BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1
Sejarah Singkat Kabupaten Parigi Moutong Pemekaran memiliki kata dasar “mekar” yang secara harfiah berarti pemisahan
atau pengembangan sekaligus pembentukkan atau penentuan nasip sendiri (otonom). Secara normative yang juga berdasarkan yuridis, pemekaran wilayah dalam kabupaten telah di atur dalam sebuah peraturan sebagai aturan lain pemekaran atau penentuan nasip sendiri. Penentuan nasip sendiri dalam artian pembentukkan Kabupaten Parigi Moutong secara yuridis didasari antara lain : Undang- Undang no 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terutama pasal 5 ayat 1 dan pasal 6 ayat 1 dan 2. Selain itu ada juga Undang-Undang NO 25 tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah terutama pasal 3, 4, dan 6 serta Peraturan Pemerintah (PP) nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom. Demikianlah biasanya hal itu dianggap sebagai dasar pembentukkan Kabupaten yang sifatnya umum. Selanjutnya, dasar umum ini ditambah dengan dasar yang sifatnya khusus juga bisa dianggap sebagai dasar pembentukkan/pemekaran Kabupaten Parigi Moutong. Terdapat sembilandasar khusus awal mula terbentuknya Kabupaten Parigi Moutong pertama, pada tanggal 12 November 1964 Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sulawesi Tengah dalam suratnya nomor 1/86/706 tentang upaya pembentukkan Kabupaten Parigi Moutong dengan ibu kota Parigi. (Haliadi, dkk 2012 : 3) Kedua, pada 16 februari 1966 DPRD-GR Provinsi Sulawesi Tengah melakukan resolusi dengan nomor 01/DPRD-GR untuk upaya pemekaran. Ketiga, pada 13 februari
DPRD-GR mengeluarkan Keputusan dengan nomor 25/Pem.1/3/24/DPRD-GR tentang Pembentukkan Kabupaten Parigi Moutong. Keempat, pada 10 April 1995 ada memorandum nomor 16 tahun 1995 tentang pemindahan ibu kota Kabupaten Donggala dan pemekaran kabupaten Donggala. Kelima, pada 25 Oktober 1999 tentang Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Donggala nomor 15 tahun 1999 tentang dukungan terhadap percepatan realisasi Pembentukkan Kabupaten Parigi-Moutong. Keenam, pada 26 November 1999 Surat Keputusan DPRD Kabupaten Donggala nomor 26/PIMP-DPRD/1999 sebagai dukungannya terhadap usul Pembentukkan/Pemekaran Kabupaten Daerah tingkat II Parigi-Moutong. Ketujuh, empat buah surat Gubernur Sulawesi Tengah masing-masing nomor 146.1/1627/Rotapem tanggal 30 April 1999, nomor 125/3004/Rotapem tanggal 30 September 1999, nomor 146.1/5708/Rotapem tanggal 26 Novemver 1999, dan nomor 125/1958/Rotapem tanggal 25 Mei 2000. Kedelapan, pada tanggal 14 Oktober 1999 Rekomendasi Bupati Kepala Daerah Tk II Donggala nomor 503/053/Bag.Tapem tentang Pembentukkan Kabupaten Parigi Moutong. Kesembilan, pada tanggal 1 Oktober 1999 Surat Keputusan Bupatin Kepala Daerah Tingkat II Donggala nomor 188.45/0445/Tapem tentang Panitia Pembentukkan Kabupaten Parigi Moutong. Kesembilan pokok dukungan Yuridis formal secara khusus tersebut secara normatif dapat menjadi pertimbangan Pemekaran dan Pembentukkan Kabupaten Parigi Moutong. Pada 2 Juli 2002 pengresmian Kabupaten Parigi Moutong sebagai Kabupaten yang otonom dilakukan di Gedung PMD Pasar Minggu Jakarta Selatan oleh Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno atas nama Presiden Republik Indonesia. Delapan hari kemudian, tepatnya pada 10 juli 2002 dilantiklah Drs. H. Longki Djanggola, M.Si.
