perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Politik Hukum Administrasi Kependudukan di Indonesia Politik hukum sebagai sebuah “legal policy” atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.1 Administrasi Kependudukan sebagai bagian dari legal policy dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Alenia Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum. Perlindungan terhadap bangsa dan tumpah darah Indonesia tersebut merupakan rujukan utama dalm perkembangan politik hukum dalam bidang
perlindungan
hak-hak
administrasi
kependudukan.
Arah
perkembangan politik hukum Administrasi Kependudukan tersebut kemudian dijabarkan dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut: a. Pasal 28 B ayat (1) “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. b. Pasal 28 D ayat (4) “Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”. c.
Pasal 28 E ayat (1) dan ayat (2) Ayat (1) “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memlilih kewarganegaraan, melilih tempat
1
commit to user Moh. Mahfud MD, op.cit, hlm. 1
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”. Ayat (2) “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai denga hati nuraninya”. d. Pasal 28 I Ayat (1) “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”. Ayat (2) “Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Ayat (3) “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”. Ayat (4) “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”. Ayat (5) “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”. e.
Pasal 29 ayat (2) “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”.
f.
Pasal 34 ayat (1) dan ayat (3) Ayat (1) “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. commit to user
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ayat (3) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Berdasarkan ketentuan batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, maka dalam implementasi
perlindungan
Administrasi
Kependudukan
hak-hak perlu
sipil
penduduk
dibentuk
suatu
dalam
peraturan
perundang-undangan yang mengatur segala hak dan kewajiban baik penduduk maupun negara. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka dibentuklah undang-undang sebagai suatu produk perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat
dengan
persetujuan
bersama
Presiden.2
Pembentukan undang-undang tersebut memberikan gambaran arah politik hukum negara, baik dilihat dari proses pembentukannya maupun sejarah penggantian hukum lama menjadi penggunaan hukum baru dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan. Pengaturan Administrasi Kependudukan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan masih bersifat parsial dan diskriminatif
sehingga
belum terintegrasi dengan baik. Akibatnya terjadi kurang optimal pelaksanaan pengadministrasian peristiwa kependudukan maupun peristiwa penting yang terjadi. Pada akhirnya tidak dapat terwujud database kependudukan yang terkooordinasi dan terintegrasi secara nasional untuk keperluan pengambilan kebijakan pembangunan maupun dalam
rangka
melindungi
hak-hak
penduduk dalam
Administrasi Kependudukan. Dikatakan masih bersifat parsial dan diskriminatifnya pengaturan Administrasi Kependudukan di Indonesia, disebabkan oleh karena sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dalam commit to user Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 2
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lapangan Catatan Sipil masih menggunakan produk hukum kolonial Belanda yang menerapkan pembedaan perlakuan terhadap penduduk. Macam-macam akta yang diterbitkan Kantor Catatan Sipil pada masa itu bagi masing-masing golongan berbeda, tergantung reglemen yang mengaturnya.3 Macam-macam akta catatan sipil menurut masingmasing reglemen adalah sebagai berikut: 1. Reglemen Catatan Sipil bagi golongan Eropa dan mereka yang hukumnya dipersamakan dengan golongan Eropa (Stbl. 1849 No. 25) menurut Pasal 6 menetapkan adanya macam daftar Catatan Sipil, yaitu: a. Daftar Kelahiran; b. Daftar Pemberitahuan untuk Kawin;dan c. Daftar Ijin untuk Kawin; 2. Reglemen Catatan Sipil bagi golongan Tionghoa (Stbl.191 No. 130 yo. Stbl. 1919 No. 81); menurut Pasal 8 menetapkan adanya 4 macam daftar Catatan Sipil, yaitu: a. Daftar Kelahiran; b. Daftar Ijin Kawin; c. Daftar Perkawinan dan Perceraian;dan d. Daftar Kematian. 3. Reglemen Catatan Sipil bagi golongan Indonesia Kristen (Stbl. 1933 No-75 yo Stbl. 1936 No. 607); menurut Pasal 8 menetapkan adanya 5 macam daftar Catatan Sipil, yaitu: a. Daftar Kelahiran; b. Daftar Pemilihan Nama; c. Daftar Perkawinan;dan d. Daftar Perceraian. 4. Reglemen Catatan Sipil bagi golongan Indonesia (Stbl. 1920 No751 yo Stbl. 1927 No. 564); menurut Pasal 6 ada 3 daftar Catatan Sipil, yaitu: 3
commit to user H. Setiono, op.cit, hlm. 11
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Daftar Kelahiran; b. Daftar Pemilihan Nama;dan c. Daftar Kematian.4 Pada tahun 1966 dikeluarkanlah Instruksi Presidium Kabinet Nomor 31/U/IN/12/1966 yang ditujukan kepada Menteri Kehakiman Republik Indonesia dan Kantor Catatan Sipil (Burgerlijk Stand) di seluruh Indonesia, yang isinya sebagai berikut: 1. Sambil menunggu dikeluarkannya Undang-Undang Catatan Sipil yang bersifat nasional, tidak menggunakan penggolonganpenggolongan penduduk berdasarkan Pasal 131 dan Pasal 163 I.S 2. Untuk selanjutnya kantor-kantor Catatan Sipil di Indonesia terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia dan hanya dibedakan antara warga negara Indonesia dan Orang Asing. 3. Ketentuan-ketentuan tersebut angka 1 dan 2 diatas tidak mengurangi berlakunya ketentuan mengenai perkawinan, warisan dan ketentuan-ketentuan hukum perdata lainnya. 4. Menteri Kehakiman dan Menteri Dalam Negeri mengatur lebih lanjut pelaksanaan Instruksi ini di lingkungan masing-masing. 5. Instruksi ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.5 Adapun yang menjadi bahan pertimbangan Instruksi tersebut dikeluarkan adalah: 1. Ternyata hingga dewasa ini masih diberlakukan beberapa peraturan kolonial yang sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat perjuangan dan martabat bangsa Indonesia antara lain ketentuan mengenai penggolongan penduduk Indonesia berdasarkan keturunan/klas. 2. Demi tercapainya pembinaan kesatuan bangsa Indonesia yang bulat dan homogen serta adanya perasaan persamaan nasib diantara
4 5
commit to user Loc.cit, hlm. 12 Soedjito Tjokrowisastro dalam H. Setiono, loc. Cit, hlm. 17 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bangsa Indonesia, maka segera perlu menghapus praktek-praktek yang berdasarkan penggolongan-penggolongan tersebut.6 Bersifat parsialnya pengaturan Administrasi Kependudukan pada Pendaftaran Penduduk sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mulai tahun 1977 dapat
dilihat
dari
dibentuknya
peraturan-peraturan
mengenai
pendaftaran penduduk, sebagai berikut: 1. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1977 tentang Pendaftaran Penduduk; 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan Pendaftaran Penduduk; 3. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 404 Tahun 1977 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan Perubahan Dalam Rangka Pelaksanaan Pendaftaran Penduduk; 4. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 48 Tahun 1990 tentang Perubahan Pasal 7 ayat (2) Lampiran Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 404 Tahun 1977 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tingkat II tentang Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan Perubahan dalam Rangka Pelaksanaan Pendaftaran Penduduk; 5. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan Penyelenggaraan Catatan Sipil; 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1A tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Kerangka Sistem Informasi Manajemen Penduduk; 7. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Penyelenggaraan Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri;
6
commit to user Ibid,hlm. 17
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 A Tahun 1995 tentang Prosedur dan Tata Cara Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam Sistem Informasi Manajemen Penduduk; Adapun pengaturan khusus mengenai data dan informasi Administrasi Kependudukan secara utuh belum pernah lahir sebelum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dapat dilihat bahwa pengaturan mengenai data dan informasi Administrasi Kependudukan baru diatur pada tahun 1992 hanya
sebatas
pada
sistem
informasi
pendaftaran
penduduk.
Sedangkan pengaturan mengenai sistem informasi administrasi kependudukan menyangkut Pencatatan Sipil belum ada. Pengaturan Administrasi Kependudukan secara komprehensif yang merupakan perpaduan antara Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil dan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan mulai berkembang sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Maksud diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dapat dilihat dari konsiderans sebagai berikut: 1. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia yang berada di dalam dan/atau diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. Bahwa untuk memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia dan Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu dilakukan pengaturan tentang commit to user Administrasi Kependudukan;
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Bahwa pengaturan tentang Administrasi Kependudukan hanya dapat terlaksana apabila didukung oleh pelayanan yang profesional dan peningkatan kesadaran penduduk, termasuk Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri; 4. Bahwa peraturan perundang-undangan mengenai Administrasi Kependudukan yang ada tidak lagi sesuai dengan tuntutan pelayanan Administrasi Kependudukan yang tertib dan tidak diskriminatif sehingga diperlukan pengaturan secara menyeluruh untuk menjadi pegangan bagi semua penyelenggara yang berhubungan dengan kependudukan.7 Pengaturan
Administrasi
Kependudukan
di
Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan
ini
telah
mengatur
Administrasi
Kependudukan secara komprehensif, meliputi hak dan kewajiban penduduk, Penyelenggara dan Instansi Pelaksana, Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, Data dan Dokumen Kependudukan, Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil saat Negara Dalam Keadaan Darurat, Pemberian Kepastian Hukum, dan Perlindungan terhadap Data dan Pribadi Penduduk , Ketentuan mengenai tata cara penyidikan serta pengaturan
mengenai Sanksi Administratif dan
Ketentuan Pidana.8 Pelaksanaan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil menggunakan stelsel aktif bagi penduduk. 9 Pelaksanaan Pendaftaran penduduk menggunakan asas domisili atau tempat tinggal atas terjadinya Peristiwa Kependudukan yang dialami oleh seseorang dan/atau keluarganya. Sedangkan pelaksanaan Pencatatan Sipil menggunakan asas peristiwa, yaitu tempat dan waktu terjadinya Peristiwa Penting yang dialami oleh dirinya dan/atau keluarganya. 10
7
Lihat konsiderans Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Lihat Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 9 commit to user Ibid. 10 Ibid. 8
76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan bertujuan untuk: 1. Memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen penduduk untuk setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh penduduk; 2. Memberikan perlindungan status hak sipil penduduk; 3. Menyediakan data dan informasi kependudukan secara nasional mengenai Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya; 4. Mewujudkan tertib administrasi kependudukan secara nasional dan terpadu;dan 5. Menyediakan data penduduk yang menjadi rujukan dasar bagi sektor
terkait
dalam
penyelenggaraan
setiap
kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.11 D.H.M. Meuwissen mengatakan bahwa suatu pemisahan yang tajam antara hukum dan politik adalah tidak mungkin, karena hukum merupakan resultat dari suatu proses politik, dimana hukum terlibat dalam proses itu sebagai politik hukum, dan pada sisi lain proses politik itu hampir selalu terarah pada pembentukan hukum. 12 Moh.Mahfud MD lebih lanjut mengemukakan bahwa politik hukum secara sederhana dapat dirumuskan sebagai kebijaksanaan hukum (legal policy) yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah;
mencakup
pula
pengertian
bagaimana
politik
memengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pembuatan dan penegakan hukum itu.13 Oleh karena itu guna mengetahui maksud/arah politik hukum Administrasi Kependudukan sebagaimana tersirat dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun
2006
tentang
Administrasi
Kependudukan,
perlu
11
Ibid. commit user D.M.H. Meuwissen dalam Johny Ibrahim, op.cit,tohlm. 43 13 Moh. Mahfud MD, op.cit, hlm. 9 12
77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengamatan terhadap proses pembuatan dan pembahasan undangundang tersebut. Pembangunan
peraturan
perundang-undangan
administrasi
kependudukan sesuai dengan arah kebijakan program legislasi nasional sebagai penggantian peraturan perundang-undangan kolonial dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Program legislasi nasional (Prolegnas) sebagai bagian pembangunan hukum adalah instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis.14 Pembangunan peraturan perundang-undangan bidang administrasi kependudukan tersebut masuk dalam skala prioritas program legislasi nasional 20052009 dengan pertimbangan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut
mendorong percepatan reformasi dan berorientasi pada
pengaturan perlindungan hak-hak asasi manusia. Rancangan undangundang tentang administrasi kependudukan masuk dalam daftar rancangan undang-undang program legislasi nasional 2005-2009 bersama dengan rancangan undang-undang tentang perlindungan data pribadi di bidang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.15 Namun demikian, dalam perkembangannya perlindungan data pribadi masuk dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Rancangan
Undang-Undang
tentang
Administrasi
Kependudukan merupakan rancangan undang-undang yang diajukan atas inisiatif eksekutif dalam hal ini adalah Departemen Dalam Negeri pada tahun 2005. Rancangan Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan yang diajukan oleh Departemen Dalam Negeri terdiri dari XIV Bab, yaitu: Bab I
Ketentuan Umum
14
Program Legislasi Nasional Tahun 2005-2009, hal pendahuluan diunduh dari http://www.jdihukum.bantenprov.go.id 15 commit to user ibid, tabel 3 diunduh dari http://www.jdihukum.bantenprov.go.id
78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bab II
Hak dan Kewajiban Penduduk
Bab III
Kewenangan Penyelengaraan Administrasi Kependudukan
Bab IV
Pendaftaran Penduduk
Bab V
Pencatatan Sipil
Bab VI
Dokumen Kependudukan
Bab VII Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil Saat Negara Dalam Keadaan Bahaya Bab VIII Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Bab IX
Peran Serta Masyarakat
Bab X
Penyidikan
Bab XI
Sanksi Administratif
Bab XII
Ketentuan Pidana
Bab XIII Ketentuan Peralihan Bab XIV Ketentuan Penutup16 Penataan peraturan perundang-undangan bidang Administrasi Kependudukan
berupa
Rancangan
Undang-Undang
Tentang
Administrasi Kependudukan yang diajukan oleh Pemerintah dilakukan untuk: 1. Melaksanakan perintah Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah dilakukan perubahan kedua, yang intinya memerintahkan bahwa hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undangundang. 2. Untuk mengganti produk hukum peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda yang tertuang dalam 5 (lima) Staatsblad dan Regelings Reglement tentang Pencatatan Sipil, yang isi sudah tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta tuntutan dan perkembangan keadaan, karena dipandang bersifat diskriminatif menggolong-golongkan
16
commit to user Daftar Isi RUU Final-Sistematika Departemen Dalam Negeri Tahun 2005
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
suku bangsa, ras dan agama dalam pemberian pelayanan pencatatan sipil bagi rakyat Indonesia. 3. Memberikan perlindungan hukum dan jaminan hukum kepada rakyat Indonesia dalam kerangka mendapatkan hak publik dan hak keperdataan di bidang Administrasi Kependudukan. disamping itu untuk
menunjang
kemasyarakatan,
kegiatan termasuk
pemerintah, mendukung
pembangunan tertib
dan
Administrasi
Kependudukan, kelancaran Pilkada dan Pemilu serta mencegah segala upaya pemalsuan dokumen kependudukan. 4. Memberikan kepastian hukum dan mencegah kesimpangsiuran dalam penyelenggaraan urusan Administrasi Kependudukan. untuk keperluan ini, Rancangan Undag-Undang tentang Administrasi Kependudukan diarahkan untuk mewujudkan suatu norma dan kebijakan di bidang Administrasi Kependudukan yang bersifat nasional guna menata, menertibkan dan mengendalikan berbagai dampak praktek yang menyimpang selama ini di bidang garapan utama Administrasi Kependudukan, yaitu : pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.17 Disamping tujuan tersebut, dalam kesempatan yang sama Pemerintah juga mengemukakan tentang pokok-pokok pikiran yang melandasi
penyusunan
Rancangan
Undang-Undang
tentang
Administrasi Kependudukan, sebagai berikut: 1. Aspek filosofis Undang-Undang Dasar
1945
dan
berbagai
Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas menjamin hak setiap penduduk untuk memperoleh status kewarganegaraan, kebebasan memeluk agama, meyakini kepercayaan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa, membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
commit to user Penjelasan Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan di Komisi II DPR RI tanggal 29 September 2005, hlm. 2 17
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melalui perkawinan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta mempunyai hak untuk kembali. Hak-hak tersebut belum semuanya dipenuhi oleh negara, disebabkan adanya ketentuan penggolongan penduduk yang didasarkan pada suku, keturunan, agama, dan ras sebagaimana tertuang dalam produk kolonial Belanda yang plural dan diskriminatif. Plural karena terdapat banyak peraturan yang berlaku bagi penduduk dalam melaksanakan pendaftaran penduduk dan pencatatan
sipil.
