perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi 1. Lokasi penelitian Kota madya Surakarta secara geografis berada di daratan rendah dengan tinggi tempat kurang lebih 92 mdpl. Yang berarti pula bahwa tinggi tersebut hampir sama dengan tingginya permukaan air bengawan solo dan dilalui beberapa sungai yaitu Kali Pepe, Kali Anyar, Kali Jenes yang semuanya bermuara di Bengawan Solo. Kota madya Surakarta terletak diantara 110˚45` 15`` sampai 110˚ 45` 35`` BT dan 70˚36` sampai 70˚ 56` LS. Dengan batas-batas sebagai berikut : a. Batas Utara
: Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali
b. Batas Timur
: Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo
c. Batas Selatan : Kabupaten Sukoharjo d. Batas Barat
: Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar
Sedangkan untuk bangunan Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta berada di tengah kota di Jalan Slamet Riyadi No.18 Surakarta dengan batasan lokasi : a. Batas Utara
: Kampung Baru
b. Batas Timur
: Bank Mandiri commit to user
43
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Batas Selatan : Jalan Slamet Riyadi d. Batas Barat
: BPD Jawa Tengah
Lokasi Rutan Surakarta dianggap sangat menguntungkan, karena berdekatan dengan instansi yang berkaitan dengan Rutan seperti kepolisian; kejaksaan; kodim; pengadilan; koramil; telkom dan korem. Hal tersebut mempermudah pihak Rutan Surakarta dalam penjangkauan sarana transportasi dan telekomunikasi serta hal-hal lain yang berkaitan dengan hukum dan narapidana. Pada tahun 1985 Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta mengalami perubahan kedudukan, yaitu : a
Berdasar SK Menteri Kehakiman nomor : Y.S.4/2/23 tahun 1976 tentang pembentukan kantor-kantor Direktoral Jenderal Bina Tuna Warga di Kabupaten/ Kotamadya, berkedudukan sebagai Direktoral Jenderal Bina Tuna Warga dengan membawahi Lembaga Permasyarakatan yang berada di daerah Eks Karisidenan Surakarta, yaitu Lembaga Permasyarakatan Sragen, Lembaga Permasyarakatan Boyolali, Lembaga Permasyarakatan Klaten, Lembaga Permasyarakatan Wonogiri.
b
Berdasar SK Menteri Kehakiman RI nomor : J.S. 4/6/3/tahun 1977 tentang Penetapan Klasifikasi Lembaga Permasyarakatan dan Balai Bispa ditetapkan disamping berkedudukan sebagai Kantor Direktoral jenderal Bina Tuna Warga, juga sebagai Lembaga permasyarakatan Klas I yang
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempunyai wilayah kerja di daerah tingkat II yaitu Kotamadya Surakarta, Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar. c
Berdasarkan SK Menteri Kehakiman RI nomor : M.04.PR.07.03 tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rutan dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, keberadaan Lembaga Permasyarakatan Surakarta ditetapkan sebagai Rumah Tahanan Negara Kelas I sampai sekarang. Beralihnya sistem kepenjaraan kepada sistem pemasyarakatan membawa
perubahan dalam bentuk perlakuan terhadap narapidana. Demikian juga halnya dengan istilah penjara kemudian beralih menjadi Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS. Perubahan istilah tersebut tidak hanya sekedar menghilangkan kesan menakutkan dan adanya penyiksaan dalam sistem penjara, tetapi lebih kepada bagaimana memberikan perlakuan yang manusiawi terhadap narapidana tersebut. Bertolak dari pandangan Sahardjo tentang hukum sebagai pengayoman, dimana pernyataan tentang hukum sebagai pengayoman memberikan banyak perubahan dan salah satunya terhadap cara pembinaan narapidana. Hal ini membuka jalan perlakuan terhadap narapidana dengan cara pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara. Dalam
upaya
melaksanakan
pembinaan
antara
Lembaga
Permasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di bedakan menurut tugasnya. Rutan hanya merupakan tempat penitipan sementara bagi narapidana dengan masa pidana maximal satu tahun dan pembinaan yang dilakukan hanya bersifat commit to user mengarah dan merawat, sedangkan Lembaga Permasyarakatan diperuntukkan
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bagi narapidana dengan semua pidana serta sifat pembinaan lebih luas atau tidak hanya mengarah namun juga membuat narapidana menjadi lebih produktif. Lembaga Permasyarakatan/ Rutan dibagi atau digolongkan berdasar kapasitasnya yaitu Klas I, dan II, untuk Rutan Surakarta sendiri memiliki kapasitas/ daya tampung sebanyak 610 orang sehingga masuk dalam golongan Klas I. Jumlah kamar untuk penghuni terdiri dari kamar ukuran besar dengan kapasitas lima puluh orang, kamar ukuran kecil dengan kapasitas untuk 5- 14 orang. Untuk narapidana atau penghuni wanita setiap kamar biasanya berkapasitas delapan orang. di Rutan Klas I Surakarta terdapat pembagian blok penghuni, sebagai berikut : a.
Blok A
: untuk tahanan dan narapidana wanita terdiri dari delapan
kamar dengan kapasitas delapan orang setiap kamar. b.
Blok B
: untuk tahanan pria, terdiri dari sebelas kamar.
c.
Blok C
: untuk narapidana pria kasus tindak pidana umum, dengan
empat kamar besar. d.
Blok D
: untuk tahanan dan narapidana pria kasus narkoba, terdiri
dari sembilan kamar. Selain empat blok tersebut juga terdapat blok sel/kamar khusus pengasingan. Sel khusus pengasingan tidak di hanya di peruntukkan untuk narapidana yang dikenai hukuman kedisiplinan namun juga untuk narapidana atau penghuni yang terancam jiwanya ketika berada didalam blok. Sel pengasingan tersebut berupa ruang isolasi dan straff cell dengan luas dua meter persegi berjumlah tiga, selain ruangan pengasiangan Rutan Klas I Surakarta commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
juga di lengkapi dengan beberapa fasilitas lain, yaitu : ruang dapur, ruang bimbingan kegiatan, aula, ruang koprasi, masjid dan gereja.
2. Visi, Misi dan Tujuan Rumah Tahanan Klas I Surakarta Visi dan misi dari Rutan Klas I Surakarta adalah sebagai berikut : a
Visi Visi dari Rumah Tahanan Negara Klas I Suarakarta adalah melakukan perawatan, pelayanan, pemeliharaan, pengelolaan urusan tata usaha serta hal kepribadian dan kemandirian sebagai individu yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b
Misi 1) Meningkatkan sumber daya manusia para petugas Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta 2) Menyusun perencanaan pembinaan kepribadian bagi warga binaan permasyarakatan 3) Menyusun perencanaan pembinaan kemandiriian bagi warga binaan permasyarakatan
c
Tujuan 1) Membentuk petugas permasyarakatan Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta agar mempunyai kemampuan intelektual yang memadai dan professional dalam menjalankan tugasnya.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Membentuk petugas permasyarakatan Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta agar mempunyai rasa memiliki dan berdedikasi tinggi serta bertanggung jawab. 3) Membentuk petugas permasyarakatan Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta agar mempunyai jiwa professional di bidang tugasnya. 4) Membentuk dan membina warga binaan permasyarakatan di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta agar menyadari dan mempunyai kepribadian yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 5) Membentuk dan membina warga binaan permasyarakatan di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta agar mampu dan sanggup menjadi manusia yang mandiri dan mempunyai keinginan untuk hidup secara wajar dan layak di lingkungan kehidupan masyarakat dan dapat di terima dengan hati terbuka oleh masyarakat di luar Rutan Klas I Surakarta.
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Struktur Organisasi Rutan Klas I Surakarta Gambar 4.1 Struktur Organisasi Rutan Klas I Surakarta
Kepala Rutan
Urusan Tata Usaha
Kepala Kesatuan Pengamanan
Ka. Seksi Pelayanan Tahanan
Ka. Seksi Pengelolaan Rutan
Ka. Subsi Keuangan & Perlengkapan
Ka. Subsi Umum
Ka. Subsi Adm & Perawatan
Ka. Subsi Bantuan Hukum & Penyuluhan
Ka. Subsi Bimb Kegiatan
Staf
Staf
Petugas Pengamanan Staf
Staf
commit to user
Staf
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun pembagian tugas dan tanggung jawab Rutan Klas I Surakarta adalah sebagai berikut : a
Kepala Rutan Klas I Surakarta Kepala Rutan Klas I Surakarta mempunyai tugas pokok dan fungsi yaitu : 1) Memberikan pelayanan tahanan dan perawatannya serta menjaga keamanan dan ketertiban selama tahanan dalam proses peradilan agar dapat mengikuti proses peradilan sebagaimana mestinya. 2) Melaksanakan tugas pengelolaan Rutan berkaitan dengan ketata rumah tanggaan Rutan sesuai dengan Tata Perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Kepala Rutan Klas I Surakarta di bantu oleh 2 kepala seksi dan 1 kepala Kesatuan dan Pengamanan Rutan.