sebagai Penjabat Bupati Kabupaten Parigi Moutong yang dilantik oleh Gubernur Sulawesi Tengah Prof. Drs. H. Aminuddin Ponulele, M.S. di Parigi sebagai cikal bakal ibu kota Kabupaten Parigi Moutong. Momentum bersejarah ini mempunyai cerita panjang perjuuangan tokoh dan rakyat Parigi Moutong yang harus dijelaskan pada kesempatan ini sebagai jejak-jejak sejarah terbentuknya Kabupaten Parigi Moutong. Perjuangan panjang masyarakat Parigi Moutong untuk membentuk Kabupaten Parigi Moutong sejak paruh tahun 1963. Jadi, perjuangan itu telah dilalui selama kurang lebih 4 dasawarsa atau 39 tahun terealisasi menjadi satu kabupaten yang otonom dalam wilayah pemerintahan Republik Indonesia. Tokoh-tokoh masyarakat Parigi Moutong bersama rakyatnya secara umum berdaya dan berupaya mengusahakan terbentuknya kabupaten Parigi Moutong sebagai kabupaten yang otonom. Sebaliknya, melihat terbentuknya suatu kabupaten dipandang berdasarkan perspektif komunity (community approach) bukan perspektif tokoh atau individu (individual approach) perspektif individual menunjukkan adanya kekuasaan orang perorangan sehingga bisa jadi melecehkan
keterlibatan
individual
lainnya,
sedangkan
perspektif
komunitas
menunjukkan adanya kebersamaan dalam sebuah perjuangan. Jadi, kelahiran sebuah Kabupaten harus dilihat sebagaimana tercapainya sebuah cita-cita atau tujuan yang diupayakan oleh banyak pihak atau orang dan juga dilihat sebagai lahirnya seorang manusia yang dilahirkan atas kera sama yang baik antara ibu, ayah, mertua, nenek, kakek, dukun, dokter, perawat dan semacamnya sehingga terbentuk jalinan keluarga yang besar sehingga terbentuklah sebuak klan besar atau the big family yang dalam ilmu antropologi disebut sebagai Corporat Family. Corporat Family inilah yang nantinya menjadi modal
dasar dari pengembangan sebuah kabupaten yang otonom yaitu Kabupaten Parigi Moutong. Corporat Family Sejarah Kabupaten Parigi Moutong dapat terealisasi dan dibangun secara memadai seperti yang kita saksikan sekarang
ini. Momentum sejarah
pembentukkan Kabupaten Parigi Moutong dimulai sejak 8 Juni 1963 oleh partai-partai politik, kemudian dilanjutkan oleh Yayasan Pemekaran Wilayah Parigi Timur sejak 23 Desember 1965, selanjutnya oleh Panitia Penuntut Pembentukkan Kabupaten Parigi Moutong tanggal 12 Agustus 1969 untuk kemudian berhenti sehingga 24 Mei 1983 oleh Kerukunan Keluaraga Besar Toraranga dan Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Parigi menyambut pemindahan ibu kota yang kemudian berubah menjadi perjuangan pemekaran Kabupaten Parigi Moutong. Lanjutan perjuangan dilakukan oleh GEMPAR sejak 11 September 1999 secara heroik sampai menutup kantor Pemerintahan di wilayah Parigi bersama kelompok-kelompok organisasi sosial lainnya kemudian presidium dibentuk pada tanggal 13 Oktober 2000 hingga pelantikan Longki Djanggola sebagai pelaksana tugas Bupati Kabupaten Parigi Moutong pada 2 Juli 2002. (Haliadi, dkk 2012 : 4-5) 4.1.2
Gambaran Umum Pada akhir tahun 2006 Kabupaten Parigi Moutong terdiri dari 10
Kecamatan, 119 Desa/Kelurahan (115 Desa, 4 Kelurahan) dengan jumlah penduduk adalah 357.573 jiwa, kepadatan penduduk (population Density) 57 jiwa/km2. Konsentrasi penduduk tertinggi berada di wilayah Kecamatan Parigi dengan kepadatan mencapai 105 jiwa/km2. Saat ini Kabupaten Parigi Moutong terdiri atas 20 kecamatan dan 175 desa serta 5 kelurahan, dengan luas wilayah 6.231,85 km2. Secara administrasi hingga tahun 2009