Diskriminatif
karena
pemberlakuannya
berdasarkan perbedaan suku, keturunan dan agama. Penggolongan penduduk tersebut pada hakekatnya tidak sesuai dengan dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Perlindungan kepada penduduk, dalam Peristiwa Penting dan Peristiwa Kependudukan diberikan melalui pengakuan (legitimasi) oleh Negara dengan melakukan pencatatan dan pemberian dokumen yang berupa kutipan akta-akta catatan sipil, Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan surat-surat keterangan kependudukan. 2. Aspek Yuridis Sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang mengatur tentang administrasi kependudukan secara terpadu. Pengaturan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil diatur tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan baik produk Pemerintahan Hindia Belanda (Kolonial) yang berlaku atas dasar Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun beberapa produk hukum nasional. Peraturan perundang-undangan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang sekarang berlaku pada awalnya diberlakukan oleh Pemerintah Hinda Belanda berdasarkan atas penggolongan penduduk (Pasal 163 ayat (1) IS) dan bersifat plural diskriminatif. Untuk peristiwa kependudukan yang dialami penduduk pribumi commit to user diberlakukan pendaftaran penduduk berdasarkan sistem triplikat,
81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diselenggarakan di kantor desa/kelurahan. Untuk golongan Eropa, Timur Asing/Tionghoa dan golongan penduduk beragama kristen dan karena status sosial, semua Peristiwa Penting yang terjadi di catatkan kepada Kantor Catatan Sipil berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Catatan Sipil dengan sistem Akta. Berlakunya pengaturan yang plural dan diskriminasi tersebut berlangsung terus sampai dikeluarkannya Instruksi Presidium Kabinet Nomor 31/U/IN/12/1996 yang menginstruksikan kepada Menteri Kehakiman bahwa Kantor Catatan Sipil terbuka bagi seluruh penduduk. Upaya pemberlakuan satu hukum untuk pencatatan sipil antara lain dengan diundangkannya UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dalam hak pencatatan perkawinan dan alat bukti keturunan berupa akta kelahiran. Namun untuk pengaturan pencatatan administrasi kependudukan lainnya, sifat pluralisme belum berakhir karena masih berdasarkan pada keanekaragaman peraturan perundang-undangan lama (Hindia Belanda). Pada tahun 1977 penyelenggaraan pendaftaran penduduk dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1977 tentang Pendaftaran Penduduk yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1977 tentang Pendaftaran Penduduk. Pada tahun 1995 diberlakukan ketentuan tentang Sistem Informasi Manajemen Kependudukan (SIMDUK) dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor I A Tahun 1995 ditindaklanjuti dengan: a. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor I A Tahun 1995 tentang
Spesifikasi
penunjang
lainnya
Blangko/Formulir/Buku dalam
kerangka
dan
sarana
penyelenggaraan
Pendaftaran Penduduk; commit to user
82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 A Tahun 1995 tentang prosedur dan Tata Cara Penyelenggaraan Pendafataran Penduduk Dalam Kerangka SIMDUK. Produk yang dikeluarkan pada era otonomi daerah versi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ialah Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94 Tahun 2003 tentang Spesifikasi, Pengadaan dan Pengendalian Blangko KK, KTP, Buku Register Akta dan Kutipan Akta Catatan Sipil. Ditinjau dari aspek yuridis produk-produk hukum tersebut perlu disempurnakan dengan pertimbangan: a. Materi yang diatur dalam Staatsblad merupakan produk Hukum Militer Belanda yang membeda-bedakan golongan penduduk Eropa Timur Asing/Tionghoa dan golongan penduduk beragama Kristen, hal tersebut bersifat pluralisme dan diskriminasi yang sudah tidak sesuai dengan prinsipprinsip universal dalam pemberian perlindungan dan pelayanan yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh HakHak Sipil. b. Ketentuan tentang pendaftaran penduduk yang hanya diatur dengan Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri, dirasakan belum kuat terutama kaitannya dengan penegakan hukum (law enforcement). Selain itu dengan ditetapkannya UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan,
kedudukan
Keputusan
Menteri yang ada dalam tata urutan menjadi permasalahan ketika daerah akan menyusun Perda. Selanjutnya dalam Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengamanatkan bahwa masalah penduduk commit to user dan warga negara diatur dengan undang-undang, terkandung
83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
maksud agar rumusan norma-norma tersebut dapat dilekati sanksi
pemaksa
penyelenggara
untuk
pengikat
pemerintahan,
bagi
penduduk
terutama
dalam
dan
bidang
pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. 3. Aspek Sosiologis Beragamnya adat istiadat agama dan kepercayaan yang dipeluk oleh Penduduk Indonesia memberikan implikasi pada beragamnya
peraturan
dan
kelembagaan
yang
menangani
pencatatan administrasi kependudukan, khususnya pencatatan perkawinan.
Disamping
itu
tersebarnya
sumber
data
kependudukan, belum terkoordinasi dan terintegrasi menjadi satu sistem administrasi kependudukan, ketepatan waktu dan belum optimalnya cakupan pelaporan Peristiwa Penting dan Peristiwa Kependudukan. Disisi lain kepemilikan Kartu Tanda Penduduk ganda dan kurangnya kesadaran dan perhatian penduduk untuk melaporkan Peristiwa Penting dan Peristiwa Kependudukan yang dialami
oleh
dirinya
dan/atau
keluarganya
menyebabkan
ketidakjelasan legitimasi penduuduk. Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil merupakan kegiatan yang sangat penting, karena dari kegiatan tersebut akan diperoleh pula data mikro yang faktual, dan bukan semata-mata agregatif. Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil yang tertib dan valid selain berguna bagi pengesahan secara hukum atas Peristiwa Penting dan Peristiwa Kependudukan perorangan, datanya juga sangat bermanfaat bagi Pemerintah (pusat) dan Pemerintah Daerah untuk perencanaan program-program pembangunan sebagai dasar peningkatan dan pengembangan kualitas penduduk sendiri. Berdasarkan pengalaman selama ini ditemui kurangnya kesadaran masyarakat atas manfaat dari dokumen kependudukan seperti Akta
Kelahiran, KTP dan Surat-surat Keterangan commit Banyak to user warga yang tinggal di suatu Kependudukan lainnya.
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
daerah, tetapi tidak mau melaporkan keberadaannya pada Desa/Kelurahan setempat, bahkan masih banyak warga yang tinggal di daerah Bekasi, Bogor dan Depok tetapi memiliki KTP DKI Jakarta, padahal asas dari registrasi penduduk adalah domisili. Selain itu banyak pula warga yang tidak merasa memerlukan KTP apalagi Akta Catatan Sipil. Namun dilain pihak banyak juga warga yang memiliki KTP ganda. Kepemilikan KTP ganda tersebut disebabkan oleh adanya keharusan memiliki KTP jika dilakukan transaksi jual-beli tanah/rumah, keharusan tersebut diatur oleh daerah masing-masing. Masalah
kurangnya
kesadaran
masyarakat
tersebut
merupakan implikasi dari belum adanya undang-undang yang mewajibkan penduduk untuk melaporkan Peristiwa Penting atau Peristiwa Kependudukan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, dan melarang adanya KTP ganda. Kewajiban dan larangan tersebut mestinya diikuti dengan pemberian sanksi administratif atau sanksi pidana. Dengan demikian ada kepatuhan terhadap suatu aturan.18 Salah satu ruang lingkup atau wilayah kajian politik hukum adalah proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi ke dalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum.19 Keseriusan pembahasan mengenai Rancangan UndangUndang tentang Administrasi Kependudukan dikemukakan oleh Ignatius
Mulyono
dari
Fraksi
Partai
Demokrat
yang
mengemukakan bahwa permasalahan kependudukan merupakan masalah yang sangat rumit di dalam negara kita. Beliau menegaskan kepada wakil rakyat lainnya untuk tidak menganggap seakan-akan sudah tidak ada permasalahan yang rumit di negara ini dalam bidang administrasi kependudukan, diharapkan untuk 18 19
commit to user Ibid., hlm. 3-8 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, op.cit., hlm. 52 85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menelusuri
kembali
permasalahan
yang
ada.20
Keseriusan
pembahasan juga dikemukakan oleh H. Suharso Monoarfa selaku wakil Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dalam Pendapat Akhir Mini yang mengemukakan bahwa, “Pembahasan rancangan undang-undang tentang Administrasi Kependudukan yang telah dapat kita selesaikan ini konon dalam sejarah pembahasan sebuah rancangan undang-undang di dewan pada periode ini yang paling intens dan sangat serius”. 21 Perihal tersebut juga dapat dilihat dari risalah sidang terkait pembahasan rancangan undang-undang tentang Administrasi Kependudukan oleh pihak eksekutif dalam hal ini diwakili oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan pihak pihak legislatif. Penegasan Administrasi
perlindungan
Kependudukan
hak-hak
dalam
penduduk
pembahasan
dalam
rancangan
undang-undang tentang Administrasi Kependudukan terangkum dalam risalah sidang pembahasan rancangan undang-undang Administrasi Kependudukan. Pembahasan berfokus pada inti dari lahirnya
rancangan
undang-undang
tentang
Administrasi
Kependudukan ini, yaitu perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum penduduk dalam Administrasi Kependudukan. Perihal tersebut tercermin dalam pengutamaan hak penduduk dalam mendapatkan kemudahan dan perlindungan kepada masyarakat dalam hal mendapatkan pelayanan publik dengan semangat meninggalkan diskriminasi yang selama ini masih ada dalam pelayanan pencatatan sipil. Berdasarkan risalah sidang pembahasan rancangan undangundang tentang Administrasi Kependudukan, pengarusutamaan perlindungan terhadap hak-hak penduduk dalam Administrasi 20
Risalah Rapat RUU tentang Administrasi Kependudukan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2005-2006 tanggal 22 Februari 2006, hlm. 8 21 commit to user Ibid., hlm. 15
86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kependudukan dapat dilihat dalam tiap pembahasan pasal demi pasal
rancangan
undang-undang
tentang
Administrasi
Kependudukan tersebut. Pembahasan perihal dukungan terhadap pemenuhan hak penduduk dalam Administrasi Kependudukan terlihat terutama dalam pemenuhan hak penduduk kaitannya dengan pelayanan publik di bidang Administrasi Kependudukan. Pelayanan publik dalam bidang Administrasi Kependudukan meliputi pelayanan pendaftaran penduduk, pencatatan sipil dan perlindungan data dan informasi kependudukan. Pembahasan rancangan undang-undang tentang Administrasi Kependudukan menemui perdebatan ketika membahas tentang pemenuhan sekaligus perlindungan hak penduduk kaitannya dengan Administrasi Kependudukan. Perdebatan tersebut antara lain menyangkut waktu pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk. Hal tersebut terjadi karena kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam, jarak yang
cukup
jauh
dengan
Instansi
Pelaksana
administrasi
kependudukan serta kesulitan faktor transportasi.22 Kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam sehingga masih terdapat komunitas terpencil sangat diperhatikan pemenuhan haknya dalam bidang Administrasi Kependudukan dalam pembahasan sidang tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh M. Ma`ruf/Menteri Dalam Negeri, bahwa “rentan Administrasi Kependudukan meliputi Penduduk korban bencana alam, penduduk korban kerusuhan sosial, anak terlantar dan komunitas daerah terpencil.”23 Penguatan pemenuhan hak terhadap penduduk yang dikategorikan dalam rentan administrasi kependudukan dipertegas oleh Ferry Mursyidan Baldan wakil dari Fraksi Partai Golongan Karya sebagai berikut, “ kategori rentan Administrasi Kependudukan perlu 22 23
Ibid., hlm. 11 Ibid., hlm. 28
commit to user
87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai sebuah semangat kita dalam pengaturan Undang-Undang ini adalah bahwa seluruh Penduduk itu mendapatkan sebuah keterangan
domisili
dan
sebagainya.” 24
Hal
senada
juga
disampaikan oleh Lena Maryana Mukti dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, yang mengemukakan bahwa “saya kira semangatnya yang memberikan pendapat saya rasa yang sama, bahwa kita harus menampung seluruh segmen penduduk, apakah itu akibat status sosial atau akibat dari soal tadi ini, misalnya penduduk korban kerusuhan dan bencana alam. Kalau mau dipadankan sebenarnya poin c itu anak terlantar dan tuna wisma. Jadi saya kira untuk mempertajam masalah ini, yang penting kita substansinya sama dulu bahwa seluruh segmen masyarakat itu harus mendapatkan perlakuan dan pelayanan yang sama dari kita”.25 Pasal 28D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepatian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.26 Guna pemenuhan terhadap amanah pasal tersebut, maka setiap penduduk Indonesia tanpa memandang suku, ras, maupun bangsa berhak mendapatkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Nomor Induk Kependudukan adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.27 Kaitannya dengan pengakuan negara atas seseorang sebagai penduduknya dengan hak mendapatkan Nomor Induk Kependudukan, antara lain dipertajam oleh Lena Maryana Mukti dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, sebagai berikut “ setiap penduduk Indonesia itu apakah dia tuna wisma, apakah dia bertempat tinggal atau tidak, dia harus punya nomor yang diberikan sejak dia lahir”.28 Penggunaan Nomor Induk Kependudukan
24
Ibid., hlm. 29 Ibid., hlm. 30 26 Lihat Pasal 28D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 27 commit to user Lihat Pasal 1 UU Nomor 23 Tahun 2006 28 Ibid., hlm. 30 25
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai identitas penduduk tersebut diharapkan dapat mendukung pelayanan publik lainnya sehingga memudahkan penduduk dalam mengakses pelayanan publik. Hal tersebut dikemukakan oleh Hj. Andi Yuliani Paris dari Fraksi Partai Amanat Nasional yang mengemukakan bahwa, “dengan adanya single identity number ini, semua terset-up dengan online, ada satu sistem yang integrated antara pajak, imigrasi, sehingga orang itu tidak akan bisa punya 10 pasport, punya 2 NPWP, yang semua ide-idenya, cita-citanya kalau dia membeli tanah tidak perlu membuat KTP atau disitu hanya dikatakan, bukan NOPEN nya, dia nomor NIK berapa. Nah, ini yang harus didudukkan secara serius pak”.29 Pelaporan dalam rancangan undang-undang tentang Administrasi Kependudukan ini berarti penggunaan stelsel aktif bagi penduduk dalam bidang Administrasi Kependudukan. Namun dalam pembahasan rancangan undang-undang ini telah muncul gagasan kewajiban negara dalam hal pendataan penduduk dengan kata lain adalah penggunaan stelsel aktif bagi negara dalam Administrasi Kependudukan dimana negaralah yang harus aktif. Hal tersebut dikemukakan oleh Eddy Mihati dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang menyatakan bahwa, “kata “pelaporan” didalam bagian keempat ini diganti dengan “pendataan” karena mengaburkan posisi negara sebagai subyek. Jadi kongkritnya pendataan penduduk yang tidak mampu melapor sendiri, jadi pihak negaralah yang mesti aktif begitu, aktif untuk mendata”.30 Penggunaan stelsel aktif bagi negara tersebut meskipun dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang
Administrasi Kependudukan tidak digunakan, namun penerapan stelsel tersebut akhirnya muncul dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
29
Risalah Rapat op.cit, hlm. 32 commit to user Masa Persidangan III Tahun Sidang Risalah Rapat RUU tentang Administrasi Kependudukan 2005-2006 tanggal 6 Maret 2006, hlm. 8 30
89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pendapat tersebut diperkuat oleh anggota sidang yang menyatakan bahwa, “Istilah pelaporan disini, ini berarti kan si orang yang tidak mampu ini kan harus aktif melakukan sesuatu melakukan kegiatan itu. Jadi masalahnya itu sub ordinasi. Sedangkan sebenarnya negara dalam hal ini dilaksanakan Pemerintah itu sebenarnya juga berkewajiban untuk mendata penduduk, saya lebih setuju kalau istilah itu pendaftaran”.31 Namun hal tersebut dibantah oleh Menteri Dalam Negeri yang menyatakan bahwa, “ tidak pak, kami tetap pada pelaporan, yang diganti penjelasan dibawah itu kami bisa mengerti karena menganut sistem aktif dari si penduduk”. 32 yang kemudian dipertegas lagi bahwa, “kami kembali pada mungkin pemahaman mengenai istilah pelaporan mengandung filosofis yang aktif adalah penduduknya. Jadi stesel aktif ini adalah menganut azas universal. Kalu pendataan yang harus aktif adalah Pemerintah dan ini tidak lazim karena memang secara universal tidak dianut didalam masalah Administrasi Kependudukan”.33 Pembahasan mengenai Pencatatan Sipil juga sarat akan pedebatan, khususnya mengenai perlindungan dan hak penduduk dalam mendapatkan dokumen kependudukan yang dalam hal ini adalah Akta-Akta Catatan Sipil dalam pelayanan Administrasi Kependudukan. Dalam pembahasan tersebut, Ryas Rasyid dari Fraksi BPD mengemukakan tentang pembuatan akta untuk dapat ditanggung oleh negara. Beliau juga menambahkan tentang adanya batas waktu proses pembuatan akta oleh pemerintah selaku penyelenggara penduduk.
