perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian pengembangan yang telah dilakukan di SMAN 5 Surakarta menghasilkan modul interaktif berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi fluida statis. Penelitian dan pengembangan menggunakan desain penelitian dan pengembangan Puslitjaknov (2008). Prosedur penelitian dan pengembangan tersebut memiliki 5 langkah utama. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan dijelaskan sebagai berikut: 1. Analisis Produk yang Dikembangkan Analisi produk dilakukan dengan menggunakan angket analisis kebutuhan dan wawancara. Analisis kebutuhan diberikan kepada siswa dan guru SMAN 5 surakarta. Wawancara dilakukan untuk mengkonfirmasi data angket analisis kebutuhan yang diperoleh. Angket analisis kebutuhan siswa diberikan kepada 25 siswa kelas X IPA SMAN 5 Surakarta. Data hasil angket analisis kebutuhan siswa dapat dilihat pada Lampiran 3. Angket analisis kebutuhan guru diberikan kepada 2 guru SMAN 5 Surakarta. Data hasil angket analisis kebutuhan guru dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil rangkuman analisis produk yang akan dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Rangkuman Hasil Analisis Produk yang Akan Dikembangkan Tahapan Kegiatan Hasil Pemberian 1. Sebagaian sumber belajar kurang dapat diapahami angket analisis siswa karena isi materi kurang lengkap dan kurang kebutuhan guru menarik. Bahan ajar yang digunakan belum memiliki kepada 2 guru tampilan video, animasi, dan suara. Lebih banyak fisika dan pada teks dan gambar. wawancara 2. Guru menghendaki adanya bahan ajar yang memiliki mengkonfirmasi kelengkapan materi dan menarik bagi siswa. hasil jawaban. Analsis Pemberian Berdasarkan analisis angket kebutuhan siswa diperoleh kebutuhan angket analisis informasi bahwa: kebutuhan siswa 1. Siswa jarang bertanya kepada guru ketika kepada 25 siswa pembelajaran di kelas. Siswa lebih sering bertanya kelas X IPA kepada teman. 2. Bahan ajar yang dimiliki sulit dipahami, materi dan contoh penerapannya kurang lengkap. 3. Bahan ajar yang digunakan memiliki visualisasi dengan multimedia hanya saja terbatas pada teks dan commit to user gambar.
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui hasil analisis kebutuhan di SMAN 5 Surakarta menunjukan bahwa siswa jarang bertanya kepada guru tetapi sering bertanya kepada siswa lain, bahan ajar yang digunakan kurang memberikan contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari, materi kurang lengkap dan kurang menarik bagi siswa, tidak memiliki tampilan video dan suara. 2. Pengembangan Produk Awal Tahap pengembangan produk awal dilakukan sesuai hasil analisis kebutuhan terhadap siswa dan guru. Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan siswa dan guru terhadap spesifikasi produk yang dikembangkan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap pengembangan produl awal adalah merumuskan tujuan pembelajaran modul, desain awal, dan dosen ahli (pembimbing). a. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Modul Tujuan Pembelajaran modul dirumuskan sesuai dengan indikator serta KI dan KD Fisika SMA berdasarkan hasil analisis kebutuhan siswa dan guru serta analisis daya serap UN SMA Negeri 5 Surakarta 2013/2014. Materi yang dipaparkan pada modul adalah fluida statis. Pemilihan materi ini ditunjang hasil daya serap UN SMA Negeri 5 Surakrta 2013/2014 materi fluida statis dan dinamis yaitu 58,64. Tabel 4.2 KI dan KD Materi Fluida Statis. KI KD 1. Menghargai dan menghayati ajaran 1.2 Menyadari kebesaran Tuhan yang agama yang dianutnya mengatur karakteristik fenomena gerak, fluida, kalor dan optik 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotongroyong), santun, percaya diridalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaanya.
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, hati-hati, bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas seharihari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan pengamatan, percobaan, dan berdiskusi.
2.2 Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas seharihari sebagai wujud implementasi percobaan dan commit to usermelaksanakan melaporkan hasil percobaan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 KI KD 3. Memahami pengetahuan (faktual, 3.7 Menerapkan hukum-hukum pada konseptual, dan prosedural) fluida statik dalam kehidupan berdasarkan rasa ingin tahunya tentang sehari-hari. ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata 4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
