perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian 1. Kedudukan Pengarang dalam Sastra Indonesia Kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru merupakan sekuel dari Berjuta Rasanya yang ditulis oleh pengarang cerdas nan bersahaja bernama Darwis Tere Liye. Tere Liye, begitu nama pena seorang penulis berbakat tanah air ini. Nama “Tere Liye” diambil dari bahasa India yang memiliki arti untukmu, untuk-Mu. Darwis, begitu sapaannya semasa kecil ini lahir pada tanggal 21 Mei 1979 dan tumbuh dewasa di pedalaman Sumatera. Ia berasal dari keluarga sederhana, orangtuanya berprofesi sebagai petani biasa. Darwis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Masa bangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, ia habiskan di SD Negeri 2 Kikim Timur dan SMP Negeri 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Selepas bangku SMP, Darwis memutuskan untuk melanjutkan ke SMU Negeri 9 Bandar Lampung. Hingga akhirnya setelah lulus SMA, ia ke Jakarta untuk kuliah di Universitas Indonesia dengan mengambil Fakultas Ekonomi. Darwis Tere Liye menikah dengan Riski Amelia di tahun 2010 dan di karunia seorang putra bernama Abdullah Pasai. Bagi Tere Liye, Riski Amelia tak hanya sebagai istri, melainkan juga inspirasi dalam menulis. Tere Liye dianggap sebagai salah satu penulis yang telah banyak menelurkan karya-karya best seller. Namun, kalau para pembaca mencari biodata atau biografi mengenai Tere Liye, maka hanya akan menemukan sedikit bahkan hampir tidak ada informasi mengenai kehidupan dirinya bahkan keluarganya. Penulis yang satu ini memang berbeda dari kebanyakan penulis yang sudah ada. Biasanya setiap penulis akan memasang foto, nomor kontak yang bisa dihubungi atau riwayat hidup singkat di bagian belakang setiap karyanya. Hal itu tampaknya tidak berlaku bagi Tere Liye, terbukti dengan bagian belakang “tentang penulis” di karya sastranya baik di novel, serial, maupun kumpulan cerpen, tidak ditemukan informasi mengenai Tere Liye. Lain halnya, dengan
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 penulis-penulis lain yang biasanya banyak menerima panggilan acara baik itu berupa seminar tentang tips-tips menulis, bedah buku, workshop maupun kegiatan yang lainnya terkait dunia tulis menulis. Tere Liye sangat sukar untuk hal itu, meskipun setiap karya yang di hasilkan laku di pasaran dan menjadi best seller. Tere Liye memang tidak ingin mempublikasikan kepada khalayak umum terkait kehidupan pribadinya. Mungkin itulah cara yang ia pilih, yakni hanya berusaha memberikan karya terbaik dengan tulus dan sederhana. Namun setidaknya, Tere Liye bisa dihubungi melalui email yang dimilikinya, yakni
[email protected] dan
[email protected]. Selain itu, website dirinya yakni www.darwisdarwis. multiply.com, dan juga blog toko buku online Tere Liye yang dikelola istrinya di tbo.delisa.blogspot.com. Sedangkan, akun facebook di Darwis Tere Liye. Surat elektronik atau email memang cara terbaik bagi Tere Liye untuk menjadi sarana komunikasi dengan para penggemarnya.
2. Karya yang Telah Dihasilkan Pengarang Bukan hal mudah bagi Tere Liye dalam pencapaian kesuksesannya. Karya masterpiece-nya yang berjudul Hafalan Shalat Delisa sempat ditolak mentahmentah oleh berbagai penerbit. Namun, siapa yang mengira novel berlatar peristiwa tsunami Aceh tahun 2004 silam dan dikatakan “sudah lewat momennya” itu kini menjadi salah satu buku best seller di Penerbit Republika. Karya-karya Tere Liye tidak bisa dianggap “kacangan” atau remeh. Sebanyak 17 karya Tere Liye yang sudah dibukukan oleh penerbit besar seperti Penerbit Republika dan Gramedia Pustaka Utama. Karya tersebut antara lain Hafalan Shalat Delisa (Penerbit Republika, 2005), Bidadari-bidadari Surga (Penerbit Republika, 2008), Moga Bunda Disayang Allah (Penerbit Republika, 2005), Rembulan Tenggelam di Wajahmu (Grafindo 2006 & Republika 2009), Kisah Sang Penandai (Penerbit Serambi, 2007), Mimpi-Mimpi Si Patah Hati (Penerbit AddPrint, 2005), Sunset Bersama Rosie (Penerbit Grafindo, 2008), Burlian (Penerbit Republika, 2009), Pukat (Penerbit Republika, 2010), Eliana, Ayahku (Bukan) Pembohong (2011), Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka Umum,2010), Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52 (2012), The Gogons Series: James & Incridible Incodents (Gramedia Pustaka Umum, 2006), Cintaku Antara Jakarta dan Kuala Lumpur (Penerbit AddPrint, 2006), Berjuta Rasanya (2012), Sepotong Hati yang Baru (Penerbit Republika, 2012), Negeri Para Bedebah (2012), dan Negeri di Ujung Tanduk (2013), serta yang terbaru adalah Bumi dan lanjutan serial tetralogi Anak-Anak Mamak berjudul Amelia yang merupakan buku keempat. Tere Liye senantiasa mengangkat hal-hal sederhana yang mampu menggugah hati pembacanya seperti dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru yang menceritakan berbagai tokoh yang terluka karena cinta, pengorbanan cinta demi kepentingan yang lebih besar. Bahkan, tak jarang menguras air mata menjadi ciri khas tersendiri bagi penulis yang mulai menggeluti tulis menulis di usia 9 tahun, terbukti dengan pernah dimuatnya tulisan-tulisan Darwis di Majalah BOBO. Tak mengherankan rata-rata karyanya mampu mencapai penjualan puluhan ribu eksemplar. Novel-novel Tere Liye yang mengaduk-aduk perasaan pembaca itu mampu menarik minat beberapa Production House ternama untuk mengangkatnya ke layar lebar. Terbukti, di tahun 2013 Soraya Intercine Films merilis Moga Bunda Disayang Allah, film ketiga yang diangkat dari karya Tere Liye. Setahun sebelumnya, yakni di tahun 2012 Bidadari-bidadari Surga digarap oleh Starvision. Starvision mengangkat Bidadari-bidadari Surga ke layar lebar lantaran meledaknya film besutan rumah produksinya, Hafalan Shalat Delisa di tahun 2011. Sementara, serial Anak-anak Mamak (Burlian, Pukat, dan Eliana) juga sudah lebih dulu diadaptasi menjadi serial layar kaca berjudul Anak Kaki Gunung oleh Demi Gisela Citra Sinema yang digawangi oleh sutradara andal dan kenamaan, Dedy Mizwar.
3. Proses Kreatif Pengarang Dalam kehidupan ini kreativitas begitu penting, karena kreativitas merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan manusia. Dengan kreativitas manusia lahirlah pencipta besar yang mewarnai sejarah kehidupan umat manusia melalui karya-karya spektakulernya. Seperti Bill
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53 Gates si raja Microsoft, JK Rowling dengan novel Harry Potter-nya, Seniman musik tiga jaman Titik Puspa, Garin Nugroho sebagai sutradara bertangan dingin yang menghasilkan berbagai film, Tere Liye penulis buku novel, serial, kumpulan cerpen best seller salah satunya Sepotong Hati yang Baru, dan masih banyak insan-insan kreatif di dunia. Mereka menciptakan karya orisinal yang luar biasa dan bermakna, sehingga orang-orang terkesan dan memburu masterpiece-nya. Kreativitas tak hanya sekadar keberuntungan melainkan bagian dari proses serta kerja keras yang disadari. Kegagalan bagi insan kreatif hanya akan menjadi variabel pengganggu untuk keberhasilan. Sosok insan yang penuh kreativitas apabila mengalami kegagalan, maka akan mencoba lagi, dan mencoba lagi hingga berhasil. Seperti halnya Tere Liye dengan novelnya yang berjudul Hafalan Shalat Delisa sempat ditolak mentah-mentah oleh berbagai penerbit, hingga akhirnya bisa menjadi best seller. Insan yang kreatif menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dan membuat lompatan yang memungkinkan, serta memandang segala sesuatu dengan cara-cara yang baru. Kreativitas adalah daya cipta dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang semula tidak ada menjadi ada. Biasanya, kreativitas akan memunculkan inovasi, yakni kemampuan untuk memperbaharui hal-hal yang telah ada. Bila kreativitas itu daya atau kemampuan, maka inovasi itu hasil atau produk. Melalui tulisannya, Tere Liye ingin menyebarkan pemahaman bahwa Hidup Ini Sederhana. Itulah sedikit kutipan dari pojok biografi di salah satu novelnya. Dilihat dari karya-karyanya yang selalu mengangkat hal-hal sederhana yang mampu menggugah hati penikmat karyanya. Semua novel Tere Liye memiliki cerita yang unik dengan mengutamakan pengetahuan, moral, dan agama. Penyampaiannya tentang keluarga, moral sangat mengena tanpa membuat pembacanya merasa digurui. Seperti dalam kumpulan cerpen Berjuta Rasanya dan Sepotong Hati yang Baru. Bahkan, tak jarang novelnya mampu menguras air mata, salah satunya Hafalan Sholat Delisa. Dikutip dari jawaban Tere Liye di frequently asked question pada novel Hafalan Sholat Delisa edisi revisi, Tere mengungkapkan bahwa ia tak berniat menulis novel yang mengharukan. Ia hanya berniat membuat novel yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54 sederhana, namun sederhana itu dekat sekali dengan ketulusan dan ketulusan itu kunci utama untuk membuka pintu hati. Terlihat tekad Tere Liye yang ingin membuat novel yang sederhana dan menyentuh telah mampu mendarat dengan sukses di setiap hati pembacanya. Hal inilah yang menjadikan penulis yang pernah menjadi Dosen di Universitas Hasanuddin pada tahun 2007 ini menjadi buruan rumah produksi film. Dalam seminar yang diadakan Kompas Kampus pada tanggal 21 Mei 2013 di Universitas Hasanuddin dengan tema Green Campus UNHAS "It's Time To Be Green". Tere Liye yang sebagai pemateri workshop kepenulisan mengungkapkan bahwa menulis merupakan wadah ekspresi hati, menulislah dengan mempunyai sudut pandang, mempunyai amunisi artinya cerita itu ada atau realita atau kenyataan ketika belum bisa menuliskan cerita rekaan atau fiksi. Menulislah tanpa peduli apakah tulisan itu ada yang mengapresiasi atau tidak, yang terpenting dengan tulisan-tulisan penuh makna yang diberikan ke pembaca itulah sejatinya penulis, niscaya penerbit akan dengan sendirinya mencari si penulis. Tere Liye mengatakan bahwa untuk membangkitkan AHA moment itu tak ada. Namun, ketika masih bujangan atau belum menikah dirinya baru menulis empat novel dan setelah menikah di tahun 2010 dirinya telah menelurkan enam belas novel. Jadi bisa disimpulkan bahwa Wanita Idaman atau Istri Tercinta bagian yang membantu AHA moment dan kesuksesan Tere Liye. Sederhana namun sarat pesan dan makna itulah tulisan Tere Liye yang juga mencerminkan kepribadiannya yang sederhana, bersahaja, pribadi yang sangat mengenal Tuhannya. Tere Liye percaya, sejatinya manusia sudah menggenggam kebahagiaan hidup apabila manusia mampu menerapkan Hidup Ini Sedehana yang menurutnya ialah bekerja keras selalu merasa cukup, mencintai berbuat baik dan berbagi, senantiasa bersyukur dan berterima-kasih.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55 B. Deskripsi Temuan Penelitian 1. Analisis Struktur Kumpulan Cerpen Sepotong Hati yang Baru Pada kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru karya Tere Liye ini pembaca disuguhi berbagai macam cerita pendek. Mulai dari cerita seorang mahasiswa bernama Nana yang salah tafsir, lalu kisah Sie-Sie yang menyedihkan namun penuh inspirasi, bahkan dituliskan Tere Liye ada dua sejoli yang dalam waktu lima hari gagal dalam menikah. Sementara itu cerita dari negeri China dan cerita dari negeri India yang dikemas ulang oleh Tere Liye dengan versi berbeda, yakni cerita Sampek-Engtay dan Rama-Shinta. Tak sampai di situ, Tere Liye juga mengisahkan cerita dari bangsa Indonesia yaitu cinta Itje Noerbaja dan Kang Djalil di zaman penjajahan Belanda. Melalui imajinasi fiksi yang tinggi, Tere Liye menuangkan angan-angan gadis gemuk yang berusaha untuk kurus dan cantik. Sebagai penutup, ada kisah cinta klasik yang nyata dari seorang anak pejabat pemerintah. Tokoh utama dalam tiap cerpen digambarkan sangat kuat oleh Tere Liye. Dalam penceritaan kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru ini dapat diambil keterkaitan antara tokoh, penokohan / perwatakan, dan latar yang membentuk keterpaduan isi cerpen dalam kumpulan cerpen ini. Alasannya adalah bahwa penggambaran pada setiap tokoh dan isi dari masing-masing cerpen dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru memiliki sebuah kehidupan yang begitu luar biasa.
a. Cerpen Hiks Kupikir Itu Sungguhan 1) Tokoh dan Penokohan Tere Liye sebagai pengarang kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru mengisi lembar pertama ceritanya dengan judul Hiks Kupikir Itu Sungguhan. Dalam cerita itu terdapat tokoh-tokoh yang berperan antara lain adalah Nana, Putri, Sari, Rio, Mama dan Papa Rio. Tokoh menurut kadar keutamaan tokoh-tokohnya dapat dikategorikan yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Namun di sini hanya akan mendeskripsikan tokoh yang memiliki peran penting dalam cerita yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan yang mempunyai peran penting dalam jalan ceritanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56 a) Nana Berdasarkan keutamaan tokohnya, tokoh Nana merupakan tokoh utama atau protagonis. Secara fisik sosok Nana tidak begitu digambarkan secara detail oleh pengarang. Namun, ada ungkapan dari tokoh Rio bahwa Nana yang kuliah di jurusan Desain itu cantik. ”Aku nggak malu-maluin, kan, Rio?”. ”Kamu cantik, Na. Apanya yang malu-maluin?”. Wajahku bersemu merah. ”Rileks saja, ya, Na.” Rio menatapku, mengangguk. Aku ikut mengangguk patah-patah. (Liye, 2013: 20) Dalam hubungan pertemanan, sosok Nana merupakan teman yang baik, meskipun terkadang antara hati dan yang diucapkan itu tak selaras. Hal ini tampak pada: ”Ada yang mau mie rebus?”. Semua teman-teman di karpet mengacungkan jari, bersemangat. Siapa pula menolak ditawari mie rebus gratis. Aku nyengir, sedikit menyesal telah menawarkan diri. Tahu semua bakal mau, mending tadi nggak usah bilang. Menggaruk kepala yang tidak gatal. Kadang, berbuat baik itu memang perlu niat, bukan hanya basa-basi. (Liye, 2013: 2) Tokoh Nana memiliki sifat yang tidak mudah percaya begitu saja, walaupun itu berita gembira yang dialami oleh temannya sendiri. Berikut kutipannya: Walaupun kesal, demi pertemanan sejak SMA, aku mau mendengar cerita Putri. Karena kalau dipikir-pikir dengan akal sehat, sebenarnya apa yang spesial? Ketemu orang keren di kampus? Boleh jadi Rio mikir itu orang lain yang dimaksud Putri. Seharian di kampus, ada berapa ratus coba orang yang kita temui. (Liye, 2013: 7) Dari kutipan itu tampak bahwa tokoh Nana yang masih tidak mempercayai dengan semua cerita Putri mau mendengarkan hal tersebut. Hal ini merupakan sifat rela berkorban demi hubungan pertemanan yang dimiliki oleh tokoh Nana. Selain itu, tokoh Nana memiliki kepribadian yang mantap dan berkeyakinan. Bahkan, ia sangat memegang prinsipnya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut: Kalau saja aku tidak memiliki prinsip tidak mau dekat-dekat dengan teman cowok kecuali memang mau serius, sudah sejak dulu mudah saja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57 membuat Rio naksir padaku. Kalau saja aku tidak memiliki prinsip lebih baik menyibukkan diri, terus belajar, kecuali memang sudah serius, justru Putri itulah yang tidak masuk sainganku. (Liye, 2013: 9) Sosok Nana adalah seorang yang pintar memasak. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan teman-teman kampus Nana yang waktu itu sedang mengerjakan tugas bersama di rumah kontrakannya. Berikut pernyataannya: ”Nana, laper, nih! Mie rebusnya buruan!”. ”Sebentar kenapa, sih!” Aku masih ingin mendengarkan cerita Putri, memastikan beberapa hal. ”Ayo, Na. Kamu kan paling pintar masak”.... ”Yang enak seperti biasa, ya, Na.” Teman mengerjakan tugas berseru, mengacungkan jempol. (Liye, 2013: 5) Kutipan di atas sesuai yang menyatakan bahwa Nana memang pintar dalam bidang memasak, hal ini mungkin lantaran hobi atau kegemaran Nana memasak. Berikut kutipannya: Aku yang punya ide. Agar ada ruang tamu, ruang ngumpul, dan yang pasti ada dapur. Dapur? Iya, karena aku suka masak. Saking sukanya, sudah enam bulan terakhir, aku iseng bikin bisnis kue-kue basah dan kering. (Liye, 2013: 5-6) Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh Nana sudah bisa berbisnis kuekue selama enam bulan berkat hobi dan keahliannya memasak. Ia menerima pesanan dari teman-temannya. Bisnis kuenya juga sudah berjalan selama enam bulan, dan rumah kontrakan menjadi lokasi untuk mengembangkan hobi sekaligus bisnisnya tersebut. b) Putri Tokoh Putri merupakan tokoh tambahan. Putri merupakan teman dari tokoh Nana dan Sari sejak SMA. Hal itu tampak pada: Kami bertiga teman sejak SMA. Sekarang sama-sama kuliah di satu kampus meski berbeda jurusan. Aku dan Sari jurusan Desain, Putri jurusan Manajemen. (Liye, 2013: 5) Tokoh Putri adalah orang yang plin-plan atau tidak mempunyai pendirian bahkan tidak mempunyai rasa malu demi mencapai sebuah tujuan. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58 ”Nggak jadi dibawa pulang, Bang. Makan di sini saja.” Putri berbisik. Rio sedang menoleh, mengkoordinir pesanan temannya. ”Lah? Bukannya Neng minta dibungkus tadi?”. ”Ssshh....” Putri melotot. Aduh, Abang jangan pura-pura bego! Putri gemas dalam hati. Ini kesempatan emas, tahu!. (Liye, 2013: 3-4) Berdasarkan kutipan di atas tokoh Putri mempunyai tujuan untuk bisa dekat dengan tokoh Rio. Bahkan tujuannya itu sudah lama, tapi baru terlaksana. Terbukti pada kutipan di bawah ini: Tetapi tidak bagi Putri, yang sejak kami masuk kampus itu, sudah ngebet berat dengan Rio. Pertemanan dunia maya ini terasa sungguhan benar olehnya... (Liye, 2013: 8) Tokoh Putri merupakan sosok yang sangat sensitif, ia mudah sekali merasa sangat senang hingga melayang, bahkan merasa sangat sedih hingga jatuh di jurang yang paling dasar. Berikut kutipan yang menyatakan sisi sensitif Putri: ”Statusku di-like.” wajah Putri terlihat memerah bahagia, andaikata bisa diilustrasikan seperti komik-komik remaja, akan nampak kembang warna-warni dan pelangi segala di atas kepalanya. Tuing, tuing. (Liye, 2013: 6) Terlihat dari kutipan tersebut bahwa Putri sedang merasa bahagia lantaran statusnya di-like Rio. Namun, mudah cemberut seperti dalam kutipan berikut: ”Nana punya akun facebook nggak, sih?”. Aku mengangguk. ”Bagi dong namanya. Nanti aku add.”. Senyum manis lima senti Putri yang duduk di sebelahku langsung padam. (Liye, 2013: 14-15) Tokoh Putri merupakan tokoh antagonis, lantaran perannya dalam cerita ini menimbulkan pertentangan dan konflik melalui selisih argumennya dengan tokoh utama, yakni Nana. Hal itu dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: “Nah, kok kamu tahu? Wah, ternyata ya, Nana yang alim, yang bilang nggak suka dekat-dekat sama cowok, memeriksa timeline Rio? Ayo ngaku?” Putri melotot.... Aku membantah. “Ayo ngaku saja, Na.” Putri nyengir, tidak percaya, “Kamu naksir Rio juga kan? Pantas saja setiap kali aku bercerita wajahnya berubah, tidak terima. Ih, Nana cemburu, ya? Sayangnya, kamu tuh bukan type Rio, Na.” (Liye, 2013: 8-9)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59 Dari kutipan di atas tampak bahwa Putri suka sekali mengejek Nana. Meskipun, hanya adu argumen namun hal ini membuat konflik batin dalam diri masing-masing tokoh. Berikut kutipan yang mendukung: Kami tidak bertengkar serius sih, namanya juga sahabat baik, tapi ‘perang dingin’ ini menjengkelkan. Apalagi kalau Putri sambil berpapasan, sengaja ber-cie-cie, meledek, bilang masih cemburu nih ye, atau ehem, katanya alim, nggak mau pacaran, kenapa sekarang malah naksir cowok? Aku rasa-rasanya mau menjitak jidat lebar dan lucu Putri. (Liye, 2013: 13) c) Sari Tokoh Sari merupakan tokoh tambahan. Dalam cerita ini tokoh Sari berperan sebagai tokoh tritagonis atau penengah antara Nana dan Putri. Tokoh Sari memiliki sifat ingin tahu dan lebih antusias terhadap cerita Putri daripada Nana. Hal ini ditunjukkan pada kutipan berikut: ... Sari tidak ikut mengacungkan tangan, masih sibuk menyelidiki Putri, menatap Sari di sebelahnya, kepo, ingin tahu urusan orang lain, “Memangnya acara di tipi lucu? Cuma siaran berita doang?” Sari melihat sekilas layar televisi. Putri malah semakin tersenyum simpul. “Ada apa sih, Put?” Sari penasaran. “Rahasia.” Putri tertawa. “Ayolah,” Sari sebal.... (Liye, 2013: 2) Tokoh Sari adalah teman yang baik bagi Nana dan Putri. Tokoh Sari selalu menjadi penengah dalam tiap selisih argumen antara Nana dan Putri. Hal ini tampak pada: Beruntung, belakangan Sari lebih banyak lurus menengahi bukan tertawa melihat muka masam kami satu sama lain. Seperti malam ini, Sari mengajak aku dan Putri makan bareng. (Liye, 2013: 13) Tampak dari kutipan di atas bahwa Sari mengajak dan menraktir Nana dan Putri adalah cara untuk meredakan perselisihan argumen di antara kedua temannya tersebut. d) Rio Tokoh Rio secara fisik digambarkan begitu detail oleh pengarang, walaupun ia hanya sebagai tokoh tambahan. Rio berparas tampan dan berpostur tinggi. Berikut kutipannya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60 Please deh, Rio itu memang gentle, dia ramah ke semua orang, baik hati, di samping eh, tentu saja tinggi, tampan dan pintar, plus jago main basket. (Liye, 2013: 4) Dari kutipan di atas tampak bahwa Rio tidak hanya berfisik sempurna, namun juga pintar baik akademik maupun non akademik, sehingga ia dijuluki high class jomblo, lantaran belum memiliki kekasih. Selain itu, tokoh Rio memiliki watak yang ramah dan mudah bergaul. Hal ini tampak pada: “Hei, kalian mau makan di sini juga, ya?” Rio yang melihat kami saling sikut masuk kedai fast food, justru melambaikan tangan, berdiri, lantas menyapa, “Gabung, yuk.” Rio seperti biasa selalu keren dan ramah, memberikan tawaran. (Liye, 2013: 14) Sifat ramah dan sangat supel yang dimiliki Rio itulah yang menjadikannya banyak wanita tertarik kepada dirinya, tak terkecuali Putri. Rio selalu saja menjadi topik utama dalam hidup Putri waktu itu. Berikut kutipannya: Maka, suasana rumah kontrakan kami segera berubah drastis seminggu terakhir. Putri sibuk atas ‘pertemanan’ barunya di dunia maya dengan Rio. Maksudnya, sibuk memanggil-manggil kami, memberitahu jika ada yang ‘spesial’ menurutnya. Karena Putri itu level ke-GR-annya tingkat nasional, maka itu berarti apa saja berarti spesial baginya. (Liye, 2013: 7) Dari kutipan di atas Rio menjadi bahasan utama dalam kehidupan Nana dan Putri. Hal ini juga dikarenakan semua pertentangan dan selisih argumen antara Nana dan Putri bertopik pada tokoh Rio. e) Orangtua Rio Orangtua Rio dalam cerita ini ialah Mama dan Papa Rio. Kedua tokoh ini merupakan tokoh tambahan yang digambarkan oleh pengarang di akhir cerita. Berikut kutipannya: Aku sedikit gemetar bersalaman dengan Mama dan Papa Rio, mereka sudah menunggu di ruang tamu. Amat ramah dan menyenangkan. (Liye, 2013: 21)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61 Dari kutipan di atas orangtua Rio sangat ramah. Ibarat buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Sifat ramah yang dimiliki tokoh Rio ternyata diturunkan dari sifat orangtuanya. Tak hanya itu, orangtua Rio juga sangat baik. “Nana mengingatkanku waktu masih muda dulu, loh.” Mama Rio menatapku, tersenyum, “Mandiri, pintar, dan tentu saja pintar bikin kue. Ssttt, Papa-nya Rio naksir aku gara-gara kue loh.” Papa Rio di sebelah tertawa. Rio ikut tertawa. (Liye, 2013: 21) Terlihat dari kutipan di atas bahwa orangtua Rio sangat akrab terhadap tokoh Nana walaupun baru pertama kali bertemu.
2) Latar Latar dalam cerpen ini menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, serta lingkungan sosial. a) Latar tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, latar tempat dalam cerpen ini digambarkan dalam beberapa kutipan berikut: (1) Rumah kontrakan Latar tempat ini didominasi di rumah kontrakan Nana, Putri, dan Sari. Berikut penjelasan latar tempat di rumah kontrakan secara lebih detail: (a) Ruang tengah Latar ini menceritakan Putri yang baru pulang dari warung makan dan bertemu dengan Rio hingga akhirnya bisa makan malam bersama. Di ruang tengah ini Putri mulai menceritakan kepada temantemannya bahwa ada seorang yang dianggapnya spesial yakni Rio. Berikut kutipannya: “Kenapa lama sekali, Put?” Sari, teman satu kontrakan bertanya, kami sedang mengerjakan tugas desain interior di ruang tengah, bersama tiga teman cewek satu jurusan lainnya, sibuk melototin laptop. (Liye, 2013: 1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62 Tampak dari kutipan tersebut bahwa latar ruang tengah ini selain menjadi tempat Putri bercerita tentang Rio, juga menjadi tempat belajar bersama dengan teman-teman sejurusan. (b) Kamar Putri Latar tempat di kamar Putri. merupakan tempat di mana Putri yang sangat senangnya karena pertemanan facebook-nya dengan Rio dimulai. Hal ini tampak pada kutipan berikut: “Sari! Nana!” Putri pasti akan terus berteriak memanggil dari kamarnya kalau kami tidak ke sana. “Ada apa, sih?” Sari masuk lebih dulu, mendekat ke Putri yang sedang duduk menghadap laptopnya. “Statusku di-like.” Wajah Putri terlihat memerah bahagia, andaikata bisa dilustrasikan seperti komik-komik remaja, malah ada kembang warna-warni, pelangi segala di atas kepalanya. Tuing, tuing. (Liye, 2013: 6) Dari kutipan di atas tampak bahwa Putri begitu sangat senang karena status facebook-nya di-like oleh Rio, sang cowok idamannya. Bahkan, ia berteriak kegirangan memanggil kedua sahabatnya dari dalam kamarnya berusaha untuk menunjukkan kejadian tersebut. (c) Kedai fast food Latar tempat ketika Sari tengah dalam kondisi berdompet tebal mengajak dan mentraktir Nana dan Putri makan malam adalah di kedai fast food yang berada di dekat kampus mereka bertiga. Berikut kutipannya: “Hei, kalian mau makan di sini juga, ya?” Rio yang melihat kami saling sikut masuk kedai fast food, justeru melambaikan tangan, berdiri, lantas menyapa, “Gabung, yuk.” Rio seperti biasa selalu keren dan ramah, memberikan tawaran. Mata Putri langsung menyala seratus watt. Aku menghembuskan nafas, puh, dasar centil. (Liye, 2013: 13-14) Latar ini menceritakan kejadian yang tak terduga oleh kedua tokoh yaitu Nana dan Putri. Rio lebih ramah kepada Nana daripada Putri, padahal Putri lah yang paling dekat di facebook.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63 (d) Gang Latar tempat berikutnya dalam cerpen ialah gang sebagaimana dalam kutipan berikut: Rio sudah menunggu saat aku tiba di mulut gang, dia tersenyum, aku menelan ludah, melihat penampilannya, alangkah rapinya. Sejak kapan Rio memakai kemeja dan ikat pinggang? Kami naik taksi, yang langsung membelah jalanan. (Liye, 2013: 19) Dari kutipan tersebut tampak latar tempat ialah di mulut gang di mana Rio menunggu Nana yang hendak diajaknya pergi menuju ke rumah untuk bertemu dengan orangtuanya. (e) Rumah Rio Latar yang terakhir adalah di rumah Rio yang terletak tidak jauh dari kampus, latar ini begitu jelas digambarkan oleh pengarang. Berikut kutipannya: Rumah orang tua Rio tidak jauh dari kampus, di sisi lain kota kami. Rio nge-kost hanya agar bisa fleksibel ke kampus. Rumah itu luas, halamannya luas, beberapa mobil box terparkir rapi, beberapa karyawan dengan celemek rapi, terlihat membawa nampan-nampan kue terbungkus plastik. Juga kotak-kotak kue. Aroma kue lezat mengambang di udara. (Liye, 2013: 20) Latar tempat ini menjadi bagian saksi dalam penyelesaian atas masalah perasaan yang dialami oleh Putri dan Nana. Di rumah Rio ini, jawaban perasaan Nana terungkapkan bahwa Rio hendak memperkenalkan Nana dengan orangtuanya yang merupakan pemilik jaringan kue terkenal agar Nana bisa ikut mengembangkan bisnisnya lebih serius. b) Latar waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa, latar waktu dalam cerpen ini digambarkan dalam kutipan berikut ini: Awal dari semua kerumitan masalah ini adalah suatu malam, saat Putri begitu semangatnya bercerita kalau dia baru saja bertemu dengan Rio, di salah-satu tempat makan tenda tepi jalan paling ramai dekat kampus kami. (Liye, 2013: 1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64 Pada kutipan di atas, menggambarkan latar waktu malam hari, Putri yang sedang semangatnya menceritakan Rio, gebetannya di kampus kepada temanteman kontrakannya. Latar waktu yang terdapat dalam cerpen ini di hitung tiap minggu oleh pengarang. Dan di bawah ini merupakan kutipan yang menyatakan bahwa suasana latar minggu pertama kontrakan Nana, Sari, dan Putri yang berisi cerita tentang Rio yang dispesialkan oleh Putri. Maka, suasana rumah kontrakan kami segera berubah drastis seminggu terakhir. Putri sibuk atas ‘pertemanan’ barunya di dunia maya dengan Rio. Maksudnya, sibuk memanggil-manggil kami, memberitahu jika ada yang ‘spesial’ menurutnya. Karena Putri itu level ke-GR-annya tingkat nasional, maka itu berarti apa saja berarti spesial baginya. (Liye, 2013: 7) Selanjutnya, latar waktu di minggu kedua digambarkan dalam kutipan berikut ini: Seminggu berlalu, tetap begitu-begitu saja kelakuan Putri. “Sariiii, siniii. Ada yang baru!!” Putri persis seperti pembawa acara berita televisi yang sedang live liputan aksi, berseru antusias. (Liye, 2013: 9) Masih dalam latar minggu kedua tepatnya malam hari sebelum jam dua belas. Putri merasa sangat special karena ucapan selamat ulang tahun dari Rio untuknya. Berikut kutipannya: “Ya tidak ada lantas-lantasnya. Aduh, padahal aku kan ulang tahunnya baru besok loh. Ini juga belum jam dua belas malam, loh,” Putri cengengesan riang, “Rio orang pertama yang bilang. Dia pasti sengaja .” (Liye, 2013: 10) Selanjutnya, latar waktu di minggu ketiga digambarkan dalam kutipan berikut ini: Seminggu berlalu lagi. Rasa-rasanya aku mulai kasihan dengan Putri. Dia jadi lebih pendiam sekarang. Dia tidak sesebal atau hendak menangis waktu di angkot, tapi dia tetap menghindar bicara apapun soal facebook. Itulah kenapa aku dulu menasehatinya agar tidak GR. (Liye, 2013: 16) Dari kutipan di atas menggambarkan latar waktu dalam minggu ketiga yang menceritakan bahwa Putri ternyata berubah drastis daripada minggu kedua, yakni dari senang menjadi bersedih. Hal ini lantaran Rio bersikap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65 ramah dan begitu dekat dengan Nana, meskipun sebenarnya Rio juga masih ramah dan dekat dengan Putri. Latar waktu dalam kutipan cerpen berikut ini merupakan bagian dalam minggu ketiga, tepatnya malam hari. Termasuk malam ini, ketika Rio menulis di wall-ku, “Nana, kalau besok aku mau membicarakan hal penting, kamu punya waktu nggak?” (Liye, 2013: 17) Dari kutipan di atas yang menceritakan bahwa Rio menulis pesan di dinding facebook Nana yang berisi keinginannya untuk membicarakan sesuatu yang penting. Latar waktu pagi hari juga digambarkan pengarang seperti dalam kutipan di bawah ini: “Selamat ya, Na.” Putri berkata pelan. Besok pagi-pagi, kami berdua berpapasan di depan kamar mandi. Putri hendak mandi, aku sudah selesai. “Selamat apanya, Put?”. “Facebook.” Putri berkata lirih, menunduk. (Liye, 2013: 18) Berdasarkan kutipan di atas Putri memberikan selamat kepada Nana atas kedekatannya dengan Rio yang semakin serius. Putri mengungkapkan hal ini lantaran ia selalu mengecek timeline Nana di facebook. Akhirnya, jawaban semua atas perasaan yang dimiliki Nana dan Putri akan mulai terjawab dalam latar waktu berikut ini: Sudah pukul delapan, aku harus bergegas. Rio bilang dia menunggu di mulut gang jam delapan lewat tiga puluh. Kami akan langsung menuju rumahnya, menumpang taksi. Ini benar-benar gila sebenarnya, aku bahkan sejak semalam pusing memikirkan harus mengenakan pakaian apa. Cemas dengan percakapan yang akan terjadi. Rio akan memperkenalkanku dengan orang tuanya. Ya Tuhan, aku ngos-ngosan bahkan sekadar membayangkannya. (Liye, 2013: 19) Dalam kutipan di atas tergambar latar waktu malam sekitar pukul delapan malam. Ketika Nana bergegas bersiap menemui Rio yang mengajaknya untuk menemui orangtua Rio. Hingga akhirnya, nana tiba di rumah Rio dan tahu semua atas jawaban perasaannya selama ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66 c) Latar sosial Latar sosial berhubungan status, pendidikan, kehidupan, agama, pekerjaan dan adat istiadat, latar sosial dalam cerpen ini digambarkan dalam kutipan di bawah ini: Tugas desain interior itu sudah kelar sekitar jam sembilan malam. Teman-teman sudah pamit pulang, menyisakan aku, Sari dan Putri penghuni kontrakan. Kami bertiga teman sejak SMA, sekarang samasama kuliah di satu kampus meski berbeda jurusan. Aku dan Sari di jurusan desain, Putri jurusan Manajemen, dan Rio, eh, kenapa aku harus menyebut-nyebut nama Rio lagi? Baiklah, Rio di jurusan teknik. (Liye, 2013: 5) Kutipan di atas menggambarkan bahwa Nana dan Sari adalah mahasiswi jurusan Desain. Sedangkan, Putri merupakan mahasiswi Manajemen. Mereka bertiga adalah teman sejak SMA. Sedangkan, Rio ialah mahasiswa Teknik. Latar sosial dalam cerpen ini juga digambarkan dalam kutipan berikut ini: Orang tua Rio adalah pemilik jaringan kue terkenal di kota kami. Mama Rio jago sekali bikin kue, dan pembicaraan ini adalah tawaran padaku untuk ikut mengembangkan bisnisku lebih serius. (Liye, 2013: 21) Kutipan di atas menjelaskan bahwa orangtua Rio ialah pengusaha kue yang terkenal dengan jaringannya yang tersebar luas.
