BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari: (1) Profil sekolah; (2) Hasil penelitian yang memuat 5 tahap pelaksanaan penelitian;
(3)
Pembahasan
tentang
pelaksanaan
supervisi, masalah dalam pelaksanaan supervisi dan uraian model supervisi akademik teknik mentoring.
4.1 Profil Sekolah SD Kristen Tunas Gloria Kupang merupakan salah satu sekolah swasta di kota Kupang yang lahir dari pergumulan hati hamba Tuhan GPdI Gloria Ministry.
Hamba
Tuhan
GPdI
Gloria
Ministry
mempunyai beban bagi generasi penerus bangsa agar kelak hidup mereka takut akan Tuhan serta memiliki kemampuan pengetahuan dan kompetensi yang mapan berdasarkan karakter Kristus. Sekolah ini didirikan pada tanggal 26 april 2001. SD Kristen Tunas Gloria awalnya bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Gloria tetapi pada tahun 2013 nama yayasan diganti menjadi Yayasan Pendidikan FLOBAMORA. Hal ini merupakan usulan dari assessor pada saat melakukan akreditasi. Pihak assessor menyarankan sebaiknya nama yayasan penyelenggara menggunakan
diganti nama
karena
yayasan 77
yang
banyak
pihak
sama.
Usulan
tersebut diterima oleh pihak sekolah dan di teruskan ke pihak yayasan yang akhirnya ditindaklanjuti oleh pihak yayasan. Visi sekolah ini yaitu ‘’mendidik siswa agar memiliki intelektual, karakter, rohani dan fisik yang memadai dalam suatu sistem manajemen berbasis kompetensi’’.
Sedangkan
misi
sekolah
yaitu
1)
pembelajaran intelektual mencapai standar kelulusan 7,0 dengan memperbanyak kegiatan kompetensi siswa dan guru; 2) melaksanakan pembelajaran karakter atau kepribadian yang baik melalui kegiatan wisata, aksi sosial
dan
pembiasaan
kegiatan
keseharian
yang
normatif; 3) penerapan ajaran kristen secara implisit melalui kegiatan doa dan saat teduh; 4) melaksanakan kegiatan olahraga dan memaksimalkan kegiatan mata pelajaran penjaskes. SD Kristen Tunas Gloria terletak di jalan H.R. Koroh No 172a Sikumana, Kupang. Sekolah ini berada di daerah yang strategis, dekat dengan jalan utama. Hal tersebut memudahkan akses siswa maupun guru untuk ke sekolah. Gedung sekolah terdiri atas 11 ruang kelas,
1
aula,
1
koperasi
yayasan,1
UKS,
1
perpustakaan, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang tata usaha, 1 lapangan olahraga. Sekolah ini memiliki beberapa program unggulan seperti:
(1)
latihan
calon 78
pemimpin,
program
ini
biasanya dilaksanakan di awal tahun ajaran baru dimana siswa di karantina selama 3 hari di tempat yang sudah di tentukan oleh pihak sekolah. Dalam kegiatan ini siswa diajarkan untuk memiliki sikap seorang pemimpin yaitu kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, dan empati terhadap orang lain. Sikap-sikap ini yang nantinya diharapkan menjadi bekal
untuk
pemimpin.
(2)
di masa home
depan
sebagai
visit,
kegiatan
calon–calon ini
rutin
dilaksanakan setiap semester. Home visit merupakan sarana komunikasi antara guru dan orang tua untuk membicarakan tentang perkembangan siswa di sekolah dan di rumah. Hal tersebut mengacu pada motto sekolah yaitu orang tua adalah mitra bagi guru. Jumlah guru di SD Tunas Gloria sebanyak 27 orang yang terdiri atas 11orang guru kelas, 11 asisten guru kelas dan 5 orang guru mata pelajaran. Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh guru SD Tunas Gloria pada umumnya bermacam–macam, namun tidak semua
guru
berlatar
belakang
Pendidikan
Guru
Sekolah Dasar. Sedangkan jumlah siswa di SD kristen Tunas Gloria sebanyak 291 orang yang terdiri atas 157 orang laki-laki dan 134 orang perempuan.
4.2 Hasil Penelitian Berdasarkan
desain
penelitian
dan
pengembangan yang telah dipaparkan pada bab 3, 79
dalam penelitian ini terdapat lima tahapan yang dilakukan. Tahapan tersebut meliputi 1) Potensi dan Masalah 2) Pengumpulan Data, 3) Desain Produk 4) Validasi Desain, dan 5) Revisi Desain. Hasil yang diperoleh pada masing-masing tahap adalah sebagai berikut: 4.2.1 Studi Pendahuluan (Potensi dan Masalah) Langkah yang diambil pada tahapan potensi dan masalah dalam penelitian ini adalah melakukan studi pendahuluan melalui studi dokumentasi, wawancara dan kuesioner. Studi dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan instrumen yang digunakan oleh kepala sekolah dalam melakukan supervisi terhadap guru kelas serta form penilaian kompetensi pedagogik guru kelas. Pada tanggal 21 Desember 2015 dilakukan wawancara dengan kepala sekolah terkait perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam supervisi yang telah dilakukan oleh kepala sekolah. Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui bahwa potensi dalam perencanaan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah
terletak pada sumber
yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan perencanaan yaitu instrumen dari dinas dan panduan yayasan tahun 2012, sebagaimana yang diungkapkan oleh kepala sekolah pada saat wawancara : ‘’Acuan yang saya pakai yaitu instrumen supervisi yang saya dapatkan dari dinas dalam
80
bentuk instrumen-instrumen seperti instrumen perencanaan kegiatan pembelajaran, instrumen observasi kelas, instrumen pendampingan pelaksanaan pembelajaran (peer teaching) dan instrumen pendampingan telaah RPP. Kemudian ada juga panduan supervisi yayasan tahun 2012 yang saya pakai sebagai contoh.’’ (wawancara tanggal 21 Desember 2015)
Selain
acuan
dari
dinas
maupun
panduan
supervisi yayasan, kepala sekolah juga melakukan studi pendahuluan sebagai bagian dari perencanaan. Bentuk perencanaannya melalui observasi kegiatan belajar mengajar (KBM) dan sharing bersama guru dalam rapat kerja (raker). Sebagaimana disampaikan oleh kepala sekolah : ‘’ Saya melakukan perencanaan setiap awal tahun ajaran. Bentuk perencanaannya melalui observasi KBM saat guru sedang melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kemudian bentuk perencanaan lain melalui sharing dengan guru dalam raker sekolah. Biasanya guru menyampaikan permasalahan yang dialami dalam kegiatan pembelajaran yang nantinya menjadi input untuk saya’’ (wawancara tanggal 21 Desember 2015).
