perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Kota Surakarta Kota Surakarta memiliki luas wilayah administrasi 44 Km2, merupakan salah satu Daerah Tingkat II yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Letaknya sangat strategis karena berada di jalur pertemuan antara kota-kota di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan “Kota Sala” merupakan dataran rendah dengan ketinggian ± 92 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar lahan dipakai sebagai tempat pemukiman sebesar 60 % lebih, untuk kegiatan ekonomi cukup besar yaitu 20 % dari jumlah lahan yang ada. Suhu udara rata-rata Kota Surakarta berkisar antara 25,8 0 C sampai dengan 28,3 0 C. Sedangkan kelembaban udara berkisar antara 66 persen sampai dengan 88 persen (BPS, 2013). Batas wilayah Kota Surakarta: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar. Surakarta merupakan salah satu kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang pertumbuhannya sangat pesat, baik dalam bidang industri, jasa, permukiman, pendidikan, perdagangan maupun transportasi. Seiring dengan perkembangan wilayah perkotaan tersebut, maka terjadi alih fungsi lahan yang tadinya merupakan lahan pertanian beralih fungsi menjadi pemukiman penduduk. Kota Surakarta memiliki 5 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari. Dari 5 wilayah kecamatan tersebut terbagi menjadi 51tokelurahan yaitu Kecamatan Laweyan commit user 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
memilki 11 Kelurahan, Kecamatan Serengan memiliki 7 kelurahan, Kecamatan Pasar Kliwon memiliki 9 kelurahan, Kecamatan Jebres memiliki 11 kelurahan, dan Kecamatan Banjarsari memiliki 13 kelurahan. Dari 51 kelurahan memiliki 595 Rukun Warga (RW) dan 2.669 Rukun Tangga (RT) serta 151.817 Kepala Keluarga (KK). Jumlah Penduduk Kota Surakarta pada tahun 2012 mencapai 500.171 jiwa, terdiri dari 243.851 jiwa penduduk laki-laki dan 256.320 jiwa penduduk perempuan (Surakarta Dalam Angka 2012). Setiap km2 berarti terdapat 3451 KK dan 11.359 orang, maka bisa dikategorikan masuk ke dalam kota yang padat penduduknya. Kepadatan penduduk yang selalu meningkat ini sewajarnya harus selalu kita waspadai terkait masalah sosial ekonomi, karena dengan kepadatan penduduk yang meningkat akan semakin kompleks permasalahan penduduk yang ditimbulkan. Kota Surakarta merupakan salah satu kota terbesar di Provinsi Jawa Tengah, dengan mengusung slogan “Solo The Spirit of Java” bukan sesuatu yang berlebihan karena kota ini mampu menjadi trend setter bagi kota/kabupaten lainnya terutama di sekitar Kota Solo, dalam bidang sosial, budaya dan ekonomi. Walaupun Kota Surakarta hanya terdiri dari 5 kecamatan, kota ini menyimpan potensi yang luar biasa. Penopang utama bidang perekonomian Kota Surakarta adalah terletak pada sektor perdagangan dan jasa. Pada dasarnya Kota Surakarta dikenal dengan kota dagang dan jasa karena mayoritas penduduknya bekerja di sektor tersebut. Tapi sektor-sektor lain seperti sektor industri, bangunan, serta sektor angkutan juga memegang peranan penting bagi roda perekonomian Kota Surakarta. Garis kemiskinan yang merupakan batas pengeluaran konsumsi terendah perkapita per bulan untuk Kota Surakarta dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Berdasarkan data dari Surakarta Dalam Angka 2012, pada tahun 2002 garis kemiskinan besarnya 108.771 rupiah/kapita/bulan mengalami kenaikan hampir empat kali lipat menjelang tahun 2012 yang besarnya 347.141 rupiah/kapita/bulan. Empat tahun terakhir presentase penduduk miskin mengalami penurunan walaupun tingkat penurunannya semakin kecil. Tanpa membedakan to user antara daerah satu dengan daerah commit yang lain, penanganan kemiskinan memerlukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
perhatian yang lebih serius dan perlu dicermati bersama, sehingga perlu penanganan terencana dan terpadu. Presentase penduduk miskin di Kota Surakarta pada empat tahun terakhir mengalami penurunan, berdasarkan data dari BPS RI pada tahun 2009 presentase penduduk miskin adalah 14,99 %, pada tahun 2010 menjadi 13,98 %, pada tahun 2011 menjadi 12,91 %
dan pada tahun 2012
menjadi 12,01 %. Melihat presentase penduduk miskin empat tahun terakhir mengalami penurunan di sisi lain garis kemiskinan semakin meningkat, disini ada kenaikan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan. Bidang pendidikan bagi pemerintah Kota Surakarta adalah termasuk salah satu program yang diprioritaskan selain bidang yang lain seperti program kesehatan dan ekonomi. Pendidikan merupakan aspek penting bagi masyarakat yang berperan dalam meningkatkan kualitas hidup. Salah satu indikator pendidikan adalah angka melek huruf penduduk dewasa. Berdasarkan data dari Surakarta Dalam Angka Tahun 2012, pada tahun 2012 angka melek huruf di Kota Surakarta tercatat 96,73 % yang berarti penduduk yang buta huruf hanya sekitar 3,27 %. Demikian juga untuk rata-rata lama sekolah penduduk Kota Surakarta terlihat adanya peningkatan artinya penduduk di Surakarta mengikuti pendidikan lebih lama ini ditunjukkan dengan rata-rata lama sekolah di tahun 2012 sebesar 10,49 tahun paling tidak dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan juga perlu ditingkatkan. Di Kota Surakarta kemampuan daya tampung rata-rata Sekolah Dasar sebesar 245 siswa, tingkat SLTP sebesar 445 siswa, dan tingkat SLTA sebesar 519 siswa per sekolah. Kota Surakarta pada tahun 2006 ditunjuk sebagai salah satu Kota Pengembangan Model Kota Layak Anak di Indonesia selain Kab. Gorontalo, Kota Jambi, Kab. Sidoarjo, Kab. Kutai Kertanegara yang merupakan Kab/Kota pertama sebagai pilot proyek Pengembangan Model Kota Layak Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI No. SK-49/MEN.PP/IV/2007 tentang Penetapan
Kabupaten/Kota
Pengembangan
Model
Kota
Layak
Anak,
memutuskan/menetapkan 15 Kab/Kota di Indonesia sebagai wilayah kerja to user Kota Surakarta. pengembangan model Kota Layakcommit Anak, termasuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Pengembangan Kota Layak Anak diimplementasikan melalui Pemerintah dan komunitas kota yang tergabung dalam mekanisme dan kerangka kerja institusi yang ada melalui Tim/Gugus Tugas Pelaksana Pengembangan Kota Layak Anak Kota Surakarta dalam Surat Keputusan Walikota Surakarta No. 130.05/08/1/2008 tentang Tim Pelaksana Pengembangan Kota Layak Anak (KLA) Kota Surakarta. Khususnya di Kota Surakarta, Pemerintah berusaha responsif terhadap permasalahan anak, yaitu dengan pengembangan Kota Layak Anak (KLA). Program Kota Layak Anak dibagi menjadi 4 bidang yaitu bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan anak dan partisipasi anak. Akan tetapi masih banyak yang belum terselesaikan seperti anak putus sekolah, eksploitasi anak, anak jalanan, dan sebagainya. 2. Gambaran Umum Anak Jalanan di Kota Surakarta Anak jalanan di Kota Surakarta sampai saat ini belum diketahui pasti jumlahnya karena, Dinas Sosial sebagai pihak yang berwenang untuk menangani permasalahan sosial belum bisa memetakan secara pasti berapa jumlah anak jalanan yang ada di Kota Surakarta. Alasan yang dikemukakan bersifat klasik, tidak adanya program penanganan secara terintegrasi dari berbagai instansi yang ada. Program penanganan yang dilakukan Dinsos juga cenderung temporer sehingga tidak bisa memastikan jumlah anak yang turun ke jalan setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Dinas Sosial Kota Surakarta, pada tahun 2011 dilakukan dua kali penjaringan yaitu penjaringan pertama pada bulan Mei terdapat 14 anak, dan penjaringan kedua pada bulan Oktober terdapat 10 anak sehingga total anak jalanan yang terjaring pada tahun 2011 adalah 24 anak. Sedangkan pada tahun 2012 dilakukan enam kali penjaringan, yaitu penjaringan pertama pada bulan Mei terdapat 10 anak, penjaringan kedua pada bulan Juni terdapat 5 anak, penjaringan ketiga pada bulan September terdapat 3 anak, penjaringan keempat, kelima dan keenam pada bulan Desember yang masing-masing terdapat 7, 9, dan 4 anak sehingga jumlah total anak yang terjaring pada tahun 2012 adalah 38 anak. Berdasarkan data dari dua LSM pemerhati anak jalanan di Kota Surakarta, diperoleh jumlah anak yang ditangani adalah 120 anak pada tahun 2013. Namun commit tojumlah user keseluruhan anak jalanan yang jumlah tersebut tidak mempresentasikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
ada di Kota Surakarta, dikarenakan jumlah anak yang tidak tertangani bisa jadi lebih banyak. Anak jalanan yang ada di Kota Surakarta bersifat sangat dinamis, sehingga keberadaannya tidak menetap di suatu tempat. Mereka sering berpindahpindah dari tempat satu ke tempat lain. Sifat yang dinamis itu bisa dilihat dari tidak menentunya anak jalanan yang berkeliaran di jalan. Banyak dari mereka yang menjadikan jalanan sebagai tempat bekerja sehari-hari, namun ada juga yang turun ke jalan hanya saat musim-musim tertentu seperti saat hari puasa, hari raya dan hari-hari besar lainnya. Kebanyakan anak jalanan yang turun ke jalan, berprofesi sebagai pengamen, pengemis, dan penjual koran. Kegiatan mengamen dilakukan di tempat-tempat keramaian seperti pasar, toko, terminal, stasiun, perempatan lampu merah dan di bus umum. Aktivitas yang dilakukan anak jalanan antara lain: a. Mengamen Salah satu aktivitas yang dilakukan anak jalanan di Kota Surakarta adalah mengamen. Aktivitas ini banyak ditemui di tempat-tempat keramaian, seperti perempatan lampu merah, terminal, stasiun, pasar, taman dan di bus-bus umum. Salah satu anak jalanan yang menjadi pengamen adalah ED. Ia biasa mengamen di sekitar Nusukan, serta taman di utara Terminal Tirtonadi. Dia masih sekolah di sebuah SD Negeri di Kota Surakarta dan masih berusia 6 tahun, sekarang duduk dibangku kelas 1. Di rumah ia tinggal bersama kakaknya, adiknya, ibunya dan neneknya. Ibunya sehari-hari bekerja sebagai pengamen dari pasar ke pasar di Kota Solo. Dia tidak mempunyai ayah karena sudah berpisah dari ibunya. ED mengamen setiap sehabis pulang sekolah, yaitu jam sebelas siang sampai jam tiga sore. Namun kalau sepi ia pulang jam 12 siang. Seperti pernyataan ED berikut: “Saya ngamen sehabis pulang sekolah, sampai sore jam 3 kalau rame, kalau sepi jam 12 pulang. Ya kadang-kadang dapet 50 ribu, 20 ribu, 8 ribu, 3 ribu. Paling banyak biasanya hari kamis di taman (utara terminal tirtonadi)” (W/ED/05/01/2014) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Sewaktu masih kecil, ED sering digendong ibunya untuk mengemis. Pengalaman tersebut masih diingatnya sampai sekarang, sehingga ED meniru perilaku ibunya tersebut. Namun ED mengaku takut bila ibunya mengetahui ia mengamen, karena ED tidak diperbolehkan mengamen dan bila ketahuan akan dimarah-marahi. Uang yang diperoleh ED dari mengamen juga tidak menentu tergantung banyak tidaknya orang yang ada di lokasi ia ngamen. Kalau ngamen di taman ia mengaku dapat uang banyak ketika hari kamis. Seperti pernyataan ED berikut: “Kadang-kadang 50 ribu, 20 ribu, 8 ribu, 3 ribu, paling banyak biasanya hari kamis di taman (terminal)” (W/ED/05/01/2014) Selain ED anak jalanan yang menjadi pengamen lainnya adalah AD umurnya 17 tahun, pekerjaan sehari-harinya adalah seorang pengamen, sering mengamen di daerah sekitar kampus UNS. Ia pulang ke rumah tidak menentu, kadang jam 4 kadang jam 6 sore, karena ia biasanya nongkrong dulu bersama teman-temannya. Seperti pernyataannya berikut: “Saya ngamen dari pagi nanti pulang ke rumah sore jam 4, kadang ya jam 6, gak mesti soalnya biasanya nongkrong dulu” (W/AD/05/01/2014) Ia menjadi pengamen sudah selama setahun, sewaktu ia telah lulus SMP. Seperti pernyataannya berikut: “Dulu sejak 1 tahun lalu, waktu itu aku lulus SMP” (W/AD/05/01/2014) Penghasilannya setiap hari dari mengamen juga tidak menentu, mulai dari 20 ribu hingga 80 ribu rupiah namun menurutnya uang itu harus dibagi dua sama temannya yang juga ngamen. Seperti pernyataannya berikut: “Ya gak tentu mas, kadang 30 ribu, 20 ribu kalau rame ya 60 ribu, 80 ribu tapi dibagi dua sama temenku” (W/AD/05/01/2014) Selain ED dan AD, salah satu anak yang menjadi pengamen lainnya adalah RK. RK sering keluar mengamen pada sore dan malam hari di sekitar daerah kampus. Sasarannya adalah para pembeli di warung-warung makan. Ia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
mengamen dari mulai sore hari hingga malam hari, pada jam-jam makan. Seperti yang ia nyatakan berikut: “Sore sampai malam mas, waktu jam-jam makan itu biasanya sering ngamen” (W/RK/04/01/2014) RK sudah mengamen selama dua tahun, ia lebih sering mengamen bersama kakaknya. Penghasilannya bersama kakaknya sehari bisa mendapatkan uang 50 sampai 60 ribu. Uang itu ia gunakan untuk membeli kebutuhan seharihari bersama keluarganya. Seperti yang ia nyatakan berikut: “Kira-kira dua tahunan, berdua sama kakak. Tapi kadang ya sendirisendiri. Gak mesti mas, ya rata-rata berdua 50 sampai 60 ribu. Ya buat beli kebutuhan sehari-hari soalnya bapak sudah gak ada” (W/RK/04/01/2014) Kehidupan ED, AD, dan RK merupakan gambaran dari sekian banyak anak jalanan di Kota Surakarta yang bekerja sebagai pengamen. Di antara mereka ada yang masih sekolah dan yang sudah putus sekolah, jam kerjanya juga variatif mulai dari pagi hari hingga malam hari sesuai dengan kondisi tempat mereka akan mengamen. Tempat mereka mengamen juga berbeda, ED misalnya ia lebih sering mengamen di terminal dan taman kota, AD dan RK lebih sering mengamen di daerah kampus yang memang banyak terdapat toko dan warung makan, bedanya AD mengamen dari pagi hingga sore hari sedangkan RK mulai mengamen dari sore hingga malam hari. Dalam mengamen, mereka melakukan secara sendirisendiri juga secara berkelompok sehingga penghasilan yang di dapat pun juga berbeda-beda. Penghasilan yang mereka dapatkan dalam sehari cenderung fluktuatif yaitu antara 3 ribu hingga 80 ribu rupiah tergantung waktu jam kerja dan banyaknya orang di tempat mereka mengamen. b. Mengemis Di Kota Surakarta juga banyak anak jalanan yang menjadi pengemis. Mereka biasanya berpenampilan lusuh dan tidak terawat untuk bisa menarik simpati masyarakat agar memberi uang. Keberadaannya banyak dijumpai di perempatan lampu merah, terminal, depan tempat-tempat ibadah, pasar, dan commit to user berkeliling kampung-kampung, toko-toko atau warung makan. Salah satu anak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
