BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Subjek Penelitian SMA Negeri 1 Salatiga merupakan salah satu SMA Negeri yang ada di Salatiga yang terletak di Jalan Kemiri I nomor 1 Salatiga. SMA Negeri 1 Salatiga berdiri sejak 1 Juli 1954 dan memiliki luas lahan 7749 m2. Dalam
penyelenggaraan
program
pendidikan
bagi
sekolah, SMA Negeri 1 Salatiga memiliki Visi “Beriman, Berkarakter,
Berbudaya,
Berdaya
Saing,
dan
Berwawasan Lingkungan”. Sebagai salah satu sekolah menengah negeri, SMA Negeri 1 Salatiga telah memperoleh penilaian akreditasi sekolah dengan nilai A (amat baik), selain itu SMA Negeri 1 Salatiga telah berhasil memperoleh sertifikasi ISO 9001:2008 di tahun 2012. Sedangkan dari segi penyelenggaraan pendidikan di SMA Negeri 1 Salatiga, terdapat dua program pembelajaran yakni program Intra Kurikuler dan Ekstra Kurikuler. Program Intra Kurikuler sekolah meliputi program pembelajaran dengan kelas percepatan (yang menempuh masa studi selama 4 semester), kelas akselerasi, dan kelas reguler yang terdiri dari 3 jurusan (IPA, IPS dan Bahasa), sedangkan
program
Ekstra
Kurikuler
terdiri
dari
program wajib, penunjukan dan pilihan. Adapun misi dari SMA Negeri 1 Salatiga adalah: 1.
Mewujudkan
insan
yang
bertaqwa
melalui
pendidikan dengan melaksanakan ajaran agama; 54
2.
Mewujudkan
insan
berakhlak
mulia
melalui
keteladanan; 3.
Mewujudkan insan berkarakter melalui kegiatan intrakurikuler,
ekstrakurikuler
dan
kegiatan
organisasi sekolah; 4.
Mewujudkan insan yang gemar meneliti dan cinta lingkungan;
5.
Mewujudkan kebersamaan,
insan
yang
menjunjung
kekeluargaan,
dan
tinggi
kegotong-
royongan; 6.
Mewujudkan insan yang aktif, kreatif, inovatif dan kompetitif secara nasional dan internasional. Sedangkan tujuan pendidikan di SMA Negeri 1
Salatiga adalah: 1. Mampu
melaksanakan
kurikulum
2013
dan
program Cerdas Istimewa Bakat Istimewa (CIBI); 2. Mampu
memperoleh
medali
dalam
olimpiade
Matematika, Sains dan prestasi non akademik tingkat nasional dan internasional; 3. Mampu melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan inovatif untuk semua mata pelajaran; 4. Mampu
memiliki
tenaga
pendidik
dan
kependidikan yang profesional; 5. Mampu
memiliki
pembelajaran
yang
sarana memadai
dan serta
prasarana berbasis
Information Communication Technology (ICT);
55
6. Mampu memiliki layanan manajemen berbasis Information Communication Technology (ICT) dan manajemen mutu ISO 9001:2008; 7. Mampu menjalin kerjasama dengan stakeholder untuk menggali dana yang memadai, wajar dan berkeadilan
untuk
meningkatkan
kemajuan
sekolah; 8. Mampu
memiliki
perangkat
penilaian
yang
relevan; 9. Mampu memiliki lingkungan yang hijau, bersih, indah dan nyaman; 10. Mampu mewujudkan nilai-nilai keagamaan dan mampu
beradaptasi
dengan
perkembangan
budaya global sesuai jati diri bangsa. SMA Negeri 1 Salatiga juga memiliki beberapa program unggulan yang membedakan SMA Negeri 1 Salatiga dengan SMA lainnya yang ada di wilayah Salatiga. Program sekolah yang menjadi unggulan di SMA Negeri 1 Salatiga antara lain: a) Program SKS Program dimana peserta didik dapat menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang hendak diikuti, walaupun penerapan SKS di SMAN 1 Salatiga masih semi paket. b) Program Kelas Percepatan. Program kelas percepatan merupakan program sekolah dimana peserta didik dapat menempuh masa studinya di sekolah menengah selama 4 semester/2 tahun. Dimana kelas percepatan ini satu jam pelajaran hanya 30 menit saja, dan dalam 56
pelaksanaannya kelas percepatan memiliki waktu belajar yang berbeda dengan kelas reguler. c) Ekstrakurikuler Kegiatan non akademik yang didukung sekolah dengan
menyediakan
berbagai
kegiatan
ekstrakurikuler yang meliputi OSIS (Organisasi Siswa
Intra
Sekolah),
MPK
(Majelis
Permusyawarahan Kelas), PD Vege (Persekutuan Doa),
PMR
(Palang
Merah
Remaja),
KOJAR
(Pramuka), Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera), SRC
(Smanssa
Robotic
Club),
Fokuss
(Forum
Komunikasi Siswa Siswa Smanssa), KIR (Karya Ilmiah Remaja), PLG Jaga Bhumi, Merpati Putih (Bela
Diri),
PMR,
Pramuka,
Seni
Gamelan
(Karawitan), Seni Tari, SKI (Solidaritas Kerohanian Islam), X-Filis (Ekstra Film Smanssa), Sadaco, Tenis Meja, Futsal, Basket, PKS (Patroli Keamanan Sekolah), Drama, Koperasi, Edensor (Debat), Voli, dan VBC (Viva Brio Choir). d) Ujian Nasional menggunakan Computer Based Test (CBT) Dimana sistem ujian yang digunakan dalam ujian nasional menggunakan sistem komputer, sehingga hasil yang didapat lebih terpercaya dan akurat. e) Program Adiwiyata Program Adiwiyata merupakan program pengelolaan lingkungan hidup di sekolah, dimana SMAN 1
Salatiga
menjadi
salah
satu
sekolah
yang
ditunjuk untuk mengikuti program Adiwiyata ini. 57
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian Dalam sub-bab ini akan disajikan hasil penelitian dari aspek konteks, masukan, proses, dan hasil dari pelaksanaan program sistem kredit semester (SKS) di SMA Negeri 1 Salatiga.
4.2.1.
Aspek Konteks (Context)
Aspek konteks ini meliputi empat hal yaitu identifikasi kebutuhan, latar belakang pelaksanaan program, kebijakan dari pemerintah, dan visi misi sekolah.
4.2.1.1. Identifikasi Kebutuhan Berdasarkan
hasil
wawancara
yang
peneliti
lakukan dengan Kepala Sekolah sebagai berikut: “SKS ini bertujuan agar pembelajaran sesuai dengan minat dan bakat anak, karena dengan SKS tatap muka bisa dilanjutkan di luar jam pelajaran. Tentunya bukan SKS murni tetapi masih SKS semi paket, saya kira kalau di perguruan tinggipun kalau SKS murni bisa tidak pulang sampai malam ya. Di sini ada 6 seri mata pelajaran ya mbak ada 4 seri juga, disini juga ada kelas percepatan dimana harus ditempuh dalam 4 semester. Dengan SKS ini anak bisa memilih sesuai dengan IP yang didapatkannya, jadi memang tujuan kami untuk hal-hal seperti itu. Jika ada anak pintar kan kasihan kalau harus menunggu teman-temannya, jadi dengan SKS si pintar ini bisa mendapatkan SKS lebih banyak. SKS sudah berjalan selama 3 tahun di SMAN 1 Salatiga. Program SKS ini juga bertujuan untuk menjawab tuntutan jaman, dan untuk melayani anak-anak sesuai dengan kebutuhannya, dengan SKS ini kami bisa melayani anak-anak sesuai dengan apa yang dibutuhkannya.”(Wawancara Rabu, 2 September 2015).
Lebih lanjut lagi hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum menyebutkan: 58
“Pada waktu itu SMAN 1 Salatiga terpilih sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), padahal untuk menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dalam pelaksanaan pembelaja-rannya harus mengunakan sistem kredit semester (SKS). Sehingga agar SMAN 1 Salatiga bisa segera menjadi SBI maka sekolah menggunakan program SKS. Kemudian RSBI dihentikan, tetapi SMAN 1 Salatiga tetap menggunakan program SKS. Pada waktu itu merujuk pada permendikbud 81 A sebenarnya bukan hanya sekolah RSBI saja yang bisa melaksanakan program SKS, tetapi juga sekolah dengan kategori mandiri dan sekolah-sekolah berstandar Nasional sudah bisa melaksanakan program SKS. Dalam sks tersbeut ada ketentuan bahwa beban belajar di SMA bisa paling cepet 2 tahun, paling lama 5 tahun, tetapi kemudian direvisi menjadi paling lama 4 tahun. Selain tujuan untuk menjadi sekolah SBI, SMAN 1 Salatiga menggunakan program SKS dengan tujuan untuk bisa memfasilitasi peserta didik agar lebih cepat menyelesaikan sekolahnya di SMA, terutama bagi peserta didik dengan kategori Cerdas Istimewa (CI). Hal ini pertama kali dicetuskan oleh kepala sekolah waktu itu, yaitu bapak Saptono. Pada waktu itu beliau berpikiran selain agar SMAN 1 Salatiga menjadi skeolah SBI, pelaksanaan program SKS juga dimaksudkan agar dapat meluluskan anak selama 2 tahun, sehingga nantinya hal ini dapat menjadi ciri khusus dari SMAN 1 Salatiga.”(Wawancara Selasa, 1 September 2015).
