian target penerimaan pajak pemerintah. Pemerintah harus bersikap tegas, tidak saja terhadap pembangunan hotel, tapi juga terhadap kian maraknya toko-toko modern yang beroperasi tanpa izin. Masyarakat membutuhkan ruang publik, saat ini ruang publik dimanamana harus berbayar, sebagai contoh saja di Alun-Alun Selatan. Kemudian trotoar di kota Jogja ini sudah menjadi tempat parkir dan tempat Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dimana masyarakat terutama para kaum difabel kesulitan dalam mencari jalan dan mereka harus bertaruh nyawa melewati jalan raya karena sudah tidak adanya trotoar yang kosong. Banyaknya Iklan di Jogja dikarenakan tidak adanya peraturan pemerintah yang tegas dalam mengatur tentang adanya iklan dan menjadi semakin liar. ruang publik itu jangan dijadikan sebagai lahan pribadi dengan adanya iklaniklan di pinggir jalan. Yang perlu diperhatikan dan dicermati oleh pemerintah adalah pertama Iklan dilarang dipasang di tiang-tiang (tiang listrik, tiang telfon, dan lain-lain), yang kedua Iklan dilarang dipasang/dipakukan di pohon, yang ketiga iklan dilarang dipasang di jembatan ataupun cagar budaya dan yang terakhir iklan dilarang dipasang di trotoar. Upaya pemerintah untuk mengurangi adanya lahan parkir di Yogyakarta adalah dengan mengurangi space parkir dan menaikan tarif parkir dan mengeluarkan Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Kelima, dalam hal pertanahan sebagai mana yang kita ketahui Yogyakarta merupakan kota pariwisata yang banyak dikunjungi wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Hal inilah yang menyebabkan commit user dapat dilihat dari aneka ragam Yogyakarta berkembang dengan pesat to sehingga
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penduduk di Yogyakarta baik yang berasal dari penduduk asli Yogyakarta, juga banyak pendatang dari luar Yogyakarta dan bahkan dari luar pulau Jawa. Para pendatang tersebut memutuskan mencoba untuk menetap di Yogyakarta dengan membeli tanah Hak Guna Bangunan (HGB) yang langsung dikuasai oleh Negara untuk rumah tinggal di Yogyakarta. Bagan Proses Peralihan Hak Milik di Yogyakarta Tanah Hak Milik
Peralihan
Subyek Pemohon WNI Pribumi
Hak Milik
BPN
Subyek Pemohon WNI Keturunan
Hak Pakai
HGB
Gambar V: Sumber: “Jurnal Pertanahan PPPM-STPN.”100 Sebelum berlaku sepenuhnya UUPA di DIY telah diatur di dalam Instruksi Gubernur DIY Nomor. K/898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah Kepada Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) Non Pribumi. Instruksi ini ditujukan kepada Bupati/Walikota Kepala Daerah se-DIY, yang isinya bahwa WNI Keturunan belum dapat mempunyai Hak Milik atas tanah di DIY. Hak atas tanah yang dapat diberikan berupa HGB dan Hak Pakai. Apabila ada WNI Keturunan Tionghoa membeli tanah milik rakyat (pibumi) maka ia harus terlebih dahulu melakukan pelepasan hak dan setelah tanah tersebut menjadi tanah negara yang dikuasai langsung oleh Pemerintah DIY kemudian WNI Keturunan tersebut mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mendapatkan HGB.
100
Widhiana Hestining Puri, Konstektualitas Affirmative Action Dalam Kebijakan Pertanahan di Yogyakarta, Jurnal Ilmiah Pertanahan PPPM-STPN, Nomor 37 Tahun 12, commit to user Yogyakarta, 2013, Hal 176.
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hendras Budi Pamungkas pada tahun 2006 telah melakukan penelitian dalam hal instruksi Gubernur tersebut yang mana judul penelitian tersebut adalah “Tinjauan Yuridis Terhadap Instruksi Gubernur DIY Nomor. K/898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah Kepada Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) Non Pribumi.”101 Dalam penelitian Hendras menarik kesimpulan antara lain kebijakan tanah yang diambil pemerintah Kota Yogyakarta dan Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta setelah dikeluarkanya undang-undang kewarganegaraan, mengenai pelayanan pertanahan masih mengacu pada inrtruksi tersebut, artinya eksistensi kebijakan tersebut masih ada dan tetap berlaku. Dalam hal ini hukum disebut sebagai affirmative action. Affirmative Action adalah “hukum dan kebijakan yang mensyaratkan dikenakanya
kepala
kelompok
tertentu
pemberian
kompensasi
dan
keistimewaan dalam kasus-kasus tertentu guna mencapai representasi yang lebih proporsional dalam berbagai institusi dan okupasi.”102 Berdasarkan status keistimewaan DIY, Yogyakarta memiliki keistimewaan dalam hal pertanahan yang mana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) mengenai tanah Kasultanan (Sultan Ground (SG)) dan Kadipaten Ground (Kadipaten Ground (KG)), sedangkan pada Pasal 33 ayat (4) mengenai pengelolaan, pemanfaatan tanah kasultanan dan tanah kadipaten yang mana tercantum dalam UUK adapun isi dari pasal tersebut, yaitu: Pasal 32 Ayat (1) (1) Dalam penyelenggarakan kewenangan pertanahan sebagaimana dimaksut dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d. Kasultanan dan Kadipaten dengan Undang-Undang ini dinyatakan sebagai badan hukum.
