54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum Objek Penelitian Karawang merupakan salah satu kota yang terdapat di daerah Jawa Barat. Sebuah kota yang memiliki luas 1.737,30 km2 , 30 kecamatan dan 309 desa / kelurahan. Daerah yang dipimpin oleh bupati atas nama Drs. H.Ade Swara, MH ini memiliki ikon sebagai kota lumbung padi. Dalam bahasa Sunda, Karawang mempunyai arti penuh dengan lubang/rawa. Bisa jadi pada daerah Karawang zaman dulu banyak ditemui lubang. Penduduk umumnya adalah suku Sunda yang menggunakan Bahasa Sunda, tetapi di Karawang terdapat beberapa bahasa dan budaya diantaranya budaya dan bahasaBetawi di
daerah
Kecamatan Batujaya dan
utara
Karawang
tepatnya
Kecamatan Pakisjaya serta
sebagian bahasa Jawa
Cirebonan di jalur Utara Kecamatan Tempuran Kecamatan Cilamaya. Masyarakat pada umumnya memiliki mata pencaharian yang beragam, tetapi banyak yang bekerja sebagai petani. 1 Selain petani yang lebih mendominasi profesi di Karawang, terdapat profesi lain yang juga cukup dikenal oleh masyarakat setempat yaitu Penari Jaipong. Penari jaipong merupakan seorang wanita yang memiliki talenta dalam kesenian khususnya tari, dengan mengenakan kebaya dan rambut disanggul serta wajah yang telah dihiasi make up, 1
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Karawang
54
55
mereka siap melakukan pertujukkan dan menjadi salah satu faktor penting dalam menyemarakkan tarian yang telah mendunia ini. Mereka yang membuat tarian ini menjadi hidup, dengan manajemen gerakan yang teratur dan mengikuti alunan musik, sehingga Tarian ini dapat menjadi suatu kesenian yang layak dikonsumsi publik. Oleh karena itu, kemampuan manajemen komunikasi yang dikuasai oleh penari dengan baik sangat diperlukan agar pertunjukkan dapat diselenggarakan dengan sesempurna mungkin dan penonton yang menyaksikan dapat menikmati seni tari tersebut.
Tari Jaipong yang sering kali lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan goyang Karawang ini merupakan sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung,
56
juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang.
Sedangkan saat ini Tari Jaipong di Karawang lebih sering disebut dengan goyang Karawang, yang berkembang cukup pesat dari tarian jaipong itu sendiri. Selain itu, goyang Karawang yang saat ini lebih dikenal masyarakat luas sebagai kata lain dari Tari Jaipong yaitu berdasarkan 2
(dua) hal, pertama dikarenakan seni Jaipongan yang
berkembang pesat di Karawang dengan bajidorannya. Dan yang kedua adalah terkait dengan lagu dangdut Lilis Karlina berjudul ‘Goyang Karawang’. 2 (dua) hal inilah yang diyakini sebagai faktor kuat munculnya istilah Goyang Karawang. 2
4.2
Hasil Penelitian
Penelitian mengenai Manajemen Komunikasi Penari Jaipong di Karawang dalam membentuk citra penari jaipong tersebut dilakukan melalui wawancara mendalam kepada narasumber yang sudah ditetapkan, observasi non partisipan, studi pustaka dan studi dokumentasi. Berikut hasil penelitian yang didapat dari seluruh narasumber yang dapat mendukung penelitian ini dan analisa dari penelitian yang dilakukan.
2
Deni Andriana (7 Mei), Goyang Seo (online). Diakses pada tanggal 05 Mei 2011 dari http://goyangseo.com/tag/tari-jaipong-Karawang/
57
4.2.1
Jaipongan
Jaipongan merupakan sebuah kesenian masyarakat Jawa Barat yang awalnya berasal dari kesenian dari kesenian ketuk tilu yang berkembang menjadi topeng banjet kemudian ke kesenian kliningan dan pada akhirnya muncullah kesenian Jaipong. Tari Jaipong itu sendiri mulai direkam tahun 1975, diantaranya dengan menggunakan lagu kucingkucingan dan banodari. Dan pengolah gerak lagu itu adalah Gugum Gumbira. Pada waktu itu, Kesenian Jaipong sudah berdiri, hanya saja pola-pola pada gerakan tari belum menyebar seperti sekarang ini. Penyebaran pola tari dan dipelajari tarinya itu pada tahun 1979 dengan lagu oray welang, daun pulus satu, sinden beken. Dan mulai tampil hingga ke luar negeri, yaitu Jerman Barat pada tahun 1982 dengan lagu daun pulus, dan keser bojong. Awal dari terkenalnya Jaipongan yaitu ketika menampilkan tarian dari lagu keser bojong dan banda urang di tahun 1982.
Jaipongan itu sendiri bukan berasal dari kepanjangan atau kependekan. Sebenarnya nama “Jaipong” berasal dari kata-kata lawakan para pemain topeng banjet.
“Awalnya dari lawakan topeng yang awalnya pada waktu itu mengucap mundur,, mundur,, mundur,, maju,, maju,, maju,, dan bukan jaipong waktu itu tapi jakimon. Namun setelah dipikir-pikir rasanya tidak pantas jadi diubahlah kata-katanya menjadi mundur,, mundur,, mundur,, maju,, maju,, maju,, jaipong,, jaipong,, blaktuk,, blaktuk. Dari situlah asal mula nama jaipong. Dan itu pertama kali diKarawang bukan di Bandung. Hanya saja diKarawang pada saat itu tidak ada pendidikan khusus dan sanggar tari baru sekarang – sekarang ini saja berkembang. Dan guru pertamanya itu dari Karawang yaitu pak atut yang di kirim ke Bandung.
58
Beliau adalah pemain topeng. Hingga berkembang sekarang sudah banyak kreasi, karena Tari Jaipong itu sendiri unsur wanita dan pria ada batasan tertentu kalo untuk wanita tidak boleh tinggi ngangkat kaki. Saat ini sudah banyak gerakan kreasi.”3 Dan seiring perkembangan zaman, pertunjukkan Tari Jaipong yang sekarang ini sudah hampir menyamai kesenian sendratari. Yang dimaksud sendratari itu adalah tarian yang berbentuk jalan cerita seperti wayang. Hingga berkembang sekarang sudah banyak kreasi dan gereakan – gerakan yang lebih atraktif dan lincah.
Namun dari sisi inilah terjadi perbedaan pendapat mengenai tumbuh kembang dari tari jaipong tersebut antara seniman seperti yang disebutkan diatas dan penari jaipong yang memang pada dasarnya memiliki pendidikan khusus dibidang seni tari yang mengatakan bahwa ;
“Jaipongan mah sebenernya berawal dari Karawang, awal itu kenapa disebut Tari Jaipongan. Dulu didesa Kepuh Karawang dulu ada Mbah Jai dan Mbah Ipong makanya disebut Jaipongan karena mengambil dari leluhur yang berprofesi sebagai pemusik. pemain musik, jadi mbah jai dan mbah ipong pemain musik dia itu menciptakan gending-gending Tari Jaipongan yang kendangnya Pak Suwanda grup dari Karawang juga. mbah jai orang Karawang mbah ipong orang Karawang mengembangkan musik cuma dulu pesindennya diKarawang itu ijah khodijah kendangnya pa suwanda. Waktu dulu Jaipongannya yang terkenal itu lagu daun pulus keser bojong. Pak Gugum dari Bandung datang ke sini (ke Karawang) , Pak Gugum mah seorang penari awalnya, penari Jaipongan. Dia mengemas Tari Jaipongan yang diiringi Pak Suwanda sama Mbah Jai dan Mbah Ipong. Jadi sebetulnya Jaipongan teh bukan dari Bandung , Bandung mah yang mengembangkan karena orang Karawang mah ga ada yang mau mengembangkan. Pak Gugum mah emang aslinya orang Bandung, dia mah pinter nari pinter maen musik dan lain sebagainya. Dia mah kan karena sekolah dan punya fasilitas yang komplit dan lain sebagainya. Makanya di Bandung, dia bikin kaset – kaset Jaipongan awalnya Jaipongan tumbuh kembangnya di Karawang yang tumbuhnya di 3 Hasil wawancara dengan Acep Rampa, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB
59
Karawang yang mengembangkannya baru Pak Gugum dari Bandung sehingga yang jugalah grupnya. Jadi gitu awalnya” 4 Selain itu, Tari Jaipong memiliki pandangan yang berbeda pula dalam bentuk penyajiannya. Hal tersebut terbagi menjadi dua, yaitu
1. Tari Jaipong Terpola, tarian ini hanya menampilkan berbagai atraksi tarian jaipong yang sebelumnya memang sudah terkonsep dengan baik. Penyajian ini terdiri dari kelompok seniman yang menyajikan materi tari yang ditata secara khusus untuk kebutuhan sajian tontonan atau pertunjukan (entertaiment). Hal ini tentunya harus dilakukan oleh penaripenari yang memiliki kemampuan tinggi melalui proses latihan secara intensif yang digunakan untuk ajang mempromosikan tari Jaipong sebagai kesenian asli Jawa Barat. Dan dalam pertunjukan tari jaipong terpola, penari hanya bertugas sebagai penari yang menampilkan kesenian khas sunda ini tanpa adanya saweran dari para penonton.