jalanan yang pernah mengemis adalah NV. Ia adalah anak jalanan yang sering mengemis saat hari-hari besar. Saat masih kecil sekitar usia 7 tahunan, NV mengaku sering mengemis di jalanan, namun usianya yang sudah 13 tahun ia mengaku sudah malu. Untuk saat ini NV masih mengemis saat hari-hari besar seperti lebaran, natal dan tahun baru. Pada hari-hari besar seperti lebaran, sehari NV mengaku bisa mendapatkan uang sejumlah 200 ribu rupiah. Uang itu digunakan NV buat beli pakaian, buat jajan dan jalan-jalan bersama ibunya. Uang yang dia peroleh dari hasil ngemis biasanya ia berikan kepada ibunya. Seperti pernyataannya berikut: “Biasanya saya ngemis pada hari lebaran, di kampung-kampung. Biasanya sehari dapat 200 ribu, buat beli pakaian, buat jajan, ya buat jalan-jalan. Tapi sebelumnya saya kasih ke Ibu dulu” (W/NV/05/01/2014) NV putus sekolah saat kelas 3 SD, sejak saat itu ia mulai mengemis di jalanan. Namun NV mengaku mengemis karena keinginannya sendiri, bukan disuruh orang tuanya. Melihat teman-teman dan tetangganya yang juga mengemis NV lalu ikut-ikutan, bahkan ibunya sendiri juga ikut mengemis. Seperti pernyataannya berikut: “Saya ngemis sejak kelas 3 SD, saat itu saya sudah keluar sekolah, keinginan saya sendiri, karena ikut teman-teman. Tetangga juga banyak, kalau ngemis ya biasanya ibu juga ikut” (W/NV/05/01/2014) NV biasa mengemis di kampung-kampung di luar daerah, daripada di Kota Solo, karena menurutnya di Solo sudah banyak sekali pengemis. Lalu menurut NV walaupun banyak pengemis mereka tidak saling bermusuhan atau merasa disaingi, karena mereka cari uang sendiri-sendiri. Seperti pernyataannya berikut: “Kalau saya ngemis biasanya suka ke kampung-kampung di karanganyar soalnya kalau di solo banyak saingannya. Kalau di solo udah banyak banget yang ngemis, kalau di karanganyar belum banyak pengemisnya, tapi ya gak masalah, soalnya kita cari uang sendiri-sendiri gak pernah ada wilayah-wilayahan” (W/NV/05/01/2014) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Setelah mengemis NV juga pulang ke rumah, soalnya di Solo orang tuanya sudah punya rumah. Seperti pernyataannya berikut: “Sehabis ngemis biasanya saya pulang ke rumah soalnya asal saya asli solo, ini juga rumah saya sendiri” (W/NV/05/01/2014) NV merupakan salah satu anak jalanan yang ada di Kota Surakarta yang menjalankan aktivitasnya sehari-hari sebagai pengemis. Berdasarkan observasi dari peneliti, anak jalanan yang menjadi pengemis melakukan aktivitasnya di tempat-tempat seperti perempatan lampu merah, depan tempat ibadah seperti masjid dan gereja, dan berjalan dari toko/warung satu ke toko/warung lainnya. Penampilan mereka lusuh dan tidak terawat, dengan merengek-rengek minta dikasihani oleh orang lain agar diberi uang. Penghasilan mereka juga bermacammacam, NV misalnya setiap hari setelah lebaran ia bisa mendapatkan uang sejumlah 200 ribu rupiah, berbeda dengan yang di dapat di hari-hari biasa yang tentu lebih sedikit. NV merupakan anak jalanan yang sudah putus sekolah dan kini menjadi pengemis, namun ia tidak menjadi gelandangan karena masih pulang ke rumah. c. Berjualan Koran Anak jalanan yang berjualan koran biasanya ada di perempatan lampu merah. Sasaran mereka adalah para pengendara mobil, bus atau truk yang berhenti saat lalu lintas sedang ada lampu merah. Salah satu anak jalanan yang berjualan koran adalah NN. Ia biasa berjualan koran di perempatan Panggung. NN masih sekolah di SD negeri di Kota Surakarta, dan sekarang kelas 5 SD. Disaat setelah pulang sekolah ia sering menghabiskan waktunya berjualan koran di jalan. NN mulai berjualan koran saat dirinya masih kelas 4 SD, jadi sudah hampir setahun dia turun ke jalan. Namun kegiatan itu tidak tidak dilakukannya setiap hari, dan hanya saat bapak ibunya benar-benar tidak punya uang. Ibu NN juga merupakan pengemis. Seperti pernyataan NN berikut: “Dulu waktu kelas 4, soalnya biar bisa buat jajan. Tapi kalo ibuku punya uang aku gak jualan koran. Ibu juga ngemis soalnya, jadi gak mesti punya uang.” (W/NN/11/12/2013) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
NN merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Orang tuanya berprofesi sebagai pengemis yang tidak mempunyai penghasilan tetap. Atas dasar alasan tersebut yang membuat NN memutuskan untuk berjualan koran. Walaupun begitu, hasilnya berjualan koran juga tidak menentu kadang ia pernah sama sekali tidak dapat uang. Kadang ia merasa bosan dengan apa yang dijalaninya, karena sebenarnya ia ingin hidup layak seperti teman-teman sekolahnya namun nasib berkata lain ia harus berjualan koran untuk bisa dapat uang jajan. Seperti yang ia nyatakan berikut: “Ya sebenarnya aku pengen kaya temen-temenku, tapi kalo aku gak begini nanti gak dapat uang jajan mas” (W/NN/11/12/2013 Ketika sedang berjualan koran kadang ibunya menungguinya di pinggir jalan untuk mengawasi, disaat yang bersamaan adiknya juga mengemis di tempat tersebut. Seperti pernyataannya berikut: “Biasanya ibu juga kadang nunggu di warung itu kalau sore, ngawasi sama adek. Adek juga kadang ngamen” (W/NN/11/12/2013 Anak jalanan penjual koran seperti NN memang tidak banyak ditemui di Kota Surakarta. Anak penjual koran tidak melakukan aktivitasnya secara rutin sehari-hari, namun dengan rentang waktu yang tidak tentu sesuai keinginannya sendiri. Aktivitasnya banyak terpusat di perempatan lampu merah dengan sasaran konsumennya adalah pengendara yang berhenti saat terhalang lampu merah. Ada banyak faktor yang menyebabkan anak turun ke jalan. Di Kota Surakarta, faktor penyebab munculnya anak jalanan antara lain adalah: a. Kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan Kondisi ekonomi keluarga yang miskin seringkali dipahami sebagai faktor utama yang memaksa anak untuk turun ke jalan. Salah satu faktor yang menyebabkan
munculnya
anak
jalanan
karena
orang
tua
tidak
bekerja/menganggur. Faktor lain dari persoalan ekonomi keluarga adalah orang tua yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Tidak sedikit orang tua yang bekerja akan tetapi penghasilan yang diperolehnya tidak mencukupi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Ketidakmampuan orang tua ini nanti akan mendorong anak untuk mau tidak mau membantu mencari uang dengan cara turun ke jalan. Seperti misalnya ED, orang tuanya hanya berprofesi sebagai pengemis, dan tidak tentu mendapatkan uang. Untuk membeli makanan, ia terpaksa harus mengamen untuk menutupi kekurangan uang yang diberikan ibunya. Seperti yang ia nyatakan berikut: “Ya buat makan, di kasih ke simbah buat beli beras, juga buat main PS. Kalau dapat 10 ribu dikasih ke simbah 5 ribu, yang 5 ribu buat jajan” (W/ED/05/01/2014) ED mengaku ia ngamen atas kemauan sendiri. Ibunya tidak memperbolehkan ia mengamen di jalanan. Makanya ia mengamen secara diamdiam saat ibunya belum pulang dari mengamen. Sikap ED untuk mengamen juga tidak bisa disalahkan karena uang yang diberikan ibunya tidak cukup untuk makan sekeluarga, makanya ia mencari kekurangan uang buat makan tersebut. Biasanya ia mengamen dengan teman-temannya, karena usianya baru 6 tahun ED sering disuruh-suruh temannya untuk mengamen, dan pada saat itu teman-temannya yang lebih tua dari pada ED bersembunyi. Namun ketika ED dapat uang mereka meminta uang yang biasanya buat jajan dan maen PS. Seperti pernyataan ED berikut: “Kalau pulang sekolah biasanya langsung ngamen gak ketahuan ibu, kalau ketahuan ngamen nanti dimarahi ibu. Ngamen buat cari makan, biasanya ngamennya sama temen-temen, kalau dapat 10 ribu saya dikasih 5 ribu” Begitu juga dengan NN, ia mengaku berjualan koran untuk jajan soalnya bapak ibunya sering tidak punya uang. Seperti pernyataannya berikut: “Biar punya uang buat jajan, soalnya bapak sama ibu sering tidak punya uang” (W/NN/11/12/2013) Penyebab ED dan NN menjadi anak jalanan merupakan contoh bahwa persoalan ekonomi keluarga atau kemiskinan merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi anak untuk turun ke jalan mencari uang. Mereka akan mencari commit to user karena orang tuanya sering tidak cara untuk bisa memenuhi kebutuhannya sendiri
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
memiliki uang. Seperti yang dialami ED dan NN, mereka harus mencari uang di jalan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang belum terpenuhi yaitu untuk makan, jajan dan untuk uang saku sekolah. b. Putus sekolah mendorong anak untuk mencari kerja di jalan Bagi anak yang mengalami putus sekolah, mereka akan menjadi pencari kerja dan ada situasi dimana jalanan mereka jadikan sebagai salah satu tempat untuk mencari uang. Hal itu seperti yang dialami NV dan AD. NV sudah putus sekolah saat ia masih kelas 3 SD. Sejak saat itu ia sering menghabiskan waktunya untuk menjadi pengemis di jalanan. Seperti yang ia nyatakan sebagai berikut: “Saya ngemis sejak kelas 3 SD, saat itu saya sudah keluar sekolah” (W/NV/05/01/2014) Berbeda dengan NV, AD mengalami putus sekolah saat ia masih duduk di bangku SMP, sejak saat itulah ia menjadi pengamen. Seperti yang ia nyatakan berikut: “Dulu sejak 1 tahun lalu, waktu itu aku lulus SMP” (W/AD/05/01/2014) Setelah lulus SMP, AD mengaku menjadi pengamen karena merasa sulit mencari pekerjaan, tapi kadang ia ikut menjadi kuli bangunan bila ada proyek/pekerjaan. Seperti yang ia nyatakan berikut: “Karena cari kerja susah mas, kalau ada kerjaan nguli biasanya saya ikut” (W/AD/05/01/2014) NV dan AD merupakan contoh bagi anak jalanan di Kota Surakarta yang mengalami putus sekolah. Anak yang mengalami putus sekolah akan mengalami kesulitan untuk menembus dunia kerja yang lebih baik, karena SDM yang mereka miliki cukup rendah, akibatnya jalanan dijadikan sebagai tempat begi mereka untuk mencari uang. c. Ikut-ikutan teman Selain didasari faktor ekonomi orang tua yang tidak mampu, anak turun ke jalan juga bisa disebabkan karena ikut-ikutan teman-temannya. Seperti NV commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
misalnya ia turun ke jalan karena awalnya ikut-ikutan temannya. Seperti pernyataannya berikut: “Saya ngemis sejak kelas 3 SD, saat itu saya sudah keluar sekolah, keinginan saya sendiri, karena ikut teman-teman. Tetangga juga banyak, kalau ngemis ya biasanya ibu juga ikut” (W/NV/05/01/2014) Anak jalanan yang awalnya ikut-ikutan ini nantinya juga rawan menjadi anak jalanan, maka dari itu lingkungan tempat tinggal memegang peranan penting bagi pengendalian agar anak tidak turun ke jalan. d. Faktor lingkungan tempat tinggal Anak-anak yang tinggal di pemukiman padat atau kumuh yang secara fisik berdekatan dengan tempat-tempat umum seperti terminal, stasiun, atau pasar, akan sangat mudah terseret ke dalam kehidupan jalanan. Jalanan dijadikan mereka sebagai tempat berinteraksi dengan teman atau keluarga karena tidak tersedianya ruang bermain baik di rumah maupun di kampung. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan fisik/geografis dapat menjadi faktor yang cukup berpengaruh. Hal tersebut seperti yang dialami oleh ED dan DK. Mereka kini tinggal di pinggiran sungai yang dekat dengan Terminal Tirtonadi. Menurut YT orang tua NV, penduduk di kampungnya banyak yang bermata pencaharian sebagai pengemis dan pengamen. Hal tersebut karena letak perkampungan mereka sangat dekat dengan terminal dan tidak mempunyai ruang interaksi maupun ruang bermain untuk anak, sehingga akibatnya banyak anak yang bermain di jalan raya, yang mana membuat mereka rawan untuk turun ke jalan. Anak jalanan di Kota Surakarta kebanyakan masih mempunyai tempat tinggal, walaupun tempat tinggal tersebut ada yang merupakan milik sendiri dan juga ada yang mengontrak. Anak jalanan juga masih pulang ke rumah setelah menghabiskan waktunya di jalanan. Seperti pernyataan anak-anak jalanan berikut: “Sehabis ngamen biasanya saya pulang ke rumah soalnya asal saya asli solo, ini juga rumah saya sendiri” (W/NV/05/01/2014) “Di rumah ngontrak, ibu saya dulu rumahnya boyolali. Kalau sehabis commit to user ngamen ya pulang ke rumah” (W/ED/05/01/2014)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
“Biasanya aku pulang kerumah sore, jam 5” (W/NN/23/12/2013) “Saya ngamen dari pagi nanti pulang ke rumah sore jam 4, kadang ya jam 6, gak mesti, soalnya biasanya nongkrong dulu” (W/AD/05/01/2014) Berdasarkan data dari LSK Bina Bakat, ada banyak jenis pekerjaan orang tua anak jalanan yang dibinanya. Pekerjaan tersebut diantaranya sopir becak, tambal ban, buruh, asongan, jual koran, kuli, dan mengamen. Namun kebanyakan pekerjaan orang tua anak jalanan tersebut adalah menjadi pengamen. Perceraian juga bisa memicu anak untuk turun ke jalan. Hal tersebut dialami oleh YT, dia merupakan orang tua NV. YT mengaku sudah berpisah dengan suaminya, oleh karena itu untuk membesarkan kedua anaknya ia merasa berat, dulu ia juga menjadi pengamen namun setelah ia bekerja di sebuah restoran, ia bisa mengumpulkan uang dan sekarang ia membuka usaha warung kecil-kecilan di rumahnya. Seperti pernyataannya berikut: “Pekerjaan saya sekarang jualan, buka warung kecil-kecilan di pinggir jalan, buruh mencuci, dulu juga pernah kerja di restoran di terminal tirtonadi, saya kumpul-kumpulin uangnya terus saya buka warung ini. Kalau rame ya sampai 100-200 ribu, tapi labanya gak seberapa. Kalau sebenarnya sih juga banyak ngamennya, kalau warung sepi soalnya ya saingannya banyak, tapi sekarang yang penting bisa cukup buat makan saya dan anak saya” (W/YT/05/01/2014) Berbeda dengan YT yang sekarang sudah tidak mengamen, orang tua ED yaitu ibunya masih menjadi pengamen. ED menuturkan bahwa ibunya sering mengamen di pasar-pasar dan kampung-kampung seperti pernyataannya berikut: “Ibuk saya kerja ngamen, ibuk saya kalau jumat sampai sore, kalau sepi ya jam 12 pulang. Biasanya ngamennya di pasar gedhe, pasar legi, kadang ya di kampung-kampung” (W/ED/05/01/2014) Keberadaan anak jalanan di Kota Surakarta tersebar di tempat-tempat keramaian yang ada. Keberadaannya merata di semua wilayah baik itu bagian barat, timur, utara, maupun selatan yang berupa kantong-kantong anak jalanan. Kantong-kantong tersebut antara lain di Manahan, Panggung, Jurug, Nusukan, commit to user Terminal Tirtonadi, Baturono, Gemblegan. Dari masing-masing kantong tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
memiliki karakteristik tersendiri, seperti misalnya kalau di Gemblegan itu merupakan pengamen di dalam bus, di panggung itu pengemis dan pengamen di jalanan, di jurug itu pengamen di taman-taman, di terminal dan pusat kota merupakan pengamen di warung makan dan toko-toko. Keberadaan anak jalanan di Kota Surakarta merupakan persoalan serius yang harus ditangani. Banyaknya anak yang turun ke jalan mengindikasikan adanya persoalan sosial yang mendasar mulai dari persoalan ekonomi keluarga, sehingga anak tergerak kesadarannya untuk mencari uang di jalanan. Dari beberapa alasan anak turun ke jalan, hal yang mendasari adalah kesulitan ekonomi keluarga, sehingga penanganan anak jalanan harus dilakukan sampai ke tingkat tersebut agar bisa efektif. Menjalani pekerjaan sebagai pengemis, dan pengamen di jalanan merupakan salah satu pilihan pekerjaan terburuk anak, sehingga aktivitas tersebut tidak sesuai dengan hak anak yang seharusnya pada usia tersebut adalah bermain dan belajar. Hal lain yang juga alasan harus dilakukan penanganan anak jalanan ini karena Kota Surakarta merupakan salah satu pilot proyek dalam pengembangan Kota Layak Anak sehingga keberadaan anak di jalanan harus diminimalisir dengan melakukan program penanganan secara intensif dan mendalam. B. Deskripsi Temuan Penelitian 1. Penanganan Anak Jalanan yang dilakukan oleh LSM dan Pemerintah Kota Surakarta Salah satu alasan anak jalanan berada di jalan adalah untuk mencari uang. Mereka memiliki cara mereka sendiri untuk mewujudkan keinginan tersebut, diantaranya adalah mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan terburuk yang semestinya harus dihindari seorang anak. Kebanyakan pekerjaan yang dilakukan anak jalanan tersebut adalah mengamen. Pekerjaan tersebut dilakukan di jalanan yang sangat beresiko bagi keselamatan anak. Pendidikan anak jalanan juga akan terganggu dengan mereka melakukan aktivitasnya di jalan, bahkan banyak juga diantara anak jalanan tersebut yang mengalami putus sekolah karena berbagai alasan. Melihat kondisi yang demikian commit to user tentu keberadaan anak jalanan di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Kota Surakarta merupakan masalah yang harus segera dicari solusi untuk mengatasinya. Dibutuhkan kerja sama yang baik dan berkelanjutan antara berbagai pihak agar mampu meminimalisir jumlah anak yang turun ke jalan. Pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan ini juga harus mempunyai cara atau metodenya sendiri agar dalam pelaksanaan program tersebut bisa dilakukan dengan maksimal. Penanganan anak jalanan yang dilakukan oleh masyarakat dalam hal ini lebih cenderung dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Di Kota Surakarta ada banyak LSM yang bergerak dalam menangani permasalahan sosial, namun dari masing-masing LSM tersebut mempunyai isu sendiri-sendiri yang akan diangkat untuk dilakukan penanganan. LSM tersebut diantaranya misalnya KAKAK yang fokus menangani Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA), ATMA yang menangani Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), SARI yang menangani pekerja anak, TALENTA menangani anak difabel, dan yang menangani anak jalanan ada SEROJA, BINA BAKAT, dan YAMAMA. Jadi dalam penelitian ini penanganan yang dilakukan masyarakat, mengambil dari penanganan yang dilakukan LSM pemerhati anak jalanan tersebut, karena LSM berperan penting dalam keterlibatannya mewakili penanganan yang dilakukan oleh masyarakat dengan program penanganan yang berbasis pada masyarakat. LSM juga sebuah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat, yang difungsikan menangani permasalahan dalam masyarakat, sehingga penanganan anak jalanan yang dilakukan oleh LSM bisa mempresentasikan penanganan masyarakat pada umumnya.