Dari kedua hasil petikan wawancara diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa pada mulanya yang menjadi
kebutuhan
SMAN
1
Salatiga
sehingga
menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS) karena adanya surat keputusan kepala dinas provinsi Jawa Tengah yang menunjuk SMAN 1 Salatiga sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Dimana dalam panduan pelaksanaannya sekolah RSBI ini diwajibkan
untuk
menggunakan
Sistem
Kredit
Semester (SKS) dalam penyelenggaraan sistem program pendidikan di sekolahnya. Namun ketika RSBI dihenti59
kan pihak sekolah tidak serta merta menghentikan program
SKS,
hal
ini
dikarenakan
munculnya
kebutuhan lain dalam penerapan program ini. Pihak sekolah menganggap dengan adanya program SKS sekolah dapat memfasilitasi peserta didik yang memiliki kategori
Cerdas
Istimewa
(CI)
untuk
dapat
mempersingkat masa studinya menjadi minimal 2 tahun. Kepala Sekolah yang menjabat pada waktu itu Bapak Saptono (di tahun 2011), sudah memiliki wacana untuk menjadikan masa studi yang singkat sebagai program unggulan di SMAN 1 Salatiga, sehingga melalui
SKS
sekolah
dapat
mewujudkan
wacana
tersebut. Dari pihak SMA Negeri 1 Salatiga telah berinisiatif untuk mengajukan perijinan bagi penerapan SKS di sekolahnya, namun karena adanya kendala berkaitan dengan perijinan dari pihak Dinas Pendidikan maka penerapan SKS belum bisa dilaksanakan. Setelah dilakukan evaluasi serta adanya hasil verifikasi dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah pada tanggak 9-14 Desember 2012 dan tanggal 4-5 September 2013, maka ketika RSBI dihentikan SMAN 1 Salatiga
diberikan
persetujuan
untuk
tetap
melaksanakan SKS, dengan Surat Keputusan (SK) dari Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terbit, dengan nomor 420/19148 yang bertanggal 11 Oktober 2013 (berdasarkan hasil studi dokumen). Pernyataan dari Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum tersebut juga didukung dengan pernyataan dari para guru di SMAN 1 Salatiga, 60
yang menyebutkan tujuan dilaksanakannya program SKS di SMAN 1 Salatiga berdasarkan kebutuhan sekolah untuk memfasilitasi peserta didik dengan kategori cerdas istimewa
agar dapat menyelesaikan
studinya di sekolah menengah dengan jangka waktu seminimal mungkin. Lebih dari itu program SKS juga memberikan
keuntungan
memenuhi
tuntutan
bagi
pihak
mengajar
guru
untuk
sebanyak
24
jam/minggu, sedangkan bagi peserta didik program SKS ini memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan minatnya (misalnya peserta didik di jurusan IPA tetap bisa mengambil mata pelajaran Ekonomi sebagai mata pelajaran lintas minat) sehingga peserta didik mendapat kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan potensinya. Seperti petikan wawancara dengan salah satu guru SMAN 1 Salatiga berikut ini: “Setahu saya kenapa program SKS dilaksanakan di SMAN 1 Salatiga, karena sekolah ingin memfasilitasi siswa dengan kategori cerdas istimewa, sehingga para siswa dapat lulus dari SMA dengan waktu seminimal mungkin. Tetapi kalau di SMAN 1 Salatiga ini paling cepat ya 2 tahun siswa baru bisa lulus. Selain itu program SKS ini juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengambil mata pelajaran yang disukai walaupun bukan jurusannya, kita menyebutnya kelas lintas minat. Jadi misalnya ada anak jurusan IPA tetapi pingin belajar bahasa Jerman, ya bisa-bisa saja dengan adanya kelas lintas minat.”(Wawancara Senin, 31 Agustus 2015).
4.2.1.2. Kebijakan dari Pemerintah Berdasarkan undang-undang
hasil yang
studi menjadi
dokumen, landasan
adapun bagi 61
pelaksanaan program SKS adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 50 ayat (3); Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 13 dan 19; Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi pada bab III tentang beban belajar; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah;
Peraturan
Menteri
Pendidikan
dan
Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
Sekolah
Menengah
Atas/Madrasah
Aliyah;
Peraturan Menteri Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan;
Peraturan
Menteri Nomor 64 Tahun 2014 tentang Peminatan pada Pendidikan Menengah; Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013, lampiran i dan
iv;
Semester
Panduan pada
Penyelenggaraan
Sekolah
Menengah
Sistem
Kredit
Atas/Madrasah 62
Aliyah, tanggal 13 April 2010 dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP);
dan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
4.2.2.
Aspek Masukan (Input)
Aspek Masukan (Input) ini meliputi rencana pelaksanaan
program;
Mekanisme
Pelaksanaan
Program; Sumber Daya Sekolah; Pembiayaan; Sarana dan Prasarana; dan Jadwal.
4.2.2.1.
Rencana Pelaksanaan Program
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum, peneliti mendapatkan informasi bahwa: “…sekolah membuat sendiri buku panduannya.Kita dapatnya lewat pelatihan-pelatihan, dan diklat-diklat, karena pada waktu itu petunjuk teknis yang dibakukan itu belum ada, tetapi ada SMA yang sudah melaksanakan program SKS terlebih dahulu, yaitu SMA 78 Jakarta dan SMA 3 Bandung. Nah kita belajar dari mereka. Pada waktu itu ketika masih gencargencarnya RSBI mau menjadi SBI itukan sekolahsekolah yang RSBI itu harus bisa melaksanakan SKS, karena itu maka kemudian diadakan pelatihan besarbesaran bagi sekolah RSBI itu, nah salah satu narasumbernya ya dari SMA 78 Jakarta. Karena mereka sudah melaksanakan lama, maka mereka memberikan panduan dari sekolahnya. Baru kemudian dari SMA 1 Salatiga mengembangkan sendiri. Nah, karena pada waktu itu setelah kita mendapat pelatihan kemudian kita melakukan studi banding kesana (ke SMA 78 Jakarta dan SMAN 3 Bandung). Ternyata dua sekolah ini memiliki dua versi yang berbeda, kemudian kita meramu dari kedua
63
sekolah tersebut untuk kemudian diterapkan di SMAN 1 Salatiga.”(Wawancara Selasa, 1 September 2015).
Dari hasil wawancara dengan guru peneliti juga mendapatkan keterangan bahwa: “Dalam merencanakan program ini tidak semua guru dilibatkan. Kepala sekolah sudah membentuk Tim Pengembangan Kurikulum (TPK) di dalamnya juga ada anggota bidang kurikulum, nah tim inilah yang terlibat dalam perencanaan program, mulai studi banding kemudian menyiapkan IHT (In house Training) bagi guru-guru lain, mengikuti diklat, dan yang membuat buku panduan.”(Wawancara, Jumat 28 Agustus 2015).
Dari
hasil
wawancara
dengan
Kepala
Sekolah,Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum dan Guru di SMAN 1 Salatiga, peneliti membuat simpulan bahwa dalam perencanaan pelaksanaan program pihak sekolah
telah
perencanaan
membentuk
program
yang
tim
khusus
dalam
beranggotakan
Kepala
Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum beserta Guru-guru yang masuk dalam tim bidang kurikulum
yang
selanjutnya
disebut
sebagai
Tim
Pengembang Kurikulum (TPK). Dalam perencanaan program Guru di SMAN 1 Salatiga tidak dilibatkan secara keseluruhan demi efisiensi waktu dan efektifitas kerja. Dalam perencanaan program, tim pengembangan kurikulum (TPK) mengikuti beberapa diklat (pendidikan dan latihan) terkait dengan program SKS dimana pembicaranya berasal dari guru-guru SMA Negeri 78 Jakarta,
dan
beberapa
pakar
SKS
dari
Dinas
Pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang salah satunya merupakan Kepala Sekolah SMAN 1 Salatiga saat itu yakni Drs. Saptono Nugrohadi, M.Pd., 64
M.Si. Kemudian tim pengembangan kurikulum (TPK) melakukan studi banding ke beberapa sekolah yang telah melaksanakan program SKS terlebih dahulu, yaitu SMA Negeri 3 Bandung dan SMA 78 Jakarta. Setelah melakukan diklat dan studi banding, tim pengembangan panduan
kurikulum
program
SKS
(TPK)
yang
membuat
disesuaikan
buku dengan
kondisi dan situasi sekolah yang dikembangkan dari buku panduan yang diperoleh dari SMA Negeri 3 Bandung dan SMA 78 Jakarta. Selanjutnya pihak sekolah mengadakan In House Training (IHT) di tahun 2013 di SMA Negeri 1 Salatiga dengan melibatkan seluruh guru dan staff sebagai peserta, dengan pembicara yang berasal dari SMA Negeri 3 Bandung. Di dalam In House Training (IHT) tersebut tim pengembangan kurikulum memberikan sosialisasi kepada guru tentang sistem kredit semester yang akan diterapkan di SMAN 1 Salatiga. Bukti untuk kegiatan perencanaan program SKS di SMAN 1 Salatiga kurang mendukung dikarenakan kegiatan tersebut sudah dilaksanakan ±4 tahun yang lalu, sehingga peneliti kesulitan mendapatkan bukti dokumentasi dari kegiatan IHT dan studi banding. Namun, peneliti telah melakukan pengecekan data kepada beberapa guru yang ikut terlibat dalam tim pengembangan kurikulum, para guru membenarkan bahwa
kegiatan
studi
banding
dan
IHT
pernah
dilakukan. Guru-guru yang tidak terlibat dalam tim pengembangan kurikulum juga membenarkan adanya
65
kegiatan IHT sebelum program SKS dilaksanakan di SMAN 1 Salatiga.
4.2.2.2.
