BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam Bab ini akan dikemukan hal – hal yang berkaitan dengan hasil penelitian yaitu gambaran penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan. 4.1 Setting Penelitian (RS Umum Daerah Dr.Moewardi) Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dr.Moewardi. Rumah sakit tersebut merupakan salah satu Rumah Sakit tipe A milik pemerintah Jawa Tengah. Rumah sakit Dr.Moewardi terletak di Jln. Kolonel Soetarto 132 Jebres,Surakarta. Rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit rujukan wilayah Surakarta dan perbatasan Jawa Timur dan oleh sebab itu, banyak pasien dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu, Rumah Sakit Moewardi juga merupakan rumah sakit Pendidikan, sebagaimana tertera dalam surat keputusan bersama Mentri Kesehatan, Mentri Pendidikan dan Kebudayaan serta Mentri Dalam Negri RI, nomor 544/Menkes/SKB/X/81, nomor 043/V/1981 dam BO:324 tahun 1981. Rumah Sakit
Dr.Moewardi adalah Rumah Sakit
dengan
spesifikasi rumah sakit umum termasuk pula melayani penyakit kanker. Penyakit kanker yang banyak ditemui adalah penyebab kanker pada 46
organ reproduksi wanita. Kasus kanker pada organ reproduksi wanita yang banyak ditemui, diantaranya kanker serviks, kanker endometrium, kanker vulva, kanker ovarium, kanker rahim, dan kasus kanker pada organ reproduksi lainnya. Fasilitas ruangan untuk pasien dengan penyakit kanker yang menginap adalah ruang rawat inap. Ruang rawat inap khusus penyakit kanker ada 2, yaitu Ruang Melati 2 dan Mawar 3. Melati 2 merupakan rawat inap kelas III dengan 9 ruang. Mawar 3 merupakan rawat inap kelas II dengan 19 ruang+1 ruang ODC (One Days Care). Rawat inap Melati 2 spesifikasinya R.9 dan Mawar 3 spesifikasinya R.7&8 adalah Ruang yang dikhususkan untuk kanker pada reproduksi wanita. Fasilitas tenaga kesehatan yang disediakan masing-masing ruang di rawat inap Melati 2 dan Mawar 3 cukup lengkap . Tenaga Kesehatan di Rawat inap Melati 2 terdiri dari 25 perawat + 1 PUK dengan jenjang pendidikan 8 orang S.Kep; 17 orang D3 dan I PUK tamatan SMA. Sedangkan Tenaga Kesehatan di Rawat inap Mawar 3 terdiri dari 20 perawat dan 5 bidan dengan jenjang pendidikan 2 orang Ners, 2 orang S.Kep, 15 orang Amd.Kep, 1 orang SPK dan 5 orang Amd.Kebidanan. Sistem pembagian pelayanan di rawat inap menggunakan sistem tim. Satu tim dipimpin oleh PP (Perawat Primer). Masing –masing tim hanya menjalankan tugas berdasarkan pembagian ruangnya. Sistem 47
pengaturan tim pelayanan ini memudahkan tenaga kesehatan yang di ruangan, sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi secara optimal. Di bagian Rawat inap, kanker serviks merupakan penyakit kanker terbanyak setelah kanker payudara. Pada tahun 2011 Kanker serviks masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak rawat inap setelah neoplasma ganas payudara dan janin & bayi baru lahir yang dipengaruhi oleh faktor penyulit kehamilan persalinan dan kelahiran. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada (Tabel 4.1) Tabel 4.1. 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Tahun 2011 No. Keterangan 1. Neoplasma ganas payudara 2. Janin dan bayi baru lahir yang dipengaruhi oleh faktor dan penyulit kehamilan persalinan dan kelahiran 3. Neoplasma ganas serviks uterus 4. Bayi lahir hidup sesuai tempat lahir 5. Diabetes melitus YTT 6. CKD (gagal ginjal) 7. Perdarahan intrakranial 8. Hipertensi essensial 9. Stroke non hemoragik 10. Diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (kolitis infeksi)
Jumlah 1770 1560
1308 111 1146 1050 372 636 984 624
Dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 prevalensi kanker serviks di RS Dr.Moewardi mengalami peningkatan kecuali tahun 2012. Dari data yang diambil dari Buku Laporan Rawat Inap Tahunan Dr. Moewardi diketahui sebanyak 936 orang pada tahun 2007, 818 orang pada tahun
48
2008, sebanyak 1778 orang pada tahun 2010, 1308 orang pada tahun 2011, dan 831 orang pada tahun 2012 ( Grafik 4.1 ). Grafik 4.1. Data Rawat Inap Kanker Serviks
2000 1500
2007
1000
2008
500
2010
0
2011
Data rawat inap kanker serviks
2012
Pada tahun 2012 rata –rata kunjungan pasien kanker serviks di rawat inap Melati 2 dan Mawar 3 sekitar 69-70 pasien setiap bulannya (Grafik 4.2). Kunjungan terendah pada bulan Maret, dan kunjungan tertinggi pada bulan Desember.
49
Grafik 4.2. Rekapituasi Kunjungan per-bulan Rawat Inap
100
Kunjungan Rawat Inap Kanker Serviks di R.Melati 2 dan R.Mawar 3 tahun 2012
80 60 40 20 0
4.2 Pelaksanaan Penelitian 4.2.1 Tahap Persiapan a. Memasukkan surat ijin penelitian b. Sesi tanya jawab (pada sesi ini peneliti ditanya salah satu staff dari bagian Diklit mengenai rancangan penelitian yang akan dilakukan) sesi ini berlangsung ± 30 menit. c. Menyelesaikan administrasi penelitian d. Mengambil surat ijin penelitian
50
4.2.2 Tahap Pelaksanaan a. Waktu & tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan November 2012 hingga pertengahan bulan Desember 2012, kemudian dilanjutkan dari akhir bulan Januari 2013 hingga awal Februari 2013. b.
Pada tanggal 13 November 2012, peneliti mengambil surat izin
penelitian. Setelah itu, peneliti ke bagian rekam medis dengan menunjukkan surat izin penelitian untuk mengambil data kasus kanker serviks di RSUD Dr. Moewardi tahun (2007-2012). Pada tanggal 14 November, peneliti ke bagian Humas untuk mengambil Profil
RSUD
Dr.
Moewardi
dan
pada
tanggal
tsb.peneliti
mengantarkan surat ke ruang rawat inap Melati 2 dan Mawar 3. Pada tanggal 16 November 2012 peneliti memulai penelitian dengan memperkenalkan diri dengan masing-masing kepala ruang. Setelah itu,
peneliti memulai penelitian dengan mengumpulkan data
mengenai wanita dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi di ruangan. Setelah mendapatkan data, peneliti ke bangsal untuk menemui masing-masing penderita dan melakukan observasi.
51
4.3 Hasil Penelitian 4.3.1 Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini adalah pasien kanker serviks yang
mengikuti
program
kemoterapi
di
Rumah
Sakit
Umum
Dr.Moewardi. Adapun gambaran responden penelitian terdiri dari latarbelakang usia, pendidikan, pekerjaan, jenis pembayaran, asal daerah, status pernikahan, jumlah anak, usia anak paling bungsu, preventif pap smear sebelum terdiagnosa kanker serviks, banyaknya program kemoterapi yang dijalani, pengobatan kemoterapi yang dijalani, pengobatan alternatif selain kemoterapi, dan stadium kanker serviks. 1). Usia Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia
Usia < 35 > 65 35 – 44 45 – 54 55 – 64 Total
Frekuensi 6 4 6 16 8 40
Persen (%) 15 10 15 40 20 100
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah kelompok usia 45-54 tahun (40%), kedua terbanyak kelompok usia 55-64 tahun (20%), kemudian diikuti kelompok usia 35-44 dan < 35 tahun (30%) dan yang paling sedikit kelompok usia > 65 tahun (10%).
52
2). Agama Responden terbanyak pemeluk Agama Islam (95%) kemudian diikuti pemeluk agama Kristen Protestan (5%). 3). Pendidikan Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi berdasarkan Pendidikan Pendidikan
Frekuensi
persen (%)
Tidak sekolah
8
20
Tidak tamat SD
1
2,5
SD
19
47,5
SLTP
8
20
SMA
4
10
Total
40
100
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan responden adalah SD (47,5%), SLTP dan Tidak pernah sekolah (40%), Sedangkan lainnya dengan jenjang pendidikan Tidak Tamat SD (2,5%) dan SMA (10%). 4). Pekerjaan Tabel 4. 4. Distribusi Frekuensi beradasarkan Pekerjaan Pekerjaan Ibu RT Tani Wiraswasta Buruh Total
Frekuensi 12 18 6 4 40
persen (%) 30 45 15 10 100
Tabel 4.4 diketahui bahwa rata-rata pekerjaan responden adalah Tani (45%), Ibu Rumah Tangga (30%), Wiraswasta (15%), Buruh (10%).
53
5). Jenis Pembayaran dan Asal Daerah Tabel 4.5 Distribusi berdasarkan Jenis Pembayaran dan Asal Daerah Responden
Jenis Pembayaran
Asal Daerah
11b 5b 9b 31b 34b 3b 15b 17b 18b 39b 4b 7b 8b 10b 14b 19b 20b 23b 24b 28b 29b 30b 32b 33b 1b 2b 6b 12b 13b 16b 21b 22b 25b 26b 27b 35b 38b 40b 36b 37b
Sendiri Sendiri Sendiri Jamkesmas Jamkesmas Sendiri Jamkesmas Askes Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Sendiri Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Sendiri Sendiri Jamkesmas Askes Sendiri Jamkesda Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Sendiri Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Jamkesmas Sendiri Jamkesmas
Banjar Sari Klaten Pacitan Surakarta Karanganyar Sragen Sukoharjo Salatiga Grobogan Boyolali Karang anyar Grobogan Karang Anyar Grobogan Ngawi Wonogiri Ngawi Sukoharjo Klaten Banjarsari Surakarta Banjarsari Ngawi Banjarsari Surakarta Ngawi Boyolali Grobogan Ngawi Boyolali Sragen Tengaran Wonogiri Grobogan Kartasura Wonogiri Boyolali Kartasura Surakarta Boyolali
Tabel 4.5 diketahui jenis pembayaran yang digunakan sebagian responden (75%) dengan jamkesmas, jamkesda dan askes sedangkan lainnya biaya sendiri (25%). Mayoritas responden berasal dari desa di Jawa tengah, dan sekitar Jawa Timur.