kabupaten Parigi Moutong memiliki 20 kecamatan,175 kelurahan/desa. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 oleh BPS, jumlah penduduk Kabupaten Parigi Moutong mencapai 413.645 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 212.729 jiwa dan perempuan 200.916 jiwa dengan sex rasio 106 dan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 61 jiwa/Km2. 4.1.3 Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Parigi Moutong terletak di pesisir timur pulau Sulawesi yang membentang sepanjang teluk Tomini yang secara geografis terletak pada posisi 119°45" - 121°06" Bujur Timur dan posisi 0°14" Lintang Selatan 04°40" Lintang Utara. Keistimewaan daerah ini adalah dilewati oleh garis meridian 1200 Bujur Timur yang menjadi acuan dari penentu waktu untuk wilayah yang termasuk dalam Waktu Indonesia Tengah (WITA). Kabupaten Parigi Moutong mempunyai luas wilayah seluas 6.231,85 km2 dengan batas Administratif Pemerintahan sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Buol, Toli-Toli dan Propinsi Gorontalo. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Poso. 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Palu dan Kabupaten Donggala. 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Tomini. 4.1.4 Topografi Kabupaten Parigi Moutong berada pada ketinggian 0 - 2900 m dpl dan garis pantai yang memiliki bibir pantai sepanjang 472 km di Teluk Tomini membentang dari ujung kecamatan Sausu di bagian Selatan hingga kecamatan Moutong yang berbatasan dengan Provinsi Gorontalo di sisi Utara. Bentuk
permukaan tanah di daerah Kabupaten Parigi Moutong bervariasi dari dataran sampai bergunung. Daerah yang mempunyai dataran cukup luas adalah Kecamatan Moutong, Parigi dan Kecamatan Sausu. Keadaan topografi dengan luas kemiringan lahan rata-rata: -
Datar (0 - 8)% = 146.134 Ba.
-
Bergelombang (8 -15)% = 60.443 Ba.
-
Curam (15 - 45)%=142.186 Ba.
-
Sangat curam ( >45)% = 1.97 Ba.
Landform wilayah Kabupaten Parigi Moutong terdiri dari dataran rendah dan perbukitan serta pegunungan yang membentang sepanjang pantai dari utara sampai selatan dengan ketinggian rata-rata di atas permukaan laut (15 -375) m. 4.1.5 Keadaan Cuaca Sebagaimana dengan daerah-daerah lain di Indonesia,Kabupaten Parigi Moutong memiliki dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Musim panas terjadi antara bulan April - September, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Oktober - Maret.
Hasil pencatatan suhu udara pada Stasiun Udara Mutiara Palu tahun 2011 bahwa suhu udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Maret dan Oktober (28,1 0c) dan suhu udara terendah terjadi pada bulan Februari (25,4°C). Sementara Kelembaban udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Mei yang mencapai 82 persen, sedangkan kelembaban udara rata-rata terendah terjadi pada bulan Maret yaitu 70 persen. Curah hujan tertinggi yang tercatat tahun 2011 terjadi pada bulan
Juni 6,5 mm,sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari yaitu 0,6 mm. Sementara itu kecepatan angin rata-rata berkisar an tara 3 - 5 knots. Berbeda dengan arah angin pada tahun 2011 posisi arah angin terbanyak di Utara, kecuali pada bulan Juni dan Juli pada arah Barat Laut. 1.1.6 Potensi Sumber Daya Manusia Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 oleh BPS, jumlah penduduk Kabupaten Parigi Moutong mencapai 413.645 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 212.729 jiwa dan perempuan 200.916 jiwa dengan sex rasio 106 dan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 61 jiwa/Km2. (BPS Kabupaten Parigi Moutong:2010) 4.1.7
Potensi Sosial Budaya Kabupaten Parigi Moutong
4.1.7.1 Suku Secara denografis bahwa daerah Kabupaten Parigi Moutong memiliki komunitas masyarakat yang terdiri dari beraneka ragam suku, baik suku asli maupun suku pendatang (asing). Suku-suku yang merupakan masyarakat asli Kabupaten Parigi Moutong meliputi suku Kaili, Tajio,Lauje dan Tialo. Secara geografis,bahwa suku-suku asli tersebut masing-masing terdapat pada beberapa daerah yang berbeda misalnya masyarakat suku Kaili mayoritas berada di Kecamatan Sausu, Tome, Parigi dan sebahagian di Kecamatan Ampibabo, Kecamatan Kasimbar dan Kecamatan Tinombo Selatan. Masyarakat suku Tajio berada di Kecamatan Kasimbar, suku Lauje sebahagian di Kecamatan Ampibabo dan mayoritas di Kecamatan Tinombo dan sebahagian di Kecamatan Tomini. Masyarakat suku Tialo sebahagian berada di Kecamatan Tomini dan Umumnya di Kecamatan Bolano Lambunu, Kecamatan Taopa dan Kecamatan Moutong.