4.7 Merencanakan dan melaksanakan percobaan yang memanfaatkan sifat-sifat fluida untuk mempermudah suatu pekerjaan.
Rumusan indikator modul interaktif berbasis CTL dirumuskan sesuai dengan KI dan KD yang ada. Indikator yang dirumuskan bersifat kontekstual. CTL adalah pengaitan antara konsep dengan lingkungan sekitar siswa, sehingga indikator dirumuskan memiliki proses pengamatan fenomena. Indikator modul dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Indikator dan Tujuan Pembelajaran Modul Indikator 1.1.1 Melalui kegiatan mengamati fenomena tentang fluida statis siswa mampu mengingat akan kebesaran Tuhan dan ciptaan Nya. 2.1.1 Melakukan kegiatan diskusi dengan terbuka, rasa ingin tahu, dan kritis 2.1.2 Melalui kegiatan (praktikum, pengamatan, dan diskusi) siswa dapat saling menghargai dan bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. 3.7.1 Menjelaskan pengertian hukum-hukum pada fluida statis 3.7.2 Memformulasikan persamaan hukum-hukum pada fluida statis 3.7.3 Mengaplikasikan hukum-hukum pada fluida statis dalam masalah fisika sehari-hari 4.7.1 Terampil mengolah data pengamatan. 4.7.2 Terampil dalam mengomunikasikan hasil pengamatan. Materi yang dipaparkan disesuaikan dengan KI, KD, dan indikator yang telah dirumuskan. Materi yang dipaparkan mengenai fluida statis untuk SMA kelas X IPA, butir-butir materi yang dipaparkan meliputi tekanan hidrostatik, hukum Pascal, hukum Archimedes, dan tegangan permukaan yang ditunjukkan oleh Gambar 4.1. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Gambar 4.1 Peta Konsep b. Desain Awal Modul Modul fisika interaktif berbasis CTL dirancang sesuai dengan komponen CTL. Setiap kegiatan belajar di dalam modul memiliki komponen CTL dan digunakan secara on-line menggunakan E-learning Universitas Sebelas Maret (UNS). Guru dan siswa diberikan user dan password yang dapat digunakan untuk mempelajari modul bagi siswa dan dapat digunakan untuk memantau hasil pekerjaan siswa menggunakan modul bagi guru. Susunan modul memiliki 5 bagian utama yaitu tayangan pembuka, daftar isi, bagian awal, bagian isi, dan penutup. 1) Tayangan Pembuka Tayangan pembuka ditampilkan dalam bentuk cover modul dengan komponen gambar yang menunjukan isi dalam modul, identitas modul, identitas penulis, dan instansi penulis. 2) Daftar Isi Pada modul interaktif ini setelah tayangan pembuka, tampilan berikutnya adalah daftar isi. Daftar isi berisi menu yang ketika diklik akan menuju bagian modul yang diinginkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 3) Bagian Awal Bagian awal modul memiliki 5 bagian yaitu halaman judul, kata pengantar, bagian-bagian modul, peta konsep, dan pendahuluan. a) Halaman judul berisi keterangan nama penulis, konsultan ahli, validator (ahli, praktisi, dan teman sejawat), desain cover dan layout. b) Kata pengantar c) Bagian-bagian modul berisi deskripsi kegiatan modul yang berkaitan dengan CTL d) Peta konsep menjelaskan butir-butir materi yang dipaparkan di dalam modul. e) Pendahuluan terdiri dari pola keterkaitan CTL dengan berpikir kritis, petunjuk penggunaan modul, tujuan akhir, dan prasyarat konsep. 4) Bagian Isi (Kegiatan Belajar) Setiap kegiatan belajar diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran menggunakan modul dan kata kunci. Kegiatan belajar disusun berdasarkan komponen CTL. Membuat hipotesis sebagai bagian dari kontruktivisme, bertanya, menjawab
pertanyaan,
berdiskusi,
melakukan
percobaan
cepat,
dan
menyimpulkan. Pemodelan ditampilkan dalam mengamati video. Penilaian autentik dilakukan dengan melihat isian siswa dari setiap kegiatan yang dilakukan. Sebelum diminta membuat hipotesis, siswa diminta mengamati gambar berupa fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Siswa bertanya setelah melihat tampilan video yang disediakan dan menjawab pertanyaan yang telah disediakan. Setiap akhir pembelajaran diberikan pengayaan mengenai materi, contoh soal, dan evaluasi (berupa soal uraian). Setiap halaman modul (kecuali tayangan pembuka dan daftar isi) memiliki tombol kembali, daftar isi, dan selanjutnya untuk berpindah halaman. 5) Penutup Penutup berisi evaluasi materi, kunci jawaban (diberikan ketika siswa telah selesai mengerjakan), daftar pustaka, dan glosarium. Daftar pustaka memuat referensi yang digunakan menyusun isi modul. Referensi berasal dari buku untuk materi dan alamat web untuk refrensi video. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 c. Dosen Ahli (Pembimbing) Desain awal modul yang dibuat kemudian dikonsultasikan kepada 2 dosen ahli. Tahap ini memerlukan beberapa kali konsultasi untuk dapat menjadikan desain awal modul menjadi lebih baik dan layak untuk dilanjutkan pada tahap validasi ahli. 1) Dosen pembimbing pertama Materi prasyarat konsep diperbaiki sehingga siswa dapat mengamati pengaruh luas penampang pada tekanan zat padat. Masukan selanjutnya adalah pembuatan video untuk materi hukum Archimedes yang membahas mengenai benda yang memiliki massa sama tetapi volume berbeda ketika dicelupkan keseluruhan di dalam air akan mengalami gaya ke atas yang berbeda dengan melihat perbedaan berat benda di udara dan di dalam air. 2) Dosen pembimbing kedua Konsultasi dengan dosen pembimbing kedua
dilakukan dari tahap desain
awal. Masukan yang diberikan adalah untuk memperbaiki pola keterkaitan antara CTL dan berpikir kritis, desain isi kegiatan belajar, dan tata tulis. Setelah menyelesaikan draft awal dosen ahli kedua memberi masukan mengenai proses upload modul ke dalam E-Learning. Masukan mulai dari desain tampilan modul E-Learning hingga pemberian feedback (tempat bagi siswa mengerjakan isian pada modul) dan embed video di dalam modul. 3. Validasi Ahli dan Revisi Validasi ahli berupa penilaian modul menurut ahli, praktisi, dan teman sejawat. Validator ahli, praktisi, dan teman sejawat masing-masing terdiri dari 2 orang. Validator ahli oleh 1 ahli materi dan 1 ahli media, praktisi adalah 2 guru SMA, dan teman sejawat oleh 2 orang mahasiswa pascasarjana program studi pendidikan sains konsentrasi fisika UNS. a. Validasi Materi Validasi materi modul oleh ahli materi dengan rentang nilai terendah 1 dan tertinggi 4. Validator materi yang terlibat adalah dosen Fisika FMIPA UNS. Sebelum melaukan validasi, validator memberikan saran dan masukan terlebih dahulu untuk memperbaiki modul. Masukan tersebut adalah adanya gambar tumpukan buku yang diamati oleh siswa sebelum menuju ke gambar gelas yang berisi air. Gambar commit to user tumpukan buku bertujuan agar siswa memahami bahwa semakin banyak benda yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 berada di atas titik pengamatan, maka semakin besar gaya yang diterima. Tumpukan buku dipilih karena selalu ada dalam kehidupan sehari-hari dan mudah untuk dipahami. Rincian skor penilaian dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Kriteria Penilaian Modul oleh Ahli Materi Kategori