b
Seksi Pelayanan Tahanan Seksi pelayanan tahanan bertugas melakukan pengadministrasian, mempersiapkan pemberian bantuan hukum dan penyuluhan serta bimbingan kegiatan bagi tahanan. Dalam melaksanakan tugasnya seksi pelayanan dibantu oleh : 1) Sub seksi administrasi dan perawatan, bertugas melakukan penataan tahanan dan barang-barang bawaan tahanan/ narapidana, membuat statistic dan dokumentasi serta memberikan perawatan dan mengurus kesehatan tahanan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
2) Sub seksi bantuan hukum dan penyuluhan, bertugas mempersiapkan pemberian bantuan hukum atau kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum, memberikan penyuluhan rohani dan jasmani serta mempersiapkan bahan bacaan bagi tahanan/ narapidana. 3) Sub seksi bimbingan kegiatan, bertugas memberikan bimbingan kegiatan bagi tahanan.
c
Seksi Pengelolaan Rutan Seksi pengelolaan Rutan bertugas melakukan pengurusan keuangan, perlengkapan dan Rumah Tangga Rutan Klas I Surakarta. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya seksi pengelolaan Rutan dibantu oleh : 1) Sub seksi keuangan dan perlengkapan yang bertugas melakukan urusan keuangan dan perlengkapan Rutan. 2) Sub Seksi Umum, yang bertugas melakukan urusan rumah tangga dan kepegawaian.
d
Kesatuan Pengamanan Rutan (KPR) Kesatuan Pengamanan Rutan atau yang sering di sebut KPR bertugas melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban Rutan. Kesatuan pengamanan rutan sendiri memiliki fungsi-fungsi, yaitu : 1. Melakukan administrasi keamanan dan ketertiban Rutan 2. Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap tahanan/ narapidana commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban Rutan 4. Melakukan penerimaan, penempatan dan pengeluaran tahanan serta memonitor keamanan dan tata tertib tahanan pada tingkat pemeriksaan 5. Membuat laporan dan berita acara pelaksanaan pengamanan dan penertiban. 6. Sasaran pengamanan diarahkan pada Rutan dengan perangkat sarana dan prasarana yang meliputi : a) Tahanan/ Warga Binaan Permasyarakatan b) Pegawai c) Bangunan dan perlengkapannya Agar tugas pengamanan dan pemeliharaan ini dapat berjalan sesuai dengan harapan, kesatuan pengamanan dipimpin oleh Kepala Kesatuan Pengamanan yang membawahi 5 regu petugas penjagaan. Setiap regu terdiri dari 16 orang petugas dan bertugas secara bergiliran
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Kesatuan Pengamanan di Rutan Klas I Surakarta
Kepala Rutan Klas I Surakarta
Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta
Bagian Keamanan/ penjagaan
Bagian administrasi
Staf
e
Bagian investigasi
staf
Urusan Tata Usaha, yang tugas melakukan urusan surat menyurat dan kearsipan.
B. Penelitian Penghuni/ Warga Binaan Rutan Klas I Surakarta 1. Kondisi Rutan Klas I Surakarta Rutan Klas I Surakarta merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang pembinaan narapidana yang tidak dapat di pungkiri bagaimana
commit to user perannya membuat seseorang yang telah mendapat vonis hukuman dapat
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dibina dengan baik dan pada akhirnya setelah masa hukumannya habis dapat kembali ke masyarakat dan berubah menjadi seseorang yang lebih baik. Dalam Cahyono (2012 : 110) LAPAS/ RUTAN adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Untuk menunjang kelancaran dalam Lembaga Pemasyarakatan maka perlu diatur tentang sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik dan juga
bertujuan
untuk
melindungi
masyarakat
terhadap
kemungkinan
diulangnya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pembinaan narapidana merupakan sebuah sistem, sebagai suatu sistem maka pembinaan narapidana mempunyai beberapa komponen yang bekerja saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan. Sedikitnya ada empat belas komponen yaitu: falsafah, dasar hukum, tujuan, pendekatan sistem, klasifikasi, perlakuan terhadap narapidana, orientasi pembinaan, sifat pembinaan, remisi, bentuk bangunan, narapidana, keluarga narapidana dan pembina atau pemerintah. Dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
yang bebas dan bertanggung jawab. Dari penjelasan pasal tersebut bahwasannya dalam Rumah Tahanan Negara narapidana harus benar-benar dijaga, karena dengan berkumpulnya banyak narapidana dengan kultur yang berbedabeda baik dari segi perbuatannya maupun dari lingkungan masyarakat terdahulu, bisa membuat persaingan tidak sehat dari para narapidana. Bisa juga karena perbuatan tindak pidana yang telah dilakukan kemungkinan belum bisa benar-benar hilang dari dirinya dan mencoba melakukannya lagi di dalam. (Cahyono, 2012:111) Dalam proses pembinaan ini ada kalanya terdapat beberapa hal yang mengganggu dan mempengaruhi proses pembinaan dari narapidana ditambah lagi untuk penghuni di Rutan Klas I Surakarta bukan hanya untuk seseorang yang telah di vonis hukuman namun juga untuk para tahanan yang berstatus titipan untuk menunggu persidangan, sering kali tahanan ini di titipkan di Rutan Klas I Surakarta, bahkan bukan hanya dari Surakarta titipan ini datang dari berbagai daerah misalnya Karanganyar dan Sukoharjo. Kondisi inilah yang sering kali membuat Rutan Klas I Surakarta mengalami overload atau kelebihan penghuni, latar belakang penghuni yang beraneka macam ini juga kadang kala membuat masalah baru bagi mereka. Sebelum berubah menjadi berfokus pada pembinaan Rutan dan Lapas dulunya bersifat penjara yang berarti bagaimana bisa membuat jera seseorang sehingga yang terjadi di dalam Rutan atau Lapas terkadang dianggap kasar atau tidak manusiawi hingga keluar peraturan tentang perubahan dari penjara menjadi permasyarakatan yang
commit to user berfokus kepada pembinaan penghuni.
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
Rutan Klas I Surakarta per-Oktober 2012 memiliki 492 orang penghuni, yang terdiri dari pria dewasa, anak-anak usia dibawah 18 tahun dan wanita dewasa, sedangkan untuk petugas di Rutan Klas I Surakarta ini total terdapat 157 orang termasuk pegawai pria dan wanita mulai dari golongan 2A hingga 4A. Kondisi terbatasnya petugas di Rutan Klas I Surakarta sangat berdampak untuk para warga binaan terkait dengan program pembinaan hingga kehidupan sehari-harinya, termasuk untuk pengawasan setiap penghuni, di dalam salah satu blok saja hanya terdapat 4 sampai 5 orang yang mendapat tugas jaga padahal untuk satu blok bisa di huni kurang lebih 40 sampai 60 orang narapidana atau tahanan. Grafik 4.1 Jumlah penghuni Rutan Klas 1 Surakarta tahun 2012
Keterbatasan pengawasan ini memicu banyak masalah atau pelanggaran yang terjadi diantara penghuni, seperti yang telah disebutkan di awal bahwa adanya banyak latar belakang yang berbeda juga menjadi masalah tersendiri.
to userbulan Oktober Dari data yang diperoleh tahuncommit 2012 hingga
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.1 Jumlah pelanggaran/ konflik di Rutan Klas 1 Surakarta JanuariOktober 2012 No. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10)
Bulan Jumlah Gangguan Januari Februari Maret April Mei Juni 8 Juli 2 Agustus 4 September 5 Oktober 4 Total 23 Sumber : Rutan Klas I Surakarta
Gangguan Kamtib atau konflik yang terjadi pada penghuni sendiri tidak dapat diperkirakan akan naik atau turun setiap bulannya, seperti sajian data di atas bahwa dalam jangka waktu 10 (sepuluh) bulan mulai Januari hingga Oktober 2012 saja Gangguan Kamtib yang terjadi dan di ketahui petugas berjumlah 23 saja. Grafik 4.2 Perbandingan Jumlah Penghuni dengan Jumlah Pelanggaran/ konflik di Rutan Klas 1 Surakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
Menurut hasil penelitian selama dilapangan, dijumpai beberapa konflik yang terjadi diantaranya konflik antara dua warga binaan di blok C, konflik terjadi karena adanya kesalahpahaman tentang tugas mengambil makanan, seorang yang berinisial L merasa Y tidak melaksanakan tugasnya untuk mengambil makananan dan memukuli Y, selain itu masih adalagi beberapa masalah lain selain kesalah pahaman seperti di blok anak muncul konflik ketika ada tahanan baru yang dimasukkan ke blok, tahanan tersebut dinilai sombong dan tidak menghormati penghuni lama sehingga dirinya dikeroyok teman sekamarnya yang sudah lebih lama tinggal di blok tersebut.
