BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Narasumber Menulis berita bagi wartawan adalah pekerjaan sehari-hari, dan selalu dilakukan selama status wartawan masih melekat pada diri mereka. Bagi seorang wartawan, terutama media cetak, gaya penulisannya biasanya dipengaruhi oleh media masing-masing. Karakterisktik dan ideologi dari medianya, hampir pasti menjadi napas dalam setiap tulisannya. Maka tulisan seorang wartawan biasanya akan selalu melekat, walau berganti-ganti media namun ada gaya yang tak mungkin hilang. Hal inilah yang bisa menjadi sumber data, untuk penelitian ini. Gaya penulisan yang selalu sama dan tidak berubah, bisa jadi mendadak hilang dan tulisan sang wartawan jauh berbeda dari kebiasaannya. Ada beberapa faktor yang bisa membuat wartawan, melupakan karakteristiknya sendiri. Salah satunya adalah adanya masukan, dari kawan sesama jurnalis berupa naskah berita yang diliput bersama-sama tapi belum sempat dibuat oleh dirinya sendiri. Hal inilah yang menarik untuk diteliti lebih jauh, untuk mencari tahu apakah dalam praktek jurnalistik kejujuran itu masih menjadi raja dan harus selalu dijunjung tinggi. Namun dalam pengamatan yang dilakukan di 3 koran lokal kota Solo, yaitu Solopos, Radar Solo, dan Harian Joglosemar, seringkali ditemukan kemiripan berita yang dimuat. Kemiripan muncul terutama di bagian Judul, sudut pandang berita, hingga kutipan wawancara. Tentu hal ini sangat menarik, mengingat media cetak seharusnya memiliki agenda setting yang berbeda satu sama lain, karena memang berbeda kepentingan dalam memuat satu berita. Namun dengan adanya kemiripan ini maka agenda setting yang dimiliki adalah sama dan tidak memiliki perbedaan dalam melakukan framing dari satu peristiwa yang pada akhirnya dimuat dalam koran. Penelitian ini melakukan wawancara, kepada mereka yang terlibat dalam proses produksi berita. Mereka diambil sebagai sampel, yang dianggap mewakili untuk menjawab pertanyaan penelitian yang utama, yaitu bagaimana proses produksi berita di media cetak dari mulai peliputan hingga naik cetak. Sampel terdiri dari enam orang, tiga orang posisi redaktur dan tiga orang posisi reporter. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dari dua orang pegawai humas, dari pemerintah kota Surakarta dan pemerintah kabupaten Karanganyar. Sampel dipilih untuk mewakili pihak komunikator dan komunikan, yaitu dari media massa dan pembaca Koran. Reporter dan redaktur
adalah orang yang paling berperan, atas produksi berita di media cetak. Tahapan produksi dilakukan oleh mereka, mulai dari lapangan hingga Koran naik cetak. Sedangkan pegawai humas pemerintahan, adalah orang yang setiap hari bertugas memilih dan memilah berita yang kemudian dibuat kliping. Tentu dengan pekerjaan ini, pegawai humas wajib membaca semua berita yang ada di koran-koran tersebut. Dengan demikian mereka adalah narasumber yang sangat kompeten, karena mengenal dengan baik karakter penulisan, serta adanya kemungkinan berita dengan sudut pandang dan penulisan yang sama. Mereka yang dipilih sebagai narasumber, adalah orang yang sudah berpengalaman di bidangnya. Bagi reporter, pengalaman bertugas di beberapa desk peliputan dan daerah. Redaktur tentu sebelumnya sudah pernah menjadi reporter, dan bertugas di lapangan. sementara pegawai humas sudah memiliki pengalaman bertahuntahun, dalam bekerja bersama wartawan. Tabel 4.1. Data Informan Penelitian
No
Nama
Usia
Instansi
Jabatan
Pendidikan
informan 1
Ivan Indra
Masa kerja
38
Solopos
Redaktur
S1
13 tahun
33
Joglosemar
Redaktur
S1
8 tahun
35
Jawa Pos
Redaktur
S1
10 tahun
Reporter
S1
3,5 tahun
Kusuma 2
Widi Purwanto
3
Gunawan
Radar Solo 4
Adi
26
Prastyawan
Jawa Pos Radar Solo
5
Ario Bhawono
35
Joglosemar
Reporter
S1
8 tahun
6
Indah
32
Solopos
Reporter
S1
10 tahun
43
Pemkot
Staf
S1
18 tahun
Surakarta
Humas
Septyaning Wardhani 7
Bambang Harjanto
8
Chomsya
45
Nurhemi 9
Wiwis Trisiwi
50
Handayani
Pemkab
Kasi
Karanganyar
Humas
Pemkab
Kabag
Boyolali
Humas
S1
10 tahun
S2
3 tahun
dan Protokol
B. Hasil Penelitian Pada saat kita membaca Koran lokal di Solo, dalam penelitian ini dipilih Solopos, Radar Solo, dan Joglosemar, tentu sering memuat berita yang sama. Terutama berita yang berpengaruh pada kehidupan warga di wilayah Solo Raya (Surakarta, Karanganyar, Wonogiri, Klaten, Sukoharjo, Sragen, dan Boyolali), pasti ada kemiripan baik judul maupun angle atau sudut pandang. Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa berita dengan lead atau kepala berita yang memiliki kemiripan.
A. Berita harian Radar Solo dan Joglosemar di halaman daerah Wonogiri tanggal 25 Februari 2014 •
Judul Radar Solo: Pensiunan – Bupati Sepakat Mediasi
•
Lead: Sidang gugatan perdata para pensiunan PNS terhadap Bupati dan DPRD Wonogiri kemarin akhirnya digelar. Sebelumnya pada sidang perdana sempat gagal lantaran para tergugat tidak hadir. Dalam siding ini, akhirnya disepakati kedua belah pihak akan melakukan mediasi dulu untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Judul Joglosemar: Tahap Mediasi Pensiunan vs Bupati – Pemkab Belum Beri Tanggapan Lead: Sidang gugatan perdata kasus kejahatan dalam jabatan yang menyeret Bupati Wonogiri dan 50 anggota DPRD Wonogiri, akhirnya jadi dilaksanakan, Senin (24/2). Pihak penggugat maupun tergugat sama-sama datang dalam sidang. Disepakati, kedua pihak menempuh jalur mediasi.
B. Berita harian Radar Solo dan Joglosemar di halaman daerah Boyolali tanggal 14 Maret 2014
Judul Radar Solo: Bupati Boyolali Didesak Mundur
Lead: Kepemimpinan bupati Boyolali, Seno Samodro, kembali diusik. Seratusan warga yang menamakan dirinya Barisan Merah Putih Pengging (BMPP) menggelar aksi unjuk rasa, kemarin (13/3). Aksi demo itu mendapat kawalan ketat dari ratusan aparat Polres Boyolali. Karena berdasar informasi, aksi ini akan diikuti ribuan orang. Aksi tersebut bermula dari depan kantor Pemkab lama di jalan Merbabu. Setelah melakukan orasi, lantas melanjutkan perjalanan dengan tujuan komplek kantor terpadu Pemkab Boyolali di Kemiri. Namun mereka berhenti di depan Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali, dan melakukan orasi.
Judul Joglosemar: Rakyat Desak Seno Mundur Lead: Ratusan warga boyolali yang menamakan diri Barisan Merah Putih Pengging (BMPP) menggelar aksi unjuk rasa mempersoalkan kepemimpinan Bupati Boyolali, Seno Samodro, Kamis (13/3). Aksi demo dijaga ketat ratusan aparat kepolisian Polres Boyolali, mengingat info yang berkembang sebelumnya menyebutkan aksi unjuk rasa akan diikuti ribuan warga. Aksi demo diawali dari kompleks kantor Pemkab lama di jalan Merbabu kemudian berlanjut di Kejaksaan Negeri, dan berakhir di depan kantor Bupati yang baru di kompleks kantor terpadu Kemiri, kecamatan Mojosongo.
Ini adalah contoh berita yang memiliki kemiripan satu sama lain, jika dilihat dari judul dan kepala berita. Walau sudah mengalami modifikasi, namun kedua berita tersebut memiliki kemiripan yang sangat jelas. Beberapa contoh lagi di bagian berikut, adalah berita-berita yang memiliki kemiripan, hasil dari pengamatan di 3 koran lokal di Solo.
B. 1. Contoh Berita
Gambar 2. Koran Solopos
Gambar 3. Koran Joglosemar
Penulisan di kedua berita diatas menunjukkan bahwa ada kemiripan yang cukup besar. Namun hal ini membutuhkan adanya penelitian, dan juga penggalian informasi di kalangan para reporter dan juga redaktur. Gambar berikut akan menunjukkan kemiripan antara berita di tiga Koran di kota Solo. Berita tentang dampak erupsi gunung Merapi di kabupaten Boyolali menjadi salah satu temuan peneliti, saat membandingkan pemberitaan di harian Solopos dan Joglosemar edisi 8 Mei 2014. Dua Koran memuat berita yang sama, dengan judul yang sama, dan juga sudut pandang yang sangat mirip. Dalam potongan Koran pada gambar 1 dan 2 di halaman sebelumnya, terdapat dua berita di harian Solopos dan Joglosemar. Solopos memasang judul “ Warga 3 Dukuh Terancam Terisolasi”, sedangkan Joglosemar memberi judul Tiga Dukuh Terancam Terisolasi.” Dari judul bisa kita lihat bahwa ada kemiripan dalam pemilihan judul. Namun tentu hal tersebut tidak bisa menjadi penilaian, sebelum kita mulai membaca isinya. Solopos menuliskan beritanya sebagai berikut:
“Warga 3 Dukuh Terancam Terisolasi” BOYOLALI-Warga di tiga dukuh di kecamatan Selo, terancam terisolasi jika erupsi Gunung Merapi terjadi. Sebab kondisi jalur evakuasi menuju wilayah tersebut sulit dan sempit. Camat Selo, Wurlaksana, mengemukakan dua dukuh di Desa Tlogolele, yakni Stabelan dan Takeran, masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) III karena letaknya yang paling dekat dengan puncak Merapi, sekitar 3,5 kilometer. “Dua dukuh tersebut juga terancam tertimpa longsoran dari puncak Merapi mengingat jaraknya paling dekat dengan puncak,” ungkap Camat, didampingi Kasi Trantib, Subani, ketika diwawancarai wartawan, Rabu (7/5). Diakui Camat, pihaknya masih mengupayakan solusi agar warga setempat dapat dievakuasi dengan cepat jika terjadi bencana tersebut. hal itu mengingat jalur evakuasi menuju kedua dukuh tersebut cukup sulit dan sempit. “Seperti jembatan gantung yang menghubungkan kedua dukuh tersebut. Jembatan terlalu sempit jika dilalui truk evakuasi,” terang dia. Sedangkan satu dukuh lain yang juga terancam terisolasi manakala terjadi bencana adalah Dukuh Bangunsari, Desa Klakah. Beberapa waktu lalu, jembatan darurat pernah dibangun untuk akses dan jalur evakuasi bagi Dukuh Bangunsari. Namun saat ini kondisi jembatan tersebut rusak sehingga jalur evakuasi kini dialihkan. “Tetapi jaraknya lebih jauh karena harus melalui Dukuh Sumber dan Dukuh Bakalan, baru tembus ke jembatan gantung Dukuh Sepi,” tambah Subani.