Observasi
kepala
sekolah
sebagai
bentuk
perencanaan juga disampaikan oleh guru kelas dalam kuesioner. Hanya menurut guru kelas bentuk observasi masih berupa himbauan. Berikut yang disampaikan oleh guru kelas: “ya,agar mempersiapkan perlengkapan mengajar’’ (kuesioner guru kelas, 2016). Pada pelaksanaan supervisi potensi yang ada terletak pengawasan tentang pengawasan supervisi 81
yang dilakukan oleh dinas secara berkala. Seperti yang diungkapkan oleh kepala sekolah: “faktor eksternal menurut
saya
karena
adanya
pengawasan
atau
supervisi berkala dari dinas yang membuat guru harus siap ketika di supervisi’’. (wawancara tanggal 21 Desember 2015). Pada
pelaksanaan
evaluasi
supervisi
kepala
sekolah disebutkan tentang evaluasi bertahap yang dilakukan sambil melihat perkembangan dari guru yang di supervisi itu sendiri. Hal ini diungkapkan oleh kepala sekolah bahwa: ‘’evaluasi saya lakukan secara bertahap, biasanya kegiatan evaluasi tersebut diadakan rutin dengan melihat perkembangan dari guru yang bersangkutan misalnya setelah 2x pertemuan dengan guru tersebut saya lihat sudah ada perkembangan maka saya anggap guru tersebut paham sehingga saya tidak melakukan sampai guru benar-benar tanggap. (wawancara tanggal 21 Desember 2015).
Bentuk evaluasi supervisi kepala sekolah juga dibenarkan oleh guru kelas yaitu: “ya, kepala sekolah menanyakan tentang kendala yang dihadapi di kelas dan juga memberikan motivasi’’ (kuesioner guru kelas, 2016). Masalah
yang
ditemukan
pada
bagian
perencanaan yaitu yang pertama, belum ada panduan khusus yang dibuat oleh kepala sekolah walaupun sudah ada instrumen dari dinas dan panduan supervisi yayasan tahun 2012. Dalam wawancara yang telah 82
dilakukan kepala sekolah mengungkapkan bahwa: “Untuk saat ini perencanaan yang saya buat belum dalam bentuk panduan khusus supervisi tetapi masih menggunakan panduan dari dinas yang diberikan pengawas’’. (wawancara tanggal 21 Desember 2015). Padahal, berdasarkan data yang diperoleh kepala sekolah telah melakukan observasi KBM serta sharing bersama
guru
melakukan
sebagai
studi
perencanaan
pendahuluan
supervisi.
Hal
dalam tersebut
menunjukkan belum adanya tindak lanjut dari kepala sekolah
dalam
berdasarkan
membuat
perencanaan
observasi
dan
kedua
dalam
sharing
supervisi
yang
telah
dilakukan. Masalah
perencanaan,
belum
adanya kompetensi khusus yang ingin dicapai dalam supervisi. Kepala sekolah mengungkapkan bahwa: Untuk saat ini belum ada kompetensi guru secara khusus yang ingin dicapai tetapi lebih berfokus pada pengimplementasian kurikulum 2013 yaitu kompetensi dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang secara tidak langsung akan mengevaluasi sampai dimana kompetensi guru dalam implementasi kurikulum 2013 yang berkaitan dengan perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pembelajaran’’. (wawancara tanggal 21 Desember 2015).
Hal yang sama disampaikan oleh guru kelas, jika kompetensi
supervisi
yang
ingin
dicapai
yaitu
administrasi dan pengelolaan kelas (kuesioner guru 83
kelas,
2016).
Hal
ini
menunjukkan
fokus
dari
perencanaan supervisi hanya pada perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Padahal, berdasarkan data yang diperoleh tentang penilaian kompetensi pedagogik guru kelas SD Kristen Tunas Gloria. Indikator yang paling rendah terletak pada penilaian dan evaluasi. Berikut skor penilaian kompetensi pedagogik dalam penilaian dan evaluasi guru kelas oleh kepala sekolah: Tabel 2 Hasil Penilaian Kompetensi Pedagogik (Penilaian dan Evaluasi) guru kelas SD Kristen Tunas Gloria Kupang No
Nama Guru
Jabatan
Skor
1
DS
Guru kelas 1
3
2
MH
Guru kelas 2a
4
3
YL
Guru Kelas 2b
2
4
RH
Guru kelas 3a
2
5
BA
Guru Kelas 3b
2
6
AL
Guru Kelas 4a
2
7
GA
Guru Kelas 4b
3
8
SN
Guru kelas 5a
2
9
MN
Guru kelas 5b
2
10
MR
Guru kelas 6a
2
11
YS
Guru kelas 6b
2
Rerata
2,36
84
Tabel di atas menunjukkan dari skor 4 hampir setiap guru kelas mendapat skor 2 untuk penilaian dan evaluasi. Untuk rerata dari total 11 orang guru kelas hanya mendapat skor 2,36. Hal tersebut menunjukkan kompetensi pedagogik guru kelas terbilang rendah sehingga
perlu
menjadi
fokus
dari
perencanaan
sumber
dari
dinas
supervisi. Masalah
ketiga,
yang
digunakan sebagai acuan dalam perencanaan belum memadai.
Seperti
yang
diungkapkan
oleh
kepala
sekolah: Panduan yang diperoleh dari dinas hanya berupa instrumen pelaksanaan sedangkan dalam pelaksanaan supervisi berkaitan dengan kurikulum 2013 yang di dalamnya banyak item yang saya dan guru sendiri belum begitu paham. Sedangkan panduan dari yayasan masih menggunakan panduan supervisi tahun 2012 yang belum terintegrasi dengan kurikulum 2013. (wawancara tanggal 21 Desember 2015).
Masalah keempat dalam perencanaan supervisi, beban pekerjaan kepala sekolah dan keterlambatan guru
dalam
pendistribusian
membuat buku
RPP
terlambat.
karena Seperti
diungkapkan kepala Sekolah: ‘’kendalanya berupa beban waktu, yaitu tugas dan tanggung jawab sebagai saya kepala sekolah . Kemudian selain kesibukan sebagai kepala sekolah saya juga sedang melanjutkan studi S2 di UNIKA sehingga cukup menyita waktu saya karena harus mengikuti perkuliahan dan mengerjakan tugas kuliah Faktor lain yang menjadi kendala yaitu keterlambatan pada distribusi buku pegangan yang membuat guru
85
proses yang
telat dalam membuat RPP, hal ini menjadi hambatan bagi saya dalam melakukan perencanaan supervisi’’.(wawancara tanggal 21 Desember 2015).
Dalam pelaksanaan supervisi, masalah yang ditemukan yaitu supervisi belum dilakukan secara berkala dan menyeluruh. Hal ini dikarenakan berdasarkan masalah
kebutuhan
guru
yang
mendesak
terjadi
sesuai
maupun
masih dengan
berdasarkan
informasi pelaksanaan supervisi dari dinas. Hal ini dikemukakan kepala sekolah bahwa: Pelaksanaan supervisi yang saya lakukan belum dilakukan secara berkala. Dikarenakan waktu dan kesibukan saya sebagai kepsek seperti rapat, pembuatan administrasi dari dinas dan sebagainya. Selain itu berkaitan dengan masalah-masalah dalam kelas yang tak terduga yang harus diselesaikan. Jadi supervisi administrasi yang saya lakukan ini berdasarkan kebutuhan yang mendesak’’. (wawancara tanggal 21 Desember 2015).