Di tengah keberadaan suku-suku asli tersebut, terdapat pula beberapa suatu komunitas suku pendatang, di antaranya suku Jawa, Bali, Bugis, Gorontalo, Mandar, Minahasa, Bajo dan lain-lain. Suku-suku pendatang (asing) tersebut, termasuk dan berinteraksi di kalangan masyarakat suku asli, tidak secara langsung membawa dan merniliki latar belakang budayanya masing-masing. Hadirnya suku pendatang (asing) dengan masing-masing latar belakang budayanya secara perlahan-lahan telah mengalami proses akulturasi dan asimilasi dengan budaya masyarakat suku asli.
4.1.7.2 Bahasa Keberadaan suku asli yang terdiri dari suku Kaili, Tajio, Lauje dan Tialo masing-masing pula memiliki identitas budaya berdasarkan suku dan daerahnya. Misalnya suku Kaili memiliki bahasa tersendiri dengan dialek yang berbeda-beda yaitu dialek bahasa Kaili Ledo, Kaili Tara, Kaili Rai,Kaili Ta'a dan Kaili Taje. Suku Tajio dengan dialek bahasa Tajio. Suku Lauje memiliki bahasa terdiri dari dialek Lauje Ampibabo dan dialek Tinombo-Palasa. Suku Tialo juga memiliki bahasanya sendiri yaitu bahasa Tialo-Tomini. Bahasa Lauje dan Tialo dari segi dialek memiliki kesamaan sehingga di antara suku Lauje dan Tialo saling memahami bahasa. Di tengah keberagaman bahasa suku asli tersebut, di Kecamatan Bolano Lambunu terdapat komunitas masyarakat yang menggunakan bahasa tersendiri. Dari segi dialek sangat berbeda dengan bahasa Tialo dan Lauje. Dialek bahasa ini adalah dialek Bolano karena bahasanya hanya digunakan dan berlaku bagi masyarakat di Desa Bolano Kecamatan Bolano Lambunu. Namun
secara etnitas masyarakat Bolano dikategorikan suku Tialo - Tomini. 4.1.7.3 Kesenian Masyarakat Kabupaten Parigi Moutong dari segi kesenian, senantiasa berdasarkan suku masing-masing yang merupakan tradisi dan berlaku turun temurun sejak masa lalu. Berbagai kesenian tersebut di antaranya seni musik tradisional dan seni tari yang secara umum masih tampak belangsung hingga saat ini.
Misalnya
seni
musik
Rabana,
musik
Kulintang,
musik
Bambu,
Kakula/Banggula .. Demikian pula seni Tari yang masih nampak dilakukan di kalangan masyarakat Kaili, yaitu tari Peaju, Peulu Cinde, Tari Pajoge Maradika dan berbagai macam tarian yang diciptakan berdasarkan daerah dan kondisi kehidupan masyarakat. Beberapa alat musik yang masih ada hingga saat ini pula diantaranya Mbasimbasi, Kakula/Banggula, Lalove, Suling, Gimbal/Simbal, Gendang, Floor,Kudode, Tilalo, Gong dan lain sebagainya. 4.1.7.4 Pakaian Adat dan Makanan Khas Masyarakat asli Kabupaten Pariigi Moutong dari segi pakaian memiliki corak, warna dan bentuk masing-maing dengan nama dan pengistilahan yang berbeda-beda pula. Dari segi pakaian adat secara umum dikenal terdapat dua jenis pakaian adat yaitu pakaian adat Kaili dan pakaian adat Tomini/Tialo. Walaupun demikian adapula pakaian adat Lauje ataupun Tajio. Unsur makanan khas juga sangat variatif. Di antara jenis-jenis makanan khas seluruhnya terbuat dari bahan-bahan alamiah yang merupakan makanan masyarakat (nenek moyang) sejak masa lampau. Misalnya makanan dari bahan sagu (kue/kukis,) demikian pula bahan dari umbi-umbian seperti kue/kukis Taraju