Menyusul status Gunung Merapi yang dinaikkan dari aktif Normal menjadi Waspada beberapa waktu lalu, Camat menyatakan pihaknya juga berkoordinasi dengan kepala desa (kades) se Kecamatan Selo terkait inventarisasi jumlah penduduk, jumlah hewan ternak, jumlah kendaraan yang bisa digunakan untuk evakuasi. “Sampai jumlah [anak] balita dan kaum lansia [lanjut usia],’ kata dia. Inventarisasi Setelah pendataan, pihaknya akan memetakan kemana warga akan dievakuasi. “Sosialisasi juga kami lakukan secara rutin, terutama untuk informasi akurat seputar kondisi Gunung Merapi selalu diberikan kepada warga melalui tim Siaga desa,’ imbuh dia. Selain menekankan agar warga desa senantiasa ekstra waspada, lanjut dia, pendekatan dilakukan melalui kearifan lokal. “Kalau Merapi sedang bekerja, ita yang minggir. Tapi kalau Merapi sudah tenang, kami bisa kembali bekerja,” ujar dia menandaskan. Pendekatan tersebut, menurut dia, dilakukan mengingat ada warga yang berpegang teguh terhadap keyakinannya sendiri. Warga meyakini, jika nanti warga harus pindah, Merapi akan memberi tanda. Terpisah, terkait perkembangan Gunung Merapi terkini, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali, Suyitno, mengimbau kepada masyarakat agar tidak terpancing isu-isu mengenai erupsi Merapi yang tidak jelas sumbernya. “Kami minta masyarakat tetap mengikuti arahan aparat pemerintah daerah. Atau langsung menanyakan ke Pos pengamatan Gunung Merapi,” kata Suyitno.
Sementara itu berita di harian Joglosemar, menuliskan seperti dibawah ini: “Tiga Dukuh Terancam Terisolasi” BOYOLALI-Tiga Dukuh di lereng Gunung Merapi di wilayah Kecamatan Selo, terancam terisolasi dan terancam longsoran dari puncak Merapi. Mengantisipasi ancaman bencana ini, Pemkab Boyolali terus memetakan potensi kerawanan sebagai langkah antisipasi bencana erupsi Merapi. Camat Selo, Wur Laksana menyebutkan, tiga dukuh tersebut yakni Dukuh Stabelan dan Takeran, Desa Tlogolele. Satu dukuh lainnya menurut Camat, yakni Dukuh Bangusari, Desa Klakah. Dua Dukuh di Tlogolele tersebut, berada sekitar 3,5 kilometer dari puncak Merapi. “Dukuh-dukuh tersebut rawan terisolasi karena jalur evakuasi ke sana cukup sulit dan sempit. Tak hanya itu, dua Dukuh ini juga rawan tertimpa longsoran dari puncak,” terang Camat, Rabu (7/5).
Sedangkan, untuk Dukuh Bangunsari, wilayah ini rawan terisolasi saat bencana lantaran jalur evakuasinya juga sulit dilalui truk. Hal ini dikarenakan jembatan gantung yang menuju ke wilayah tersebut sempit. Selain itu, jalur terdekat menuju Dukuh tersebut sampai saat ini masih terputus. Kondisi jembatan darurat yang dibangun beberapa waktu silam, saat ini sudah rusak. Sehingga menurut Camat, pihaknya masih mencari solusi agar wargadapat dievakuasi dengan cepat saat bencana terjadi. “Jalur evakuasi terpaksa dialihkan meski lebih jauh, yakni melalui Dukuh Sumber dan Bakalan, kemudian tembus di jembatan gantung Dukuh Sepi, Desa Jrakah,’ jelas Kasi Trantib Kecamatan Selo, Subani. Terkait antisipasi bencana, menurut dia saat ini pihaknya terus berupaya memetakan daerah rawan bencana maupun kondisi warga. Pendataan Terkait ini pihaknya sudah mengumpulkan seluruh kepala desa di Selo, dan memintanya untuk melakukan pendataan yang meliputi jumlah penduduk, khususnya Balita dan Lansia, jumlah hewan ternak, maupun jumlah kendaraan yang dapat digunakan untuk keperluan evakuasi. Selain itu pihaknya juga terus melakukan sosialisasi kepada warga dengan memberikan informasi-informasi terkait perkembangan Merapi secara akurat. Sosialisasi tersebut lanjut dia, dilakukan dengan menggerakkan tim siaga desa. “Kami juga mengedepankan pendekatan kearifan lokal, karena warga lereng Merapi mayoritas masih berpegang teguh keyakinan setempat. Yang pasti kami imbau supaya warga selalu waspada bencana,” imbuh dia. Dari dua berita diatas sangat terlihat banyaknya kemiripan dalam pemilihan judul, sudut pandang berita, serta pemilihan kalimat. Perbedaan mungkin hanya pada peletakan kalimat saja, namun secara keseluruhan jika kita membaca kedua berita tersebut, akan langsung terasa kemiripannya. Pemilihan kutipan wawancara hanya dibolak-balik, namun masih terlihat mirip. Berita berikutnya tentang pemilu legislatif di kabupaten Sragen. Dasar berita adalah adanya tuntutan penghitungan suara ulang yang dilontarkan oleh salah satu calon legislatif dari partai peserta pemilu. Berita dimuat di harian Solopos dan Joglosemar edisi 17 April 2014.
Di harian Solopos, beritanya sebagai berikut, “Caleg PKB Tuntut Penghitungan Ulang di Gesi” SRAGEN-Calon anggota legislatif (Caleg) DPRD Sragen nomor urut satu dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Untuk Daerah Pemilihan (Dapil) 4 Sragen, Nashihul Anshori, 36, menuntut penghitungan ulang suara di Kecamatan Gesi.
Alasannya, menurut dia, ada indikasi penggelembungan suara untuk caleg tertentu di dapil yang meliputi wilayah Kecamatan Mondokan, Sukodono, Gesi, Jenar, dan Tangen tersebut. “Kami menemukan terjadi sejumlah kejanggalan rekapitulasi suara di Dapil 4 utamanya di Gesi. Demi validitas hasil rekapitulasi suara, saya minta penghitungan ulang suara,” kata dia ditemui wartawan di Sragen, Rabu (16/4). Kejanggalan hasil rekapitulasi suara, menurut dia, yakni ketidaksesuaian hasil rekapitulasi antarformulir. Hal ini menurut dia terjadi di TPS 7 Poleng dan TPS 7 Pilangsari, Gesi. Anshori juga menduga kejanggalan serupa juga terjadi di tempat-tempat pemungutan suara (TPS) lain. “Yang juga parah, saksi kami mendapati kepala desa dan carik di Gesi membuka kotak suara pada Kamis [10/4] tengah malam. Ini jelas-jelas pelanggaran,” ujar dia…….dan seterusnya. Sementara di harian Joglosemar, sebagai berikut, “Caleg PKB Tuntut Penghitungan Ulang” SRAGEN- Calon anggota legislatif (Caleg) DPRD Sragen dari PKB Dapil IV (Gesi, Tangen, Sukodono, Mondokan, Jenar), Nashihul Anshori menuntut dilakukan penghitungan ulang perolehan suara di tingkat TPS wilayah Dapil IV khususnya Kecamatan Gesi. Tuntutan itu dilontarkan menyusul indikasi banyaknya kejanggalan dan ketidak beresan rekapitulasi suara yang ditemukannya di sejumlah TPS di kecamatan tersebut. Ia mengaku menemukan kejanggalan di antaranya di TPS V Desa Pilangsari, Kecamatan Gesi di mana perolehan suara caleg PKB di bawahnya, Muslim, pada form C1 tertulis 140, namun di form D ditulis 14. Lalu di TPS Desa Poleng, perolehan suara Muslim yang pada form C1 di balai desa hanya mendapat dua suara, ternyata di form D dan di kecamatan tertulis mendapat 23 suara. Lantas, dua orang saksi dari partainya juga melaporkan memergoki Kades Poleng, Budiyono dan Sekdes Susilo membuka kotak suara di ruangan balai desa pada Kamis (10/4) malam atau sehari setelah pencoblosan………….dan seterusnya.
Gambar 4. Koran Joglosemar
Gambar 5. Koran Solopos
Berita lainnya yang juga tingkat kemiripannya cukup banyak, adalah berita di Kabupaten Sukoharjo. Lagi-lagi harian Solopos dan Joglosemar, memuat berita yang cukup mirip. Kali ini tentang CPNS bermasalah, yang terbit tanggal 25 Maret 2014. Di harian Solopos, beritanya seperti berikut ini “BKD Usut Dugaan Pemalsuan Data CPNS K2” SUKOHARJO-Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sukoharjo bakal mengecek ulang dokumen calon pegawai negeri sipil (CPNS) hasil seleksi dari kalangan tenaga honorer kategori II (K2). Hal itu menyusul adanya indikasi pemalsuan dokumen oleh salah satu peserta seleksi berinisial Mj asal Kecamatan Bulu. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sukoharjo, Joko Triyono, mengatakan akan meneliti dokumen kelengkapan data milik Mj. Dia menjelaskan pemeriksaan akan dilakukan dari bawah mengingat BKD hanya menerima berkas yang sudah selesai dan lengkap. Surat Keputusan (SK) pengangkatan Mj sebagai guru wiyata bakti (WB) sebuah sekolah di Bulu diragukan karena pada saat yang sama Mj juga berstatus kepala desa. Untuk itu pihaknya akan menerjunkan petugas ke lapangan guna mengecek kemungkinan adanya pemalsuan. ”Kepala sekolah tempat dia bekerja sebagai tenaga honorer atau guru WB serta Dinas Pendidikan akan kami mintai keterangan,” ungkap Joko kepada wartawan, Senin (24/3). Dia menilai pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan megetahui dan memiliki peran penting, karena Mj bekerja dibawah mereka. Joko mengatakan data dalam pemberkasan tenaga honorer K2 yang lolos seleksi CPNS harus bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu, mereka wajib menyertakannya dengan benar. “Kalau ada pelanggaran, seperti pemalsuan jelas sanksinya pidana dan diproses hukum,” papar dia. Dia mengaku belum menerima laporan resmi dari pihak yang menemukan kasus pemalsuan data itu. Tetapi Joko berjanji tetap akan menerjunkan petugas ke lapangan. Proses Pidana Sementara itu, Bupati Sukoharjo, Wardoyo Wijaya, mengatakan indikasi pemalsuan data tenaga honorer berinisial Mj harus diteliti dengan seksama. Jika benar, pihaknya siap mengambil tindakan tegas dan sanksi berat. “Kalau perlu sebelum menjadi masalah umum, lebih baik tenaga honorer yang diduga memalsukan data harus mengundurkan diri,” tegas Wardoyo, ketika ditemui di Sukoharjo, Senin.