Sedangkan penanganan anak jalanan yang dilakukan Pemerintah
dalam hal ini merupakan tanggung jawab oleh Dinas Sosial. a. Penanganan Anak Jalanan oleh LSM Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan sebuah organisasi yang didirikan secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa tujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Pelayanan kepada masyarakat ini dapat berupa pengembangan kesejahteraan, untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur, bebas dari keterbelakangan, commit to user LSM ini merupakan bentuk kemiskinan dan kebodohan. Terbentuknya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
keprihatinan terhadap semakin banyaknya permasalahan-permasalahan sosial yang menghinggapi masyarakat. Banyaknya isu-isu yang muncul membuat LSM berada di jalurnya masing-masing untuk
memfokuskan
masalah-masalah
yang akan dicari
pemecahannya. Adanya anak jalanan di kota-kota besar merupakan permasalahan klasik yang sampai saat ini sulit dicari cara memecahkannya, akibatnya banyak anak yang menjadi anak jalanan menjadi tidak tertangani. Munculnya LSM yang fokus untuk menangani anak marjinal menjadi salah satu alternatif solusi yang ditawarkan agar setidaknya mampu membangun anak marjinal khususnya anak jalanan menjadi anak yang lebih baik dan bermartabat. Ada beberapa program yang diusung LSM dalam menangani anak jalanan, yaitu: 1) Pelatihan Keterampilan Dalam upaya untuk meningkatkan martabat anak jalanan, termasuk di dalamnya mengasah kemampuan skil, mengembangkan sisi kreativitas dan menjadikan manusia yang produktif maka LSM berupaya mewujudkannya dengan memberikan pelatihan keterampilan kepada anak jalanan. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab LSM mewakili masyarakat yang tergerak untuk menjadikan anak jalanan anak yang produktif dan mempunyai masa depan. Dalam pelaksanaannya progam pelatihan keterampilan untuk anak jalanan itu sendiri juga harus melibatkan anak untuk menentukan kegiatan apa yang akan dilakukan. Hal itu berguna agar anak tidak bosan dan bisa mengukur nilai kemampuannya sendiri. Seperti yang dituturkan ML berikut ini: “Program anak jalanan itu masuk di sektor pemberdayaan dan pendidikan anjal dan anak marjinal. Disini kita menyusun program anak seperti pelatihan, pelatihan ini muncul karena kita mengadakan pra-kegiatan atau FGD (focus group discussion), merancang semua kegiatan-kegiatan itu dengan anak. Munculnya kegiatan itu ya dari anak-anak kita, kita tidak memaksakan kegiatan tertentu kepada anak-anak tapi ada gagasan juga dari mereka.” (W/ML/23/12/2013) Mekanisme munculnya kegiatan di LSM sebenarnya juga berawal dari commit to user anak jalanan itu sendiri. Kebutuhan menjadi faktor yang sangat dominan dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
menentukan kegiatan yang akan dilakukan. Setiap tahun anak akan mengalami kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga kegiatan di LSM harus secara dinamis mengikuti pemenuhan kebutuhan tersebut. Keterlibatan anak sangat berperan dalam menentukan keberhasilan program pelatihan, oleh karena itu perlu komunikasi yang baik antara LSM dengan anak jalanan yang mengikuti pelatihan itu sendiri. Pelatihan keterampilan ini merupakan suatu kegiatan pemberian bantuan kegiatan keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak binaan, sasaran kegiatan pelatihan keterampilan ini yaitu: a) Anak jalanan yang berusia 15-18 tahun yang tidak mungkin masuk sekolah kembali. b) Berminat terhadap suatu jenis keterampilan. Sasaran utama kegiatan pelatihan ini adalah anak binaan yang putus sekolah atau anak binaan yang tidak mendapat bantuan beasiswa, namun bagi anak binaan yang masih sekolah tetapi berminat untuk meningkatkan keterampilannya maka mereka diperbolehkan mengikuti pelatihan tersebut. Sedangkan tujuan dari kegiatan ini yaitu membekali keterampilan tertentu agar mereka siap bekerja serta mendidik anak jalanan menjadi warga masyarakat yang produktif. Bentuk-bentuk pelatihan keterampilan yang dilakukan LSM kepada anak jalanan antara lain: a) Memasak b) Pelatihan Musik c) Pelatihan pembuatan topeng d) Daur ulang plastik bekas e) Menjahit f) Membuat Aneka Souvenir g) Membuat Sandal h) Servis HP, Laptop dll. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Salah satu anak yang mengikuti pelatihan memasak NV misalnya, menilai kegiatannya sangat bermanfaat karena selain diajari cara memasak, juga nanti alat masak yang pelatihannnya sudah selesai akan diberikan kepadanya. Seperti penuturannya berikut: “Selama ikut pelatihan itu ya ada hasilnya bisa bermanfaat, dulu pernah diajari masak, saya diajak di balaikota buat masak macem-macem sudah bisa belum. Seperti masak sambel goreng seperti itu saya juga bisa, lha kalau sudah bisa, cocok nanti dibeliin alatnya, saya juga disuruh memilih mas, alatnya apa saja ditanyai orang sana. Ya dandang, panci, ya alat-alat dapur seperti itu nanti alatnya dikasih ke saya” (W/NV/05/01/2014) Guru dari pelatihan tersebut DS mengatakan bahwa dalam pelatihan tersebut satu pertemuan memasak satu resep, jadi nantinya diharapkan anak yang dibinanya mampu menguasai lebih banyak jenis resep masakan seperti penuturannya berikut: “Kita upayakan dalam satu kali pertemuan satu resep, biar anak-anak nanti lebih bisa menguasai banyak resep makanan” (W/DS/20/12/2013) Bagi anak jalanan khususnya pengamen, musik adalah salah satu cara untuk mereka mencari uang sehingga musik sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Kebutuhan inilah yang membuat anak jalanan menginginkan pelatihan musik menjadi salah satu program pelatihan. Menyadari berartinya musik bagi anak jalanan membuat LSK mengadakan pelatihan bermusik. Pelatihan ini biasanya sebagian besar diikuti oleh laki-laki, karena mereka sehari-harinya berprofesi sebagai pengamen. Pelatihan musik ini diadakan seminggu dua kali yaitu hari sabtu dan selasa seperti penuturan ML berikut: “Kita punya kegiatan jadwal pelatihan musik, yaitu dua kali dalam seminggu pada hari sabtu sama selasa. Alatnya kita punya komplit dari mulai drum, keyboard, gitar, pokoknya komplit, gurunya juga dari yang sudah profesional. Kalau pas latihan kita biasanya mendampingi soalnya kalau gak pada cengengesan (gak serius).” (W/ML/20/12/2013) Anak binaan ini juga pernah mengikuti berbagai even baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, maupun instansi-instansi swasta lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Di bidang kesenian lain juga ada pembuatan topeng, ini terbuat dari kayu yang diukir, dan dipahat yang nantinya akan dihiasi warna dan batik di permukaannya. Salah satu anak binaan yang ikut dalam pelatihan ini DK menuturkan bahwa dalam pembuatan satu topeng sampai selesai membutuhkan waktu kurang lebih 3 hari. Hasil pembuatannya tersebut juga pernah diikutkan pameran di Balekambang. Seperti penuturannya sebagai berikut: “Kalau buat topeng sampai jadi itu tiga kali pertemuan. Hasilnya pernah dijual di Balekambang saat pameran” (W/DK/04/01/2014) Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap anak memiliki pelatihan keterampilan favorit yang mereka ikuti. Pelatihanpelatihan keterampilan memang sangat diperlukan dalam pemberdayaan anak jalanan. Pemberdayaan anak jalanan tersebut dapat berhasil jika sesuatu yang telah diajarkan mampu dimengerti oleh si anak sehingga dia mampu mengaplikasikan hal yang dipelajari sehingga dia menjadi produktif. 2) Bantuan Pendidikan Program penanganan anak jalanan di bidang pendidikan oleh LSM dirasa sangat diperlukan bagi anak jalanan. Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas, pendidikan merupakan sesuatu yang wajib ditempuh bagi setiap manusia. Pendidikan dapat ditempuh dengan berbagai cara, bisa berupa pendidikan formal, informal maupun non formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang dapat ditempuh melalui sekolah-sekolah yang umum, sedangkan pendidikan non formal merupakan pendidikan yang ditempuh diluar pendidikan formal, yaitu bisa berupa pelatihan, khursus, praktek, dll. Bantuan Pendidikan bagi anak jalanan dibedakan menjadi dua, yaitu antara anak yang masih sekolah, dan anak yang sudah putus sekolah. Anak jalanan yang masih sekolah akan diusahakan beasiswa pendidikan sedangkan yang sudah putus sekolah akan ada sekolah informal. a) Beasiswa Pendidikan Bagi anak jalanan yang masih mempunyai keinginan yang tinggi untuk commit to user melanjutkan sekolah, maka mereka akan tetap berjuang sekuat tenaga agar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
sekolah mereka tetap berlanjut. Namun kadang kemauan tidak selalu diiringi dengan jalan, ada yang berniat untuk bersekolah namun tidak ada biaya untuk mewujudkannya. Maka dari itu LSM mempunyai program untuk memberikan beasiswa pendidikan. Beasiswa pendidikan ini merupakan bantuan biaya pendidikan sekolah formal untuk anak marginal termasuk anak jalanan yang sekolah di sekolah formal. Bantuan biaya sekolah ini sangat mereka butuhkan mengingat biaya pendidikan masih dirasa berat bagi mereka, terutama untuk pendidikan menengah. Bantuan ini diberikan langsung melalui sekolah yang bersangkutan. Jumlahnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan tiap anak dan kondisi dana yang ada. Beasiswa pendidikan tersebut berlaku satu tahun sekali, namun bisa diperpanjang kalau siswa tersebut masih membutuhkan. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan Manager Program Sektor Informal Perkotaan LSK Bina Bakat, ML saat ditanya soal masa berlakunya beasiswa pendidikan tersebut: “Beasiswa tersebut berlaku satu tahun sekali, nanti bisa diperpanjang atau kalau enggak ganti anaknya kan anak-anak yang lain butuh juga” (W/ML/23/12/2013) Berdasarkan pernyataan ML tersebut maka setiap anak berhak untuk mengajukan beasiswa pendidikan. Namun tidak semua anak bisa memperoleh beasiswa tersebut karena memang terdapat keterbatasan anggaran LSM itu sendiri. Selain untuk biaya pembayaran sekolah, beasiswa pendidikan juga meliputi penyediaan alat perlengkapan sekolah seperti pemberian sepatu, tas, buku dan alat tulis. Seperti pernyataan Ketua L PPAP Seroja, RN dan Manager Program Sektor Informal Perkotaan LSK Bina Bakat, ML berikut ini: “Fasilitas itu bisa berupa alat tulis, buku, serta disini kita juga menyediakan Taman Baca.” (W/RN/9/12/2013) “Selain beasiswa, kita juga beri sepatu, tas, alat tulis, seperti yang mas lihat di belakang itu. Jadi kita tidak bagikan ke mereka agar mereka bertanggung jawab, jadi mereka nanti ambil sendiri kesini” (W/ML/23/12/2013) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
b) Sekolah Anak Jalanan Dalam kenyataannya bagi anak jalanan pendidikan formal sudah tidak menarik lagi, hal itu bisa dilihat dari banyaknya angka putus sekolah bagi anak jalanan. Pendidikan wajib yang tidak mereka dapatkan tersebut membuat pola pikir anak jalanan berbeda dengan anak lain pada umumnya. Mereka cenderung keras, dan susah diatur, hal itu mencerminkan kehidupan di jalanan mereka kurang memberikan pendidikan yang baik. Salah satu informan kami NV, sudah lima tahun ini dia putus sekolah. Dia putus sekolah saat duduk di bangku kelas 3 SD. Setelah putus sekolah kini ia menjadi anak jalanan. Kehidupan jalanan yang keras juga disertai pengaruh lingkungan membuat keinginannya melanjutkan sekolah sudah tidak ada lagi, ia mengaku sudah tidak lagi tertarik untuk sekolah seperti penuturannya saat kami tanya keinginannya untuk bersekolah lagi berikut ini: “Ya sudah males saja. Soalnya sekarang sudah lupa pelajarannya, kalau udah berhenti sekolah ya udah males” (W/NV/5/01/2014) Tentu kita juga tidak bisa menyalahkan hal tersebut, bagaimanapun lingkungan telah membentuk kepribadiannya sehingga ketertarikan untuk mengikuti pendidikan sudah tidak ada lagi. Namun setelah putus sekolah tersebut ia pernah mengikuti pendidikan di salah satu LSM selama dua tahun, pendidikan tersebut merupakan pendidikan non formal yaitu berupa pengajian dan TPA. Ia mengaku bahwa keikutsertaannya mengikuti pendidikan tersebut karena dia dulunya didatangi untuk diajak belajar maka ia pun mengikutinya. Seperti penuturannya berikut ini: “Pernah ikut pengajian sama TPA di Seroja dua tahun, dulu awalnya di datangi diajak belajar gitu” (W/NV/5/01/2014) Pentingnya
pendidikan
membuat
masyarakat,
khususnya
LSM
mempunyai inisiatif untuk membuat sekolah bagi anak jalanan. Sekolah ini bukan merupakan sekolah formal namun keberadaannya sangat membantu proses pendidikan anak jalanan yang sudah tidak mengenyam pendidikan formal. Seperti commit to user yang ada di PPAP Seroja yang mempunyai program Sekolah Kita. Sekolah ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
merupakan sekolah yang khusus diberikan kepada anak jalanan. Sekolah ini merupakan sebuah bentuk kolaborasi antara Pendidikan Layanan Khusus dan Pendidikan Kesetaraan. Pendidikan Layanan Khusus merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, yang mana pendidikan yang diberikan 40% bersifat akademis dan 60 % bersifat non akademis. Namun sementara ini karena Pendidikan Layanan Khusus belum bisa mengeluarkan ijazah, pelaksanaannya disesuaikan dengan Pendidikan Kesetaraan. Menyesuaikan dengan karakteristik anak jalanan yang sangat spesial, pendidikan untuk anak jalanan dituntut banyak melakukan variasi pembelajaran agar anak tetap bertahan untuk mengikuti proses pendidikan. Hal itu bisa dilakukan diantaranya dengan membuat tempat belajar yang tidak monoton di satu tempat, sering mengadakan home visit, sering mengadakan outing class (seperti outbond, kunjungan ke pabrik, tempat wisata dll). Saat ini jumlah anak jalanan yang terdaftar di Sekolah untuk Anak Jalanan Seroja ini adalah 50 anak. PAUD Seroja, merupakan pendidikan untuk anak usia 3 hingga 6 tahun. PAUD Seroja merupakan PAUD yang diperuntukkan bagi anak jalanan dan anak keluarga miskin. Hal ini mengingat banyak anak-anak yang masih usia balita menjadi anak jalanan (mengemis atau mengamen). Sebagaimana kita pahami bersama bahwa pendidikan anak pada usia dini sangatlah penting, karena pada masa inilah sekitar 80% terjadi perkembangan otak. Anak lebih mudah menerima nilai-nilai dari luar. Demikian pula halnya bagi anak jalanan. Dengan memberikan pendidikan di usia dini kepada mereka diharapkan dapat membentuk landasan karakter, mental dan kepribadian yang baik dan kuat bagi mereka, sehingga kemudian ia memiliki kemauan yang keras untuk mengikuti proses-proses pendidikan di usia berikutnya. Di LSM pemerhati anak jalanan lain yaitu LSK Bina Bakat juga sangat memperhatikan pendidikan bagi anak-anak jalanan yang dibinanya. Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Peranan peserta didik dalam kehidupan masyarakat baik sebagai individu maupun commitmerupakan to user sebagai anggota kelompok masyarakat keluaran (output) dari sistem
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