dan lain-lain. Jenis sayuran di antaranya Uta Dada, Uta Kelo, Palu Mara,Mati, Tumis dan sebagainya. Karena daerah kabupaten Parigi Moutong berada di kawasan pesisir laut , sehingga banyak pula di antara makanan khas masyarakat berasal dari hasil laut, seperti udang, kepiting dan sejenis makanan dari kerang/ siput lainnya, tetapi mayoritas memanfatkan ikan dan nasi beras sebagai menu utama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku asli ataupun pendatang di Kabupaten Parigi Moutong. 4.1.7.5 Upacara Adat Istiadat Keberadaan masyarakat suku asli Kabupaten Parigi Moutong, sesungguhnya memiliki beraneka ragam upacara adat istiadat yang pernah dilakukan oleh masyarakat di masa dahulu. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan akibat pengaruh eksternal lainnya sehingga sebagian di antara upacara-upacara adat itu, tidak dilaksanakan atau tidak berlangsung lagi dalam kehidupan masyarakat/ generasi kini. Beberapa upacara adat yang masih dilakukan oleh masyarakat saat ini meskipun hanya dalam kondisi dan pada lingkungan masyarakat tertentu yaitu seperti upacara Vunja (suku Kaili) dan Mongege (Suku Tialo) yang menggambarkan kesyukuran atas berhasilnya panen padi di sawah/ladang. Adapula upacara perkawinan yang dikenal di kalangan suku Tialo yaitu upacara Biba. Di samping itu ada upacara untuk pengobatan yang disebut upacara Bali di kalangan suku Kaili, disebut Bolian di kalangan suku Lauje dan disebut Tampelangi bagi masyarakat suku Tialo. 4.2
Sejarah Rumah Adat di Kabupaten Parigi Moutong
Rumah adat yang terdapat Kabupaten Parigi Moutong didirikan pada tahun 1992, kemudian rumah adat ini didirikan untuk pertemuan ketua-ketua adat dari berbagai desa. Rumah adat Tialo ini bentuknya panjang kemudian di pintu depan ada tangga dan pintu belakang juga ada tangga, rumah adat ini jika dilihat keseluruhan berbentuk perahu. Rumah adat di Kabupaten Parigi Moutong terdapat beberapa bentuk bangunan. Salah satunya Rumah Adat Rumah Adat Labong yang terletak di Desa Dusunan Kec. Tinombo yang berukuran Panjang + 5 m, Lebar + 3 m,Tinggi lantai dari tanah + 2 m, Tinggi lantai sampai atap + 3 m, Bahan dari Kayu. Kata Labonge merupakan arti dari kata “Rumah” sehingga Rumah Adat ini dinamakan Rumah Adat Labonge. Rumah Adat ini digunakan sebagai tempat berkumpulnya para tokoh-tokoh adat untuk memutuskan suatu masalah atau kebijakan yang diambil dalam menjalankan roda pemeritahan pada masa itu secara mufakat. Rumah adat seperti ini diwajibkan diadakan disetiap desa karena jika ada pertemuan-pertemuan ketua-ketua adat maka dirumah adat inilah dilaksanakan rapat-rapat penting. Dalam perkembangannya Rumah Adat ini berkembang dari tahun 1992 sampai sekarang. Berdasarkan wawancara peneliti dengan Hasan Husain selaku warga masyarakat desa bolano bahwa sejarah rumah adat di kabupaten parigi moutong tidak begitu jelas. Sepengetahuan saya rumah adat di kabupaten di dirikan pada tahun 1992. (wawancara 24 Mei 2013) Berdasarkan penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat parigi moutong tentang sejarah rumah adat sangat minim karena tidak ada pedoman yang jelas untuk di jadikan landasan untuk mengetahui lebih rinci tentang sejarah rumah adat di kabupaten parigi moutong. 4.3
Makna dan Nilai Rumah Adat bagi Masyarakat Kabupaten Parigi Moutong