Menurut dia, jika Mj diterima menjadi CPNS, dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan dari tenaga honorer yang lain. Selain itu, papar dia, Mj juga harus ikut mempertanggungjawabkan dengan proses pidana. Bupati menjelaskan kunci persoalan ini ada di Dinas Pendidikan dan sekolah tempat tenaga honorer tersebut bekerja. Mereka harus menjelaskan secara mendetail soal SK tersebut. Wardoyo juga tidak habis pikir dengan dugaan rangkap jabatan Mj. Karena dengan demikian terjadi dobel anggaran. Terpisah, Ketua Komisi I DPRD Sukoharjo, Suryanto, mengatakan kasus ini harus ditangani secara serius. Pelanggaran tersebut harus diusut tuntas agar tidak terjadi masalah lebih besar lagi. “Harus ada tindakan tegas dan Pemkab Sukoharjo wajib melakukan itu,” kata Suryanto. Sementara di harian Joglosemar, “BKD Selidiki CPNS K2 Bermasalah” SUKOHARJO-Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Sukoharjo akan menyelidiki kebenaran dokumen tenaga honorer Kategori 2 (K2) yang diduga melakukan pemalsuan dokumen kepesertaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pasalnya, ditemukan seorang Kepala Desa (Kades) yang juga tercatat sebagai guru honorer K2 di salah satu SMAN yang berinisial MJ. Padahal, guru tersebut telah menjabat sebagai Kades dua periode dari tahun 1998 sampai 2012, sehingga diduga memiliki dua Surat Keputusan (SK) sebagai Kades dan guru Wiyata Bakti (WB). “Kami akan menyelidiki permasalahan tenaga honorer K2 ini. Kami juga minta agar kepala sekolah yang menerbitkan SK tersebut turut mengecek keabsahan dokumen,” ujar Kepala BKD Sukoharjo, Joko Triyono, Senin (24/3). Dijelaskan, jika yang bersangkutan benar-benar terbukti dalam pemalsuan data maka BKD akan mencoret. Dia juga menyebutkan kalau pemalsuan dokumen ini sudah masuk ke ranah kriminal. Sementara itu, Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya menyatakan jika kasus ini harus segera ditelusuri dan jika benar terjadi maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri. Karena pastinya akan menjadi kecemburuan sosial bagi tenaga honorer lainnya. “Saya minta agar Dinas Pendidikan bersikap untuk masalah tersebut dan harus saling menyadari. Ini juga untuk mengantisipasi adanya dampak pidana dan mundur jika ini benar,” katanya. Wardoyo menambahkan, pastinya jika itu benar terjadi maka akan terjadi dobel anggaran. Dimana sudah mendapat tunjangan honor menjadi kepala desa tapi di lain sisi menerima gaji sebagai guru. Bahkan juga dipertanyakan kinerjanya antara Kades dan guru., pembagiannya seperti apa untuk tugas-tugasnya.
Gambar 6. Koran Solopos
Gambar 7. Koran Joglosemar
Gambar 8. Koran Joglosemar
Gambar 9. Koran Radar Solo
Dari 2 berita diatas bisa dilihat kesamaannya setelah kita mulai membaca lead atau kepala berita. Dari sisi judul memang tidak sama persis, namun esensinya memang terbilang cukup mirip. Kita simak lead dari kedua berita diatas. Berita di Radar Solo, 6 Mei 2014 “Unas Diperketat, Materi Diganti” KOTA-Hari pertama ujian nasional (unas) tingkat SMP di Karanganyar, diwarnai penggantian soal ujian mata pelajaran Bahasa Indonesia oleh pengawas. Kondisi ini pun langsung menuai kritik. Kalangan dewan menuding pelaksanaan unas amburadul sehingga terjadi kesalahan. Anggota DPRD dari Komisi IV, Romdloni menjelaskan, kekeliruan soal unas tingkat SMP terjadi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Yakni soal yang ada kop dari Kementerian Pendidikan diganti dengan soal yang tidak ada kopnya. Hal ini cukup membingungkan para peserta. “Kenapa bisa terjadi hal semacam ini, motifnya apa? Pelaksanaan unas amburadul, tidak jelas. Siswa jadi kebingungan,” terang Romdloni, kemarin. Sementara di harian Joglosemar edisi 6 Mei 2014 “Lembar Soal UN Diganti Secara Mendadak” KARANGANYAR-Hari pertama pelaksanaan ujian nasional (UN) tingkat SMP/ MTs di Karanganyar, Senin (5/5), diwarnai sejumlah kejanggalan. Salah satu kejanggalan yang ditemui adalah di sejumlah sekolah terjadi pergantian lembar soal Bahasa Indonesia secara mendadak setelah dibagikan kepada siswa. Anggota Komisi IV DPRD Karanganyar, Romdloni mengatakan pihaknya menerima laporan adanya penggantian lembar soal UN di hampir seluruh sekolah. Setelah lembar soal dibagikan kepada siswa, tiba-tiba pengawas mengganti soal baru yang diketahui tanpa kop. “Ini menunjukkan pelaksanaan UN amburadul. Siswa jelas jadi kebingungan karena hal ini,” katanya. Dari kedua berita diatas bisa dibaca, bahwa kemiripan memang tidak seratus persen. Namun jika kita membaca kedua berita tersebut secara berulang, teruma di bagian laead atau kepala berita, kemiripan akan terasa. Ditambah lagi pengambilan petikan wawancara narasumber, yang sebenarnya sama namun terlihat ada pemotongan kata untuk menghilangkan kesan mirip. Selain kemiripan pada lead, masih ada berita yang mirip dalam hal pengambilan sudut pandang atau angle. Hal ini bisa terlihat di berita segmen ekonomi, yang dimuat di harian Radar Solo dan Solopos. Selain sudut pandang yang sama, narasumber pun sama. Tentu hal ini bukan kebetulan, karena di satu pasar tidak mungkin hanya ada satu orang pedagang untuk komoditas tertentu. Dua orang yang diwawancara oleh reporter Radar Solo dan Solopos adalah orang yang
sama, dan diambil jawaban yang sama untuk berita tersebut. namun di Radar Solo tidak menggunakan tanda kutip, saat menulis hasil wawancara. Sedangkan Solopos mengutipnya, dengan memberi tanda bahwa itu pernyataan narasumber. Judulnya juga berbeda, satu mengambil angle pembeli sementara yang lain mengambil angle pedagang. Namun isi dan sudut pandangnya sama, dengan penjabaran yang sangat mirip. Kesamaan sangat terlihat di paragraf terakhir masing-masing berita, saat membahas penjualan cabai di waktu mahal dan murah. Untuk lebih jelasnya bisa disimak dalam berita sebagai berikut.
Gambar 10. Koran Radar Solo
Gambar 11. Koran Solopos
Harian Radar Solo, 7 Mei 2014 “Harga Cabai Rawit Anjlok, Pembeli Lesu” BOYOLALI-Setelah sempat melonjak beberapa waktu lalu, harga cabai kini turun drastis. Penyebabnya, stok yang melimpah, lantaran beberapa waktu lalu di kawasan lereng Gunung Merapi mengalami panen raya cabai. Kondisi ini sangat dikeluhkan para pedagang cabai di Pasar Sayur Cepogo. Pantauan Radar Solo kemarin (6/5), harga cabai merah besar saat ini sekitar Rp 5.500 per kilogram. Padahal, beberapa waktu lalu harga cabai itu sempat mencapai Rp 30 ribu – Rp 35 ribu per kilogram. Tergantung dari kualits cabainya. Sementara harga cabai rawit merah, para pedagang menyebutkan berkisar Rp 12 ribu. Padahal cabai favorit ini harganya paling tinggi, yakni sekitar Rp 40 ribu hingga Rp 50 ribu per kilogram. Sedangkan harga cabai rawit hijau harganya lebih menyedihkan lagi. Untuk cabai rawit hijau, saat ini dijual dengan kisaran harga Rp 6000 per kilogram. Sedangkan harga sebelumnya mencapai Rp 25 ribu per kilogram. “Harga cabai hijau besar saat ini Rp 6000 per kilogram. Harga sebelumnya Rp 12 ribu sampai Rp 16 ribu per kilogram,” ungkap Suyekti, 50, seorang pedagang cabai Pasar Sayur Cepogo. Dia mengaku tidak mengetahui pasti penyebab anjloknya harga cabai. Namun, untuk saat ini stok cabai sangat melimpah. Awal tahun ini, harga cabai sempat melonjak. Tetapi jumlah pembelinya juga banyak. Namun sekarang, harga cabai anjlok, pembelinya juga berkurang. Senada disampaikan pedagang cabai yang lain, Muryati, 50. Dia juga merasa heran anjloknya harga cabai itu. Sebab, saat cabai harganya melambung, penjualan justru lebih cepat. Saat harga cabai beberapa waktu lalu sempat mahal, dirinya bisa menjual rata-rata dua hingga tiga kuintal cabai per hari. Saat harganya anjlok, justru hanya bisa terjual rata-rata satu kuintal per hari. Harian Solopos, 7 Mei 2014 “Harga Cabai Terus Anjlok, Pedagang Waswas” CEPOGO-Harga komoditas cabai di Pasar Sayur Cepogo, Kabupaten Boyolali, selama beberapa hari terakhir ini rata-rata anjlok. Padahal harga cabai pada awal tahun ini sempat melambung tinggi. Berdasarkan pantauan harga cabai hingga Selasa (6/5), harga cabai merah besar saat ini sekitar Rp5.500/kilogram (kg) dari harga semula yang mencapai Rp30.000-Rp35.000/kg. Sementara harga cabai rawit merah saat ini sekitar Rp12.000/kg dari harga sebelumnya yang sempat mencapai Rp40.000Rp50.000/kg.
Sedangkan untuk cabai rawit hijau, saat ini dijual kisaran Rp6.000/kg dari harga sebelumnya yang mencapai Rp25.000/kg. harga cabai hijau besar saat ini sekitar Rp6.000/kg dari harga semula yang berkisar Rp12.000-Rp16.000/kg. Kondisi tersebut diakui kalangan pedagang cabai di Pasar Sayur Cepogo. Salah satunya, Suyekti, 50, yang mengaku tidak mengetahui penyebab pasti anjloknya harga jual cabai tersebut. “Tidak tahu kok sekarang harganya turun drastis. Dulu sempat naik tinggi, tapi pembelinya masih banyak. Justru saat harganya turun sekarang ini, penjualan agak berkurang,” tutur Suyekti ketika ditemui wartawan di sela-sela aktivitasnya, Selasa. Hal senada disampaikan pedagang cabai lainnya, Muryati, 50. Muryati juga mengaku heran. Sebab saat cabai harganya melambung, penjualan justru lebih cepat. Saat harga cabai beberapa waktu lalu sempat mahal, dia mengaku bisa menjual rata-rata dua kuintal hingga tiga kuintal cabai per hari. Sementara saat harganya anjlok, justru hanya bisa bisa terjual rata-rata satu kuintal per hari. “Saat harganya mahal, malah banyak yang beli, jualnya juga lebih cepat,” tandasnya.