Mekanisme Pelaksanaan Program
Setelah
berbagai
program siap untuk
sosialiasasi
dilakukan,
dilaksanakan,
dan
pihak sekolah
memberikan sosisalisasi kepada peserta didik dan orang tua peserta didik. Sosialiasi ini dilakukan di setiap tahun ajaran baru bagi para peserta didik baru dan para orang tua peserta didik baru di Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD), sehingga peserta didik beserta orang tua mendapatkan gambaran tentang program SKS. Hal ini sudah peneliti konfirmasi pada saat wawancara dengan salah satu orangtua peserta didik berikut ini: “Pihak sekolah memberikan sosialisasi saat anak saya masih kelas 1 dulu, saat masih jadi siswa baru. Sebelum tahun ajaran dimulai kami mendapatkan undangan dari sekolah. Dalam sosialiasi tersebut dijelaskan Program SKS itu apa, bagaimana pelaksanaannya, nanti manfaatnya apa, semua dijelaskan dengan lengkap.”(Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015).
Pihak sekolah juga memberikan buku panduan sistem kredit semester kepada peserta didik yang juga digunakan oleh para guru SMAN 1 Salatiga. Tim Kurikulum merupakan perancang dari buku panduan sistem kredit semester yang digunakan di SMAN 1 Salatiga, dimana setiap tahunnya ajaran baru buku panduan tersebut diperbaiki secara berkesinambungan terutama dari struktur beban belajar, karena dalam pelaksanaan perubahan
program kurikulum
SKS yang
sekolah semula
mengalami
menggunakan 66
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP)
kemudian berganti menjadi kurikulum 2013, yang tentunya memberikan perbedaan dalam struktur beban mengajar. Kepala sekolah mengatakan bahwa: “Sekolah membuat panduan sendiri dengan melihat situasi dan kondisi sekolah, tentunya pelaksanaan SKS di masing-masing daerah berbeda-beda, misalnya panduan SKS di SMAN 1 Salatiga tentunya tidak sam adengan panduan di SMA Pati,dll. Maka kami melakukan analisis terlebih dahulu hingga akhirnya bisa membuat buku panduan yang sesuai dengan situasi dan kondisi di SMAN 1 Salatiga.”(Wawancara, Rabu, 2 September 2015)
Pendapat Kepala Sekolah tersebut juga didukung dengan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum yang mengatakan: “Bagian kurikulum yang merancang dan berwenang menyusun buku, tetapi buku tersebut terus menerus diperbaiki dari tahun ke tahun. Walaupun muatan mata pelajarannya tidak bertambah, tapi terjadi pergeseran-pergeseran di beban mata pelajarannya. Kan KTSP dengan kurikulum 2013 tentu beban mata pelajarannya juag berbeda. Nah buku itu berlaku untuk tiap angkatan, jadi ketentuan-ketentuan yang ada di buku panduan berlaku selama siswa tersebut bersekolah di SMAN 1 Salatiga. Walaupun ada perbaikan, perbaikan tersebut berlakunya ya untuk angkatan selanjutnya.”(Wawancara Selasa, 1 September 2015).
Setelah dilakukan sosialisasi dan peserta didik diberikan buku panduan sistem kredit semester ketika Masa Orientasi Sekolah Peserta Didik (MOPD), peserta didik kemudian diminta untuk mengisi data lintas minat yang hendak di ambil di Kartu Rencana Studi (KRS) yang sudah disiapkan oleh pihak sekolah. Sehingga ketika tahun ajaran baru berlangsung peserta 67
didik telah mendapatkan jadwal sesuai dengan lintas minat yang dikehendaki. Berikut pernyataan dari Sedangkan untuk kriteria pengambilan beban mengajar; penilaian, penentuan indeks prestasi, dan kelulusan; serta cara menetapkan beban belajar pihak sekolah mengikuti aturan sesuai dengan panduan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang telah peneliti paparkan di Bab II penelitian ini.
4.2.2.3.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dimiliki SMAN 1 Salatiga meliputi : 1. Guru Guru
sebagai
pelaksana
program
memegang
peranan penting dalam ketercapaian program agar sesuai dengan tujuan awal. Apabila dilihat dari kualitas
sumber
daya
pengajarnya,
secara
menyeluruh jumlah pengajar di SMAN 1 Salatiga adalah 94 guru, dengan status kepegawaian 83 Guru Tetap (pegawai negeri sipil) dan 11 guru tidak tetap (guru honorer) dengan pendidikan terakhir D2 sejumlah 1 orang,
D3 sejumlah 3
orang, S1
sejumlah 83 orang dan S2/S3 sejumlah 8 orang. Berdasarkan hasil wawancara para guru yan telah peneliti lakukan di tanggal 24 Agustus 2015, 25 Agustus 2015, dan 31 Agustus 2015, peneliti menyimpulkan bahwa para guru telah mendapatkan penjelasan yang cukup jelas tentang program SKS, walaupun guru tidak dilibatkan secara langsung dalam
perencanaan
mekanisme
program.
pelaksanaan
Guru
program
memahami
SKS
melalui 68
sosialisasi
dari
bagian
kurikulum
dan
dalam
kegiatan In House Training yang diadakan sekolah. Namun guru sebagai pelaksana tidak memahami secara keseluruhan seluk beluk program SKS, dikarenakan dari pihak sekolah sudah memiliki tim khusus bagi pengembangan kurikulum. Salah satu guru di SMAN 1 Salatiga mengatakan bahwa: “Kami di sini sebagai guru menjadi pelaksana program ya mbak, jadi kami tahunya ya program sudah ada kemudian disosialisasikan kepada kami kemudian kami yang melaksanakannya. Untuk jadwal, dan seluk beluk program SKS itu yang lebih mengetahui bagian kurikulum.”(Wawancara Selasa, 25 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, masih ada beberapa guru yang belum memenuhi
kompetensi
pedagogis.
Hal
tersebut
seperti petikan wawancara dengan kepala sekolah berikut: “Dari keseluruhan guru yang ada di SMA 1 Salatiga sebanyak 85% telah memenuhi kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional, sedangkan 15% masih belum memenuhi beberapa aspek, misalnya dalam hal pedagogis, masih ada beberapa guru bersifat monoton dalam mengajar dan tidak bersedia mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Ada juga beberapa guru yang tidak mau mengajar mata pelajaran lain, misalnya mengajar Ekonomi ya hanya ekonomi, tidak mau mengajar akuntansi, dan lainlainnya. Padahal hal tersebut dapat membantu guru tersebut untuk memenuhi jam mengajarnya.” (Wawancara Rabu, 2 September 2015).
Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh
Bapak
Budiyanto
selaku
penangungjawab
pelaksanaan SKS di SMA Negeri 1 Salatiga sebagai berikut: “Guru-guru di SMA Negeri 1 Salatiga ini saya kira sudah memenuhi kompetensi sesuai dengan bidang
69
mata pelajaran yang diampu masing-masing. Guru sudah dapat bekerja sama dengan timnya dalam hal koordinasi pembagian jumlah beban mengajar yang harus diampu. Guru-guru juga memberikan respon yang baik terhadap pelaksanaan SKS, jika ada kendala mereka langsung menyampaikannya kepada saya bisa secara pribadi maupun dalam rapat guru.” (Wawancara Selasa, 1 September 2015)
Berdasarkan
uraian
di
atas
dapat
peneliti
simpulkan bahwa dari segi sumber daya manusia khususnya guru sebagai pelaksana SKS sudah cukup memadai. Para guru memiliki kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan profesional, walaupun masih terdapat beberapa guru yang bersifat monoton dalam mengajar, namun hal tersebut masih dalam batas kewajaran, sehingga tidak menjadi kendala yang berarti bagi keterlaksanaan program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga. 2. Peserta didik Dalam penerimaan peserta didik baru pihak sekolah
menggunakan
proses
seleksi.
Hal
ini
dikarenakan banyaknya calon peserta didik yang berminat masuk ke SMAN 1 Salatiga, namun kuota peserta didik baru yang dapat diterima oleh pihak sekolah
sangat
terbatas.
Dengan
adanya
proses
seleksi yang sekarang berupa pemberian peringkat berdasarkan nilai UN, calon peserta didik dapat melihat secara jujur dan terbuka proses penyaringan calon peserta didik. Sehingga calon peserta didik yang terpilih menjadi peserta didik di SMAN 1 Salatiga memenuhi kriteria memuaskan secara akademik. 70
Pada tahun pelajaran 2014/2015 peserta didik di SMA Negeri 1 Salatiga berjumlah 1215 peserta didik, dengan rata-rata jumlah peserta didik per kelas sebanyak 32 peserta didik. Pada saat seleksi PPDB tahun
pelajaran
2014/2015
nilai
rata-rata
UN
terendah adalah 73.3 dengan nilai rata-rata UN tertinggi 79.8, dengan rata-rata keseluruhan nilai UN 75.3, dimana nilai rata-rata ini merupakan nilai tertinggi dibandingkan 2 SMA negeri lainnya yang ada di Salatiga. Selain itu peserta didik di SMA Negeri 1 Salatiga rata-rata berasal dari SMP favorit dan unggulan di kota Salatiga. Maka dari data tersebut dapat peneliti simpulkan dari segi kualitas peserta didik SMA Negeri 1 Salatiga mendapatkan peserta didik dengan kualitas terbaik dibandingkan dengan SMA negeri lainnya yang ada di Salatiga. Sehingga hal ini juga dapat menjadi faktor pendukung bagi terlaksananya program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga.
4.2.2.4.
Pembiayaan
Berdasarkan keterangan dari Kepala Sekolah, anggaran untuk program SKS termasuk dalam kegiatan pembelajaran
reguler.
Anggaran
yang
dibutuhkan
dibuat dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang diusulkan oleh masing-masing bidang, dimana program SKS ini masuk ke dalam bidang kurikulum. Berikut wawancara dengan Kepala Sekolah: “Sebelum menjadi RKAS masing-masing bidang mengajukan anggarannya yang kemudian kami seleksi menjadi RKAS, selanjutnya RKAS kami
71
mintakan tandatangan kepada Dinas Pendidikan, karena sumber dana berasal dari orangtua melalui SOP (Standart Operating Procedure)” (Wawancara Rabu, 2 September 2015)
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum yang menyebutkan bahwa: “Karena program SKS sudah menjadi program sekolah maka semua anggaran masuk ke dalam kegiatan pembelajaran reguler, pembiayaannya dari berbagai sumber. Ada yang dari BOS, dari orangtua. Semua biaya dari bidang kurikulum kami tuangkan ke dalam RKAS yang biasanya diajukan dari setiap bidang. Di dalam RKAS kami tuangkan keseluruhan rencana kegiatan
dan
anggaran
yang
kami
butuhkan.”