Rumah adat merupakan bangunan rumah yang mencirikan atau khas bangunan suatu daerah. Di Indonesia yang melambangkan kebudayaan dan ciri khas masyarakat setempat. Indonesia dikenal sebagai Negara yang memiliki keragaman dan kekayaan budaya, beraneka ragam bahasa dan suku dari sabang sampai merauke sehingga Indonesia memiliki banyak koleksi rumah adat. Hingga saat ini masih banyak suku atau daerah-daerah di Indonesia yang masih mempertahankan rumah adat sebagai usaha untuk memelihara nilai-nilai budaya yang kian tergeser oleh budaya Modernisasi. Rumah adat juga memiliki fungsi batiniah yang mengungkapkan nilai-nilai budaya, serta aspek-aspek lain yang berhubungan dengan kebudayaan suatu daerah adat. Menurut Selma Mukhsin Ake (40 Tahun) salah satu pegawai dinas Dinas Pemuda, olahraga, kebudayaan dan pariwisata desa Toboli (wawancara 27 Mei 2013) mengatakan bahwa:“ menurut saya Rumah adat mempunyai fungsi untuk menampung seluruh kegiatan Adat-istiadat suatu daerah tertentu. Rumah adat juga sangat penting karena dalam suatu daerah pasti mempunyai kebudayaan-kebudayaan tersendiri. Sehingga sangat diperlukan antusiasantusias dari tokoh-tokoh adat maupun tokoh masyarakat untuk menjaga dan melestarikan Rumah Adat tersebut. Kami dari pihak dinas kebudayaan juga berusaha untuk menjaga dan melestarikan budaya-budaya yang ada di Kabupaten Parigi Moutong
Selanjutnya dipertegas lagi oleh Risnudin 40 Tahun, salah satu Tokoh masyarakat di desa Lambunu Kondisi rumah adat harus mendapat perhatian dari semua pihak agar Rumah adat ini bisa merasakan makna dan nilai rumah adat tersebut. Menurut pemerintah desa lambunu bahwa salah satu penyebab rumah adat ini tidak lagi diperhatikan oleh masayarakat dan pihak lain yakni karena tingkat perkembangan di daerah tersebut sehingga masyarakatnya di sibukkan oleh persoalan peningkatan daerahnya. Secara spontan masyarakat
menyesuaikan dirinya dengan zaman yang berkembang. “ (wawancara tanggal 28 Mey 2013)”.
Hasil wawancara dengan Asnawaty Wahidin 36 Tahun desa Khatulistiwa kecamatan Khatulistiwa Kabupaten Parigi Moutong Sudah sangat jelas kondisi budaya di parigi moutong sangat memprihatinkan sehingga perlu perhatian. Apakah usaha dari pemerintah daerah untuk masalah budaya yang ada di kabupaten Parigi Moutong khususnya masalah Rumah Adat. Usaha dari pemerintah daerah untuk permasalahan rumah adat di kabupaten parigi moutong belum nampak karena jika ada usaha dari pemerintah pasti saat ini ada masyarakat yang paling tidak sedikit tau tentang persoalan rumah adat. (wawancara tanggal 30 Mey 2013)
Berdasarkan fakta dilapangan bahwa kebudayaan di Kabupaten Parigi Moutong perlu dilestarikan kembali khususnya rumah adat karena kebudayaan merupakan suatu adat-istiadat atau kebiasaan tertentu yang dibuat oleh manusia dan dirasakan pula oleh manusia. Bahasa, musik, tarian, kerajinan, semua itu merupakan kebudayaan visual atau kebudayaan yang bisa dirasakan oleh manusia. Rumah adat merupakan salah satu budaya yang diciptakan oleh manusia sehingga rumah adat mempunyai makna dan nilai tersendiri bagi masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, salah satu tokoh pemuda di Moutong Abdul Farid Rauf (20 Tahun), wawancara tanggal 31 Mey 2013 mengatakan bahwa: “Budaya yang ada di parigi moutong saat ini mulai hilang seiring berkembangnya zaman, salah satunya yakni rumah adat. Kondisi rumah adat di parigi moutong sudah mulai hilang karena sudah tidak ada lagi yang memperhatikan rumah adat ini, sehingga kondisi dari kebudayaan dalam hal ini tentang rumah adat sudah tidak mempunyai makna dan nilai tersendiri bagi masyarakat di Parigi Moutong.