54
6). Status Pernikahan Sebagian besar responden dengan status menikah (87,5%) kemudian sisanya sudah janda (12,5%). 7). Jumlah Anak Tabel 4. 6. Distribusi Frekuensi berdasarkan Jumlah Anak Jumlah Anak Tidak memiliki anak Memiliki 1 anak Memiliki 2 anak Memiliki 3 anak Memiliki 4 anak Memiliki 5 anak Memiliki 6 anak Memiliki 7 anak Total
Frekuensi 1 4 11 12 3 7 1 1 40
Persen (%) 2,5 10 27,5 30 7,5 17,5 2,5 2,5 100
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa kebanyakan responden memiliki 2 dan 3 anak (57,5%), dan banyak juga responden yang memiliki anak > 4 anak (30 %). Sedangkan hanya (12,5 %) yang tidak memiliki anak dan memiliki 1 anak. 8). Usia Anak yang Paling Bungsu Tabel 4.7.Distribusi Frekuensi berdasarkan Usia Anak yang Paling Bungsu Usia anak bungsu < 10 10 – 15 16 – 20 21 – 25 26 – 30 31 – 34 >35 Total
Frekuensi 5 9 10 5 6 2 3 40
Persen (%) 12,5 22,5 25 12,5 15 5 7,5 100 55
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa usia anak paling bungsu yang dimiliki responden terbanyak pada kelompok usia 16-30 tahun (52,5%), kemudian diikuti kelompok usia <10 – 15 tahun (35%), dan kelompok usia >31-35 tahun (12,5%). 9). Preventif Pap Smear Sebelum Terdiagnosa Kanker Serviks Hanya 1 orang yang pernah (2,5%) melakukan preventif pap smear sebelum terdiagnosa kanker serviks di klinik kesehatan sedangkan lainnya tidak pernah (97,5%) preventif pap smear. Sesuai dengan pernyataan residen saat ditanya “ Dok, sebelum terdiagnosa kanker serviks pasien pernah preventif pap smear?” Residen RE : “engga...rata – rata di sini datang karena udah sakit...misalkan datang awal mereka baru tau sakit, utk kemo atau operasi baru mereka datang ke sini. Jadi skrining disini engga ada...kayak IV test atau pap smear itukan skrining awal...disini ga ada..jadi mereka udah sakit...kalau yang belum sakit ya..puskesmas mereka larinya...”
10). Stadium Kanker Serviks Tabel 4.8. Distribusi berdasarkan Stadium Kanker Serviks Stadium Stadium IB Stadium IB2 Stadium II A Stadium II B Stadium III B Stadium IV A Total
Total 1 4 5 14 14 2 40
Persen (%) 2,5 10 12,5 35 35 5 100
56
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa rata – rata responden yang datang ke RS dengan stadium lanjut II A, II B, III B (82,5%), bahkan ada juga yang datang ke RS dengan stadium IV A (5%).
11). Banyaknya program kemoterapi yang dijalani Tabel 4.9. Distibusi Frekuensi berdasarkan Banyaknya Program Kemoterapi yang dijalani Banyaknya program kemoterapi
Frekuensi
Persen (%)
1 kali
15
37,5
2 kali
7
17,5
3 kali
11
27,5
4 kali
2
5
5 kali
1
2,5
6 kali
2
5
7 kali
1
2,5
9 kali
1
2,5
Total
40
100
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa rata – rata responden yang datang ke RS baru melakukan 1 kali program kemoterapi (37,5%), diikuti yang melakukan 2-3 kali program kemoterapi (45%) dan yang yang lainnya sudah melakukan >4 kali bahkan sampai dengan 9 kali program kemoterapi (17,5%).
57
12). Pengobatan Kemoterapi yang dijalani Tabel 4.10. Distribusi berdasarkan Pengobatan Kemoterapi yang dijalani Pengobatan Kemoterapi 5 Fu Cisplatin I 5 Fu Cisplatin II 5 Fu Cisplatin III 5 Fu Cisplatin V 5 Fu Cisplatin VI Total
Frekuensi 16 8 13 1 2 40
Persen (%) 40 20 32,5 2,5 5 100
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa rata-rata program kemoterapi yang diikuti 5 Fu Cisplatin I, II, III (92,5%) Sedangkan program kemoterapi yang paling sedikit yg diikuti 5 Fu Cisplatin V, VI (7,5%). 13). Pengobatan Alternatif Selain Kemoterapi Pasien kanker serviks selain mengikuti program kemoterapi, mereka juga mengikuti pengobatan alternatif. Dari seluruh pasien ada 10% yang mencari pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif yang dilakukan adalah minum air daun sirsak, minum air daun nangka, minum madu dan pengobatan herbal baik yang diracik maupun tradisional. Minum air daun sirsak dilakukan oleh 2 orang, minum air daun nangka 1 orang, minum madu 1 orang dan 2 orang yang melakukan pengobatan herbal baik yang maupun tradisional. Peru ER : “...law di kemo tambah akeh lah akhirnya ke alternatif saja..ke pak Ustadz atau siapa..seperti itu lo..seperti yang di TV itu lo..ya seperti itu lah...beberapa hal saya pernah cerita-cerita ternyata sebelum ke sini (RS) mereka juga sudah mencoba hal – hal seperti itu..pengobatan tradisional..pengobatan TCM..Traditional Chines Medicine...”
58
Berdasarkan data yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa usia penderita kanker serviks rata-rata usia produktif sampai lansia. Pendidikan terakhir mereka tergolong rendah, pendidikan terendah tidak sekolah dan tertinggi SMA. Selain itu, hampir sebagian besar bekerja sebagai petani dan mereka memiliki anak lebih dari dua (2) orang. Oleh sebab itu, peneliti berasumsi bahwa bila sebagian besar pekerjaan
mereka
sebagai
petani,
maka
kemungkinan
besar
pendapatan mereka berada dibawah rata-rata atau sangat rendah ditambah lagi kebutuhan ekonomi yang semangkin meningkat sehingga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan bahkan tidak mempunyai uang untuk berobat. Hal ini didukung dengan sebagian besar responden (75%) datang ke RS untuk berobat dengan menggunakan jamkesmas. Penggunaan jamkesmas ini meringankan mereka untuk melakukan pengobatan. Selanjutnya, sebagian besar responden berobat ke RS dalam keadaan stadium lanjut ( stadium II B-III B). Dengan kondisi stadium seperti itu, maka sebagian besar dari mereka mengikuti pengobatan kanker serviks salah satunya kemoterapi. Sebagian besar (82,5%) Mereka baru mengikuti 1-3 kali program kemoterapi dan pengobatan kemoterapi yang terbanyak dijalani adalah 5 FU Cisplatin I,II, dan III sebanyak (92,5%). Selain mengikuti program kemoterapi, sebagian kecil (10%) mereka juga mengikuti pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif yang dilakukan seperti minum air daun sirsak, air daun nangka 59
dan madu. Hal ini mau menunjukkan bahwa walaupun mereka datang dengan stadium lanjut, namun mereka tetap memiliki usaha untuk meningkatkan “semangat” hidup mereka. Dengan demikian peneliti berasumsi bahwa pergi ke rumah sakit menjadi satu-satunya alasan mereka untuk meningkatkan harapan hidup mereka. 4.3.2 Kecemasan Responden yang Mengikuti Program Kemoterapi Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala kecemasan Hamilton untuk mengukur kecemasan responden yang mengikuti program kemoterapi. Skala Hamilton ini terdiri dari 14 aspek yaitu 1) kecemasan (ansietas), 2) ketegangan, 3) perasaan takut (fobia) pada situasi/peristiwa, 4) gangguan tidur, 5) gangguan kecerdasan, 6) depresi (murung), 7) gejala somatik/fisik (otot), 8) gejala somatik/fisik (sensorik), 9) gejala kardiovaskuler (jantung & pembuluh darah), 10) gejala respiratori (pernapasan), 11) gejala gastrointestinal (pencernaan), 12) gejala urogenital (perkemihan & kelamin), 13) gejala autonom, dan 14) tingkah laku pada wawancara. Penilaian Hamilton tersebut di beri skor antara 0-4. Skor 0 bila responden menjawab “tidak ada gejala/keluhan”, skor 1 bila responden menjawab “gejala ringan”, skor 2 bila responden menjawab “gejala sedang”, skor 3 bila responden menjawab “gejala berat” dan skor 4 bila responden menjawab “gejala berat sekali”. Masing-masing definisi skor 1-4 dipaparkan pada Tabel (3.1). Penilaian tersebut dilakukan dengan wawancara berdasarkan kuesioner kepada 40 responden. 60
Selanjutnya, untuk memudahkan dalam pemaparannya, peneliti akan membagi 14 aspek dalam dua (2) gejala, yakni gejala fisik dan gejala psikis. 4.3.2.1 Gejala Fisik Dalam penelitian ini akan dipaparkan gejala fisik pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi. Gejala fisik yang dinilai berdasarkan 7 (tujuh) aspek, yaitu 1) gejala somatik/fisik (otot), 2) gejala somatik/fisik (sensorik), 3) gejala kardiovaskuler (jantung&pembuluh darah), 4) gejala respiratori (penapasan), 5) gejala gastrointestinal (pencernaan), 6) gejala urogenital (perkemihan&kelamin), 7) gejala autonom. 1). Gejala Somatik/fisik (otot) Untuk mengidentifikasi gejala somatik/fisik (otot) pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan diketahui frekuensi kecemasan berdasarkan