34
guna
peningkatan
pelayanan
publik
kepada
Hal senada juga disampaikan oleh Hj. Tumbu
Saraswati, dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan bahwa menurut Undang-Undang Perlindungan Anak pencatatan 31
Ibid., hlm. 9 Ibid., hlm. 9 33 Ibid., hlm. 10 34 Ibid., hlm. 17 32
commit to user
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adalah hak anak yang diberikan secara gratis.35 Pendapat tersebut disambut baik oleh Menteri Dalam Negeri.36 Terkait pencatatan peristiwa penting dalam pelayanan Pencatatan Sipil lainnya adalah pencatatan lahir mati.37 Dalam pembahasan rancangan undang-undang tentang Administrasi Kependudukan ini pencatatan lahir mati cukup mendapatkan perhatian dari dewan. Kepentingan pendataan lahir mati sangat dibutuhkan oleh bidang kesehatan untuk mengukur tingkat kesehatan terutama ibu hamil di suatu wilayah. Perlunya pencatatan lahir mati dikemukakan oleh Hj. Andi Yuliani Paris dari Fraksi Partai Amanah Nasional, “jadi sebenarnya ini biasa lahir mati karena suatu negara dia harus menghitung infant mortality dan ini bisa dicatat infant mortality rate pencatatan lahir mati. Jadi ini perlu ada.”38 Hal senada juga dikemukakan oleh Eddy Mihati, M.Si dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
39
serta Ignatius
Mulyono dari Fraksi Partai Demokrat. 40 Pembahasan pencatatan perkawinan sebagai salah satu peristiwa penting yang dialami oleh Penduduk, mengarah kepada peningkatan pelayanan publik terkait wilayah geografis Indonesia yang sangat beragam. Pastor Saut M. Hasibuan dari Fraksi Partai Damai Sejahtera misalnya, beliau meminta kepada peyelenggara pencatatan
sipil
guna
memfasilitasi
penduduk
yang akan
mencatatkan perkawinannya karena faktor lokasi yang jauh dari penyelenggara. 41 Selain itu, beberapa dewan juga meminta kepada Pemerintah selaku penyelenggara Administrasi Kependudukan untuk memberikan kemudahan pelayanan, yang salah satunya 35
Risalah Rapat RUU tentang Administrasi Kependudukan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2005-2006 tanggal 13 Maret 2006, hlm. 6 36 Risalah Rapat tanggal 6 Maret 2006 op.cit, hlm. 23 37 Lihat Penjelasan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 38 Risalah Rapat 13 Maret, op.cit, hlm. 9 39 Ibid., hlm. 9 40 commit to user Ibid., hlm. 9 41 Ibid., hlm. 20
91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adalah kejelasan aturan sehingga tidak merepotkan penduduk yang akan melaporkan perkawinannya kepada Instansi Pelaksana sebagai mana dikemukakan oleh Sutjipto dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.42 Penggunaan teknologi informasi sebagai salah satu upaya memberikan kemudahan bagi Penduduk dalam pelayanan Administrasi Kependudukan sempat dikemukakan oleh M. Yahya Zaini dari Fraksi Partai Golongan Karya. Beliau memberikan gagasan tentang penggunaan teknologi informasi dalam pencatatan perkawinan antara KUA yang melayani penduduk yang beragama Islam dengan Instansi Pelaksana. Dengan terwujudnya penggunaan sistem teknologi informasi tersebut diharapkan akan dapat memberikan kemudahan bagi penduduk terutama penduduk yang lokasinya jauh dari penyelenggara Administrasi Kependudukan sehingga hak-haknya dapat terpenuhi. Berdasarkan usulan dari anggota sidang tersebut, Menteri Dalam Negeri mengemukakan bahwa bagi Penduduk yang tidak mampu melapor sendiri kepada Instansi Pelaksana oleh karena beberapa faktor akan dikategorikan sebagai Penduduk rentan sehingga Pemerintah selaku penyelenggaralah yang akan aktif mendata. Sedangkan
penggunaan
penyelenggaraan
teknologi
Administrasi
informasi
Kependudukan
dalam
hubungannya
dengan KUA akan dibicarakan lebih lanjut dengan Departemen Agama dengan menggunakan fasilitas dari Nomor Induk Kependudukan.43 Pembahasan yang cukup menarik adalah pada pembahasan Kartu Tanda Penduduk atau disingkat KTP. Pada saat pembahasan KTP muncul pembahasan tersendiri mengenai aliran kepercayaan yang memang sangat banyak di Indonesia. Dalam hal tersebut Ben
42 43
Ibid., hlm. 16 Ibid., hlm. 27
commit to user
92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Vincent
Djeharu
dari
Fraksi
Partai
Demokrasi
Indonesia
Perjuangan memberikan usulan sebagai berikut, “PDIP mengusulkan ditambah dengan penganut kepercayaan jadi kalimat yang baru menjadi KTP mencantumkan lambang Garuda Pancasila dan gambar peta kepulauan Indonesia, memuat keterangan tentang ini, nama, tempat tanggal lahir, agama, atau agama atau penganut kepercayaan, golongan darah, alamat, pekerjaan, batas waktu berlakunya KTP, tempat dan tanggal dikeluarkan, nama NIP pejabat yang menandatangani.44 Hal tersebut beliau kemukakan karena banyak masyarakat di luar Pulau Jawa, beliau mencontohkan Talaud masih banyak masyarakat yang menganut aliran kepercayaan. Perdebatan mengenai pencantuman aliran kepercayaan pada kolom agama dalam KTP menemui perdebatan yang sangat panjang pada akhirnya dimasukkan dalam Panitia Kerja (Panja). Prosedur pengurusan KTP yang dirasakan masih panjang juga menjadi pokok pembahasan dalam sidang tersebut. Dalam sidang tersebut Ibu Eddy Mihati mengusulkan supaya pengurusan KTP tidak terlalu panjang sehingga dapat didelegasikan kepada Lurah dan Kepala Desa.
45
Selain membahas mengenai prosedur pengurusan
dokumen kependudukan, sidang juga membahas mengenai kejelasan pejabat yang menerima kewenangan sekaligus tanggung jawab dalam pengurusan dokumen kependudukan. Pokok persoalan tersebut diusulkan oleh Hj. Ida Fauziyah dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang mengemukakan bahwa, “Prinsip kepastian bagi masyarakat memang penting sekali dan hal yang harus kita perhatikan juga adalah pendekatan pelayanan, oleh karena itu pasal yang berkaitan dengan disini Bupati Walikota atau pejabat yang diberikan kewenangan ini juga saya kira aspirasi yang disampaikan oleh Pak Mudjib itu perlu kita respon dalam bentuk pasal-pasal Pak Ketua. Jadi tidak sekedar PP pak, menurut saya harus secara jelas menjelaskan sebenarnya siapa yang diberikan kewenangan apalagi disini yang menjadi urusannya itu banyak 44
Risalah Rapat RUU tentang Administrasi Kependudukan Masa Persidangan III Tahun Sidang to user 2005-2006 tanggal 14 Maret 2006, hlm.commit 7 45 Ibid., hlm. 18
93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sekali mulai dari KTP, KK kemudian hal-hal lain yang itu menurut saya harus jelas siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab terhadap semua itu dengan prinsip adanya pendekatan pelayanan sehingga menurut saya berkaitan dengan Pasal 75 dan seterusnya kita bisa diskusikan lebih panjang di Panja”.46 Peningkatan pelayanan publik yang didalamnya terdapat tujuan guna melindungi hak penduduk dalam administrasi kependudukan, yang mana didalamnya terdapat hak penduduk untuk memperoleh: a. dokumen Kependudukan; b. pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; c. perlindungan atas data pribadi; d. kepastian hukum atas kepemilikan dokumen; e. informasi mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas dirinya dan/atau keluarganya;dan f. ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh Instansi Pelaksana. menimbulkan perdebatan panjang pihak legislatif dan pihak eksekutif. Pembahasan hak penduduk tersebut membawa peserta sidang pada pembahasan mengenai hak dan kewajiban baik penduduk maupun pemerintah selaku penyelenggara administrasi kependudukan. Salah satu contoh adalah pembahasan mengenai batas waktu pelaporan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana. Dalam pembahasan tersebut, H. Jazuli Juwainim LC dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengusulkan adanya batas waktu penyelesaian dokumen kependudukan
oleh Instansi Pelaksana
berikut sanksi sebagai penyeimbang adanya batasan waktu pelaporan oleh penduduk.47 46 47
Ibid., hlm. 19 Ibid., hlm. 20
commit to user
94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perlindungan atas data pribadi sebagai salah satu hak penduduk dalam administrasi kependudukan, melahirkan hak akses dalam sistem informasi administrasi kependudukan. H. Suharso Monoarfa dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan mengusulkan adanya tingkatan penggunaan hak akses dalam sistem informasi administrasi
kependudukan.48
Dengan
adanya
pembagian
kewenangan penyelenggaran administrasi kependudukan tersebut diharapkan akan dapat melindungi data pribadi penduduk. Setelah mendengarkan berbagai usulan tersebut, M. Ma`ruf selaku Menteri Dalam
Negeri
pembangunan
mengemukakan administrasi
tentang
gambaran
sistem
kedepan.
Beliau
kependudukan
mengharapkan adanya political will dari semua pihak guna menyukseskan
pembangunan
administrasi
kependudukan
49
tersebut.
Terkait
perlindungan
hak-hak
sipil
penduduk
dalam
Administrasi Kependudukan, forum Panja menyepakati hal-hal sebagai berikut: 1. Mengenai tata cara dan persyaratan pelaksanaan kewajiban pencatatan peristiwa penting bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama menurut peraturan perundangundangan atau bagi Penghayat Kepercayaan dilakukan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Ditegaskan pula dalam rancangan undang-undang ini bahwa pencatatan peristiwa penting bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama menurut peraturan perundang-undangan dan bagi penghayat kepercayaan yang berkaitan dengan kolom yang tidak diisi tetap dilayani dan dicatatkan dalam database kependudukan. Undang-undang ini mengamanatkan kepada Pemerintah untuk paling lama 6 bulan untuk menerbitkan 48 49
Ibid., hlm. 42 Ibid.,hlm. 43
commit to user
95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketentuan pengesahan perkawinan bagi para penghayat kepercayaan yang akan menjadi dasar pendaftaran peristiwa kependudukan dan peristiwa penting. 2. Nomor Induk Kependudukan sebagai kunci akses dalam pelayanan
kependudukan, Nomor
Induk
Kependudukan
dikembangkan ke arah identifikasi tunggal bagi setiap penduduk yang bersifat khas atau unik, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia dan terkait
secara
langsung
dengan
seluruh
dokumen
kependudukan. Undang-undang ini mengamanatkan setiap instansi wajib menjadikan Nomor Induk Kependudukan sebagai dasar penerbitan dokumen paling lambat 5 tahun. 3. Dirumuskan bahwa setiap kelahiran baik yang terjadi di luar wilayah Indonesia, di atas kapal laut atau pesawat terbang walaupun kelahiran melampaui batas waktu, lahir mati, perkawinan,
perceraian,
kematian,
pengangkatan
anak,
pengakuan dan pengesahan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan dan peristiwa penting lainnya wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana dan wajib dicatatkan. 4. Dalam rancangan undang-undang ini diatur mengenai data kependudukan yang terdiri dari data perseorangan dan atau data yang meliputi data perseorangan yang berupa data kualitatif dan data kuantitatif (data agregat penduduk). 5. Dalam rancangan undang-undang ini juga diatur apabila negara dinyatakan dalam keadaan darurat dengan segala tingkatannya otoritas pemerintah yang menjabat pada saat itu diberikan kewenangan untuk membuat surat mengenai peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dijadikan dasar penerbitan dokumen kependudukan dan apabila negara commit user instansi pelaksana wajib aktif telah dinyatakan pulihto maka
96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mendata ulang dengan melakukan pendaftaran penduduk dan pencatatan
sipil
ditempat
terjadinya
keadaaan
darurat.
