perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Cerpen Senyum Karyamin Buku kumpulan cerita pendek ini berisi 13 judul cerita karya Ahmad Tohari, yang ditulis antara tahun 1976 sampai 1986. Seperti karya-karyanya yang lain, ceritanya didominasi oleh kehidupan orang-orang dusun yang masih lugu dan sederhana bahkan kolot, di dalamnya memperlihatkan latar alam pedesaan yang jernih,natural, dan apa adanya. Di saat pengarang lain mengambil cerita dari gemerlapnya dunia, teknologi, masa kini, dan penuh kemewahan, Ahmad Tohari justru mengangkat cerita dari dunia pedesaan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ahmad Tohari yang mengatakan memang mempunyai motivasi awal ingin mengajak masyarakat untuk berdialog imaginer tentang realitas masyarakat terutama di kelas bawah. Ahmad Tohari ingin masyarakat membaca dan menyadari bahwa di tengah-tengah kita ada masyarakat-masyarakat yang hidupnya terlukis seperti dalam cerpen-cerpennya. Daya pikat latar tersebut, menjadi sangat pas dengan adanya tokoh sentral yang berasal dari kalangan bawah atau wong cilik. Tohari seolah-olah mewakili aspirasi rakyat kecil melalui kata-kata yang ia sampaikan dalam setiap cerpen dalam buku ini. Indonesia seakan dikuliti oleh setiap kata yang diungkapkan Tohari. Wajah asli Indonesia semakin tampak nyata, dengan diungkapkannya kisah yang sering terjadi di Indonesia baik sosial, budaya, moral, maupun kehidupan religi masyarakat Indonesia. Para pengamat maupun peminat sastra sebagian besar menyorot karya Ahmad Tohari yang berupa novel, jarang sekali mereka menyinggung karya Ahmad Tohari yang berupa cerpen. Padahal, awal kepengarangan Tohari adalah cerpen Jasa-jasa buat Sanwirya yang berhasil meraih hadiah dalam Sayembara Kincir Emas Radio Nederland Wereldomroep tahun 1975. Di samping itu, gaya pengucapan Tohari dalam cerpen tampak lebih tegas dalam penyampaian pesan kepengarangannya. commit to user 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
Adapun ketigabelas cerpen yang ada dalam kumpulan cerpen tersebut, yaitu: (1) Senyum Karyamin; (2) Jasa-jasa buat Sanwirya; (3) Si Minem Beranak Bayi; (4) Surabanglus; (5) Tinggal Matanya Berkedip-kedip; (6) Ah, Jakarta; (7) Blokeng; (8) Syukuran Sutabawor; (9) Rumah yang Terang; (10) Kenthus; (11) Orang-Orang Seberang Kali; (12) Wangon Jatilawang; dan (13) Pengemis dan Shalawat Badar. Senyum Karyamin adalah kisah pertama sekaligus judul yang dipilih Ahmad Tohari untuk kumpulan cerita pendek ini. Bercerita tentang seorang pemuda pengangkat batu kali yang bernama Karyamin. Karyamin dan kawan-kawannya setiap hari harus mengangkat batu dari sungai ke pangkalan material. Kesewenang-wenangan para tengkulak mempermainkan harga batu membuat kehidupan Karyamin dan kawan-kawannya tak menjauh dari kemiskinan dan kelaparan. Para pengumpul batu itu senang mencari hiburan dengan menertawakan diri mereka sendiri. Itu adalah cara mereka untuk bertahan hidup Jasa-jasa buat Sanwirya berisi tentang kisah seorang penderes (pencari nira) yang meninggal sebelum rencana pendanaan oleh teman-temannya diwujudkan. Pencari nira di hutan itu sekarat karena mengalami kecelakaan jatuh dari pohon nira. Mereka saling beradu argumen mengenai jasa yang akan diberikan pada Sanwirya, karena mengetahui bahwa keluarga Sanwirya tidak mampu untuk membawa Sanwirya berobat. Pada akhirnya, Sanwirya mati sebelum teman-temannya mewujudkan rencana bantuan mereka. Si Minem Beranak Bayi bercerita tentang kisah yang banyak terjadi pada perempuan Indonesia zaman dahulu, yaitu menikah di usia muda. Minem melahirkan bayinya yang prematur pada usia 14 tahun. Dalam cerpen tersebut, Tohari memilih tema yang sedikit berbeda, yakni keluguan orang-orang desa yang berpikir bahwa tugas orang tua akan berakhir setelah menikahkan anaknya, meskipun si anak masih berusia belasan tahun. Kebanggaan bahwa anak-anaknya laris manis lebih penting baginya daripada membekali anak-anaknya dengan pendidikan yang cukup, agar memperoleh penghidupan yang lebih layak dari orang tuanya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
Surabanglus menceritakan tentang kisah dua orang pencuri kayu hutan yang kehabisan tenaga di tengah hutan. Kemudian karena lapar, salah satu dari mereka memakan singkong beracun yang di daerah sana disebut surabanglus. Pada cerpen ini, kita seakan disadarkan bahwa di Indonesia masih sering terjadi pungutan liar yang akhirnya menyengsarakan orang lain. Kimin dan Suing sang pencari kayu hutan, merasa ditipu karena ia telah membayar karcis untuk masuk hutan, namun masih saja diburu oleh polisi kehutanan yang menganggap mereka adalah penebang liar. Tinggal matanya berkedip-kedip menceritakan tentang kerbau yang menjinakkan pawangnya. Pawang tersebut bernama Musgepuk, dia sangat sombong dan tidak ada belas kasihan terhadap hewan yang ditanganinya. Dia menganggap bahwa dia mampu menjinakkan segala macam ternak yang dipelihara petani. Karena kesombongannya itulah, salah satu kerbau yang ia tangani bernama si Cepon mati tak berdaya di tangan Musgepuk sendiri. Musgepuk akhirnya menyerah dan kehilangan arti dan nilainya sebagai pawang. Ah, Jakarta bercerita tentang persahabatan seorang buronan polisi. Cerpen ini seakan menggambarkan kerasnya kehidupan di kota Jakarta, yang membuat orang-orang rela melakukan segala cara untuk dapat bertahan hidup salah satunya merampok. Buronan polisi itu sempat bersembunyi di salah satu rumah sahabatnya yang baik hati mau menerimanya, sebelum akhirnya dia mati mengapung di kelokan kali Serayu di bawah jalan raya. Cerpen ketujuh yang berjudul Blokeng memiliki sentilan sosial yang amat kuat. Ketika ada seorang perempuan bernama Blokeng dengan keterbelakangan mental, tak memiliki sanak keluarga, bertahan hidup dengan cara mengais sampah di pasar, tinggal di sebuah gubuk tanpa perabot, dan tanpa lampu. Tiba-tiba saja Blokeng dikabarkan telah hamil, sehingga membuat orang-orang di kampungnya kebingungan. Warga kampung yang merasa dirinya jauh lebih terhormat dibandingkan Blokeng, si perempuan idiot ini, ternyata justru jauh lebih tak bermartabat. Blokeng dengan serta merta mengatakan bahwa bukan Lurah Hadining lah yang menghamilinya, ketika sang tokoh masyarakat ini dengan bijak commit userbertanggung jawab terhadap bayi mengatakan kepada warganya bahwa diatoakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
yang dilahirkan, untuk menghentikan kesaling-curigaan, saling tuduh menuduh, dan untuk menghentikan keresahan yang menimpa desa tempat tinggal mereka. Syukuran Sutabawor bercerita tentang hal-hal yang dianggap tabu karena memercayai mantera dan sejenisnya. Diawali dengan kisah seseorang bernama Sutabawor yang jengkel melihat pohon jengkol kesayangannya tidak segera berbuah. Dia hendak menebangnya, namun ayahnya melarang dan memberikan solusi untuk membacakan mantera pada pohon jengkolnya. Akhirnya, pohon jengkolnya benar-benar berbuah dan Sutabawor mengadakan syukuran. Hal yang menarik dalam cerita ini adalah Tohari sedikit menyelipkan kritiknya terhadap para wakil rakyat lewat mantera yang diucapkan Sutabawor. Mantera tersebut menyiratkan bahwa sampai-sampai pohon jengkol tidak mau menjadi tutup lahat priayi zaman akhir, karena dianggap oleh pohon jengkol priayi zaman akhir adalah orang yang tidak mau mengerti penderitaan rakyat kecil. Cerpen kesembilan dengan judul Rumah yang Terang, sangat kental sekali akan nilai-nilai religius. Dikisahkan, Haji Bakir bersikukuh tidak mau memasang listrik di rumahnya, meskipun ia selalu diolok-olok tetangganya karena dianggap pelit dan kikir. Pada akhir cerita, anak dari haji Bakir menceritakan kepada para tetangga alasan mengapa ayahnya tidak mau memasang listrik, yaitu karena beliau meyakini bahwa apabila cahaya dihabiskan semasa hidup maka ia khawatir tidak mendapat cahaya di alam kubur. Tetangga yang biasanya mengolok-olok hanya bisa terdiam dan menunduk mendengar penjelasan itu. Kenthus menceritakan tentang seseorang yang menyombongkan dirinya atas kekuasaan yang dimiliki, padahal kekuasaannya bersifat sementara dan tidak pasti. Dalam ceritanya, Kethus mendapat sebuah mandat dari ketua RT untuk menghimpun buntut tikus sebanyak mungkin dari warga desa. Kenthus yang sombong, akhirnya malah menggunakan uang dari kas desa tersebut untuk kepentingannya sendiri. Dia merasa bahwa dirinya sedang berkuasa dan berhak untuk melakukan apa saja yang dikehendakinya. Istri Kenthus bernama Dawet, sampai-sampai membenci Kenthus akibat kesombongan dan ketamakannya. Orang-Orang Seberang Kali adalah kisah seseorang bernama Madrakum to user adalah seorang pengadu ayam yang memiliki tabiat yang tidak commit baik. Madrakum
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
jago. Ayam-ayam yang ia pelihara terkenal paling baik di daerahnya. Tidak hanya Madrakum saja yang mempunyai tabiat buruk itu, namun hampir semua orangorang seberang kali suka mengadu ayam. Suatu hari, Madrakum jatuh sakit bahkan sekarat hampir menjemput ajalnya. Salah satu teman Madrakum akhirnya meminta tolong orang-orang di seberang desanya yang terkenal taat pada agama untuk membacakan doa bagi Madrakum. Ternyata benar, setelah dibacakan Surat Yassin, akhirnya Madrakum meninggal, namun sebelumnya ia melakukan hal-hal aneh. Selesai dibacakan Yassin, Madrakum berkokok berulang kali dan meniru gaya ayam jantan yang ia pelihara, sebelum akhirnya ia jatuh melingkar di tanah dan mati. Wangon Jatilawang menceritakan kisah seseorang yang memiliki keterbelakangan mental bernama Sulam. Ia adalah anak sebatang kara dan tidak mempunyai tempat tinggal yang pasti. Setiap harinya Sulam berjalan antara dua kecamatan, yaitu Wangon dan Jatilawang yang jaraknya kurang lebih tujuh kilometer. Salah satu orang baik yang dalam cerita tersebut diperankan oleh tokoh „Aku‟, bersedia rumahnya dijadikan tempat berteduh bagi Sulam. Suatu hari, Sulam ingin memakai baju baru di hari lebaran. Kemudian, tokoh „Aku‟ tidak langsung memberikan baju lebaran kepada Sulam, namun menjanjikan akan diberikan pada hari lebaran nanti karena takut baju baru itu akan dikotori sebelum hari lebaran tiba. Sebelum sempat baju itu diberikan, tersiar berita Sulam mati tergilas truk di batas kota Jatilawang. Tokoh „Aku‟ merasa menyesal, karena ternyata dirinya tidak lebih baik dari Sulam yang secara fisik dan mental jauh di bawahnya. Cerpen terakhir berjudul Pengemis dan Shalawat Badar. Dalam cerpen ini, Tohari kembali menyuguhkan cerpen bertema religius selain cerpen sebelumnya yang berjudul Rumah yang Terang. Cerpen ini menceritakan tentang seorang pengemis yang selalu melantunkan shalawat pada saat ia mengemis. Suatu hari, ia mengemis di dalam sebuah bus dari terminal Cirebon. Di dalam perjalanan, pengemis itu sempat dimaki-maki oleh kondektur bus dan diminta segera turun dari bus padahal bus sedang berjalan kencang. Pengemis itu hanya bisa pasrah dan commitpada to user kembali melantunkan shalawat. Sampai akhir cerita, bus tersebut bertabrakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
dengan truk tangki dan jatuh ke tengah sawah dengan bentuk yang sudah tidak karuan. Keajaiban terjadi pada diri pengemis. Di saat penumpang lain terkapar tak berdaya, pengemis itu bangkit dan keluar dari bangkai bus tanpa tergores sedikitpun. Ahmad Tohari adalah sastrawan Indonesia. Lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Jawa Tengah pada 13 Juni 1948. Ia menamatkan SMA di Purwokerto, lalu pernah mengenyam bangku kuliah, yakni Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman (1975-1976). Dalam dunia jurnalistik, Ahmad Tohari pernah menjadi staf redaktur harian Merdeka, majalah Keluarga, dan majalah Amanah, semuanya di Jakarta. Dalam karier kepengarangannya, penulis yang berlatar kehidupan pesantren ini telah melahirkan beberapa novel dan kumpulan cerita pendek. Beberapa karya fiksinya antara lain Ronggeng Dukuh Paruk, yang telah terbit dalam edisi bahasa Jepang, Jerman, Belanda, dan Inggris. Tahun 1990 pengarang yang punya hobi memancing ini mengikuti Internasional Writing Programme di lowa City, Amerika Serikat, dan memperoleh penghargaan The Fellow of the University of lowa. Cerpennya yang berjudul Jasa-Jasa buat Sanwirya mendapat Hadiah Hiburan Sayembara Kincir Emas 1975 yang diselenggarakan Radio Nederlands Wereldomroep. Novelnya Kubah (1980) memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama 1980. Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), Jantera Bianglala (1986) meraih hadiah Yayasan Buku Utama tahun 1986. Novelnya Di Kaki Bukit Cibalak (1986) menjadi pemenang salah satu hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1979. Pada tahun 1995 Ahmad Tohari menerima Hadiah Sastra Asean, SEA Write Award. Sekitar tahun 2007 Ahmad Tohari menerima Hadiah Sastra Rancage.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
B. Deskripsi Temuan Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif, sehingga sangat diperlukan adanya deskripsi kata-kata untuk menyampaikan hasil temuannya. Sebelum membahas data penelitian, dirasa penting untuk mendeskripsikan temuan penelitian. Temuan penelitian berupa data kualitatif, yakni kutipan kalimat yang ada pada kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari. Dalam kumpulan cerpen tersebut, ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji, antara lain dari segi stilistika dan nilai-nilai pendidikan yang ada dalam kumpulan cerpen. 1. Analisis Stilistika Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Hakikat gaya (style), tidak lain adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Gaya bahasa (style of language) sebenarnya merupakan pilihan kata atau diksi yang mempersoalkan cocok-tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu, untuk menghadapi situasi-situasi tertentu (Satoto, 2012: 150). Dalam penelitian O‟Halloran (2012) mengungkapkan fungsi stilistika atau analis gaya adalah untuk memobilisasi penafsiran antara analisis dan interpretasi supaya dapat berjalan secara sinkron. Analisis gaya pada prinsipnya, memberikan dukungan empiris dan menspesifikasikan, serta menginterpretasikan bahasa. Menurut Al-Ma‟ruf (2009a: 47), aspek stilistika berupa bentuk-bentuk dan satuan kebahasaan yang ditelaah dalam kajian stilistika karya sastra meliputi: gaya bunyi, gaya kata (diksi), gaya kalimat, gaya wacana, bahasa figuratif, dan citraan. Dalam penelitian ini aspek stilistika yang dikaji dibatasi pada diksi, bahasa figuratif khususnya majas, gaya kalimat, dan citraan yang ada di dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin . a. Diksi Dalam kumpulan cerpan Senyum Karyamin analisis dibatasi pada lima diksi, yaitu: (1) kosakata bahasa Jawa; (2) kata serapan; (3) kata sapaan khas dan nama diri; (4) kata vulgar; dan (5) kata dengan objek commit to user realitas alam.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
1) Kosakata Bahasa Jawa Hal tersebut terlihat melalui percakapan yang dilakukan oleh para tokoh, semua terdapat unsur bahasa Jawa khususnya dialek Banyumas, karena Ahmad Tohari berasal dari daerah Banyumas. (1)
“Hanya perut celeng yang mampu bertahan terhadap racun singkong itu, singkong surabanglus” (SK: 18). Celeng artinya adalah nama lain babi hutan. Celeng dianggap sebagai hewan liar yang biasa hidup di hutan, sehingga kebal terhadap makanan apa pun yang didapatkan. Selain itu, surabanglus merupakan nama lokal jenis umbiumbian di kawasan Banyumas yaitu talas hutan. Dengan ciri-ciri daun lebih tebal dibanding daun talas biasa, daun berwarna lebih hijau (tua), dan apabila orang memakan umbi surabanglus itu, maka akan keracunan. Dalam cerita tersebut, Suing memakan surabanglus karena sudah tidak tahan dengan rasa lapar yang dirasakannya. Padahal, temannya yang bernama Kimin sudah mencegah untuk tidak memakan umbi beracun tersebut.
(2)
Dua buah pongkor pecah di samping Sanwirya dan niranya tertumpah habis (SK: 7). Pongkor artinya adalah seruas bambu yang digunakan untuk menyimpan nira kelapa. Biasanya digunakan oleh pencari nira di hutan, dengan cara diikatkan pada pinggang agar tidak jatuh pada saat memanjat pohon. Dalam cerita tersebut, Sanwirya jatuh dari pohon nira yang sedang dipanjatnya sampai mengakibatkan pongkor yang ia bawa pecah dan tertumpah habis. Hal tersebut menandakan bahwa Sanwirya jatuh dari tempat yang tinggi sekali.
(3)
Maka ia memimpin kami duduk di atas lincak di emper samping rumah (SK: 7). Lincak adalah bangku panjang yang terbuat dari bambu. commit to user Biasanya diletakkan di teras rumah atau di belakang rumah, untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
digunakan bersantai. Hampir setiap masyarakat Jawa pada zaman dahulu memiliki lincak di teras rumahnya masing-masing. Pada saat ini mungkin lincak sudah dimodifikasi dengan bentuk yang lebih modern, tidak hanya terbuat dari bambu saja. (4)
Ajian sangkal putung sedang dibacakan (SK: 7). Ajian Sangkal Putung merupakan mantra khusus sebagai pengobatan alternatif untuk menyambungkan tulang secara alami dan tanpa operasi. Sangkal putung telah ada sejak zaman nenek moyang kita. Apabila ada seseorang yang patah tulang atau masalah dengan tulang, sangkal putung menjadi sebuah solusi sehingga pasien tidak perlu melakukan operasi dan bantuan medis lain.
(5)
Suing suren; kehabisan tenaga karena lapar dan haus (SK: 18). Suren merupakan bahasa dari daerah Banyumas, yang artinya adalah kehabisan tenaga karena lapar dan haus. Dalam cerita tersebut, Suing mengalami suren karena kelelahan berlari untuk menghindar dari kejaran polisi hutan.
(6)
Keadaan si cepon bertambah nista dengan darah yang terus menetes dari kedua lubang hidungnya yang dipasang kaluh; tali kekang yang menembus cingurnya (SK: 22). Ahmad Tohari mengungkapkan bahwa kaluh adalah tali yang menembus cuping hidung ternak sapi atau kerbau. Tali ini nantinya digunakan untuk mengendalikan ternak, karena apabila ditarik sedikit saja sakitnya luar biasa. Ahmad Tohari menambahkan, mungkin saat ini penggunaan kaluh tersebut sudah dilarang. Selain itu, Ahmad Tohari mengatakan pengertian cingur adalah hidung seekor binatang, biasanya digunakan untuk menyebutkan hidung sapi atau kerbau. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
(7)
“Tapi tugas sampean yang sebenarnya adalah membuktikan bahwa si cepon bisa diambil tenaganya untuk membajak” (SK: 24). Sampean dalam bahasa Jawa termasuk dalam krama alus yang artinya kamu. Biasanya diucapkan kepada teman sebaya atau orang yang agak lebih tua. Dalam kalimat tersebut, Musgepuk dipanggil dengan sebutan sampean oleh pemilik kerbau karena merupakan seorang pawang terkenal yang dihormati oleh masyarakat di kampung tersebut, meskipun umurnya belum terlalu tua.
(8)
“Mbuh,” jawab Blokeng acuh (SK: 34). Mbuh atau lengkapnya embuh tergantung konteks dan intonasinya yang bisa berarti entah atau entahlah atau tidak tahu. Dalam masyarakat Jawa, biasanya kata mbuh dipakai pada saat: (1) tidak tahu mengenai jawaban dari pertanyaan orang yang mengajak bicara; (2) bersikap acuh tak acuh terhadap orang lain; dan (3) marah atau emosi terhadap lawan bicara, sehingga yang dapat diucapkan hanya kata mbuh. Kata mbuh dalam kalimat tersebut lebih berfungsi sebagai sikap acuh terhadap pertanyaan seorang hansip mengenai ayah dari anak yang dikandung Blokeng.
(9)
Yang berjalan malam hari lebih suka memilih suluh untuk penerangan (SK: 35). Suluh ialah barang yg dipakai untuk menerangi yang terbuat dari daun kelapa yang kering atau damar. Suluh banyak digunakan pada zaman dulu karena belum ada listrik. Suluh merupakan alternative penerangan pada saat itu selain lilin dan lampu teplok.