5 (lima)
aspek, yakni a) sakit dan nyeri di otot-otot, b) kekakuan otot, c) kejutan otot secara tiba-tiba, d) gigi gemerutuk, e) suara tidak stabil. Hasil
penilaian
gejala
somatik/fisik
(otot)
yang
dipandu
wawancara dipaparkan pada Tabel (4.11). saat ditanya “Apakah saudara mengalami gangguan otot (sakit dan nyeri otot, kekakuan otot, kejutan otot secara tiba-tiba, gigi gemerutuk, suara tidak stabil) saat cemas?” jawaban sakit dan nyeri otot dengan pasien kanker serviks 61
yang mengikuti program kemoterapi terbanyak pada kategori tidak ada gejala (57,5%), diikuti gejala berat (20%). Kekakuan otot
terbanyak
pada kategori tidak ada gejala (50%), diikuti gejala berat (20%). Kejutan otot secara tiba-tiba terbanyak pada kategori tidak ada gejala (52,5%), diikuti gejala berat (22,5%). Gigi gemerutuk terbanyak pada kategori tidak ada gejala (87,5%). Suara tidak stabil terbanyak pada kategori tidak ada gejala (70%), diikuti gejala berat (12,5%). Dengan demikian gejala somatik/fisik (otot) dimiliki pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoteapi namun tidak terlalu signifikan. Rata-rata menunjukkan tidak ada gejala atau keluhan, kemudian diikuti gejala ringan, sedang, berat hingga berat sekali. Kekakuan otot, kejutan otot secara tiba-tiba, suara tidak stabil dari gejala ringan, sedang, berat, berat sekali sedangkan lainnya dari kategori ringan hingga berat. Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Kecemasan berdasarkan Gejala Somatik/fisik (otot) Gejala somatik/fisik (otot)
Sakit dan nyeri di otot – otot Kekakuan otot Kejutan otot secara tiba – tiba Gigi Gemerutuk Suara tidak Stabil
Kategori Kecemasan Tidak Bergejala 23 57,5 % 20 50 % 21 52,5 % 35 87,5 % 28 70 %
Total
Ringan
Sedang
Berat
2 5% 6 15 % 4 10 % 3 7,5 % 2 5%
7 17,5 % 5 12,5 % 5 12,5 % 0 0% 4 10 %
8 20 % 8 20 % 9 22,5 % 2 5% 5 12,5 %
Berat Sekali 0 0% 1 2,5 % 1 2,5 % 0 0% 1 2,5 %
40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 %
62
2). Gejala Somatik/fisik (sensorik) Untuk mengidentifikasi gejala somatik/fisik (sensorik) pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 5 (lima) aspek, yakni a) telinga berdenging, b) penglihatan kabur, c) muka panas dingin, d) merasa lemas, e) perasaan sensasi ditusuk-tusuk. Hasil penilaian gejala somatik/fisik (sensorik) yang dipandu wawancara dipaparkan pada Tabel (4.12). saat ditanya “ Apakah saudara mengalami gangguan sensorik (telinga berdenging, penglihatan kabur, muka panas dingin, merasa lemas, perasaan sensasi ditusuktusuk) saat cemas?” jawaban Rentang telinga berdenging terbanyak pada kategori tidak ada gejala (55%), diikuti gejala sedang (22,5%). Penglihatan kabur terbanyak pada kategori tidak ada gejala (47,5%), diikuti gejala ringan (22,5%), dan sedang (20%). Muka panas dingin terbanyak pada kategori tidak ada gejala (65%), diikuti gejala ringan (17,5%) dan sedang (12,5). Merasa lemas pada gejala sedang (32,5%), diikuti berat (35%). Perasaan sensasi ditusuk-tusuk terbanyak pada kategori tidak ada gejala (70%). Dengan demikian gejala somatik/fisik (sensori) tidak terlalu signifikan dimiliki pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi. Rata –rata menunjukkan tidak ada gejala atau keluhan kemudian diikuti gejala ringan hingga berat sekali. Penglihatan kabur & 63
merasa lemas dimiliki pasien dari kategori ringan,sedang,berat, hingga berat sekali sedangkan lainnya dimiliki pasien dari kategori ringan, sedang hingga berat. Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Kecemasan berdasarkan Gejala Somatik/fisik (sensorik) Gejala Somatik/fisik (sensorik)
Kategori Kecemasan Ringan
Telinga berdenging
Tidak bergejala 22
5
9
Penglihatan kabur
55 % 19
12,5 % 9
22,5 % 8
Muka panas dingin
47,5 % 26
22,5 % 7
Merasa lemas
65 % 10
Perasaan sensasi ditusuk – tusuk
Sedang
Total Berat 4
Berat Sekali 0
40
10 % 3
0% 1
100 % 40
20 % 5
7,5 % 2
2,5 % 0
100 % 40
17,5 % 2
12,5 % 13
5% 14
0% 1
100 % 40
25 % 28
5% 3
32,5 % 2
35 % 7
2,5 % 0
100 % 40
70 %
7,5 %
5%
17,5 %
0%
100 %
3). Gejala Kardiovaskuler (jantung&pembuluh darah) Untuk
mengidentifikasi
gejala
pembuluh darah) pasien dengan
kardiovaskuler
(jantung
&
kanker serviks yang mengikuti
program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 5 (lima) aspek, yakni a) denyut jantung cepat (ngos-ngosan), b) berdebar-debar, c) nyeri di dada, d) rasa lemas seperti mau pingsan, e) denyut jantung seperti berhenti sekejap. Hasil penilaian gejala kardiovaskuler (jantung & pembuluh darah) yang dipandu wawancara dipaparkan pada Tabel (4.13). Denyut jantung cepat (ngos-ngosan) terbanyak pada kategori tidak ada gejala (37,5%),
64
diikuti gejala sedang (22,5%), dan berat (25%). Berdebar-debar pada kategori tidak ada gejala (30%), diikuti ringan (20%), dan gejala sedang & berat (22,5%). Nyeri didada pada kategori tidak ada gejala (47,5%), ringan (12,5%), sedang (22,5%), berat ( 17,5%). Rasa lemas seperi mau pingsan pada kategori tidak ada gejala (52,5%), ringan (15%), sedang (17,5%), berat (15%). Denyut jantung seperti berhenti sekejap terbanyak pada kategori tidak ada gejala (85%). Dengan demikian gejala kardiovaskuler (jantung & pembuluh darah) dimiliki pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi namun tidak terlalu signifikan. Rata – rata kategori denyut jantung cepat, berdebar-debar, nyeri di dada, rasa lemas seperti mau pingsan, denyut jantung seperti berhenti sekejap lebih menunjukkan tidak ada gejala atau keluhan. Denyut jantung cepat (ngos-ngosan) & berdebar-debar dimiliki pasien
cemas hingga kategori berat sekali,
sedangkan yang lainnya dimiliki pasien hingga kategori berat. Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Kecemasan berdasarkan Gejala Kardiovaskular (jantung & pembuluh darah) Gejala Kardiovaskular (jantung & pembuluh darah) Denyut jantung cepat (ngos-ngosan) Berdebar – debar Nyeri di dada Rasa lemas seperti mau pingsan Denyut jantung seperti berhenti sekejap
Kategori Kecemasan
Total
Tidak Bergejala 15 37,5 % 12 30 % 19 47,5 % 21 52,5 % 34
Ringan
Sedang
Berat 10 25 % 9 22,5 % 7 17,5 % 6 15 % 3
Berat Sekali 2 5% 2 5% 0 0% 0 0% 0
4 10 % 8 20 % 5 12,5 % 6 15 % 1
9 22,5 % 9 22,5 % 9 22,5 % 7 17,5 % 2
40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40
85 %
2,5 %
5%
7,5 %
0%
100 %
65
4). Gejala Respiratori (pernapasan) Untuk mengidentifikasi gejala respiratori (pernapasan) pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 4 (empat) aspek, yakni a) rasa tertekan di dada, b) rasa sesak didada, c) sering menarik nafas, d) nafas pendek/sesak. Hasil penilaian gejala respiratori (pernapasan) yang dipandu wawancara dipaparkan pada Tabel (4.14). Saat ditanya “Apakah saudara mengalami gangguan pernapasan (rasa tertekan di dada, rasa sesak di dada, sering menarik nafas, nafas pendek/sesak) saat cemas?” jawaban Rasa tertekan di dada terbanyak pada kategori tidak ada gejala (60%), diikuti gejala sedang (20%). Rasa sesak di dada terbanyak pada kategori tidak ada gejala (62,5%), diikuti gejala sedang (20%). Sering menarik nafas terbanyak pada kategori tidak ada gejala (67,5%), diikuti gejala berat (17,5%). Nafas pendek/sesak terbanyak pada kategori tidak ada gejala (80%). Dengan demikian gejala respiratori (pernapasan) dimiliki pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi namun tidak terlalu signifikan. Rata-rata menunjukkan tidak ada gejala atau keluhan kemudian diikuti kategori ringan, sedang, berat, berat sekali. Sering menarik nafas, nafas pendek/sesak dimiliki pasien saat cemas hingga kategori berat sekali, sedangkan lainnya hingga kategori berat.