Sedangkan dalam hal terjadi keadaan luar biasa sebagai akibat dari bencana alam, instansi pelaksana wajib melakukan pendataan penduduk bagi pengungsi dan korban bencana alam. 6. Dirumuskan bahwa data pribadi penduduk wajib disimpan dan dilindungi oleh negara Menteri sebagai penanggungjawab, memberikan hak akses kepada petugas, pada penyelenggara dan instansi pelaksana untuk memasukkan, menyimpan, membaca, mengubah, meralat dan menghapus serta mencetak data pribadi dan pengguna data pribadi penduduk dapat memperoleh dan menggunakan data pribadi tersebut dari petugas penyelenggara dan instansi pelaksana yang memiliki akses.50 Adapun substansi pendapat mini dari fraksi-fraksi yang membahas rancangan
undang-undang
tentang
administrasi
kependudukan,
sebagai berikut: a. Fraksi Partai Golongan Karya 1) Hendaknya
rancangan
undang-undang
Administrasi
Kependudukan akan bisa memberikan pengakuan, penentuan status peribadi dan status hukum serta peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang dialami setiap penduduk atau warga negara RI. Administrasi kependudukan juga ditujukan memastikan hak-hak anak dipenuhi sepenuhnya oleh keluarga, masyarakat terutama negara sebagaimana diatur konstitusi kita. 2) Administrasi Kependudukan bukanlah sekedar persoalan teknis pengaturan pendaftaran penduduk melainkan upaya menjamin hak-hak warga negara supaya tidak dilalaikan 50
Risalah Rapat RUU tentang Administrasi Kependudukan Masa Persidangan III Tahun Sidang commit to user 2006-2007 tanggal 5 Desember 2006, hlm. 6
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena kelalaian administrasi semata. Dengan demikian administrasi kependudukan dimaksudkan juga sebagai upaya asas administrasi terus terjaga dengan baik. 3) Hendaknya semangat administrasi kependudukan lebih berorientasi kepada pelayanan masyarakat, bukan sebaliknya administrasi kependudukan justru menguatkan semangat pengaturan negara kepada masyarakat, karenanya Fraksi Golongan Karya berharap dengan penerbitan administrasi kependudukan akan didapatkan pelayanan mekanisme lebih efektif, murah, terjangkau dan tidak diskriminatif. 4) Tertib administrasi kependudukan akan lebih meningkatkan efisiensi dan kemudahan didalam mendapatkan data-data kepentingan Pemilu, Pilpres, Pilkada serta bisa dijadikan sebagai jaminan akurasi pendataan bagi kaum rentan, kaum miskin, sehingga lebih objektif didalam penanganan program peningkatan kesejahteraan masyarakat. 5) Fraksi Golongan Karya mendorong secepatnya diberlakukan program sertifikasi gratis dan juga meminta supaya Pemerintah dengan sungguh-sungguh melakukan pelayanan gratis dalam pembuatan Akte Kelahiran, Surat Nikah dan KTP walaupun pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, ini dilakukan semata-mata karena asas peduli dan kepedulian kita kepada kelompok rentan yang sangat mendambakan pelayanan secara gratis itu. 6) Perlu upaya sinkronisasi dan harmonisasi supaya antara aturan satu dengan aturan yang lain tidak tumpang tindih; 7) Terhadap kolom agama untuk tetap ditetapkan sebagai salah satu identitas penduduk, hal tersebut terkait hak dan kewajiban penduduk dalam melaksanakan agama dan keyakinannya; commit to user
98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8) Pemerintah
segera
menyiapkan
peraturan
perundang-
undangan yang mengatur mengenai mekanisme pencatatan perkawinan, perceraian dan catatan sipil bagi penghayat kepercayaan dan agama penduduk yang belum diakui oleh peraturan perundang-undangan selambat-lambatnya 6 bulan setelah undang-undang ini diundangkan;dan 9) Mengamanatkan kepada Departemen Dalam Negeri untuk melahirkan unit pelaksana teknis dinas.51 b. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 1) Penyusunan
Rancangan
Undang-Undang
tentang
Administrasi Kependudukan merupakan perintah UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana ditegaskan dalam perubahan kedua Pasal 26 Ayat (3) dimana negara berkewajiban melindungi segenap warga negara dan penduduknya. Maknanya adalah penduduk merupakan bagian dari suatu negara yang harus mendapatkan perhatian. 2) Rumusan mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan harus tetap mengacu kepada akar daripada konsepsi definisi penduduk dan warga negara, karena konsepsi itulah yang akan menentukaan bentuk pengakuan dan tindakan perlakuan terhadap penduduk dan warga negara. 3) Administrasi Kependudukan bukanlah sekedar persoalan teknis pengaturan dan pendataan kependudukan semata melainkan upaya menjamin hak-hak warga negara agar tidak dilalaikan karena kelalaian administrasi. 4) Pengaturan dan jaminan hukum mengenai Administrasi Kependudukan bersifat interaktif atau memaksa52 51 52
Ibid., hlm. 9 Ibid., hlm. 11
commit to user
99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 1) Perlindungan terhadap data agregat dan data pribadi penduduk oleh Pemerintah; 2) Dibentuk peraturan perundang-undangan tentang prosedur akses data dan dokumen kependudukan; 3) Perlu sinkronisasi
dan harmonisasi dengan peraturan
perundang-undangan bidang perpajakan; 4) Perlu dibentuk institusi yang mandiri yang tetap dan berfungsi
mengkoordinasi
secara
nasional
pelayanan
permintaan informasi administrasi kependudukan; 5) Adanya penggunaan sistem teknologi informasi administrasi kependudukan diharapkan dapat mempercepat terwujudnya sistem administrasi kependudukan nasional yang modern dan handal. d. Fraksi Partai Damai Sejahtera 1) Diharapkan pemerintah tidak menambah birokrasi yang menonjol mengingat pada hakekatnya pelayanan publik adalah menekankan pada pelayanan masyarakat untuk terselesaikan dengan cepat dan baik; 2) Rancangan undang-undang ini dianggap telah mengakomodir pengakuan akan hak-hak bagi penduduk yang masih belum memeluk agama yang diakui oleh pemerintah, dan dalam waktu 6 bulan pemerintah akan mengeluarkan peraturan perundang-undangan dengan penanganan masalah tersebut; 3) Perlu diselenggarakan uji publik yang lebih komprehensif sebelum
rancangan
undang-undang ini
disahkan
dan
diundangkan karena masih ada aspirasi yang belum tertampung dan perlu mendapatkan perhatian bersama; 4) Keseriusan dan pemberian prioritas pemerintah sangat diharapkan dalam mengaktualisasikan substansi dalam commit to user
100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
rancangan undang-undang ini, baik dalam penyediaan personil, alat-alat, serta yang paling utama adalah produk hukum rancangan undang-undang ini dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan presiden dan peraturan menteri; 5) Hal-hal
yang
menyangkut
perbedaan
tafsir
masalah
keagamaan, kependudukan, kerahasiaan sekiranya mendapat sosialisasi
yang
tuntas
sehingga
tidak
menimbulkan
53
diskriminasi maupun kriminalisasi baru. e. Fraksi Partai Amanat Nasional
1) Masalah penggabungan atau pemisahan antara pencatatan sipil, pendaftaran penduduk, pencatatan terhadap penghayat kepercayaan, akte kelahiran dan masalah pengakuan anak perlu mendapatkan perhatian serius agar nantinya benarbenar menjadi sebuah undang-undang yang mempunyai arti besar bagi rakyat Indonesia secara keseluruhan; 2) Untuk menghasilkan data kependudukan yang lengkap maka pemerintah harus memastikan bahwa setiap bayi yang lahir didaftarkan dan memiliki akte kelahiran, mengingat bahwa pendaftaran dan pemberian akte kelahiran bayi di Indonesia merupakan kewajiban negara, maka demi kepentingan perlindungan dan untuk memberikan hak-hak anak kami meminta agar diberikan akte kelahiran gratis bagi semua bayi yang lahir dan ketentuan tersebut dimasukkan dalam penjelasan
umum
dari
undang-undang
administrasi
kependudukan; 3) Tidak boleh lagi ada penduduk yang tidak dicatat dalam hal peristiwa kependudukan dan peristiwa penting; 4) Pemerintah
harus
segera
menyelerasikan
penjelasan
perundang-undangan yang ada dan menerbitkan ketentuan 53
Ibid., hlm. 18
commit to user
101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang lebih memperjelas kewenangan Instansi Pelaksana untuk mencatat peristiwa penting khususnya perkawinan dan menerbitkan akte perkawinan bagi penghayat kepercayaan; 5) Kaitannya dengan pengakuan anak, perlu dijaga hak asasi seorang anak yang mendapatkan pengakuan dari seorang ayah, terutama masalah tanggung jawab orang tua dalam menjamin pendidikan dan kesejahteraan anak. Fraksi mendukung MUI bahwa laporan terhadap pengakuan anak tidak diwajibkan bagi penduduk yang agamanya melarang pengakuan tersebut terhadap anak hasil hubungan di luar nikah; f. Fraksi Kebangkitan Bangsa 1) Pengintegrasian data peristiwa penting yang ada di KUA dengan Kantor Catatan Sipil, diharapkan akan menjadi batu loncatan terwujudnya tertib administrasi kependudukan; 2) Meminta kepada pemerintah agar bersikap cermat dalam memahami dan menjaga spirit kesetaraan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana termuat dalam rancangan undang-undang ini sebagai pedoman pokok dalam penyusunan pelaksanaan rancangan undang-undang ini. g. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 1) Rancangan
undang-undang
kependudukan pemerintah
bersifat
bertanggung
tentang
interaktif jawab
administrasi
kepada untuk
pemerintah,
mengakui
dan
melindungi hak-hak setiap warga negara dan penduduk untuk memperoleh status pribadi dan status hukum dengan mudah tanpa diskriminasi; 2) Rancangan kependudukan administrasi
undang-undang harus
mampu
tentang
administrasi
merealisasikan
kependudukan secara nasional to user menghasilkancommit tertib administrasi kependudukan;
sistem sehingga
102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Rancangan tentang administrasi kependudukan harus mampu merealisasikan perbaikan penyelenggara aparat pelaksana administrasi
kependudukan
sehingga
memungkinkan
terselenggaranya administrasi kependudukan. 4) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera meminta kepada pemerintah untuk memegang kepada prinsip kemudahan, persamaan, dan non
diskriminasi
dalam
memberikan
pengakuan
dan
perlindungan hukum kepada setiap penduduk dan Warga Negara Indonesia, sekaligus juga meminta kepada pemerintah untuk mendorong kepada daerah agar memberikan pelayanan administrasi kependudukan secara gratis; 5) Pemerintah
segera
mempersiapkan
segala
perangkat
penunjang; 6) Data kependudukan dapat dihimpun secara tepat dan akurat sehingga dapat dijadikan dasar antara lain untuk pendataan pemilih Pemilu tahun 2009 mendatang; 7) Agar Departemen Dalam Negeri segera melakukan langkahlangkah pembinaan dan pelatihan terhadap aparat pelaksana serta penegakan disiplin dengan penerapan sanksi kepada aparat yang terbukti melanggar ketentuan dalam undangundang ini; 8) Pemerintah segera melakukan langkah persiapan sistem infrastruktur teknologi informasi dan kesiapan sumber daya bagi terwujudnya identitas tunggal yang lebih komprehensif secara bertahap dan terencana; 9) Departemen Dalam Negeri segera melakukan koordinasi dengan berbagai instansi terkait untuk pemberlakuan sehingga Nomor Induk Kependudukan menjadi satu-satunya
commit to user
103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
identitas bagi masyarakat untuk memenuhi berbagai macam kepentingan mereka.54 h. Fraksi DPD 1) Substansi
rumusan
rancangan
undang-undang
ini
menunjukkan tekad bangsa Indonesia untuk membangun administrasi kependudukan yang menjamin kepastian dan karir hukum bagi rakyat Indonesia; 2) Ketentuan
pencantuman
kependudukan
agama
merupakan
dalam
implementasi
administrasi Sila
Pertama
Pancasila sebagai dasar negara yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;dan 3) Pengesahan rancangan undang-undang ini menjadi dasar hukum bagi setiap penduduk untuk memperoleh pelayanan profesional
dan tidak
diskriminatif
berkenaan
dengan
peristiwa kependudukan yang dialaminya dalam urusan administrasi kependudukan.55 i. Fraksi PBR 1) Dalam rancangan undang-undang ini negara menjamin seluruh hak warga negara untuk diakui sama di depan hukum dalam hal hak kependudukan, ini adalah menjadi bagian dari perlindungan hak dari manusia seluruh Warga Negara Indonesia; 2) Lahirnya diharapkan
undang-undang menjadi
administrasi
momentum
perbaikan
kependudukan administrasi
kependudukan yang menyeluruh sehingga lahir satu sistem administrasi kependudukan yang terkoordinasi dan terintegrasi dalam pengendalian penduduk yang nantinya akan menjadi data obyektif bagi pemerintah dalam merencanakan program 54 55
Ibid., hlm. 24 Ibid., hlm. 27
commit to user
104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembangunan
pemberantasan
kemiskinan,
melindungi
keamanan nasional dari kemungkinan intervensi kepentingan asing yang merugikan kepentingan nasional dan kepentingan bagi pelayanan masyarakat lainnya; 3) Undang-undang ini dengan jelas menegaskan jaminan kepada penduduk untuk memperoleh status kewarganegaraannya, kebebasan
memeluk
agama,
meyakini
kepercayaan,
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkan serta berhak kembali.56 j. Fraksi Partai Damai Sejahtera Mengemukakan bahwa, rancangan undang-undang ini telah didasarkan kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan kedua kepada undang-undang yang menjamin hak-hak rakyat Indonesia dan seluruh amanat konstitusi bagi penduduk. Dalam forum tersebut, Fraksi Partai Damai Sejahtera juga mengajukan usulan sebagai berikut: 1) Sesuai dengan poin 3 masih perlu hearing dan uji publik yang lebih komprehensif untuk masukan pada undangundang tersebut; 2) Perlu mendengar masukan dari ahli hukum pidana dan pihak Kepolisian terhadap Bab 10, agar tidak terdapat pekerjaan yang tumpang tindih yang tidak bermanfaat kedepan;dan 3) Mengusulkan agar agenda pengesahan rancangan undangundang administrasi kependudukan di tunda sementara dengan alasan-alasan seperti tersebut.57 Menteri Dalam Negeri menyampaikan hasil dari Panitia Kerja, Tim Perumus, dan Tim Sinkronisasi rancangan undang-undang tentang administrasi kependudukan, sebagai berikut: 56 57
Ibid., hlm. 28 Ibid., hlm. 29
commit to user
105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Panitia Kerja Pembahasan Panitia Kerja dilakukan sebanyak 7 kali hasilnya sebagai berikut: 1) Dari jumlah 531 DIM yang disampaikan fraksi-fraksi kepada Komisi II DPR-RI melalui rapat kerja, rancangan undangundang tersebut telah di bahas dan diselesaikan seluruhnya dalam Panitia Kerja; 2) Hal-hal penting lainnya yang telah disepakati adalah eksistensi
kelembagaan
yang
menangani
administrasi
kependudukan tetap disepakati merupakan tugas pokok dan fungsi Departemen Dalam Negeri, sehingga di pandang belum diperlukan pembentukan badan tersendiri; 3) Nomor Induk Kependudukan sebagai identitas tunggal seorang penduduk dan kunci akses dalam pelayanan kependudukan wajib dicantumkan pada setiap dokumen kependudukan sebagai hasil pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil sebagai dasar penerbitan paspor, Surat Izin Mengemudi, Nomor Pokok Wajib Pajak, Polis Asuransi, Sertifikat Atas Tanah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan; 4) Kewenangan dan tanggung jawab di bidang administrasi kependudukan meliputi kewenangan penyelenggaraan dalam hal ini apakah Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Instansi Pelaksana yaitu perangkat kabupaten maupun perangkat kota yang bertanggung jawab dan berwenang dalam mengelola administrasi kependudukan; 5) Disepakati adanya bab tersendiri mengenai perlindungan data pribadi;dam 6) Disepakati adanya pengaturan sanksi dan ketentuan pidana kepada
penduduk, pejabat commit to user
dan
para
petugas
pada
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penyelenggaraan dan instansi pelaksana yang mengemban dan mengelola di bidang administrasi kependudukan.58 b. Tim Perumus Hal-hal penting yang telah dirumuskan dan disepakati dalam Tim Perumus meliputi: 1) Pencantuman dan pengisian kolom agama pada KK dan KTP, bagi pemeluk agama kolom agama diisi sedangkan bagi penghayat kepercayaan kolom agama tidak diisi, namun data dan keterangan mengenai penghayat kepercayaan di rekam dalam database kependudukan dan telah dirumuskan dalam Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (2); 2) Sanksi administratif dan sanksi pidana bagi penyelenggara dan petugas pada instansi pelaksana. 3) Materi baru yang masuk dalam perumusan terdapat 2 (dua) materi baru yang disempurnakan dalam perumusan yaitu data kependudukan dan perlindungan data pribadi penduduk. Adapun materi yang dihapuskan substansi mengenai peran serta masyarakat Pasal 90 dengan pertimbangan tidak perlu dicantumkan secara eksplisit dalam pasal batang tubuh undang-undang. c. Tim Sinkronisasi Materi baru yang disesuaikan dalam Tim Sinkronisasi, meliputi: 1) Agama
atau penghayat
kepercayaan dalam
dokumen
kependudukan, khusus masalah ini telah diusulkan kembali ke Pantia Kerja untuk mendapatkan kesempatan mengingat masalah agama dan penghayat kepercayaan tidak termasuk dalam domain administrasi kependudukan; 2) Pengertian sistem informasi kependudukan;
58
Ibid., hlm. 31
commit to user
107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Pemberian hak akses dalam pengelolaan data kependudukan dan penegasan kewenangan pemerintah dalam penetapan sistem