dan fungsi pendidikan. Pada hakikatnya fungsi pendidikan adalah untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia, serta mengembangkan kemampuannya. Salah satu informan kami, YT mengaku putrinya pernah mengikuti pendidikan non formal di LSK Bina Bakat, bahkan rumahnya sendiri yang dijadikan tempat pengajarannya seperti penuturannya berikut: “Kalau ikut di Bina Bakat cukup lama. Gurunya sudah pernah ngajar disini, ngajarnya dari kelas 4 sampai SMA, gurunya sendiri-sendiri. Jadi yang ngajar kelas 4 ada, yang ngajar kelas 5 ada, yang ngajar kelas 6 juga ada. SMP sampai SMA juga ada. Ya banyak mas sini yang ikut, sampai lulusan, ujian seperi itu. Anak-anak yang belum lulus itu pada ikut semua” (W/YT/05/01/2014) Sasaran dari pendidikan tersebut adalah anak-anak yang putus sekolah dan belum lulus. Jadi sekolah tersebut juga seperti sekolah pada umumnya seperti ada ujian, ada penilaian rapor, ada juga lulusannya tapi tentu saja itu juga bukan sekolah formal. Dari proses pendidikan tersebut anak-anak yang putus sekolah bisa menikmati lagi masa sekolah yang selama ini mereka tinggalkan, dengan begitu mereka lebih terdidik lagi dan diharapkan mampu menjadi manusia yang lebih baik. 3) Rumah atau Asrama Perlindungan Tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, dengan mempunyai tempat tinggal yang layak maka manusia bisa dikatakan kualitas hidupnya baik karena sudah memenuhi salah satu kebutuhan pokok. Namun tidak semua manusia mempunyai tempat tinggal yang baik, salah satunya adalah anak jalanan. Banyak dari mereka yang tinggal di emperan toko, terminal, stasiun, dan bangunan-bangunan kosong lainnya, yang mana tempat-tempat tersebut tidak bisa melindunginya secara maksimal. Atas alasan tersebut LSM mendirikan Rumah atau Asrama Perlindungan. Tempat
ini
merupakan
penampungan/pengasuhan
bagi
anak-anak
yang
membutuhkan perlindungan karena tidak memiliki tempat tinggal atau karena sedang menghadapi kasus/persoalan hidup. Untuk program ini belum terlaksana dengan baik karena kendala tempat dan dana operasional juga belum optimal. Ke commit to user depan akan diupayakan dapat memiliki tempat sendiri yang lebih kondusif dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
representatif, yang juga sekaligus sebagai lokasi Crisis Center. Seperti yang dituturkan RN berikut ini: “Untuk tempat atau asrama perlindungan ini kita masih terkendala lahan, saat ini sedang dilakukan penggalangan dana untuk pembebasan lahan seluas 1000m2” (W/RN/9/12/2013) Begitu pentingnya asrama perlindungan bagi anak jalanan maka hal itu harus segera di wujudkan, mengingat anak jalanan cenderung memperhatikan kualitas tempat tinggal mereka yang bisa dimana saja. Dengan adanya asrama maka kehidupan anak jalanan, termasuk di dalamnya pola hidup, ibadah, hingga penanaman pendidikan moral akan lebih bisa dirasakan, sehingga nantinya bisa menjadi anak yang mandiri dan berhenti menjadi anak jalanan. 4) Advokasi dan Pendampingan Kasus Seringkali anak-anak marginal dililit persoalan hidup, tidak hanya masalah ekonomi. LSM juga berusaha melakukan advokasi kasus meskipun masih terbatas. Sebagai contoh yang sudah dilakukan adalah advokasi biaya rumah sakit (agar bisa bebas biaya), advokasi hukum untuk anak yang berhadapan dengan hukum, advokasi kasus traficking, pembuatan akta kelahiran dan administrasi kependudukan lain. Dalam menjalankan program-program yang telah direncanakan tentu ada tujuan yang ingin dicapai. Banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan tujuan tersebut, sehingga dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara maksimal baik itu oleh LSM, pemerintah, maupun dari anak jalanan itu sendiri. Berhasil tidaknya program yang dijalankan tentu sangat tergantung dari elemen-elemen yang mempengaruhinya, harus ada kerja sama yang baik sehingga nantinya terwujud tujuan yang dicita-citakan. Mengubah mindset anak jalanan merupakan hal yang sulit, sehingga bagi LSM bisa merubah mindset itu merupakan hal yang sudah sangat hebat. Pendidikan yang diajarkan di lingkungan keluarga oleh orang tua, sangat mempengaruhi tindakan yang dilakukan anak jalanan. Hal itu dikarenakan keluarga merupakan tempat sosialisasi primer bagi anak terutama dalam pengajaran moral dan pendidikan. Bagito anak commit user jalanan yang mengalami putus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
sekolah, mereka membutuhkan setidaknya pendidikan kesetaraan yang bisa menjadikan sumber daya manusianya lebih baik. Bagi LSM, salah satu indikator keberhasilan program penanganan anak jalanan adalah anak itu mempunyai keluaran (output) yang baik setelah mengikuti pendidikan maupun pelatihan. Keluaran yang baik itu dilihat dari berubahnya perilaku anak jalanan, mereka lebih bisa menjaga kedisiplinan, bisa mengaplikasikan apa yang telah diajarkan serta lebih tertarik untuk mengikuti pendidikan. Hal itu sesuai dengan penuturan informan kami berikut: “Kita selalu berupaya untuk memberikan out put yang baik pada anak. Pada dasarnya pendidikan yang kita upayakan adalah pendidikan kesetaraan. Tapi yang paling penting adalah bagaimana kita mengubah mental anak jalanan itu sendiri. Bagaimana kita menanamkan kedisiplinan, nilai-nilai moral dan agama agar kelak anak itu bisa menjadi baik. Sebagian besar anak itu sudah tidak tertarik lagi untuk belajar akademik, mereka bilang wegah mikir maka dari itu kita upayakan juga pendidikan non akademik yang meliputi kursus dan pelatihan. Tapi kita juga mendukung bagi anak yang ingin sekolah di sekolah umum, biasanya kita usahakan beasiswa. namun bagi yang mengikuti pendidikan kesetaraan kita juga mengusahakan ijasah.” (W/RN/6/12/2013) Bagi anak yang sudah putus sekolah, mengikuti pendidikan kesetaraan merupakan hal yang sangat mereka tidak sukai. Mereka lebih cenderung memilih bekerja di jalanan sebagai pengamen atau pengemis daripada mengikuti pendidikan kesetaraan. Namun lambat laun mereka lebih mengerti tentang arti pendidikan sehingga mereka mengikuti program pendidikan tersebut. Menjalani kehidupan di jalan sebagai anak jalanan memang bukan merupakan profesi yang ideal bagi seseorang anak. Kehidupan jalanan yang keras turut membangun watak anak menjadi lebih aktif dan sulit terkontrol. Untuk mengubah itu semua tentu butuh proses yang panjang serta kemauan yang tinggi sehingga nanti bisa terwujud perubahan profesi anak jalanan itu. Seperti yang dituturkan ML selaku Manager Program Sektor Informal Perkotaan LSK Bina Bakat bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pelatihan-pelatihan yang dijalankan adalah bisa mengubah profesi anak jalanan itu sendiri. Jadi program tersebut bisa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
dikatakan berhasil jika anak jalanan sudah tidak lagi turun ke jalan dan sudah beralih profesi. Seperti penuturan beliau berikut ini: “Out put kita adalah anak itu sudah tidak lagi ada di jalanan, dalam artian sudah beralih profesi. Dari sini banyak yang sudah keluar dan sudah mempunyai profesi seperti ada yang kerja di hotel di jogja, ada yang di pelayaran jadi ABK, ada yang kerja di POM Bensin di manahan” (W/ML/23/12/2013) Anak jalanan yang sudah beralih profesi menandakan pola pikir mereka sudah berubah untuk menjadi lebih maju. Inilah sebenarnya tujuan yang ingin dicapai, yaitu bagaimana anak itu sudah tidak lagi turun ke jalan. Tentu untuk mencapai tujuan tersebut perlu diiringi kemauan yang tinggi dari anak jalanan itu sendiri, tanpa itu semua tujuan tersebut tidak akan pernah tercapai. Untuk meningkatkan motivasi dalam mengikuti program pelatihan dibutuhkan rangsangan-rangsangan yang positif untuk menggerakkan kemauan anak jalanan tersebut. Salah satunya adalah dengan membujuknya, memberi hadiah-hadiah sehingga nantinya mereka lebih tertarik. Seperti yang dituturkan informan kami berikut ini: “Antusiasme anak untuk mengikuti program cukup bagus karena kalau dari kita biasanya sebelum pelatihan kita kasih tahu dulu, nanti dapat apa biar semangat gitu. Misalnya saja pelatihan masak, nanti besok alatnya buat kamu. Jadi mereka semangat ikut pelatihan” (W/ML/23/12/2013) Usaha-usaha seperti pemberian hadiah merupakan cara yang efektif untuk membuat anak jalanan tertarik mengikuti program pelatihan. Seperti anak pada umumnya, mereka sangat menyukai hadiah, juga program pelatihan yang variatif sehingga tidak monoton. Dengan adanya program yang bervariasi anak jalanan akan lebih tertarik sehingga nantinya mereka mampu mengubah dirinya sendiri menjadi lebih baik. b. Penanganan Anak Jalanan oleh Pemerintah Salah satu permasalahan sosial di perkotaan yang sulit ditangani kotakota besar di Indonesia adalah masih banyaknya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Sifat mereka yang sangat dinamis menyulitkan commit to user untuk dilakukan penertiban dan pembinaan. Keberadaan mereka juga dianggap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
bisa mengganggu ketertiban umum, dan merusak estetika sebuah kota. Aktivitas mereka sehari-hari di jalan, pasar, perkampungan secara tidak langsung menginspirasi orang lain yang memiliki keputus-asaan untuk meniru dan ikutikutan menjadikan hal tersebut menjadi profesi. Sikap para dermawan yang memberi uang pada mereka juga turut memberi sebuah kesempatan kemunculan PGOT (Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar) baru. Tidak salah memang memberi kepada sesama, karena semua agama mengajarkan itu namun secara tidak sadar kita mendidik mereka secara tidak baik. Memberikan sesuatu pada mereka, berarti kita tidak membuat mereka sadar untuk bekerja namun mindset mereka masih pada hal yang lebih praktis yaitu meminta-minta. Semenjak ditetapkan sebagai Kota Layak Anak, Pemerintah Kota Surakarta kemudian melakukan banyak agenda terkait dengan penyiapan dan pengembangan Kota Surakarta sebagai Kota Layak Anak, salah satunya untuk menangani anak jalanan. Menurut Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Surakarta Anung Indro Susanto (2013) bahwa salah satu indikator layak anak berarti tidak ada lagi anak jalanan. Hal tersebut berarti bahwa untuk menjadikan Kota Solo sebagai KLA maka hal yang harus diperhatikan adalah keberadaan anak jalanan itu sendiri. Anung mengakui bahwa masih banyak anak-anak berkeliaran di jalanan protokol, oleh karena itu akan dilakukan penanganan langsung ke lapangan. Pemerintah dalam hal ini Dinsos setiap tahun akan merencanakan dan melaksanakan program untuk menangani PMKS. Dari PMKS tersebut tidak semua yang akan ditangani selama perencanaan program, namun step by step. Untuk melaksanakan penanganan masalah anak jalanan, langkah-langkah yang dilakukan Dinsos yaitu: 1) Penjaringan Anak Jalanan Untuk mengetahui kondisi di lapangan meliputi aktivitas yang dilakukan anak-anak jalanan tersebut, maka Dinsos melakukan tindakan langsung dengan cara menggelar penjaringan anak jalanan. Penjaringan tersebut dilakukan di jalanjalan protokol serta tempat-tempat yang biasa dijadikan anak jalanan untuk commit to user beroperasi. Informan kami dari Dinsos mengatakan bahwa kantong persebaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
anak jalanan di Kota Surakarta sangat merata karena memang setiap lokasi mempunyai tempat keramaian tersendiri. Berikut penuturan informan kami ketika ditanya perihal kantong-kantong persebaran anak jalanan di Kota Surakarta: “Kantong-kantong titiknya ada di panggung, di manahan, ngemplak, kalau di selatan itu ya di gemblegan, baturono” (W/TR/09/01/2014) Persebaran
anak
jalanan
yang
merata
di
setiap
sudut
kota,
mengindikasikan bahwa masih banyak terdapat daerah-daerah yang masih rawan sosial. Daerah rawan sosial biasanya sebagian besar penduduknya memiliki kesulitan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, karena pendapatan mereka tidak menentu dan cenderung kecil. Sama halnya di kota-kota besar lain, masih banyak terdapat ketimpangan sosial maupun ekonomi yang terjadi, hal ini bisa kita lihat dari daerah-daerah elit di Kota Surakarta seperti jl. Slamet Riyadi, Solo Baru, yang menampilkan gedung-gedung tinggi serta permukiman elit, sangat kontras jika dibandingkan dengan daerah bantaran sungai atau pinggiran yang begitu kumuh. Dalam pelaksanaannya di lapangan, penjaringan tidak dilakukan secara rutin. Dalam satu tahun TR mengaku bahwa hanya terdapat penjaringan selama enam kali, yang mana semua itu tujuannya untuk meminimalir anak untuk tidak turun ke jalan. Seperti penuturannya berikut ketika kami tanya mengenai jadwal untuk melakukan penjaringan: “(rutin tidak razianya) oh tidak-tidak, itu setahun 6 kali, yang 8 kali juga ada tapi waktunya juga gak tentu, itu juga diliput wartawan juga media. Itu tujuannya yaitu meminimalisir anak turun ke jalan” (W/TR/09/01/2014) Namun dari penjaringan yang dilakukan Dinsos, terdapat fakta lain yang mengatakan bahwa kebanyakan anak yang terkena penjaringan merupakan anak yang berasal dari luar daerah. Seperti yang dituturkan TR berikut: “Kalau kebanyakan dari data itu anak-anak yang dari luar kota, ini boro istilahnya ikut orang tuanya” (W/TR/09/01/2014) Istilah “boro” sendiri artinya merantau, jadi menurut Dinsos anak jalanan commit to user yang berkeliaran di jalanan ini sebenarnya merupakan anak daerah yang orang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
tuanya bekerja di Solo. Peneliti sendiri mengasumsikan bahwa anak yang turun ke jalan biasanya orang tuanya berasal dari kalangan yang tidak mampu, bisa jadi malah orang tuanya sendiri juga pengemis atau pengamen sehingga anak mengimitasi pekerjaan yang dilakukan orang tuanya. Dalam melakukan penjaringan, Dinsos melakukan dua cara yang berbeda untuk menangai anak jalanan yang berasal dari luar daerah dan yang berasal dari daerah Kota Solo sendiri. Pada nantinya anak tersebut akan diperlakukan sama, yaitu dipulangkan ke rumahnya masing-masing. Kalau anak yang dari luar daerah akan dipulangkan langsung ke daerah asalnya, namun untuk yang berasal dari dalam kota pemulangannya akan melalui kelurahan sehingga nanti kelurahan memberi himbauan yang pada nantinya akan di kembalikan ke orang tua. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan informan kami berikut: “...lha itu kita turun ke lapangan, kita data setelah di lapangan kita pilah, anak yang dari luar kota kita dan dalam kota. Kalau anak itu dari luar kota lha ini kita pulangkan ke asalnya, yang dari daerah atau dalam kota juga kita pulangkan melalui kelurahan, melalui wilayah” (W/TR/09/01/2014) Bukan perkara mudah untuk bisa memberi pengertian kepada anak jalanan agar tidak turun ke jalan. Hal itu karena didasari beberapa faktor dominan yang membuat sistem tersebut sulit untuk diputus. Sebenarnya muara dari semua permasalahan ini adalah kesulitan ekonomi, jika hal tersebut bisa diperbaiki maka semua sistem yang lain akan mengikutinya dengan sendiri. Padahal untuk menciptakan kemapanan ekonomi dibutuhkan SDM yang berkualitas, inovasi yang tiada henti terhadap suatu usaha, kreatifitas, yang mana semua hal tersebut akan menciptakan suatu pekerjaan yang baik yang ujung-ujungnya nanti akan meningkatkan pendapatan. Dalam pelaksanaannya penjaringan yang dilakukan ditemui banyak kendala di lapangan. Pandangan anak jalanan terhadap petugas selama ini juga tidak begitu baik, mereka menganggap petugas merupakan sesuatu yang harus dihindari ketika di jalan. Anak jalanan juga menstigmakan bahwa dalam penjaringan itu akan banyak terdapat kekerasan yang membuat mereka takut dan commit to user menghindar ketika berhadapan dengannya. Setelah menangani anak jalanan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
