BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Hasil penelitian di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang, ditampilkan pada tabel dibawah ini: 1. Karakteristik Responden a. Umur Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan umur responden di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014 (n=69) Variabel Mean Umur responden 42,84 Sumber: Data primer tahun 2014
Min 30
Max 57
SD 7,221
Berdasarkan tabel 4.1 dari 69 responden dapat diketahui bahwa umur responden rata-rata adalah 42,84 tahun. Umur responden paling rendah adalah 30 tahun dan umur responden paling tinggi adalah 57 tahun. b. Jenis kelamin Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin responden di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014 (n=69) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber: Data primer tahun 2014
Frekuensi 42 27 69
Persentase 60,9 39,1 100
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jenis kelamin sebagian besar adalah laki-laki sebanyak 42 responden (60,9%) dan perempuan sebanyak 27 responden (39,1%).
61
62
c. Pendidikan Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan responden di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014 (n=69) Pendidikan Tidak pernah sekolah SD SMP SMA Akademi/ perguruan tinggi Jumlah Sumber: Data primer tahun 2014
Frekuensi 1 13 19 32 4 69
Persentase 1,4 18,8 27,5 46,4 5,8 100
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pendidikan sebagian besar adalah SMA sebanyak 32 responden (46,4%). Responden yang berpendidikan SMP sebanyak 19 (27,5%), pendidikan SD sebanyak 13 responden (18,8%), pendidikan akademi/ perguruan tinggi sebanyak 4 responden (5,8%) dan tidak pernah sekolah sebanyak 1 responden (1,4%). d. Pekerjaan Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan responden di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014 (n=69) Pekerjaan Pegawai negeri sipil Pegawai swasta Wiraswasta Tidak bekerja Jumlah Sumber: Data primer tahun 2014
Frekuensi 3 41 16 9 69
Persentase 4,3 59,3 23,2 13,0 100
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pekerjaan sebagian besar adalah pegawai swasta sebanyak 41 responden (59,3%). Wiraswasta sebanyak 16 responden (23,2%), tidak bekerja sebanyak 9 responden (13,0%) dan pegawai negeri sipil sebanyak 3 responden (4,3%).
63
2. Tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang Hasil penelitian terhadap keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid di RSJ dr Amino Gondohutomo diketahui tingkat kecemasan keluarga yang disajikan pada tabel 4.5 sebagai berikut: Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014 (n=69) Tingkat kecemasan keluarga Ringan Sedang Berat Panik Jumlah Sumber: Data primer tahun 2014
Frekuensi
Persentase (%)
9 39 18 3 69
13,0 56,5 26,1 4,3 100
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid sebagian besar adalah sedang sebanyak 39 responden (56,5%). Keluarga yang mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 18 responden (26,1%), kecemasan ringan sebanyak 9 responden (13,0%) dan panik sebanyak 3 responden (4,3%).
B. Pembahasan Hasil penelitian dapat diketahui bahwa tingkat kecemasan keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia paranoid sebagian besar adalah kecemasan sedang sebanyak 39 responden (56,5%). Responden yang mengalami kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusnahkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih banyak jika diberi arahan. Responden yang mengalami kecemasan sedang dikarenakan pendidikan responden SMP sebanyak 19 (27,5%) dan
64
pendidikan SD sebanyak 13 responden (18,8%). Status pendidikan yang rendah pada seseorang, akan menyebabkan orang tersebut lebih muda mengalami stress dibanding dengan mereka yang status pendidikannya tinggi. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2003), Pendidikan adalah salah satu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan luar sekolah dan berlangsung sepanjang hidup. Faktor pendidikan seseorang sangat mempengaruhi kecemasan. Klien dengan pendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi, menggunakan koping efektif dan konstruktif dari pada seseorang dengan pendidikan rendah. Umur keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa skizofrenia ratarata adalah 42,84 tahun. Usia akan mempengaruhi cara individu membuat keputusan, semakin bertambah usia seseorang biasanya semakin menambah keyakinan untuk mencari pertolongan ke petugas kesehatan. Usia yang matang biasanya dicapai pada usia 25-44 tahun. Setelah usia tersebut maka dapat terjadi penurunan kepercayaan terhadap sesuatu. Hal ini diakibatkan pengalaman hidup dan kematangan jiwa seseorang Responden yang mengalami tingkat kecemasan berat sebanyak 18 responden (26,1%). Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Individu cenderung untuk berfokus pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berfikir tentang yang lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat berfokus pada suatu area lain. Responden mengalami kecemasan berat karena merasakan beban keuangan sejak anggota keluarga didiagnosa skizofrenia. Pekerjaan responden sebagian besar pegawai swasta sebanyak 41 responden (59,3%). Responden yang bekerja sebagia pegawai swasta mempunyai penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Responden dengan penghasilan yang sukup ini merasa cemas merawat keluarga yang sakit gangguan jiwa karena memikirkan biaya untuk pengobatan. Seseorang dengan gangguan jiwa harus rutin kontrol dan minum obat agar tidak mengalami kekambuhan.