(10) Kini orang mencari bakiak dan bandol sebagai alas kaki (SK: 35). Bandol merupakan alas kaki yang terbuat dari karet bekas commitsejalan to userdengan pernyataan Ahmad Tohari ban mobil. Hal tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
yang mengatakan bandol merupakan istilah dari daerah Banyumas. Kata bandol adalah singkatan dari ban dan bodol (rusak) yaitu sandal yang dibuat dari ban mobil rusak. (11) Pada saat seperti itu, Sutabawor sering berdiri lama-lama di bawah pohon jengkolnya, penuh harap diperhatikannya dengan saksama bunga-bunga jengkol yang sedang dirubung oleh lebah madu atau klangseng (SK: 38). Dirubung artinya adalah dikelilingi oleh sesuatu karena dianggap penting atau istimewa. Namun, kata dirubung dalam Bahasa Jawa lebih banyak digunakan untuk hewan. Selain itu, kata klangseng merupakan bahasa dari daerah Banyumas yang artinya adalah lebah madu. Tumbuhan khususnya bunga yang dikelilingi oleh lebah madu dianggap subur dan akan menjadi buah. Namun, jangankan berbuah, pohon jengkol Sutabawor yang telah didatangi lebah madu malah akhirnya mati. (12) “Sedulur-sedulur, dengarlah. Sampean semua jangan salah tafsir” (SK: 41). Sedulur artinya adalah saudara, namun dalam kalimat ini yang dimaksud sedulur bukan saudara kandung melainkan kata sapaan untuk orang lain sebagai tanda keakraban. (13) Dikatakannya, dia baru saja mendapat tugas, semacam wahyu cakraningrat, sebagai pelaksana proyek pengadaan buntut tikus (SK: 48). Wahyu cakraningrat adalah wahyu yang dianggap sebagai syarat untuk mendapat kekuasaan dan tahta suatu kerajaaan. Beberapa dalang sering menambahkan, siapa yang dapat menguasai Wahyu Cakraningrat, kelak keturunannya akan dapat menguasai Tanah Jawa. Sebenarnya Wahyu Carkaningrat adalah penjelmaan Batara Cakraningrat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
(14) “Pak, wong gemblung boleh tidak puasa kan?” (SK: 59). Wong
gemblung
adalah
sebutan
bagi
orang
yang
mempunyai penyakit jiwa atau gila. Wong gemblung sama artinya dengan wong edan atau dalam bahasa Indonesianya orang gila. Namun, wong gemblung dianggap lebih sopan dan memiliki makna lebih halus. (15) “Sira beli mikir? Bus cepat seperti ini aku harus turun?” (SK: 65). Menurut pernyataan Ahmad Tohari, Sira beli mikir merupakan kosakata Cirebon bukan Banyumas karena settingnya di Terminal Cirebon. Maksud kalimat tersebut adalah menyindir kondektur yang menyuruhnya untuk turun padahal bus sedang melaju kencang. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 215).
2) Kata Serapan Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa lain yang kemudian ejaan, ucapan, dan tulisannya disesuaikan dengan penuturan masyarakat Indonesia untuk memperkaya kosakata. Kata serapan digunakan karena tidak ada kata lain yang dapat menggantikan kata tersebut, atau jika kata tersebut diganti maka efek yang ditampilkan akan berbeda. Untuk mencapai efek estetis terutama dalam memperkuat gagasan, ide, pikiran, dan perasaannya, Tohari sengaja menggunakan beberapa kata serapan. Kata serapan dalam Senyum Karyamin ini, banyak berasal dari bahasa asing terutama Inggris, Arab, dan Belanda. Kata serapan tersebut, didominasi oleh istilah yang berkaitan dengan dunia kedokteran, teknologi, sosial, dan budaya. (16) “Sekarang percuma memberi gelar pemuda onani pada waras. Ia hebat. Hore hore!” (SK: 10). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
Onani adalah kata serapan dari bahasa Belanda yang artinya adalah pengeluaran air mani (sperma) tanpa melakukan sanggama, juga biasa disebut masturbasi. (17) Bila ada orang membeli TV warna atau video dia akan dibuntuti sampai ke rumahnya (SK: 29). TV dan video merupakan bahasa Inggris di bidang teknologi. TV kependekan dari television, dalam bahasa Indonesia artinya adalah sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar. Sama halnya dengan TV, video juga berasal dari bahasa Inggris yang artinya adalah rekaman gambar hidup atau program televisi untuk ditayangkan lewat pesawat televisi. (18) Di depan pasar kecil di kotaku yang kecil ada terminal colt (SK: 30). Colt berasal dari bahasa Inggris yang artinya adalah anak kuda jantan dan revolver pistol. Namun, colt dalam kalimat di atas adalah merk sebuah alat transportasi berupa truk yang sampai sekarang masih dapat kita jumpai. (19) Mayat karibku teronggok hanya dengan cawat cassanova (SK: 31). Casanova diambil dari bahasa Inggris yang merupakan merk sebuah celana dalam pada saat itu. (20) Seratus hari sesudah kematian ayah, orang-orang bertahlil di rumahku sudah duduk di bawah lampu neon dua puluh watt (SK: 45). Watt merupakan satuan tenaga listrik yg diperlukan arus dr to user satu ampere dancommit tegangan satu volt. Satuan watt biasanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
digunakan pada lampu, contohnya: lampu watt, 10 watt, 20 watt, dan lain sebagainya. Dalam kalimat tersebut penggunaan kata watt digunakan untuk menunjukkan bahwa pada saat itu kampung Haji Bakir telah dialiri listrik, sehingga mampu memasang lampu. (21) Tapi beliau bersiteguh tak mau diopname (SK: 45). Opname diambil dari bahasa Belanda yang artinya adalah perawatan dengan menginap di rumah sakit. Biasanya uang harus dibayar sebelum pasien diperbolehkan pulang. (22) “Shalatullah, salamullah, a’la thoha rasulillah…” (SK: 66). Kalimat tersebut merupakan bagian dari bacaan shalawat. Shalawat adalah bacaan yang diucapkan oleh seorang muslim sebagai bentuk puji-pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
3) Kata Sapaan Khas dan Nama Diri Berikut ini akan dipaparkan penggunaan kata sapaan khas dan nama diri dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin. Kata sapaan yang dipakai untuk menunjukkan hubungan kekerabatan baik karena hubungan keturunan (sedarah) maupun hubungan keakraban dalam relasi pergaulan masyarakat antara penutur dengan mitra bicara dapat dilihat pada data-data berikut ini. (23) Kopiahnya yang mulai botak kemerahan meyakinkan Karyamin bahwa lelaki itu adalah Pak Pamong (SK: 6). Dalam data tersebut, yang dimaksud Pak Pamong adalah pamong desa. Di daerah Jawa, kepala suatu daerah atau pemimpin di dalam kampung biasa disebut pamong desa, karena dalam cerita tersebut pamong desanya adalah laki-laki, maka dijuluki Pak Pamong. Pamong sendiri mempunyai arti orang yang membimbing atau orang yang bertugas mengayomi orang lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
(24) “Bung mau berbicara soal koperasi!” (SK: 9). Bung adalah kata sapaan yang dipakai kepada orang yang dihormati atau yang dianggap mempunyai jabatan penting. Sapaan Bung hanya dipakai khusus untuk laki-laki. Dalam kalimat tersebut, walaupun yang diajak berbicara adalah teman sebaya, namun sapaan bung digunakan pada konteks tersebut yang bersifat menghormati. (25) “Oalah pangeran… jangan lakukan itu” (SK: 11). Dalam kalimat tersebut, yang dimaksud pangeran adalah Tuhan Yang Maha Esa. Orang Jawa sering menyebut Tuhan dengan sebutan pangeran, karena pangeran mempunyai arti seseorang yang memimpin sebuah kerajaan. Tuhan Yang Maha Esa dianggap sebagai pangeran bagi seluruh makhluk di bumi dan di langit. (26) “Wah, Kang. Kau menjadi seorang kakek, dan aku menjadi nenek” (SK: 15). Kang atau kangmas adalah kata sapaan di daerah Jawa untuk laki-laki yang lebih tua dari pembicara. Dalam data di atas, ibu si Minem memanggil suaminya dengan sebutan kang, selain dianggap lebih tua juga dapat dipakai sebagai panggilan sayang. (27) “Kau telah melihat polisi kehutanan turun dari bukit, Mak?” tanya Kimin kepada pemilik warung (SK: 20). Mak merupakan kata sapaan khas daerah Jawa untuk seorang wanita, yang artinya ibu. Kata Mak tidak harus dipakai untuk ibu sedarah, wanita yang lebih tua yang tidak sedarah pun bisa dipanggil Mak untuk menciptakan keakraban. (28) “Tapi aku bukan anak kecil, Pak. Aku wong gemblung,” kata Sulam serius (SK: 60). Wong gemblung adalah kata sapaan bagi orang yang mengalami gangguan kejiwaan atau orang gila. Dalam cerita commit to dirinya user wong gemblung karena nama tersebut, Sulam menyebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
itu sudah melekat pada dirinya sejak masih kecil yang diberikan oleh warga yang mengenalnya sebagai orang gila. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 218).
4) Kata vulgar Kata vulgar merupakan kata yang berupa kata-kata kasar maupun yang dianggap tabu apabila diucapkan oleh seseorang. Kata vulgar juga sangat bergantung pada situasi dan kondisi pada saat kata tersebut diucapkan, contohnya nama hewan yang apabila diucapkan dengan nada tinggi atau pada saat marah, maka akan menjadi kata-kata yang kasar dan tidak pantas untuk diucapkan. Dari segi fungsinya, penggunaan kata vulgar cukup bervariasi. Berikut ini akan dijabarkan kata vulgar dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin dan fungsi masing-masing kata. (29) “Bangsat!” teriak Karyamin yang sedetik kemudian sudah kehilangan keseimbangan (SK: 2). Bangsat pada data tersebut merupakan umpatan atau katakata kasar yang biasa hidup di kalangan masyarakat Jawa Banyumas
kelas
bawah
atau
kurang
terdidik
untuk
mengungkapkan rasa marah atau jengkel pada mitra tutur. Oleh karena itu, pemanfaatan kata-kata vulgar tersebut kiranya tepat untuk menciptakan keadaan sosial Karyamin yang dalam cerita tersebut dianggap kurang terdidik dan bekerja sebagai pengumpul batu. (30) Sudah acap terjadi babu dari kampungku pulang mudik membawa buntingan anak majikan (SK: 33). Kata babu dan buntingan dianggap sebagai kata vulgar, karena dianggap kasar dalam pilihan kata yang seharusnya babu dapat diganti dengan kata pembantu rumah tangga dan kata buntingan dapat diganti dengan janin atau calon bayi. Namun, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
kata tersebut dirasa pas karena untuk mendapatkan gambaran bahwa masyarakat di daerah tersebut tidak berpendidikan. (31) Aku mendapat
peluang besar berhadapan
dengan kaum
perempuan yang masih subur rahimnya, subur dadanya, bahkan subur birahinya (SK: 44). Data tersebut dianggap vulgar karena mengeksploitasi katakata yang berhubungan dengan seks, yang apabila dibaca oleh anak di bawah umur menjadi tabu. Namun, penggunaan kata vulgar dalam kalimat tersebut, memang dibutuhkan untuk memperkuat pesan yang ingin disampaikan. Anak Haji Bakir yang merupakan seorang propagandis kondom sering berhadapan dengan hal-hal semacam itu.
5) Kata dengan Objek Realitas Alam Kata dengan objek realitas alam ialah kata atau frasa (bahkan tidak sedikit klausa) yang menggunakan objek atau suasana alam. Penggunaan diksi objek realitas alam didominasi oleh penggambaran hewan maupun tumbuhan di alam sekitar. Dengan pemakaian diksi tersebut suasana yang ingin dibangun menjadi lebih mudah untuk disampaikan kepada pembaca. (32) Seekor burung paruh udang terjun dari ranting yang menggantung di atas air, menyambar seekor ikan kecil, lalu melesat tanpa rasa salah hanya sejengkal di depan mata Karyamin (SK: 1-2). Kalimat tersebut menggambarkan keadaan nyata yang dilakukan oleh seekor burung saat menangkap ikan yang telah susah payah dicari oleh Karyamin. Dalam kalimat tersebut digambarkan burung yang disebut Karyamin sebagai burung paruh udang melesat turun dari ranting pohon di atas air. Kemudian burung tersebut langsung commit to user menyambar ikan kecil yang akan ditangkap oleh Karyamin.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
(33) Kiri-kanan jalan adalah tebing dengan cadasnya yang kering renyah berbongkah-bongkah. Kala musim hujan, jalan itu adalah sebuah kali yang mengalirkan air dengan deras dari puncak bukit (SK: 12). (34) Akar-akaran menggantung pada tebing jalan itu. Menggapai-gapai seperti cakar-cakar mati yang ingin meraih tanah. Tetapi tanah makin menjauh, makin terkikis, dan longsor-longsor. Pepohonan yang telah kehilangan pegangannya di dalam tanah menjadi condong atau tumbang sama sekali (SK: 12). (35) Perbukitan di kiri kanan Kasdu adalah tumpukan besar cadas dan batu-batu
kapur.
Perdu
yang
mengering
serta
ilalang
bergerombolan di sana-sini. Atau tonggak dan kayu mati mencuat, membuat kesan kerontang makin membulat (SK: 12). Pada ketiga data tersebut, yaitu: data (33); data (34); dan data (35) menggambarkan lingkungan yang sedang mengalami kekeringan. Selain itu, Tohari juga sengaja menggunakan diksi tersebut untuk menunjukkan suasana hati Kasdu yang sedang gelisah dan gundah karena merasa takut akan bertemu mertuanya. Hal tersebut dirasa tepat, karena pembaca seakan terbawa oleh suasana gundah gulana Kasdu yang diwakili oleh penggambaran keadaan jalan yang dilewati Kasdu menuju rumah mertuanya. (36) Matahari berada di tengah jurang langit bagian barat. Angin yang bertiup membawa bau tanah kering yang tersiram gerimis pertama. Dan serpih-serpih rumput serta bunga ilalang. Di lembah selatan terlihat padang rumput yang terbakar, seperti permadani hitam menutup lereng dan punggung bukit (SK: 19). (37) Kedua tebingnya curam dan penuh ditumbuhi pakis-pakisan. Hanya di tempat-tempat tertentu air parit itu kelihatan dari atas. Bening, karena keluar langsung dari mata air (SK: 52). Kedua
data tersebut, yaitu: data (36) dan (37) to user menggambarkan commit keindahan alam sekitar yang seakan membawa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
pembaca untuk melihat dan merasakan kesejukannya. Pada data (36) menggambarkan keindahan di sekitar lembah yang dipenuhi rumput, bunga dan ditambah padang rumput yang terbakar namun kelihatan indah karena seperti tergelar permadani hitam. Pada data (37) menggambarkan suasana tebing yang asri karena dialiri air langsung dari gunung. (38) Pakis-pakisan di tebing parit hijau dan segar dengan tetes-tetes embun di puncak-puncaknya. Segar seperti perawan yang basah rambutnya setelah mandi keramas. Kulihat seekor burung sikatan terbang mengejar betinanya. Keduanya lalu heboh dalam rumpun bambu. Ada daun bambu yang luruh karena huru-hara itu, lalu melayang masuk ke dasar parit (SK: 54). Ungkapan dengan realitas alam seperti perawan yang basah rambutnya setelah mandi keramas berkaitan dengan sejuknya hawa di sekitar tebing. Perawan dianggap sebagai simbol sesuatu yang masih segar dan belum terjamah oleh siapapun, apalagi ditambah dengan diksi basah rambutnya setelah mandi keramas menunjukkan tempat tersebut masih bersih dan segar. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 219). Tabel 2. Frekuensi Pemanfaatan Diksi
No.
Diksi
1.
Bahasa Jawa
2.
Kata Serapan
3. 4. 5.
Kata Sapaan Khas dan Nama Diri Kata Vulgar Kata dengan Objek Realitas Alam
Jumlah Pemanfaatan Diksi 1-20
21-40
41-60 51
61-80
81-100
Persentase 59 %
8
9%
14
16 %
3
3%
11
13 %
commit to user
Total: 87 data
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
Pada Tabel 2 terlihat dari 87 data hampir lebih dari setengahnya didominasi oleh penggunaan diksi bahasa Jawa sebanyak 51 data atau dengan persentase 59%, sedangkan diksi yang paling sedikit digunakan oleh Ahmad Tohari adalah kata vulgar sebanyak 3 data atau dengan persentase 3%. Hal tersebut dikarenakan Ahmad Tohari berasal dari daerah Jawah khususnya Banyumas, dan sampai sekarang masih menetap di sana. Itulah yang membuat karya-karya Ahmad Tohari sangat khas menggunakan dialek bahasa Jawa. Selain itu, kata sapaan khas dan nama diri ditemukan sebanyak 14 data atau dengan persentase 16% dan kata dengan objek realitas alam sebanyak 11 data atau dengan persentase sebanyak 13%.
b. Gaya Bahasa Majas dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin didominasi oleh majas simile. Ada pun pemajasan lain yang ditemukan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin adalah metafora, personifikasi, sinestesia, pleonasme, hiperbola, litotes, zeugma, satire, inuendo, anastrof, ironi, sinisme, sarkasme, metonimia, totem proparte, alusio, eponim, epitet, antonomasia, asindenton, aliterasi, anafora, epistofora, epanalipsis, dan mesodiplosis. Jadi, total gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin adalah 26 gaya bahasa. 1) Simile (39) Tubuhnya menggigil, dingin, seperti kulit kodok (SK: 18). Maksud dari seperti kulit kodok di atas adalah menyamakan kulit manusia yang sedang kelaparan seperti kulit kodok atau katak. Menurut Ahmad Tohari kulit kodok itu permukaannya kasar seperti ampelas, kalau orang kedinginan karena lapar maka kulitnya akan kasar atau pruntus-pruntus seperti kodok. (40) Di lembah selatan terlihat padang rumput yang terbakar, seperti permadani hitam menutup lereng dan punggung bukit (SK: 19). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
Permadani hitam yang dimaksud adalah padang rumput yang terbakar. Dari kejauhan, padang rumput yang terbakar akan nampak seperti karpet berwarna hitam yang menutupi punggung bukit dan lereng. (41) Kepalanya seperti terpaku mati pada leher (SK: 23). Kalimat tersebut, mengibaratkan kepala si Cepon, yaitu kerbau yang sedang dijinakkan oleh pawang seperti terpaku pada lehernya. Si Cepon tidak bergerak sama sekali, karena dia merasakan sendiri apabila sedikit saja dia bergerak, maka kaluh akan semakin menggesek hidungnya. (42) Dia, dengan ulah seperti anak kecil mendapat mainan, bersiap memasang kaluh (SK: 25). Dia dalam kalimat tersebut adalah pawang hewan yang bernama Musgepuk. Musgepuk disamakan dengan anak kecil, karena dia merasa senang sekali pada saat mempermainkan hewan yang dikerjakannya. (43) Ketika mobil mulai gontai karena slip dia meringkuk seperti trenggiling (SK: 27). Trenggiling adalah hewan yang mempunyai bentuk adaptasi menggulung badannya pada saat terancam oleh musuhnya. Kalimat tersebut, berusaha membandingkan orang yang berusaha menyelamatkan diri dari kecelakaan seperti trenggiling, karena bentuknya yang meringkuk. (44) “Seperti bebek menunggu gabah ya ?Hi-hi.” (SK: 50). Bebek adalah hewan jenis unggas yang terkenal dengan keteraturannya pada saat berbaris. Selain itu, bebek juga terkenal sebagai hewan yang mudah diatur oleh peternaknya. Orang-orang yang sedang berbaris menunggu giliran mendapat uang dari Kenthus, dianggapnya layaknya bebek sedang menunggu gabah. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 221). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
2) Metafora (45) Bunga-bunga api kecil melentik ke udara ketika tangan Suing mengusik perapian (SK: 17). Bunga adalah bagian tumbuhan yg akan menjadi buah, biasanya elok warnanya dan harum baunya. Dalam kalimat tersebut, bara api kecil yang terbang di udara dianggap seperti bunga karena merupakan hasil pembakaran kayu dari perapian yang terlihat indah. (46) Musgepuk seorang laki-laki yang kuat dan bermuka kukuh sudah dikenal sebagai pawang bagi segala macam ternak yang dipelihara para petani (SK: 22). Dalam kalimat tersebut, maksud dari bermuka kukuh adalah mempunyai watak yang keras dan tidak takut pada apa pun. Jadi, diibaratkan mukanya kukuh atau kuat yang tidak akan kalah oleh keadaan apapun.