Selain
permasalahan
di
atas,
pelaksanaan
supervisi untuk semester 2 tahun 2016 baru dilakukan terhadap 3 orang guru kelas, yaitu guru kelas 1, guru kelas 2, dan guru kelas 4. Berdasarkan hasil supervisi kepala sekolah
respon yang diberikan oleh guru
terbilang baik. Hasil supervisi dari “guru kelas 1 mendapat
skor
70
dan
perlu
perbaikan
metode
pengajaran. Guru kelas 2 mendapat skor 72 dan perbaikannya
untuk
lebih
kreatif
dalam
metode
pembelajaran. Sedangkan guru kelas 4 mendapat skor 75 dan perbaikan terletak pada administrasi penilaian”. 86
(Instrumen Perencanaan Kegiatan Pembelajaran SDK TG). Permasalahan yang ditemukan dalam evaluasi yaitu masih kurangnya pemahaman kepala sekolah dalam melakukan evaluasi terkait dengan implementasi kurikulum 2013. Berikut yang disampaikan oleh kepala sekolah: ‘’Iya ada kendala. kendala internal pemahaman saya tentang cara melakukan evaluasi yang benar terkait dengan kurikulum 2013, sehingga saya harus mencari format penilaiannya seperti apa kemudian sharing dengan beberapa teman kepala sekolah akan tetapi waktu sharing yang saya lakukan ini terbilang masih sangat terbatas’’. (wawancara tanggal 21 Desember 2015).
Masalah
dalam
evaluasi
terkait
dengan
pemahaman kepala sekolah tentang kurikulum 2013, yang mana ketika kepala sekolah ingin melakukan tindakan
perbaikan
sebagai
bentuk
evaluasi
dari
pelaksanaan supervisi kepala sekolah sendiri belum memahami sehingga masih perlu mencari terlebih dahulu melalui internet, sharing dengan kepala sekolah SD lain. Berdasarkan pembahasan di atas, potensi dalam supervisi kepala sekolah yaitu instrumen supervisi dari dinas dan panduan yayasan tahun 2012 yang dipakai sebagai acuan dalam perencanaan. Selain itu, potensi lain terletak pada pengawasan berkala dari dinas dan
87
evaluasi berkala kepala sekolah tentang perkembangan guru yang di supervisi. Permasalahan dalam supervisi kepala sekolah yaitu yang pertama, belum ada panduan khusus yang dibuat
oleh
kepala
sekolah
dalam
perencanaan
supervisi. Kedua, tujuan supervisi hanya berfokus pada implementasi kurikulum 2013 dan belum melihat kebutuhan guru yang sesungguhnya. Ketiga, acuan yang dipakai dalam melakukan perencanaan belum memadai. Panduan dinas hanya berupa instrumen pelaksanaan supervisi dan belum mencakup semua tahapan pelaksanaan supervisi. Sedangkan, panduan supervisi yayasan merupakan panduan supervisi tahun 2012 yang belum terintegrasi dengan kurikulum 2013. Berdasarkan studi dokumentasi panduan dinas berupa instrumen pelaksanaan kegiatan pembelajaran, instrumen observasi kelas, instrumen pendampingan telaah
RPP,
instrumen
perencanaan
kegiatan
pembelajaran, instrumen pendampingan pelaksanaan pembelajaran
tematik
terpadu
dengan
pendekatan
saintifik (Instrumen Pelaksanaan Supervisi TG). Dalam instrumen tersebut kepala sekolah hanya memberikan penilaian
dengan
mencentang
pada
kolom
serta
memberikan catatan yang nantinya harus diperbaiki oleh guru. Instrumen yang ada belum menjelaskan secara rinci langkah-langkah yang harus dilakukan oleh 88
supervisor sebelum dan setelah melakukan supervisi dan hanya berfokus pada pelaksanaan supervisi. Panduan yayasan terdiri atas 4 bab. Dalam bab I panduan supervisi terdiri atas definisi supervisi, prinsip supervisi, jenis-jenis supervisi. Bab II berisi tentang pelaksanaan supervisi pembelajaran yang terdiri atas observasi
kelas,
saling
mengunjungi,
demonstrasi
mengajar, supervisi klinis, dan kaji tindak. Bab III berisi perangkat, jadwal supervisi dan instrumen supervisi administrasi sekolah. Sedangkan bab IV berisi penutup (Panduan Supervisi Yayasan Gloria Flobamora, 2012). Panduan yayasan telah mencakup pengertian, prinsip, jenis, pelaksanaan dan
perangkat dalam supervisi.
Akan tetapi panduan ini, masih dijelaskan secara umum
dan
belum
terintegrasi
kurikulum
2013.
Instrumen yang ada hanya instrumen administrasi sekolah dan jadwal supervisi kunjungan kelas. Keempat, sehingga
beban
belum
pekerjaan
melakukan
dengan baik dan
kepala
perencanaan
sekolah supervisi
permasalahan eksternal tentang
proses distribusi buku yang terlambat sehingga guru lambat
dalam
pembelajaran.
pembuatan hal
ini
rencana
pelaksanaan
mengakibatkan
supervisi
terhambat. Kelima, beban waktu juga mengakibatkan supervisi
belum
dilakukan
secara
berkala
dan
menyeluruh. Untuk semester II tahun 2016 supervisi 89
baru dilakukan terhadap 3 orang guru kelas yaitu guru kelas 1, 2 dan 4. (Hasil supervisi guru kelas TG, 2016). Masalah
keenam,
kurangnya
pemahaman
kepala
sekolah dalam melakukan evaluasi supervisi. 4.2.2 Pengumpulan Data Tahapan pengumpulan data dilakukan melalui book survey
yang bertujuan untuk menggali materi
tentang supervisi akademik, teknik mentoring, serta instrumen
kompetensi
pedagogik
(penilaian
dan
evaluasi). Berdasarkan hasil book survey, komponen supervisi yang dimasukkan dalam model supervisi teknik mentoring antara lain antara lain, konsep dan teknik
supervisi.