b. Cerpen Kisah Sie Sie 1) Tokoh dan Penokohan Cerita kedua dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru adalah Kisah Sie Sie. Tokoh-tokoh yang berperan dalam cerita ini Sie Sie, Bapak Sie Sie bernama Han, Ibu Sie Sie, adik-adik Sie-Sie berjumlah enam, Wong Lan, orangtua Wong Lan, karyawan hotel, suster jaga, sipir penjar, sopir, tukang kebun, tukang pel, anak-anak Sie Sie. Namun di sini hanya akan mendeskripsikan tokoh yang memiliki peran penting dalam cerita yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan yang mempunyai peran penting dalam jalan ceritanya. a) Sie Sie Sie Sie merupakan tokoh utama dalam cerpen Kisah Sie Sie. Ia menjadi tokoh yang sering muncul untuk diceritakan dalam cerpen tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67 Berdasarkan keutamaan tokohnya, tokoh Sie Sie merupakan tokoh utama atau protagonis. Dari fisiknya, tokoh ini berperawakan tinggi semampai, berkulit putih, berambut hitam panjang, dan berlesung pipit. Hal ini terlihat pada: Sie Sie anak tertua yang tengah tumbuh menjadi gadis remaja usia enam belas. Ia mekar menjadi kembang daerah kumuh itu. Rambutnya panjang, tinggi semampai, berkulit putih, berlesung pipit dan amboi manis sekali senyumnya. Tidak akan menyangka dia amoi dari keluarga miskin, atau gadis remaja yang setiap hari harus bekerja keras, mengurus enam adik sejak shubuh buta sampai larut malam (Liye, 2013: 23) Berdasarkan kutipan tersebut, Sie merupakan anak sulung dari keluarga miskin yang harus bersusah payah dalam kehidupannya membantu sang orangtua. Untung saja, tokoh Sie Sie adalah gadis yang mempunyai keterampilan menjahit. Berikut kutipannya: Sayangnya, Sie tidak sekolah, tidak berpendidikan. Satu-satunya keahliannya adalah membuat baju pesanan yang dipelajarinya sendiri. Itupun untuk membantu beban orang-tuanya. (Liye, 2013: 24) Bahkan, tokoh Sie Sie rela berkorban demi ibunya yang sedang sakit, serta kesejahteraan adik-adiknya meskipun ia harus menjadi istri belian. Padahal, Sie Sie sendiri sangat membenci dan terpaksa melakukan ‘nikah foto’. Hal ini tampak pada: Di tengah situasi darurat itu, di tengah kalut pikiran, tidak ada tetangga, kerabat atau sahabat yang membantu, Sie Sie memutuskan mengambil pilihan yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya, pilihan yang amat dia benci, dia bersedia menjadi istri belian. (Liye, 2013: 25) Tokoh Sie Sie adalah sosok wanita yang memiliki prinsip yang sangat kuat, berusaha mencintai orang yang sebelumnya tidak ia kenal, bahkan ia berusaha untuk setia dan tetap teguh pada prinsip bahwa ia akan membuat suaminya mencintai dirinya juga, serta menepati janji kepada ibunya bahwa pernikahan foto ini akan baik-baik saja. Hal ini tampak dari sikap Sie Sie dalam kehidupan rumah tangganya bersama Wong Lan, walaupun Wong Lan telah membuatnya menderita. Berikut kutipannya: Dan lihatlah, tidak sehari pun Sie alpa mengunjunginya. Membawakan rantang makanan kesukaan, memasang wajah riang, bertanya apa kabar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68 Dan apa balasan Wong Lan? Acuh tak acuh, menatap benci Sie. Mengutuknya sebagai penyebab bala bagi seluruh keluarga, membuat pabrik bangkrut. (Liye, 2013: 34) Dari kutipan di atas Sie Sie sangatlah setia terhadap suaminya. Ia setiap hari menjenguk Wong Lan yang ditahan di penjara lantaran kekerasan yang dilakukannya terhadap Sie Sie. Ia bertekad akan terus mencintai suaminya hingga sang suami juga mencintainya. Hal ini terbukti pada kutipan berikut: Untuk kedua kalinya Sie Sie ditampung keluarga konsulat. Salah-satu staf konsulat menasehati Sie agar menghentikan pernikahan itu, minta cerai. Semua dokumen bisa disiapkan, paspor pengganti, paspor untuk anak-anaknya. Sie menolak mentah-mentah, menggeleng tegas, dia sambil menahan air-mata tumpah bilang tentang janji hebat itu. Ia akan mencintai suaminya apa-adanya. Dan ia akan memaksa perasaan yang sama muncul di hati suaminya. (Liye, 2013: 36) Sie Sie memang sosok manusia berhati malaikat karena dengan ketabahan
dan
ketulusannya,
ia
mau
merawat
suami
yang
dulu
memperlakukannya secara kasar. Tokoh Sie Sie yang mempunyai sifat yang sangat teguh dan kuat memaksakan perasaan cintanya pun akhirnya terwujud dengan tumbuhnya rasa cinta di hati Wong Lan. Hal itu tampak pada: Kalian tahu, apakah kau bisa memaksa perasaan cinta? Sie bisa melakukannya. Ia bisa membuat suaminya mencintainya apa-adanya, bahkan walau sebelum itu Wong Lan amat membencinya. Di malam kesekian masa-masa rehabilitasi, ketika Wong Lan terjaga, saat ia menatap wajah lelah istrinya yang jatuh tertidur di pinggir ranjang, perasaan itu mulai tumbuh kecambahnya. (Liye, 2013: 38-40) Sie Sie tak hanya mampu membuat Wong Lan sadar dan mencintainya, meskipun terlambat lima belas tahun. Bahkan, Sie Sie juga mampu membuktikan ucapan dan menepati janji yang pernah ia ungkapkan kepada ibunya. Hal ini didukung dengan kutipan berikut: Nah, itu juga pertama kali Sie Sie pulang ke Singkawang. Ia akan bilang ke pusara ibunya, bahwa janji itu telah dipenuhi. Ia bisa memaksa perasaan itu tumbuh di hatinya dan di hati suaminya. Janji hebat seorang gadis yang baru berusia enam belas tahun. (Liye, 2013: 41)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69 b)
Wong Lan Berlawanan dengan tokoh Sie Sie. Tokoh Wong Lan merupakan tokoh antagonis. Dari namanya, Wong Lan bukan warga asli Indonesia. Tokoh Wong Lan berasal dari Taiwan dengan latar belakang keluarga yang kaya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini. Nama pemuda Taiwan itu adalah Wong Lan, anak semata wayang dari keluarga kaya. Keluarga mereka punya pabrik tekstil, hidup makmur, berkecukupan. (Liye, 2013: 26) Watak dan tabiat tokoh Wong Lan sangatlah buruk, bahkan sejak usianya tiga belas. Hal itu digambarkan pengarang dengan jelas dan secara detail seperti dalam kutipan dibawah ini: ... kelakuan Wong Lan jauh bumi jauh langit dari harapan orang tuanya. Dia malas sekolah, lebih suka keluyuran, merokok, minuman keras, berjudi, berteman dengan orang-orang salah. Tabiatnya buruk, suka berteriak, dan kadang memukul pembantu di rumah. Bapak-ibunya berharap, kalau Wong Lan akhirnya menikah, maka perangainya akan sedikit berubah. (Liye, 2013: 26) Akan tetapi secara fisik, pengarang menggambarkan tokoh Wong Lan tidak seperti tokoh jahat pada umumnya. Hal itu digambarkan dalam kutipan berikut: Wong Lan tidak jelek, apalagi buncit. Ia tampan, boleh jadi kacik sedikit dibanding ketampanan bintang film Taiwan masa itu. Tetapi, perangainya amat buruk .... (Liye, 2013: 26-27) Tabiat buruk Wong Lan menjadi-jadi setelah ia bisa memiliki harta warisan keluarga secara resmi. Wong Lan tidak peduli dengan istrinya bahkan memperlakukan secara kasar. Wong Lan menghambur-hamburkan uang warisannya dan tidak mau mengurusi usaha warisan orang tua. Hal ini dapat dilihat pada: Situasi diperburuk dengan kenyataan Wong Lan tidak becus mengurus pabriknya. Ia lebih suka keluyuran dibanding mengawasi pekerja. Lebih suka berkumpul dengan teman-temannya dibanding kolega bisnis. Lebih suka bersenang-senang dibanding memikirkan strategi dagang yang baik. Aliran uang mulai tersendat, utang menumpuk. (Liye, 2013: 33)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70 Bahkan, hingga anak laki-laki pertamanya lahir, Wong Lan tetap tidak berubah dari aktivitas buruknya. Sebagai seorang suami, tokoh Wong Lan adalah kepala rumah tangga yang tidak mau menafkahi istri dan anaknya. Hal ini tampak pada: Wong Lan tidak peduli. Sama tidak pedulinya dengan nama belakang anak itu yang mewarisi namanya. Ia jarang ada di rumah, selalu pergi. Saat pulang, mulutnya bau alkohol, pakaiannya kusut, rambutnya berantakan, dan selalu berteriak-teriak. Wong Lan tidak memenuhi kebutuhan Sie dan bayi mereka, dia sendiri saja menjual hampir seluruh harta benda yang ada. (Liye, 2013: 35) Pengarang memang menggambarkan tokoh Wong Lan sebagai sosok yang hatinya ibarat batu, namun dengan tetesan-tetesan air dari hati Sie Sie yang senantiasa jatuh tepat di batu itu, maka hati Wong Lan akhirnya meleleh dengan sendirinya, menyadari kesalahan dan kebodohannya atas perlakuan kasarnya terhadap Sie Sie di masa lalu. Berikut ini kutipan yang menyatakan hal tersebut: Tangan Wong Lan gemetar menyentuh rambut beruban Sie. Lihatlah, wajah teduh ini, wajah penuh kasih-sayang istrinya. Ini tetap wajah yang sama meski dulu ia lempar, ia injak. Wajah yang sama meski dulu ia kutuk wanita pembawa sial. Wong Lan menangis dalam diam, terisak dalam senyap. Alangkah bodoh dirinya selama ini. Bodoh sekali. Malam-malam rehabilitasi itu menjadi saksi saat cinta Wong Lan tumbuh mekar. (Liye, 2013: 39-40) Dari kutipan tersebut tampak bahwa cinta di hati Wong Lan tumbuh meskipun telah terlambat lima belas tahun. Ia baru menyadari bahwa Sie Sie lah yang selalu ada ketika ia dalam keadaan menderita, bukan temantemannya yang ada di tempat perjudian atau pub. 2) Latar a) Latar tempat Tempat terjadinya peristiwa dalam cerpen Kisah Sie Sie terjadi di dua negara yang berbeda, yakni di negara Indonesia dan negara Taiwan. Di negara Indonesia, latar tempat berada di Singkawang. Berikut penjelasannya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71 (1) Rumah Sie Sie Latar tempat tinggal Sie sie bersama orang tuanya adalah di pemukiman kumuh. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Adalah Han, kuli kasar di pabrik tahu. Istrinya ibu rumah tangga yang repot mengurus anak-anak sekaligus repot bekerja sebagai babu separuh hari di rumah orang kaya. Keluarga Han tinggal di pinggiran Singkawang - daerah kumuh, tidak sedap dilihat, tidak enak dicium. (Liye, 2013: 23) Dari kutipan di atas suasana latar rumah Sie Sie jauh dari kata layak huni. Namun, kemiskinan yang memaksa mereka untuk tinggal di tempat tersebut. (2) Hotel Latar tempat di mana Sie Sie mendaftar untuk mengorbankan masa remajanya hilang adalah di hotel. Berikut kutipannya: Berangkatlah Sie Sie ke sebuah hotel, tempat pemuda dari Taiwan mencari istri. Sudah ada lima amoi pendaftar di lorong hotel, berbisik-bisik. Pemuda Taiwan itu ditemani salah-satu karyawan hotel melakukan seleksi. Sepertinya karyawan hotel itu sudah terbiasa dengan proses mencari amoi. Ke sanalah Sie Sie pergi, mendaftar menjadi calon istri belian. (Liye, 2013: 25) Dari kutipan di atas terlihat bahwa Sie Sie akan menjadi istri belian pemuda Taiwan. Sie Sie melakukan ini karean terdesak biaya rumah sakit ibunya serta membiayai adik-adiknya selepas ayahnya ditahan di penjara karena ketahuan mencuri uang brankas di tempat kerja. (3) Rumah sakit Latar tempat di mana ibu Sie Sie yang sedang sakit parah dirawat hingga ia harus mengorbankan dirinya guna membiayai rumah sakit ibunya. Berikut kutipannya: Dan tibalah waktunya Sie bilang kepada ibunya tentang keputusan gila yang telah ia buat. Kalian bayangkan, ruangan gawat darurat, pukul sepuluh malam, hanya ada Sie dan ibunya yang terbaring lemah di ranjang. Suster jaga menunggu di sudut ruangan. Dokter sudah pulang. (Liye, 2013: 28-29)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72 Dari kutipan di atas tampak bahwa latar ini juga menjadi latar berlangsungnya “pernikahan foto: Sie Sie dengan Wong Lan, pemuda Taiwan yang nantinya akan menjadi suami Sie Sie. (4) Ruang besuk tahanan Latar tempat di mana Sie Sie pamit kepada bapaknya yang sedang di penjara sebelum keberangkatannya ke Taiwan dibawa Wong Lan, suami yang telah menjadikannya istri belian. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: Ia sudah berdiri di depan pintu ruang besuk. Kakinya gemetar. Matanya basah. Saat sipir penjara berteriak memanggil, “Siapa yang bernama Sie Sie? Bapak Han sudah menunggu di dalam.” Sie justeru sedang membujuk mati-matian agar dirinya berdiri tegar .... (Liye, 2013: 30) Dari kutipan di atas tampak bahwa latar tempat Sie Sie yang mencoba untuk tegar, meyakinkan sang ayah karena ia tak mau membuat ayahnya semakin terpuruk menderita di balik jeruji besi. Di negara Taiwan, latar tempat berada di beberapa tempat. Sebagaimana pada kutipan berikut ini: (5) Rumah keluarga Wong Lan Latar tempat Wong Lan dan Sie Sie tinggal di Taiwan. Berikut kutipannya: Mereka tidak banyak bicara sepanjang perjalanan, juga tidak banyak bicara saat tiba di rumah keluarga Wong. Tidak ada acara menyambut menantu, tidak ada kerabat, tetangga bahkan pembantu yang tahu mereka datang. (Liye, 2013: 31) Latar tempat ini menjadi latar di mana Sie Sie akan mengabdi menjadi istri belian. Namun, dari kutipan di atas tampak bahwa kedatangan Sie Sie tak disambut dengan baik, terlebih oleh para pembantu Wong Lan. (6) Penjara di Taiwan Latar tempat di mana Wong Lan yang ditahan karena menganiaya Sie Sie. Hal itu dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73 Kasus itu menarik perhatian polisi lokal Taiwan, penyidikan dilakukan, Wong Lan ditahan. Hampir enam bulan dia masuk penjara, lihatlah, tidak seharipun Sie alpa mengunjunginya, membawakan rantang makanan kesukaan, memasang wajah riang bertanya apa kabar…. (Liye, 2013: 34) Dari ktuipan di atas terlihat kesetiaan Sie Sie menjenguk Wong Lan, suaminya yang telah menyakitinya secara fisik. Hampir selama enam bulan Sie Sie tak pernah libur untuk melihat keadaan Wong Lan. (7) Rumah keluarga konsulat Indonesia Latar tempat di mana Sie Sie mengungsi, menjauh terlebih dahulu dari Wong Lan. Berikut kutipannya: Itu situasi darurat, tidak mungkin Sie membiarkan kandungannya dalam bahaya, dia akhirnya memutuskan mengungsi, ditampung oleh keluarga konsulat Indonesia. (Liye, 2013: 34) Terlihat dari kutipan tersebut bahwa Sie Sie dalam keadaan hamil, sehingga ia tak mau membahayakan janinnya dari kekerasan fisik Wong Lan, maka ia ditampung di rumah salah satu keluarga konsulat Indonesia. (8) Kamar perawatan di rumah Sie Latar tempat di mana Sie Sie merawat Wong Lan setelah menghilang cukup lama dari Taiwan ialah di kamar perawatan yang ada di rumah milik Sie Sie. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Berbulan-bulan Sie merawat suaminya dengan tulus. Menemaninya melewati proses rehabilitasi kecanduan. Lelah mengurus bisnisnya, capai mengurus tingkah anaknya, sering ia ditemukan jatuh tertidur di ranjang tempat suaminya berbaring lemah (Liye, 2013: 39) Dalam latar ini Sie Sie dengan tak ada rasa kebencian dan dendam merawat Wong Lan yang telah membuatnya menderita secara fisik dan psikis. b) Latar waktu Latar waktu dapat dikatakan sebagai kapan terjadinya peristiwa dalam suatu cerita. Latar waktu dalam cerpen Kisah Sie Sie dapat dilihat pada kutipan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74 Sayangnya, kebencian yang besar terkadang tidak cukup untuk melawan sesuatu. Malam itu, Ibu Sie jatuh pingsan, tubuh membiru. Dengus nafas mulai habis. Bapak mereka yang masih di penjara tidak bisa membantu. Sie Sie sendirian. Dengan menumpang oplet ia susah payah membawa ibunya ke rumah sakit. Tapi, pihak rumah sakit menolak ibunya tanpa jaminan pembayaran. Sie terjepit. (Liye, 2013: 25) Peristiwa yang dialami terjadi pada malam hari. Sie Sie mengantarkan ibunya yang sakit parah ke rumah sakit, namun di tolak lantaran tidak mempunyai uang jaminan. Hingga akhirnya di malam itu juga Sie-Sie pergi ke hotel untuk menjadi istri belian demi mendapatkan uang. Menjelang malam karyawan hotel itu datang ke rumah sakit, mengabarkan semua beres, semua siap. Pernikahan bisa dilaksanakan kapan saja, tinggal membubuhkan tanda-tangan. Dan tibalah waktunya Sie bilang kepada ibunya tentang keputusan gila yang telah ia buat. Kalian bayangkan, ruangan gawat darurat, pukul sepuluh malam, hanya ada Sie dan Ibunya yang terbaring lemah di ranjang. (Liye, 2013: 28) Masih di malam hari yang sama tepatnya pukul sepuluh, Sie Sie memberitahukan kepada ibunya yang sudah terbaring di rumah sakit bahwa ia akan menjadi istri belian dan besok pagi dirinya akan dibawa ke Taiwan. Berikut ini adalah kutipan pembuktian bahwa Sie Sie akan meninggalkan Indonesia. Dan waktu berjalan cepat. “Wong Lan membawa Sie Sie ke Taiwan esok paginya, lebih cepat lebih baik. Kepergian yang menyedihkan, karena tidak seperti pengantin baru yang dilepas dengan perasaan suka-cita, doa-doa dan pengharapan. Tidak ada satu pun kerabat yang mengantar Sie (Liye, 2013: 30) Masa dua tahun pernikahan Sie Sie dan Wong Lan. Sepanjang dua tahun Sie Sie berusaha menjadi istri yang baik bagi Wong Lan. Hal itu tampak pada: Dua tahun berlalu, dengan pengalaman mengasuh enam adiknya selama ini, setidaknya Sie cukup tangguh. Wong Lan juga belum menyakiti Sie secara fisik, orang-orang di rumah meski tidak respek, tidak berani menunjukkan rasa benci secara terbuka. Dua tahun itu, Sie melakukan apa saja yang bisa ia kerjakan. Melayani suami sebaik mungkin. (Liye, 2013: 32)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75 Lalu di penghujung tahun kedua, Sie Sie mendapat berita telegram mengenai ibunya dari adik-adiknya di Singkawang yang menyatakan bahwa ibunya telah meninggal.Isi dari telegram tersebut seperti dalam kutipan berikut: Tadi malam kma Senin kma tanggal dua satu bulan lima kma pukul delapan tiga puluh kma Ibu meninggal di RSU ttk Tidak perlu dicemaskan ttk Ibu akan segera dikebumikan esok pagi ttk Peluk sayang dari adik adikmu ttk Hbs ttk. (Liye, 2013: 32) Memasuki tahun ketiga pernikahan Sie Sie dan Wong Lan, bisnis warisan keluarga Wong Lan mengalami kemerosotan dan kebangkrutan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Situasi memburuk saat pernikahan memasuki tahun ketiga. Bukan karena memang di tahun-tahun itu rasa bosan, masalah, salah-paham lazim muncul bagi kebanyakan pasangan, tapi karena pabrik tekstil kecil Wong Lan terkena imbas krisis harga minyak tahun 80-an. (Liye, 2013: 33) Masih dalam kurun waktu yang sama, Sie Sie hamil. Namun, berita menggembirakan itu malah menjadi petaka bagi Sie Sie. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Dua tahun masa kelam, datang kabar besar, Sie Sie hamil. Ia mengandung buah cinta, kalau memang ada cinta di pernikahan itu. Seharusnya itu kabar baik. Jauh langit jauh bumi, Wong Lan malah menuduh Sie dihamili orang lain. Ia memukuli istrinya .... (Liye, 2013: 34) Tentunya hal tersebut menjadi situasi darurat, Sie tidak akan membiarkan kandungannya dalam bahaya. Ia akhirnya memutuskan mengungsi, ditampung oleh keluarga konsulat Indonesia. Sedangkan, di waktu yang sama Wong Lan ditahan oleh kepolisian Taiwan dan selama enam bulan ia masuk penjara. Satu bulan seusai Sie Sie melahirkan anak pertama. Latar waktu kelahiran anak pertama tersebut bertepatan dengan dibebaskannya sang ayah, Wong Lan. Berikut adalah kutipannya: Usia bayi mereka satu bulan saat Wong Lan dibebaskan. Setidaknya, dengan kehadiran bayi di rumah -- walau mulutnya tetap kotor -- Wong Lan berpikir dua kali untuk memukuli Sie. (Liye, 2013: 34-35)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76 Dua tahun setelah melahirkan anak pertama atau usia pernikahan lima tahun, Sie Sie hamil untuk kedua kalinya. Dan itu belum membuat Wong Lan sadar. Hal ini dapat dilihat pada: Dua tahun bertahan hidup, Sie hamil lagi, bayi kedua. Percuma, Wong Lan tetap tidak peduli. Hatinya tidak tersentuh. Ia asyik dengan dunianya sendiri. Terakhir terbetik kabar ia menjual seluruh bangunan dan tanah pabrik. Uang itu sebenarnya cukup banyak, tapi hanya habis dalam hitungan minggu. Habis di meja judi, penginapan, dan tempat hura-hura. Wong Lan merasa dunianya kembali. Teman-teman seperti laron datang merubung. Ia lupa, saat uangnya habis, ia kembali sendirian di mejameja minum, sepi di tengah keramaian pub. (Liye, 2013: 35) Enam tahun kemudian atau usia pernikahan Sie Sie dan Wong Lan delapan tahun. Sie melahirkan dua anak kembar, sedangkan tingkah laku Wong Lan masih buruk. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Enam tahun berlalu. Bayi ketiga dan keempat lahir, kembar. Lucunya tak terkira, amat menggemaskan. Sia-sia, Wong Lan tetap tidak peduli. Sekadar mengunjungi Sie di rumah sakit pun tidak. Ia baru saja menggadaikan rumah besar, harta terakhir warisan orang-tuanya. Bersenang-senang dengan tumpukan uang yang dengan cepat menipis. (Liye, 2013: 35-36) Dari kutipan itu tampak bahwa dalam kurun waktu yang masih sama yakni delapan tahun usia pernikahan Sie dan Wong Lan. Untuk yang kedua kalinya, Sie Sie ditampung keluarga konsulat Indonesia. Dan dalam kurun waktu yang masih sama, Wong Lan hilang entah kemana. Berikut kutipannya: Di mana Wong Lan? Tidak ada yang tahu. Ia menghilang lepas menjual rumah besar milik keluarganya. Gelap beritanya. Sosoknya raib ketika si kembar lahir. Meninggalkan begitu saja istri dan empat anaknya. (Liye, 2013: 37) Namun, selama kurang lebih enam tahun Sie selalu mencari Wong Lan hingga di usia pernikahan mereka yang kelima belas tahun bertepatan dengan usia anak pertama yang kedua belas tahun, berita tentang Wong Lan pun sampai di telinga Sie. Berikut kutipannya: Ia lakukan itu tanpa alpa semalam pun selama enam tahun. Bayangkan, enam tahun. Tidak putus pengharapan. Tidak mundur selangkah pun. Saat anak pertama mereka berusia dua belas, kabar baik itu datang. Salah satu karyawan yang disuruh mencari Wong Lan, akhirnya melaporkan suaminya ditemukan terlunta-lunta di Hongkong. Usia suaminya lima
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77 puluh, lelaki tua yang hidup sendirian, sakit-sakitan, tanpa teman, terlupakan dari dunia. (Liye, 2013: 37) Dari kutipan di atas tampak bahwa Wong lan ditemukan dalam kondisi sakit-sakitan dan sangat tua. Sie Sie dengan kebaikannya merawat Wong Lan. Sie Sie sama sekali tak pernah membenci Wong Lan, ia tetap saja baik.
c) Latar sosial Latar sosial dalam cerpen Kisah Sie Sie ini digambarkan seperti dalam kutipan di bawah ini: Adalah Han, kuli kasar di pabrik tahu. Istrinya ibu rumah tangga yang repot mengurus anak-anak sekaligus repot bekerja sebagai babu separuh hari di rumah orang kaya. Keluarga Han tinggal di pinggiran Singkawang - daerah kumuh, tidak sedap dilihat, tidak enak dicium. (Liye, 2013: 23) Kutipan di atas menggambarkan bahwa Sie Sie berasal dari keluarga miskin yang tinggal di daerah kumuh pinggiran Singkawang. Kemiskinan itu membuat Sie Sie tidak bisa mengeyam pendidikan. Hal itu tampak pada: Sayangnya Sie tidak sekolah, tidak berpendidikan. Satu-satunya keahliannya adalah membuat baju pesanan yang dipelajarinya sendiri. Itupun untuk membantu beban orangtuanya. (Liye, 2013: 23-24) Latar sosial juga berkaitan dengan kebiasaan masyarakat setempat, yakni nikah foto atau menjadi istri belian. Dalam cerpen ini digambarkan seperti kutipan berikut: Dua orang teman dekatnya, setahun silam juga dipaksa orangtua mereka menikah dengan lelaki dari Hongkong. Sie Sie sendiri yang menyaksikan dua temannya itu menangis hingga kering airmata, Sie Sie sendiri yang memeluk, menghibur, melakukan apa saja untuk dua temannya yang tidak punya kekuatan menolak. Sie benci dengan pernikahan itu, sebenci dia dengan kemiskinan dan kebodohan yang menjerat mereka. (Liye, 2013: 25) Dari kutipan di atas ‘nikah foto’ menjadi tameng keluarga miskin untuk bisa terus melanjutkan kehidupan. Nikah foto sendiri merupakan pernikahan dengan cara membeli istri, biasanya sebagai pembayaran mahar. Terkadang,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78 pernikahan seperti ini tidak dilandasi rasa cinta dari salah satu pihak. ‘Nikah foto’ hanyalah dengan tujuan agar mendapatkan uang. Latar sosial dalam cerpen ini juga digambarkan dalam kutipan berikut: ... Wong Lan, anak semata wayang dari keluarga kaya. Keluarga mereka punya pabrik tekstil, hidup makmur, berkecukupan. Sejak usia Wong Lan menginjak kepala tiga, orangtuanya sudah sibuk mengingatkan agar ia segera menikah, mencari gadis pilihan, membina keluarga sendiri. (Liye, 2013: 26) Kutipan itu menjelaskan bahwa Wong Lan berlatarbelakang keluarga kaya dan makmur. Wong Lan menjadikan Sie Sie sebagai ‘istri belian’ dan mengajaknya ke Taiwan untuk melancarkan urusan surat wasiat warisan dari keluarganya. Latar sosial juga ditemukan dalam cerpen Kisah Sie Sie, yakni kehidupan di Taiwan yang berbeda dari kehidupan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada: Negeri baru, iklim baru, musim panas, musim dingin, musim semi … mana ada salju di Singkawang? Aksen dan kosakata Mandarin yang berbeda, racikan bumbu masakan yang berbeda, cara berpakaian yang berbeda, semuanya berbeda. (Liye, 2013: 32) Di Taiwan, orang menggunakan bahasa Mandarin sangat bertolak belakang dengan Sie Sie yang berasal dari Indonesia. Suasana dan kebiasaan yang sangat baru dan berbeda dialami oleh Sie Sie.
c. Cerpen Sepotong Hati yang Baru Cerita pendek ketiga berjudul Sepotong Hati yang Baru, judul yang sama dengan judul buku kumpulan cerpen karya Tere Liye ini. Cerpen ini merupakan cerita yang paling singkat dari cerita-cerita lain yang ada di dalam kumpulan cerpen ini. Tokoh dalam cerita ini hanya terdiri dari dua tokoh, yakni tokoh aku dan tokoh Alysa. Bahkan, latar tempat dan waktu dalam cerita ini hanya satu latar. 1) Tokoh dan Penokohan a) Aku Tokoh aku merupakan tokoh utama dalam cerpen Sepotong Hati yang Baru. Tokoh aku menjadi tokoh yang sering muncul untuk diceritakan dalam cerpen tersebut. Tokoh aku tidak digambarkan secara fisik oleh pengarang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79 Tokoh aku juga tidak diberi nama oleh pengarang. Pengarang juga tak menyuratkan watak serta karakter dalam cerpen. Tokoh aku hanya dapat dilihat karakter dalam kisahnya. Berikut ini kutipannya: “Tidak ada yang perlu dimaafkan. Semua sudah berlalu. Tertinggal jauh di belakang.” Aku menelan ludah. Berusaha menjawab bijak—aku tahu itu bohong, pura-pura bijaksana. (Liye, 2013: 44) Dari kutipan di atas terlihat tokoh aku sangat bijaksana dalam menjawab, namun dalam hatinya ada sesuatu yang ingin disembunyikannya. Tokoh aku tampak dalam kondisi yang berusaha tegar dan kuat, menyuruh Alysa untuk tidak terus minta maaf. Tokoh aku digambarkan sebagai pria yang gagal untuk menikah, lantaran calon mempelai perempuan mencintai pria lain, dan meninggalkan tokoh aku. Hal ini tampak pada kutipan di bawah ini: Persis lima hari sebelum kami menikah, Alysa bertemu dengan pria gagah itu. Dalam sebuah pertemuan yang mengesankan. Aku tidak peduli di mana, kapan, dan entahlah pertemuan itu terjadi. Tidak peduli. Sama tidak pedulinya siapa sesungguhnya pemuda itu. Yang pasti ia meremukkan seluruh kenangan indahku bersama Alysa. (Liye, 2013: 46-47) Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh aku sangat sedih karena semua itu merusak kenangan indah bahkan merusak kedekatan keluarga tokoh aku dengan tokoh Alysa. Namun, tokoh aku bukan tokoh pendendam, bahkan ia memiliki hati yang baik. Sebagaimana dalam kutipan berikut: Semua itu sudah selesai. Bangunan hubungan kami sudah hancur berkeping-keping, bahkan jejak pondasinya pun tidak ada lagi. Hanyut tercerabut setahun silam. Tetapi aku toh tetap menemuinya. Di tempat pertama kali aku mengenalnya. Di tempat dia membatalkan begitu saja rencana pernikahan kami. Di tempat kenangan kami. (Liye, 2013: 49) Sifat baik dan tak mendendam terlihat dari kutipan di atas bahwa tokoh aku mau menemui tokoh Alysa meskipun tokoh Alysa telah menyakiti hati dan keluarganya. Selain itu, tokoh aku memiliki harga diri yang kuat sehingga, ia memilih berbohong kepada tokoh Alysa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80 Maafkan aku Alysa, aku berbisik pelan menatap selimut gelap lautan. Melepas cincin itu. Ini bukan cincin milikku. Ini kepunyaan adikku yang juga menyukai batu giok. Ada gunanya juga memutuskan mengenakan cincin ini sebelum bertemu dengan Alysa. Aku belum menikah. Aku selalu mengharapkan kau kembali. Selalu. Hingga detik ini. (Liye, 2013: 50-51) Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh aku sebenarnya masih sayang dengan Alysa terlihat dengan tokoh aku yang selalu mengharap kembali Alysa setelah kepergian dengan pria lain, bahkan tokoh aku selalu berharap dan berdoa agar pria lain itu bersifat malang demi Alysa bisa kembali ke pelukan tokoh aku. b) Alysa Tokoh Alysa merupakan tokoh antagonis dalam cerpen ini lantaran perannya yang bertentangan dengan tokoh aku. Secara fisik tokoh Alysa juga tidak digambarkan secara jelas. Tokoh Alysa memiliki sifat tega, seperti dalam kutipan berikut: ”Aku, aku mencintainya.” Alysa menghela nafas, ”Kau tahu, akan terasa, akan terasa menyakitkan kalau kita tetap menikah dengan kenyataan aku mencintainya.” (Liye, 2013: 47) Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh Alysa tega bahkan tidak peduli dengan perasaan tokoh aku. Tokoh Alysa lebih mementingkan perasaannya sendiri mengambil jalan untuk membatalkan pernikahan. Berikut kutipannya: Alysa membatalkan pernikahan, begitu saja. Pakaian pengantin dikembalikan, gedung yang disewa dibatalkan, katering yang disiapkan diurungkan. Menyisakan pertanyaan-pertanyaan teman, malu di wajah keluarga, menyisakan itu semua. Itu sungguh masa-masa yang sulit. (Liye, 2013: 48) Berdasarkan kutipan tersebut, tokoh Alysa begitu tega dan sangat tidak peduli baik dengan tokoh aku atapun dengan keluarganya sendiri. Tokoh Alysa dengan sifatnya yang gegabah melakukan hal yang tak lazim dan memalukan. Tokoh Alysa juga digambarkan tak mempunyai pendirian dan tak mempunyai rasa malu. Setelah hubungannya dengan pria lain kandas. Tokoh Alysa meminta untuk bertemu tokoh aku. Berikut kutipannya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81 “Apakah..., apakah di hati yang baru itu masih tersisa namaku.” Alysa memberanikan diri mengangkat wajahnya, cemas mendengar intonasi suaraku. (Liye, 2013: 50) Dari kutipan di atas tampak sebenarnya tokoh Alysa masih sangat mengharapkan untuk bisa menjalin kisah kembali dengan tokoh aku. Ia selalu menanyakan apakah di dalam hati tokoh aku masih ada nama Alysa.
2) Latar Dalam cerpen Sepotog Hati yang Baru latar yang ditemukan berupa latar tempat dan latar waktu, sedangkan latar sosial tidak ditemukan dalam cerpen ini. a) Latar tempat (1) Rumah makan Latar tempat dalam cerpen ini ialah rumah makan. Latar ini menjadi pertemuan tokoh aku dan tokoh Alysa setelah setahun saling tidak bertemu. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Rumah makan yang terletak persis di jurang pantai eksotis ini tidak ramai. Hanya terlihat satu dua pengunjung, membawa keluarga mereka makan malam. Bukan musim liburan, jadi sepi. Kami duduk berhadapan di meja paling pinggir. (Liye, 2013: 43) Dari kutipan di atas tampak bahwa rumah makan itu berada di jurang pantai, sehingga bisa melihat laut dengan ombaknya dari tempat tersebut, dan saat itu suasana rumah makan sedang sepi. Selain itu, rumah makan ini juga merupakan latar tempat yang memberi sejuta kenangan bagi tokoh aku. Berikut kutipannya: Setahun silam. Di tempat yang sama. Bedanya tidak ada kesedihan di sana. Aku mengeluarkan kotak cincin batu bulan itu. “Aku tahu ini bukan permata.” Tersenyum, “Hanya cincin sederhana, berhiaskan batu bulan, simbol tanggal kelahiranmu. Apakah kau suka?” (Liye, 2013: 45) Dari kutipan itu tampak bahwa latar tempat ini menjadi tempat tokoh aku memberikan cincin kepada Alysa sebagai bentuk pinangan menuju pernikahan. Suasana latar tersebut dalam keadaan yang bahagia bagi tokoh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82 aku. Namun, latar tempat ini pula lah yang memberikan kesedihan bagi tokoh aku, seperti dalam kutipan berikut: “Kita tidak berjodoh. Maafkan aku.” Dan Alysa pergi malam itu. Di tempat yang sama ketika aku memperlihatkan cincin batu bulan itu kepadanya. (Liye, 2013: 48) Berdasarkan kutipan tersebut Alysa memutuskan untuk membatalkan rencana pernikahan dengan tokoh aku di rumah makan itu, tempat yang telah memberikan sejuta kenangan bagi mereka berdua. b) Latar waktu (1) Malam hari Latar waktu dalam cerpen ini ialah malam hari. Latar yang merupakan terjadinya pertemuan antara tokoh aku dengan tokoh Alysa setelah setahun lalu kejadian pembatalan rencana pernikahan sepihak oleh Alysa Berikut kutipannya. Bulan purnama di atas sana membuat lautan malam ini pasang. Lautan yang kosong sepanjang mata memandang, menyisakan kerlip kapal nelayan atau entahlah di kejauhan. Jemari Alysa terlihat sedikit gemetar memainkan sendok-garpu. (Liye, 2013:44) Dari kutipan itu terlihat bahwa latar malam hari dihiasi bulan purnama di rumah makan menjadi latar Alysa menceritakan kegagalan hubungan dengan pria lain yang telah merusak rencana pernikahannya dengan tokoh aku. Alysa berniat kembali kepada tokoh aku, tetapi tokoh aku tak menerimanya kembali di malam hari itu juga. Latar malam hari juga menjadi latar peristiwa saat tokoh aku menyelipkan cincin batu bulan di jemari Alysa setahun silam di tempat yang sama. Berikut kutipannya. Alysa menatapku. Matanya membulat. Mukanya memerah. Tersenyum. Kemudian tersipu mengangguk. Sungguh, malam itu berubah seperti ada seribu kembang api yang meluncur menghias angkasa. Hatiku menyala oleh rasa bahagia. Keramaian rumah makan tepi jurang lautan terasa bingar, orang-orang yang menghabiskan makanan di atas meja. Malam itu. Setahun silam. (Liye, 2013: 46)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83 Dari kutipan di atas terlihat bahwa latar malam hari menjadi latar peristiwa tokoh aku merasa bahagia karena calon mempelai perempuannya itu senang dengan cincin pemberiannya. Namun, latar malam hari di hari berikutnya menjadi latar peristiwa yang berbalik 180 derajat menjadi kesedihan bagi tokoh aku, seperti dalam kutipan berikut: “Kita tidak berjodoh. Maafkan aku.” Dan Alysa pergi malam itu. Di tempat yang sama ketika aku memperlihatkan cincin batu bulan itu kepadanya. (Liye, 2013: 48) Berdasarkan kutipan di atas, latar malam hari menjadi latar peristiwa dikembalikannya cincin batu bulan di jemari Alysa kepada tokoh aku karena Alysa membatalkan rencana pernikahan.
d. Cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay Cerita keempat dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru adalah Mimpi-mimpi Sampek Engtay. Tokoh-tokoh yang berperan dalam cerita ini adalah Sampek, Engtay, Rahib Ketua, Rahib Penjaga Gerbang, Rahib Penjaga Pagoda, Kakek renta, Kepala Biara, Orangtua Engtay (ayah dan ibu), Raja Tang, Putra Mahkota, Ketua Partai Bulan-Anggrek, Panglima perang, pendekar bayaran dan prajurit Dinasti Tang. Namun di sini hanya akan dideskripsikan tokoh utama dan tokoh tambahan yang mempunyai peran penting dalam jalan ceritanya. Sedangkan, latar tempat dalam cerita ini adalah beberapa tempat di negeri China. Berikut penjelasannya. 1) Tokoh dan Penokohan a) Sampek Sampek adalah tokoh utama dalam cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay. Pengarang menjadikan Sampek sebagai tokoh yang sering muncul dalam cerpen tersebut yang menceritakan tentang kisah cintanya dengan Engtay. Berdasarkan keutamaan tokohnya, tokoh Sampek merupakan tokoh utama atau protagonis. Tokoh Sampek digambarkan sebagai anak muda yang berasal dari sebuah keluarga miskin di perfektur selatan. Sampek juga diceritakan sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84 pemuda
yang memiliki kemahiran dalam
kungfu, bahkan lantaran
memenangkan kontes ketangkasan memainkan toya se-perfektur, ia dikirim ke Biara Shaolin untuk menimba ilmu di sana. Bakat kungfu yang luar biasa juga dibuktikan Sampek saat berada di Biara Shaolin. Bahkan, bakat tersebut diamini oleh Rahib Penjaga Pagoda. Hal itu dapat dilihat pada kutipan cerpen berikut ini. Sampek terlahir sebagai pemuda miskin tapi berbakat dari selatan. Dikirim ke Biara Shaolin karena memenangkan kontes ketangkasan memainkan toya, senjata berbentuk tongkat panjang, se-perfektur. Semuda itu bakat kungfunya luar biasa, meski Sampek sama sekali tidak berminat pelajaran puisi, sebab-akibat alam, kebijaksanaan.... (Liye, 2013: 57) Tokoh Sampek memiliki sifat yang baik hati, suka membantu, rela berkorban, serta mempunyai rasa kesetiakawanan yang tinggi, sehinggga ia disegani oleh teman-temannya. Berikut kutipannya. Sampek pemuda yang polos. Suka membantu. Malah ringan tangan menggantikan murid lainnya menjalani hukuman. Itulah yang membuat Engtay sejak awal jatuh-hati. Kepolosan Sampek yang tidak menuntut. (Liye, 2013: 57) Tokoh Sampek selain mempunyai sifat seperti dalam kutipan di atas, ia juga mempunyai sifat pantang menyerah yang terbungkus dalam sikap gagah berani. Bahkan, ia mempunyai rasa tanggungjawab atas apa yang telah ia perbuat, seperti dalam kutipan berikut sesaat setelah ia menjalani hukuman yang sangat berat: Tetapi Sampek meski susah-payah, meski tubuh berdarah-darah, berhasil keluar dari lantai lima pagoda suci dua belas jam kemudian. Berhasil mengatasi rintangan dan jebakan setiap lantai. Sampek jatuh pingsan saat kakinya menjejak tanah. (Liye, 2013: 61) Sifatnya yang pantang menyerah dan pemberani juga tampak saat ia berusaha menjemput Engtay. Sampek rela berkorban demi orang yang ia cintai. Seperti pada kutipan di bawah ini: Tanpa berpikir panjang. Tanpa mengerti apa yang akan ia hadapi. Sampek berpamitan dengan Rahib Ketua. Menyusul Engtay ke ibukota. Tetapi demi Budha Suci, apalah daya Sampek? Siapa ia? Urusan ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85 benar-benar bagai setetes air yang hendak menghancurkan tembok batu raksasa. Sampek dengan gagah-berani mendatangi kediaman Engtay. (Liye, 2013: 65-66) Di balik sifat pemberaninya, ternyata Sampek memiliki sisi yang lemah dan rapuh, yakni kesedihan dan luka yang mendalam akibat pernikahan Engtay dengan Putra Mahkota. Bahkan, ia berusaha memendam dan menyimpannya sendiri dalam waktu yang cukup lama. Hal itu tampak pada kutipan berikut: Secara fisik Sampek sempurna sembuh, hanya menyisakan bekas luka di sekujur tubuh. Yang masih menganga luka di hatinya. Dan benar-benar menyedihkan melihat pemuda itu. Setiap hari dua bulan terakhir hanya termenung, menangis tanpa sebab, berteriak tertahan tanpa alasan. (Liye, 2013: 69) Kutipan di atas yang menyatakan bahwa luka hati Sampek yang teramat dalam sehingga membuatny sedih berkepanjangan juga didukung oleh kutipan berikut: Sampek yang tidak tahu apa tujuan perjalanan bagai patung pualam tanpa semangat hanya ikut melangkahkan kaki. Ia menangis tanpa suara setiap mereka berhenti. Meratap pilu saat menyiapkan tempat bermalam. Tersedu panjang tanpa air mata saat membantu menuntun kuda melewati sungai. (Liye, 2013: 70) Tokoh Sampek memang pemuda yang baik hati, akan tetapi lantaran kesedihan yang tak kuasa dipendam sendiri, membuatnya menjadi seorang yang pemarah. Hal ini terlihat pada kutipan berikut: “Apa perlunya kau tahu, hah?” Sampek berteriak jengkel. Satu untuk pertanyaan yang diulang-ulang itu, dua untuk semakin banyaknya prajurit yang kalap menyerang, tiga demi melihat betapa tenangnya kakek renta tersebut.... ... “Baiklah!!! Kau ingin tahu kenapa aku menangis? Karena malam ini gadis yang kucintai akan menikah dengan putra mahkota Dinasti Tang! Apa kau puas mendengarnya, hah?” Sampek berteriak, kecamuk pedang dan teriakan prajurit membuat pekak telinga. (Liye, 2013: 74) Sifat baik yang ada dalam diri Sampek juga muncul kala ia berperang memberontak Dinasti Tang. Dengan sikap bijaksananya, ia datang ke Istana Terlarang memberikan penawaran. Hal ini ia lakukan demi kepentingan orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86 banyak, ia tidak hanya memikirkan kepentingannya sendiri yang mengatasnamakan perang ini sebagai suatu bentuk balas dendam. Hal ini terbukti pada kutipan berikut: Malam itu, saat perang terakhir siap berkecamuk, saat perkemahan pasukan pemberontak tinggal sepelemparan batu dari gerbang ibukota, Sampek memutuskan pergi sendiri menuju Istana Terlarang. Akan ada banyak darah yang tumpah, ada banyak rakyat dikorbankan jika pertempuran penghabisan terjadi. Sampek memutuskan menemui Raja Tang. Menawarkan kesepakatan. (Liye, 2013: 81) Fisik tokoh Sampek digambarkan oleh pengarang di bagian akhir cerita. Tokoh Sampek sebagai pemuda yang berperawakan gagah, berwibawa dan mengesankan, namun berwajah sendu. Hal ini tampak pada beberapa kutipan berikut: Pemuda gagah berwajah sendu berjalan gagah bersama selusin rahib suci Biara Shaolin menuju gerbang ibukota. Kabar tentang kedatangan Sampek yang hendak menawarkan kesepakatan menerabas cepat tembok Istana Terlarang. (Liye, 2013: 82) Tokoh Sampek digambarkan pengarang sebagai pemuda yang pantas dicintai, ia adalah seorang pemuda yang sangat setia mencintai pujaan hatinya dan tak akan pernah berkhianat. Seperti pada kutipan berikut: Aku akan mati membawa seribu luka janji setia. Aku akan mati setidaknya setelah aku berusaha menjemputnya di ibukota. Aku akan mati dengan tersenyum.” Sampek menyeka ujung matanya. “Aku tidak akan pernah mengkhianati cintaku.” (Liye, 2013: 75) Bahkan hingga ajal menjemput kematian kekasih hatinya, Sampek tetap setia dan mencintai Engtay. Berikut kutipannya: Malam itu, legenda Naga Surga akan dikenang sepanjang masa. Malam itu, Sampek yang menatap kosong membawa pergi tubuh dingin Engtay ke Padang Rumput Kwa Loon. Menyepi hingga maut menjemputnya. (Liye, 2013: 89) Dari kutipan di atas tampak bahwa Sampek dengan penuh kesetiaan rasa cinta yang teramat besar membawa mayat Engtay, menemani mayat Engtay, menyepi bersama mayat Engtay hingga kematian juga menjemput diri Sampek. Dan orang-orang mulai melupakan betapa legenda itu pernah ada.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87 b) Engtay Dalam cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay, tokoh Engtay adalah kekasih hati Sampek. Ibarat langit dan bumi, latar belakang Engtay sangat berbeda dengan Sampek. Engtay merupakan seorang putri yang cantik dari salah seorang petinggi kerajaan Dinasti Tang. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: ... Engtay memang bilang ia berasal dari Peking, ibukota kerajaan. Dan Sampek hanya menatap terpesona. Berpikir, sudah lama sekali ia ingin pergi ke ibukota. Amat beruntung, ternyata Engtay berasal dari sana. Sampek benar-benar tidak bisa membayangkan kalau Engtay ternyata putri salah seorang petinggi kerajaan. (Liye, 2013: 62-63) Di balik kecantikan dan kepandaiannya, tokoh Engtay digambarkan oleh pengarang sebagai gadis yang keras kepala, ia bersikukuh untuk menimba ilmu di Biara Shaolin, meskipun orang tuanya melarangnya, bahkan dengan cara apapun akan ia lakukan termasuk menyamar menjadi murid laki-laki yang berkepala botak. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: Tak lazim zaman itu anak gadis berangkat jauh-jauh ke gunung hanya untuk menimba ilmu. Tetapi Engtay memaksa. Orangtuanya yang terdesak berjanji akan merestui jika Engtay mampu membuktikan ia mahir menyamar, menjaga diri sendiri. Ternyata bukan perkara sulit baginya. Engtay sempurna sudah merubah penampilannya menjadi lazimnya gaya lelaki kebanyakan saat itu. (Liye, 2013: 55) Sifat pemberontak dalam diri Engtay, tidak lepas karena perjodohannya dengan Putra Mahkota Dinasti Tang sejak kecil. Dan menimba ilmu menjadi alasan utamanya untuk pergi dari perjodohan itu. Terlihat pada kutipan berikut ini: ... Engtay adalah jodoh Putra Mahkota sejak kecil. Ini yang membuat Engtay memberontak ingin pergi belajar ke Biara Shaolin. Maka urusan pelik itu benar-benar menyesakkan. Selama ini Engtay tidak pernah menceritakan bagian itu. (Liye, 2013: 63) Dalam kehidupannya menimba ilmu di Biara Shaolin, Engtay merupakan murid yang pandai dalam segala bidang ilmu, meskipun ia kurang pandai dalam hal kungfu. Berikut kutipannya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88 Semua rahib suci Biara Shaolin menyukai Engtay, ia murid yang pintar menulis dan membaca puisi, sebab-akibat alam, kebijaksanaan hidup, meski tak pandai dalam kungfu. (Liye, 2013: 60) Dari kutipan di atas terlihat bahwa kepandaian Engtay membuatnya menjadi murid kesayangan para rahib suci di biara Shaolin. Dalam hubungannya dengan Sampek, Engtay sangat perhatian terhadap Sampek. Hal itu tampak sesaat setelah Sampek menerima hukuman. Berikut kutipannya: ”Maafkan aku datang terlambat,” suara Engtay mendadak berubah merdu, suara gadis yang senang melihat pujaan hatinya, meski sekarang menatap iba. ”Kau baik-baik saja, Sampek?” Tangan Engtay gemetar mengeluarkan kain dan obat-obatan dari keranjang kecil yang dibawanya. (Liye, 2013: 53-54) Dari kutipan di atas juga bisa dilihat bahwa secara fisik, tokoh Engtay digambarkan memiliki suara yang merdu. Perhatian Engtay tersebut sematamata karena ia sangat mencintai Sampek. Rasa cinta itu membuat kesetiaan yang luar biasa dalam diri Engtay, Bahkan, ketika Sampek dikabarkan telah meninggal dan ia sudah menikah dengan Putra Mahkota, Engtay tetap mencintai Sampek, seperti pada beberapa kutipan di bawah ini: Engtay? Engtay yang tidak pernah tahu kabar Sampek, meyakini Sampek telah mati saat berusaha menjemputnya, setiap malam hanya menangis di sangkar emasnya. Menangisi kematian Sampek. Menangisi nasibnya yang kejam. (Liye, 2013: 81) Engtay selalu meratap dan tersungkur sedih setiap kali mengingat Sampek. Keyakinan Engtay akan kematian Sampek tidak terbukti. Sampek masih hidup, ia memimpin dalam pemberontakan terhadap Istana Terlarang di mana Putra Mahkota dan Engtay tinggal di dalamnya. Dalam pemberontakan tersebut, Engtay terkena hunusan pedang oleh suaminya sendiri. “Aku akan pergi, Sampek. Aku akan pergi dengan bahagia. Aku akan pergi dalam pelukanmu. Seperti yang kuinginkan sejak pertama kali mengenalmu. Seperti yang kuinginkan sejak pertama kali mengenal kata cinta. Maafkan aku yang tidak kuasa menentang perjodohan itu. Maafkan aku…. Aku akan selalu mencintaimu….” Engtay berkata lirih, dan sempurna di ujung kalimat itu tubuhnya terkulai lemah. (Liye, 2013: 87)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89 Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa kesetiaan rasa cinta Engtay kepada Sampek memang sangat luar biasa, hingga dibawanya sampai maut menjemput dirinya. c) Putra Mahkota Putra Mahkota merupakan anak Raja Tang, konfliknya dengan Sampek dan Engtay, menjadikannya sebagai tokoh antagonis. Pengarang melukiskan Putra Mahkota sebagai laki-laki dengan berbagai sifat keburukan. Kabar ibunya sakit keras itu dusta. Putra Mahkota menginginkan perjodohan mereka dipercepat setelah melihat situasi. Memaksa keluarga Engtay memanggil pulang Engtay yang sedang belajar puisi. Dan keluarga Engtay yang terdesak, akhirnya menggunakan cara itu agar Engtay bersedia pulang. (Liye, 2013: 64-65) Dari kutipan tersebut Putra Mahkota sangat memaksakan kehendak untuk segera menikah dengan Engtay. Tentu saja, hal ini menunjukkan sifatnya yang egois lantaran Engtay yang tak mencintai dirinya, bahkan berusaha memberontak dari perjodohan dengan dirinya. Putra Mahkota yang menjadi bagian dari Dinasti Tang, pastinya ibarat buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Putra Mahkota beserta ayahnya menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang, berhati jahat tidak memedulikan rakyatnya. Bahkan, kepada Engtay, istrinya sendiri Putra Mahkota tega berbuat kasar hingga mengantarkannya ke gerbang kematian. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut ini: “Apa yang kau lakukan, perempuan hina!” Putra Mahkota menarik tubuh Engtay. Kasar sekali. Engtay terjerambab jatuh. Ia mengaduh, tapi yang keluar dari mulutnya hanya desis nama Sampek. “Kenapa kau memakai liontin terkutuk ini? Apa kau bagian dari pemberontak? JAWAB!” Putra Mahkota berteriak kalap. Mengguncang tubuh Engtay. Engtay malah berusaha merangkak kembali memeluk kaki Sampek. Putra Mahkota yang marah dan tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi mendadak menghunus pedangnya. (Liye, 2013: 85) Dari kutipan di atas tampak Putra Mahkota sangat gegabah dan ceroboh. Ia mengambil keputusan membunuh istrinya tanpa mengerti sebabnya. Hal ini menandakan bahwa sebenarnya Putra Mahkota mencintai Engtay hanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90 bersifat lahiriah. Selai itu, sifat Putra Mahkota tentu tidak manusiawi dan cinta kasih, ia begitu tega membunuh istrinya yang tengah mengandung buah hatinya. d) Kakek renta Kakek renta dalam cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay ini menurut Kepala Biara mrupakan orang yang bisa dimintai pertolongan untuk menyelamatkan Biara Shaolin. Kakek renta ini berada di kaki Gunung Kwa Loon lantaran memiliki jurus Naga Surga. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: “Kau salah, anakku.” Kakek renta yang tadi bersandar di bongkahan batu, kakek-renta yang selama ini digendong, mengambang begitu anggun di atas kepala Sampek. Tersenyum begitu getir. Menatap begitu sendu. Kosong. “Kau salah, anakku. Ini bukan Sembilan Naga Surga. Ini adalah Delapan Belas Naga Surga.” (Liye, 2013: 76) Selain itu, kakek renta ini digambarkan oleh pengarang sebagai penasihat kehidupan yang baik, serta ia memiliki sifat yang bijaksana. Hal ini tampak pada kutipan berikut: “Bukan aku, tapi pemuda ini. Dialah yang akan memperbaiki banyak hal. Aku sudah terlalu tua untuk mencampuri urusan dunia. Lagi pula aku lebih suka menyepi, sendiri dengan kesedihan masa-laluku. Satu purnama dari sekarang, pemuda ini akan siap memimpin pasukan pemberontak. Berdoalah Budha Suci merestuinya. Kau tahu anakku, Naga Surga hanya bisa dipanggil oleh seseorang yang memiliki hati yang baik. Hati yang apa daya tersakiti oleh sesuatu. Tetapi hati itu tidak pernah membenci atas takdir menyakitkan tersebut. Tidak pernah.” (Liye, 2013: 80) Dari kutipan di atas kakek renta ini memilih untuk tidak membantu Biara Shaolin, karena ia sudah terlalu tua untuk urusan duniawi. Kakek renta yakin bahwa Sampek adalah pewaris jurus Naga Surga yang akan membantu Biara Shaolin menghadapi gejolak permasalahan antara rakyat dengan kerajaan di masa Dinasti Tang tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91 e)
Rahib Penjaga Pagoda Rahib Penjaga Pagoda digambarkan pengarang memiliki sifat yang tegas, hal itu bisa dilihat kala Sampek menerima hukuman di Pagoda Lima Tingkat yang ia jaga. Berikut kutipannya: “Semoga kau bisa melewatinya, Sampek! Hanya lima tingkat, kali ini,” Rahib Penjaga Pagoda tertawa. “Sekali lagi kau ketahuan mencuri di Ruang Pusaka, aku akan memberikan lantai ke sembilan sebagai hukuman. Lantai yang hanya bisa dilewati hidup-hidup jika kau memiliki kungfu Sembilan Naga Surga. Haha, bahkan Rahib Ketua tidak pernah tahu apakah kungfu hebat itu masih ada atau tidak.” (Liye, 2013: 61) Dari kutipan di atas terlihat bahwa Rahib Penjaga Pagoda akan memberikan yang lebih berat jika Sampek ketahuan mencuri lagi. Di balik ketegasan itu, Rahib Penjaga Pagoda memiliki kejujuran untuk mengakui bakat kungfu Sampek. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Sementara Rahib Penjaga Pagoda mendesis dalam hati, “Anak ini sungguh berbakat! Benar-benar berbakat.” (Liye, 2013: 62) Dari kutipan di atas tampak rasa kagum dan takjub Rahib Penjaga Pagoda memunculkan kejujuran untuk mengakui bakat kungfu Sampek yang sangat luar biasa karena mampu melewati hukuman pagoda lima tingkat.