Gambar 4.1 Tari Jaipongan Berpola
4
Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB
60
2. Tari Jaipong Tanpa Pola. Berbeda dengan tari jaipong terpola yang hanya menampilkan tarian saja, penyajian kedua ini banyak di pentaskan di daerah Karawang atau sering disebut Bajidor / Kliningan. Tari jaipongan bajidoran
ini
para
penari,
menari
dihadapan
penonton
dengan
mengharapkan saweran sebanyak – banyaknya yang akan diberikan oleh bajidor / penyawer.
Gambar 4.2 Tarian Jaipon Tanpa Pola / Bajidoran
“Jadi ada dua pandangan yang berbeda, kalo dikarawang karena sistemnya jaipongan itu bajidoran, jadi orang yang merasa puas atau yang seneng jaipongan merasa puas jika dipanggil. Cuma jaipongannya bebas tidak terpola jadi mengiringi iringan musik saja. Kalo jaipongan yang sudah terpola itu menyuguhkan tarian yang sudah dipola atau dikemas, jadi kalo sudah nari jaipongan senang yah sudah tidak dapet saweran. Jadi kalo yang yang dapet saweran itu mah bajidoran jadi penari alam yang tidak bisa menari pola.” 5 Seperti apapun konsep yang membuat Jaipongan tercipta dan berkembang hingga saat ini, intinya adalah orang – orang yang
5
Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB
61
menumbuhkembangkan jaipongan merupakan orang hebat yang mampu memperkaya kesenian Indonesia.
Selain konsep tumbuh kembang dari Jaipongan tersebut, terdapat hal lain yang tidak kalah penting dari sebuah tarian jaipong yaitu konsep diri para penari, manajemen komunikasi penari jaipong tersebut dalam menampilkan setiap pertunjukan, bagaimana mereka mengelola kesan verbal dan nonverbal, dan bagaimana mereka membentuk citra diri mereka di antara masyarakat yang acapkali menganggap profesi mereka negative serta seperti apa sisi lain dari penari jaipong tersebut.
4.2.2
Penari Jaipong
Penari
jaipong
merupakan
unsur
penting
dalam
sebuah
pertunjukkan jaipongan. Mereka merupakan icon yang sangat menunjang pelaksanaan jaipongan berjalan dengan baik. Penari jaipong tidak menutup kemungkinan berupaya memperlihatkan ketertarikan kepada pihak lain.
Dengan kostum gemerlapan, sinyal seksual dapat ditampilkan dengan menonjolkan bagian tubuh mulai dari dada, “bokong”, pinggul, leher, dan lirikan mata yang semuanya memiliki potensi membangkitkan rangsangan lawan jenis. Tak hanya gerakan sensual, rupa (wajah), swara (suara),
wiraga
(raga
/
tubuh), dan trapsila
(tata
karma
/
susila) seyogyanya dimiliki juga oleh seorang penari jaipong. Hal tersebut digunakan oleh penari jaipong untuk membuat para penonton dan
62
penggemarnya merasa tertarik dan bersedia memberikan lembaran rupiah untuk diberikan kepadanya. Dan hal tersebut tergantung bagaimana sang penari jaipong berkomunikasi dengan penontonnya, baik itu verbal maupun nonverbal.
Bagi Tety yang merupakan seorang penari jaipong senior yang saat ini bekerja sebagai guru dan pelatih tari. Alasan utamanya menjadi seorang penari jaipong bukanlah untuk mendapatkan saweran yang melimpah dari para penonton, melainkan hanya untuk menyalurkan bakat dan hobi menarinya tersebut. Selain itu menari jaipong dilakukan untuk meningkatkan citra penari jaipong yang saat ini didominasi oleh citra negatif. Seperti diungkapkan Tety:
“Ibu mah kan makanya sekolah mengembalikan tari jaipong jadi baik lagi.” 6 4.2.3
tari
itu
supaya
bisa
Konsep Diri Penari Jaipong
Sebuah hal yang dinilai cukup penting dalam manajemen komunikasi adalah konsep diri. Konsep diri merupakan sebuah pemikiran dimana dia berfikir tentang pendapat orang lain mengenai dirinya. Dalam hal ini penari jaipong menyebut diri mereka berdasarkan pekerjaan yang mereka geluti. Dan mereka menganggap tidak semua anggapan orang lain mengenai diri mereka bersifat negative. Oleh karenanya mereka membangun konsep diri mereka secara positif,
6
Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB
yang bertujuan untuk
63
membangun kepribadian mereka dan rasa percaya diri mereka terhadap pekerjaan yang mereka lakoni saat ini.
Dengan demikian, menurut informan Tety bahwa “tidak semua penari jaipong memiliki konsep diri negative, bahkan sebaliknya mereka lebih banyak memiliki konsep diri yang bersifat positif, mereka merasa bangga dan percaya diri kepada pekerjaan mereka tersebut karena dengan adanya mereka, kekayaan seni di Indonesia dapat dilestarikan.” 7 Adapun hal yang mendasari Tety menjadi seorang penari jaipong karena kecintaannya dengan kesenian sunda ini dan seringnya beliau menemerima beberapa penghargaan untuk kategori menari sehingga timbul rasa bangga akan dirinya dan ingin mengembangkan serta melestarikan kesenian Jawa Barat ini.
Sebetulnya karena ngambil programnya seni tari aja. Dari umur lima tahun seneng – seneng aja, terus Belajar nari di pak acep, jadi latihan di pak acep 5 tahun. Ikutan lomba juara terus pernah juara 1 di Kabupaten Karawang pada kelas 1 SD (Sekolah Dasar) udah juara 1. Pada tahun 1984 ikutan di perwakilan Kecamatan Lemah Abang dapet juara SMP (Sekolah Menengah Pertama) ikutan lagi, juara lagi. Jadi seneng nari, ikutan festival terus menang jadi seneng nari. Waktu itu, kebetulan ada yang PKL dari SMKI (Sekolah Menengah Kerawitan Indonesia). Dulu sekolah di SMP diajarin nari, terus ya udah punya pikiran kalo udah keluar dari SMP langsung pengen ke SMKI. SMKI itu tingkatan SMK/SMA. Berangkat ke Bandung disuruh daftar ke STK (Sekolah Tinggi Keperawatan), tapi ibu daftar ke SMKI terus akhirnya masuk ke jurusan seni tari, dulu di SMKI 4 tahun. Terus dapet PMDK ke UPI, Dulu di Bandung latihan sama bu Taty Saleh, dia mah galak bereng sama kang awam kang gondo.” 8 Sementara beberapa masyarakat yang menonton seringkali memandang mereka dengan pandangan negative, hal ini dikarenakan setiap pertunjukkan yang penari jaipong bawakan dianggap terlalu erotis 7
8
Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB
64
dan vulgar. Mereka tidak memandang apa yang mendasari para penari memilih profesi tersebut untuk mencari nafkah atau hanya untuk menyalurkan hobi mereka dan melestarikan kebudayaan negeri.
