BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1
Bentuk Penggunaan Alih Kode pada Masyarakat Pengunjung/Pembesuk di Lingkungan Rumah Sakit Umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol
4.1.1.1 Bentuk Alih Kode Bahasa Buol (BB) ke Bahasa Indonesia (BI) Berikut merupakan percakapan penggunaan bentuk alih kode BB ke BI pada masyarakat pengunjung/pembesuk di lingkungan rumah sakit umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol yakni di lihat dalam dua bentuk perpindahan yaitu: 1) Bentuk Perpindahan Antarkode Bahasa Berikut percakapan bentuk perpindahan antarkode bahasa BB ke BI yakni sebagai berikut. Data 2 P1 : Nongoyo peema tii, ma? (Kenapa lagi ini, ma?) P2 : Too utatum, nipogumanon nailon momonggatagi ,diila kotauan kama mongoyo-ngoyo aagi adoyan diila malri tetu masala peema, Eh Sam, coba kau sms tantemu barangkali jadi rapat hari ini di kantor desa? (Itu kakakmu, sudah dibilang tidak usah berangkat kemari ,tidak tahu ada apa-apa di jalan, bukan jadi satu masalah lagi! Eh Sam, coba kau sms tantemu barangkali jadi rapat hari ini di kantor desa?) P1 : Kuani taante kongino, rapaato tatapo mojadi, ma ! (Kata tante tadi, rapat tetap jadi, ma!)
Peristiwa alih kode di atas diawali dengan tuturan yang menggunakan bahasa Buol (BB) untuk menyampaikan kekesalan terhadap anaknya kemudian tiba- tiba mengubah pokok pembicaraan ke pembicaraan lain ke dalam bahasa Indonesia (BI).
Peristiwa tutur tersebut merupakan penutur yang berasal dari bahasa Buol (BB) kemudian beralih kode ke bahasa Indonesia (BI) ke dalam tuturanya. Peristiwa pergantian kode dari bahasa Buol (BB) ke dalam bahasa Indonesia (BI) di karenakan faktor penutur yang beralih pokok pembicaraan yang awalnya penutur membicarakan ke khawatiranya terhadap anaknya, kemudian tiba-tiba beralih ke masalah rapat, sehingga tanpa di sadari penutur telah beralih pokok pembicaraan dengan tujuan untuk menyatakan maksud kepada mitra tuturnya karena tiba-tiba teringat akan rapat yang dilaksanakan di kantor desa. Peristiwa alih kode tersebut berlangsung dari pukul 03:05 sampai 03:30. Hal tersebut di lakukan penutur di sebabkan oleh faktor situasi penutur yang mengganti pokok pembicaraan dari kode BI ke dalam tuturan BB. Data 3 P1 : Ni urusumon surat cuti nikamu? Soalio ti ibu atasan gudup duma paayu! (Sudah kau urus surat cuti nikahmu? soalnya Ibu Pimpinan besok mau ke Palu!) P2 : Ooh sudayon koyaung, gudup aaku terakhiro momaso kareja tia, eh Sudah makan kau Li? lapar skali saya ini eh! (Sudah kemarin, besok saya terakhir masuk kerja ini! Eh sudah makan kau Li, lapar sekali saya!) P1 : Sudah makan dari tadi, makan saja!juga saya temani kekantin!
Peristiwa tuturan di atas alih kode terjadi pada P2 yang pada mulanya penutur menggunakan BB kemudian beralih menggunakan BI. P2 dalam tuturan tersebut di warnai oleh campuran dari BB ke BI yaitu Ooh sudayon koyaung, gudup aaku terakhiro momaso kareja tia, eh Sudah makan kau Li? lapar skali saya ini eh!? (Sudah kemarin, besok saya terakhir masuk kerja ini! Eh sudah makan kau Li? lapar
sekali saya ini eh?).
Alih kode tersebut dilakukan P2 dengan maksud agar
percakapan antara keduanya terlihat lebih akrab dalam mengungkapkan kalimat yang dituturkannya. Dalam setiap tuturan tidak selalu harus di awali dengan menggunakan BB tetapi kadang di awali dengan BI. Penggunaan BB ke BI dalam tuturannya disebabkan
karena faktor situasi penutur merubah pokok pembicaraan nya ke
masalah yang lain. Hal ini karena PI dan P2 sudah saling mengenal sebelumnya, sehingga peralihan kode bahasa yang dituturkanya tidak berpengaruh pada proses penuturan antara keduanya. Peristiwa percakapan di atas merupakan peristiwa tutur yang terjadi di sebuah ruang keperawatan yang dilakukan oleh dua orang perawat rumah sakit umum daerah Buol. Peristiwa alih kode di atas dengan tujuan bahwa penutur kedua (P2) merasa lapar, sehingga pokok pembicaraan yang membahas masalah cuti kemudian beralih ke masalah lapar yang berlangsung pada pukul 11:32-12:00.
2) Bentuk Perpindahan Antartingkatan Tutur Berikut percakapan bentuk perpindahan antartingkatan tutur BB ke BI, yakni sebagai berikut. Data 4 P1 : Kodoyo arisano desa koyaung? noko cabu iko? (Bagaimana arisan desa kemarin! dapat cabut kau?) P2 : Diila ina kaati, diapo rojiki! ti Mari tan kocabu koyaung! (Tidak ibu kasihan, belum rejeki! Si Mari yang dapat cabut kemarin!) P1 : Aaku kama dukomonuan mokocabu arisano! (Saya barangkali kapan dapat cabut arisan!) P3 : Permisi! bu mau tanya ruangannya dokter Maryati Ismail di
sebelah mana-e? P1 : Oh, napa di sebelah sana bu ruangannya, ibu masuk saja ada beliau di dalam! P3 : Terimakasih ya Bu? P1 : Oh iya bu sama-sama!
Pada data peristiwa tutur di atas alih kode terjadi pada P1 yang awalnya penutur memulai tuturannya dengan menggunakan kode BB kemudian karena ke hadiran orang ke tiga (P3) dalam tuturannya bersama P2 kemudian pembicaraan beralih menggunakan kode BI yaitu ‘aaku koyo tia kama dukomonuan mokocabu arisan! Oh, napa di sebelah sana bu ruangannya, pas di depannya ada kursi! Ibu masuk saja ada beliau di dalam‟. Alih kode terjadi karena faktor kehadiran orang ke tiga dalam tuturanya yang datang dengan menggunakan kode BI sehingga tuturan yang awalnya menggunakan BB kemudian beralih ke BI. Hal ini terjadi karena ketidak sengajaan penutur yang tanpa disadari kedua penutur akan ada yang hadir di tengah- tengah pembicaraannya yang sedang membahas masalah arisan kemudian tiba-tiba beralih ke masalah ruangan. Peristiwa percakapan di atas terjadi di sebuah ruang kepegawai rumah sakit umum Kabupaten Buol. Tuturan terjadi antara tiga 3 orang, penutur pertama (P1) merupakan seorang perawat , penutur kedua (P2) merupakan seorang suster , sedangkan penutur ketiga (P3) seorang tamu yang mencari sekertaris rumah sakit umum. Peristiwa pencampuran bahasa seperti ini merupakan hal yang sering di temukan pada penutur dimana saja yang menggunakan bahasa dalam berkomunikasi,
baik dalam lingkungan rumah sakit, lingkungan pergaulan, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah dan lain sebagainya. Data 5 P1 : Ses, dugunio koviruso mokobahaya tii, hahaha! (Ses, darahnya ada virus berbahaya itu, hahaha! P2 : Ah, oyo tia iko Tajudin-e diila tutu to ses, kodoyo tio diila barani, ondonge aaku malri pojadian conto! Kodoyo tutu diila? hehehe (Ah, apa ini kau Tajudin, tidak betul it ses, bagaimana dia tidak berani, lihat saya orangnya boleh dijadikan contoh, bagaiman betul tidak?hehehe) P3 : Betul itu Tajudin, kenapa kau tidak ikut donor darah juga? P1 : Eh, Tidak! takut saya liat darahku!. P2 : Payah kalo bagitu Tajudin! hahaha Pada percakapan di atas alih kode terjadi karena masuknya penutur ketiga (P3) yang menggunakan BI. Pada awal percakapan di atas P1 bermula dengan menggunakan BB, kemudian P2 masih tetap mempertahankan BB kemudian tiba-tiba penutur ketiga (P3) hadir dalam percakapan dengan membawa kode BI sehingga terjadilah peralihan tinggkat tutur dari bahasa Buol kemudian beralih ketingkat tutur bahasa Indonesia peralihan kode yang terjadi antara P1 dan P2 dikarenakan faktor kehadiran orang ketiga dalam tuturan. Hal ini merupakan peralihan bahasa yang sering terjadi pada penutur dimana saja. pencampuran bahasa ini pula terjadi karena demi menghormati adanya penutur ketiga (P3), sehingga
P1 dan P2 beralih
menggunakan BI. Peristiwa percakapan di atas merupakan peristiwa percakapan yang terjadi di ruang Laboratorium yang dilakukan oleh tiga orang penutur. Penutur pertama (P1)
adalah seorang teman pasien pendonor dan penutur kedua seorang pasien pendonor darah (P2) kemudian penutur berikutnya adalah seorang pendonor yang hanya menguasai dua bahasa antaranya BI (P3). Percakapan berlangsung pada pukul 09:45 sampai pukul 10:37 terlihat akrab dan santai. Tujuan percakapan di atas yaitu tentang donor darah, yang awalnya bermula dari kekonyolan P1 yang mengatakan dengan penuh humor bahwa darah yang di donorkan oleh P2 memiliki virus berbahaya tetapi, P2 membantah apa yang disampaikan oleh P1 kemudian hadir penutur ketiga dengan bahasa yang berbeda, sehingga terjadilah pengalihan alih kode dari tingkat tutur BB ke tingkatan BI. Data 6 P1
P2
P1
P3 P1
P2
: Wey, kotaniu ti Lita Dinkes nikahnio guino salasa tayutayu, ouyo Undanganiu aakunaku, dogudup doyonguagi! (Wey, kalian tahu si Lita Dinkes pernikahanya malam selasa depan! Ada undangannya kalian sama saya, nanti besok saya bawah kemari!) : Ti Lita tam kareja adinaso kesehatan kundo! Dumonika dungani nitai, diila dungani taa totoyun tahuno sunangan dunganio? (Si Lita yang kerja di dinas kesehatan itu! menikah dengan siapa? tidak dengan yang tiga tahun pacaran dengannya?) : Diila, dunganilo tauno reok, eh kodoyo pertemuan hari ini, apa kita mulai saja? (Tidak, dengan orang Leok, eh bagaimana pertemuan hari ini, apa kita mulai saja?) : Mulai saja, emang apa ini yang disampaikan sebenarnya? : Ok kalau begitu! Begini, kemarin Ibu Maryati sampaikan sama saya kalau sebentar malam ada acara 40 hari di rumahnya jam 07:00, katanya mohon maaf tidak sempat buat undangan satu persatu, jadi hanya bisa diamanatkan kepada saya ,jadi kalau yang tidak berhalangan bisa hadir kerumahnya! : Oh, saya kira penyampaian apa eh! Ok pasti saya datang!