selama bertahun-tahun tentu Dinsos akan mengetahui betul bagaimana karakteristik mereka, bagaimana perilaku mereka ketika ada Penjaringan. Berbekal modal tersebut Dinsos melakukan evaluasi dengan tidak menerjunkan Satpol PP secara langsung, namun dengan pendekatan yang lebih persuasif tanpa melakukan hal-hal yang represif. Langkah seperti itu dianggap lebih mampu membujuk anak jalanan untuk mau bersikap kooperatif dengan petugas saat penjaringan dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan kami berikut: “..takutnya anak itu pada Satpol, traumanya itu pada mobilnya, kalau udah kelihatan mobilnya mereka lari. Tapi dengan evaluasi itu kita gunakan metode, Satpol fungsi hanya memback up, dari kejauhan hanya beberapa meter, yang jalan dinas pakaian preman. Saya pakaian batik biasa sama LK3 lembaga konsultasi, Polisi hanya memback up dari belakang bilamana ada hal-hal yang tidak diinginkan, kalau megang dia lari juga gak saya kejar” Untuk memberi pembinaan yang baik memang dibutuhkan upaya pendekatan yang lebih bersifat persuasif dan menghindari sikap-sikap kekerasan. Jika hal tersebut dilakukan, peluang untuk membuat anak mengikuti program pelatihan semakin besar sehingga nantinya diharapkan dapat menjadi efek domino bagi anak jalanan lainnya. 2) Identifikasi Setelah dilakukan penjaringan anak jalanan, langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi. Identifkasi merupakan langkah pokok yang sangat diperlukan untuk memperoleh data anak jalanan. Proses identifikasi dilakukan setelah anak-anak yang terkena razia tersebut dikumpulkan di suatu tempat, lalu di data mengenai nama, umur, alamat, pekerjaan orang tua, asal daerah dll. Hal tersebut dimaksudkan agar bisa memperoleh data yang dapat digunakan untuk bahan evaluasi selanjutnya. Dalam melakukan identifikasi Dinsos dibantu banyak jejaring sosial di pemerintahan seperti Satpol, Kepolisian, LK3, dan Dinas Pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan penuturan informan kami berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
“Dalam proses identifikasi tersebut, kita terjun ke lapangan merupakan tim koalisi dibantu satpol, kepolisian, sama lembaga LK3 konsultasi” (W/TR/09/01/2014) Untuk mengoptimalkan identifikasi kepada anak jalanan yang terkena penjaringan, Dinsos menggandeng berbagai jejaring sosial agar mampu membantu memaksimalkan peran dari masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya jejaring sosial yang digandeng menjadi bukti bahwa anak jalanan memang perlu penanganan secara khusus dan membutuhkan proses yang berkelanjutan. Seperti misalnya dalam proses penjaringan terdapat anak yang masih sekolah yang karena orang tuanya tidak mampu maka dia ada di jalan mengamen, hal itu nantinya bisa dibantu Dinas Pendidikan dengan cara memberikan beasiswa pendidikan agar anak tersebut bisa sekolah lagi tanpa mencari uang di jalan. Begitu juga dengan masalah-masalah lainnya yang membutuhkan dinas atau lembaga terkait untuk menanganinya. Dalam melakukan identifikasi juga akan dipilah antara anak yang berasal dari dalam kota dan dari luar kota. Untuk program Dinsos sendiri memang memprioritaskan anak yang berasal dari dalam kota untuk diberi pembinaan lanjutan, untuk anak yang berasal dari luar daerah akan diberi uang saku dan akan dipulangkan ke daerah asalnya. 3) Home Visit Dalam melakukan penanganan anak jalanan dibutuhkan upaya yang berkelanjutan dan terarah agar hasilnya bisa maksimal. Harus dibangun sistem yang baik untuk menghubungkan penyebab masalah kepada proses pemecahan masalah, dan tidak bisa dilakukan setengah-setengah karena nanti hasilnya juga tidak maksimal. Seperti misalnya setelah dilakukan penjaringan, tidak ada lagi penanganan tingkat lanjut. Hal yang semacam ini akan membuat sistem untuk memecahkan masalah tadi tidak nyambung hingga akhirnya anak jalanan tidak tertangani. Pengintegrasian sistem penanganan yang baik pada anak jalanan akan bisa menumbuhkan optimisme yang lebih tentang hasil akhir yang diidamidamkan. Penulis menganalogikancommit permasalahan to user anak jalanan ini seperti sungai.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Air yang mengalir pada sungai itu mempunyai hulu yang disebut mata air, lalu sungai adalah bagian dari pengaliran air tersebut dan dari air sungai yang mengalir itu tujuan akhirnya adalah muara yang berada di laut. Begitu juga dengan anak jalanan, dia berada di jalan karena sebab, lalu dari sebab tersebut anak jalanan akan melakukan aktivitasnya dijalan entah itu sebagai pengamen, pengemis dsb. Dari semua yang telah dilalui tersebut akan ada tujuan yang akan dituju selanjutnya, lha disini peran program penanganan Dinsos untuk mengantarkan anak jalanan menuju tujuan yang lebih baik. Setelah dilakukan penjaringan dan identifikasi langkah selanjutnya adalah melakukan home visit. Home visit mempunyai tujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai latar belakang anak jalanan tersebut, entah itu keluarganya, pendidikannya, pekerjaan orang tuanya, keadaan rumahnya dan sebagainya. Tidak berhenti sampai disitu, home visit juga bisa dilakukan dengan cara menggali data dari tetangga-tetangganya tersebut untuk membandingkan dan mencari fakta yang sebenarnya tentang data anak jalanan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan yang dituturkan informan kami berikut: “..Lantas tidak berhenti sampai kesitu, kita ada identifikasi lanjutan yaitu home visit. Untuk apa dilakukan home visit untuk kita ketahui bagaimana latar belakang keluarganya, latar belakang anak. Jadi home visit mengetahui anak, latar belakang pendidikan, pergaulan di luar rumah, anak itu masih sekolah atau drop out, keluarganya dari yang tidak mampu atau keluarga yang broken home, nanti data itu kita tampung kita crosceck dengan tetangganya juga lha setelah itu ada program.” (W/TR/09/01/2014) Untuk mengetahui latar belakang anak dan keluarganya, home visit memang sangat penting dilakukan. Dengan melakukan home visit maka akan diketahui secara pasti penyebab utama anak itu turun ke jalan, hal itu bisa digunakan sebagai data dan sumber evaluasi dalam penanganan permasalahan anak jalanan. Untuk langkah lebih lanjut, upaya penanganan Dinsos akan lebih banyak lagi melibatkan jaringan sosial yang ada. Lalu tinggal bagaimana Dinsos mengefektifkan peran dan fungsi masing-masing jejaring sosial tersebut agar bisa maksimal menangani anak jalanan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Setelah dilakukan home visit
akan dilakukan program pelatihan.
Program pelatihan ini sendiri ditujukan untuk anak jalanan yang terjaring saat razia, juga bagi anak jalanan secara umum yang mau mengikuti. Namun sekali lagi ada hambatan yang menghampiri yaitu bagaimana membujuk agar anak jalanan tersebut mau mengikuti pelatihan yang diadakan. Sebenarnya kalau mau dikalkulasikan, dengan mengikuti pelatihan tersebut anak jalanan akan lebih diuntungkan karena mendapat berbagai fasilitas selama pelatihan. Fasilitas itu bisa berupa uang transport, makan, hingga pemberian alat pelatihan setelah selesai. Namun iming-iming tersebut nyatanya tidak begitu menarik bagi mereka, mereka lebih memilih di jalanan mencari uang receh demi receh. Dinsos mengaku kesulitan membujuk anak-anak tersebut, hingga sampai harus meminta bantuan dari pihak kelurahan masing-masing. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan kami berikut: “Setelah kita home visit, besok ada pelatihan itu susahnya kita membujuk mas, mbok ya kamu ikut. Lalu tokoh masyarakat kita libatkan, pokoknya dalam satu wilayah itu satu orang harus ikut, untuk memancing. Yang lainnya kan gak ikut, itu setiap hari kan pulang to mas, nanti tanya sama temene, tadi disana diberi apa dikasih apa, nanti disana ada pelatihan, dapat makan dapat transport, lha yang lainnya ini terpancing.” (W/TR/09/01/2014) Dalam
setiap
persoalan
pasti
akan
ada
tantangannya
untuk
menyelesaikannya, begitu juga dengan menangani anak jalanan ini. Tantangan dari anak jalanan itu sendiri, dari orang tuanya, dari lingkungannya semuanya saling mempengaruhi sehingga akan membuat anak tidak mempunyai pendirian yang kuat. Julukan yang diberikan kepadanya pun juga akan mengokohkan pribadi dia sebenarnya. Setiap hari dibilang anak nakal, anak jalanan, akan membuat dirinya kehilangan rasa malu untuk melakukan kegiatan yang sama. Dia malah akan menunjukkan keberadaannya dan meniru sikap dan perilaku anakanak lain yang berada di jalanan. Misalnya untuk bisa dikatakan sebagai preman maka harus mempunyai penampilan sangar, perkataan yang keras, tingkah laku brutal dan sebagainya. Begitu juga anak jalanan dia akan membuat sama dirinya dengan orang lain yang dianggap commit memilikitokesamaan dalam kehidupannya. user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Harus diakui bahwa hal yang paling susah menangani anak jalanan itu adalah mengubah mindset mereka. Namun bukan berarti anak jalanan adalah anak bebal yang tidak bisa diatur. Untuk mengubah pola pikir tersebut hal yang harus diutamakan adalah meningkatkan kualitas pendidikan mereka. Bagi anak yang masih bersekolah akan diupayakan agar anak tersebut kembali ke sekolahnya dan tidak kembali ke jalan, namun penanganan berbeda ada bagi anak yang sudah tidak bersekolah. Untuk meningkatkan pendidikan tidak harus melalui sekolah formal dan diperbanyak teori-teori, melainkan bisa juga dengan cara sekolah non formal melalui pelatihan dan khursus. Dalam ilmu sosial, perubahan yang terjadi bisa dengan cepat merambat ke dalam masyarakat yang akhirnya menjadikan budaya “imitasi” yaitu perilaku meniru sikap dan tingkah laku orang lain. Budaya imitasi tersebut bisa berdampak, baik ataupun buruk tergantung bagaimana penilaian masyarakat setempat. Budaya imitasi tersebut yang paling efektif adalah terjadi pada keluarga, seorang anak akan mengikuti tingkah laku orang tuanya walaupun orang tuanya tidak menyuruhnya. Menyadari arti penting orang tua terutama keluarga bagi seoarang anak maka Dinsos mengadakan program Wanita Rawan Sosial Ekonomi. Program itu ditujukan untuk para orang tua yang masuk kategori miskin, khususnya bagi orang tua anak jalanan. Home visit yang dilakukan kepada anak jalanan yang terkena penjaringan secara langsung pasti akan menyasar kepada bagaimana keadaan keluarganya. Bila dari hasil home visit tadi diketahui keluarganya memang dari keluarga yang tidak mampu maka akan bisa diajukan untuk program Wanita Rawan Sosial Ekonomi tersebut. Hal itu sesuai yang diutarakan informan kami berikut: “Lha dari hasil home visit tadi kan kita ketahui dari keluarga tidak mampu, lha Dinsos itu ada program Wanita Rawan Sosial Ekonomi lha itu digarap juga, ada program pelatihannya, tata boga, menjahit, itu untuk orang tua yang tidak mampu tadi. Lha kan ilmu sosial itu 1+1 tidak sama dengan 2, jadi kita home visit itu oo berarti tinggal di keluarga miskin, jadi kalau ada program bisa dimasukkan, rumah tidak layak huni umpamanya ada program itu bisa” (W/TR/09/01/2014) Dari pernyataan-pernyataan tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa commit to user dengan melakukan home visit akan lebih diketahui lagi bagaimana latar belakang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
seorang anak, entah itu keluarganya, pendidikannya, pekerjaan orang tuanya, rumahnya dsb. yang mana nantinya bisa digunakan sebagai pertimbangan untuk diajukan berbagai macam program yang dicanangkan pemerintah. Juga dibutuhkan usaha yang berkelanjutan serta program yang jelas agar nantinya penanganan anak jalanan bisa menjadi lebih maksimal. 4) Pelatihan Keterampilan Dalam penanganan masalah anak jalanan diperlukan langkah yang runtut dan melalui step by step agar bisa berjalan sesuai rencana yang sudah ditetapkan. Tim work anak jalanan harus bekerja secara gotong royong agar bisa berjalan serasi dan bisa saling mengisi kekurangan satu sama lain. Ini bukan soal spesialisasi penanganan dari masing-masing jejaring sosial itu namun lebih ke bagaimana agar bisa maksimal dalam penanganannya. Dari langkah pertama yang sudah dilakukan yaitu penjaringan, akan didapatkan anak-anak yang turun ke jalan. Setelah itu akan dilakukan identifikasi, home visit dan yang paling akhir yaitu berupa pelatihan keterampilan. Pelatihan keterampilan mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan keterampilan anak agar mampu menguasai suatu bidang dan nanti diharapkan anak tersebut bisa mengembangkannya. Dengan mengikuti kegiatan yang benar anak jalanan dibimbing untuk bisa mandiri sehingga masa depannya lebih terjamin. Banyak program pelatihan yang sudah dilakukan Dinsos untuk penangani anak jalanan, dari program tersebut diantaranya adalah pelatihan letter dan design grafis. Pelatihan letter adalah pelatihan seperti membuat plat, membuat stempel dsb, sedangkan
desain
grafis
adalah
pelatihan
berbasis
komputer
untuk
mengembangkan kreatifitas mendesain gambar, kartun, logo, dan lain-lain yang berhubungan dengan desain. Setelah pelatihan tersebut selesai maka alat-alat yang digunakan akan diberikan untuk anak jalanan tersebut sebagai modal untuk dikembangkan lebih lanjut. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan informan kami berikut: “Kalau di 2011 itu ada pelatihan Leter, dulu tempat pelatihannya di Baluwarti, 2012 itu Design Grafis itu modalnya bantuannya kelompok commit useritu tadi satu anak satu paket. Jadi lengkap soalnya komputer kalautoLeter
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
nanti kalau pelatihannya sudah selesai komputernya tadi diberikan untuk dikembangkan, tidak berhenti sampai itu mas kita monitoring bener gak, dikembangkan gak, dapet ilmu dapet bantuan. Dari monitoring itu ada yang dikembangkan secara pribadi, atau usaha, ikut pelatihnya kalau Leter itu di Kalilarangan, bahkan ada yang mau dijual juga, itu fungsinya monitoring” (W/TR/09/01/2014) Setelah dilakukan pelatihan tentu langkah selanjutnya adalah memantau kegiatan apakah dikembangkan atau tidak ilmu yang sudah di dapat, kegiatan semacam inilah yang disebut monitoring. Dengan diadakannya monitoring akan lebih diketahui sejauh mana anak jalanan tersebut mengembangkan pelatihan yang didapat. Dalam menangani permasalahan sosial di sebuah kota diperlukan kerjasama dari lembaga-lembaga terkait agar bisa maksimal. Dalam hal ini kapasitas lembaga-lembaga tersebut adalah setara dan saling mengisi satu sama lain, artinya tidak ada lembaga yang lebih tinggi dari lembaga yang lain namun semuanya bisa dikatakan setara termasuk dalam pembagian tugasnya. Dinsos menyadari bahwa tidak bisa menangani permasalahan itu sendirian, makanya dia perlu menggandeng pihak-pihak yang sekiranya mampu menjadi mitra kerja. Tim kerja dalam penanganan anak jalanan itu terdiri dari unsur-unsur yang berbeda. Tim kerja tersebut yaitu: 1) Dinsosnakertrans 2) Kepolisian 3) Satpol PP 4) TKSK (Tenaga Kerja Sosial Kecamatan) Tim kerja tersebut akan berangkat bersama ketika ada penanganan di lapangan,
yaitu
penjaringan.