66
Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Kecemasan berdasarkan Gejala Respiratori (pernapasan)
Gejala Respiratori (pernapasan)
Rasa tertekan di dada Rasa sesak di dada Sering menarik nafas Nafas pendek/sesak
Kategori Kecemasan Tidak Bergejala 24 60 % 25 62,5 % 27 67,5 % 32 80 %
Total
Ringan
Sedang
Berat
4 10 % 2 5% 2 5% 3 7,5 %
8 20 % 8 20 % 3 7,5 % 1 2,5 %
4 10 % 5 12,5 % 7 17,5 % 3 7,5 %
Berat Sekali 0 0% 0 0% 1 2,5 % 1 2,5 %
40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 %
5). Gejala Gastrointestinal (pencernaan) Untuk mengidentifikasi gejala gastrointestinal (pencernaan) pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 8 (delapan)
aspek, yakni a) nyeri
perut, b) nyeri sebelum dan sesudah makan, c) perasaan terbakar pada perut, d) rasa penuh dan kembung, e) mual, f) muntah, g) buang air besar lembek, h) sukar buang air besar (konstipasi). Hasil
penilaian
gejala
gastrointestinal
dipandu wawancara dipaparkan pada
(pencernaan)
yang
Tabel (4.15). Saat ditanya
“Apakah saudara mengalami gangguan pencernaan (nyeri perut, nyeri sebelum&sesudah
makan,
perasaan
terbakar
pada
perut,
rasa
penuh&kembung, mual, muntah, buang air besar lembek, sukar buang air besar (konstipasi)) saat cemas?” jawaban Nyeri perut
terbanyak
pada gejala berat ( 35%). Nyeri sebelum dan sesudah makan terbanyak 67
pada kategori tidak ada gejala (40%), diikuti gejala berat (22,5%). Perasaan terbakar pada perut terbanyak pada kategori kecemasan tidak ada gejala (37,5%), diikuti gejala sedang (22,5%), dan berat (30%). Rasa penuh dan kembung terbanyak pada gejala berat (35%). Mual terbanyak pada gejala sedang (37,5%),
dan berat (30%). Muntah
terbanyak pada gejala sedang & berat (30%). Buang air besar lembek terbanyak pada kategori tidak ada gejala (82,5%). Sukar buang air besar (konstipasi) terbanyak pada kategori tidak ada gejala (45%), diikuti gejala sedang (32,5%). Dengan demikian gangguan pencernaan (gastrointestinal) dimiliki oleh pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi. Rata-rata menunjukkan adanya gangguan pencernaan(gastrointestinal) saat cemas mulai dari tidak ada gejala, ringan, sedang, berat hingga berat sekali.
68
Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Kecemasan berdasarkan Gejala Gastrointestinal (pencernaan)
Gejala Gastrointestinal (pencernaan)
Kategori Kecemasan
Total
14
Berat sekali 2
40
25 % 10
35 % 9
5% 1
100 % 40
10 % 3
25 % 9
22,5 % 12
2,5 % 1
100 % 40
37,5 % 10
7,5 % 5
22,5 % 10
30 % 14
2,5 % 1
100 % 40
Mual
25 % 8
12,5 % 3
25 % 15
35 % 12
2,5 % 2
100 % 40
Muntah
20 % 11
7,5 % 4
37,5 % 12
30 % 12
5% 1
100 % 40
Buang air besar lembek
27,5 % 33
10 % 3
30 % 2
30 % 1
2,5 % 1
100 % 40
82,5% 18
7,5 % 5
5% 13
2,5 % 3
2,5 % 1
100 % 40
45 %
12,5 %
32,5 %
7,5
2,5
100 %
Nyeri perut Nyeri sebelum dan sesudah makan Perasaan terbakar pada perut Rasa penuh dan kembung
Sukar buang air besar (konstipasi)
Tidak Bergejala 10
Ringan
Sedang
Berat
4
10
25 % 16
10 % 4
40 % 15
6). Gejala Urogenital (perkemihan&kelamin) Untuk mengidentifikasi gejala urogenital (perkemihan&kelamin) pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 9 (sembilan) aspek, yakni a) sering buang air kecil, b) tidak dapat menahan kencing, c) tidak datang bulan (tidak haid), d) darah haid berlebihan, e) darah haid sedikit, f) masa haid berkepanjangan, g) masa haid amat pendek, h) haid beberapa kali dalam sebulan, i) mengalami penurunan minat seksual.
69
Hasil penilaian gejala urogenital (perkemihan & kelamin) yang dipandu wawancara dipaparkan pada Tabel (4.16).
Saat ditanya
“Apakah saudara mengalami gangguan perkemihan & kelamin (sering buang air kecil, tidak dapat menahan kencing, tidak datang bulan (tidak haid),
darah
haid
berlebihan,
darah
haid
sedikit,
masa
haid
berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, mengalami penurunan minat seksual) saat cemas?” jawaban sering buang air kecil terbanyak pada gejala sedang (45%), dan berat (27,5%). Tidak dapat menahan kencing terbanyak pada kategori tidak ada gejala (75%), diikuti gejala berat (12,5%). Tidak datang bulan /haid pada kategori tidak ada gejala dan sudah menopause (67,5%), diikuti gejala berat sekali (22,5%). Darah haid berlebihan terbanyak pada kategori tidak ada gejala (72,5%). Darah haid sedikit terbanyak pada kategori tidak ada gejala (70%), diikuti gejala sedang (17,5%). Masa haid berkepanjangan terbanyak pada kategori tidak ada gejala (80%). Masa haid amat pendek terbanyak pada kategori tidak ada gejala (80%). Haid beberapa kali dalam sebulan terbanyak pada kategori tidak ada gejala(87,5%). Mengalami penurunan minat seksual terbanyak pada kategori berat sekali (50%). Dengan
demikian
gejala
urogenital
(perkemihan&kelamin)
dimiliki pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi. Ratarata menunjukkan kategori tidak ada gejala,sedang,berat hingga berat sekali. Dari semua gejala urogenital yang dimiliki oleh pasien kanker 70
serviks yang mengikuti program kemoterapi,mengalami penurunan minat seksual paling terbanyak dialami oleh pasien. Data menunjukkan 50% pasien yang mengikuti program kemoterapi mengalami penurunan minat seksual. Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Kecemasan berdasarkan Gejala Urogenital (perkemihan & kelamin) Gejala Urogenital (perkemihan & kelamin)
Sering buang air kecil Tidak dapat menahan kencing Tidak datang bulan (tidak haid) Darah haid berlebihan Darah haid sedikit Masa haid berkepanjangan Masa haid amat pendek Haid beberapa kali dalam sebulan Mengalami penurunan minat seksual
Kategori Kecemasan Tidak Bergejala 7 17,5 % 30 75 % 27 67,5 % 29 72,5 % 28 70 % 32 80 % 32 80 % 35 87,5 % 7 17,5 %
Ringan
Sedang
Berat
4 10 % 3 7,5 % 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 45 % 2 5% 2 5% 5 12,5 % 7 17,5 % 4 10 % 3 7,5 % 2 5% 6 15 %
11 27, 5 % 5 12,5 % 2 5% 4 10 % 3 7,5 % 2 5% 3 7,5 % 2 5% 7 17,5 %
Total Berat Sekali 0 0 0 0 9 22,5 % 2 5% 2 5% 2 5% 2 5% 1 2,5 % 20 50 %
40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 %
7). Gejala Autonom Untuk mengidentifikasi gejala autonom pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 7 (tujuh) aspek, yakni a) mulut kering, b) muka merah, c) mudah berkeringat, d) kepala pusing, e) kepala terasa berat, f) kepala terasa sakit, g) bulu kuduk berdiri.
71
Hasil penilaian gejala autonom yang dipandu wawancara dipaparkan pada Tabel (4.17) . Gejala autonom pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi saat ditanya “Apakah saudara mengalami gangguan autonom (mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, bulu kuduk berdiri) pada saat cemas?” jawaban mengalami mulut kering terbanyak pada kategori tidak ada gejala (32,5%), diikuti gejala sedang (27,5%), dan berat (22,5%). Muka merah terbanyak pada kategori tidak ada gejala (90%). Mudah berkeringat terbanyak pada gejala sedang (35%). Kepala pusing
terbanyak pada gejala sedang (40%). Kepala
terasa berat terbanyak pada gejala sedang (35%). Kepala terasa sakit terbanyak pada gejala sedang (37,5%). Bulu kuduk berdiri terbanyak pada kategori kecemasan tidak ada gejala (87,5%). Dengan demikian gejala otonom dimiliki oleh pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi namun tidak terlalu signifikan. Rata-rata menunjukkan tidak ada gejala atau keluhan kemudian diikuti gejala ringan, sedang, berat dan berat sekali. Dari semua gejala otonom, mudah berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit dimiliki pasien dengan kategori sedang untuk gejala lainya dimiliki pasien dengan kategori terbanyak tidak ada gejala atau keluhan.
72
Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Kecemasan berdasarkan Gejala Autonom Gejala autonom
Kategori Kecemasan
Mulut kering Muka merah Mudah berkeringat Kepala pusing Kepala terasa berat Kepala terasa sakit Bulu kuduk berdiri
Tidak bergejala 13 32,5 % 36 90 % 12 30 % 11 27,5 % 13 32,5 % 13 32,5 % 35 87,5 %
Ringan
Sedang
Berat
7 17,5 % 1 2,5 % 4 10 % 4 10 % 5 12,5 % 5 12,5 % 2 5%
11 27,5 % 2 5% 14 35 % 16 40 % 14 35 % 15 37,5 % 1 2,5 %
9 22,5 % 1 2,5 % 7 17,5 % 8 20 % 8 20 % 7 17.5 % 2 5%
Total Berat sekali 0 0% 0 0% 3 7,5 % 1 2,5 % 0 0% 0 0% 0 0%
40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 %
4.3.2.2 Gejala Psikis Dalam penelitian ini akan dipaparkan gejala psikis pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi. Gejala psikis yang dinilai berdasarkan 7 (tujuh) aspek, yaitu 1) kecemasan (ansietas), 2) ketegangan, 3) ketakutan, 4) gangguan tidur, 5) gangguan kecerdasan, 6) perasaan depresi (murung), dan 7) tingkah laku saat wawancara. 1). Kecemasan (ansietas) Untuk
mengidentifikasi kecemasan (ansietas) pasien dengan
kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 4 (empat) aspek yakni a) perasaan cemas, b) hal yang dikhawatirkan, c) perasaan buruk yang terjadi, dan d) mudah tersinggung.