Adapun yang membuat masyarakat Karawang sebagaian besar memandang penari jaipong dikarenakan kesenian Jaipong yang diterapkan di Karawang menggunakan sistem bajidoran, dimana dalam sistem ini saweran menjadi faktor utama dalam setiap pertunjukkan. Informan Tety menjelaskan bahwa: “bajidoran itu sendiri adalah seseorang penyawer penari jaipong. Sedangkan Jaipongan yang asli tidak mengenal saweran, Jaipong yang asli hanya sekedar menampilkan tarian jaipong di hadapan khalayak tanpa menerima saweran.”9 Seringkali anggapan negative yang masyarakat lekatkan pada penari jaipong membuat beberapa para penari jaipong yang pada dasarnya ingin melestarikan kebudayaan bangsa merasa kecewa dengan anggapan masyarakat yang memukul rata dengan memberikan citra negative kepada para penari. Padahal nyatanya, tidak semua penari berkelakuan minus seperti yang disangkakan oleh masyarakat. Sambil menerawang keadaan sebelumnya Tety menceritakan bagaimana masyarakat beranggapan negatif tetang profesi penari jaipong;
“Yah itu neng. Ibu mah sebetulnya yah, coba aja liat waktu ibu sekolah padahal mah ibu mah sekolah bukan untuk jadi penari (jaipong) bajidoran. Cuma kan orang mikirnya, ‘jauh – jauh sekolah di Bandung malahan jadi penari Jaipongan’. Ibu kan bilang saya kan bukan penari kaya di Karawang, saya kan penari seperti ini..ini. Kan sinden di Karawang karena ada oknum satu kaya gitu, jadi dikatakan sama semuanya. Padahal mah kan tergantung orangnya ya. Gimana pribadi orangnya ya.” Dan pikiran negative mengenai penari jaipong dari masyarakat Karawang mungkin sudah mendarah daging. Sehingga seperti apapun 9
Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB
65
dalih yang digunakan oleh sang penari tidak akan bisa mengubah pandangan masyarakat tersebut. Padahal jika masyarakat mengetahui bahwa beberapa penari juga berfikir apa yang mereka lakukan diatas panggung, pantas atau tidak, berlebihan atau tidak, memalukan atau tidak. Dari situlah muncul perang batin dalam diri sang penari yang merasa bahwa dirinya ketika diatas panggung bukanlah diri mereka yang sebenarnya dikehidupan sehari – hari mereka. Jika diatas panggung mereka menjadi istri panggung tapi jika dikehidupan sehari – hari mereka hanyalah Anak, Istri dan Ibu dikeluarga mereka masing – masing dan Bahkan informan Tety selaku penari membenarkan pernyataan tersebut dengan mengatakan ; “Sebetulnya mah tidak, kaya ibu aja kan kalo udah nari, suka berfikir lagi, “apaan ya saya begitu”. Kebanyakan mah ada perang batin. Karena Mereka mah ngeliatnya untuk mencari nafkah.” 10 Jadi dari sistem jaipongan yang diterapkan di Karawang inilah yang membuat konsep diri penari jaipong tersebut menjadi terlihat buruk di mata masyarakat itu sendiri.
Namun tidak semua konsep diri penari jaipong itu buruk. walaupun dibilang tidak banyak konsep diri para penari jaipong yang bersifat positif ini, dapat memperkuat keberadaan mereka dan pertunjukkan mereka ditengah pandangan negatif beberapa penonton yang menentangnya.
4.2.4
Impression Management Penari Jaipong
Dalam menjalankan perannya sebagai seorang penari jaipong, para penari dituntut untuk dapat mengelola kesan, baik itu 10
Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB
66
secara verbal ataupun nonverbal dan bagaimana penari jaipong tersebut mengelola kesan tersebut sehingga penonton pun mendapatkan pertunjukkan yang memang layak untuk dikonsumsi.
Oleh karena itu, sebelum melakukan pentas di hadapan para penonton, para penari jaipong seharusnya mengikuti pelatihan Tari Jaipong sehingga gerakkan yang dipentaskan sesuai dengan aturan dari kesenian Tari Jaipong sendiri. Impression Management dalam Jaipongan dapat diuraikan pada hal – hal dibawah ini :
A. Pengelolaan Kesan Melalui Simbol Verbal
Penari
jaipong
merupakan
sebuah
pekerjaan
yang
didalamnya sang penari dituntut untuk dapat mengelola kesan melalui simbol verbal. Adapun pengelolaan kesan melalui simbol verbal merupakan suatu cara bagaimana seorang penari tersebut mengatur, mengelola dengan baik simbol – simbol verbal yang dikeluarkan dalam setiap pertunjukkan sehingga menciptakan sebuah pertunjukkan yang menarik.
Menurut informan Acep Rampa ”Hal ini dilakukan untuk memikat para penonton agar menyaksikan acara sampai selesai dan dapat menjadi sebuah alat dalam pembentukkan citra sang penari jaipong atau bahkan kesenian Jaipongan itu sendiri. Selain itu, pengelolaan kesan melalui simbol verbal ini bertujuan untuk menarik para ‘penyawer’ agar memberikan saweran yang banyak kepada penari jaipong.”11 11 Hasil wawancara dengan Acep Rampa, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB
67
Aktifitas kehidupan Penari Jaipong ibaratkan panggung pertunjukkan. Para aktor (Penari Jaipong) ingin menampilkan suatu tindakan performa yang ditunjukan agar penonton memiliki kesan (impresi) terhadap apa yang ditampilkan Penari tersebut. Tentu saja kesan yang diharapkan dari penonton adalah seperti apa yang diharapkan dirinya. Karena itu lah mereka mempersiapkan pengaturan (setting), baik yang bersifat geografis maupun personal.
Informan Acep Rampa menegaskan bahwa “Pada dasarnya konteks manajemen komunikasi penari jaipong lebih menekankan proses komunikasi nonverbal, karena tugas penari adalah menari dengan irama yang teratur dan gerakan badan yang lincah dan luwes”. 12 Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara pada informan Tety (penari jaipong), “komunikasi verbal pun memiliki andil yang dibilang cukup penting dalam mendapatkan saweran. Hanya saja, komunikasi verbal dari penari jaipong dilakukan pada saat acara buah kawih.”13 Selanjunya informan Acep Rampa menambahkan “Jika di jaipong tidak ada, nari tidak menggunakan vocal. Kalaupun dia mengeluarkan suara yaitu hanya untuk permohonan lagu, misalnya euis minta lagu ini dan sudah terdata bapak ini ato itu misalnya Bapak ujang. Paling hanya kata-kata dan dilanjutkan goong dan mengucapkan nama peminta lagu. Yang menyebutkan semua itu adalah vocal bukan penyanyi. Tidak seperti penyanyi dangdut. Yang menyebutkan para simpatisan dan banjidor itu vocal. Kalaupun ada, itu hanya pada saat penampilan buah kawih saja, baru penari boleh interaksi lewat omongan sama penontonnya supaya dapet saweran.”14 Buah kawih merupakan sebuah sesi acara dimana pada saat itu, sang penari melakukan tarian – tarian jaipong dengan
12
Hasil wawancara dengan Acep Rampa, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB 14 Hasil wawancara dengan Acep Rampa, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB 13
68
menggunakkan gerakkan – gerakkan silat namun dengan gerakan yang lebih luwes dibarengi dengan bagaimana dia mengelola katakata untuk menarik para penonton agar memberikan saweran.
“Karena memang awalnya Tari Jaipong itu asalnya dari gerakan silat yang diiringi tepak gendang jaipong dan alunan suara vocal yang menyanyikan lagu sunda.” 15 Selanjutnya sang penari jaipong diperkenankan memegang microfon dan memanggil para fans penari jaipong yang hadir pada saat itu dan yang terutama jika itu merupakan acara hajatan, nama pertama yang dipanggil adalah tuan rumah acara hanjatan tersebut.
Berdasarkan hasil observasi, penari jaipong mengeluarkan kata – kata dibawah ini untuk memanggil para bajidor agar bersedia memberikan saweran.
Sang penari sudah bersiap – siap berdiri di depan panggung, dengan memakai selendang putih sebagai ikat kepalanya untuk menandakan bahwa dialah yang menjadi ratu jaipong pada malam itu. Diiringi tepak gendang, sang penari pun mulai menampilkan beberapa gerakan – gerakan pembuka yang bisa dibilang seperti gerakan – gerakan silat namun dengan gerakan yang lebih halus disertai goyangan yang menggoda.