B.2. Kemiripan Berita Kemiripan berita memang tidak akan disadari, bagi kita yang membaca Koran secara acak. Namun bagi mereka yang tugasnya memilih dan memilah berita yang cetak, tentu kemiripan ini akan mudah diketahui. Salah satu profesi yang bisa melakukannya, adalah pranata humas di pemerintah daerah. Mereka bertugas untuk memilih berita, yang nantinya akan dikliping untuk kebutuhan dokumentasi dari pemerintah. Para petugas ini menjadi narasumber yang penting, dalam penelitian ini. Salah satu pranata humas yang diwawancarai, adalah Bambang Harjanto, yang bertugas di Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Kota Surakarta. Tugas pokoknya terangkum dalam wawancara sebagai berikut, “Ya setiap kegiatan yang berhubungan dengan pemkot itu kita kliping. Baik yang ada kaitannya dengan politik, pembangunan, dan ekonomi yang ada hubungannya dengan balaikota itu kita kliping.” Apakah ada kriteria pemilihan berita yang dikliping? “Enggak, yang kaitannya dengan pemerintahan, baik buruk tetap kita kliping.” Pekerjaan yang membuat para petugas pranata humas ini berkutat dengan Koran, justru bisa menjadi narasumber yang berguna dalam penelitian ini. Karena dibandingkan pembaca
Koran kebanyakan, mereka wajib untuk membaca semua berita di media cetak yang ada di kota Solo. Kesamaan-kesamaan berita yang mereka temukan, berlangsung hampir setiap hari. Dan biasanya berita yang mirip adalah berita seremoni, namun ada juga berita kejadian yang memiliki kesamaan. Biasanya dalam tugas sehari-hari, petugas bagian humas ini juga akan membaca berita satu persatu, tidak hanya yang akan dikliping saja. Dari sini mereka bisa melihat, adanya kemiripan baik dalam hal judul, sudut pandang berita, narasumber, kutipan, hingga kemiripan kata per kata. Peneliti juga melakukan wawancara kepada Wiwis Trisiwi Handayani, yang merupakan Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Kabupaten Boyolali. Wiwis mengatakan bahwa pekerjaannya di Humas membuat setiap hari harus berkutat dengan Koran dan berita. Tentu saja sebagai seorang kepala bagian, Wiwis juga berinteraksi dengan wartawan yang selalu melakukan produksi berita di Press Room yang ada Setda Kabupaten Boyolali. Berikut hasil wawancara dengan Wiwis, terkait kemiripan berita.
Apakah ada kemiripan berita yang anda baca di Solopos, Radar Solo, dan Joglosemar? “Sering, pernah…Kalau judul rata-rata mungkin mereka punya editor sendiri, jadi punya sense dalam penuangan kata mungkin masing-masing ya. Seperti Solopos, mungkin dia berpikir bad news is a good news seperti itu. Sehingga materi kata-kata yang mungkin…eee…ada di pihak saya mungkin rugi begitu ya, tapi bagi mereka itu sesuatu yang menjanjikan untuk dibaca..monggo sah-sah saja, dan saya tidak pernah mengkoreksi itu. Dan di Radar Solo mungkin punya berita yang…judul beritanya dibuat menarik. Saya melihatnya ketiga-ketiganya itu punya…kalau masalah substansi, karena berita itu sama, narasumbernya juga sama, kemudian bisa saja itu teman-teman juga share satu sama lain, saya pikir itu substansinya sama ya. Tapi mungkin teman-teman editor dari tiga media ini yang punya rasa untuk menuangkannya biar menarik, bagaimana itu beda-beda. Tetapi secara substansi itu sama lah pemberitaan itu.” Jadi secara judul bisa berbeda, tapi isi berita sama saja hanya diolah sehingga terkesan beda. Namun jika dibaca dengan seksama, kemiripan akan sangat terlihat. Dan terkait media apa saja yang sering ditemui kemiripannya, dari hasil pengamatan Wiwis semuanya memiliki kemiripan.
“Ya itu tiga-tiganya. Saya itu membandingkannya eee..Solopos, Joglo, Radar, saya tidak melihat ke person ya, nanti saya bias. Karena begini, bahasa itu biasanya mereka..teman-teman ya, sama begitu lho. Jadinya porsinya, sama lah mereka.” Persentase kemiripannya berapa? “Mm, maksudnya ini kok contek mencontek gitu? Yaaa kalau saya boleh ngomong yaaa tujuh puluh lima persen.” Sebagai seorang kepala bagian Humas dan Protokol, Wiwis setiap saat berinteraksi dengan wartawan dan memperhatikan saat para wartawan memproduksi berita. Wiwis mengamati bahwa kebiasaan saling berbagi naskah antar wartawan, adalah hal yang biasa dan lumrah. “Yang saya tahu seperti itu, karena teman-teman itu kalau..mereka mungkin mutualisme, dan saya memaklumi. Memakluminya seperti ini, mereka kan satu orang..ada target dari pihak redaksi dia harus punya beberapa berita. Padahal kalau peristiwa, ada kecelakaan disana, ada kejadian longsor, ada kejadian disini, sehingga mereka biasanya yang sudah menetap disini, ketoke…itu berbagi, kamu kesana cari berita ini, kamu kesini cari berita ini, sehingga nanti mereka berkumpul dan saling share. Saya pikir mungkin seperti itu, ke merekanya.” Hal ini juga disadari oleh Chomsya Nurhemi, Kepala Seksi Humas di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Karanganyar. Chomsa setiap hari selalu membuat kliping berita yang termuat di sejumlah Koran di Solo Raya. Dan Solopos, Radar Solo, dan Joglosemar adalah Koran yang juga menjadi target kliping. Menurut Chomsya, ketiganya memiliki kategori yang dibutuhkan oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar. “Media cetak yang kami pilih Suara Merdeka, Jawa Pos, Solopos, sama eee.. Joglosemar. Karena segmen pembacanya banyak, otomatis kan kalau pembacanya banyak berarti informasi bisa diterima secara luas. Dan itu beritanya juga ringan, untuk masyarakat bawah juga bisa menerima. Jadi informasi bisa masuk.” Dalam membuat kliping, Chomsya selalu membaca satu persatu berita yang akan dikliping. Aktivitas ini membuatnya menyadari, adanya kemiripan berita antara satu media dengan yang lainnya.
“Kadang ada berita seperti itu. Jadi judul hampir sama juga ada, tapi isinya tidak sama seratus persen. Beritanya itu sama, Cuma tidak plek…enggak. Jadi ada, jadi..judul itu pernah juga sama tapi berita didalamnya beda. Ya pernah juga, tapi kan nggak mungkin sama plek, tapi ada sedikit-sedikit, ada variasi-variasi dari berita itu.” Dan menurut pengamatan Chomsya, media cetak yang seringkali ditemukan kemiripan berita adalah Solopos dan Joglosemar. “Delapan puluh persen. Koran yang sama antara Solopos dengan Joglosemar, kadang Solopos dengan Radar Solo juga. Yang paling sering dari tiga itu, antara Solopos dengan Joglosemar.”
Maka hasil dari penelitian di 3 koran lokal kota Solo, menemukan adanya kemiripan di bagian Judul, kepala berita, narasumber, serta kutipan wawancara. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ada modifikasi yang dilakukan oleh penulis berita, yang membuat berita seolah-olah tidak memiliki kesamaan. Apabila dicermati dan dibaca dengan teliti, kemiripan tersebut tidak hilang walaupun sudah ada modifikasinya. Lebih jelasnya setelah dilakukan wawancara dengan petugas humas di Pemerintah Kabupaten Boyolali, Pemerintah Kabupaten Karanganyar, dan Pemerintah Kota Surakarta, kemiripan tersebut memang benar dan bisa dibuktikan secara nyata.
Untuk menunjukkan hasil dari pengamatan ini, maka bisa dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 4.2. Kemiripan Berita Media
Kemiripan yang ditemukan pada bagian: Judul
Lead
Kutipan
Narasumber
Wawancara Solopos +
Radar Solo Solopos +
Joglosemar Radar Solo + Joglosemar Solopos + Radar Solo + Joglosemar
Dalam tabel terlihat jelas bahwa kemiripan berita yang paling banyak ditemukan antara Solopos dengan Joglosemar. Kemiripan terlihat dari kliping koran yang sudah dijelaskan sebelumnya, dan kemiripan tersebut terjadi di semua aspek yang ada dalam satu berita. Sudut pandang berita pun menjadi sama satu sama lain, dan ini membuat informasi yang disampaikan terkesan satu pilihan saja karena tidak ada koran yang menampilkan berita sama dari sudut pandang yang berbeda. Disini terlihat bahwa agenda setting yang sedari awal sudah menjadi pilihan dari masing-masing redaksi, justru tidak bisa dilihat lagi perbedaannya. Padahal media massa seharusnya memiliki agenda setting masing-masing, agar pembaca memiliki banyak pilihan dan referensi.
B.3. Produksi Berita Cetak Setelah mendapatkan data berupa kemiripan berita di 3 koran lokal kota Solo, dilakukan sejumlah wawancara terhadap para redaktur dari tiga Koran lokal di Kota Solo yang menjadi obyek penelitian. Wawancara dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses produksi berita di media cetak dari awal hingga akhir, sehingga bisa diketahui kenapa ada kemiripan berita yang ditemukan. Produksi berita media cetak ini tentu melalui beberapa proses, mulai dari peliputan, pengetikan, penyuntingan, hingga naik cetak. Proses ini cukup panjang, dengan berbagai tingkat kesulitan. Penulisan berita tidak seperti penulisan-penulisan yang lain, karena berita media massa memiliki dampak yang luar biasa bagi siapapun yang ada didalamnya. Prosesnya harus hati-hati, berimbang, tidak ada intervensi, dan jujur. Reporter di lapangan bertugas untuk memproduksi berita, dengan melakukan peliputan, wawancara di lapangan, dan juga melakukan sejumlah konfirmasi dan pencocokan data. Hal ini terdengar sederhana, namun tidak mudah untuk dilakukan. Kesulitan ini dialami oleh semua reporter, saat melakukan peliputan. Tingkat kesulitan berbeda, tergantung jenis berita apa yang diliput. Seperti yang dikatakan Adi Prastyawan, reporter Jawa Pos Radar Solo. “Kalau kesulitan pasti ada, khususnya untuk berita-berita yang sifatnya news indepth, dalam arti berita yang butuh..eee..pendalaman materinya, misalnya narasumber yang sulit dicari, bahkan ketika ada bentrokan kepentingan dengan narasumber pasti narasumber tersebut akan bereaksi, bisa memprotes bahkan bisa mengancam, mengintimidasi, dan sebagainya. Salah satu kendala yang pernah saya alami itu, intimidasi.” Dengan resiko seperti ini, tentu tanggung jawab dari sebuah pemberitaan sangat berat. Berita yang termuat didalam media massa, bisa menciptakan opini publik, menyeret emosi pembaca terhadap satu masalah, dan pada akhirnya bisa menimbulkan dampak meluas. Reporter di lapangan dituntut untuk jeli dalam melihat satu permasalahan, bisa menempatkan posisi dirinya ditengah, tidak terpengaruh oleh apapun juga, dan bisa obyektif dalam menilai satu kasus. Tentu membutuhkan dedikasi dan juga konsentrasi dalam melakukan pekerjaan ini. Setelah melakukan peliputan di lapangan, reporter masih harus melakukan pengetikan berita. Dimasa lalu pengetikan harus dilakukan di kantor, atau di media center yang sudah disiapkan oleh pemerintah daerah. Pengetikan menggunakan mesin ketik, hingga akhirnya
berkembang dengan menggunakan komputer. Berita kemudian diserahkan dalam bentuk hasil ketikan diatas kertas, ataupun dicetak dengan printer. Penyerahan dilakukan secara langsung, ke kantor redaksi masing-masing. Dimasa kini pengetikan berita jauh lebih mudah dan cepat, dengan menggunakan laptop atau komputer jinjing, dan juga menggunakan telepon seluler pintar atau smartphone. Penyerahan berita juga sangat mudah dan cepat, dengan menggunakan surat elektronik atau email.