Dinsosnakertrans
merupakan
dinas
yang
berkewajiban mengurus permasalahan sosial seperti PGOT termasuk di dalamnya anak jalanan. Kepolisian dan Satpol PP berfungsi untuk memback up upaya penjaringan itu sendiri, jadi nanti kalau ada apa-apa di jalan itu ranahnya kepolisian dan Satpol PP. Sedangkan TKSK tugasnya membantu dinsos dalam melakukan penjaringan, selain itu juga sebagai pendata dan langkah-langkah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
hubungan masyarakat seperti koordinasi dengan kelurahan atau daerah anak jalanan tersebut berasal. Selain tim kerja, ada juga yang dinamakan jejaring sosial. Jadi jejaring sosial itu sendiri merupakan lembaga yang menjadi mitra dalam penanganan anak jalanan. Jejaring sosial itu diantaranya adalah: 1) Panti sosial anak 2) Dinas Pendidikan 3) Lembaga pendidikan 4) Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) 5) Kepolisian 6) Stasiun kereta api 7) Terminal bus 8) RSUD, RSJ, LSM, LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) Dinas dan lembaga-lembaga tersebut merupakan mitra, sehingga keberadaannya sangatlah membantu, bahkan tanpa mereka Dinsos gak akan bisa bekerja apa-apa. Hal tersebut sesuai dengan yang dituturkan informan kami berikut: “Dinas dengan lembaga-lembaga tersebut merupakan mitra, Dinas gak bisa bekerja apa-apa kalau tanpa bantuan mereka, dengan adanya mereka kita terbantu, karena dinas sendiri sendiri tidak hanya menangani khusus anak jalanan ada 24 PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial)” (W/TR/09/01/2014) Dengan banyaknya PMKS yang harus ditangani, tentu membuat pekerjaan Dinsos sendiri sangatlah berat, maka dari itu keberadaan LSM sangatlah membantu. Imbal baliknya Dinsos memberikan hibah kepada LSM tersebut, selain itu juga diberi SIUP sehingga keberadaannya jelas dilindungi undangundang. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan informan kami berikut: “Dia (lembaga) dapat hibah, dan dia terdaftar, dia punya SIUP yang mengeluarkan dinas, dia mengajukan terus dia ada bantuan baik itu progam dari Dinas Sosial Provinsi, baik dari Kementerian Sosial, lha tugas dinas ini memberikan rekomendasi.” (W/TR/09/01/2014) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
Dalam bentuk kerja sama ini jelas bahwa antara Dinas dan LSM mereka saling menguntungkan. Hal inilah yang nantinya membuat penanganan anak jalanan akan lebih mudah karena ditangani oleh banyak pihak. Namun untuk mendapatkan bantuan hibah LSM harus membuat proposal yang nantinya akan direkomendasikan ke atasan baik itu ke Dinas Sosial Provinsi ataupun Kementerian Sosial. Seperti penuturan TR berikut: “(kerjasama dengan LSM) kalau umpamanya dinas ada program hibah tadi dikasih tahu. Yang menangani anak jalanan mengajukan proposal, diberikan surat ijin operasional, kalau dari kementerian atau dari provinsi ada program bantuan, disini memberikan rekomendasi terusan ke atas.” (W/TR/09/01/2014) Dari pernyataan-pernyataan tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa dalam menangani permasalahan sosial seperti anak jalanan diperlukan tim kerja serta jejaring sosial dari berbagai pihak agar bisa secara maksimal melakukan fungsinya masing-masing, hal tersebut demi meminimalisir jumlah anak jalanan dengan memberdayakannya. Setelah diberdayakan diharapkan nantinya anak tersebut mampu hidup secara mandiri dan tidak lagi turun ke jalan. 2. Kendala Masyarakat dan Pemerintah dalam Penanganan Anak Jalanan di Kota Surakarta a. Kendala LSM dalam Penanganan Anak Jalanan Dalam menangani anak jalanan, LSM tentu mempunyai kendala-kendala baik itu menyangkut masalah pendanaan atau hal lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah kekurangan dana kerap menghambat proses kegiatan yang ada, hal itu dikarenakan pengumpulan dana dari para donatur yang terlambat atau defisit anggaran. Tentunya untuk mengatasi permasalahan ini LSM berupaya membangun hubungan dengan pihak lain demi terselenggaranya program-program yang telah dicanangkan. Hubungan itu bisa berupa kerjasama dengan Pemkot khususnya Dinsos, Kemensos, LSM lain, lembaga swasta atau dengan masyarakat langsung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
yang menjadi donatur secara tetap maupun tidak. Hal itu diperlukan karena LSM tidak bisa berjalan sendiri tanpa ada campur tangan pihak lain. Penerimaan dana tetap yang kecil, dan ketergantungan pada donatur yang juga kadang tidak tentu, membuat aktivitas yang akan dijalankan di LSM bisa terhambat. Kendala juga bukan hanya terkait dengan pendanaan, permasalahan perijinan dari orang tua anak jalanan juga merupakan kendala yang serius. Seperti yang diutarakan informan kami berikut ini: “Kendala itu cukup banyak, untuk pendanaan kita juga masih memiliki masalah karena penerimaan biaya tetap kita sangat kecil. Kita sangat bergantung pada donatur, kadang ada yang kasih 50 ribu, 100 ribu, paling banyak 500 ribu. Walaupun begitu kita punya beberapa donatur tetap demi keberlangsungan program. Untuk dana dari Pemerintah Daerah sendiri tidak ada anggaran tetap, namun biasanya dari Pemerintah Pusat, Kemensos ada dana dengan kita mengajukan proposal, tapi itu pun tidak tetap. Selain itu kendala juga datang dari orang tua, banyak orang tua yang tidak bisa diajak bekerja sama dengan baik. Misalnya anaknya jadi pengamen atau pengemis mereka bilang, wes ngamen wae. Kita sulitnya disitu, bagaimana menanamkan mental kepada mereka. Karena mengubah mental satu anak jalanan saja itu sudah luar biasa” (W/RN/6/12/2013). Kendala yang dihadapi dalam penanganan anak jalanan di LSM bisa berasal dari berbagai macam hal. Terkait dengan masalah pendanaan memang itu menjadi kendala utama yang ada di LSM, karena memang penerimaan dana yang tidak menentu membuat pengelola kesulitan merencanakan program apa yang hendak di jalankan. Ketiadaan dana tetap dari Pemkot membuat pengelola LSM berupaya mencari sumber dana lain yang diantaranya adalah dari Kemensos dengan cara mengajukan proposal. Namun ketidaktentuan dana tersebut bisa diatasi dengan menarik donatur yang nantinya bisa membantu kelancaran jalannya program penanganan anak jalanan tersebut. Selain permasalahan dana, kendala juga datang dari orang tua anak jalanan. Semangat anak jalanan untuk mengikuti pendidikan atau pelatihan jika tidak didukung oleh orang tua juga akan meredupkan motivasi anak itu sendiri. Kesulitan perekonomian keluarga ditengarai menjadi penyebab kurangnya dukungan dari orang tua. Orang tua to akan commit userlebih senang bila anaknya bisa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
membantunya mencari uang di jalanan daripada membuang waktu di tempat pelatihan. Mengemis, mengamen, memulung sudah menjadi profesi dan gaya hidup yang sulit untuk dirubah. Pola pikir anak jalanan yang sudah ditanamkan oleh orang tuanya sejak kecil sangat sulit dirubah apalagi dihilangkan. Maka dari itu salah satu indikator keberhasilan LSM dalam penanganan anak jalanan adalah anak jalanan itu bisa dirubah pola pikirnya sehingga sudah mau mencari pekerjaan lain dan sudah tidak menjadi anak jalanan. Bila dukungan dari orang tua sudah ada namun juga tidak diiringi kemauan oleh anak jalanan tersebut juga akan menjadikan kendala. Anak jalanan disini berperan sebagai subyek yang akan dibimbing untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi mereka, bila dalam pelaksanaannya tidak serius atau terkesan malas-malasan juga akan membuat pelatihan atau pendidikan yang ditempuh menjadi tidak berhasil. Sifat anak yang malas-malasan membuat program pelatihan juga terhambat. Malas-malasan itu bisa dilihat dari para anak jalanan yang ingin dijemput saat latihan akan dilaksanakan, tidak mengikuti pelatihan tanpa sebab, dll. Hal itu sesuai dengan penuturan informan kami berikut ini: “Antara suka dan duka sebenarnya kendalanya gak ada mas. Cuma mobilitas anak-anak saja yang terkendala misalnya aku latihan pethuk’en pak (aku latihan tolong dijemput pak) untuk pengadaan barang dan peralatan selama ini bisa kami penuhi dan kita kasih apa adanya ke anakanak” Dari pernyataan-pernyataan tersebut bisa disimpulkan bahwa sebenarnya kendala LSM dalam penanganan anak jalanan itu bisa disebabkan berbagai hal antara lain: 1) Dari LSM itu sendiri yaitu berupa kurangnya fasilitas penunjang, tenaga pendidik yang kurang, yang semuanya berpangkal dari keterbatassan dana. 2) Dari orang tua anak jalanan yang kurang mendukung anaknya mengikuti pelatihan atau pendidikan di LSM. 3) Dari anak jalanan itu sendiri yang kurang motivasi, cenderung malascommit to user atau pendidikan. malasan mengikuti program pelatihan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
b. Kendala Pemerintah dalam Penanganan Anak Jalanan Dalam menjalankan sebuah program tentu dibutuhkan usaha yang konsisten dan dilakukan secara terus menerus agar tingkat keberhasilannya bisa menjadi besar. Penanganan anak jalanan tidak selalu berjalan mulus sesuai dengan rencana, banyak hal yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga akan ditemukan berbagai kendala. Untuk meminimalisir hambatan-hambatan tersebut akan diterjunkan banyak pihak dengan fungsinya masing-masing yang mempunyai tujuan sama dengan Dinsos. Fungsi masing-masing lembaga tersebut akan saling melengkapi satu sama lain sehingga pekerjaan akan lebih mudah. Keberadaan anak jalanan di Kota Surakarta akan dengan mudah ditemui di setiap sudut wilayah. Sifat mereka sangat dinamis dan fleksibel sehingga akan selalu berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya. Sifat yang dinamis itulah yang membuat penanganan anak jalanan menemui banyak kendala karena petugas akan sulit dalam melakukan proses sosialisasi. Dari kebanyakan anak jalanan juga akan ditemui bahwa tingkat pendidikannya rendah, hal itulah yang membuat mindset mereka sulit dirubah agar tidak turun ke jalan lagi. Hal tersebut sesuai dengan yang dituturkan informan kami berikut: “(kendala) karena dia dinamis, berpindah-pindah, yang kedua latar belakang pendidikannya rendah. Jadi cara kita memberikan suatu pemahaman, pemberitaan itu memang step by step karena memang merubah mindset itu paling susah” (W/TR/09/01/2014) Untuk menangani permasalahan anak jalanan memang dibutuhkan waktu secara bertahap. Tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat, mengingat untuk merubah pola pikir manusia memerlukan penanaman yang lama dengan cara memberikan pendidikan kepadanya. Selain pendidikan, pola pikir manusia juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, lingkungan tempat tinggal anak jalanan akan membentuk karakter dan pribadinya sehingga tidak akan mudah dirubah oleh siapapun. Disaat Pemkot sedang gencar-gencarnya melakukan penjaringan dan sosialisasi kepada anak jalanan, perilaku masyarakat yang suka memberi kepada mereka malah menjadi sebuah antitesis yang secara tidak langsung memberi kesempatan bagi anak to untuk commit usermencari uang di jalan. Jika di kota
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
besar seperti Jakarta sudah mempunyai Perda tentang tidak bolehnya memberi uang pada anak jalanan, maka di Kota Surakarta baru sebatas memberi himbauan kepada para pengguna jalan. Dinsos mengaku bahwa untuk memberi himbauan tersebut sudah dilakukan kerja sama dengan berbagai pihak. Himbauan itu sendiri ditujukan kepada para pengguna jalan dan masyarakat agar tidak memberi uang di jalanan, hal tersebut dimaksudkan agar bisa mendidik anak agar tidak mencari uang di jalan. Hal tersebut sesuai dengan yang dituturkan informan kami berikut: “Terus ada program namanya himbauan, himbauan kepada pengguna jalan. Kalau di Jakarta di Jogja atau dimana gitu itu sudah ada Perdanya, siapa yang memberi kena, kalau di Solo baru himbauan. Jadi pengguna jalan itu jangan diberikan di jalan, bisa diberikan di masjid atau tempat sodaqoh, karena memberikan itu memberikan suatu kesempatan, mendidik yang tidak baik. Himbauan itu dimunculkan alot juga, Rakor antara kepolisian, Satpol, Dishub, MUI, karena dengan memberi itu yang tidak mendidik” (W/TR/09/01/2014) Keadaan kondisi jalan yang sangat padat oleh kendaraan sebenarnya sangat membahayakan bagi anak jalanan itu sendiri. Resiko kecelakaan dan tertabrak kendaraan kemungkinan besar bisa terjadi, mengingat aktivitasnya yang banyak dilakukan di jalan raya. Kegiatan seperti mengamen yang sering kejarkejaran dengan bus, menghampiri kendaraan satu persatu di lampu merah selain bisa membahakan keselamatan namun juga bisa merusak estetika kota. Hal itulah yang menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah untuk menertibkan. Seperti yang dituturkan informan kami berikut: “Tujuan utama program Dinsos ya meminimalisir supaya anak tidak turun ke jalan, karena dengan anak turun ke jalan itu riskan dengan secara pribadinya dia, baik dilihat secara kegiatannya, dari estetika kotanya, dari keselamatan mereka. Seharusnya anak ini bermain, anak belajar dengan lingkungan keluarga” (W/TR/09/01/2014) Bagi seorang anak memang seharusnya mereka belajar dan bermain. Pada fase usia anak dan remaja kegiatan seperti itu sangatlah perlu dilakukan karena nantinya anak bisa mencari jati diri mereka yang sebenarnya. Dalam hal ini peran teman sebaya sangatlah vital karena kelompok ini menjadi kelompok baru setelah keluarga dalam proses commit sosialisasi. Jika keluarga merupakan tempat to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
sosialisasi primer pertama dan utama, maka teman sebaya merupakan tempat penanaman sosialisasi baru yang dapat mempengaruhi sifat dan karakter anak. Untuk menangani masalah anak jalanan maka harus dilakukan sampai ke akar-akarnya yaitu di lingkungan sosialnya baik itu dalam keluarganya maupun di masyarakatnya. Semuanya harus dilibatkan dan diberi sosialisasi agar juga mengerti tentang pentingnya mendidik anak, jangan sampai anak turun ke jalan karena disuruh orang tuanya. Dinsos mengaku harus menggandeng semua pihak yang terlibat agar anak tidak lagi turun ke jalan. Seperti pernyataannya berikut: “Tidak hanya anaknya saja yang kita gembleng, orang tuanya, tetangganya, pokoknya semua yang ikut terlibat kita deketi, RT, RW, karang tarunanya itu merupakan sumber potensi yang harus kita gandeng” (W/TR/09/01/2014) Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa, kendala utama untuk penanganan anak jalanan oleh pemerintah yaitu 1) Anak jalanan sangat dinamis atau sering berpindah-pindah. 2) Sulitnya mengubah mindset karena pendidikan anak jalanan rendah. 3) Masih belum adanya Perda terkait dengan pelarangan pemberian sesuatu kepada anak jalanan. 4) Tingginya tingkat eksploitasi anak jalanan oleh orang tua. 5) Rendahnya keinginan anak mengikuti program pelatihan. Kendala-kendala yang ada tersebut nantinya bisa dijadikan bahan evaluasi bagi Pemkot khususnya Dinsos untuk penanganan anak jalanan selanjutnya. 3. Persepsi Anak Jalanan Terhadap Upaya Penanganan oleh LSM dan Pemerintah di Kota Surakarta a. Persepsi Anak Jalanan Terhadap Upaya Penanganan oleh LSM Program penanganan anak jalanan di Kota Surakarta yang sudah dilakukan LSM meliputi banyak hal. Mulai dari pelatihan keterampilan, penyelenggaraan pendidikan serta pemberdayaan anak jalanan itu sendiri. LSM pemerhati anak jalanan seperti LSK Bina Bakat dan PPAP Seroja memiliki commit to user banyak anak binaan yang mengikuti program-program yang sedang dijalankan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
Tentu anak jalanan akan memilih program mana yang cocok dengan dirinya, karena minat anak pasti berbeda-beda. Setelah mengikuti program-program tersebut tentu anak jalanan memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait kepuasan mereka terhadap pelayanan yang diberikan. Misalnya saja anak yang mengikuti pelatihan masak akan memiliki kesan dan pengalaman berbeda dengan anak yang suka pelatihan bermain musik. NV misalnya ia menyatakan senang dengan pelatihan masak yang diikutinya karena bisa sangat bermanfaat untuk dirinya. Seperti pernyataannya berikut: “Selama ikut pelatihan itu ya ada hasilnya bisa bermanfaat, dulu pernah diajari masak, saya diajak di balaikota buat masak macem-macem sudah bisa belum. Seperti masak sambel goreng seperti itu saya juga bisa, lha kalau sudah bisa, cocok nanti dibeliin alatnya, saya juga disuruh memilih mas, alatnya apa saja ditanyai orang sana. Ya dandang, panci, ya alat-alat dapur seperti itu nanti alatnya dikasih ke saya” (W/NV/05/01/2014) Sebenarnya kesenangan yang dirasakan anak jalanan dalam mengikuti pelatihan mengindikasikan bahwa mereka mampu menikmati setiap kegiatan yang dilakukan. Ketika seseorang menyukai kegiatan tertentu, bisa jadi karena kegiatan tersebut sangat bermanfaat bagi dirinya. Anak jalanan akan suka mengikuti setiap program pelatihan jika ada imbalan hadiah yang diberikan. Hadiah disini bukan hanya bisa dikatakan sebagai materi, namun juga bisa diberikan dengan memuji atau memberinya selamat ketika dia mencapai keberhasilan. Tapi tentu hadiah berwujud materi juga sangat berpengaruh terhadap motivasi kegiatan pelatihan tersebut. Seperti yang dituturkan informan kami berikut: “Kita senengnya kalau habis kegiatan, pulangnya kita dikasih uang saku. Uang itu sebagai pengganti ketika kami gak ngamen ada di jalan” (W/DK/04/01/2014) DK adalah salah satu anak binaan LSK Bina Bakat. Ia mengaku sudah 2 tahun mengikuti setiap kegiatan yang ada disana. Dia pernah mengikuti pelatihan memasak, membuat kue dan membuat topeng. Dari setiap kegiatan yang diikutinya dia mengaku mendapat uang to saku dari setiap pertemuannya. Bahkan commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