Kelompok Skor
Kriteria
4 3 2 1
81,25 ≤ x ≤ 100 62,5 ≤ x < 81,25 43,75 ≤ x < 62,5 25 ≤ x < 43,75
Sangat Baik Baik Cukup Kurang
Penilaian Ahli Skor I 89 -
Frekuensi 1 -
% 100 -
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh skor dari seluruh aspek penilaian materi oleh ahli materi adalah 89 dengan kriteria sangat baik. Hasil validator ahli materi memperoleh nilai ideal 89. Hasil Validasi ahli materi secara lengkap pada Lampiran 12. b. Validasi Media Validasi media modul oleh ahli media dilakukan dosen S1 Pendidikan Fisika UNS. Hasil penilaian media oleh ahli mendapat skor 75 dengan kriteria sangat baik. Rincian skor dan kriteria hasil penilaian ahli media dapat dilihat pada Tabel.4.5. Tabel 4.5 Kriteria Penilaian Modul oleh Ahli Media Kategori
Kelompok Skor
Kriteria
4 3 2 1
68,25 ≤ x ≤ 84 52,5 ≤ x < 68,25 36,75 ≤ x < 52,5 21 ≤ x < 36,75
Sangat Baik Baik Cukup Kurang
Penilaian Ahli Skor I 75 -
Frekuensi
%
1 -
100 -
Hasil validator ahli media memperoleh nilai ideal 89. Perbaikan modul dilakukan sesuai saran dan kometar dari ahli media. Saran dan komentar yang diberikan adalah sebagai berikut. 1) Penulisan judul pada cover perlu memperhatikan cara penulisan EYD 2) Sebaiknya gunakan tombol yang akrab/biasa dikenali dengan anak SMA, sehingga seandainya tanpa tulisan di sebelahnya, siswa akan langsung paham bahwa tombol tersebut adalah enter (execute). 3) Gambar cover sebaiknya ganti dengan foto indahnya Indonesia agar ada pengetahuan baru atau bertambahnya cinta Indonesia pada siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 4) Pada dafar isi sebaiknya tiap item diberi logo khusus untuk memfasilitasi siswa dengan kemampuan visual yang lebih baik daripada kemampuan lainnya. c. Validasi Praktisi dan Sejawat Validasi praktisi dilakukan kepada guru SMA/MA dan validasi sejawat dilakukan kepada mahasiswa pascasarjana pendidikan sains konsentrasi fisika yang sedang menyusun tugas akhir. Hasil rincian validasi ini dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 12. 1) Validasi Praktisi Validasi praktisi dilakukan kepada 2 orang guru SMA/MA yang mengajar mata pelajaran fisika. Guru diberikan akses masuk dengan log in yang telah dibuat dan menilai modul menggunakan lembar penilaian produk untuk guru yang menggunakan skala terendah 1 dan tertinggi 4. Tahap validasi ini diperoleh skor penilaian terhadap modul adalah 82 dan 98. Berdasarkan skor tersebut kategori modul adalah baik dan sangat baik. Hasil penilaian dari dua orang guru kemudian dicari reratanya, rerata penilaian dari praktisi adalah 90 dengan kategori menjadi baik. Penilaian ideal yang diperoleh dari validasi praktisi I adalah 73 dan praktisi II adalah 88. Rincian hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Kriteria Penilaian Modul oleh Praktisi Kategori
Kelompok Skor
Kriteria
4 3 2 1
91 ≤ x ≤ 112 70 ≤ x < 91 49 ≤ x < 70 28 ≤ x < 49
Sangat Baik Baik Cukup Kurang
Penilaian Praktisi Skor II 98 I 82 -
Frekuensi 1 1 -
% 50 50 -
2) Validasi Sejawat
Validasi sejawat dilakukan kepada 2 orang mahasiswa pascasarjana pendidikan sains konsentrasi fisika. Mahasiswa yang menjadi validator adalah mahasiswa yang telah menyusun tugas akhir, telah lulus mata kuliah seminar proposal. Hasil penilaian dari teman sejawat ini secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 12. Kriteria penilaian modul yang diberikan oleh teman sejawat diperlihatkan secara rinci pada Tabel 4.7. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52 Tabel 4.7 Kriteria Penilaian Modul oleh Teman Sejawat Kategori
Kelompok Skor
Kriteria
4 3 2 1
91 ≤ x ≤ 112 70 ≤ x < 91 49 ≤ x < 70 28 ≤ x < 49
Sangat Baik Baik Cukup Kurang
Penilaian Ahli Skor I, II 78, 90 -
Frekuensi
%
2 -
100 -
Berdasarkan Tabel 4.7 validasi sejawat I memperoleh skor 78 dan nilai ideal 70 serta sejawat II memperoleh skor 90 dan nilai ideal 80 dengan kriteria untuk keduanya adalah baik. Rerata skor dari hasil validasi sejawat adalah 84 dengan kriteria baik. Teman sejawat selain memberikan penilaian, juga memberikan komentar dan saran perbaikan sebagai berikut. a) Sebaiknya pada materi yang disajikan, untuk persamaan matematis diberikan nomor urut. Misal; 1, 2, dst. b) Pada kata pengantar, berikan kisi-kisi/langkah sederhana pembelajaran CTL. c) Pada gambar Kegiatan Belajar (KB) 2 dan 4, terdapat keterangan gambar yang salah. d) Pada pengayaan, ketika menunjukkan gambar lebih baik dengan menyebut keterangan gambar. Hasil validasi ahli, praktisi, dan teman sejawat secara keseluruhan terhadap modul yang telah disusun menunjukkan bahwa modul memiliki kriteria layak. Modul dikategorikan layak sesuai dengan hasil perhitungan menggunakan metode cut off (Winnie,2009) yang ditunjukkan Tabel 4.8. Tabel 4.8 Hasil Analisis Menggunakan Metode Cut Off Validator Penilaian Ideal (%) 1. Ahli Materi 89 2. Ahli Media 89 3. Praktisi I 73 4. Praktisi II 88 5. Teman Sejawat I 70 6. Teman Sejawat II 80 Nilai Maksimum 89 Nilai Minimum 70 Natural Cut off Score 79,5 Nilai Rata-rata 81,5 Keterangan Layak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53 Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata penilaian ideal dari modul yang diperoleh adalah 81,5% yang nilainya lebih dari nilai cut off, maka modul dapat dikategorikan layak. 4. Uji Coba Lapangan Skala Kecil dan Revisi Modul fisika interaktif berbasis CTL yang telah dikembangkan dan telah melalui proses validasi ahli kemudian diujicobakan pada uji coba lapangan skala kecil. Uji coba skala kecil dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keterbacaan modul. Uji coba ini dilakukan kepada 12 orang siswa kelas X IPA SMAN 5 Surakarta. Siswa dibagi menjadi 4 kelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan 3 orang. Setiap kelompok mempelajari satu kegiatan belajar, kelompok 1 mempelajari kegiatan belajar 1, kelompok 2 mempelajari kegiatan belajar 2, dan seterusnya hingga kegiatan belajar 4. Hasil dari uji coba ini adalah jawaban siswa atas pertanyaan di dalam modul dan saran yang diberikan siswa. Hasil rincian jawaban siswa dari pertanyaan di dalam modul dapat dilihat pada Lampiran 14. Perbaikan dilakukan jika ada kesalahan di dalam modul dan jawaban siswa tidak sesuai dengan kunci jawaban. Perbaikan yang dilakukan pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Hasil dan Perbaikan Uji Coba Skala Kecil Sebelum Revisi
Setelah Revisi
Lebih besar manakah gaya yang diterima oleh buku pada tumpukan paling bawah dengan buku yag berwarna merah muda?