2. Sebab-Sebab Timbulnya Konflik/ Pelanggaran Penghuni Rutan Klas I Surakarta Di kehidupan bermasyarakat sering kali kita jumpai banyak timbul percikan-percikan yang kadang kala jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan sumber-sumber percikan atau bermasalahan baru yang semakin besar, hal tersebut dirasa wajar terjadi karena masyarakat terdiri dari orangorang yang memiliki latar belakang, budaya dan cara pandang yang berbeda pula yang pada akhirnya suatu perbedaan-perbedaan tersebut menimbulkan penyimpangan tingkah laku/ perbuatan melanggar hukum. Tindakan penyimpangan/ melanggar hukum di tengarahi oleh berbagai faktor, dalam Cahyono (2012 : 114) faktor-faktor itu antara lain : ampak negative dari perkembangan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hidup sebagian masyarakat. Perkembangan yang cepat membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan tersebut sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku seseorang. Proses interaksi sosial dan perubahan sosial yang ada dalam suatu modernisasi dapat menumbuhkan keadaan tertentu yang menghambat kelancaran proses sosial. Dalam Cahyono (2012: 115) secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sebuah kejahatan, pertama adalah faktor yang berasal/ terdapat dalam diri pelaku maksudnya adalah yang menyebabkan seseorang berbuat kejahatan timbul dari dirinya sendiri yang biasanya didasari oleh keturunan dan kejiwaan (penyakit jiwa), faktor kedua adalah faktor yang berasal dari luar diri pelaku yang biasanya terjadi karena keadaan lingkungan dan keluarga/ rumah tangga. Tetapi faktor yang paling menentukan dalam hal ini adalah faktor lemahnya iman, jika seseorang memiliki iman yang lemah maka orang tersebut akan bertindak sesukanya tanpa merasa ada yang dapat mencegahnya. Rumah Tahanan Klas I Surakarta dapat kita ibaratkan sebagai sebuah negara kecil yang di dalamnya tinggal masyarakat yang memiliki latar belakang, masalah, lingkungan dan pribadi berbeda seperti halnya sebuah negara biasanya yang kemudian tidak dapat kita pungkiri akan banyak timbul masalah, baik masalah yang masih dianggap ringan atau tidak mengancam jiwa orang lain hingga masalah yang dianggap berat atau juga mengancam jiwa orang lain.
commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Beberapa faktor yang mempengaruhi sikap tindak dan perilaku warga binaan hingga menyebabkan terjadinya sebuah kejahatan sama halnya seperti faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat di luar Rutan/ Lapas melakukan tindak kejahatan, yaitu : a
Faktor yang berasal dari dalam diri pelaku itu sendiri yang didasari oleh faktor keturunan dan kejiwaan
b Faktor yang berasal dari luar diri pelaku yang didasari oleh faktor lingkungan dan keluarga/ rumah tangga. (Cahyono, 2012: 116) Sedangkan dalam nyatanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik/ Gangguan Kamtib oleh penghuni/ warga binaan Rutan Klas I Surakarta, menurut penelitian yang telah dilakukan adalah : a
Adanya perasaan hak-hak kemerdekaan yang di kekang ketika masuk Rutan membuat penghuni merasa tertekan batin/ stress
b
Faktor lingkungan penghuni dan kondisi mental setiap individu
c
Faktor luar sebelum masuk Rutan yang dibawa ke Rutan (dendam dari luar)
d
Kesalahpahaman sikap antar penghuni/ masalah ringan atau sepele karena ada ada adu domba jadi berdampak kemana-mana
e
Ketergantungan Obat/ Narkoba
f
Tradisi penggojlokan untuk penghuni baru yang dilakukan penghuni lama
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jika kita lihat dan bandingkan dengan uraian sebelumnya, sebab terjadinya konflik/ tindak penyimpangan dan tindakan hukum tidak jauh berbeda dengan hal yang menyebabkan konflik/ gangguan kamtib penghuni Rutan Klas I Surakarta yang berarti sama dengan tindakan penyimpangan. Konfik/ gangguan kamtib yang dilakukan oleh penghuni Rutan Klas I Surakarta berkaitan dengan pembinaan yang menjadi dasar Rutan Klas I Surakarta sendiri, menurut analisis dan hasil penelitian penyebab konflik lebih bersifat pada ketergantungan masing-masing individunya, sebagaimana yang diutarakan oleh staf KPR : ― …satu karena kemungkinan hak-hak kemerdekaanya di hilangi, hak-hak seperti melakukan hubungan suami-istri, hak-hak ketemu keluarga dibatesi, jadikan pikirannya kan bisa kacau kemana-mana, khususnya dewasa mbak, kalau anak-anak biasanya kenakalan biasa mbak, anak-anak pelanggarane biasanya berkelahi ya alasannya karena katanya ada yang bales dendam, kalau orang yang pertama kali masuk dimintai, katanya udah turun temurun mbak.”(wawancara tanggal 10 Januari 2013)
C. Pertanggungjawaban
Kesatuan
Pengamanan
Rutan
dalam
Penanggulangan Konflik Warga Binaan Pertanggungjawaban Kesatuan Pengamanan Rutan sebagai birokrasi publik terkait dengan penanggulangan konflik penghuni Rutan Klas I Surakarta dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan enam pengukuran indikator pertanggungjawaban. Indikator tersebut adalah adalah responsivitas, keadilan, responsibilitas, akuntabilitas, kualitas pelayanan dan diskresi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
1. Indikator Responsivitas Menurut Sudarmo, responsiveness (responsivitas) mengandung arti diperhatikannya dan dipenuhinya tuntutan dan permintaan warga negara. Para administrator atau para pejabat pemerintah berkeharusan memenuhi permintaan dan tuntutan warga negara. Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda prioritas pelayanan dan mengembangkan program-program publiknya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dalam hal ini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta dalam penanggulangan konflik warga binaan atau penghuni Rutan
merupakan
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan atas risiko timbulnya konflik, kegiatan pencegahan konflik, tanggap darurat saat terjadi konflik maupun pasca konflik. Penanggulan konflik berati mengenali serangkaian kebijakan/kegiatan yang dilakukan Kesatuan Pengamanan Rutan adalah pencegahan sebelum terjadi konflik, sikap tanggap darurat saat terjadi konflik meliputi penanganannya, serta pasca konflik. Sebagai bentuk pencegahan konflik, pihak Rutan Klas I Surakarta melalui KPR (Kesatuan Pengamanan Rutan) sebagai koordinator pengamanan Rutan, membuat kebijakan dan melakukan serangkaian kegiatan, dengan melakukan pencegahan, pengurangan risiko, sosialisasi, pengawasan khusus commit to user pada penghuni tertentu yang rawan konflik, memberikan kegiatan yang
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bermanfaat untuk penghuni, dan pengelompokkan atau penempatan ruang penghuni. Kegiatan ini dilakukan guna mencegah dan memperkecil kemungkinan terjadinya konflik. Kemudian pada saat situasi terjadi konflik, pihak KPR dengan sigap melakukan antisipasi untuk meminimalisir adanya korban konflik serta jumlah korban. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan (KPR), “Untuk mencegah adanya konflik, kami melakukan berbagai upaya dan kegiatan untuk peghuni diantaranya sebagai antisipasi diawal selalu kita tekankan untuk adanya sosialisasi, kita perketat penjagaan, selain kita memperbaiki petugas, mereka juga kita bekali,,kita bina dengan banyak kegitan religious dan kegiatankegiatan pembinaan yang lain seperti olahraga, atau pembinaan kerja, segingga meminimalkan adanya konflik.” (wawancara tanggal 27 Maret 2013) Hal serupa juga dikatakan oleh Kepala Subbid Bantuan Hukum dan Penyuluhan : “untuk mencegah segala bentuk perselisihan, konflik atau masalah kita selalu berikan mereka kegiatan mbak, yang pada akhirnya mereka jarang punya waktu untuk melakukan pelanggaran atau konflik, kita kan juga selalu menekankan pada mereka akibatakibatnya ketika mereka melakukan pelanggaran atau konflik, jadi untuk mereka sendiri juga”.(wawancara tanggal 27 Maret 2013) Sampai saat ini pihak Rutan Klas I Surakarta mengaku belum menemui konflik penghuni
yang dianggap besar atau menimbulkan dampak
berkepanjangan seperti huru-hara, kebakaran dan kerusuhan seperti Lapas Kerobokan Bali. Untuk konflik yang selama ini sering kali tidak menimbulkan korban jiwa. Pada Februari 2012 terjadi konflik atau pelanggaran di Rutan Klas I Surakarta yang dilakukan oleh narapidana dan tahanan anak malam hari
commit to user didalam sel/ kamar, seorang anak tahanan kejaksaan yang baru masuk Rutan
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Klas I Surakarta di keroyok 11 teman sekamarnya dengan alasan tahanan anak tersebut tidak mematuhi kebiasaan tahanan baru di Rutan atau kebiasaan untuk anak baru, mengetahui hal tersebut petugas Rutan Klas I Surakarta dengan sigap