2) Latar a) Latar tempat Tempat terjadinya peristiwa dalam cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay terjadi di negeri China. Berikut penjelasan mengenai tempat yang menjadi latar dalam cerpen ini. (1) Di dekat patung Budha Latar tempat peristiwa Sampek diobati Engtay ialah di belakang atau di balik patung Budha yang terletak di ruang depan Pagoda Hukuman. Seperti dalam kutipan berikut: Sekitar patung Budha di ruang depan Pagoda Hukuman lengang, menyisakan Engtay yang sekarang membalut luka-luka di sekujur tubuh Sampek. ”Maafkan aku telah membuatmu melewati Pagoda
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92 Lima Tingkat.” Engtay menatap wajah Sampek. Mata yang menatap penuh penghargaan. (Liye, 2013: 56) Dari kutipan di atas, tempat tersebut merupakan tempat di mana Engtay sedang mengobati Sampek yang terluka karena mendapatkan hukuman atas ulahnya yang mengambil Liontin Permaisuri Dinasti Chin yang tersimpan di Ruang Pusaka. Latar ini masih di dalam lingkup Biara Shaolin yang berada di kaki Gunung Lu. Hal itu didukung oleh kutipan berikut: “Malam ini indah sekali“ Sampek mendongak. Dari halaman Pagoda, mereka bisa melihat langit dari balik patung Budha. Engtay mengangguk. Tersenyum setuju. (Liye, 2013: 3) Dari kutipan di atas tampak bahwa latar tempat dan waktu digambarkan sangat jelas oleh pengarang yakni malam hari yang indah menurut Sampek dan Engtay yang tengah dilanda asmara. Mereka berdua memandang langit malam yang tetap saja itu terasa lebih indah bagi mereka, walaupun sebelumnya Sampek lebam habis-habisan dihukum. (2) Danau Lu Danau Lu berada di kaki Gunung Lu, di sekitar danau ini terdapat taman bunga. Suasana latar ini sangat indah dan penuh warna yang membuat keceriaan dan kegembiraan bagi siapa yang ada di sana. Latar tempat danau Lu inilah menjadi saksi di mana penyamaran Engtay sebagai laki-laki terungkap. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: ... Engtay yang tak bisa mengendalikan kegembiraannya melihat ribuan kupu-kupu berteriak riang. Suaranya yang berat berubah menjadi merdu layaknya seorang gadis di taman bunga. “Engtay, ada apa dengan suaramu?” Sampek menoleh, bertanya bingung. Engtay buru-buru berdehem, kembali mengubah suaranya menjadi suara laki-laki. Pura-pura mengamati Danau Lu. Pura-pura mencatat. Celakanya saat Sampek sibuk mengejar-ngejar seekor rusa yang terlihat di sela-sela pohon, Engtay yang tak tahan melihat beningnya air danau memutuskan mandi. (Liye, 2013: 58-59) Dari kutipan di atas tampak bahwa penyamaran Engtay hampir saja terbongkar karena suaranya yang berubah merdu. Namun, untung saja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93 Engtay cepat sadar. Naluri perempuan yang gembira melihat pemandangan indah tak bisa ditutupi Engtay, hingga akhirnya secara tak sadar ia Engtay memutuskan untuk mandi di danau Lu, yang menyebabkan terbongkarnya penyamaran Engtay. Identitas yang sejatinya seorang gadis diketahui juga oleh Sampek. (3) Istana Terlarang Istana Terlarang merupakan kerajaan Dinasti Tang bernaung. Latar ini menjadi saksi bisu kegigihan Sampek dengan maksud menjemput Engtay,kekasih hatinya yang akan segera dinikahkan dengan Putra Mahkota. Bahkan, di depan pintu gerbang Istana Terlarang ini mungkin akan menjadi tempat Sampek menemui ajalnya kalau Engtay tidak segera keluar. Berikut kutipannya: ... Ketua Partai Bulan-Anggrek bersiap mengirimkan pukulan pamungkas terakhirnya, Sejuta Cahaya Rembulan, yang konon katanya bisa meruntuhkan sebuah gunung. Ketika Sampek membisikkan lemah nama Engtay bersiap menjemput kematian, saat itulah tiba-tiba pintu gerbang Istana Terlarang berdebam terbuka. Engtay berlari, berseru tertahan, “Aku mohooon. Hentikan!”. (Liye, 2013: 67) Dari kutipan di atas tampak bahwa Sampek akan mati di Istana Terlarang, tempat yang baru pertama kali ia kunjungi. Hal ini dikarenakan Sampek hampir saja kena pukulan Sejuta Cahaya Rembulan dari salah satu pendekar paling tesohor di daratan China jika Engtay tak segera menghentikan. Namun, Sampek tetap saja terluka dan pingsan karena sudah terkena pukulan yang sebelumnya dilakukan Ketua Partai BulanAnggrek yang terjadi dalam latar ini. Untuk kedua kalinya, Sampek datang ke Istana Terlarang, maksud kedatangannya kali ini berbeda dari yang sebelumnya. Ia menawarkan kesepakatan lantaran ia memimpin dalam pemberontakan rakyat terhadap Dinasti Tang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: ... melewati halaman luas Istana Terlarang. Menyibak seratus ribu prajurit yang siap siaga menghunuskan pedang. Sampek melangkah ringan, bagai terbang menuju Aula Singgasana raja. (Liye, 2013: 82)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94 Masih dalam latar yang sama, tepatnya di Aula Singgasana Istana Terlarang. Latar ini merupakan tempat di mana Engtay dipertemukan dengan Sampek yang sebelumnya dikabarkan telah meninggal. Latar ini juga menjadi bukti kesetiaan cinta Engtay terhadap Sampek, bahkan latar ini menjadi saksi pedang Putra Mahkota mengantarkan istrinya sendiri menemui ajal. Berikut kutipannya: Wajah Engtay yang bergelung di dekat kakinya terlihat amat kesakitan. Meringis. Pedang itu sempurna menembus perutnya. Sampek berseru tertahan. “Bunuh mereka!” Putra Mahkota berteriak kalap. Maka dalam sekejap pendekar bayaran yang berbaris di depan Raja Tang merangsek menyerbu. Juga ribuan prajurit lainnya. Aula Singgasana berubah kacau-balau. Rahib Penjaga Pagoda dan belasan rahib suci lainnya buru-buru membentuk lingkaran melindungi Sampek yang gemetar berusaha memeluk tubuh Engtay. (Liye, 2013: 85) Dalam kesepakatan
latar
ini sejatinya menjadi latar tempat pertemuan
yang hendak dibicarakan,
yakni kesepakatan untuk
berakhirnya pemberontakan. Namun, karena ulah Putra Mahkota yang sadis, maka sebelum sempat menemui titik kesepakatan, pertemuan dalam latar tempat itu berubah menjadi peperangan. (4) Padang rumput Kwa Loon Padang rumput Kwa Loon yang sangat luas merupakan tempat yang dilewati para rahib suci termasuk Sampek karena ditugasi oleh Kepala Biara untuk menjemput seorang tua renta di kaki Gunung Kwa Loon. Latar ini menjadi saksi semakin menjadi-jadinya kesedihan Sampek. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut ini: Malam itu Sampek mengeluh lebih kencang, menangis dalam diam membayangkan wajah Engtay yang bercahaya bagai purnama di malam pernikahannya. Celaka, ketika mereka tiba di tengah-tengah padang rumput, saat beberapa rahib mulai jengkel dengan keluhan Sampek yang mengeras, saat itulah seribu pasukan kerajaan yang diperintahkan mengejar menghadang mereka. Bermunculan dari balik rumput dan ilalang setinggi pinggang. (Liye, 2013: 71)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95 Dari kutipan di atas tampak bahwa latar ini menjadi tempat pertempuran antara para rahib suci dan pendekar bayaran kerajaan yang tiba-tiba menyerang. Di akhir kisahnya Sampek membawa jasad Engtay ke latar tempat ini, yakni padang rumput Kwa Loon untuk menyendiri hingga kematian juga menjemput Sampek. Berikut kutipannnya: Malam itu, legenda Naga Surga akan dikenang sepanjang masa. Malam itu, Sampek yang menatap kosong membawa pergi tubuh dingin Engtay ke Padang Rumput Kwa Loon. Menyepi hingga maut menjemputnya. (Liye, 2013: 89) Dari kutipan di atas terlihat bahwa latar ini menjadi saksi kesetiaan cinta Sampek terhadap Engtay yang telah meninggal. Terbukti dengan kerelaan Sampek menemani jasad / mayat Engtay. b) Latar waktu Latar waktu menyatakan kapan terjadinya peristiwa dalam suatu cerita. Latar waktu dalam cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay berselang dalam kurun waktu yang cukup lama. Berikut penjelasannya beserta kutipan yang mendukung: (1) Pagi sampai malam dalam satu hari yang sama Dua hari sebelum Sampek kena hukuman melalui Pagoda Lima Tingkat tepatnya pagi hari, penyamaran Engtay sebagai laki-laki hampir terungkap. Berikut kutipannya: Pagi itu dua hari yang lalu, Engtay yang diam-diam semakin menggumpal perasaan cintanya kepada Sampek mengajaknya bermain ke taman bunga di Danau Lu, kaki gunung. Sampek belum tahu Engtay perempuan, maka ia justeru bingung sambil berkata, “Kita lelaki, Engtay? Bagaimana mungkin kau mengajakku ke sana? Melihat taman bunga?” .... (Liye, 2013: 57) Masih dalam hitungan hari yang sama, tepatnya sore hari menjelang malam. Latar waktu ini menjelaskan peristiwa Sampek Engtay setelah menghabiskan siang hari di Danau Lu yang mana dalam latar waktu siang itu penyamaran Engtay terbongkar. Berikut kutipannya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96 Sore itu, mereka bergegas pulang sebelum gelap datang menjelang. Sepanjang sisa hari, setelah Engtay buru-buru memakai samarannya kembali, mereka saling membisu di sela-sela bunga. Hening menatap beningnya danau. Sampek tidak bisa berkata-kata, ia benar-benar tidak tahu. Ia benar-benar terkejut. (Liye, 2013: 59) Berlanjut hingga malam hari dan masih dalam hitungan hari yang sama. Latar waktu ini menjadi awal mula serta kronologis Sampek mencuri liontin permaisuri di Ruang Pusaka. Berikut kutipannya: Rahib Penjaga Gerbang mengomel panjang-lebar melihat mereka pulang amat terlambat. Sampek malam itu dihukum membersihkan Ruang Pusaka. Sementara Engtay yang kembali dengan samaran lelakinya hanya dilarang keluar biara selama seminggu. Semua rahib suci Biara Shaolin menyukai Engtay, ia murid yang pintar menulis dan membaca puisi, sebab-akibat alam, kebijaksanaan hidup, meski tak pandai dalam kungfu. (Liye, 2013: 60) Dari kutipan di atas tampak bahwa Sampek mendapat hukuman membersihkan Ruang Pusaka. Hukuman ini menjadi titik awal yang mengantarkan Sampek untuk mencuri liontin indah. Hal ini dikarenakan Sampek hatinya sedang riang tidak sengaja melihat liontin indah itu di Ruang Pusaka. Hatinya yang dimabuk cinta berpikiran pendek. Liontin itu akan indah sekali di leher Engtay. Sampek mencurinya. (2) Malam hari Sampek yang ketahuan mencuri lantas dihukum di Pagoda Lima Tingkat dan berhasil keluar dua belas jam kemudian dengan tubuh terluka. Latar waktu malam hari ini menjadi bukti perhatian Engtay kepada Sampek. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: ... Sampek sempurna seperti melihat dua purnama bersinar terang. Wajah Engtay dan wajah sepotong bulan di atas sana. “Saatnya kau kembali ke kamar.” Sampek berbisik. “Tunggulah sebentar lagi! Aku masih ingin menemanimu!” Engtay keberatan. “Kau tidak mau kita tertangkap Rahib Penjaga Gerbang, dan aku boleh jadi akhirnya harus dihukum melewati lantai sembilan, bukan?” Sampek meringis, menirukan wajah galak rahib suci tersebut. Engtay tertawa pelan. “Ayo. Kau harus pergi. Aku akan baik-baik saja.“ Sampek memastikan, ”Obatmu membantu banyak.” (Liye, 2013: 62)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97 Berdasarkan kutipan di atas latar waktu ialah malam hari yang saat itu Engtay sedang mengobati luka Sampek di balik patung Budha, bersembunyi dari Rahib Penjaga Pagoda. Meskipun, Sampek terluka lantaran dihukum dengan Pagoda Lima Tingkat atas perbuatannya mencuri. Tetapi hukuman ini sangat berharga karena Sampek bisa melihat Liontin Permaisuri begitu indah di leher Engtay, yang sekarang tersenyum bahagia. (3) Pagi hari (setelah satu bulan Sampek Engtay saling tahu perasaan) Latar waktu dalam cerpen ini juga terjadi pada pagi hari yang bertepatan sebulan setelah Sampek Engtay saling mengetahui perasaan, Engtay harus pergi meninggalkan Biara Shaolin. Berikut kutipannya: Esok pagi, Engtay menggebah kuda kembali ke ibukota yang sedang berkecamuk. Tanpa disadarinya, kecamuk yang lebih hebat justru sedang menantinya. Kabar ibunya sakit keras itu dusta. Putra Mahkota menginginkan perjodohan mereka dipercepat setelah melihat situasi. Memaksa keluarga Engtay memanggil pulang Engtay yang sedang belajar puisi. (Liye, 2013: 64) Dari kutipan di atas, Engtay meninggalkan Biara Shaolin lantaran ada kabar bahwa ibunya sakit. Keluarga Engtay yang terdesak karena kehendak Putra Mahkota, maka menggunakan kabar dusta itu untuk disampaikan ke Engtay. Hal ini dilakukan agar Engtay mempercepat kepulangannya sehingga bisa segera dijodohkan dengan Putra Mahkota. (4) Malam hari (setelah tiga bulan Engtay berpisah dengan Sampek) Latar waktu terjadi pada malam hari yang tepat tiga bulan Sampek Engtay berpisah. Namun, di malam hari sebelum terjadinya peristiwa ini Sampek menerima surat yang berisi tentang perjodohan Engtay dengan Putra Mahkota, dan Engtay yang menolak perjodohan itu menyuruh Sampek untuk menjemputnya. Hal inilah yang menyebabkan Sampek gegabah datang ke Istana Terlarang tanpa mengerti apa yang akan dihadapinya. Berikut kutipannya: Malam itu langit mendung. Ibukota senyap. Jam malam. Lolongan anjing liar di kejauhan terdengar memekakkan telinga. Membuat hati bergetar mendengarnya. Tapi tidak se-bergetar tubuh Sampek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98 sekarang yang meringkuk penuh luka. Dia bisa bertahan sejauh itu atas nama cinta. Dia tetap bisa melawan selama itu karena ingin bertemu Engtay. (Liye, 2013: 66) Dari kutipan di atas membuktikan bahwa gegabah Sampek membawa duka nestapa serta luka hati dan fisik bagi dirinya sendiri. Selain tidak bisa membawa kekasihnya pergi dari perjodohan, Sampek bahkan hampir meninggal karena luka fisik dari pukulan dan hajaran para prajurit istana. (5) Malam hari (setelah dua bulan peristiwa Sampek hampir mati di Istana Terlarang) Latar waktu ini adalah malam hari ketujuh, bulan ketujuh.. Malam ini pula, Sampek bersama rahib suci, serta kakek renta dari kaki Gunung Kwa Loon kembali ke Biara Shaolin. Berikut kutipannya: Malam itu adalah malam ketujuh, bulan ketujuh. Malam pernikahan Engtay. Rombongan itu baru dua hari perjalanan kembali ke Biara Shaolin. Mereka sedang melewati padang rumput luas. Malam itu Sampek mengeluh lebih kencang, menangis dalam diam membayangkan wajah Engtay yang bercahaya bagai purnama di malam pernikahannya. Celaka, ketika mereka tiba di tengah-tengah padang rumput, saat beberapa rahib mulai jengkel dengan keluhan Sampek yang mengeras, saat itulah seribu pasukan kerajaan yang diperintahkan mengejar menghadang mereka. (Liye, 2013: 71) Dari kutipan di atas malam hari itu selain bertepatan dengan malam pernikahan Engtay dengan Putra Mahkota, juga menjadi latar waktu terjadinya serangan dari pasukan kerajaan yang akan menumpas habis semua rahib suci yang sedang dalam misi meminta pertolongan. Malam itu tidak ada yang bisa menceritakan kembali betapa mengerikan jurus Naga Surga. Hanya Sampek yang sekarang terlihat gemetar berusaha berdiri. Hanya Rahib Penjaga Pagoda yang merangkak bergetar dengan luka di sekujur tubuh. (Liye, 2013: 77) Dalam latar waktu malam hari itu juga menjadi latar peristiwa munculnya jurus Naga Surga yang begitu dasyat mampu membunuh semua pemilik hati yang jahat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
(6) Malam hari (setelah satu bulan peristiwa terbantainya seribu pasukan kerajaan oleh Naga Surga) Satu purnama sempurna berlalu setelah kejadian Naga Surga membantai habis seribu pasukan kerajaan. Kini, latar waktu malam hari juga akan menjadi saksi perang terakhir pemberontakan rakyat terhadap Dinasti Tang.
Sampek
yang
setahun lebih memimpin pasukan
pemberontak datang pada malam hari ini menawarkan kesepakatan kepada Istana Terlarang. “Aku…. Aku tidak bisa memutuskannya malam ini!” Raja Tang yang resah dengan perkembangan menjawab gugup. “Kita tidak akan pernah menyerah ke pemberontak hina ini, Ayah!” Putra Mahkota bangkit dan berteriak lagi. “Aku tidak bicara padamu!” Mata Sampek semakin tajam. (Liye, 2013: 83) Dari kutipan itu tampak bahwa Raja Tang belum bisa menyetujui kesepakatan yang diberikan Sampek. Terlebih, Putra Mahkota menolak keras kesepakatan Sampek. Latar malam hari itu juga menjadi latar perjumpaan Engtay dengan Sampek yang dari sepengetahuannya bahwa Sampek telah meninggal. Namun, perjumpaannya dengan Sampek itu juga menjadi tanda perjumpaan dengan ajalnya , karena ia dibunuh oleh suaminya, Putra Mahkota. Latar waktu ini juga menjadi saksi pertempuran dahsyat antara pemberontak dengan kerajaan. Keliru! Penjaga Pagoda sungguh keliru. Malam itu, Sampek bukan hanya memanggil delapan belas, tapi seratus Naga Surga. Seratus Naga Surga yang melesat turun dari langit. Seratus cahaya putih yang membentuk siluet naga berkemilauan tiada tara. Begitu besar. Begitu menggetarkan. Begitu hebat. Hati Sampek sempurna tercabik seratus bagian, menyisakan kepingan kesedihan tak-terkatakan. (Liye, 2013: 88) Dari kutipan di atas, latar malam hari menjadi saksi kesedihan hati Sampek yang paling dalam karena Engtay yang mati terbunuh, sehingga ia mampu memanggil seratus Naga Surga yang meruntuhkan hati siapa saja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100 yang jahat dan penuh kebencian. Dan, malam itu pula Sampek membawa pergi jasad Engtay hingga maut menjemputnya juga. c) Latar sosial Latar sosial dalam cerpen ini merujuk pada pandangan hidup di Peking, negeri China. Berikut kutipannya: Ya! Karena Engtay sesungguhnya adalah seorang perempuan. Gadis cantik berpendidikan dari Peking, ibu kota kerajaan. Ia sejak kecil menginginkan sekolah, ia gadis pemberontak, tidak mau menghabiskan hari hanya menjadi seorang puteri. Lelah keluarganya membujuk mengurungkan niat tersebut. (Liye, 2013: 55) Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa itu anak perempuan tidak lazim belajar jauh-jauh ke gunung, apalagi Engtay merupakan anak petinggi kerajaan, maka tak lazim pula pada zaman itu belajar di Biara Shaolin. Oleh karena itu, keluarga Engtay berusaha mengurungkan niat Engtay tersebut. Namun, hal itu tak bisa terwujud. Engtay tetap pergi dan keluarganya berusaha menyembunyikan hal itu. Berikut kutipannya: Keluarga Engtay berusaha keras menutupi kepergian anaknya, juga karena tidak lazim di jaman itu petinggi dan keluarga kerajaan mengirim anaknya ke Biara Shaolin, bahkan walaupun dia seorang lelaki. (Liye, 2013: 63) Selain itu, latar sosial dalam cerpen ini juga merujuk pada masalah kehidupan sosial masyarakat di negeri China. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Sejak dulu, Biara Shaolin selalu berseberangan dengan Istana Terlarang, tidak peduli siapapun yang sedang berkuasa. Biara Shaolin yang dipenuhi rahib-rahib suci selalu berada di belakang rakyat jelata. Celakanya, hampir setiap dinasti yang berkuasa cenderung korup dan lalim terhadap rakyat banyak, itu otomatis berseberangan dengan Biara Shaolin. Celakalah, tabiat buruk itu juga terjadi pada Dinasti Tang. (Liye, 2013: 63) Kutipan di atas menyatakan bahwa Biara Shaolin selalu berselisih dengan Istana Terlarang, karena Biara Shaolin mendukung rakyat jelata yang sering ditindas oleh kesewenangan dinasti-dinasti yang berkuasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101 e. Cerpen Itje Noerbaja & Kang Djalil Cerita pendek yang kelima berjudul Itje Noerbaja & Kang Djalil. Dalam cerita yang berlatar masa-masa perjuangan mencapai kemerdekaan ini terselip kisah cinta antara tokoh Itje dan Djalil. Tokoh-tokoh yang lain dalam cerita ini, antara lain Mevrouw Rose, Meneer van Houten, Governoer Djendral, pembantu dan pendekar lainnya yang seperti Itje dan Djalil. 1) Tokoh dan Penokohan a) Itje Noerbaja Itje Noerbaya merupakan tokoh utama atau protagonis dalam cerita pendek ini. Tokoh Itje adalah seorang pembantu di rumah pasangan suami istri bangsawan Belanda. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut yang bernama Meneer van Houten dan Mevrouw Rose. Itje adalah gadis moeda, mekar dioesianja jang baroe enam belas tahoen. Ia mendjadi baboe di roemah Meneer Van Houten sedjak oesia tiga belas. Iboenja adalah katjoeng lama keloearga itoe, belasan tahoen mengabdi, hingga tiga tahoen laloe, terdjadi penyerboean ke roemah besar itoe. Iboenja ikoet serta mendjadi korban (Liye, 2013: 93) Berdasarkan kutipan di atas terpaparkan bahwa Itje ialah gadis berusia enam belas tahun tapi sudah menjadi pembantu di rumah Meneer van Houten selama tiga tahun. Secara fisik tokoh Itje tidak dilukiskan secara jelas oleh pengarang, namun Itje mempunyai wajah bulat, seperti tampak pada kutipan berikut: ”Meneer poelang, Nja? Soenggoeh?” Wadjah boelat Itje langsoeng soemringah, hendak berseroe senang. Tapi ia beoroe-boeroe menoetoep moeloetnya sebeloem kalimat itoe keloear. (Liye, 2013: 92) Itje adalah seorang gadis polos seperti kebanyakan gadis seusia lainnya yang mempunyai mimpi. Tokoh Itje juga sosok yang rajin bekerja. Berikut kutipannya: Gadis polos jang radjin bekerdja. Gadis polos jang punja banjak keinginan, rentjana-rentjana. Setidaknja, di roemah itoe, hanja Itje jang tidak teroes siboek setiap saat memboengkoek-boengkoek .... (Liye, 2013: 98)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102 Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh Itje merupakan sosok pembantu yang paling berani untuk tidak sopan seperti pembantu lainnya di rumah Meneer van Houten tersebut. Hal itu dibuktikan sebagaimana dalam kutipan berikut: “Wedang, Nja, boekan weedang. Seperti menjeboet enak, Nja, boekan eenak.” Itje menjeringai, “Njonja soesah sekali bilang bilang hoeroef E, ya?”. “Verdommee, Itje, dasar baboe tidak tahoe sopan santoen. Kamoe berani-beraninja menghina moeloet orang Eropah, hah?” Mevrouw Rose memoekoel medja. (Liye, 2013: 101) Tampak dari kutipan tersebut, tokoh Itje memiliki sifat berani membenarkan kata yang diucapkan salah oleh majikan perempuannya itu. Selain itu, tokoh Itje memiliki kebiasaan yang lucu, yakni suka mengupil. Kebiasaan itu tampak pada beberapa kutipan di bawah ini: Demi soeara matjam meriam meletoep doea kali itoe, Itje jang sedang asjik mengoepil sambil mengelap djendela katja kamar depan langsoeng poetjat pasi, bergegas menghentikan gerakan tanganja, menjampirkan kain lap di bahoe, berlari-lari ketjil masoek. (Liye, 2013: 91) Dari kutipan tersebut tampak bahwa Itje yang sedang mengupil sambil membersihkan jendela depan, lalu kemudian dipanggil oleh Mevrouw Rose untuk diperintah. Hal serupa juga ditemui lagi seperti dalam kutipan berikut: Eh? Lamoenan Itje di dapoer langsoeng boejar seketika, Itje menoleh, menelan loedah. Ia sedang asjik melamoen, mengoepil. Sedjak tadi ia menoenggoe tambatan hatinja moentjoel sesoedah menjiapkan makan malam. (Liye, 2013: 100) Dari kutipan di atas juga tampak bahwa Itje sedang mengupil sambil melamun Kang Djalil, tambatan hati yang dirindukan. Namun, kebiasaan mengupil Itje bisa dihentikan beberapa hari. Berikut kutipannya: Doea hari terakhir, Itje lebih banjak diam, tidak menanggapi itoe omelan Mevrouw Rose jang aneh-aneh, lebih banjak bekerdja tanpa bersenandoeng ataoepoen mengoepil. (Liye, 2013: 113) Dari kutipan di atas kebiasaan mengupil Itje bisa dihentikan selama dua hari dengan cara lebih banyak bekerja. Meskipun mempunyai kebiasaan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103 aneh, tokoh Itje dalam jalinan kasih dengan seseorang sangat berhubungan baik. Terbukti dengan rasa cinta yang dimilikinya begitu besar terhadap Kang Djalil. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Apalah daja, Itje tetaplah gadis baroe beroesia enam belas tahoen. Satoesatoenja jang memboeat ia tabah melewati doea hari terakhir, apalagi kalaoe boekan tjinta soetjinya pada Kang Djalil. Demi itoe semoea ia rela mengorbankan diri. (Liye, 2013: 114) Terlihat pada kutipan di atas bahwa tokoh Itje sangat mencintai Kang Djalil, bahkan ia rela melakukan apa saja termasuk mati demi Kang Djalil. Rasa cintanya yang besar menumbuhkan keberanian untuk melakukan perintah dari Kang Djalil, yakni menuangkan racun di dalam minuman anggur yang dijamukan dalam acara jamuan makan malam. Berikut kutipannya: Satoe menit tiga poeloeh detik sedjak minoeman beratjun itoe memasoeki peroet, satoe tamoe djamoean makan malam moelai bertoembangan. (Liye, 2013: 120) Dari kutipan di atas keberanian yang Itje lakukan membuahkan hasil, para tamu jamuan makan malam telah terkena racun. Satu per satu dari mereka tumbang. b) Kang Djalil Tokoh Kang Djalil juga merupakan tokoh utama dalam cerpen ini. Tokoh Kang Djalil adalah tambatan hati tokoh Itje. Ia merupakan pendekar bayaran. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: ... pendekar moeda dari Kramat Djati. Oesia Djalil baroe doea poeloeh saat direkroet, tapi karena kesaktian silatnya tinggi, itoe Djalil lantas dipanggil Kang oleh belasan centeng lainnya, termasuk oleh Meneer Van Houten yang kemudian mengangkatnya sebagai pengawal nomor satoe. Lancar betoel karir Djalil di roemah besar itu, mendjadi orang kepercayaan Meneer. (Liye, 2013: 94) Dari kutipan di atas bisa dilihat bahwa usia Djalil dua puluh tahunan. Ia adalah pengawal sekaligus orang kepercayaan Meneer van Houten lantaran kesaktian silat yang luar biasa. Berikut kutipannya: Djangan tjoba-tjoba mengadjaknja bitjara, salah kata, alamat golok besar ditjaboet dari pinggangnja. Kalaoe berpapasan dengannja, djangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104 mengangkat wadjah bersitatap, tersinggoeng sedikit itoe pendekar moeda, alamat poekoelan silat dikirim, dan bersiaplah setidaknya pergi ke Mak Oeroet tiga hari oentoek mengoeroet patah toelang. (Liye, 2013: 94) Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh Kang Djalil merupakan pendekar yang sadis dan menyeramkan. Hal itu didukung fisik tokoh Kang Djalil yang digambarkan oleh pengarang dengan jelas, sebagaimana dalam kutipan berikut: Djalil djaoeh dari berwadjah tampan, di wadjahnya joesteroe ada doea goerat bekas loeka besar, wadjahnya kalau tak patoet disebut seram, terlihat amat kasar. Badannya kekar, tangannya koeat, soearanya serak tegas, terdiam soedah seisi dapur itoe, menoleh ke arah Djalil. (Liye, 2013: 97) Berdasarkan kutipan di atas terlukis jelas wajah Kang Djalil yang tidak tampan dengan guratan bekas luka yang berjumlah dua dengan ukuran yang besar. Apalagi, badan Kang Djalil yang kekar serta tangan kuat didukung suara serak tegas membenarkan betapa menyeramkan pendekar bayaran nomor satu di Batavia itu. Meskipun begitu, tokoh Kang Djalil memiliki hati yang baik, seperti dalam kutipan di bawah ini: “Kalian senang mentertawakan bangsa sendiri, hah?” Djalil berdiri, mukanya masam, “Dia dimarah-marahi bangsa lain, direndahkah hanja karena salah membawa mangkok soep, dianggap baboe bodoh, tidak poeas, sekarang giliran kalian mentertawakannja?” (Liye, 2013: 97) Tokoh Kang Djalil sangat baik mau membela Itje yang ditertawakan pembantu-pembantu di rumah Meneer van Houten. Ia menyadarkan mereka bahwa ini sama saja menertawakan bangsa sendiri. Hal tersebut juga tak lepas dari rasa cinta tanah air dan bangsa yang dimiliki tokoh Kang Djalil, seperti yang tampak pada: “Nah, akoe joega tjinta pada kamoe. Bahkan besarnja tjintakoe pada kamoe lebih besar lagi.” Kang Djalil berbisik lebih lemboet, “Tapi tjinta kita, boekanlah apa-apa dibanding tjinta atas kemerdekaan bangsa kita. Tjinta sutji kita, boekanlah apa-apa dibanding tjinta kita atas tanah air ini. Akoe, kamoe, akan mengorbankan apapoen demi itoe.” (Liye, 2013: 107)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105 Karena rasa cinta tanah airnya yang kuat, maka tokoh Kang Djalil tidak akan mengasihi siapapun yang membuat bangsanya menderita, termasuk itu majikannya sendiri. Berikut kutipannya: “Astaga, Itje, kasihan apanja, hah?” Kang Djalil menatap tidak pertjaya, “Mereka bangsa pendjadjah, kamoe hanja djadi baboe di roemah itoe. Akoe hanja tjenteng bajaran, dan jang lain, seloeroeh bangsa ini lebih rendah di mata mereka. Djangan pernah mengasihani mereka.” (Liye, 2013: 104) Dari kutipan tersebut tokoh Kang Djalil meyakinkan Itje untuk tidak mengasihani Meneer dan sebangsanya. Kang Djalil menasihati Itje untuk tidak takut mengorbankan apapun demi kemerdekaan bangsa agar terlepas dari penjajahan. Hal ini tampak pada: “Tapi, tapi akoe tetap takoet, Kang.” “Djangan takoet, Itje. Djangan biarkan ketakoetan datang menjergap hati.” Kang Djalil berbisik tegas. (Liye, 2013: 112) Sikap Kang Djalil yang tegas mampu meyakinkan Itje untuk melakukan perintahnya meracuni minuman anggur saat jamuan makan malam di rumah Meneer van Houten. c) Mevrouw Rose Tokoh Mevrouw Rose merupakan tokoh tambahan yang berperan menjadi tokoh antagonis dalam cerita ini. Tokoh Mevrouw Rose adalah istri dari Meneer van Houten,yang juga nyonya atau majikan perempuannya Itje. Dalam cerita ini, Mevrouw Rose memiliki sifat yang suka marah dan mengomel kepada para pembantunya tak terkecuali Itje, Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: ”Dasar kamoe baboe kurang adjar. Tidak poenja sopan santoen. Anak ketjil saja tahoe itoe medja makan.” Mevrouw Rose berang. Persis kakinya seperti habis ditimpa batu coelekan tiga kilo. Wadjahnya merah padam menahan kesal, ”Kamoe lihat di atas medjanya, Itje. Kotor, hah. Mata kamoe ditaroeh di mana? Kenapa tidak segera dibersihkan?” (Liye, 2013: 92) Dari kutipan di atas tokoh Mevrouw Rose sedang memarahi Itje karena meja makannya masih dianggapnya kotor. Mevrouw Rose memang suka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106 sekali marah-marah ke semua pembantunya. Berikut ini kutipan kemarahan Mevrouw Rose kepada supir kereta kudanya. ”Bambang!” Soeara njonja terdengar melengking, ”Dasar inlander pemalas, kemana poela katjung satoe itu. Soedah dari tadi pagi disoeroeh bersiap, djangan-djangan malah tidoeran di kadang koeda.” (Liye, 2013: 93) Sifat pemarah Mevrouw Rose kepada para pembantunya yang merupakan penduduk pribumi, tak lain dan tak bukan adalah bentuk penjajahan kepada bangsa Indonesia. Selain itu, tokoh Mevrouw Rose juga mempunyai sifat sombong. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Djamoean makan malam masih doea djam lagi, para Mevrouw jang datang lebih awal dengan anggoen diadjak berkeliling roemah oleh Mevrouw Rose, jang dengan senang hati menjombongkan koleksi loekisan, permadani, pot-pot antik, dan barang hiasan mahal miliknja. (Liye, 2013: 115) Dari kutipan di atas tampak bahwa Mevrouw
Rose
sedang
menyombongkan koleksi-koleksi yang ada di rumahnya pada acara jamuan makan malam yang diadakannya. Sifat kejelekannya yang memandang rendah orang lain juga tampak dalam acara jamuan makan malam tersebut, seperti yang tampak dalam kutipan di bawah ini: Njonja Rose poera-poera tertawa anggoen menanggapi sindiran itoe, mengangkat tangannja pada posisi sempoerna, “Tentoe sadja Mevrouw Chaterine, tentoe sadja. Hanja lidah orang-orang terhormat sadjalah jang bisa merasakan spesialnja itoe soep. Apalagi djika lidah aseli ketoeroenan darah bangsawan. Oh well, maksoedkoe, lidah kita semoea.” (Liye, 2013: 116) Berdasarkan dari kutipan di atas, Mevrouw Rose sedang menyindir salah satu tamu jamuan makan malamnya, yakni Mevrouw Chaterine yang merupakan wanita Eropa biasa yang mendapatkan gelar kebangsawanan karena pernikahan berbeda dengan Mevrouw Rose yang asli keturunan bangsawan. d) Meneer van Houten Tokoh Meneer van Houten juga merupakan tokoh tambahan yang berperan antagonis dalam cerita ini. Meneer van Houten merupakan suami
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107 dari Mevrouw Rose, yang juga tuan atau majikan laki-lakinya Itje. Tokoh Meneer digambarkan sebagai keturunan bangsawan. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Meneer Van Houten adalah ketoeroenan salah satoe bangsawan penting di Amsterdam sana. Orangtoeanya masih kerabat dekat Ratu Belanda. Saat kompeni tiba di Noesantara, keloearga mereka jang membantoe perongkosan perang, diberikan konsesi tanah loeas oentoek perkeboenan. Karena orang toeanya soedah terlaloe toea tinggal di itoe negeri antah berantah, anak soeloeng mereka jang mengoeroes itoe tanah dan kekajaan lainnja, jadilah Meneer Van Houten jang menikahi Mevrouw Rose menetap di Batavia. (Liye, 2013: 104-105) Dari kutipan di atas tampak bahwa Meneer van Houten adalah anak sulung dari orangtua yang masih kerabat dekat Ratu Belanda. Ia tinggal di Batavia
lantaran
meneruskan
untuk
mengurusi
perkebunan
warisan
orangtuanya. Sifat yang dimiliki Meneer van Houten berbeda dari sifat istrinya, karena tokoh Meneer bersifat baik, bahkan terhadap pembantunya. Berikut kutipannya: “Geduld, my darling,” Suara empoek Meneer Van Houten menahan gerakan tangan Nyonya Rose, tersenyoem, “Djangan terlaloe kasar dengan Itje, Rose.” Nyonya Rose melotot pada soeaminja. “Lagipoela dia betoel. Akoe jang tadi memintanja mengganti tjokelat panas dengan wedang panas.” Meneer menarik koersi, doedoek di seberang Nyonya, menoleh ke arah baboenja, “Nah, Itje, semoea menoe makan malam soedah tersadji dengan sempoerna, silahkan kembali ke dapoer.” (Liye, 2013: 101) Dari kutipan terlihat bahwa Meneer memperlakukan pembantunya dengan lebih baik dan tidak kasar daripada Mevrouw Rose. Bahkan, Meneer menyadari bahwa yang salah dirinya bukan Itje. Meneer van Houten memang bersifat baik, tetapi ia tetap saja adalah bangsawan Belanda, bagian dari penjajah yang memberikan penderitaan bagi penduduk pribumi. Oleh karena itu, Meneer van Houten membuat konflik dalam diri Kang Djalil yang mencintai tanah air. Berikut kutipannya: ”Verdomme,” Itoe soeara Meneer Van Houten jang memotong, dengan kaki gemetar, bertopang bibir medja, Meneer menatap rombongan berkedok, ”Kalian tidak pernah puasnja meroesak atjara ini. Apa tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108 tjukup tiga tahoen laloe, hah?” Meneer beroesaha mentjaboet pistolnja. Pemimpin orang berkedok tertawa sinis, ”Tidak akan pernah tjukup hingga tanah air kami merdeka.” (Liye, 2013: 121-122) Dari kutipan di atas tampak perselisihan di antara Meneer van Houten dengan pemimpin orang berkedok, yakni Kang Djalil, pendekar bayaran sendiri. Pemimpin orang berkedok akan selalu melawan hingga tanah airnya merdeka. e) Governoer Djenderal Tokoh Governoer Djenderal ialah tokoh tambahan yang sekaligus tokoh antagonis. Dalam cerita, tokoh ini secara fisik digambarkan pengarang sebagaimana dalam kutipan berikut: Wadjahnya terlihat gagah, Koemisnja melintang. Badannja tinggi besar, dengan pakaian governornja jang khas itoe. Tidak loepa satoe pistol di pinggang, dan satoe pedang pandjang dalam sangkoer di sisi lainnja. (Liye, 2013: 116-117) Dari kutipan di atas terlihat bahwa fisik Governoer Djenderal dengan kumis melintang dan postur tubuh yang gagah memang cocok sekali dengan sosoknya seorang penjajah yang kejam. Salah satu bukti kekejaman tokoh tambahan ini yang membuat konflik dengan tokoh utama, seperti dalam kutipan berikut: Governoer Djenderal sambil menjeret Ibu Itje, bergegas ke loear roemah, dikawal oleh serdadoe Belanda jang mengatjoengkan pistol. Lontjat ke atas kereta, lantas menggebah koeda agar berlari kentjang. Dor! Tidak loepa, Governoer Djenderal jang kedjam itu menembak Ibu Itje, melemparnya djatoeh ke bawah. (Liye, 2013: 106) Berdasarkan kutipan di atas tokoh Governoer Djenderal adalah penembak dan pembunuh ibu Itje. Kejadian itu terjadi ketika dua belas pemberontak, salah satunya Kang Djalil menyerbu jamuan makan malam di rumah Meneer van Houten tiga tahun yang lalu. Dalam acara jamuan makan malam, tokoh Governoer Djenderal merupakan tamu istimewa dan paling penting. Hal ini terlihat dari kutipan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109 “Governoer Djenderal dan istrinja akan menghadiri djamoean makan malam kita.” Meneer Van Houten membentangkan tangannja, senang bilang kabar itoe. “Excellent, my darling, excellent,” Apalagi Mevrouw Rose, dia berseroe lebih kentjang, terdengar hingga ke dapoer. (Liye, 2013: 101) Tokoh Governoer Djenderal adalah petinggi VOC yang dihormati dalam acara jamuan makan malam. Mantan kapiten nederlander dan serdadu karir ini juga merupakan tokoh yang pintar dan terlatih. Berikut kutipannya: Governoer Djenderal menjaroengkan pistol di pinggang, menatap hina pemimpin orang berkedok jang merangkak beroesaha menggapai toeboeh Itje, ”Koewe orang haroes tahoe. Sedjak kedjadian tiga tahoen laloe, akoe bersoempah tidak pernah benar-benar meminoem anggoer di djamoean mana poen. Joega serdadoe pengawal, mereka tidak diidjinkan menjentoeh minoeman itoe lagi.” Doea belas orang berkedok soedah berhasil diloempoehkan. (Liye, 2013: 124) Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh Governoer Djenderal belajar dari pengalaman. Tokoh ini lebih pintar dalam bertaktik dan berstrategi perang daripada dua belas pemberontak yang menyerbu jamuan makan malam itu guna meraih kemerdekaan dan juga membalaskan dendam tiga tahun yang lalu.
2) Latar a) Latar tempat Latar tempat adalah tempat yang menunjukkan pada lokasi peristiwa dalam sebuah cerita. Dalam cerpen Itje Noerbaja & Kang Djalil ini latar tempat yang mendominasi adalah rumah Meneer van Houten dan di sekitar rumah. Berikut penjelasannya: (1) Dapur Dapur rumah Meneer van Houten selalu menjadi latar tempat di mana Mevrouw Rose mengeluarkan sifat jeleknya, yakni suka marahmarah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: ... Mevrouw Rose matjam radio roesak mengomel panjang lebar di dapoer. Berteriak-teriak, menoenjoek-noenjoek djidat Itje. (Liye, 2013: 96)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110 Dari kutipan di atas tampak suasana dapur rumah sangat menakutkan karena teriakan kemarahan Mevrouw Rose yang sedang mengomel dan memarahi para pembantunya, terutama Itje. (2) Di balik pohon beringin Latar tempat di mana Kang Djalil memberikan perintah kepada Itje adalah di balik pohon beringin yang berada di halaman belakang rumah Meneer van Houten.. Berikut kutipannya: “Itoe rentjana semakin matang, Itje.” Kang Djalil berkata perlahan, memboeka pertjakapan setelah mereka berdua di balik pohon beringin besar halaman belakang roemah Meneer. Tidak ada siapasiapa di sana, ketjoeali njamoek dan koenang-koenang. (Liye, 2013: 103) Dari kutipan di atas tampak bahwa suasana latar sangat sepi hanya ada Itje dan Kang Djalil. Dalam latar tempat ini Kang Djalil menyuruh Itje untuk meracuni minuman anggur dalam acara jamuan makan malam agar Kang Djalil bersama pemberontak lain bisa menyerbu dan melumpuhkan Governoer Djenderal beserta tamu lain yang menjajah tanah airnya dengan mudah. (3) Ruang acara jamuan makan malam Latar tempat acara jamuan makan malam adalah di rumah Meneer van Houten. Semua sudah dipersiapkan sangat baik oleh Mevrouw Rose. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Lihatlah sadja, bahkan halaman belakang roemah dipenoehi oleh lampoe-lampoe teplok. Memboeat indah soeasana. Joega halaman depan, pagar roemah, semoeanja meriah, terang. Apalagi di roeang makan, roeangan paling loeas, Mevrouw Rose bahkan memasang lampoe petromaks besar model terkini. Itoe lampoe dibawa langsoeng dari Malaka. (Liye, 2013: 110) Dari kutipan di atas tampak bahwa acara jamuan makan malam itu bukan acara biasa. Dari segi latar tempat acara sudah sangat meriah dan terang berkat hiasan yang mewah, ditambah lagi kedatangan Governoer Djenderal seperti yang tampak pada kutipan berikut: Tepat djam berdentang toedjoeh kali, saat Governoer Djenderal memasoeki roeangan makan malam. Djamoean besar itoe serentak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111 dimoelai. Kemeriahan pesta segera mendjalar. Piring-piring makanan mulai bergerak. Menoe-menoe istimewa hasil ratjikan itoe koki nomor wahid mulai dihidangkan. Tawa para tamoe terhormat memenoehi langit-langit. Riuh bersama denting sendok garpoe, soeara mengoenjah, minoeman dituangkan, tepok tangan, leloetjon, soeara tawa lagi. (Liye, 2013: 118) Dari kutipan di atas tampak bahwa acara jamuan makan malam sangat meriah terlihat dari para tamu yang penuh tawa, canda, senda dan gurau saling membaur satu sama lain menambah kemeriahan pesta. Namun, ruangan acara jamuan makan malam itu berubah mencekam sesaat setelah menu penutup dihidangkan, yakni minuman anggur yang sudah diracuni oleh Itje, sebagaimana yang dipaparkan dalam kutipan di bawah ini: Maka petjah soedah teriakan-teriakan panik di mana-mana. Itoe Mevrouw-mevrouw jang berdandan rapi, koesoet masai ramboetnja, jatoeh bergelimpangan. Meneer-Meneer, hendak mentjaboet pistol atau pedang, terkulai lebih dahoeloe, itoe sendjata berkelontangan. (Liye, 2013: 121) Masih dalam latar yang sama, yakni di ruang acara jamuan makan malam terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh dua belas orang memakai kedok hitam, yang mana Kang Djalil. Akan tetapi, mereka dikalahkan oleh Governor Djenderal beserta pasukan kompeninya, seperti dalam kutipan berikut. Doea belas orang berkedok soedah berhasil diloempoehkan. Golok besar mereka tergeletak di lantai. ”Beri peladjaran mereka semoea.” Governoer Djenderal meneriaki kapitennja, ”Besok pagi-pagi, gantoeng toeboeh mereka di depan markas kompeni, biar ditonton ramai inlander pemberontak lainnja.” (Liye, 2013: 124) Dari kutipan di atas latar tempat ini menjadi saksi untuk kesekian kalinya bahwa pemberontak yang berjuang demi kemerdekaan tanah air belum mampu mengalahkan bahkan membunuh Governoer Djenderal. b) Latar waktu Latar waktu berkaitan dengan kapan peristiwa itu terjadi. Berikut ini penjelasan mengenai latar waktu dalam cerpen Itje Noerbaja & Kang Djalil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112 (1) Malam hari Malam hari menjadi latar waktu pertemuan tokoh Itje dan tokoh Kang Djalil yang sudah menahan rindu. Akan tetapi, pertemuan kerinduan ini tidak membicarakan perasaan mereka berdua. Berikut kutipannya: “Itoe rentjana semakin matang, Itje.” Kang Djalil berkata perlahan, memboeka pertjakapan setelah mereka berdua di balik pohon beringin besar halaman belakang roemah Meneer. Tidak ada siapasiapa di sana, ketjoeali njamoek dan koenang-koenang. (Liye, 2013: 103) Terlihat dari kutipan itu kunang-kunang beterbangan menandakan peristiwa pertemuan itu terjadi malam hari. Dalam pertemuan itu Kang Djalil mempunyai rencana untuk melakukan penyerbuan saat acara jamuan makan malam penting. Sementara, Itje disuruh Kang Djalil untuk memberikan racun ke minuman anggur yang disajikan nantinya. Di hari berikutnya, malam hari juga menjadi latar waktu pertemuan terakhir kali Itje dan Kang Djalil sebelum acara jamuan makan malam. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: “Ini pertemoean kita terakhir kali sebelum loesa malam djamoean itoe diadakan. Kamoe ingat apa jang haroes dilakoekan?” Kang Djalil menatap Itje penoeh penghargaan. Itje mengganggoek, keningnja berpeloeh, padahal oedara malam terasa dingin. Hening sedjenak di balik pohon beringin. “Akoe takoet, Kang.” Itje berbisik. “Tidak ada jang perloe ditakoetkan, Itje (Liye, 2013: 111) Dalam latar malam hari yang dingin Kang Djalil meyakinkan Itje untuk tidak takut dalam melakukan perintahnya dan memberikan botol racun yang nantinya dimasukkan ke minuman penutup pada acara jamuan makan malam. (2) Sore sampai malam hari Hari acara jamuan makam malam telah tiba. Sore hari menjadi latar waktu kedatangan para tamu acara, seperti dalam kutipan berikut: Sedjak poekoel lima, satoe persatoe tamoe oendangan hadir menoempang kereta koeda. Ketepak, ketepok ladam menimpa djalanan terdengar ramai berirama. Moesim kemarau, debu berterbangan (Liye, 2013: 115)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113 Dari kutipan di atas tampak bahwa acara jamuan makan malam yang diadakan bertepatan dengan musim kemarau. Satu setengah jam kemudian, semua tamu sudah hadir, kecuali Governoer Djenderal. Berikut kutipannya: Poekoel enam lewat tiga poeloeh, hampir semoea tamoe penting telah hadir. Beberapa kapiten nederlander ikoet hadir, dan poeloehan serdadoe lainnja memenoehi halaman roemah. (Liye, 2013: 115) Akhirnya tiga puluh menit berikutnya, Governoer Djenderal, tamu paling penting dalam acara jamuan makan malam telah datang dan memasuki ruangan acara. Hal ini terlihat pada kutipan di bawah ini: Tepat djam berdentang toedjoeh kali, saat Governoer Djenderal memasoeki roeangan makan malam. Djamoean besar itoe serentak dimoelai. Kemeriahan pesta segera mendjalar. Piring-piring makanan mulai bergerak. Menoe-menoe istimewa hasil ratjikan itoe koki nomor wahid mulai dihidangkan. (Liye, 2013: 118) Dari kutipan di atas tampak latar malam hari yang menunjukkan pukul tujuh malam menjadi latar waktu masuknya Governoer Djenderal ke dalam ruangan acara. Dalam latar waktu itu kemeriahan pesta dimulai. Masih dalam latar waktu yang sama, tepatnya satu jam kemudian pesta jamuan makan malam itu berubah mencekam sesaat setelah menu penutup berupa minuman anggur yang sudah diracuni oleh Itje masuk ke dalam perut penikmat pesta malam itu. Bersamaan dengan kejadian itu, pemberontakan yang telah direncanakan oleh Kang Djalil melakukan penyerbuan guna membunuh Governor Djenderal. Namun, penyerbuan itu gagal, seperti yang tampak pada kutipan berikut: ”Beri peladjaran mereka semoea.” Governoer Djenderal meneriaki kapitennja,” Besok pagi-pagi, gantoeng toeboeh mereka di depan markas kompeni, biar ditonton ramai inlander pemberontak lainnja.” (Liye, 2013: 124) Berdasarkan kutipan di atas latar malam hari menjadi latar waktu untuk yang kesekian kalinya Goeverner Djenderal lolos dari usaha pembunuhan yang dilakukan para pemberontak untuk memukul mundur para penjajah dari tnah air Batavia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114 c) Latar sosial Latar sosial dalam sebuah cerita berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Dalam cerpen berjudul Itje Noerbaja & Kang Djalil ini, latar sosialnya ialah kehidupan majikan dengan pembantu di masa-masa penjajahan Belanda. Penduduk pribumi bangsa Indonesia dianggap rendah oleh para penjajah, seperti yang tampak pada kutipan berikut: Mevrouw Rose matjam radio roesak mengomel panjang lebar di dapoer. Berteriak-teriak, menoenjoek-noenjoek djidat Itje. Bilang, dasar inlander bodoh, baboe doesoen, di depan baboe-baboe lain yang lebih senior, dan beberapa tjenteng yang kebetoelan ikoet menoempang makan. (Liye, 2013: 96) Selain itu juga terdapat latar sosial seperti pada masyarakat umumnya, yakni kebiasaan saling menyindir dan merendahkan. Hal ini tampak pada kutipan berikut ini: Mevrouw-mevrouw lain demi sopan santoen terhadap toean roemah ikoet tertawa. Padahal djelas-djelas Mevrouw Rose sedang menjindir Mevrouw Chaterine, wanita eropa biasa jang mendapatkan gelar kebangsawanan karena pernikahan. Di doenia ini, entah itoe di kalangan ningrat atau orang awam, entah itoe di tempat-tempat megah nan mahal atau gang betjek nan bau, oeroesan sombong menjombong dan saling merendahkan sama bentoeknja, hanja beda kelasnja. (Liye, 2013: 116) Dari kutipan tersebut terlihat bahwa kebiasaan sindir-menyindir, menyombongkan diri itu terjadi di mana saja, baik di kalangan kasta sosial yang tinggi sampai kasta sosial yang paling rendah sekalipun.