15
Hasil wawancara dengan Acep Rampa, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB
69
Lalu sang penari mulai memanggil nama – nama para bajidor, penari mengeluarkan yang mendesah – desah namun penuh dengan ekpresi dan semangat dibarengi dengan lenggokan tubuh memutar punggung hingga bergoyang kayang, sambil berkata :
“Mamah Lesty .. anu bager ,…” , “Mamah Lesti.. anu bager ,. deui ,… Bapak Aceng.. anu bager ,…” , “Bapak Aceng.. deui ,… (Mamah Lesty .. yang baik ,…” , “Mamah Lesti.. yang baik ,.lagi ,… Bapak Aceng.. yang baik ,…” , “Bapak Aceng.. lagi ,…) ”16 Dengan semangat dan nada suara yang mendesah – desah penari tersebut terus memanggil nama bajidor sehingga para bajidor yang dipanggil bersedia mendekati panggung dan memberikan beberapa lembar uang kepada sang penari. Sesekali sang penari mengeluarkan kata – kata “ah,,, ahh,,, ah,,,,” diantara nama – nama bajidor yang dipanggil. Goyangan pinggul masih terus disajikan kepada para penonton seraya menerima lembaran – lembaran rupiah dari para bajidor yang satu persatu disebut namanya. Seiring dengan lembaran – lembaran uang yang dihadiahkan untuknya, tepak gendang dari para nayaga pun semakin memeriahkan suasana, penari bergoyang mengikuti tepak gendang yang dialunkan sambil terus memanggil bajidor – bajidor yang lain.
16
Hasil Observasi dari pertunjukkan Jaipongan, via dvd
70
Kata – kata yang diungkapkan oleh penari jaipong tersebut bertujuan untuk menarik para penonton, penggila jaipong dan tuan rumah acara agar berkenan mendekati panggung dan memberikan ‘saweran’ yang banyak kepada para penari jaipong tersebut.
Informan Tety mengemukakan bahwa “Sebenernya (sesi buah kawih) untuk manggil-manggil bajidor (penyawer), bajidorbajidor itu merasa bangga jika dia dipanggil tapi kalo yang tidak dipanggil dia ga punya penghargaan. Jadi kalo tidak dipanggil tidak ada penghargaan, malahan dia ngerasa ga dihargai.” 17 Dengan cara itulah penari dapat memperoleh saweran sesuai yang diharapkannya dan para anggota grup jaipong tersebut. Namun dalam hal ini, hanya pada sesi acara buah kawih para penari diperkenankan mengeluarkan suara dan menarik para penonton untuk memberikan saweran. Karena selain sesi tersebut, penari hanya ditugaskan untuk menari jaipong saja.
Disini dapat terlihat bahwa kekuatan komunikasi verbal dalam menarik para penonton tergantung kepada bagaimana cara sang penari dalam mengelola kesan sehingga dapat memikat dan mempengaruhi para penonton. Kepandaian komunikasi verbal penari dapat mempengaruhi jumlah saweran yang akan di dapat dan dalam membentuk sebuah pencitraan penari jaipong tersebut.
Akan tetapi dengan segala kegemerlapan, sorak sorai, tepuk tangan 17
dan
saweran
yang
sang
Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB
penari
dapatkan
ketika
71
menampilkan kesenian khas Sunda ini, seringkali timbul perang batin dalam diri sang penari, yang menyadari bahwa segala keerotisan, raut wajah yang penuh ekpresif serta suara – suara yang dikeluarkan ketika menari bukanlah dirinya. Mereka hanyalah salah satu dari wanita yang masih memiliki sifat pemalu dan tidak seperti yang mereka tampilkan diatas panggung.
Seperti halnya Tety selaku penari jaipong, yang memiliki sebuah sanggar tari. Beliau merupakan wanita yang ramah, baik dan terbuka bagi siapa saja. Jika melihat beliau tak tampak bahwa beliau akan bersedia melakukan aksi seperti yang disebutkan diatas tadi. Dan dari ungkapan beberapa orang – orang terdekatnya, beliau merupakan wanita santun namun energik dan selalu berkreatifitas mengembangkan seni tari jaipong. Jika berbicara dengan suami dan anak – anaknya juga terkesan lembut, jauh dari image yang terlihat menggoda, erotis dan genit seperti diatas panggung ketika menampilkan tarian jaipong.
Berdasarkan hasil observasi pada penampilan ‘panggung depan’, ketika berhadapan dengan penonton, para penari menggunakan suara yang terkesan merayu, mendesah dan lemah lembut namun meyakinkan para ‘penyawer’ agar bersedia memberikan beberapa lembar rupiah. Namun ketika berada di ‘panggung belakang’ bersama dengan para penari jaipong,
72
nayaga dan semua orang yang tergabung dalam grup jaipong tersebut serta dalam kehidupan sehari – hari mereka, nada suara yang ditunjukkan penari jaipong diatas panggung sangat berbeda. Ada penari yang memang pendiam, adapula yang terlalu cerewet dan intonasi suaranya cukup tinggi atau biasa dibilang ‘nyaring’ tapi baik dan ada juga yang terkesan sedikit judes.
Seperti yang sudah disebutkan dalam konsep diri penari jaipong, terkadang apa yang mereka tampilkan diatas panggung merupakan topeng dan bukanlah diri mereka yang sesungguhnya. Adanya perang batin dalam diri sang penari merupakan salah satu ungkapan dari sang penari mengenai profesi yang dijalaninya tersebut.
B. Pengelolaan Kesan Melalui Simbol Nonverbal
Dalam menjalankan pertunjukkannya, para penari jaipong lebih mengutamakan pengelolaan kesan melalui simbol nonverbal dibandingkan dengan pengelolaan kesan secara verbal. Jika melihat dari pertunjukkan Tari Jaipong, pengelolaan melalui simbol nonverbal yaitu bagaimana seorang penari mengatur dan mengelola kesan dalam setiap pertunjukkannya melalui apa yang mereka gunakan dan apa yang mereka tampilkan gerakan tubuh, ekspresi wajah dan nada suara.
diantaranya pakaian,
73
Beberapa simbol tersebut digunakan untuk memberikan kesan kepada para penonton dan para penyawer. Dari simbol – simbol itulah dapat diamati dari segi setting, baik untuk front stage maupun back stage.
1. Penampilan. Penampilan adalah salah satu bentuk dari citra diri dan melalui penampilan pula kita dapat mengkomunikasikan seperti apa diri kita kepada khalayak atau orang yang melihat. Hal serupa dibutuhkan oleh penari jaipong, baginya Penampilan merupakan
faktor
penting
yang
dapat
memperindah
pertunjukkan Jaipongan. Hampir seluruh masyarakat Indonesia sudah mengetahui gaya berpakaian penari jaipong. Biasanya para penari menggunakan baju kebaya, kain, lengkap dengan sanggul dan make up yang cukup tebal yang dapat mempercantik serta memikat para penontonnya.
“Kalo ibu mah biasa aja tapi kalo penari jaipongan bajidoran lain mungkin supaya keliatannya lain. jadi seolah – olah perang batin. Ini mah Mungkin bukan kata ibu ya, ibu juga pernah melakukan penelitian kata penari jaipong bajidoran yang lain “Saya tuh ingin pas waktu tampil supaya apa yang saya lakukan pada saat manggung dengan kehidupan sehari – hari tuh emang berbeda jadi saat saya dipangggung tuh ini bukan saya yang asli kaya kedok lah dengan memakai make up itu. Tapi kalo saya dirumah saya sebagai ibu rumah tangga biasa yang punya anak yang punya suami yang harus hidup seperti apa tapi kalo dipanggung saya lain lagi saya sebagai istri panggung katanya sebagai tontonan orang, bagaimana orang menyenangi saya, yah dengan dandanan yang cantik. Saya ingin menampilkan sebagai penari ini bukan diri saya yang asli. Jadi disesuaikan dengan maksud dan pekerjaan dia.”
74
Ibu sendiri ga ngalamin seperti itu . ibu mah yang wajar – wajar aja.” 18
Gambar 4.3 Penampilan Penari Jaipong
Berdasarkan hasil observasi, jika melihat panggung depan dari penari jaipong, ketika mereka tampil diatas panggung membawakan tarian jaipong, wajah para penari dihiasi penuh make up. Alas bedak yang dan bedak yang terbilang cukup tebal menghiasi wajah mereka, tak lupa pula alis yang dilukis sedemikian rupa agar penampilan mereka tampil mempesona dan yang terpenting lipstik merah mencolok yang tak pernah ketinggalan dalam setiap pertunjukkan mereka. Kebaya yang menyelimuti tubuh mereka, dilengkapi kain batik yang dijadikannya sebagai rok mempercantik penampilan mereka
18
Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB
75
pada hari itu. Dengan konde yang cukup besar dihiasi dengan bunga – bunga agar lebih memperindah tampilan mereka.