segera
berupaya
menyelesaikan
permasalahan,
korban
segera
dipindahkan ketempat yang lebih aman dan mendapat perawatan, sedangkan untuk pelaku pengroyokan segera diproses invenstigasi oleh KPR, kemudian para pelaku mendapatkan hukuman atas perbuatanya dan diasingkan agar pelaku menyadari perbuatannya kemudian setelah proses pengasingan selesai petugas/ KPR akan lebih intensif mengawasi pelaku-pelaku pelanggaran apalagi untuk mereka yang sudah melanggar lebih dari dua kali demi mencegah adanya konflik dan korban yang lebih parah. Seperti yang dikatakan oleh salah satu narapidana Rutan Klas I Surakarta, “Petugas disini tau kalau ada masalah kayak gitu mbak, kalau ada yang bertengkar gitu taunya kalo nggak tau sendiri, dari laporan ya paling ini mbak.. cek badan pas apel, biasane nek uda tau gitu segera diproses ditangani dikasih hukuman ”. (wawancara tanggal 30 Maret 2013) Saat terjadi konflik pihak petugas blok dan KPR cepat melakukan rapat koordinasi, dengan kemudian proses penanganan tersebut dapat dilakukan dengan segara, sehingga konflik tidak berdampak panjang serta tidak terjadi korban jiwa. Pelaku dan korban konflik segera dipindahkan dari tempat kejadian, kemudian korban segera mendapatkan penanganan khusus agar merasa lebih aman dan pelaku segera diproses di KPR, tetapi ketika konflik yang terjadi dianggap konflik kecil dan segera dapat diselesaikan di blok tanpa harus dipindahkan maka penanggulangan dilakukan di blok. commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pasca terjadi konflik, untuk mencegah adanya konflik dengan pelaku dan korban yang sama. Pihak Kesatuan Pengaman Rutan(KPR) memindahkan korban dan pelaku tidak lagi pada kamar atau sel yang sama, kemudian memberikan pembinaan lebih lanjut kepada keduanya terutama untuk pelaku konflik mendapatkan pengawasan yang lebih intensif dari petugas. Seperti yang dikatakan oleh Kepala KPR : “bukan kita stigma ya seseorang itu sudah masuk beberapa kali, dia residivis, sering membuat pelanggaran, itu otomatis pengawasannya lebih ketat dan kita tempatkan di satu kamar khusus untuk mereka ini, karena yang biasanya berbuat yang nggak-enggak, biasanya melanggar ya merekalah yang sudah beberapa kali masuk, nha itu kita awasi terus , ada petugas yang saya perintahkan untuk mengawasi.” (wawancara tanggal 15 Januari 2013) Ditambahkan oleh salah seorang pelaku konflik, tahanan laki-laki dewasa Rutan Klas I Surakarta : “saya pernah melakukan pelanggaran mbak, dulu,,, setelah masuk seltik saya jadi lebih diawasin kesane, kalo ada apa-apa jadi sering ditanya-tanyaen disangkut-sangkut dikira saya yang melakukan lagi”. (wawancara tanggal 30 Maret 2013). Selama ini upaya yang dilaksanakan Rutan dan Kesatuan Pengamanan Rutan untuk mencegah dan mengurangi adanya konflik penghuni Rutan Klas I Surakarta, antara lain: a. Mengadakan sosialisasi hak dan kewajiban penghuni Rutan serta peraturan penghuni Rutan Klas I Surakarta ketika penghuni baru masuk Rutan.
commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Mengadakan penggledahan warga binaan dan kamar tahanan, baik secara rutin maupun incidental. c. Memberikan kegiatan-kegiatan pembinaan pada penghuni, baik pembinaan rohani, rekreasi, kesehatan dan lain-lain. d. Menanamkan rasa senasip sepenanggungan untuk penghuni agar adanya rasa solidaritas tinggi diantara penghuni. e. Memberikan hukuman dengan efek jera untuk pelaku konflik. f. Memberikan pengawasan yang lebih untuk penghuni yang pernah melanggar/ menimbulkan konflik. g. Memberikan
pelatihan
untuk
menambah
kualitas
petugas
penjagaan agar lebih tanggap terhadap adanya konflik serta kebutuhan penghuni. Selain upaya-upaya tersebut diatas, KPR juga melakukan pemindahan narapidana/ warga binaan ke Lapas lain untuk meminimalisir dampak berkelanjutan untuk pelaku konflik yang sudah terlalu sering melakukan pelanggaran sehingga narapidana tersebut mendapatkan tempat baru. Di Rumah Tahanan Klas I Surakarta sendiri terdapat beberapa hukuman bagi pelanggar atau pelaku konflik, yaitu teguran, pengasingan/ sel isolasi, register F dan pemindahan narapidana ke Lembaga Permasyarakatan lain. Dengan tindakan-tindakan yang telah dilakukan Rutan secara umum
commit to user dan KPR secara khusus diatas, ternyata masih belum terdapat fasilitas untuk
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat terkait dengan penyampaian keluhan. Kesatuan Pengamanan Rutan selaku bagian yang bertugas mengamankan Rutan dan menanggulangi konflik penghuni belum memfasilitasi masyarakat untuk menyampaikan saran maupun kritik terhadap ketidakpuasan mereka dengan penanggulangan konflik penghuni Rutan Klas I Surakarta. Seperti yang dikatakan Ketua LSM Sahabat Kapas: “kita mengajukan secara verbal secara langsung, secara resmi belum, tapi..karena sejak awal kita masuk berkegiatan disana mereka sudah bilang, jangan mengintervensi aturan internal kami itu sebenarnya sangat menyakiti hati kami sebagai pendamping .” (wawancara tanggal 28 Januari 2013) Pertanggung jawaban Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta dalam hal penanggulangan konflik warga binaan jika diukur dengan indikator responsivitas dapat dikatakan kurang baik. Hal ini ditunjukkan oleh Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta dalam hal penanggulangan konflik warga binaan belum menyediakan sarana yang memfasilitasi masyarakat untuk menyampaikan keluhan, kritik dan dan saran bagi kinerja Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta dalam hal penanggulangan konflik warga binaan. Sehingga daya tanggap Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta dalam merespon aspirasi masyarakat belum memuaskan, meskipun Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta telah bertindak cepat dalam Penanggulangan konflik warga binaan, tetapi belum
mampu menyaring
aspirasi dan keinginan masyarakat karena pihak KPR Rutan Klas I Surakarta belum
menyediakan
sarana
yang
memfasilitasi
masyarakat
untuk
menyampaikan unek-unek, keluhan, dan dan saran bagi kinerjanya. commit kritik to user
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
2. Indikator Keadilan Jika Responsivitas dinilai dari pemenuhan persyaratan prosedural, maka kondisi ini sangat rentan terhadap isu keadilan, menimbulkan rasa ketidakadilan. Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Pengukuran indikator keadilan disini dilakukan dengan menilai jenis keadilan individual equalities (termasuk didalamnya adalah (a) simple individual equalities, (b) segmented equalities. Keadilan simple individual equalities adalah keadilan individu atau kesetaraan individu secara sederhana, KPR telah melaksanakan keadilan ini dengan baik dalam arti adalah KPR memberikan hukuman yang sama kepada seluruh penghuni yang terlibat sebagai pelaku konflik dalam lingkup konflik atau masalah yang sama, sebagaimana yang diungkapkan Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan berikut : “kita persamaan aja, semua sama dimata kita ketika orang itu bersalah kita tidak bedakan, istilahnya kita tidak mengambil unsurunsur tersebut, jadi kita secara persuasive pertanyakan inti permasalahannya apa sehingga terjadi perkelahian atau permasalahan disini bagaimana, nha itu yang menjadi bahanpertimbangan untuk mengambil tindakan nantinya kedepan gimana, misal masalah hukuman”. (wawancara tanggal 27 Maret 2013) Jika pada simple individual equalities simple KPR dinilai telah adil dalam melaksanakan tugasnya terkait penanggulangan konflik warga binaan berbeda dengan segmented equqlity. Pada prinsipnya, segmented equality mendasarkan sistem keadilan secara hirarkis mengingat masyarakat yang sangat kompleks cenderung memiliki sistem pembagian kerja yang kompleks commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pula. Dengan demikian, segmented equality menuntu perlakuan yang berbeda oleh pemerintah kepada warga negara sesuai dengan hirarki kondisi mereka masing-masing. Memeperlakukan mereka secara sama padahal hirarki kondisi mereka berbeda, maka tindakan tersebut dinilai tidak adil. Perlakuan yang sama yang dilakukan KPR terkait penanggulangan konflik jadi berbeda ketika dilihat hirarki kondisi warga binaan di Rutan Klas I Surakarta. Rutan Klas I Surakarta merupakan Rumah Tahanan Negara yang berkapasitas 610 orang dan memiliki fasilitas yang cukup untuk pembinaan sehingga masuk dalam golongan Klas I, selain itu Rutan ini merupakan Rutan untuk warga binaan Dewasa. Penghuni Rutan Klas I Surakarta terdiri dari narapidana dan tahanan laki-laki dewasa, narapidana dan tahanan wanita, serta narapidana dan tahanan anak.