3) Personifikasi (47) Tubuhnya rubuh, lalu menggelinding ke bawah, berkejaran dengan batu-batu yang tumpah dari keranjangnya (SK: 1). Dalam kalimat tersebut, batu-batu yang tumpah dari keranjang Karyamin dianggap sedang berkejaran dengan tubuh Karyamin yang tergelincir saat mendaki jalan. Penggunaan personifikasi dalam kalimat tersebut berfungsi sebagai efek dramatis, agar pembaca mampu membayangkan betapa susahnya kehidupan Karyamin yang setiap hari mencari batu. (48) Ada kehangatan menyapu kerongkongan Karyamin terus ke lambungnya (SK: 4). Pada data tersebut, kehangatan air yang ia minum diasosiasikan seperti sedang menyapu tenggorokan hingga lambungnya. Rasa hangat yang ia rasakan dianggap seperti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
layaknya manusia yang sedang menyapu rasa haus yang dirasakan hingga bersih. (49) Sebelum naik meninggalkan pelataran sungai, mata Karyamin menangkap sesuatu yang bergerak pada sebuah ranting yang menggantung di atas air (SK: 4). Kata menangkap dalam kalimat tersebut, maksudnya adalah melihat sesuatu melalui mata. Kata menangkap dipakai untuk menciptakan efek dramatis, dan menekankan bahwa mata Karyamin sedang mengawasi sesuatu dengan penuh perhatian. (50) Rasa haus mulai menggigit tenggorokan Kasdu (SK: 13). Rasa haus yang dirasakan oleh Karyamin, dianggap layaknya manusia yang mampu menggigit tenggorokan Kasdu, karena rasa haus luar biasa yang ia rasakan. Kata menggigit dirasa pas, karena menciptakan efek estetis dalam kalimat tersebut. (51) Angin yang bertiup membawa bau tanah kering yang tersiram gerimis pertama (SK: 19). Kalimat tersebut dianggap personifikasi, karena angin disamakan seperti manusia yang mampu membawa sesuatu dari suatu tempat ke tempat tertentu. Dalam hal ini, yang dibawa adalah bau tanah yang tercium bersamaan dengan datangnya angin. (52) Kampung seperti mendapat injeksi tenaga baru yang membuatnya menggeliat penuh gairah (SK: 43). Kampung yang maksudnya adalah suatu daerah yang dihuni manusia, diasosiasikan seperti manusia yang telah mendapatkan tenaga baru, sehingga mampu bekerja dengan penuh semangat dengan adanya listrik. (53) Teriakannya ditelan oleh bunyi mesin disel yang meraung-raung (SK: 65). Dalam kalimat tersebut, pilihan kata ditelan memberikan commit to user efek dramatis yang membuat pembaca dapat memahami keadaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
pada saat itu. Dianggap sebagai majas personifikasi, karena sebuah suara teriakan yang bukan merupakan makhluk hidup diasumsikan dapat menelan bunyi mesin bus. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 222).
4) Sinestesia (54) Di depan ceruk tanah yang biasa menampung mata air itu, Kasdu berdiri bisu (SK: 13). Kalimat tersebut dianggap sinestesia, karena kata bisu yang seharusnya hanya bisa digunakan pada indra pencecapan digunakan pada gerakan berdiri. Maksud dari berdiri bisu adalah berdiri tanpa gerakan apa pun, sehingga menyerupai patung. Kata bisu dianggap lebih pas digunakan karena mewakili suasana pada cerita. (55) Namun, aku perih mendengarnya (SK: 62). Pada data tersebut, dianggap sinestesia karena kata perih yang biasa dipakai pada indra peraba, dalam kalimat ini digunakan pada indra pendengaran. Kalimat tersebut bermakna bahwa mendengar berita yang disampaikan mengenai Sulam yang terlindas truk membuat dia sakit dan tidak ingin mendengarnya. (56) Mereka terus bertengkar melalui kata-kata yang tak sedap didengar (SK: 65). Sinestesia terletak pada kalimat tersebut, di mana kata tak sedap yang digunakan pada indra pencecap digunakan pada indra pendengaran. Kata tak sedap dianggap pantas digunakan pada indra pendengaran, karena sama-sama memiliki makna yang apabila mendengar hal tersebut menimbulkan sesuatu yang mengganggu si pendengar. commit to Lampiran user Dan seterusnya (lihat 5, halaman 222).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
5) Hiperbola (57) Sudah terbayang oleh Kasdu urat-urat rahang mertuanya yang meregang, yang kelihatannya mampu meremuk batu gunung di antara jepitan gerahamnya (SK: 14). Kalimat tersebut dianggap berlebihan karena menganggap bahwa mertua Kasdu dapat meremukkan batu gunung dengan giginya akibat kekesalannya terhadap Kasdu. Namun, kalimat tersebut dianggap pas karena untuk menggambarkan ketakutan Kasdu terhadap mertuanya yang akan ditemui. (58) Ini kepongahan kampungku yang dengan gemilang telah berhasil memelihara rasa congkak dengan cara memanipulasi nilai martabat kemanusiaan (SK: 33). (59) Maka keblingsatan beserta anak cucunya harus dioperasi bila perlu dengan menggunakan sinar laser atau sinar partikel (SK: 35). Kedua data di atas, yaitu: data (58) dan (59) dianggap berlebihan karena agak mengherankan bahwa kisah tentang sebuah desa yang dianggap bodoh tersebut harus menggunakan kata-kata yang mengandung istilah yang sulit dimengerti. Pada data (59) adalah sebuah tanggapan mengenai keributan yang terjadi di desa tersebut karena ada perempuan muda yang hamil tanpa ayah. Tentu saja kedua data itu terasa sangat berlebihan dengan penggunaan kata-kata tersebut. (60) Terik matahari ditambah dengan panasnya mesin disel tua memanggang bus itu bersama isinya (SK: 63). Kalimat tersebut dianggap hiperbola, karena panas dari bus dianggap sampai bisa memanggang bus dan penumpangnya. Penggunaan
hiperbola
dalam
kalimat
tersebut,
untuk
mendeskripsikan suasana yang tidak nyaman dalam bus. (61) Dipandangnya pengemis itu seperti ia hendak menelannya bulatbulat (SK: 65). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
Penggunaan hiperbola dalam kalimat tersebut, dimaksudkan untuk menciptakan efek dramatis karena kekesalan kondektur terhadap pengemis yang dirasanya mengganggu aktivitas di dalam bus tersebut. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 223).
6) Litotes (62) Konon tiga ekor ayam yang tidak begitu besar dipotong (SK: 38). (63) Konon kemudian orang-orang yang sedang menghadapi hidangan gulai ayam yang tidak begitu besar tadi, terbahak bersama tapi hanya beberapa saat (SK: 41). Kedua data tersebut, yaitu: data (62) dan (63) termasuk litotes karena pengarang berusaha merendah, mengatakan bahwa ayam yang dipotong tidak terlalu besar. Padahal dalam melakukan syukuran tentu biaya dan kebutuhan yang diperlukan pasti lah tidak sedikit.
7) Zeugma (64) Terasa ada sarang lebah di dalam telinganya (SK: 2). Data di atas dianggap menggunakan gaya bahasa zeugma karena tidak mungkin ada sarang lebah yang mampu masuk di telinga manusia. (65) Sampai Blokeng dengan selamat melahirkan bayinya dibidani nyamuk dan kecoa (SK: 35). Kalimat tersebut adalah hal yang mustahil terjadi. Tidak mungkin seorang manusia dibantu melahirkan oleh seekor nyamuk dan kecoa. Namun, penggunaan gaya bahasa tersebut dilakukan untuk menggambarkan betapa kumuhnya rumah Blokeng. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 223). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
8) Satire (66) “Tapi tugas sampean yang sebenarnya adalah membuktikan bahwa si Cepon bisa diambil tenaganya untuk membajak” (SK: 24). Kalimat
tersebut
dianggap
sebagai
sindiran,
karena
Musgepuk sebagai seorang pawang sudah seharusnya dia menjinakkan binatang yang tidak dapat di atur, sehingga hewan tersebut menjadi lebih bermanfaat. Namun, yang terjadi ternyata Musgepuk hanya dapat membuat binatang yang ia pawangi pada saat itu menjadi lemah tak berdaya. (67) “Haji Bakir itu seharusnya berganti nama menjadi Haji Bakhil. Dia kaya, tapi tak mau pasang listrik. Tentu saja dia khawatir akan keluar banyak duit” (SK: 43). Dalam kalimat tersebut jelas sekali terdapat sindiran yang ditujukan kepada Haji Bakir yang dianggap pelit karena tidak mau memasang
listrik.
Sindiran
tersebut
dimaksudkan
untuk
memancing Haji Bakir agar mau memasang listrik di rumahnya. (68) “Nganyar-anyari apa mintoni? Bila orang sudah dekat ajal biasa melakukan hal yang aneh-aneh” (SK: 47). Bentuk gaya bahasa satire terletak pada kalimat bila orang sudah dekat ajal biasa melakukan hal yang aneh-aneh. Kalimat tersebut diucapkan oleh istri Kenthus yang kesal karena suaminya tidak mau mengatakan penyebab dia berperilaku aneh hari itu.
9) Inuendo (69) “Tidak, Mak. Aku cuma haus” (SK: 15). Pada data di atas, kata aku cuma haus dianggap merupakan inuendo karena mengecilkan kenyataan yang ada. Keadaan sesungguhnya yang dialami oleh Kasdu adalah ia sangat kehausan karena lelah berjalan dari rumah hingga rumah mertuanya yang commit to user cukup jauh.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
(70) “Yang hendak kutusukkan ini bukan apa-apa, melainkan sekadar jarum bambu. Yang hendak kutusuk juga bukan apa-apa melainkan sekadar cingur kerbau dungu” (SK: 25). Pada kalimat tersebut, Musgepuk sang pawang hewan yang terkenal berusaha menyombongkan dirinya dengan mengecilkan sesuatu yang sebenarnya kebalikan yang ia katakan. Sebuah jarum memang kecil, namun apabila jarum itu terbuat dari bambu tentu sangat menyakitkan apabila ditusukkan di kulit. Selain itu, kata sekadar cingur kerbau dungu juga terlihat mengecilkan karena hidung kerbau sangatlah tebal dan tentu orang yang melihat akan merasa kasihan.
10) Anastrof (71) Bahwa Suing akhirnya akan jatuh pingsan sudah dimengerti oleh Kimin (SK: 18). (72) “Kan uang tadi bukan hasil nyolong Kang?” Kedua data di atas, menggunakan gaya bahasa anastrof karena susunan katanya dibalik. Kalimat pada data (71) seharusnya adalah Kimin sudah mengerti bahwa Suing akhirnya akan jatuh pingsan. Pada data (72) seharusnya adalah “Uang tadi bukan hasil nyolong kan Kang?” Penggunaan kalimat anastrof di atas adalah untuk menekankan pada bagian kalimat, yaitu: data (71) pada Suing akhirnya jatuh pingsan; dan data (72) pada pertanyaan apakah uang yang didapat berasal dari mencuri atau bukan. (73) Maka alangkah konyolnya; sementara listrik ditawarkan sampai ke depan rumah, aku masih harus repot dengan setiap kali membeli baterei dan nyetrum aki (SK: 44). Kalimat tersebut, dianggap sebagai majas anastrof karena membalik susunan kata dengan meletakkan kata maka diawal commit to user pengarang sebagai variasi dalam kalimat. Hal tersebut dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
penggunaan bahasa, agar pembaca tidak bosan dan menikmati efek estetis yang ditimbulkan.
11) Ironi (74) “Tentu saja Haji Bakir tak mau pasang listrik karena tuyul tidak suka cahaya terang” (SK: 44). Kalimat di atas termasuk dalam gaya bahasa ironi karena merupakan sindiran yang tidak langsung memakai kata-kata yang sesungguhnya
ingin
diucapkan.
Dalam
kalimat
tersebut,
pembicara sebenarnya mempunyai maksud untuk mengatakan bahwa Haji Bakir memelihara tuyul karena tidak mau memasang listrik. (75) Sudahlah
Nak.
Kamu
lihat
sendiri,
aku
hampir
mati.
Sepeninggalku nanti kamu bisa secepatnya memasang listrik di rumah ini” (SK: 45). Pada data di atas, terlihat jelas bahwa Haji Bakir menyindir anaknya secara halus dan dalam hal ini disebut sebagai ironi. Haji Bakir merasa bahwa setelah ia meninggal nanti anaknya akan lebih bahagia karena dapat dengan leluasa memasang listrik. (76) “Nah, lebih enak dengan listrik, ya Mas?” (SK: 45). Pada kalimat tersebut, seorang tetangga berusaha menyindir keluarga Haji Bakir, yang tidak memasang listrik sejak dulu. Pertanyaan tersebut bermaksud untuk mengajak komunikan agar sependapat dengan keinginannya. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 225).
12) Sinisme (77) “Lhah! Kamu seperti tak tahu. Rumah siapa saja yang sering disinggahi orang semacam Sulam, bisa apes. Tak ada wibawa dan rejeki jadi tidak mau datang. Lihat tetanggamu itu tamunya commit to Tamumu user gagah-gagah, bagus-bagus. malah si Sulam” (SK: 59).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
Data di atas merupakan sinisme karena menggunakan katakata langsung dan sedikit kasar kepada lawan bicara. Kalimat tersebut berusaha menyindir lawan bicara yang tidak mempunyai wibawa dan akan susah rezeki apabila masih menerima tamu seperti Sulam, yang merupakan orang dengan kelainan jiwa. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Yuliawati (2012) yang menyatakan bahwa sinisme adalah gaya bahasa sindiran yang berbentuk
kesangsian
dan
mengandung
ejekan
terhadap
ketulusan. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 225).
13) Sarkasme (78) “Jijik, jijiiiik! Apa itu mimpi nunggang macan? Kamu jadi bau tikus. Tengik dan busuk! Aku benci, benciiiiii!” (SK: 51). Data di atas dikategorikan sebagai sarkasme karena menggunakan sindiran langsung dan tajam kepada lawan bicara. Si pembicara (Dawet) mengejek secara langsung kepada lawan bicara (Kenthus) bahwa dia bau tikus, busuk, tengik, dan pembicara sangat membencinya. (79) “He, sira! Kenapa kamu tidak turun? Mau jadi gembel di Jakarta? Kamu tidak tahu gembel di sana pada dibuang ke laut dijadikan rumpon?” (SK: 65). Dalam kalimat tersebut, pembicara (kondektur) melakukan sindiran kasar kepada lawan bicara (pengemis). Dengan nada membentak, bahkan menyindir lawan bicara bahwa dia akan menjadi gembel yang akan di buang ke laut apabila tidak turun dari bus. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 225).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
14) Metonimia (80) Di depan pasar kecil di kotaku yang kecil ada terminal colt (SK:30). Terminal colt adalah terminal yang dijadikan pangkalan bagi truk atau mobil yang terkenal dengan nama colt. Colt sendiri adalah nama merk sebuah truk dengan bak terbuka yang sering digunakan untuk mengangkut barang. (81) Mayat karibku teronggok hanya dengan cawat casanova (SK: 31). Dalam kalimat tersebut, yang dimaksud cawat casanova adalah celana dalam yang mempunyai merk casanova yang dulu sangat terkenal di kalangan masyarakat. Pada cerita tersebut, yaitu dalam cerpen Ah, Jakarta hal tersebut terjadi pada seorang buronan polisi yang akhirnya meninggal di dekat sungai tanpa menggunakan pakaian apa pun hanya tinggal memakai celana dalam ber-merk casanova. (82) Lebih baik siapkan kopi dan siapkan Gudang Garam (SK: 47). Pemakaian
gaya
bahasa
metonimia
terletak
pada
penggunaan kata Gudang Garam yang merupakan merk sebuah rokok. Sampai sekarang Gudang Garam merupakan rokok yang terkenal dan banyak diminati masyarakat. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 225).
15) Totem Proparte (83) Kampung penuh kasak-kusuk, bisik-bisik, dan cas-cis-cus (SK: 31). (84) Dan kampungku memang pongah (SK: 34). Kedua data di atas, yaitu: data (83) dan data (84) menggunakan gaya bahasa totem proparte karena kata kampung di atas menyatakan keseluruhan padahal hanya sebagian warga saja yang dimaksud. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
16) Alusio (85) “Pertama, carilah kutu di kepalamu sendiri. Cari kesalahan pada dirimu mengapa pohon jengkol ini tidak mau berbuah” (SK: 39). Ungkapan kalimat di atas termasuk dalam peribahasa yang sudah cukup dikenal masyarakat luas. Maksud dari kalimat di atas adalah introspeksi diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum menyalahkan orang lain.
17) Eufimisme (86) Dunianya yang tidak cukup akal membebaskan dari dosa, dari keharusan mempunyai suami sah, dan dari kepongahan yang akan menelurkan keblingsatan dan kepura-puraan (SK: 37). Pada data tersebut, termasuk dalam eufimisme karena menghaluskan arti sebenarnya kalimat yang bercetak miring. Maksud dari kalimat tersebut adalah bodoh atau bahkan keterbelakangan mental. (87) Tapi air itu jadi tidak menarik karena dikotori banyak sekali sampah daun bambu serta substansi apa namanya yang berwarna kuning sekali (SK: 52). Kalimat di atas dihaluskan artinya, yang arti sebenarnya adalah kotoran manusia maupun hewan. Biasa juga disebut tahi/tinja yaitu ampas makanan dari dalam perut yang keluar melalui dubur. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 226).
18) Eponim (88) Katanya antara lain, “Blokeng bukan perawan Mariam. Dan bayinya bukan Yesus yang ketika lahir mampu mengatasi keblingsatan semacam ini” (SK: 36). Data
di
atas termasuk dalam eponim karena user yang sudah dikenal masyarakat membandingkan commit dengan totokoh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
luas. Seperti kita tahu, Yesus dalam agama islam merupakan seorang nabi, yaitu nabi Isa yang lahir dari rahim seorang ibu bernama Mariam tanpa adanya ayah.
19) Epitet (89) “Kamu diam saja, apakah kamu tidak melihat ikan putih-putih sebesar paha?” (SK: 3). Dalam data (89) di atas, paha seorang perempuan cantik yang sedang mandi di sungai disimbolkan dengan ikan putihputih oleh teman-teman Karyamin yang merupakan pengumpul batu. Menurut mereka itu adalah sebuah hiburan di tengah kelelahan mereka, selain itu juga sebagai bentuk komunikasi berupa simbol yang hanya dimengerti pada situasi tertentu. (90) “Gusti pangeran, bajul buntung mana yang telah menyerbu Blokeng?” (SK: 33). Bajul buntung adalah bahasa Jawa yang artinya adalah kelamin laki-laki. Kalimat tersebut termasuk dalam epitet, karena laki-laki sering disimbolkan sebagai bajul atau dalam bahasa Indonesia artinya adalah buaya. Penggunaan simbol dalam percakapan tersebut, karena bajul buntung dianggap lebih pas digunakan daripada kata yang lain dan memperhalus arti yang tabu apabila diucapkan di depan umum. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 227).
20) Antonomasia (91) Kopiahnya yang mulai botak kemerahan meyakinkan Karyamin bahwa lelaki itu adalah Pak Pamong (SK: 6). Penggunaan gaya bahasa antonomasia terletak pada kalimat Pak Pamong yang memakai sebutan gelar langsung pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
seseorang. Pamong dalam masyarakat Jawa sama artinya dengan kepala desa. (92) Adalah Lurah Hadining, lurah kampungku, kampung yang pongah (SK: 35). Hampir sama seperti pada data (91), data (92) juga menggunakan
sebutan
seseorang
dengan
menggunakan
jabatannya dalam masyarakat yaitu sebagai lurah. Bedanya, dalam data (92) penyebutan gelar masih disertai nama asli dari orang tersebut. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 227).
21) Asindenton (93) “Lihat tetanggamu itu; tamunya gagah-gagah, bagus-bagus” (SK: 59). (94) Di sana kulihat kebodohan, kepasrahan yang memperkuat kemiskinan (SK: 64). Dalam data (93) pengucapan kata gagah-gagah, bagusbagus tidak menggunakan kata penghubung dan, namun hanya menggunakan tanda koma saja. Pada data (94) pun juga sama, kalimat
kebodohan, kepasrahan
tidak menggunakan kata
penghubung. Kedua data di atas sama-sama memiliki kesejajaran arti dalam setiap kata yang diurutkan.
22) Aliterasi (95) Kiri-kanan adalah tebing dengan cadasnya yang kering-renyah berbongkah-bongkah (SK: 12). Perulangan konsonan yang sama terletak pada kata renyah dan berbongkah-bongkah di mana kata terakhir menggunakan huruf h. Penggunaan aliterasi tersebut memberikan efek estetis, di samping juga sebagai penekanan dalam kalimat tersebut. Kalimat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
yang diungkapkan menjadi terdengar indah dan menyangatkan sesuatu yang memang ingin disampaikan pengarang.
23) Anafora (96) Gundul di sini, gundul di sana, di mana-mana terlihat lelaki gundul (SK: 37). Penggunaan anafora dalam kalimat tersebut, bertujuan untuk menyangatkan keadaan yang ingin pengarang sampaikan bahwa di semua sudut kampung tersebut seluruh warganya berubah menjadi gundul.
24) Epistofora (97) Minem anu… melahirkan. Minem sudah melahirkan (SK: 15). Fungsi epistofora dalam kalimat di atas adalah memberikan penekanan pada kata melahirkan. Kasdu yang pada saat itu ketakutan akan dimarahi oleh mertuanya karena bayi yang dilahirkan prematur, menjadi ragu-ragu dalam mengucapkan kata melahirkan, sehingga dia merasa perlu untuk mengulangi kata tersebut. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 228).