Mentoring
terdiri
dari,
konsep
mentoring, peran mentor dan mentee, tahapan dalam melakukan mentoring. Sedangkan untuk
instrumen
penilaian dan evaluasi dikembangkan dari instrumen Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur Bidang Pendidikan Dasar 2015. Supervisi pembinaan
dan
akademik bantuan
merupakan kepada
guru
kegiatan untuk
peningkatan kemampuan profesional dalam pencapaian tujuan
pembelajaran. Teknik Supervisi akademik
terdiri atas 2 yaitu teknik supervisi individu dan kelompok. Teknik supervisi individual yang merupakan pelaksanaan supervisi terhadap guru tertentu yang mempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan. 90
Teknik-teknik supervisi yang dikelompokkan sebagai teknik individual meliputi: kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan individual, kunjungan antarkelas, dan menilai diri sendiri. Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Gwynn (dalam Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Depdiknas, 2008) menyebutkan ada 13 teknik supervisi kelompok sebagai berikut: kepanitiaan, kerja kelompok, laboratorium kurikulum, baca terpimpin, demonstrasi pembelajaran,
darmawisata,
kuliah/studi,
diskusi
panel, perpustakaan jabatan, organisasi profesional, buletin supervise, pertemuan guru, dan lokakarya atau konferensi kelompok. Mentoring adalah suatu hubungan komunikasi dalam
waktu
tertentu
antara
orang
yang
berpengalaman (mentor) untuk
memberikan bantuan
maupun
orang
bimbingan
berpengalaman
kepada
(mentee)
dalam
yang
kurang
mengembangkan
kompetensi dan kemampuan. Chick mentor
et
all
antara
(2013)
lain:
mengembangkan
(a)
mendeskripsikan menolong
rencana
mentee
pembelajaran
peran dalam berupa
membangun tujuan tentang apa yang belum bisa dicapai
oleh
berdasarkan
mentee;
(b)
pembelajaran 91
menyediakan dan
pedoman
pengembangan
kebutuhan mentee; (c) memberikan saran yang tepat kepada mentee dalam mengembangkan pengetahuan dan keahlian; (d) membangun lingkungan belajar yang mendukung
pengambilan
risiko
dan
inovasi,
dan
mendorong mentee untuk memperluas kemampuannya; (e)
pendengar
yang
aktif
dan
akomodatif;
(f)
memberikan umpan balik yang berkaitan dengan bimbingan. Peran dan tanggung jawab mentee antara lain: (a) mengikuti
pembelajaran
secara
serius;
(b)
menyelesaikan tugas sesuai dengan rencana yang dinegosiasikan kebutuhan
dengan
secara
mentor;
jelas;
(d)
(c)
menunjukkan
menolong
dalam
mengidentifikasi perkembangan tujuan; (e) mencari masukan dari mentor; (f) menunjukkan komitmen melalui tindakan; (g) memelihara kepercayaan diri; (h) memelihara tindakan yang positif; (i) berpikiran terbuka dalam menerima umpan balik baik positif maupun negatif. Selanjutnya tahapan dalam melakukan supervisi teknik mentoring dikembangkan dari (Center for Health Leadership & Practice, 2003). Ada 4 tahapan dalam melakukan mentoring yaitu: (1) membangun hubungan (building the relationship); (2) bertukar informasi dan pengaturan tujuan (exchanging information and setting goals) (3) bekerja ke arah tujuan atau memperdalam hubungan
mentoring
(working 92
towards
goals
or
deepening
the
Engagement);
and
(4)
mengakhiri
mentoring dan merencanakan masa depan (ending the formal mentoring relationship and planning for the Future). Dalam building the relationship, mentor dan mentee mulai membangun hubungan kepercayaan. Membangun dilakukan
kepercayaan
dengan
membahas
satu
dengan
mengadakan
yang
pertemuan
lain
untuk
masalah, kepentingan, dan harapan. Di
sini mentor dan mentee membuat kesepakatan tentang kerahasiaan dan frekuensi kontak.
Selama tahap
pertama ini, penting untuk membangun jadwal untuk berkomunikasi
teratur,
baik
melalui
pertemuan
langsung, melalui telepon atau melalui email. Exchanging information and setting goals, mentor dan
mentee
menetapkan
bertukar tujuan.
informasi Tujuan
lebih
dalam
lanjut
dan
tahapan
ini
merujuk pada bantuan mentor terhadap mentee dan bagaimana
untuk
melakukan
mentoring
secara
maksimal. Di sini mentee mengisi formulir goal setting untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai. Working
towards
goals
or
deepening
the
Engagement yang merupakan tahapan pelaksanaan mentoring melalui percakapan, materi tertulis, kegiatan pembelajaran dan pengembangan. Dalam tahap ini mentor perlu memberikan dorongan terhadap mentee dan merefleksikan kemajuan menuju tujuan dan pada 93
hubungan mentoring itu sendiri. Dalam tahap ini ada beberapa hal yang dibahas antara lain; manfaat dari mentoring, perubahan yang didapat dari mentoring, penyesuaian dan perubahan yang dibutuhkan untuk perbaikan dalam mentoring. Ending the Formal Mentoring Relationship and Planning for the Future merupakan hubungan akhir dari mentoring. Selain itu dalam tahap ini mentor bekerja dengan mentee untuk menentukan jenis dukungan yang dibutuhkan untuk masa depan. Instrumen penilaian mengacu pada instrumen dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur Bidang Pendidikan Dasar 2015. Instrumen ini memuat indikator pemahaman penilaian yang meliputi penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, konsep ulangan harian, konsep ulangan tengah semester, konsep ulangan akhir semester, tingkat pemahaman guru dalam penilaian proyek dan kemampuan mengolah nilai dan menuliskan deskripsi hasil penilaian dalam buku rapor (Depdikbud NTT, 2015) 4.2.3 Desain Produk Setelah melakukan pengumpulan data melalui book
survey,
maka
tahapan
selanjutnya
adalah
menyusun desain produk berupa model supervisi akademik teknik mentoring. Secara garis besar desain model
terdiri
atas
4
tahap 94
yaitu
perencanaan
(membangun hubungan dan bertukar informasi serta pengisian goal setting), pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut.
Model disusun berdasarkan analisis
konsep mentoring, peran mentor dan mentee, tahapan mentoring, dalam
instrumen
kurikulum
dari
2013.
dinas
terkait
Berikut
penilaian
disajikan
model
supervisi akademik teknik mentoring: 1. Supervisi Akademik Supervisi akademik merupakan sebuah kegiatan atau pembinaan kepada guru untuk meningkatkan kemampuan
profesional
dalam
pencapaian
tujuan
profesional. Fokus model supervisi akademik yaitu kompetensi pedagogik tentang penilaian pembelajaran peserta didik. Jenis penilaian yang dimaksud antara lain: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. 2. Konsep Mentoring Konsep mentoring dalam model supervisi yaitu hubungan komunikasi antara mentor (orang yang berpengalaman) untuk memberikan bantuan maupun dukungan
kepada
mentee
(orang
yang
kurang
berpengalaman) terkait dengan pekerjaan, karir, dan pengembangan merupakan
professional.
sebuah
bentuk
Mentoring bantuan
dari
di
sini kepala
sekolah terhadap guru kelas untuk mengembangkan 95
kompetensi
pedagogik
dalam
hal
penilaian
dan
evaluasi. Pelaksanaan mentoring dapat dilakukan secara formal maupun informal berdasarkan kebutuhan di lapangan. Karena mentoring merupakan bimbingan secara individu sehingga bentuk pelaksanaannya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan antara mentor dan mentee. Hal ini bertujuan untuk menciptakan suasana akrab
antara
mentor
dan
mentee
sehingga
pelaksanaan supervisi dapat berjalan lancar. 3. Peran Mentor Peran tanggung
mentor
jawab
menggambarkan
mentor
dalam
tugas
mentoring.