Selain
untuk
menunjang
penampilannya
diatas
panggung, agar tarian yang dibawakan terlihat lebih indah. Pakaian, sanggul serta make up yang digunakan para penari memiliki fungsi lain, yaitu untuk mendapatkan penggemar (fans).
Karena
biasanya
penari jaipong yang memiliki
penggemar, dimanapun dia membawakan pertujukkan maka penggemar tersebut akan turut hadir. Dan hal itulah yang dapat mempengaruhi pendapatan sang penari.
Adapun Anah selaku penonton jaipong mengungkapkan bahwa “yang nari jaipong itu dandanannya meuni menor pisan nya, terus lengkap pake kebaya, da tapi kain kebayanya eta tah belahannya meuni panjaaang teuing, enteu nyaho dah maksud nya teh naon, supaya dapet saweran anu loba mereun nya dan dapet penggemar juga. ( yang nari jaipong itu dandanannya tebel(make up) sekali, terus lengkap pake kebaya, tapinya kain kebayanya belahannya panjang sekali. Tidak tahu maksudnya apa, mungkin supaya dapet saweran yang banyak dan penggemar juga.) ” 19 Oleh karena itu, biasanya para penari jaipong dalam kehidupan sehari-hari pun ada yang terlihat biasa – biasa saja sebagai seorang ibu rumah tangga pada umumnya. Namun adapula yang terlihat cukup nyentrik dalam berpakaian dibandingkan
masyarakat
biasa
yang
memang
jarang
menggunakan make up karena di Karawang kebanyakan wanita 19
Hasil wawancara dengan Anah. Minggu, 18 Desember 2011, 10.00 WIB
76
pun bekerja di sawah. Biasanya mereka rajin menggunakan make up di dalam ataupun keluar rumah walaupun itu hanya sekedar bedak padat dan lipstik. Hal ini pun memiliki alasan yang cukup berarti. Karena biasanya penari jaipong yang sudah memiliki penggemar, tak jarang penggemar tersebut datang mengunjungi rumahnya, entah itu hanya sekedar ingin bertemu, mengajak jalan / belanja atau yang lainnya.
“kalo penari jaipong yang sudah punya penggemar, dia tampil dimana saja akan dicari, biasanya penggemar itu sudah minta nomor hp penari jaipong yang dia suka, terus kalo dia mau tampil biasanya penari jaipong suka ngabarin penggemarnya itu. Biar nanti pas tampil dia dapet saweran yang banyak. Selain itu, penggemar juga biasanya suka maen kerumah, entah itu sekedar cuma ngobrol ataupun mau ngajak jalan atau makan”20 Dan menurut hasil observasi peneliti, para penari jaipong dalam kehidupan sehari – hari selalu tampil cantik, walaupun wajahnya tidak dipenuhi make up seperti yang mereka tampilkan ketika melakukan pertunjukkan, tapi setidaknya lipstik selalu menempel dibibir indah para penari jaipong tersebut. Hal ini, dikarenakan kebiasaan mereka diatas panggung yang selalu tampil full make up sehingga dikehidupan sehari – hari pun terbawa namun tidak semenor ketika diatas panggung. Dandanan cukup minimalis hanya dengan alas bedak yang tipis dan lipstik yang merona menambah kecantikan mereka.
20
Hasil wawancara dengan Acep Rampa, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB
77
Dalam hal ini, penampilan bagi penari jaipong terbilang sangat penting. Mengamati alasan penari jaipong dalam berpenampilan di panggung atau pun di kehidupan sehariharinya.
2. Gerakan Tubuh. Dalam tarian jaipong, faktor yang sangat penting adalah pengelolaan tarian atau gerakan tubuh sang penari. Dalam gerakan tarian jaipong dikenal istilah 3G (Geol, Gitek, Goyang) ; a. Geol ( Gerakan pinggul berputar) b. Gitek ( Gerakan pinggul bagaikan arah lonceng jam, ke kanan ke kiri dengan hentakan) c. Goyang ( gerakan pinggul arah lonceng jam, gerakan sesuai irama tanpa hentakan)
Gambar 4.4 Salah satu gerakan 3G
78
3G inilah yang merupakan daya tarik dalam setiap pertunjukan jaipong. Dan seperti apapun gerakan yang akan ditampilkan oleh sang penari, hal yang terpenting adalah setiap gerakkan yang dilakukan oleh sang penari haruslah seiring dan seirama dengan musik yang dialunkan sehingga dapat tercipta sebuah gerakkan / tarian jaipong yang indah.
Gambar 4.5 Salah satu gerakan Tari Jaipongan yang diilhami dari gerakan pencak silat
Gambar diatas menunjukkan bahwa tarian jaipong memiliki gerakan yang atraktif, melihat gerakan kaki diangkat dengan gerakan tangan yang luwes yang dilakukan oleh para penari menampilkan tarian jaipong yang penuh dengan unsur keceriaan dan kelincahan.
Perlu diketahui bahwa gerakan dalam tari jaipong mengadopsi dari gerakan pencak silat dan ketuk tilu. Gerakan ini dituntut kebebasan, sikap tangan dengan posisi keatas, banyak gerakan menendang, serta arah pandangan mata ke
79
penonton yang menandakan kewaspadaan. Gerakan menendang yang diambil dari tari pencak dirasakan suatu luapan emosi yang demokrtafis, khusunya bagi anak muda yang jiwanya senang akan kebebasan.
Namun dalam tari jaipong gerakan pencak silat tersebut diperhalus agar tetap memiliki unsur tari. Kelincahan kaki dan keluwesan tangan dalam membawakan tarian jaipong sangat dibutuhkan karena dari situ lah sebuah tarian yang dapat memukau dapat dipersembahkan kepada para penonton.
“Dan yang asli dari Tari Jaipongan itu sebenernya karena kelincahan kaki bukan sengaja goyang pinggul. Orang yang sudah menguasai kelincahan kaki sudah secara otomatis pinggulnya pun akan ikut goyang.”21 Banyak masyarakat awan yang mengatakan bahwa gerakkan jaipong terkesan erotis, terlebih ketika sang penari menggoyangkan pinggul. Padahal jika dilihat lebih cermat lagi, goyangan pinggung yang tercipta dari tarian jaipong berasal dari kelincahan kaki sang penari dalam membawakan atraksi tariannya.
Pendapat berbeda dikeluarkan pula oleh penari jaipong sendiri yang mengatakan bahwa ;
21
Hasil wawancara dengan Acep Rampa, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB
80
“Karena merupakan ciri khas dari Jaipongan. Apalagi kita kalo orang Karawang terkenal sama goyang Karawang. Padahal yang namanya goyang Karawang bukan dilihat dari keseniannya aja, padahal mah kalo kita tau mah sejarahnya Karawang itu pernah digoyangkan oleh peristiwa rengas dengklok. Karena dengan adanya goncangan dan sebagainya itu digoyangkan bukan hanya karena keseniannya aja. Tapi karena diKarawang ciri khas Tari Jaipongan karena kita mengambil dari kata tersebut ya bagaimana goyang dalam sebuah tarian. Padahal sebenernya goyangan itu bukan karena goyang pinggulnya saja tapi karena rengas dengklok itu tapi karena kesenian. Yang namanya goyang kan pinggul kan jadi itu sudah cirri khas. Makanya banyak yang bilang goyang Karawang, kalo tidak goyang bukan orang Karawang. Jadi ciri khas.” 22 Namun seperti apapun dalih yang digunakan oleh seniman sunda khususnya seniman jaipong, tetap saja opini negatif masyarakat mengenai tarian jaipong memang sudah mendarah daging. Sehingga informan Anah mengatakan :
“Eta tah nu joged jaipong lamun goyang teh meuni kos kitu teuing. kan bikin jelema teh jadi gimana kitu ngeliatnya. Jadi kaya ngebuat orang teh terangsang kitu. Apalagi lamun bapak-bapak yang nonton, haduuuuh ng’geus enteu hanyang kedip tah mata na. urang mah meuni hanyang nyolok wae. Greget pisan. (itu tuh yang nari jaipong kalo goyang sampai seperti itu. Kan bikin orang jadi gimana gitu ngeliatnya. Jadi kaya ngebuat orang terangsang gitu. Apalagi kalo bapak – bapak yang nonton, haduuuuh udah ga mau kedip tuh matanya. Saya mah udah mau colok aja tuh (matanya). Gregetan sekali.).”23 Dan informan Tety selaku penari jaipong pun menegaskan "Ooh, emang Jaipongan mah gerakannya ga beraturan. Iya jadi kaya yang ngajak begitu ya. Disini mah susah sih dilihat dari lingkungannya. Karena di Karawang mah begitu.”24
22
Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB Hasil wawancara dengan Anah. Minggu, 10 Desember 2012, 10 : 00 WIB 24 Hasil wawancara dengan Tety. Senin, 23 Januari 2012, 09 : 49 WIB 23
81
Dan keahlian dalam membawakan tarian ini pula yang akan mendorong penonton untuk memberikan beberapa lembar uang untuk menghadiahkan sang penari atas kelincahan dan keluwesannya diatas panggung yang dapat menyihir mata para penonton.