Hasil wawancara dengan Asnawaty Wahidin 36 Tahun desa Khatulistiwa kecamatan Khatulistiwa Kabupaten Parigi Moutong Sudah sangat jelas kondisi budaya di parigi moutong sangat memprihatinkan sehingga perlu perhatian. Apakah usaha dari pemerintah daerah untuk masalah budaya yang ada di kabupaten Parigi Moutong khususnya masalah Rumah Adat. Usaha dari pemerintah daerah untuk permasalahan rumah adat di kabupaten parigi moutong belum nampak karena jika ada usaha dari pemerintah pasti saat ini ada masyarakat yang paling tidak sedikit tau tentang makna dan nilai rumah adat tersebut. (wawancara tanggal 30 Mey 2013 Melihat dari beberapa penjelasan diatas dan sesuai dengan kondisi budaya yang ada di kabupaten Parigi Moutong, rumah adat di daerah ini harus mendapat perhatian dari pemerintah daerah khususnya dinas kebudayaan. Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan salah satu tokoh masyarakat desa moutong barat Hendrawan (37 Tahun) mengatakan bahwa pemerintah daerah kiranya dapat memperkenalkan sejarah, peran, dan fungsi dari rumah adat itu sendiri agar masyarakat yang belum paham akan rumah adat daerahnya dapat mengerti tentang makna dan nilai rumah adat serta memiliki rasa ingin menjaga asset daerah Parigi Moutong.
Mengingat kondisi sosial dan budaya masyarakat dari generasi ke generasi sering lambat, yang senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman, maka dengan keadaan bagaimanapun unsur-unsur budaya perlu mendapat perhatian yang baik dari masyarakat setempat, sehingga memperkecil terjadinya kemerosotan kebudayaan khususnya tentang Rumah Adat. Suatu hal yang perlu dijunjung tinggi bahwa suatu kebudayaan akan memiliki makna tersendiri pada peradaban suatu bangsa, oleh karena itu keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia perlu dipelihara karena merupakan
modal untuk lebih memperkaya wahana budaya nasional yang menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsanya yang dijadikan sebagai identitas bangsa. 4.4 Pokok-pokok Temuan 1.
Kebudayaan di Parigi Moutong sudah sangat memprihatinkan karena sesuai dengan perkembangan zaman budaya-budaya asli kabupaten Parigi Moutong sudah bergeser.
2.
Kondisi budaya-budaya di parigi moutong khususnya Rumah Adat harus mendapat perhatian dari pemerintah daerah karena kondisi
Rumah Adat di beberapa
kecamatan sudah tidak terawat lagi sehingga dengan adanya perhatian dari pemerintah Rumah Adat dapat dilestarikan dan mempunyai makna dan nilai bagi masyarakat. 4.5
Pembahasan
4.5.1 Kondisi Rumah Adat di Kabupaten Parigi Moutong Rumah adat memiliki fungsi batiniah yang mengungkapkan nilai-nilai budaya, serta aspek-aspek lain yang berhubungan dengan kebudayaan suatu daerah adat. Rumah adat merupakan kelengkapan yang digunakan oleh masyarakat adat tertentu dengan tujuan memenuhi kebutuhan papan, serta kebutuhan adat di tiap daerah. Kebutuhan papan di
sini
adalah
kebutuhan
tempat
tinggal
yang
berfungsi
untuk
melindungi masyarakat adat dari berbagai situasi cuaca dan lingkungan sekitar, sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan adat ialah kebutuhan masyarakat adat dalam mengangkat nilai-nilai primordial di daerah tempat tinggal mereka. Menurut pendapat seorang tokoh pemuda di desa toboli di Kabupaten Parigi Moutong (Saudara Mahatir (20 tahun) wawancara tanggal 26 Mey 2013 mengatakan bahwa: Menurut Saya Rumah Adat Merupakan tempat Musyawarah yang dilakukan oleh Tokoh-tokoh adat yang berada di tiap
daerah, dimana di rumah adat inilah tempat mereka membicarakan tentang bagaimana kondisi kebudayaan yang ada di daerah tersebut).