(Wawancara Selasa, 1 September 2015)
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan program sistem kredit semester di SMAN 1 Salatiga, pihak sekolah tidak mengalami kesulitan. Adanya dukungan dari berbagai pihak baik Dinas
Pendidikan
dan
orangtua
peserta
didik
membantu tercukupinya anggaran yang dibutuhkan bagi pelaksanaan program. Adapun contoh Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah bagian kurikulum terdapat di lampiran. Namun peneliti tidak dapat mencantumkan besarnya anggaran yang dibutuhkan karena hal tersebut bersifat internal dan tidak dapat dipublikasikan.
4.2.2.5.
Sarana dan Prasarana
Berdasarkan hasil observasi dapat dikatakan bahwa sarana dan prasarana yang ada di SMAN 1 Salatiga tersedia dengan lengkap dan semua sarana dan prasarana yang ada digunakan secara maksimal 72
oleh para guru dan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bagian Sarana Prasarana sebagai berikut: “Terdapat 38 kelas dimana masing-masing kelas sudah ada LCD; terdapat 5 lab komputer; 2 lab bahasa; 2 lab fisika; 2 lab kimia; dan 2 lab biologi; 2 ruang agama untuk agama Kristen dan Katolik; 2 Masjid (Masjid yang lama dan masjid yang baru); kantor yang terdiri dari ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tamu, ruang wakil kepala sekolah, dan ruang sarana prasarana; ruang komite; perpustakaan yang dilengkapi dengan komputer untuk mengakses e-book, dan internet; ruang kerajinan; ruang bimbingan konseling; UKS (Unit Kesehatan Sekolah); lapangan basket; lapangan upacara; gedung serbaguna; gudang; WC yang merangkap ruang ganti; gudang; tempat parkir ; kantin; serta dapur. Sesuai dengan procedur standar ISO saya berserta tim sarana prasarana juga terus melakukan pengecekan fasilitas secara berkala dan melakukan perbaikan dengan jangka waktu seminimal mungkin” (Wawancara Kamis, 27 Agustus 2015)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti kemudian melakukan pengecekan keabsahan data melalui observasi, dimana hasil observasi terdapat dalam pedoman observasi di lampiran 12. Pendapat lain juga diutarakan oleh Peserta didik yang
mengatakan
prasarana
yang
walaupun
masih
bahwa
sudah
memadai diperlukan
terdapat
untuk
sarana
pembelajaran,
beberapa
perbaikan,
seperti yang diungkapkan pada petikan wawancara berikut ini: “Sarana dan prasarana sudah memadai, walaupun masih ada beberapa lab bahasa yang memerlukan perbaikan terutama pada alat yang biasa digunakan untuk listening dan speaking. Sudah banyak yang rusak sehingga jarang digunakan. Namun sarana dan prasarana di SMAN 1 Salatiga sudah memuaskan,
73
ketika kami mengeluh tentang sesuatu misalnya papan tulisnya rusak, pihak sekolah akan langsung menggantinya hanya dalam waktu seminggu.” (Wawancara dengan Peserta didik kelas XII pada hari Rabu, 26 Agustus 2015).
Namun berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah masih ada beberapa sarana prasarana sekolah yang perlu diperbaiki, misalnya perpustakaan. Seperti dalam hasil petikan wawancara berikut ini: “Secara keseluruhan sarana prasarana sudah cukup memadai, namun tetap membutuhkan berbagai perbaikan, misalnya perpustakaan yang masih kurang layak. Walaupun sudah terdapat koleksi buku yang cukup banyak, internet juga sudah ada untuk mengakses e-book, sekarang sudah ada lebih dari 27 rombongan belajar sehingga diperlukan ruang perpustakaan yang lebih besar, sehingga dari pihak sekolah mengusulkan untuk membuat perpustakaan menjadi 2 lantai tapi sampai sekarang masih belum di ACC, karena anggaran yang dibutuhkan cukup besar, sekitar 1,2 M yang kami butuhkan.” (Wawancara Rabu, 2 September 2015)
Sedangkan
dari
Wakasek
kurikulum
juga
menyebutkan untuk menjadi sekolah dengan program SKS yang lebih baik sekolah masih membutuhkan perbaikan di ruang kelas, dimana perlu penambahan ruang kelas, seperti petikan wawancara berikut ini: “Sarana prasarana di SMAN 1 Salatiga sudah memadai, namun tetap dibutuhkan perbaikan. Karena program SKS yang diterapkan di SMAN 1 Salatiga masih semi paket, sehingga untuk menjadi benarbenar SKS diperlukan banyak ruangan sehingga pelaksanaan SKS dapat menerapkan moving class.” (Wawancara Selasa, 1 September 2015)
Dari keterangan berbagai sumber wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sarana prasarana yang ada di SMAN 1 Salatiga sudah cukup baik dan sudah digunakan secara maksimal dalam kegiatan belajar mengajar, serta pengelolaan sarana dan prasarana juga 74
sudah baik, dan dapat dikatakan dari pihak bagian sarana
prasarana
melakukan diperlukan
cepat
tanggap
dalam
perbaikan-perbaikan.
Namun
tetap
seperti
ruang
halaman
depan
beberapa
perpustakaan, sekolahan
sudah
ruang
yang
perbaikan kelas,
sudah
dan
rusak
juga
memerlukan
perbaikan. Pihak sekolah sudah berupaya memperbaiki dan mengusulkan anggaran, namun semuanya tetap bergantung pada perijinan dari Dinas Pendidikan.
4.2.2.6. Jadwal Jadwal merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran dan juga pelaksanaan program. Seperti yang peneliti paparkan sebelumnya pembuatan jadwal diserahkan kepada bagian kurikulum, namun tetap
dalam
pembuatannya
bagian
kurikulum
membutuhkan kerjasama dari pihak guru. Seperti petikan wawancara dengan salah satu guru SMAN 1 Salatiga berikut ini : “Dalam pembuatan jadwal terdapat beberapa kendala yang dialami oleh guru, misalnya dalam hal pemenuhan jam mengajar 24 jam/minggu, terkadang terdapat semester dimana SKS nya hanya sedikit sedangkan sumber daya manusianya (guru) sangat banyak, sehingga perlu dibagi jamnya secara adil. Sehingga banyak guru Kimia, Fisika, dan Biologi yang juga mengajar Pengolahan, Rekayasa, Budidaya dalam rangka memenuhi jam mengajarnya. Dalam pelaksanaanya guru tetap diselaraskan dengan kemampuan yang dimiliki misalnya pengolahan di pegang oleh guru Kimia, guru Biologi dengan Budidaya, Rekayasa dengan guru Fisika, dan Kerajinan dipegang oleh guru Ekonomi. Dalam pembuatan jadwalnya pihak kurikulum memberikan jumlah jam mengajar, kemudian dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) akan melakukan diskusi
75
dan membagi jam mengajar sesuai porsinya, dari hasil diskusi akan dikembalikan kepada bagian kurikulum untuk dibuatkan jadwal mengajarnya agar tidak saling bertabrakan.” (Wawancara Senin, 31 Agustus 2015)
Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Wakasek bagian Kurikulum, bahwa dalam pembuatan jadwal bagian kurikulum bekerjasama dengan guru. Seperti kutipan wawancara berikut ini: “Bagian kurikulum membagikan jumlah jam mengajar kepada masing-masing mata pelajaran, yang kemudian didiskusikan melalui MGMP. Dari MGMP akan diberikan lagi kepada bagian kurikulum untuk dibuatkan jadwalnya agar dari seluruh guru tidak ada yang bertabrakan, sehingga pembuatan jadwal ini merupakan sesuatu yang sangat ruwet. Jadi tidak menutup kemungkinana di awal semester terkadang terjadi tabrakan jadwal di beberapa mata pelajaran, namun seiring berjalannya waktu hal tersebut akan dapat diperbaiki. Ditambah lagi perlunya penyamaan jam mengajar pada saat lintas minat, misalnya pada hari Rabu, jurusan IPS semester 1 memiliki jadwal yang sama dengan Bahasa semester 1, hal ini dilakukan karena pada hari itu terdapat lintas minat dimana peserta didik melakukan Moving Class.” (Wawancara Selasa, 1 September 2015)
Dari hasil wawancara dengan peserta didik kelas X juga menyebutkan bahwa: “Kalau mekanisme pelaksanaan SKS saya masih bingung, belum mengerti sama sekali, tapi kalau jadwal pelajarannya jelas kok, bisa dibaca dengan baik. Misalnya jadwal pindah kelas kapan dan dimana itu sudah ada di jadwal, walau kadang-kadang masih ada sih teman yang waktu awal-awal pembelajaran sering salah masuk kelas. Tapi bukan karena jadwalnya yang tidak jelas sih, tapi lebih karena bingung ruang kelasnya yang mana.” (Wawancara Sabtu, 29 Agustus 2015)
Dari hasil wawancara dengan pihak guru dan peserta didik dapat peneliti simpulkan jadwal yang dibuat oleh bagian kurikulum sudah sangat jelas. 76
Sehingga peserta didik dan guru dapat melaksanakan proses
belajar
mengajar
dengan
baik.