Perhatikan tumpukan buku pada gambar 1.1, Buku manakah yang menerima gaya paling besar?
Kenapa buku itu menerima gaya yang lebih besar?
Mengapa buku itu menerima gaya yang lebih besar?
Gambar 1.2 seharusnya diganti dengan gelas yang memiliki volume sama dan ketinggian berbeda, agar siswa lebih fokus pada perbedaan kedalaman bukan pada perbedaan volum Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
Sudah diperbaiki
Pertanyaan pada hipotesis,bertanya, menjawab pertanyaan dibuat sesuai dengan pertanyaan di dalam modul.
Sudah diperbaiki
Sudah diperbaiki
Tahap uji coba skala kecil diketahui beberapa kesalahan modul yang menurut siswa kurang jelas dan memungkinkan adanya kesalahan pemahaman siswa. Gambar 1.2 di dalam modul yang sebelumnya berupa gelas kosong, terisi sebagian, dan penuh commit to user dianggap dapat menimbulkan kesalahpahaman siswa terhadap materi tekanan hidrostatis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54 yang dipengaruhi kedalaman bukan banyaknya volume air. Gambar diganti dengan gelas ukur dengan varian ukuran yang diisi zat cair dengan volume sama. Perbaikan dilakukan sesuai Tabel 4.9. 5. Uji Coba Lapangan Skala Besar Uji coba skala besar adalah tahap uji coba akhir dalam pengembangan modul interaktif berbasis CTL. Uji coba ini dilakukan pada 32 siswa kelas X IPA 3 SMAN 5 surakarta. Pada tahap ini data yang diambil adalah data kemampuan berpikir kritis siswa dan data penilaian modul oleh siswa. Tahap uji coba ini dilakukan dengan 3 kali pertemuan dengan rentang waktu 2 minggu. Modul bersifat on line sehingga modul lebih banyak digunakan siswa di rumah. Data kemampuan berpikir kritis diambil dengan menggunakan soal tes. Tes yang dilakukan adalah sebelum penggunaan modul pretest dan sesudah penggunaan modul posttest. Data penilaian produk oleh siswa dilakukan pada akhir pertemuan. Hasil penilaian penilaian modul oleh siswa serta pretest dan posttest dapat dilihat pada Lampiran 15. Hasil penilaian yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan skor Ngain. Ngain digunakan untuk mengetahui nilai peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dan mengkategorikan peningkatannya. Nilai Ngain yang diperoleh adalah 0,45. Ngain ini masuk dalam kategori sedang. Kemampuan berpikir kritis yang dianalisis memiliki 5 indikator. Peningkatan kemampuan berpikir kritis tiap indikator dapat dilihat pada Gambar 4.2. 250 200
Skor
150 100 Pretest
50
Posttest
0 Memberikan Membangun Penjelasan Keterampilan Sederhana Dasar
Membuat Inferensi
Membuat Mengatur Penjelasan Strategi dan Lebih Lanjut Teknik
Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
commit to user Gambar 4.2 Grafik Hasil Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55 Penilaian modul oleh siswa menggunakan lembar penilaian produk. Lembar penilaian produk yang diberikan kepada siswa memiliki skala penilaian 1 sampai dengan 4. Hasil penilaian oleh 32 siswa yang menggunakan modul diperoleh skor ratarata 57,06 dengan skor maksimal yang dapat diperoleh adalah 80. Berdasarkan skor rata-rata diketahui kriteria modul menurut penilaian siswa adalah baik. B. Pembahasan 1. Karakteristik
Modul
Interaktif
Berbasis
CTL
untuk
Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Modul fisika interaktif berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi fluida statis dikembangkan berdasarkan prosedur pengembangan Puslitjaknov (2008) yang diadaptasi dari prosedur pengembangan Borg and Gall. Prosedur pengembangan
ini
memiliki
lima
tahapan
utama,
yaitu
analisis
produk,
mengembangkan produk awal, validasi ahli dan revisi, uji coba lapangan skala kecil dan revisi, uji coba lapangan skala besar dan produk akhir. Modul interaktif berbsasis CTL dikembangkan berdasarkan analisis kebutuhan yang dilakukan kepada siswa dan guru. Modul dikemas dalam bentuk on line dengan masuk kedalam Learning Management System (LMS) atau biasa disebut E-Learning milik Universitas Sebelas Maret (UNS). Modul interaktif dikembangkan karena dapat membuat pembelajaran lebih kontekstual. Kukulska-Hulme (2011) mengemukakan bahwa penggunaan teknologi untuk tujuan pendidikan dapat menawarkan kesempatan belajar yang spontan, informal, kontekstual, portable, dimana saja, meresap, dan pribadi. Pembelajaran kontekstual mengacu pada pembelajaran bermakna dan selalu dikaitkan dengan masalah dalam kehidupan seharihari, siswa membangun pengetahuannya sendiri dengan terlibat aktif dalam proses belajar. Chiou (2014) menambahkan bahwa multimedia dapat membantu siswa membangun pengetahuan kognitifnya dan efesien mengaplikasikan pengetahuan kedalam praktek. Multimedia yang dimaksud adalah penggunaan beberapa representasi dalam menjelaskan objek atau materi yang diinginkan dengan pengoprasiannya menggunakan media elektronik. Najjar (Asyhar, 2015) menyatakan multimedia adalah penggunaan teks, grafik, animasi, gambar, video, dan suara untuk menyajikan informasi. Sejak media ini dapat diintegrasikan menggunakan komputer, telah muncul banyak pembelajaran multimedia berbasis komputer. Modul yang bersifat on line ini dapat memuat teks, grafik, gambar, video, dantosuara. commit user Secara spesifik modul interaktif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56 menggunakan E-Learning yang dikembangkan memuat materi dengan dilengkapi, gambar, video, dan suara. Lebih dari itu, E-Learning mampu lebih baik lagi dalam hal teknologi, modul ini dapat digunakan sebagai penilaian langsung dengan meilihat hasil isian siswa pada tempat yang disediakan. Penggunaan modul interaktif yang dikembangkang dapat menjadi jawaban dari masalah