KPR Rutan Klas I Surakarta tidak lagi
dianggap adil disini, dalam segmented equality pihak KPR seharusnya memberikan sikap dan hukuman yang berbeda untuk pelanggaran yang dilakukan oleh warga binaan tergantung pada tingkatan usia dan kedaan mereka tidak hanya menurut kesalahan yang mereka perbuat. Menurut penelitian dan analisis yang dilakukan untuk warga binaan wanita telah ada kecondongan responsive gender, walaupun kadang masih terdapat hukuman fisik namun tingkatnya dianggap berbeda dengan laki-laki, sebagaimana yang diungkapkan narapidana wanita : “disini sangsinya ada macem-macem sih, tergantung kesalahannya apalagi kalau wanita sama laki-laki beda hukumannya, kalau untuk wanita biasane pertama diperingatkan, terus diblok dikamar, kalo hukuman fisik untuk laki-laki ada, tapi kalau wanita jarang sekali,,atau malah sudah nggak ada ya..” (wawancara tanggal 21 commit to user Januari 2013)
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
Dikatakan pula oleh salah satu staf bagian KPR : “kami memang membedakan untuk wanita, istilahnya ada keringanan untuk wanita, sebisa mungkin ketika konflik yang dia timbulkan tidak berdampak besar kita hindarkan dari hukuman blok, tidak hanya itu untuk tindakan yang lain pun wanita beda dengan laki-laki, penjagaan juga dilakukan oleh petugas wanita”. (wawancara tanggal 26 Januari 2013) Tindakan-tindakan yang telah dilakukan Kesatuan Pengamanan Rutan terhadap penghuni wanita telah dianggap adil karena tindakan yang diberikan telah condong pada responsive gender juga berdasar pada prosedur tetap penanggulangan konflik warga binaan. Hal ini berbeda dengan warga binaan anak-anak mereka mendapatkan perlakuan penanggulangan konflik yang sama dengan warga binaan laki-laki dewasa, dari proses penggledahan, penaganan gangguan kamtib, tindakan disiplin hingga hukuman disiplin, disini kurang adanya kepedulian terhadap kondisi dan kebutuhan anak yang berada di Rutan , sebagaimana yang dikatakan Ketua LSM Sahabat Kapas berikut : “hukuman yang paling parah yang pernah saya dengar pengakuan langsung dari anak-anak itu ada yang namanya sel pengasingan, sel tikus, kemudian anak ada yang dicambuk badane juga disetrum, itu perilaku yang sangat tidak manusiawikan…selain itu fisik ada push up, jalan bebek, jalan jongkok, muter lapangan tapi itu termasuk yang paling ringan..” (wawancara tanggal 28 Januari 2013) Pertanggung jawaban Kesatuan Pengamanan Rutan jika diukur dengan indikator keadilan dengan mengambil jenis keadilan individual equalities (termasuk didalamnya adalah (a) simple individual equalities, (b) segmented equalities dinilai masih kurang baik. Hal ini ditunjukkan oleh KPR Rutan Klas I Surakarta dalam penanggulangan konflik warga binaan belum dapat melihat kondisi dan kebutuhan anak-anak yang tinggal disana sehingga anak-anak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
mendapat perlakuan yang justru tidak adil bagi mereka. Namun Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta telah berusaha mewujudkan keadilan untuk para warga binaan dengan adanya responsive gender walau pada kenyataanya dinilai masih kurang.
3. Indikator Responsibilitas Indikator responsibilitas diukur dengan menilai tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan organisasi publik dengan hukum/ peraturan dan prosedur yang ditetapkan. Kesatuan Pengamanan Rutan (KPR) dalam penanggulangan konflik penghuni Rutan Klas I Surakarta dinilai kurang dapat melaksanakan penanggulangan konflik penghuni sesuai dengan hukum atau peraturan dan prosedur yang berlaku, yakni sesuai dengan dasar hukum Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH.16.KP.05.02 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pegawai Permasyarakatan dan Surat Keputusan Direkural Jenderal Permasyarakatan Nomor : E.22.PR.08.03 Tahun 2001 tentang Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Permasyarakatan. Karena sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH.16.KP.05.02 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pegawai Permasyarakatan dijelaskan bahwa : a
Pada bagian ketiga Etika dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat, pasal 6 dijelaskan bahwa pegawai permasyarakatan terbuka menerima segala bentuk partisipasi, peran serta dan pengawasan commit to user masyarakat namun seperti yang dijelaskan diawal dalam responsibilitas
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dianggap kurang karena adanya tindakan dari pihak KPR dan Rutan yang melarang pihak LSM Sahabat Kapas melakukan intervensi peraturan internal mereka. b Pada bagian keempat etika dalam melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap warga binaan permasyarakatan, pasal 7 dijelaskan bahwa petugas permasyarakatan harus menjauhkan diri dari segala
bentuk
tindak
kekerasan
dan
pelecehan.
Namun
pada
kenyataannya masih ditemui tindak kekerasan yang dilakukan petugas permasyarakatan, seperti yang diungkapkan oleh seorang narapidana wanita yang pernah menjadi pelaku konflik : “kemarin waktu itu saya pas ketauan juga digampar kok, tapi saya cuma digampar kalau cowok ya adalah fisiknya, dipukuli, teteplah…apalagi untuk masalah yang berat-berat itu ada yang disetrum juga”. (wawancara tanggal 26 Januari 2013) Sebagaimana yang diungkapkan pula oleh ketua LSM Sahabat Kapas berikut: “hukuman yang paling parah yang pernah saya dengar pengakuan langsung dari anak-anak itu ada yang namanya sel pengasingan, sel tikus, kemudian anak ada yang dicambuk badane juga disetrum, itu perilaku yang sangat tidak manusiawikan…selain itu fisik ada push up, jalan bebek, jalan jongkok, muter lapangan tapi itu termasuk yang paling ringan..segala alasan untuk member hukuman atau apa itu sudah melanggar HAM bukan lagi pelanggaran hukum, mereka melakukan itu terus menerus dan sistematis, kenapa bisa dikatakan sistematis…karena hampir semua lembaga penahanan melakukan itu” (wawancara tanggal 28 Januari 2013) c
Pada bagian keempat etika dalam melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap warga binaan permasyarakatan, pasal 7 dijelaskan pula bahwa petugas harus bijaksana salah satunya dalam commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan perhatian khusus terhadap warga binaan permasyarakatan yang mempunyai kebutuhan khusus seperti anak-anak, wanita, lanjut usia, atau penderita penyakit permanen, dalam hal ini KPR Rutan Klas I Surakarta telah dinilai responsive gender dengan adanya pemenuhan kebutuhan khusus untuk wanita, perbedaan sikap untuk penghuni wanita namun seperti yang diuangkapkan ketua LSM Sahabat Kapas sebelumnya pada poin dua, anak-anak yang berhadapan dengan hukum sehingga terpaksa tinggal di Rutan Klas I Surakarta mendapatkan perlakukan yang sama dengan penghuni laki-laki dewasa, dalam pemeberian hukuman mereka juga mendapatkan hukuman fisik yang setaraf orang dewasa. Anak-anak ini memang telah ditempatkan di blok sendiri berbeda dengan penghuni dewasa namun pemisahan ini hanya berlaku saat malam, sebagaimana yang diungkapkan ketau LSM Sahabat Kapas: “pastinya ada perbedaan antara anak dengan penghuni dewasa ya tampak dari ruangan mereka yang terpisah, tapi setelah itu perlakuan lain seperti pendidikan dasar, makanan, kesehatan masih sama dengan napi dewasa,,,pendidikan itu masih sangat minim sekali” (wawancara tanggal 28 Januari 2013)
Dalam Surat Keputusan Direkural Jenderal Permasyarakatan Nomor : E.22.PR.08.03 Tahun 2001 tentang Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Permasyarakatan, dinilai masih kurang sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta, dimana mereka telah
menjalankan
prosedur-prosedur pencegahan commit to user
konflik
dengan
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penggledahan kamar, kemudian tindakan disiplin, hukuman disiplin dan penanggulangan gangguan kamtib, seperti berikut: 1. Proses penggledahan yang digunakan sebagai sarana mencegah dan menyelesaikan konflik sedini mungkin. Proses ini dilakukan secara rutin dan insidental oleh KPR dan petugas piket, untuk pelaksanaan rutin telah terjadwal setiap harinya ketika apel dilaksanakan (apel dilaksanakan sehari tiga kali yaitu pagi, siang dan sore) sedangkan untuk pelaksanaan insidental petugas melakukan penggledahan jika menemukan suatu hal yang mencurigakan demi melakukan proses investigasi dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan maka penggledahan insidental segera di lakukan, penggledahan ini secara umum dibedakan menjadi penggledahan
satu orang, penggledahan
lebih dari satu orang, penggledahan bagi yang mengikuti bimbingan kegiatan, penggledahan makanan/ barang dan kendaraan, penggledahan pekarangan/ halaman dan penggledahan kamar hunian pada proses ini KPR telah melaksanakan sesuia dengan prosedur yang ada. 2. Proses tindakan disiplin, sesuai dengan prosedurnya dilaksanakan ketika ada penghuni yang merasa terancam jiwanya, tindakan disiplin disini adalah memindahkan penghuni yang merasa dirinya terancam ke ruangan pengasingan dengan pertimbangan dan persetujuan Kepala Rutan, tindakan ini diambil setelah proses penyelidikan dilakukan dan ditemukan
keadaan
yang
memang
memungkinkan
penghuni
commit user ruangan pengasingan sehingga dipindahkan ke ruangan lainto atau
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penghuni dapat lebih tenang, merasa jiwanya lebih aman dan mencegah konflik yang ada. 3. Proses penanggulangan gangguan kamtib, proses ini adalah proses paling inti dalam penyelesain konflik, disini adalah proses bagaimana petugas melakukan investigasi hingga akhirnya menemukan pelaku dan menjatuhinya
hukuman
disiplin.