Namun
berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah akan muncul kendala pada jadwal jika sistem dapodik yang mewajibkan satu kelas minimal 20 peserta didik diberlakukan di Sekolah Menengah. Seperti petikan wawancara berikut ini: “Jadwal yang dibuat oleh bagian kurikulum sudah sangat jelas dan dapat dipahami dengan baik, namun akan terdapat kendala ketika sistem dapodik mewajibkan guru untuk mengajar minimal 20 peserta didik, karena dengan program SKS ini pihak sekolah tetap harus membuka kelas ketika ada peserta didik yang berminat mengambil mata pelajaran tersebut walaupun jumlah pesertanya sedikit, misalnya hanya 3 peserta didik saja. Padahal dalam sistem dapodik diperlukan minimal 20 peserta didik agar jam mengajarnya diakui. Sehingga untuk menyiasati hal ini pihak sekolah melakukan beberapa improvisasi dalam program SKS. Pihak sekolah akan menutup kelas jika telah memenuhi kuota, sehingga peserta didik yang sebenarnya berminat mengambil mata pelajaran tersebut karena kuota sudah penuh dipaksa mengambil mata pelajaran lain. Misalnya matematika, banyak anak dari berbagai jurusan yang mengambil matematika sebagai mata pelajaran lintas minat mereka, sehingga kuota untuk mata pelajaran ini snagat banyak, untuk itu mata pelajaran ini hanya dibuka beberapa kelas saja, agar mata pelajaran lain juga mendapatkan peserta.” (Wawancara Rabu, 2 September 2015).
Dari hasil wawancara dan studi dokumen yang peneliti lakukan, dapat peneliti simpulkan bahwa penerapan program SKS di SMAN 1 Salatiga bersifat semi paket, hal ini dilakukan agar guru tetap dapat memenuhi
kewajiban
jam
mengajarnya,
dan
juga
terjadi pemerataan jam mengajar bagi semua guru, selain itu dari segi jadwal juga memudahkan bagian 77
kurikulum dalam membagi jam mengajar para guru. (Contoh jadwal terdapat pada lampiran). Dari
bagian
kurikulum
mengatakan
dalam
pembuatan jadwal sering terjadi kendala, hal ini disebabkan ada sebagian guru yang tidak bersedia mengajar mata pelajaran lain selain mata pelajaran yang diampunya sehingga guru menjadi kekurangan jam mengajar, dan dari pihak kurikulum kekurangan sumber daya manusia (guru) untuk mengajar mata pelajaran tertentu.
4.2.3.
Aspek Proses (Process)
Hasil penelitian untuk aspek proses terbagi menjadi
beberapa
hal,
meliputi
persiapan
guru;
pelaksanaan SKS; dan penilaian hasil pembelajaran.
4.2.3.1. Persiapan Guru Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu guru di SMAN 1 Salatiga diperoleh data
bahwa
dalam
mempersiapkan
pembelajaran
dengan program SKS dilakukan dengan membuat rencana pembelajaran yaitu RPP (rencana Pelaksanaan Pembelajaran), silabus, program tahunan (Prota) dan program semester (Promes) yang dibuat di setiap awal tahun ajaran baru melalui rapat kerja (Raker) dimana masing-masing
musyawarah
guru
mata
pelajaran
(MGMP) bekerja bersama timnya untuk membuat persiapan pelaksanaan
pembelajaran. pembelajaran
Sedangkan maisng-masing
dalam guru 78
menggunakan metode pembelajaran yang beragam sesuai dengan kebutuhan peserta didik di kelas. Pelaksanaan pembelajaran dengan program SKS sama
dengan
pelaksanaan
pembelajaran
dengan
program-program sebelumnya, hanya dari segi jadwal yang berbeda sesuai dengan petikan hasil wawancara dengan salah satu guru pengampu mata pelajaran Bahasa Jerman seperti berikut: “Pelaksanaan pembelajaran dengan program SKS ini sama seperti pelaksanaan pembelajaran seperti kurikulum terdahulu, karena program SKS ini lebih menekankan pada kemandirian anak, sedangkan guru hanya menjadi fasilitator saja. Jadi tidak ada strategi mengajar yang khusus ataupun hal-hal khusus yang perlu dipersiapkan. Semua bergantung kepada masing-masing individu. Ada guru yang masih monoton, ada guru yang mau berkembang dan menerapkan metode-metode baru, semuanya bervariasi.” (Wawancara, Senin 24 Agustus 2015)
Hal
tersebut
juga
disampaikan
oleh
guru
pengampu mata pelajaran Bahasa Inggris yang berkata demikian: “Persiapan guru dalam pelaksanaan pembelajaran dengan SKS ini sama seperti kurikulum-kurikulum terdahulu. Persiapannya hanya bersifat prosedural, dari membuat prota, promes, dan lain-lain. Tidak ada yang berbeda. Metode pembelajaran yang digunakan masih sama, materi juga masih sama. Yah paling kalau ada metode-metode baru yang dapat kita aplikasikan di pembelajaran, baru dibutuhkan persiapan, tapi selebihnya persiapan guru masih sama.” (Wawancara, Senin, 31 Agustus 2015).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan dalam hal persiapan guru semuanya berjalan sama seperti program-program terdahulu dan tidak mengalami perubahan.
79
4.2.3.2. Pelaksanaan Sistem Kredit Semester Pelaksanaan SKS di SMAN 1 Salatiga sudah berjalan sesuai dengan tujuan awal. Dimana peserta didik yang aktif akan mendapatkan SKS yang lebih banyak sesuai dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang didapatkan dimana mereka dapat mengambil pengayaan
di
semester
selanjutnya.
Seperti
yang
diungkapkan oleh Wakasek bagian Kurikulum berikut ini: “Ketika peserta didik aktif dan mendapatkan IPK yang lebih bagus dibandingkan teman-temannya, sesuai dengan buku panduan peserta didik tersebut dapat mengambil mata pelajaran lebih banyak di semester selanjutnya, misalnya siswa semester 1 mendapat IPK >3,6 maka siswa tersbeut di semester 2 dapat mengambil mata pelajaran semester 2 ditambah mata pelajaran semester 3. Dimana pelaksanaan pembelajarannya dilakukan di semester pendek yang biasanya ada di akhir semester atau bisa juga di jam pelajaran tambahan setelah pelajaran reguler selesai di semester selanjutnya. Dimana semua anak di semester 2 yang akan mengambil mata pelajaran tambahan semester 3 dikelompokkan menjadi satu kelas diluar jam pelajaran reguler.” (Wawancara pra penelitian, Kamis 2 Juli 2015).
Sedangkan bagi peserta didik yang kurang aktif dan memiliki nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) harus melakukan perbaikan yang dilakukan di luar jam pelajaran reguler agar dapat memperbaiki nilainya, seperti yang diungkapkan oleh Wakasek bagian Kurikulum berikut ini: “Ketika ada peserta didik yang tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), peserta didik tersebut berhak mengambil pengayaan di semester pendek yang biasanya ada di akhir semester dimana ada minimal 8 kali pertemuan, atau bisa juga pengayaan dilakukan di luar jam pelajaran reguler di
80
semester berikutnya.” September 2015)
(Wawancara
Selasa,
1
Pelaksanaan pembelajaran dengan program SKS di SMAN 1 Salatiga masih semi paket. Dimana masih terdapat mata pelajaran yang diwajibkan di masingmasing jurusan (IPA, IPS, dan Bahasa), sedangkan untuk mata pelajaran peminatan dan lintas minat, peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih mata pelajarannya sendiri. Sedangkan mengambil berbagai
bagi
Percepatan, seri
mata
peserta pihak
didik
yang
sekolah
pelajaran
ingin
membuat
dimana
dalam
pelaksanaannya peserta didik dibimbing agar dapat menyelesaikan seluruh SKSnya dalam jangka waktu 2 tahun, agar peserta didik tersebut dapat mengikuti Ujian Nasional bersama dengan peserta didik lainnya. Hal inilah yang menjadi salah satu kendala penerapan program SKS, pihak pemerintah belum memfasilitasi peserta didik yang dapat menyelesaikan masa studinya ketika berada di semester antara. Seperti pemaparan Wakasek bagian kurikulum berikut ini: “Pihak sekolah menuntun peserta didik dengan program percepatan agar dapat menyelesaikan masa studinya selama 2 tahun, agar peserta didik tersebut dapat mengikuti ujian bersama kakak tingkatnya. Karena dari pemerintah belum memberikan regulasi yang jelas bagi peserta didik yang dapat menyelesaikan studinya selama 2,5 tahun. Peserta didik tersebut terpaksa harus menunggu sampai Ujian Nasional dilaksanakan. Sehingga hal tersebut menjadi sesuatu yang sia-sia. Oleh karena itu pihak sekolah menyiasati dengan membuat seri mata pelajaran agar para siswa dapat selesai dalam jangka waktu 3 tahun atau 3 tahun.” (Wawancara, Selasa, 1 Sepetember 2015)
81
Kendala lain yang muncul dalam pelaksanaan SKS ini juga dialami oleh peserta didik yang telah mengambil SKS lebih banyak dibandingkan temantemannya, seperti penuturan dari salah satu peserta didik kelas XII seperti berikut: “Program SKS menurut saya sesuatu yang kurang bermanfaat, contohnya saya. Dulu di semester 3 saya dapat mengambil mata pelajaran lebih banyak dibandingkan teman-teman sehingga saya ikut mengambil mata pelajaran tambahan dari semester 5. Tapi saya malah menjadi kelelahan dan mendapat nilai kurang memuaskan karena selain pelajaran reguler saya harus ikut pelajaran tambahan di luar jam pelajaran reguler. Apalagi setelah di semester 5 sekarang, karena mata pelajaran itu sudah saya ambil di semester 3, saya hanya bisa duduk diam di kelas dan tetap mengikuti pelajaran tapi tidak mendapatkan nilai, karena nilai sudah saya dapatkan di semester 3. Saya sebenarnya diperbolehkan keluar ruangan, tapi untuk apa, toh saya sendirian tidak ada temannya, ya akhirnya tetap ikut pelajaran di kelas.” (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015).