kurangnya
jam
pelajaran
untuk
melaksanakan
pembelajaran
fisika
menggunakan pendekatan saintifik. Modul interaktif dapat mengefektifkan dan mengefisienkan waktu dalam kegiatan belajar mengajar. Modul interaktif dapat dibuka di mana saja dan kapan saja, menggunakan Personal Computer (PC), laptop, dan Handphone (HP) yang mendukung konektivitas internet. Pembelajaran menggunakan modul interaktif pada materi fluida statis berlangsung selama 2 minggu (3 kali pertemuan tatap muka) yang dalam pembelajaran konvensional memerlukan waktu 5-6 minggu dengan 5-7 kali tatap muka. Pertemuan tatap muka pada pembelajarn menggunakan modul interaktif digunakan sebagai pretest dan instruksi penggunaan modul, tanya jawab seputar kesultian penggunaan modul (lebih sering dilakukan via pesan singkat dan inbox menggunakan E-Learning ), dan terakhir postest. Pembelajaran menggunakan modul interaktif dibebaskan kepada siswa untuk membuka dan melakukan kegiatan di dalam modul di mana saja dan kapan saja, kecuali pada kegiatan diskusi dan percobaan cepat, dilakukan pada waktu yang bersamaan. Pembelajaran interaktif lebih efisien dari pembelajaran konvensional dengan perbandingan 1, 714 menit (Abdullah, 2013). Studi pustaka juga telah dilakukan mengenai pembelajaran CTL. Pembelajaran CTL dipilih sebagai dasar pengembangan kegiatan belajar di dalam modul karena CTL dapat membantu melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis siswa meningkat setelah menerapkan pembelajaran kontekstual (Hasruddin, 2015). Komponen
CTL
menuntut
siswa
untuk
mampu
menemukan
sendiri,
mentransformasikan informasi, mencocokan informasi atau aturan-aturan lama dengan yang baru dan merevisi bila ada informasi atau aturan-aturan yang sudah tidak sesuai. Suryawati (2010) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual berhasil meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis siswa serta mampu membuat siswa lebih evaluatif. Evaluatif menandakan siswa lebih aktif dalam menilai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57 benar atau salah, terlibat aktif dalam interaksi antar siswa ataupun dengan guru, dan berusaha mencari kebenaran dari suatu informasi. Hasil analisis UN tahun ajaran 2013/2014 menunjukan persentase daya serap materi soal fisika terkait fluida statis dan fluida dinamis di SMA Negeri 5 Surakarta baru mencapai 58,64%. Secara umum daya serap pada materi fluida statis dan dinamis masih rendah, di tingkat kabupaten daya serap hanya mencapai 54,67%, 50,50% pada tingkat propinsi, dan 54,80% pada tingkat nasional (BSNP, 2014). Modul fisika interaktif berbasis CTL dikembangkan berdasarkan KD 3.7 menerapkan hukum-hukum pada fluida statis dalam kehidupan sehari-hari dan KD 4.7 merencanakan dan melaksanakan percobaan yang memanfaatkan sifat-sifat fluida untuk mempermudah suatu pekerjaan. Modul interaktif ini disusun menggunakan komponen CTL dan memaparkan materi fluida statis. Materi fluida yang dipaparkan dikaitkan dengan fenomena atau peristiwa di sekitar siswa, misalkan tumpukan buku, memompa ban, menenggelamkan bola, dan tetesan air. Aplikasi fluida statis juga dijelaskan di bagian pengayaan. Komalasari (2011) menyatakan bahwa pengembangan materi pembelajaran berbasis kontekstual memiliki karakteristik a) keterkaitan dengan konteks lingkungan dimana siswa berada; b) mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari; c) memberikan pengalaman langsung; d) mengembangkan kemampuan kemandirian; e) mengembangkan kemampuan refleksi/umpan balik. Kegiatan belajar di dalam modul, disusun berdasarkan komponen CTL menurut Muslich (2007) yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, refleksi, pemodelan dan penilaian autentik. Kontruktivisme di dalam modul dilakukan dengan mengamati gambar mengenai fonomena atau peristiwa dalam kehidupan seharihari yang berkaitan dengan materi. Bertanya dan pemodelan masuk dalam kegiatan menemukan. Kegiatan menemukan dilakukan setelah mengamati gambar, dimulai dengan membuat hipotesis, mengamati video yang digunakan sebagai pemodelan, bertanya, dan menjawab pertanyaan. Masyarakat belajar berupa diskusi dan percobaan cepat, dalam kegiatan diskusi siswa juga dapat bertanya di ruang chatting. Refleksi dilakukan di akhir kegiatan belajar modul dengan membuat kesimpulan dan memberikan saran serta komentar. Penilaian autentik dilakukan pada kegiatan-kegiatan siswa dengan mengisi jawaban pada tempat yang disediakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58 