73
Hasil penilaian perasaan cemas (ansietas) yang dipandu wawancara dipaparkan pada Tabel (4.18). Rentang perasaan cemas (ansietas) pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi saat ditanya “Apakah saudara pernah cemas (gelisah) pada minggu terakhir atau akhir-akhir ini?” Jawaban responden terbanyak pada kategori berat (40%), diikuti gejala sedang & tidak ada gejala (22,5%). Saat peneliti bertanya “Apakah ada sesuatu yang saudara khawatirkan saat ini?” jawaban responden terbanyak pada kategori berat (40%), diikuti tidak ada gejala atau keluhan (30%). “Apakah ada sesuatu perasaan buruk terjadi pada saudara?” jawaban responden terbanyak pada kategori tidak bergejala (42,5%), jikapun ada, jawaban responden pada gejala ringan (7,5%), sedang (17,5%), berat (32,5%). “Apakah saudara menjadi mudah tersinggung pada minggu terakhir ini?” jawaban responden terbanyak pada kategori tidak bergejala (47,5%), jikapun ada , jawaban responden
pada kategori
sedang (27,5%), berat (25%). Dengan demikian perasaan cemas dan hal yang dikhawatirkan pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi terbanyak pada kategori kecemasan berat. Sedangkan perasaan buruk terjadi dan perasaan mudah tersinggung tidak terlalu menunjukkan gejala. Jikapun 74
ada, hanya sedikit yang menunjukkan gejala sekitar 7,5-32,5% dengan kategori kecemasan ringan, sedang dan berat. Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi kecemasan berdasarkan kecemasan (ansietas)
Kategori Kecemasan Kecemasan (ansietas) Perasaan cemas Hal yang dikhawatirkan Sesuatu perasaan buruk terjadi Perasaan mudah Tersinggung
Tidak bergejala 9 22,5 % 12 30 % 17 42,5 % 19 47,5 %
Ringan 6 15 % 4 10 % 3 7,5 % 0 0%
Sedan g 9 22,5 % 7 17,5 % 7 17,5 % 11 27,5 %
Berat 16 40 % 16 40 % 13 32,5 % 10 25 %
Total Berat sekali 0 0% 1 2,5 % 0 0% 0 0%
40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 %
2). Ketegangan Untuk
mengidentifikasi ketegangan
pasien dengan kanker
serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 7 (tujuh) aspek yakni a) perasaan tegang, b) mudah lelah, c) tidak bisa istirahat dengan tenang, d) mudah terkejut, e) mudah menangis, f) gemetar, dan g) perasaan gelisah. Hasil penilaian ketegangan yang dipandu wawancara dipaparkan pada Tabel (4.19). Ketegangan pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi saat ditanya “Apakah saudara merasakan gejala (perasaan tegang, mudah lelah, tidak bisa istirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, dan perasaan gelisah) saat
75
cemas?” jawaban perasaan tegang terbanyak pada kategori sedang (32,5%) dan berat (25%). Mudah lelah terbanyak pada kategori sedang (35%) dan berat (30%). Tidak bisa istirahat dengan tenang terbanyak pada kategori sedang ( 32,5%) dan berat (30%). Mudah terkejut terbanyak pada kategori tidak bergejala (45%), sedang (30%), berat (22,5%). Mudah menangis terbanyak pada kategori tidak bergejala (32,5%), sedang (27,5%), berat (30%). Gemetar terbanyak pada kategori tidak bergejala (60%), sedang (17,5%), berat (20%). Jawaban perasaan gelisah terbanyak
pada kategori tidak bergejala (45%),
sedang (17,5%), berat (35%). Dengan demikian perasaan tegang dan mudah lelah dialami pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi pada kategori kecemasan sedang (67,5%),diikuti gejala berat (55%). Tidak bisa istirahat tenang dan mudah terkejut terbanyak pada kategori kecemasan tidak bergejala (67,5%), gejala sedang (62,5%). Mudah menangis ,gemetar, dan perasaan gelisah terbanyak pada kategori kecemasan tidak bergejala (137,5%), gejala berat (85%).
76
Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi kecemasan berdasarkan Ketegangan Ketegangan
Kategori Kecemasan Tidak bergejala 14
Ringan
10
Berat sekali 1
2
13
35 % 7
5% 4
32,5 % 14
40
25 % 12
2,5 % 3
100 % 40
17,5 % 9
10 % 5
35 % 13
30 % 12
7,5 % 1
100 % 40
Mudah Terkejut
22,5 % 18
12,5 % 0
32,5 % 12
30 % 9
2,5 % 1
100 % 40
Mudah menangis
45 % 13
0% 1
30 % 11
22,5 % 12
2,5 % 3
100 % 40
Gemetar
32,5 % 24
2,5 % 1
27,5 % 7
30 % 8
7,5 % 0
100 % 40
Perasaan Gelisah
60 % 18
2,5 % 0
17,5 % 7
20 % 14
0% 1
100 % 40
45 %
0%
17,5 %
35 %
2,5 %
100 %
Perasaan Tegang Mudah Lelah Tidak bisa istirahat dengan tenang
Sedang
Total Berat
3). Perasaan Takut (fobia) pada Situasi atau Peristiwa Untuk mengidentifikasi perasaan takut (fobia) pada situasi atau peristiwa pasien yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 6 (enam) aspek yakni a) fobia pada gelap, b) fobia pada orang asing, c) fobia saat ditinggal sendiri, d) fobia pada hewan, e) fobia pada keramaian lalu lintas, f) fobia pada kerumunan orang banyak.
77
Hasil penilaian perasaan takut (fobia) yang dipandu wawancara dipaparkan pada Tabel (4.20). Perasaan takut (fobia) pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi
saat ditanya “
Apakah saudara merasa takut (fobia) (pada gelap, pada orang asing, saat ditinggal sendiri, pada hewan, pada keramaian lalu lintas, pada kerumunan orang banyak)?” jawaban responden takut (fobia) gelap pada kategori tidak ada gejala atau keluhan (90%). Fobia pada orang asing dengan kategori tidak ada gejala (97,5%). Ditinggal sendiri pada kategori tidak ada gejala (72,5%), sedang (22,5%). Fobia pada hewan dengan kategori tidak ada gejala (85%), dan sedang (10%). Pada keramaian lalu lintas pada kategori tidak ada gejala (82,5%), dan sedang (10%). Pada kerumunan orang banyak dengan kategori tidak ada gejala (92,5%) . Dengan demikian perasaan takut (fobia) pada sesuatu atau peristiwa pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi tidak terlalu signifikan. Rata-rata menunjukkan kategori kecemasan tidak ada gejala atau keluhan, sedangkan fobia saat ditinggal sendiri, fobia pada hewan, fobia pada keramaian lalu lintas, fobia pada kerumunan orang banyak cenderung pada gejala sedang.
78
Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi kecemasan berdasarkan Perasaan Takut (fobia) pada Situasi atau Peristiwa Perasaan takut (fobia) pada situasi atau peristiwa Fobia pada gelap Fobia pada orang asing Fobia saat ditinggal sendiri Fobia pada hewan Fobia pada keramaian lalu lintas Fobia pada kerumunan orang banyak
Kategori Kecemasan Tidak bergejala 36 90 % 39 97,5 % 29 72,5 % 34 85 % 33 82,5 % 37 92,5 %
Ringan
Sedang
Berat
0 0% 0 0% 0 0% 1 2,5 % 1 2,5 % 0 0%
2 5% 1 2,5 % 9 22,5 % 4 10 % 4 10 % 3 7,5 %
1 2,5 % 0 0% 2 5% 0 0% 2 5% 0 0%
Total Berat Sekali 1 2,5 % 0 0% 0 0% 1 2,5 % 0 0% 0 0%
40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 %
4). Gangguan Tidur Untuk mengidentifikasi gangguan tidur pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 5 (lima) aspek, yakni a) sulit ingin memulai tidur, b) terbangun malam hari, c) tidur tidak nyenyak, d) bangun pagi dengan lesu, e) sering mengalami mimpi buruk. Hasil penilaian gangguan tidur yang dipandu wawancara dipaparkan pada Tabel (4.21). Gangguan tidur pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi saat ditanya “ Bagaimana „tidur‟ saudara pada minggu terakhir ini?(sulit ingin memulai tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun pagi dengan lesu, sering mengalami mimpi buruk?) ” jawaban responden sulit ingin memulai
79
terbanyak pada kategori berat (35%). Terbangun pada malam hari tebanyak pada kategori berat (40%). Tidur tidak nyenyak terbanyak pada kategori berat (37,5%). Bangun pagi dengan lesu terbanyak pada kategori tidak ada gejala (50%), diikuti gejala sedang (22,5%),
dan
berat (20%). Sering mengalami mimpi buruk terbanyak pada kategori tidak ada gejala (60%), diikuti gejala berat (17,5%). Dengan demikian pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi mengalami gangguan tidur. Kategori sulit ingin memulai tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak
terbanyak
pada gejala berat, sedangkan bangun pagi dengan lesu, sering mengalami mimpi buruk lebih banyak tidak bergejala kemudian baru diikuti gejala sedang hingga berat. Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi kecemasan berdasarkan Gangguan tidur
Gangguan Tidur
Sulit ingin memulai Tidur Terbangun malam hari Tidur tidak nyenyak Bangun pagi dengan lesu Sering mengalami mimpi Buruk
Kategori Kecemasan Tidak bergejala 11 27,5 % 9 22,5 % 11 27,5 % 20 50 % 24 60 %
Total
Ringan
Sedang
Berat
2 5% 3 7,5 % 1 2,5 % 2 5% 2 5%
9 22,5 % 7 17,5 % 8 20 % 9 22,5 % 7 17,5 %
14 35 % 16 40 % 15 37,5 % 8 20 % 7 17,5 %
Berat Sekali 4 10 % 5 12,5 % 5 12,5 % 1 2,5 % 0 0%
40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 %
5). Gangguan Kecerdasan Untuk mengidentifikasi gangguan kecerdasan pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian
80
berdasarkan 2 (dua) aspek, yakni a) kesulitan konsentrasi, b) daya ingat menurun. Hasil penilaian gangguan kecerdasan yang dipandu wawancara dipaparkan pada Tabel (4.22). Gangguan kecerdasan pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi saat ditanya “ Apakah saudara mengalami hal ini (kesulitan konsentrasi, daya ingat menurun)?‟ jawaban kesulitan konsentrasi terbanyak pada kategori tidak ada gejala atau keluhan (37,5%), diikuti gejala sedang (30%), dan berat (20%). Daya ingat menurun terbanyak pada kategori tidak ada gejala atau keluhan (40%), diikuti gejala sedang (27,5%), berat (22,5%). Dengan demikian gangguan kecerdasan pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi tidak terlalu signifikan. Rata –rata cenderung menunjukkan tidak ada gejala atau keluhan kemudian ada beberapa dengan gejala ringan,sedang hingga berat. Tabel 4.22. Distribusi Frekuensi Kecemasan berdasarkan Gangguan kecerdasan Gangguan Kecerdasan
Kesulitan Konsentrasi Daya ingat menurun
Kategori Kecemasan
Total
Tidak Bergejala 15 37,5 % 16
Ringan
Sedang
Berat 8 20 % 9
Berat Sekali 1 2,5 % 0
4 10 % 4
12 30 % 11
40 100 % 40
40 %
10 %
27,5 %
22,5 %
0%
100 %
81
6). Perasaan Depresi (murung) Untuk mengidentifikasi perasaan depresi (murung) pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 4 (empat) aspek, yakni a) hilangnya minat, b) kurangnya kesenangan pada hobi, c) sedih (depresi), d) perasaan berubah – ubah sepanjang hari. Hasil penilaian perasaan depresi (murung) yang dipandu wawancara dipaparkan pada Tabel (4.23). Perasaan depresi (murung) pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi saat ditanya “ Bagaimana mood (suasana hati) saudara untuk minggu terakhir ini?” jawaban hilangnya minat
terbanyak pada gejala berat (40%).