Peristiwa tuturan terjadi sebuah ruang keperawatan pada saat pertemuan singkat yang di lakukan oleh P1. Tuturan P1 di mulai dengan menggunakan BB pada awal tuturanya pada saat menyampaikan kabar pernikahan si Lita kepada lawan tuturnya, kemudian P1 beralih menggunakan BI ketika menjawab pertanyaan P2 yang kemudian membuka acara pertemuan singkat dengan maksud menyampaikan pesan yang di sampaikan oleh ibu Maryati kepada P1. Peristiwa alih kode yang di lakukan P1 karena adanya perubahan situasi yang awalnya situasi nonformal kemudian beralih ke situasi formal. Peristiwa alih kode pada perakapan di atas yang berlangsung pada pukul 10:07 sampai 11:47 yang dilakukan oleh tiga orang penutur. Data 7 P1 : Maa urusanon tiatia kai diapo mopanggato yaut onu! Kuanum koyaung mamo uruso kundo! (Pergi urus saja sekarang supaya belum terlalu tinggi matahari! Kau bilang kemarin mau urus hari ini!) P2 : Kuanilo diapo mojadi, dondo ako tilo nongirimagi sms! Diapo mojadi ai do gudup! soalio ti pak kapalano sikoya diauon! (Katanya belum jadi hari ini, barusan mereka kirim sms! katanya nanti besok! Soalnya si pak kepala sekolah tidak ada!) P3 : Permisi bu, atas nama ibu Jula? P1 : Iya ses, ada apa? P3 : Ibu dokter suruh ke ruangan skarang! P1 : Oh iya ses! Peristiwa tutur terjadi bermula dari tuturan P1 dan P2 yang menggunakan BB, karena kehadiran penutur lain atau penutur ketiga (P3) yang datang dengan menggunakan bahasa yang berbeda yaitu bahasa Indonesia (BI) kemudian P1 beralih menggunakan ke BI yang awalnya penutur bercakap dengan menggunakan BI. Peralihan kode yang terjadi pada percakapan di atas karena faktor situasi bahasa yang
di bawah oleh penutur lain yakni penutur ketiga (P3), sehingga terjadilah peralihat tingkat tutur dari nonformal ke informal atau dari bahasa Buol (BB) ke bahasa Indonesia (BI).
4.1.1.2 Bentuk Alih Kode Bahasa Buol (BB) dan Bahasa Bugis (BBg) Berikut merupakan data percakapan penggunaan bentuk alih kode BB ke BBg pada masyarakat pengunjung/pembesuk di lingkungan rumah sakit umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol yakni di lihat dalam dua bentuk percakapan, yaitu: 1) Bentuk Perpindahan Antarkode Bahasa Berikut percakapan bentuk perpindahan antarkode bahasa BB ke BBg, yakni sebagai berikut. Data 8 P1 : P2 :
P1
:
P2
:
P1
:
Tilo dagi maino tia Pa? (asli dari mana ini Pak?) Dagi Makasar kebetulano noroelon mea aripu, buayiku tilo aatia, bodu maafo tia Bu, iye halo engka mofaka di rumah saki‟e, iye cinapi u‟jokka kuro! Ok De marigaga! Walaikum salam! (Dari Makasar kebetulan sudah lama tinggal di Buol, istriku orang sini! mohon maaf ini Ibu! Iya halo, walaikum salam! masih di rumah sakit sekarang, iya nanti saya segera kesana! Ok tidak apa-apa! Walaikum salam!) Berarti noranjayon mobahasa buoy tia pak-e? (Berarti sudah lancar berbahasa Buol ini pak-e?) Hehe, diila boti moranjayo koyo, bu! Mopormisipo tia bu-e? (Hehe, tidak terlalu lancar juga, bu! Mau permisi dulu bu-e?) Oh, iyo!
Peristiwa percakapan di atas alih kode terjadi pada (P2) yang menggunakan kode BB kemudian beralih pokok pembicaraan karena tiba-tiba mendapat telpon dari penutur lain kemudian pembicaraan beralih tutur menggunakan BBg yaitu ‘dagi
Makasar kebetulano noroelon mea aripu, buayiku tilo aatia, bodu maafo tia Bu, iye halo engka mofaka di rumah saki‟e, iye cinapi u‟jokka kuro! Ok De marigaga! Walaikum salam!. (Dari Makasar kebetulan sudah lama tinggal di Buol, istriku orang sini! Mohon maaf ini Ibu! Iya halo, walaikum salam! masih di rumah sakit sekarang, iya nanti saya segera kesana! Ok tidak apa-apa! Walaikum salam!). Alih kode terjadi karena P2 yang tiba-tiba menerima telpon sehingga penutur beralih pokok pembicaraan dengan lawan tuturnya yang hadir menggunakan BBg, yang awalnya P2 menggunakan BB dalam tuturanya bersama P1. Hal ini terjadi karena ketidak sengajaan penutur kedua (P2) akan beralih tutur menggunakan BBg dalam tuturanya. Peristiwa percakapan terjadi di sebuah ruang tunggu pada rumah sakit umum Kabupaten Buol. Tuturan terjadi antara 2 orang penutur. Penutur pertama (P1) berprofesi sebagai Ibu rumah tangga sedangkan, penutur kedua (P2) sebagai kepala keluarga dari suku Bugis. Peristiwa percakapan berlangsung santai, sekitar pukul 11:23 sampai 11:54 wita. Tuturan dilakukan secara langsung dan tidak langsung antara penutur dan lawan tutur dalam bentuk peralihan antara BB ke BBg yang dilakukan penutur kedua (P2). Peristiwa peralihan bahasa di atas merupakan hal yang paling sering ditemukan pada setiap pengguna bahasa dimana saja demi kelancaran dalam setiap komunikasi yang akan disampaiknya kepada setiap lawan tuturnya, baik di lingkungan pergaulan, di lingkungan keluarga, masyarakat dan lain sebagainya.
Data 9 P1 :
Kongino suvu aaku teetu oto dungan ibu Siar! Kuanio nai koreonge acara gudup! (Tadi pagi saya satu mobil dengan ibu Siar! Katanya jangan lupa acara besok!) P2 : Pogumana nako aaku tandu moyako agi, eh sianna nemmama be‟ne‟na pak Salim? (Katakan saja saya pasti datang kesana, eh kapan melahirkan istri-nya pak Salim?) P1 : Sangadi wenni‟! (Kemarin dulu!) Peristiwa alih kode pada percakapan di atas terjadi pada penutur kedua yaitu seorang pegawai rumah sakit yang berprofesi sebagai perawat (P1) dan seorang ibu rumah tangga. Peristiwa tutur terjadi di sebuah halaman rumah sakit umum Kabupaten Buol, yang berlangsung pada 01:00 sampai 01:05. Alih kode terjadi dengan menggunakan BB kepada lawan tuturnya kemudian mengubah pokok pembicaraan dengan menggunakan BBg yaitu Pogumanan aaku tandu moyako agi, eh sianna nemmama be‟ne‟na Pak Salim?(Katakan saja saya pasti datang kesana, eh kapan melahirkan istri-nya pak Salim?). Peristiwa alih kode dalam bentuk perubahan pokok pembicaraan yang di lakukan P2 yang menggunakan BB ke dalam BBg, disebabkan karena P1 dan P2 merupakan penutur yang sebelumnya sudah saling kenal yang mampu menguasai lebih dari dua bahasa di antaranya BB dan BBg. P2 merupakan masyarakat suku Bugis yang telah lama menetap menjadi masyarakat suku Buol di Kabupaten Buol yang menguasai lebih dari dua bahasa, sehingga tidak mengherankan lagi kedua penutur sering mengganti atau mengalihkan bahasanya
demi kelancaran komunikasinya kepada lawan tuturnya. Hal ini dikarenakan faktor situasi penutur yang mengubah pembicaraan dari kode BB ke kode BBg. 2) Bentuk Perpindahan Antartingkatan Tutur Berikut analisis data percakapan bentuk perpindahan antartingkatan tutur BB ke BBg, yakni sebagai berikut. Data 10 P1 : Itaimoo giginit pak? (Siapa yang sakit pak?) P2 : Monugongu mogiginit! Too durawaton aruango VIP! (Mertuaku sakit! Itu sedang di rawat di ruangan VIP! P3 : Daeng, isuroki ri inorena kiruanganna makkukuwe! (Kakak, disuruh tante keruangan sekarang?) P2 : Magaki‟? (Ada apa?) P3 : De wissengi! (Tidak tahu!) Pada percakapan di atas alih kode terjadi karena masuknya penutur ketiga (P3) dalam proses tuturan. Pada awal percakapan di atas penutur pertama (P1) bermula dengan menggunakan BB, kemudian penutur kedua (P2) masih tetap mempertahankan BB, tiba-tiba hadirlah penutur ketiga (P3) dengan membawa kode bahasa lain yakni bahasa Bugis (BBg), sehingga terjadilah peralihan tinggkat tutur dari BB yang dilakukan penutur kedua (P2) dan akhirnya beralih ketingkat tutur BBg. Peralihan kode yang terjadi pada percakapan penutur kedua (P2) dikarenakan faktor kehadiran orang ketiga atau penutur ketiga (P3) dalam situasi percakapan. Pencampuran bahasa ini terjadi karena penutur kedua (P2) ingin menghormati adanya penutur ketiga (P3) yang datang dengan kode BBg. Peristiwa pencampuran BB dan
BBg dalam setiap tuturan tidak jarang ditemukan pada setiap kalangan masyarakat pengguna bahasa, yang secara sadar atau tanpa sadar melakukan pencampuran bahasa dalam setiap tuturannya. Peristiwa tersebut berlangsung pada pukul 09:45 sampai pukul 10:37. Data 11 P1 : Komonua oprasion? (Kapan di operasi?) P2 : Gudup agu diila motaya sih! (Besok kalau tidak salah sih!) P3 : Tennang bawanni, nappai yopperasi! Poko‟na pamega nabaca-baca doa! mamuare malemma mua! (Tenang saja, operasi tetap berlangsung! Pokok banyak- banyaklah berdoa! Semoga di mudahkan!) P2 : Iyo, Amiin! (Iya, amin!) Pada percakapan di atas alih kode terjadi karena masuknya penutur ketiga (P3) dalam percakapan yang membawa kode BBg. Yang awal percakapan di atas penutur pertama (P1) bermula dengan menggunakan BB, kemudian penutur kedua (P2) masih tetap mempertahankan BB, tiba-tiba penutur ketiga (P3) hadir dalam percakapan dengan membawa kode BBg, sehingga terjadilah peralihan tinggkat tutur dari BB kemudian beralih ketingkat tutur BBg. Peralihan kode yang terjadi pada percakapan di atas dikarenakan faktor kehadiran orang ketiga dalam tuturan. Hal ini merupakan peralihan bahasa yang sering terjadi pada penutur dimana saja . Pencampuran bahasa ini terjadi karena menghormati adanya penutur ketiga (P3) dalam peristiwa yang pada pukul 09:45 sampai pukul 10:37.