2. Kelayakan Modul Interaktif Berbasis CTL pada Materi Fluida Statis Kelayakan modul interaktif berbasis CTL pada materi fluida statis telah diuji melalui tahap validasi ahli, penilaian praktisi, dan penilaian teman sejawat (peer reviewer). Hasil validasi ahli menunjukkan bahwa modul sudah sesuai dengan tujuan pengembangan karena memiliki kategori sangat baik menurut ahli materi dan media serta kategori baik menurut penilaian praktisi dan peer reviewer. Modul dinilai layak karena telah memenuhi kriteria modul interaktif. Menurut Purwadarminto (1989) Kelayakan adalah kondisi atau keadaan sudah pantas. Kelayakan diukur dengan pemenuhan kriteria modul. Amin (2009) menyatakan bahwa berdasarkan hasil perbandingan dan kesesuaian data dengan kriteria akan dapat ditentukan pengambilan keputusan. Data yang diperoleh berasal dari hasil validasi yang menilai tingkat pemenuhan kriteria modul interaktif. Pemenuhan kriteria ditunjukan dengan penilaian validator, praktisi, dan teman sejawat yang memberikan kategori pemenuhan kriteria modul interaktif tidak kurang dari kategori baik. Pemenuhan kriteria juga ditunjukan oleh rata-rata nilai ideal yang lebih dari nilai cut off. Modul interaktif berbasis CTL dinyatakan layak, meskipun masih memerlukan beberapa revisi berdasarkan saran dan rekomendasi dari ahli, praktisi, dan peer reviewer. Revisis dilakaukan agar modul yang dikembangkan sesuai dengan kriteria modul interaktif. Revisis produk yang dilakukan meliputi: a) gambar fenomena untuk pengamatan awal pada KB 1 diperbaiki; b) penulisan judul pada cover telah diperbaiki dengan memperhatikan cara penulisan EYD; c) tombol enter diganti dengan tombol yang akrab dikenali siswa; d) gambar latar belakang cover diganti dengan yang berkaitan dengan materi dan menggambarkan keindahan alam indonesia; e) daftar isi telah menggunakan logo khusus untuk tiap item; f) penyajian persamaan matematis telah diberikan penomoran; g) kata pengantar memiliki kisi-kisi sederhana pembelajaran CTL; h) perbaikan pada keterangan gambar yang salah; dan i) perbaikan pada pengayaan dalam menyebut gambar. Menurut Riyana (2007) kriteria modul interaktif adalah memungkinkan siswa melaukan kegiatan interaktif, visualisasi informasi dengan ragam representasi, dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, visualisasi relevan dengan materi, serta perbandingan teks, visual (grafis, video/film, animasi), dan audio yang tepat. Supriyadi (2001) menyatakan kriteria yang digunakan untuk menilai kelayakan modul meliputi aspek isi, penyajian, bahasa, dan grafika. Hasil penilaian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59 produk oleh siswa sebagai pengguna modul memiliki skor rata-rata 57,06 dari 32 siswa dengan kriteria baik. 3. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Setelah Menggunakan Modul Interaktif Berbasis CTL Pada uji coba lapangan skala besar dilakukan penilaian mengenai kemampuan berpikir kritis siswa. Penilaian kemampuan berpikir kritis dilakukan kepada 32 siswa kelas X IPA 3 SMA Negeri 5 Surakarta. Penilaian dilakukan dengan menggunakan soal tes. Soal tes terdiri dari 10 soal uraian yang disusun berdasarkan indikator berpikir kritis yang diadaptasi dari Ennis. Penilaian ini dilakukan dengan metode pre-test dan posttest. Berdasarkan hasil penilaian pre-test dan post-test didapat nilai Ngain sebesar 0,45. Hasil tersebut menunjukan adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan kategori sedang. Hasil rincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 15. Peningkatan kemampuan berpikir kritis setelah menggunakan modul interaktif berbasis CTL masuk dalam kategori sedang. Hasil ini relevan dengan pernyataan Sung (2015) yang menyatakan kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan kontekstual memiliki kemampuan berpikir kritis yang lebih baik dibandingkan kelas yang menggunakan pendekatan konvensional. Penggunaan media elektronik dalam pengemasan modul membantu penyampaian materi secara kontekstual. Kukulska (2011) menyatakan penggunaan teknologi untuk tujuan pendidikan dapat menawarkan kesempatan belajar yang spontan, informal, kontekstual, portable, dimana saja, meresap, dan pribadi. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa peningkatan aspek berpikir kritis terjadi pada aspek membangun keterampilan dasar dengan skor Ngain sebesar 0,79 yang termasuk dalam kategori tinggi. Peningkatan dengan kriteria tinggi juga terjadi pada aspek memberikan penjelasan sederhana. Peningkatan aspek paling rendah terjadi pada aspek mengatur strategi dan teknik dengan skor Ngain sebesar 0,21 yang termasuk dalam kategori rendah. Aspek lain yang tergolong dalam kategori peningkatan rendah adalah membuat inferensi dan membuat penjelasan lebih lanjut. Peningkatan
kemampuan
berpikir
kritis
siswa
selama
pembelajaran