dan
Mentor
adalah orang yang lebih berpengalaman yang secara umum
memiliki
mendukung
tugas
mentee
untuk dalam
membantu
dan
mengembangkan
kompetensi dan kemampuan. Penjelasan peran mentor bertujuan untuk memberikan pemahaman apa fungsi mentor, apa yang harus dikerjakan oleh seorang mentor dan bagaimana bertindak sebagai mentor. Tugas antara
mentor
lain:(a)
mengembangkan
dalam
pelaksanaan
menolong rencana
mentoring
mentee
dalam
pembelajaran
berupa
membangun tujuan tentang apa yang belum bisa dicapai
oleh
berdasarkan
mentee;
(b)
pembelajaran 96
menyediakan dan
pedoman
pengembangan
kebutuhan mentee; (c) memberikan saran yang tepat kepada mentee dalam mengembangkan pengetahuan dan keahlian; (d) membangun lingkungan belajar yang mendukung
pengambilan
risiko
dan
inovasi,
dan
mendorong mentee untuk memperluas kemampuannya; (e)
pendengar
yang
aktif
dan
akomodatif;
(f)
memberikan umpan balik yang berkaitan dengan bimbingan. 4. Peran Mentee Dalam pelaksanaan supervisi akademik teknik mentoring, mentee berperan sebagai orang yang dibantu atau
diajari
oleh
mentor
dalam
mengembangkan
kompetensi nya. Walaupun dalam pelaksanaan mentee hanyalah orang yang dibantu dan dianggap sebagai orang yang pasif (hanya menerima ajaran maupun masukan). mentee
Akan
pun
tetapi,
dituntut
dalam aktif
mentoring
dalam
seorang
perencanaan,
pelaksanaan maupun feedback dari mentoring. Seorang mentee perlu memahami akan peran serta fungsinya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan mentor dalam menjalankan tugas serta fungsinya karena baik mentee maupun mentor sudah memiliki pemahaman akan tugas dan peran dari masing-masing. Tugas dan peran mentee dalam pelaksanaan mentoring antara lain: (a) mengikuti pembelajaran secara serius; (b) menyelesaikan tugas sesuai dengan rencana
yang
dinegosiasikan 97
dengan
mentor;
(c)
menunjukkan kebutuhan secara jelas; (d) menolong dalam
mengidentifikasi
mencari
masukan
komitmen
perkembangan
dari
melalui
mentor;
tindakan;
(f) (g)
tujuan;
(e)
menunjukkan memelihara
kepercayaan diri; (h) memelihara tindakan yang positif; (i) berpikiran terbuka dalam menerima umpan balik baik positif maupun negatif. 5. Kunci Keberhasilan Mentoring Kunci keberhasilan dari mentoring terletak pada bagaimana membangun hubungan antara mentor dan mentee, bagaimana menjalin hubungan saling percaya, peduli, dan saling mendukung. Model ini menjelaskan tentang
hal-hal
yang
perlu
diperhatikan
dalam
hubungan mentoring. Hal ini dimaksudkan agar mentor dan mentee dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan. Dalam membangun hubungan antara mentor dan mentee ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait fungsi dan peran dari mentor dan mentee itu sendiri antara lain: (a) menjadi pendengar yang baik ketika salah satu pihak berbicara; (b) menghindari sikap mendominasi terutama ketika berbicara; (c) kesepakatan dalam mentoring harus dilakukan dalam tindakan; (d) melakukan tinjauan kembali tentang keputusan
yang
diambil
secara
bersama;
(e)
memberikan kesan yang baik terutama kesan pertama dalam
melakukan
mentoring; 98
(f)
menciptakan
kebersamaan dalam aktivitas yang dapat dilakukan bersama. Faktor
lain
yang
perlu
diperhatikan
yaitu
penetuan tujuan yang jelas dan terukur. Tujuan yang jelas menggambarkan arah dari mentoring dalam hal apa dan bagaimana. Tujuan yang terukur memberikan masukan
kepada
mentor
dan
mentee
dapat
menetapkan langkah atau cara yang dapat ditempuh untuk pencapaian tujuan. Selain penetuan tujuan, komitmen wajib dimiliki oleh mentor dan mentee dalam pelaksanaan mentoring. Hal ini karena tugas dan tanggung jawab dari mentee maupun mentor yang tidak hanya berfokus pada mentoring tetapi juga pada pekerjaan lain. Penentuan waktu untuk bertemu, sharing ataupun bekerja perlu disepakati bersama oleh mentor dan mentee. Dengan demikian mentoring dapat berjalan secara teratur dan tidak mengganggu aktivitas lain di luar tugas dan tanggung jawab sebagai mentor ataupun mentee. 6. Tahapan Supervisi Akademik Teknik Mentoring Tahapan supervisi akademik teknik mentoring terdiri atas 5 tahapan antara lain: 1) Membangun Hubungan, Dalam tahap ini, kepala sekolah sebagai supervisor membangun
dan
guru
hubungan
selaku saling
supervisee percaya.
mulai
Hubungan
saling percaya satu dengan yang lain dilakukan dengan mengadakan pertemuan untuk membahas masalah, 99
kepentingan dan harapan, 2) Bertukar informasi dan menentukan
tujuan,
tahapan
ini
ditandai
oleh
keterbukaan dan kepercayaan dan diskusi bermakna. Proses
bertukar
informasi
dilakukan
melalui
wawancara dengan supervisee. Wawancara sebagai bentuk bertukar infomasi tentang jenis serta teknik penilaian yang digunakan oleh guru kelas, bagaimana tahapan dalam melaksanakan penilaian serta kendala yang dihadapi dalam melakukan penilaian.
Selain
wawancara, tahapan penentuan tujuan (goal setting) akan
ditentukan
sendiri
oleh
supervisee
dengan
bantuan dari supervisor jika dibutuhkan. Supervisee dapat menuliskan kompetensi yang ingin dicapai, manfaat dari supervisi, mencari tau kendala yang akan menghambat pelaksanaan supervisi serta sumber yang dibutuhkan
oleh
supervisee
dalam
pelaksanaan
supervisi, 3) Bekerja ke arah tujuan, Dalam tahap ini supervisor memberikan dorongan dan motivasi untuk mencapai
tujuan
supervisi.
Bentuk
pelaksanaan
dilakukan pemberian materi dan tugas oleh kepala sekolah terhadap guru kelas berdasarkan kebutuhan. 4)
Evaluasi (Penentuan Akhir Supervisi), tahap ini
supervisor dan supervisee akan saling mengevaluasi tentang pelaksanaan supervisi dan kompetensi dari supervisor maupun supervisee. Tahap keempat dalam model supervisi dilampirkan form penilaian kompetensi pedagogik guru kelas dan juga penilaian pelaksanaan 100
supervisi dan supervisor oleh guru kelas. Selain penilaian, terdapat wawancara supervisor terhadap supervisee
untuk
mendapat
feedback
terkait
pelaksanaan supervisi. Panduan wawancara memuat ketercapaian tujuan (goal setting) supervisi, hal-hal yang
masih
dirasa
kurang
dalam
pelaksanaan,
kesulitan dalam pelaksanaan supervisi, alternatif lain dalam pelaksanaan maupun saran serta masukan untuk
supervisi
yang
akan
datang
jika
masih
dibutuhkan. 5) Tindak Lanjut (Perencanaan Masa Depan) tahap ini dapat dilakukan jika goal setting supervisi belum tercapai, bentuk tindak lanjut yaitu kepala sekolah dan guru kelas kembali pada tahap 1 (membangun hubungan). 4.2.4 Validasi Desain Setelah melalui tahapan desain produk, tahapan selanjutnya adalah validasi desain produk. Desain produk
berupa
model
supervisi
akademik
teknik
mentoring pembinaan kompetensi pedagogik guru kelas divalidasi oleh pakar praktisi di bidang pendidikan. Validasi dilakukan oleh Prof. Dr. Slameto, M.Pd, Dr. Bambang Ismanto, M.Si, dan Kepala sekolah SD Kristen Tunas Gloria Kupang Frengky Lesse, S.Pd. Validasi dilakukan menggunakan teknik delphi melalui pengisian
kuesioner
oleh
pakar
yang
dilakukan
sebanyak 2 putaran oleh Prof. Dr. Slameto, M.Pd dan Dr.Bambang Ismanto, M.Si sedangkan 1 putaran oleh 101
Frengky Lesse, S.Pd. Validasi tersebut memberikan hasil sebagai berikut: 1. Prof. Dr. Slameto, M.Pd Berdasarkan validasi terhadap draft desain model
supervisi
akademik
teknik
mentoring
terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki yaitu penjabaran
pentingnya
penulisan,
tahapan
4
model, (evaluasi
sistematika supervisi),
penyajian bagan pelaksanaan dan penambahan petunjuk pada instrumen pendukung supervisi. 2. Dr. Bambang Ismanto, M.Si Berdasarkan
validasi
terhadap
draft
desain model supervisi teknik mentoring terdapat beberapa
hal
penjabaran
yang
situasi
perlu
diperbaiki,
problematis
pada
yaitu latar
belakang, penjelasan tujuan dan output pada setiap tahapan, tahapan 4 (evaluasi) bagaimana tindak
lanjut
dan
instrumen
pertanyaan
wawancara. 3. Frengky Lesse, S.Pd Berdasarkan validasi terhadap draft model secara keseluruhan cukup jelas dan mudah dipahami 4.2.5 Perbaikan Desain Berdasarkan validasi desain oleh para ahli maka dilakukan perbaikan sebagai berikut:
102
1. Penjabaran
latar
menambahkan
belakang
pentingnya
dipertajam model
dan
dengan situasi
problematik di SD Kristen Tunas Gloria Kupang. 2. Struktur
model
diubah
dengan
menambahkan
kajian teori tentang model supervisi akademik teknik mentoring. 3. Tahap pada evaluasi supervisi (penentuan akhir supervisi) di follow up dengan kegiatan tindak lanjut (perencanaan masa depan). 4. Setiap
instrumen
pendukung
model
supervisi
ditambahkan petunjuk penggunaan dan pertanyaan wawancara dirinci agar setiap nomor hanya berisi satu pertanyaan.