Sedangkan pemaparan dari salah satu guru SMAN 1 Salatiga, menyebutkan dengan aturan yang baru dimana sekolah menerapkan “five days school” pada
tahun
ajaran
2015/2016
sehingga
terjadi
penyesuaian jadwal yang menyebabkan program SKS diperbaiki kembali yang menyebabkan terganggunya program SKS yang telah berjalan sebelumnya. Sedangkan dari guru SMAN 1 Salatiga yang lain, menyebutkan kendala dalam penerapan program SKS ini disebabkan kurangnya SKS yang didapatkan, seperti dalam petikan wawancara berikut ini: “Kendala pelaksanaan SKS itu dikarenakan adanya tuntutan dari pemerintah yang mewajibkan guru mengajar 24 jam, sedangkan di semester tertentu SKS untuk mata pelajaran tersebut sangat sedikit. Sehingga SKSnya hanya sedikit sedangkan jumlah
82
guru mata pelajaran tersebut banyak. Sehingga akhirnya guru harus mengajar mata pelajaran lain untuk memenuhi jam mengajarnya.” (Wawancara Senin, 31 Agustus 2015).
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara yang berasal dari peserta didik di kelas XII, menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara
program
SKS
dengan
pembelajaran
menggunakan kurikulum biasa. Peserta didik merasa penjelasan di buku panduan SKS kurang rinci sehingga masih banyak pertanyaan muncul tentang program SKS. Seperti petikan wawancara dengan salah satu peserta didik kelas XII berikut ini: “Waktu awal aku masuk belum ada yang namanya KRS, nah setelah aku kelas XI baru muncul yang namanya KRS. Karena aku dan temen-temen masih belum paham itu KRS, aku coba tanya ke pembimbing akademik atau wali kelas. Tapi wali kelas belum tahu jawabannya trus mau ditanyain ke bagian kurikulum. Tapi sampai ditunggu lama tidak ada penjelasan lebih lanjut. Coba cari di buku panduan juga tidak ada.” (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015)
Berdasarkan
hasil
wawancara
secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa peserta didik kelas XII yang telah melaksanakan program SKS selama ±2 tahun masih belum memahami program SKS
secara
keseluruhan.
Peserta
didik
hanya
mengikuti jadwal yang dibuat oleh pihak sekolah. Lebih dari itu, dapat peneliti simpulkan masih terdapat kendala dalam pelaksanaan program SKS terutama berkaitan dengan mekanisme pelaksanaannya dan kurangnya regulasi dari pemerintah untuk mendukung program ini.
83
4.2.3.3. Penilaian Hasil Pembelajaran Pelaksanaan penilaian hasil belajar di SMAN 1 Salatiga dilakukan sesuai dengan panduan dari BSNP, dimana penilaian meliputi penilaian kompetensi sikap, penilaian
kompetensi
pengetahuan,
dan
penilaian
kompetensi keterampilan sesuai dengan yang peneliti paparkan di bab II penelitian ini. Pelaksanaan penilaian hasil belajar di SMAN 1 Salatiga mengalami perbaikan-perbaikan sesuai dengan kebutuhan
sekolah,
dimana
dalam
penilaian
kompetensi pengetahuan terutama dalam tes tertulis, bagian kurikulum membuat tes ulangan harian yang dilakukan secara serempak. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik menyebutkan bahwa: “Ulangan harian yang dilakukan secara serempak membuat lebih mudah berkonsentrasi dalam belajar, tapi dalam penyusunan jadwalnya kadang kurang memperhatikan kebutuhan siswa, misalnya dalam satu hari ada ulangan harian Sejarah bersamaan dengan Geografi dimana kedua mata pelajaran tersebut bersifat hafalan semua. Makanya kalau bisa kan dalam pembuatan jadwal ulangan harian hafalan bisa dipasangkan dengan hitung-hitungan, misalnya sejarah dengan akuntansi.” (Wawancara Jumat 28 Agustus 2015)
Pelaksanaan penilaian program SKS ini dijabarkan ke dalam laporan hasil belajar peserta didik, dimana dari bagian kurikulum telah membuat desain untuk laporan hasil belajarnya. Desain ini kemudian dijadikan sebuah program komputer, dimana hal ini memudahkan guru dalam menginput nilai. Seperti yang dipaparkan oleh salah satu guru berikut ini: “Dalam pembuatan rapor kami para guru tinggal menginput nilai ke dalam program, nanti waktu dicetak atau diprint sudah keluar laporan hasil belajar
84
peserta didik yang terdiri dari 4 lembar. Program komputer itu juga dapat membaca sendiri misalnya nilai 80 nanti keluar nilai A atau B, itu semua sudah ada di program tersebut. Nah, kemudian tugas para pembimbing akademik untuk mengecek apakah sudah sesuai atau belum, karena bisa jadi program melakukan kesalahan, yang nilainya bagus 80 di raporkeluar C, nilai 60 juga keluar C hal seperti itu pernah terjadi sebelumnya.” (Wawancara Selasa, 25 Agustus 2015)
Sedangkan
dalam
hasil
penilaiannya,
yang
berupa Indeks prestasi kumulatif, peserta didik juga mengeluhkan karena sistem yang dipakai merugikan peserta didik, seperti petikan hasil wawancara berikut ini: “Kalau di rapor kan pakainya nilai A,B,C dan sebagainya, nah kadang itu kan perubahan nilai yang terjadi tidak signifikan, misalnya aku yang di semester 1 dapat nilai 76, di semester 2 dapat nilai 78, tapi masuk ke dalam rapor tetap saja nilainya B-. Padahal perubahan nilai 2 poin saja itu kan berarti buat kami. Makanya inginnya di rapor selain nilai A,B,C juga ada nilai berupa angka seperti dulu, jadi kelihatan peningkatannya walau hanya 1 poin.” (Wawancara Jumat, 28 Agustus 2015)
Laporan hasil belajar penilaian peserta didik yang ada di SMAN 1 Salatiga juga menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing peserta didik. Ada laporan hasil belajar yang terdiri dari semester 1 saja, tapi juga ada peserta didik yang menerima dua macam laporan hasil belajar, dimana laporan hasil belajar pertama berisi nilai mata pelajaran yang diambil di semester ini, sedangkan laporan hasil belajar yang satunya berisi nilai mata pelajaran yang diambil dari kelebihan SKS yang dimiliki. Untuk contoh desain laporan hasil pembelajaran, peneliti lampirkan pada lampiran 4.
85
Berdasarkan hasil wawancara dengan orangtua peserta didik penilaian dalam laporan hasil belajar sudah
cukup
jelas
dan
dapat
dipahami,
karena
sistemnya hampir sama dengan sistem yang dialami para orangtua peserta didik semasa kuliah dahulu, seperti berikut : “Rapornya sudah jelas ya kalau menurut saya, mudah dibaca soalnya tidak beda jauh dengan sistem penilaian waktu saya kuliah dulu. Jadi saya tidak mengalami kendala untuk memahami hasil belajar putra saya.” (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015)
4.2.4.
Aspek Produk
Dalam aspek produk, akan dibahas mengenai 2 hal
yaitu
ketercapaian
tujuan
dan
keberlanjutan
program.
4.2.4.1. Ketercapaian Tujuan Dalam sub bab ketercapaian tujuan, peneliti memaparkan
hasil
penilaian
terhadap
program
berdasarkan hasil wawancara mendalam apakah sudah sesuai dengan tujuan awal yang direncanakan oleh pihak sekolah. Dari hasil wawancara dengan berbagai pihak diperoleh kesimpulan program sistem kredit semester (SKS) sudah berjalan sesuai dengan tujuan awal program. Dimana dalam aspek komponen konteks disebutkan tujuan program SKS adalah memfasilitasi peserta didik yang memiliki kategori cerdas istimewa (CI) untuk dapat menyelesaikan masa studinya menjadi 2 tahun, dan dalam pelaksanaannya SMA Negeri 1 Salatiga telah membuka kelas percepatan yang telah berjalan
dari
tahun
pelajaran
2014/2015
sampai
sekarang dengan jumlah peserta didik kelas percepatan 86
untuk kelas X sebanyak 30 orang, dan kelas XI sebanyak 21 anak. Selain kelas percepatan tersebut peserta didik juga tetap memiliki kesempatan untuk mmpersingkat masa studinya melalui kelas reguler namun
dengan
tingkat
SKS
yang
lebih
banyak
dibandingkan teman-teman satu angkatannya. Lebih dari itu, terdapat peningkatan prestasi akademik
dari
rekap
UN
yang
dilakukan
oleh
sekolahan. Hal tersebut menunjukkan dengan program SKS peserta didik diajak untuk lebih mandiri dalam menentukan beban belajar serta lebih bertanggung jawab terhadap pilihannya. Hal ini sesuai dengan hasil petikan wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah sebagai berikut: “Program SKS ini banyak sekali manfaatnya bagi peserta didik. Selain peserta didik dapat mempersingkat masa studinya yang awalnya 3 tahun menjadi 2 tahun, peserta didik juga dapat lebih mandiri dalam menentukan masa depannya. Peserta didik dapat memilih beban belajarnya sendiri, dapat lebih mandiri dan bertanggung jawab. Nyatanya hasil UN di sini dari tahun ke tahun juga semakin baik, dari peringkat di propinsi juga semakin bagus, bisa jadi hal ini juga dikarenakan adanya program SKS ini, sehingga anak-anak lebih nyaman dalam belajar sehingga prestasinya jadi semakin bagus.” (Wawancara Selasa, 1 September 2015).