4.1.2
Bentuk Penggunaan Campur Kode pada Masyarakat Pengunjung/ Pembesuk di Lingkungan Rumah Sakit Umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol
4.1.2.1 Bentuk Campur Kode Bahasa Buol (BB) dan Bahasa Indonesia (BI) Berikut merupakan data percakapan penggunaan bentuk campur kode BB dan BI pada masyarakat pengunjung/pembesuk di lingkungan rumah sakit umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol yakni di lihat dalam beberapa bentuk percakapan yaitu. 1) Bentuk Campur Kode Kata Kata adalah satuan bebas yang paling kecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti, Keraf (dalam Kridalaksana 1990: 25). Berikut percakapan dalam bentuk kata, yaitu sebagai berikut. Data 12 P1
:
P2
:
P1
:
P2
:
P1
:
Ponganopo?aaku maa apotik paagi! (Makan dulu? Saya mau ke apotik dulu!) Sudayon! (Sudah selesai!) Nai koreonge monginum obat pokorutine! (Jangan lupa minum obat dikasih rutin!) Oh iyo, nai moroe aagi-e? (Oh iya, jangan lama juga-e? Iyo! (Iya!)
Peristiwa tutur di atas CK terjadi pada penutur pertama (P1) yang menyisipkan kata bahasa Indonesia (BI) dalam tuturanya yaitu pada kata „obat‟, yang jika dituturkan ke dalam bahasa Buol (BB) yaitu „peel‟. CK dilakukan penutur karena dirinya ingin memperjelas maksud kepada lawan tuturannya. Hal ini dikarenakan
faktor ketidaksengajaan atau dilakukan secara spontan oleh penutur, untuk kemudahan dirinya dalam berkomunikasi dengan lawan tuturnya. Data 13 P1 : Somburi aaku monginum peel nai aaku igia jarum susundik pokabutangu! (Lebih baik saya minum obat jangan saya di kasih jarum suntikan saya lari akan!) P2 : Mosuakiko, agu kunaku susundik sapi aamu diila mougo! (Parah kau, kalau saya suntikan sapi saja tidak takut!) Peristiwa tuturan di atas CK yang berbentuk sisipan BI di atas terlihat pada kedua penutur yaitu pada kata „jarum‟ yang jika dituturkan dalam BB yaitu „dudoum‟. Kata „jarum‟ atau „dudoum‟ adalah kata benda. Sedangkan pada tuturan berikut terlihat kata „sapi‟ yang jika dituturkan dalam BB yaitu „saapi‟ . Kata „sapi atau „saapi‟. CK yang terjadi di atas merupakan faktor kebiasaan penutur yang sering menggunakan dua bahasa dalam setiap komunikasi yang dituturkannya. CK dilakukan oleh penutur secara spontan dan refleks yang sering ditemukan di lingkungan rumah sakit umum maupun di lingkungan masyarakat lainnya. Data 14 P1 : Mamaino iko tii? (Mau kemana kau ini?) P2 : Dumaa ruango laboratoriumo mouruso kir dokter, ambilo maino ruango laboratorium-e? (Mau ke ruang laboratorium mengurus kir dokter, di sebelah mana ruang laboratorium- e?) P1 : Ambilo too, dupongoyomu kir dokter? (Di sebelah sana, kau bikin apa kir dokter? P2 : Pokonio ouyo too, aaku motitmuyon-e? (Pokoknya ada itu, saya duluan-e?)
Peristiwa tuturan CK di atas terjadi dalam bentuk kata BI terlihat pada penutur pertama (P1) dan penutur kedua (P2) yaitu menyisipkan kata ‘kir dokter‟ yang berasal dari BI, jika di tuturkan ke dalam BB yaitu „kiiro dokuter‟. Penyisipan kata ‘kir dokter‟ atau „kiiro dokuter‟ merupakan penyisipan bentuk kata benda. Peristiwa CK di atas terjadi karena faktor kebiasaan penutur yang terbiasa menggunakan BI atau sebagian besar penutur di temukan lebih menggunakan kata ‘kir dokter‟ yang berasal dari BI ketimbang menggunakan kata „kiiro dokuter‟ yang berasal dari BB. Hal ini, pula di lakukan agar penutur dapat mudah memahami yang di sampaikan oleh penutur dan lawan tuturnya, sehingga komunikasi berjalan dengan baik. Data 15 P1 :
Arif, dupo aatia? (Arif, kesini dulu?) P2 : Nongoyo bu? (Ada apa bu?) P1 : Nai koreonge gudup membersikan kundia-e? Norebuyon yaut tia! (Jangan lupa besok membersihkan ini-e? Sudah terlalu kotor ini!) P2 : Oh iyo, gudup aaku moyako aagi lebe auay! (Oh iya, besok saya datang kemari lebih awal!)
Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk kata BI dilihat pada tuturan penutur pertama (P1) yaitu pada kata ‘membersihkan‟ yang jika dituturkan dalam BB yaitu „mopokobirisi‟. Kata sisipan „membersihkan‟ atau „mopokobirisi‟ merupakan penyisipan kata kerja. CK terjadi karena dengan menggunakan sisipan BI dapat mempermudah penutur menyatakan maksud yang dituturkannya. Hal ini dikarenakan faktor kebiasaan penutur yang sering mencampurkan dua bahasa ke dalam
tuturannya, baik itu disengaja maupun tanpa sengaja oleh penutur itu sendiri mencampurkan kode bahasa dalam setiap tuturanya. Data 16 P1 : Kuani dokuter mengobati pakit duayom to inume peel! Kai pakit inggat mogongu! (Kata dokter mengobati luka dalam itu minum obat! supaya luka cepat kering!) P2 : O‟o tutu too, tia taaditi diila mogu yaut monginum peel, Kama oyo anduk! (Iya, betul itu, ini anak tidak mau sekali minum obat, tidak tahu apa maunya!) Peristiwa percajapan di atas CK dalam bentuk kata BI terlihat pada penutur pertama (P1) yaitu kata ‘mengobati‟ yang jika dituturkan dalam BB yaitu „mongunom‟. Sisipan kata ‘mengobati‟ atau „mongunom‟ merupakan sisipan kata kerja yang terjadi pada penutur pertama (P1). Peristiwa CK tersebut terjadi karena penutur merasa dengan menggunakan kata BI ke dalam tuturannya dapat mempermudah penutur untuk menjelaskan maksud dalam tuturanya dan juga di pengaruhi oleh kebiasaan penutur mencampurkan kode bahasanya agar lawan tuturnya merasa jelas dan mengerti dengan apa yang di sampaikan kepada lawan tuturnya. Peristiwa tersebut adalah hal yang paling sering ditemukan kepada masyarakat tutur yang menggunakan dua bahasa atau lebih bahasa dalam tuturannya. Data 17 P1 :
Potari aagi peel misagrip, meredahkan popeno unggakmu to! (Beli kemari obat mixagrif, meredahkan sakit kepalamu itu!) P2 : Anagi doakuyon tam talri obat, misagrip too, Ma? (Sini nanti saya saja yang beli obat obat ,mixagrif kan, Ma?) P1 : Iyo na, nai moroe koyo! (Iya nak, jangan lama juga!)
Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk sisipan BI terlihat pada penutur pertama (P1) yaitu kata ‘meredahkan‟ yang jika dituturkan ke dalam BB yaitu „mopokeredah‟. Sisipan kata „meredahkan‟ atau „mopokeredah‟ merupakan sisipan kata kerja yang di tuturkan oleh penutur. CK terjadi karena penutur merasa dengan menggunakan kata BI dalam tuturanya, dapat mempermudah penutur menyampaikan maksud dan tujuan dalam tuturanya, serta merupakan kebiasaan di lingkungan keluarga penutur yang sering menggunakan daerah dan bahasa Indonesia dalam setiap tuturan yang di lakukan penutur. Petistiwa CK tersebut terjadi di lingkungan rumah sakit umum yang dilakukan oleh kedua orang penutur yakni seorang Ibu rumah tangga dan seorang kakak dari pasien yang sedang mengalami sakit kepala. Data 18 P1 : Kodoyo monugongum tiatia? (Bagaimana mertuamu sekarang?) P2 : Alhamdulillah nopolrelon, koyaung nomuay jaamo 11! (Alhamdulillah, sudah baikan, kemarin keluar jam 11!) P1 : Ondo dumo uruso oyo tii? (Terus lagi urus apa ini?) P2 : Dumo menyelesaikan biayano perawatani tabunggeleku! (Lagi menyelesaikan biaya selama perawatannya orang tuaku!)