25) Epanalipsis (98) “Tenanglah Nyai, tenang“ (SK: 11). Fungsi penggunaan epanalipsis pada data di atas adalah untuk meyakinkan Nyai untuk tetap tenang dalam menghadapi situasi. Jadi, dirasa perlu pembicara untuk mengulangi kata tenanglah kepada lawan biacara agar mau melakukan hal tersebut. (99) Bayi itu kecil, kecil sekali (SK: 13). Penggunaan epanalipsis pada kata kecil berfungsi untuk menekankan kata tersebut, dan mendeskripsikan bahwa bayi yang to sangat user kecil dari bayi pada umumnya. dilahirkan Minemcommit memang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
(100) Tidak, rasanya memang tidak (SK: 23). Perulangan kata tidak pada kalimat di atas, berfungsi untuk meyakinkan diri pembicara sendiri apa yang sudah dikatakan karena pembicara merasa tidak yakin dengan apa yang dirasakan. (101) “Ular? Yang membuntingimu ular?” (SK: 34). Epanalipsis pada kata ular di atas merupakan bentuk ketidak-percayaan pembicara terhadap ucapan yang dikatakan lawan bicara. Selain itu, juga untuk meyakinkan kembali kepada lawan bicara apakah yang dikatakan benar atau tidak. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 228).
26) Mesodiplosis (102) Tidak tahu. Sungguh, Kasdu tidak tahu mana yang bakal terjadi. Seperti dia juga tidak tahu mengapa perkawinannya dengan Minem mesti menghasilkan seorang bayi yang sungguh kecil itu (SK: 14). Pada kalimat di atas, termasuk dalam gaya bahasa mesodiplosis karena pengulangan kalimat tidak tahu. Tujuan diulangnya kalimat tersebut adalah untuk menyangatkan maksud pembicara, bahwa Kasdu memang tidak tahu mengapa keadaan tersebut dapat menimpa dirinya. (103) Dunia Blokeng adalah dunia sampah pasar, dunia tanah lembab, dan dunia yang tak mengenal lampu (SK: 35). Perulangan kata dunia pada kalimat di atas, berfungsi untuk menekankan maksud yang ingin disampaikan pengarang melalui kata tersebut. Pengarang ingin menyampaikan bahwa dunia Blokeng memang berbeda dengan kebanyakan orang lain, dia adalah seseorang dengan keterbelakangan mental dan berada pada lingkungan yang tidak diinginkan oleh kebanyakan orang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
12
11 10
10 9 8
8
6
5
5
5
5
4
4
3 2 2
2
3 2
5
3 2
3 2
2 1
0
1
2
2
1 1
Simile
Metafora
Personifikasi
Sinestesia
Hiperbola
Litotes
Zeugma
Satire
Inuendo
Anastrof
Ironi
Sinisme
Sarkasme
Metonimia
Totem Proparte
Alusio
Eufimisme
Eponim
Epitet
Antonomasia
Asindenton
Aliterasi
Anafora
Epistofora
Epanalipsis
Mesodiplosis
Gambar 4. Histogram Pemanfaatan Majas
Pada Gambar 4 terlihat penggunaan majas dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin cukup merata. Majas yang paling banyak digunakan adalah simile dengan 11 data atau dengan persentase 11%, dan paling sedikit digunakan adalah majas alusio, eponim, aliterasi, dan anafora dengan masing-masing 1 data atau dengan persentase 1%. Total pemanfaaatan majas dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin adalah sebanyak 99 data dari 26 gaya bahasa yang digunakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
c. Gaya Kalimat Penggunaan kalimat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin dilakukan Ahmad Tohari dengan cara pengungkapan yang indah. Gaya kalimat dalam kumpulan cerpen tersebut ditemukan sebanyak 21 data, dengan dominasi gaya kalimat klimaks dan paling sedikit digunakan adalah kalimat antiklimaks. Selain kedua gaya kalimat tersebut, ada pula kalimat paralelisme dan koreksio yang dimanfaatkan oleh Ahmad Tohari. 1) Kalimat Koreksio (104) “Sebaiknya di antara kita ada penyabar-penyabar. Maksudku agar kita memberi kesempatan kepada siapa yang akan membuktikan dirinya tidak kehilangan akal sehat” (SK: 10). Kalimat di atas menggunakan gaya kalimat koreksio karena adanya kata maksudku di tengah kalimat. Di mana pembicara ingin memperjelas kata-kata sebelumnya yang telah ia ucapkan agar tidak terjadi kesalah-pahaman (105) Aku menyesal. Tapi tak mengapa karena kemudian ayah mengatakan alasan yang sebenarnya mengapa beliau tidak mau pasang listrik (SK: 44). Gaya kalimat di atas merupakan koreksio karena pembicara berusaha membantah kalimat sebelumnya bahwa ia telah menyesal. Dalam cerita tersebut, tokoh „aku‟ merasa menyesal, namun kemudian dikoreksi sendiri dengan penggunaan kalimat tapi tidak mengapa yang menjelaskan bahwa ia menjadi tidak lagi menyesal. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 229).
2) Kalimat Klimaks (106) Tubuhnya rubuh, lalu menggelinding ke bawah, berkejaran dengan batu-batu yang tumpah dari keranjangnya (SK: 1). Peningkatan nilai dimulai dari kejadian ringan di mana to user Karyamin rubuh,commit kemudian meningkat karena Karyamin jatuh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
menggelinding, dan pada akhirnya Karyamin ikut menggelinding bersama batu-batu yang dibawanya. (107) Seekor burung paruh udang terjun dari ranting yang menggantung di atas air, menyambar seekor ikan kecil, lalu melesat tanpa rasa salah hanya sejengkal di depan mata Karyamin (SK: 2). Gaya kalimat klimaks diawali dengan kejadian burung paruh udang yang hanya menggantung di atas air, kemudian meningkat dengan disambarnya seekor ikan kecil, dan puncaknya melesat di atas Karyamin yang merasa kesal karena gangguan si burung yang membuatnya kehilangan keseimbangan. (108) Karyamin memungut sebuah, digigit, lalu dilemparkannya jauhjauh (SK: 5). Dalam kalimat di atas, gaya antiklimaks berfungsi untuk mendeskripsikan urutan kejadian agar pembaca ikut merasakan yang dirasakan oleh Karyamin. Diawali dengan rasa lapar yang dirasakan Karyamin yang membuatnya memungut buah jambu, kemudian digigitnya, dan akhirnya Karyamin melemparnya jauhjauh karena rasanya yang pahit. (109) Padahal Karyamin tahu, istrinya tidak mampu membayar kewajibannya hari ini, esok, hari lusa, dan entah hingga kapan, seperti entah kapan datangnya tengkulak yang telah setengah bulan membawa batunya (SK: 5). Peningkatan kalimat terjadi pada kalimat hari ini, esok, hari lusa, dan entah kapan. Fungsi dari penggunaan gaya kalimat klimaks pada data di atas adalah memberikan penekanan bahwa Karyamin dan keluarganya adalah orang miskin yang tidak mampu membayar hutang hari ini apalagi hari-hari berikutnya. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 229).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
3) Kalimat Antiklimaks (110) “Ya tidak, Kang. Aku mengenal sejak dulu kamu adalah tukang gembala kerbau milik Pak Suta. Lalu kamu pindah menjadi tukang maculnya Pak Naya. Pindah lagi menjadi pencari kayu bakar sampai tertangkap oleh mandor.” (SK: 48). Selain menggunakan gaya kalimat klimaks, Tohari juga menggunakan gaya kalimat antiklimaks. Pada kalimat di atas, urutan kejadian diurutkan dari tingkatan paling tinggi ke tingkatan ke rendah. Di mana Kenthus awalnya menjadi penggembala, berganti menjadi seorang tukang pacul, dan terakhir hanya menjadi tukang pencari kayu bakar yang diburu oleh mandor.
4) Kalimat Paralelisme (111) Atau sesuatu itu bisa melupakan buat sementara perihnya jemari yang selalu mengais bebatuan; tentang tengkulak yang sudah setengah bulan menghilang dengan membawa satu truk batu yang belum dibayarnya; tentang tukang nasi pecel yang siang nanti pasti datang menagih mereka (SK: 3). Pada data di atas, antara kalimat: perihnya jemari yang selalu mengais bebatuan; tengkulak yang setengah bulan menghilang dan belum membayar satu truk batu; dan tagihan hutang dari tukang nasi pecel, semuanya berada pada kedudukan yang sama dalam gramatika. Sama-sama sebuah bentuk kesedihan dan kesulitan hidup yang dialami oleh para pengumpul batu. (112) Tawa dan senyum bagi mereka adalah simbol kemenangan terhadap tengkulak, terhadap rendahnya harga batu, atau terhadap licinnya tanjakan (SK: 3). Sama dengan data (111), data (112) juga menggunakan kalimat yang kedudukannya sama, yaitu sama-sama hal yang pahit dirasakan oleh para pengumpul batu. commit to Lampiran user Dan seterusnya (lihat 5, halaman 230).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
Tabel 3. Frekuensi Pemanfaatan Gaya Kalimat
No.
Gaya Kalimat
1.
Koreksio
2.
Klimaks
3.
Antiklimaks
4.
Paralelisme
Jumlah Pemanfaat Gaya Kalimat 1-4
5-8
9-12
4
13-16
17-20
Persentase 19 %
10
48 % 5%
1 6
28 % Total: 21 data
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa gaya kalimat koreksio, klimaks, antiklimaks, dan paralelisme dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin dimanfaatkan oleh Tohari sedemikian efektif. Jumlah keseluruhan gaya kalimat yang digunakan adalah 21 data, dengan data tertinggi adalah penggunaan gaya kalimat klimaks sebanyak 10 data atau dengan persentase 48% dan data terendah adalah kalimat antiklimaks sebanyak 1 data atau dengan persentase 5%. Selain itu, gaya kalimat koreksio diperoleh sebanyak 4 data atau dengan persentase 19% dan kalimat paralelisme sebanyak 6 data atau dengan persentase 28%.
d. Citraan Citraan adalah kesan yang dapat kita tangkap atau terima pada kalimat atau baris dalam karya sastra. Citraan berhubungan dengan indra manusia.
Dalam pembangunan citraan, setiap pengarang berusaha
merealisasikan ide yang masih abstrak. Ia berusaha menumbuhkan intuisinya sebagai pengarang dengan imajinasi yang ada pada pembaca. Akibatnya, ia harus berusaha menata kata sedemikian rupa agar maknamakna abstrak menjadi kongkret dan nyata, misalnya lewat bahasa atau lewat gerak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
Citraan memang merupakan salah satu cara memanfaatkan sarana kebahasaan di dalam cerpen. Pemanfaatan secara baik dan tepat dapat menciptakan
suasana
kepuitisan.
Beberapa
pengarang
justru
menyandarkan kekuatan ceritanya pada faktor citraan ini. Di dalam karya sastra diperlukan realisasi gambaran, kejelasan, dan hidupnya gambaran sehingga pembaca atau penikmat dapat turut merasakan dan hidup dalam pengamatan batin penyair. 1) Citraan Penglihatan (113) Seekor burung paruh udang terjun dari ranting yang menggantung di atas air, menyambar seekor ikan kecil, lalu melesat tanpa rasa salah hanya sejengkal di depan mata Karyamin (SK: 1-2). Penggunaan citraan pada data di atas sekaligus memadukan gaya kalimat klimaks. Kejadian diurutkan dari rendah ke nilai yang lebih tinggi dengan menggunakan kalimat yang mampu merangsang indra penglihatan pembaca, sehingga pembaca mampu membayangkan situasi yang terjadi. (114) Oh, si paruh udang. Punggungnya biru mengkilap, dadanya putih bersih, dan paruhnya merah saga (SK: 4-5). Citraan penglihatan pada kalimat di atas memberikan gambaran kepada pembaca bagaimana bentuk dan warna burung paruh udang yang sedang mengganggu kegiatan Karyamin. Pembaca seakan mampu membayangkan langsung bentuk dari burung tersebut, sehingga setiap kejadian yang dilakukan dapat ditangkap dengan baik oleh pembaca. (115) Matahari, yang sudah hampir empat bulan memanggang perbukitan itu, naik hampir mencapai pucuk langit. Permainannya mengakibatkan kayu-kayu menjadi layu dan kering. Pelepahpelepah pisang runduk. Amparan ilalang mengelabu Kiri-kanan adalah tebing dengan cadasnya yang kering-renyah berbongkahbongkah (SK: 12). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
(116) Pakis-pakisan di tebing parit hijau dan segar dengan tetes-tetes embun di puncak-puncaknya. Segar seperti perawan yang basah rambutnya setelah mandi keramas. Kulihat seekor burung sikatan terbang mengejar betinanya. Keduanya lalu heboh dalam rumpun bambu. Ada daun bambu yang luruh karena huru-hara itu, lalu melayang masuk ke dasar parit (SK: 54). Kedua data di atas, yaitu data (115) dan (116) mencoba mendeskripsikan
keadaan
dan
suasana
tempat
kejadian.
Perbedaannya, pada data (115) menggambarkan suasana alam sekitar yang sedang kemarau sehingga tumbuhan menjadi layu dan kering. Pada data (116) Tohari merangsang indra penglihatan pembaca seakaan dapat melihat keindahan lingkungan alam yang masih asri dan segar belum terjamah oleh manusia yang tidak bertanggung jawab. Kedua data tersebut sama-sama mempunyai efek untuk menghidupkan suasana sehingga pesan yang ingin disampaikan pun semakin mudah dipahami. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 231).
2) Citraan Penciuman (117) “Jijik, jijiiiik! Apa itu mimpi nunggang macan? Kamu jadi bau tikus. Tengik dan busuk! Aku benci, benciiiiii!” (SK: 51). Penggunaan citraan penciuman pada kalimat di atas, mencoba untuk mengajak pembaca mencium Kenthus yang sangat bau karena mengumpulkan buntut tikus dari warga. Selain itu, penggunaan citraan penciuman tersebut juga sebagai sarana kritikan kepada orang yang serakah seperti Kenthus, sehingga pembaca tergiring untuk membenci apa yang dilakukan Kenthus. (118) Namun dari sebelah kiriku bertiup bau keringat melalui udara yang dialirkan dengan kipas angin (SK: 63). Pada data (118) pembaca seakan mampu merasakan suasana commit to user yang tidak nyaman di dalam bus yang terasa pengap dan tentunya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
tidak menyenangkan. Tohari mendeskripsikan citraan penciuman berupa bau-bau tidak sedap yang menyergap penumpang pada saat bus terasa panas.
3) Citraan Pendengaran (119) Suara gelak tawa terdengar riuh di antara bunyi benturan batubatu yang mereka lempar ke tepi sungai (SK: 2). Kutipan di atas merupakan pengimajian yang mendasarkan pada pengalaman indra pendengara. Citraan audio pada data (119) melukiskan keriangan para pengumpul batu yang sedang mencari hiburan di tengah penatnya pekerjaan. Mereka tertawa dengan hiburan yang mereka buat sendiri, sekaligus bermain air dengan batu-batuan yang ada sudah cukup membuat mereka senang. Citraan di atas juga seakan ingin melukiskan sungai di sana yang masih bersih dan jernih, sehingga orang-orang dapat bermain di sana tanpa takut kotor. (120) Langkah Kasdu yang cepat diiringi suara “krepyak-krepyak”; bunyi dedaunan kering yang remuk terinjak (SK: 12). Data (120) melukiskan keadaan alam di sekitar tempat tinggal Kasdu yang sedang dilanda kekeringan. Daun-daun banyak yang jatuh dan kering mengotori jalan yang dilalui Kasdu. (121) Aku enggan menjamah sakelar karena setiap kali aku melakukan hal itu tiba-tiba bayangan ayah muncul dan kudengar keletak keletik suara tasbihnya (SK: 46). Citraan pendengaran pada data (121) melukiskan suasana rindu yang melanda seorang anak kepada ayahnya. Pada saat ayahnya masih hidup, ia selalu menggunakan tasbihnya untuk berdzikir, sehingga pada saat ia sudah tiada sang anak seakan masih mendengar suara tasbih milik ayahnya. (122) Dan para pedagang asongan itu menawarkan dagangan dengan to mengatasi user suara melengkingcommit agar bisa derum mesin (SK: 63).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115
Pada data
di
atas,
pembaca
seakan diajak untuk
membayangkan berada di dalam bus yang ramai dengan pedagang asongan. Suara itu bercampur dengan derum mesin bus yang masih dihidupkan sopir di saat bus sedang berhenti. Tergambar jelas betapa ramai dan sumpeknya berada di dalam bus tersebut. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 232).
4) Citraan Perabaan (123) Atau sesuatu itu bisa melupakan buat sementara perihnya jemari yang selalu mengais bebatuan; tentang tengkulak yang sudah setengah bulan menghilang dengan membawa satu truk batu yang belum dibayarnya; tentang tukang nasi pecel yang siang nanti pasti datang menagih mereka (SK: 3). Citraan perabaan digunakan Tohari untuk melukiskan sakit yang dirasakan para pengumpul batu setelah mengais bebatuan. Citraan tersebut juga sengaja digunakan untuk menggambarkan kehidupan yang sangat susah yang dijalani para pengumpul batu. (124) Seakan dia telah mendapat pelajaran bahwa sedikit saja kepalanya bergerak berarti kaluh akan menggesek luka pada sekat lubang hidungnya (SK: 23). Sama seperti data (123), data (124) ini juga menggunakan citraan perabaan untuk melukiskan rasa sakit si Cepon, yaitu kerbau yang dipawangi oleh Musgepuk karena hidungnya ditusuk dengan bambu. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa Musgepuk kejam terhadap hewan yang dipawanginya. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 233).
5) Citraan Pencecapan (125) Lidahnya seakan terkena oleh air tuba oleh rasa buah salak yang masih mentah (SK: 5). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116
Pada data (125) terlihat pelukisan tentang Karyamin yang sedang kelaparan, sehingga apapun yang ia temukan langsung dimakannya. Salak yang ia temukan di jalan ternyata masih mentah, sehingga membuat lidahnya merasakan pahit sekaligus asam yang luar biasa. (126) Namun rahangnya bekerja rakus begitu dirasakan sesuatu yang dingin menempel di bibirnya (SK: 19). Data (126) masih sama seperti data (125), menggunakan citraan pencecapan untuk melukiskan apa yang dirasakan oleh tokoh pada saat kelaparan. Pada saat diberikan air, Suing langsung melahapnya dengan rakus karena sudah tidak dapat menahan rasa haus dan lapar yang ia rasakan. (127) Mulut terasa asin dan aku meludah. Ternyata ludahku merah (SK: 66). Citraan pencecapan pada data di atas, berusaha melukiskan keadaan tokoh yang mengalami kecelakaan dan membuat dirinya luka-luka sampai mengeluarkan darah dari mulutnya. Tokoh merasa bingung karena tiba-tiba ia merasakan asin setelah bangun dari tidurnya, ternyata bus yang ia tumpangi mengalami kecelakaan hebat. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 233).
6) Citraan Gerak (128) Tubuhnya bergulir sejenak, lalu jatuh terduduk dibarengi suara dua keranjang batu yang ruah. Tubuh itu ikut meluncur, tetapi terhenti karena tangan Karyamin berhasil mencengkeram rerumputan (SK: 2). Citraan gerak pada data (128) melukiskan kejadian yang dialami Karyamin pada saat ia tergelincir dari tanjakan. Tubuhnya meluncur bersamaan dengan batu-batu yang ia bawa, namun commit to user mencengkeram rerumputan. terhenti karena Karyamin berhasil
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117
(129) Kedua kakinya mencakar-cakar, kedua tangannya mengepakepak. Kemudian diam dan melemah lagi (SK: 55). (130) Turun dari balai-balai, Madrakum berdiri dengan gagah. Lalu dia membuat gerakan-gerakan persis ayam jago sedang menggombal betinanya. Tidak hanya itu. Madrakum kemudian keluar halaman, lagi-lagi berdiri dengan megah (SK: 56). Kedua
data
tersebut,
yaitu
data
(129)
dan
(130)
menggambarkan apa yang dilakukan Madrakum menjelang kematiannya. Madrakum bertingkah seperti ayam-ayam yang ia pelihara dengan mencakar-cakar, mengepak-epak, dan meniru gerakan ayam jago yang sedang merayu betinanya. Hal tersebut mungkin adalah sebuah balasan yang akan diterima para pengadu ayam karena telah menganiaya binatang. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 234).
Tabel 4. Frekuensi Pemanfaatan Citraan
No.
Citraan
1.
Penglihatan
2.
Penciuman
3.
Pendengaran
4.
Perabaan
5.
Pencecapan
6.
Gerak
Jumlah Pemanfaatan Citraan 1-5
6-10
11-15
10
16-20
21-25
Persentase 20 %
2
4% 15
30 % 6%
3
12 %
6 14
28 % Total: 50 data
Pada Tabel 4 dapat dilihat citraan yang digunakan Ahmad Tohari dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin ditemukan sebanyak 50 data, dengan commit to user dominasi penggunaan citraan pendengaran sebanyak 15 data atau dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118
persentase 30% dan paling sedikit adalah citraan penciuman sebanyak 2 data atau dengan persentase 4%. Hal tersebut membuktikan bahwa Ahmad Tohari pandai dalam mengolah kata-kata untuk mendeskripsikan sesuatu hal yang ia dengarkan, padahal pengarang lain belum tentu mampu menggambarkannya secara baik. Citraan gerak juga termasuk banyak digunakan sebanyak 14 data atau dengan persentase 28%, citraan penglihatan 10 data atau dengan persentase 20%, citraan perabaan 3 data atau dengan persentase 6%, dan citraan pencecapan 6 data atau dengan persentase sebanyak 12%.