Menurut hasil observasi dalam pertunjukkan yang dibawakan oleh penari jaipong, sebagai berikut ;
Saat tari pembuka mulai berlangsung, dan kawih telah dilantunkan, kira-kira sepuluh menit kemudian sang juru kawih memanggil-mangil beberapa nama yang diselipkan dikawihnya, yaitu nama – nama bajidor (penyawer) yang akan memberikan lembaran – lembaran rupiah kepada para penari. Tanpa beban sedikit pun penonton yang namanya dipanggil maju, berjalan menuju panggung sambil berbisik kepada juru kawih lalu ke arah pengendang dan tepak gendang yang mengiringi jaipongan pun dimulai, dan beberapa saat kemudian disusul empat penari jaipong lainnya yang siap menari dihadapan para penonton.
Memanggil nama orang-orang tertentu adalah cara yang paling lugas menarik penyawer. Para bajidor yang dipanggil maju sambil menyawer dan penari saling bergantian satu-persatu mengambil lembaran – lembaran uang tersebut dari penyawer.
82
Terlihat wajah – wajah penari dan penyanyi semakin sumringah, begitu juga wajah pengendang. Semakin erotis seorang penari memutar, menggoyang bokong, pinggul, menggerakkan, dan mematukkan dada semakin banyak pula kemungkinan memperoleh saweran. Di antara para bajidor pun juga saling memperlihatkan kekuasaan dan kehebatannya dalam hal menyawer. Sulit untuk melukiskan sebuah perilaku yang dengan mudah menghambur-hamburkan uang hanya untuk sebuah prestisius. Sisi yang lain, hal tersebut dijadikan sebagai ajang bisnis dan ajang gengsi antar bajidor.
Sama seperti tarian lainnya, tari Jaipong pun dalam menampilkan setiap atraksi panggungnya memiliki unsur yang penting seperti wiraga (raga atau tubuh), wirama (ritme atau tempo), wirasa (penghayatan) dan wirupa (wujud). Hal tersebut merupakan unsur pokok yang mampu menunjang agar penampilan tari jaipong terasa lebih hidup, lebih berkesan dan lebih indah.
3. Ekspresi Wajah. Jika mengamati wajah sang penari jaipong dalam memperlihatkan keahlian menarinya diatas panggung, untuk dapat mengungkapkan makna emosi yang terdapat didalamnya
dapat
dibilang cukup sulit.
Karena
dalam
menjalankan perannya sebagai penari jaipong. Mereka dituntut
83
untuk tampil seceria dan semenarik mungkin, sehingga menciptakan kesan yang mendalam bagi para penonton dan penggemarnya agar dapat menikmati dan memberikan saweran seperti yang diinginkan.
Gambar 4.6 Ekspresi yang ditunjukkan Penari Jaipong
Biasanya dalam setiap pertunjukkan yang dibawakannya, para penari selalu menunjukkan wajah ceria dan terkesan menampilkan wajah yang ‘menantang’ para penontonnya. Dalam konteks ini yang dimaksudkan ‘menantang’ bukanlah menantang dalam hal perkelahian, tetapi ‘menantang’ seperti wajah menggoda yang dapat memikat para penonton dan penggemarnya. Dan hal tersebut dilakukan untuk memperoleh saweran dan untuk mendapatkan penggemar yang sebanyakbanyaknya
84
Dalam setiap pertunjukan yang dilakukan oleh penari jaipong dihadapan penonton mereka berusaha menjadi seseorang yang bukan diri mereka. Mereka hanya ingin menampilkan diri mereka sebagai seorang penari, bukan diri mereka yang sesungguhnya. Karena menurut mereka, jika mereka berada diatas panggung mereka merupakan seorang istri panggung. Lain halnya jika mereka berada dirumah yang memang hanya sebagai seorang ibu rumah tangga biasa, seorang istri, seorang ibu dari anak – anak mereka.
Jadi seperti apapun tingkat keerotisan yang mereka tampilkan diatas panggung merupakan sebuah profesionalisme sebagai seorang penari yang menampilkan keahlian mereka untuk dinikmati para penontonya bukan menunjukkan diri mereka yang sebenarnya.
4.2.5
Pembentukan Citra Diri Penari Jaipong Selanjutnya mengenai pembentukan citra dalam tarian jaipong
sangat diperlukan. Hal ini dilakukan untuk menujukkan eksistensi diri para penari jaipong tersebut atau keberadaan mereka ditengah masyarakat. Citra diri tersebut terbentuk dari perjalanan pengalaman masa lalu, keberhasilan dan kegagalan, pengetahuan yang dimilikinya, dan bagaimana orang lain telah menilainya secara obyektif. Kita sering melihat diri kita seperti orang lain melihat kita.
85
Dalam menjalankan profesinya penari jaipong pun memiliki citra diri yang terdapat didalam diri masing – masing penari. Para penari yang memang memiliki latar belakang pendidikan Tari Jaipong biasanya dalam melakukan interaksi dengan para penonton lebih banyak menggunakan komunikasi nonverbal dalam mengelola kesan dari setiap gerakan yang mereka lakukan. Biasanya dalam menampilkan atraksinya para penari jaipong
akan
melakukan
kontak
mata
dengan
para
penonton,
memperlihatkan ketegasan tatapannya dan kelincahan kakinya yang secara otomatis akan menggerakkan pinggulnya sehingga terciptalah gerakan – gerakan yang dapat memukau para penonton. Setiap gerakkan yang mereka lakukan memiliki makna, penari mencoba menyampaikan pesannya kepada para penonton bahwa atraksi yang mereka tampilkan merupakan sebuah persembahan kesenian Jawa Barat agar dicintai dan diberikan apresiasi terhadap Jaipong tersebut, bukan kepada kecantikan wajah sang penari.
“Diharapkan penari dikenal bukan karena penggemar melihat dia cantik tapi melihat kepada seninya/ tariannya, itulah yang lebih berharga. Dan itulah yang diusahakan. Jika ada penggemar yang suka sama penari jangan dilihat dari paras’a tapi dilihat seninya. Jika hanya melihat dari wajah cantik penarinya itu sama saja penghinaan.” 25 Namun saat ini, pemahaman tersebut sudah semakin berkurang, para penari yang pentas saat ini tidak dibekali oleh keahlian khusus Tari Jaipong. Kadang kala yang tampil untuk menari jaipong, hanya
25
Hasil wawancara dengan Acep Rampa, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB
86
mengandalkan parasnya yang cantik tapi tidak dibarengi dengan keterampilan dalam menari jaipong.
“Yang menjadi masalah bukan Jaipongan karena di internet itu ada musik Jaipongan Tari Jaipongan dan bajunya kurang sopan. Sebenarnya Jaipongan itu cara pakaiannya sangat sopan. Jangankan dikatakan seronok, mereka pakai kebaya, pake sanggul dengan kain. Tidak ada penari jaipong hanya menggunakan kemben (sambil memperagakan pakean kemben). Itu hanya kreasi dari orang-orang tertentu yang memanfaatkan karena Jaipongan sudah terkenal dengan menggunakan musik Jaipongan dengan menggunakan hal-hal yang seronok. Dan yang sekarang penari di Karawang tidak ada dasar Tari Jaipong.” 26 Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam pembagian hasil saweran. Jika dulu, ketika jaipong sedang melejit pembagian hasil di pangggung atau biasa disebut dengan “saweran”. Pembagian hasil di Subang dan Karawang berbeda. Di Subang hasil saweran yang di dapat para penari jaipong digabung. Tapi di Karawang hasil saweran para penari Jaipong di miliki secara
pribadi hanya saja dipotong 30% untuk
diserahkan kepada nayaga.