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan bahwa rumah adat di kabupaten parigi moutong sangat memprihatinkan karena sesuai pekembangan zaman Rumah Adat tersebut sudah tidak terawat lagi khususnya di berbagai daerah di kabupaten parigi moutong. Di beberapa daerah di kabupaten parigi moutong rumah adat tersebut sudah tidak diperhatikan lagi baik dari anggota masyarakat maupun dari tokoh-tokoh adat karena sudah disibukkan dengan kegiatan masing-masing sehingga fungsi Rumah Adat ini sudah tidak ada. Hasil Survei dari penelitian ini bahwa ada juga Rumah Adat yang bangunannya sudah tidak ada. Seorang tokoh Adat di Desa Taopa Bapak Sahabudin Kiande (60 Tahun) wawancara tanggal 30 Mey 2013 menerangkan bahwa:“ Saya sebagai ketua adat di Desa Taopa sangat prihatin dengan kondisi Rumah Adat yang ada di Desa Taopa ini, karena sudah tidak ada lagi antusias dari masyarakat untuk memperhatikan rumah adat tersebut, bahkan urusan-urusan yang menyangkut adat-istiadat di desa ini sudah dilaksanakan di rumah biasa yakni rumah yang di huni oleh penduduk desa“. Dengan pengembangan kebudayaan yang sangat tinggi masih ada hal yang harus diperhatikan. Hal yang terpenting dalam proses pengembangan kebudayaan adalah dengan adanya kontrol atau kendali terhadap perilaku regular (yang tampak) yang ditampilkan oleh para penganut kebudayaan. Karena tidak jarang perilaku yang ditampilkan sangat bertolak belakang dengan budaya yang dianut dalam kelompok sosial yang ada dimasyarakat. 4.5.1
Perkembangan Kebudayaan di Kabupaten Parigi Moutong
Kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia oleh karenanya kebudayaan mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perkembangan manusia itu.Perkembangan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan manusia itu sendiri, karena kebudayaan diciptakan oleh dan untuk manusia. Kebudayaan yang dimiliki suatu kelompok sosial tidak akan terhindar dari pengaruh kebudayaan kelompok-kelompok lain dengan adanya kontak-kontak antar kelompok atau melaui proses difusi. Suatu kelompok sosial akan mengadopsi suatu kebudayaan tertentu bilamana kebudayaan tersebut berguna untuk mengatasi atau memenuhi tuntunan yang dihadapinya. Menurut Arno T. Masagena, salah seorang tokoh Masyarakat di Kecamatan, “ terjadinya pergeseran kebudayaan diakibatkan perkembangan zaman. Sehingga dengan sendirinya budaya asli di daerah tersebut akan hilang seiring berkembangnya zaman. (Wawancara tanggal 25 Mei 2013).
Berdasarkan penjelasan di atas, perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan-perubahan disegala bidang, termasuk dalam kebudayaan. Mau tidak mau kebudayaan yang dianut suatu kelompok sosial akan bergeser. Suatu kelompok dalam kelompok sosial bisa saja menginginkan adanya perubahan dalam kebudayaan yang mereka anut, dengan alasan sudah tidak sesuai lagi dengan zaman yang mereka hadapi saat ini. Namun, perubahan kebudayaan ini kadang kala disalah artikan menjadi suatu penyimpangan kebudayaan. Sehingga pergeseran Budaya masyarakat di Kabupaten Parigi Moutong berdampak pada budaya-budaya asli yang sudah ada pada Masyarakat Parigi Moutong. Berdasarkan wawancara penulis dengan Iksan Tahir 47 Tahun selaku anggota masyarakat di desa Tomini Kecamatan Tomini Kabupaten Parigi Moutong
Salah satu wujud dari kebudayaan yakni benda-benda hasil karya manusia. Rumah adat merupakan salah satu benda hasil dari karya manusia dan rumah adat ini merupakan salah satu budaya yang khas di suatu daerah tertentu. Ketidak lestarian rumah adat tersebut akan berdampak pada masayarakat ataupun dari berbagai pihak. Dampak dari ketidaklestarian rumah adat terhadap masyarakat tentunya menjadi pertanyaan besar, apakah ada rumah adat di daerah kita ini ? apabila tidak ada yang melestarikan maka adat pun akan hilang seiring dengan berkembangnya daerah tersebut’. “wawancara tanggal 23 Mey 2013”). Melihat dari beberapa penjelasan di atas dan sesuai dengan perkembangan kondisi budaya yang ada di kabupaten Parigi Moutong, rumah adat di daerah ini harus mendapat perhatian dari pemerintah daerah khususnya dinas kebudayaan. Agar eksistensinya akan tetap ada, dan bisa menjadi kebudayaan yg mempunyai intensitas untuk dinamis khususnya di daerah Parigi Moutong.