Kurangnya kesenangan pada hobi
terbanyak pada gejala berat
(42,5%). Sedih/depresi terbanyak pada gejala sedang (32,5%), dan berat (35%). Perasaan berubah-ubah sepanjang hari terbanyak pada kategori tidak ada gejala atau keluhan (27,5) dan berat (27,5%), diikuti berat sekali (15%). Dengan demikian perasaan
depresi (murung) dimiliki pasien
dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi dengan kategori kecemasan ringan, sedang, hingga berat sekali. Perasaan depresi (murung) ditunjukkan dengan hilangnya minat, kurangnya kesenangan pada hobi, sedih (depresi), perasaan berubah-ubah sepanjang hari. 82
Tabel 4.23. Distribusi Frekuensi Kecemasan berdasarkan Perasaan Depresi (murung) Perasaan Depresi ( murung )
Kategori Kecemasan Tidak Bergejala
Hilangnya minat Kurangnya Kesenangan pada Hobi Sedih (Depresi ) Perasaan berubah – ubah sepanjang hari
Ringan
Sedang
Total Berat
10
2
10
16
Berat Sekali 2
25 % 8
5% 3
25 % 9
40 % 17
5% 3
100 % 40
20 %
7,5 %
22,5 %
42,5 %
7,5 %
100 %
40
8
2
13
14
3
40
20 % 11
5% 3
32,5 % 9
35 % 11
7,5 % 6
100 % 40
27,5 %
7,5 %
22,5 %
27,5 %
15 %
100 %
7). Tingkah Laku Wawancara Untuk mengidentifikasi tingkah laku wawancara pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi, dilakukan penilaian berdasarkan 7 (tujuh) aspek, yakni a) gelisah, b) tidak tenang, c) jadi gemetar, d) kerut kening, e) muka tegang, f) nafas pendek dan cepat, g) muka pucat. Hasil penilaian tingkah laku wawancara dipaparkan pada Tabel (4.24). Penilaian tingkah laku responden saat wawancara Frekuensi gelisah saat wawancara terbanyak pada kategori tidak ada gejala (52,5%), dan ringan (22,5%). Tidak Tenang pada kategori tidak ada gejala (45%), dan ringan (37,5%). Jadi Gemetar pada kategori tidak ada gejala (97,5%). Kerut kening pada kategori tidak ada gejala (62,5%), dan ringan (30%) . Muka tegang pada kategori tidak ada gejala (50%),
83
dan ringan (35%) . Nafas pendek atau cepat terbanyak pada kategori tidak ada gejala (97,5%) . Muka pucat terbanyak pada kategori tidak ada gejala (77,5%). Dengan demikian pasien dengan kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi saat dilakukan penilaian tingkah laku pada saat wawancara rata-rata menunjukkan kategori tidak ada gejala atau keluhan. Jika pun ada, lebih menunjukkan gejala ringan. Tabel 4.24. Distribusi Frekuensi Kecemasan berdasarkan Tingkah Laku pada Wawancara
Tingkah laku wawancara
Gelisah Tidak tenang Jadi gemetar Kerut kening Muka tegang Nafas pendek dan cepat Muka pucat
Kategori kecemasan Tidak bergejala 21 52,5 % 18 45 % 39 97,5 % 25 62,5 % 20 50 % 39 97,5 % 31 77,5 %
Total
Ringan
Sedang
Berat
9 22,5 % 15 37,5 % 1 2,5 % 12 30 % 14 35 % 1 2,5 % 4 10 %
8 20 % 6 15 % 0 0% 2 5% 5 12,5 % 0 0 4 10 %
2 5% 1 2,5 % 0 0% 1 2,5 % 1 2,5 % 0 0 1 2,5 %
Berat sekali 0 0% 0 0% 0 0% 0 0% 0 0% 0 0% 0 0%
40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 % 40 100 %
84
4.3.3 Pendapat Bebas Responden berkaitan dengan Kemoterapi Hasil
penilaian
pendapat
bebas
responden
yang
dipandu
wawancara diketahui lima (5) kategori meliputi 1) biaya, 2) optimis dengan pengobatan biar cepat sembuh, 3) pesimis pengobatan tidak berhasil, 4) takut pada efeksamping kemoterapi 5) lain-lain. Untuk selengkapnya dipaparkan pada Tabel (4.25). Tabel 4.25. kategori Pendapat Bebas Reponden yang berkaitan dengan Kecemasan saat Mengikuti Program Kemoterapi (n=40) No 1. 2. 3. 4. 5.
Kategori pendapat bebas responden
Frekuensi
Biaya Optimis dengan pengobatan biar cepat sembuh Pesimis pengobatan tidak berhasil Takut pada efeksamping kemoterapi Lain-lain
12 11 7 5 5
Pada (Tabel 4.25) dipaparkan 5 kategori dari jawaban respon saat diminta pendapat bebas dari responden mengenai pendapat, perasaan, dan kesankesannya
berkaitan
dengan
kecemasan
saat
mengikuti
program
kemoterapi. 1. Biaya Dari 12 responden yang menjawab kesan-kesan mereka saat mengikuti program kemoterapi dari segi biaya adalah 10 responden dengan biaya umum, 1 responden dengan jamkesda, dan 1 responden dengan jamkesmas. Responden dengan biaya umum mengkhawatirkan pengeluaran untuk setiap program kemoterapi yang menghabiskan dana berjuta-juta.
85
Ny.S : “...adalah dari segi biaya karena tidak ada Askes atau Jamkesmas sehingga mengeluarkan biaya sendiri, apalagi jika kemo mengeluarkan biaya yang tidak sedikit hingga berjuta – juta.” Ny. M : “...adalah dari segi biaya. Saya pakai biaya umum mba, takut ga sanggup bayar untuk kemoterapi selanjutnya...” Ny. N : “...dari segi biaya. Biaya untuk kemo mahal saya takut saya ga bisa berobat lagi, untuk rawat inap aja saya ga mampu apalagi untuk mengikuti setiap program kemoterapi.” Responden dengan jamkesda juga mengkhawatirkan hal yang sama dengan responden dengan biaya umum karena menggunakan jaminan kesehatan daerah (jamkesda) yang tidak sepenuhnya ditanggung oleh daerah untuk setiap pengeluaran sehingga hal ini membuat responden menjadi kepikiran. Ny. L
: “...dari segi biaya karena dari keluarga tidak mampu, kepikiran setiap hari sehingga mengganggu untuk kegiatan. Mengikuti jamkesda (jaminan kesehatan daerah) tetapi apa – apa dimintai biaya sehingga membuat jadi kepikiran.”