f. Cerpen Kalau Semua Wanita Jelek 1) Tokoh dan Penokohan Cerita pendek yang berjudul Kalau Semua Wanita Jelek ini merupakan cerita fiksi imajinatif. Dalam cerpen ini terdapat tokoh-tokoh yang menghidupkan jalannya cerita antara lain adalah Jo, Vin, Erik Tarore, Mama Jo, Adik Jo, manajer biro perjalanan, customer biro perjalanan, serta beberapa staf ticketing biro
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115 perjalanan lainnya. Namun, dari beberapa tokoh tersebut hanya ada satu tokoh utama, sedangkan yang lain merupakan tokoh tambahan. Berikut penjelasan tokoh-tokohnya. a) Jo Tokoh Jo merupakan tokoh yang paling sering muncul dalam cerita ini dan menjadi pusat cerita. Pengarang paling sering menceritakan tokoh Jo ini sehingga tokoh ini merupakan tokoh utama. Tokoh Jo ini sekaligus sebagai tokoh antagonis. Dalam cerita ini fisik tokoh Jo digambarkan seperti anekdot yang diceritakan oleh tokoh Vin. Berikut kutipannya: Alkisah, dulu ada anak perempuan bertubuh gendut, saking gendutnya, sering dijadikan bahan olok-olok oleh temannya. Dagunya besar, lehernya tidak kelihatan, betis, paha dan lengannya jumbo, menurut olokan temannya yang paling jahat, si gendut ini kalau digelindingkan di jalan raya, pasti jauh sekali menggelinding baru berhenti. Atau kalau pertandingan basket, bolanya tiba-tiba kempes, si gendut ini bisa jadi ganti bola. (Liye, 2013: 127) Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Jo ini mempunyai badan yang besar alias gemuk, dengan dagu yang besar hingga menutupi leher, serta mempunyai tangan dan kaki yang berukuran besar. Di awal cerita tokoh Jo memiliki pekerjaan sebagai staf ticketing biro perjalanan. Jo memiliki sifat yang mudah tersinggung. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: “Ayolah, Jo, dunia tidak berakhir hanya gara-gara seorang customer biro perjalanan menghinamu, bukan?” Vin kembali membesarkan hati, melirik jam di pergelangan tangan, ini sudah dua jam mereka duduk di sebuah kafe dekat kantor Jo. (Liye, 2013: 129) Jo mudah sekali tersinggung apabila hinaan yang diterimanya berkaitan dengan fisik yang dimilikinya. Jo merasa terhina lantaran seorang customer di tempat kerjanya menghina dirinya dengan frase gajah jumbo dan paus bunting. Hal ini juga tak lepas dari ulah tokoh Jo yang ceroboh membuat rute perjalanan customer tersebut tertukar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116 Dalam kehidupan pertemanannya, sifat kesetiakawanan tokoh Jo telah terbukti dengan pertemanannya dengan tokoh Vin yang telah terjalin hampir tiga belas tahun sejak SMA hingga bekerja. Berikut kutipannya: Meskipun mereka sudah berteman hampir tiga belas tahun, usia hampir tiga puluh, dengan masalah yang sama—masalah penampilan fisik, perangai Jo dan Vin tumbuh berbeda sekali. Vin tumbuh dengan pemahaman baik. (Liye, 2013: 134) Dari kutipan di atas disebutkan bahwa pemahaman tokoh Jo tumbuh kurang baik, berkebalikan dengan tokoh Vin. Pernyataan tersebut didukung dengan kutipan di bawah ini: “Memang.” Jo berseru ketus, “Kalau adil, seharusnya kecantikan itu diperoleh, bukan diberikan sejak lahir. Siapa yang paling keras kerjanya, maka ia berhak paling cantik.” (Liye, 2013: 136) Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Jo selalu memahami hal secara tidak positif. Ia tidak bersyukur atau tidak menerima terhadap fisiknya yang gemuk. Bahkan, ia berupaya dengan sangat keras melakukan diet untuk menurunkan berat badannya yang membuatnya enam kali masuk rumah sakit demi terlihat ramping. Hingga akhirnya Tuhan mengabulkan doa Jo yang meminta kecantikan itu didapat dengan kerja keras. Hal ini tampak pada kutipan berikut ini: Mekanisme kecantikan baru dunia telah hadir, Jo benar-benar merasa takjub, antusias, campur aduk menjadi satu. Apa yang tadi telah dijelaskan, Jo adalah pekerja keras sejati dalam urusan kecantikan. Ia boleh jadi selama ini tidak pernah termotivasi bekerja lebih baik demi uang, kekayaan, tapi sekarang, ia bekerja gila-gilaan demi sebuah kecantikan. (Liye, 2013: 140) Kecantikan bagai bidadari yang dianalogikan sebagai kekayaan raya yang didapat tokoh Jo dalam dunia barunya, lantas membuat sifat dalam dirinya menjadi kurang peduli dengan sekitar. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Jo hanya berdehem sekilas. Ia sibuk dengan layar laptopnya, sibuk bekerja, berkali-kali melirik jam di pergelangan tangan. Tadi ia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117 sebenarnya malas makan siang bersama Vin. Waktunya berharga sekali, demi kecantikan. (Liye, 2013: 143) Tokoh Jo sedikit demi sedikit mulai tidak memedulikan Vin, sahabatnya sendiri seperti dulu saat Jo belum berubah menjadi cantik dan sibuk. Meskipun begitu, tokoh Jo tetap membiayai kehidupan Vin, bahkan mebiayai rumah sakit Vin. Berikut kutipannya: “Maaf , gue harus cepat pergi, Vin.” Jo sudah memasukkan telepon ke tasnya. Melambai ke lorong rumah sakit. Erik Tarore sudah datang menjemputnya. “Gue akan bayar semua biaya rumah sakit. Bye.” (Liye, 2013: 146) Namun, di akhir cerita Tokoh Jo digambarkan pengarang sebagai sosok yang mau mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas semua perbuatannya sebelumnya yang menunjukkan rasa ketidakbersyukuran. Hal ini tampak pada kutipan berikut: “Ya Tuhan, Vin sungguh benar. Kau selalu memberikan kecantikan yang sama pada setiap bayi. Kau selalu adil. Kamilah yang sibuk memberikan definisi kecantikan itu. Kamilah yang terlalu bodoh untuk paham. Maafkan aku, sungguh maafkan aku.” (Liye, 2013: 149) Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh Jo meminta maaf kepada Tuhan. Ia sungguh menyesal atas tingkahnya selama ini. Jo sadar betul bahwa apa yang dikatakan dan nasihat yang telah diberikan Vin kepada dirinya memang benar. b) Vin Tokoh Vin merupakan tokoh tambahan yang memegang peranan sebagai tokoh protagonis dalam jalannya cerita. Dalam cerpen ini tokoh Vin digambarkan pengarang secara fisik sebagai sosok yang jauh dari kata cantik. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: Menurut definisi kecantikan versi industri kosmetik saat ini, Vin yang jerawatan, rambut keriting jingkrak, wajah tirus, ditambah berkulit gelap pula, memang cocok punya teman Jo, yang mirip sudah dengan deskripsi cerita anak gendut tadi. (Liye, 2013: 129)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118 Dari kutipan di atas, meskipun tokoh Vin mempunyai fisik yang jelek, ia adalah sosok pribadi yang baik berperan sebagai teman terbaik bagi tokoh Jo lantaran sifatnya yang pengertian dan selalu menasihati tokoh Jo. Bagi Vin, teman terbaik adalah teman yang bisa berbagi satu sama lain, dan Jo adalah teman terbaiknya, ia bisa berbagi kebahagiaan, juga kesedihan. Berikut kutipannya: Vin tertawa kecil, “Ingat loh, Jo, mau sesakit apapun rasanya dihina orang lain, mau sesebal, sebenci apapun, lu nggak pernah sendirian. Gue akan selalu menjadi teman baik. Gue akan selalu bersedia mendengarkan. Deal?” (Liye, 2013: 133) Tokoh Vin selalu bersikap baik, lantaran dalam dirinya tumbuh pemahaman yang baik. Ia selalu berpikiran positif. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Vin tumbuh dengan pemahaman baik. Sejak SMA dulu ia tidak terlalu peduli dengan pendapat orang lain. Sepanjang ia bahagia, maka mau jelek, mau cantik orang lain menilai, ia selalu merasa cantik. (Liye, 2013: 134) Pemahaman yang baik serta berpikir positif mengenai hal apa saja, termasuk pemahaman mengenai kecantikan yang berselisih dengan tokoh Jo. Ternyata membawa diri tokoh Vin menjadi pribadi yang bahagia. Berikut kutipannya: Bagi Vin yang memiliki pemahaman baik, mau berubah ribuan kali mekanisme kecantikan dunia, tidak akan membuatnya menjadi bahagia atau sedih, karena kebahagiaan itu selalu ada di dalam hati. (Liye, 2013: 141) Dari kutipan di atas, tokoh Vin tak akan tertarik dengan kebahagiaan yang berasal dari kecantikan, ia selalu menganggap bahwa kebaikan berasal dari dalam hati. Ini menunjukkan prinsip hidupnya yang sudah mendarah daging dalam dirinya. Tokoh Vin merupakan sosok yang tidak ingin merepotkan tokoh Jo, meskipun ia sedang berada dalam kesusahan yakni tidak memiliki pekerjaan karena perusahaan kosmetik tempatnya bekerja bangkrut akibat dampak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119 mekanisme dunia yang berubah bahwa kecantikan itu didapat dengan kerja keras. Seperti pada penggalan cerita berikut ini: “Kau tidak perlu terus membayar sewa apertemen gue, Jo.” Vin berkata pelan, mereka sedang makan siang bersama, “Gue pasti akan segera dapat pekerjaan baru. Setidaknya cukup untuk membayar keperluan sendiri.” (Liye, 2013: 143 ) Kondisi tokoh Vin semakin memburuk akibat keadaannya yang terus menganggur dan diam-diam menolak bantuan dari Jo. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Vin sungguh tidak mau merepotkan siapapun, termasuk Jo teman baiknya sejak SMA. Ia sudah melarang siapapun memberitahu Jo kalau ia masuk rumah sakit, tapi Adik Jo sendiri yang tidak tahan melihat kondisi Vin. (Liye, 2013: 146 ) Vin memang sahabat yang sangat baik dan pengertian, dengan pikirannya yang selalu positif. Vin tidak merasa bersedih dan marah terhadap Jo, walaupun perkataan Jo telah merendahkan dirinya. Berikut kutipannya: Punggung Jo hilang dari balik pintu, sambil berseru senang menyambut Eriknya. Vin hanya tergugu. Tidak, ia tidak sedih mendengar kalimat Jo. Ia tahu, dari lubuk hatinya paling dalam, Jo tidak berniat demikian. Jo tetap sahabat terbaiknya. Ia sedih karena betapa ia telah membebani kehidupan Jo. (Liye, 2013: 146-147) Hingga akhirnya, tokoh Jo mengakui atas pemahamannya yang keliru, tokoh Vin dengan lapang dada tanpa ada rasa apapun memaafkan dan menerima sahabatnya itu. Berikut kutipan ceritanya: Vin membelai lembut rambut Jo, “Lu lupa, Jo, mau sesakit apapun lu saat ini, mau sesebal, sebenci apapun, lu nggak pernah sendirian. Gue akan selalu menjadi teman baik. Gue akan selalu bersedia mendengarkan. Deal?”. Ah, bagi Vin, yang seminggu terakhir telah bekerja sebagai cleaning service, mau sejelek apapun dirinya dan orang lain, kebahagiaan tetap berasal dari hati sendiri. (Liye, 2013: 149) Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Vin mempunyai pemahaman yang sangat baik, senantiasa ke arah positive thinking atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120 berprasangka baik. Tokoh Vin mempunyai prinsip bahwa sepanjang ia bahagia, maka tidak penting penilaian orang lain. c) Erik Tarore Tokoh Erik menjadi tokoh tambahan dan antagonis karena peran dirinya yang juga menjadi konflik dalam kehidupan tokoh Jo lantaran ulahnya yang selingkuh. Tokoh Erik secara fisik digambarkan pengarang sebagai sosok lelaki berwajah tampan, seperti pada beberapa kutipan berikut: Tapi mau dibilang apa, lihatlah, terpisah satu meja, di seberang sana, pria idaman satu gedung, Erik Tarore, si tampan, gebetan Jo, sedang duduk menikmati minumannya. Dan yang membuat hati Jo tiba-tiba kesal, si tampan itu satu jam lalu ditemani oleh tiga- empat gadis cantik nan ramping yang puh, berebut perhatian. (Liye, 2013: 132-133) Dari kutipan di atas Erik merupakan pria idaman di kantor tempat Jo bekerja, banyak wanita yang berebut perhatian pria tampan ini. Hal ini juga tak lepas dari sifat tokoh Erik yang ramah. Bagaimana Erik tidak berusaha ramah, sejak tadi pagi, ia dan miliaran cowok di dunia sedang bingung, kenapa semua wanita tiba-tiba terlihat berbeda? Kenapa eh, jadi jelek semua? Aduh urusan ini aneh sekali. Jadi jika Erik yang playboy selama ini hanya ramah dengan gadis yang cantik dan seksi-seksi saja, pagi ini ia yang bingung, terpaksa patahpatah ramah ke semua gadis satu gedung. (Liye, 2013: 140) Dari kutipan di atas ternyata keramahan yang selama ini Erik lakukan itu hanya tertuju sebatas kepada wanita–wanita yang cantik dan seksi saja. Ini menunjukkan bahwa Erik adalah seorang playboy. Sifat playboy yang dimiliki Erik ternyata tetap berlaku meskipun ia mendapatkan gadis cantik seperti Jo. Ia tetap saja playboy. Berikut kutipannya: Erik Tarore menelan ludah, mengangkat bahu. Pesta-pesta sosialita cantik dunia memberikan ia kesempatan berkenalan dengan gadis cantik raya lainnya. Itu lumrah bukan? Ia bisa beralih ke lain hati? ... Sudah beberapa bulan terakhir ia curiga kenapa Erik berubah, terlambat menjemputnya, mulai bilang banyak alasan. Apa kurangnya ia bagi Erik? Ia yang membawa Erik berkenalan dengan dunia itu. Ia yang menyanjung Erik. Dasar laki-laki pengkhianat. Playboy murahan. (Liye, 2013: 147)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121 Dari kutipan di atas tampak bahwa sekali playboy, tetap playboy. Erik tak lain dan tak bukan adalah seorang laki-laki pengkhianat jauh dari apa yang ada dalam pikiran Jo selama ini. d) Customer biro perjalanan Tokoh customer dalam cerita ini hanya sebagai tokoh figuratif atau tambahan. Namun, tokoh ini memberikan konflik batin dalam diri Jo sebagai tokoh utama. Berikut kutipannya: Customer itu jengkel, menunggu lama, tetap saja tidak selesai-selesai. Akhitnya melempar itinerary perjalanan, sambil berseru minta dipanggilkan manajer, “Aku tidak mau dilayani staf yang satu itu. Sudah lambat, berkali-kali salah, bahkan dia sekali pun tidak meminta maaf sudah membuat istriku terbang ke Turki, sementara aku terbang ke Afganistan. Dia pikir itu lelucon yang baik. Lihat, bahkan gajah jumbo itu, paus bunting itu, whatever siapa namanya, tidak tersenyum sedikit pun” (Liye, 2013: 131) Dari kutipan di atas tokoh customer digambarkan oleh pengarang sebagai tokoh yang membawa kemarahan kepada tokoh Jo lantaran rute perjalanannya bersama sang istri keliru. e) Mama Jo Mama Jo merupakan tokoh tambahan yang hanya dimunculkan sekali dalam cerita. Berikut kutipannya: ... juga Mama, tidak ada badan besar yang menyesaki kursi. “Kamu baru bangun, Jo?” Mama bertanya. Jo menggeleng-menggelengkan kepala. Aduh, apa yang sebenarnya terjadi. Itu benar suara Mama-nya. Tapi kenapa Mama terlihat kurus? Wajah Mama sih tetap biasa-biasa saja, ia mengenalinya. Tapi kenapa Mama tidak gendut? Biasanya saking besarnya Mama, kursinya tidak terlihat. Sekarang? (Liye, 2013: 138) Mama di sini hanya berperan sebagai tokoh tambahan yang memastikan bahwa apa yang dialami Jo sama dengan yang dialami mama dan adiknya. Fisik mama yang semula sama besar dengan dirinya berubah menjadi ramping.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122 f) Adik Jo Sama halnya dengan Mama Jo, tokoh Adik perempuan Jo juga merupakan tokoh tambahan yang hanya dimunculkan satu kali dalam cerita. Berikut kutipannya: “Telur dadarnya aku habisin ya, Kak?” Adik perempuannya bertanya. Lantas tidak menunggu jawaban, sudah santai memidahkan satu porsi extra large telur dadar jatah Jo ke piringnya. Ya ampun, ini ada apa? Jo mengusap-usap mata. Itu juga betul suara adiknya. Tapi kenapa adiknya yang rakus, tukang makan segalanya terlihat kurus pagi ini? Apa ia tidak salah lihat? Tentu saja tidak, ia masih mengenali wajah adiknya. Wajah orang paling jahil di rumah. (Liye, 2013: 138) Dari kutipan di atas diceritakan oleh tokoh Jo sendiri mengenai sifat adiknya, yaitu rakus tukang makan, jahil dan sebelumnya berfisik gendut berubah menjadi kurus sama halnya dengan dirinya.
2) Latar Latar dalam cerpen ini menyaran pada tempat atau lokasi kejadian, hubungan waktu atau kapan terjadinya peristiwa, serta lingkungan sosial dalam cerpen ini. a) Latar tempat Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat dalam cerpen ini sebagai berikut: (1) Kafe Latar tempat dalam cerpen ini berada di kafe. Latar ini menjadi tempat di mana tokoh Jo berusaha mengurangi rasa kesal, sebal, benci dengan bertemu Vin untuk mengadu lantaran tadi siang tokoh Jo dihina oleh customer di kantor biro perjalanan tempatnya bekerja. Berikut kutipannya: Sebenarnya perasaan Jo sudah jauh membaik sejak melihat Vin melambai tangan, masuk ke dalam kafe. Tapi mau dibilang apa, lihatlah, terpisah satu meja, di seberang sana, pria idaman satu gedung, Erik Tarore, si tampan, gebetan Jo, sedang duduk menikmati minumannya. Dan yang membuat hati Jo tiba-tiba kesal, si tampan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123 itu satu jam lalu ditemani oleh tiga- empat gadis cantik nan ramping yang puh, berebut perhatian. Dasar norak. (Liye, 2013: 132-133) Dari kutipan di atas terlihat bahwa perasaan kesal dalam diri tokoh Jo sebagai bentuk rekasi terhadap tingkah wanita-wanita yang berebut perhatian pria idamannya tokoh Jo muncul dalam latar kafe ini. Latar ini merupakan tempat tokoh Jo menceritakan kepada Vin tentang Erik Tarore yang berubah ramah dengannya, padahal sebelumnya Erik hanya ramah kepada gadis cantik dan seksi yang tidak seperti dirinya semula yang bertubuh tambun. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Mereka sedang makan siang di dekat kantor Jo. Meski Vin masih sibuk menyelesaikan laporan bulanan yang tertunda tadi malam, dia tidak kuasa menolak ajakan Jo yang sengaja menyeretnya makan siang bersama. “Bayangkan, Vin, Erik.”. “Erik siapa?”. “Erik Tarore, pria paling tampan di gedung kantorku tersenyum padaku.” Jo memegang kepalanya tidak percaya. (Liye, 2013: 141) Dari kutipan tersebut latar tempat itu adalah rumah makan atau kafe serupa dengan latar di malam sebelumnya kala tokoh Jo curhat kepada Vin mengenai hinaan customer-nya, yakni kafe yang berada di dekat kantor biro perjalanan tempat tokoh Jo bekerja. Dalam cerita ini latar kafe memang sangat dominan, terbukti latar ini juga menjadi tempat di mana tokoh Jo yang sudah menjadi cantik dan ramping ini mulai bersikap diam, dingin, dan lebih menyibukkan dirinya dengan menatap laptop lantaran sekarang tokoh Jo ialah pemilik tunggal bisnis biro perjalanan online setelah memutuskan keluar dari kantor tempat kerja sebelumnya. Berikut kutipannya: “Gue lebih suka Jo yang lama.” Vin berkata pelan, “Kau sekarang berubah sekali. Pendiam. Dingin.”. Jo lagi-lagi hanya berdehem, tidak memperhatikan. “Sudah berapa lama kita tidak makan siang sambil tertawa, mentertawakan olok-olok orang misalnya. Pergi berliburan berdua.” Wajah Vin yang semakin jelek terlihat agak pucat siang itu, hanya suaranya saja yang tetap terdengar riang. “Gue sibuk, Vin.” Jo memotong. “Iya, lu terlihat sibuk sekali.” Vin menelan ludah. Hening sejenak. “Apa lu baik-baik saja?” Vin ragu bertanya, Jo semakin serius menatap laptopnya. (Liye, 2013: 143-144)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124 (2) Rumah Jo Latar tempat dalam cerpen ini ialah rumah tokoh Jo. Berikut penjelasan di bagian rumah tokoh Jo: (a) Kamar Jo Latar tempat ini adalah kamar Jo yang berada di lantai kedua di rumahnya. Berikut kutipannya: Maka malam itu, dari bingkai jendela salah-satu rumah dua lantai yang masih menyala di pinggiran kota kami. Lewat tengah malam, saat banyak orang sudah jatuh tertidur, lelap bermimpi, Jo dengan menangis terisak mengadu. (Liye, 2013: 136-137) Dari kutipan tersebut bisa dilihat bahwa latar ini menjadi tempatnya berdoa kepada Tuhan agar kecantikan itu dijadikan sebuah harga yang harus didapatkan dengan membayar melalui kerja keras. Latar di kamar Jo ini pula yang menjadi penutup cerita pendek berjudul Kalau Semua Wanita Jelek. Berikut kutipannya: Malam itu, dari jendela kamar lantai dua di salah satu rumah pinggiran kota kami, kamar milik Jo yang lampunya masih menyala. Lewat tengah malam, saat orang-orang kebanyakan sudah jatuh tertidur, Jo sedang terisak berdoa. (Liye, 2013: 149) Dari kutipan di atas tampak bahwa latar ini masih menjadi tempat tokoh Jo berdoa kepada Tuhan. Namun, kali ini berbeda dengan sebelumnya tokoh Jo berdoa memohon ampun atas pemahamannya yang menyalahkan Tuhan bahwa Tuhan itu tidak adil. Tokoh Jo juga berharap dalam doanya semoga ia diberi hati yang baik seperti Vin. (b) Dapur rumah Jo Latar berikutnya adalah di dapur rumah tokoh Jo. Dalam latar ini Jo mengecek apakah yang terjadi pada dirinya juga sama dengan yang dialami mama dan adiknya. Berikut kutipannya: Jo berlarian menuruni anak tangga, ke dapur. Sepagi ini Mama dan adiknya pasti sedang sarapan. Setiba di dapur, ya ampun, kenapa pagi ini semua jadi terlihat tidak beres? Jo berseru tertahan, lihatlah, adik perempuannya yang SMA. Juga Mama, tidak ada badan besar yang menyesaki kursi. (Liye, 2013: 138)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125 Latar ini memastikan bahwa mekanisme dunia telah berubah dan perihal tubuh gendut Jo berubah menjadi ramping setelah doa semalam tadi memang benar-benar hal nyata dan bukan mimpi. (3) Rumah sakit Latar tempat berikutnya adalah rumah sakit. Latar ini merupakan tempat di mana Vin dirawat lantaran sudah terlalu jelek (sakit). Berikut kutipannya: “Lu seharusnya bilang jauh-jauh hari kalau lu masuk rumah sakit, hah.” Itu kalimat ketus Jo. Ia sedang menjenguk Vin, terlihat repot. “Gue nggak mau mengganggu kesibukan lu.” (Liye, 2013: 145) Tokoh Jo memang baik hati mau menjenguk Vin di tengah kesibukannya, walaupun dalam keadaan terpaksa sehingga ia begitu ketus terhadap Vin. “Maaf, gue harus bergegas, Vin.” Jo sudah memasukkan telepon ke tas. Melambai ke lorong rumah sakit. Erik sudah datang menjemputnya, “Gue akan membayar semua biaya rumah sakit. Bye.” (Liye, 2013: 146) Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Jo memang masih peduli dengan Vin, bahkan ia membayar semua biaya rumah sakit Vin meskipun dengan nada ketus dan sombong saat menyampaikan hal itu. (4) Apartemen Vin Latar ini merupakan kediaman Vin, yakni di sebuah apartemen. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: “Maafin gue, Vin.” Jo lompat memeluk Vin saat pintu apartemen terbuka. Pipinya berlinang air mata. Lihatlah, Jo yang berubah jelek kembali. Jo yang sama seperti saat dunia di restart dua tahun lalu. “Nggak apa-apa, Jo. Nggak apa-apa.” Vin tersenyum tulus. (Liye, 2013: 148) Latar ini menjadi tempat tokoh Jo mengakui kesalahannya yang telah ia lakukan selama kurang lebih dua tahun kepada Vin. Dan, Vin dengan tulus memaafkan sahabat terbaiknya itu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126 b) Latar waktu (1) Malam hari Latar malam hari sekitar pukul tujuh malam (dua jam yang lalu dari kutipan yang menyatakan hampir pukul sembilan) di kafe menjadi latar tempat bertemunya tokoh Jo yang mengadu kepada Vin lantaran tadi siang dihina oleh customer-nya. ... “Ini sudah hampir jam sembilan, kau harus segera pulang. Gue panggil taksi ya.”. “Iya. Terserah.”. Vin mencubit lengan Jo. “Sakit tahu.” Jo melotot. Vin tertawa kecil, “Ingat loh, Jo, mau sesakit apapun rasanya dihina orang lain, mau sesebal, sebenci apapun, Jo tidak pernah sendirian. Gue akan selalu menjadi teman baik. Gue akan selalu bersedia mendengarkan. Deal?” (Liye, 2013: 133) Dari kutipan tersebut tampak latar malam hari sudah menunjukkan hampir pukul sembilan. Tokoh Vin berusaha membujuk Jo untuk segera pulang. Selain itu, Vin juga menasihati dan meyakinkan Jo bahwa ia akan selalu ada untuk tokoh Jo. (2) Malam hari Latar malam hari selepas pertemuannya dengan Vin merupakan latar waktu peristiwa tokoh Jo untuk mengadu kepada Tuhan. Berikut kutipannya: Baiklah, ia akan meminta keadilan soal ini langsung kepada sang Pencipta. Ia akan mempertanyakan langsung semua ini. Maka malam itu, dari bingkai jendela salah-satu rumah dua lantai yang masih menyala di pinggiran kota kami. Lewat tengah malam, saat banyak orang sudah jatuh tertidur, lelap bermimpi, Jo dengan menangis terisak mengadu. (Liye, 2013: 136-137) Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa latar malam hari merupakan latar waktu kala Jo mengadu kepada Tuhan atas ketidakadilan-Nya mengapa manusia ada yang dilahirkan cantik dan tidak cantik. Latar malam hari juga ditemukan pada akhir penyelesaian cerita ini, yakni dua tahun kemudian setelah tokoh Jo dari gendut menjadi cantik ramping dan kembali lagi menjadi gendut. Saat itu tokoh Jo berdoa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127 memohon ampun kepada Tuhan dalam latar tempat dan waktu yang sama, yakni di kamar dan pada malam hari. Berikut kutipannya: Malam itu, dari jendela kamar lantai dua di salah satu rumah pinggiran kota kami, kamar milik Jo yang lampunya masih menyala. Lewat tengah malam, saat orang-orang kebanyakan sudah jatuh tertidur, Jo sedang terisak berdoa. (Liye, 2013: 149) Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa latar malam hari merupakan latar waktu kala Jo mengakui kesalahannya dan mohon ampun atas pemahamannya kepada Tuhan yang menurutnya tidak adil dalam menciptakan manusia. (3) Pagi hari Latar waktu berikutnya adalah pagi hari setelah semalam tokoh Jo berdoa kepada Tuhan. Pagi hari ini merupakan latar waktu peristiwa yang sangat membingungkan sekaligus menggembirakan tokoh Jo. Berikut kutipannya: Cahaya matahari pagi lembut menerabas kerai jendela, menimpa wajahnya. Jo menghela nafas, setidaknya, setelah semalaman berkeluh kesah, lantas jatuh tertidur, perasaan hatinya lebih baik. ... Siapakah itu di cermin? Kenapa ada gadis ramping di sana? Itu bukan dirinya? Jo menepuk-nepuk pipi, eh sakit, ini pipinya bukan? Memeriksa dagu, leher, lengan, betis, eh? Ini benaran dirinya bukan. Jo termangu sedetik, lantas berseru bingung. (Liye, 2013: 137) Dari kutipan di atas tampak bahwa latar suasana pagi hari itu sangat cerah dan mentari bersinar hangat. Latar ini merupakan latar terjadinya perubahan tubuh tokoh Jo berubah dari yang semula bertubuh gemuk menjadi ramping. Hal ini lantaran Tuhan mengabulkan doanya semalam. (4) Siang hari Latar siang hari merupakan latar waktu ketika tokoh Jo dan tokoh Vin makan siang. Berikut kutipannya: Mereka sedang makan siang di dekat kantor Jo. Meski Vin masih sibuk menyelesaikan laporan bulanan yang tertunda tadi malam, dia tidak kuasa menolak ajakan Jo yang sengaja menyeretnya makan siang bersama. “Bayangkan, Vin, Erik.”. “Erik siapa?”. “Erik Tarore,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128 pria paling tampan di gedung kantorku tersenyum padaku.” Jo memegang kepalanya tidak percaya. (Liye, 2013: 141) Dari kutipan di atas latar siang hari merupakan latar saat tokoh Jo menceritakan perubahan fisik semua wanita karena mekanisme kecantikan yang berubah. Tak hanya itu, tokoh Jo juga menceritakan kepada Vin bahwa Erik ramah kepadanya. (5) Enam bulan kemudian Latar waktu berikutnya ialah enam bulan kemudian, yakni setelah tokoh Jo berucap bahwa ia akan membuat Erik mengatakan cinta kepada dirinya karena ia membeli kecantikan dengan kerja keras. Dan, ucapannya itu terbukti. Berikut kutipannya: Jo mendirikan biro perjalanan online sendiri. Dengan passion sebesar itu, dalam dunia enterprenuer, wiraswasta hanya soal waktu bisnis Jo menggurita. Paket perjalanan yang ia jual laku keras. Ia mulai merekrut banyak karyawan. Awalnya hanya hitungan jari. Persis di bulan keenam, dengan bantuan sindikasi kecantikan dunia (di jaman lama disebut sindikasi keuangan dunia), bisnis Jo membesar tiada tara. (Liye, 2013: 142) Dari kutipan di atas tampak bahwa bisnis Jo membesar sehingga kecantikan (dalam definisi lama disebut uang) mengalir ke wajah Jo (dalam definisi lama disebut tabungan, deposito). Jo berubah cantik raya sekali (dalam definisi lama disebut kaya raya sekali). Tentu saja, waktu menjadi hal yang dikorbankan oleh tokoh Jo. Kesibukan Jo yang menyita waktu mengurusi bisnis mengubahnya menjadi sosok yang kurang peduli dengan keadaan sekitar. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Ia sibuk dengan layar laptopnya, sibuk bekerja, berkali-kali melirik jam di pergelangan tangan. Tadi ia sebenarnya malas makan siang bersama Vin, waktunya berharga sekali, demi kecantikan. “Gue lebih suka Jo yang lama.” Vin berkata pelan, “Kau sekarang berubah sekali. Pendiam. Dingin.”. Jo hanya berdehem, tidak memperhatikan. (Liye, 2013: 143) Dari kutipan di atas tampak bahwa latar waktu yang menunjukkan ketidakpedulian tokoh Jo yang terjadi pada siang hari ketika Jo dan Vin makan siang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129 (6) Satu tahun kemudian Latar waktu berikutnya satu tahun kemudian dan bisnis biro perjalanan milik tokoh Jo mendunia dan mengglobal. Berkebalikan dengan tokoh Vin yang semakin parah hingga dilarikan ke rumah sakit. Berikut kutipan yang menyatakan bahwa tokoh Vin masuk rumah sakit: “Lu seharusnya bilang jauh-jauh hari kalau lu masuk rumah sakit, hah.” Itu kalimat ketus Jo. Ia sedang menjenguk Vin, terlihat repot. “Gue nggak mau mengganggu kesibukan lu.”. “Omong kosong. Justru dengan mendadak seperti ini kau benar-benar menggangguku. Gue sedang berada di acara fashion bersama orang cantik sedunia di Paris. Lu membuat acara itu berantakan, tahu.” Jo menjawab jengkel. (Liye, 2013: 145) Dari kutipan di atas terlihat juga bahwa tokoh Jo tidak ikhlas dalam menjenguk Vin, sahabatnya. Sifat tokoh Jo memang telah berubah menjadi sombong dan bersikap ketus. Hal ini tak lepas dari kesibukan dan kesuksesan yang didapatkan tokoh Jo. (7) Dua tahun kemudian Latar waktu berjalan hingga dua tahun kemudian. Setelah melewati masa dua tahun hal buruk menimpa tokoh Jo, selain cintanya dikhianati oleh Erik Tarore, bisnisnya juga dikhianati oleh teman sosialitanya dari kota lain. Dan, tokoh Jo kembali mengadu ke Vin sahabatnya untuk meminta maaf. Berikut kutipannya: “Maafin gue, Vin.” Jo lompat memeluk Vin saat pintu apartemen terbuka. Pipinya berlinang air mata. Lihatlah, Jo yang berubah jelek kembali, Jo yang sama seperti saat dunia di restart dua tahun lalu. “Nggak apa-apa, Jo. Nggak apa-apa.” Vin tersenyum tulus. (Liye, 2013: 148) Dari kutipan di atas tampak fisik tokoh Jo berubah menjadi jelek kembali
seperti
semula
setelah
bangkrut.
Tokoh
Jo
menyesali
perbuatannya selama ini. Ia meminta maaf kepada Vin dan Vin pun dengan tulus memaafkan teman terbaiknya itu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130 c) Latar sosial Latar sosial merupakan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra, seperti kebiasaan hidup, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Dalam cerita yang berjudul Kalau Semua Wanita Jelek ini terdapat suatu pemikiran yang disampaikan oleh Tokoh Vin bahwa cantik itu relatif, bagi wanita Asia yang kebanyakan berkulit coklat cantik itu harus berkulit putih. Namun, bagi wanita Eropa dan Amerika yang kebanyakan berkulit putih cantik itu harus berkulit coklat. Berbeda dengan cara berpikir tokoh Vin, tokoh Jo berpikir bahwa cantik itu tidak gendut dan itu berlaku di seluruh dunia. Padahal, Tuhan itu telah memberikan karunia pada masing-masing individu atau insan sejak lahir yang sesuai porsi. Cantik itu berasal dalam hati dan mau mensyukuri karunia Tuhan tersebut.