Namun kemudahan-kemudahan ini juga diimbangi, dengan semakin
beratnya tuntutan dari setiap redaksi. Reporter dituntut untuk semakin produktif dalam menghasilkan berita, namun dibebani tenggat waktu yang cukup sempit untuk melakukan berbagai konfirmasi dan juga pencarian data. Apakah hal ini kemudian membuat para reporter mencari cara, untuk memenuhi target dari redaksi? Salah satu cara yang mudah, adalah berbagai naskah berita dengan reporter media lain. Tentu dengan harapan bahwa reporter yang lain, juga akan melakukan hal yang sama. Di kalangan wartawan Solo, naskah berita dari teman tersebut lazim disebut dengan naskah Bandeman. Adi Prastyawan mengakui adanya hal ini, “Ya pernah mas, kalau semacam itu pernah. Cuma dari kantor saya sendiri ditekankan, meskipun kita melakukan peliputan bersama, minimal ada satu poin, satu angle yang lebih ee..lebih menarik, yang bisa dijadikan unggulan. Apalagi sesuai dengan jargonnya Koran saya sendiri kan selalu ada yang baru. Disitu kita dituntut untuk lebih maju dalam pengambilan angle, jadi meskipun liputan bareng kita sebisa mungkin mencari angle-angle yang unik atau angle-angle yang lebih maju gitu. “
Apakah diperbolehkan menerima kiriman naskah seperti itu? “Kalau dari redaksi tidak diperbolehkan semacam itu mas, ya sebisa mungkin harus datang sendiri. Cuma karena ada faktor-faktor kesulitan di lapangan yang mengharuskan kita untuk meminta, ya terpaksa kita minta.” Terbatasnya waktu juga membuat reporter yang menerima bandeman ini tak jarang tidak mengedit dengan baik naskah yang diterimanya. Edit seperlunya kemudian langsung dikirim ke redaksi, sudah menjadi hal yang dimaafkan ketika tenggat waktu semakin mendesak. Dalam wawancara dengan reporter harian Joglosemar, Ario Bhawono, peneliti mencoba menanyakan tugas dan kewajiban seorang reporter dalam memproduksi berita di lapangan. salah satu kendala yang ditemui, adalah luasnya cakupan wilayah peliputan. Terkadang dalam satu
hari, ada dua peristiwa atau agenda yang waktunya bersamaan. Hal ini membuat para reporter di lapangan, harus pandai dalam mengatur strategi. Maka tak jarang mereka berbagi tugas, untuk melakukan peliputan di beberapa tempat yang waktunya bersamaan. Berikut kutipan wawancara dengan Ario Bhawono, yang pertama soal kendala peliputan, “Teknis di daerah sendiri itu lebih ke area, rentang areanya kan terlalu luas dan di media kan ada beberapa macam, kalau media lokal kan kecenderungannya kan keterpenuhan halaman, jadi ada target berita. Agar setiap halapan terisi cukup berita, maka semua wartawan diberi target berita minimal empat berita sampai lima berita plus foto. Sementara kejadian atau peristiwa atau sumbersumber berita di daerah kan cukup luas aspek geografis wilayah sangat mempengaruhi, jadi kendala utamanya disitu itu.” Dengan demikian jelas bahwa jumlah reporter yang hanya satu, kesulitan untuk mencakup seluruh wilayah peliputan. Seperti di kabupaten Boyolali misalnya, terdapat 19 kecamatan dengan 267 desa dan kelurahan. Bisa dibayangkan dengan luasnya wilayah, seorang reporter harus berpindah-pindah lokasi liputan, terkadang dalam waktu yang bersamaan dan harus terliput semua. Ario mengatakan, hal ini terkadang membuat reporter harus bisa mencari solusi. Salah satunya dengan berbagi tugas liputan, dimana hasilnya akan dibagi kepada seluruh wartawan yang bertugas di Boyolali. Walau begitu, hal ini terkadang menjadi rahasia bagi para wartawan, “Kalau mau dikatakan off the record, ini sudah menjadi rahasia umum. Kalau di daerah kan kendalanya adalah wilayah, dengan eee..kadang-kadang kan kejadian itu bersamaan. Dengan daerah yang satu reporter harus menjangkau luasnya wilayah kan tidak bisa terpenuhi, otomatis…pernah juga sih share informasi, narasumber, atau share naskah...pernah juga…ee membina hubungan di lapangan. Tentunya harus ada konfirmasi ulang, untuk kesahihan berita itu sendiri.” Di redaksi, para redaktur memiliki peran penting untuk menyaring berita kiriman reporter di lapangan. mereka bertugas untuk memastikan berita yang dikirim sudah benar, memenuhi kaidah jurnalistik, dan juga memiliki gaya khas dari media tempat mereka bernaung. Salah satu redaktur harian Solopos, Ivan Indra Kusuma, menjelaskan tentang apa tugas dari redaktur lewat wawancara sebagai berikut,
“Jadi eee, peran redaktur itu sebenarnya yang pertama adalah untuk menyunting berita. Berita yang masuk dari reporter ke redaksi akan diedit oleh redaktur. Tidak hanya mengedit, tapi juga menyelaraskan bahasa dan juga menyelaraskan tentang gaya bahasa yang kami gunakan. Khususnya Di solopos kita punya gaya bahasa sendiri. Nah itu nanti berita-berita dari reporter itu yang akan kita edit, kita sunting menyesuaikan gaya bahasa di Solopos. Termasuk juga penyesuaian atau pengecekan akurasi, karena biasanya teman-teman reporter ada yang kurang akurasinya, datanya kurang. Nah peran dari redaktur disini adalah untuk meminta kelengkapan akurasi data, kemudian mungkin juga terkait dengan kekurangan narasumbernya, itu yang dilakukan redaktur. Redaktur akan meminta kepada reporter untuk melengkapi, biasanya seperti itu.” Dengan tugasnya ini, para redaktur memiliki porsi tugas yang cukup penting. Dan salah satu tugasnya adalah memastikan bahwa tulisan reporternya, bukan merupakan plagiat yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh redaksi. Pada prinsipnya berita yang diterima oleh redaksi, akan diperiksa secara menyeluruh. Bukan saja memastikan bahwa unsur 5W 1H telah terpenuhi, tapi juga memastikan bahwa berita tersebut tidak tendensius, memihak, memiliki tujuan untuk mendukung kepentingan pihak tertentu, dan yang paling penting dibuat dengan jujur. Ivan menjelaskan dalam wawancara berikut, mengenai aturan yang harus ditaati oleh setiap reporter, “Untuk aturan memang dari awal, ketika reporter masuk di perusahaan Solopos, kita sudah mengingatkan bahwa mereka bekerja sebagai seorang jurnalis yang profesional. Profesional artinya jurnalis yang independen, tidak memihak pada salah satu kepentingan, tidak memihak pada salah satu kelompok. Jadi ketika mereka membuat berita, otomatis mereka harus berusaha membuat berita secara berimbang. Independen artinya mereka tidak boleh dipengaruhi oleh salah satu kubu, atau salah satu pihak. Misalnya pihaknya tertentu mungkin memberikan semacam gratifikasi, nah itu tidak diperbolehkan dalam aturan di Solopos.” Dan terkait dengan saling berbagi naskah, Ivan menjelaskan bahwa hal itu tidak boleh dilakukan. Karena penulisan berita pada dasarnya harus dilakukan sendiri oleh reporter.
“Pada prinsipnya jurnalis itu kan tidak boleh menjiplak atau plagiat, intinya kita harus membuat berita berdasarkan pemikiran kita sendiri. Persoalan ada informasi kejadian atau peristiwa itu boleh saja kita berbagi. Tapi dalam hal penulisan, kita dilarang. Jadi reporter harus membuat karya sendiri dari awal sampai akhir. Persoalan dia mendapatkan informasi dari teman media lain itu tidak masalah. Atau dia mendapat informasi sepanjang berita itu bersifat umum dan media lain tahu, itu tidak masalah.” Namun hal ini ternyata tidak terjadi di lapangan, karena bagi reporter praktek saling tukan naskah berita tersebut bukanlah satu masalah. Mereka mengaku hal tersebut sah, apabila diikuti dengan konfirmasi kepada narasumber yang bersangkutan. Seperti yang dikatakan oleh Indah Septyaning Wardani, reporter harian Solopos, “Diperbolehkan, asal kita harus mengkonfirmasi ulang ke narasumber yang bersangkutan. Misalnya kita menerima bandeman dari teman, ada berita ini, kita harus konfirmasi ulang ke narasumber yang bersangkutan bahwa eeee….pak tadi wawancara sama teman-teman wartawan kayak gini saya boleh mengcopy ya pak, copy paste dengan itu…misalnya seperti itu. “ Senada dengan Indah, bagi Ario Bhawono, reporter harian Joglosemar, juga mengaku tidak masalah dengan praktek copy paste naskah berita, “Sebenarnya sepemahaman saya bukan masalah minta naskahnya itu, tapi lebih ke konfirmasi ke sumber beritanya. Kalau masalah naskah itu, katakanlah kemajuan teknologi ya, berita di portal online itu setiap saat setiap jam pasti akan muncul. Artinya, naskah itu sama dengan informasi seperti itu, tergantung bagaimana kita mengolah itu, dengan konfirmasi ulang yang memenuhi syarat penulisan berita.” Di harian Joglosemar aturan soal saling berbagi naskah berita, bisa dikatakan lebih lunak. Salah satu redaktur di harian Joglosemar, Widi Purwanto, menjelaskan hal tersebut. “Jadi antara diperbolehkan dan tidak diperbolehkan, kalau tidak diperbolehkan sebenarnya jelas di aturannya kan secara umum kalau media kan masalah ini lho..disiplin verifikasi itu lho. Jadi ketika kawan-kawan reporter itu mendapat bandeman, disarankan…ya sebenarnya tanda kutip diijinkan, tapi disarankan untuk kembali melakukan konfirmasi ulang ke
narasumber yang bicara di berita itu. Tapi kan pada kenyataannya memang ini sudah umum gitu lho, kalau di lapangan bandem-bandeman itu sudah lazim karena mudahnya pengiriman menggunakan gadget, kemudian laptop dan macam-macam itu.” Namun Radar Solo juga punya aturan sendiri, terkait dengan prakter saling berbagi naskah atau biasa disebut dengan bandeman. Gunawan, salah satu redaktur di Radar Solo menceritakan soal kebijakan redaksinya terkait hal ini. “Sebetulnya kalau wartawan di lapangan itu diberikan keleluasaan juga. Artinya, eee..boleh meliput dalam sebuah komunitas wartawan di desknya masing-masing. Akan tetapi dalam penulisan harus ditulis sendiri, dan dicari anglenya sendiri. Jadi kita tidak memberlakukan berita itu bandeman atau permintaan dari wartawan media lain, jadi itu harus diseleksi semaksimal mungkin.” Bahkan Radar Solo punyak sanksi tegas, bagi reporter yang diketahui menerima naskah berita kiriman dari teman di lapangan, tanpa melakukan konfirmasi ulang ke narasumber terkait dan menulis berita kiriman tanpa melakukan editing terlebih dahulu. “Kita sudah hapal ya, artinya posisi redaktur untuk melihat berita itu apakah kiriman dari wartawan lain atau tidak. Eeee..kita upayakan kepada wartawan di Radar Solo untuk bisa menulis berita sendiri. Karena apa namanya, eee..kalau nanti si wartawan itu ketahuan berita itu kiriman dari wartawan lain, tentunya ada sanksi tersendiri. Tidak diperbolehkan. Biasanya kita terapkan surat peringatan, SP 1, SP 2, kalau berulang ya sanksi berupa pemutusan kerja.” Solopos juga memiliki aturan ketat, soal saling berbagi naskah ini. Ivan menceritakan, bahwa orisinalitas karya sangat dihargai dan berbagi naskah itu bukan sesuatu yang diperbolehkan. “Masing-masing redaktur itu punya aturan yang berdasarkan aturan perusahaan. Jadi di Solopos ada aturan yang secara tegas kalau si reporter ini menjiplak naskah dari media lain, otomatis dia akan kena sanksi surat peringatan, itu pasti. Tapi ada prosedurnya, ada prosedur dimana si reporter ini melakukan pelanggaran, sejauh mana dia melakukan pelanggaran. Misalnya dia eee, tidak sama sekali editing, itu akan ketahuan. Dan
persoalan yang paling mendasar adalah ketika dia melakukan penjiplakan adalah yang paling berpengaruh adalah narasumber. Ketika dia melakukan penjiplakan otomatis dia tidak melakukan wawancara dengan narasumber, nah itu akan kelihatan. Dan sanksinya otomatis akan dikeluarkan, jadi secara tegas di Solopos ketika si reporter melakukan penjiplakan dia akan mendapatkan surat peringatan dan berikutnya dia akan dikeluarkan.”