2. Analisis Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin Pengertian nilai merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, nilai dapat dikatakan sebagai sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Persahabatan sebagai nilai yang positif tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua orang yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung. Nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi kehidupannya yang diperoleh melalui proses pendidikan. Proses pendidikan bukan berarti hanya dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Dihubungkan dengan
eksistensi
dan kehidupan manusia, nilai-nilai
pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya. Jenis-jenis pesan moral maupun nilai pendidikan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca dalam sebuah karya sastra menurut Nurgiyantoro (2005: 326) ada tiga, yaitu: (1) pesan atau nilai pendidikan moral; (2) pesan religius; dan (3) kritik sosial. Lain halnya menurut Rosyadi commit to user (dalam Argadinata, 2013) menyebutkan bahwa nilai pendidikan dalam sebuah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119
karya sastra dapat dibagi menjadi empat, yaitu: (1) nilai pendidikan moral; (2) nilai pendidikan sosial; (3) nilai pendidikan agama; dan (4) nilai pendidikan budaya. a. Nilai Pendidikan Moral Moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Nilai moral yang terkandung dalam karya seni bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika yg merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan manusia sehari-hari. (131) Kawan-kawan Karyamin menyeru-nyeru dengan segala macam seloroh cabul. Tetapi Karyamin hanya sekali berhenti dan menoleh sambil melempar senyum (SK: 4). Pendidikan moral pada data di atas, dicontohkan dengan perbuatan Karyamin yang sabar menghadapi ejekan dari temantemannya. Perbuatan Karyamin tersebut perlu dicontoh, karena kesabaran dan keikhlasannya dalam menjalani hidup di tengah kemiskinan yang melandanya. (132) “E, lha. Sabar Nak, sabar. Pertama, carilah kutu di kepalamu sendiri. Cari kesalahan pada dirimu mengapa pohon jengkol ini tidak mau berbuah.” (SK: 39). Pada data di atas, pendidikan moral yang dapat diambil dari nasihat yang diberikan oleh mertua Sutabawor adalah lebih baik introspeksi diri kita terlebih dahulu sebelum menyalahkan orang lain. Terutama ditujukan kepada anak muda yang masih memiliki rasa egois yang sangat tinggi. (133) “Priayi zaman dulu kan bekerja dan mengabdi kepada kaum usermengabdi kepada kaum kawula penjajah, bukan commit bekerjatodan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120
seperti kita ini. Mereka bersikap ningrat, maunya dilayani. Mereka menjunjung atasan dan tak mau mengerti tangise wong cilik. Mereka maunya membentuk tata nilai sendiri dan malu bergaul dengan rakyat biasa. Dan mereka angkuh tentu saja.” (SK: 41). Data (133) memberikan pendidikan moral kepada kita, supaya apabila kita menjadi seorang wakil rakyat janganlah angkuh dan tidak amanah dengan tanggung jawab yang telah diberikan. Pada data di atas, dicontohkan sikap-sikap para pejabat zaman sekarang yang sudah tidak mau mendengarkan rakyat kecil, padahal yang memilih mereka adalah rakyat yang ia tindas. (134) Dari
pengalaman
seperti
itu
aku
mengerti
bahwa
ketidaknyamanan dalam perjalanan tak perlu dikeluhkan karena sama sekali tidak mengatasi keadaan. Supaya jiwa dan raga tidak tersiksa, aku selalu mencoba berdamai dengan keadaan (SK: 64). Pendidikan moral pada data (134), mengajarkan kita untuk tidak mudah mengeluh pada saat terjadi ketidaknyamanan di sekitar kita. Dengan kita mengeluh, hanya akan memperburuk suasana, sehingga sebaiknya kita tetap tenang dan berpikir positif. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 235).
b. Nilai Pendidikan Sosial Nilai pendidikan sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial brupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121
(135) “Makan, ya Min? Aku tak tahan melihat orang lapar. Tak usah bayar dulu. Aku sabar menunggu tengkulak datang. Batumu juga belum dibayarnya, kan?” (SK: 4). Pada data di atas, rasa sosial yang tinggi ditunjukkan oleh Saidah yang menawari makanan kepada Karyamin, walaupun Karyamin belum membayar hutangnya kepadanya. Saidah merasa kasihan dan tidak tega melihat Karyamin yang kelaparan, sehingga muncul empati dari diri Saidah. (136) Para tetangga diundang makan-makan. Sumber berita selanjutnya mengatakan
Sutabawor
merasa
perlu,
amat
perlu
menyelenggarakan syukuran karena akhirnya dia berhasil menyingkirkan kekesalan hidup yang menghimpitnya selama beberapa tahun terakhir ini (SK: 38). Sutabawor yang merasa bersyukur dengan kebahagiaan yang sedang ia alami, tidak lupa untuk berbagi dengan tetanggatetangganya. Bentuk syukur ini merupakan kebiasaan yang diajarkan kepada umat islam untuk selalu berbagi kepada sesama, namun dengan cara sederhana tidak perlu dengan hal-hal yang berlebihan. (137) Seratus hari sesudah kematian ayah, orang-orang bertahlil di rumahku sudah duduk di bawah lampu neon dua puluh watt (SK: 45). Pada data (137) di atas, nilai sosial yang dapat diambil hampir sama dengan data (136). Perbedaannya, data (137) merupakan acara tahlilan yang bertujuan untuk mendoakan orangorang yang sudah meninggal. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 236).
c. Nilai Pendidikan Agama Nilai pendidikan agama bisa dikatakan adalah nilai pendidikan yang committidak to user paling lengkap dan luas karena hanya menyangkut segi kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122
secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam kekuasaan Tuhan. (138) Syukur kepada Gusti Allah yang telah berkenan menyuruh pohon jengkol Sutabawor berbuah (SK: 39). Pada data di atas, mengajarkan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Baik dengan cara berbagi kebahagiaan, maupun dengan cara lain yang masih dalam konteks kebaikan. (139) “Ayahku memang tidak suka listrik. Beliau punya keyakinan hidup dengan listrik akan mengundang keborosan cahaya. Apabila cahaya dihabiskan semasa hidup maka ayahku amat khawatir tidak ada lagi cahaya bagi beliau di alam kubur.” (SK: 46). Nilai pendidikan agama pada data di atas, secara tidak langsung mengingatkan kita untuk jangan berlebihan dalam menjalani hidup. Pada akhir-akhir ini manusia semakin konsumtif dan ketergantungan terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Seharusnya, urusan akhirat dan dunia berjalan seimbang dan selaras sesuai dengan kebutuhannya. (140) Karena dalam hati sejak lama aku percaya, setiap hari Tuhan tak pernah jauh dari diri Sulam. Dan aku yang konon telah mencoba bersuci jiwa hampir sebulan lamanya, malah menampik permintaan Sulam yang terakhir (SK: 61). Data (140) di atas, merupakan penyesalan seorang hamba yang ternyata tidak lebih baik dari orang yang kekurangan daripada dia. Seorang hamba yang sehat jasmani dan rohani membandingkan dirinya dengan seorang yang mempunyai kelainan mental, yaitu Sulam yang ternyata Sulam lebih suci dibandingkan dia. Sulam dianggap lebih dekat dengan Tuhan dan commit orang to userlain yang sehat secara fisik. lebih tulus dibandingkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123
(141) Lalu samar-samar kulihat seorang lelaki kusut keluar dari bangkai bus. Badannya tak tergores sedikit pun. Lelaki itu dengan tenang berjalan kembali ke arah kota Cirebon. Telingaku dengan gamblang mendengar suara lelaki yang terus berjalan dengan tenang ke arah timur itu: “Shalatullah, salamullah, „ala thaha rasulillah..” (SK: 66). Nilai pendidikan agama yang terkandung dalam sebuah karya sastra, tidak harus selalu secara tersurat namun bisa juga secara tersirat. Contohnya pada data di atas, yang tidak bersifat menggurui namun pesan yang terkandung justru sangat berkesan. Pada data tersebut, memberikan pencerahan kepada kita bahwa dengan agama dimanapun kita berada akan selalu diberikan keselamatan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Apapun yang kita lakukan, apabila dilakukan dengan ikhlas sekaligus berlandaskan pada iman, maka kita akan selalu dalam lindungan-Nya. Dan seterusnya (lihat Lampiran 5, halaman 236).
d. Nilai Pendidikan Budaya Nilai pendidikan budaya merupakan nilai yang menempati posisi sentral dan penting dalam kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya abstrak dan hanya dapat diungkapkan atau dinyatakan melalui pengamatan pada gejala-gejala yang lebih nyata seperti tingkah laku dan benda-benda material sebagai hasil dari penuangan konsep-konsep nilai melalui tindakan berpola. (142) Entahlah. Boleh jadi mertua laki-laki itu sungguh-sungguh merasa heran. Tetapi pada saat yang sama dia tersenyum karena bulan depan akan ada hajat lagi di rumahnya. Kali ini Minah, adik Minem yang berusia duabelas tahun akan memperoleh suami. “Anak-anakku memang laris.” Kata mertua laki-laki itu dalam hati. Bangga dia (SK: 16). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124
Nilai budaya terlihat pada data di atas, karena orang tua Minem sangat bangga apabila anak-anaknya semakin cepat menikah, bukan bangga terhadap pendidikan mereka. Minem yang baru berusia empatbelas tahun sudah menikah dan bahkan sudah mempunyai anak. Selain itu, adiknya yang berusia duabelas tahun akan menyusul dinikahkan pula oleh orang tuanya. Hal ini yang membuat pada zaman dahulu terbentuk budaya bahwa perempuan hanya bekerja di dapur, tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi. Sehingga, pada akhirnya merusak generasi penerus bangsa yang seharusnya dapat berkembang dna berguna bagi negara. (143) Sudah acap terjadi babu dari kampungku pulang mudik membawa buntingan anak majikan (SK: 33). Budaya pada data tersebut adalah budaya untuk menjadi TKW bagi perempuan-perempuan di kampung yang tidak memiliki pekerjaan. Dengan pendidikan yang minim, membuat mereka di sana hanya menjadi budak nafsu para majikannya. Hal tersebut bahkan masih terjadi sampai sekarang. Seharusnya, pemerintah lebih tegas dalam mengatur TKI dan TKW dan lebih memberikan bekal pendidikan dan pengalaman yang cukup bagi calon tenaga kerja asing tersebut. (144) “Tunggu sampai hari Jumat Kliwon. Kita akan setiar dengan mantra dan srana. Siapa tahu pohon jengkolmu akan berbuah (SK: 39). Nilai pendidikan budaya pada data di atas merupakan budaya khas Indonesia khusunya daerah Jawa. Orang Jawa mengenal cara penanggalan Jawa yang menurut mereka baik di hari-hari tertentu. Sebelum seseorang melakukan sesuatu, biasanya disarankan untuk melihat dan menghitung hari baik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125
C. Pembahasan Kumpulan cerpen Senyum Karyamin merupakan sebuah kumpulan cerpen yang menceritakan tentang 13 cerpen yang semuanya sama-sama bertema sosial. Adapun ketigabelas cerpen yang ada dalam kumpulan cerpen tersebut, yaitu: (1) Senyum Karyamin yang bercerita tentang kemiskinan seorang pengumpul batu; (2) Jasa-jasa buat Sanwirya sebuah kisah kesetiakawanan dan empati seorang sahabat; (3) Si Minem Beranak Bayi menceritakan tentang budaya menikah muda pada zaman dahulu; (4) Surabanglus sebuah cerita tentang tolong-menolong terhadap sahabat karena keracunan surabanglus (singkong beracun); (5) Tinggal Matanya Berkedip-kedip kisah kerbau yang menjinakkan pawangnya yang sombong dan angkuh; (6) Ah, Jakarta bercerita tentang persahabatan seorang buronan
polisi;
(7)
Blokeng
kisah
tentang
perempuan
muda
dengan
kelatarbelakangan mental yang hamil tanpa suami; (8) Syukuran Sutabawor menceritakan tentang budaya Jawa yang penuh dengan klenik; (9) Rumah yang Terang kisah religius tentang seseorang yang tidak ingin memakai listrik karena takut cahayanya di akhirat akan berkurang; (10) Kenthus bercerita tentang kesombongan seseorang yang baru mendapatkan jabatan; (11) Orang-Orang Seberang Kali kisah seorang penyabung ayam dan tabiat buruknya sehingga melakukan hal-hal aneh menjelang ajalnya; (12) Wangon Jatilawang bercerita tentang seseorang dengan keterbelakangan mental bernama Sulam; dan cerpen terakhir (13) Pengemis dan Shalawat Badar yang berkisah tentang pengemis yang selalu bershalawat selamat dari kecelakaan bus. 1. Stilistika yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin a. Diksi Diksi/ pemilihan kata dalam karya sastra adalah cara penggunaan kata/ kata-kata dalam teks sastra sebagai alat untuk menyampaikan gagasan dan nilai estetis tertentu (Aminuddin, 1995: 201). Menurut Munir, Haryati, dan Mulyono (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan, diksi digunakan oleh pengarang untuk menuangkan gagasannya kepada orang lain agar tidak terjadi salah tafsir dan merasakan apa yang pengarang commitsebagai to user sarana mengaktifkan kegiatan rasakan. Fungsi diksi adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126
berbahasa (komunikasi) yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan maksud dan gagasannya kepada orang lain. Dalam penelitian Terry (2009) mengungkapkan diksi telah menjadi perangkat khasanah gaya, sebagai sarana artistik bahkan lebih luas daripada sekedar artistik. Analisis gaya kata (diksi) pada cerpen Senyum Karyamin melihat pada fungsi kata tersebut sebagai media ekspresi pengarang dalam mengungkapkan gagasan dalam karya sastranya. Dimulai dengan mengidentifikasi data-data berupa kutipan yang melukiskan penggunaan diksi, kemudian mengategorikannya ke dalam jenis-jenis diksi, dan diakhiri dengan analisis secara induktif dan deduktif disertai argumentasi kritis.Dalam kumpulan cerpan Senyum Karyamin ditemukan lima diksi yang paling sering digunakan, yaitu: (1) kata sapaan khas nama diri; (2) kata serapan; (3) kosakata bahasa Jawa; (4) kata vulgar; dan (5) kata dengan objek realitas alam. 1) Kosakata Bahasa Jawa Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin terdapat banyak sekali kosakata bahasa Jawa guna menciptakan efek estetis, dan apabila kata-kata tersebut diganti dengan bahasa Indonesia akan mengurangi efek estetis dalam cerita. Menurut Munir, Haryati, dan Mulyono (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan fungsi pemanfaatan kosakata bahasa Jawa adalah untuk mengintensifkan makna dan menguatkan latar tokoh. Hampir semua cerita pendek dalam buku ini menggunakan kosakata bahasa Jawa, setting ceritanya pun terdapat di daerah Jawa. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Tohari, bahwa alasannya banyak menggunakan kosakata bahasa Jawa adalah keterwakilan perasaan, yaitu beberapa hal yang baru bisa diwakili apabila diucapkan atau ditulis dalam bahasa lokal Jawa. Tohari sekaligus ingin memberi sentuhan warna lokal dengan memakai satu atau dua kata dari bahasa daerah tersebut. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ariyani yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127
mengatakan bahwa kosakata bahasa Jawa paling dominan diantara diksi lainnya. Kosakata Bahasa Jawa adalah pilihan kata maupun frasa yang menggunakan Bahasa Jawa baik Bahasa Jawa Tengah, Jawa Timur, maupun Jawa Barat. Dalam cerpen ini ditemukan lebih dominan pemakaian kosakata Bahasa Jawa Tengah khususnya Banyumas. Penggunaan bahasa Jawa ini, bertujuan untuk menghidupkan suasana tempat kejadian cerita atau setting. Dengan penggunaan gaya bahasa khususnya dalam percakapan antartokoh, suasana akan terbangun dengan sendirinya dan budaya yang memengaruhi juga otomatis akan terlihat dari percakapan tersebut. Pada
kumpulan
cerpen
Senyum
Karyamin
ini
Tohari
menggunakan kosakata Bahasa Jawa sebanyak 51 data. Hal ini terkait dengan latar belakang Tohari yang berasal dari daerah Banyumas. Namun, selain
menggunakan dialek khas Banyumas, Tohari juga
menggunakan kosakata khas Cirebon pada percakapan antara kondektur dan pengemis, seperti berikut. “Sira beli mikir? Bus cepat seperti ini aku harus turun?” Sira artinya adalah kamu yang dalam bahasa Jawa pada umumnya tidak mengenal sira, biasanya menggunakan kata kowe. Selain itu, pada cerpen berjudul Jasa-Jasa buat Sanwirya dan Surabanglus Tohari menggunakan bahasa Jawa khas Banyumas pada setiap nama benda yang ada dalam cerpen, antara lain: pongkor; klangseng; suren; surabanglus; dan lain sebagainya yang merupakan bahasa Jawa khas Banyumas yang tidak dikenal pada daerah Jawa lainnya seperti Solo maupun Jogja. Selain menggunakan bahasa Banyumas, Tohari juga memanfaatkan kosakata bahasa Jawa Tengah yang lebih umum dipakai di hampir semua daerah Jawa Tengah. Seperti pada cerpen Syukuran Sutabawor, Kenthus, Orang-Orang Seberang Kali, dan Wangon Jatilawang menggunakan bahasa Jawa Tengah yang lebih sering kita commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128
dengar, contohnya lincak, mbuh, nunggang, sampean, wong gemblung, dan lain sebagainya.
2) Kata Serapan Dalam
penelitiannya,
Ihsanudin
(2012)
mengungkapkan
pengertian kata serapan adalah kata yang diambil atau dipungut dari bahasa lain, baik bahasa asing maupun bahasa daerah baik mengalami adaptasi struktur, tulisan dan lafal maupun tidak dan sudah dikategorikan sebagai kosakata bahasa Indonesia Untuk mencapai efek estetis terutama dalam memperkuat gagasan, ide, pikiran, dan perasaannya, Tohari sengaja menggunakan beberapa kata serapan. Kata serapan dalam Senyum Karyamin ini, banyak berasal dari bahasa asing terutama Inggris, Arab, dan Belanda. Kata serapan tersebut, didominasi oleh istilah yang berkaitan dengan dunia kedokteran, teknologi, sosial, dan budaya. Kata serapan dalam cerpen ini tidak terlalu banyak ditemukan. Sejalan
dengan
pendapat
Mujiyanto
yang
mengatakan
alasan
penggunaan kata serapan yang sedikit mungkin karena setting cerita berada di desa. Berbeda apabila ceritanya mengenai dunia metropolitan, tentu kata serapan lebih banyak digunakan. Pada
kumpulan
cerpen
Senyum
Karyamin
ini,
Tohari
menggunakan kata serapan dari bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Belanda sebanyak 8 data. Kata serapan bahasa Arab digunakan karena konteks yang ada dalam cerita tersebut adalah mengenai tema religius, seperti dalam Pengemis dan Shalawat Badar pada data berikut. “Shalatullah, salamullah, a’la thoha rasulillah…” (SK: 66) Penggunaan bahasa Inggris lebih banyak digunakan pada istilah teknologi, kedokteran, dan sosial seperti pada cerpen Ah, Jakarta dan Rumah yang Terang, contohnya kata TV dan video. Selain itu, bahasa Belanda digunakan dalam cerpen Jasa-Jasa buat Sanwirya dan Rumah to userdan onani. yang Terang, contohnyacommit kata opname
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129
Ahmad Tohari menggunakan kata serapan bahasa asing bertujuan untuk lebih menciptakan efek kekinian dalam setiap cerita. Selain itu, kata serapan juga digunakan untuk menyebutkan merk suatu benda. Secara keseluruhan, kumpulan cerpen Senyum Karyamin tidak terlalu banyak menggunakan kata serapan. Hal tersebut, disebabkan cerita yang ada dalam kumpulan cerpen ini lebih mengenai rakyat kecil dengan latar belakang pendidikan dan ekonomi yang rendah. Jadi, Tohari merasa tidak perlu untuk menggunakan istilah-istilah asing yang nanti hanya akan merusak suasana khas pedesaan yang ada dalam kumpulan cerpen tersebut.
3) Kata sapaan khas dan nama diri Menurut Ihsanudin (2012) dalam penelitiannya, kata sapaan khas dan nama diri adalah kata yang berfungsi sebagai sebutan untuk menunjukkan orang atau sebagai penanda identitas seseorang. Kata saapan khas dan nama diri dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin cukup banyak dimanfaatkan oleh pengarang. Pemanfaatan kata sapaan khas dan nama diri tersebut digunakan untuk pencapain efek estetis. Nama atau sapaan dapat diartikan sebagai kata yang berfungsi sebagai sebutan untuk menunjukkan orang atau sebagai penanda identitas seseorang. Kata sapaan khas dan nama diri adalah kata yang dipakai untuk menyapa seseorang atau menyebut suatu benda yang memiliki ciri tersendiri. Kata sapaan khas dipakai untuk menunjukan keakraban antartokoh dan menggambarkan budaya masing-masing daerah dalam memakai sapaan terhadap orang lain. Nama diri digunakan untuk menyebutkan suatu benda yang dianggap memiliki ciri-ciri tertentu oleh tokoh yang menyebutkan. Kata sapaan khas dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin didominasi oleh kata sapaan khas dari daerah Jawa, antara lain: Mak; user Kang; wong gemblung;commit priayi,todan lain sebagainya. Total penggunaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130
kata sapaan khas dan nama diri dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin ini adalah sebanyak 14 data. Kata sapaan khas dan nama diri melekat pada objek yang disebut karena ciri tertentu maupun posisi kekerabatan dengan masing-masing tokoh. Perlu disadari karena buku yang dianalis adalah sebuah kumpulan cerpen, sehingga data berupa kata sapaan tidak ditemukan sebanyak apabila menganalisis sebuah novel. Di dalam cerpen tokoh yang digambarkan sangat sederhana dan tidak terlalu banyak, jadi penggunaan kata sapaan
bergantung pada isi cerita dalam cerpen
tersebut. Berdasarkan hasil analisis, fungsi dari kata sapaan khas dan nama diri, antara lain: (1) menggambarkan kedekatan masing-masing tokoh; (2) memberikan ciri khusus terhadap seorang tokoh maupun suatu benda, sehingga pesan yang ingin disampaikan pengarang lebih mudah untuk dipahami pembaca; dan (3) menguatkan setting dalam cerita karena penggunaan kata sapaan khas dalam suatu daerah. Selain itu, dalam kumpulan cerpen ini sapaan juga didominasi oleh sapaan khas daerah Jawa. Hal tersebut dikarenakan Ahmad Tohari merupakan orang asli daerah Jawa khususnya Banyumas. Penggunaan sapaan pun tidak hanya pada tokoh yang memiliki hubungan keluarga, namun pada tokoh yang tidak memiliki hubungan sedarah memiliki sapaan khas terhadap masing-masing tokoh.