g. Cerpen Percayakah Kau Padaku? 1) Tokoh dan Penokohan Cerita pendek berjudul Percayakah Kau Padaku? merupakan cerita ketujuh dalam buku Sepotong Hati yang Baru. Cerita ini adalah cerita berbingkai, di mana tokoh Ayah menceritakan kisah Rama Shinta kepada Cindanita, anaknya yang sudah berada di bawah batu nisan atau meninggal dunia. Dalam cerita ini banyak tokoh-tokoh yang mewarnai jalan cerita. Namun, hanya ada satu tokoh utama dan yang lain merupakan tokoh tambahan. a) Shinta Berdasarkan keutamaannya tokoh Shinta adalah tokoh utama atau protagonis dalam cerita berbingkai ini. Tokoh Shinta digambarkan sebagai putri kerajaan Wideha yang memiliki paras cantik. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Gadis rupawan, puteri kerajaan Wideha? Ia cantik tak terperi. Ia pintar tiada tanding. Dan jangan tanya soal budi pekertinya, Shinta adalah gadis yang tumbuh dalam asuhan luhur. Semua orang bahkan terpesona hanya dengan mendengar bisik-bisik bagaimana jelita rupanya.” (Liye, 2013: 153)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
131 Dari kutipan di atas digambarkan bahwa Shinta tak hanya jelita rupanya, namun juga pintar serta berbudi pekerti yang luhur yang mampu memesonakan siapa saja yang mendengar bisik-bisik tentang kecantikan luar dalam dirinya. Fisik tokoh Shinta digambarkan pengarang secara detail melalui dialog Laksmana yang memberitahukan betapa cantiknya Shinta kepada Rama, kakaknya. Sebagaimana dalam kutipan berikut: “Setidaknya Kakanda bersedia melihat dulu putri itu. Menurut kabar, wangi kulitnya semerbak hingga ratusan meter. Matanya mampu meruntuhkan dinding kesombongan. Dan hatinya, bahkan bisa menaklukkan senjata paling hebat di dunia.” (Liye, 2013: 154) Dari kutipan tampak secara detail fisik Shinta mampu diuraikan oleh Laksmana yang menjelaskan harum wangi kulitnya, serta matanya yang indah mampu menaklukan sifat jahat. Selain itu, tokoh Shinta adalah sosok putri yang memiliki hati baik dan posisinya sebagai putri yang cantik tak membuatnya menjadi putri yang sombong. Hal itu didukung pada kutipan berikut: “Tidak usah dipikirkan. Tidak usah dicemaskan.” Merdu suara gadis itu menenangkan dayang-dayang. Membungkuk membantu mengambil buah yang berserakan, sama sekali tidak keberatan membuat kainnya berdebu. “Maafkan kami, Putri.” Dayang-dayang semakin serba salah, bagaimana mungkin Shinta yang hari ini akan mengadakan sayembara mencari suami, justru berhenti sejenak membantu mereka. (Liye, 2013: 155) Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bahwa Shinta tidak merasa marah terhadap perbuatan para dayangnya yang menjatuhkan buah-buah dari nampan, malahan Shinta dengan sukarela sejenak membantu para dayangnya tersebut. Setelah Shinta menikah dengan Rama yang memenangkan sayembara. Shinta merupakan istri yang selalu setia kepada suaminya. Dalam keadaan suka dan duka, ia akan terus bersama Rama. Bahkan dalam penderitaan seperti pada kutipan cerpen berikut ini: ... Ia tidak pergi, ia justru menabahkan hati, meneguhkan cinta, berangkat menemani Rama terbuang dari segala kehormatannya. Bagi Shinta, semua urusan sederhana, kemanapun Rama pergi, ia akan terus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132 mengabdi, itulah bukti cintanya yang tiada tara. Maka terusirlah Rama dan Shinta, dengan ditemani Laksmana yang sejak kecil selalu menemani kakaknya.... Mereka diuji oleh berbagai godaan. Diuji oleh berbagai rintangan. Tidak terhitung begitu banyak raksasa hutan yang selama ini diburu Rama hendak membalaskan sakit hati. Dan puncaknya saat Rahwana, Raja Alengka, berniat menculik Shinta yang jelita.” (Liye, 2013: 157-158) Dari kutipan di atas tampak bahwa Shinta dengan rasa kesetiaan dan ketulusannya menemani Rama untuk tinggal di hutan selama empat belas tahun yang terusir dari Kerajaan Kosala karena sebuah intrik yang licik dari ibu tiri Rama beserta Barata, adik tiri Rama yang tidak suka dengan pengangkatan Rama sebagai sebagai Raja Kosala sebagai penerus ayahnya. Sifat baik Shinta terkadang membawanya ke dalam sebuah petaka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Laksmana bergegas menyusul Rama, meninggalkan Shinta yang berlindung dalam lingkaran. Tetapi Rahwana tidak kalah akal, dia menyamar menjadi seorang pertapa tua, berjalan terbungkuk, pura-pura kehausan. Rahwana tidak bisa masuk ke dalam lingkaran, tapi dia bisa membujuk Shinta yang amat perasa terhadap kesedihan dan penderitaan orang lain melangkah keluar mengulurkan kendi air minum. (Liye, 2013: 159) Rahwana dengan dengan memanfaatkan kebaikan Shinta, akhirnya mampu menculik dan membawa Shinta pergi ke kerajaannya, yakni Alengka sebagai bentuk balas dendam terhadap Rama. Namun, akhirnya Shinta bisa diselamatkan dan dibawa kembali oleh Rama berkat bantuan Hanoman beserta bala bantuan manusia kera. Tak hanya memiliki sifat kesetiaan yang tinggi kepada sang suami, Shinta juga memiliki kepatuhan serta keteguhan hati yang luar biasa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Ujian kesucian itu dilakukan di halaman istana, ditonton ribuan penduduk Ayodya. Apakah Shinta menolak ujian tersebut? Merasa ujian itu melecehkan harga dirinya? Shinta bahkan tidak terpikirkan hal buruk sedikitpun. Ia tidak merasa suaminya meragukan dirinya. Ujian ini hanya untuk membuktikan kepada rakyat banyak. (Liye, 2013: 167) Dari kutipan di atas terlihat Shinta sangat bersedia dan patuh mengikuti ujian kobaran api suci yang digagas oleh suaminya sendiri. Jangankan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133 melewati kobaran api suci, Shinta diminta Rama melakukan hal yang lebih sulit dibanding itu ia bersedia. Shinta melakukan ini semata-mata juga demi membuktikan kepada rakyat banyak bahwa ia tetap suci, kehormatannya tetap terjaga meskipun berbulan-bulan berada di Alengka. Akhirnya, Shinta pun mampu melewatinya. Shinta memang seorang istri yang sangat baik. Sekali lagi, sifat kesetiaan dan kepatuhan terhadap perintah suaminya dalam diri Shinta dibuktikan. Sebagaimana dalam kutipan berikut: Bagaimana Shinta mendengar perintah pengusiran itu dibacakan sendiri oleh suaminya? Shinta mengangguk, kali ini ia memang tidak kuasa menahan kesedihan hati. Matanya berkaca-kaca, tapi ia mengangguk patuh. Shinta tidak sedih karena keputusan itu. Ia sedikitpun tidak pernah meragukan cinta Rama. Shinta sedih karena ia tidak kunjung mampu meyakinkan rakyat Ayodya, Shinta sedih harus berpisah dengan suami tercinta. (Liye, 2013: 171) Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa Shinta sangat mencintai Rama, ia sedih berpisah dengan Rama. Shinta melakukan ujian ini demi cintanya yang besar kepada Rama, suaminya. Pengusiran ini disebabkan bisikbisik yang tak jelas bahwa Shinta mempunyai ilmu sihir sehingga bisa melewati ujian api suci. Shinta merupakan sosok putri yang memiliki rasa pengorbanan yang besar. Sepuluh tahun menjalani ujian terusir dari ibukota Ayodya, melahirkan Lawa Kusa, dua anak kembarnya di Padepokan Resi Walmiki. Tak sekali pun ia membenci Rama. Ia bahkan selalu merindukan Rama berharap segera dijemput setelah sepuluh tahun melewati masa pengasingan ini. Namun, harapan itu pupus tak kunjung jadi. Dua belas tahun lewat sudah Shinta mulai putus asa. Shinta tetaplah seorang manusia, manusia yang mempunyai batas kesabaran, apalagi ia hanya seorang wanita dengan cinta yang setia, tulus, dan kerelaan yang luar biasa. Akhirnya, Shinta menyerah untuk mempertahankan cintanya itu, cinta kepada Rama, cinta kepada ayah dari Lawa dan Kusa. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134 Sebelum semua orang menyadarinya, Shinta menciumi dua anak kembarnya untuk terakhir kali. Berlinang air mata. Lantas melepas pelukan. Berlari menjauh dari Rama, dari kerumunan orang-orang, sambil berseru-seru, “Oh Ibu..., oh ibu pertiwi, dengarkan anakmu! Dengarkan anakmu.” Shinta memanggil keadilan. (Liye, 2013: 185) Kutipan tersebut menunjukkan betapa sakit hati yang dirasakan Shinta, sehingga ia mengakhiri hidupnya dengan cara yang prosesi pembuktian yang paling tinggi, yakni meminta bumi menelan hidup-hidup dirinya. Shinta rela meninggalkan Lawa dan Kusa, serta Rama suaminya. b) Rama Tokoh Rama dalam cerita ini adalah tokoh utama tetapi tokoh ini bukan tokoh protagonis. Hal ini karena tokoh Rama membuat konflik batin dalam diri Shinta lantaran tokoh Rama yang sebenarnya sangat mencintai Shinta, tapi tak ada rasa kepercayaan di dalamnya membuat tokoh Shinta merana. Jadi, tokoh Rama berperan sebagai tokoh antagonis. Secara fisik tokoh Rama adalah pangeran gagah nan rupawan. Secara detail sifat fisik sempurna yang dimiliki tokoh Rama tergambar pada kutipan berikut ini: Siapa yang tidak mengenal Rama, pangeran gagah dari kerajaan Kosala. Ia tampan tak terkira. Ia pintar tiada dua. Dan jangan tanya soal kepribadiannya, Rama adalah pemuda tiada tandingan. Semua orang akan terpesona hanya dengan menatap wajahnya. (Liye, 2013:153) Dari kutipan di atas tampak bahwa Rama adalah pangeran dari kerajaan Kosala dengan kepribadian dan kepintarannya yang tiada tandingannya. Kepribadian serta budi pekertinya tampak ketika Rama salah memasuki ruangan saat mengikuti sayembara mendapatkan cinta Shinta. Berikut kutipannya: “Maaf, sungguh maafkan kami.”, Rama mengangkat tangannya, bergegas menyadari kekeliruan, “Kami sedikitpun tidak bermaksud buru. Kami tidak sengaja. Kami salah masuk ruangan.” (Liye, 2013: 155) Dari kutipan di atas tampak bahwa dengan tutur kata patah-patah, malumalu, namun menawan Rama meninta maaf atas ketidaksengajaannya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
135 tersebut. Tutur kata yang mengesankan ini mampu membuat Shinta jatuh hati. Akhirnya, Rama dan Shinta berjodoh. Rama adalah ksatria hebat yang mempunyai kemampuan menakhlukkan banyak raksasa. Kemampuannya tersebut diuji ketika Shinta diculik Rahwana. Berikut kutipannya: Kelebatan cahaya jingga, kuning, hijau memedihkan mata. Panah sakti milik Rama akhirnya menghujam dada Rahwana. Raja raksasa paling sakti itu tumbang ke bumi. Rahwana, raja raksasa yang pernah membuat rusuh kerajaan langit, akhirnya dikalahkan. Shinta berhasil direbut kembali. (Liye, 2013: 161) Dari kutipan di atas terlihat bahwa kemampuan Rama sebagai ksatria penumpas raksasa yang hebat benar-benar terbukti dan dapat dipercaya. Ia mampu melakukan pertarungan hebat, bahkan mampu mengalahkan Rahwana, raja raksasa yang telah menculik istrinya. Cinta Rama terhadap Shinta teramat besar. Rama selalu berusaha menjaga dan melindungi istrinya dari segala marabahaya. Meskipun, tokoh Rama sangat mencintai Shinta. Tapi dalam cinta yang dimilikinya terselip rasa ketidakpercayaan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dialog Rama dengan Laksmana di bawah ini: “Aku tidak bisa mempercayainya begitu saja, Laksmana.” Rama menghembuskan nafas panjang, berdiri menatap langit. Tangannya bersidekap resah, sejak tadi siang ia terus berpikir. “Bagaimana mungkin kau tidak mempercayainya, Kakanda?” Laksmana berseru putus asa, “Empat belas tahun Shinta setia menemani di hutan rimba. Empat belas tahun hidup penuh penderitaan demi mengabdi pada suaminya. Ditambah berbulan-bulan di tahan oleh Rahwana, berbulan-bulan menanggung penderitaan di sarang raksasa. Bagaimana mungkin kau tidak mempercayai Shinta?” (Liye, 2013: 164) Dari kutipan di atas tampak bahwa Rama memiliki sifat yang keras kepala selain sifat ketidakpercayaannya. Akhirnya, ujian kesucian dengan melewati kobaran api suci, Rama terapkan terhadap Shinta. Dan itu berhasil dilewati Shinta. Tak hanya keras kepala terhadap nasihat Laksmana. Rama juga keras kepala terhadap nasihat Hanoman. Sifatnya yang mudah terpengaruh dengan tabiat bisik-bisik rakyat Ayodya, maka untuk kedua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
136 kalinya Rama menguji Shinta dengan mengusirnya dari ibukota Ayodya selama sepuluh tahun. Berikut kutipannya: “Tapi bagaimana aku akan menghadapi rakyatku, Pamanda. Dari kota hingga desa, di setiap sudut, pelosok, mereka berbisik tentang hal itu. Bagaimana aku meletakkan wajah seorang Raja yang berwibawa jika mereka tidak percaya dengan Ratunya? Siapa yang bisa bersaksi Shinta tidak sedang menipu kita?” (Liye, 2013: 169) Akhirnya ujian kedua itu dilaksanakan. Hal ini membuktikan bahwa Rama lebih memercayai perkataan orang lain daripada istrinya. Selain itu, Rama memiliki rasa curiga dalam hati sehingga ia membutuhkan ujian tersebut. Sepuluh tahun berlalu, ujian Shinta telah lewat. Namun, Rama tak kunjung menjemput Shinta sesuai perjanjiannya dulu. Hal ini karena dalam hati Rama masih tersimpan rasa curiga dan prasangka buruk pada istrinya sendiri. Bahkan, hal itu semakin rusak oleh mudahnya Rama percaya bisikbisik kotor rakyat Ayodya. Berikut kutipannya: ... Rama tidak pernah kunjung berhasil memadamkan api kecurigaan, Apakah Rama tahu ini hari penghabisan masa pembuangan Shinta? Ia bahkan setiap saat menghitung hari, tidak sabaran. Apakah Rama masih rindu kepada istrinya? Ia bahkan setiap saat menyebut nama istrinya. Tetapi resah, curiga, menghapus itu semua. Sia-sia Shinta menunggu suaminya datang, bagai menunggu nasi tanak menjadi matang tanpa api di bawah periuknya. (Liye, 2013: 178) Dari kutipan di atas tampak sifat ketidakpercayaan, curiga, serta lebih mempercayai bisik-bisik kotor orang lain mendominasi diri Rama. Bahkan, sifat-sifat itu terbukti kembali sebagaimana dalam kutipan berikut: Hanya sejenak saja buncah kebahagiaan di hati Rama melihat istrinya kembali. Sejenak kemudian, prasangka, kecurigaan itu mengambil alih sisanya. Rama menggeleng, tidak mungkin, tidak mungkin, mereka bukan anakku. Rakyat Ayodya bersorak, itu benar, tidak mungkin Raja yang gagah perkasa memiliki dua anak perusak. (Liye, 2013: 185) Dari kutipan di atas Rama tidak mempercayai bahwa Lawa dan Kusa adalah anaknya, terlebih lagi rakyat Ayodya yang mengamini Rama bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
137 dua anak kembar itu bukan anak Rama. Seperti dengan sebelumnya, Rama lebih mempercayai bisik-bisik kotor orang-orang Ayodya. c) Laksmana Tokoh Laksmana merupakan tokoh tambahan dalam cerita ini, ia merupakan adik Rama. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: “Kau harus ikut serta, Kakanda.” Laksmana, adik Rama yang setia menemani mereka berpetualang menumpas raksasa membujuk. (Liye, 2013: 154) Berdasarkan kutipan di atas yang berperan dalam keikutsertaan Rama dalam sayembara ialah Laksmana. yang membujuk sang kakak untuk mencoba melihat dulu putri itu sebelum mengikuti sayembara. Laksmana dalam cerpen ini mempunyai sifat yang bijaksana terlihat saat ia menasihati Rama dalam keraguan Rama terhadap kesucian Shinta. Berikut kutipannya: Laksmana berseru putus asa, “Empat belas tahun Shinta setia menemani di hutan rimba. Empat belas tahun hidup penuh penderitaan demi mengabdi pada suaminya. Ditambah berbulan-bulan di tahan oleh Rahwana, berbulan-bulan menanggung penderitaan di sarang raksasa. Bagaimana mungkin kau tidak mempercayai Shinta?” (Liye, 2013: 164) Dari kutipan di atas tampak bahwa Laksmana meyakinkan kakaknya tentang kesetiaan Shinta selama empat belas tahun menemani Rama yang terusir dari Kerajaan Kosala. Laksmana menasihati kakaknya seperti dalam kutipan berikut: “Maka Kakanda telah melakukan kesalahan besar. Kepercayaan adalah pondasi penting sebuah cinta, Kakanda telah kehilangan pondasi itu. Besok lusa, hal ini akan terulang kembali. Besok lusa, tanpa pondasi tersebut, Kakanda hanya akan menjadi olok-olok seluruh penduduk Ayodya.” (Liye, 2013: 166) Dari kutipan di atas Laksmana tidak ingin kakaknya terpengaruh bisikbisik kotor rakyat Ayodya, hingga akhirnya Rama menjadi bahan olok-olokan. Dan, Laksmana yang tidak tahan dengan situasi istana memilih keluar dan menjadi pertapa yang selalu bijak menilai sesuatu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
138 d) Hanoman Tokoh Hanoman merupakan tokoh tambaham dalam cerita ini, ia adalah panglima pasukan manusia kera yang mashyur. Tokoh Hanoman lah yang membantu Rama dalam penyerbuan ke Alengka membebaskan Shinta dari Rahwana. Setelah kembalinya Rama ke kerajaan Kosala, Hanoman menjadi penasihat kerajaannya. Sifat Hanoman yang bijaksana dan menasihati seperti sifat Laksmana. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Hanoman menggeleng sedih, “Bukan rakyat Ayodya. Bukan mereka, tapi Padukalah yang membutuhkan itu semua untuk memadamkan api kecurigaan dalam hati. Camkan ini, Paduka, esok lusa, Shinta akan berhasil melalui masa terbuangnya, tapi Paduka tidak akan pernah mampu melewati resah itu.” (Liye, 2013: 171) Dari kutipan di atas tampak bahwa Hanoman memberikan nasihat kepada Rama pada ujian kedua, sama halnya dengan yang dilakukan Laksmana pada ujian yang pertama. Bahkan, nasib nasihat Hanoman tak jauh berbeda dengan nasib nasihat Laksama yang tak digubris dan dihiraukan oleh Rama. Rama tetap bersikeras akan melakukan ujian kepada Shinta untuk kedua kalinya. e) Rahwana Tokoh Rahwana juga merupakan tokoh tambahan yang bersifat antagonis, lantaran tokoh ini membuat konflik dengan tokoh utama, yakni Rama. Tokoh rahwana adalah Raja Alengka, rajanyar para raksasa seperti dalam kutipan berikut ini: Kau tahu siapa Rahwana, Nak? Ia adalah raja para raksasa. Kesaktiannya tiada tara. Tidak ada penduduk bumi yang bisa mengalahkan Rahwana. Bahkan raja raksasa itu pernah meneror kerajaan langit, membuat para Dewa harus bersatu memaksanya mundur kembali ke bumi. Tidak ada yang bisa menghentikan kesewang-wenangan Rahwana. (Liye, 2013: 158) Dari kutipan di atas terlihat bahwa sifat jahat mendominasi diri Rahwana yang memiliki kesaktian hebat. Sifatnya yang licik juga dapat dilihat kala membalas dendam kepada Rama dengan menculik Shinta, sebagaimana dalam kutipan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
139 Laksmana bergegas menyusul Rama, meninggalkan Shinta yang berlindung dalam lingkaran. Tetapi Rahwana tidak kalah akal. Ia menyamar menjadi seorang pertapa tua, berjalan terbungkuk, pura-pura kehausan. Rahwana tidak bisa masuk ke dalam lingkaran, tapi dia bisa membujuk Shinta yang amat perasa terhadap kesedihan dan penderitaan orang lain melangkah keluar mengulurkan kendi air minum. (Liye, 2013: 159) Dengan akal liciknya tersebut, Rahwana bisa menculik Shinta. Namun, Rahwana akhirnya juga terbunuh oleh panah sakti Rama kala pertempuran dahsyat Rama beserta wanara menyelamatkan Shinta. f) Lawa dan Kusa Tokoh Lawa dan Kusa adalah anak dari Rama dan Shinta. Lawa dan Kusa dilahirkan saat menjalani ujian pengasingan selama sepuluh tahun. Hal ini dapat dilihat seperti dalam kutipan berikut: Seorang ibu setengah baya membantu Shinta melahirkan dua orang anak kembar, laki-laki, tampan seperti Ayahnya — yang sama sekali tidak tahu anaknya lahir nun jauh di tengah hutan rimba. Shinta memberi nama kedua anak kembarnya: Lawa dan Kusa. Ia dengan air mata berlinang menciumi dua bayi yang lahir di tanah pembuangan itu. (Liye, 2013: 176) Dari kutipan di atas tampak bahwa Lawa dan Kusa adalah dua anak lakilaki yang kembar dengan fisik tampan seperti ayahnya, Rama. Bahkan, Lawa dan Kusa mewarisi kepintaran ayahnya seperti dalam kutipan berikut: Dan tanpa terasa, bagai sebutir batu jatuh, waktu berlalu amat cepat, dua anak kembar itu tumbuh sehat. Mereka menjadi anak-anak yang cerdas. Tidak pernah Resi Walmiki memiliki murid sepintar mereka berdua, menguasai syair-syair panjang kebijaksanaan orang dewasa. (Liye, 2013: 176) Tokoh Lawa dan Kusa tumbuh menjadi ksatria yang baik. Mereka ialah pemanah terbaik di padepokan, sehingga Resi Walmiki menghadiahkan busur panah kembar Dewa Brahma yang menyimpan rahasia tersendiri. Meskipun, Lawa dan Kusa masih berusia dua belas tahun, mereka bisa merasakan kesedihan sang ibu. Lawa dan Kusa pun tahu bahwa penyebabnya ialah Rama, ayahnya. Sejak itu Lawa dan Kusa membenci ayahnya dan berusaha membalaskan dendam. Lawa dan Kusa menyerbu satu demi satu kota kerajaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
140 Kosala. Kekuatan mereka tidak ada yang menandingi. Namun, tindakan mereka mampu dicegah Shinta. g) Resi Walmiki Tokoh Resi Walmiki merupakan tokoh tambahan. Tokoh Resi Walmiki merupakan penyelamat Shinta saat hendak diterkam beruang di hutan pengasingan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Resi Walmiki yang menyelamatkannya. Seorang Resi paling arif dan bijak di zaman itu. Resi inilah yang kelak menuliskan syair kisah-kisah Ramayana. Malam itu, bersama belasan murid padepokannya, mereka sedang melintas pulang dari perjalanan jauh, tidak sengaja berpapasan kejadian mengerikan, seorang perempuan siap diterkam seekor beruang. (Liye, 2013: 174) Terlihat jelas dari kutipan di atas bahwa sifat Resi Walmiki ialah arif dan bijaksana. Resi Walmiki juga mempunyai sifat penolong terbukti dengan memutuskan untuk menampung Shinta di padepokan. Selain itu, Resi Walmiki memiliki kemampuan melihat watak seseorang hanya dengan melihat wajah. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Rama tidak akan pernah menjemput istrinya, Resi Walmiki tahu hal itu, karena beberapa bulan lalu, ia sendiri yang diam-diam datang ke istana Ayodya. Menyamar seperti resi kebanyakan, menatap wajah Rama. Hanya butuh sekejap saling bersitatap, ia segera tahu, Paduka Raja yang gagah perkasa itu, amat ringkih hatinya. Paduka Raja yang berhasil mengalahkan Rahwana, raja raksasa, itu, amat lapuk hatinya. (Liye, 2013: 178) Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Resi Walmiki tahu bahwa Rama tidak akan datang menjemput Shinta walaupun masa ujian sepuluh tahun pengasingan sudah dilewati Shinta. Hal ini dikarenakan hati Rama terlalu rapuh karena kecurigaan. h) Ayah Tokoh Ayah merupakan tokoh yang menceritakan kisah cinta Rama dan Shinta di dalam cerita berjudul Percayakah Kau Padaku. Berdasarkan keutamaan tokohnya, tokoh Ayah merupakan tokoh tambahan. Tokoh Ayah ini selalu menceritakan kepada Cindanita sebuah cerita hebat dari tempattempat kapalnya singgah karena ia seorang pelaut. Secara fisik tokoh ini tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
141 digambarkan secara jelas oleh pengarang. Tokoh Ayah ini sangat menyayangi anaknya terlihat dari kutipan berikut: Lihatlah, Ayah pulang, Nak, menjengukmu sesuai janji setelah setahun lagi berlalu. Aku tersenyum, mengusap lembut pusara berlumut di hadapanku. Sebenarnya, tidak pernah mudah mengunjungi kembali kota ini, bukan karena jaraknya amat jauh dengan tempatku menetap sekarang, Nak, tapi dengan kembali itu sama saja seperti melihat seluruh kenangan itu diputar di pelupuk mata, tanpa kurang satu adegan manapun. (Liye, 2013: 152) Dari kutipan di atas tampak bahwa setiap tahun tokoh Ayah selalu mengunjungi pusara Cindanita, anaknya yang sudah meninggal enam belas tahun yang lalu. Dan kunjungannya ini ia menceritakan kisah cinta Rama dan Shinta yang hampir mirip dengan kisah cinta tokoh Ayah dengan istrinya yang berakhir karena prasangka serta ketidakpercayaan, yang ikut andil dalam kematian Cindanita.
2) Latar a) Latar tempat (1) Kerajaan Wideha Rama dibujuk Laksmana untuk mengikuti sayembara mendapatkan putri di kerajaan Wideha, yakni Shinta. Latar tempat ini merupakan kerajaan Wideha. Latar ini menjadi saksi pertemuan Rama dengan Shinta. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Ketika seluruh pangeran sudah berkumpul di balai agung ibukota Wideha, Rama yang tiba terlambat justru salah memasuki ruangan. Sebuah kesalahan yang memantik nyala perasaan berpijar-pijar. Bagaimana mungkin ia sungguh tidak terpesona oleh betapa cantiknya Shinta? Kabar itu bukan dusta. (Liye, 2013: 155) Dari kutipan di atas, Rama beserta Laksmana harusnya berada di balai agung ibu kota Wideha, namun mereka salah memasuki ruangan di kerajaan Wideha sebelum sayembara dimulai. Namun, hal itu membawa keberuntungan bagi Rama bisa bertemu Shinta terlebih dahulu, dan mereka berdua saling terpesona pada pandangan pertama tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
142 (2) Hutan Latar tempat berikutnya ialah hutan yang merupakan tempat terusirnya Rama dari kerajaan Kosala. Shinta yang sudah menjadi istri menemani, tak terkecuali Laksmana. Berikut kutipannya: Empat belas tahun bukan waktu yang sebentar, tinggal di dalam hutan juga bukan masalah yang mudah bagi pasangan itu. Mereka diuji oleh berbagai godaan, diuji oleh berbagai rintangan. Tidak terhitung begitu banyak raksasa hutan yang selama ini diburu Rama hendak membalaskan sakit hati. (Liye, 2013: 158) Dari kutipan di atas tampak bahwa latar ini menjadi bukti kesetiaan dan keteguhan Shinta menemani suaminya. Bahkan, latar ini menjadi latar terjadinya peristiwa penculikan Shinta yang dilakukan oleh Rahwana, Raja Alengka. (3) Kerajaan Kosala (a) Ruangan singgasana Latar ruangan singgasana kerajaan Kosala ini merupakan latar tempat terjadinya dialog antara Rama dan Laksmana. Berikut kutipannya: Ruangan singgasana semakin tegang. Hanya mereka berdua yang ada di sana. Rama mengajak adiknya membicarakan masalah pelik tersebut. “Tetapi mereka rakyatku, Laksmana. Aku tidak bisa menjadi Raja mereka yang baik jika mereka tidak mempercayai Ratunya.” (Liye, 2013: 165) Dalam latar ini Rama menyatakan keraguan atas kesucian Shinta yang berbulan-bulan ditawan Rahwana di Alengka. Keraguan Rama ini tak lepas dari pengaruh bisik-bisik kotor rakyat Ayodya. Rama dengan sikapnya yang keras kepala menampik semua penjelasan dan nasihat Laksmana. Akhirnya Rama memutuskan untuk menguji kesucian Shinta dengan ujian api suci. Untuk kedua kalinya, latar ruangan singgasana ini menjadi latar tempat di mana keraguan dan keras kepala Rama terhadap Shinta terulang lagi. Kali ini tidak dengan Laksmana, karena Laksmana pergi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
143 dari istana menjadi pertapa. Rama berbicara dengan Hanoman. Berikut kutipan dialog Rama dengan Hanoman di bawah ini: ... Shinta baik-baik saja. Istrimu adalah perempuan terhormat, ia tidak akan berkhianat walau di pikiran sekalipun. Akulah saksinya.” Rama menggeleng. “Paduka Rama tidak percaya padaku?” “Aku tidak bisa lagi percaya pada siapapun dalam situasi ini, Pamanda.” Rama menjawab pelan, tapi cukup sudah mengunci percakapan. Ruangan singgasana lengang. (Liye, 2013: 170) Dalam latar tempat ini terlihat bahwa pejelasan dan nasihat Hanoman terkalahkan dengan bisik-bisik kotor rakyat Ayodya yang lebih dipercayai oleh Rama. (b) Halaman istana Latar ini menjadi tempat ujian kesucian yang dilakukan Shinta dengan cara melewati api suci. Berikut kutipannya: Ujian kesucian itu dilakukan di halaman istana, ditonton ribuan penduduk Ayodya. Apakah Shinta menolak ujian tersebut? Merasa ujian itu melecehkan harga dirinya? Shinta bahkan tidak terpikirkan hal buruk sedikitpun. (Liye, 2013: 167) Latar ini menjadi saksi bahwa Shinta mampu melewati kobaran api dan ini menjadi bukti bahwa kehormatannya tetap suci dan terjaga. Namun, latar ini menjadi penuh kebencian ketika Lawa dan Kusa datang ke kekerajaan Kosala bersumpah membalaskan perlakuan ayahnya terhadap ibu mereka yang tak cukup diuji dengan ujian api suci serta pengasingan selama sepuluh tahun itu. Berikut kutipannya: Sementara di halaman istana, ratusan ribuan prajurit Ayodya berbaris menunggu perintah. Raja mereka yang gagah perkasa, Rama, berdiri di singgasana, busur Dewa Siwa terpasang di punggung. Ketakutan mencekam seluruh Ayodya. Penduduk gemetar, kabar tentang kehebatan dua anak itu membuat cemas, meskipun itu tidak mengurungkan mereka pergi ke halaman istana, berduyun-duyun hendak menonton pertempuran. (Liye, 2013: 181) Dari kutipan di atas tampak pertempuran antara ayah dan anak itu segera akan berlangsung.
Untunglah, Shinta datang, berhasil
mengurungkan niat keduanya. Tapi ini bukan berarti masalah selesai,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
144 Rama yang di hatinya sudah dirasuki ketidakpercayaan bisik-bisik kotor orang lain menyanggah kalau Lawa dan Kusa adalah anaknya. Halaman istana inilah yang menjadi bukti putus asa dan kesabaran Shinta yang meluruh. Berikut kutipannya: “Oh Ibu, bukalah pintumu, buktikanlah ke seluruh semesta, jika anakmu ini memang ternoda, maka tolaklah diriku yang hina, lemparkan aku kembali ke langit tanpa nyawa. Tapi jika aku memang suci, terimalah anakmu kembali, aku mohon. Aku sungguh tidak kuat lagi.” (Liye, 2013: 186) Dari kutipan di atas tampak Shinta melakukan prosesi pembuktian paling tinggi, yakni memohon bumi menelan hidup-hidup dirinya di latar tempat ini, yakni halaman istana kerajaan Kosala. (4) Padepokan Resi Walmiki Latar ini menjadi tempat pertolongan bagi Shinta yang menjalani ujian pengasingan selama sepuluh tahun di hutan. Resi Walmiki lah orang yang menolong Shinta waktu ia hampir diterkam beruang di hutan. Berikut kutipannya: Tubuh terkulai Shinta dibawa ke padepokan Resi Walmiki. Itu sebuah perkampungan tertutup, jauh di dalam hutan rimba. Ada belasan rumah dari kayu yang berdiri di dekat air terjun besar. Sawah subur mengitari perkampungan, lembah hijau yang indah. Sungai mengalir indah dipenuhi ikan-ikan. (Liye, 2013: 174) Tampak dari kutipan tersebut bahwa padepokan ini adalah perkampungan tertutup yang berada di dalam hutan dengan suasana yang sangatlah asri, sejuk, dan damai. Latar ini juga menjadi latar tempat Shinta merindukan Rama di setiap malam-malamnya menghabiskan waktu pengasingan menunggu jemputan Rama. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Lihatlah, meski sekarang ia aman secara fisik tinggal di perkampungan itu, tapi hatinya terus terluka. Setiap pagi Shinta hanya duduk termenung menatap air terjun menimpa bebatuan menyanyikan lagu kerinduan. Shinta sedang mengingat wajah suaminya.... (Liye, 2013: 175)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
145 Bahkan, latar padepokan Resi Walmiki ini menjadi tempat kelahiran putra kembar Shinta, yakni Lawa dan Kusa, sebagaimana dalam kutipan berikut: Seorang ibu setengah baya membantu Shinta melahirkan dua orang anak kembar, laki-laki, tampan seperti Ayahnya—yang sama sekali tidak tahu anaknya lahir nun jauh di tengah hutan rimba. Shinta memberi nama kedua anak kembarnya: Lawa dan Kusa. Ia dengan air mata berlinang menciumi dua bayi yang lahir di tanah pembuangan itu. (Liye, 2013: 176) Latar ini juga menjadi tempat tumbuh kembang kedua buah hati Shinta tersebut menjadi ksatria yang baik mewarisi darah ayahnya, Rama. Ujian pengasingan sepuluh tahun telah melewati masanya, Lawa dan Kusa pun telah tumbuh menjadi anak-anak yang pintar dan hebat. Namun, Rama tak kunjung datang menjemput mereka. Latar ini menjadi saksi kesedihan dan putus asa Shinta akan hal itu. Berikut kutipannya: Satu hari berlalu. Satu minggu. Satu bulan, bahkan sekarang satu tahun lebih, Shinta mulai menatap putus asa gerbang perkampungan. Tubuhnya kurus kering, ia menolak makan. Wajahnya pucat, dan rambutnya mulai rontok oleh kesedihan. (Liye, 2013: 179) Dari kutipan di atas terlihat waktu begitu cepat berlalu dan Shinta mulai putus asa. Ia melihat gerbang perkampungan padepokan tak memunculkan wajah Rama yang menjemput semakin membuatnya menderita. (5) Pekuburan kota Latar tempat ialah pekuburan kota yang merupakan tempat tokoh Ayah bercerita kepada Cindanita tentang kisah cinta Rama dan Shinta. Berikut kutipannya: Perkuburan kota semakin remang. Satu dua kunang-kunang mulai terbang bersiap menghiasi malam. Matahari sebentar lagi beristirahat di kaki langit. Aku menghela nafas panjang, masih menyentuh pusara berlumut Cindanita. Seru sekali ceritanya, bukan, Nak? (Liye, 2013: 161) Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh Ayah memotong cerita dan menanyakan apakah seru cerita kisah cinta Rama dan Shinta ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
146 b) Latar waktu (1) Pagi hari Latar waktu pagi hari menjadi latar peristiwa ujian kehormatan atau kesucian yang dilakukan Shinta atas dasar permintaan Rama. Berikut kutipannya: Pagi itu, di tengah mendung langit kota Ayodya, api berkobar, menjilat-jilat terasa begitu panas bahkan dari jarak belasan meter. Penduduk yang sejak malam buta berduyun-duyun datang hendak menonton, terdiam menatap kobaran api, menunggu prosesi ujian dimulai. (Liye, 2013: 167) Dari kutipan itu tampak bahwa prosesi ujian itu siap untuk dilakukan. Bahkan, suasana pagi hari itu telah dipadati penduduk atau rakyat Ayodya yang telah datang sejak malam buta. Ujian api suci bagi Shinta dari Rama ini dilaksanakan tak lepas dari pengaruh bisik-bisik kotor rakyat Ayodya. (2) Menjelang malam hari Latar waktu berikutnya ialah sore menjelang malam hari yang menjadi latar peristiwa ujian pengasingan ke hutan siap untuk dimulai. Ujian ini tak lepas dari kaitannya dengan ujian kesucian sebelumnya. Berikut kutipannya: Senja itu, disaksikan ribuan rakyat, disaksikan Rama yang berdiri memejamkan mata di kursi singgasana, sendirian Shinta dilepas meninggalkan istana, meninggalkan gerbang ibukota Ayodya, menuju barisan rapat pohon-pohon di hutan rimba. Menjalani ujian sepuluh tahun terbuang. Tanpa seorang pun sempat tahu, bahkan Rama, bahwa Shinta sedang mengandung anak mereka. (Liye, 2013: 172) Dari kutipan di atas tampak bahwa Shinta sedang mengandung saat prosesi ujian itu dilangsungkan, dan Rama tidak mengetahui hal itu. Hal ini sangat mungkin Shinta akan melahirkan dan membesarkan buah hatinya di masa pengasingan karena ujian ini dilaksanakan selama sepuluh tahun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
147 (3) Tengah malam Latar waktu malam hari menjadi latar rutinitas Shinta merindukan Rama hingga masa sepuluh tahun itu terlewati, namun Rama tak kunjung menjemputnya. Berikut kutipannya: “Tidak akan ada jemputan malam ini, anakku.” Resi Walmiki mendesah pelan, menghela nafas panjang penuh kesedihan, “Suamimu tidak akan datang menjemput.” (Liye, 2013: 178) Latar malam hari itu menjadi bukti kesetiaan Shinta kepada Rama untuk kesekian kalinya. Setiap malam hari Shinta selalu merenung merindukan Rama di tanah pengasingan. Semua ini semata-mata bukti cinta Shinta terhadap Rama, ayah dari kedua buah hatinya. (4) Siang hari Latar waktu saat Lawa dan Kusa mulai memasuki kota Ayodya untuk membalas dendam kepada Rama ialah siang hari. Berikut kutipannya: Matahari tiba di puncaknya saat Lawa dan Kusa memasuki gerbang kota Ayodya. Nafas prajurit dan rakyat jelata tertahan. Lawa dan Kusa melangkah menyibak pasukan. Debu mengepul dari bawah kaki mereka. Busur hadiah Dewa Brahma terpentang kencangkencang dengan anak panah mengacung ke depan. Aura mengerikan keluar dari wajah mereka. (Liye, 2013:181-182) Dari kutipan di atas tampak bahwa kebencian mendominasi dalam diri Lawa dan Kusa untuk menuntaskan rasa sakit hati atas perlakuan sang ayah terhadap ibunya, serta menghukum seluruh Ayodya. Masih dalam latar waktu yang sama, Shinta melakukan pembuktian maksimal yang bisa dilakukan manusia. Berikut kutipannya: ... kejadian siang itu dibekukan oleh syair yang akan dikenang ratusan tahun kemudian. “Oh Ibu, belahlah tanahmu, belahlah perutmu!” Shinta berlari. Kakinya tertekuk sudah, tapi ia tak peduli. Shinta tersungkur, kakinya tak kuat lagi. Sungguh ia masih cinta, tapi buat apa? Bukankah cinta tak pernah dibungkus ketidakpercayaan. (Liye, 2013: 186)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
148 Dari kutipan di atas tampak bahwa siang hari itu Shinta sudah tak kuasa lagi menahan kesabaran. Ia memohon untuk masuk ke perut bumi demi pembuktian dirinya terhadap ketidakpercayaan Rama. (5) Menjelang malam hari Latar waktu saat tokoh Ayah mulai bercerita kepada pusara Cindanita tentang kisah cinta Rama dan Shinta ialah sore menjelang malam hari. Berikut kutipannya: Hening pemakaman kota ini. Malam sudah turun sejak tadi. lampulampu taman pemakaman menyala, meski tidak kuasa menerangi hingga pusara Cindanita. Satu-dua kunang-kunang terbang di hadapanku. Aku tersenyum sambil mengelus rambut hitam legam Cindanita, yang tidak sabaran, menunggu kelanjutan cerita. (Liye, 2013: 187) Berdasarkan kutipan di atas tampak bahwa malam hari sudah tiba ditandai beberapa kunang terlihat terbang. Latar malam hari itu bersamaan dengan kisah cinta Rama Shinta ini hendak berakhir diceritakan tokoh Ayah. c) Latar sosial Latar sosial dalam cerita berjudul Percayakah Kau Padaku? ini merujuk pada tabiat buruk masyarakat Ayodya, yakni bisik-bisik kotor. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Tapi kesenangan itu hanya sebentar, entah siapa yang memulai, bisikbisik kotor merasuki penduduk kerajaan Kosala. Kabar burung menyebar begitu cepat. Di sudut-sudut istana, di pasar-pasar kumuh, di kampungkampung. Apalagi kalau bukan kabar burung: Shinta sudah tidak suci (Liye, 2013: 165) Berdasarkan kutipan di atas bisik-bisik kotor itu sampai di telinga Rama hingga mampu menggoyahkan kemantapan cinta Rama dengan meminta Shinta untuk melakukan ujian kesucian api suci. Bisik-bisik kotor itu tak henti-hentinya memengaruhi Rama, meskipun Shinta sudah bisa melewati api suci tetap ada saja yang dipergunjingkan oleh para penduduka Ayodya seperti dalam kutipan di bawah ini: Hanya berbilang bulan sejak prosesi api suci, bisik-bisik kembali melanda seluruh Ayodya. Kabar burung berhembus bersama angin musim kemarau. Bagai api yang membakar rerumputan kering, cepat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
149 sekali menjalar, menghanguskan apa saja. Orang-orang berbisik bahwa prosesi api suci itu bohong. Shinta menggunakan ilmu sihir yang diperolehnya dari kerajaan Alengka untuk melewati api suci. (Liye, 2013: 169) Dari kutipan di atas tampak bahwa bisik-bisik kotor yang mengatakan bahwa ujian prosesi api suci yang dilakukan Shinta itu adalah tipu muslihat. Bisik-bisik kotor ini ternyata lebih mampu meyakinkan dan memenangkan hati Rama daripada kesetiaan dan kepatuhan Shinta. Alhasil, Rama menyuruh Shinta untuk melakukan ujian untuk kedua kalinya, yakni pengasingan sepuluh tahun ke dalam hutan rimba. Bisik-bisik kotor masyarakat Ayodya itu terus berjalan, walaupun Shinta telah membuktikan bahwa ia tak bersalah. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Rama meninggalkan tahta Ayodya. Ia memutuskan menyusul adiknya Laksmana menjadi pertapa. Lawa dan Kusa yang menyaksikan kalau Ibunya tetap mencintai Rama hingga detik terakhir, berhasil dibujuk Resi Walmiki kembali ke padepokan. Mereka tetap membenci Ayahnya, tapi mereka menghentikan berbuat kerusakan. Esok lusa, mereka menjadi ksatria tiada tanding. Sementara rakyat Ayodya? Mereka tetap sibuk dengan tabiat buruk bisik-bisik kotor itu. (Liye, 2013: 188-189) Dari kutipan di atas tampak bahwa bisik-bisik kotor atau menggunjing sudah menjadi kebiasaan masyarakat Ayodya. Meskipun, Shinta terbukti masih suci setelah melewati prosesi telan bumi, dan Rama sebagai raja Ayodya melepas mahkota rajanya tetap saja tabiat dalam diri para penduduk yang telah mendarah daging itu tak bisa hilang.
h. Cerpen Buat Apa Disesali… 1) Tokoh dan Penokohan Cerita pendek berjudul Buat Apa Disesali…ini merupakan kisah nyata dari seseorang yang mengirimkan cerita ini kepada pengarang. Cerita ini sebenarnya panjang, namun Tere liye menulis dan meringkas ulang cerita ini dengan alur mundur (flashback). Analisis tokoh dan penokohan akan dijelaskan mulai dari tokoh utama dalam cerita ini melewati masa mulai dari kecil hingga dewasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
150 Dalam cerpen ini terdapat tokoh-tokoh yang berperan dalam cerita, yaitu Hesty, Tigor, Papa Hesty, Mama Hesty, Bibi, Mamang, Kakak-kakak perempuan Hesty. a) Hesty Tokoh Hesty merupakan tokoh utama atau protagonis dalam cerpen yang mengangkat kisah nyata Hesty ini sendiri, jadi ia sebagai pusat cerita. Tokoh Hesty lahir pada tahun 1960 di RS Cipto. Hesty merupakan anak pejabat, tentunya tokoh ini merupakan bagian keluarga dari strata sosial yang terpandang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Mereka juga tinggal satu rumah, satu atap. Bedanya, Hesty tinggal di lantai dua dengan kamar besar, bertirai sutera, berlantai parquet jati.... Bedanya Hesty adalah anak kelima dari lima bersaudara keluarga pejabat pemerintah pemilik rumah besar di bilangan Menteng tersebut. (Liye, 2013: 192) Terlihat bahwa Hesty merupakan putri yang kelima dari seorang pejabat pemerintah pada masa itu yang tinggal di kawasan elite, bilangan Menteng Jakarta. Secara fisik tokoh Hesty pada waktu kecil digambarkan pengarang seperti dalam kutipan berikut ini: Sejak kecil mereka dekat. Tidak ada yg tahu kenapa mereka begitu kompak, begitu melengkapi dan boleh jadi terlihat cocok satu sama lain. Di mana ada Tigor, maka Hesty, gadis kecil dgn rambut ikal, mata hitam bundar, dan wajah menggemaskan itu selalu ada. (Liye, 2013: 192) Berdasarkan kutipan tersebut dapat dihimpun bahwa secara fisik tokoh Hesty kecil ini memiliki wajah yang menggemaskan dengan rambut ikal dan bermata hitam bulat. Selain itu, tokoh Hesty memiliki sifat yang mau berteman dengan siapa saja, bahkan Hesty begitu dekat dan akrab dengan Tigor yang merupakan anak seorang pembantu di rumahnya. Sebagai seorang bocah, tokoh Hesty memiliki sifat seperti kebanyakan anak-anak kecil lainnya, yakni kenakalan yang usil dan jahil. Berikut kutipannya: ... Hesty lagi-lagi bandel mandi di sungai Ciliwung bersama Tigor-zaman itu aliran air Ciliwung masih sedikit manusiawi. Atau, Hesty ketahuan main layang-layang jauh sekali di Lapangan Banteng. Berjalan kaki pulang sekolah, padahal ada jemputan. Melempari pohon mangga di perempatan Senen. Tapi saat itu, tentu saja Papa Hesty hanya marah atas kenakalan Tigor dan Hesty. Mereka masih anak-anak. (Liye, 2013: 192-193)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
151 Meskipun, kenakalannya masih dianggap dalam taraf wajar oleh sang Papa, kenakalan Tokoh Hesty kecil terkadang juga membuat Papa Hesty benar-benar marah. Sebagai bocah yang masih polos, lugu, dan tidak mengerti, Hesty kecil menjawab kemarahan Papanya dengan santai. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: ... Tapi, kali ini beda. Kejadian itu persis tanggal 30 september, saat umur mereka enam tahun. Hesty yang imut cuma menyahut seruan Papanya dengan, "Pa, aman-aman saja kok, Hesty tadi malah lihat banyak tank, ya kan Tigor?" Papa semakin marah. "Aduh, kita nggak kenapanapa kok, Pa. Tentara itu mau perang ya, Pa?" (Liye, 2013: 193) Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh Hesty kecil dimarahi Papa-nya karena pulang main larut malam, padahal waktu itu tepat tanggal 30 September yang gencar-gencarnya pemberontakan PKI. Oleh karena itu, hukuman pun diberikan kepada Hesty oleh Papa-nya, sedangkan Tigor juga dihukum oleh sang ayah (Mamang). Hal ini tampak pada kutipan berikut: Malam itu hujan turun deras. Hesty menangis, mengintip dari teras lantai dua, menatap Tigor yg menggigil kedinginan di halaman bersimbah hujan. Hesty sejak tadi sungguh hendak menyerahkan payung; Papa-nya mendelik marah, mengunci pintu kamar. Menyisakan isak gadis kecil berambut ikal itu. Itu semua idenya, bukan salah Tigor. (Liye, 2013: 194) Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh Hesty memiliki sifat peduli dan belas kasihan. Ia merasa kasihan kepada Tigor, teman mainnya. Tak hanya itu, Hesty juga punya kesadaran dan tanggungjawab atas perbuatannya. Hesty menyadari bahwa itu perbuatannya, bukan ulah Tigor. Oleh karena itu, ia berupaya memberikan payung kepada Tigor tapi tidak bisa karena Hesty sendiri dikunci di dalam kamar oleh Papa-nya. Tokoh Hesty kecil tumbuh menjadi Hesty dewasa yang cantik berusia dua puluh tahun dengan rambut ikalnya. Selama 14 tahun, Hesty dan Tigor berpisah lantaran Papa Hesty mendapat tugas sebagai pimpinan di Surabaya. Sejak kecil Hesty punya banyak akal dan kecerdikan, bahkan kecerdikan itu dilakukan saat surat-menyurat dengan Tigor yang sempat di-blacklist Papanya. Berikut kutipannya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
152 ... selama 14 tahun Papa-nya bertugas di Surabaya, ia mengirimkan 251 surat buat Tigor. Dan menerima 234 surat balasan. Kenapa balasan Tigor lebih sedikit? Aduh, urusan ini menyebalkan sekali memang. Di awalawal, surat balasan Tigor terlanjur kena black-list Papa Hesty. Langsung dibakar di perapian rumah saat tiba. Hingga Hesty tahu soal itu dan meminta Tigor mengirimkan surat ke alamat temannya. (Liye, 2013: 196) Tokoh Hesty memang mempunyai banyak cerita serta ide-ide konyol untuk bisa berkomunikasi dengan teman mainnya waktu kecil itu. Tokoh Hesty tumbuh dewasa, ia merupakan mahasiswi Universitas Indonesia Salemba. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Papa Hesty mendapatkan penempatan baru di Jakarta sebagai menteri. Mereka tidak kembali ke Menteng, keluarga besar Hesty tinggal di Kebayoran Baru. Papa-nya sudah berumur 60 tahun. Hesty sudah dua tahun kuliah di Surabaya. Saat pindah ke Jakarta, ia juga pindah kuliah ke UI Salemba. (Liye, 2013: 196) Dari kutipan di atas terlihat bahwa Hesty sebelum menjadi mahasiswi di Universitas Indonesia Salemba, ia sudah dua tahun menjadi mahasiswi di Surabaya saat mengikuti Papa-nya yang bertugas di Surabaya selama empat belas tahun. Setelah masa kuliah selesai, Hesty dilamar oleh Tigor. Namun, hal itu ditolak mentah-mentah oleh Papa Hesty. Saat itu, Papa Hesty sudah sakitsakitan, Hesty yang sebenarnya bisa pergi dengan Tigor lebih memilih merawat Papa-nya karena rasa sayang terhadap orangtua. Berikut kutipannya: Hesty tidak bisa meninggalkan Papa-nya yang sakit-sakitan. "Bersabarlah, Tigor. Aku mohon!" Hesty meneguhkan hati. Ia akan kembali membujuk Papa-nya. Bersabarlah, ia tidak akan menyerah. Mereka sudah berjanji bahkan sejak kecil, sejak mereka juga belum tahu apa itu perasaan cinta. Ah, apalagi yang bisa dilakukan Tigor selain menunggu? (Liye, 2013: 199) Dari kutipan di atas tampak pula bahwa Hesty memiliki sifat yang sabar dan pantang menyerah, bahkan keteguhan hatinya mampu melunakkan hati Tigor. Hesty mampu meyakinkan Tigor untuk bersabar dan menunggu. Sifat tokoh Hesty yang pantang menyerah juga tampak pada kutipan berikut: Setelah kejadian malam itu, menurut Hesty, ia berkali-kali datang ke rumah Menteng. Bertanya, di mana Tigor. Bertanya, di mana gerangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
153 sepotong hatinya. Tapi Bibi dan Mamang menggeleng tidak tahu. Hesty menangis. Ia memaksa ingin tahu. Tapi siapa yang tahu dan akan memberi jawab? Bibi dan Mamang tidak tahu. (Liye, 2013: 201) Dari kutipan di atas tampak bahwa Hesty berulangkali dan tak pernah putus asa datang ke rumah Menteng untuk menemui Tigor yang menghilang setelah meninggalnya Papa Hesty. Meskipun, ditinggal oleh Tigor tanpa alasan yang jelas kepada dirinya. Tokoh Hesty tidak pernah menyesal. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Saya : Apakah Mbak Hesty menyesali apa yang telah terjadi? Hesty : (Mbak Hesty tertawa pelan, menggeleng) Dua puluh lima tahun aku menghabiskan masa-masa yang indah bersama Tigor? Masa kanak-kanak, kuliah, surat-surat itu. Dua puluh lima tahun, seperempat abad, apa yang harus aku sesalkan? sekarang umur aku lewat lima puluh. Dua puluh tahun lagi hidup dengan mengenang masa lalu itu saja sudah cukup menyenangkan, (Liye, 2013: 204) Dari kutipan di atas tampak bahwa Hesty sudah cukup merasa senang bisa menghabiskan masa-masa dua puluh lima tahun yang indah mulai dari masa kecil hingga kuliah bersama Tigor. Tokoh Hesty tidak menyesali jika kebersamaan dengan Tigor tidak berujung pada pernikahan. Saya
: (Ikut tertawa. itu poin yang masuk akal) Apakah Mbak Hesty membenci Papa? Hesty : (Terdiam lama) Aku lebih membenci diri sendiri karena terlalu takut untuk pergi bersama Tigor. Papa membesarkan kami keras sekali. Penuh disiplin. Menanamkan pemahaman apa pun yang kami lakukan akan mengundang sebab-akibat hidup. Seharusnya saat itu aku memahami, jangan-jangan Papa keras soal Tigor, agar aku benar-benar yakin apakah Tigor adalah pilihan terbaik buatku, bukan sebaliknya (Liye, 2013: 205) Dari kutipan di atas tampak bahwa Hesty tidak pernah membenci Papanya lantaran penolakan lamaran Tigor. Hesty memang sayang dengan Papanya sehingga ia takut untuk pergi dengan Tigor. b) Tigor Tokoh Tigor merupakan tokoh yang berdampingan dengan tokoh Hesty. Kemunculan tokoh Tigor hampir sesering kemunculan tokoh Hesty. Hal ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
154 dikarenakan cerpen berjudul Buat Apa Disesali... menceritakan kisah kasih Hesty bersama dirinya. Tokoh Tigor lahir di hari yang bersamaan dengan Hesty. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Hesty dan Tigor lahir di hari yang sama, tahun 1960, masa-masa Soekarno dan bangsa ini ribut tentang jargon nasakom. Mereka lahir nyaris di waktu yang juga hampir bersamaan. Bedanya, Hesty dilahirkan di RS Cipto dibantu dokter-dokter yang hebat, sementara Tigor dilahirkan di kampung dibantu dukun beranak sekitaran Cikini. (Liye, 2013: 192) Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh Tigor mempunyai latar belakang keluarga dari strata / kelas sosial rendah yang berbeda dengan tokoh Hesty dari keluarga kelas sosial tinggi. Hal ini karena Tigor merupakan anak semata wayang dari pasangan pembantu (Bibi dan Mamang) yang bekerja di rumah keluarga Hesty. Kehidupan Tigor sangatlah berbeda dengan Hesty sebagaimana dalam kutipan berikut ini: Sedangkan Tigor tinggal di sudut paling pojok rumah itu di kamar sempit, sekamar dengan Emak dan Bapaknya. Mereka tumbuh bersama, bersisian, dan berbagi banyak hal yang sama.... sementara Tigor anak pertama dan satu-satunya dari Bibi (tukang cuci) dan Mamang (tukang kebun) rumah tersebut. (Liye, 2013: 192) Dari kutipan di atas terlihat jelas perbedaan kehidupan Tigor dan Hesty. Namun, hal itu tak memengaruhi hubungan pertemanan antara Tigor dengan Hesty di masa kecil yang begitu dekat dan akrab, walaupun berasal dari strata / kelas sosial yang berbeda. Tigor tidak pernah canggung bermain dengan Hesty. Berikut kutipannya: Tidak ada yang tahu kenapa mereka begitu kompak, begitu melengkapi dan boleh jadi terlihat cocok satu sama lain. Di mana ada Tigor, maka Hesty, gadis kecil dgn rambut ikal, mata hitam bundar, dan wajah menggemaskan itu selalu ada. Dan sebaliknya, di mana ada Hesty, maka Tigor, bocah kecil dengan rambut berantakan, kulit rada-rada hitam, dan wajah selalu tertawa itu selalu ada. (Liye, 2013: 192) Dari kutipan itu terlihat bahwa Tigor digambarkan sebagai bocah yang periang lantaran dari raut wajahnya yang selalu tertawa. Secara fisik kulit Tigor agak hitam dengan rambut berantakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
155 Serupa tapi tak sama itulah yang dapat menggambarkan tokoh Tigor kecil dengan tokoh Hesty ini yang sama-sama mempunyai sifat yang cerdik dan tak kenal menyerah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Tigor bergegas dengan sepedanya menuju Stasiun Manggarai, sengaja menunggui kereta itu lewat di sana. Dua kali ia tertipu, salah. Kereta ketiga, ia benar. Kepala Hesty melongok dari jendela gerbong, melambai-lambaikan tangan. Meski tidak janjian -- bahkan dilarang bicara satu sama lain selama seminggu terakhir -- tentu saja Hesty tahu, mereka sering bersepeda ke sini. Pura-pura melambaikan tangan ke kereta-kereta yang lewat, tertawa-tawa soal di sana ada Hesty yang pergi entah kemana. Kali ini benar-benar terjadi. Dan kedekatan itu membuat Hesty yakin Tigor akan berdiri di sana. Hesty yakin sekali. Maka setengah mengharukan setengah lucu melihat mereka dada-dada-an. (Liye, 2013: 195) Dari kutipan di atas terlihat bahwa Tigor paham dengan kebiasaannya bersama Hesty di stasiun. Kebiasaan yang berpura-pura itu akhirnya terjadi bahwa akhirnya Hesty pergi naik kereta untuk mengikuti perpindahan tugas Papa-nya di Surabaya. Empat belas tahun, waktu yang cukup lama berpisah dengan Hesty, tokoh Tigor tumbuh menjadi pemuda yang selalu tersenyum menawan, tetap sama seperti pada masa kecilnya. Hal ini tampak pada kutipan berikut: ... Tigor sekarang adalah seorang pemuda. Meski wajahnya rata-rata saja tidak ganteng-ganteng amat. Hanya menang di ekspresi muka yang selalu gembira, wajah yang selalu tersenyum menawan. Tubuhnya cukup tinggi, cukup atletis, cukup hitam, meski sama sekali tidak cukup biasa untuk ukuran zaman itu, anak pembantu kuliah di jurusan paling prestisius di kampus paling terkenal di Indonesia. (Liye, 2013: 196) Secara fisik Tigor tumbuh menjadi seorang yang gagah dengan perawakan tinggi dan atletis, dan kulit yang juga masih hitam seperti pada masa kecilnya. Tak hanya matang secara fisik, Tigor juga matang dalam pemikiran. Ia tumbuh menjadi sosok pria yang pintar, sebagaimana dalam kutipan berikut ini: Tigor tumbuh jadi pemuda yang pintar. Ia juga sedang menjalani tahun keduanya di UI Salemba. Maka duhai, saat mereka bertemu pertama kali di Salemba, momen itu selalu indah untuk dikenang. (Liye, 2013: 197)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
156 Dari kutipan di atas Tigor yang seorang anak pembantu ini tumbuh dewasa menjadi mahasiswa pintar di Universitas Indonesia Salemba. Bahkan, di tahun keempat kuliah Tigor menjadi ketua Dewan Mahasiswa. Di usia 26 tahun , Tigor lulus kuliah dan diterima bekerja di sebuah perusahaan swasta yang terkenal. Kepintaran yang dimiliki Tigor membawa dirinya ke London untuk kursus singkat atau dinas belajar. Namun, di balik kepintarannya itu, Tigor memiliki sifat yang ceroboh dan gegabah atau mudah sekali dalam mengambil keputusan. Ketika itu sepulang dari London, Tigor mendapati foto pernikahan Hesty dan langsung berangkat ke rumah Hesty guna menanyakan perihal tersebut. Namun, setibanya di rumah Hesty, Tigor mendapati suasana duka lantaran Papa Hesty meninggal. Berikut kutipannya: Lihatlah, gadis cantik berambut ikal itu sedang menangis sesenggukan di hadapan Papa-nya yang terbaring beku. Di sebelahnya duduk "seseorang". Melihat pemandangan itu, Tigor gelap-mata. Kepalanya sempit sekali untuk berpikir. Ada sejuta kabut kesedihan yang membuatnya tidak bisa berpikir rasional dan bersabar. Apalagi saat Hesty mengangkat wajahnya, dan mereka bersitatap satu sama lain. Hesty menggelengkan kepalanya, menangis. Tigor tertunduk, kalah. Siang itu juga Tigor mengambil keputusan super-ekstrem. Ia berpamitan kepada emak dan bapaknya. Ia akan pergi. Jauh. Ribuan mil, dan semoga semua kesedihan hatinya bisa hilang sejengkal. (Liye, 2013: 200) Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh Tigor begitu gegabah mengambil keputusan untuk pergi dari kehidupan Hesty tanpa pamit. Walaupun, Tigor belum sempat meminta penjelasan dan mengerti perihal foto-foto pernikahan Hesty tersebut. Padahal, foto-foto pernikahan itu hanya rekayasa dari Papa Hesty yang dikirim kepadanya untuk tidak dekat lagi dengan Hesty. Foto itu diambil saat pesta pernikahan saudara perempuan Hesty, dan pengambilannya dibuat seolah-olah Hesty-lah yang menikah, bahkan pakaian yang dikenakan Hesty tak jauh berbeda dengan yang dikenakan pengantin itu juga ikut mendukung foto tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
157 c) Papa Hesty Papa Hesty menjadi peran antagonis dalam cerita ini, pertentangannya dengan tokoh utama mendukung hal tersebut. Tokoh Papa Hesty ini memiliki sifat yang pemarah, kemarahannya mungkin bagian kasih sayang dirinya pada tokoh Hesty. Namun, bagi tokoh Hesty ini merupakan pertentangan dalam dirinya. Sifat pemarah dalam diri tokoh Papa Hesty ini juga tak sekejap hilang begitu saja setelah melampiaskannya dengan menghukum Hesty. Hal ini dapat dirasakan oleh tokoh Tigor. Berikut kutipannya: ... Papa Hesty mendapat tugas menjadi pimpinan di Surabaya. Berangkatlah seluruh keluarga itu ke sana. Rumah besar di Menteng hanya menyisakan tiga orang, Bibi, Mamang dan Tigor. Sisa-sisa kemarahan soal kamera itu jelas masih ada. Jadi Tigor hanya bisa takuttakut melambaikan tangan saat mobil pergi mengantar keluarga itu ke Stasiun Kota. (Liye, 2013: 194) Kemarahan Papa Hesty memang masih terlihat jelas, walaupun sudah berlalu tujuh hari. Bahkan, Papa Hesty melarang Hesty untuk berbicara dengan Tigor. Hal itulah yang menyebabkan Hesty dan Tigor tidak bisa berpamitan secara langsung.. Kemarahan Papa Hesty itu ternyata bukan kemarahan biasa. Kemarahan itu tak lepas dari sifat Papa Hesty yang membedakan status sosial orang, sehingga ia melarang anaknya, Hesty untuk berhubungan dengan Tigor, anak pembantunya saat di rumah Menteng. Hal itu bahkan dapat dilihat pada kutipan berikut ini: ... selama 14 tahun Papa-nya bertugas di Surabaya, ia mengirimkan 251 surat buat Tigor. Dan menerima 234 surat balasan. Kenapa balasan Tigor lebih sedikit? Aduh, urusan ini menyebalkan sekali memang. Di awalawal, surat balasan Tigor terlanjur kena black-list Papa Hesty. Langsung dibakar di perapian rumah saat tiba. (Liye, 2013: 196) Dari kutipan di atas tampak bahwa sifat Papa Hesty yang memandang orang dari strata / kelas sosial menimbulkan kebencian kepada Tigor, seorang anak pembantu, meskipun dirinya tidak bertemu Tigor secara langsung. Ia melampiaskan dengan membakar semua surat Tigor yang ditujukan ke Hesty. Kebencian Papa Hesty terhadap Tigor tidak semakin berkurang dan malah menjadi-jadi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
158 Hesty dan Tigor dekat sekali di kampus. Sering saling menelepon. Itu kabar yang membuat tidak nyaman, risih, dan menurut versi Papa Hesty, malu-maluin. Tapi apa mau dikata sekarang? Mau mengunci Hesty di kamar? Menyuruh Tigor berdiri di halaman rumah? Mereka sudah dewasa. Bahkan, di tahun keempat kuliah, Tigor menjadi ketua Dewan Mahasiswa yang salah satu kerjaannya, memprotes pemerintah Soeharto lewat demo-demo di jalanan. Tahun 82-an demo-demo masih jarang. Jadi, wajah Tigor yang masuk koran terlihat begitu jelas. Kebencian itu semakin tebal saja. (Liye, 2013: 197) Dari kutipan di atas Papa Hesty terlihat semakin membenci Tigor, lantaran sikap Tigor menentang pemerintahan Soeharto. Hal ini menurut Papa Hesty sama saja menentang dirinya yang seorang menteri yang ikut andil dalam pemerintahan tersebut. Akhirnya, kebencian yang menebal itu terluapkan ketika Tigor melamar Hesty. Berikut kutipannya: "Kau tidak menjadi layak hanya karena sarjana, punya pekerjaan bagus, atau terkenal sekali sering menulis di koran-koran. Keluarga kita tetap berbeda jauh." Papa Hesty menjawab dingin. Maka meledaklah masalah tersebut. Hesty menangis. (Liye, 2013: 198) Tokoh Papa Hesty memiliki sifat keras kepala dan tetap teguh pada apa yang diyakininya. Bahkan, dengan bujuk rayu sang istri pun tak mampu meluluhkan hati Papa Hesty. Alhasil, untuk kedua kalinya tokoh Papa Hesty tetap bersikukuh menolak lamaran Tigor. Sebagaimana dalam kutipan berikut ini: Setahun berlalu, semua seperti terlihat akan berhasil. Papa Hesty sudah pensiun. Sudah sering sakit malah. Semoga saja keras-kepalanya berkurang. Kali ini Tigor menabalkan tekad, kembali melamar Hesty. Duhai, urusan ini menyedihkan sekali. Papa Hesty menemui Tigor pun tidak. Ia hanya dingin bilang ke Hesty, "Jika kau sayang Papa, maka kau akan mendengarkan Papa. Papa tidak setuju kau menikah dengannya, jadi sekarang terserah kau!" (Liye, 2013: 198) Hingga kematian menjemput tokoh Papa Hesty tetap tak ada tanda-tanda bahwa Papa Hesty merestui Tigor untuk meminang Hesty. Bahkan, sebelum kematian Papa Hesty. Ternyata, Papa Hesty yang terlalu membenci hubungan Tigor dengan anaknya memutuskan untuk membuat rekayasa foto pernikahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
159 Hesty dengan lelaki lain dan kemudian dikirimkan ke Tigor, sebagaimana dalam kutipan berikut ini: Foto-foto tersebut adalah konspirasi terakhir Papa Hesty yang terlalu membenci hubungan mereka. Benar, ada pernikahan tersebut, tapi itu kakak Hesty. Dalam beberapa kesempatan, Hesty tentu saja berfoto dengan mempelai cowok bersama yang lain. Karena lima bersaudara perempuan itu sengaja mengenakan pakaian yang tidak berbeda dengan pengantin, maka dengan memilih foto dengan pose tertentu, seolah-olah Hesty-lah yang menikah. (Liye, 2013: 202) Bahkan, untuk meyakinkan Tigor, Papa Hesty menyisipkan foto-foto itu dengan sebuah surat. Papa Hesty juga lah yang menyuruh istrinya untuk memalsukan tulisan tangan Hesty dalam pembuatan surat yang berisi permohonan maaf Hesty terhadap Tigor karena telah pergi dan menikah dengan orang lain. d) Mama Hesty Mama Hesty dalam cerita ini hanya sebagai tokoh tambahan yang hanya muncul beberapa kali saja. Mama Hesty tergolong tokoh tritagonis atau penengah, karena perannya yang tidak memihak salah satu antara Papa Hesty sebagai suaminya dan Hesty sebagai anaknya. Tidak bosan-bosan membujuk Papa-nya hingga berhasil. Memberikan sejuta argumen. Mengajak Mama-nya ikut bersekutu. Kakak-kakaknya yang tinggal di luar kota dan luar negeri. (Liye, 2013: 198) Dari kutipan di atas tampak bahwa Mama dan kakak-kakak Hesty ikut mendukung Hesty dalam rangka membujuk Papa Hesty agar mau menerima lamaran Tigor. Namun, Mama Hesty juga tak kuasa menolak permintaan suaminya untuk menulis surat palsu yang mirip dengan tulisan Hesty. Hal ini dilakukan Mama Hesty karena suaminya yang sakit-sakitan sehingga ia tak bisa menolak. Berikut kutipan yang mendukung: Surat itu? Ah, urusan ini menyakitkan sekali. Satu-satunya yang mempunyai tulisan tangan mirip sekali dengan Hesty adalah Mama. Tidak kuasa menolak permintaan suami-nya yang semakin sepuh, sakitsakitan, Mama sambil menangis bersedia menulis sepotong kalimat itu. (Liye, 2013: 202)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
160 Dari kutipan tersebut tampak bahwa Mama Hesty sangat merasa bersalah kepada Hesty karena telah membantu Papa Hesty dalam pembuatan surat palsu guna menjauhkan Tigor dari dirinya. Hal itu terbukti dengan sikap Mama Hesty yang menulis surat itu sembari dengan menangis. e) Bibi Bibi merupakan tokoh tambahan dalam cerita ini. Bibi merupakan ibu dari tokoh Tigor yang bekerja sebagai tukang cuci di rumah Menteng tempat tinggal Hesty semasa kecil. Sebagai seorang pembantu, Bibi memiliki sifat yang sadar diri terhadap strata keluarganya. Bibi dan Mamang setiap malam mengingatkan Tigor soal "nona muda" jangan diajak main yang aneh-aneh. Tigor selalu menurut, mengangguk. Tapi mau bagaimana? Nona muda Hesty sendiri yang justru sambil nyengir berteriak di luar kamar sempit itu. (Liye, 2013: 193) Dari kutipan di atas tokoh Bibi mempunyai rasa khawatir yang cukup tinggi terhadap Tigor agar tidak kena marah Papa Hesty lantaran mengajak Hesty bermain yang aneh-aneh. Bahkan, rasa khawatir Bibi lebih besar terhadap Hesty yang merupakan anak majikannya, hingga ia bisa menghukum anak semata wayang sendiri untuk berdiri di halaman rumah hingga shubuh, lantaran Hesty pulang kemalaman setelah diajak Tigor bermain yang waktu itu tepat tanggal 30 September (pemberontakan PKI). Selain itu, berikut kutipan sifat sadar diri yang dimiliki Bibi saat memberikan nasihat kepada Tigor ketika lamaran Tigor kepada Hesty ditolak mentah-mentah oleh Papa Hesty untuk pertama kalinya. Tigor pulang dengan wajah sendu. Kali ini Bibi dan Mamang yang semakin sepuh hanya bilang, "Nak, tahu dirilah siapa keluarga kita." (Liye, 2013: 198) Tokoh Bibi tetap menjadi pembantu di rumah Menteng meski keluarga Hesty pindah ke Surabaya. Hal ini dikarenakan rumah tersebut disewakan ke ekspatriat atau keluarga bule-bule yang bekerja di Jakarta, dan penyewa tersebut mempekerjakan Bibi dan Mamang. Bahkan, hingga selama delapan belas tahun Tigor menghilang setelah kematian Papa Hesty. Bibi bersama Mamang tetap tinggal di rumah Menteng.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
161 f) Mamang Tokoh Mamang tak jauh berbeda dengan tokoh Bibi dalam cerita ini. Mamang merupakan ayah dari Tigor yang bekerja sebagai tukang kebun di rumah Menteng. Tokoh Mamang terlihat sangat keras dalam memberikan suatu nasihat. Tigor? Ditampar bapaknya, "Kau membuat nona muda menangis, hah. Kau pikir kau bisa seenak perut masuk-masuk ke kamar Tuan?". Belum lagi hukuman tambahan, bukan sekadar tidur di kursi, Bibi kali ini menyuruh Tigor berdiri di halaman rumah hingga shubuh. (Liye, 2013: 194) Dari kutipan di atas terlihat bahwa sifat Mamang tak jauh berbeda dengan istrinya yakni sifat sadar diri. Sama halnya dengan sang istri, Mamang juga tidak mengetahui kemana Tigor pergi setelah kematian Papa Hesty. Sebagai orangtua, Mamang dan Bibi hanya bisa merelakan kepergian Tigor yang kala itu hatinya sedang terluka. Mamang dan Bibi bersyukur setidaknya Tigor mengirimi surat kepada mereka berdua, walaupun tanpa alamat jelas di mana Tigor tinggal.