Peristiwa perakapan di atas CK terlihat pada penutur kedua (P2) yang menyisipkan kata BI yaitu pada kata „menyelesaikan‟ yang jika di tuturkan ke dalam BB yaitu „mopokoyaud‟. Sisipan kata „menyelesaikan‟ atau „mopokoyaud‟ merupakan penyisipakan kata yang berbentuk kata kerja. CK terjadi dikarenakan faktor penutur
yang ingin menyampaikan maksud dengan jelas kepada lawan tuturnya. Pada CK yang dilakukan penutur di atas merupakan hal yang sering terjadi pada masyarakat yang ada di lingkungan rumah sakit umum maupun di lingkungan masyarakat di Kabupaten Buol, yang dituturkan secara spontan atau tidak di sengaja oleh penutur demi memperlancar proses komunikasinya dengan lawan bicaranya. Data 19 P1 : Pogi sundikon? (Suruh suntik saja?) P2 : Tutu yaut, kai moinggat sehat! Kopianum abolreno mogiginit turus? (Betul sekali, supaya cepat sehat! Kau suka tinggal di rumah sakit terus!) P3 : Pongoyo aaku diila mogu! (Buat apa saya tidak mau!)
Peristiwa percakapan CK di atas terlihat pada penyisipan kata BI dalam yaitu pada kata„sehat‟, dan jika di tuturkan ke dalam BB yaitu „yuuri„, yang dilakukan oleh penutur kedua (P2) pada tuturanya. Kata yang di sisipkan ke dalam tuturannya merupakan bentuk penyisipan kata sifat. CK terjadi secara spontan oleh penutur karena maksud ingin meyakinkan lawan tuturnya, agar dapat mendengarkan pernyataannya. Hal ini dikarenakan faktor dalam lingkungan keluarga yang sering menggunakan atau menguasai dua bahasa dalam tuturanya. Data 20 P1 : Nongoyono lambat aagi iko? Konginopo aaku moguyat kunimu! (Kenapa lambat sekali kau? Dari tadi saya ada tunggu kau!) P2 : Noguyatopo oto moroe yaut! Amaino ruangano ti Suriani irawato? (Menunggu mobil lama sekali! Di mana ruangan si Suriani dirawat?) P1 : Aato ruango IGD! (Di ruangan IGD!)
Peristiwa perakapan di atas CK berbentuk sisipan BI terlihat pada penutur pertama (P1) yang menyisipkan kata ‘lambat‟ yang jika dituturkan ke dalam BB yaitu „aame‟. Sisipan kata BI yang dilakukan oleh penutur pertama (P1) di atas merupakan sisipan kata sifat yang secara spotan dilakukan oleh penutur. Hal ini, dilakukannya agar mempermudah penutur memperjelas pertanyaanya kepada penutur kedua (P2). CK terjadi di depan gerbang rumah sakit umum daerah Kabupaten Buol yang dilakukan oleh kedua remaja yang hendak membesuk seorang sahabat yang sedang dirawat di rumah sakit. Data 21 P1 P2
P1
: Ina katii! Kama ouyo kumalri banduongu! (Ibu kenapa! Barangkali ada yang bisa saya bantu!) : Oh, ruango pelayanano rawat inap kukundianon?soalio do kundia nagi arumah sakito! (Oh, ruang pelayanan rawat inap yang ini? Soalnya baru kali ini datang ke rumah sakit) : Iyo bu, kukundianon, tia bu tuturit! (Iya bu, yang in, ini bu tertulis!)
Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk kata BI dalam tuturan BB terlihat pada penutur kedua (P2) yaitu pada kata „rawat inap‟ yang berasal dari kata BI, jika ditururkan ke dalam BB yaitu „rawato inaap‟, Penyisipan bentuk ini merupakan penyisipan bentuk kata sifat. Peristiwa CK yang di lakukan penutur merupakan hal yang di lakukan secara spontan yang tidak di sadari penutur telah menggunakan campuran bahasa ke dalam tuturannya. Hal ini, bertujuan agar penutur dan lawan tutur saling memahami dan menghargai, sehingga tuturan terlihat akrab walaupun kedua penutur tidak saling kenal sebelumnya.
Data 22 P1 P2
P1
:
Ato sebelah maino tambato posamayangan atia-e? (Di sebelah mana tempat ibadah di sini-e? ) : Beebong!dom lewat balakango geduungo rehabili asi medik! Ondo moko tamo tambato posamayangano! (Sangat jauh, nanti lewat belakang gedung rehabli asi medik! baru bisa ketemu tempat ibadah!) : Oo boong koyo-e! (Oo, jauh juga-e!)
Peristiwa perakapan di atas CK berbentuk sisipan BI terlihat pada kata „sebelah‟ yang jika dituturkan ke dalam BB yaitu „ambilo‟. Penyisipan kata „sebelah‟ atau „ambilo‟ merupakan kata sisipan dalam bentuk kata sifat yang di tuturkan oleh penutur. Sedangkan CK juga terlihat pada penutur kedua (P2) yang menggunakan sisipan kata ‘lewat‟ yang jika di tuturkan ke dalam BB yaitu „nareb‟. Penyisipan kata ‘lewat‟ atau „nareb‟ merupakan penyisipan kata sifat atau kata keterangan. CK terjadi antara dua orang penutur yang menggunakan CK dalam bentuk kata BI dalam tuturan BB. Peristiwa CK tersebut di lakukan penutur demi mempermudah tuturannya untuk menyatakan maksud kepada lawan tuturnya. Hal ini terjadi karena faktor ketidaksengajaan penutur menyisipkan kata BB ke dalam tuturanya karena tuturan tersebut di lakukan secara spontan oleh penutur itu sendiri. Penyisipan CK dalam bentuk kata yang di lakukan penutur dalam tuturannya merupakan hal yang sering terjadi pada masyarakat tutur di lingkungan rumah sakit umum daerah Kabupaten Buol.
Data 23 P1 : Oyo sebab sambe tio noisilaka? (Apa sebab sampai dia celaka?) P2 : Nikiyumbakan motoro paaso amukano bolrenio! (tertabrak motor tepat didepan rumahnya!) P1 : Kaati koyo taaditi! (Kasihan juga ini anak!) Peristiwa percakapan di atas CK berupa bentuk kata BI terlihat pada kata „sebab‟ yang jika dituturkan ke dalam BB yaitu „sabaap‟. Kata ‘sebab’ atau ‘sabaap’ merupakan penyisipan dalam bentuk kata sifat yang di tuturkan oleh penutur pertama (P1). CK terjadi karena faktor ketidak sengajaan penutur yang dilakukannya secara spontan atau secara refleks, karena ingin menanyakan kejelasan kepada lawan tuturnya mengenai sebab kecelakaan yang terjadi pada anak sedang dilihatnya. Pencampuran yang terjadi merupakan hal yang sering terjadi pada setiap penutur yang berada di lingkungkungan rumah sakit umum Kabupaten Buol, yang dilakukan secara tidak di sengaja oleh penutur itu sendiri demi kelancaran komunikasinya kepada lawan bicaranya. Data 24 P1 : Monuyon aanakum skarango, Jula? (Berapa anakmu sekarang, Jula?) P2 : Goni duia, kumaane dan kubuayi! Iyo kunimu monu? (Masih dua, yang laki dan yang perempuan! Kalau kau punya berapa?) P1 : Goni duia koyo kuongu, kubuayi miinda! (Masih dua juga saya punya, perempuan semua!)