4) Kata vulgar Kata vulgar adalah kata-kata yang tabu untuk diucapkan dan sering diucapkan oleh seseorang dengan pendidikan yang kurang. Kata vulgar sebagai gaya kata yang dimanfaatkan oleh pengarang guna mencapai efek estetis, yaitu untuk mengekspresikan perasaan atau gagasan tertentu. Kata vulgar yang biasanya diucapkan oleh kalangan kurang terpelajar dan dianggap tabu tersebut tidak banyak ditemukan commit pendapat to user Mujiyanto, alasan pengarang dalam cerpen ini. Menurut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
131
menggunakan kata vulgar lebih karena menikmati ungkapan-ungkapan jorok tersebut untuk dijadikan sebagai hiburan. Hal tersebut merupakan segi ekspresif dari pengarang, yang merupakan sebuah realitas dalam kalangan yang ada pada cerita tersebut. Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin ditemukan hanya 3 data saja yang termasuk dalam kata vulgar. Hal tersebut dikarenakan tidak terlalu banyak konflik yang menimbulkan pertengkaran antara setiap tokoh. Hanya ada satu data yang merupakan wujud emosi tokoh terhadap seekor burung yang mengganggunya, yaitu dalam cerpen Senyum Karyamin dengan kata vulgar bangsat. Dua data lain yaitu pada cerpen Blokeng dan Rumah yang Terang merupakan kata vulgar yang tidak pantas diucapkan. Selain itu, penggunaan kata vulgar yang sedikit dalam kumpulan cerpen ini dikarenakan tema yang diambil dalam kumpulan cerpen ini adalah sosial yang banyak mengupas mengenai kenyataan yang terjadi pada masyarakat Indonesia, sehingga harus dapat menjadi suatu bahan renungan bersama. Berdasarkan hasil analisis, dapat ditarik kesimpulan fungsi dari kata vulgar, antara lain: (1) memperkuat konflik yang dialami antar tokoh; (2) penggambaran tokoh yang berasal dari orang dengan latar belakang pendidikan yang sangat kurang; dan (3) fungsi estetis dan permainan kata-kata oleh pengarang yang diambil dari bahasa kurang berpendidikan.
5) Kata dengan Objek Realitas Alam Ahmad
Tohari
dikenal
sebagai
pengarang
yang
sering
menggunakan kata dengan objek realitas alam. Latar belakangnya yang berasal
dari
pedesaan,
membuatnya
dengan
mudah
untuk
mendeskripsikan alam sekitar terutama di daerah pedesaan di Indonesia. Senada dengan pendapat Jatmiko yang mengatakan bahwa Ahmad Tohari banyak menggunakan kata dengan objek realitas alam, karena user desa. Hal itu lah yang menjadi latar belakangnya yangcommit berasalto dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132
keunggulan Tohari dalam membangun suasana cerita menjadi indah dan asosiatif melalui diksi dengan objek benda alam guna melukiskan keadaan. Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin ditemukan kata dengan objek realitas alam sebanyak 11 data. Penggunaan diksi objek realitas alam didominasi oleh penggambaran hewan maupun tumbuhan di alam sekitar. Dengan pemakaian diksi tersebut suasana yang ingin dibangun menjadi lebih mudah untuk disampaikan kepada pembaca. Penggunaan kata dengan objek realitas alam didominasi dalam bentuk kalimat sebagai ilustrasi keadaan lingkungan yang ada dalam cerita. Ilustrasi yang digambarkan oleh Tohari sangat kuat mengenai daerah pedesaan khususnya di Indonesia. Hampir semua cerpen dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin bertempat di daerah pedesaan yang masih asri. Tidak hanya penggambaran alam melainkan deskripsi mengenai kegiatan yang dilakukan oleh hewan dan tumbuhan tergambar dengan baik oleh Ahmad Tohari dengan gaya bahasanya yang khas. Deskripsi mengenai alam juga tidak hanya mengenai alam yang sejuk dan bersih, melainkan lingkungan yang sedang dilanda kekeringan dan kotor juga digambarkan dengan indah oleh Ahmad Tohari.
Kosakata Bahasa Jawa 3%
Kata Serapan
13%
16% 9%
59%
Kata Sapaan Khas dan Nama diri Kata Vulgar Kata dengan Objek Realitas Alam
commit to user Gambar 5. Diagram Lingkaran Persentase Pemanfaatan Diksi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133
Pada Gambar 5 merupakan persentase penggunaan diksi pada kumpulan cerpen Senyum Karyamin. Kosakata bahasa Jawa merupakan diksi tertinggi yang digunakan Ahmad Tohari sebanyak 59%. Disusul oleh kata sapaan khas dan nama diri sebanyak 16%, kata dengan objek realitas alam 13%, kata serapan 9%, dan terendah adalah penggunaan kata vulgar yang hanya 3%.
b. Gaya Bahasa Gaya bahasa yang unik dan cukup dominan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin adalah pemajasan. Yuliawati (2012) berpendapat gaya bahasa dalam karya sastra dipakai pengarang sebagai sarana retorika dengan mengeksploitasi dan memanipulasi potensi bahasa. Penggunaan majas dalam sebuah karya sastra dapat menciptakan efek keindahan bahasa. Majas dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin memiliki fungsi memperindah dan mengefektifkan pengungkapan bahasa. Hal tersebut senada dengan pernyataan Ahmad Tohari yang menyatakan bahwa dia seorang pemerhati bahasa dan pecinta bahasa sehingga dalam menulis, Ahmad Tohari berusaha untuk menulis bahasa yang efektif yang komunikatif dan juga anggun atau indah di atas standar bahasa Indonesia yang baik dan benar. Untuk itu, Ahmad Tohari memang harus memilih kosakata yang tepat bahkan sangat tepat. Mujiyanto berpendapat bahwa alasan pengarang menggunakan gaya bahasa adalah karena pengarang malu apabila mengungkapkan sesuatu terlalu lugas atau menggurui. Pengarang ingin pembaca berpikir terlebih dahulu saat membaca. Meskipun sebenarnya tidak bermaksud untuk mempersulit pembaca, hanya untuk keindahan. Sejalan dengan pernyataan Macleod (2011) gaya bahasa berusaha untuk menunjukkan bagaimana dampak dari teks tersebut terhadap linguistik teks, sehingga karya sastra tidak hanya sebagai suatu apresiasi melainkan dapat dianalisis berdasarkan unsur bahasanya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134
Majas dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin didominasi oleh personifikasi dan simile. Adapun pemajasan lain yang ditemukan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin adalah metafora, sinestesia, hiperbola, litotes, zeugma, satire, inuendo, anastrof, ironi, sinisme, sarkasme, metonimia,
totem
proparte,
alusio,
eponim,
epitet,
antonomasia,
asindenton, aliterasi, anafora, epistofora, epanalipsis, dan mesodiplosis. Jadi, total gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin adalah 25 gaya bahasa. 1) Simile Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin simile merupakan gaya bahasa yang paling banyak digunakan, hal tersebut senada dengan pendapat Ariyani dan Mujiyanto yang menyatakan bahwa gaya bahasa simile yang paling dominan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin, dengan ditemukannya majas simile sebanyak 11 data. Nurgiyantoro (2005: 298) mengungkapkan gaya bahasa simile menyarankan pada adanya
perbandingan
yang
langsung
dan
eksplisit,
dengan
mempergunakan kata-kata tugas tertentu sebagai penanda keeksplisitan, contohnya: bagaikan, laksana, bagai, dan sebagainya. Ahmad Tohari mengatakan dia sangat menyadari bahwa hal tersebut memang gayanya dalam berbahasa. Menurutnya gaya bahasa simile membuat ceritanya lebih komunikatif. Simile menjadi majas yang sering digunakan oleh pengarang karena penggunaannya mudah diaplikasikan dalam kalimat. Selain itu, simile membuat pembaca mudah untuk menangkap gambaran yang ingin disampaikan pengarang dengan membandingkan sesuatu yang sering atau umum dilihat pembaca. Majas simile dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin contohnya terdapat pada cerpen Surabanglus, Tinggal Matanya Berkedip-Kedip, dan Ah, Jakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
135
2) Metafora Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Gaya bahasa metafora sebenarnya hampir sama dengan gaya bahasa simile, perbedaannya simile menggunakan kata penghubung. Majas metafora dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin sangat sedikit dimanfaatkan oleh Ahmad Tohari. Hal tersebut dikarenakan majas metafora bersifat tidak langsung, sehingga pemakaian metafora dirasa kurang komunikatif terhadap pembaca. Metafora merupakan kebalikan dari simile. Menurut Nurgiyantoro (2005: 299) metafora merupakan gaya perbandingan yang bersifat tidak langsung atau implisit. Hubungan antara sesuatu yang dinyatakan pertama dengan kedua hanya bersifat
sugestif, tidak
ada
kata-kata penunjuk
perbandingan eksplisit. Majas metafora sebenarnya mempunyai fungsi yang sama dengan simile, namun metafora dianggap kurang mudah untuk diaplikasikan dalam sebuah kalimat. Selain itu, kelebihan metafora dibandingkan simile adalah memberikan efek estetis pada kalimat lebih dari simile, dan membuat pembaca sedikit berpikir mengenai apa yang diungkapkan pengarang. Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin metafora hanya digunakan sebanyak 2 data, yaitu pada cerpen Surabanglus dan Tinggal Matanya Berkedip-Kedip.
3) Personifikasi Personifikasi merupakan gaya bahasa yang memberi sifat-sifat benda mati dengan sifat-sifat seperti yang dimiliki manusia sehingga dapat bertingkah laku sebagaimana halnya manusia (Nurgiyantoro, 2005: 299). Penggunaan gaya bahasa personifikasi dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin cukup banyak digunakan, yaitu sebanyak 10 data salah satunya pada cerpen Senyum Karyamin. Pemanfaatan majas commit topada userbenda, perasaan, dan bagian tubuh personifikasi banyak digunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
136
manusia yang dianggap mampu melakukan kegiatan yang sering dilakukan oleh manusia. Pengarang banyak menggunakan majas personifikasi, karena benda-benda yang dianggap hidup seperti manusia memberikan kesan dramatis dan membuat pesan yang ingin disampaikan mudah untuk diungkapkan. Ekawati (2012) berpendapat gaya bahasa personifikasi memiliki beberapa tujuan, yaitu: (1) mampu menciptakan efek estetis dalam sebuah kalimat; (2) mampu menciptakan suasana cerita yang lebih hidup; dan (3) mampu mendekatkan pembaca dengan objek yang digambarkan (membantu menghidupkan imajinasi pembaca). Pada dasarnya, majas personifikasi hampir mirip dengan majas hiperbola dan zeugma yang menggunakan kalimat tidak logis dan melebih-lebihkan sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi. Berdasarkan hasil analisis, fungsi dari majas personifikasi adalah untuk lebih menghidupkan suasana yang ada dalam setiap cerita. Pada saat benda-benda mati tersebut dianggap dapat melakukan hal yang dilakukan manusia, maka akan lebih komunikatif dan pesan lebih mudah disampaikan kepada pembaca. Jadi, intinya majas personifikasi mempersamakan sifat manusia dengan sifat benda mati.
4) Sinestesia Sinestesia adalah ungkapan yang berhubungan dengan suatu indra untuk dikenakan pada indra lain. Ratna (2013: 446) berpendapat sinestesia adalah gaya bahasa dengan penggunaan beberapa indra sekaligus. Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin terdapat 5 data yang merupakan majas sinestesia, contohnya adalah pada salah satu cerpen Wangon Jatilawang berikut. Namun, aku perih mendengarnya (SK: 62). Kata perih, yang seharusnya digunakan pada indra peraba digunakan pada indra pendengaran. Hal tersebut dilakukan, karena kata user perih dianggap lebih pascommit untuk to menggambarkan kesedihan yang dialami
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
137
tokoh dan ketakutan untuk mendengarkan kalimat yang dianggap menyakitkan tersebut. Apabila digantikan dengan kata lain, maka pesan menjadi tidak tersampaikan dan kurang tepat untuk digunakan. Keempat data yang lain hampir sama fungsi dan bentuknya dengan data di atas yang total ada 5 data termasuk dalam sinestesia. Jadi, intinya sinestesia digunakan karena pertimbangan tertentu dari pengarang, karena kata tersebut dianggap pas apabila digunakan pada indra lain.
5) Hiperbola Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin ditemukan sebanyak 9 data yang termasuk dalam gaya bahasa hiperbola. Penggunaan gaya bahasa hiperbola pada kumpulan cerpen ini bertujuan untuk, antara lain: (1) untuk membuat kesan hebat, meningkatkan kesan dan daya pengaruh; (2) untuk mencapai bahasa yang bertenaga dan membetot perhatian, terkadang kalimat sengaja dibuat dengan berlebih-lebihan, meloncati kenyataan; dan (3) hiperbola juga melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan kata-kata yang berkesan lebih hebat untuk menguatkan arti. Hal ini senada dengan pernyataan Nurgiyantoro (2005: 300) yang berpendapat, hiperbola merupakan suatu cara penuturan yang bertujuan menekankan maksud dengan sengaja melebih-lebihkannya. Namun, jangan sekali-kali menggunakan majas hiperbola dalam percakapan sehari-hari karena berkesan negatif dan yang dilebih-lebihkan itu dekat dengan kebohongan. Lain halnya pada cerpen maupun karya sastra lain, majas hiperbola merupakan kekuatan yang dimiliki dalam sebuah cerita. Dalam kumpulan cerpen ini majas hiperbola banyak digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang dialami tokoh. Selain itu juga digunakan sebagai ilustrasi keadaan yang ada dalam cerita, dan mendeskripsikan sesuatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia. commit to user Namun, hal tersebut memberikan kesan indah pada setiap kalimatnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
138
Hal tersebut sama halnya dengan penelitian Ekawati (2012) yang mengungkapkan pemanfaatan gaya bahasa hiperbola membuat cerita lebih berwarna, bervariatif, dan kompleks.
6) Litotes Majas litotes dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin tidak banyak dimanfaatkan oleh Ahmad Tohari, yaitu hanya terdapat 2 data saja. Data tersebut dapat ditemukan dalam cerpen Syukuran Sutabawor di mana pengarang berusaha untuk merendahkan diri terhadap pembaca mengenai gambaran syukuran yang diadakan oleh Sutabawor. Gaya
bahasa
litotes
yaitu
menyebutkan
sesuatu
dengan
mengurangi kenyataan yang yang ada dengan maksud merendahkan diri untuk menghormati lawan bicara (Semi, 1993: 52). Tujuannya antara lain untuk merendahkan diri agar tidak terkesan sombong. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin tidak banyak menggunakan majas litotes karena konflik yang ditimbulkan dalam sebuah cerpen sangat sederhana. Jadi, penggunaan majas yang berupa pertentangan termasuk sedikit digunakan dalam cerpen.
7) Zeugma Pemanfaatan majas zeugma dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin tidak banyak digunakan, yaitu hanya sebanyak 4 data saja. Antara lain dalam cerpen Senyum Karyamin, Blokeng, dan Pengemis dan Shalawat Badar. Ratna (2013: 444) berpendapat zeugma adalah gaya bahasa yang seolah-olah tidak logis dan tidak gramatikal atau rancu. Data-data tersebut dianggap tidak logis karena mustahil apabila benar-benar terjadi di dunia ini. Majas zeugma sebenarnya hampir sama dengan majas hiperbola yang menggunakan suatu ilustrasi yang mustahil terjadi. Contoh pemanfaatan majas zeugma adalah dalam cerpen Senyum Karyamin commit to user yang menyebutkan bahwa rongga mata Karyamin penuh bintang pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
139
saat ia sedang kelaparan. Bagaimana pun juga bintang adalah benda angkasa yang tidak mungkin berada pada bagian tubuh manusia. Jadi, majas zeugma mengungkapkan mengenai hal-hal yang dianggap tidak logis terjadi, dengan tujuan memberikan kesan dramatis dan memperindah kalimat.
8) Satire Pemanfaatan majas satire dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin terdapat 3 data saja. Keraf (2004: 144) berpendapat, satire adalah gaya bahasa yang berbentuk ungkapan dengan maksud menertawakan atau menolak sesuatu. Majas satire digunakan pada saat tokoh mempunyai konflik batin terhadap tokoh lain, namun tidak diungkapkan secara langsung atau kasar. Satire digunakan dalam cerpen Tinggal Matanya Berkedip-Kedip, Rumah yang Terang, dan Kenthus. Tokoh menyampaikannya secara lebih halus dan bahkan menggunakan kata lain yang sifatnya menyindir. Tohari menggunakan majas sindiran secara merata pada setiap jenisnya, baik sindiran halus, sindiran cukup kasar, hingga yang sangat kasar.
9) Inuendo Majas Inuendo pada dasarnya sama dengan majas litotes. Namun, inuendo lebih bersifat menyindir dan tidak ada maksud untuk merendahkan diri. Keraf (2004: 144) berpendapat Inuendo adalah semacam gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan atau fakta yang sebenarnya. Inuendo menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung dan sering
tampaknya tidak
menyakiti hati atau perasaan kalau dilihat secara sepintas. Bahkan pada data yang ada dalam cerpen Tinggal Matanya Berkedip-Kedip tokoh bermaksud untuk menyombongkan dirinya dengan cara mengecilkan hal lain. Secara keseluruhan majas inuendo commithanya to userterdapat 2 data. Hal tersebut tidak banyak ditemukan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
140
dikarenakan konflik batin yang terjadi pada cerpen tidak terlalu banyak, sehingga penggunaan innuendo hanya digunakan sedikit oleh Ahmad Tohari.
10) Anastrof Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin majas anastrof dimanfaatkan Ahmad Tohari sebanyak 3 data. Keraf (2004: 130) mengemukakan, anastrof
adalah gaya bahasa dengan membalik
susunan kata yang biasa dalam kalimat. Gaya bahasa ini berupa pembalikan dari pola-pola yang lazim, biasanya dari subjek-predikat menjadi predikat-subjek. Fungsi dari penggunaan anastrof dalam cerpen tersebut adalah sebagai nilai keindahan agar pembaca tidak merasa bosan dengan penyampaian pengarang. Fungsi lain dari majas anastrof adalah untuk memberikan tekanan pada makna yang ingin disampaikan pengarang. Pemanfaatan majas anastrof dapat ditemukan dalam cerpen Kenthus, Rumah yang Terang, dan Surabanglus. Ahmad Tohari menggunakan majas anastrof sebagai variasi dalam berbahasanya, sehingga pembaca tidak bosan dan tertarik dengan apa yang disampaikan Ahmad Tohari.
11) Ironi Majas ironi dimanfaatkan Ahmad Tohari sebanyak 5 data. Penggunaan majas ironi adalah untuk memberikan kesan dramatis dalam sebuah cerita, sehingga konflik yang dialami tokoh semakin terasa kuat. Hal tersebut senada dengan ungkapan Semi (1993: 53) yang menyatakan bahwa ironi adalah yang diucapkan mengandung arti kebalikannya. Dengan kata lain, bahwa ironi adalah sindiran secara halus dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Terkadang ironi menggunakan kata-kata yang bertentangan dengan maksud yang ingin diucapkan, namun dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin lebih commit halus. to user banyak menggunakan sindiran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
141
Salah satu pemanfaatan majas ironi dapat dilihat dalam cerpen Rumah yang Terang. Pada cerpen tersebut banyak ditemukan ironi karena konflik batin yang dialami antartokoh cukup terlihat, sehingga untuk mempertegas hal tersebut Ahmad Tohari menggunakan majas ironi. Jadi, intinya ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud untuk menyindir atau memperolok-olok.
12) Sinisme Penggunaan sinisme dalam kumpulan cerpen ini ditemukan sebanayak 2 data, yaitu dalam cerpen Wangon Jatilawang. Dalam cerpen tersebut, Ibu dari tokoh „aku‟ menyalahkan anaknya yang terlalu baik terhadap orang lain bahkan terhadap orang gila. Sinisme dalam data tersebut digunakan masih terasa halus karena yang berbicara masih merupakan kerabat dekat dari tokoh, sehingga sangat pantas apabila memberikan komentar secara langsung. Intinya majas Sinisme adalah majas yang menyatakan sindiran secara langsung. Sinisme menggunakan kata-kata yang lebih kasar dari ironi, namun masih lebih halus daripada sarkasme. Hal tersebut sejalan dengan Keraf (2004: 143) yang berpendapat bahwa sinisme adalah gaya bahasa sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
13) Sarkasme Sarkasme merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata kasar lebih dari ironi dan sinisme. Bahkan, tidak jarang sarkasme menggunakan kata-kata berupa umpatan dan tabu untuk diucapkan karena biasa diucapkan oleh orang yang kurang berpendidiksan. Penggunaan sarkasme dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin hanya terdapat 3 data saja. Data tersebut terdapat dalam cerpen Kenthus, Wangon Jatilawang, dan Pengemis dan Shalawat Badar. committersebut to user dianggap sarkasme karena Data-data dalam cerpen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
142
menggunakan sindiran langsung dan diungkapkan pada saat tokoh merasa emosi terhadap tokoh lain. Menurut Yuliawati (2012), dalam penelitiannya mengungkapkan sarkasme adalah gaya bahasa sindiran yang lebih kasar dari ironi dan sinisme, yang menyakiti hati, kurang enak didengar, mengandung kepahitan dan celaan yang getir.