2) Latar a) Latar tempat (1) Rumah Menteng Latar tempat dalam cerita ini cukup banyak lantaran rentang waktu dalam cerita ini cukup lama. Namun, dari latar tempat dalam cerita ini yang paling mendominasi ialah rumah Menteng. Berikut kutipannya: Malam itu hujan turun deras. Hesty menangis, mengintip dari teras lantai dua, menatap Tigor yang menggigil kedinginan di halaman bersimbah hujan. Hesty sejak tadi sungguh hendak menyerahkan payung; Papa-nya mendelik marah, mengunci pintu kamar. (Liye, 2013: 194) Dari kutipan terlihat latar tempat adalah rumah Menteng di mana Tigor dihukum di halaman rumah, sedangkan Hesty hanya menangis mengintip di teras lantai dua rumah Menteng. Rumah Menteng yang menjadi saksi bisu Hesty melewati masa-masa kecilnya yang indah ini kembali digunakan sebagai tempat tinggal oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
162 Hesty sendiri setelah hampir tiga puluh tiga tahun tidak ditempatinya. Rumah Menteng ini ditinggal Hesty ke Surabaya selama empat belas tahun, dan saat kembali ke Jakarta lagi Hesty juga tidak menempati rumah ini selama hampir dua puluh tahun karena ia tinggal di rumah Kebayoran Baru. Maka tak mengherankan jika kondisi rumah Menteng seperti dalam kutipan berikut: Dan tahun-tahun berlalu lambat. Cat-cat rumah semakin kusam, kehidupan terus mengalir, pohon palem yang mereka tanam berdua dulu waktu kecil bahkan sudah mati tua dimakan rayap. Saat Mamanya meninggal tahun 2004. Hesty yang sudah empat puluh tahun lebih memutuskan pindah ke Menteng. Ia merenovasi rumah besar itu. Ada banyak yang dirubah, kecuali kamar di lantai dua, tempat ia sering menghabiskan malam menatap lampu kota Jakarta. (Liye, 2013: 201) Dari kutipan di atas tampak bahwa rumah Menteng ini mempunyai kenangan tersendiri bagi Hesty yang menghabiskan masa kecilnya bersama Tigor di latar tempat ini. Bahkan sepeninggal Mama-nya, Hesty memilih merenovasi dan tinggal di rumah Menteng demi tetap bisa melihat kenangannya semasa kecil. (2) Univeritas Indonesia (UI) Salemba Latar Universitas Indonesia (UI) Salemba merupakan kampus yang terkenal di Indonesia di mana Tigor kuliah. Latar ini juga menjadi kampus Hesty setelah kedatangannya kembali di Jakarta, yang sebelumnya kuliah di Surabaya. Latar ini menjadi tempat bertemunya Tigor dengan Hesty setelah empat belas tahun berpisah, lantaran Hesty mengikuti Papa-nya yang bertugas di Surabaya. Tigor tumbuh jadi pemuda yang pintar. Ia juga sedang menjalani tahun kedua-nya di UI Salemba. Maka duhai, saat mereka bertemu pertama kali di Salemba, momen itu selalu indah untuk dikenang. (Liye, 2013: 197) Dari kutipan di atas tampak bahwa latar ini menjadi pertemuan yang sangat indah bagi Hesty dan Tigor. Dalam latar ini pula Tigor mengukir namanya menjadi ketua Dewan Mahasiswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
163 (3) Rumah Kebayoran Baru Latar ini merupakan tempat tinggal keluarga Hesty setelah kedatangannya kembali di Jakarta yang sebelumnya empat belas tahun berada di Surabaya. Rumah Kebayoran Baru ini menjadi saksi penolakan lamaran Tigor kepada Hesty. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: "Kau tidak menjadi layak hanya karena sarjana, punya pekerjaan bagus, atau terkenal sekali sering menulis di koran-koran. Keluarga kita tetap berbeda jauh." Papa Hesty menjawab dingin. Maka meledaklah masalah tersebut. Hesty menangis. (Liye, 2013: 198) Dari kutipan di atas terlihat bahwa latar berada di rumah Kebayoran Baru di mana lamaran yang pertama ditolak mentah-mentah, bahkan dihina oleh Papa Hesty. Tak hanya sekali lamaran Tigor ditolak, untuk kedua kalinya Tigor juga ditolak seperti dalam kutipan di bawah ini: Setahun berlalu, semua seperti terlihat akan berhasil. Papa Hesty sudah pensiun. Sudah sering sakit malah. Semoga saja keraskepalanya berkurang. Kali ini Tigor menabalkan tekad, kembali melamar Hesty. Duhai, urusan ini menyedihkan sekali. Papa Hesty menemui Tigor pun tidak. (Liye, 2013: 198) Dari kutipan di atas tampak bahwa latar berada di rumah Kebayoran Baru di mana lamaran yang kedua juga tak jauh berbeda hasilnya dengan lamaran yang pertama, bahkan lebih parah karena Papa Hesty tak sudi menemui Tigor. Selain itu, di Rumah Kebayoran Baru ini menjadi latar berduka bagi keluarga Hesty. Berikut kutipannya: Papa Hesty semalam meninggal, old soldier itu telah pergi selamalamanya. Rumah itu dipenuhi pelayat, yang otomatis adalah pejabatpejabat pemerintah. Siapa yang peduli dengan Tigor jika di rumah itu sedang ada penguasa nomor satu di Indonesia? (Liye, 2013: 199-200) Terlihat dari kutipan di atas bahwa latar tempat di mana Papa Hesty menutup usia dan memejamkan mata untuk selama-lamanya kembali ke pangkuan Sang Pencipta. Dari kutipan itu tampak bahwa presiden Soeharto mengunjungi rumah Kebayoran Baru menghadiri layatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
164 kematian Papa Hesty, salah satu orang yang berperan membantunya dalam birokrasi pemerintahan. b) Latar waktu Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi. Dalam cerita ini penekanan latar waktu kepada tahun atau masa dan keadaan hari, seperti siang dan malam. Berikut ini beberapa kutipan yang menyatakan latar waktu dalam cerpen Buat Apa Disesali. (1) Tahun 1960 Latar waktu tahun 1960 di masa kepemimpinan presiden Soekarno yang saat itu bangsa Indonesia sedang ribut tentang jargon nasakom mewarnai hari kelahiran Hesty dan Tigor. Berikut kutipannya: Hesty dan Tigor lahir di hari yang sama, tahun 1960, masa-masa Soekarno dan bangsa ini ribut tentang jargon nasakom. Mereka lahir nyaris di waktu yang juga hampir bersamaan. Bedanya, Hesty dilahirkan di RS Cipto dibantu dokter-dokter yang hebat, sementara Tigor dilahirkan di kampung dibantu dukun beranak. (Liye, 2013: 192) Dari kutipan di atas tampak bahwa meskipun lahir di hari dan tahun yang sama, tempat dan orang yang membantu proses kelahiran Hesty dan Tigor jauh berbeda. Hesty yang berasal dari keluarga pejabat dilahirkan di rumah sakit dengan kelahiran yang dibantu dokter-dokter hebat, sedangkan Tigor dari keluarga kelas sosial rendah, kelahirannya hanya dibantu dukun beranak di kampung sekitaran Cikini. (2) Malam hari Malam hari menjadi latar waktu saat Hesty dan Tigor mendapat hukuman dari masing-masing orangtuanya. Hukuman ini lantaran Tigor dan Hesty ketahuan mencuri peralatan kamera untuk foto-foto. Berikut kutipannya: Malam itu hujan turun deras. Hesty menangis, mengintip dari teras lantai dua, menatap Tigor yang menggigil kedinginan di halaman bersimbah hujan. Hesty sejak tadi sungguh hendak menyerahkan payung; Papa-nya mendelik marah, mengunci pintu kamar. (Liye, 2013: 194)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
165 Dari kutipan di atas latar waktu malam hari tersebut diiringi dengan hujan deras yang menyebabkan Tigor kedinginan menggigil berdiri di halaman rumah hingga shubuh karena mendapat hukuman berdiri dari orangtuanya. Selain itu, latar waktu malam hari saat Hesty dan Tigor dewasa menjadi latar waktu ketika Hesty benar-benar bersedih karena untuk kedua kalinya lamaran Tigor kepada dirinya ditolak bahkan tidak digubris oleh Papa-nya. Hal ini dapat dilhat pada kutipan berikut: Dan jahitan luka lama itu terbuka kembali. Lebih lebar dan lebih dalam. Hesty malam itu sepertinya benar-benar akan pergi dari rumah. Apalagi Tigor dengan wajah bersungguh-sungguh, meminta "janji itu" dipenuhi. Janji saat mereka sering bersepeda dulu," Aku akan ikut ke mana kau pergi." (Liye, 2013: 198) Dari kutipan di atas tampak bahwa luka hati Hesty di lamaran pertama muncul lagi dan menganga kembali saat lamaran Tigor untuk kedua kalinya ditolak. Hal ini semakin membuat Hesti ingin kabur dari rumah. Namun, malam itu Hesty sadar bahwa Papa-nya sedang sakit. Ia pun mengurungkan hal tersebut. (3) Siang hari Latar siang hari merupakan latar waktu saat Tigor dengan keputusan gegabahnya pergi menghilang dari kehidupan Hesty yang menurutnya sudah menikah terlihat dari foto-foto yang dikirim kepada dirinya. Selain itu, menurutnya siang hari itu Hesty tidak mau menemui dirinya saat datang di rumahnya bertepatan hari berduka Papa Hesty meninggal dunia. Berikut kutipannya: Siang itu juga Tigor mengambil keputusan super-ekstrem. Ia berpamitan kepada emak dan bapaknya. Ia akan pergi. Jauh. Ribuan mil, dan semoga semua kesedihan hatinya bisa hilang sejengkal. (Liye, 2013: 200) Terlihat dari kutipan di atas bahwa Tigor pergi dari kehidupan Hesty guna menghilangkan luka lara hati yang begitu mendalam karena Tigor meyakini bahwa Hesty sudah menikah, padahal itu salah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
166 (4) Tahun 2004 Latar waktu ini menjadi latar kepindahan Hesty kembali ke rumah Menteng setelah hampir tiga puluh tiga tahun tidak tinggal di rumah itu. Berikut kutipannya: Saat Mama-nya meninggal tahun 2004. Hesty yang sudah empat puluh tahun lebih memutuskan pindah ke Menteng. Ia merenovasi rumah besar itu. Ada banyak yang dirubah, kecuali kamar di lantai dua. (Liye, 2013: 201) Latar waktu di tahun 2004 sepeninggal Mama-nya, Hesti memutuskan untuk merenovasi rumah Menteng karena bagi dirinya ini sebuah kenangan masa kecil. (5) Tahun 2006 Latar waktu ini menjadi latar di mana akhirnya Hesty mengerti mengapa Tigor pergi dari kehidupannya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini: Fakta ini baru diketahui Hesty enam tahun silam. Tahun 2006, saat Bibi meninggal. Saat menemukan setumpuk foto-foto pernikahan dan selembar surat itu di kamar sempit di sudut rumah besar itu. (Liye, 2013: 202) Latar waktu pada tahun 2006 di kamar pembantu rumah Menteng, Hesty menemukan foto-foto pernikahan dirinya dan surat tulisan tangan yang semua itu palsu dan rekayasa Papa Hesty. c) Latar sosial Latar sosial dalam sebuah cerita merujuk pada hubungan yang baik antara masing-masing individu dalam masyarakat dalam bergaul. Latar sosial dalam cerpen ini adalah latar belakang Hesty yang merupakan anak pejabat, sedangkan,Tigor merupakan anak pembantu di rumah pejabat tersebut. Berikut kutipan yang menggambarkan perbedaan latar sosial kedua tokoh ini: Bedanya, Hesty tinggal di lantai dua dengan kamar besar, bertirai sutera, berlantai parquet jati. Sedangkan Tigor tinggal di sudut paling pojok rumah itu di kamar sempit, sekamar dengan Emak dan Bapaknya. Mereka tumbuh bersama, bersisian, dan berbagi banyak hal yang sama. Bedanya Hesty adalah anak kelima dari lima bersaudara keluarga pejabat pemerintah pemilik rumah besar di bilangan Menteng tersebut,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
167 sementara Tigor anak pertama dan satu-satunya dari Bibi (tukang cuci) dan Mamang (tukan kebun) rumah tersebut. (Liye, 2013: 192) Hubungan baik antara Hesty dan Tigor dalam pergaulan yang tidak memandang perbedaan latarbelakang sosial ataupun kasta sosial itu telah sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat. Bagi mereka, yakni antara tokoh Hesty dan Tigor, perbedaan latarbelakang sosial ataupun kasta sosial tak menghalangi timbulnya suatu kedekatan yang kian lama menyulutkan api-api cinta sehingga terjalin sebuah kisah cinta.
2. Aspek Psikologi Tokoh Utama dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Hati yang Baru Penelitian karya sastra dengan pendekatan psikologi adalah sebuah penelitian dengan memperhatikan tingkah laku dengan tokoh- tokoh yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Melalui psikologi, proses pemahaman karakter tokoh dapat diketahui secara lebih mendalam. Dengan kata lain, psikologi dapat menjelaskan sebuah proses kreativitas. Sebagaimana yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya, penelitian ini menggunakan teori psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dan teori psikologi lain yang mendukung. Pembahasan proses perkembangan jiwa para tokoh utama dalam kumpulan cerpen ini berpangkal dari pembahasan terhadap aspek penokohan yang terdapat dalam analisis struktural, sehingga dapat dikatakan bahwa analisis psikologi ini merupakan tindak lanjut dari analisis struktural. Pembahasan aspek psikologi sastra atau proses kejiwaan dari para tokoh utama kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru karya Tere Liye, akan diteliti unsur psikologi sastra dari tokoh utama dalam cerita tersebut, dengan pelaksanaan perwatakan, yang digambarkan memiliki perkembangan konflik yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (lingkungan). Pembahasan aspek psikologi atau proses kejiwaan para tokoh utama kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru karya Tere Liye tersebut, tidak diteliti unsur psikologi dari keseluruhan tokoh dalam kumpulan cerpen tersebut karena fokus ceritanya hanya terletak pada tokoh utama dengan pelukisan perwatakans
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
168 yang jelas, yang digambarkan melalui konflik internal dan eksternal dari diri tokoh-tokohnya. Untuk lebih jelasnya berikut digambarkan proses kejiwaan para tokoh utamanya di setiap cerpen:
a. Tokoh Aku (Nana) dalam Cerpen Hiks Kupikir Itu Sungguhan Tokoh aku dalam cerpen ini bernama Nana yang merupakan mahasiswa jurusan Desain. Tokoh Nana mempunyai dua teman yang bernama Sari dan Putri. Mereka bertiga telah berteman sejak di bangku SMA sampai kuliah di kampus yang sama bahkan, memutuskan untuk satu kontrakan yang sama. Tokoh Nana mengambil jurusan yang sama seperti Sari, sedangkan Putri mengambil jurusan Manajemen. Tokoh Nana adalah sosok teman yang baik, ramah dengan temanteman kuliahnya. Rumah kontrakannya bersama Sari dan Putri pun sering dijadikan tempat mengerjakan tugas kuliah. Bahkan, sebagai tuan rumah, Tokoh Nana kerap membuatkan masakan bagi teman-temannya karena ia memang gemar memasak dan membuat kue-kue. Tokoh Nana dan Putri memang sahabat kental, termasuk juga dengan Sari. Namun, terkadang selisih paham dan beda pendapat kerap dilakukan Nana dan Putri, sedangkan Sari hanya menjadi penengah berusaha melerai. Sejak awal masuk kampus, Putri sudah men-spesial-kan Rio, mahasiswa jurusan Teknik. Terlebih kedekatan pertemanannya dengan Rio di facebook. Bahkan, setiap aktivitas facebook Rio seperti status, komentar, dan like diyakini Putri sebagai suatu rasa suka Rio terhadap dirinya. Putri selalu menceritakan semua itu kepada Nana dan Sari. Di mata Nana, keyakinan perasaan Putri itu tidaklah nyata. Nana mengungkapkan bahwa Putri hanya tertutupi ilusi dan mimpi alias GR. Pandangan Nana itu jelas-jelas ditentang oleh Putri. Meskipun kesal, Nana mau mendengar cerita Putri tentang Rio demi pertemanannya sejak SMA. Pada dasarnya id adalah energi psikis yang hanya memikirkan kesenangan semata, sedangkan super ego berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya. Id yang hanya memikirkan diri sendiri, demi kepuasan pribadi ingin mengalahkan orang lain tanpa memandang dari segi apapun. Tetapi dalam hal ini tokoh Nana tidak semata-mata ingin membantah atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
169 mengalahkan argumen tokoh Putri dari segi kebenaran yang ia yakini bahwa perasaan Putri itu hanyalah sebuah ke-GR-an, apabila id yang dimiliki Nana sangat kuat mungkin saja ia akan membenci bahkan tidak mau berteman lagi dengan teman sejak SMA-nya itu karena merasa kebenarannya itu tak dianggap Putri, akan tetapi super ego mengalahkan adanya id. Peristiwa itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Walaupun kesal, demi pertemanan sejak SMA, aku mau mendengar Putri. Karena kalau dipikir-pikir dengan akal sehat, sebenarnya apa yang spesial? Ketemu orang keren di kampus? Boleh jadi Rio mikir itu orang lain yang dimaksud Putri, seharian di kampus, ada berapa ratus coba orang yang kita temui. Sama-sama suka film Batman yang baru, siapa yang tidak? Itu bukan berarti ada kesamaan spesial di antara Putri dan Rio. (Liye, 2013: 7) Dari kutipan di atas tampak bahwa Nana lebih mengedepankan pertemanannya dengan Putri daripada pemikiran sepihaknya yang benar namun salah di mata Putri. Nana memiliki pribadi yang baik, hal ini dikarenakan moral dan nilai-nilai sosial yang baik. Dia mempertimbangkan persahabatan, dia juga menyadari bahwa kebenarannya sulit diterima Putri. Sedangkan Ego adalah adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Dalam berfungsinya ego berpegang pada prinsip kenyataan atau realitas. Nana menyadari bahwa kenyataannya Putri telah terlanjur ditutupi perasaan suka yang menggebu-gebu terhadap Rio. Minggu berganti minggu kelakuan Putri tidak berubah, selalu memujamuja pujaan hatinya, walaupun Rio belum pernah mengucapkan perasaannya kepada Putri. Pandangan Nana yang sedari dulu meyakini bahwa perasaan Putri itu hanyalah semu. Bahkan, Putri menganggap bahwa Nana itu cemburu karena sebenarnya Nana juga naksir dengan Rio. Dalam hatinya, Nana mengakui bahwa ia memang suka Rio. Nana menjalani kehidupannya dengan baik dan terencana, sehingga ia tidak sembarangan begitu saja mengungkap-kan perasaannya. Hal ini lantaran Nana mempunyai prinsip kalau ia tidak akan menanggapi cowok mana pun kalau hanya untuk teman dekat, kecuali teman hidup serius. Ia merasa nyaman dan senang menjalani kehidupan kuliahnya, terus belajar, serta membuat kue yang merupakan kegemarannya. Hal tersebut merupakan pengaruh dari ego
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
170 pada diri Nana yang berfungsi dengan baik. Ego merupakan instansi yang mempertahankan dan melindungi pribadi serta menjamin penyesuaian dengan alam atau keadaan sekitar. Masalah cowok memang tak dapat dipungkiri membuat Nana mulai resah / cemas, apalagi cowok tersebut adalah Rio. Kecemasannya tersebut muncul karena sikap yang dilakukan Rio terhadap dirinya hampir sama dengan apa yang dilakukan Rio terhadap Putri, seperti kedekatan pertemanan di facebook yang lama kelamaan seperti sesuatu yang serius. Hal itu dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: .... “Maaf baru reply, tadi main basket bareng teman. Ada deh, rahasia, biar surprise. Nanti Mama sama Papa juga ikut, kok.” Ya ampun? Rio? Aku semaput di dalam kamar. Ini sungguhan? Serius? Meski memiliki prinsip tidak mau memiliki teman cowok dekat kecuali memang serius, aku belum siap bertemu orang tua Rio. Aduh, aku masih dua tahun lagi kuliah—meskipun Rio sudah tinggal ujian sidang skripsi. Aku berkali-kali bingung menulis reply komen Rio, dihapus lagi. Ditulis lagi, dihapus lagi. (Liye, 2013: 17-18) Kemauan / kesediaan Nana untuk menerima tawaran Rio merupakan pengaruh dari adanya stimulus eksternal dan stimulus internal. Menurut teori Sigmund Freud, di samping menerima stimulus dari dalam (stimulus internal) berupa naluri-naluri, individu juga menerima stimulus dari luar (stimulus eksternal) yang berupa sikap dan perlakuan dari individu lain/situasi dan kondisi lingkungan tempat individu berada. Nana ingin mendapatkan cowok yang serius setelah ia mengetahui dari sikap serius Rio di facebook, apalagi Rio ialah mahasiswa yang sudah semester akhir dan tinggal ujian sidang skripsi saja, dan itu merupakan pengaruh dari adanya dorongan Id sebagai aspek psikologi kepribadian paling dasar yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan organisme. Id ditunjukkan dalam perasaan suka terhadap Rio. Aku menyeka pelipis yang tidak berkeringat. Menghela nafas panjang. Akulah yang berprasangka aneh-aneh, menduga aneh-aneh. Rio lurus saja selama ini. Ia memuji gadis yang pintar masak kue itu cantik dan baik hati, karena Ibunya memang bilang demikian. Ia tertarik sekali semua detail isi timeline facebookku, karena ia memang tahu persis, bukan karena ia cowok sok-tahu atau baru mencari tahu untuk menarik perhatianku. Aku hanya tersenyum tanggung. Tidak kali ini. Jauh-jauhlah sana GR (Liye, 2013: 21)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
171 Dari kutipan tersebut tampak perasaan yang tidak karuan dalam hati Nana merupakan bentuk ego yang mucul akibat id yang tidak terlampiaskan. Ego bekerja melalui pertahanan dirinya untuk bersikap tenang, meskipun ketenangan itu tak membuat Nana nyaman terlihat dari cara tersenyumnya yang tidak bisa lepas begitu saja.
b. Tokoh Sie Sie dalam Cerpen Kisah Sie Sie Tokoh Sie Sie merupakan tokoh utama yang ditampilkan dalam cerpen Kisah Sie Sie. Dalam cerpen ini, Sie Sie diidentifikasikan sebagai seorang gadis remaja dari keluarga miskin yang setiap hari harus bekerja keras, mengurus enam adik sejak shubuh buta sampai larut malam. Sie Sie gadis yang pintar, rajin, dan tidak suka mengeluh. Sejak kecil terbiasa membantu orangtuanya. Masa remajanya ia habiskan untuk membantu biaya hidup keluarganya, terlebih sejak ibunya sakit, separuh penghasilan keluarga hilang. Semua beban itu jatuh pada Sie Sie. Sie Sie harus merawat ibunya dan mengurusi enam adiknya siang malam. Beban fisik dan pikiran itu semakin berat dipikul Sie Sie kala sang bapak masuk penjara lantaran ketahuan mencuri brankas uang di pabrik tahu tempat dirinya bekerja. Sakit sang ibu kian parah dan harus segera dirawat di rumah sakit. Hampir bersamaan terdengar kabar pemuda Taiwan bernama Wong Lan yang datang ke Singkawang sedang mencari istri yang dikenal dengan istilah nikah foto. Sie sangat benci dengan pernikahan itu. Namun malam itu, kebencian Sie yang besar terhadap ’nikah foto’ mampu dikalahkan. Ia harus mengorbankan sepenuh jiwa raganya demi nyawa sang ibu dan kesejahteraan adik-adiknya kelak. Tekadnya kuat memutuskan pilihan yang sebelumnya tak pernah ia sadari. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Berangkatlah Sie Sie ke sebuah hotel, tempat pemuda dari Taiwan mencari istri. Sudah ada lima amoi pendaftar di lorong hotel, berbisik-bisik. Pemuda Taiwan itu ditemani salah satu karyawan hotel melakukan seleksi. Sepertinya karyawan hotel itu sudah terbiasa dengan proses mencari amoi. Ke sanalah Sie Sie pergi, mendaftar menjadi calon istri belian. (Liye, 2013: 25)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
172 Id mendorong ego Sie Sie untuk mewujudkan keinginannya membiayai pengobatan ibunya di rumah sakit. Selain sakit sang ibu, keinginan menyejahterakan kehidupan adik-adiknya memaksa untuk diwujudkan. Dalam hal ini, ego yang bekerja berupa kemampuan merencanakan diri mendorong Sie Sie mencari pemuda dari Taiwan itu dengan tujuan untuk menjadi istri belian. Sie Sie berangkat ke hotel di mana Wong Lan berada. Ia pergi tanpa ada tetangga, kerabat, atau sahabat yang mengetahuinya. Dengan bantuan karyawan hotel yang menyatakan bahwa Sie Sie masih gadis dan bukan amoi tipuan maka, Wong Lan akhirnya memilih Sie Sie sebagai istri belian. Wong Lan mencari istri belian guna mencairkan uang warisan orangtuanya yang mengharuskan ia menikah terlebih dulu seperti dalam surat wasiatnya. Perasaan Sie Sie menjadi istri belian berbeda dengan perasaan Wong Lan. Sie Sie merasa sangat benci, namun berkat perasaan dan emosi yang stabil, Sie Sie berusaha menahannya, menunduk, mencengkeram pahanya agar tidak gemetar. Motif Sie Sie dari awal hanyalah segera mungkin mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit ibu dan kesejahteraan keenam adiknya. Dengan adanya hal ini, Super ego hadir pada diri Sie Sie dalam bentuk janji suci kepada sang ibu bahwa pernikahan ini akan bahagia, walaupun dari awal ia sangat membenci pernikahan seperti ini. “Keputusan Sie sudah bulat, Ma. Semua sudah diatur, semua sudah selesai, Sie sudah jadi istri orang.’ Sie Sie menyeka bibir Ibunya, ‘Biarlah, Ma. Tidak mengapa. Dengan begini… dengan begini Ma bisa sembuh, kita punya uang untuk makan, adik-adik bahkan bisa sekolah.”. “Tidak boleh, Nak. Tidak boleh. Ya Tuhan, semua ini salah kami. Kenapa Sie yang harus menanggung semua beban?” Ibu Sie tersengal. Sie Sie memeluk erat Ibunya, “Sie janji, Ma. Pernikahan ini akan bahagia. Sie akan mencintai dia apa adanya. Sie janji Ma, dia juga akan mencintai Sie apa-adanya”. Sie Sie memilih mengorbankan dirinya. (Liye, 2013: 29) Uang memang didapat dari pernikahan ini, namun bahagia tidak didapat dari pernikahan ini. Sie Sie mengalami siksaan yang luar biasa dari Wong Lan. Wong Lan sendiri dikenal bertabiat buruk. Bahkan setelah menikah, tabiat buruknya tidak bisa hilang malah semakin menjadi-jadi. Sie-Sie terus dianiaya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
173 Namun, janji Sie Sie kepada ibunya membuat id bekerja untuk mendorong ego untuk bersikap terus bertahan dengan Wong Lan. ... Wong Lan malah menuduh Sie dihamili orang lain. Ia memukuli istrinya yang sedang hamil muda.... Kasus itu menarik perhatian polisi lokal Taiwan. Penyidikan dilakukan, Wong Lan ditahan. Hampir enam bulan dia masuk penjara. Dan lihatlah, tidak sehari pun Sie alpa mengunjunginya. Membawakan rantang makanan kesukaan, memasang wajah riang, bertanya apa kabar. Dan apa balasan Wong Lan? Acuh tak acuh, menatap benci Sie Sie. Mengutuknya sebagai penyebab bala bagi seluruh keluarga, membuat pabrik bangkrut. (Liye, 2013: 34) Pada kutipan di atas ego berkuasa pada diri Sie Sie. Ia terus melakukan kebaikan-kebaikan kepada Wong Lan. Sie Sie selalu mengunjungi Wong Lan di penjara, memasang wajah riang, menanyakan kabar. Kebaikan-kebaikan sebagai ego harus mempersatukan pertentangan antara id dan super ego. Sie Sie tak pernah putus asa untuk membuat cinta Wong Lan tumbuh. Bahkan, hingga untuk kali kedua menyebabkan dirinya di tampung keluarga konsulat. Untuk kedua kalinya Sie Sie ditampung keluarga konsulat. Salah-satu staf konsulat menasehati Sie agar menghentikan pernikahan itu, minta cerai. Semua dokumen bisa disiapkan, paspor pengganti, paspor untuk anakanaknya. Sie menolak mentah-mentah, menggeleng tegas, dia sambil menahan air-mata tumpah bilang tentang janji hebat itu. Ia akan mencintai suaminya apa-adanya. Dan ia akan memaksa perasaan yang sama muncul di hati suaminya. (Liye, 2013: 36) Pada kutipan tersebut id muncul untuk mendorong ego dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Id merupakan energi psikis yang hanya memikirkan kesenangan diri sendiri tanpa memandang dari segi apapun. Sedangkan, ego merupakan eksekutif kepribadian yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Dalam hal ini, Sie Sie mempunyai keinginan yang kuat untuk terus mencintai suaminya dan ia akan memaksa perasaan cinta muncul di hati suaminya. Ego berkuasa pada diri Sie Sie. Sie Sie menolak untuk menghentkan pernikahan ataupun bercerai. Bahkan, ketika Wong Lan hilang entah kemana lantaran terus mengalami kemerosotan dan kebangkrutan akibat tabiat buruknya yang suka berjudi dan berfoya-foya. Sie Sie terus mencari Wong Lan siang malam. Setelah enam tahun mencari, akhirnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
174 Wong lan ditemukan terlunta-lunta di Hongkong tepat saat anak pertama Sie Sie berusia dua belas. Berikut kutipannya: Usia suaminya lima puluh, lelaki tua yang hidup sendirian, sakit-sakitan, tanpa teman, terlupakan dari dunia. Kabar itu membuat hati Sie bungah. Ia tidak sabaran, memutuskan berangkat malam itu juga ke Hongkong, menjemput suaminya, menjemput bapak dari anak-anaknya. Tapi saat dia menuju bandara, melesat kabar duka dari Singkawang. Telepon dari salah satu adiknya, bilang bapak mereka meninggal dunia. (Liye, 2013: 37) Pada kutipan di atas, id yang telah ada sejak lahir dan bertujuan untuk meredakan ketegangan dalam diri muncul sangat kuat. Keleluasaan yang dimiliki Sie Sie untuk pulang sebenarnya bisa dilakukan kapan saja karena ia telah berhasil mengembangkan bisnis menjahitnya. Apalagi, kerinduannya tak tertahankan ini bersamaan dengan kewajiban terakhirnya untuk mengantar bapaknya ke pemakaman. Namun, super ego mampu merintangi impuls-impuls id dan mendorong ego untuk bekerja. Dalam hal ini Sie Sie memilih menjemput suaminya, sebab inilah keluarganya sejak ia memutuskan dibeli suaminya, Wong Lan. Maka bulan-bulan perawatan itu menjadi simbol paling agung rasa cinta Sie. Tidak ada kebencian, tidak ada penyesalan. Astaga, seandainya kita bisa melihat wajah Sie saat merawat suaminya. Janji itu sungguh luarbiasa. Kalian tahu, apakah kau bisa memaksa perasaan cinta? Sie bisa melakukannya. Ia bisa membuat suaminya mencintainya apa-adanya, bahkan walau sebelum itu Wong Lan amat membencinya. Di malam kesekian masa-masa rehabilitasi, ketika Wong Lan terjaga, saat ia menatap wajah lelah istrinya yang jatuh tertidur di pinggir ranjang, perasaan itu mulai tumbuh kecambahnya. (Liye, 2013: 39) Pada kutipan di atas ego mempergunakan energi psikis yang dikuasai untuk mengintegrasikan ketiga aspek kepribadian. Id, ego, dan super ego dalam diri Sie Sie bekerja secara harmonis. Hal itu juga berlaku pada kutipan berikut: Ia bisa bersimpuh, bilang ke pusara ibunya, bahwa janji itu telah dipenuhi. Ia bisa memaksa perasaan itu tumbuh di hatinya dan di hati suaminya. Janji hebat seorang gadis yang baru berusia enam belas tahun. (Liye, 2013: 41)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
175 Janji kepada ibunya telah ia tepati dan ia buktikan kala kembali ke Singkawang lantaran salah satu anak kembarnya berjodoh dengan amoi dari Singkawang dan menikah bukan ‘nikah foto’. c. Tokoh Aku dalam Cerpen Sepotong Hati yang Baru Tokoh Aku merupakan tokoh utama dalam cerpen Sepotong Hati yang Baru. Pengarang tidak menyebutkan gambaran tokoh ini dengan nama, tetapi hanya digambarkan dengan sebutan aku. Tokoh aku diidentifikasikan sebagai calon mempelai pria yang akan menikah dengan wanita yang bernama Alysa. Dalam cerpen ini, diceritakan konflik batin yang dialami tokoh Aku karena permintaan Alysa untuk bertemu dan memohon dirinya untuk kembali menjalin kisah cinta dengannya. Padahal, setelah sekian lama Alysa pergi dengan pria gagah yang baru ditemuinya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan dengan tokoh Aku. Konflik cerpen ini dimulai tepat lima hari sebelum hari pernikahan tokoh Aku dengan Alysa yang membatalkan rencana pernikahan. Dalam hal ini terjadi pertentangan antara id, ego, dan super ego. Namun super ego mampu merintangi id dan mendorong ego tokoh Aku untuk tetap sadar. Ego merupakan eksekutif kepribadian mendorong tokoh Aku untuk menerima keputusan Alysa daripada ia menahan Alysa untuk tetap menikah dengannya. Berikut kutipan yang mengungkapkan peristiwa tersebut: Aku juga tidak mampu membenci pria itu. Apa salahnya? Aku tahu, selalu ada bagian yang tidak masuk akal dalam perjalanan cinta. Tetapi lebih karena, lihatlah, percakapan ini, aku tahu persis, separuh hatiku akan pergi. Persis seperti sebuah daun berbentuk hati, diiris paksa oleh belati tajam, dipotong dua. Dan aku sama sekali tidak bisa mencegahnya. (Liye, 2013: 48) Namun, kenyataannya kepergian Alysa dengan pria lain masih sulit untuk dimengerti oleh tokoh Aku. Hal itu tampak pada kutipan di bawah ini: “Kau tahu, aku melalui minggu-minggu menyedihkan itu. Dan yang lebih membuat semuanya terasa menyedihkan, aku tidak pernah mengerti mengapa kau pergi. Sesungguhnya aku tidak pernah yakin atas segalanya. Aku tidak pernah baik-baik saja. Enam bulan berlalu, hanya berkutat mengenangmu.... (Liye, 2013: 44)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
176 Perasaan tak mengerti dan tingkah laku mengenang dari tokoh Aku merupakan bentuk ego yang muncul akibat keinginannya menikah dengan Alysa sebagai id tidak dapat terlampiaskan. Ego bekerja melalui pertahanan diri akan sikapnya yang ikhlas melepas Alysa, meskipun dalam hatinya tokoh Aku merasa tidak pernah dalam kondisi baik-baik. Demi kebahagiaan Alysa menjadikan id tokoh Aku tidak terlampiaskan dan memaksa ego untuk melakukan tindak pertahanan diri. Aktivitas ego dalam diri tokoh Aku tersebut, pada dasarnya merupakan aplikasi dari adanya prinsip sublimasi yaitu pemindahan atau pengalihan yang dilakukan dengan penyaluran energi ke dalam aktivitas-aktivitas bernilai intelektual, perikemanusiaan, kultural, dan artistik. Dalam hal ini dilakukan dengan mendendang lagu-lagu patah hati, membaca-baca buku patah hati. Semua kesedihan itu telah dikuburnya dalam-dalam, dan tokoh Aku telah berhasil menghilangkan segala kesedihan itu selang setahun kemudian. Akan tetapi, Alysa hadir kembali di kehidupan tokoh Aku dan meminta untuk bertemu. Alysa menyatakan bahwa dirinya dicampakkan begitu saja oleh pria gagah itu sama halnya dengan yang Alysa lakukan kepada tokoh Aku. Alysa mengharapkan agar bisa menjalin lagi kisah cinta bersama dengan tokoh Aku. Super ego yang bersifat sebagai kontrol terhadap adanya impuls-impuls id dan mendorong ego tokoh Aku untuk tidak merasakan rasa senang, sedih, marah, dan peduli, tetapi lebih memilih diam atas berita kegagalan pernikahan Alysa. Berikut kutipannya: Malam ini, aku hanya menatap kosong ke arah lautan. Menyerahkan saputangan. Lantas diam. Apa yang harus kulakukan? Apa yang Alysa harapkan? Ketika hati itu terkoyak separuhnya setahun lalu, aku sudah bersumpah untuk menguburnya dalam-dalam. Berjanji berdamai meski tak akan pernah kuasa melupakan. Malam ini saat Alysa bilang hubungan hebatnya dengan pria memesona itu gagal, aku sungguh tidak tahu apa yang harus kulakukan. Apa aku harus senang? Sedih? Marah? Tidak peduli? Ya Tuhan, ini semua sungguh menyakitkan. “Apakah di hati yang baru itu masih tersisa namaku.” Alysa bertanya lagi, kali ini seperti bertanya kosong. Aku hanya diam. (Liye, 2013: 49) Dari kutipan di atas tampak pada acara pertemuan itu, sikap bijak dan perasaan menahan diri dalam diam tokoh Aku muncul lantaran sikap Alysa yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
177 berusaha meminta maaf dan secara tersirat Alysa memohon agar bisa kembali dalam kisah cinta dengan tokoh Aku. Hal tersebut seperti dikutipkan berikut: “Kau tahu, saat itu aku akhirnya menyadari, aku tidak akan pernah bisa melanjutkan hidup dengan hati yang hanya tersisa separuh. Tidak bisa. Hati itu sudah rusak, tidak utuh lagi. Maka aku memutuskan membuat hati yang baru. Ya, hati yang benar-benar baru.”. Alysa memberanikan diri mengangkat wajahnya, cemas mendengar intonasi suaraku. “Maafkan aku Alysa, aku sudah menikah. Bukan dengan seseorang yang amat aku cintai, aku inginkan. Tetapi setidaknya ia bisa memberikanku sepotong hati yang baru. Maafkan aku. Kau lihat. Ini cincin pernikahan kami, batu giok.” Aku menelan ludah. (Liye, 2013: 50) Sikap bijak dan perasaan menahan diri dalam diam tokoh Aku terhadap sikap Alysa tersebut muncul disebabkan id dalam diri tokoh Aku membutuhkan pelepasan terhadap peristiwa yang terjadi. Id yang muncul mendorong ego untuk dilepaskan. Pelepasan ini bertujuan sebagai kompensasi dari munculnya perasaan yang terus menahan diri dan bersikap bijak ketika Alysa seperti mengemis memohon cinta kembali dan membuka luka hati lama dari tokoh Aku. Pelepasan ego yang dilakukan ini merupakan bentuk sublimasi sebagai bentuk mekanisme pertahanan ego yang berusaha mereduksikan tegangan yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk tingkah laku yang bisa diterima dan dihargai oleh Alysa, yakni dengan mengaku menikah dan memperlihatkan cincin pernikahan. Tokoh Aku sebenarnya mengharapkan Alysa kembali ke dirinya, akan tetapi karena ia menganggap bahwa ini terkait dengan harga diri. Dalam hal ini id dapat dikalahkan oleh super ego. Tokoh Aku memilih untuk memberikan pelajaran kepada Alysa bahwa cinta adalah harga diri dan berhenti mengharap Alysa kembali. Dalam hal ini, super ego mendominasi diri tokoh Aku. Kenangan indah bersamamu akan kembali memenuhi hari-hariku entah hingga kapan. Itu benar. Membuatku sesak. Tapi aku tidak akan membiarkan hidupku kembali dipenuhi harapan hidup bersamamu. Sudah cukup. Biarlah sakit hati ini menemani hari-hariku. Biarlah aku menelannya bulat-bulat sambil sempurna menumbuhkan hati yang baru, memperbaiki banyak hal, memperbaiki diri sendiri. Apa pepatah bilang? Ah iya, patah hati tapi tetap sombong, patah-hati tapi tetap keren. (Liye, 2013: 50-51)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
178 Berdasarkan kutipan di atas dominasi id dapat dikendalikan oleh super ego melalui dorongan ego yang menjadi pelaksana kepribadian yang bersifat moralitas. Tokoh Aku lebih memilih merasakan sendiri kepahitan kenangannya bersama Alysa. Tokoh Aku tidak mau perbuatan Alysa terulang lagi, oleh karena itu tokoh Aku menolak Alysa agar Alysa bisa belajar tentang cinta yang rasional.