Jadi dalam praktek lapangan, saling berbagi naskah memang satu hal yang tidak boleh dilakukan. Tapi juga sesuatu yang tak bisa dipungkiri dan juga tak bisa dihindari. Ada peraturan tidak tertulis, yang membuat para reporter di lapangan melakukan praktek ini. Widi yang pernah bertugas di lapangan, memiliki pengalaman tentang ikatan yang ada diantara para wartawan, yang membuat praktek berbagi naskah ini menjadi satu hal yang sah untuk dilakukan. “Kalau mungkin saya dari pengalaman dulu pernah di lapangan sekitar dua tahun, itu kan saya juga mengalami sendiri ketika bandem-bandeman berita. Pertama, memang karena kesetiakawanan, kalau liputan itu kan barengbareng gitu lho, artinya kan kita tidak mungkin menyembunyikan berita kita.” Redaktur biasanya mengenali tulisan dari reporternya, karena memang ada gaya khusus yang dimiliki setiap reporter. Dari sinilah redaktur bisa tahu, apakah naskah berita yang dikirim adalah karya asli atau bukan. Seperti yang dikatakan Widi Purwanto, “Kemudian kalau triknya mengetahui ya, saya hapal betul dengan tulisan reporter saya. Karakter mulai dari jenis tulisannya, kemudian diksi-diksi yang dipakai itu saya sampai hapal. Jadi ketika ini bandeman atau tidak sebenarnya saya tahu. Pernah kasus itu, reporter saya itu dibandemi, sampai apa..kantor beritanya yang dari media tetangga itu masih tertulis di..ini lho, di body text. Kemudian memang saya tegur, kalau memang mendapat bandeman ya jangan serta merta ditelah mentah-mentah gitu lho. Ya sarankan untuk tadi, konfirmasi ulang ke narasumber, atau bila perlu cari angle lain yang lebih lengkap.”
B.4. Dampak terhadap Komunikan Berita di media cetak memiliki tujuan untuk menyampaikan informasi, terkait apa yang diberitakan. Tentunya penting untuk membuat berita yang menarik, dan bisa merangsang khalayak untuk membacanya. Tentunya berita yang diproduksi dan dimuat haruslah berita yang jujur, tidak dibuat-buat, bukan manipulasi, dan juga aktual. Dengan penulisan berita yang jujur dan sesuai dengan fakta di lapangan, tentu informasi yang didapatkan oleh khalayak menjadi bermanfaat. Syarat agar berita yang ditulis akurat tentu adalah kejujuran dari penulisnya, dalam hal ini reporter di lapangan. Menarik untuk mengetahui, sejauh mana informasi yang diberikan lewat tiga media cetak, tentu yang memiliki kemiripan satu sama lain, mengena pada penerima pesan. Tentu informan dalam penelitian ini bukan sembarang pembaca, namun adalah mereka yang membaca ketiga Koran tersebut bersamaan setiap harinya. Dan narasumber yang paling tepat adalah para petugas pranata humas di pemerintahan kabupaten atau kota. Dalam penelitian ini ada tiga orang pranata humas, dengan tugas yang sama dan bidang pekerjaan yang serupa. Mereka juga setiap hari berkutat dengan ketiga Koran yang menjadi obyek penelitian ini, yaitu Solopos, Radar Solo, dan Joglosemar. Mereka bertugas di Pemerintah Kabupaten Boyolali, Karanganyar, dan Kota Surakarta. Kenapa dipilih para petugas humas di pemerintahan tingkat II? Karena mereka memang bertugas untuk mendokumentasikan kegiatan di wilayah masing-masing, bukan hanya di halaman kabupaten, tapi juga di segmen berita lain seperti ekonomi, hukum, dan juga halaman nasional. Inilah yang membuat mereka menjadi narasumber yang sangat bermanfaat. Cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu 1. Suatu pemahaman komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatapmuka, namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik 1
Effendy, Onong Uchjana. 1994. Komunikasi Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung. Hlm. 10
(pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab. Pemahaman komunikasi dalam konsep ini, sebagai definisi berorientasi-sumber. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi semua kegiatan yang
secara
sengaja
dilakukan
seseorang
untuk
menyampaikan
rangsangan
untuk
membangkitkan respon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu sesuatu kepada orang lain atau membujuk untuk melakukan sesuatu 2. Dalam penelitian ini tentunya media massa sebagai salah satu saluran pesan perlu memahami fungsi dan tugasnya. Pesan yang disampaikan akan menjadi sebuah faktor penting, dalam pembentukan sebuah opini publik. Jujur tidaknya pesan tersebut akan menentukan, sebuah pendapat dari khalayak. Dalam hal ini kejujuran diawali dari produksi berita itu sendiri, apakah berita yang ditulis murni hasil kerja sendiri ataukah didapat dari rekan di lapangan. Yang pertama peneliti menanyakan kepada para petugas di bidang humas pemerintah daerah tingkat dua, terkait berita yang sama di tiga Koran di kota Solo, menurut Bambang Harjanto, petugas humas di Pemerintah Kota Surakarta, ada kemiripan berita yang selalu membuatnya tertarik. Apakah sering menemukan kemiripan antara berita-berita di ketiga Koran lokal Solo? “Kemiripan cukup banyak, karena disamping ya karena kita kan dalam setiap kegiatan itu selalu mengundang wartawan. Nah kemiripan-kemiripan itu dari, biasanya itu dalam hal..apa itu, kaitannya dengan pernyataan narasumber itu mirip. Tapi kalau kaitannya dengan, apa itu..pengembangan itu agak berbeda, tapi narasumbernya itu sama.“ Dari 3 media itu, yang paling sering mirip itu yang mana? “Solopos dengan Joglosemar, itu hampir selalu mirip. Tapi untuk berita yang kecil-kecil lho, kalau yang berita besar biasanya agak berbeda, tapi kalau yang kecil itu sama…hampir lho ya, bukan sama plek. Itu poinpoinnya sama, cuma dikembangkan sendiri sama wartawannya.” Dari sini terlihat bahwa mereka memiliki penilaian yang kompeten dengan penelitian ini. Apa yang diamati setiap hari, membuktikan adanya kemiripan berita di tiga Koran lokal di Solo. Komunikan adalah pihak yang menerima pesan, dalam hal ini lewat media massa. Apakah kemiripan berita menimbulkan persepsi tersendiri, tentu hanya petugas humas yang 2
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya Offset. Bandung. Hlm. 61
merasakannya. Karena memang tidak semua orang membaca beberapa media massa, dalam waktu yang bersamaan. “Ya kita sebagai pembaca ya hanya kita, nggak…yang penting gini, berita itu…eee yang penting kita bisa dapat informasi, begitu saja. Kita tidak terpikir berita itu sama atau bagaimana, karena mereka juga dengan gaya bahasa mereka sendiri, jadi tidak terpengaruh pada kita saat membaca, karena mereka menyampaikannya hampir sama, hanya dengan bahasa yang berbeda. Tidak berpengaruh pada kita.” (Chomsya Nurhemi, Kasi Humas Dishubkominfo Karanganyar)
“Kalau secara substansi enggak lah, sama. Karena kebetulan sistem saya, saya nggak, eee..kalau wawancara biasanya lewat HP ya, tapi kalau kesini biasanya saya buatkan release, sudah tertulis dari saya. Itu sama lah substansi, tapi tidak menutup kemungkinan lewat HP, tapi kalau saya jarang ya lewat HP, pasti teman-teman saya undang. Mungkin sama bupati, lha mungkin penerimaan bahasanya kan beda ya. Jadi saya lebih senang menggunakan release yang saya buat, kemudian saya share dengan mereka. Harusnya mereka cari sendiri, dengan bahasa mereka sendiri, eksis sendiri.” (Wiwis Trisiwi Handayani, Kasubbag Humas Protokol Setda Boyolali)
“Kalau masalah itu, memang pernah kalau sebagai pembaca berita, kok ya mirip ya.. tapi kan tidak semua itu sama, Cuma beberapa potong yang sama. Kalau pikiran saya begini, ini mungkin wartawannya bareng datangnya. Atau bisa juga karena saling memberikan berita, atau informasi. Mungkin yang penting dibuat sama, lalu kalau ada pikiran sendiri yang dibuat berbeda.” (Bambang Harjanto, Staf Humas dan Protokol Setda Kota Surakarta) Namun bagi mereka tidak ada masalah, dengan kemiripan berita tersebut serta praktek saling tukar naskah antar sesama wartawan. Bagi mereka informasi yang didapatkan sudah cukup, dan membantu dalam bidang pekerjaan masing-masing. Namun wawancara ini menguatkan fakta
yang sebelumnya diperoleh lewat pengamatan isi berita dari Solopos, Jawa Pos Radar Solo, dan Joglosemar. Kemiripan itu memang ada dan itupun diakui oleh pembaca.