14) Metonimia Metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal lain sebagai penggantinya. Metonimia dapat berupa penyebutan pencipta atau pembuatnya, dapat pula menyebut bahan dari barang yang dimaksud. Metonimia adalah gaya yang menunjukan adanya pertautan atau pertalian yang dekat (Nurgiyantoro, 2005: 299). Pada dasarnya, majas metonimia hampir mirip dengan kata sapaan khas dan nama diri. Perbedaannya adalah metonimia menggunakan nama yang sudah terkenal di kalangan masyarakat tersebut. Pemberian nama dapat berupa ciri yang dimiliki benda atau orang tersebut, dapat pula penyebutan merk seperti pada data yang ada dalam cerpen Ah, Jakarta. Dalam cerpen tersebut menyebutkan rokok sebagai Gudang Garam, dan menyebutkan celana dalam langsung dengan merk yaitu casanova. Majas metonimia dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin ini ditemukan sebanyak 5 data.
15) Totem Proparte Nurgiyantoro (2005: 300) mengemukakan bahwa sinekdoke merupakan gaya yang tergolong gaya pertautan, mempergunakan sebagian untuk menyatakan keseluruhannya (pars prototo), atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totem pro parte). Totem proparte, yaitu majas yang melukiskan keseluruhan, tetapi yang dimaksud adalah sebagian. Totem proparte dalam kumpulan commit to user2 data, yang keduanya sama-sama cerpen ini hanya ditemukan sebanyak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
143
menyebutkan kata „kampung‟ padahal yang dimaksud adalah sebagian orang yang ada dalam kampong tersebut.
16) Alusio Majas alusio adalah gaya bahasa yang menghubungkan sesuatu dengan orang, tempat atau peristiwa. Semi (1993: 54) berpendapat bahwa alusio adalah kalimat atau semboyan yang sudah dikenal umum dan diucapkannya sebagian saja. Majas Alusio biasanya menggunakan peribahasa atau kata-kata yang artinya diketahui umum. Majas alusio dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin sangat sedikit digunakan oleh Ahmad Tohari, yaitu hanya sebanyak 1 data saja. Peribahasa yang digunakan dalam data tersebut adalah carilah kutu di kepalamu sendiri. Maksudnya adalah cari kesalahan pada diri kita sendiri terlebih dahulu baru boleh menyalahkan orang lain.
17) Eufimisme Eufimisme adalah majas pelembut. Majas ini bermaksud untuk memperhalus kata-kata agar terdengar lebih sopan menurut kaidah rasa bahasa. Semi (1993: 52) menyatakan, eufimisme adalah kiasan kesopanan untuk menghaluskan rasa bahasa yang dirasakan kasar, tidak sopan, atau tidak sedap didengar, atau mungkin dapat menyinggung perasaan pendengar. Pemanfaatan majas eufimisme dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin digunakan sebanyak 5 data. Contohnya dalam cerpen OrangOrang Seberang Kali yang memperhalus kata kotoran manusia dan binatang menjadi „substansi yang berwarna kuning‟. Penggunaan eufimisme selain untuk kesopanan dalam penyampaian kata kepada pembaca, selain itu sebagai bentuk variasi pengarang dalam memainkan kata-kata. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
144
18) Eponim Majas eponim adalah gaya di mana seseorang namanya begitu sering dihubungakan dengan sifat tertentu,sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan suatu sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Keraf (2004: 141) mengemukakan, Eponim merupakan semacam gaya bahasa dengan pemakaian nama seseorang yang dihubungkan berdasarkan sesuatu yang Nama yang disebut biasanya adalah
sudah melekat padanya.
figur yang terkenal di mata
masyarakat. Pemanfaatan majas eponim ditemukan hanya sebanyak satu data. Data tersebut terdapat dalam cerpen Blokeng yang membandingkan Yesus atau nabi Isa dan Maryam. Majas eponim tidak banyak digunakan karena dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin berlatar belakang pada zaman dahulu yang belum terlalu banyak sosok yang dapat dibandingkan secara tepat.
19) Epitet Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa epitet adalah semacam acuan yang
menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari
seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Pemanfaatan majas epitet dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin, ditemukan sebanyak 5 data. Epitet memiliki fungsi sebagai bentuk bahasa yang dimiliki oleh masing-masing kelompok dengan penyebutan yang berbeda-beda bergantung pada kondisi yang dialami. Majas epitet dalam kumpulan cerpen ini bermaksud memberikan simbol pada setiap objek yang dirasa perlu dan dapat disimbolkan.
20) Antonomasia Majas antonomasia dapat juga dikatakan sebagai majas yang commit to user menggunakan nama gelar sebagai nama diri pada objek. Pada kumpulan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
145
cerpen Senyum Karyamin terdapat 3 data yang merupakan majas antonomasia. Penyebutan nama gelar juga menyesuaikan dengan kondisi dan daerah yang ada dalam cerita. Mengingat daerah cerita berada di daerah Jawa, maka antonomasia yang digunakan adalah gelar dengan nama Jawa, seperti Pak Pamong dan Pak Lurah Hadining. Selain itu, juga menggunakan gelar dari keagamaan yaitu „Haji‟. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Keraf
(2004:
142) yang
berpendapat, antonomasia adalah gaya bahasa yang berupa penyebutan gelar resmi atau jabatan untuk mengganti nama diri. Gelar resmi tersebut cukup dikenal dalam kehidupan masyarakat.
21) Asindenton Asidenton adalah majas yang menyebutkan beberapa benda, orang, hal atau keadaan secara berturut-turut tanpa menggunakan kata penguhubung. Pada kumpulan cerpen Senyum Karyamin penggunaan asindenton ditemukan sebanyak 2 data. Sebenarnya majas asindenton hampir mirip dengan gaya kalimat paralelisme. Perbedaannya asindenton lebih sederhana dan hanya menggunakan tanda hubung koma. Dalam
cerpen
berjudul
Wangon
Jatilawang,
asindenton
digunakan sebagai efek menyangatkan dalam kalimat tersebut. Semi (1993: 56) berpendapat asindenton adalah menyebutkan urutan kata tanpa menggunakan kata sambung untuk menunjukkan keseluruhan kata-kata itu, bukan kata demi kata.
22) Aliterasi Aliterasi merupakan bagian dari gaya bahasa repetisi, yang terdiri dari: aliterasi; anafora; epistofora; epanalipsis; dan mesodiplosis. Repetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks commit to user yang nyata.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
146
Aliterasi dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin hanya ditemukan sebanyak 1 data saja. Fungsi dari majas aliterasi adalah efek keindahan yang ditimbulkan karena konsonan yang sama pada setiap kata dalam satu kalimat tersebut. Menurut Nurgiyantoro (2005: 303), bentuk penuturan aliterasi adalah penggunaan kata-kata yang sengaja dipilih karena memiliki kesamaan fonem-konsonan, baik yang berada di awal maupun di tengah kata
23) Anafora Jika pada majas sebelumnya merupakan gaya bahasa dengan perulangan konsonan, maka anafora adalah majas yang melakukan perulangan pada kata atau frasa di awal kalimat atau larik. Anafora menampilkan pengulangan kata-kata pada awal beberapa kalimat yang berurutan, paling tidak dalam dua buah kalimat (Nurgiyantoro, 2005: 302). Anafora dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin terdapat satu data. Hampir sama dengan aliterasi, anafora juga bertujuan menciptakan efek keindahan dan variasi yang ditunjukan pengarang agar pembaca tidak merasa bosan. Majas anafora juga menciptakan efek tertentu pada kata yang diulang tersebut.
24) Epistofora Bentuk repetisi yang lain adalah epistofora. Majas epistofora adalah majas dengan kata atau frasa yang diulang terletak di akhir kalimat atau larik. Keraf (2004: 128) mengatakan bahwa epistrofa adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat yang berurutan. Epistofora dalam kumpulan cerpen ini hanya ditemukan sebanyak dua data. Majas epistofora dalam cerpen Senyum Karyamin dan Si Minem Beranak Bayi memiliki fungsi untuk menegaskan pada kata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
147
yang diulang tersebut dan sebagai bentuk ketidakpercayaan tokoh terhadap suatu kejadian.
25) Epanalipsis Epanalipsis ialah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada akhir baris, klausa, atau kalimat. Majas epanalipsis dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin merupakan majas repetisi yang paling banyak digunakan, yaitu sebanyak 8 data. Hampir sama dengan fungsi majas epistofora, epanalipsis juga berfungsi menegaskan dan menyangatkan kata yang diulang tersebut. Ratna (2013: 442) menyatakan bahwa epanalipsis adalah gaya bahasa yang kata pertama diulang pada akhir kalimat. Sebagian besar sebuah karya sastra banyak yang menggunakan majas epanalipsis dalam gaya bahasa perulangan. Hal tersebut dikarenakan, pengulangan sebuah kata menciptakan efek estetis dan puitis serta bersifat menekankan pada suatu kata yang dianggap penting.
26) Mesodiplosis Keraf (2004: 128) berpendapat bahwa mesodiplosis adalah repetisi di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Sejalan dengan itu, Ratna (2013: 443) berpendapat, mesodiplosis adalah perulangan di tengah baris. Gaya bahasa repetisi yang terakhir adalah mesodiplosis. Majas mesodiplosis ialah gaya bahasa repetisi yang berupa pengulangan kata atau frasa di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut. Pada kumpulan cerpen Senyum Karyamin, majas mesodiplosis hanya ditemukan sebanyak dua data, yaitu dalam cerpen Si Minem Beranak Bayi dan Blokeng. Berdasarkan data tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa mesodiplosis digunakan untuk menjelaskan kembali kata sebelumnya yang dianggap belum jelas atau bersifat ragu-ragu saat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
148
diucapkan. Mesodiplosis juga berfungsi untuk menekankan arti pada kata yang diulang, hampir sama dengan fungsi majas repetisi yang lain.
Epistofora Anafora 2% 1% Mesosiplosis Epanalipsis Aliterasi 2% 8% 1% Asindenton Simile 2% 11% Antonomasia 3% Epitet 5% Eponim 1% Eufimisme 5% Alusio 1% Totem Proparte 2%
Metafora 2% Personifikasi 10% Sinisme 5% Hiperbola 9%
Ironi 5%
Sinisme Metonimia 2% 5% Sarkasme 3%
Anastrof Inuendo Satire 3% 3% 2%
Litotes Zeugma 2% 5%
Gambar 6. Diagram Lingkaran Persentase Pemanfaatan Majas
Gambar 6 merupakan persentase penggunaan majas dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin. Majas yang paling banyak digunakan adalah majas simile sebanyak 11%, dan majas yang paling sedikit digunakan adalah majas alusio, eponim, aliterasi, dan anafora dengan masing-masing hanya 1%.
c. Gaya Kalimat Gaya kalimat ialah penggunaan suatu kalimat untuk memperoleh efek tertentu, misalnya inversi, gaya kalimat tanya, perintah dan elipsis. commit to user pendek, struktur, dan proporsi Demikian pula karakteristik, panjang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
149
sederhana majemuknya termasuk gaya kalimat. Demikian pula sarana retorika yang berupa kalimat hiperbola, paradoks, klimaks, antiklimaks, antitesis, dan koreksio (Pradopo, 2004: 11). Gaya kalimat adalah penggunaan suatu kalimat untuk memperoleh efek tertentu. Gaya kalimat dibagi menjadi dua, yaitu kalimat dengan penyiasatan struktur dan kalimat dengan sarana retorika. Dengan penggunaan
kalimat
yang
variatif
dalam
sebuah
karya
sastra,
pengungkapan gagasan pengarang menjadi terasa efektif, ekspresif, dan indah, sehingga seakan mempermainkan emosi pembaca. Gaya kalimat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin dilakukan Ahmad Tohari dengan cara pengungkapan yang indah, dibatasi hanya pada gaya kalimat dengan
sarana retorika. Gaya kalimat dalam kumpulan
cerpen tersebut ditemukan sebanyak 21 data, dengan dominasi gaya kalimat klimaks dan paling sedikit digunakan adalah kalimat antiklimaks. Selain kedua gaya kalimat tersebut, ada pula kalimat paralelisme dan koreksio yang dimanfaatkan oleh Ahmad Tohari. 1) Kalimat Koreksio Koreksio adalah gaya kalimat yang memperbaiki kembali katakata yang salah diucapkan, baik disengaja maupun tidak sengaja. Gaya kalimat koreksio memiliki fungsi sebagai nilai estetis dalam sebuah karya sastra. Kalimat yang terlihat salah kemudian dibenarkan sendiri oleh pengarang membuat pesan yang ingin disampaikan pengarang semakin mudah untuk ditangkap pembaca. Kalimat koreksio merupakan kalimat yang digunakan dengan memperbaiki pernyataan sebelumnya yang dianggap salah. Koreksio adalah sebuah gaya bahasa yang berwujud,
mula-mula
menegaskan
sesuatu
tetapi
kemudian
memperbaikinya (Keraf, 2004: 135). Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin gaya kalimat koreksio ditemukan sebanyak 4 data, antara lain pada cerpen: Senyum Karyamin; Jasa-Jasa buat Sanwirya; dan Rumah yang Terang. Keempat data to userpendapat atau pikiran tokoh yang tersebut berusaha untukcommit mengoreksi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
150
mengalami konflik batin. Data-data tersebut merupakan bentuk penyesalan para tokoh yang kemudian dinetralisir sendiri dengan kalimat koreksio. Penggunaan kalimat koreksio tersebut menjadi daya tarik sendiri bagi pembaca.
2) Kalimat Klimaks Gaya kalimat klimaks yang disebut juga gradasi, adalah gaya bahasa berupa ekspresi dan pernyataan dalam rincian yang secara periodik makin lama makin meningkat, baik kuantitas, kualitas, intensitas, nilainya. Pada gaya kalimat klimaks, urutan penyampaian itu menunjukan semakin meningkatnya kadar pentingnya gagasan itu (Nurgiyantoro, 2005: 303). Gaya kalimat klimaks dimanfaatkan secara plastis untuk menegaskan maksud dan gagasan tertentu yang ingin disampaikan Tohari. Dengan penggunaan gaya kalimat klimaks tersebut maksud dan gagasan yang dikemukakan menjadi terasa tegas, jelas, dan lebih mengesankan karena adanya peningkatan nilai. Gaya kalimat klimaks adalah gaya kalimat yang paling banyak digunakan oleh Ahmad Tohari. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ariyani dan Jatmiko yang mengatakan gaya kalimat klimaks sangat dominan dalam cerpen tersebut sebagai efek kejutan dan kesan menarik dalam cerita. Pada kumpulan cerpen ini kalimat klimaks merupakan kalimat yang paling banyak digunakan oleh Ahmad Tohari, yaitu sebanyak 10 data. Gaya kalimat klimaks dalam kumpulan cerpen ini banyak digunakan untuk mendeskripsikan suatu kejadian yang akan membuat efek klimaks pada kalimat tersebut. Apabila menggunakan kalimat biasa tanpa ada tahap yang meninggi, kalimat akan terasa biasa. Lain halnya apabila menggunakan gaya kalimat klimaks, pembaca menjadi lebih tertarik untuk membaca dan ikut merasakan setiap tahap kejadian yang digambarkan oleh pengarang. Gaya kalimat klimaks dipakai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
151
dalam cerpen: Senyum Karyamin Jasa-Jasa buat Sanwirya; si Minem Beranak Bayi; Orang-Orang Seberang Kali; dan Rumah yang Terang.
3) Kalimat Antiklimaks Gaya kalimat antiklimaks merupakan antonim dari klimaks, yang merupakan gaya bahasa berupa kalimat terstruktur dan isinya mengalami penurunan kualitas, kuantitas, maupun intensitas. Gaya bahasa ini di mulai dari puncak makin lama makin ke bawah. Antiklimaks adalah suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting ke gagasan-gagasan yang kurang penting (Keraf, 2004: 125). Pada gaya antiklimaks bersifat sebaliknya dari gaya klimaks, yaitu semakin mengendur (Nurgiyantoro, 2005: 303). Pada kumpulan cerpen Senyum Karyamin, kalimat antiklimaks merupakan gaya kalimat yang paling sedikit digunakan oleh Ahmad Tohari, yaitu hanya sebanyak 1 data saja. Antiklimaks tidak banyak digunakan oleh pengarang dengan alasan kalimat antiklimaks dianggap kurang efektif karena gagasan yang terpenting ditempatkan pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi perhatian pada bagian-bagian berikutnya dalam kalimat itu. Meskipun demikian, pemanfaat kalimat antiklimaks tetap disampaikan Ahmad Tohari dengan bahasa yang menarik, yaitu dalam cerpen Kenthus. Pembaca diajak untuk bersama-sama menertawakan kesombongan tokoh utama yang bernama Kenthus. Kalimat yang digunakan tetap terlihat menarik perhatian pembaca dan menimbulkan kesan tertentu.
4) Kalimat Paralelisme Pemanfaatan kalimat paralelisme dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin ada sebanyak 6 data. Digunakan pada cerpen, antara lain: Senyum Karyamin; Surabanglus; Ah, Jakarta; Blokeng; dan Syukuran Sutabawor. Paralelisme dalam kalimat-kalimat tersebut biasanya commitdan to user digunakan untuk menegaskan menerangkan kembali kata-kata yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
152
dianggap penting. Hal tersebut dilakukan Ahmad Tohari dengan sengaja, dengan maksud menyejajargkan kata-kata dengan makna sama tersebut sehingga menimbulkan efek yang lebih tegas. Hal itu sejalan dengan Putrayasa (2010: 48) yang mengungkapkan, kesejajaran atau paralelisme dalam kalimat adalah penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang sama yang dipakai dalam susunan serial. Jika sebuah ide dalam suatu kalimat dinyatakan dengan frasa atau kelompok kata, maka ideide yang sederajat harus dinyatakan dengan frasa. Menurut Sugono (dalam Putrayasa, 2010: 49), struktur paralel dapat dilihat dari segi kesejajarann satuan dalam kalimat. Maksud dari satuan di sini adalah satuan bahasa. Unsur pembentuk kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan sebagainya dapat disebut satuan. Mungkin terjadi bahwa subjek, predikat, dan objek itu terdiri atas beberapa unsur. Tiap-tiap unsur dapat juga disebut satuan. Paralelisme kalimat
yang
menyarankan
mempunyai
pada
kesamaan
penggunaan struktur
bagian-bagian
gramatikal
(dan
menduduki fungsi yang sama pula) secara berurutan (Nurgiyantoro, 2005: 302).Terkadang, gaya kalimat paralelisme dianggap sebagai kalimat yang tidak efektif karena menggunakan beberapa kata sekaligus yang sebenarnya memiliki makna yang sama satu lain. Namun, hal itu merupakan gaya bercerita yang khas dari masing-masing pengarang yang ingin menegaskan makna yang terkandung dalam kalimat tersebut. Pembaca akan semakin mudah menangkap kesan yang ingin diungkapkan oleh pengarang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
153
28%
19%
Kalimat Koreksio Kalimat Klimaks
5%
48%
Kalimat Antiklimaks Kalimat Paralelisme
Gambar 7. Diagram Lingkaran Persentase Pemanfaatan Gaya Kalimat
Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa gaya kalimat yang paling banyak digunakan Ahmad Tohari adalah gaya kalimat klimaks dengan persentase sebanyak 48%. Disusul oleh gaya kalimat paralelisme 28%, kalimat koreksio 19%, dan gaya kalimat antiklimaks yang paling sedikit digunakan yaitu 5%.
d. Citraan Tohari mengungkapkan bahwa dia banyak menggunakan citraan naturalisme. Tohari menambahkan bahwa ia adalah seorang pecinta alam, jadi citra yang ingin ia bangun adalah citraan keselarasan atau keserasian alam atau kecintaan terhadap alam. Citraan merupakan gambarangambaran angan dalam puisi yang ditimbulkan melalui kata-kata (Pradopo, 1994: 75). Citraan digambarkan melalui kiasan-kiasan yang merupakan suatu bentuk keindahan dalam bahasa. Dalam cerpen Senyum Karyamin, Tohari
sangat detail tentang
burung, dan sebagainya karena citra yang ingin dibuat adalah manusia merupakan bagian dari panggung commit tobesar useryang sesungguhnya bukan hanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
154
manusia tetapi ada hewan ada tumbuhan ada benda. Gaya pencitraan Ahmad Tohari hampir selalu seperti itu. Pada data ini citraan dibatasi hanya ada 6 citraan, yaitu: (1) citraan penglihatan; (2) citraan penciuman; (3) citraan pendengaran; (4) citraan pencecapan; (5) citraan perabaan; dan (6) citraan gerak. Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin citraan yang paling banyak digunakan adalah citraan pendengaran dan citraan yang paling sedikit digunakan adalah citraan penciuman. Dari hasil analisis, dapat disimpulkan fungsi citraan dalam sebuah karya sastra khususnya cerpen antara lain: (1) memberikan gambaran yang jelas; (2) menimbulkan susasan yang khusus; (3) membuat hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan; (4) menarik perhatian pembaca. 1) Citraan Penglihatan Citraan visual atau penglihatan merupakan citraan yang memanfaatkan indra mata untuk melukiskan sesuatu. Menurut AlMa‟ruf (2009: 79), citraan penglihatan adalah citraan yang timbul oleh penglihatan disebut citraan penglihatan. Pelukisan karakter tokoh, misalnya keramahan, kemarahan, kegembiraan, dan fisik (kecantikan, keseksian, keluwesan, ketrampilan, kejantanan, kekuatan, ketegapan), sering dikemukakan pengarang melalui citraan visual ini. Citraan penglihatan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin ditemukan sebanyak 10 data. Menurut pendapat Yant Mujiyanto citraan visual banyak sekali ditemukan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin. Pelukisan tokoh maupun deskripsi lingkungan alam yang menjadi setting cerita dikemukakan dengan baik oleh Ahmad Tohari. Citraan visual mengusik indra penglihatan pembaca sehingga akan membangkitkan imajinasinya untuk memahami sebuah karya sastra.