Dalam
prosedurnya
proses
penanggulangan gangguan kamtib ini mengatur gangguan berupa : kerusuhan, pemberontakan, percobaan pelarian/ melarikan diri dari Rutan, kebakaran, bencana alam, perkelahian baik perorangan maupun antar kelompok, penggroyokan dan tindakan penghuni mogok makan. Proses ini telah dilaksanakan Kesatuan Pengamanan Rutan dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku. 4. Proses hukuman disiplin, hukuman disiplin yang ada di Rutan adalah a) hukuman tutup sunyi/ ruang isolasi/ sel tikus, sel tikus ini tidak memiliki ruangan yang luas dan masa tahanan sel tikus ini adalah enam hari namun jika diperlukan pihak Kesatuan Pengamanan Rutan dapat menambahkan masa hukuman di dalam sel dengan persetujuan Ketua Kesatuan Pengamanan Rutan dan Kepala Rutan ; dan b) register F yang berarti hak-haknya di Rutan (misal : hak cuti, mengurus surat-surat, dll) dicabut sementara waktu (misal : enam bulan). Sel isolasi/ sel tikus di Rutan Klas I Surakarta berjumlah tiga ruangan dengan luas setiap ruangannya satu meter persegi, dalam proses ini Kesatuan Pengamanan Rutan dinilai belum dapat melaksanakan sesuai prosedur karena masih commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
terdapat tindakan fisik dan kekerasan yang dilakukan KPR/ petugas, seperti cambuk, setrum/ listrik, pemukulan, jalan bebek, lari, push up dan jalan jongkok, hal tersebut dilakukan dengan alasan untuk mempermudah proses penanggulangan konflik, dan menurut penelitian ternyata bukan hanya Rutan Klas I Surakarta yang masih melakukan tindakan ini, Rutan dan Lapas lain di Seluruh Indonesia masih banyak yang berlaku sama.
Selanjutnya selain beberapa poin diatas, untuk aturan-aturan lain terkait penanggulangan konflik warga binaan
telah sesuai alur dan prosedurnya
dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH.16.KP.05.02 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pegawai Permasyarakatan dan Surat Keputusan Direkural Jenderal Permasyarakatan Nomor : E.22.PR.08.03 Tahun 2001 tentang Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Permasyarakatan Tindakan-tindakan yang telah dilakukan Kesatuan Pengamanan Rutan tersebut dinilai masih kurang berdasar pada etika pegawai permasyarakatan terkait sikap petugas kepada warga binaan dan prosedur tetap pemasyarakatan terkait penanggulangan konflik (penggledahan, tindakan disiplin, hukuman disiplin dan penanggulangan gangguan kamtib). Indikator responsibilitas juga dapat dilihat dalam prinsip administrasinya. Prinsip-prinsip administrasi sesuai dengan kebijakan organisasi tersebut menyangkut kesatuan perintah/ kesatuan commit to user komando dan pembagian kerja. Kesatuan perintah/ kesatuan komando
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ditunjukkan dengan pelaksanaan pelayanan oleh petugas sesuai dengan arahan dari pimpinan maupun kepala bidang. Prinsip pembagian kerja sesuai dengan penjabatan tugas pokok, fungsi dan uraian tugas jabatan struktural pada Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta yang telah mengkoordinir pihak-pihak lain baik pihak dalam Rutan dan pihak Luar Rutan/ LSM untuk bekerjasama dalam pembinaan penghuni guna penanggulangan konflik penghuni Rutan Klas I Surakarta. Pertanggung jawaban Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta jika diukur dengan indikator responsibilitas dinilai masih kurang. Hal ini ditunjukkan oleh Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta dalam penanggulangan konflik penghuni kurang dapat sesuai dan mematuhi peraturan yang ada, juga terkait kurang sesuainya
Kesatuan Pengamanan
Rutan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur tetap dan petunjuk pelaksanaan ketika menanggulangi konflik pada proses pemberian hukuman. Prinsip administrasinya juga telah sesuai dengan kebijakan organisasi tersebut mengacu pada kesatuan perintah dan pembagian kerja sesuai dengan penjabatan tugas pokok, fungsi dan uraian tugas jabatan struktural Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta.
4. Indikator Akuntabilitas Dalam Sudarmo (2011: 137) konsep akuntabilitas merupakan salah satu bentuk tanggungjawab yang sifatnya kompleks disbanding responsivitas dan responsibilitas. Menurut Lenvine, accountability (akuntabilitas) yaitu suatu commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stake holders, seperti nilai dan norma yang berkembang di masyarakat. Pengukuran indikator akuntabilitas dilakukan dengan menilai seberapa besar kebijakan maupun kegiatan organisasi publik patuh
kepada
para
pejabat
publik.
Dalam
melaksanakan
kegiatan
penanggulangan konflik warga binaan, Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta telah taat dan patuh terhadap para pejabat publik. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta: “Kami bekerja sesuai dengan semua ada landasannya, sesuai dengan tupoksi, secara normatif dan sesuai dengan aturan dan prosedur yang telah ditetapkan pemerintah, sesuai peraturan dari Kementerian Hukum dan HAM RI. Bentuk kepatuhannya adalah dengan melaksanakan peraturan yang menjadi dasar kebijakan penanggulangan konflik warga binaan, yaitu sesuai etika kita sebagai pegawai Rutan dan protab.” (hasil wawancara tanggal 27 Maret 2013).
Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta dalam penanggulangan konflik warga binaan harus patuh terhadap peraturan dari Kementerian Hukum dan HAM
Republik
Indonesia,
karena dalam pelaksanaan
penanggulangan konflik warga binaan, anggaran didapatkan langsung dari pusat melalui kantor wilayah tidak dari APBD. Seperti halnya ketika belum disetujui adanya penambahan sumber daya manusai padahal dari pihak Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta merasa kekurangan maka pihak KPR hanya dapat menunggu perintah dan keputusan dari pusat dan berusaha commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memaksimalkan dengan sumber daya manusia yang ada. Pemerintah daerah tidak dapat masuk dan berperan aktif dalam Rutan Klas I Surakarta karena sifatnya yang merupakan turunan langsung dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, seperti misalnya ketika ada kebijakan dari Rutan Klas I Surakarta yang dianggap kurang sesuai dengan masyarakat Surakarta maka pihak pemerintah daerah tidak dapat mempengaruhi kebijakan tersebut selama kebijakan tersebut telah disetujui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, walaupun Rutan diwilayah Surakarta dan meskipun walikota Surakarta yang bertindak tidak akan berpengaruh banyak. Kepatuhan terhadap para pejabat publik ini dilakukan secara normatif dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan konflik, Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta juga harus bertanggung jawab atas pelayanannya selama ini. Menurut Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan bentuk pertanggungjawaban Kesatuan Pengamanan Rutan berupa laporan rutin setiap bulan sekali kepada Kepala Rutan Klas I Surakarta dan kemudian laporan dikirimkan ke kantor wilayah Permasyarakatan yang berada di Semarang untuk diproses selanjutnya laporan tahunan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Dari data yang diperoleh peneliti, bentuk laporan pertanggungjawaban Kesatuan Pengamanan Rutan tersebut disampaikan kepada Kepala Rutan Klas I Surakarta. Setelah
Kesatuan
pertanggungjawabannya
Pengamanan
kepada Kepala Rutan commit to user
Rutan dan
melaporkan Kantor
Wilayah
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
Permasyarakatan akan diperoleh umpan balik atau feedback. Umpan balik atau feedback tersebut merupakan penilaian kerja yang diperiksa dan dikembalikan lagi kepada Kesatuan Pengamanan Rutan. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta sebagai berikut: “Terdapat evaluasi terhadap laporan kegiatan yang menjadi tanggung jawab kami yaitu penilaian kerja terhadap capaian kerja yang diperiksa. Apakah target kinerja tercapai atau tidak, ini ada dalam laporan akhir tahun yang dilaporkan ke KaRutan kemudian pada Kanwil” (hasil wawancara tanggal 27 Maret 2013).