Namun beberapa tahun belakangan ini pembagian hasil saweran di Karawang mengikuti Subang yaitu di gabung. Jadi penari yang pandai atau bodoh mendapatkan hasil yang sama saja. Jadi saat ini banyak orang tua yang berfikir, untuk apa belajar Tari Jaipong dan mengeluarkan modal besar untuk latihan jika nanti hasilnya disamaratakan. Jadi sekarang sudah jarang yang kursus tari, dan yang lebih mengkhawatirkan saat ini lulusan SMP atau bahkan SD asalkan dia memiliki keberanian untuk tampil di
26
Hasil wawancara dengan Acep Rampa, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB
87
hadapan publik dan bisa menari sedikit akan langsung menjadi penari. Dan jika tidak ada dasar tarian jaipong yang benar, pada akhirnya timbullah goyangan goyangan yang asal yang akhirnya menimbulkan citra negatif kepada para penari jaipong.
“Kalo dulu di Jaipongan ada tari pertamanya, yaitu lagu wajib dan lagu khusus masing-masing grup punya ciri khas. Dulu para penari benar-benar belajar Tari Jaipong dari dasar tapi sekarang ini tidak. kalo dulu pembagian hasil di pangggung saweran kalo disubang dan Karawang berbeda. Kalo subang digabung tapi kalo Karawang pribadi tapi dipotong 30%. Kenapa penari belajar dulu Tari Jaipong karena dia ingin punya penggemar, kalo sudah memiliki penggemar walaupun banyak penari jaipong tapi nantinya yang dicari pasti dia. Dapet seratus misalnya 30 untuk nayaga 70 untuk pribadi. Tapi beberapa tahun belakangan ini pembagian hasil saweran di Karawang mengikuti subang yaitu di gabung. Jadi penari itu pandai atau bodoh itu hasilnya sama saja. Pada akhirnya orang tua berfikir, cape-cape latihan dan buat apa mengeluarkan modal besar untuk latihan jika nanti hasilnya disamaratakan. Jadi sekarang tidak ada yang kursus tari, sekarang mah lulusan sd atau smp asalkan dia punya keberanian bisa langsung menjadi penari, jadi tidak ada dasar tarian jaipong. Dan pada akhirnya timbul goyangan goyangan yang asal.”27 Para penari yang tidak dilatarbelakangi oleh pendidikan Tari Jaipong ini, biasanya penampilkan sebuah atraksi seni dengan goyang sembarangan, mereka menggabungkan unsur goyang dangdut, disko, dan tarian erotis lainnya. Goyangan pinggul yang tak beraturan, tatapan mereka yang terkesan nakal dan pakaian yang terlihat sangat seksi akan mengubah pandangan masyarakat mengenai Tari Jaipong. Dalam hal ini, pengolaan pesan yang mereka lakukan seakan menjatuhkan kesenian Karawang, dengan penampilan mereka yang terkesan ‘seronok’.
27
Hasil wawancara dengan Acep Rampa, Minggu, 23 Oktober 2011, 14.00 WIB
88
“lamun nempo penari jaipong teh meuni sararegeng pisan, abis penarinya teh pakaianna meuni seksi teuing, goyangana juga kitu. Enteu dimana dimana penari jaipongan mah sama wae goyangana, jadi atuh kumaha nya nempo na. (kadang kalo liat Tari Jaipong itu males deh, soalnya penarinya itu pakaiannya seksi, goyangannya kaya begitu. Ga dimana ga dimana penari jaipong mah goyangannya sama aja kaya gitu. Jadi gimana ya ngeliatnya).(sambil menggeleng-gelengkan kepala).” 28 Namun sebuah pandangan dan pengalaman cukup mengejutkan yang dikeluarkan oleh penari jaipong cukup berbeda dengan seniman sunda mengenai pembentukan citra penari jaipong.
Penari jaipong tersebut beranggapan bahwa citra negative yang saat ini berkembang dimasyarakat dikarenakan ada “oknum” tertentu yang memanfaatkan jaipongan sebagai profesi sampingan yang cukup mengejutkan. Dan seperti inilah pengalaman sang penari jaipong terhadap citra buruk yang sudah masyarakat lekatkan padanya.
“Ibu mah pernah dari Bandung waktu Ahmad Dadang, Bupati Karawang, ibu kan dipanggil nih untuk jaipongan, dia kan taunya jaipongan untuk hiburan semata. Makanya saya ingin melepaskan nafsu saya lewat jaipongan. Ibu dipanggil waktu hajatan dirumah dia. Ibu, ani dan temen – temen ibu dari Bandung tuh nari sampe malem sampe jam 2. Ibu kan taunya dikontrak mau nari. Taunya kan jaipongan awalnya. Udah nari pola teh, udah ga bisa nari pola gitu neng. Ibu teh ditarik disuruh nari sama pejabat – pejabat gitu, disuruh nari kaya bajidoran. Kita mah ngikutin aja walaupun perang batin ya (ibu mah bukan penari seperti ini). Tapi orang ngajak kita. Kita harus mau ngikutin kemauan dia nari. Nah sampe pulang, dianterin sama dia (pejabat itu). Si pejabat itu nanya ke ibu “neng kan biasanya kalo udah nari suka mau “diajak” kemana gitu.“ Ibu langsung menjawab, “Yaa Allah, apa bapak? saya mah bukan penari seperti itu, saya nari kaya gitu juga karena dikontrak. Saya mah bukan penari seperti itu. Dan ibu langsung berfikir, mungkin biasanya penari yang lain mah “seperti itu”.
28
Hasil wawancara dengan Anah. Minggu, 10 Desember 2012, 10 : 00 WIB
89
terus kata dia (pejabat dari Pemda) “ehh neng punteun atuh, sugan mah neng kaya yang laen” (ehh, neng maaf, saya kira neng seperti penari yang lain). Nah dari situ ketahuan, kenapa penari jaipong dikatakan negative sama masyarakat. jadi apapun gimanapun susah buat ngembaliin citra jaipongan supaya baik, walaupun kita sudah berusaha sebagai seniman – seniman yang tau tentang pola-pola jaipongan susah kalo masyarakat sudah berfikir negative seperti itu.” Dengan berkembangnya berbagai penilaian dimasyarakat, hal tersebut akan membentuk sebuah pencitraan di masyarakat yang dinilai cukup negatif mengenai penari jaipong tersebut. Namun tidak semata – mata hanya citra negatif saja yang melekat pada diri penari jaipong tersebut.
Jika melihat berbagai cara yang dilakukan oleh penari jaipong, seniman dan pemerintah Jawa Barat dalam meningkatkan Jaipongan yaitu salah satunya dengan diadakan MURI beberapa bulan lalu. Dari ajang bergengsi tersebut akhirnya dapat membantu mengembalikan citra positif Jaipong yang hampir sulit diraih.
Informan Tety pun kembali menegaskan bahwa “Sebetulnya niat dari Dinas Pariwisata untuk mengembalikan citra positif melalui MURI Jaipongan di Karawang. Jadi kesan masyarakat jadi mengetahui Jaipongan tidak erotis saja, bisa dikemas sebagus mungkin. Jadi masyarakat menyaksikan gerakan asli Jaipongan yang baik bukan gerakan seronok. Jadi gerakan seronok itu mah hanya oknum tertentu saja. Jadi masyarakat yang melihat dapat memiliki pandangan yang berbeda mengenai Jaipongan. Dinas Pariwisata ingin memberitahukan, kalo Jaipongan bukan dari Bandung dan agar masyarakat tidak berpandangan negative saja. Jadi sekarang mah di Karawang sudah 80 % baik karena sekarang di Karawang sering mengadakan festival.” Merujuk dari wawancara dan observasi yang terjadi dilapangan, terdapat perbedaan antara persepsi masyarakat, Penari Jaipong dan
90
seniman jaipong tersebut. Dan hal itu sebenarnya sah – sah saja, karena dalam setiap hal akan ada hitam dan putih. Hal ini hanya tergantung bagaimana penari jaipong tersebut menyikapi segala opini yang berkembang mengenai diri mereka dan karir mereka sebagai seorang penari jaipong.