Pada peritiwa percakapan di atas CK dalam bentuk kata BI dapat dilihat pada kata sambung yaitu berupa sisian kata „dan‟ yang jika di tuturkan ke dalam BB menjadi kata “daan‟. Peristiwa CK ini dikarenakan salah satu faktor lingkungan dalam pergaulan yang sering menggunakan bahasa lebih dari satu atau bilingualisme, demi mempermudah dirinya menyatakan maksudnya kepada lawan tuturnya. 2) Bentuk Campur Kode Frase Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas, Ramlan (dalam Putrayasa 2007: 2). Berikut campur kode dalam bentuk frase dapat di lihat pada percakapan berikut ini. Data 25 P1 : Ida, Pa bolre agi nitanteemu, noyavungon pakain kotor! Pipie paagi diauon kuurion papamu! (Ida, pergi ke rumahnya tantemu, sudah banyak pakaian kotor! Cuci dulu tidak ada yang di pakai bapakmu?) P2 : Londrianon, ma eh! (Di loundri saja, ma eh!) P1 : Kuanum boi doi bodupuyutonagi! (Kamu kira uang tinggal di pungut kemari!) Peristiwa percakapan di atas CK terlihat pada penutur pertama yang menyisipkan kata frase BI yaitu dengan kata „pakaian kotor‟ yang jika di tuturkan kedalam BB yaitu „pakean morevbu‟. Penyisipan kata ‘pakaian kotor‟ atau „pakean revbu‟ merupakan penyisipan dari frase kata benda, yang tidak sengaja di selipkan oleh penutur ke dalam tuturannya. CK terjadi pada penutur dikarenakan faktor lingkungan dalam keluarga yang menjadi kebiasaan penutur yang sering menggunakan dua bahasa dalam tuturan di lingkungan keluarganya. Hal ini karena
penutur merasa dengan mencampurkan dua bahasa ke dalam komunikasi dapat mempermudah tuturan yang di gunakannya sehari-hari. Data 26 P1 : Aanaku goni umuru dua tahun ku buayi, naari duko tumuyan panyaki cacaro unggag tongo aakio! (Anak saya masih umur dua tahun yang perempuan, jadi ditumbuhi cacar air seluruh badannya!) P2 : Nipogi parakisamuyon kun dokuter? (Sudah kau suruh periksa sama dokter?) P2 : Sudayon kongino, too notitimunoyon ngamburing dungan tatiamo! (Sudah tadi, itu sudah duluan pulang dengan bapaknya!) Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk kata yang berbentuk frase terlihat pada penyisipan kata „dua tahun‟ yang jika tuturkan ke dalam BB menjadi ‘duian taahuno‟. CK dituturkan secara tidak sengaja oleh si penutur. Hal ini dikarenakan demi mempermudah penutur dalam berkomunikasi untuk mengutarakan pernyataannya kepada lawan bicaranya. Data 27 P1 : Kogui pestani Lia a kandanan niko undanganiko? (Tadi malam pestanya Lia di Kantanan dapat undangan kau?) P2 : O‟o ouyo, kodoyo poyako baju pesta diilauon! (Iya ada, bagaimana bisa pergi baju pesta tidak ada!) P1 : Katoo diila noguman kunaku, padahayo ouyo boduku peperei! (Kenapa tidak bilang ke saya, padahal ada bajuku yang lain!) P1 : Diadun kino pikirangu koyo! (Tidak sempat terpikirkan lagi!) Peristiwa percakapan di atas terdapat CK dalam bentuk penyisipan unsur frase benda BI yaitu pada frase „baju pesta‟ yang jika dituturkan ke dalam BB menjadi „bodu porame, yang dilakukan oleh penutur kedua (P2). Peristiwa CK terjadi karena
faktor ketidaksengajaan penutur. Dengan demikian CK juga karena faktor kebiasaan dalam lingkungan pergaulan yang sering menggunakan kata „baju pesta‟ dalam setiap tuturannya. Data 28 P1 : Katii, maino ti Uci? tio diila magi mongondong taantenio! (Kenapa, di mana si Uci? dia tidak datang melihat tante-nya?) P2 : Aato bolre niteangu aagi sedang memasak dungani utatio buayi! Doyaud tio moyako aagi kuanio! (Ada di rumah saya tinggal kemari sedang memasak dengan saudaranya perempuan! Sebentar dia datang katanya!) P1 : Ooh, kuangu kama diila moyako aagi tio! (Oh, saya kira tidak datang kemari dia!) Peristiwa percakapan di atas terjadi dalam bentuk penyisipan bentuk frase kerja yakni terlihat pada frase ‘sedang memasak‟ yang jika dituturkan ke dalam BB menjadi „dumo koyutu‟, yang dilakukan oleh penutur kedua (P2). CK terjadi karena faktor lingkungan keluarga yang hanya menguasai dua bahasa dalam tuturannya, karena
ingin
menyesuaikan
dengan
keadaan
berbahasa,
sehingga
dapat
mempermudah penutur mengungkapkan maksud yang disampaikanya kepada lawan tuturnya. Data 29 P1 : Maino utatum, nonganakon? (Mana saudaramu sudah melahirkan?) P2 : Too sedang melahirkan a ruango persalinano, pogile mosayamat kaati! (Itu sedang melahirkan di ruang persalinan, semoga selamat kasihan!) P1 : Oo, amiin pogile kaati! (Oo, amin semoga kasihan!)
Peristiwa percakapan di atas CK terjadi dalam bentuk penyisipan frase BI dalam bentuk kata kerja yaitu ‘sedang melahirkan‟ yang dituturkan ke dalam BB menjadi „dumo nganak‟ yang dilakukan oleh penutur kedua (P2). CK dilakukan penutur karena faktor ketidaksengajaan atau dilakukan secara spontan. Hal ini karena mempermudah penuturannya kepada lawan tuturnya. Data 30 P1
: Oyo kuanilo? (Apa kata mereka?) P2 : Kuanagi ni dokuter gejalano darah tinggi, diila mongoyo! (Kata dokter gejalah darah tinggi, tidak mengapa!) P1 : Diila mongoyo kodoyo? Roroe aako too mamojadi! (Tidak mengapa bagaimana? Lama kelamaan akan menjadi!) Peristiwa percakapan di atas CK terlihat pada penutur yang menyisipkan kata frase BI yaitu dengan frase ‘darah tinggi‟ yang jika di tuturkan ke dalam BB yaitu „dugumo panggat‟. Penyisipan kata „darah tinggi‟ atau „dugum panggat‟ merupakan penyisipan frase sifat atau keterangan yang sering di gunakan oleh penutur di lingkungan rumah sakit umum. CK terjadi karena penutur merasa dengan mencampurkan dua bahasa ke dalam tuturanya dapat mempermudah tuturannya. Hal ini, dikarenakan adanya faktor kebiasaan yang dilakukan penutur. Kata „darah tinggi‟ atau „dugumo panggat' dituturkan penutur kedua (P2) secara spontan dan refleks kepada lawan bicaranya. Hal ini pula merupakan kebiasaan yang sering ditemukan pada masyarakat tutur yang ada di lingkungan rumah sakit umum Kabupaten Buol.
3) Bentuk Campur Kode Baster Baster merupakan penyisipan yang berbentuk kata campuran menjadi serpihan dari bahasa yang dimasukinya. Berikut percakapan dalam bentuk baster yaitu sebagai berikut. Data 31 P1 : Mogile tuyung tia maari? aaya pagi unggag inumon aaku digayas doka-e? (Meminta tolong ini boleh? Ambilkan air minum saya di gelas besar-e?) P2 : Maari yaut! (Boleh sekali!) P1 : Mopokako yaut tia buyoko! (Haus sekali ini leher!)
Peristiwa percakapan di atas CK yang berbentuk baster yang menyisip pada penutur pertama (P1) di atas yaitu ‘digayas‟ yang berasal dari bentuk baster awalan di- pada kata „gayas‟. Awalan di- merupakan sisipan dari BI sedangkan kata „gayas‟ adalah sisipan dari BB. Kata „gayas‟ jika di tuturkan ke dalam BI yaitu „gelas‟ yang menyatakan suatu benda, sedangkan awalan –di‟ dalam BI yaitu menyatakan suatu tempat. CK terjadi pada penyisipan unsur di-. Hal ini terjadi karena penutur bermaksud agar lawan tuturnya dapat memahami apa yang di maksud oleh penutur tersebut. Data 32 P1 : Mama maino doi kupotalri peeli papa? (Mama mana uang dibelikan obatnya papa?) P2 : Too parakisanako dipupuji puyukanya mama kumo itom aduyaom taaso!” (Itu periksa kesana di kantung celananya mama warna hitam di dalam tas!)
Peristiwa tuturan di atas CK dalam bentuk penyisipan baster terlihat pada penutur kedua (P2) yang di sisipkan pada tuturanya yaitu ‘dipupuji‟ yang berasal dari bentuk baster dari awalan di- yang berasal dari BI dan pada kata „pupuji‟ berasal dari BB, pada penyisipan kata baster „dipupuji‟ jika di tuturkan ke dalam BI yaitu „dikantung‟. Kemudian CK dalam bentuk baster masih terjadi pada penutur pertama (P1) yaitu „puyukanya‟ yang berasal dari bentuk baster akhiran –nya yang berasal dari BI sedangkan kata „puyuka‟ berasal dari BB yang jika di tuturkan ke dalam BI yaitu „celana‟. Awalan di- menyatakan suatu tempat, sedangkan pada kata ‘pupuji’atau „kantung‟ termasuk nomina yang menyatakan suatu benda. Demikian pula pada bentuk baster akhiran –nya yang menyatakan kepunyaanya atau mengandung makna „milik‟, sedangkan „puyuka‟ atau „celana‟ yang menyatakan suatu benda yang menjadi milik si penutur. Peristiwa CK terjadi karena faktor kebiasaan penutur yang sering menggunakan dwibahasa atau dua bahasa ke dalam tuturannya. 4) Bentuk Campur Kode Perulangan Kata Perulangan kata maksudnya penyisipan perulangan kata ke dalam bahasa inti atau bahasa utama dari suatu kalimat. Berikut data percakapan dalam bentuk perulangan kata, yaitu sebagai berikut. Data 33 P1 :
Nongo durakayon minda anak- anak buayimu -e? (Sudah besar semua anak-anak perempuanmu-e?) P2 : Oo, kaati, diila korasaanak! (Oo, tidak terasa kesana!)
Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk sisipan perulangan kata dapat di lihat pada kata ‘anak- anak‟ yang berasal dari BI yang jika di tuturkan ke dalam BB yaitu „diti-diti, yang dituturkan oleh penutur pertama (P1).
CK di lakukan
penutur karena faktor kebiasaan yang ada di lingkungan masyarakat, maupun di lingkungan keluarganya. Penyisipan CK ini di lakukan untuk mempermudah penutur menyatakan kebanggaan kepada anak- anak dari seorang lawan tuturnya yang terlihat mulai tumbuh dewasa. Data 34 P1 :
Jula, aayambagi bodu dasteri mama kumoidu aduayom lamari abolre, doyoanako motoro? hati-hati koyo adoyan!” (Jula, ambil kemari baju dasternya mama warna biru di dalam almari di rumah bawa kesana motor? hati-hati juga di jalan!) P2 : Oh iyo, agu diila motapuyu kodoyo, ma? (Oh iya, kalau tidak didapat bagaimana, ma?) P1 : Dastero kugigilon! (Daster yang lain saja!) Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk penyisipan perulangan kata dapat di lihat pada kata ‘hati-hati‟yang berasal dari BI dan jika di tuturkan kedalam BB yaitu „pohati-haati‟. Sisipan kata ulang „hati-hati‟ yang di lakukan penutur pertama (P1), karena ingin menyampaikan pesan dengan jelas kepada lawan tuturnya agar lawan tuturnya dapat berhati- hati dalam perjalanan ke rumah. Dengan demikian CK terjadi karena faktor kebiasaan penutur di lingkungan keluarganya. Hal ini terjadi secara spontan agar lawan tuturnya dapat mendengarkan apa yang di sampaikannya. Data 35 P1 :
Kodoyo ti taante Ma? (Bagaimana si tante, Ma?)