menurutnya ketika pelatihan sudah selesai, maka alat-alat tersebut akan diberikan kepadanya. DK juga menjelaskan bahwa dulu ia juga dapat bantuan satu juta lima ratus dari LSM, ia mengaku menggunakan uangnya untuk membeli sepeda dan dulu sempat ia gunakan untuk pergi ke sekolah. Seperti pernyataannya berikut: “Dulu pernah dapet bantuan to mas, satu juta lima ratus lha uangnya tak buat beli sepeda, dulu masih sempet buat sekolah, sekarang sepedanya di rumah.” (W/DK/04/01/2014) Pemberian hadiah tersebut memang mendorong anak untuk lebih suka mengikuti pelatihan-pelatihan yang mana hal tersebut nantinya mampu membuat mereka mandiri dan bisa memanfatkan ilmu yang didapatnya dengan mengaplikasikannya di dunia usaha. Namun disisi lain, sifat “memanjakan” tersebut nantinya malah bisa membuat anak jalanan memiliki sifat ketergantungan terhadap LSM. Menurut Muladiyanto dari LSK Bina Bakat mengatakan bahwa sebenarnya diberikannya pelatihan-pelatihan tersebut agar mampu menjadikan anak binaannya bisa mandiri. Program yang diberikan dapat berhasil jika yang dahulunya anak jalanan sudah tidak lagi ke jalan. Untuk merealisasikan hal tersebut maka diberikanlah pelatihan-pelatihan yang lebih bersifat praktek sehingga anak mudah menerapkannya di rumahnya. Untuk meningkatkan kemauan belajar para anak jalanan, LSM sudah berupaya mendampingi sampai ke titik utama pendidikan itu sendiri yaitu keluarga. LSM sangat paham betul kalau untuk merubah anak jalanan harus bisa memberi pengertian terhadap keluarganya terlebih dahulu. Anak jalanan juga menganggap positif pendidikan yang diikutinya di LSM, karena mampu memberikan manfaat. Seperti yang dituturkan informan kami berikut: “Kalau ikut di bina bakat cukup lama. Gurunya sudah pernah ngajar disini, ngajarnya dari kelas 4 sampai SMA, gurunya sendiri-sendiri. Jadi yang ngajar kelas 4 ada, yang ngajar kelas 5 ada, yang ngajar kelas 6 juga ada. SMP sampai SMA juga ada. Ya banyak mas sini yang ikut, sampai lulusan, ujian seperi itu. Anak-anak yang belum lulus itu pada ikut semua. Anak-anak seneng soalnya gurunya dateng ke sini sendiri, walaupun muridnya 2 orang 3 orang juga diajari. Gurunya juga ramahcommit to user ramah juga sabar.” (W/NV/05/01/2014)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
Hal serupa juga dituturkan NN seperti berikut: “Saya ikut belajar di Seroja, enak mas disana guru-gurunya gak galak. Kalau kita gojek paling cuma diberitahu saja. Aku sukanya kalau pas pelatihan-pelatihan kalau pelajaran agak males soalnya gak mau mikir” (W/NN/23/12/2013) Berdasarkan pernyataan tersebut dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya anak jalanan sangat menikmati setiap momen dalam proses pendidikan tersebut. Anak jalanan akan suka dengan kelembutan yang diberikan para pendidik karena dianggap lebih bisa mengerti mereka. Sekeras apapun batu jika ditetesi air terus menerus maka akan hancur juga, begitu juga dengan hati anak jalanan itu sendiri karena kelembutan bisa menjadi obat bagi mereka yang mengalami hidup yang keras di jalanan. b. Persepsi
Anak
Jalanan
Terhadap
Upaya
Penanganan
oleh
Pemerintah Untuk menjadikan Kota Surakarta sebagai Kota Layak Anak, pemerintah dan LSM sudah melakukan berbagai cara termasuk di dalamnya perencanaan program kegiatan untuk memberdayakan anak jalanan. Program pemberdayaan tersebut dapat dikatakan berhasil jika anak jalanan sudah tidak lagi kembali ke jalan, artinya bila ia masih sekolah ia akan fokus ke sekolah, bila ia sudah tidak bersekolah maka sudah menjadi anak yang produktif dan untuk yang sudah mendekati usia 18 tahun maka ia akan bisa mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik. Langkah-langkah pemerintah dalam penanganan masalah anak jalanan yang masih berupa penjaringan anak jalanan belum bisa dikatakan efektif karena tidak bisa membuat anak jalanan mau mengikuti yang diperintahkan. Anak Jalanan akan mengiyakan yang dikatakan petugas saat terjaring razia, namun ketika ia dilepaskan maka ia akan kembali ke jalan lagi. Hal itu tentu juga harus diperhatikan oleh pemerintah karena jika memang ingin memberdayakan mereka haruslah di mulai dari keluarga yang memang merupakan tempat seorang anak menerima sosialisai yang pertama dan utama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
Menurut salah seorang anak jalanan yang terkena razia, ia pernah diperlakukan dengan kasar karena dianggap melarikan diri saat ada petugas. Hal itu masih diingatnya sampai sekarang, makanya dia sekarang masih takut kalau ada razia. Berikut penuturan AD mengenai pengalamannya terjaring razia: “Saya takutnya sama razia itu, soalnya pernah kentrung saya dipukulkan ke kepala. Ya kalau tertangkap diminta alatnya, juga tergantung sama polisinya ada yang galak juga ada yang gak” (W/AD/05/01/2014) Saat terjaring razia itu ia dan teman-temannya dibawa ke Polsek Banjarsari. Ia mengaku didata mengenai alamat, umur, orang tua dsb. setelah didata lalu ia diminta untuk tidak mengamen. Walaupun begitu sampai sekarang ia masih tetap mengamen walaupun kucing-kucingan kalau tiba-tiba ada razia. Pernyataan berbeda dituturkan oleh RK, ia adalah anak jalanan yang kalau malam hari mengamen di warung-warung makan daerah kampus UNS, namun di siang hari ia mengaku sering mengamen di daerah jurug di warungwarung pinggiran sungai bengawan solo. Ia pernah dua kali terkena razia Satpol PP, namun ia mengaku saat di data ia memberikan data palsu karena menurut pendapatnya dengan begitu ia tidak lagi berurusan dengan Satpol PP. Seperti yang ia nyatakan berikut: “Pernah kena razia dua kali, saat itu saya lagi ngamenin orang pacaran di bawah jembatan jurug itu. Tiba-tiba ada Satpol PP yang nangkap saya, gak bisa lari soalnya polisinya banyak banget. Waktu itu dibawa ke (polsek) jebres, ditanya nama, alamat dan sebagainya. Tapi aku nulisnya di buku gak namaku.” (W/RK/05/01/2014) Upaya pemerintah untuk melakukan penjaringan atau razia memang bisa dikatakan sebagai upaya untuk meminimalisir jumlah anak jalanan yang ada. Selain itu, hasil penjaringan juga bisa digunakan sebagai data. Ketika dilakukan penjaringan, maka juga harus ada upaya tindak lanjut dari pemerintah terhadap penjaringan itu sendiri. Misalnya membuat pelatihan atau kursus keterampilan, namun anak yang terjaring juga tidak dapat tertangani semuanya seperti yang dituturkan AD yang mengaku tidak ada penanganan lebih lanjut saat dirinya terjaring razia petugas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
“Ya kalau ketangkap cuma diberitahu saja jangan ngamen gitu, misalnya ketangkapnya jam 12 nanti keluarnya jam 2. Ya di bawa sama mobil, misalnya ketangkapnya disini (terminal) ya dibawa ke banjarsari, kalau ketangkap di panggung ya dibawa ke jebres, ya seperti itu resikonya ngamen” (W/AD/05/01/2014) Berdasarkan pernyataan AD di atas yang menyatakan bahwa saat terjaring razia, dirinya hanya dihimbau saja untuk tidak mengamen lagi menandakan belum ada lagi penanganan tindak lanjut oleh pemerintah. Maka dari itu tidak heran kalau masih banyak anak yang ada di jalan walaupun sudah diadakan razia. C. Pembahasan Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai diskripsi dan analisis data serta hasil temuan selama proses penelitian yang berlangsung di lapangan. Pada bagian ini akan dibahas mengenai data hasil penelitian secara lebih rinci dan mendalam. Pembahasan hasil penelitian berikut dimaksudkan untuk memperoleh makna serta pemahaman tentang temuan penelitian di lapangan yang berhubungan dengan teori-teori yang relevan sebagai dasar penelitian ini. Disamping itu hasil penelitian juga dilihat berdasarkan realita yang ada di masyarakat sehingga dimungkinkan akan ditemukan teori baru yang mampu mendukung hasil penelitian. Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penelitian, realitas anak jalanan di Kota Surakarta menunjukkan bahwa anak jalanan menjadi hal yang umum ditemukan di kota besar. Aktifitas yang mereka lakukan antara lain adalah mengamen seperti yang dilakukan ED, AD, dan RK, mengemis seperti yang dilakukan NV dan DK dan berjualan koran seperti yang dilakukan oleh NN. Penyebab mereka turun ke jalan juga beragam seperti: kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, putus sekolah mendorong anak untuk mencari kerja di jalan, ikut-ikutan teman dan faktor lingkungan sosial tempat tinggal. Keberadaan anak jalanan bersifat dinamis seperti yang diungkapkan oleh TR selaku staf yang menangani anak jalanan di Dinas Sosial, bahwa anak jalanan sering berpindah-pindah tempat dalam melakukan aktivitasnya. Anak jalanan commit to user biasanya berada di tempat-tempat strategis yang banyak terdapat keramaian,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
seperti terminal, stasiun, pasar, warung makan dan perempatan jalan. Mereka ada yang masih sekolah dan ada yang sudah putus sekolah. Anak jalanan yang masih sekolah biasa melakukan aktivitasnya di jalan selepas pulang sekolah, kebanyakan dari mereka adalah menjadi pengamen. Uang yang diperoleh dari hasil mengamen juga tidak menentu, mereka biasa menggunakan uangnya untuk jajan dan untuk membantu orang tuanya. Anak yang turun ke jalan rata-rata berasal dari keluarga tidak mampu, mereka punya inisiatif sendiri untuk mencari uang di jalan walaupun ada juga yang dieksploitasi orang tuanya. Pandangan masyarakat terhadap anak jalanan selama ini memang cenderung negatif. Anak jalanan dinilai sebagai anak yang tidak bisa diatur, suka mengganggu ketertiban umum, berperilaku liar, berpendidikan rendah, melakukan tindakan kriminal. Namun fakta penanganan yang dilakukan Pemkot dan LSM menunjukkan bahwa mereka sebenarnya sama dengan anak-anak pada umumnya, mereka bisa disiplin, berpikir kreatif, dan bisa diajak bekerja sama. Hal itu bisa dilihat saat anak jalanan melakukan pelatihan keterampilan dan mengikuti proses pendidikan, mereka akan serius mengikuti dan mempraktekkan apa yang diajarkan kepadanya. Penanganan terhadap anak jalanan harus dilakukan dengan pendekatan secara pribadi dan mendalam, hal ini agar bisa diketahui akar permasalahan yang mengharuskannya turun ke jalan. Dalam memudahkan penganalisisan penelitian ini, akan disajikan matrik tentang penanganan anak jalanan yang dilakukan oleh pemerintah dan LSM dalam tabel 4.1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
Tabel 4.1 Matrik Penanganan Anak Jalanan yang Dilakukan Pemerintah dan LSM di Kota Surakarta No 1
Indikator Bentuk Program
Pemkot - Penjaringan - Identifikasi - Home visit - Pelatihan keterampilan - Monitoring
2
Mitra Kerja
-
3
Kendala Penanganan
-
4
Tujuan Penanganan
-
Dinsosnakertrans Kepolisian Satpol PP TKSK (Tenaga Kerja Sosial Kecamatan) LSM Lembaga Pendidikan LK3 (Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga) Dinas Pendidikan Antusiasme anjal mengikuti pelatihan rendah Belum ada Perda terkait larangan anak di jalanan Tingginya eksploitasi orang tua Anak sulit diidentifikasi karena berpindah-pindah Meminimalisir jumlah anak jalanan
LSM - Pelatihan keterampilan - Bantuan pendidikan - Rumah atau asrama perlindungan - Advokasi dan pendampingan kasus - Dinas Pemerintah - LSM mitra & Jaringan LSM - Lembaga Pemerintah - Perguruan Tinggi & Lembaga Penelitian - Ormas dan Organisasi Politik - Kelompok masyarakat miskin - Donatur
-
5
Fasilitas yang diperoleh anjal
-
6
Pendekatan
-
7
Indikator Keberhasilan
-
Alat keterampilan Uang transport dan makan
Pendekatan dilakukan secara top-down (atas ke bawah) Anak di jalanan berkurang Anak mendapat pekerjaan lebih baik
(Sumber: Peneliti, 2013)
commit to user
-
Antusiasme anjal mengikuti pelatihan rendah Orang tua kurang mendukung program Keterbatasan dana Kurangnya fasilitas penunjang Anak bisa beralih profesi Meningkatkan keterampilan anak Meningkatkan kualitas pendidikan anak Alat keterampilan Peralatan dan perlengkapan dalam pendidikan Uang saku Pendekatan dilakukan secara bottom-up (bawah ke atas) Anak tidak kembali ke jalan Anak fokus sekolah Anak mengembangkan keterampilan yang diberikan dengan baik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
1. Penanganan Anak Jalanan oleh Pemerintah Keberadaan anak jalanan merupakan salah satu permasalahan sosial yang membutuhkan penanganan secara intensif dan mendalam agar bisa bersentuhan langsung dengan akar penyebab permasalahannya. Penyebab utama anak turun ke jalan di Kota Surakarta antara lain: kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, putus sekolah mendorong anak untuk mencari kerja di jalan, ikutikutan teman dan faktor lingkungan sosial tempat tinggal. Kesulitan ekonomi akan menciptakan suasana yang tidak kondusif dalam lingkungan keluarga sehingga kebutuhan-kebutuhan pokok menjadi tidak terpenuhi, dan anak akan mencari cara agar bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Kesulitan ekonomi yang dialami keluarga akan menyebabkan berbagai masalah, karena akan menciptakan suasana keluarga yang tidak kondusif sehingga akhirnya kebutuhan dan hak anak tidak terpenuhi. Melihat kebutuhan mereka tidak terpenuhi maka anak akan mencari cara untuk memenuhinya, dan cara yang dipilihnya adalah turun ke jalan menjadi pengamen seperti yang dilakukan oleh ED, RK, DK dan AD. Selain faktor kesulitan ekonomi penyebab anak jalanan turun ke jalan juga disebabkan keluarga yang broken home. Dari pengakuan anak jalanan seperti ED dan NV mengatakan bahwa salah satu dari kedua orang tua mereka sudah tidak merawat mereka lagi, bahkan ada yang sejak kecil belum pernah melihat ayahnya sama sekali. Keadaan keluarga yang tidak lagi utuh ini tentu membuat beban dari orang tua tunggal akan semakin berat untuk membesarkan anak-anaknya. Keadaan yang demikian akan membuat anak melakukan respon terhadap stimulus yang diberikan orang tuanya, yaitu timbul keinginan untuk membantu mencari uang. Sebelum melakukan penanganan, Dinsos membentuk Tim Kerja yang dimaksudkan untuk membantu proses penanganan anak jalanan di lapangan. Tim Kerja tersebut meliputi: Dinsosnakertrans, Kepolisian, Satpol PP, TKSK (Tenaga Kerja Sosial Kecamatan). Tim kerja tersebut nantinya akan melakukan langsung tugas di lapangan yaitu untuk melakukan penjaringan. Penjaringan dilakukan di setiap pusat-pusat keramaian di Kota Surakarta yang meliputi terminal, pasar, commit to user taman taman dan perempatan lampu merah di berbagai lokasi. Sasarannya adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
PGOT (Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar), anak jalanan masuk dalam kategori orang terlantar. Dalam melakukan penjaringan ini peran Satpol PP dan Kepolisian hanya sebagai pengawal dan penjaga bila mana ada sesuatu yang tidak diinginkan ketika ada di jalan. Sedangkan petugas yang melakukan penjaringan langsung adalah dari Dinsos dibantu oleh LK3 dan TKSK. Setelah tim kerja terbentuk Dinsos melakukan upaya selanjutnya yaitu melaksanakan
langkah-langkah
penanganan
anak
jalanan
yang
sudah
direncanakan. Langkah-langkah penanganan yang dilakukan Dinsos yaitu: Penjaringan, Identifikasi, Home visit, Pelatihan Keterampilan. Penjaringan merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh Dinsos dibantu tim kerjanya. Penjaringan langsung dilakukan di lapangan yaitu di tempattempat strategis dan pusat keramaian seperti pasar, terminal, taman dan perempatan jalan. Dalam pelaksanaannya penjaringan tidak dilakukan secara rutin, namun dalam satu tahun hanya dilakukan sebanyak 6 kali ada juga yang hanya 2 kali tergantung dari penganggaran dan perencanaan program di RAPBD. Anak yang terjaring kemudian dikumpulkan di suatu tempat, dan diberi makan serta sosialisasi oleh Dinsos. Setelah dilakukan penjaringan, langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi terhadap anak yang terjaring. Identifikasi tersebut adalah pendataan terhadap anak yang meliputi nama, umur, alamat, orang tua dan keterangan lain seperti masih sekolah atau tidak, penyebab turun ke jalan dsb. Proses Identifikasi ini nantinya akan diketahui dari mana anak jalanan tersebut berasal, bila dia berasal dari luar daerah maka akan langsung dipulangkan, sedangkan yang berasal dari dalam daerah akan dipulangkan melalui kelurahan yang nantinya akan dilakukan home visit. Home visit merupakan langkah yang diambil sebagai upaya mengetahui lebih dalam mengenai kondisi anak serta kondisi keluarganya. Dari home visit tersebut, nanti akan diketahui mengenai latar belakang keluarganya, kondisi perekonomian orang tuanya, penyebab anak turun ke jalan dan bila terjadi bisa ditemukan bentuk eksploitasi anak. dari keterangan-keterangan tersebut, juga akan ditinjau kembali melalui tetangga dan lingkungan masyarakat setempat agar to user nantinya bisa diperoleh data yangcommit benar. Jika dalam keterangan tersebut diperoleh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