4.3
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa seorang penari jaipong dalam setiap pertunjukkan dibutuhkan manajemen komunikasi yang baik dalam menunjang pertunjukkannya yang mampu menimbulkan kesan mendalam bagi para penontonnya dan dapat membentuk sebuah citra bagi penari jaipong itu sendiri. Hal serupa diungkapkan pula oleh Kaye dalam Penelitian Engkus Kuswarno bahwa pengelolaan kesan menjadi topik penting dalam manajemen komunikasi, karena pada dasarnya sebuah pengelolaan komunikasi tiada lain adalah pengelolaan pesan melalui kesan (makna) yang disepakati bersama dan dari situlah akan terbentuk sebuah citra yang lahir dari masyarakat sekitar.
Dalam menjalankan perannya sebagai seorang penari, sang penari harus memiliki kemampuan dalam me-manage komunikasi mereka di atas panggung agar dapat menghasilkan sebuah kesan yang baik dibenak masyarakat. bagaimanapun dan seperti apapun keadaan hati penari atau masalah yang ada di belakang penari jaipong saat itu, mereka harus menampilkan yang pertunjukan terbaik mereka dihadapan penonton. Seperti yang dikemukakan oleh Ervin Goffman dalam teori Dramaturgis – nya, Goffman mengatakan bahwa kehidupan
91
seperti sebuah teater dimana ada panggung depan dan panggung belakang. Dimana seseorang bagaimanapun harus membuat atau mengatur peristiwaperistiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sama
halnya
dengan
penari
jaipong,
apapun
perasaan
yang
menggelayutinya saat itu, harus dapat dia sembunyikan dengan baik ketika harus menampilkan kelincahan tariannya diatas panggung. Bagi penari jaipong kehidupan bak teater, dimana mereka harus tampil sesempurna mungkin dan menyenangkan hati para penonton dan penggemarnya tanpa harus menampilkan keadaan hatinya saat itu. Hal sama diungkapkan langsung oleh penari jaipong, ketika mereka berada diatas panggung, jika ada penonton yang ingin ikut menari bersama mereka, mereka berusaha mengikuti keinginan penonton walaupun terjadi perang batin di hati mereka mengenai pantas atau tidaknya perbuatan tersebut. Selain itu, mengenai penampilan yang mereka kenakan, mereka mengungkapkan bahwa penampilan mereka diatas panggung hanyalah kedok diri mereka. Jika mereka diatas panggung mereka berpendapat bahwa mereka adalah istri panggung, namun setibanya dirumah mereka hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang memiliki seorang suami dan anak. Mereka hanyalah seseorang aktor yang berusaha berakting diatas panggung dan menampilkan sesuatu yang terbaik yang mereka miliki. Dan hal tersebut akan membentuk sebuah konsep diri dari penari jaipong yang mampu menimbulkan sebuah citra di mata masyarakat.
92
Bagi Goffman, pendekatan dramaturgis terhadap interaksi sosial menawarkan suatu cara berguna untuk mengamati perilaku manusia yang melalui perilaku itu individu berusaha melalukan sesuatu. Proyeksi citra diri in dipandang sebagai bagian dari proses sosialisasi. Hal tersebut kurang lebih sama dengan penari jaipong, dimana segala hal yang mereka lakukan baik itu dipanggung ataupun dikehidupan sehari – hari akan membentuk sebuah citra melalui proses interaksi dan sosialisasi yang mereka lakukan kepada masyarakat. Bagaimanapun dan seperti apapun citra yang berkembang saat ini dimasyarakat berangkat dari bagaimana mereka mengelola komunikasi kepada masyarakat, baik di kehidupan sehari – hari ataupun di panggung dan hal tersebut merupakan sebuah pencapaian yang dilakukan oleh penari jaipong dalam membentuk diri mereka agar dikenal dan dihargai baik itu seni yang ditampilkan ataupun diri mereka secara pribadi. Selain
kental
dengan
manajemen
komunikasi
dalam
setiap
pertunjukkannya. Penari jaipong pun harus menjadi PR bagi dirinya sendiri agar citra baik penari jaipong terus berkembang dimasyarakat. Walaupun berbagai fakta yang ada dan isu yang berkembang mengenai penari jaipong yang seringkali berjurus ke hal – hal yang negatif. Penari jaipong harus mengatur diri dan kehidupannya agar semua itu tidak berkembang, karena menurut fakta dilapangan tidak semua penari jaipong berkelakuan minus, adapun yang pada dasarnya memang berkelakuan kurang baik, itu hanyalah segelintir orang yang
93
memanfaatkan profesi penari jaipong untuk meraup penghasilan lebih seperti menggoda lelaki, atau yang lebih parahnya melakukan hubungan yang tidak sewajarnya yang dilakukan antara penari jaipong dan penggemarnya. Berawal dari hal inilah Penari jaipong harus mampu menjadi PR bagi dirinya dan kelompoknya, agar mampu menghapus citra negative mengenai penari jaipong dan membangkitkan kembali rasa percaya masyarakat dan citra baik pun semakin berkembang. Hal serupa juga diungkapkan dalam kamus Fund and Wagnal, American Standard Desk Dictionary terbitan 1994, menurutnya humas diartikan sebagai segenap kegiatan dan teknik /kiat yang digunakan oleh individu untuk menciptakan atau memelihara suatu sikap dan tanggapan yang baik dari pihak luar terhadap keberadaan dan sepakterjangnya. Jadi sudah dapat dilihat, bukan hanya perusahaan atau organisasi saja yang harus memiliki PR, tapi seorang individu pun harus menjadi PR bagi dirinya dan kelompoknya untuk menciptakan dan memelihara sikap baik masyarakat terhadap segala kegiatan Penari jaipong. Oleh sebab itulah, Penari jaipong harus memiliki teknik agar citra baik dapat terjaga. Sama seperti upaya Tety, seorang penari yang jaipong yang berupaya mengembalikan citra Jaipong dengan memodifikasi berbagai gerakan jaipong sesuai dengan perkembangan jaman sehingga minat masyarakat dapat meningkat terhadap tarian khas sunda ini. Karena baginya jika hanya dengan penjelasan atau klarifikasi mengenai citra buruk jaipong tidak akan ada pengaruh sama sekali dalam mengembalikan citra jaipong. Dan dengan cara baru yang diusung oleh Tety inilah, tari jaipong akan mampu hidup di tempat
94
dimana ia diciptakan. Beliau berusaha mengembalikan citra baik jaipong dengan mengkomunikasikan tari jaipong dengan berbagai strategi yang dirancangnya. Cara yang dilakukan Tety tersebut diperkuat oleh Soemirat dan Ardianto yang mengatakan bahwa Profesi PR haruslah seseorang yang penuh dengan gagasan atau ide – ide, mampu memecahkan problem yang dihadapi, mampu menyusun rencana yang orisinal dan dapat mengembangkan imajinasi untuk melahirkan kreativitas – kreativitas kerjanya. Jika melihat upaya yang dilakukan oleh Tety yang merupakan salah satu penari jaipong di Karawang yang tak gentar terhadap citra negatif yang dilekatkan pada penari jaipong yang selalu berupaya mengembalikan, meningkatkan serta mempertahankan citra jaipong terutama di Karawang dan selalu menentang pendapat negatif masyarakat pada umumnya dengan membuktikan bahwa dia tidak seperti yang disangkakan orang lain terhadap dirinya sebagai penari jaipong. Dapat menjadi salah satu bukti bahwa tidak selalu pendapat / pemikiran orang lain mengenai diri seseorang dapat membentuk suatu konsep diri seseorang tersebut benar adanya. Seperti yang diungkapkan Cooley bahwa segala sesuatu yang dikaitkan dengan diri menciptakan emosi yang lebih kuat daripada yang tidak dikaitkan dengan diri, bahwa konsep diri individu secara signifikan ditentukan oleh apa yang ia pikirkan tentang pikiran orang lain mengenai dirinya. Dalam hal ini dapat terlihat tidak semua individu akan membentuk konsep diri sesuai dengan yang dipikirkan orang lain terhadapnya. Dengan melihat Tety,
95
sang Penari jaipong dapat membuktikan bahwa apa yang orang lain pikirkan terhadapnya dan label negatif dari masyarakat yang diberikan terhadap seluruh penari jaipong tanpa terkecuali, tidak membuat konsep dirinya pun menjadi negative dan dirinya terpuruk seperti apa yang orang lain pikirkan bahkan dia berusaha keluar dari image negative yang dilekatkan padanya terkait dengan profesinya sebagai penari jaipong.