pelaksanaan
administrasi
kependudukan
serta
pencetakan, penerbitan dan distribusi blangko. 59 Rancangan undang-undang tentang administrasi kependudukan yang telah diajukan oleh Pemerintah mengalami beberapa perubahan setelah dilaksanakannya pembahasan tersebut. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Penambahan konsiderans tentang perlunya peningkatan pelayanan yang profesional yang didukung oleh kesadaran penduduk untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan; 2) Penambahan istilah Instansi Pelaksana dalam Ketentuan Umum; 3) Penambahan kewajiban Pemerintah, yaitu sosialisasi, pengelolaan dan penyajian data kependudukan secara nasional, pencetakan, penerbitan dan pendistribusian blangko dokumen kependudukan; 4) Penambahan kewajiban Pemerintah Provinsi, yaitu pengelolaan dan penyajian data kependudukan skala provinsi; 5) Penambahan kewajiban Pemerintah Kabupaten dan Kota, yaitu koordinasi administrasi kependudukan, pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan administrasi kependudukan, pengelolaan dan penyajian data kependudukan, dan koordinasi dan pengawasan; 6) Penambahan ayat tentang masa berlaku Surat Keterangan Tempat Tinggal bagi Orang Asing yang memiliki izin tinggal terbatas; 7) Istilah “melaporkan” diubah menjadi “mendaftarkan”; 8) Penambahan ayat tentang Pencatatan Kematian di Indonesia, yaitu dalam hal kematian seseorang tidak jelas identitasnya, Instansi Pelaksana
melakukan
pencatatan
kematian
berdasarkan
keterangan dari kepolisian;
59
Ibid., hlm. 33
commit to user
108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9) Penambahan ayat tentang pengakuan anak, yaitu kewajiban melaporkan pengakuan anak dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak yang lahir diluar hubungan perkawinan yang sah; 10) Penambahan pasal tentang data kependudukan; 11) Penambahan kewenangan penandatanganan surat keterangan pindah dan surat keterangan pindah datang antar kelurahan dan antar kecamatan; 12) Penambahan unsur dalam kolom Kartu Keluarga, meliputi status perkawinan, Status Hubungan Dalam Keluarga, Dokumen Imigrasi, dan Nama Orang Tua; 13) Penambahan unsur dalam Kartu Tanda Penduduk, meliputi Kewarganegaraan, Pas Foto, dan Status Perkawinan; 14) Penambahan tentang ketentuan dalam penulisan agama yang belum diakui dan penghayat kepercayaan dalam Kartu Tanda Penduduk; 15) Penambahan
ketentuan
tentang
Kartu
Tanda
Penduduk
Elektronik; 16) Penambahan tentang pengaturan integrasi data peristiwa penting antara KUA dengan database kependudukan; 17) Penambahan tentang batas waktu penerbitan surat keterangan kematian, pembatalan perkawinan, dan pembatalan perceraian; 18) Penambahan pasal tentang perlindungan data dan dokumen kependudukan yang didalamnya mengatur mengenai kewajiban negara, dan hak akses data dan dokumen kependudukan; 19) Penghapusan pasal tentang peran serta masyarakat; 20) Penambahan pasal tentang pengguna data pribadi; 21) Penambahan denda bagi Orang Asing yang tidak membawa KTP atau Surat Keterangan Tempat Tinggal pada saat bepergian; 22) Penghapusan pasal ketentuan pidana tentang: commit to user
109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a) Penduduk yang tidak melaporkan peristiwa penting atau peristiwa kependudukan yang dialaminya atau keluarganya; b) Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Indonesia yang tidak melaporkan peristiwa penting yang dialaminya atau keluarganya; c) Penduduk yang sengaja memberikan keterangan dan buktibukti yang tidak benar; d) Setiap orang yang melakukan tindakan yang mengganggu pelaksanaan administrasi kependudukan; 23) Penambahan pasal ketentuan pidana tentang: a) Pemalsuan surat dan/atau dokumen kependudukan; b) Tanpa hak mengakses database kependudukan; c) Tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan blangko dokumen kependudukan; d) Mendaftarkan diri lebih dari satu Kartu Keluarga atau memiliki Kartu Tanda Penduduk lebih dari satu; e) Penambahan ancaman pidana bagi pejabat dan petugas pada penyelenggara dan Instansi Pelaksana yang melakukan tindak pidana. 24) Penambahan ayat pada ketentuan peralihan mengenai Nomor Induk Kependudukan dan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan;dan 25) Percepatan pembuatan peraturan pelaksanaan yang semula diajukan pemerintah 3 (tiga) tahun setelah undang-undang ditetapkan menjadi 1 (satu) tahun setelah diundangkan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan diundangkan pada tanggal 29 Desember 2006. Sementara Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan pada tanggal 28 Juni 2007. commitdiundangkan to user
110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Politik hukum menurut Soedarto didefinisikan sebagai kebijakan dari negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicitacitakan.60 Sehubungan dengan definisi tersebut diatas, maka Huruf b Konsiderans Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional mengemukakan bahwa Indonesia memerlukan perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.61 Salah satu arah pembangunan nasional dalam jangka panjang adalah mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing. Dalam pembangunan tersebut, sistem administrasi kependudukan dianggap penting dilakukan untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah serta mendorong terakomodasinya hak penduduk dan perlindungan sosial.62 Guna mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan, dalam hal ini pembangunan kesejahteraan sosial dalam rangka memberikan perlindungan pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung disempurnakan melalui penguatan lembaga jaminan sosial yang didukung oleh peraturan perundang-undangan, pendanaan, serta sistem Nomor Induk Kependudukan.63 Dapat dilihat bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, pembangunan administrasi kependudukan telah mulai direncanakan
60
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, op.cit.,hlm. 28 Konsiderans Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 62 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 hal.46 63 commit to user Ibid., hal.69 61
111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
khususnya pembangunan database kependudukan melalui penerbitan Nomor Induk Kependudukan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pembangunan Administrasi Kependudukan di Indonesia berada di bawah Kementrian Dalam Negeri masuk dalam Rencana Strategis Kementrian Dalam Negeri 2010-2014 sebagai bagian dari agenda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. Rencana Strategis Kementrian Dalam Negeri tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2011 tentang Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kementrian Dalam Negeri Tahun 2010-2014. Pembangunan Administrasi Kependudukan masuk dalam prioritas Refomasi Birokrasi dan Tata Kelola. Upaya penataan administrasi kependudukan difokuskan pada penyelenggaraan Sistem Administrasi Kependudukan (SAK) yang didukung oleh empat subsistem berupa pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, informasi kependudukan, dan pendayagunaan data secara konsekuen, terpadu dan berkelanjutan dari tingkat nasional sampai daerah. Tantangan kedepan yang perlu mendapat perhatian dan tindak lanjut adalah diarahkan pada pembangunan Sistem Informasi Asministrasi Kependudukan dalam rangka penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tunggal secara nasional pada tahun 2011, dengan dukungan teknologi informasi pengolahan data yang terintegrasi.64 Adapun sasaran dari tujuan yang ingin dicapai Kementrian Dalam Negeri dalam periode 2010-2014 dalam bidang administrasi kependudukan adalah sebagai berikut: 1. Tertib
database
kependudukan
berbasis
Nomor
Induk
Kependudukan Nasional dan pelayanan dokumen kependudukan; 2. Terwujudnya pemberian Nomor Induk Kependudukan pada setiap penduduk; 3. Terciptanya koneksitas Nomor Induk Kependudukan dengan
64
identitas kependudukan; commit to user Lampiran I Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2011, hal. 5
112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Terwujudnya
perencanaan
dan
keserasian
kebijakan
kependudukan;dan 5. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam administrasi kependudukan.65 Dalam rangka mendukung pelaksanaan Prioritas Nasional Tahun 2010-2014 bidang administrasi kependudukan, Kementrian Dalam Negeri menetapkan Indikator Kinerja Program. Indikator tersebut adalah meningkatnya tertib database kependudukan berbasis Nomor Induk Kependudukan nasional dan pelayanan dokumen kependudukan, terwujudnya pemberian Nomor Induk Kependudukan pada setiap penduduk, koneksitas Nomor Induk Kependudukan dengan identitas kependudukan, serta terwujudnya perencanaan dan keserasian kebijakan kependudukan, yang dikur dari: 1) Jumlah kabupaten/kota yang database kependudukan tersambung (on-line) dengan provinsi dan nasional; 2) Jumlah kabupaten/kota yang melakukan Konsolidasi data kependudukan secara nasional, berjenjang untuk mewujudkan NIK tunggal; 3) Jumlah kabupaten/kota yang melakukan Pemutakhiran database kependudukan Kabupaten/Kota; 4) Jumlah
kabupaten/kota
yang
telah
terpenuhi
jaringan
komunikasi, serta sarana dan prasarana SIAK di daerah maupun data center kependudukan secara on-line; 5) Jumlah
kabupaten/kota
yang
memberikan
Nomor
Induk
Kependudukan (NIK) kepada setiap penduduk; 6) Jumlah K/L yang dapat mengakses database kependudukan berbasis NIK Nasional dan atau digunakan sebagai dasar penerbitan dokumen, informasi untuk pelayanan publik; 7) Jumlah kabupaten/kota yang menerapkan SIAK dalam pelayanan
65
administrasi kependudukan secara tersistem dan utuh; commit to user Ibid., hal. 20
113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8) Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan perekaman biodata, foto dan sidik jari penduduk secara terintegrasi di daerah; 9) Jumlah SDM yang disediakan kabupaten/kota dalam pengelolaan SIAK dan Petugas registrasi; 10) Jumlah kabupaten/kota tahap pertama yang menerapkan KTP berbasis NIK Nasional; 11) Jumlah penduduk menerima e-KTP berbasis NIK dengan perekaman sidik jari; 12) Jumlah daerah yang telah menetapkan perda sebagai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
dalam
penyelenggaraan
administrasi
kependudukan; 13) Persentase Pemda (kabupaten/kota) yang memiliki dokumen perencanaan kependudukan; serta 14) Sosialisasi administrasi kependudukan secara terus menerus kepada masyarakat.66 Indikator-indikator tersebut dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai bagian dari urusan pemerintahan konkuren. Urusan konkuren merupakan urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dab Daerah Kabupaten/Kota.67 Pelayanan administrasi kependudukan masuk dalam urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.68 Perkembangan administrasi kependudukan di Indonesia setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Keseriusan Pemerintah terlihat dari lahirnya produk hukum baru sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, meliputi: 66
Ibid., hal. 49 commit Lihat Pasal 9 Ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 2014to 68 Lihat Pasal 12 ayat (2), ibid. 67
user
114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) a. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2006. b. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2012 tentang Perubahan PP Nomor 37 Tahun 2007. 2) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. 3) a. Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis NIK secara Nasional. b. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Karta Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional. c. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Karta Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional. d. Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2012 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Karta Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional. e. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat Atas Perpres Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Karta Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional. 4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta yang Diterbitkan Oleh Negara Lain. 5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian serta Tugas Pokok Pejabat Pencatatan Sipil dan Petugas Registrasi. commit to user
115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan Dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. 7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2011 tentang Standar, Spesifikasi Perangkat Keras, Perangkat Lunak Blanko KTP Berbasis NIK Secara Nasional. 8) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Penerbitan KTP Berbasis NIK Secara Nasional sebagaimana diubah terakhir kalinya dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2014. 9) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penerbitan Dokumen Pendaftaran Penduduk Sebagai Akibat Perubahan Alamat. 10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengkajian, Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan. 11) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2012 tentang Monografi Desa dan Kelurahan. 12) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendokumentasian Hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. 13) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Proyeksi Penduduk di Daerah. 14) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 68 Tahun 2012 tentang Tata
Cara
Pelaporan
Penyelenggaraan
Administrasi
Kependudukan. 15) Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 70 Tahun 2014 tentang Pendelegasian Wewenag Penunjukan/Penetapan Kuasa Pengguna Anggaran Dana Tugas Pembantuan dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Anggaran Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas commit to user kependudukan. Pembantuan Bidang Administrasi
116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perkembangan administrasi kependudukan khususnya bidang Pendaftaran Penduduk setelah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, penataan administrasi kependudukan lebih mengarah kepada pembangunan database kependudukan sekaligus penerbitan dokumen kependudukan berbasis Nomor Induk Kependudukan. Pembangunan tersebut dimulai dengan lahirnya payung hukum Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional. Dengan ditetapkannya peraturan presiden tersebut, pembangunan administrasi kependudukan telah dimulai dengan penerbitan Nomor Induk Kependudukan kepada seluruh Penduduk Indonesia yang diikuti dengan penerbitan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau yang selanjutnya disingkat KTP-el. Bidang Pencatatan Sipil sebagai bagian dari Administrasi Kependudukan
juga
mengalami
perkembangan
setelah
dimenangkannya gugatan di Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Adapun putusan rapat Permusyawaratan Hakim Konstitusi adalah sebagai berikut: 1) Kata “persetujuan” dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang tidak dimaknai sebagai “keputusan”; 2) Kata “persetujuan” dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai commit to user dengan “keputusan”;
117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Frasa “sampai dengan 1 (satu) tahun” dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan betentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4) Frasa “sampai dengan 1 (satu) tahun” dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 5) Pasal 32 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan selengkapnya menjadi, “Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran,
pencatatan
dilaksanakan
setelah
mendapatkan
keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat”; 6) Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 7) Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 8) Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 9) Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.69 Berdasarkan putusan tersebut, maka pelaporan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran tidak melalui penetapan pengadilan negeri melainkan cukup
69
dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan dari Kepala Instansi commit to user Putusan MK Nomor 18/PUU-XI/2013 hal 20
118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pelaksana. Putusan tersebut menjadi salah satu tonggak diajukannya rancangan undang-undang tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Putusan Mahkamah Konstitusi lainnya yang mempengaruhi perubahan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan adalah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VIII/2010 yang diajukan oleh Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti Mochtar Ibrahim dan Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono. Gugatan diajukan guna menguji Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Putusan tersebut mempengaruhi ketentuan mengenai Pencatatan Pengakuan Anak Pasal
49
Undang-Undang Nomor
23
Tahun
2006 tentang