B.5. Makna Eksklusivitas dan Orisinalitas Berita Dalam dunia jurnalistik dikenal istilah eksklusivitas berita, yang selama ini menjadi satu nilai plus bagi setiap media massa. Mendapatkan berita eksklusif, berarti si media massa tersebut bisa disebut selangkah didepan kompetitornya. Tentu saja hal ini menjadi hal yang paling diburu oleh setiap redaksi, yang menugaskan setiap reporter untuk mencari berita yang berbeda dengan media lain tapi tetap memiliki nilai berita tinggi. Di masa lalu berita eksklusif berarti hanya satu media massa saja yang mendapatkan, sementara yang lain sama sekali tidak memuat. Bisa berupa kejadian atau peristiwa, berita isu yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, hingga berita politik. Namun seiring berjalannya waktu, ada pergeseran pemahaman tentang eksklusivitas berita. Di era perkembangan teknologi digital seperti saat ini, sangat sulit menyembunyikan satu peristiwa dari media massa. Bahkan banyak masyarakat yang bertindak seperti jurnalis, dan lazim disebut sebagai citizen journalism. Jadi memang tidak mungkin sebuah media massa, mendapatkan satu peristiwa menarik dimana para kompetitor terlewatkan. Apalagi dengan adanya praktek saling tukar naskah berita, maka tidaklah mungkin ada eksklusivitas berita yang benar-benar eksklusif. Apakah ada pergeseran makna eksklusivitas berita? Bisa disimak dari beberapa wawancara dengan para redaktur di 3 koran lokal Solo. “Soal eksklusivitas disini yang kami artikan eksklusif adalah ketika si reporter itu membuat berita yang sifatnya berita itu sangat layak baca, dan menjadi bahan pembicaraan di publik sementara di media lain tidak ada. Itu yang kami anggap sebagai eksklusivitas dan biasanya untuk eksklusif ini ada campur tangan dari redaktur. Redaktur punya isu, dia ingin menggarap sebuah isu tertentu dan reporter diminta untuk mengerjakan. Biasanya seperti itu.” (Ivan Indra Kusuma, Redaktur Solopos)
“Radar Solo mengutamakan eksklusivitas dari pengambilan isu berita ya, untuk wartawan, jadi makna eksklusivitas itu ketika wartawan bisa mengambil berita itu secara sendiri, secara mandiri, tanpa ketergantungan
dari wartawan media lain. Meskipun dalam mengambil isu itu bersamasama dengan media lain, itu kita ada kemasannya sendiri-sendiri. Artinya dalam satu isu kita bikin beritanya berangle-angle dan mendalam. Jadi dalam terbitan Koran, nanti stylenya akan berbeda dengan media lain.” (Gunawan, redaktur Jawa Pos Radar Solo)
“Untuk Eksklusivitas di Joglosemar itu ada liputan khusus. Jadi setiap edisi Senin, Kamis, sama Minggu itu kita punya edisi eksklusif sendiri. Jadi kita olah sendiri dari tim redaksi kemudian kita punya reporter eksklusif sendiri, jadi kita menunjukkan di tiap tiga hari itu. Jadi kita ada rapat setiap senin dan kamis, khusus membahas itu. Jadi kalau sampeyan lihat Koran Joglosemar itu kan setiap Senin, Kamis, sama Minggu itu ada berita liputan khusus di halaman cover. Nah itulah Eksklusivitas di Joglosemar yang paling ditonjolkan.” (Widi Purwanto, redaktur Harian Joglosemar) Dengan demikian jelas bahwa eksklusivitas berita tidak lagi berita yang hanya satu-satunya, melainkan bagaimana satu berita diolah dengan gaya masing-masing media sehingga bisa menyajikan berita yang berbeda walau temanya sama. Dan mengenai orisinalitas berita, maka hal ini menjadi sesuatu yang mutlak dimiliki sebenarnya. “Orisinal disini kami artikan sebagai keaslian, keaslian karya dari setiap reporter. Jadi setiap reporter ini, ketika dia membuat berita, itu adalah hasil karya dia wawancara secara individu, artinya secara individu dia melakukan wawancara secara langsung bukan mengutip dari media lain. Kadangkadang ada beberapa teman reporter yang memang suka berbagi, artinya dia hanya menerima naskah dari media lain kemudian dia hanya meminta konfirmasi kepada narasumber bahwa dia mengkopi keterangan atau hasil wawancara dari media lain, nah itu yang tidak kami benarkan. Yang kami inginkan orisinal disini adalah dia benar-benar melakukan wawancara secara langsung, kemudian melakukan peliputan secara langsung, dan juga itu hasil karya dari dia sendiri.” (Ivan Indra Kusuma, Redaktur Solopos) Dengan demikian jelas bahwa sebuah karya jurnalistik haruslah orisinil atau asli, merupakan karya sendiri yang diperoleh dari hasil peliputan secara mandiri, serta memproduksinya menjadi
satu buah berita yang jujur, akurat, dan bisa dipertanggung jawabkan. Namun berdasarkan hasil penelitian ini terlihat, bahwa keaslian karya jurnalistik tidaklah seratus persen. Perkembangan teknologi sangat berpengaruh pada kinerja para reporter di lapangan, dan semakin memudahkan pekerjaan mereka dalam memproduksi berita media cetak. Namun perkembangan teknologi, kecanggihan alat yang digunakan, serta semakin mudahnya proses pengiriman berita, ternyata diikuti dengan mudahnya sharing naskah antar wartawan yang berbeda media. tentu saja hal ini dilarang, karena setiap media cetak memiliki ciri khas masing-masing yang tidak bisa dan tidak boleh disamai oleh kompetitornya. Jelas bahwa pekerjaan wartawan memerlukan satu kejujuran, ketelitian, dan juga kehati-hatian karena apa yang dimuat di media massa, bisa mempengaruhi pemikiran pembacanya, memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik, serta berakibat pada hajat hidup orang banyak. Di masa teknologi semakin berkembang pesat, media massa semakin dibutuhkan dalam kehidupan karena masyarakat pun semakin cerdas dan kritis. Kejujuran mutlak diperlukan, untuk menjamin keakuratan berita yang dibaca oleh khalayak.
C. Kesimpulan Analisa Penelitian dalam Tabel Kemiripan berita dari 3 koran lokal yang menjadi obyek penelitian, sudah ditunjukkan lewat data berupa dokumen Koran yang menjadi obyek penelitian. Sebelumnya di bab 2 sudah dijelaskan mengenai pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan hasil dari penelitian ini sendiri. Untuk menjelaskannya, akan disajikan dalam tabel.
Tabel 4.3. Adakah pertukaran Naskah berita? Media
Adakah PertukaranNaskah?
Solopos
Ya kadang menerima, istilahnya bandeman ya, kadang menerima bandeman dari teman. Itu pun masih kita olah lagi, dengan data yang kita terima dan punya. (Indah Septyaning Wardani)
Radar Solo
Ya pernah mas, kalau semacam itu pernah. Cuma dari kantor saya sendiri ditekankan, meskipun kita melakukan peliputan bersama, minimal ada satu poin, satu angle yang lebih ee..lebih menarik, yang bisa dijadikan unggulan. Apalagi sesuai dengan jargonnya Koran saya sendiri kan selalu ada yang baru. Disitu kita dituntut untuk lebih maju dalam pengambilan angle, jadi meskipun liputan bareng kita sebisa mungkin mencari angle-angle yang unik atau angle-angle yang lebih maju gitu. (Adi Prasetyawan)
Joglosemar
Kalau mau dikatakan off the record, ini sudah menjadi rahasia umum. Kalau di daerah kan kendalanya adalah wilayah, dengan eee..kadang-kadang kan kejadian itu bersamaan. Dengan daerah yang satu reporter harus menjangkau luasnya wilayah kan tidak bisa terpenuhi, otomatis…pernah juga sih share informasi, narasumber, atau share naskah...pernah juga…ee membina hubungan di lapangan. (Ario Bhawono)
Tabel 4.4. Motivasi Saling Berbagi Naskah Media
Motivasi
Solopos
Pernah beberapa kali, ya sering ding..hampir sering. Kadang kalau, saya kadang mengandalkan teman, terutama teman televisi yang sudah lebih dulu ke TKP dan dia datanya lebih komplit karena pandangan matanya dia lebih awal, jading saya minta beritanya dia. Tapi tetap saja saya olah dengan hasil, digabungkan dengan berita saya sendiri. (Indah Septyaning Wardani)
Radar Solo
Kendala utama ada di wilayah peliputan yang luas, jadi saya terpaksa meminta naskah berita dari teman. Saya kan di Karanganyar hanya sendirian, tapi diberi tugas untuk mengisi satu halaman sendiri. Jadi langkah tersebut terpaksa saya lakukan, untuk memenuhi kuota berita yang diperlukan. Tapi biasanya saya batasi untuk berita seremonial, atau acara pemkab Karanganyar. (Adi Prasetyawan)
Joglosemar
Teknis di daerah sendiri itu lebih ke area, rentang areanya kan terlalu luas dan di media kan ada beberapa macam, kalau media lokal kan kecenderungannya kan keterpenuhan halaman, jadi ada target berita. Agar setiap halapan terisi cukup berita, maka semua wartawan diberi target berita minimal empat berita sampai lima berita plus foto. Sementara kejadian atau peristiwa atau sumbersumber berita di daerah kan cukup luas aspek geografis wilayah sangat mempengaruhi. Tentunya harus ada konfirmasi ulang, untuk kesahihan berita itu sendiri. (Ario Bhawono)
Tabel 4.5. Kebijakan Redaksi Terkait Copy Paste Naskah Berita Media
Kebijakan Redaksi
Solopos
Pada prinsipnya jurnalis itu kan tidak boleh menjiplak atau plagiat, intinya kita harus membuat berita berdasarkan pemikiran kita sendiri. Persoalan ada informasi kejadian atau peristiwa itu boleh saja kita berbagi. Tapi dalam hal penulisan, kita dilarang. Jadi reporter harus membuat karya sendiri dari awal sampai akhir. Persoalan dia mendapatkan informasi dari teman media lain itu tidak masalah. Atau dia mendapat informasi sepanjang berita itu bersifat umum dan media lain tahu, itu tidak masalah. (Ivan Indra Kusuma)
Radar Solo
Kita sudah hapal ya, artinya posisi redaktur untuk melihat berita itu apakah kiriman dari wartawan lain atau tidak. Eeee..kita upayakan kepada wartawan di Radar Solo untuk bisa menulis berita sendiri. Karena apa namanya, eee..kalau nanti si wartawan itu ketahuan berita itu kiriman dari wartawan lain, tentunya ada sanksi tersendiri. Tidak diperbolehkan. Biasanya kita terapkan surat peringatan, SP 1, SP 2, kalau berulang ya sanksi berupa pemutusan kerja. (Gunawan)
Joglosemar
Pernah kasus itu, reporter saya itu dibandemi, sampai apa..kantor beritanya yang dari media tetangga itu masih tertulis di..ini lho, di body text. Kemudian memang saya tegur, kalau memang mendapat bandeman ya jangan serta merta ditelah mentah-mentah gitu lho. Ya sarankan untuk tadi, konfirmasi ulang ke narasumber, atau bila perlu cari angle lain yang lebih lengkap. Saya ngomong ke atasan saya, misalnya sama pemimpin redaksi kemudian sama redaktur pelaksana itu ya paling cuma dikasih teguran, tidak sampai SP atau pemecatan, nggak pernah. (Widi Purwanto)
Tabel 4.6. Pengaruh Perkembangan Teknologi Media
Pengaruh Perkembangan Teknologi
Solopos
Ya mesti ada pengaruhnya, jadi lebih cepat, terutama kalau ngetik dari BB. Dulu itu, ngetik itu belum bisa dari handphone. Jadi ngetik harus ke press room dulu, karena harus ngetik di press room. Tapi sekarang kalau ada kejadian bisa langsung ngetik di handphone atau di laptop. (Indah Septyaning Wardani)
Radar Solo
Ada pengaruh, pengaruh kemajuan lebih ke kemajuan. Ketika berada di tempat kita sudah bawa smartphone bisa ee..mengetik berita dulu tanpa harus ke kantor atau ke press room. Jadi ada kemudahan lah dengan teknologi itu, semakin cepat dan membantu kinerja. (Adi Prasetyawan)
Joglosemar
Sangat…sangat…artinya begini, dulu itu untuk empat berita sampai lima berita sampai satu hari penuh itu baru selesai. Sekarang dengan adanya teknologi, katakanlah dengan gadget ini ya, eee…kalau tidak ada kejadian dengan pilihan isu segala macamnya, seharusnya kerja itu cepat. Artinya sebelum jam tiga, deadline perusahaan biasanya jam tiga jam empat untuk reporter ya, itu sudah terpenuhi. Dimanapun kita berada, kita bisa memproduksi berita, kita bisa kirim berita kapan saja tanpa harus ke lokasi yang ada warnet atau kota yang ada akses internetnya.