Sedangkan pasien dengan jamkesmas ini mengkhawatirkan ongkos setiap kontrol ke rumah sakit karena ongkos tinggal dan ongkos makan diluar ongkos pengobatan yang disokong oleh pemerintah. Ny. S : “...Ongkos+makan saat datang untuk kemo serasa berat, setiap kali kemo ± 300 ribu untuk ongkos+makan.” Dari fenomena tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa responden sangat mengkhawatirkan sakitnya ditambah dengan pengeluaran yang besar sehingga sering muncul kecemasan antara memikirkan sakit atau biaya yang dikeluarkan. 2. Optimis Dengan Pengobatan Biar Cepat Sembuh Dari 11 responden yang menjawab optimis dengan pengobatan biar cepat sembuh adalah responden dengan jamkesmas. Hal ini mau menunjukkan jika mereka memiliki “semangat” untuk sembuh karena mereka bisa melakukan program kemoterapi dengan biaya pemerintah. Ny. D
: “Sebelum kemoterapi ada perasaan berdebar – debar (karena membayangkan kemoterapi) waktu kemoterapi ada rasa terbakar 86
diperut, agak hangat sampai sekarang tapi biasa setelah kemoterapi perasaannya seperti biasa tidak ada yang ditakutkan hanya ingin cepat sembuh biar cepat pulang dan ketemu cucu.” Ny. M : “...saya senang dikemo. Ada obat masuk untuk penyakit saya biar saya bisa sembuh.” 3. Pesimis Pengobatan Tidak Berhasil Dari 7 responden yang menjawab pesimis pengobatan tidak berhasil adalah responden dengan biaya jamkesmas dan biaya umum. Responden ini mencemaskan dengan program yang mereka jalani saat ini takut jika tidak berhasil. Ketujuh (7) responden ini mengetahui jika mereka RS sudah dalam stadium lanjut. Ny. T : “...takut pengobatan tidak berhasil, takut ga bisa sembuh.” Ny. I : “... Saya takut mba, saya takut akan kematian, takut jika pengobatan yang dilakukan ini tidak berhasil.” 4. Takut pada Efeksamping Kemoterapi Dari 5 responden yang menjawab takut pada efek samping kemoterapi adalah responden dengan biaya umum dan jamkesmas. Kelima (5) responden ini mengetahui efek samping dari kemoterapi. Ny. R : “Obat kemo nya keras takut pengaruh pada ginjal dan organ lain, takutnya organ tersebut tidak berfungsi lagi dan memperparah.” Ny. N : “Saya takut mbak jika mau dikemo selain dari efeksampingnya, saya takut disuntik “wedi” kadang saya sampai nangis.” 5. Lain-lain Dari 5 responden dikategorikan lain-lain adalah responden dengan askes dan jamkesmas. Spesifik dari kategori lain-lain adalah 1 responden dengan pasrah, 2 responden dengan repot harus bolak-balik rumah sakit dan 2 responden tidak mengisi keterangan. Responden dengan jawaban pasrah adalah responden stadium III B dengan ascites sehingga jika dilihat seperti wanita hamil 9 bulan. 87
Ny. S : “Saat kemoterapi perasaan yang saya rasakan biasa, saya merasa ada obat yang masuk untuk penyakit yang saya derita. Senang, apalagi ditambah dengan perawat dan tenaga kesehatan yang baik dan sabar. Penyakit datangnya tiba – tiba, keluarga sedikit – sedikit yang menerima harus sabar, kuat, semangat dengan penyakit yang mengalami proses yang panjang ini.” Responden dengan jawaban repot bolak-balik rumah sakit adalah responden dengan jamkesmas. Kedua (2) responden ini merasa repot jika harus bolak-balik kontrol ke rumah sakit karena sebagian besar pasien yang melakukan program kemoterapi dengan jamkesmas. Sedangkan pasien tidak berdomisili di Surakarta. Sehingga hal ini membuat pasien harus antri kamar beberapa hari sebelum dilakukan program kemoterapi. Dengan kondisi demikian, responden kepikiran keluarga yang mendampingi dan anak yang tinggal dirumah. Ny. M : “repot bolak balik ke RS untuk kemoterapi. Kasihan yang nunggu saat kemoterapi, repot untuk antri kamar.” Ny. S
: “...bolak balik RS untuk kontrol terus kamar harus antri. Terus kepikiran anak kelas 5 SD masih sekolah kasihan ga ada yang jagain.”
4.3.4 Tingkat kecemasan Pasien Kanker Serviks yang Mengikuti Program Kemoterapi Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien kanker serviks yang
mengikuti
program
kemoterapi.
Peneliti
menggunakan
skala
kecemasan hamilton untuk mengukur tingkat kecemasan responden yang mengikuti program kemoterapi. Penilaian tingkat kecemasan merujuk pada skoring Hamilton, yakni skor <14 “tidak ada kecemasan”, skor 14-20 “
88
kecemasan ringan”,
skor 21-27 “ kecemasan sedang”,
skor 28-41 “
kecemasan berat”, skor 42-56 “ kecemasan berat sekali”. Tabel 4.26 Kategori Tingkat Kecemasan Pasien Kanker Serviks yang Mengikuti Program Kemoterapi Responden
Stadium
11b 5b 9b 31b 34b 3b 15b 17b 18b 39b 4b 7b 8b 10b 14b 19b 20b 23b 24b 28b 29b 30b 32b 33b 1b 2b 6b 12b 13b 16b 21b 22b 25b 26b 27b 35b 38b 40b 36b 37b
IB I B2 I B2 IB 2 IB 2 II A II A II A II A II A II B II B II B II B II B II B II B II B II B II B II B II B II B II B III B III B III B III B III B III B III B III B III B III B III B III B III B III B IV A IV A
Total Skoring 27,69 30,81 23,315 10,92 7,415 10,73 4,465 18,59 16,22 5,16 21,99 4,525 18,48 11,745 22,895 10,38 16,32 20,25 22,56 10,165 1,19 20,19 20,2 2,04 1,47 19,18 18,62 23,14 33,515 3,97 16,25 22,745 24,48 35,177 5,435 20,24 17,21 7,75 28 6,68
Penilaian Hamilton 21-27 28-41 21-27 <14 <14 <14 <14 14-20 14-20 <14 21-27 <14 14-20 <14 21-27 <14 14-20 14-20 21-27 <14 <14 14-20 14-20 <14 <14 14-20 14-20 21-27 28-41 <14 14-20 21-27 21-27 28-41 <14 14-20 14-20 <14 28-41 <14
Kategori Kecemasan Sedang Berat Sedang Tidak ada kecemasan Tidak ada kecemasan Tidak ada kecemasan Tidak ada kecemasan Ringan Ringan Tidak ada kecemasan Sedang Tidak ada kecemasan Ringan Tidak ada kecemasan Sedang Tidak ada kecemasan Ringan Ringan Sedang Tidak ada kecemasan Tidak ada kecemasan Ringan Ringan Tidak ada kecemasan Tidak ada kecemasan Ringan Ringan Sedang Berat Tidak ada kecemasan Ringan Sedang Sedang Berat Tidak ada kecemasan Ringan Ringan Tidak ada kecemasan Berat Tidak ada kecemasan
89
Secara umum, rata-rata pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi tidak memiliki kecemasan. Jika pun ada, kecemasan lebih pada rentang kecemasan ringan, sedang hingga berat. Hasil identifikasi tingkat kecemasan dengan pengisian kuesioner yang dipandu wawancara 40 responden Grafik 4.3. 40% pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi tidak memiliki kecemasan, 30% dengan kecemasan ringan, 20% dengan kecemasan sedang dan 10% dengan kecemasan berat. Grafik 4.3 Persentase Tingkat Kecemasan Pasien kanker serviks yang Mengikuti Program Kemoterapi Secara Umum
Tingkat Kecemasan
10% 40%
20%
tidak ada kecemasan ringan sedang berat
30%
4.4 PEMBAHASAN Pada pembahasan peneliti lebih menekankan pada 1)kecemasan, 2) konteks kultur “nrimo”, dan 3) faktor pencetus kecemasan pasien kanker
90
serviks
pada
golongan
ekonomi
rendah
yang
mengikuti
program
kemoterapi. 4.4.1 Kecemasan Pasien Kanker Serviks Pada Golongan Ekonomi Rendah Yang Mengikuti Program Kemoterapi Penilaian kecemasan didasarkan pada gejala fisik dan gejala psikis. Fisik dan psikis merupakan kesatuan eksistensi manusia yang menyangkut kesehatannya. Keadaan fisik manusia mempengaruhi psikis, sebaliknya keadaan psikis mempengaruhi keadaan fisik (Latipun, 2005). Keterkaitan gejala fisik dan psikis pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi dipaparkan pada Tabel (4.11-24). Gejala fisik dan psikis yang dialami pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi berbedabeda antara satu sama lain. Dari 40 responden yang dinilai dengan gejala fisik (somatik/fisik otot, somatik/fisik sensorik, kardiovaskuler, respiratori, gastrointestinal, urogenital, dan autonom), dan gejala psikis (kecemasan (ansietas), ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi (murung), tingkah laku saat wawancara), kebanyakan tidak menunjukkan gejala namun jika dilihat lebih spesifik didapatkan hasil sebagai berikut : a. Gejala fisik a).Somatik/fisik otot : lebih dari 40% pasien menunjukkan gejala sakit dan nyeri otot-otot, kekakuan otot, dan kejutan otot secara tiba-tiba. b).Somatik/fisik sensorik : lebih 45% menunjukkan gejala telinga berdenging, penglihatan kabur, dan merasa lemas. 91
c).Kardiovaskuler : lebih dari 70% pasien merasakan gejala ini saat cemas. d).Respiratori : lebih dari 20% menunjukkan gejala rasa tertekan di dada, rasa sesak di dada, sering menarik nafas, nafas pendek/sesak. e).Gastrointestinal : lebih dari 60% memiliki gejala nyeri perut, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar pada perut, rasa penuh dan kembung, mual dan muntah. f).Urogenital : lebih dari 82,5% menunjukkan gejala sering buang air kecil, dan mengalami penurunan minat seksual. g).Autonom : lebih dari 67,5% menunjukkan gejala mulut kering, mudah berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat dan sakit. b. Gejala psikis a).Kecemasan (ansietas) : lebih dari 52,5% yang menunjukkan perasaan cemas, hal yang dikhawatirkan, sesuatu perasaan buruk terjadi, perasaan mudah tersinggung. b).Ketegangan : lebih dari 40% menunjukkan perasaan tegang, mudah lelah, tidak bisa istirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan perasaan gelisah. c).Ketakutan : ada 27,5% yang menunjukkan takut/fobia saat ditinggal sendiri. d).Gangguan tidur : lebih dari 40% menunjukkan sulit ingin memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun pagi dengan lesu, sering mengalami mimpi buruk. 92
e).Gangguan kecerdasan : lebih dari 60% menunjukkan gejala kesulitan konsentrasi dan daya ingat menurun. f).Perasaan depresi (murung) : lebih dari 72,5% menunjukkan gejala hilangnya minat, kurangnya kesenangan pada hobi, sedih (depresi), dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari. g).tingkah laku wawancara : lebih dari 22,5% yang menunjukkan gejala gelisah, tidak tenang, kerut kening, muka tegang dan pucat. Hubungan gejala fisik dan gejala psikis sangat jelas dimiliki oleh pasien, walaupun tidak semua aspek yang ditunjukkan dengan gejala. Rata-rata dari mereka tidak memiliki gejala atau keluhan untuk beberapa aspek yang dinilai namun, untuk aspek tertentu pasien memiliki gejala. Dalam saling keterpengaruhan itu akhirnya diketahui adanya psikis yang sehat dan psikis yang mengalami hambatan, gangguan dan kerusakan (Latipun, 2005). Berdasarkan skoring gejala fisik dan psikis pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi didapatkan hasil tingkat kecemasan pasien. Tingkat kecemasan pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi secara umum tidak ada kecemasan (40%), kecemasan ringan (30%), kecemasan sedang
(20%), kecemasan berat (10%). Minimnya
pengetahuan, ditambah dengan penghasilan mereka dibawah rata-rata sehingga mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan bahkan tidak mempunyai uang untuk berobat.