65
Hasil penelitian juga diketahui responden yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 9 responden (13,0%). Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan pada tingkat ini menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 27 responden (39,1%). Jenis kelamin perempuan sebagian besar mengalami kecemasan sedang dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Hal ini dikarenakan jenis kelamin perempuan lebih sensitif dalam menghadapi masalah. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2003), umumnya perempuan lebih sering mengalami gangguan efektif dan kecemasan. Keluarga yang mengalami panik sebanyak 3 responden (4,3%). Responden mengalami panik karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
Panik
melibatkan
disorganisasi kepribadian dan
terjadi
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, presepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Kecemasan merupakan respon terhadap stress atau sesuatu kondisi keletihan dan kelelahan pada tubuh yang disebabkan oleh peristiwa dalam hidup (Seyle, 1956, dalam Videbeck, 2008). Kecemasan terjadi jika individu mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap situasi kehidupan, masalah dan tujuan hidup. System saraf otonom berespon terhadap kecemasan secara tidak sadar dalam tubuh. Saraf otonom menyebabkan perubahan pada tandatanda vital sebagai persiapan mekanisme pertahanan tubuh. Glanda adrenal mengeluarkan adrenalin atau epinephrine yang menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen, dilatasi pupil dan peningkatan tekanan arteri dan denyut jantung dan peningkatan glikogenolisis. Jika kondisi berbahaya atau kecemasan sudah selesai, maka saraf parasimpatis yang bekerja dan mengembalikan tubuh dalam kondisi normal kembali (Videbeck, 2008).
66
Hasil penelitian diketahui responden merasa lebih cemas dari pada biasanya semenjak merawat anggota keluarga mengalami gangguan jiwa sebanyak 27 responden (39,1%). Hal ini dikarenakan keluarga dalam menghadapi keluarga yang menderita skizofrenia merasakan beban keluarga yaitu keuangan, gangguan kegiatan keluarga, gangguan rekreasi keluarga, gangguan interaksi keluarga, efek pada kesehatan fisik dan efek pada kesehatan mental. Menurut Magliano (2006), menyatakan beban tertinggi dialami karena terganggunya kegiatan keluarga. Anggota yang sakit tidak menghadiri kegiatan rutin seperti; bekerja, sekolah/ kuliah dan juga membantu dalam rumah tangga. Caregiver harus menghabiskan banyak waktu untuk mengurus anggota yang sakit, biaya, pekerjaan rutin terganggu dan juga mengabaikan kebutuhan anggota keluarga lainnya (Magliano, 2006). Keluarga
yang
mempunyai
keluarga
yang
skizofrenia
juga
menyatakan merasa mudah marah dan panik semenjak merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 31 responden (44,9%). Hal ini dikarenakan keluarga mengalami beban psikis akibat keluarga mengalami skizofrenia. Keluarga mengalami stressor yang berat ketika anggota keluarganya didiagnosa
skizofrenia sehingga menjadi mudah marah dan
cemas sejak merawat anggota keluarga yang skozofrenis. Menurut Stuart dan Lyria (2005) menjelaskan bahwa stressor pencetus dapat disebabkan karena adanya ancaman terhadap integritas fisik yang meliputi disabilitas fisiologis atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan adanya ancaman terhadap system diri yang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang integritas pada individu. Hasil penelitian juga diketahui responden merasa sering mati rasa dan kesemutan di jari-jari tangan dan kaki saya semenjak merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 32 responden (46,4%). Keluaraga juga merasa sering sakit perut / gangguan pencernaan semenjak merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 23 responden (33,3%). Hal ini menunjukkan selain beban psikis, keluarga dengan penderita skizofrenia juga
berdampak
pada aspek fisik dari keluarga.
67
Menurut Mubin (2008) keluarga dengan penderita gangguan jiwa sering mengalami kelukaan fisik akibat memikirkan perilaku aneh pasien. Kekhawatiran keluarga bila pasien mengamuk atau mendapatkan perlakuan tidak baik dari masyarakat, juga menjadi beban psikologis yang dirasakan oleh mereka. Dengan kata lain, Pasien sebagai stressor fisik dan psikis bagi keluarga dan anggota keluarga yang lain. Menurut penelitian yang dilakukan Yosep (2008) menunjukan anggota keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang sakit jiwa sebagian besar mengalami kecemasan berat. Penelitian ini sama dengan penelitian yang saya teliti menunjukkan anggota keluarga yang mempunyai keluarga yang mengalami skizofrenia paranoid sebagian besar mengalami kecemasan berat. Kedua penelitian tersebut menunjukkan adanya suatu penyakit yang serius dan kronis pada diri seseorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh pada sistem keluarga, khususnya pada struktur peran dan pelaksanaan fungsifungsi keluarga. Penelitian yang dilakukan peristiwa yang dapat menimbulkan kecemasan yaitu peristiwa traumatis berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situsional. Salah satu peristiwa situsional yang dapat menimbulkan cemas oleh keluarga yaitu dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
C. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak menjelaskan penyebab kecemasan yang terjadi pada keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia paranoid.