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Kepala Sekolah dalam kutipan wawancara berikut ini: “Program SKS ini banyak sekali manfaatnya bagi peserta didik, banyak peserta didik yang mengambil SKS lebih banyak dibandingkan teman-temannya, berarti banyak juga peserta didik yang memiliki kemampuan cerdas istimewa. Selain itu nilai UN juga meningkat, kemudian banyak juga lulusan SMAN 1 Salatiga yang diterima di Universitas favorit, misalnya UGM, UI, ITB, dan Universitas Negeri lainnya.”(Wawancara Rabu, 2 September 2015).
87
4.2.4.2. Keberlanjutan Program Pihak pelaksana program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga, baik dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, dan guru merasa mendapatkan manfaat dari pelaksanaan program SKS. Hal ini telah dipaparkan dalam
ketercapaian
tujuan
pelaksanaan
program.
Sehingga dari hasil wawancara diperoleh simpulan bahwa program akan tetap dilanjutkan, namun tetap dengan
beberapa
perbaikan.
Program
SKS
yang
diterapkan di SMA Negeri 1 Salatiga telah disesuaikan dengan kondisi dan situasi sekolah, sehingga program SKS yang telah berjalan akan tetap digunakan di SMA Negeri 1 Salatiga. Berdasarkan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah
bagian
kurikulum,
program
SKS
yang
diterapkan di SMA Negeri 1 Salatiga sudah cukup layak dijadikan
role
model
bagi
lain.
sekolah-sekolah
Walaupun dalam penerapannya di SMA Negeri 1 Salatiga masih mengalami beberapa kendala, namun kendala-kendala
tersebut
dapat
teratasi
seiring
berjalannya program. Pihak penyelenggara program juga tetap akan terus melakukan perbaikan agar program SKS yang dijalankan semakin baik untuk kedepannya,
dan
semakin
meminimalisir
kendala-
kendala yang dihadapi. Ibu Kepala Sekolah juga berpendapat bahwa program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga sebagai berikut: “Program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga ini akan tetap kami lanjutkan sampai ada inovasi-inovasi baru sesuai dengan perkembangan jaman, namun sejauh
88
ini program SKS sudah berjalan dengan baik, dan menurut saya kalau untuk dikatakan layak, ya sudah layak untuk dijadikan role model bagi sekolah-sekolah lain yang hendak melaksanakan program SKS.”(Wawancara Rabu, 2 September 2015).
Pendapat serupa juga disampaikan oleh para guru, berdasarkan hasil wawancara dapat peneliti simpulkan bahwa para guru setuju jika program SKS tetap dilanjutkan, karena program ini merupakan salah satu
fasilitas
bagi
peserta
didik
untuk
dapat
mengembangkan bakatnya. Selain itu karena program SKS yang berjalan di SMA Negeri 1 Salatiga sudah berjalan cukup baik, sehingga perlu diterapkan juga di sekolah-sekolah lain, dan program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga sudah dapat dikatakan layak untuk ditiru oleh sekolah-sekolah lain. Pendapat lain juga disampaikan oleh peserta didik kelas XII yang mengatakan demikian: “Program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga menurut saya tidak perlu dilanjutkan tidak apa-apa, mungkin karena saya tidak mau ambil SKS lebih banyak sih, jadi menurut saya ya tidak terlalu banyak manfaatnya. Tapi kalau untuk teman-teman yang ingin lulus dalam jangka waktu yang relatif lebih singkat program SKS ini perlu dilanjutkan.” (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015)
Demikian juga disampaikan oleh peserta didik kelas X yang mengatakan demikian: “Program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga menurut saya tidak perlu dilanjutkan, mungkin karena saya masih murid baru sih jadi bagi saya belum ada manfaatnya, yang saya rasakan sekarang sih malah membuat tambah bingung dan ribet saya dengan program SKS ini.” (Wawancara Rabu, 26 Agustus 2015)
Berdasarkan
uraian
di
atas,
dapat
peneliti
simpulkan pihak sekolah beserta dengan pelaksana program merasa program SKS perlu dilanjutkan, dan program yang ada di SMA Negeri 1 Salatiga sudah layak 89
dijadikan role model bagi sekolah lain, namun peserta didik sebagai pihak pelaksana merasa belum adanya manfaat yang dapat mereka rasakan dari adanya program SKS, sehingga mereka berpendapat program SKS untuk dihentikan.
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian Pada bagian ini disajikan pembahasan mengenai hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya. Pembahasan
hasil
penelitian
dilakukan
untuk
menjelaskan hasil analisis dan jawaban terhadap rumusan masalah yang diajukan yaitu bagaimana konteks, masukan, proses, dan hasil program Sistem Kredit Semester di SMA Negeri 1 Salatiga.
4.3.1.
Konteks
Evaluasi konteks merupakan evaluasi yang paling mendasar dan memiliki misi untuk menyediakan suatu rasioanal atau landasan atau sebagai latar belakang suatu program. Evaluasi konteks dilaksanakan sebagai suatu kebutuhan serta memberikan informasi bagi pengambilan keputusan dalam perencanaan suatu program. Berdasarkan uraian di atas, penyusunan sebuah program sebaiknya didasarkan atas kebutuhan. Kebutuhan apa yang hendak dipenuhi dengan adanya program
tersebut
dan
apakah
program
tersebut
memang diperlukan. Dari hasil penelitian yang peneliti telah lakukan di SMA Negeri 1 Salatiga mengenai sistem kredit semester, 90
pihak
sekolah
melaksanakan
program
tersebut
sekaligus
mantan
berdasarkan atas kebutuhan: a) Sebagai
sekolah
unggulan
sekolah yang menerapkan RSBI maka SMAN 1 Salatiga
berupaya
untuk
menjadi
sekolah
rujukan, dalam hal ini program-program yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan di kota
Salatiga,
mengakomodasikan
salah
satunya
kebutuhan
untuk
anak-anak
dengan kategori Cerdas Istimewa (CI). Sehingga pihak sekolah ingin memfasilitasi peserta didik dengan kategori Cerdas Istimewa tersebut dengan melaksanakan program SKS. Program SKS ini memberikan peluang bagi peserta didik untuk dapat mempersingkat masa studinya dari 3 tahun menjadi 2 tahun. Selain itu peserta didik juga dapat menentukan sendiri beban belajarnya dan dapat memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya. b) Dari segi konteks regulasinya, adanya peluang yang dimiliki SMAN 1 Salatiga sebagai sekolah yang ditunjuk oleh pihak Dinas Pendidikan untuk melaksanakan program SKS, hal ini juga didukung dengan dikeluarkannya SK Penyelenggaraan Program SKS dan SK Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar dengan Pengayaan. Program SKS mulai dilaksanakan di SMA Negeri 1 Salatiga sejak tahun ajaran 2012/2013 dan telah menjadi program unggulan di SMA Negeri 1 Salatiga sampai saat ini. 91
4.3.2.
Masukan (Input)
Dalam penelitian di SMA Negeri 1 Salatiga, sumber-sumber yang dimiliki untuk mencapai tujuan program
SKS
mekanisme
meliputi
rencana
pelaksanaan,
guru,
pelaksanaan, peserta
didik,
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta jadwal. Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 1 Salatiga menunjukkan bahwa dari segi rencana pelaksanaan pihak
sekolah
melakukan
penelitian
pendahuluan
melalui kegiatan survey dan diklat berkaitan dengan program
SKS.
pengembangan
Bagian
kurikulum
kurikulum,
berserta
kemudian
tim
membuat
panduan program SKS yang telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah, baru kemudian pihak sekolah melakukan sosialisasi kepada guru dan staff terkait melalui in house training (IHT). Sedangkan dari segi mekanisme pelaksanaan, bagian kurikulum berserta kepala sekolah melakukan sosialisasi kepada calon peserta didik beserta orangtua peserta didik. Pihak sekolah juga memberikan buku panduan
sistem
kredit
semester,
dimana
seluruh
informasi mengenai program terdapat dalam buku tersebut. Dari segi sumber daya manusia yang meliputi guru dan peserta didik, pihak sekolah mengalami beberapa kendala, dikarenakan adanya beberapa guru yang tidak mau terlibat dalam pelaksanaan program sehingga
menyulitkan
dalam
proses
pelaksanaan
program, contohnya dalam pembagian tugas mengajar 92
dan pembuatan jadwal. Dari segi peserta didik, pada awal pelaksanaan terutama bagi peserta didik baru, masih banyak peserta didik yang mengalami kendala dan
kebingungan
dalam
pelaksanaannya
karena
program SKS merupakan sesuatu yang baru bagi mereka. Namun, seiring berjalannya waktu peserta didik akan semakin memahami dan mengikuti dengan baik program SKS tersebut. Dari hasil pembahasan yang peneliti sampaikan di atas, maka hasil penelitian yang telah peneliti lakukan sesuai dengan hasil penelitian Nurmalisa (2013) bahwa terdapat pengaruh kuat antara kesiapan sekolah terhadap pelaksanaan sistem kredit semester. SMA Negeri 1 Salatiga sebagai salah satu SMA favorit di Salatiga memiliki sumber daya manusia yang sangat kompeten dari segi guru, dan memiliki peserta didik dengan prestasi nilai unggulan dibandingkan SMA Negeri lainnya, dikarenakan adanya seleksi yang ketat dalam penerimaan peserta didik baru. Oleh karena itu kesiapan sekolah tersebut juga merupakan faktor penting dalam keterlaksanaan program SKS. Hasil penelitian ini juga relevan dengan hasil penelitian Sa’diyah (2012) dimana sebagai pelaksana pemahaman guru di SMA Negeri 1 Salatiga sudah cukup mendalam. Guru tidak hanya mengetahui garis besar program SKS, tetapi juga memahami konsep dasar program SKS dan ikut terlibat secara langsung dalam pelaksanaan serta implementasinya di sekolah. Dari segi pembiayaan pihak sekolah mendapatkan dukungan penuh dari Dinas, komite dan orangtua 93
peserta didik dalam melaksanakan program SKS. Sehingga dalam
bagian
kurikulum
membuat
Anggaran
Sekolah).