Dalam
kumpulan
cerpen
ini,
citraan
visual
banyak
memanfaatkan diksi objek realitas alam. Jadi, diksi objek realitas alam commit to user dan citraan visual sangat memengaruhi satu sama lain. Hal tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
155
mengingat Ahmad Tohari merupakan orang yang berasal dari desa, sehingga untuk urusan penggambaran tempat-tempat pedesaan Ahmad Tohari adalah ahlinya.
2) Citraan Penciuman Menurut Al-Ma‟ruf (2009: 84), citraan penciuman atau pembauan disebut juga citraan olfactory. Dengan membaca atau mendengar katakata tertentu, seperti mencium bau sesuatu. Citraan atau pengimajian melalui indra penciuman ini akan memperkuat kesan dan makna sebuah karya sastra. Citraan penciuman merupakan citraan yang paling sedikit digunakan oleh Ahmad Tohari. Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin pemanfaatan citraan penciuman merupakan citraan yang paling sedikit digunakan dan tidak banyak dimanfaatkan oleh Ahmad Tohari. Hal tersebut dibuktikan dengan hanya ditemukannya 2 data yang menggunakan citraan penciuman. Citraan penciuman ini dilatar belakangi oleh realitas bahwa dengan citraan itu pelukisan berbagai hal dapat lebih menggugah imajinasi pembaca daripada dinyatakan dengan kata-kata biasa. Pemanfaatan citraan penciuman tersebut ditemukan dalam cerpen Kenthus dan Pengemis dan Shalawat Badar. Dalam cerpen Kenthus pembaca diajak untuk membayangkan betapa bau busuknya seorang Kenthus yang menghimpun buntut tikus dari para warga yang dicuranginya. Selain itu, dalam cerpen Pengemis dan Shalawat Badar Ahmad Tohari berusaha menggambarkan bau yang tidak sedap di dalam bus yang mengangkut berbagai macam penumpang.
3) Citraan Pendengaran Citraan pendengaran berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga). Citraan ini dapat dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara yang commit to user adalah citraan yang berkaitan ada dalam cerita. Citraan pendengaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
156
dengan indra pendengaran. Citraan ini kadang-kadang berupa penyebutan atau penguraian bunyi dan suara. Tak jarang citraan jenis ini berupa tiruan bunyi (onomatope) (Pradopo, 2007: 82). Citraan pendengaran dapat merangsang indra pendengaran sehingga hal-hal yang semula tak terlihat akan tampak di depan pembaca dengan rangsangan pendengaran. Pada kumpulan cerpen Senyum Karyamin, citraan pendengaran merupakan citraan yang paling banyak digunakan oleh Ahmad Tohari, yaitu sebanyak 15 data. Hampir sebagian data citraan pendengaran memanfaatkan diksi objek realitas alam, seperti: suara daun-daun kering; batu-batu yang membentur sungai; suara kokok ayam; dan suara angin yang dianggap bisa bersenandung. Selain citraan pendengaran mengenai objek alam, Tohari juga memanfaatkan citraan pendengaran untuk mendeskripsikan suara derum mobil, suara seseorang yang bershalawat, dan suara keletik tasbih. Jadi, pada dasarnya Ahmad Tohari
menggunakan
berbagai
macam
variasi
bahasa
dalam
memaksimalkan penggambarannya pada citraan pendengaran.
4) Citraan Perabaan Citraan perabaan atau citraan tactual adalah citraan yang dapat dirasakan oleh indra peraba (kulit). Pada saat membaca cerpen kita dapat menemukan diksi yang menyebabkan kita merasakan rasa nyeri, dingin, atau panas karena perubahan suhu udara. Pradopo (2007:92) mengartikan citraan perabaan adalah penggambaran dalam cerita yang diperoleh melalui pengalaman indra perabaan. Citraan perabaan sering menggambarkan sesuatu secara erotik dan sensual sehingga dapat memancing imajinasi pembaca. Citraan
perabaan
dalam
buku
ini
tidak
terlalu
banyak
dimanfaatkan oleh pengarang, hanya ditemukan 3 data saja yang termasuk dalam citraan perabaan. Citraan perabaan berfungsi untuk commit todengan user memberikan pengalaman indra menggugah imajinasi pembaca
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
157
perabaan. Memang dibandingkan citraan yang lain, citraan perabaan tidak terlalu produktif digunakan. Namun, intensitasnya dalam pelukisan atau penggambarannya sangat menggugah cerita menjadi terkesan hidup. Pemanfaatan citraan perabaan ditemukan dalam cerpen Senyum Karyamin, Tinggal Matanya Berkedip-Kedip, dan Pengemis dan Shalawat Badar. Dalam ketiga data tersebut, Tohari sama-sama menggambarkan mengenai rasa sakit yang dirasakan kulit si tokoh. Pada cerpen Senyum Karyamin Ahmad Tohari menggambarkan rasa sakit yang dialami oleh para pencari batu. Dalam cerpen Tinggal Matanya Berkedip-Kedip, Ahmad Tohari dengan sangat indah menggambarkan rasa sakit kerbau yang bernama si Cepon karena perlakuan kasar oleh pawangnya. Selain itu, dalam cerpen Pengemis dan Shalawat Badar Ahmad Tohari mendeskripsikan kecelakaan yang dialami oleh tokoh hingga mengakibatkannya terluka.
5) Citraan Pencecapan Citraan pencecapan disebut juga citraan gustatory, yakni citraan yang muncul dari karya sastra yang membuat pembaca seakan-akan mencicipi suatu benda yang menimbulkan rasa asin, pahit, asam, manis, atau pedas. Dengan kata lain, citraan pencecapan adalah pelukisan imajinasi yang ditimbulkan oleh pengalaman indra pencecapan dalam hal ini lidah. Citraan pencecapan berfungsi untuk menghidupkan imajinasi pembaca dan memudahkan pembaca untuk membayangkan makanan atau minuman yang diperoleh melalui lidah. Al-Ma‟ruf (2009: 85) mengatakan bahwa citraan pencecapan disebut juga citraan gustatory, yakni citraan yang muncul dari puisi sehingga seakan-akan mencicipi suatu benda yang menimbulkan rasa asin, pahit, asam, manis, atau pedas. Citraan pencecapan adalah pelukisan imajinasi yang ditimbulkan commit to user Citraan ini dalam karya sastra oleh pengalaman indera pencecap.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
158
dipergunakan untuk menghidupkan imaji pembaca dalam hal-hal yang berkaitan dengan rasa di lidah. Citraan pencecapan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin dimanfaatkan sebanyak 6 data. Ahmad Tohari menggambarkan secara baik mengenai rasa lapar yang dirasakan tokoh dalam cerpen Surabanglus. Ahmad Tohari juga memanfaatkan citraan pencecapan untuk mendeskripsikan rasa mual Dawet terhadap bau badan Kenthus dalam cerpen Kenthus. Selain itu, dalam cerpen Pengemis dan Shalawat Badar Tohari memanfaatkan citraan pencecapan terhadap rasa asin darah yang dirasakan tokoh akibat kecelakaan yang dialaminya.
6) Citraan Gerak Citraan gerak sering disebut dengan movement imagery atau kinaesthetic imagery. Citraan tersebut merupakan pelukisan suatu gerakan pada umumnya, atau pelukisan sesungguhnya tidak bergerak tetapi dilukiskan oleh pengarang dapat bergerak. Munculnya citraan gerak membuat gambaran puisi menjadi lebih dinamis. Citraan gerak melukiskan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai benda yang dapat bergerak ataupun gambaran gerak pada umunya. Citraan gerak dapat membuat sesuatu menjadi terasa hidup dan terasa menjadi dinamis (Pradopo, 2007: 87). Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin citraan gerak cukup banyak ditemukan, yaitu sebanyak 14 data. Hampir seluruh data menggambarkan gerakan yang dilakukan oleh tokoh dalam setiap cerita. Hal tersebut dapat ditemukan dalam cerpen Senyum Karyamin, Surabanglus, Blokeng, Kenthus, Orang-Orang Seberang Kali, Wangon Jatilawang, dan Pengemis dan Shalawat Badar. Namun, ada satu data yang memanfaatkan citraan gerak sebagai penggambaran sebuah ilustrasi, yaitu dalam cerpen Kenthus. Dalam data tersebut, ilustrasi diuraikan Tohari untuk menggambarkan kesuksesan yang dialami tibacommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
159
tiba oleh tokoh bernama Kenthus sehingga membuatnya sombong dan takabur.
20%
28%
Penglihatan 4%
Penciuman Pendengaran
12% 6%
30%
Perabaan Pencecapan Gerak
Gambar 8. Diagram Lingkaran Persentase Pemanfaatan Citraan
Gambar 8 menunjukkan persentasae penggunaan citraan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin, yang paling banyak menggunakan citraan pendengaran sebanyak 30%. Disusul oleh citraan gerak 28%, citraan penglihatan 20%, citraan pencecapan 12%, citraan perabaan 6%, dan yang paling sedikit digunakan adalah citraan penciuman yang hanya 4%.
2.
Nilai Pendidikan dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin Menurut Gordon Allport (dalam Mulyana, 2011: 9), nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Bagi Allport, nilai terjadi pada wilayah psikologis yang disebut keyakinan. Keputusan benar-salah, baik-buruk, indah-tidak indah pada wilayah ini merupakan hasil dari serentetan proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan pilihannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
160
Menurut Sari dalam pernyataannya mengatakan bahwa nilai pendidikan dalam karya sastra adalah sesuatu hal yang secara tersirat diungkapkan pengarang yang mampu dijadikan bahan ajar untuk kehidupan pembacanya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Mujiyanto yang mengatakan bahwa sebuah karya itu hendaknya berpengaruh terhadap pembaca dan memberikan hikmah, jadi tidak sekedar terhibur. Karya itu bernilai karena memiliki nilai, nilai yang dimaksud itu luas. Nilai pendidikan dibagi menjadi empat, yaitu: nilai pendidikan moral; nilai pendidikan sosial; nilai pendidikan agama; dan nilai pendidikan budaya. Menurut Mujiyanto nilai pendidikan dapat ditambah satu hal lagi, yaitu nilai estetis utamanya pada stilistika. Pemakaian bahasa yang indah dan kejadian-kejadian yang mengharu biru itu juga termasuk dalam nilai estetis. Menurut Tohari dalam pernyataannya nilai pendidikan itu sangat umum, Tohari berusaha agar pembaca melihat dunia di dalam cerpencerpennya tersebut. Dunia tukang mencari batu dalam Senyum Karyamin, dunia yang penuh kesontoloyoan seperti Syukuran Sutabawor, dunia tragis seperti dalam Wangon Jatilawang. Supaya orang mencari kearifan dalam dunia nyata orang yang hidup di masyarakat kelas bawah. Mengapa masyarakat kelas bawah? Karena persoalan hidup masyarakat kelas bawah sangat mendasar. Misalnya tentang kelaparan, tentang kesehatan, tentang kemiskinan, tentang kebodohan itu persoalan-persoalan yang sangat mendasar dan sejati. Orang miskin kalau lapar itu benar-benar lapar, kalau orang kaya lapar itu hanya karena belum menemukan nasi saja. Intinya pelajarilah masyarakat kelas bawah supaya kita menjadi lebih arif. Dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin ditemukan terdapat berbagai macam nilai pendidikan, antara lain: nilai pendidikan moral; nilai pendidikan sosial; nilai pendidikan agama; dan nilai pendidikan budaya. Sudah sepatutnya sebuah karya sastra dapat menghasilkan sebuah nilai didik bagi pembacanya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
161
a. Nilai Pendidikan Moral Moral merupakan makna yang terkandung dalam karya seni, yang tersirat lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan moral (Kenny dalam Nurgiyantoro, 2005: 320). Uzey (2009) berpendapat bahwa nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan manusia sehari-hari. Nilai pendidikan moral dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin adalah nilai yang paling banyak ditemukan selain nilai pendidikan sosial. Hal tersebut terkait mengenai tema dari kumpulan cerpen tersebut yang hampir semua bertema sosial. Semua cerpen yang ada di dalamnya memuat ajaran moral yang mengajak pembaca untuk merenungi setiap pelajaran yang disampaikan. Nilai pendidikan moral dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin ini dapat ditemukan dalam cerpen: Senyum Karyamin; Tinggal Matanya Berkedip-Kedip; Blokeng; Syukuran Sutabawor; Rumah yang Terang; Kenthus; Orang-Orang Seberang Kali; dan Pengemis dan Shalawat Badar. Pembaca diajak oleh Ahmad Tohari untuk merenungi nilai-nilai kehidupan yang bersumber dari pengalaman masyarakat kelas bawah. Alasannya adalah, masyarakat kelas bawah memiliki masalah yang kompleks, namun dari sana pembaca dapat mengambil pelajaran. Seperti yang tersirat dalam cerpen Tinggal Matanya Berkedip-Kedip yang memberikan pesan pendidikan kepada pembaca supaya mengingat bahwa di atas kelebihan yang kita miliki masih banyak yang berada di atas kita. Jangan pernah untuk sombong dalam hal apapun karena pasti suatu saat kita akan termakan dengan kesombongan kita sendiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
162
Pada dasarnya hampir seluruh cerpen dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin memiliki nilai pendidikan moral yang sangat kental. Namun, ada pula yang memiliki pesan nilai pendidikan lain seperti agama maupun budaya.
b. Nilai Pendidikan Sosial Nilai pendidikan sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap,
bagaimana
cara
mereka
menyelesaikan
masalah,
dan
menghadapi situasi tertentu juga termasuk dalam nilai sosial. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, nilai sosial dapat diartikan sebagai landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku. Kata „sosial‟ berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai pendidikan sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai pendidikan sosial yang ada dalam karya seni dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan (Rosyadi dalam Amalia, 2010). Uzey (2009) juga berpendapat bahwa nilai pendidikan sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai ketuhanan. Jadi nilai pendidikan sosial dapat disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan commit to user melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
163
nilai tersebut. Nilai pendidikan sosial juga merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting. Pada kumpulan cerpen Senyum Karyamin, nilai pendidikan sosial termasuk banyak digunakan oleh Ahmad Tohari. Pada dasarnya memang Ahmad Tohari banyak sekali menghasilkan karya-karya yang bertema sosial. Namun, pada kumpulan cerpen tersebut terasa sangat kental sekali permasalahan yang dialami oleh para tokoh dalam kehidupan sosial mereka. Nilai pendidikan sosial dapat ditemukan dalam cerpen: Senyum Karyamin; Jasa-Jasa buat Sanwirya; Surabanglus; Ah, Jakarta; Syukuran Sutabawor; Orang-Orang Seberang Kali; dan Wangon Jatilawang. Di dalam cerpen-cerpen tersebut pembaca diajak untuk belajar pada masyarakat kelas bawah yang selalu berbagi, walaupun dia sendiri sedang kesusahan. Ahmad Tohari memang terkenal dengan karya sastranya yang bertema sosial, baik novel maupun cerpen-cerpen yang pernah ia buat. Jadi tidak heran apabila ketigabelas cerpen dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin sangat terasa sekali terdapat nilai pendidikan sosialnya. Contohnya dalam cerpen Ah, Jakarta yang memberikan pendidikan kepada pembaca untuk tidak memandang bulu dengan siapa kita berteman, asalkan kita mampu menjaga diri dari pengaruh-pengaruh buruk. Cerpen yang lain juga hampir sama, banyak di dalamnya yang menyiratkan nilai pendidikan sosial khususnya dari kaum kelas bawah.
c. Nilai Pendidikan Agama Mangunwijaya (dalam Al-Ma‟ruf, 2009: 63) mengatakan kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam karya sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Pada awal mula segala sastra adalah religius. Lebih lanjut, Mangunwijaya mengungkapkan bahwa religus bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal dan resmi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
164
Mulyana (2011: 35) mengungkapkan secara hakiki sebenarnya nilai ini merupakan nilai yang memiliki dasar kebenaran yang paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai yang lain. Nilai ini bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Cakupan nilainya pun lebih luas. Struktur mental manusia dan kebenaran mistik-transendental merupakan dua sisi unggul yang dimiliki nilai agama. Semi (1993:21) juga menambahkan, kita tidak mengerti hasil-hasil kebudayaanya, kecuali bila kita paham akan kepercayaan atau agama yang mengilhaminya. Religi lebih pada hati, nurani, dan pribadi manusia itu sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia. Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya seni dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam seni bersifat individual dan personal. Ahmad Tohari termasuk cukup banyak dalam menggunakan nilai pendidikan agama sebagai pesan yang ingin ia sampaikan dalam setiap cerpennya. Hal tersebut dikarenakan Ahmad Tohari merupakan seorang muslim yang taat dan hidup dalam lingkungan dengan agama yang sangat kuat. Namun, nilai pendidikan agama yang ia ungkapkan tidak berusaha menggurui pembaca melainkan mengajak pembaca merenungi sendiri kualitas antara diri manusia terhadap Tuhan. Hal tersebut sangat terlihat dalam cerpen Pengemis dan Shalawat Badar, di dalam cerpen tersebut tidak ada sama sekali kata yang bersifat mendikte pembaca dalam urusan agama. Selain itu, nilai pendidikan agama juga dapat ditemukan dalam cerpen Rumah yang Terang. Salah satu cerpen berjudul Orang-Orang Seberang Kali secara tidak langsung juga mempunyai nilai pendidikan commit user agama bahwa segala sesuatu akan to mendapatkan balasan yang setimpal dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
165
Tuhan YME. Sesuatu hal baik makan akan berbuah kebaikan, dan suatu hal yang buruk akan mendapatkan keburukan pula. Selain itu, Ahmad Tohari juga menyampaikan nilai pendidikan agama mengenai realitas yang terjadi di Indonesia. Banyak sekali kejadian di mana agama dicampur aduk dengan budaya dari nenek moyang, contohnya pada cerpen Syukuran Sutabawor. Nilai-nilai agama yang dicampur dengan suatu hal yang klenik tentu tidak asing lagi di kalangan masyarakat Indonesia khususnya daerah Jawa.
d. Nilai Pendidikan Budaya Nilai-nilai budaya merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat (Rosyadi dalam Amalia, 2010). Uzey (2009) berpendapat mengenai pemahaman tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia memaknai ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat intersubyektif karena ditumbuhkembangkan secara individual, namun dihayati secara bersama, diterima, dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar budaya yang terpadu bagi fenomena yang digambarkan. Sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan, sebagai intinya ia akan memengaruhi dan menata elemen-elemen yang berada pada struktur permukaan dari kehidupan manusia yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala dan benda-benda sebagai kesatuan material. Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
166
anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sisitem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Nilai pendidikan budaya dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin termasuk nilai budaya yang tidak terlalu banyak disampaikan oleh Ahmad Tohari. Budaya yang digambarkan juga merupakan budaya yang umum terjadi di Indonesia dan tidak bersifat khusus dalam suatu daerah. Contohnya dalam cerpen Si Minem Beranak Bayi yang menceritakan tentang budaya menikah muda pada zaman dahulu. Dalam cerpen tersebut orang tua lebih bangga ketika melihat anaknya menikah daripada sekolah tinggi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Purwaningsih (2013) yang menyatakan, nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup, dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat. Selain itu, budaya yang bersifat klenik yang umumnya dilakukan oleh orang Jawa juga diceritakan dengan baik oleh Ahmad Tohari dalam cerpen Syukuran Sutabawor. Pada cerpen tersebut, masyarakat Jawa memiliki budaya untuk percaya pada roh-roh nenek moyang dan mempercayai adanya hari baik dan hari buruk menurut penanggalan Jawa. Pada intinya, Ahmad Tohari hanya ingin membuka sisi lain dari Indonesia yang masih menjaga penuh budaya turun temurun dari nenek moyang. Jadi, meskipun dari ketigabelas cerpen dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin hanya dua cerpen saja yang secara khusus memberikan nilai pendidikan budaya kepada pembacanya. Namun, kesebelas cerpen lain apabila kita renungi lebih dalam akan kita temukan nilai pendidikan budaya didalamnya. Mengingat cerpen-cerpen tersebut dibuat pada tahun antara 1976 sampai 1986, sehingga nilai budaya pada setiap daerah masih jelas terlihat.
commit to user