101
Hendras Budi Pamungkas, Tinjauan Yuridis Instruksi Gubernur DIY Nomor. K/898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah Kepada Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) Non Pribumi, Pustaka Agraria.org, Diakses Pada Tanggal 22 Januari 2016. 102
user Op. cit., Widhiana Hestiningcommit Puri, Halto 172.
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pasal 33 Ayat (4) (4) Pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten oleh pihak lain harus mendapat izin persetujuan kasultanan untuk tanah Kasultanan dan izin persetujuan Kadipaten untuk tanah kadipaten. Pasal 32 ayat (1) UUK dijelaskan bahwa kesultanan dinyatakan sebagai badan hukum dengan undang-undang, pernyataannya sebagai badan hukum dinyatakan lewat undang-undang, ini tentu berbeda sekali dengan UUPA Pasal 21 ayat (2) yang mengatakan “oleh pemerintah ditetapkanbadan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.” Semangat pertanahan DIY terlertak
pada
pengembangan
kebudayaan,
kepentingan
sosial
dan
kesejahteraan masyarakat, ke Kementrian Hukum dan Ham-kah naungan Badan Hukum Kesultanan ini atau tidak. Tentu akan terjadi polemik karena tidak mungkin kementrian Hukum dan Ham mengawasi Badan Hukum ini, karena keberadaan nya juga dengan landasan undang-undang. Maka akan bertemulah dua undang-undang dalam persoalan ini. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Kesitimewaan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Pasal 32 ayat (1) menempatkan Kraton dan Pakualaman sebagai badan hukum dan Pasal 33 ayat (4) mendefenisikan mengenai pengelolaan tanah antara tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten oleh pihak lain yang harus mendapatkan izin dari Kasultanan dan Kadipaten untuk masing-masing tanah. Dibawah ini adalah gambar keberadaan lahan SG dan PG. Sejak disahkannya UUK Yogyakarta yang mengatur lima kesitimewaan DIY khususnya dalam hal pertanahan masi menyisakan permasalahan pada tahap implementasi UUK tersebut. Adapun kendala yang dapat penulis temui dan berdasarkan data yang penulis dapat adalah mengenai, pengaturan pertanahan yang ada di Yogyakarta masih bersifat diskrimi-natif berdasarkan Instruksi Gubernur DIY tersebut. Meski telah mendapat peringatan dari Komisi Nasional HAM, pemecommitaturan to usertersebut. Aturan yang dibuat oleh rintah DIY masih mempertahankan
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hamengku Buwono IX saat itu, membuat warga keturunan Tionghoa di DIY sampai sekarang tak bisa memiliki tanah dengan status hak milik dan merasa terus dinomorduakan. “Hal ini ditambah lagi dengan catatan sejarah yang menunjukkan bahwa pernah terjadi gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa pada masa pra kemerdekaan yang pada akhirnya menyebabkan pecahnya kerajaan mataram.”103 Berdasarkan kejadian tersebut pastilah menyebabkan ke khawatiran dimasa yang akan datang serta berdampak kepada penguasaan tanah yang terus meningkat. Kebijakan ini telah berlaku konsisten selama 41 (empat puluh satu) tahun bersama dengan perkembangan yang selalu dinamis di Indonesia secara umum dan DIY secara khusus namun instruksi ini tetap selalu berlaku dan eksis didalam sistem pertanahan di DIY. “Komnas HAM pun sudah dua kali mengirim tuntutan kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X agar segera mencabut aturantersebut, BPN Pusat juga telah tiga kali menegur BPN DIY agar tak mengacu pada kebijakan tersebut, melainkan pada UUPA Tahun 1960.”104 Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis, yaitu pada BPN DIY Ibu Sry Afianti selaku Kasi Penetapan Hak Badan Hukum menjelaskan bahwa “BPN pada saat ini mengacu pada UUPA dikarenakan belum ditetapkanya Perdais sebagai dasar dalam pelaksanaan di BPN dan BPN masih menunggu
pengatuaran
dalam
Tata
Ruang
dan
Pertanahan
melalui
ditetapkanya Perdais.”105 Sepanjang tahun 2012-2015 BPN DIY mendapat (2) surat teguran dari Komisi Nasional Hak Asasi manusia, yaitu pada tahun 2014 dan tahun 2015. Pada tahun 2014 tersebut diberikan surat Nomor : 037/R/Mediasi/VIII/2014 yang mana dikirim pada tanggal 11 Agustus 2014. Perihal surat tersebut adalah 103
Ibid., Hal 178.