4.3 Pembahasan Pembahasan
pada
bagian
ini
untuk
mendeskripsikan rumusan masalah tentang bagaimana praktik supervisi kepala sekolah dalam pembinaan kompetensi pedagogik di SD Kristen Generasi Unggul dan apa masalah
dalam pelaksanaan supervisi dan
uraian model supervisi akademik teknik mentoring pembinaan kompetensi pedagogik guru kelas. 4.3.1 Praktik Supervisi di SD Kristen Tunas Gloria Kupang Praktik supervisi di SDK Tunas Gloria dapat digambarkan
dalam
3
tahap
103
yaitu
perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Berikut deskripsi dari tiap tahapan tersebut: 1. Perencanaan Berdasarkan hasil wawancara, kepala sekolah memulai perencanaan supervisi dengan melakukan observasi
sebagai
langkah
awal.
Observasi
yang
dilakukan merupakan observasi kegiatan belajar di kelas. Selain observasi, bentuk perencanaan lain yang digunakan oleh kepala sekolah yaitu sharing dengan guru pada saat melakukan rapat kerja. Dalam proses sharing guru mengungkapkan tentang permasalahan atau kendala yang dihadapi. Hasil dari observasi dan sharing nantinya digunakan kepala sekolah sebagai acuan dalam melakukan perencanaan berdasarkan kebutuhan
guru
di
lapangan.
Sagala
(2010)
menyatakan bahwa tujuan supervisi dapat tercapai dengan cara menetapkan masalah yang betul-betul mendesak
ditanggulangi
dengan
mengumpulkan
informasi tentang masalah menggunakan instrumen tertentu seperti observasi, wawancara, kuesioner, dan sebagainya yang kemudian dianalisis dan disimpulkan keadaan sebenarnya. Berdasarkan penjabaran di atas, kepala sekolah menggunakan observasi sebagai media dalam menentukan tujuan supervisi sebagai bentuk perencanaan. Akan tetapi observasi yang dilakukan terbukti belum sampai pada tahap dianalisis dan disimpulkan
sesuai
keadaan 104
sebenarnya.
Hal
ini
didukung oleh data kuesioner guru kelas, dalam kuesioner guru kelas menyebutkan bahwa observasi yang
dilakukan
himbauan
kepala
untuk
sekolah
hanya
mempersiapkan
berupa
kelengkapan
mengajar. Hal tersebut menunjukkan bahwa bentuk perencanaan yang dilakukan tentu belum sejalan dengan cara mencapai tujuan supervisi. Selanjutnya penelitian relevan yang diungkapkan oleh Prihono (2014) bahwa ciri tidak berhasilnya supervisi yaitu jika guru tidak dilibatkan dalam proses supervisi. 2. Pelaksanaan Pelaksanaan supervisi di SDK Tunas Gloria belum
memiliki
kebutuhan
tujuan
guru
khusus
dalam
sesuai
pencapaian
dengan
kompetensi
pedagogik guru kelas. Sagala (2010) menyebutkan latihan/pembinaan dalam supervisi diadakan sesuai dengan
kebutuhan
dan
keperluan.
Hal
ini
menunjukkan bahwa supervisi belum sesuai karena belum
berdasar
pada
kebutuhan.
Karena
dalam
pelaksanaannya masih ditekankan pada pemeriksaan administrasi dan pengelolaan kelas. Berdasarkan
data
wawancara,
pelaksanaan
supervisi yang dilakukan yaitu perencanaan kegiatan pembelajaran dan observasi kelas. Untuk semester 2 tahun 2016 supervisi baru dilakukan terhadap 3 orang dari total 11 guru kelas yaitu guru kelas 1, guru kelas 2 dan guru kelas 4. Hasil dari supervisi tersebut, guru 105
kelas 1 mendapat skor 70 dengan perbaikan metode pengajaran, guru kelas 2 mendapat skor 72 dengan perbaikan untuk lebih kreatif dalam pengajaran dan guru kelas 4 mendapat skor 75 dengan perbaikan pada administrasi penilaian. Keadaan ini didukung oleh penelitian
Ernawati
(2014)
Supervisi
tidak
dapat
dilakukan secara rutin dan merata ke semua guru, karena perbandingan jumlah supervisor dengan jumlah guru di satu sekolah tidak sebanding. 3. Evaluasi Berdasarkan
data
wawancara,
evaluasi
supervisi kepala sekolah dilakukan secara bertahap dengan melihat perkembangan dari guru yang di supervisi. Namun dalam pelaksanaannya, evaluasi tidak dilakukan sampai tahap dimana guru benarbenar tanggap. Bentuk evaluasi kepala sekolah yang diungkapkan oleh guru kelas dalam kuesioner yaitu kepala sekolah menanyakan tentang kendala yang dihadapi di kelas dan memberikan motivasi kepada guru. Bentuk evaluasi ini
jika dilihat dari pendapat
Sagala (2010) cara mencapai tujuan supervisi dengan melakukan pembinaan (lanjutan & kegiatan) yang mengarahkan semangat guru dalam melaksanakan cara-cara baru. Maka dapat dikatakan bahwa bentuk evaluasi supervisi kepala sekolah sudah sesuai karena kepala sekolah memberikan motivasi kepada guru. Akan tetapi ketika hasil evaluasi menunjukkan guru 106
belum mencapai tujuan dari perencanaan supervisi, kepala sekolah belum melakukan kegiatan tindak lanjut dengan pelaksanaan supervisi lebih lanjut. Hal ini sejalan dengan penelitian Prihono (2014) bahwa supervisi akademik yang terlaksana saat ini belum berjalan maksimal hal ini disebabkan pengawas masih melaksanakan supervisi sebagai kegiatan rutin dan belum
melakukan
proses
pembinaan
secara
berkelanjutan. 4.3.2 Masalah dalam Pelaksanaan Supervisi Kendala dalam pelaksanaan supervisi di SDK Tunas Gloria ditemukan pada bagian perencanaan, pelaksanaan
dan
evaluasi.