d. Tokoh Sampek dalam Cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay Tokoh utama dalam cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay adalah Sampek. Sampek adalah seorang pemuda miskin dari perfektur selatan yang berbakat dalam kungfu. Ia dikirim ke Biara Shaolin lantaran memenangkan kontes ketangkasan main toya, senjata berbentuk tongkat panjang. Dalam cerpen diceritakan, Sampek jatuh cinta pada Engtay, seorang gadis cantik dari Peking yang menyamar menjadi seorang murid laki-laki di Biara Shaolin. Namun, Sampek tidak mengetahui kalau Engtay adalah putri petinggi kerajaan. Baru sebulan Sampek-Engtay saling tahu perasaan masing-masing, terdengar berita pemberontakan besar-besaran di perfektur selatan, yang mana rakyat menentang pajak dan tindakan semena-mena kerajaan Peking. Bersamaan dengan peristiwa ini terdengar kabar ibu Engtay sakit yang mengharuskan Engtay pulang ke Peking, namun kabar itu dusta, kepulangan Engtay dimaksudkan untuk mempercepat perjodohan dengan Putra Mahkota. Akan tetapi, Sampek selama ini belum pernah tahu jikalau Engtay adalah jodoh Putra Mahkota sejak kecil. Akhirnya, Engtay kembali ke Peking. Sampek ingin / id menyusul dan menjemput Engtay di ibukota karena rasa cintanya yang begitu besar. Ego yang ada di dalam diri Sampek mengarahkan id ke dalam sebuah janji Hal itu dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: “Baiklah. Setelah semua urusan di biara selesai, setelah keributan ini selesai aku akan menyusulmu, Engtay.” Sampek berbisik lirih, mengambil lembut daun bambu kering itu. “Berjanjilah apapun yang terjadi kau akan selalu mencintaiku.” Engtay berbisik. “Aku berjanji akan selalu mencintaimu, Engtay. Aku bersumpah atas nama Budha Suci akan datang menjemputmu di ibukota.” Sampek mengangguk. (Liye, 2013: 64)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
179 Tiga bulan kemudian, Engtay mengabarkan perjodohan itu kepada Sampek melalui surat yang penuh bercak air mata Engtay. Isi surat itu Engtay memohon kepada Sampek agar datang dan menjemputnya. Dengan tekad yang kuat, Sampek menyusul Engtay. Berikut kutipannya: Dan itulah yang dilakukan Sampek esok paginya. Tanpa berpikir panjang. Tanpa mengerti apa yang akan ia hadapi. Sampek berpamitan dengan Rahib Ketua. Menyusul Engtay ke ibukota. Tetapi demi Budha Suci, apalah daya Sampek? Siapa ia? Urusan ini benar-benar bagai setetes air yang hendak menghancurkan tembok batu raksasa. Sampek memang dengan gagah-berani mendatangi kediaman Engtay. Tetapi saat itulah Sampek menyadari kalimat di surat itu tidak bohong. Nama Putra Mahkota tidak salah tulis. Sampek yang tidak akan pernah mengerti tembok setinggi apa yang sedang dihadapinya, menemukan dua ribu prajurit dan selusin pendekar ternama di gerbang Istana Terlarang. (Liye, 2013: 65-66) Berdasarkan kutipan di atas id lebih mendominasi tokoh Sampek. Ketakutan dan kecemasan muncul pada sampek lantaran Engtay dalam isi suratnya sangat mengharapkan dan memohon Sampek untuk datang menjemput. Selain itu, Sampek juga telah berjanji sebelumnya. Dalam hal ini, id menekan ego Sampek untuk mengambil keputusan segera menjemput Engtay dengan cara apapun, dan apa yang akan terjadi di hadapannya, Sampek juga belum tahu. Dalam hal ini id, ego, dan super ego dalam kondisi keseimbangan. Sampek rela melakukan apa saja demi menjemput Engtay, kekasih yang sangat disayanginya. Hal ini dilakukan semata-mata karena Sampek takut kehilangan Engtay. Sampek memang berhasil sampai di Istana Terlarang menemui Engtay. Namun, tubuh Sampek yang lemah terlanjur terkulai karena perkelahian itu memisahkan pertemuannya dengan kekasih hatinya. Sampek pun juga tidak bisa menjemput Engtay yang ditarik paksa oleh orangtua Engtay menjauh dari tubuhnya yang segera disembunyikan oleh prajurit istana. Engtay diberitahu bahwa Sampek sudah meninggal. Kenyataannya, Sampek belum meninggal, tubuhnya yang sekarat itu dibawa pergi kembali ke Biara Shaolin oleh kerabat Engtay yang membenci Dinasti Tang. Kondisi Sampek berangsur-angsur membaik, berbanding terbalik dengan kondisi rakyat yang memberontak terhadap Dinasti Tang makin memburuk dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
180 terdesak. Biara Shaolin yang mendukung rakyat juga ikut terdesak. Sampek diikutkan bersama selusin rahib suci menuju Pegunungan Kwa Loon dalam tugas meminta pertolongan kepada Kepala Biara yang tua renta. Sampek ditugasi menggendong kakek tua renta itu. Di tengah perjalanan kembali ke Biara Shaolin rombongan rahib suci dihadang seribu pasukan kerajaan. Berkat Sampek yang memiliki cerita kesedihan, kakek renta itu mampu mengeluarkan delapan belas Naga Surga yang dalam sekejap membunuh para pasukan kerajaan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: “Kau berjodoh denganku, anakku.” Kakek renta itu mengulang kalimatnya, “Kau tahu, hanya kesedihan paling mendalam yang bisa memanggil Naga Surga. Hanya hati yang tercabik-cabik-lah yang bisa memanggil Seruling Surga.” (Liye, 2013: 78) Dari kutipan di atas tampak bahwa kesedihan yang dimiliki Sampek bisa mendatangkan Naga Surga. Kakek renta itu menasihati bahwa kesedihan yang terkendali sungguh bisa menjadi kekuatan tiada tara. Kesedihan yang terkendali bisa membuat hati bersih, hati yang siap menerima kabar baik langit, termasuk kekuatan langit. Hal itu merupakan nasihat kakek tua renta kepada rahib suci, tak terkecuali Sampek. Kakek renta menolak untuk membantu Biara Shaolin karena menurutnya orang yang akan memimpin pasukan pemberontak dan memperbaiki semua hal adalah Sampek bukan dirinya. Setelah lewat satu purnama ternyata memang benar ucapan kakek tua itu. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Akan ada banyak darah yang tumpah, ada banyak rakyat dikorbankan jika pertempuran penghabisan terjadi. Sampek memutuskan menemui Raja Tang. Menawarkan kesepakatan. Bagi Sampek, masa lalu menyedihkan itu sudah tertinggal jauh di belakang bersama tebasan pedang. Masa-masa indah bersama Engtay sudah lenyap tak bersisa bersama kepulan debu pasukannya. Setahun lebih memimpin pasukan pemberontak, malam ini kembalinya dia ke Istana Terlarang hanya untuk menyelamatkan nasib kerajaan. Kakek-renta itu mengajarinya tentang makna kata berdamai dengan masa lalu. Tidak mendendam apapun. Menerima apa-adanya. (Liye, 2013: 81-82) Dari beberapa kutipan di atas, terdapat keterjalinan antara id, ego, dan super ego. Kemampuannya dalam kungfu, persilatan, serta kesedihan mendalam mendorong Sampek untuk menuruti semua nasihat kakek tua renta itu untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
181 melupakan semua kesedihan dan membuang cinta yang bersifat duniawi karena dengan begitu Sampek bisa menolong rakyat dari kesewenangan Dinasti Tang. Id mendorong ego Sampek melakukan pemberontakan dan peperangan ke Dinasti Tang. Munculnya id yang kuat dalam diri Sampek diiringi dengan super ego dalam dirinya, sehingga ego timbul menjadi perantara antara kebutuhan ingstingtif dengan keadaan lingkungan. Sampek mengkhawatirkan akan terjadi pertumpahan darah yang banyak, serta banyak rakyat dikorbankan jika peperangan terus dilanjutkan. Maka dari itu, Sampek menemui Raja Tang menawarkan kesepakatan. Hal ini semata-mata juga untuk menyelamatkan nasib Istana Terlarang. Ketika berada di aula singgasana Istana Terlarang saat melakukan penawaran, Engtay yang mengenali Sampek dari detail wajah yang diceritakan dayang-dayangnya, Engtay bergegas melangkah ke aula singgasana dan berusaha memeluknya karena selama ini ia mengira Sampek telah mati. Sebelum sempat memeluk Sampek, Putra Mahkota telah berteriak galak mencengkeram baju Engtay. Sampek berusaha tetap bersikap dingin. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: “Kau salah orang, Nyonya.“ Sampek berkata dingin. “Aku tidak salah orang…. Aku tidak salah orang!” Engtay mendesis berkali-kali. Wajahnya antara hendak menangis, tidak-percaya, bahagia, dan entahlah. “Kau salah orang, Nyonya.“ Suara Sampek bergetar. Engtay mencengkeram baju kebesaran Sampek. “Kau lihat ini! Lihat ini!” Engtay melepas kerah yang menutupi lehernya, menunjukkan kemilau liontin yang baru saja dikenakannya. Liontin Permaisuri Dinasti Chin. (Liye, 2013: 84) Hal itu menyebabkan reaksi kemarahan Putra Mahkota, dengan cepat ia menghunuskan pedang ke tubuh Engtay. Kerusuhan tak terelakkan lagi. Berikut kutipannya: Darah mengalir…. Sampek yang sejak tadi berusaha tidak menatap wajah Engtay terkesiap. Sampek yang sejak awal berusaha mengabaikan Engtay terperangah. Wajah Engtay yang bergelung di dekat kakinya terlihat amat kesakitan. Meringis. Pedang itu sempurna menembus perutnya. Sampek berseru tertahan. “Bunuh mereka!” Putra Mahkota berteriak kalap. (Liye, 2013: 85)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
182 Dalam hal ini super ego mendominasi pada diri Sampek. Super ego yang merupakan bagian moral kepribadian manusia tentang sesuatu yang benar dan salah. Sampek memeluk tubuh Engtay yang bersimbah darah walaupun sejak tadi ia bersikap mengabaikan Engtay. Kesedihan yang memilukan hati yang tak terkatakan itu mengundang seratus Naga Surga yang menerabas buas hati siapa saja yang mencintai kejahatan dan kebencian hingga membuat tidak bernyawa Raja Tang, Putra Mahkota serta seisi aula singgasana dan ribuan prajurit kerajaan.
e. Tokoh Itje dalam Cerpen Itje Noerbaja & Kang Djalil Tokoh utama dalam cerpen Itje Noerbaja & Kang Djalil adalah Itje. Dalam cerpen ini Itje diidentifikasikan sebagai seorang pembantu pribumi di rumah Meneer van Houten dan Mevrouw Rose, bangsawan Belanda. Itje adalah gadis polos berusia enam belas tahun yang punya banyak keinginan dan rencanarencana. Itje ditinggal mati oleh ibunya yang lebih dulu bekerja di rumah Meneer van Houten saat dirinya baru berusia tiga belas tahun. Ibu Itje mati tertembak oleh Governoer Djenderal, petinggi VOC yang menjadikannya sandera ketika pemberontak menyerbu acara jamuan makan malam di rumah Meneer van Houten. Sepeninggal ibunya, Itje hidup bersama bapaknya di rumah buruh perkebunan teh milik Meneer van Houten yang kemudian ia disuruh bantu-bantu di rumah Meneer. Usia Itje saat itu masih tergolong kecil untuk bekerja, sehingga ia selalu kena marah oleh Mevrouw Rose. Lantaran selalu kena marah itu, Itje kecil menjadi bahan tertawaan oleh pembantu dan pengawal senior lainnya. Tapi beruntunglah Itje, ada Kang Djalil yang menolong dan membelanya. Sejak saat itu Itje jatuh cinta kepada Kang Djalil, begitupun sebaliknya. Kang Djalil adalah pengawal nomor satu Meneer van Houten, dan ia juga salah satu pemberontak yang lolos ketika pemberontakan yang menewaskan Ibu Itje beberapa waktu silam. Kang Djalil berniat membalaskan dendam Itje, selain itu juga berusaha membunuh Governoer Djenderal agar bisa mengusir pergi penjajah dari Batavia dengan mengikutsertakan Itje
dalam bagian aksi pemberontakan yang
dipimpinnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
183 Latar belakang Itje yang ibunya tewas dibunuh dan ingin hidup merdeka mendorong Itje untuk memenuhi permintaan kekasih hatinya itu. Awalnya Itje ragu, tapi karena rasa cinta pada kekasihnya itu, ia merasa mampu membantu memasukkan racun ke dalam minuman anggur di acara jamuan makan malam. Hal ini dilakukan agar Kang Djalil bersama pemberontak lainnya bisa dengan mudah membunuh Governoer Djenderal. Dalam hal ini terdapat keterjalinan antara id, ego, dan super ego. Kemampuan dan rasa cintanya terhadap Kang Djalil mendorong Itje untuk menuruti rencana Kang Djalil untuk meracuni minuman anggur dalam pemberontakan yang dilakukan bersama teman-temannya. Kesanggupan Itje untuk meracuni minuman anggur sesuai perintah Kang Djalil menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Kecemasan moral muncul karena perasaan tidak tega meracuni Meneer dan Mevrouw Rose. Itje takut mengecewakan Kang Djalil yang memintanya dalam bagian aksi pemberontakan. Kecemasan yang dialami Itje terdapat pada kutipan berikut: Botol ratjun itoelah jang memboeat Itje lebih banjak diam. Di kamar baboenja jang sempit, tidak coema sekali Itje menatap botol itoe, gemetar tangannja mengeloes, menghela nafas pandjang. Apakah ia tega meratjuni Meneer dan Mevrouw Rose? Itje boeroe-boeroe mengoesir pikiran itoe. Kang Djalil pasti tidak soeka dia berpikir matjam-matjam. Di luar kamar terdengar suara koetjing menjenggol tempat sampah, Itje bergegas menjambar itoe botol ratjun, menggenggamnya erat-erat. Memasoekannja ke dalam saku. Nafasnja tersengal, takoet sekali ketahoean oleh tjenteng atau serdadoe lain jang bisa memboeat rentjana Kang Djalil berantakan. (Liye, 2013: 114) Id mendorong ego Itje untuk mewujudkan tujuannya meracuni minuman anggur. Dengan penuh waspada dan selalu berhati-hati dengan terus menjaga botol racun itu. Itje merasa mampu untuk meracuni minuman anggur. Acara jamuan makan malam pun berlangsung. Itje sudah meracuni minuman anggur, hasilnya hampir semua para tamu tumbang, termasuk Meneer van Houten dan Mevrouw Rose. Namun, karena kesalahan Itje yang menolong majikannya itu, ia dijadikan sandera Governoer Djenderal yang tidak tumbang karena tidak meminum anggur tersebut. Hal ini membuat hati pemimpin pemberontak, Kang Djalil merasa cemas sehingga pemberontak merasa tertekan dan terdesak. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
184 Tidak. Itje tersengal, satoe tangannja dipelintir di belakang memang memboeatnja soesah bergerak, tapi Itje bisa menatap sorot mata Kang Djalil. Tidak, Itje semakin tersengal. Ia bisa membatja ketjemasan Kang Djalil-nja. Itje mentjintai Kang Djalil lebih dari siapapoen sedjak Iboenya tewas tiga tahoen laloe. Itje akan melakoekan apa sadja demi rentjana Kang Djalil, Itje tidak akan mendjadi penghambat rentjana Kang Djalil. Ia bersedia mati demi Kang Djalil. (Liye, 2013: 122-123) Terlihat dari kutipan di atas bahwa Itje akan rela melakukan apa saja demi Kang Djalil. Super ego yang merupakan suara hati atau bagian moral kepribadian muncul dalam perasaan bersalah karena akan menggagalkan rencana Kang Djalil mendominasi dalam diri tokoh Itje. Demi terwujudnya rencana Kang Djalil untuk melumpuhkan Governoer Djenderal. Ego yang menjadi eksekutif kepribadian dalam diri Itje bekerja untuk melakukan apa saja dan bersedia mati demi Kang Djalil. Ia memutuskan untuk langsung mengambil pisau makan di atas meja hendak menusukkannya ke perut Governoer Djenderal. Tapi terlambat, Goevernoer Djenderal lebih dulu meletupkan beberapa peluru pistolnya ke dada Itje dan para pemberontak. Tokoh Itje pun sekarat jatuh bersamaan dengan Kang Djalil yang juga tertembak dan tersungkur ke lantai.
f. Tokoh Jo dalam Cerpen Kalau Semua Wanita Jelek Tokoh utama dalam cerpen Kalau Semua Wanita Jelek adalah Jo. Jo digambarkan pengarang sebagai seorang gadis bertubuh gendut dengan dagu yang besar, leher tidak kelihatan, bahkan betis, paha, dan lengannya berukuran jumbo. Fisik Jo yang berbadan besar tersebut sering menjadi bahan ejekan dan olokolokan bagi orang lain. Suatu ketika Jo yang bekerja sebagai seorang staf ticketing biro perjalanan melakukan kesalahan pemesanan perjalanan honey moon seorang customer. Lantaran merasa tidak dilayani dengan baik, customer menghina Jo dengan frase gajah jumbo, paus bunting yang mengindikasikan pada fisik tubuh Jo. Sakit hati karena hinaan customer itu memang mudah menguap bagai tetes hujan di tengah padang gurun yang panas di pikiran Jo. Namun, sepertinya hinaan tentang fisik tubuh tambun Jo bagai minyak tersulut api menyalakan persepsi ketidakadilan hidup pada diri Jo. Persepsi Jo mengenai definisi kecantikan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
185 menyatakan bahwa cantik itu ramping alias tidak gendut yang sudah tertanam lama itu pun kembali menyeruak di kepalanya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Baiklah, ia akan meminta keadilan soal ini langsung kepada Sang Pencipta. Ia akan mempertanyakan langsung semua ini. Maka malam itu, dari bingkai jendela salah-satu rumah dua lantai yang masih menyala di pinggiran kota kami. Lewat tengah malam, saat banyak orang sudah jatuh tertidur, lelap bermimpi, Jo dengan menangis terisak mengadu pada Tuhan. “Wahai Pencipta, jika Engkau sungguh adil, maka kenapa tidak Kau jadikan saja kecantikan sebuah harga? Kenapa tidak seperti naik angkutan umum, siapapun harus membayar dengan bekerja keras jika hendak memperolehnya? Jadikanlah demikian, maka aku akan berhenti bilang Engkau tidak adil. Sungguh jadikanlah demikian.”. Doa itu, bagai melempar enam dadu, dengan enam sisi-sisinya sempurna bertuliskan kata, “Amin”. (Liye, 2013: 136-137) Dari kutipan di atas dilihat bahwa id yang ada dalam diri Jo telah menekannya untuk memenuhi kebutuhan yaitu mengungkap persepsi keadilan mengenai kecantikan. Ego yang ada dalam diri Jo telah mendorongnya untuk terus bertanya, mencari tahu, meminta keadilan atas persepsinya itu kepada Tuhan. Super ego yang bekerja sebagai suara hati dalam diri Jo melakukan kontrol dari dorongan id dan ego dengan menyatakan bahwa ia akan berjanji berhenti menilai Tuhan tidak adil jika permohonannya dikabulkan. Keesokan harinya setelah kejadian semalam, mekanisme kehidupan dunia wanita berubah. Kecantikan dijadikan sebagai mata uang yang tidak lagi diperoleh sejak lahir, melainkan harus dengan cara membeli. Id yang menguasai diri Jo telah terwujud. Berikut kutipannya: Mekanisme kecantikan baru dunia telah hadir, Jo benar-benar merasa takjub, antusias, campur aduk menjadi satu. Apa yang tadi telah dijelaskan, Jo adalah pekerja keras sejati dalam urusan kecantikan. Ia boleh jadi selama ini tidak pernah termotivasi bekerja lebih baik demi uang, kekayaan, tapi sekarang, ia bekerja gila-gilaan demi sebuah kecantikan. (Liye, 2013: 140) Motif Jo mendambakan kecantikan dari dulu semata-mata agar ia mendapatkan pasangan seperti halnya orang lain. Namun, bentuk fisiknya yang tambun menjadi penghalang Jo mendapat pria idamannya lantaran rasa minder.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
186 Maka tak mengherankan jika ia selalu berperilaku aneh ketika melihat ada pasangan ataupun pernikahan seperti kesalahan yang dilakukannya kepada customer biro perjalanan waktu itu. Tapi kali ini, Jo berubah menjadi cantik. Naluri untuk mendapatkan pasangan yang merupakan bagian dari id dalam diri Jo telah mendorong untuk mendapatkan Erik Tarore, pria idamannya. “Aku bersumpah, enam bulan dari sekarang aku akan menjadi wanita tercantik di seluruh kota. Dan Erik…, Erik akan bilang kalimat cinta itu. Nah, kali ini gue traktir lu, Vin.” Jo berkata semangat sambil membayar makan siangnya di kasir. (Liye, 2013: 141) Dari kutipan di atas ego dalam diri Jo menghasilkan kenyataan dengan rencana tindakan yang telah dikembangkan melalui akal dan pikirannya. Ego mendominasi diri Jo untuk membuktikan ucapannya itu. Ia memutuskan untuk keluar dari kantornya dan membuka usaha sendiri. Berikut kutipannya: Jo mendirikan biro perjalanan online sendiri. Dengan passion sebesar itu, dalam dunia enterprenuer, wiraswasta hanya soal waktu bisnis Jo menggurita. Paket perjalanan yang ia jual laku keras, ia mulai merekrut banyak karyawan. Awalnya hanya hitungan jari, persis di bulan keenam, dengan bantuan sindikasi kecantikan dunia, bisnis Jo membesar tiada tara. (Liye, 2013: 142) Bisnis Jo semakin berkembang, saham bisnisnya sudah diperjual-belikan di bursa, semakin mendunia dan mengglobal. Jo terus sibuk dengan bisnisnya. Semua yang ia dambakan selama ini menjadi kenyataan, mulai dari kecantikan (ungkapan kekayaan dalam cerita) sampai mendapatkan cinta Erik Tarore. Namun, sifat Jo pun ikut berubah menjadi pribadi yang berbeda dari sebelumnya. Berkebalikan dengan yang dialami Jo yang berbahagia. Nasib Vin makin memburuk, makin jelek fisiknya lantaran sudah tidak bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Sikap Jo yang berubah dari sebelumnya menunjukkan rasa kurang peduli terhadap Vin. Berikut kutipannya: “Lu seharusnya bilang jauh-jauh hari kalau lu masuk rumah sakit, hah.” Itu kalimat ketus Jo. Ia sedang menjenguk Vin, terlihat repot. “Gue nggak mau mengganggu kesibukan lu.”. “Omong kosong. Justru dengan mendadak seperti ini lu benar-benar mengganggu gue. Gue sedang berada di acara fashion bersama orang cantik sedunia di Paris. Lu membuat acara itu berantakan, tahu.” Jo menjawab jengkel. (Liye, 2013: 145)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
187 Berdasarkan kutipan di atas, ego dalam diri Jo berusaha mempersatukan pertentangan-pertentangan antara id dan super ego dalam dirinya. Id dalam diri Jo mendorongnya untuk tetap harus berada di acara spektakuler fashion di Paris. Sedangkan, super ego yang bersifat sebagai kontrol terhadap adanya dorongandorongan dari id berusaha untuk bisa menjenguk Vin, sahabat terbaiknya yang sedang sakit, walaupun ia mempunyai acara spektakuler fashion tersebut. Akhirnya Jo tetap menjenguk Vin, namun hal itu dirasa dan dinilai kurang peduli karena dilakukan dengan setengah hati. Tanpa disadari Jo yang selalu mengajak Erik datang di pesta sosialita cantik dunia itu ibarat bumerang bagi dirinya. Erik beralih ke lain hati yang lebih cantik. Bersamaan dengan itu, bisnis biro perjalanan Jo bangkrut lantaran dikhianati oleh rekan bisnisnya. Kehidupan cantik raya (ungkapan kaya raya) berubah drastis, Jo mendapati dirinya kembali pada bentuk fisik semula. Untungnya, Jo masih memiliki teman yang super baik, yakni Vin. Hal ini tampak pada kutipan berikut: “Maafkan aku, Vin.” Jo tersedu. Ia benar-benar dalam posisi buruk. Kehilangan Erik Tarore, juga kehilangan bisnis, dan yang lebih menohok kehilangan kecantikan. Vin membelai lembut rambut Jo, “Kau lupa, Jo, mau sesakit apapun kau saat ini, mau sesebal, sebenci apapun, Jo tidak pernah sendirian. Aku akan selalu menjadi teman baik. Aku akan selalu bersedia mendengarkan. Deal?” (Liye, 2013: 148-149) Dari kutipan di atas, super ego yang menyatakan diri dalam konflik dengan ego yang dialami Jo, yakni ia merasa bersalah kepada Vin karena kurang mempedulikannya secara perasaan. Secara materiil, Jo memang telah membantu semua biaya kebutuhan hidup serta biaya rumah sakit Vin. Aktivitas super ego dalam diri Jo juga sangat dominan setelah kejaian tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: “Ya Tuhan, Vin sungguh benar. Kau selalu memberikan kecantikan yang sama pada setiap bayi. Kau selalu adil. Kamilah yang sibuk memberikan definisi kecantikan itu. Kamilah yang terlalu bodoh untuk paham. Maafkan aku, sungguh maafkan aku.” “Ya Tuhan, berikanlah aku selalu hati yang cantik, seperti hati yang dimiliki oleh Vin, teman terbaikku. Sungguh ialah gadis paling cantik di dunia, yang selama ini tidak kusadari, dan aku tidak pernah belajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
188 darinya.” Doa Jo melesat ke atas, bagai melempar enam buah dadu, juga tetap dengan enam sisi-sisinya bertuliskan kata, “Amin”. (Liye, 2013: 149) Super ego yang menyatakan diri dalam konflik dengan ego yang dirasakan dalam emosi-emosi, seperti rasa bersalah, dan menyesal. Hal inilah yang Jo lakukan kepada Tuhan dengan memohon ampun melalui doa atas kesalahannya. Bahkan, ia juga mengobervasi diri dan mengkritik dirinya selama ini yang memburu persepsi definisi kecantikan. Jo berharap agar ia diberi hati yang baik oleh Tuhan seperti yang dimiliki Vin. Berdasarkan analisis data di atas, id, ego, dan super ego dalam diri Jo bekerja secara harmonis. Persepsi kecantikan menurut Jo telah hilang setelah dihadapkan dengan kehidupan nyata yang Jo alami sendiri. Semua kehidupan dan nasib seseorang sudah diberikan Tuhan secara adil.
g. Tokoh Shinta dalam Cerpen Percayakah Kau Padaku? Dalam cerpen Percayakah Kau Padaku? yang menjadi pusat penceritaan ialah Shinta. Ia menjadi tokoh utama dalam cerpen ini. Tokoh Shinta digambarkan sebagai putri kerajaan Wideha yang berparas cantik dan berhati baik. Shinta diperistri seorang pangeran gagah berparas tampan dari kerajaan Kosala bernama Rama melalui sayembara yang diadakan oleh ayah Shinta. Sebagai seorang istri, Shinta sangat mencintai dan setia terhadap Rama. Selama empat belas tahun Shinta setia menemani Rama hidup di hutan yang terusir dari kerajaan Kosala akibat ulah licik Barata, adik tirinya. Shinta diculik oleh Rahwana, raja raksasa di Alengka, tapi akhirnya Rama bersama Hanoman bisa membebaskan Shinta dan membunuh Rahwana. Kemenangan Rama itu membuat dirinya menjadi Raja Kosala bersama Shinta yang selalu setia. Isu-isu kotor menerpa Shinta yang mengatakan bahwa dirinya sudah tidak suci lagi lantaran berbulan-bulan hidup di Alengka, bahkan isu-isu itu mampu membuat Rama tidak percaya kepada Shinta. Ujian kesucian itu dilakukan di halaman istana, ditonton ribuan penduduk Ayodya. Apakah Shinta menolak ujian tersebut? Merasa ujian itu melecehkan harga dirinya? Shinta bahkan tidak terpikirkan hal buruk sedikitpun. Dia tidak merasa suaminya meragukan dirinya, ujian ini hanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
189 untuk membuktikan kepada rakyat banyak. Jangankan melewati kobaran api suci, diminta Rama melakukan hal yang lebih sulit dibanding itu dia bersedia. (Liye, 2013: 167 ) Pada peristiwa ini id bekerja mendorong ego untuk mempertahankan diri dengan melakukan pembuktian tersebut. Kesetiaan dan kepatuhan Shinta terhadap Rama
mendorongnya
untuk
mengambil
keputusan
dalam
meredakan
pertentangan. Ia melakukan pembuktian kesucian dengan melewati kobaran api. hadapan seluruh masyarakat Ayodya. Shinta pun berhasil melewatinya. Kebahagiaan Shinta dengan Rama mulai terusik lagi dengan bisik-bisik kotor yang mengatakan bahwa Shinta bisa melewati api lantaran diajari ilmu sihir oleh Rahwana ketika ditawan di Alengka waktu lalu. Hal inilah yang membuat hati Rama rapuh kembali. Oleh karena itu, Shinta pun diuji untuk kedua kalinya seperti dalam kutipan di bawah ini: “Jangan cemaskan aku, Kakanda.” Shinta berbisik lemah, “Aku akan baikbaik saja. Masa pembuangan ini tidak akan lama, apalah arti sepuluh tahun demi membuktikan cinta kita akan abadi. Jangan cemaskan aku, Kakanda. Sedikit pun jangan terbetik perasaan itu.” Senja itu, saat gelap mulai menghampiri ibukota Ayodya, prosesi pengusiran Shinta dimulai. Tidak ada yang boleh menemaninya, tidak ada yang boleh membantunya. Rakyat bersorak sorai memenuhi halaman istana, berduyun-duyun puas ingin menonton. (Liye, 2013: 171 ) Dari kutipan di atas didapatkan bahwa id dalam diri Shinta muncul sebagai sesuatu memandang ke hal-hal yang bersifat subjektif dalam sebuah kenyataan. Tokoh Shinta sangat ingin membuktikan cinta abadinya ini. Ego yang berupa kesadaran serta kemampuan mendorong tokoh Shinta bekerja berdasarkan kenyataan yang pernah ia hadapi. Shinta akan membuktikan cinta, kesetiaan, dan kepatuhannya dengan melakukan ujian pengasingan selama sepuluh tahun di hutan rimba. Shinta melakukan ujian itu dalam keadaan hamil, namun Rama belum mengetahui. Shinta menjalani masa pengasingan itu di padepokan milik Resi Walmiki yang menolongnya ketika akan diterkam beruang sesaat setelah ia memasuki hutan. Di padepokan ini, Shinta selalu merindukan Rama. Akhirnya, Shinta melahirkan dua anak kembar Lawa dan Kusa. Usia Lawa dan Kusa sudah dua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
190 belas tahun, namun Shinta tak kunjung dijemput Rama menyebabkan kesedihan, putus asa, dan luka hati yang mendalam . Lawa dan Kusa yang mengetahui kesedihan dan luka yang dialami ibunya bertekad untuk melakukan pembalasan terhadap Rama. “Dia bukan Ayah kami.” Kusa tidak kalah membentak galak, menunjuk Rama, “Dia bukan siapa-siapa kami.”. “Jangan, Nak. Demi Ibumu, hentikan semuanya.” Shinta menangis, memohon, suaranya semakin serak, masih berusaha memeluk anakanaknya yang terus membentangkan busur. “Kami akan membalaskan sakit hati Ibu. Kami akan menghukum seluruh Ayodya.” (Liye, 2013: 184) Dari kutipan di atas tampak bahwa super ego mampu merintangi impulsimpuls id dan mendorong ego Shinta untuk tidak membiarkan kesedihan dan luka hatinya terbalaskan agar tidak terjadi pertempuran antara anak dan bapak itu. Super ego mendominasi dalam diri Shinta yang lebih menyelamatkan semuanya, termasuk rakyat Ayodya yang selalu berprasangka buruk terhadapnya dari pertempuran besar kedua sepanjang sejarah daratan India yang akan merusak seluruh Ayodya. Tabiat lama rakyat Ayodya tetap saja, mereka tidak pernah tahu dengan apa yang terjadi, mereka tidak pernah berterima kasih atas apa yang terjadi pada mereka kalau pertempuran Lawa Kusa dengan Rama tak dicegah oleh Shinta. Rakyat Ayodya malah memberikan bisik-bisik kotor bahwa Rama seorang Raja Kosala tidak mempunyai anak yang sifatnya merusak, terlebih Shinta dibuang belasan tahun ke dalam hutan rimba bagaimana mungkin raja mempunyai anak, siapa yang tahu kesetiaannya selama pengasingan. Rama lebih mendengar suara rakyatnya yang salah itu. Hal inilah yang membuat Shinta kecewa, seperti dalam kutipan berikut: ... Semua ini hanya mengulur-ngulur waktu, dan ia terjebak atas harapan kosong. Sia-sia saja ia berharap Rama akan kembali mencintainya seperti dulu. Tidak ada lagi cinta itu. Sebelum semua orang menyadarinya, Shinta menciumi dua anak kembarnya untuk terakhir kali, berlinang air mata, lantas melepas pelukan, kemudian berlari menjauh dari Rama, dari kerumunan orang-orang, sambil berseru-seru, “Oh Ibu, oh ibu pertiwi, dengarkan anakmu. Dengarkan anakmu.” Shinta memanggil keadilan. (Liye, 2013: 185)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
191 Perasaan kecewa Shinta terhadap Rama dan seluruh rakyat Ayodya muncul disebabkan id dalam dirinya membutuhkan pelepasan terhadap peristiwa bisik-bisik kotor yang sedang terjadi itu. Id yang muncul mendorong ego untuk dilepaskan. Pelepasan ini bertujuan sebagai pengganti atau kompensasi dari munculnya perasaan kecewa ketika Rama untuk kesekian kalinya tidak mempercayai dirinya, bahkan tidak mengakui Lawa dan Kusa sebagai anaknya. Pelepasan ego yang dilakukan Shinta merupakan bentuk sublimasi. Sublimasi merupakan bentuk mekanisme pertahanan ego yang berusaha meredakan ketegangan yang dihadapi ke dalam aktivitas-aktivitas yang bisa diterima dan dihargai oleh masyarakat. Dalam hal ini id dapat dikalahkan dengan super ego. Shinta berlari menjauh dari Rama, dan kerumunan orang-orang. Super ego dalam fungsinya cenderung merintangi id, tidak rasional dan menciptakan gambaran dunianya sendiri. Dalam hal ini, Shinta lebih memilih melakukan prosesi pembuktian paling tinggi, seperti dalam kutipan berikut: “Oh Ibu, bukalah pintumu, buktikanlah ke seluruh semesta, jika anakmu ini memang ternoda, maka tolaklah diriku yang hina, lemparkan aku kembali ke langit tanpa nyawa. Tapi jika aku memang suci, terimalah anakmu kembali, aku mohon. Aku sungguh tidak kuat lagi.” (Liye, 2013: 185) Dari kutipan di atas tampak bahwa Shinta memilih pergi dari dunia meninggalkan Lawa dan Kusa, meninggalkan Rama, suami yang dicintai agar masyarakat Ayodya tahu dan mengerti bahwa dirinya masih suci dan setia terhadap raja mereka, yang tak lain adalah Rama. Munculnya id yang kuat dalam diri Shinta dapat diiringi dengan super ego dalam dirinya, sehingga ego muncul untuk mempersatukan pertentangan-pertentangan antara id dan super ego.