RKAS
memiliki
(Rencana
Dimana
RKAS
keleluasaan
Kegiatan
dan
tersebut
akan
diajukan utnuk disetujui oleh Kepala Sekolah, dan Kepala Sekolah mengajukan ke Dinas sehingga dana yang dipakai berasal dari dana BOS dan orangtua peserta didik yang diajukan melalui SOP. Pembiayaan yang mencukupi
juga mendukung
sarana prasarana yang dimiliki oleh SMA Negeri 1 Salatiga. Secara umum sarana prasarana yang dimiliki oleh SMA Negeri 1 Salatiga cukup lengkap dan dalam kondisi baik. Dari bagian sarana prasarana juga melakukan
perawatan
dan
pengecekan
sarana
prasarana secara berkala. Perbaikan sarana prasarana yang rusak juga dilakukan dengan cepat, namun masih perlu dilakukan penambahan sarana prasarana yang perlu dilakukan oleh pihak sekolah, contohnya perbaikan perpustakaan agar koleksi buku yang disediakan lebih mendukung peserta didik dalam proses belajar mengajar, serta perlu adanya penambahan ruang kelas agar program SKS dapat berjalan dengan moving class. Selanjutnya dari segi jadwal pelajaran, peserta didik merasa jadwal yang diberikan oleh pihak sekolah sudah cukup jelas dan dapat dipahami dengan baik. Dari pihak guru juga merasakan hal yang
serupa,
karena guru juga dilibatkan dalam pembuatan jadwal melalui MGMP (musyawarah guru mata pelajaran), sedangkan
bagian
kurikulum
sebagai
tim
yang
membuat jadwal sehingga tidak ada jadwal pelajaran 94
yang bertabrakan. Walaupun dalam pembuatan jadwal terdapat beberapa kendala, namun kendala tersebut dapat teratasi dengan baik oleh pihak kurikulum.
4.3.3.
Proses
Dalam aspek proses akan dibahas rencana dan proses pelaksanaan program Sistem Kredit Semester (SKS) meliputi persiapan guru, pelaksanaan SKS, dan penilaian hasil pembelajaran. Dalam persiapan guru tidak
terdapat
dilakukan
perbedaan
dengan
dengan
program
persiapan
lain.
Guru
yang tetap
mempersiapkan instrumen pembelajaran meliputi: RPP, Silabus, Promes, Prota dan media pembelajaran. Semua persiapan dilakukan bersama melalui raker dan MGMP (musyawarah guru mata pelajaran). Pelaksanaan pembelajaran di SMA Negeri 1 Salatiga,
sudah
berjalan
sesuai
dengan
rencana
pelaksanaan program, dimana peserta didik dapat mengambil beban belajar (SKS) yang lebih banyak jika mendapatkan nilai (IPK) yang lebih tinggi pula. Dalam segi
pembelajaran,
banyak
guru
yang
sudah
menggunakan metode yang bervariatif, namun masih terdapat juga beberapa guru yang monoton dengan metode ceramah. Namun Kepala Sekolah berpendapat dari keseluruhan guru hanya terdapat 15% guru yang masih monoton. Dalam penerapan program SKS untuk tahun ajaran
baru
yaitu
2015/2015
pihak
sekolah
memerlukan beberapa perbaikan karena adanya aturan “five
days
school”
dari
pemerintah,
sehingga 95
menyebabkan banyaknya penyesuaian jadwal. Selain itu terdapat pula kendala dalam pembagian jam mengajar agar sesuai dengan tugas pokok guru yang mewajibkan
mengajar
24
jam
dalam
seminggu.
Kendala-kendala tersebut dapat diatasi oleh pihak sekolah dengan memberikan beban mengajar di luar mata
pelajaran
yang
dikuasai
oleh
guru
yang
bersangkutan. Sehingga seluruh guru dapat memenuhi jam mengajarnya dengan baik. Dari segi penilaian hasil pembelajaran pihak sekolah sudah membuat program yang didesain khusus untuk menginput data hasil evaluasi peserta didik, sehingga memudahkan guru dalam menginput nilai peserta didik. Namun, dalam penerapannya masih terdapat kendala dalam pembuatan rapor bagi siswa yang
mengambil
teman-teman
SKS
satu
lebih
banyak
angkatannya.
dibandingkan
Pihak
sekolah
kemudian memberikan 2 jenis rapor kepada peserta didik tersebut agar memudahkan orangtua peserta didik dalam memahami rapor yang diberikan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Rakhmawati (2011) dimana implementasi program SKS di SMA Negeri 1 Salatiga sudah cukup sesuai dengan panduan penyelenggaraan program yang diterbitkan oleh BSNP. Walaupun terdapat beberapa improvisasi dari sekolah berkaitan dengan teknis pelaksanaan di lapangan karena menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah di SMA Negeri 1 Salatiga.
96
4.3.4.
Hasil (Product)
Evaluasi
hasil
merupakan
evaluasi
yang
dilakukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan
yang
merupakan membantu
telah
tahap
ditetapkan. akhir
dan
penanggungjawab
Evaluasi
hasil
berfungsi
untuk
program
dalam
mengambil keputusan. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, ketercapaian tujuan dari program terbukti
dengan
adanya
peningkatan
nilai
ujian
nasional (UN) dari tahun ke tahun, selain itu dari sikap peserta didik yang lebih mandiri dan bertanggungjawab dalam
melaksanakan
tugas
dan
kewajibannya
di
sekolah. Pihak sekolah telah mampu menampung peserta didik dengan kategori Cerdas Isimewa (CI) dengan adanya kelas percepatan sehingga peserta didik dapat menyelesaikan studinya dalam waktu lebih singkat yaitu 2 tahun. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Feldhaus dan Omari (2010), dimana peserta didik yang mengambil SKS lebih banyak memiliki kecerdasan akademik yang melebihi rata-rata temantemanya, dan dari segi nilaipun mereka lebih unggul dibandingkan teman-temannya, sehingga para peserta didik di SMAN 1 Salatiga dengan kategori Cerdas Istimewa
mampu
menyelesaikan
pendidikannya
di
jenjang sekolah menengah denagn jangka waktu 2 tahun. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Wellman (2005) yang menyebutkan banyak sekali pro dan kontra dalam penerapan sistem kredit semester di 97
sekolah menengah, banyak pula masalah yang akan muncul dalam penerapannya. Namun permasalahanpermasalah tersebut dapat teratasi dengan baik, seperti yang terjadi di SMA Negeri 1 Salatiga. 4.3.5.
Keberlanjutan Program
Berdasarkan teori yang mendasari keberlanjutan program di Bab II dalam penelitian ini, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Efektivitas Dari hasil evaluasi yang telah peneliti lakukan program SKS yang dilaksanakan di SMAN 1 Salatiga telah mencapai hasil yang diharapakan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peserta didik yang mengikuti kelas percepatan sebanyak 51 peserta didik, dengan demikian sekolah telah berhasil
memfasilitasi
peserta
didik
dengan
kategori Cerdas Istimewa (CI) untuk menyalurkan bakatnya
di
mempersingkat
bidang masa
akademik studinya
dengan di
cara
Sekolah
Menengah. 2. Efisiensi Dari hasil evaluasi yang telah peneliti lakukan, tidak dibutukan usaha khusus dalam penerapan program SKS. Sekolah dengan kategori mandiri sudah
dapat
menerapkan
program
SKS.
Keefektivitasan program SKS didukung oleh kerja sama antara penanggungjawab program dan pelaksana program, sehingga terjadi koordinasi
98
yang sangat baik dan program pun dapat berjalan dengan lancar. 3. Kecukupan dan Perataan Berdasarkan hasil evaluasi yang telah peneliti lakukan
melalui
simpulkan
model
bahwa
penanggungjawab
CIPP,
pihak
maupun
dapat
peneliti
sekolah pihak
baik
pelaksana
program merasakan manfaat dengan adanya program SKS, diantaranya SMAN 1 Salatiga menjadi satu-satunya skeolah yang menerapkan program SKS, sehingga program SKS ini menjadi ciri khusus bagi SMAN 1 Salatiga; SMAN 1 Salatiga dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik dengan kategori Cerdas Istimewa untuk mengembangkan bakat dan minatnya; dan bagi
guru manfaat program SKS ini adalah
memberikan peluang bagi guru untuk dapat memenuhi beban mengajarnya sesuai dengan aturan Dinas Pendidikan yang mewajibkan beban mengajar 24 jam/minggu. 4. Responsivitas Program SKS ini mendapatkan tanggapan yang baik
dari
berbagai
Pendidika.
Hal
dukungan
dari
diperuntukkan
ini
pihak,
terutama
terbukti
dengan
Dinas
bagi
melalui
SMAN
1
Dinas adanya
SK
Salatiga
yang yang
memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan program
SKS,
kelas
percepatan
dan
kelas
percepatan dengan pengayaan.
99
5. Kelayakan Berdasarkan
penelitian
evaluasi
yang
telah
peneliti lakukan program SKS ini merupakan program yang dapat memberikan peluang bagi sekolah
yang
ingin
melanjutkan
program
Akselerasi yang telah dihentikan oleh Pemerintah. Dengan adanya program SKS, sekolah tetap dapat memberikan peluang bagi peserta didik untuk dapat lulus dengan waktu seminimal mungkin. Berdasarkan 6 kriteria utama dalam memberikan rekomendasi
kebijakan
di
atas,
maka
peneliti
simpulkan bahwa program SKS dapat tetap dilanjutkan dengan beberapa revisi meliputi kendala-kendala yang menjadi penghambat bagi keterlaksanaan program.
100