Akan
tetapi
dalam
pembahasan berikut penulis tidak membagi masalah ke dalam 3 tahap tersebut namun langsung pada deskripsi permasalahan supervisi yang terjadi. Deskripsi masalah dalam pelaksanaan supervisi antara lain: Pertama, belum ada panduan khusus yang dibuat
oleh
kepala
sekolah
sebagai
bentuk
perencanaan. Padahal dari hasil wawancara, kepala sekolah menyebutkan bentuk perencanaan melalui observasi dan sharing. Hal tersebut menunjukkan hasil dari observasi dan ditindaklanjuti berdasarkan
sharing
sebagai
kebutuhan
bersama guru belum
suatu guru.
bentuk
perencanaan
Depdikbud
(dalam,
Muslim 2010) agar kegiatan supervisi dapat sesuai dengan kebutuhan di lapangan maka dibutuhkan 107
program
yang
dilakukan, fasilitas
menggambarkan
cara
yang
melakukan, dibutuhkan
pelaksanaannya.
Akan
apa
waktu dan
tetapi
yang
pelaksanaan,
cara
pada
akan
mengukur
kenyataannya
kepala sekolah belum membuat program supervisi yang menjadi
panduan
yang
memuat
akan
indikator
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut. Kedua,
penentuan
tujuan
supervisi
hanya
berfokus pada implementasi 2013 yaitu kompetensi melakukan
perencanaan
pembelajaran.
Tujuan
dan
supervisi
pelaksanaan belum
melihat
kebutuhan guru yang sesungguhnya. Hal ini belum sejalan dengan pendapat Sagala (2010) yaitu supervisi berdasarkan hasil penilaian sesuai kebutuhan dan keperluan. Ketiga, Panduan yang digunakan oleh kepala sekolah (panduan supervisi yayasan & instrumen pelaksanaan
supervisi
dinas)
belum
memadai.
Berdasarkan studi dokumentasi, panduan supervisi yayasan merupakan panduan supervisi tahun 2012. Panduan terdiri atas 4 bab. Bab I berisi definisi supervisi, prinsip supervisi dan jenis-jenis supervisi. Bab II berisi pelaksanaan supervisi pembelajaran yang terdiri
atas
observasi
kelas,
saling
mengunjungi,
demonstrasi belajar, supervisi klinis dan kaji tindak. Bab
III
berisi
perangkat,
jadwal
supervisi
dan
instrumen supervisi administrasi sekolah. Sedangkan 108
bab IV berisi penutup. Secara umum Panduan yayasan telah mencakup pengertian, prinsip, jenis, pelaksanaan dan
perangkat dalam supervisi. Akan tetapi dalam
penjelasannya masih secara umum dan belum memuat secara
rinci
supervisi
tentang
dan
juga
tahapan panduan
dalam ini
melakukan
belum
memuat
kompetensi melakukan penilaian dalam kurikulum 2013. Selain itu instrumen yang ada hanya instrumen administrasi sekolah dan jadwal supervisi kunjungan kelas. Panduan dinas pun hanya berupa instrumen pelaksanaan
kegiatan
pembelajaran,
instrumen
observasi kelas, instrumen pendampingan telaah RPP, instrumen
perencanaan
kegiatan
pembelajaran,
instrumen pendampingan pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik. Dalam instrumen tersebut kepala sekolah hanya memberikan penilaian
dengan
mencentang
pada
kolom
serta
memberikan catatan yang nantinya harus diperbaiki oleh guru. Instrumen yang ada belum menjelaskan secara rinci langkah-langkah yang harus dilakukan oleh
supervisor
supervisi
dan
sebelum hanya
dan
setelah
berfokus
pada
melakukan penilaian
kompetensi guru. Keempat, beban kerja kepala sekolah. Dalam wawancara, kepala sekolah menyebutkan tugas dan tanggung jawab sebagai kepala sekolah dan di luar 109
sekolah menyebabkan perencanaan belum dilakukan secara baik. waktu
juga
Selain perencanaan supervisi, beban mengakibatkan
pelaksanaan
supervisi
belum dilakukan secara berkala. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas (2008) menyebutkan supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan dan bukan tugas
sembilan
yang
hanya
dilakukan
jika
ada
kesempatan. Hal ini berarti, sekalipun kepala sekolah memiliki
waktu
yang
terbatas,
perencanaan
dan
pelaksanaan supervisi tidak hanya dilakukan jika memiliki waktu luang tetapi menjadi hal wajib untuk dilaksanakan. Kelima, berdasarkan
Pelaksanaan
informasi
supervisi
pelaksanaan
dilakukan
supervisi
dari
dinas. Data wawancara menyebutkan bahwa ketika mendapat
informasi
tentang
guru
yang
akan
di
supervisi, kepala sekolah akan melakukan supervisi terlebih
dahulu
terhadap
guru
tersebut.
Hal
ini
dimaksudkan kepala sekolah agar guru sudah siap sebelum di supervisi oleh pengawas. Hal ini tentu hanya
dilakukan
pada
guru
tertentu
yang
akan
mendapat supervisi pengawas. Sehingga tidak semua guru mendapatkan supervisi kepala sekolah. Keenam,
kurangnya
pemahaman
kepala
sekolah dalam melakukan evaluasi. Pada wawancara, kepala sekolah mengungkapkan kendala yang dihadapi 110
terkait pemahamannya tentang instrumen penilaian evaluasi
terkait
dilakukan
implementasi
kepala
sekolah
2013.
masih
Upaya
sebatas
yang
sharing
dengan kepala sekolah dari Sekolah Dasar lain dan browsing di internet. 4.3.3 Uraian Model Model
supervisi
akademik
teknik
mentoring
dilandasi oleh Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Kepala Sekolah/ Madrasah yang menyebutkan salah satu
dimensi
kompetensi
kepala
sekolah
yaitu
supervisi. Kedua Permendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007
tentang
Kompetensi
Standar
Guru
Kualifikasi
yang
Akademik
menyebutkan
dan
kompetensi
pedagogik wajib dimiliki guru. Kedua landasan tersebut menjadi latar belakang terbentuknya tujuan. Dalam model ini, subyek yang akan dituju adalah guru kelas yang
nantinya
akan
mendapat
supervisi
kepala
sekolah. Model supervisi akademik ini menggunakan teknik
mentoring
sehingga
dalam
pelaksanaannya
kepala sekolah menjalankan peran seperti mentor dan guru sebagai mentee. Mentoring yang dimaksud adalah hubungan komunikasi kepala sekolah dan guru yang dalam implementasinya kepala sekolah memberikan bantuan
serta
kompetensi
bimbingan
guru.
untuk
Hubungan 111
ini
mengembangkan memungkinkan
pembelajaran 2 arah walaupun tidak seimbang antara yang
diperoleh
memungkinkan menentukan
mentee
dan
mentee
sendiri
mentor.
berperan
tujuan
Model
aktif
supervisi
ini
untuk
berdasarkan
kebutuhan guru tersebut. Secara umum, model ini terdiri atas 4 tahap kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut. Tahap perencanaan dilakukan melalui tahapan membangun hubungan, bertukar informasi dan
pengisian
goal
setting.