h. Tokoh Hesty dalam Cerpen Buat Apa Disesali... Tokoh Hesty merupakan tokoh utama dalam cerpen Buat Apa Disesali.... Ia diidentifikasikan seorang yang sabar dalam menghadapi sang ayah yang sangat keras kepala menolak hubungannya dengan Tigor. Dalam cerpen diceritakan secara runtut tokoh Hesty mulai dari ia kecil sampai dewasa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
192 Hesty digambarkan sebagai anak pejabat pemerintah, sedangkan Tigor merupakan anak pembantu di rumahnya. Sejak kecil mereka selalu bersama dan begitu sangat dekat. Namun, kedekatan itu ditentang oleh sang Papa. Suatu hari, kedekatan mereka membuat ayah Hesty sangat marah lantaran Hesty dan Tigor ketahuan mencuri-curi peralatan kamera untuk foto-foto, hingga akhirnya rusak. Mereka berdua dihukum oleh masing-masing orang tuanya, seperti pada kutipan di bawah ini: Belum lagi hukuman tambahan, bukan sekadar tidur di kursi, Bibi kali ini menyuruh Tigor berdiri di halaman rumah hingga shubuh. Malam itu hujan turun deras. Hesty menangis, mengintip dari teras lantai dua, menatap Tigor yang menggigil kedinginan di halaman bersimbah hujan. Hesty sejak tadi sungguh hendak menyerahkan payung. Papa-nya mendelik marah, mengunci pintu kamar. Menyisakan isak gadis kecil berambut ikal itu. Itu semua idenya, bukan salah Tigor. (Liye, 2013: 1946) Pada kutipan di atas id lebih mendominasi tokoh Hesty. Ketakutan muncul pada tokoh Hesty karena Tigor yang menggigil kedinginan. Dalam hal ini, id mendorong ego Hesty untuk memberikan payung kepada Tigor. Namun, ego itu tidak berjalan lantaran Hesty dikunci di dalam kamar oleh Papa-nya. Kedekatan tokoh Hesty dan Tigor senantiasa tumbuh dan berlanjut, meskipun selama 14 tahun, mereka berpisah. Hesty di Surabaya karena Papa-nya bertugas di sana, sedangkan Tigor masih di tempat yang sama, Jakarta. Ternyata perpisahan itu hanya bersifat ragawi, mereka masih bisa terus berhubungan melalui suratmenyurat. Penolakan sang Papa juga masih kuat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: ... selama 14 tahun Papa-nya bertugas di Surabaya, ia mengirimkan 251 surat buat Tigor. Dan menerima 234 surat balasan. Kenapa balasan Tigor lebih sedikit? Aduh, urusan ini menyebalkan sekali memang. Di awalawal, surat balasan Tigor terlanjur kena black-list Papa Hesty. Langsung dibakar di perapian rumah saat tiba. Hingga Hesty tahu soal itu, dan meminta Tigor mengirimkan surat ke alamat temannya. Beres! Masalah itu teratasi. (Liye, 2013: 196) Pada kutipan di atas, naluri yang berfungsi sebagai rangsangan terhadap pemenuhan keinginan, yakni rasa rindu akan kabar dari masing-masing. Naluri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
193 merupakan bagian dari id sempurna mendorong ego tokoh Hesty untuk mengambil langkah meminta Tigor mengirim surat ke alamat teman Hesty. Empat belas tahun berlalu, hingga akhirnya mereka bertemu kembali kala kuliah. Hesty pindah ke UI Salemba setelah dua tahun sebelumnya kuliah di Surabaya. UI Salemba juga tempat kuliah Tigor. Hesty dan Tigor kembali bersama-sama lagi. Lulus dari kuliah, Hesty dilamar oleh Tigor. Jauh dari harapan mereka berdua, Papa Hesty menolak mentah-mentah lamaran tersebut. Peristiwa itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Maka meledaklah masalah tersebut. Hesty menangis. Membenci Papa-nya. Bersumpah akan kabur dari rumah. Tigor pulang dengan wajah sendu. Kali ini Bibi dan Mamang yg semakin sepuh hanya bilang: "Nak, tahu dirilah siapa keluarga kita." Enam bulan berlalu. Setelah begitu banyak keributan, seruan marah, situasi mulai mereda. Hesty yang sejatinya sayang sekali dengan Papa-nya, memutuskan untuk bersabar, mulai menyusun rencana panjang. Tidak bosan-bosan membujuk Papa-nya hingga berhasil. Memberikan sejuta argumen. Mengajak Mama-nya ikut bersekutu. Juga kakaknya yang tinggal di luar kota dan luar negeri. (Liye, 2013: 198) Dari kutipan tersebut didapatkan bahwa id dalam diri tokoh Hesty muncul sebagai suatu tindakan yang harus dipenuhi kebutuhannya. Tokoh Hesty ingin Papa-nya menerima lamaran Tigor dan merestui hubungan. Berdasarkan peristiwa ini, ego tokoh Hesty mengarahkan dirinya untuk memunculkan pemecahanpemecahan masalah yang dihadapi. Pertentangan hubungannya dengan Tigor secara berturut-turut mendorong ego muncul dalam bentuk kemampuan untuk merencanakan. Ego yang berupa kesadaran serta kemampuan perencanaan mendorong tokoh Hesty bekerja berdasarkan kenyataaan pertentangan sang Papa yang pernah ia hadapi dengan menyusun rencana panjang. Tokoh Hesty membujuk Papa-nya dengan sejuta argumen, mengajak Mama-nya serta kakak-kakaknya untuk ikut membujuk. Setahun berlalu, semua seperti terlihat akan berhasil. Tigor menebalkan tekad, kembali melamar Hesty. Dan jahitan luka lama itu terbuka kembali. Lebih lebar dan lebih dalam. Hesty malam itu sepertinya benar-benar akan pergi dari rumah. Apalagi Tigor dengan wajah bersungguh-sungguh, meminta "janji itu" dipenuhi. Janji saat mereka sering bersepeda dulu: "Aku akan ikut ke mana kau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
194 pergi." Tapi tidak, Hesty tidak bisa meninggalkan Papa-nya yang sakitsakitan. "Bersabarlah, Tigor. Aku mohon!" Hesty meneguhkan hati. Ia akan kembali membujuk Papa-nya. Bersabarlah, ia tidak akan menyerah. (Liye, 2013: 198-199) Berdasarkan kutipan tersebut tampak bahwa lamaran kedua Tigor ditolak oleh Papa Hesty. Id mendominasi tokoh Hesty. Luka lama muncul pada tokoh Hesty karena penolakan sang Papa. Dalam hal ini id mendorong ego Hesty untuk kabur meninggalkan rumah, menepati janji untuk bersama Tigor. Kebimbangan menyelimuti tokoh Hesty karena Papa-nya yang sakit-sakitan. Dalam hal ini, id dapat dikalahkan dengan super ego. Hesty mengalami pertentangan dalam batinnya. Ia harus memilih kabur dari rumah bersama Tigor atau tetap tinggal di rumah. Hesty memilih untuk tidak kabur meninggalkan rumah dan meneguhkan hati Tigor untuk bersabar. Akhirnya mereka berdua pun bersabar diri. Seusai menyelesaikan kursus dinas di London dan hampir selama empat bulan tidak kontak dengan Hesty. Tigor menemukan foto pernikahan Hesty, maka Tigor datang ke rumah Hesty untuk memastikan perihal tersebut. Dan ternyata saat tiba di sana, rumah Hesty penuh oleh siluet hitam dalam suasana duka karena Papa Hesty meninggal. Hesty melihat Tigor yang melangkah pergi menjauh setelah melihatnya mengangkat wajah dan menggelengkan kepala. Super ego mendominasi diri tokoh Hesty. Super ego yang menentukan benar tidaknya suatu tindakan muncul dengan perasaan bersalah. Hesty berulang kali mengunjungi rumah di Menteng untuk menemui Tigor setelah kejaian semalam itu untuk menjelaskan semua perihal sejelas-jelasnya. Namun, tidak menghasilkan kabar yang baik. Tigor menghilang entah kemana. Hesty pun tidak tahu apa penyebab Tigor menghilang, hingga akhirnya ia temukan sebuah kunci jawaban dari keresahan hatinya selama ini seperti dalam kutipan berikut: Lelaki yang duduk di sebelah Hesty adalah kakak iparnya. Dan jelas, di sebelah kakak iparnya tersebut ada kakak perempuan Hesty yang menjadi istrinya. Gelengan kepala Hesty tersebut juga maksudnya, "Jangan sekarang…nanti saja kita bicarakan soal kita.". Tapi apa hendak mau dikata? Kejam nian kesalahan ini buat mereka. Tigor yang baru pulang dari London, penuh bahagia berharap bertemu Hesty, benar-benar salah sangka. Dan semakin kacau karena ia justru memutuskan pergi. Menyiram
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
195 rumput cinta yg tumbuh subur di hati dengan minyak tanah, membakar habis hingga ke akar-akarnya. Fakta ini baru diketahui Hesty tahun 2006, saat Bibi meninggal. Saat menemukan setumpuk foto pernikahan dan selembar surat itu di kamar sempit tersebut. Hesty akhirnya mengerti kenapa Tigor raib dari kehidupannya. (Liye, 2013: 202-203) Kesalahpahaman tersebut terjawab setelah lebih dari delapan belas tahun terkubur rapat. Ego yang dirasakan dalam emosi-emosi kebencian tokoh Hesty terhadap Tigor yang menghilang begitu saja terjawab dengan penemuan faktafakta itu. Enam bulan setelah kematian Bibi (ibu dari Tigor) Hesty bertemu dengan Tigor yang sudah berkeluarga. Super ego mampu merintangi impulsimpuls id dan mendorong ego tokoh Hesty mengikuti prinsip kenyataan bahwa Tigor sudah mempunyai istri dan anak Saya : "Apakah Mbak Hesty menyesali apa yang telah terjadi? Hesty : (Mbak Hesty tertawa pelan, menggeleng) Dua puluh lima tahun aku menghabiskan masa-masa yang indah bersama Tigor. Masa kanak-kanak, kuliah, surat-surat itu. Dua puluh lima tahun, seperempat abad, apa yg harus aku sesalkan? Sekarang umurku lewat lima puluh. Dua puluh tahun lagi hidup dengan mengenang masa lalu itu saja sudah cukup menyenangkan, bukan?! Saya : (Ikut tertawa. Itu poin yang masuk akal) Apakah Mbak Hesty membenci Papa? Hesty : (Terdiam lama) Aku lebih membenci diri sendiri karena terlalu takut untuk pergi bersama Tigor. Papa membesarkan kami keras sekali. Penuh disiplin. Menanamkan pemahaman apapun yang kami lakukan akan mengundang sebab-akibat hidup. Seharusnya saat itu aku memahami, jangan-jangan Papa keras soal Tigor, agar aku benar-benar yakin apakah Tigor adalah pilihan terbaik buatku, bukan sebaliknya, menghalangi kami seperti yang selama ini aku pahami. Jangan-jangan Papa keras soal Tigor, hanya untuk melihat seberapa yakin aku atas keputusan yang aku lakukan. Tapi mau dikata apa? Itu sudah terjadi, dua puluh tahun silam. (Liye, 2013: 204-205) Dari kutipan itu yakni wawancara pengarang dengan tokoh Hesty yang dimasukkan dalam bagian cerpen. Super ego tokoh Hesty lebih dominan. Ia bersikap observasi diri dan kritik diri. Id yang seharusnya mendorong ego untuk membenci Papa mampu dirintangi oleh super ego. Super ego dalam tokoh Hesty merasa bahwa seharusnya dirinya memahami Papa bukan menghalangi seperti yang ia pahami pada masa itu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
196 3. Nilai Didik dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Hati yang Baru Karya sastra diciptakan oleh pengarang dalam genre apapun tentunya akan memberikan makna dan nilai yang penting bagi kehidupan masyrakat. Pengarang senagaja melakukan hal tersebut supaya penikmat sastra tidak hanya mendapatkan hiburan dalam menikmati karya sastra, tetapi juga mendapat nilai-nilai positif yang bisa diambil dari karya sastra yang dibacanya. Dengan demikian, karya sastra mampu menjadi tuntutan bagi masyarakat melalui nilai-nilai didik / edukatif yang terkandung di dalamnya. Nilai didik dapat ditemukan dalam cerpen melalui ucapan, tindakan, pikiran, dan perasaan tokoh-tokoh cerita. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai kehidupan yang meliputi nilai moral, budaya, agama / religius, etika, kasih sayang, pendidikan, persahabatan, kepahlawanan / patroitisme, ekonomi, politik, sosial, budaya, kemanusiaan, dan historis. Kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru karya Tere Liye memunculkan nilai-nilai kehidupan melalui perasaan tokoh-tokoh di setiap cerpennya. Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru setidaknya mampu memberikan perenungan atau refleksi yang mendalam bagi penikmat karya sastra ini. Berdasarkan analisis psikologi sastra, cerpen Sepotong Hati yang Baru memiliki makna dan nilai kehidupan dalam masyarakat. Delapan cerpen dalam penelitian ini memiliki sumber penceritaan yang sama dengan berbagai variasi cerita yang memiliki sisi kehidupan yang dapat diambil nilai positifnya. Kedelapan cerpen dalam Sepotong Hati yang Baru tersebut memiliki nilai kehidupan yang berbeda. Nilai-nilai kehididupan yang ditampilkan dalam kedelapan cerpen tersebut di antaranya:
a. Cerpen Hiks Kupikir Itu Sungguhan 1) Nilai Moral atau Etika Moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifatsifat luhur kemanusian, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Nilai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
197 etika atau moral dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik agar mengenal nilai-nilai etika dan budi pekerti. Nilai-nilai moral atau etika di dalam cerpen ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Siapa pula menolak ditawari mie rebus gratis. Aku nyengir, sedikit menyesal telah menawarkan diri. Tahu semua bakal mau, mending tadi nggak usah bilang. Menggaruk kepala yang tidak gatal. Kadang berbuat baik itu memang perlu niat, bukan basa-basi. (Liye, 2013: 2) Dari kutipan di atas tampak dari batin tokoh Nana yang mengungkapkan bahwa kebaikan itu harus dilandasi dengan niat tulus dan ikhlas yang kuat, bukan hanya ucapan yang bersifat pemanis semata. Tak hanya itu, nilai moral dan etika berupa prinsip yang dipegang teguh juga tampak dalam cerpen ini, sebagaimana di kutipan berikut: Kalau saja aku tidak memiliki prinsip tidak mau dekat-dekat dengan teman cowok kecuali memang mau serius, sudah sejak dulu mudah saja membuat Rio naksir padaku. Kalau saja aku tidak memiliki prinsip lebih baik menyibukkan diri, terus belajar, kecuali memang sudah serius, justru Putri itu yang tidak masuk sainganku. (Liye, 2013: 9) Dari kutipan di atas tokoh Nana yang berprinsip bahwa lebih baik menimba ilmu dengan rajin, giat dan serius terlebih dahulu, baru kemudian memikirkan pasangan hidup. Hal ini dilakukannya semata-mata agar kelak tidak ada penyesalan dalam kehidupan berpasangan. Ikatan pertemanan seperti ikatan kekeluargaan antara individu satu dengan individu yang lain yang saling memahami juga terdapat dalam cerpen ini seperti yang tampak pada kutipan berikut: Walaupun kesal, demi pertemanan sejak SMA, aku mau mendengar Putri. Karena kalau dipikir-pikir dengan akal sehat, sebenarnya apa yang spesial? Ketemu orang keren di kampus? Boleh jadi Rio mikir itu orang lain yang dimaksud Putri, seharian di kampus, ada berapa ratus coba orang yang kita temui. (Liye, 2013: 7) Dari kutipan di atas terlihat bahwa sebelumnya Nana merasa kesal dengan Putri, namun demi hubungan pertemanan yang telah lama terjalin, Nana rela melakukan yang terbaik untuk menjaga ikatan pertemanannya dengan Putri. Tak hanya itu, hubungan pertemanan yang telah lama terjalin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
198 ibarat saudara sedarah, sehingga apabila ada kesalahan di antara hubungan pertemanan itu, maka dengan besar hati harus bisa saling memaafkan. Hal tersebut didukung kutipan berikut: Aku tersenyum. Putri adalah teman sejak SMA, aku dekat dengannya lebih dari enam tahun, jadi aku hafal tatapan matanya, dia sungguhsungguh mengatakan itu. Aku memeluk Putri, berbisik, terimakasih ya, Put. Kami berdamai. (Liye, 2013: 18-19) Dari kutipan tersebut terlihat bahwa semua yang dilakukan Nana terhadap Putri semata-mata karena jalinan pertemanan yang sudah cukup lama. Jadi, Nana telah hafal dengan sikap dan tingkah laku Putri. 2) Nilai Estetika Nilai estetika merupakan nilai keindahan yang hadir dalam sebuah karya sastra yang sifatnya ideal, abstrak, tidak dapat disentuh dengan indra, yang dapat dirasakan adalah benda atau perbuatan yang mengandung nilai-nilai itu. Hal itu dapat dilihat dari gaya bahasa atau dari percakapan antar tokohnya yang merupakan bagian nilai-nilai estetika. Dalam cerpen ini nilai estetika tampak pada kutipan berikut: Maka saat kebenaran itu datang, ia bagai embun yang terkena cahaya matahari. Bagai debu yang disiram air. Musnah sudah semua harapanharapan palsu itu. (Liye, 2013: 16) Dari kutipan di atas terlihat bahwa sebuah fakta yang sebelumnya tersembunyi dan tertutupi maka akan sangat membahagia-kan jika fakta itu telah menjadi sebuah kebenaran. Selain itu, nilai estetika berupa pujian juga terdapat dalam cerpen ini. Berikut kutipannya: “’Wanita yang bisa membuat kue adalah wanita yang cantik dan baik hatinya. Karena kue yang enak, selalu dihasilkan dari proses ketelatenan, kesabaran dan penuh perasaan. Itu kata Mama’.” (Liye, 2013: 16) Kutipan di atas menggambarkan sikap Rio yang memuji seorang wanita yang membuat kue enak dan lezat adalah wanita yang penuh ketelitian dan kesabaran dalam membuatnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
199 b. Nilai Didik dalam Cerpen Kisah Sie Sie 1) Nilai Religius atau Keagamaan Agama dapat memberikan arah dalam mencari jalan hidup yang lurus. Semua permasalahan yang dihadapi hendaknya selalu memohon pertolongan Tuhan. Tuhan itu tempat kita sebagai hamba-Nya mengadu dan berpasrah. Adapun kegiatan tersebut dapat dilihat pada kutipan: ‘Tidak boleh, Nak. Tidak boleh. Ya Tuhan, semua ini salah kami. Kenapa Sie yang harus menanggung semua beban?’ Ibunya tersengal. (Liye, 2013: 29) Kutipan di atas menggambarkan bahwa ibu Sie Sie yang memohon ampun kepada Tuhan karena telah membebani anaknya, terlebih anaknya harus menjadi istri belian yang belum tentu merasakan kebahagiaan. 2) Nilai Estetika Keindahan adalah kenikmatan yang diperoleh pikiran sebagai akibat pertemuan yang mesra antara subjek dan objek. Karya sastra yang indah adalah karya sastra yang secara khusus merefleksi sebuah objek tertentu menurut titik pandangan tertentu. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Janji itu luar biasa, janji itu macam mercu suar di pinggiran kota Taiwan, dia sungguh akan mencintai suaminya apa-adanya. Maka bulan-bulan perawatan itu menjadi simbol paling agung rasa cinta Sie. Tidak ada kebencian, tidak ada penyesalan. Astaga, seandainya kita bisa melihat wajah Sie saat merawat suaminya. Janji itu sungguh luar-biasa. (Liye, 2013: 29) Dari kutipan di atas Sie Sie begitu kuat terhadap janjinya, maka ketika Wong Lan ditemukan dalam kondisi yang memprihatinkan. Sie Sie dengan rasa cinta yang amat besar tak ada kebencian di hatinya merawat Wong Lan, bahkan ia mampu memekarkan cinta di hati Wong Lan. Terbukti dengan tangan Wong Lan yang mengusap lebut rambut Sie Sie yang terlelap tidur di bawah samping kasurnya karena kecapekan mengurusi dirinya. Akhirnya Wong Ln sadar bahwa ia seharusnya bersyukur mendapat istri sebaik Sie Sie. Ia menyesal cintanya terlambat lima belas tahun. Tapi tak mengapa lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
200 3) Nilai Moral atau Etika Nilai moral bersumber pada unsur kehendak (will, woollen) dan karsa manusia. Moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu sarana yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Keteguhan hati dan komitmen adalah salah satu nilai didik moral yang baik membentuk mental positif. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Salah-satu staf konsulat menasehati Sie agar menghentikan pernikahan itu, minta cerai. Sie menolak mentah-mentah, menggeleng tegas, ia sambil menahan air-mata tumpah bilang tentang janji hebat itu. Ia akan mencintai suaminya apa-adanya, dan ia akan memaksa perasaan yang sama muncul di hati suaminya. (Liye, 2013: 36) Kutipan di atas menggambarkan bahwa Sie Sie memiliki keteguhan hati dan komitmen dalam hidupnya. Sie Sie berusaha keras untuk mewujudkan janji yang diucapkannya kepada sang ibu. Ia menolak untuk mengingkari janji tersebut. Tak hanya keteguhan hati yang menjadi nilai didik dalam cerpen ini. Masih ada rasa kepedulian dan empati didasarkan pada pemahaman perasaan diri sendiri dan memahami orang lain. Kepedulian dan empati adalah cara kita menanggapi perasaan dan pengalaman orang lain. Berikut kutipannya: Wong Lan ditahan. Hampir enam bulan ia masuk penjara. Dan lihatlah, tidak seharipun Sie alpa mengunjunginya. Membawa-kan rantang makanan kesukaan. Memasang wajah riang bertanya apa kabar. (Liye, 2013: 29) Berdasarkan kutipan di atas tampak sikap Sie Sie yang menunjuk-kan kepedulian dan empati pada Wong Lan yang sedang dipenjara. Sie Sie begitu setia menjenguk Wong Lan setiap hari di penjara dengan membawakan makanan kesukaannya yang tak bisa didapatkan di penjara. Di akhir cerita terdapat nilai didik yang ditampilkan oleh tokoh Wong Lan, yakni penyesalan dan rasa bersalah. Penyesalan dan rasa bersalah adalah perilaku seseorang yang bereaksi terhadap situasi yang pernah dilakukan oleh seseorang tersebut. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
201 Tangan Wong Lan gemetar menyentuh rambut beruban Sie, lihatlah, wajah teduh ini, wajah penuh kasih-sayang istrinya. Ini tetap wajah yang sama meski dulu dia lempar, dia injak, wajah yang sama meski dulu dia kutuk wanita pembawa sial. Wong Lan menangis dalam diam, terisak dalam senyap. Alangkah bodoh dirinya selama ini. Bodoh sekali. (Liye, 2013: 39) Dari kutipan di atas tampak rasa penyesalan Wong Lan yang selama ini telah membuat Sie Sie, istrinya itu menderita. Padahal Sie Sie selalu setia dan selalu ada untuknya. 4) Nilai Didik Ekonomi Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Ekonomi juga merujuk pada usaha manusia untuk bisa mengolah sumber daya yang ada di lingkungan sekitarnya, sebagai alat pemenuhan kebutuhan hidupnya. Tinggallah Sie yang harus menanggung keperluan, susu si kecil, kebutuhan rumah tangga. Kabar baik, ia pernah melakukannya di Singkawang, waktu usianya enam belas, tidak masalah ia melakukannya sekali lagi di Taiwan. Sie menerima pesanan jahitan, membuat poster, berkeliling dari pintu ke pintu sambil menggendong si kecil, menawarkan jasa membuat baju. (Liye, 2013: 35) Dari kutipan di atas terlihat Sie Sie memanfaatkan dengan baik dan produktif keahliannya menjahit demi mencukupi kebutuhan hidup diri dan anaknya. Selain itu, ia melakukan promosi sebagai bagian perilaku ekonomi.
c. Nilai Didik dalam Cerpen Sepotong Hati Yang Baru 1) Nilai Didik Moral atau Etika Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, sikap, berkewajiban dan sebagainya. Moral dapat pula disebut dengan ahlak budi pekerti dan susila. Nilai-nilai moral atau etika dalam cerpen Sepotong Hati Yang Baru seperti dalam kutipan berikut: Tetapi malam ini, ketika melihat wajah sendumu, mata sembabmu, semua cerita tidak masuk akal itu, aku baru menyadari, cinta bukan sekadar soal memaafkan. Cinta bukan sekadar soal menerima apa adanya. Cinta adalah harga diri dan rasionalitas sempurna. (Liye, 2013: 51)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
202 Dari kutipan tersebut nilai moral terlihat ketika tokoh aku lebih memilih harga diri daripada permohonan untuk kembali menjalin kasih yang diungkapkan Alysa. Tokoh aku memang sudah memaafkan Alysa. Menurutnya, cinta adalah harga diri bukan sekadar memaafkan yang mungkin bisa terulang kembali kesalahan. Hal ini karena tokoh aku tak mau tersakiti lagi. Selain itu, nilai moral atau etika juga terkandung dalam cerpen ini yang berupa permohonan maaf seperti dalam kutipan berikut: ”Sungguh maafkan aku,” Alysa menyeka sudut-sudut matanya, ”Aku tidak pernah tahu akan seperti ini jadinya.” (Liye, 2013: 44) Dari kutipan di atas tokoh Alysa meminta maaf atas perbuatannya yang telah menyakiti tokoh aku. Tampak bahwa Alysa sungguh-sungguh ingin meminta maaf dengan berlinang air mata. d. Nilai Didik dalam Cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay 1) Nilai Estetika Keindahan atau estetika adalah kenikmatan yang diperoleh pikiran sebagai akibat pertemuan yang mesra antara subjek dan objek. Karya sastra yang indah atau estetis adalah karya sastra yang secara khusus merefleksi sebuah objek tertentu menurut titik pandangan tertentu. Dalam cerpen ini ketika Sampek yang dirawat dan dipehatikan oleh Engtay. Berikut kutipannya. Ini hanya malam indah ke sekian di kaki Gunung Lu, tapi bagi mereka berdua, bagi Sampek lebam habis-habisan dihukum, maka itu tetap terasa lebih indah. Apalagi bagi Engtay yang sepanjang hari mencemaskan nasib Sampek. Angin malam menelisik rumpun bambu. Gemerisik teratur. Seperti nyanyian cinta. (Liye, 2013: 57) Dari kutipan di atas tampak malam yang indah itu menemani Sampek dan Engtay yang dibuai oleh rasa cinta. Meskipun, fisik Sampek yang sakit dan terluka akibat hukuman, namun berkat perhatian dan perawatan dari Engtay, maka hal itu tidak terasa sakit malah terasa indah. 2) Nilai Moral atau Etika Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, sikap, berkewajiban dan sebagainya. Moral dapat pula disebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
203 dengan ahlak budi pekerti dan susila. Nilai pendidikan moral, salah satunya dalam cerpen ini ialah humor. Humor adalah kemampuan untuk merasakan dan menanggapi komedi dalam dunia seseorag dan dalam diri kita sendiri. Dengan humor dapat membuat cerah, senang dalam kehidupan dan situasi yang menggelikan. Hal ini terdapat dalam kutipan di bawah ini: Jika cinta pertama itu ada, maka Sampek hari itu benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama. ”Kau tidak akan membenciku, bukan?” Engtay bertanya, takut-takut dan ragu-ragu. Sampek menggeleng. ”Kita tetap akan tinggal sekamar, bukan?”. Sampek mengangguk, ”Iya, aku akan tetap tidur di lantai, kau di atas tempat tidur. Tidak ada yang mau ketularan penyakit kulit kau.”. Engtay akhirnya tertawa, malu-malu. (Liye, 2013: 59-60) Kutipan di atas menggambarkan bahwa Sampek adalah orang yang polos dan lucu / humor. Sampek yang akhirnya mengetahui kalau Engtay adalah perempuan, maka ketika ditanya tentang apakah masih sekamar, Sampek menjawab dengan menirukan pengakuan Engtay waktu dulu yang mengaku punya penyakit kulit. Jawaban Sampek pun membuat Engtay tertawa. Tak hanya memunculkan nilai didik moral berupa humor. Sampek juga menampilkan nilai kepemimpinan yang bijaksana di dalam cerpen ini. Hal ini tampak ketika Sampek memimpin pemberontakan ke Dinasti Tang. Berikut kutipannya: ... saat perkemahan pasukan pemberontak tinggal sepelemparan batu dari gerbang ibukota, Sampek memutuskan pergi sendiri menuju Istana Terlarang. Akan ada banyak darah yang tumpah, ada banyak rakyat dikorbankan jika pertempuran penghabisan terjadi. Sampek memutuskan menemui Raja Tang. (Liye, 2013: 81) Dari kutipan di atas Sampek yang berperan sebagai pemimpin sangat bijaksana dalam mengambil keputusan. Ia memilih datang sendiri menawarkan kesepatan kepada kerajaan. Hal ini semata-mata untuk mengurangi jumlah korban akibat pemberontakan baik dari rakyat maupun kerajaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
204 e. Nilai Didik dalam Cerpen Itje Noerbaja & Kang Djalil 1) Nilai Moral atau Etika Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, sikap, berkewajiban, dan sebagainya. Moral dapat pula disebut dengan akhlak budi pekerti dan susila. Rasa cinta tanah air yang dimiliki Kang Djalil sangat kuat, bahkan mampu mengalahkan rasa cintanya kepada Itje. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: “Nah, akoe joega tjinta pada kamoe. Bahkan besarnja tjintakoe pada kamoe lebih besar lagi.” Kang Djalil berbisik lebih lemboet, “Tapi tjinta kita, boekanlah apa-apa dibanding tjinta atas kemerdekaan bangsa kita. Tjinta sutji kita, boekanlah apa-apa dibanding tjinta kita atas tanah air ini. Akoe, kamoe, akan mengorbankan apapoen demi itoe.” (Liye, 2013: 107) Kutipan di atas menggambarkan bahwa sikap cinta tanah air terlihat jelas dalam diri tokoh Kang Djalil yang terbungkus dalam suatu perjuangan mencapai kemerdekaan. Ia meyakinkan kepada kekasihnya bahwa cinta tanah air itu harus lebih besar demi terbebasnya tanah air dari segala penindasan dan penjajahan oleh negara lain, yang nantinya akan bermanfaat bagi anak cucu di kemudian hari. Selain rasa cinta tanah air, juga terdapat nilai keteguhan hati dan komitmen dalam diri tokoh Itje untuk mewujudkan hidup bahagia bersama Kang Djalil, sebagaimana dalam kutipan berikut: Itje mentjintai Kang Djalil lebih dari siapapoen sedjak iboenya tewas tiga tahoen laloe. Itje akan melakoekan apa sadja demi rentjana Kang Djalil. Itje tidak akan mendjadi penghambat rentjana Kang Djalil. Ia bersedia mati demi Kang Djalil. (Liye, 2013: 122-123 ) Kutipan di atas menggambarkan tokoh Itje yang memiliki keteguhan hati dan komitmen yang sangat kuat. Itje bersedia mempertaruhkan nyawanya demi mewujudkan rencana Kang Djalil yang akan meminangnya setelah berhasil membunuh Governoer Djenderal dan mengusir penjajah. 2) Nilai Didik Historis Sejarah digunakan untuk mengetahui masa lampau berdasarkan faktafakta dan bukti-bukti yang sahih yang berguna bagi manusia dalam memperkaya pengetahuan agar kehidupan sekarang dan yang akan datang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
205 menjadi lebih cerah. Nilai sejarah dapat membentuk sikap terhadap permasalahan yang dihadapi agar peristiwa-peristiwa yang berlaku pada masa lampau dapat dijadikan pengajaran yang berguna. Itje menjeka oejoeng mata, dia selaloe menahan tangis setiap mengenang kedjadian itu. “Ibu kamoe mati demi tanah air kita, Itje. Ibu kamoe mati terhormat demi kemerdekaan bangsa kita. Djangan pernah mengasihani pendjadjah itu. Kamoe dengar?”. Itje menganggoek. (Liye, 2013: 107) Dari kutipan tersebut terlihat bahwa untuk mendapatkan kemerdekaan tanah air itu tak mudah, bahkan harus rela meregang nyawa demi tanah air yang lebih baik. Kematian sang ibu ketika membantu pemberontak melawan penjajah, membuat Itje juga akan bertaruh nyawa demi kehidupan tanah air di masa depan yang lebih baik.
f. Nilai Didik dalam Cerpen Kalau Semua Wanita Jelek 1) Nilai Religius atau Keagamaan Nilai religius merupakan nilai ke-Tuhanan, kerohanian yang tinggi dan mutlak bersumber dan keyakinan dan kepercayaan manusia terhadap Tuhannya. Sikap religius ini mencakup segala pengertian yang bersifat adikodrati. Nilai pendidikan religius dalam cerpen ini terlihat ketika Jo meminta dan memohon sesuatu yang diinginkan kepada Tuhan. Hal ini terdapat pada kutipan berikut: Baiklah, ia akan meminta keadilan soal ini langsung kepada Tuhan. Ia akan mempertanyakan langsung semua ini pada Tuhan. Maka malam itu, dari bingkai jendela salah-satu rumah dua lantai yang masih menyala di pinggiran kota kami, lewat tengah malam, saat banyak orang sudah jatuh tertidur, lelap bermimpi, Jo dengan menangis terisak mengadu pada Tuhan. (Liye, 2013: 136-137) Dari kutipan di atas terlihat bahwa Jo berdoa mengadu kepada Tuhan. Jo mengerti bahwa hanya Tuhan-lah yang bisa mengabulkan permohonannya. Permohonannya memang sudah dikabulkan Tuhan, tapi akhirnya Jo menyadari sendiri atas dampak permohonannya yang sudah dikabulkan itu. Berikut kutipannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
206 Lewat tengah malam, saat orang-orang kebanyakan sudah jatuh tertidur, Jo sedang terisak berdoa. “Ya Tuhan, Vin sungguh benar. Kau selalu memberikan kecantikan yang sama pada setiap bayi. Kau selalu adil. Kamilah yang sibuk memberikan definisi kecantikan itu. Kamilah yang terlalu bodoh untuk paham. Maafkan aku, sungguh maafkan aku.” (Liye, 2013: 149) Kutipan di atas menggambarkan sikap Jo yang berdoa dan memohon ampun kepada Sang Pencipta atas sikapnya yang selama ini menganggap Tuhan tidak pernah adil dalam memberikan karunia bagi hamba-Nya. 2) Nilai Moral atau Etika Nilai moral yang dimaksud dalam konteks ini menyangkut baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban. Moral juga dapat dikatakan sebagai ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu rangkaian cerita. Salah satunya ialah kepedulian dan empati, yakni cara menanggapi perasaan diri sendiri, dan memahami orang lain. Dalam cerpen digambarkan ketika Jo yang sedang sedih menyampaikan kepada Vin tentang rasa sakit hatinya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: “Ingat loh, Jo, mau sesakit apapun rasanya dihina orang lain, mau sesebal, sebenci apapun, lu nggak pernah sendirian. Gue akan selalu menjadi teman baik. Gue akan selalu bersedia mendengarkan. Deal?”. Kali ini, demi kalimat Vin barusan, Jo sedikit mengangkat wajahnya, balas menatap wajah Vin yang tirus, jerawatan, rambut keriting jingkrak di hadapannya. Jo menelan ludah, sungguh di mata Jo sekarang, wajah Vin lebih cantik dari siapapun, wajah yang baik, dan akan selalu baik, “Terima kasih, Vin” (Liye, 2013: 133) Kutipan tersebut menggambarkan rasa kepedulian dan empati yang begitu besar dari seorang sahabat. Vin begitu perhatian terhadap keadaan Jo, bahkan Vin berjanji akan selalu ada untuk Jo dan mau mendengar keluh kesah Jo. Selain itu, terdapat nilai keteguhan hati dan komitmen dalam cerpen ini, yakni menceritakan Jo yang bekerja keras mengumpulkan kecantikan (dalam definisi lama disebut uang) demi mewujudkan keinginannya menjadi gadis yang cantik serta mendapatkan cinta Erik. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Jo mendirikan biro perjalanan online sendiri. Dengan passion sebesar itu, dalam dunia enterprenuer, wiraswasta hanya soal waktu bisnis Jo
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
207 menggurita. Paket perjalanan yang dia jual laku keras, dia mulai merekrut banyak karyawan. Awalnya hanya hitungan jari, persis di bulan keenam, dengan bantuan sindikasi kecantikan dunia (di jaman lama disebut sindikasi keuangan dunia), bisnis Jo membesar tiada tara. (Liye, 2013: 142) Kutipan di atas menggambarkan Jo yang memiliki keteguhan dan komitmen yang kuat. Jo berusaha sangat bekerja keras bahkan ia memilih mendirikan usaha sendiri demi mewujudkan keinginannya menjadi gadis yang cantik dan tidak gendut sehingga mampu menarik hati Erik untuk jatuh cinta kepadanya.
g. Nilai Didik dalam Cerpen Percayakah Kau Padaku? 1) Nilai Moral atau Etika Moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Pengembangan nilai moral sangat penting supaya manusia memahami dan menghayati etika ketika berinteraksi dan berkomunikasi dalam masyarakat. Nilai moral dalam cerpen ini, salah satunya ialah sikap tolong-menolong. Berikut kutipannya: “Tidak usah dipikirkan. Tidak usah dicemaskan.” Merdu suara gadis itu menenangkan dayang-dayang. Membungkuk membantu mengambil buah yang berserakan. Sama sekali tidak keberatan membuat kainnya berdebu. (Liye, 2013: 155) Kutipan di atas menggambarkan sikap tolong menolong yang dilakukan Shinta terhadap dayang-dayangnya yang sudah menjatuhkan buah-buahan dari nampan. Shinta tanpa ada rasa yang canggung bahwa ia seorang putri sedang menolong pembantu di kerajaannya, bahkan sikapnya ikhlas terlihat dari dirinya yang tidak mempedulikan pakaiannya kotor karena kegiatannya menolong tersebut. Selain itu, dalam cerpen ini terdapat sikap keteguhan hati dan komitmen sebagai bagian dari perilaku moral. Berikut kutipannya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
208 Empat belas tahun bukan waktu yang sebentar, tinggal di dalam hutan juga bukan masalah yang mudah bagi pasangan itu. Mereka diuji oleh berbagai godaan, diuji oleh berbagai rintangan. (Liye, 2013: 158) Kutipan di atas menggambarkan sikap Shinta atas pengusiran Rama dari kerajaannya yang dilakukan oleh Barata. Shinta tetap teguh hatinya dan tetap berkomitmen mencintai Rama. Ia tidak pergi, justru menabahkan hati dan setia menemani Rama di hutan selama empat belas tahun. Kemanapun Rama pergi, Sinta akan terus mengabdi. Hal itu semata-mata bukti cinta Shinta yang abadi dan tiada tara. 2) Nilai Budaya Nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap sangat bernilai dalam kehidupan. Merujuk pada pengertian tersebut, nilai budaya bersifat abstrak yang masih tertanam dalam pemikiran masyarakat yang masih dijunjung tinggi dari dulu hingga sekarang ini. Dalam cerpen ini ialah berziarah ke pusara keluarga. Hal ini tampak pada kutipan berikut: Lihatlah, Ayah pulang, Nak, menjengukmu sesuai janji setelah setahun lagi berlalu. Aku tersenyum, mengusap lembut pusara berlumut di hadapanku. Sebenarnya, tidak pernah mudah mengunjungi kembali kota ini, bukan karena jaraknya amat jauh dengan tempatku menetap sekarang, Nak, tapi dengan kembali itu sama saja seperti melihat seluruh kenangan itu diputar di pelupuk mata, tanpa kurang satu adegan manapun. (Liye, 2013: 152) Kutipan di atas menggambarkan bahwa perilaku tokoh Ayah yang selalu mengunjungi pusara anaknya yang bernama Cindanita. Seperti tahun-tahun sebelumnya yang ia lakukan hampir kurang lebih enam belas tahun sejak kepergian buah hatinya itu untuk menghadap kembali Sang Pencipta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
209 h. Nilai Didik dalam Cerpen Buat Apa Disesali ... 1) Nilai Moral atau Etika Moral merupakan tingkah laku atau perbuatan manusia yang dipandang dari nilai baik dan buruk, benar dan salah, serta berdasarkan atas adat kebiasaan di mana individu itu berada. Pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai etika mampu menempatkan manusia sesuai kapasitasnya, dengan demikian akan terwujud perasaan saling menghormati, saling menyayangi dan tercipta suasana yang harmonis. Dalam cerpen ini nilai etikanya ialah keteguhan hati dan komitmen sebagaimana dalam kutipan berikut: "Bersabarlah, Tigor. Aku mohon.." Hesty meneguhkan hati. Ia akan kembali membujuk Papa-nya. Bersabarlah, ia tidak akan menyerah. Mereka sudah berjanji bahkan sejak kecil, sejak mereka juga belum tahu apa itu perasaan cinta. Ah, apa lagi yang bisa dilakukan Tigor selain menunggu? Tidak mungkin ia membiarkan Hesty menyakiti Papa-nya. (Liye, 2013: 199) Tokoh Hesty mempunyai keteguhan hati untuk mewujudkan cintanya menjadi sebuah pernikahan dengan membujuk Papa-nya, bersabar, serta merawat dengan penuh kasih sayang Papa-nya yang sedang sakit sebagai wujud bakti kepada orang tua. Tigor pun juga memiliki keteguhan hati dan komitmen, ia akan bersabar dan menunggu Hesty, karena ia tak ingin membuat kekasihnya itu menjadi anak durhaka. Selain itu, juga terdapat nilai moral atau etika yang lain dalam cerpen ini ialah sikap tidak membedabedakan teman atau orang lain dari status atau latarbelakangnya dalam kehidupan pergaulan sehari-hari. Berikut kutipannya: Bibi dan Mamang setiap malam mengingatkan Tigor soal "nona muda" jangan diajak main yg aneh-aneh. Tigor selalu menurut, mengangguk. Tapi mau bagaimana? Nona muda Hesty sendiri yang justru sambil nyengir berteriak di luar kamar sempit itu. "Tigoorrr! Main yuk!" (Liye, 2013: 193) Dari kutipan di atas tampak sikap Hesty dalam kehidupan pertemanannya dengan Tigor tidak memandang bahwa Tigor adalah anak pembantu. Hesty selalu mengajak main Tigor. Hesty berteman begitu dekat dan akrab dengan Tigor. Tak ada rasa canggung pergaulan dirinya sebagai anak majikan dengan anak pembantu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
210 C. Pembahasan 1. Analisis Struktur Kumpulan Cerpen Sepotong Hati yang Baru a. Tokoh dan Penokohan Dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru terdapat delapan cerpen yang masing-masing cerpen terdapat beberapa tokoh yang diceritakan. Berdasarkan tingkat peranan dan kepentingannya, tokoh dikategorikan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Selain berdasarkan peran adapun tokoh berdasarkan fungsi penampilan tokoh dibagi menjadi dua, yakni tokoh antagonis dan protagonis. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (2010: 176-190) yang membagi tokoh berdasarkan sudut pandang orang yang melihatnya menjadi: (1) tokoh utama dan tokoh tambahan; (2) tokoh protagonis dan tokoh antagonis; (3) tokoh sederhana dan tokoh bulat; (4) tokoh statis dan tokoh berkembang; dan (5) tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh utama di masing-masing cerpen dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru, yakni Nana dalam cerpen Hiks Kupikir Itu Sungguhan, Sie Sie dalam cerpen Kisah Sie Sie, Aku dalam cerpen Sepotong Hati yang Baru, Sampek dalam cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay, Itje dalam cerpen Itje Noerbaja & Kang Djalil, Jo dalam cerpen Kalau Semua Wanita Jelek, Shinta dalam cerpen Percayakah Kau Padaku?, dan Hesty dalam cerpen Buat Apa Disesali. Kedelapan tokoh tersebut merupakan tokoh protagonis yang mana mereka lebih mendominasi dan diceritakan terus menerus dalam cerita. Penggambaran karakter tokoh secara detail dan utuh. Hal ini membuktikan bahwa kedelapan tokoh dalam masing-masing cerita tersebut adalah tokoh utama dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro (2005: 176) yang menyatakan bahwa tokoh utama merupakan tokoh yang ditampilkan secara terus menerus atau paling sering diceritakan dalam sebuah cerita. Tokoh tambahan yang terdapat dalam kumpulan cerpen ini ialah Putri, Sari, Rio, dan orangtua Rio dalam cerpen Hiks Kupikir Itu Sungguhan. Wong Lan dan ibu Sie Sie dalam cerpen Kisah Sie Sie. Alysa dalam cerpen Sepotong Hati yang Baru. Engtay, Rahib Penjaga Pagoda, Putra Mahkota, dan kakek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
211 renta dalam cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay. Kang Djalil, Mevrouw Rose, Meneer van Houten, dan Goeverner Djenderal dalam cerpen Itje Noerbaja & Kang Djalil. Vin, Erik Tarore, Mama Jo, dan Adik Jo dalam cerpen Kalau Semua Wanita Jelek. Rama, Laksmana, Hanoman, Resi Walmiki, Lawa dan Kusa dalam cerpen Percayakah Kau Padaku?. Tigor, Papa Hesty, Mama Hesty Bibi dan Mamang (orangtua Tigor) dalam cerpen Buat Apa Disesali. Beberapa tokoh tersebut tidak begitu mendominasi dalam cerita. Mereka hanya sekali atau beberapa kali muncul dengan berperan sebagai tokoh pembantu, tokoh antagonis, serta tokoh tritagonis atau penengah di dalam jalannya cerita. Hal ini sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro (2005: 176) yang meyatakan bahwa tokoh tambahan merupakan tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali saja tanpa pembahasan yang mendetail dalam penggambaran wataknya di sebuah cerita. b. Latar / setting Latar yang dilukiskan dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru dapat memengaruhi cerita dalam cerpen, dengan penyampaian latar yang baik maka pembaca seolah masuk ke dalam latar cerpen tersebut. Dalam kumpulan Sepotong Hati yang Baru menampilkan tiga latar yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (2005: 227) yang membedakan latar ke dalam tiga unsur pokok yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah tempat menunjuk pada lokasi peristiwa. Nama tempat yang digunakan, yaitu nama tempat yang nyata, misalnya, nama kota, instansi atau tempat-tempat tertentu. Penggunaan nama tempat haruslah tidak bertentangan dengan sifat atau geografis tempat yang bersangkutan, karena setiap latar tempat memiliki karakteristik dan ciri khas sendiri. Latar tempat dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru, di antaranya rumah kontrakan, kedai fast food, dan rumah Rio dalam cerpen Hiks Kupikir Itu Sungguhan. Rumah sakit, hotel, dan rumah keluarga Wong Lan dalam cerpen Kisah Sie Sie. Rumah makan dalam cerpen Sepotong Hati yang Baru. Biara Shaolin, danau Lu, Istana Terlarang, dan padang rumput Kwa Loon dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
212 cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay. Rumah Meneer van Houten dalam cerpen Itje Noerbaja & Kang Djalil. Kafe, rumah Jo, rumah sakit, dan apartemen dalam cerpen Kalau Semua Wanita Jelek. Kerajaan Wideha, kerajaan Kosala, hutan, padepokan, pekuburan kota dalam cerpen Percayakah Kau Padaku?. Rumah Menteng, kampus UI Salemba, dan rumah Kebayoran Baru dalam cerpen Buat Apa Disesali. Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi. Latar waktu yang diceritakan harus sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Penggambaran waktu yang dipakai dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru berupa penunjukkan waktu pagi, siang, sore, dan malam. Selain itu, juga menunjukkan waktu pukul tertentu. Latar waktu dalam kumpulan cerpen ini terjadi dalam rentang waktu masa yang cukup lama dan bertahap. Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut meliputi masalah kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, serta hal-hal yang termasuk latar spiritual. Latar sosial dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru adalah kebiasaan dalam kehidupan pertemanan dalam cerpen Hiks Kupikir Itu Sungguhan, kebiasaan masyarakat Singkawang dalam perihal ”nikah foto” dalam cerpen Kisah Sie Sie. Kebiasaan perselisihan yang mendarah daging antara rakyat dengan dinasti yang berkuasa dalam cerpen Mimpi-mimpi Sampek Engtay. Kehidupan di masa-masa penjajahan Belanda dalam cerpen Itje Noerbaja & Kang Djalil. Cara berpikir orang mengenai kecantikan dalam cerpen Kalau Semua Wanita Jelek. Kebiasaan bisik-bisik kotor rakyat Ayodya dalam cerpen Percayakah Kau padaku?. Perbedaan strata / kelas sosial dalam cerpen Buat Apa Disesali.
2. Analisis Aspek Psikologi Tokoh Utama dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Hati yang Baru Hasil penelitian berupa analisis aspek psikologi sastra pada kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru karya Tere Liye, yaitu berpangkal dari pembahasan terhadap aspek penokohan yang terdapat dalam analisis truktural,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
213 sehingga dapat dikatakan bahwa analisis psikologi merupakan tindak lanjut dari analisis struktural. Aspek psikologi sastra dari para tokoh utama dalam kumpulan cerpen ini akan diteliti unsur psikologi sastra dari tokoh-tokoh dalam cerita tersebut,
dengan
pelaksana
perwatakan,
yang
digambarkan
memiliki
perkembangan / konflik yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (lingkungan). Freud (dalam Suryabrata, 2007: 127-128) membagi susunan kepribadian menjadi tiga sistem yaitu: (1) Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem asli dalam kepribadian, dari sini aspek kepribadian yang lain tumbuh. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir dan yang menjadi pedoman id dalam berfungsi adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar kenikmatan; (2) Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Dalam berfungsinya ego berpegang pada prinsip kenyataan atau realitas; (3) Super ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orangtua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Super ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Penelitian tersebut dibahas dengan dilihat dari setiap psikologi tokoh utamanya. Dorongan super ego dalam diri tokoh Nana dalam cerpen Hiks Kupikir Itu Sungguhan mampu menahan id dan mendorong ego dalam mengontrol id dalam melaksanakan nilai-nilai moralitas. Super ego ditunjukkan Nana dalam mempertahankan hubungan pertemanannya dengan Putri yang sempat berselisih paham, bahkan Nana rela mengalah dan mendengarkan Putri. Super ego dalam diri tokoh Sie Sie dalam cerpen Kisah Sie Sie sangat mendominasi. Super ego mampu merintangi dorongan-dorongan id dan mendorong ego untuk menjalankan dan menekan kerja id. Sie Sie memilih menjadi istri belian, meskipun ia sangat membenci hal itu. Semua ini dilakukannya demi membiaya ibunya yang sedang sakit dan biaya hidup adik-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
214 adiknya. Selain itu, id yang muncul dari janjinya terhadap sang ibu mendorong ego untuk mewujudkan hal itu. Tokoh aku dalam cerpen Sepotong Hati yang Baru memiliki dominasi id yang dapat dikendalikan super ego melalui dorongan ego yang menjadi pelaksana kepribadian bersifat moralitas. Tokoh aku lebih memilih merasakan sendiri kepahitan kenangannya bersama dengan Alysa. Tokoh Aku tidak mau perbuatan Alysa yang menyakitkan hati terulang lagi. Oleh karena itu, ia menolak Alysa agar Alysa bisa belajar tentang cinta yang rasional. Munculnya id yang kuat dalam diri tokoh Sampek dalam cerpen Mimpimimpi Sampek Engtay mendorong ego untuk mewujudkan id. Sampek yang tidak mau kehilangan Engtay karena perjodohan dengan Putra Mahkota, maka Sampek datang menjemput kekasih tercintanya itu, namun gagal. Perasaan sedih berkepanjangan Sampek merupakan bentuk ego akibat id yang tidak terlampiaskan. Id, ego, dan super ego dalam diri tokoh Itje dalam cerpen Itje Noerbaja & Kang Djalil bekerja secara seimbang. Kesanggupan, kemauan, serta rasa cinta Itje terhadap mendiang ibunya, tanah air dan Kang Djalil telah terwujud berkat kerja tiga sistem kepribadian ini. Id, ego, dan super ego dalam diri tokoh Jo dalam cerpen Kalau Semua Wanita Jelek bekerja secara harmonis. Persepsi kecantikan menurut Jo telah hilang setelah dihadapkan dengan kehidupan nyata yang Jo alami sendiri. Dan semua kehidupan dan nasib seseorang sudah diberikan Tuhan secara adil. Id yang kuat dalam diri tokoh Shinta dalam cerpen Percayakah Kau Padaku? mendorong ego untuk membuktikan cintanya kepada Rama. Munculnya id dapat diiringi dengan super ego dalam dirinya, sehingga ego muncul untuk mempersatukan pertentangan antara id dan super ego. Super ego tokoh Hesty dalam cerpen Buat Apa Disesali lebih dominan. Id yang tidak terlampiaskan karena lamaran Tigor yang ditolak Papa-nya seharusnya mendorong ego Hesty untuk membenci Papanya. Namun, impuls-impuls id mampu dirintangi oleh super ego. Super ego ditunjukkan dengan statusnya sebagai seorang anak yang harus patuh dan menyayangi Papa-nya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
215 Hal ini sejalan dengan pendapat Sangidu (2004: 11) psikologi sastra adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokohtokoh imajiner yang ada di dalamnya atau mungkin juga diperankan oleh tokohtokoh faktual. Secara tidak langsung psikologi dan sastra mempelajari kehidupan manusia. Sedangkan, secara fungsional psikologi dan sastra mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, yang mana dalam psikologi gejala tersebut nyata, namun dalam sastra bersifat imajinatif.
3. Nilai Didik dalam Kumpulan Cerpen Sepotong Hati yang Baru Nilai-nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra. Setiap karya sastra yang baik, termasuk cerpen, selalu menungkapkan nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai pendidikan yang dimaksud dapat mencakup nilai didik religius atau agama, moral atau etika, estetika atau keindahan, sosial, ekonomi, budaya, dan historis. Hal ini sesuai dengan pendapat Waluyo (2002: 27) bahwa nilai sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra dapat berupa nilai medial (menjadi sarana), nilai final (yang dikejar seseorang), nilai kultural, nilai kesusilaan, dan nilai agama. Nilai-nilai moral atau etika lebih mendominasi dalam kumpulan cerpen Sepotong hati yang Baru. Nilai-nilai ini tak lepas dari keseimbangan id, ego, dan superego dalam diri tokoh utama yang mampu mewujudkan individu yang dapat memenuhi kebutuhannya tanpa melanggar nilai-nilai kehidupan tersebut. Tokoh Nana menampilkan sikap dalam menjaga hubungan pertemanan. Tokoh Sie Sie menampilkan sikap keteguhan hati dan komitmen pada janji. Tokoh aku menampilkan sikap memaafkan dan bijaksana memberikan arti sebuah cinta dan maaf. Tokoh Sampek menampilkan sikap kepemimpinan yang bertanggungjawab dan bijaksana. Tokoh Itje dan tokoh Kang Djalil yang memberikan nilai cinta tanah air dan perjuangan meraih kemerdekaan. Tokoh Jo menampilkan nilai-nilai moral kepedulian dan empati. Tokoh Shinta yang menampilkan sikap setia dan patuh terhadap suami. Hesty dan Tigor yang memberikan nilai moral kehidupan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
216 pergaulan yang tidak memandang status sosial. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Sugono (2003: 182) yang menjelaskan bahwa karya sastra dikatakan mempunyai nilai moral apabila karya sastra itu menyajikan, mendukung, dan menghargai nilai-nilai kehidupan yang berlaku. Moral dalam karya sastra biasanya mencermin-kan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran dan itulah yang ingin disampaikan pada pembaca. Di dalam kumpulan cerpen Sepotong Hati yang Baru tidak hanya terkandung nilai-nilai moral atau etika yang dituliskan pengarang, namun juga nilai-nilai sosial. Manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial, memiliki tugas masing-masing individu untuk menjaga keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat, ini disebut kewajiban sosial. Kewajiban sosial itu berkaitan dengan hubungan antara individu satu dengan individu yang lain dalam satu masyarakat. Hubungan-hubungan sosial ini tidak sama, tetapi ada semacam tingkatannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Allport, Vernon, dan Lindzey (dalam Suriasumantri, 2001: 263) yang menyatakan bahwa nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan penekanan segi-segi kemanusiaan yang luhur.
commit to user