P2 : P1 :
Oo, diila mongoyo, baik-baik to kaati ti taantemu! (Oo, tidak apa! baik- baik itu kasihan si tantemu!) Alhamdulilh kaati! (Alhamdulillah kasihan!)
Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk perulangan kata dapat di lihat pada penutur kedua (P2) yang menggunakan kata „baik- baik‟ yang berasal dari BI yang jika dituturkan ke dalam BB yaitu menjadi „pio- pio‟. Sisipan kata perulangan yang di lakukan penutur kepada lawan tuturnya karena karena faktor lingkungan dalam keluarganya yang sering menggunakan bahasa lebih dari satu bahasa. CK terjadi karena sudah menjadi hal biasa di lakukan penutur pada saat berkomunikasi dengan lawan tuturnya dengan menggunakan BB dalam tuturan di lingkungan keluarganya. Data 36 P1 : P2 : P1 :
Goni pagi-pagi mopotopodi, diila malri moko dugong susah! (Masih pagi-pagi berpangku dagu! Tidak boleh bikin tambah susah!) Ah, diilauo to! Memango kumo susayon koyo, duoyombo! (Ah, tidak ada itu! memang sudah susah begini, di apakan lagi!) Nai mosirita kodoto? (Jangan bicara seperti itu?)
Peristiwa percakapan
di atas CK dalam bentuk perulangan kata yang di
lakukan penutur terlihat lagi pada penutur pertama (P1) yaitu dengan menggunakan perulangan kata „pagi- pagi‟ yang berasal dari BI dan jika di artikan ke dalam BB yaitu menjadi ‘suvu-suvu‟. CK dalam bentuk penyisipan kata ulang di atas di lakukan penutur secara spontan karena tiba- tiba melihat lawan tuturnya yang sedang
berpangku dagu di dalam ruangan pasien rawat inap, yang tanpa di sadari penutur menyelipkan kata „pagi-pagi‟ dalam tuturanya. Hal ini di karenakan faktor lingkungan sehingga tidak mengherankan lagi bahasa yang di lakukan setiap penutur sering bercampuran. Dengan demikian karena keduanya sudah saling kenal dan mampu menguasai BB dan BI sehingga komunikasi yang di lakukan penutur tidak lagi menjadi masalah bagi penutur dan lawan tuturnya. 5) Bentuk Campur Kode Ungkapan atau Idiom Campur kode dalam bentuk ungkapan atau idiom adalah berupa penyisipan. Berikut data percakapan dalam bentuk ungkapan atau idiom, yaitu sebagai berikut. Data 37 P1 : Ajal manusia diila uwon tamtotau, taada nio dakoto minda! (Ajal manusia tidak ada yang tahu, semua pas ti kembali padanya!) P2 : Iyo tutu, taandanio rahasiano kayangan! (Iyo betul, semuanya rahasia tuhan!) Peristiwa tuturan CK dalam bentuk ungkapan atau idiom terlihat pada kalimat „ajal manusia‟ yang di sisipkan ke dalam ungskapan BB yang jika di ungkapkan ke dalam BB yaitu „ajalo maanusia‟. Sisipan berbentuk idiom tersebut di ungkapkan penutur kepada lawan tuturnya untuk memberikan nasihat bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati dan semua akan kembali kepada yang maha kuasa. Hal tersebut di lakukan penutur secara tidak sengaja atau secara spontan, di lakukan penutur pertama (P1) karena maksud ingin menguatkan lawan tuturnya menanggapi setiap yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Data 38 P1 : Dokuter kovu malri mongunom, tuhan yang menentukan taandanio! Nalri nai potayae dokuter! (Dokter hanya mengobati, tuhan yang menentukan semuanya!Jadi jangan salahkan dokter!) P2 : Naari pomikiropo agu mogoya tindakanno gigina! (Jadi pikirkan dulu kalau mengambil tindakan sendiri!) Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk idiom di atas dapat di lihat pada sisipan kata „tuhan yang menentukan‟ yang jika di ungkapkan ke dalam BI yaitu „kayangan taa monandu‟. CK dalam betuk idiom ini merupakan ungkapan yang berupa nasihat yang disampaikan kepada lawan tuturnya yang menyalakan dokter. Sisipan BI dalam bentuk ungkapan atau idiom yakni „tuhan yang menentukan‟ yaitu dilakukan penutur dalam tuturannya karena dirinya percaya bahwa tuhanlah yang memiliki kekuatan melebihi dari segalahnya. Dengan demikian CK tersebut terjadi secara spontan dan refleks di lakukan penutur untuk meyakinkan lawan tuturanya agar tidak berpikiran negatif terhadap seorang dokter. 6) Bentuk Campur Kode Klausa Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat baik disertai objek, pelengkap, keterangan ataupun tidak, Ramlan (dalam Putrayasa 2006: 2). Berikut data percakapan dalam bentuk ungkapan atau idiom, yaitu sebagai berikut. Data 39 P1 : Nokoponuyon kaati taaitoyu tidak tau kapan mopuli! (Bikin sayang kasihan orang tuaku tidak tahu kapan sembuh!) P2 : Sabaro ina pogile du‟a tayutayu kayangan! Pogile taitoyum inggat mopuli! (Sabar bu, minta doa menghadap tuhan! Semoga orang tuamu cepat sembuh! P1 : Amiin!
(Amin!) Peristiwa tutur CK di atas dalam bentuk penyisipan klausa terlihat pada penyisipan ‘tidak tau kapan‟ yang berasal dari BI yang jika di tuturkan ke dalam BB yaitu „diila kotauan komonu‟. Bentuk CK ini dilakukan penutur secara spontan sehingga penutur tidak menyadari bahwa tuturan yang di sampaikannya telah menggunakan dwibahasa dalam tuturan penutur pertama (P1). Hal tersebut terjadi karena penutur ingin menyampaikan masalah kesedihanya mengenai orang tuanya kepada lawan tuturnya yang belum juga sembuh dari sakitnya, kepada lawan tuturnya yang merupakan seorang ibu rumah tangga yang menjadi bagian dari keluarganya. Peristiwa CK terjadi di sebuah ruang pasien rawat inap di rumah sakit umum Kabupaten Buol. Data 40 P1 : Noperelon nako tii, kogui niampalio ulango undungio inggat ditangani dokter agu diila kama diaduyon tiatia! (Sudah membaik sekarang, tadi malam di ampal ulang untung saja cepat ditangani dokter kalau tidak, kemungkinan sudah tidak ada sekarang!) P2 : Nai mogopat kodoto! Posabaro! (Jangan bicara begitu! Yang sabar!)
Peristiwa CK dalam bentuk penyisipan klausa di atas dapat di lihat pada penyisipan ‘ditangani dokter‟ yang merupakan tuturan dari BI, jika di tuturkan ke dalam BB yaitu „nitaangani dokuter‟. Hal ini terjadi karena faktor ketidak sengajaan penutur pertama (P1) yang menyampaikan kepada lawan tuturnya, bahwa masalah yang di hadapi orang tuanya semalam untung saja cepat di tangani doter. Peristiwa
CK ini seringkali terjadi pada kelompok keluarga di lingkungan rumah sakit umum yang memiliki masalah suka maupun duka pada sanak keluarganya, sehingga penutur yang bersangkutan sering mengeluhkan masalahnya kepada orang lain atau orang terdekatnya, tentunya menggunakan bahasa yang sering bercampuran dengan bahasa lain, baik itu di sadari penutur maupun tidak di sadari penutur menggunakan CK dalam setiap tuturanya.
4.1.2.2 Bentuk Campur Kode Bahasa Buol (BB) dan Bahasa Bugis (BBg) Berikut merupakan data percakapan penggunaan bentuk campur kode BB dan BBg pada masyarakat pengunjung/pembesuk di lingkungan rumah sakit umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol yakni di lihat dalam beberapa bentuk percakapan, yaitu: 1) Bentuk Campur Kode Kata Berikut data percakapan yang membahas bentuk kata BBg di dalam tuturan BB, yaitu sebagai berikut. Data 41 P1
: Daeng ni inputumon data koyaung? (Kakak sudah kau input data kemarin?)’
P2
: sudayon! (Sudah!)
Peristiwa percakapan di atas, CK dalam bentuk kata sisipan BBg dapat di lihat pada penyisipan kata „daeng‟ yang berasal BBg, jika di tuturkan ke dalam BB yaitu „guguyang‟ dan jika diartikan ke dalam BI yaitu menjadi „kakak‟ yang merupakan
penyisipan kata orang atau benda. Ck dilakukan oleh penutur pertama (P1). Hal ini dilakukan penutur karena kebiasaan penutur di suku Bugis ketika menyapa yang lebih tua dari mereka menggunakan kata „daeng‟ dalam BBg yang berati „kakak‟. Dengan demikian karena kedua penutur sudah saling mengenal, sehingga tidak mengherankan kedua penutur mudah memahami maksud dari setiap tuturan yang disampaikan oleh setiap mitra tutur. Data 42 P1 P2 P1
: Maino ti ambo, nonganon tio? (Mana si bapak, sudah makan dia?) : Nonganon kuanio kongino, nongano aato sentral tio! (Sudah makan katanya tadi, makan di sentral dia!) : Oo, kuangu tia ambo‟mu diapo nongaan! (Oo, saya kira ini bapakmu belum makan!)
Peristiwa percakapan di atas, CK dalam bentuk kata terlihat pada kata ‟ambo‟ yang berasal dari BBg, jika di tuturkan ke dalam BB yaitu menjadi „taaitoy‟ dan kemudian jika diartikan kedalam BI yaitu menjadi „bapak‟. CK terjadi karena faktor kebiasaan dalam keluarga yang berasal dari suku Bugis yang telah menetap lama di Kabupaten Buol yang sering menggunakan dua atau lebih bahasa dalam setiap tuturanya dalam komunikasi sehari-hari dengan masyarakat tutur suku Buol. Data 43 P1 :
Koyaung dovu onu aaku abola‟mu? (Kemarin sore saya ke rumahmu?)
P2
:
Katoo diila no SMS koyaung, diila a bola‟ aaku to! (Kenapa tidak SMS kemarin, tidak di rumah saya itu!)