Umpan balik dari bentuk laporan dan pertanggungjawaban oleh Kesatuan Pengamanan Rutan memang ada. Umpan balik tersebut dari Kepala Rutan Klas I Surakarta dan Kantor Wilayah Permasyarakatan untuk dimonitor, dikaji dan ditindaklanjuti. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan sebagai berikut: “memang ada respon, tanggapan dari KaRutan dan kemudian Kanwil secara umum yang akan diterima oleh Kesatuan Pengamanan Rutan, dari situ kami bisa mengetahui apa yang kurang dan yang haru ditambah untuk perbaikan kedepannya”. (hasil wawancara tanggal 27 Maret 2013).
Selain pertanggungjawabannya terhadap instansi diatasnya, Kesatuan Pengamanan Rutan juga harus bertanggung jawab terhadap warga binaan. Namun dalam pelaksanaannya, Kesatuan Pengamanan Rutan belum sepenuhnya melakukan pertanggungjawaban terhadap warga binaan dan masyarakat. Kesatuan Pengamanan Rutan telah melakukan berbagai penyuluhan kepada warga binaan sebagai perwujud dari rencana kerjanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
untuk meningkatkan kesadaran warga binaan tentang pentingnya menghindari konflik dan melanggar peraturan selain merugikan orang lain juga merugikan diri sendiri. Sosialisasi yang dilakukan oleh Kesatuan Pengamanan Rutan bekerjasama dengan bagian bantuan hukum dan penyuluhan dalam wujud penyuluhan atau sosialisasi secara langsung maupun dimasukkan dalam setiap kegiatan pembinaan yang dilaksanakan Rutan Klas I Surakarta. Sebagaimana yang dikatakan Bagian Penjagaan Kesatuan Pengamanan Rutan mengenai sosialisasi berikut: “KPR selalu berusaha memberikan pengertian, penyuluhan bersama bagian banhuk yang mengurusi pembinaan untuk mencegah adanya konflik bagaimanapun kita menghindari betul adanya konflik tapi ketika memang terjadi konflik kita juga beri pengarahan hal-hal apa saja yang harus dilakukan, seperti melaporkan kepetugas”. (wawancara tanggal 10 Januari 2013).
Sosialisasi yang dilakukan oleh Kesatuan Pengamanan Rutan merupakan kegiatan yang sudah diatur dalam prosedur kerja Kesatuan Pengamanan Rutan, terutama untuk para warga binaan yang baru masuk ke Rutan Klas I Surakarta guna mencegah konflik sedini mungkin.
Kemudian ketika ada
peraturan baru maupun informasi yang baru yang berkaitan dengan warga binaan selain menyampaikan langsung pihak Kesatuan Pengamanan Rutan juga selalu menyampaikan kepada petugas Blok agar tidak terjadi kesalah pahaman antara warga binaan dengan putugas. Dari hasil wawancara dengan salah seorang narapidana tamping mengatakan bahwa: “Sosialisasi dari Kesatuan Pengamanan Rutan selalu diberikan diawal untuk para penghuni yang baru masuk sini, kadang-kadang kalau ada permasalahan yang terjadi berturut-turut diadakan commit to user sosialisasi lagi, dalam setiap kegiatan kita juga biasa diingatkan
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk tidak melanggar peraturan mbak. (hasil wawancara tanggal 21 Januari 2013).
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Kesatuan Pengamanan Rutan telah melakukan sosialisasi kepada setiap warga binaan baru. Sosialisasi tidak hanya secara langsung, tetapi juga melalui setiap kegiatan pembinaan yang diadakan di Rutan Klas I Surakarta setiap harinya. Pertanggung
jawaban
Kesatuan
Pengamanan
Rutan
dalam
penanggulangan konflik warga binaan jika diukur dengan indikator akuntabilitas cukup baik. Hal tersebut dikarenakan Kesatuan Pengamanan Rutan dalam penanggulangan konflik warga binaan telah bertanggungjawab terhadap para pejabat publik dan instansi yang berada di atasnya. Dari pertanggungjawaban tersebut, Kesatuan Pengamanan Rutan memperoleh umpan balik dari pusat. Selain bertanggungjawab terhadap pusat, Kesatuan Pengamanan Rutan juga harus bertanggungjawab terhadap masyarakat. Namun
pertanggungjawabannya
masih
belum
dilakukan.
Kesatuan
Pengamanan Rutan hanya sebatas melayani masyarakat pada saat terjadi konflik dan melakukan sosialisasi terhadap warga binaan, tetapi belum ada wadah yang menampung aspirasi warga binaan untuk menyampaikan keluhan, kritik maupun saran.
5. Indikator Kualitas Pelayanan Dalam Sudarmo (2011 : 140 – 141) ideal pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan dengan menekankan pada manajemen organisasi dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
komitmen budaya kualitas yang ditandai dengan kenyataan bahwa setiap pekerjaan atau setiap proses pekerjaan dilakukan secara benar sejak awal dilakukannya proses pelayanan/ pekerjaan tersebut dan selalu tepat dan benar dalam setiap saat dilakukannya proses pekerjaan/ pelayanan untuk waktuwaktu selanjutnya. Dalam indikator kualitas pelayanan ini dapat kita nilai bahwa Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta masih kurang dalam memberikan pelayanan yang baik. Hal tersebut terlihat dari kurangnya sumberdaya yang dimiliki KPR, sumberdaya yang dimaksud adalah kurangnya sumberdaya manusia/ petugas, terbatasnya fasilitas yang dimiliki Rutan Klas I Surakarta yang kadang memiliki warga binaan melebihi kapasitas, sehingga keadaan terlalu gemuk didalam yang membuat kemungkinan konflik semakin tinggi. Diungkapkan oleh bagian penjagaan Kesatuan Pengamanan Rutan : ”karena kami kan keterbatasan petugas, belum tentu dua puluh empat jam itu kami mampu mengawasi, misalnya blok B tiap dinas itu hanya dua orang, padahal harus mengawasi sebelas kamar, tujuh kamar itu lebih dari enam puluh orang, karena keterbatasan petugas itu ya...kita harus kerjasama dengan warga binaan kalau ada apaapa ya kasih tau petugas”(wawancara tanggal 27 Maret 2013) Keterbatasan sumberdaya manusia ini membuat kualitas pelayanan Kesatuan Pengamanan Rutan menjadi melemah, karena keterbatasan ini juga berpengaruh besar terhadap kinerja mereka dalam menanggulangi konflik, keterbatasan petugas ini belum mampu dipecahkan oleh pihak Kesatuan Pengamanan Rutan maupun pihak Rutan, karena dalam aturannya ketika Rutan membutuhkan sumberdaya manusia lagi Rutan tidak dapat melakukan
user pembukaan lowongan kerja, commit hal ini to disebabkan karena keadaan Rutan yang
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
merupakan turunan langsung dari Kementerian Hukum dan HAM sehingga penambahan personil/ petugas dilakukan oleh pihak Kementerian Hukum dan HAM, sejauh ini pihak Rutan Klas I Surakarta telah mengajukan penambahan petugas namun belum mendapatkan penambahan dari pusat. Selain terbatasnya jumlah petugas, sarana dan prasarana yang dimiliki Rutan Surakarta saat ini juga membuat kualitas pelayanannya masih kurang. Hal ini disebabkan karena adanya jumlah warga binaan yang melebihi kapasitas, Rutan Klas I Surakarta hanya memiliki kapasitas 610 namun kadang warga binaan bisa mencapai lebih dari 610, seperti dapat yang didapatkan dari Rutan Klas I Surakarta mengenai jumlah warga binaan pada bulan Februari 2012 jumlah warga binaan total ada 649, kemudian bulan April 2012 berjumlah 620, jumlah yang melebihi kapasitas ini akan membuat kemungkinan konflik antara warga binaan semakin tinggi seperti yang dikatakan oleh Ketua LSM Sahabat Kapas : “rumah tahanan di solo ini mereka kelas I karena jumlah orangnya banyak daya tampung mereka sudah overload, kemudian minimnya fasilitas aktivitas...kegiatan bagi napi jadinya ya seharusnya ada kebijaksanaan yang tegas bahwa mereka yang memang hukumannya lama harus di transfer di LP agar tidak ada penimbunan disana, karena ketika ada penimbunan penghuni disana otomatis akses antar penghuni untuk mengakses ketrampilan itu kan sangat sedikit, fasilitasnya sangat sedikit, karena sedikitnya aktivitas produktif aktivitas kreatif mereka tingkat setres pun tinggi gesekan gampang terjadi, padahal petugas keamanan disana itu kan semualah,,harapannya tidak ada konflik semua damai tidak menambah beban pikiran, tapi ketika itu hanya dilakukan diam saja tidak ada upaya khusus tidak ada upaya kreatif sama saja” (wawancara tanggal 28 Januari 2013) Selain itu dengan alasan Rutan Klas I Surakarta merupakan Rutan
user dewasa ini menjadikan Rutancommit Klas ItoSurakarta minim dalam fasilitas untuk
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
anak-anak yang tinggal disana.Seperti yang telah diungkapkan pada indikator keadilan, anak-anak yang berhadapan hukum dan tinggal di Rutan Klas I Surakarta memadapat perlakuan yang sama dengan warga binaan dewasa laki-laki, termasuk untuk akses makanan, kesehatan, kebersihan, serta minimnya akses pendidikan. Kurangnya kualitas pelayanan pada anak-anak ini semakin memperburuk kualitas penanggulangan konflik Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta.