mengenai perekonomian orang tua anak jalanan yang benar-benar dibawah garis kemiskinan, maka bisa juga dimasukkan ke dalam program Wanita Rawan Sosial Ekonomi yang nanti akan dapat pelatihan keterampilan dan bantuan dari pemerintah. Jika penjaringan, identifikasi dan home visit sudah dilakukan maka langkah selanjutnya adalah pelatihan keterampilan. Ini merupakan puncak dari pelaksanaan program yang melibatkan langsung anak jalanan di dalamnya melalui pemberdayaan. Pelatihan keterampilan yang dilakukan Dinsos, setiap tahun mengalami
perubahan
karena
memang
harus
mengikuti
inovasi
dan
perkembangan teknonogi yang sedang berjalan. Misalnya pada tahun 2011 dan 2012 pelatihan keterampilan yang diajarkan adalah mengenai pembuatan letter dan design grafis. Dalam pelatihan letter setiap anak akan diberikan perlengkapan masing-masing berupa peralatan yang akan digunakan untuk membuat stempel, plat kendaraan, dll. Sedangkan untuk pelatihan design grafis akan dilakukan secara kelompok karena, terkendala pengadaan perangkat komputer yang begitu mahal. Setelah mengikuti pelatihan nantinya peralatan tersebut akan diberikan langsung kepada anak jalanan, sehingga nanti mereka bisa mempraktekkannya dan mengembangkan usahanya. Tidak berhenti sampai disitu, Dinsos juga akan melakukan monitoring terhadap pelatihan yang sudah diberikan. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui tentang kelanjutan anak jalanan itu dalam mengembangkan pelatihan yang sudah diterima. Proses pelaksanaan program yang dilakukan Dinsos akan bekerja maksimal apabila ada pihak yang bisa menjadi mitra atau jejaring sosial dalam melakukan penanganan. Jejaring sosial disini adalah lembaga-lembaga atau instansi yang bersedia bekerja sama untuk membantu proses penanganan yang sudah dilakukan. Misalnya diketahui ada anak jalanan yang sempat putus sekolah, Dinsos bisa menggandeng Dinas Pendidikan agar bisa mengusahakan beasiswa untuk anak tersebut, lalu bila ada anak jalanan yang menderita penyakit kronis bisa dilakukan kerjasama dengan RSUD begitu seterusnya, sehingga nanti akan semakin baik dalam mengupayakan pemenuhan hak anak tersebut. Jejaring sosial to userPendidikan, Lembaga pendidikan, itu diantaranya adalah Panti sosialcommit anak, Dinas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3), Kepolisian, Stasiun kereta api, Terminal bus dan RSUD, RSJ, LSM, LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak). Berdasarkan pandangan Weber tentang rasionalitas tindakan sosial, penanganan anak jalanan yang dilakukan oleh pemerintah termasuk ke dalam rasionalitas instrumental (zwerk rational), tindakan rasionalitasnya yaitu: a. Penanganan dilakukan untuk menyerap anggaran Penanganan anak jalanan yang dilakukan oleh pemerintah terkesan hanya sebagai alat untuk penyerapan anggaran di APBD. Dinsos hanya seperti membuat program penanganan yang mampu menyerap anggaran sebagai wujud bentuk tanggung jawab dalam tugasnya menangani permasalahan sosial. Hal ini diperkuat dari tidak adanya data yang pasti tentang jumlah anak jalanan yang ada di Kota Surakarta. TR sebagai staf Dinsos menjelaskan bahwa penanganan yang telah dilakukan selama ini tidak bisa memetakan jumlah anak jalanan. Hal itu dikarenakan anak jalanan yang selalu bergerak dinamis, dan berpindah-pindah tempat. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa pemerintah tidak terlalu serius dalam menangani anak jalanan di Kota Surakarta, dan terkesan hanya melakukan penanganan seperti razia dan penjaringan sebagai tempat penyerapan anggaran. b. Pelatihan keterampilan yang dilakukan sebagai formalitas pertanggungjawaban pelaksanaan program. Setelah dilakukan penjaringan dan identifikasi, langkah selanjutnya yang dilaksanakan adalah pelatihan keterampilan. Pelatihan keterampilan ini sendiri, diperuntukkan bagi anak jalanan yang terjaring saat identifikasi, serta bagi anak jalanan yang memiliki keinginan untuk mengikutinya. Realitas di lapangan menunjukkan rendahnya minat anak jalanan untuk mengikuti pelatihan keterampilan tersebut, sehingga dibutuhkan kerja sama dengan kelurahan setempat agar bisa membujuk anak tersebut mengikuti pelatihan yang dilakukan. Pelatihan keterampilan yang dilakukan juga hanya dilaksanakan selama empat sampai lima hari, dengan waktu sesingkat itu keterampilan anak tidaklah bisa terasah
dengan
baik,
sehingga terkesan pelatihan commit to user
keterampilan
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
diselenggarakan hanya sebagai formalitas pertanggung-jawaban pelaksanaan program. c. Penanganan dilakukan untuk mengurangi jumlah anak jalanan Bagi anak jalanan, penjaringan yang dilakukan pemerintah dianggap sebagai cara yang penuh kekerasan sehingga mereka akan berusaha lari jika dihadapkan dengan situasi tersebut. Penjaringan dan identifikasi yang dilakukan oleh pemerintah, sebenarnya menggambarkan bahwa tujuan dari penanganan itu hanyalah sebatas mengurangi jumlah anak jalanan bukan mencari solusi atas permasalahan itu sendiri. d. Penjaringan dan identifikasi dilakukan untuk memberi efek jera Peran Satpol PP dan aparat kepolisian dalam melakukan penjaringan memang sangat strategis. Lembaga tersebut merupakan garda terdepan di lapangan untuk menangkap anak jalanan yang beroperasi, walaupun sebenarnya Dinsos merupakan pihak yang sangat bertanggung jawab atas penanganan anak jalanan tersebut. Penjaringan yang dilakukan diharap bisa memberikan efek trauma, sehingga anak jalanan akan jera dan tidak lagi turun ke jalan. 2. Penanganan Anak Jalanan oleh LSM Selain pemerintah, pihak yang turut menangani permasalahan anak jalanan adalah masyarakat yang terwujud dalam bentuk Lembaga Sosial Masyarakat (LSM). Keterlibatan LSM dalam menangani permasalahan anak jalanan tentu sangat membantu pihak pemerintah, karena dengan begitu akan lebih mudah diperoleh keluaran (out put) yang maksimal dari progam yang banyak dijalankan. Untuk mendukung upaya pemerintah, LSM mempunyai otoritas dan hak untuk menentukan sendiri program kerja yang akan dijalankan dalam menangani permasalahan anak jalanan. Dalam merencanakan program kegiatan, LSM akan melibatkan partisipasi anak untuk berpendapat dan merancang sendiri kegiatan yang mereka inginkan. Sehingga dengan begitu anak akan merasa senang karena mereka bisa memilih sendiri kegiatan yang akan mereka ikuti. Dalam melakukan penanganan terhadap anak jalanan program kegiatan yang dilakukan LSM meliputi:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
a. Bantuan Pendidikan yang meliputi pemberian beasiswa pendidikan bagi anak yang masih bersekolah di sekolah formal dan pelaksanaan pendidikan informal kesetaraan bagi anak yang putus sekolah. b. Mengadakan pendampingan dan pemberdayaan anak jalanan. c. Pelatihan keterampilan. d. Rumah atau asrama perlindungan. e. Advokasi dan pendampingan kasus. Dalam melakukan kegiatan di LSM tersebut anak jalanan akan memperoleh fasilitas yang menunjang terlaksananya program kegiatan tersebut. fasilitas yang diberikan sesuai dengan program kegiatan yang diikuti, jadi antara satu program dengan program lain akan ada perbedaan fasilitas. Misalnya ketika mengikuti pelatihan keterampilan masak anak akan mendapatkan alat-alatnya untuk kemudian dipraktekkan di rumahnya masing masing. Anak yang mengikuti sekolah informal akan mendapatkan peralatan perlengkapan sekolah seperti alat tulis, sepatu tas dan seragam. Anak yang masih sekolah di sekolah formal akan memperoleh beasiswa pendidikan dsb. Untuk melaksanakan kegiatan operasional, LSM juga dibantu berbagai pihak untuk menyokong biaya yang dikeluarkan. Biaya itu bisa berasal dari donatur, hibah dari Pemerintah Kota, bantuan dari Dinas Sosial Provinsi, dan bantuan dari Kementerian Sosial. Aliran dana tersebut juga tidak menentu karena bantuan dan hibah itu tidak bersifat tetap, sehingga keberadaan donatur sangat berarti bagi mereka. Keuangan akan sangat menentukan kelancaran program kegiatan yang akan dijalankan, sehingga tak jarang ketika dana operasional tidak ada maka akan terjadi kendala pelaksanaan program. Kendala LSM dalam menangani anak jalanan tidak selalu berpangkal pada masalah dana, tetapi faktor sosial juga sangat berperan penting. Faktor sosial itu antara lain berasal dari anak jalanan itu sendiri, orang tuanya, juga lingkungan sosial tempat tinggalnya. Berdasarkan pandangan Weber tentang rasionalitas tindakan sosial, penanganan anak jalanan yang dilakukan oleh LSM termasuk ke dalam rasionalitas instrumental (zwerk rational), tindakan rasionalitasnya yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
a. Penanganan
yang
dilakukan
merupakan
bentuk
kepedulian
dan
keprihatinan terhadap kondisi anak jalanan. Pendekatan yang dilakukan LSM kepada anak jalanan adalah melalui cara yang sangat humanis. LSM mendatangi tempat-tempat yang disitu terdapat permasalahan sosial, sehingga anak jalanan yang ditangani benar-benar diketahui kondisi mereka yang sebenarnya. Salah satu informan, yaitu ML mengatakan bahwa dia mendatangi anak yang berada diperempatan jalan, di pasar agar membujuknya mengikuti kegiatan yang di LSM yang ia bina. Upaya penanganan seperti itu merupakan sebuah tindakan sosial, yang benar-benar nyata sebagi bentuk kepedulian terhadap kondisi anak jalanan. b. Pelatihan keterampilan dilakukan untuk membekali keterampilan pada anak Penanganan yang dilakukan terhadap anak jalanan, salah satunya adalah mengadakan pelatihan keterampilan. Pelatihan keterampilan yang dilakukan tentu sangat memperhatikan kebutuhan anak. Munculnya bentuk pelatihan tersebut adalah melalui proses pra kegiatan, sehingga memerlukan keterlibatan anak dalam menemukan pelatihan yang tepat. Dengan mengikuti pelatihan, indikator yang akan dicapai adalah anak bisa menguasai suatu keterampilan tertentu sehingga nanti ia bisa mengembangkannya. c. Bantuan pendidikan untuk meningkatkan kualitas SDM anak Bantuan pendidikan yang diadakan di LSM meliputi dua hal, yaitu bantuan pendidikan untuk anak yang masih sekolah dan bantuan pendidikan untuk anak yang sudah tidak sekolah. Bantuan pendidikan tersebut dilakukan melalui beberapa hal yang meliputi pemberian beasiswa, pengadaan taman belajar dan penyelenggaraan pendidikan informal, yang semua itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia anak jalanan. 3. Persepsi Anak Jalanan Terhadap Penanganan oleh LSM dan Pemerintah Sebagai obyek yang dilakukan penanganan oleh masyarakat dan pemerintah, anak jalanan tentu mempunyai persepsinya masing-masing terhadap kegiatan yang sudah atau sedang dilakukan. Persepsi tersebut nantinya bisa berupa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
persepsi yang positif, juga persepsi yang negatif. Persepsi positif anak jalanan terhadap upaya penanganan oleh masyarakat dan pemerintah di Kota Surakarta antara lain: a. Anak jalanan menganggap pelatihan keterampilan yang diajarkan bisa bermanfaat bagi mereka karena selain memperoleh pengetahuan baru juga bisa meningkatkan skill mereka. b. Anak jalanan menyambut gembira pendidikan informal dari LSM, hal itu bisa dilihat antusiasme anak saat mengikuti proses pembelajaran. c. Anak jalanan merasa senang karena dengan mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan biasa diberi uang saku, untuk transport dan makan. d. Anak jalanan senang dengan fasilitas yang diberikan saat menjadi anak binaan. e. Anak jalanan senang karena banyak dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti acara buka puasa bersama, lomba-lomba dan pameran. Namun dalam pelaksanaan program penanganan yang ditujukan kepadanya, anak jalanan juga mempunyai persepsi negatif yaitu: a. Anak jalanan menilai pelaksanaan penjaringan merupakan momok yang menakutkan dan mereka cenderung untuk menghindar karena tidak mau berurusan dengan aparat. b. Anak jalanan sering mencurigai bantuan yang diberikan kepadanya dikurangi jumlahnya oleh pihak LSM. c. Anak jalanan merasa diperlakukan tidak adil bila membandingkan perlakuan terhadap teman-teman sebayanya. d. Anak jalanan tidak begitu menyukai Satpol PP dan kepolisian karena lembaga tersebut dinilai melakukan kekerasan saat melakukan penjaringan Penanganan yang dilakukan oleh LSM dan pemerintah terhadap anak jalanan akan memiliki makna yang berbeda antara anak satu dengan anak yang lain. Pandangan mereka didasarkan atas pengalaman pribadi dalam mengikuti, ataupun terlibat dalam penanganan tersebut. Menurut Rasionalitas instrumental yang dikemukakan weber dalam bertindak aktor tidak hanya sekedar menilai cara commit to juga user menentukan nilai dari tujuan itu yang baik untuk mencapai tujuannya, tapi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
sendiri. Anak jalanan akan memikirkan terlebih dahulu apa yang didapat dari mengikuti kegiatan penanganan tersebut. Anak jalanan akan melakukan pertimbangan dan pilihan secara sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Ada beberapa macam rasionalitas tindakan anak jalanan, terhadap penanganan yang dilakukan LSM dan pemerintah yaitu: a. Anak jalanan mengikuti penanganan agar bisa mendapat uang. b. Anak jalanan mengikuti pelatihan keterampilan agar memperoleh alatnya. c. Anak jalanan mengikuti program kegiatan agar mendapat bantuan. d. Anak jalanan mengikuti pelatihan untuk mengisi waktu luang. e. Anak jalanan menganggap razia sebagai momok yang harus dihindari. Dari hal tersebut bisa dilihat bahwa terdapat perbedaan antara tujuan yang diharapkan LSM dan pemerintah terhadap respon dan motivasi anak jalanan mengikuti pelatihan keterampilan. Dalam mengikuti pelatihan, anak jalanan akan secara sadar berfikir mengenai untung rugi yang akan didapat, selama kegiatan tersebut tidak menguntungkan dirinya maka anak jalanan tidak akan mau mengikuti penanganan yang dijalankan. Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi anak jalanan dalam mengikuti penanganan yang dilakukan LSM dan pemerintah adalah tentang ada manfaat tidak yang bisa diperoleh, semakin banyak manfaatnya anak jalanan akan semakin antusias mengikuti. Untuk menjadi Daerah Pengembangan Kota Layak Anak, maka Pemerintah Kota Surakarta bersama masyarakat mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam memperhatikan akan hak-hak anak sebagai warga kota. Proses pengembangan Kota Layak Anak disinonimkan dengan implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) pada Pemerintah Kota yang meliputi 9 unsur yaitu: partisipasi anak, kerangka hukum layak anak, strategi kota tentang hak-hak anak secara luas, satuan hak anak atau mekanisme koordinasi, mempengaruhi penilaian dan evaluasi pada anak, anggaran untuk anak, Peraturan Pemerintah tentang laporan kota mengenai anak, membuat anak mengetahui hak-haknya dan advokasi independen untuk anak-anak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
Pengembangan KLA di Kota Surakarta, mengangkat empat bidang sesuai indikator KLA yaitu: 1. Bidang Kesehatan 2. Bidang Pendidikan 3. Bidang Perlindungan Anak 4. Bidang Partisipasi Bidang Pendidikan merupakan salah satu aspek yang serius ditangani Pemkot dan LSM dalam penanganan anak jalanan. Bidang pendidikan mempunyai unggulan dalam mendukung Pendidikan Wajar 9 tahun, Sekolah Ramah anak, Bebas buta aksara. Program yang sudah dilaksanakan Pemerintah dan LSM dalam menangani anak jalanan di Bidang Pendidikan antara lain: Bantuan Pendidikan yang meliputi pemberian beasiswa untuk anak yang masih sekolah, pengadaan sekolah informal seperti PAUD, Pendidikan Layanan Khusus (PLK) dan Sekolah Anak Jalanan. Untuk sekolah informal bisa dilakukan diantaranya dengan membuat tempat belajar yang tidak monoton di satu tempat, sering mengadakan home visit, sering mengadakan outing class (seperti outbond, kunjungan ke pabrik, tempat wisata dll). Bidang Perlindungan Anak mempunyai unggulan dalam mendukung anak bebas dari masalah sosial, adanya tempat rehabilitasi yang ramah anak. Program penanganan anak jalanan yang sudah dilakukan Pemkot dan LSM dalam bidang ini adalah Perlindungan Anak Terlantar (Penyediaan Panti Asuhan, Panti Rehabilitasi); Perlindungan Anak Jalanan/Pengamen Anak-Anak; Advokasi atau Perlindungan Kasus. Penanganan Anak Jalanan yang dilakukan Pemkot dan LSM di Bidang Partisipasi adalah dengan membentuk FAS (Forum Anak Surakarta), PTPAS (Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta), FGD (Forum Group Discussion). Anggotanya terdiri dari Anak sekolah formal, Kelompok Anak Jalanan, Kelompok Anak Pengamen, Pekerja Anak, Defable, Pramuka, Anak Panti Asuhan, Kelompok Keagamaan, Kelompok Etnis, dll. Penanganan anak jalanan yang dilakukan Pemkot dan LSM diatas bisa commit tersebut to user sudah mengacu pada indikator menggambarkan bahwa kedua instansi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
KLA, hanya Bidang Kesehatan yang belum ada program dalam penanganan anak jalanan. Namun untuk bidang lain seperti Pendidikan, Perlindungan Anak dan Partisipasi sudah sepenuhnya mengimplementasikan pada KHA.
commit to user