Peristiwa CK bentuk penyisipan BBg dalam sisipan kata benda di atas terlihat pada kata „bola‟ yang jika di tuturkan ke dalam BB yaitu „bolre‟ , kemudian jika di artikan ke dalam BI yaitu menjadi kata „rumah‟. CK dilakukan penutur di karenakan faktor kebiasaan yang terjadi di lingkungan keluarga yang merupakan masyarakat pengunjung/ pembesuk orang sakit di rumah sakit umum Kabupaten Buol, yang sering mencampurkan bahasanya, dengan tujuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan bahasanya. Data 44 P1 : Katii? (Kenapa?) P2 : Mallajang turuso aaku tia, monganduk kovu diila malri mokopoyong! (Menguap terus saya ini, mengantuk tapi tidak bisa tertidur!) P1 : Pokonio poyongepo? (Pokoknya tidur dulu?)
Peristiwa tuturan CK di atas yang berbentuk sisipan kata BBg terdapat pada kata ‘mallajang‟ yang berasal dari BBg, jika dituturkan ke dalam BB yaitu menjadi „moguab‟, kemudian diartikan ke dalam BI yaitu menjadi kata „menguap‟. CK dalam bentuk sisipan kata tersebut terjadi karena ditandai dengan masuknya unsur BBg ke dalam tuturan BB. Penggunaan BBg pada penutur kedua (P2) dikarenakan agar mempermudah komunikasinya kepada lawan tuturnya. Data 45 P1 : Diapo noyaud urusanum? (Belum selesai urusanmu?) P2 : Diapo, nalri pusingio unggakaku! (Belum, jadi pusing kepalaku!)
P1 :
Pokomonu aamu pourusanako, malomo yaut too! (Berapa lama diurus akan, mudah sekali itu!) P2 : Ih, kuanumo koyo! (Ih, kau kira ini!) Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk kata dapat di lihat pada kata ‘malomo‟ yang jika di tuturkan ke dalam BB yaitu „gambang‟ dan jika di artikan ke dalam BI yaitu „mudah. Ck terjadi faktor ketidak sengajaan penutur atau di lakukan secara spontan oleh penutur. Hal ini karena ditandai masuknya unsur BBg ke dalam penutur pertama (P1) karena ingin mempermudah dirinya sendiri dalam menyatakan maksudnya kepada lawan tuturnya. 2) Bentuk Campur Kode Frase Berikut data percakapan dalam bentuk CKF BBg di dalam tuturan BB, antara lain sebagai berikut. Data 46 P1 :
Ondonge paagi dombeti mama abolre? (Lihat kemari dompetnya mama di rumah?) P2 : Dutian aduayom karanjeng maloppo a lamari! (Cari di dalam keranjang besar di almari!) P1 : Agu diila motapuyu Ma? (Kalau tidak saya dapat, Ma?) P2 : SMS-e agi ti mama! (SMS kemari si mama!) Peristiwa percakapan di atas terdapat CK terdapat pada penutur kedua (P2) yaitu pada kata yang berbentuk frase yaitu kalimat „karanjang malopo‟ kalimat tersebut merupakan penyisipan BBg, yang jika dituturkan kedalam BB „karanjing doka‟ , kemudian jika di artikan kedalam BI yaitu „keranjang besar‟. Hal ini
diakibatkan karena faktor lingkungan yang memiliki berbagai macam bahasa dan suku di tambah lagi kebiaasan dalam menggunakan kata „karanjang molopo‟ dalam lingkungan keluarga. Data 47 P1 : Kukundinon, kumoko pope matomu! (Sudah ini dia, yang buat sakit matamu!) P2 : Oyo too, ma? (Apa itu, ma?) P1 : Nai kabiasae maluru mannennung moporikid, tiino moko guyat matomu! (Jangan kebiasaan sering membaca berbaring ini bikin rusak matamu!) Pada peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk frase dalam BBg yang dilakukan penutur pertama (P1) yaitu pada frase ‘maluru mannennung‟ yang jika dituturkan kedalam BB yaitu menjadi „gitetek mobaca‟, kemudian jika di artikan kedalam BI yaitu „sering membaca‟. CK terjadi karena farktor ketidak sengajaan yang dituturkan secara spontan dan refleks oleh penutur kepada lawan tuturnya. Data 48 P1 : Koyaung aaku nokotamoo dungani Asis aato kandor dinas! (Kemarin saya bertemu dengan Asis di kantor dinas!) P2 : Aa iyo, kodoyoyon habari too taadi -e! (Aa Iya, bagaimana sudah kabarnya itu anak-e?) P1 : Ee tii, malampe sunge‟ goni dondo aako isebutan tanguio, taunio ouoyon atii! (Ee itu, panjang umur masih baru disebut namanya, orangnya sudah ada disini!) P2 : Maino? (Mana?)
Peristiwa percakapan di atas terdapat pada penutur pertama (P1), CK dalam bentuk frase BBg yaitu pada frase ‘malampe sunge‟‟ yang jika dituturkan ke dalam BB yaitu menjadi „moyanggat uumur‟, kemudian diartikan ke dalam BI yaitu „panjang umur‟. CK terjadi karena di tandai dengan masuk unsur BBg ke dalam tuturan penutur pertama (P1) dalam tuturan BB, peristiwa CK tersebut karena ketidaksengajaan penutur atau dilakukannya secara spontan dan refleks, karena melihat yang di ceritakannya sudah ada di depan matanya. 3) Bentuk Campur Kode Baster Berikut data percakapan dalam bentuk CKB BBg di dalam tuturan BB, antara lain sebagai berikut. Data 49 P1
: Anakitai to diriwa kunii Bu Irna? (Anaknya sapa dipangku sama Bu Irna?) P2 : Oo anakio! (Oo Anaknya!) Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk baster di lihat pada kata „diriwa‟ yang jika dituturkan ke dalam BB yaitu menjadi „nipanggu, kemudian di artikan ke dalam BI menjadi „dipangku‟ yang menggunakan bentuk baster awalan diyang berasal dari BI dan disambung ke dalam BBg „riwa‟. Kemudian jika di tuturkan ke dalam BBg bentuk baster awalan di- jika dituturkan kedalam BBg menjadi awalan i- ,kemudian disambung menjadi „riwa‟ yang berasal dari BBg. CK dalam bentuk baster dilakukan karena faktor ketidaksengajaan penutur pertama (P1). Hal ini, dilakukannya bertujuan agar mitra tuturnya memahami apa yang ditanyakanya
kepada lawan tuturnya, sehingga penutur tidak menyadari bahwa tuturan yang dituturkanya telah tercampur dalam bentuk BBg ke dalam tuturan BB. 4) Bentuk Campur Kode Perulangan Kata Berikut data percakapan dalam bentuk CKPK BBg di dalam tuturan BB, antara lain sebagai berikut. Data 50 : Diila mogiginit tio ya‟jai peema too gugutuanio-e! (Tidak sakit dia pura- pura lagi itu kerjaannya!) P2 : Wee, tutu mogiginit tio kaati, iko tii! (Wee, betul sakit dia kasihan, kau ini!) P1 : Yah, kotanun tio kodoyo! (Yah! taulah dia bagaimana!) P1
Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk perulangan kata dapat di lihat pada pentur pertama (P1)
yang menyisipkan perulangan kata „ya‟jai‟ dalam
tuturanya yang berasal dari BBg, jika di tuturkan ke dalam BB menjadi „Pogugutu‟ kemudian jika di artikan ke dalam BI yaitu „pura- pura‟. CK dalam bentuk sisipan perulangan kata yang di lakukan penutur karena faktor kebiasaan penutur yang sering menyisipakan BBg ke dalam tuturanya. Hal ini, dikarenakan penutur di lingkungan keluarganya sering menggunakan BBg setiap komunikasi yang di lakukanya karena ingin menyesuaikan kondisi bahasa yang sering di gunakan di lingkungan rumah sakit umum yang sering menggunakan BB, sehingga tidak jarang bahasa yang di komunikasikannya sering tercampur dengan sisipan dari BBg. Peristiwa CK ini
dilakukannya karena penutur mampu menguasai lebih dari dua bahasa di antaranya bahasa Buol (BB). Data 51 P1 : Kui ketikum noyaudon? (Yang kamu ketik sudah selesai?) P2 : Diapo lanjute paako, aaku pope tian! (Belum lanjutkan dulu, saya sakit perut!) P1 : ih, melo mogutu alasano iko ti? (Ih,Wey, lagi- lagi bikin alasan kau ini?) P2 : Diila kaati oo! (Tidak kasihan oo!) Peristiwa percakapan di atas Ck dalam bentuk sisipan BBg perulangan kata dapat di lihat pada penutur pertama (P1) yang menggunakan sisipan perualangan kata ‘melo‟ yang berasal dari BBg, yang jika dituturkan ke dalam BB menjadi „toditodipo‟, kemudian jika di artikan ke dalam BI yaitu ‘lagi-lagi. CK di lakukan karena faktor lingkungan dalam pergaulan, karena kedua penutur sudah saling mengenal dan mampu menguasai lebih dari dua bahasa, sehingga penutur dan lawan tutur tidak memperhatikan bahasa yang di gunakan telah tercampur dengan BBg dalam tuturan BB. 5) Bentuk Campur Kode Ungkapan atau Idiom Berikut data percakapan bentuk CKUI BBg di dalam tuturan BB, antara lain sebagai berikut. Data 52 P1 : Oh, kaati nden susayon tia tutumuyu! (Oh, kasian sangat susah ini hidupku!) P2 : Kokodotoono tutumuy ouyo kalanio ri yase‟ kadang koyo apanau! (Sabar! Sudah begitu hidup ada kalanya di atas kadang pula di bawah!)