menggunakan modul menjawab apakah modul interaktif berbasis CTL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pada tahap pertama pembelajaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60 menggunakan modul adalah kontruktivisme dengan membuat siswa memahami bahwa siswa akan menemukan sendiri informasi yang dibutuhkan untuk memahami materi. Tahap ini modul memberikan kegiatan mengamati gambar yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diminta mengamati dan membuat jawaban sementara dari hasil pengamatannya. Hal ini didukung dengan pernyataan Piaget dalam Slavin (1994) bahwa perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Kegiatan CTL selanjutnya adalah menemukan yang dilakukan dengan mengamati video. Video pengamatan yang ditampilkan digunakan sebagai pemodelan dan berdurasi tidak lebih dari 5 menit (kecuali video aplikasi hukum Pascal,dongkrak hidrolik). Video menampilkan permasalahan mengenai materi yang disajikan untuk menimbulkan keingintahuan dalam pikiran siswa. Keingintahuan membuat siswa ingin mencari tahu penyebab fenomena terjadi dan membuat siswa berpikir untuk memecahkan masalah ini yang mebuat siswa berpikir secara kritis. Kegiatan mengamati selesai kemudian siswa diberikan kesempatan bertanya dengan membuat pertanyaan secara tertulis di kolom yang telah disediakan. Kolom bertanya disediakan untuk mengakomodasi pertanyaan siswa. Modul menyediakan beberapa pertanyaan untuk dicocokan dengan pertanyaan yang siswa buat kemudian mencari tahu jawabannya. Kegiatan ini membantu siswa meningkatkan kualitas berpikirnya yang diaktifkan melalui pemberian konflik kognitif pada proses menemukan sehingga meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya. Sejalan dengan Posner (1992) dan Hewson (1989) perubahan konseptual dalam pikiran siswa terjadi mula-mula siswa harus merasa tidak puas dengan gagasan yang ada. Hal ini akan membantu siswa untuk berpikir dan mencari tahu kebenaran dari suatu fenomena yang dalam prosesnya menggunakan kemampuan berpikir kritisnya. Huang (2012) menyatakan bahwa multimedia membantu siswa membangun struktur kognitif mereka sendiri dan secara efisien mentransfer pengetahuan mereka kedalam praktek, sehingga efektif dalam pembelajaran. Kegiatan berikutnya di dalam modul adalah masyarakat belajar yang berupa diskusi atau pun percobaan cepat berkelompok. Kegiatan diskusi diberikan ruang dalam modul dengan adanya ruang chatting dan kolom hasil diskusi. Percobaan cepat dilakukan berkelompok dan diluar jam sekolah. Percobaan cepat diatur sesuai waktu luang tiap siswa dengan langkah kegiatan yangtodijelaskan di dalam modul dan format commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61 laporan yang disediakan. Kelompok dibentuk di awal pertemuan untuk memudahkan siswa. Kelompok dibentuk secara kolaboratif yaitu pembentukan kelompok siswa dengan kemampuan akademik berbeda. Corebima (2007) mengungkapkan bahwa tipetipe pembelajaran kolaboratif berpotensi besar meningkatkan kemampuan berpikir dan penguasaan konsep siswa berkemampuan rendah. Pendapat lain yang memperkuat pernyataan tersebut adalah Piaget (Depdiknas, 2004) yang menyatakan bahwa interaksi antar teman akan menanggulangi keterpusatan diri sendri. Siswa berkemampuan tinggi dapat berbagi pengetahuan dan pemahaman dengan siswa berkemampuan rendah yang menimbulkan rasa percaya diri dan keterampilan sosial. Langkah pembelajaran terakhir di dalam modul adalah refleksi. Refleksi di dalam modul berupa kegiatan menarik kesimpulan dan memberikan komentar serta saran berupa feedback untuk modul maupun guru. Kegiatan menyimpulkan dilakukan untuk membantu melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Sliberman (2008) menyatakan otak tidak hanya menerima informasi, melainkan memproses dan mengolahnya. Suryawati (2010) menyatakan bahwa CTL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan melatih siswa untuk menjadi lebih evaluatif. Kegiatan menyimpulkan melatih siswa untuk mengolah semua informasi yang sudah lama dimiliki, informasi yang baru diperoleh, dan mengecek kebenaran informasi berdasarkan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Alwasilah (2008) menyatakan bahwa filosofi pembelajaran CTL adalan siswa mampu menyerap apa yang diajarkan apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang disampaikan dengan mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Contoh hasil post-test kemampuan berpikir kritis pada aspek memberikan penjelasan sederhana disajikan pada Gambar 4.3 dan 4.4
Gambar 4.3 Soal Post-Test KBK Aspek Memberikan Penjelasan Sederhana (MPS) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
Gambar 4.4 Jawaban Siswa Soal Post-Test KBK Aspek MPS Berdasarkan Gambar 4.3 dan 4.4 yang merupakan soal dan jawaban siswa aspek MPS, dapat diketahui bahwa siswa dapat mengidentifikasi gambar yang memiliki tegangan permukaan besar dan mampu memberikan kemungkinan jawaban dengan penjelasan sederhana mengapa gambar tersebut memiliki tegangan permukaan yang besar. Ennis (1985) menyatakan kemampuan berpikir kritis meliputi indikator memberikan
penjelasan
sederhana
memiliki
beberapa
kriteria,
termasuk
mengidentifikasi alasan suatu keadaan dan parameternya untuk memberikan kemungkinan jawaban.