Tabel 4.7. Makna Eksklusivitas Berita Media
Eksklusivitas Berita
Solopos
Soal eksklusivitas disini yang kami artikan eksklusif adalah ketika si reporter itu membuat berita yang sifatnya berita itu sangat layak baca, dan menjadi bahan pembicaraan di publik sementara di media lain tidak ada. Itu yang kami anggap sebagai eksklusivitas dan biasanya untuk eksklusif ini ada campur tangan dari redaktur. Redaktur punya isu, dia ingin menggarap sebuah isu tertentu dan reporter diminta untuk mengerjakan. (Ivan Indra Kusuma)
Radar Solo
Radar Solo mengutamakan eksklusivitas dari pengambilan isu berita ya, untuk wartawan, jadi makna eksklusivitas itu ketika wartawan bisa mengambil berita itu secara sendiri, secara mandiri, tanpa ketergantungan dari wartawan media lain. Meskipun dalam mengambil isu itu bersama-sama dengan media lain, itu kita ada kemasannya sendiri-sendiri. Artinya dalam satu isu kita bikin beritanya berangle-angle dan mendalam. Jadi dalam terbitan Koran, nanti stylenya akan berbeda dengan media lain. (Gunawan)
Joglosemar
Untuk Eksklusivitas di Joglosemar itu ada liputan khusus. Jadi setiap edisi Senin, Kamis, sama Minggu itu kita punya edisi eksklusif sendiri. Jadi kita olah sendiri dari tim redaksi kemudian kita punya reporter eksklusif sendiri, jadi kita menunjukkan di tiap tiga hari itu. Jadi kita ada rapat setiap senin dan kamis, khusus membahas itu. Jadi kalau sampeyan lihat Koran Joglosemar itu kan setiap Senin, Kamis, sama Minggu itu ada berita liputan khusus di halaman cover. Nah itulah Eksklusivitas di Joglosemar yang paling ditonjolkan.
D. Pembahasan Dari hasil penelitian bisa dikatakan bahwa praktek saling berbagi naskah antar reporter media cetak memang terjadi. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyak hal mulai dari area liputan yang luas, keterbatasan waktu, hingga kemajuan teknologi. Awalnya peneliti mencari data berupa dokumen dari tiga Koran lokal di Solo yaitu Solopos, Radar Solo, dan Joglosemar. Dari situ terdapat kemiripan pada berita di halaman daerah, mulai dari judul, angle, hingga ke badan berita. Memang kemiripan tidak seratus persen, karena sudah melalui proses editing lagi. Dan hal ini tidak dibantah oleh mereka yang bertugas di lapangan, mereka yang setiap hari memproduksi berita. Memang kebutuhan untuk mengisi halaman, menjadi tantangan tersendiri bagi reporter di daerah. Pasalnya coverage area mereka cukup luas, dan memiliki dinamika masing-masing. Sementara sumber daya manusia yang bertugas, biasanya hanya satu orang per kabupaten. Dengan kondisi seperti ini maka terciptalah sebuah simbiosis mutualisme disini. Satu orang kesana, sementara yang lain ke lokasi yang berbeda, lalu berkumpul di satu tempat, saling bertukar naskah berita. Halaman tercukupi, pekerjaan selesai, dan semua bisa terpuaskan. Tapi apakah hal tersebut dibenarkan? Masing-masing media punya jawaban yang berbeda, namun sepakah dengan satu hal. Kinerja seorang jurnalis harus didasari oleh kejujuran, dan jujur disini adalah saat seorang jurnalis melakukan kerja jurnalistik secara mandiri dan menghasilkan karya yang orisinal, benar, aktual, serta bisa dipertanggung jawabkan. Dan sebuah karya bisa disebut orisinal, apabila dibuat secara mandiri. Dalam kode etik jurnalistik disebutkan dengan jelas, bahwa seorang wartawan tidak boleh melakukan plagiarisme. Pasal 13 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan, bahwa wartawan tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya. Kerja peliputan dilakukan sendiri, dengan konfirmasi dan penulisan sendiri. Peneliti pun memiliki pikiran yang sama, terhadap profesi jurnalis ini. Karena ditangan mereka informasi yang akan dikonsumsi publik, diolah dan disajikan kepada khalayak. Jika informasi yang diberikan benar dan bisa dipertanggung jawabkan, maka khalayak atau komunikan akan memperoleh pesan yang seharusnya mereka pahami. Tapi apabila informasi tersebut hanya berdasarkan sumber yang absurd dan tidak bisa dipertanggung jawabkan, maka dampaknya bisa berbahaya karena menerima informasi yang salah. Dengan hasil dari studi kasus ini maka didapatkan fakta bahwa praktek saling berbagi naskah atau yang lazim disebut dengan bandeman memang benar-benar terjadi di kalangan wartawan Koran lokal di wilayah Solo raya.
Dengan beragam motivasi hal tersebut dilakukan, terutama untuk memenuhi kuota berita yang diwajibkan oleh redaksi masing-masing. Pihak redaksi pun tidak menutup mata akan hal ini, tapi redaksi masih memberi keleluasaan kepada reporter dengan meminta konfirmasi ulang kepada narasumber. Tentu hal ini dilakukan, untuk menjaga kredibilitas media dimata para narasumber. Dan konfirmasi itulah yang menjadi kunci dalam masalah ini, yang pada akhirnya bisa menyelesaikan apa yang disebut bandeman ini. Konfirmasi ulang kepada narasumber membuat berita yang sebelumnya terkesan plagiat, menjadi bisa dipertanggungjawabkan. Saling berbagi naskah walau sebenarnya salah, namun bisa diperbaiki dengan melakukan konfirmasi ulang ini. Namun apapun alasannya, seorang wartawan wajib melakukan peliputan sendiri, menuliskannya secara mandiri, dan bertanggung jawab atas isi beritanya tersebut kepada redaksi masing-masing. Saling bertukar naskah tidak bisa dijadikan sebuah kebiasaan, karena setiap media cetak memiliki karakter tersendiri. Dan hal tersebut harus menjadi standar operasional bagi reporter lapangan, agar bisa menjaga integritas, orisinalitas, dan aktualitas berita yang ditulisnya. Selain motivasi di lapangan, perlu juga dijelaskan tentang faktor lain yang membuat para wartawan akhirnya melakukan praktek saling berbagi naskah. Di bab II sudah dibahas mengenai apa saja yang bisa menjadi pengaruh dalam permasalahan ini. Tahap awal proses framing adalah menentukan jenis-jenis faktor yang mempengaruhi framing isi berita, baik dari dalam sistem media seperti faktor struktur organisasi, karakteristik wartawan, maupun pengaruh dari luar organisasi media seperti kelompok kepentingan maupun aktor-aktor politik 3. Salah satu yang memiliki pengaruh kuat adalah owners atau pemilik organisasi media. Sebagai pemilik tentu bisa menanamkan pengaruhnya terhadap redaksi, yang pada akhirnya berdampak pada kinerja wartawan di lapangan. Awak media hanya bagian kecil dalam organisasi yang mempengaruhi pemberitaan, sementara organisasi media adalah institusi yang lebih besar yang melingkupi tidak saja bagian redaksi, namun juga meliputi bagian iklan, bagian sirkulasi dan bagian-bagian lain yang terkadang memiliki kepentingannya sendiri yang tidak selalu sejalan dengan kepentingan bagian redaksi. “Pertarungan‟ kepentingan antar bagian dalam organisasi media ini berkontribusi dalam mempengaruhi bagaimana isi media yang akan terbit 4. Peran dan pengaruh dari dalam ini juga memberi dampak besar, dalam proses peliputan di lapangan. Tuntutan persaingan antar media sendiri membuat redaksi terus memacu para 3 4
Schuefele, Op Cit, hal 115 Shoemaker, Stephen. Op Cit. 1996
reporternya, untuk terdepan dan bisa menyajikan informasi secepat dan seakurat mungkin. Namun hal tersebut bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan, di lapangan persoalannya sangat kompleks dan terkadang tidak bisa diprediksi. Dan dari wawancara yang dilakukan terhadap sejumlah jurnalis yang menjadi responden penelitian ini, terlihat bahwa pengaruh dari organisasi media ini menjadi salah satu faktor utama, mengapa praktek saling berbagi naskah tersebut akhirnya dilakukan. Dalam penelitian ini banyak ditemukan adanya kemiripan berita, diantara 3 koran lokal Solo yaitu Solopos, Radar Solo, dan Joglosemar. Kemiripan banyak muncul di angle atau sudut pandang berita, yang disertai kutipan narasumber yang sama. Untuk berita ekonomi seperti kenaikan harga sembako, ada banyak narasumber yang bisa diwawancara seperti pedagang atau pembeli, namun di kutipan wawancaranya, lebih dari satu koran menampilkan kutipan dari narasumber yang sama dengan sudut pandang yang sama pula. Dengan demikian peneliti menanyakan pada responden dari reporter lapangan, hasilnya memang ada pertukaran naskah berita antara mereka. Kemiripan bukan terjadi karena kebetulan, tapi memang ada kesengajaan dari reporter di lapangan sendiri. Hal ini terungkap saat dilakukan studi kasus dengan disertai wawancara mendalam. Dan penelitian ini berhasil menjawab pertanyaan mengapa ada kemiripan berita di 3 koran lokal kota Solo? Hasilnya kemiripan tersebut muncul karena adanya praktek saling berbagi naskah berita, yang sebenarnya menurut peraturan itu dilarang. Baik dalam peraturan perusahaan penerbitan dan redaksi masing-masing, ataupun menurut Kode Etik Jurnalistik. Dan semuanya sudah terjawab di bab IV penelitian ini. Dengan kemajuan teknologi yang ada, ada banyak persoalan yang muncul. Selain sisi positif, tentu ada sisi negatif. Wartawan masa kini bisa dikatakan lebih dimanja dengan kemajuan teknologi tersebut, sehingga terkesan malas untuk mengejar berita dengan taruhan apapun. Terlihat dari hasil wawancara dimana reporter di lapangan “malas” untuk melakukan peliputan dengan alasan wilayah yang terlalu luas. Untuk apa liputan kesana kemari jika bisa saling bekerjasama dan memanfaatkan teknologi. Berita bisa dikirim lewat e-mail, dan kemudian diedit di gadget masing-masing untuk kemudian dikirimkan ke redaksi masing-masing tanpa harus berpindah tempat. Wartawan masa kini perlu diingatkan lagi dengan adanya kode etik jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan. Plagiarisme bukan tidak diketahui, tapi justru dilegalkan atas nama solidaritas.