Peristiwa percakapan di atas CK dalam bentuk ungkapan atau idiom terlihat pada penutur yang menyisipkan CK dalam bentuk ungkapan atau idiom terlihat pada kata „ri yase‟ yang jika di dituturkan ke dalam BB yaitu menjadi „adulri‟ kemudian jika diartikan ke dalam BI yaitu menjadi „di atas‟. Hal tersebut di lakukan penutur secara spontan dan refleks untuk menyatakan maksudnya kepada lawan tuturnya sehingga penutur tidak menyadari bahwa telah menggunakan sisipan BBg ke dalam tuturanya. Dengan demikian, CK tersebut merupakan nasihat yang dituturkan oleh penutur kedua (P2) untuk disampaikan kepada lawan tuturnya penutur pertama (P1) yang mengeluh dengan kehidupannya. 6) Campur Kode Dalam Bentuk Klausa Berikut data percakapan dalam bentuk CKKL BBg di dalam tuturan BB, antara lain sebagai berikut. Data 53 P1 : Dagi komonu irujuko, ondo irujuk dako maino kaati ti Salu? (Dari kapan di rujuk, terus di rujuk ke mana kasian si Salu?) P2 :
Dagi iwenni arewengna kuanio irujuko dako Makasar! (Dari kemari sore katanya dirujuk ke Makasar!)
Peristiwa percakapan di atas CK terjadi dalam bentuk klausa dapat di lihat pada penyisipan kata ‘iwenni arewengna‟ yang berasal dari BBg, jika dituturkan ke dalam BB yaitu menjadi „dagi koyaung dovuonu‟ jika di artikan ke dalam BI yaitu „dari kemarin sore‟ yang tuturkan oleh penutur kedua (P2) merupakan penyisipan yang berbentuk klausa yang tersusun dalam subjek, predikat, objek. CK terjadi karena faktor ketidaksengajaan atau di lakukan penutur secara spontan karena kedua penutur
yang telah kenal sebelumnya yang berasal dari suku Bugis yang sering menggunakan lebih dari satu bahasa ketika berinteraksi dengan penutur lain. Hal ini sering terjadi kepada siapa saja, yang bahkan tidak pernah mempedulikan bentuk bahasa yang di gunakannya, karena ingin menyesuaikan dengan mitra bicaranya yang menggunakan bahasa lain dalam tuturannya, sehingga kadang sering mencampurkan bahasanya dengan bahasa yang mudah di pahami oleh mitra tutur lainya. Peristiwa CK yang terjadi di atas biasanya banyak terjadi pada masyarakat pendatang yang telah lama menetap di Kabupaten Buol sehingga ingin menyesuaikan diri dengan bahasa yang lain, sehingga bahasa yang di gunakannya sering bercampuran atau di alihkan ke dalam bahasa yang mudah di pahami oleh penutur dan lawan tutur.
4.2 Pembahasan 4.2.1
Bentuk Penggunaan Alih Kode di Lingkungan Rumah Sakit Umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol Daerah Buol memiliki bahasa tersendiri dalam berinteraksi dengan
masyarakat suku Buol lainnya. Seperti halnya dengan daerah lain yang memiliki bahasa daerah tersendiri yang patut dipelihara dan di jaga oleh masing-masing penutur di daerah tersebut. Dari kesadaran masyarakat keberadaan bahasa tersebut sehingga bahasa yang menjadi bahasa persatuan pada daerah tertentu tidak akan hilang dan punah. Dengan demikian, hadirnya kelompok-kelompok masyarakat dari berbagai suku yang ada di Kabupaten Buol dan menetap di lingkungan bahasa yang yang memiliki bahasa tersendiri dalam berkomuniksasi dengan masyarakat yang
lainya. Sehingga menjadikan penutur tersebut sering peralihan bahasa atau mengganti bahasanya ke bahasa yang lain, dikarenakan seorang penutur ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan bahasa yang baru ditempatinya. Dalam hal ini masyarakat di lingkungan rumah sakit umum, sering menggunakan satu atau lebih bahasa dalam tuturannya bersama penutur yang akan ditemuinya. Sehingga terjadilah pergantian atau perpindahan bahasa yang digunakannya yakni dari satu kode bahasa, ke kode bahasa yang lainnya. Dengan demikian, hal ini disesuaikan dengan teori yang dikemukakan oleh Rahardi, bahwa dalam bentuk alih kode adalah berupa perpindahan antar kode bahasa dan antartingkatan tutur pada analisis data percakapan yang dikemukakan dalam aspek penelitian ini. Oleh karena itu, penyesuaian antara teori yang ada dengan penelitian ini bahwa pada bentuk perpindahan antar kode bahasa dan antartingkatan tutur ini, merupakan peralihan bahasa yang sering digunakan oleh masyarakat tutur di lingkungan rumah sakit umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol yakni, pada pengunjung/pembesuk orang sakit di rumah sakit umum Kabupaten Buol. Berdasarkan hasil penelitian penggunaan dua bahasa pada data percakapan alih kode, terjadi ke dalam beberapa bentuk peralihan bahasa yang digunakan oleh masyarakat pengunjung/ pembesuk orang sakit di rumah sakit umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol yang diklasifikasikan kedalam dua bentuk peralihan bahasa yaitu bahasa Buol yang beralih ke bahasa Indonesia, dan bahasa Buol yang beralih ke bahasa pada masyarakat tutur yang menguasai dua atau lebih bahasa di rumah sakit umum daerah Kabupaten Buol.
4.2.2
Bentuk Campur Kode di Lingkungan Rumah Sakit Umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol Pada lingkungan yang sifatnya multilingual banyak hal yang dapat kita lihat
dari aspek pencampuran bahasa yang digunakan oleh masyarakat pengunjung/ pembesuk di rumah sakit umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol yang mencampurkan bahasanya ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda, disesuikan dengan teori yang digunakan oleh Suwito (dalam Pateda dan Yeni), bahwa campur kode dibagi ke dalam bentuk kata, frase, baster, perulangan kata, ungkapan atau idiom, dan klausa. Oleh karena itu, teori yang kemukakan oleh Suwito (dalam Pateda dan Yeni), merupakan teori yang digunakan oleh peneliti dalam mengungkapkan bentuk campur kode pada masyarakat pengunjung/pembesuk di lingkungan rumah sakit umum Kabupaten Buol. Berdasarkan hasil penelitian, pada data percakapan campur kode, terlihat bahwa bentuk pencampuran bahasa pada masyarakat tutur di lingkungan rumah sakit umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol, sebagian besar merupakan masyarakat pendatang dari berbagai suku, salah satunya yaitu masyarakat suku Bugis yang sering pula pencampuran bahasa dari kode bahasa yang satu ke bahasa yang lain yakni bahasa Buol dan bahasa Indonesia, bahasa Buol dan bahasa Bugis.
4.2.3
Faktor- Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Penggunaan Alih Kode dan Campur Kode di Lingkungan Rumah Sakit Umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol
4.2.3.1 Faktor- Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Alih Kode Dalam berbahasa, kita tentunya akan menemukan situasi yang formal dan nonformal. Situasi formal yang mengacu pada tuturan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat, lingkungan pekerjaan, baik dalam proses belajar mengajar, pertemuan rapat, kegiatan resmi lainnya. Sedangkan untuk situasi nonformal mengacu pada tuturan yang terjadi di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat seperti tuturan antara suami istri, anak dan orang tuanya, teman dalam lingkungan pergaulannya dan di luar dari kegiatan resmi lainnya. Oleh karena itu, yang menyangkut pada data percakapan sebelumnya yakni mengenai alih kode bahwa yang terlihat pada data percakapan masyarakat pengunjung/pembesuk orang sakit di rumah sakit umum Kecamatan Biau Kabupaten Buol dipengaruhi oleh adanya faktor perubahan situsi tutur dan perubahan pokok pembicaraan di karenakan penutur teringat sesuatu yang belum sempat di kerjakannya. Hal ini pula, bahwa peralihan bahasa yang dipaparkan di dalam data percakapan masyarakat pengunjung/pembesuk orang sakit di rumah sakit umum mengenai peralihan kode bahasa juga di pengaruhi oleh hadirnya orang ketiga dalam pembicaraan, biasanya orang pertama dalam pembicaraan beralih menggunakan bahasa yang di kuasai orang ketiga, karena untuk menetralisasi atau untuk menghormati hadirnya orang ketiga tersebut.
4.2.3.2 Faktor- Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Campur Kode Dalam kehidupan sehari- hari masyarakat di lingkungan rumah sakit umum menggunakan bahasa lebih dari satu bahasa yang di sebut sebagai bilingulisme. Yang telah di jelaskan pada data sebelumnya, bahwa penyebab terjadinya campur kode yang di gunakan masyarakat di lingkungan rumah sakit umum, yakni di pengaruhi oleh keadaan lingkungan berbahasa yang sering mencampurkan bahasa dari kode yang satu ke kode yang lain. Demikian pula, hal ini disebabkan oleh kebiasaan penutur yang sering menggunakan lebih dari dua bahasa, sehingga ragam bahasa yang di gunakannya sering bercampur dengan unsur-unsur bahasa yang lain. Pada data percakapan sebelumnya, yang membahasa tetang faktor yang mempengaruhi campur kode yaitu karena adanya kebiasaan berbahasa yang di bawah dari kebiasaan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, pergaulan yang sering menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah. Salah satu contoh yang menjadi kebiasaan di lakukan masyarakat tutur di lingkungan rumah sakit biasanya di warnai oleh beberapa faktor kebiasaan yang sering kali di dengar di lingkungan rumah sakit umum, salah satunya yaitu, seperti kata dokter, suster, obat, jarum, sehat, dan lain sebagainya. Hal ini, menggambarkan bahwa kata- kata yang di ambil peneliti tersebut merupakan suatu kebiasaan penutur dalam berkomunikasi di lingkungan rumah sakit umum Kabupaten Buol. Campur kode yang digunakan oleh masyarakat pengguna jasa atau pengunjung/pembesuk orang sakit di rumah sakit umum, juga dapat dilihat melalui tingkat pendidikan yang berbeda pada tutur masyarakat penutur itu sendiri. Misalnya
seorang dokter bercakap bersama seorang ibu rumah tangga, seorang pasien bercakap bersama seorang pembesuk yang memiliki gelar seorang guru, seorang ibu rumah tangga bercakap bersama anaknya, seorang istri bercakap dengan suaminya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan tingkat sosial atau kedudukan seseorang, sehingga cara tutur yang digunakanya setiap penutur memiliki perbedaan pada bahasa yang digunakanya.