Gambar 4.5 Soal Post-Test KBK Aspek Membangun Keterampilan Dasar (MKD)
Gambar 4.6 Jawaban Siswa soal Post-Test KBK Aspek MKD Berdasarkan Gambar 4.5 dan 4.6 dapat diketahui bahwa siswa dapat menjawab dengan baik pertanyaan aspek MKD. Kemampuan siswa ditunjang dengan kegiatan belajar di modul berupa “mengamati”. Mengamati dilakukan di awal pembelajaran, siswa diminta untuk mengamati gambar yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Ennis (1985) memberikan kriteria pada indikator membangun keterampilan dasar berupa menilai kredibilitas suatu sumber dengan kemampuan mendalam untuk memberikan alasan dan melakukan observasi atau menilai hasil observasi. Pada kegiatan mengamati siswa dilatih untuk mengetahui kondisi, mengetahui resiko, dan dilatih untuk memberikan alasan mengapa peristiwa di dalam gambar terjadi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
Gambar 4.7 Soal Post-Test KBK Aspek Membuat Inferensi (MI)
Gambar 4.8 Jawaban Siswa soal Post-Test KBK Aspek MI Gambar 4.8 menunjukkan bahwa siswa telah mampu membuat inferensi. Siswa mampu menyimpulkan mana diantara kedua bendungan yang harus memiliki kekuatan lebih kuat dari informasi yang diberikan. Kegiatan membuat inferensi di dalam modul tercermin dalam kegiatan “kesimpulan dan saran”. Siswa dilatih untuk mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Silberman (2008) menjelaskan bahwa otak tidak hanya menerima informasi, melainkan memproses dan mengolahnya. Kegiatan mengamati, bertanya, dan menjawab pertanyaan pada modul atau pada kegiatan diskusi dan percobaan cepat mendukung otak untuk mengolah informasi secara efektif.
Gambar 4.9 Soal Post-Test KBK Aspek Membuat Penjelasan Lebih Lanjut (MPLL) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
Gambar 4.10 Jawaban Siswa soal Post-Test KBK Aspek MPLL Gambar 4.10 menunjukkan bagaimana siswa memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai batu yang telah dicelupkan di dalam air kemudian digerakkan lagi terus turun ke bawah. Membuat penjelasan lebih lanjut diakomodasi di dalam modul dalam bentuk menjawab pertanyaan, kegiatan diskusi, dan percobaan cepat. Kegiatan menjawab pertanyaan dilakukan setelah siswa mengamati video yang disediakan. Pertanyaan yang ada di dalam modul berkaitan dengan video, sehingga siswa diminta untuk mengidentifikasi, meperhatikan konten, memikirkan kemungkinan apa yang terjadi. Kegiatan diskusi dilakukan setelah siswa mengamati pristiwa yang ditampilkan pada gambar atau hasil dari percbobaan cepat. Hasil penelitian (Akinoglu dan Tondogan, 2006; Sungur, Tekkaya dan Geban, 2006) menjelaskan bahwa pengaruh pembelajaran yang berisi kegiatan diskusi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pengalaman meberikan kesempatan bagi siswa untuk membangun pemahamannya sendiri. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek (Suparno, 1997).
Gambar 4.11 Soal Post-Test KBK Aspek Mengatur Strategi dan Taktik (MST)
Gambar 4.12 Jawaban Siswa soal Post-Test KBK Aspek MST commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65 Berdasarkan gambar 4.12 diketahui siswa dapat menjawab soal berpikir kritis aspek mengatur strategi dan teknik. Kegiatan di dalam modul yang mencerminkan kemampuan berpikir kritis aspek ini adalah masyarakat belajar (kegiatan diskusi atau percobaan cepat). Nicolls (2004) menjelaskan bahwa tingkat ingatan siswa yang belajar dengan melakukan dan mengomunikasikannya sangat efektif yaitu mencapai 90%, sedangkan apabila siswa hanya mendengar, membaca atau melihat maka tingkat ingatannya kurang dari 50%. Pelaksanaan diskusi di ruang chating tidak berjalan dengan baik, dikarenakan sulitny siswa memiliki waktu senggang yang sama di luar jam sekolah. Siswa kebanyakan melakukan diskusi di sekolah ketika mereka bertemu, sehingga ruang chatting belum digunakan dengan baik. Kegiatan percobaan cepat berjalan cukup baik, karena siswa melakukan dengan langsung bertemu tatap muka. Peningkatan kemampuan berpikir kritis pada aspek ini tergolong kategori rendah. C. Temuan Lapangan Temuan lapangan pada penelitian pengembangan modul interaktif berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pokok bahasan fluida statis adalah: 1. Pada uji coba terbatas 12 siswa hanya menggunakan 1 username untuk log in ke elearning. Siswa merasa kesulitan karena tiap kelompok membuka kegiatan belajar yang berbeda dengan satu username. Hal ini dikarenakan ketika siswa pertama yang mendapat bagian mempelajari kegiatan belajar 1 membuka kegiatan belajar 1, maka siswa yang lain yang mendapatkan bagian mempelajari kegiatan belajar 2 akan otomatis masuk kegiatan belajar 1 (halaman terakhir yang dibuka oleh siswa pertama), begitupun sebaliknya untuk semua siswa. 2. Hasil jawaban siswa hanya dapat dilihat pada setiap kolom pertanyaan, bukan pada perorangan siswaa, sehingga perlu adanya LKS untuk membantu siswa dalam pembelajaran dan guru dalam memberikan penilaian. 3. Penggunaan e-learning dalam pembelajaran modul berbasis CTL sangat membantu tercapainya pembelajaran kontekstual. Penggunaan e-learning membantu guru untuk memantau, mengelola, dan membimbing siswa dalam mempelajari materi menggunakan modul. 4. Penggunaan e-learning membantu siswa karena memiliki kolom chatting, sehingga siswa dapat melakukan sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu commit to user kepada yang tidak tahu baik di kolom chatting maupun di luar e-learning.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66 D. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian pada penelitian pengembangan modul interaktif berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pokok bahasan fluida statis adalah: 1. Pada modul interaktif berbasis CTL menggunakan tahapan pendekatan inkuiri bukan pendekatan saintifik yang merupakan pendekatan yang seharusnya digunakan oleh sekolah yang mengikuti kurikulum 2013. 2. Tahapan penelitian pada uji coba skala kecil percobaan sederhana tidak dilakukan karena keterbatasan waktu penelitian. 3. Kemampuan berpikir kritis dalam menurunkan persamaan belum terukur. 4. Hasil belajar yang diamati hanya pada aspek pengetahuan yang termasuk kemampuan berpikir kritis, aspek psikomotor dan afektif tidak diamati.
commit to user