Administrasi Kependudukan. Melalui Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 04/DPR RI/II/2012-2013 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2013, rancangan undang-undang tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan masuk dalam skala prioritas pada tahun 2013 untuk dilakukan pembahasan bersama dengan 69 rancangan undang-undang lainnya.70 Pada tanggal 19 Juni 2013, dalam rapat kerja antara Menteri Dalam Negeri bersama dengan Komisi II DPR RI dengan dengan agenda mendengar pendapat fraksi-fraksi membahas mengenai rancangan undang-undang tersebut. Dalam acara tersebut fraksi-fraksi mengemukakan pendapat sebagai berikut: 1) Fraksi Partai Golongan Karya Fraksi Partai Golongan Karya menyetujui rancangan undangundang 70
tersebut. RUU perubahan commit to user
tentang
Administrasi
www.bphn.go.id
119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kependudukan diposisikan sebagai bagian dari upaya untuk memberikan perlindungan dan pengakuan atas status hukum atas peristiwa kependudukan maupun peristiwa penting yang dialami penduduk. Selain itu masa berlaku KTP elektronik perlu mendapatkan penyesuaian menjadi seumur hidup kecuali ada perubahan elemen data. 2) Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Fraksi ini lebih menekankan pada penyesuaian dan penyamaan denda administrasi antara WNI dan WNA. 3) Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Menyatakan bahwa RUU tersebut penting dan strategis, karena sebagai
dasar
dalam
penataan
administrasi
di
bidang
kependudukan dan catatan sipil, terdapat sejumlah kelemahan yang mengharuskan adanya penyempurnaan. Penekanannya pada kewajiban negara yang perlu terus didorong peran aktifnya untuk memenuhi hak-hak masyarakat, khususnya dalam hal memberi jaminan perlindungan dan pengakuan atas jati diri warga negara sebagai penduduk Indonesia. Selain itu, penekanan fraksi ini pada upaya penghentian diskriminasi dalam hal pencantuman orang yang beragama (disediakan kolom agama) dengan penganut kepercayaan (tidak disediakan kolom kepercayaan). Dalam agenda tersebut rancangan undang-undang mendapat persetujuan pula dari Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Hanura, Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.71 Berdasarkan persetujuan tersebut, maka rancangan undang-undang tersebut masuk dalam sidang kumulatif terbuka pada periode tahun 2013. Rancangan undang-undang tentang perubahan Undang-Undang
71
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan tersebut commit to user http://www.dpr.go.id diunduh pada tanggal 17 November 2014 jam 10.00 WIB
120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan rancangan undang-undang atas inisiatif pemerintah. Oleh karenanya, maka naskah akademis dan rancangan undang-undang diajukan oleh pemerintah kepada DPR. Dalam Naskah akademis yang diajukan oleh pemerintah tersebut, rancangan undang-undang tentang perubahan Undang-Undang Nomor Administrasi
Kependudukan
23 Tahun 2006 tentang
mempunyai
landasan
filosofis,
sosiologis dan yuridis sebagai berikut: 1) Landasan Filosofis Bahwa penyesuaian/revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan memberikan gambaran tujuan negara yakni kesejahteraan masyarakat dengan tidak melakukan diskriminasi serta tetap memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang ada. 2) Landasan Sosiologis Bahwa penyesuaian ini merupakan tuntutan masyarakat yang disampaikan oleh anggota dewan melalui pemerintah baik di Pusat dan Daerah. 3) Landasan Yuridis Bahwa secara yuridis hal ini sangat memungkinkan untuk memperkuat dan mensinergikan dengan regulasi yang ada dan yang terkait.72 Adapun beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang akan disesuaikan, sebagai berikut: 1) Masa berlaku KTP Dengan diubahnya masa berlaku KTP menjadi seumur hidup sepanjang tidak ada perubahan status domisili atau perlunya disesuaikan sehubungan telah terjadinya peristiwa penting maupun peristiwa kependudukan yang mengakibatkan berubahnya commit to user Naskah akademik rancangan uu tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 72
121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
salah satu elemen KTP. Diharapkan dengan adanya perubahan tersebut akan dapat menghemat anggaran sekaligus akan memberikan kemudahan bagi penduduk untuk memperoleh pelayanan publik yang efektif dan efisien. 2) Sanksi Bagi Orang Asing Penerapan sanksi administrasi kependudukan bagi Orang Asing dengan denda yang jauh lebih besar daripada Warga Negara Indonesia bisa menimbulkan pandangan adanya diskriminasi. Dengan adanya penetapan batas maksimal besaran denda bagi Penduduk Warga Negara Indonesia dan Penduduk Warga Negara Asing, maka diharapkan akan dapat menghapus diskriminasi. 3) Hak Akses Data Kependudukan Sejalan dengan telah terbangunnya database kependudukan nasional, maka diharapkan dapat menjadi rujukan/dasar atas pemanfaatan data kependudukan bagi instansi terkait/instansi pengguna dalam penyelenggaraan setiap kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, guna mendukung perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional secara menyeluruh.73 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan diundangkan pada 24 Desember 2013 melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Konsiderans Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan mengamanahkan bahwa dalam rangka memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap perisiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh 73
commit to user Ibid.
122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penduduk dan/atau Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta dalam rangka peningkatan pelayanan Administrasi Kependudukan yang profesional, memenuhi standar teknologi informasi, dinamis, tertib, dan tidak diskriminatif dalam pencapaian standar pelayanan minimal menuju pelayanan prima yang menyeluruh untuk mengatasi permasalahan kependudukan perlu dilakukan penyesuaian atas beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.74 Beberapa ketentuan
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang mengalami penyesuaian dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan adalah sebagai berikut: 1) Penambahan Pengertian tentang Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang selanjutnya disingkat KTP-el beserta kelengkapan dan keamanan berupa chip didalamnya; 2) Penambahan ketentuan tentang petugas registrasi; 3) Penambahan tugas dan kewenangan Unit Pelaksana Teknis Instansi Pelaksana; 4) Penambahan tentang kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah mengenai fasilitasi, pembinaan, pemantauan, penyediaan blangko KTP-el bagi kabupaten/kota, penyediaan blangko dokumen kependudukan selain blangko KTP-el melalui Instansi Pelaksana, dan pengawasan; 5) Penambahan kewajiban pemerintah provinsi mengenai penyajian data
kependudukan
berskala
provinsi
berasal
dari
data
kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementrian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri; commit to user Lihat Konsiderans Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 74
123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6) Penambahan kewajiban pemerintah kabupaten/kota mengenai penyajian data kependudukan berskala kabupaten/kota berasal dari data kependudukan yang telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh
Kementrian
yang
bertanggung
jawab
dalam
urusan
pemerintahan dalam negeri; 7) Penambahan kewajiban Instansi Pelaksana untuk mencetak, menerbitkan, dan mendistribusikan Dokumen Kependudukan; 8) Pengubahan penerapan asas peristiwa menjadi asas domisili dalam pelayanan pelaporan pencatatan kelahiran; 9) Pengubahan prosedur pelayanan pencatatan pelaporan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran yang semula mempersyaratkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana bagi pelaporan yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun menjadi keputusan Instansi Pelaksana; 10) penghapusan
kewajiban
pencatatan
pelaporan
berdasarkan
penetapan pengadilan negeri bagi pelaporan yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun; 11) Penambahan kewajiban ketua rukun tetangga atau nama lainnya dalam melaporkan peristiwa kematian di domisilinya; 12) Pengubahan penerapan asas peristiwa menjadi asas domisili dalam pelayanan pelaporan pencatatan kematian; 13) Penambahan
pengaturan
mengenai
pengakuan
anak,
yaitu
memperbolehkan pengakuan bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama tetapi belum sah menurut hukum negara; 14) Penambahan pengaturan mengenai pengesahan anak, yaitu memperbolehkan pengesahan bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama dan hukum negara; commit to user
124
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15) Pengubahan pengaturan pencatatan pengesahan anak yang semula menggunakan catatan pinggir diubah menjadi penerbitan akta pengesahan anak; 16) Penambahan elemen data perseorangan, yaitu sidik jari, iris mata, tanda tangan, dan elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang; 17) Penambahan
pengaturan
mengenai
pemanfaatan
Data
Kependudukan; 18) Penambahan pengaturan mengenai pengurusan KTP-el bagi Orang Asing; 19) Penambahan ayat tentang fungsi Nomor Induk Kependudukan sebagai dasar pelayanan publik sekaligus kewajiban pemerintah untuk pengintegrasian tersebut dalam jangka waktu maksimal 5 (lima) tahun; 20) Pengubahan ketentuan tentang elemen data penduduk tentang agama, yakni bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan; 21) Pengubahan masa berlaku KTP-el; 22) Penambahan Kutipan Akta Pengesahan Anak dalam ragam Kutipan Akta Pencatatan Sipil; 23) Kewajiban negara untuk menyimpan dan melindungi data perseorangan; 24) Penambahan hak Menteri untuk dapat memberikan hak akses kepada pengguna; 25) Penambahan
larangan
bagi
petugas
dan
pengguna
menyebarluaskan Data Kependudukan yang tidak sesuai dengan kewenangannya; 26) Penambahan ketentuan tentang tidak dipungut biaya pengurusan commit to user dan penerbitan Dokumen Kependudukan;
125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27) Penambahan bab tentang pengangkatan dan pemberhentian pejabat struktural; 28) Pengubahan jenis Data Pribadi Penduduk yang harus dilindungi, yaitu keterangan tentang cacat fisik dan/atau mental, sidik jari, iris mata, tanda tangan dan elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang; 29) Penghapusan Pasal 87; 30) Penambahan bab tentang pendanaan; 31) Penambahan beberapa pasal tentang ketentuan pidana75 Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sampai dengan penelitian ini dilaksanan belum ditetapkan. 2. Hak-Hak Penduduk Dalam Administrasi Kependudukan di Indonesia Upaya perlindungan terhadap hak-hak penduduk juga tertuang dalam Pasal 28 B ayat (1) , Pasal 28 D ayat (4), Pasal 28 E ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 I, Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (3). Pengaturan tersebut sebagai berikut: 1) Pasal 28 B ayat (1) “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah” 2) Pasal 28 D ayat (4) “Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.” 3) Pasal 28 E ayat (1) “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendudukan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Pasal 28 E ayat (2) commit to user Rangkuman Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 75
126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” 4) Pasal 28 I ayat (1) “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.” 5) Pasal 28 I ayat (2) “Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” 6) Pasal 28 I ayat (3) “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.” 7) Pasal 28 I ayat (4) “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. 8) Pasal 28 I ayat (5) “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai denga prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan.” 9) Pasal 29 ayat (1) “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.” 10) Pasal 34 ayat (1) “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.” 11) Pasal 34 ayat (3) “Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.” commit to user
127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sesuai dengan Pasal 28 I ayat (5) tersebut, pengaturan mengenai hak-hak penduduk dalam bidang administrasi kependudukan tersebut kemudian dituangkan untuk pertama kalinya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Konsiderans Undang-Undang Kependudukan
Nomor
23
Tahun
mengamanatkan
2006
bahwa
tentang
Administrasi
pangaturan
administrasi
kependudukan diperlukan dalam upaya memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami Penduduk Indonesia dan Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyatakan bahwa setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh: 1) Dokumen Kependudukan; 2) pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; 3) perlindungan atas Data Pribadi; 4) kepastian hukum atas kepemilikan dokumen; 5) informasi mengenai data hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil atas dirinya dan/atau keluarganya;dan 6) ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil serta penyalahgunaan Data Pribadi oleh Instansi Pelaksana.76 Pemenuhan hak-hak tersebut lebih lanjut diatur dalam pasal-pasal Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2006
tentang
Administrasi
Kependudukan dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagai berikut: 1) Hak Untuk Memperoleh Dokumen Kependudukan
76
commit to user Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dokumen
kependudukan
adalah
dokumen
resmi
yang
diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.77 Hak penduduk untuk memperoleh dokumen kependudukan dalam pelayanan pendaftaran penduduk meliputi: a) Nomor Induk Kependudukan sebagai hasil pencatatan biodata penduduk;78 b) Surat Keterangan Pindah Penduduk;79 c) Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk;80 d) Surat Keterangan Pindah Luar Negeri;81 e) Surat Keterangan Datang Dari Luar Negeri;82 f) Surat Keterangan Tempat Tinggal;83 g) KK dan KTP bagi Orang Asing yang mempunyai izin tinggal tetap;84 h) Surat Keterangan Kependudukan untuk Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan;85 i) KK bagi Penduduk Warga Negara Indonesia;86 j) KTP bagi Penduduk Warga Negara Indonesia;87 Hak penduduk untuk memperoleh dokumen kependudukan dalam pelayanan Pencatatan Sipil, meliputi: a) Kutipan akta kelahiran;88 77
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 79 Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 80 Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 81 Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 82 Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 83 Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 84 Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 85 Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 86 Pasal 62 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 87 Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 88 user Pasal 27 ayat (2), Pasal 29 ayat (3), dancommit Pasal 30to ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 78
129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Surat Keterangan Lahir Mati;89 c) Kutipan Akta Perkawinan;90 d) Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan; 91 e) Kutipan Akta Perceraian;92 f) Kutipan Akta Kematian;93 g) Catatan Pinggir pada Akta Kelahiran Anak Angkat; 94 h) Kutipan Akta Pengakuan Anak;95 i) Kutipan Akta Pengesahan Anak;96 j) Catatan Pinggir pada Akta Kelahiran pemohon ganti nama;97 k) Catatan Pinggir pada Akta Kelahiran pemohon perubahan status kewarganegaraan;98 Hak penduduk untuk memperoleh Dokumen Kependudukan dalam implementasinya mengalami hambatan. Hambatan tersebut diantaranya adalah penerapan Nomor Induk Kependudukan yang belum maksimal telah mengakibatkan permasalahan pada pelayanan publik, sebagai contoh adalah permasalahan pendaftaran CPNS dimana telah
terjadi
kekacauan
Nomor
Induk
Kependudukan
yang
mengakibatkan beberapa pelamar tidak dapat mendaftar karena Nomor Induk Kependudukan yang dimilikinya telah didaftarkan oleh orang lain dalam artian terdapat kepemilikan Nomor Induk Kependudukan ganda. Guna mengatasi hal tersebut penyelenggara memberikan solusi
89
Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 34 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 91 Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 92 Pasal 40 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 93 Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 94 Pasal 47 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 95 Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 96 Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 97 Pasal 52 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 98 to userNomor 23 Tahun 2006 tentang Pasal 53 ayat (2) dan Pasal 54 ayat (4) commit Undang-Undang Administrasi Kependudukan 90
130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan
diluncurkannya 99
cpnsindonesia.com.