104
Pribadi Wicaksono, http://nasional.tempo.co, 3-tahun-keistimewaan-diy-aturan pertanahan- digugat, diakses Pada Tanggal 04 Desember 2015, Pukul 09:00 Wib. 105
Wawancara dengan Ibu Sry Afiati, November 2015, Kasi Penetapan Hak Badan commit to user Hukum, BPN DIY,
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengenai rekomendasi terkait dengan diskriminasi hak atas tanah warga keturunan Tionghoa di Provinsi DIY. Surat selanjutnya pada tahun 2015 yang bernomor 370/R/Mediasi/ VIII/2015, perihal dalam surat ini adalah mengenai pelaksanaan rekomendasi komnas HAM terkait hak atas tanah warga keturunan Tionghoa. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan tetrsebut dapat penulis ambil kesimpulan bahwa Instruksi Kepala Daerah DIY Nomor K.898/I/A/75 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah Kepada Seorang Warga Negara Indonesia non Pribumi tetap berlaku dan diterapkanya oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Walaupun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang pertanahan di Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang lain, sampai dengan saat ini DIY masih memberlakukan hal tersebut. Namun perlulah di perhatikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Indonesia tidak membedakan lagi antara WNI Pribumi dan WNI Non-Pribum, status kewarganegaraan di Indonesia hanya berdaarkan WNI dan Warga Negara Asing (WNA). Upaya penghapusan perbedaan antara warga negara keturunan dengan warga negara pribumi sebelumnya telah pernah dilakukan pada tahun 2008, yairu dengan dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dijelaskan dalam 2 (dua) pasal, yaitu: Pasal 5 Penghapusan diskriminasi ras dan etnis wajib dilakukan
dengan
memberikan: a. Perlindungan, kepastian, dan kesamaan kedudukan di dalam hukum kepada semua warga negara untuk hidup bebas dari diskriminasi ras dan etnis; b. Jaminan tidak adanya hambatan bagi prakarsa perseorangan, kelompok orang, atau lembaga yang membutuhkan perlindungan dan jaminan kesamaan penggunaan commit hak sebagai warga negara; dan to user
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya pluralisme dan penghargaan hak asasi manusia melalui penyelenggaraan pendidikan nasional. Pasal 6 Perlindungan terhadap warga negara dari segala bentuk tindakan diskriminasi ras dan etnis diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, serta melibatkan partisipasi seluruh warga negara yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selama pemberlakuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sampai dengan saat ini belum ada dikeluarkanya Perdais tentang Pertanahan, Kebudayaan dan Tata Ruang yang ada hanyalah Perdais tentang Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Mengenai pertanahan masilah dalam tahap pengkajian dan menurut Sry Afianti “pembahasan mengenai pertanahan sedang berlangsung dan Inssyahallah akan diselesaikan pada tahun ini dan disahkan oleh dewan.”106 Adapun mekanisme perolehan tanah Kasultanan Kadipaten menurut tim pengkaji naskah akademik Rancana Perdais Pertanahan, yaitu sebagai berikut: a. Mengajukan permohonan untuk mendapatkan hak atas tanah diatas tanah Kasultanan dan Kadipaten; b. Atas dasar permohonan tersebut Keraton menerbitkan kekancingan yang berisi pemberian hak atas tanah; dan c. Kekancingan sebagaimamna dimaksud berfunsi sebagai alat bukti kepemilikan hak atas tanah diatas tanah Kasultanan dan Kadipaten. Mekanisme peningkatan menjadi hak atas tanah menurut UUPA, yaitu: a. Pemegang atas tanah Kasultanan dan Kadipaten mengajukan permohonan ijin kepada Kasultanan atau Kadipaten untuk meningkatkan haknya menjadi hak atas tanah menurut UUPA; dan b. Atas dasar permohonan tersebut Keraton menerbitkan Palilah yang berisi pemberian ijin pengajuan peningkatan hak atas tanah sesuai dengan UUPA.107 Berdasarkan mekanisme yang ditawarkan oleh tim pengkaji naskah akademik Perdais pertanahan tersebut dapat penulis pahami bahwa hampir seluruh tanah DIY dikuasai oleh Kasultanan dan Kadipaten. Menurut penulis 106
107
Ibid.
commit to Anthon Raharusu, op. cit., Hal 321-322.
user
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengenai masalah pertanahan ini sudahlah tidak layak lagi untuk diterapkan dikarenakan telah dilakukanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 2002, yang mana pada amandemen ini tidak lagi membedakan anatara warganegara pribumi dan warganegara nonpribumi. Yang diatur dalam amandemen ini adalah WNI dan WNA, bahkan WNA pun bisa memiliki tanah jika telah menjadi WNI.
commit to user
76