93
Penggunaan
jamkesmas
sangat
membantu
mereka
dalam
meringankan beban untuk mengikuti pengobatan kanker serviks. Namun dalam konteks lainnya, beberapa pasien jamkesmas juga mengeluhkan biaya hidup selama menunggu antri kamar di RS dan bolak balik RS untuk mengikuti program kemoterapi karena uang makan, uang transportasi, dan biaya hidup selama menjalani program kemoterapi diluar tanggungan pemerintah. Hal ini juga merupakan salah satu kendala pasien dalam menjalani program kemoterapi. Rata-rata pasien yang memiliki kecemasan tinggi adalah pasien dengan biaya umum, sebaliknya kecemasan rendah dimiliki oleh pasien dengan biaya pemerintah (jamkesmas). Dari hasil penilaian kecemasan ini, maka peneliti berasumsi bahwa kecemasan tinggi jika mereka tidak bisa ke RS untuk berobat, sebaliknya kecemasan rendah jika mereka bisa berobat RS. Jadi mereka memiliki harapan yang tinggi jika mereka bisa mengikuti pengobatan. 4.4.2 Konteks Kultur “nrimo” Pada Golongan Ekonomi Rendah yang Mengikuti Program Kemoterapi Sebagian besar (70%) pendidikan mereka adalah tidak sekolah, tidak tamat SD, dan lulus SD. Hal ini menyebabkan pengetahuan mereka pada penyakit yang diderita sangat terbatas sehingga mempengaruhi pada kecemasan saat mengikuti program kemoterapi. Rata-rata dari mereka yang tidak menunjukkan gejala sampai dengan gejala ringan lebih ke konteks kultur “nrimo” sehingga kekuatiran tidak begitu nampak bahkan diredam. 94
Mereka mengganggap jika penyakitnya adalah cobaan hidup dari Sang Pencipta (Tuhan) sehingga tetap tabah dalam menjalaninya. Hal ini terkait dengan psikologi jawa “local genius”, yaitu sebuah pilar pemikiran orang jawa yang hebat. Sebuah pemikiran yang didasarkan pada watak tradisi. Tradisi tsb. atas dasar pemahaman hidup melalui aspek kejiwaan Ki Ageng Suryamentaram. Konsep hidup (pembangun jiwa) tentang bungah sajroning susah yang dikenalkan Ki Ageng ini memiliki arti ketika manusia sedang di landa kesedihan hendaknya diterima dengan senang hati. Mau menerima kenyataan sepahit apapun sebagai ujian. Bahkan, orang jawa ketika sedang sakit harus menyatakan lagi diganjar. Kata “ganjar” memiliki arti bahwa sakit adalah karunia. Watak dasar semacam itu yang menjadi pondasi sikap “nrimo”. Nrimo adalah menerima segala sesuatu dengan kesadaran spiritualpsikologis,
tanpa
merasa
nggrundel
(menggerutu
karena
kecewa
dibelakang). Apapun yang diterima, dianggap sebagai karunia Tuhan. Selain itu, watak lamun kelangan ora gegetun, trima mawi pasrah artinya dalam hal apa saja mereka menerima dengan kesungguhan hati. Yang penting, hidup ada usaha sampai tingkat tertentu, baru nrima. Usaha merupakan jembatan nasib. Jika usaha gagal, orang jawa akan menerima sebagai sebuah pelajaran. Selain itu, ada beberapa falsafah hidup orang jawa yang peneliti kutip dari Filsafat hidup orang jawa (Rachmatullah, A, 2011).
a) 95
Kemahakuasaan Tuhan “Ora ana kasekten sing madhni papesthen, awit papesthen iku wis ora ana sing bisa murungake” artinya tidak ada kesakitan yang bisa menyamai kepastian Tuhan, karena tidak ada yang dapat menggagalkan kepastian Tuhan. b) Konsep hidup di dunia. “Donya iki dalan, Iya kudu diambah apa mesthine, Ananging dudu benere yen dirungkebana, Sing sapa ngambah dalan, Kudu sumurup kang ana ing ngarepe, Sanadyan diparanana, Mung bakal diliwati bae. Artinya dunia ini ibarat jalan, ya harus ditempuh apa mestinya, tapi bukan kebenaran yang dituju, siapa bakal menempuh jalan, harus tahu apa yang ada di depannya, meski akan didatangi, hanya dilewati saja. 4.4.3 Faktor Pencetus Kecemasan Pasien Kanker Serviks Pada Golongan Ekonomi Rendah Yang Mengikuti Program Kemoterapi Berdasarkan data yang dipaparkan pada kecemasan,
dapat
disimpulkan ada 4 faktor yang pemicu kecemasan pasien kanker serviks pada golongan ekonomi rendah yang mengikuti program kemoterapi yakni 1) biaya, 2)takut pada efek samping kemoterapi, 3) pesimis pengobatan tidak berhasil, 4) repot bolak-balik RS untuk program kemoterapi, kepikiran anak dan keluarga. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 1) Biaya Peru ES : “ya...kebanyakan ya itu...ya kemo..untuk biaya mungkin pasien dengan jamkesmas mereka tidak terlalu mengkhawatirkan, tapi untuk pasien-pasien umum itu kadang menjadi kecemasan....”
96
Peru ER : “banyak hal...pertama misalnya biaya bagi pasien – pasien umum, nek jamkesmaspun biasa begitu kadang biaya...biaya untuk sehari-hari selama di Solo, di sini kan mahal mba untuk makan nya...” Residen RE : “adapun ga mau kemo karena keuangan...malahan gara2 biaya...”
2) Takut pada Efek Samping Kemoterapi Peru ES : “efek dari obat kemoterapi...karena itu sangat mempengaruhi kan kalau obat kemoterapi, rambut rontok, kulit kering, nafsu makan menurun, mual muntah, terus penurunan berat badan dan sebagainya...Kecemasan itu efek dari obat kemoterapinya.”
3) Pesimis Pengobatan Tidak Berhasil Peru ES : “kelanjutan dia..maksudnya dalam arti penyakitnya sembuh atau engga..terus..banyak faktor sih tentang cemas terus itu kelanjutan hidupnya...seperti “aku kayak gimana?apa akan mati atau apa?” seperti ibu R Kamar IC itu “ Aku nanti kayak gimana ya
bu?tentang
hidupnya
dia
seakan-
akan...takut
akan
hidupnya..ketakutan..kecemasan akan hidupnya dia..seperti ibu R itu ketakutan sekali..masalahnya dia kan baru pertama kali jika yang sudah sekian kali kan biasanya..ya sudahlah..” 97
4) Repot Bolak-balik RS untuk Program Kemoterapi, Kepikiran Anak dan Keluarga Peru ER : “keliatan sekali..wes lansia apalagi suami nya sudah meninggal itu ya tingkat kecemasan otomatis lebih rendah daripada usia produktif apalagi anaknya masih kecil – kecil usia produktif itu masih memikirkan banyak hal apalagi seseorang perempuan harus
banyak
memikirkan
“bagaimana
nanti
anaknya?
Terus...jika aku mati piye ya...karo sopo? Apalagi ke bojo nya....” kan banyak pemikiran seperti itu to? Selama dia sakit kan tidak bisa melayani suaminya dengan baik donk dengan kondisinya
seperti
itu..ada
yang
berbau...apalagi
yang
mengikuti kemoterapi..dan dari RS dianjurkan yang mengikuti program kemoterapi tidak boleh berhubungan.” Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang berat tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart, 2006). Pengaruh kecemasan pasien kanker serviks yang mengikuti program kemoterapi dengan terapi yang dijalani lebih kepada terapi dilakukan berulang-ulang, sehingga pengobatan selanjutnya (operasi) tertunda. Hal ini sesuai dengan pernyataan : Peru ER : “pernah...di sini kan konsultan nya hanya satu pak Heru biasanya pasien kan menanyakan “Operasinya kapan?” akhirnya
98
kecemasan itu mempengaruhi fisik juga sehingga KU drop HB drop harus di koreksi lagi harus menunggu lagi antri nya rong minggu dewe owk...”
99