6. Indikator Diskresi Pada indikator ini, hal yang terjadi adalah pada saat terjadi konflik antara warga binaan, dimana ketika konflik yang timbul bukan merupakan konflik yang besar dan berdampak luas maka konflik tidak perlu diselesaikan di Kesatuan
Pengamanan
Rutan
yang
justru
akan
panjang
proses
penanggulangannya, konflik kecil yang dapat diselesaikan oleh petugas blok, akan diselesaikan oleh petugas yang kemudian akan dibuat laporannya untuk dilaporkan kepada Kesatuan Pengamanan Rutan bahwa telah terjadi pelanggaran, dengan pelaku, korban dan situasi konflik atau pelanggaran yang terjadi, seperti yang diungkapkan salah satu staf Kesatuan Pengamanan Rutan berikut : “ masalah napi ya mbak, kalau masalah napi di blok biasanya napi lapor dulu ke petugas blok atau petugas jaga, kalau seumpama itu permasalahan kecil ndak fatal masalahnya dan bisa segera diselesaikan di blok maka kita KPR cuma dapat laporannya dari petugas blok, tapi kalau fatal dan tidak bisa diselesaikan di blok commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka dibawa ke KPR, nanti kita selesaikan”. (wawancara tanggal 15 Januari 2013) Dikuatkan juga dengan ungkapan Kepala KPR sebagai berikut : “ permasalahan biasanya yang sampai ke kami itu konflik yang tidak bisa diselesaikan diblok, karena ketika ada konflik atau suatu masalah petugas pengaman diblok harus segera mengambil tindakan untuk menyelesaikannya dulu, supaya konflik tidak melebar kemana-mana, kalau nanti tidak bisa mereka selesaikan baru wargabinaan kita panggil dan kita buat investigasi untuk memecahkan konflik mereka, petugas blok memang sudah kita latih begitu untuk mendapatkan penanganan yang lebih cepat saat ada konflik, tidak perlu menunggu dari KPR” (wawancara tanggal 27 Maret 2013) Dengan pernyataan tersebut, maka jelas bahwa keputusan yang diambil oleh pimpinan/ kepala adalah keputusan yang dianggap benar dan untuk selanjutnya diambil tindakan yang tepat untuk penyiapan sumber daya manusia, sarana dan prasaran untuk tanggap pada segala konflik yang terjadi pada warga
binaan.
Sehingga pada indikator diskresi,
pengukuran
pertanggungjawaban bila diukur dengan indikator diskresi dapat dikatakan baik, karena pimpinan/ kepala dengan cepat mengambil keputusan untuk sesegera mungkin mengambil tindakan dalam penanganan konflik di Rutan Klas I Surakarta. Berdasar hasil pengukuran pertanggungjawaban dengan menggunakan keenam indikator dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta dalam penanggulangan konflik dapat dikatagorikan kurang mencapai tanggung jawab yang cukup baik. Hal ini didasarkan pada hasil pengukuran pada masing-masing indikator yang menunjukkan pertanggungjawaban yang masih banyak yang kurang baik.
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Surakarta telah berusaha mengenali kebutuhan masyarakat. Dimana pada saat terjadi konflik atau permasalahan warga binaan, Kesatuan Pengamanan Rutan segera melakukan tindakantindakan penanggulangan dengan melibatkan petugas blok dan Kesatuan Pengamanan Rutan juga melakukan sosialisasi awal kepada warga binaan baru untuk menghindari adanya konflik di Rutan Klas I Surakarta.
D.
Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Penanggulangan Konflik Warga Binaan Rutan Klas I Surakarta Dalam proses penanggulangan konflik yang di lakukan Kesatuan Pengamanan
Rutan
(KPR),
terdapat
beberapa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerjanya, yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat. Secara umum yang termasuk faktor pendukung dalam penanggulangan konflik penghuni Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta adalah : 1. Peranan Kesatuan Pengamanan Rutan yang cukup akuntable mampu mengimplementasikan
Surat
Keputusan
Direkural
Jenderal
Permasyarakatan Nomor : E.22.PR.08.03 Tahun 2001 Tentang Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Permasyarakatan dengan baik sehingga dapat menyelesaikan konflik-konflik yang ada hingga tuntas dan tidak berdampak panjang. 2. Adanya rasa senasip sepenanggungan yang ditanamkan kepada para penghuni Rutan Klas I Surakarta, jadi ketika ada pelanggaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
misalnya perkelahian di kamar tapi tidak ada yang melaporkan pada petugas dan pada akhirnya di ketahui petugas maka seluruh penghuni dalam satu kamar akan mendapatkan hukuman walaupun sebenarnya dalam satu kamar hanya 2 orang yang melakukan pelanggaran/ konflik, menurut petugas cara ini mempermudah mereka melacak pelanggaran/ konflik. Namun, menurut penuturan LSM Kapas yang bersinggungan terhadap anak-anak penghuni Rutan merasa perasaan senasip sepenanggungan yang ditanamkan petugas kepada penghuni ini dirasa kurang sesuai untuk penghuni apalagi mereka yang masih termasuk anak-anak/ usia dibawah umur, Sebagaimana yang diungkapkan : ―Ndak sih, saya tidak setuju dengan penanaman sikap itu, karena gini semua orang punya hak dasar mereka semua bebas dari ancaman, itu kan berarti mereka merasa terancaman ketika tidak ada yang mengakui, sebenarnya itu kembali lagi konsep dasar proses penahanan itu yang sebenarnya perlu perbaikan dari kementrian hukum..‖ (wawancara tanggal 28 Januari 2013)
Sedangkan yang termasuk faktor penghambat dari proses ini adalah : 1. Minimnya jumlah petugas yang ada dan petugas piket blok. Dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana, pegawai atau petugas pemasyarakatan merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan peranannya. Hal ini dikarenakan kapasitas atau kemampuan petugas pemasyarakatan berbanding lurus dengan kinerja pembinaan yang berujung pada tercapai atau tidaknya tujuan pemasyarakatan. Keseluruhan jumlahcommit petugas Rumah Tahanan Negara Klas I to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Surakarta adalah 157 orang yang terdiri dari pria berjumlah 125 orang dan wanita berjumlah tiga puluh dua orang dan untuk Kesatuan Pengamanan Rutan hanya tiga belas orang (Subbag Kepegawaian Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta, 25 Oktober 2012). Dari data yang diberikan oleh Sub Bagian Kepegawaian Rutan Klas I Surakarta tersebut juga diketahui bahwa ternyata jumlah petugas pemasyarakatan dianggap belum memadai dalam melakukan pembinaan dan penjagaan bagi penghuni Rutan Klas I Surakarta yang kadang kala untuk penghuni bisa sampai sejumlah 600 lebih. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi keberjalanan Rutan, untuk satu blok yang bisa berisi lebih dari 100 penghuni hanya di jaga oleh 4-6 petugas. 2. Adanya petugas Rutan Klas I Surakarta yang mem-back up warga binaan, sehingga warga binaan merasa lebih berkuasa dari yang lain. 3. Adanya masalah penghuni dari luar Rutan Klas I Surakarta/ masalah yang ada sebelum dia masuk Rutan di permasalahkan di dalam Rutan 4. Minimnya fasilitas dan tempat, Rutan Klas I Surakarta hanya berkapasitas 610, dengan kapasitas 610 saja kadang kala sudah membuat petugas merasa kewalahan dan sering kali penghuni mengalami overload serta di tambah dengan adanya penghuni yang masih dibawah umur/ anak padahal Rutan Klas I Surakarta adalah
commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rutan Dewasa jadi adanya anak membuat Rutan tidak memiliki fasilitas yang sesuai dan memadai. 5. Mental atau kondisi individu dari setiap pelanggar kedisiplinan, kadang kala mereka yang sudah pernah di hukum tidak merasa jera. Seperti yang diutarakan oleh pihak sub bagian bantuan hukum dan penyuluhan : ―warga binaan pada prinsipnya orang yang sudah masuk sini itu dia psikisnya sudah down, dia itu sudah lemah pada segi mental, hambatan untuk membina itu ya manut, dikandani ngunu iya iya, tapi ini tergantung warga binaanya sendiri, kalau dia itu mentalnya sudah mental terbiasa melanggar, celometan itu nanti habis dikasih tau itu melanggar lagi, hambatannya ya karena faktor lingkungan dan kondisi, memang kondisi wataknya dia..‖(wawancara tanggal 15 Januari 2013)
commit to user