Tahap
pelaksanaan
merupakan proses bekerja ke arah tujuan. Tahap evaluasi
merupakan
proses
penilaian
pelaksanaan
supervisi dan tindak lanjut sebagai akibat dari evaluasi goal setting supervisi yang belum tercapai. Membangun hubungan, pada tahap ini kepala sekolah melakukan komunikasi dengan guru kelas terkait masalah, kepentingan, dan harapan. Pertanyaan yang dapat ditanyakan oleh kepala sekolah antara lain: (a)
ceritakan
kemampuan
tentang dalam
diri
bapak/ibu,
melakukan
tentang
penilaian,
(b)
bagaimana pelaksanaan penilaian selama ini, (c) apa kendala dalam melakukan penilaian terhadap peserta didik,
(d)
bagaimana
bapak/ibu
mendapatkan
keuntungan dari hubungan supervisi, (e) apa tujuan utama bapak/ibu dalam hubungan supervisi ini. Kotze (2014) menyebutkan membangun hubungan membuka ruang untuk supervisor dan supervisee menemukan 112
titik
tolak
dari
permasalahan.
Muslim
(2010)
menyebutkan salah satu tahapan dalam pelaksanaan supervisi yaitu membengun komunikasi pribadi. Tahap ini lebih ditekankan bagaimana terciptanya hubungan saling percaya antara supervisor dan supervisee. Pada akhir tahap ini diharapkan terciptanya hubungan saling percaya antara supervisor dan supervisee yang ditandai dengan adanya keterbukaan supervisee dalam menyampaikan kemampuan dan kekurangannya. Bertukar informasi dan pengisian goal setting, tahap bertukar informasi dilakukan melalui wawancara kepala sekolah terhadap guru kelas. Dalam proses wawancara dapat terjadi proses sharing terkait masalah atau
kendala
yang
dihadapi
guru.
Kemudian
dilanjutkan dengan pengisian form goal setting oleh guru kelas.
Akhir tahapan ini, ditandai dengan
perumusan tujuan supervisi yang spesifik berdasarkan hasil wawancara dan form goal setting yang telah diisi. Tahap ini sejalan dengan penelitian Widyasari dan Yaumi (2014) yang menyebutkan tahap perencanaan mencakup
penjabaran
mengidentifikasi
potensi
tujuan guru
pendampingan,
serta
menfasilitasi
orientasi bersama. Proses ini memberikan kesempatan untuk guru berperan aktif dalam perencanaan. Hal ini didukung oleh model pengembangan Prihono (2014) yang
mana
pengawas
meminta
113
masukan
tentang
kebutuhan kompetensi guru dan bentuk perencanaan dilakukan bersama oleh pengawas dan guru. Bekerja ke arah tujuan, tahap ini merupakan proses kerjasama antara supervisor dan supervisee untuk mencapai tujuan. Bentuk kerja sama dilakukan melalui percakapan, materi tertulis, tugas dan mencoba berbagai
kegiatan
ditekankan diberikan
pada oleh
pembelajaran. bantuan
kepala
Tahap
atau
sekolah.
Suhardan,
2010)
menyebutkan
supervisor
yaitu
teaching
ini
lebih
bimbingan
yang
Modrcin
salah
function,
(dalam
satu
fungsi
menyediakan
informasi baru yang relevan dengan tugas yang harus dilaksanakan. supervisor
Selanjutnya
perlu
kepala
memberikan
sekolah
dorongan
sebagai terhadap
supervisee dan merefleksikan kemajuan menuju tujuan dan pada hubungan supervisi itu sendiri. Supervisor dan supervisee dapat membahas hal-hal berikut: (a) apa manfaat dari hubungan supervisi sampai saat ini, (b) perubahan apa yang bapak/ibu lihat pada diri sendiri dalam cara melakukan penilaian sebagai akibat dari hubungan supervisi, (c) jika ada, jenis penyesuaian atau perubahan apa yang dibutuhkan dalam hubungan supervisi.
Pada
akhir
tahapan
ini,
diharapkan
supervisor telah memberikan materi atau tugas yang sesuai dengan goal setting yang dirumuskan dan berdasarkan kebutuhan guru. Hal tersebutu didukung oleh
Sagala
(2010)
yang 114
menyebutkan
bahwa
pencapaian supervisi dapat diraih dengan latihan sesuai kebutuhan dan keperluan guru. Penentuan akhir supervisi, tahap ini merupakan tahap evaluasi yang menentukan hubungan supervisi berakhir
atau
dilanjutkan
dengan
perencanaan
supervisi yang baru. Jika hasil evaluasi menunjukkan goal setting tercapai maka supervisi dapat diakhiri. Maruta et al (2013) menyebutkan keberhasilan program dengan melakukan pengukuran kemajuan. Bentuk evaluasi
dilakukan
oleh
kepala
sekolah
dengan
menggunakan instrumen penilaian kompetensi guru serta
melakukan
wawancara
tentang
pelaksanaan
supervisi. Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh kepala sekolah selaku supervisor terhadap guru kelas. Guru sebagai supervisee juga diberikan kesempatan untuk melakukan evaluasi. Bentuk evaluasi guru dengan mengisi instrumen penilaian pelaksanaan supervisi dan penilaian
supervisor.
Hasil
keseluruhan
evaluasi
diberikan oleh kepala sekolah kepada guru kelas dalam bentuk report dan sebaliknya guru kelas memberikan form penilaian pelaksanaan supervisi dan penilaian supervisor kepada kepala sekolah. Kedua form ini yang akan digunakan sebagai tolak ukur untuk mengakhiri supervisi. Perencanaan masa depan, tahap ini merupakan bentuk tindak lanjut dari hasil evaluasi supervisi yang 115
menunjukkan belum tercapainya goal setting. Pada tahap ini supervisor dan supervisee akan memulai dengan perencanaan masa depan (supervisi baru) dan kembali ke tahap 1. Dalam penelitian Widyasari dan Yaumi
(2014)
evaluasi
menyebutkan
dengan
bentuk
mendesain
tindak
kembali
pendampingan. Selanjutnya supervisor
lanjut
program
bekerja sama
dengan supervisee untuk menentukan jenis dukungan yang mungkin diperlukan di masa depan. Selain itu, supervisor
juga
dapat
menghubungkan
supervisee
dengan rekan-rekan lain yang dapat memberikan manfaat berupa informasi, pengetahuan lain di luar yang disediakan oleh supervisor. Hal tersebut mengacu pada
model
supervisi
Ernawati
(2014)
yang
menggunakan teknik kunjungan kelas oleh guru senior. Akan tetapi model ini berfokus pada guru yang telah lulus dari pelaksanaan supervisi akan diperbantukan dalam supervisi kepala sekolah. Ernawati menyebutkan bentuk tindak lanjut dalam model supervisi berupa kegiatan pembinaan dan perbaikan terkait kompetensi guru.
Tahap
ini
memungkinkan
diskusi
antara
supervisor dan supervisee antara lain: (a) menemukan jenis dukungan yang mungkin masih diperlukan, (b) mendiskusikan secara
informal
apakah dan
hubungan bagaimana
supervisee akan menerapkannya.
116
akan
berlanjut
supervisor
dan