website
Permasalahan
dengan yang
sama
alamat muncul
www. pada
penyusunan DPT dimana 10.4 juta data pemilih tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan yang valid.100 Selain
permasalahan
Nomor
Induk
Kependudukan,
permasalahan terkait penerapan KTP-el juga mengalami kendala. Kendala tersebut terjadi karena belum siapnya pelayanan reguler sebagai kelanjutan dari pelayanan massal yang telah diluncurkan sejak tahun 2010. Akibatnya penduduk yang mengalami perubahan elemen data KTP-el harus kembali menggunakan KTP non Elektronik karena belum siapnya pelayanan reguler tersebut. Bahkan sampai dengan pergantian tahun 2015, dimana Pasal 10B Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2013 menyatakan bahwa pelayanan tetap dilaksanakaan kepada pemegang KTP non Elektronik sampai dengan 31 Desember 2014, pelayanan penerbitan KTP-el belum dapat dilaksanakan karena kendala penyediaan blangko oleh Pemerintah Pusat. Salah satu contohnya adalah sebanyak 500.000 KTP-el Penduduk Jakarta belum dicetak.101 2) Hak untuk Memperoleh pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; Semangat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan
salah
satunya
adalah
untuk
menghapuskan diskriminasi dalam pelayanan Pencatatan Sipil.102 Pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil dalam administrasi kependudukan pertama kali dapat dilihat dari ketentuan bahwa setiap penduduk wajib memiliki Nomor Induk Kependudukan.103 Ketentuan tersebut tersirat dalam kewajiban Instansi
99
www.cpnsindonesia.com, diunduh pada tanggal 8 September 2014 jam 10.00 www. nasional.kompas.com, diunduh pada tanggal 5 Januari 2015 jam 10.37 101 www.egapolitan.kompas.com diunduh 5 Januari 2015 jam 10.38 102 user Konsiderans Undang-Undang Nomor commit 23 Tahunto 2006 tentang Administrasi Kependudukan 103 Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 100
131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pelaksana untuk memberikan Nomor Induk Kependudukan104 Nomor Induk Kependudukan merupakan hak penduduk pertama kali dalam pelayaan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Nomor Induk Kependudukan diterakan dalam setiap dokumen kepemilikan dan dokumen lainnya sebagai dasar pelayanan publik. Penduduk berhak untuk memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, terakomodir dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dimana Instansi Pelaksana wajib menyelenggarakan penerbitan perubahan dokumen penduduk dalam hal terjadi perubahan alamat.
pendaftaran
Terakomodirnya
pelayanan yang sama adalah pada pemenuhan hak penduduk untuk memperoleh pelayanan yang sama bagi penduduk yang masuk kategori rentan
administrasi
kependudukan,
dimana
mereka
berhak
mendapatkan Surat Keterangan Kependudukan untuk Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan;105 Hak
untuk mendapatkan
pelayanan yang sama sangat terasa terhadap orang terlantar dan komunitas terpencil yang mana tidak ada diskriminasi terhadap dua kelompok tersebut. Bagi penduduk yang tidak mampu melaksanakan sendiri pelaporan terhadap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang menyangkut dirinya sendiri dalam ketentuan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dapat dibantu Instansi Pelaksana atau meminta bantuan kepada orang lain.106 Dalam undang-undang tersebut juga mengakomodir adanya pencatatan peristiwa penting yang terjadi pada Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peristiwa
Penting
tersebut
adalah
Pencatatan
104
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 105 Pasal 25 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi commit to user Kependudukan 106 Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kelahiran,107Pencatatan
Perkawinan,108
Pencatatan
Perceraian,109
Pencatatan Kematian,110 Pencatatan Pengangkatan Anak,111 dan Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan dari Warga Negara Indonesia menjadi Warga Negara Asing; 112 Hak atas pelayanan yang sama pada Pendaftaran Penduduk termasuk didalamnya adalah kepemilikan Kartu Keluarga;113 dan kepemilikan KTP-el bagi yang telah memenuhi syarat;114 3) Hak Untuk Memperoleh perlindungan atas Data Pribadi; Data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi.115 Terdapat penambahan unsur Data Pribadi pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, hal tersebut merupakan upaya negara untuk melindungi data pribadi yang terus berkembang disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi modern. Namun demikian, penambahan data pribadi yang dilindungi tersebut belum jelas pengaturannya terutama tentang aib seseorang. Dalam upaya perlindungan terhadap data pribadi, petugas dilarang menyebarluaskan Data Pribadi yang tidak sesuai dengan kewenangannya.116 Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dikenakan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).117 Hal tersebut sesuai 107
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 109 Pasal 41 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 110 Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 111 Pasal 48 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 112 Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 113 Pasal 61 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 114 Pasal 63 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 115 Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 116 Pasal 86 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 117 to user Pasal 95A Undang-Undang Nomor 24commit Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 108
133
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan kewajiban Instansi Pelaksana untuk menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting. 118 4) Hak Untuk Memperoleh kepastian hukum atas kepemilikan dokumen; Pengaturan mengenai Dokumen Kependudukan masuk dalam jajaran peraturan perundang-undangan memberikan konsekuensi mengikatnya dokumen tersebut sebagai alat bukti yang autentik. Perihal tersebut didukung oleh pengaturan mengenai kewajiban Instansi Pelaksana selain mendaftar Peristiwa Kependudukan dan Peristwa Penting, Instansi Pelaksana juga berkewajiban untuk mencetak,
menerbitkan,
dan
mendistribusikan
Dokumen
Kependudukan.119 Ketentuan undang-undang tentang administrasi kependudukan memberikan kewenangan sekaligus kewajiban kepada Intansi Pelaksana administrasi kependudukan untuk menerbitkan Dokumen
Kependudukan
dari
setiap
pelaporan
Peristiwa
Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk baik yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepastian hukum atas kepemilikan dokumen terhadap Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pengaturan tentang pelaporan peristiwa kelahiran dan kematian yang terjadi di dalam pesawat terbang ataupun di dalam kapal laut.120 Upaya pemenuhan hak Penduduk terhadap kepastian hukum atas kepemilikan dokumen terlindungi pula oleh adanya ketentuan pidana tentang pemalsuan data kependudukan sampai dengan pemalsuan dokumen kependudukan baik oleh Penduduk maupun oleh Petugas administrasi kependudukan.121 118
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 119 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 120 Lihat Pasal 30 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 121 commit to user Lihat Pasal 93, Pasal 94, Pasal 96 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; dan Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96 dan Pasal 96A Undang-Undang Nomor 24 Tahun
134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Hak Untuk Memperoleh informasi mengenai data hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil atas dirinya dan/atau keluarganya;dan Setiap pelaporan penduduk terhadap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialaminya dan/atau dialami keluarganya berhak mendapatkan dokumen kependudukan. Hak tersebut sejalan dengan kewajiban Instansi Pelaksana untuk menerbitkan Dokumen Kependudukan.122 Lebih lanjut hak tersebut diperkuat dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang memberikan kewajiban kepada Instansi Pelaksana atau Pejabat yang diberi kewenangan untuk menerbitkan Dokumen Pendaftaran Penduduk dalam jangka waktu yang telah ditentukan.123 Namun ketentuan tersebut dalam implementasinya belum dapat diterapkan. 6) Hak Untuk Memperoleh ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil serta penyalahgunaan Data Pribadi oleh Instansi Pelaksana.124 Ketentuan mengenai pemberian ganti rugi dan pemulihan nama baik akibat kesalahan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil rupanya belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan maupun Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Dalam hal nama baik baru diatur sebatas perlindungan data pribadi penduduk beserta sanksi apabila terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh orang yang tanpa hak menyebarluaskan data kependudukan.125 Ketentuan pidana lain adalah penjatuhan sanksi pidana kepada orang yang 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 122 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 123 Pasal 69 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 124 Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 125 to user Pasal 95A Undang-Undang Nomor 24commit Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memerintahkan dan/atau melakukan manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk.126 3. Pengaturan Teknis Terkait Pemenuhan Hak-Hak Penduduk Dalam Administrasi Kependudukan di Indonesia Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan ditetapkan dalam beberapa peraturan organik tentang administrasi kependudukan. Pengaturan terkait pemenuhan hakhak penduduk dalam administrasi kependudukan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2006. Mengatur mengenai kewenangan Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota dalam melaksanakan sosialisasi, komunikasim informasi dan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat.127 Kewenangan tersebut secara tidak langsung merupakan hak yang dimiliki oleh penduduk dalam administrasi kependudukan. Dalam menjalankan kewenangannya Bupati/Walikota menyelenggarakan pelayanan dibidang administrasi kependudukan secara terus menerus, mudah, cepat dan mudah kepada seluruh penduduk. 128 Sebagai hasil dari
pelayanan
administrasi
kependudukan,
Bupati/Walikota
melakukan penyajian data kependudukan yang valid, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.129
Adapun
Dinas
Kependudukan
dan
Pencatatan Sipil yang ditunjuk sebagai Instansi Pelaksana 130 melaksanakan koordinasi dengan Kantor Urusan Agama dan instansi terkait
kabupaten/kota
kependudukan.131
UPTD
terkait Instansi
pelaksanaan Pelaksana
selaku
administrasi pelaksana
administrasi kependudukan pada kecamatan sesuai dengan kategori 126
Pasal 94 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan 127 Pasal 6, Pasal 7, Pasal 14 dan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 128 Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 129 Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 130 commit Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomorto 37user Tahun 2007 131 Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007
136
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang telah ditentukan132 melaksanakan pelayanan pencatatan sipil pada tingkat kecamatan.133 Peraturan pemerintah ini juga mengatur tentang catatan peristiwa penting yang dimasukkan dalam elemen data pribadi penduduk sehingga dilindungi kerahasiaannya.134 Pengaturan mengenai penyimpanan dan perlindungan data pribadi penduduk antara lain mengatur mengenai larangan penggunaan data pribadi sebagai bahan informasi publik.135 Dalam rangka memenuhi hak asasi manusia dalam memeluk agama dan kepercayaan, peraturan pemerintah ini lebih jauh mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan perkawinan bagi penghayat kepercayaan. 136 2) Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2012 tentang Perubahan PP Nomor 37 Tahun 2007. Peraturan ini lahir dalam rangka mewujudkan tertib administrasi kependudukan serta keberlangsungan penyediaan data kependudukan secara nasional, yang mana Pemerintah bertanggungjawab dalam menyediakan data kependudukan yang akurat dan terkini.137 Peraturan ini lebih mengatur mengenai operasional Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) sebagai penunjang teknologi informasi pelayanan administrasi kependudukan. 3) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Peraturan presiden ini
menegaskan bahwa Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil bertujuan untuk memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen penduduk, perlindungan status hak sipil penduduk, dan mendapatkan data yang mutakhir, benar dan lengkap.138 Kaitannya dengan pemenuhan hak-hak penduduk, peraturan presiden 132
Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 134 Pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 135 Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 136 Bab X Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 137 commit user2012 Konsiderans Peraturan Pemerintah Nomor 102toTahun 138 Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 133
137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut memuat tentang syarat dan tata cara pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil dalam pemenuhan hak atas kepemilikan Dokumen Kependudukan139, ketentuan mengenai sanksi berupa denda administratif bagi keterlambatan pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting,140 dan biaya pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.141 Pemenuhan hak penduduk untuk memperoleh Dokumen Kependudukan sesuai dengan waktunya, maka peraturan presiden ini juga menetapkan adanya penjatuhan sanksi berupa denda administratif begi pejabat pada Instansi Pelaksana yang melakukan tindakan memperlambat pengurusan
Dokumen
Kependudukan
dalam
batas
waktu
yang
ditentukan.142 4) Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional. Peraturan presiden ini ditetapkan dalam rangka mewujudkan kepemilikan satu Kartu Tanda Penduduk untuk satu penduduk yang memiliki kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan berbasis Nomor Induk Kependudukan.143 Pemenuhan hak penduduk atas Dokumen Kependudukan tersebut dipertegas pada ketentuan bahwa setiap penduduk wajib KTP berhak memperoleh KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana sesuai domisili penduduk yang bersangkutan.144 5) Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2012 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009. Kaitannya dengan pemenuhan hak penduduk dalam administrasi kependudukan adalah tentang kewajiban
instansi
pemerintah
dan
daerah,
lembaga
perbankan,
pemerintah,
swasta
untuk
memberikan pelayanan bagi penduduk dengan dasar KTP Elektronik 139
Pasal 4 -103 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Pasal 104, Pasal 105 dan Pasal 107 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 141 Pasal 108 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 142 Pasal 106 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 143 commit to user Konsiderans Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 144 Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 140
138
perpustakaan.uns.ac.id
dengan
digilib.uns.ac.id
tidak
mempertimbangkan
tempat
penerbitan
KTP
145
Elektronik.
6) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pencatatan
Perkawinan
dan
Pelaporan
Akta
yang
Diterbitkan Oleh Negara Lain. Peraturan ini lebih banyak mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pelaporan dan pencatatan perkawinan yang melampaui batas waktu, pencatatan perkawinan yang ditetapkan pengadilan, pencatatan perkawinan Warga Negara Asing, dan Pelaporan Akta Pencatatan Sipil yang diterbitkan oleh negara lain, 7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Penerbitan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara
Nasional
sebagaimana
diubah
terakhirkalinya
dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2014. Peraturan ini memberikan hak penduduk untuk memperoleh dokumen kependudukan dengan adanya pelayanan pendaftaran penduduk serta pemberian pelayanan yang sama dalam administrasi kependudukan. Dimana peraturan tersebut memuat ketentuan tentang tata cara penerbitan KTP Elektronik secara massal, reguler dan bagi penduduk yang tidak mampu datang/melapor ke tempat pelayanan KTP Elektronik. 8) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penerbitan
Dokumen
Pendaftaran
Penduduk
Sebagai
Akibat
Perubahan Alamat. Sebagai
akibat
perubahan
alamat
karena
pemekaran
wilayah,penghapusan dan penggabungan daerah otonom, dan kebijakan pemerintah/pemerintah daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam hal ini wajib menerbitkan
145
user Pasal 10 B Peraturan Presiden Nomorcommit 26 Tahunto2009
139
perpustakaan.uns.ac.id
dokumen
digilib.uns.ac.id
pendaftaran
penduduk.146
Perubahan
Dokumen
Kependudukan tersebut meliputi Biodata Penduduk, Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, dan Surat Keterangan Tempat Tinggal. 147 Perubahan Dokumen Kependudukan dalam kategori diatas tidak dikenakan biaya.148
B. Pembahasan 1. Politik Hukum Administrasi Kependudukan di Indonesia Politik hukum adalah bagian dari ilmu yang membahas perubahan hukum yang berlaku (ius constitutum) menjadi hukum yang seharusnya (ius constituendum) untuk memenuhi perubahan kehidupan dalam masyarakat.149 Jika dilihat dari sejarah pembentukannya, pengaturan administrasi kependudukan di Indonesia telah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Hanya saja pengaturannya masih bersifat diskriminatif terhadap penduduk. Hal tersebut terjadi tidak lain karena bentuk dari pola politik hukum Pemerintah Hindia Belanda dalam menjalankan pemerintahannya pada masa itu. Setelah Indonesia merdeka, pengaturan mengenai administrasi kependudukan masih bersifat parsial dan masih dalam tataran dibawah undang-undang. Setelah 61 (enam puluh satu) tahun Indonesia merdeka, perundang-undangan tentang administrasi kependudukan baru dapat diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam kurun waktu 6 (enam) tahun, pengaturan mengenai administrasi kependudukan di Indonesia banyak mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi yang cukup pesat serta upaya peningkatan pelayanan publik yang semakin meningkat sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang makin modern. Tipologi tersebut sesuai 146
Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2011. Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 2011. 148 commit to10 user Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor Tahun 2011. 149 Bellefroid dalam H. Abdul Latif dan H. Hasbi Ali, op.cit, hlm. 8 147
140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan arah politik hukum nasional, dimana salah satu diantaranya adalah pembangunan hukum yang intinya adalah pembaharuan terhadap ketentuan hukum yang telah ada dan yang dianggap usang, dan penciptaan ketentuan hukum baru yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. 150 Berdasarkan pendapat Mahfud M.D, perihal beberapa masalah yang
harus
diperhatikan
dalam
politik
hukum,
perkembangan
administrasi kependudukan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan telah memberikan upaya dalam memelihara integrasi bangsa. Hal tersebut dapat dilihat pada kewajiban negara untuk melayani secara aktif terhadap penduduk yang masuk dalam kategori rentan administrasi kependudukan, khususnya bagi penduduk komunitas terpencil. Selain memberikan pelayanan bagi para penduduk rentan administrasi kependudukan, pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juga memberikan hak kepada Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan atas status pribadi dan status hukumnya, terutama terhadap peristiwa penting yang dialaminya. Sejalan dengan pokok masalah lain yang harus diperhatikan dalam politik hukum yaitu hukum harus mampu membangun terciptanya toleransi hidup beragama dan menjamin agar tak seorangpun melanggar atau dilanggar haknya dalam memeluk dam melaksanakan jaran agama yang diyakini atau dianut, pengaturan Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2006
tentang
Administrasi
Kependudukan telah memberikan ruang bagi penghayat kepercayaan untuk dapat direkam dalam database kependudukan. Dalam pembahasan sidangpun akhirnya tetap mencantumkan kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk sebagai hak sekaligus identitas penduduk. Diundangkannya
150
undang-undang
tentang
administrasi
kependudukan di Indonesia, merupakan salah satu langkah kebijakan commit to user Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, op.cit, hlm.31
141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang diambil pemerintah bersama DPR RI dalam memberikan pelayanan publik sekaligus pemenuhan hak-hak administrasi penduduk dalam bidang administrasi kependudukan. Berdasarkan definisi kebijakan publik sebagaimana dikemukakan oleh Thomas R. Dye, maka apabila dilihat dari risalah sidang pembahasan rancangan undang-undang tentang administrasi kependudukan, masukan-masukan lebih banyak mengarah kepada pilihan untuk melakukan suatu tindakan. Tindakan-tindakan tersebut lebih mengarah kepada pemenuhan hak-hak penduduk dalam hal perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting baik yang dialami oleh Warga Negara Indonesia dan atau Penduduk. Hal tersebut dapat dilihat dalam setiap pembahasan pasal demi pasal, peserta sidang
lebih
banyak
memberikan
masukan-masukan
mengenai
peningkatan pelayanan administrasi kependudukan terutama kemudahan akses pelayanan administrasi kependudukan
serta perlindungan data
pribadi penduduk.151 Tindakan yang diambil, juga merupakan sebuah tindakan dalam rangka menghapuskan diskriminasi dalam pelayanan administrasi kependudukan khususnya pelayanan pencatatan sipil yang sebelumnya masih menggunakan peraturan-peraturan Belanda yang masih bersifat diskriminatif serta penggunaan teknologi informasi dalam pencapaian pembangunan database kependudukan secara nasional yang digunakan sebagai dasar rencana pembangunan. Definisi politik hukum sebagaimana dikemukakan oleh Mahfud MD, maka politik hukum administrasi kependudukan sebagai suatu “legal policy” atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum merupakan sebuah langkah perubahan dari penggunaan peraturan yang bersifat parsial dan diskriminatif menuju pelayanan administrasi kependudukan yang mampu memberikan perlindungan serta pemenuhan terhadap hak-hak penduduk sekaligus pembangunan database kependudukan yang sangat berguna
151
dalam rencana pembangunan di segala bidang. Kebijakan yang ditempuh commit to user Lihat Risalah Sidang DPR RI pembahasan RUU Administrasi Kependudukan
142
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut pada akhirnya akan
mengerucut pada pelaksanaan alenia
keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam melindungi segenap bangsa Indonesia, baik yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun yang berada di luar wilayah. Tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Mahfud MD, jika dilihat dari sudut pandang politik hukum oleh Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, maka pembentukan undang-undang tentang administrasi kependudukan merupakan kebijakan pemerintah selaku eksekutif bersama dengan DPR RI selaku legislatif dalam rangka memberikan dasar perlindungan dalam bidang administrasi kependudukan terhadap ketentuan-ketentuan teknis yang akan berlaku guna
peningkatan
pelayanan
publik
di
bidang
administrasi
kependudukan. Pembentukan peraturan administrasi kependudukan dalam taraf perundang-undangan merupakan suatu langkah nyata adanya penggalian nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Penggalian nilai-nilai tersebut menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam pembentukan undang-undang administrasi kependudukan. Salah satu contoh adalah sebagai berikut. Ben Vincent Djeharu/F-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengemukakan, “saya mengerti bahwa formulasi sekurang-kurangnya itu bagus karena itu memberikan kemungkinan kepada kita juga untuk melihat kemungkinan bahwa ada orang yang menganut kepercayaan tidak mempunyai agama tapi menganut kepercayaan. Banyak contohnya di masyarakat, ada seperti itu tempat yang saya tahu di Talaud itu ada masyarakat adat, mereka mempunyai kelompok itu penganut kepercayaan. Karena itu menurut hemat saya formulasi sekurang-kurangnya itu tepat dan memberikan kemungkinan untuk sesuatu yang baru, jadi kita tidak boleh menutup mata tentang sesuatu yang baru, jangan kita berpangku kepada kata yang bagu agama sudah termasuk didalam kepercayaan, saya rasa ini juga terlalu apa mengglobalisasi apa seolah-olah tidak ada hal-hal lain yang hanya agama saja, saya seutuju kalau ini di Panjakan”.152 Penggalian nilai-nilai dalam masyarakat, dalam pembahasan administrasi kependudukan sangatlah penting. Hal tersebut dikarenakan 152
commit to user Risalah Rapat tanggal 14 Maret op.cit.,, hlm. 9
143
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
undang-undang administrasi kependudukan merupakan undang-undang yang harus bersifat fleksibel karena mengatur seluruh penduduk Indonesia yang sangat heterogen. Heterogen penduduk Indonesia tidak hanya karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan budaya, akan tetapi juga diwarnai oleh faktor geografis yang sangat beragam sehingga sangat menentukan keberhasilan penerapan teknis undangundang administrasi kependudukan. Jika disimak dalam risalah sidang, dapat dikemukakan salah satu contoh sebagai berikut.
Dalam hal
pencatatan peristiwa perkawinan, Pastor Saut M. Hasibuan/F-Partai Damai Sejahtera menyampaikan, ”kami ingin menambahkan pada ayat (5) “penduduk” yang karena keterbatasannya tidak dapat datang untuk mencatatkan perkawinannya kepada instansi penyelenggara catatan sipil maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan kepada instansi penyelenggara catatan sipil untuk melakukan pencatatan ditempat diselenggarakannya perkawinan. Nah, kita tahu bahwa keterbatasan ini mungkin karena lokasi dan letaknya begitu jauh daru penyelenggara sehingga sampai batas 60 haripun dia tidak mampu untuk mencatatkan diri maka dimintakan agar difasilitasi oleh penyelenggara catatan sipil”.153 Teori Sistem menggambarkan tentang hubungan antara kebijakan publik dengan sistem politik, dimana kebijakan publik sebagai out put sistem politik. Berdasarkan teori tersebut, maka pembangunan politik hukum administrasi kependudukan merupakan salah satu penggalian nilai-nilai yang berkembang dalam kebutuhan masyarakat terhadap Dokumen Kependudukan yang mana merupakan hak penduduk guna mendapatkan kekuatan hukum lebih tinggi serta keluar dari pola pelayanan yang diskriminatif. Nilai-nilai tersebut pada akhirnya ditangkap oleh Pemerintah yang kemudian dilakukan pembahasan terkait hal-hal tersebut bersama dengan legislatif. Hasil dari tarik ulur pembahasan tersebut pada akhirnya melahirkan sebuah keputusan penting yang mengikat serta mempunyai kekuatan hukum yang lebih tinggi. Sehubungan dengan makin berkembangnya kebutuhan penduduk dan 153
commit to user Risalah Rapat tanggal 13 Maret 2006 op.cit., hlm. 20
144
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
seiring dengan perkembangan teknologi serta adanya upaya peningkatan pelayanan
publik,
maka
administrasi
kependudukan
mengalami
perkembangan berupa perubahan undang-undang, dimana administrasi kependudukan yang telah diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengalami perubahan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Menurut Teori Sistem, hal tersebut akan terjadi secara terus menerus, dimana peraturan akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan lingkungan masyarakat. begitu pula sistem politik yang berada dibelakangnya akan menghasilkan sebuah kebijakan publik untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah tindakan. Philippe Nonet dan Philip Selznick membedakan tiga modalitas atau “pernyataan-pernyataan” dasar terkait dengan hukum-dalammasyarakat (law-in-society), yaitu hukum represif, hukum otonom dan hukum responsif.154 Menurut Nonet dan Selznick, ketiga hukum tersebut harus dilihat sebagai berkaitan satu sama lain di dalam suatu proses perkembangan.155 Pada masa penjajahan, pengaturan administrasi kependudukan di Indonesia bersifat represif. Hal tersebut terlihat jelas adanya diskriminasi dalam pelayanan Pencatatan Sipil. Pengaturan administrasi kependudukan dilakukan sepihak oleh penjajah dengan hasil guna kepentingan kaumnya saja tanpa memperhatikan nilai-nilai yang ada wilayah
di
masyakarat
Indonesia.
Setelah
Indonesia
merdeka,
penggunaan hukum administrasi kependudukan Belanda masih banyak dipakai, khususnya pada pelayanan pencatatan sipil. Diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dapat dikatakan sebagai awal periode pelaksanaan hukum administrasi kependudukan kepada tipe hukum responsif. Hukum yang bersifat responsif akan menganggap tekanan154 155
commit18to user Phillipe Nonet dan Philip Selznick,op.cit,hlm. Nonet dan Selznick dalam Khudzaifah Dimyati, op.cit.,hlm. 113 145
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tekanan sosial sebagai pengetahuan dan kesempatan untuk melakukan koreksi diri. Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dilandasi oleh aspek filosofis, aspek yuridis, dan aspek sosiologis sebagaimana dikemukakan oleh Pemerintah pada Penjelasan terhadap rancangan undang-undang tentang administrasi kependudukan di Komisi II DPR RI tanggal 29 September 2005. Tekanan sosial dalam aspek filosofis disebutkan bahwa rancangan undang-undang tentang administrasi kependudukan tersebut untuk melepaskan diri dari pelayanan
yang
bersifat
diskriminatif.
Bersifat
diskriminatifnya
pelayanan tersebut tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ditinjau dari aspek yuridis, maka pengaturan tentang administrasi kependudukan di Indonesia masih bersifat menyebar, masih bersifat diskriminatif, dan belum kuat dalam penegakan hukum. Sedangkan aspek sosiologis disusunnya
rancangan
undang-undang
tentang
administrasi
kependudukan tersebut adalah beragamnya peraturan yang mengatur tentang pencatatan administrasi kependudukan, belum dapat terwujud database kependudukan secara nasional, banyaknya Kartu Tanda Penduduk ganda dan kesadaran penduduk terhadap pentingnya pelaporan Peristiwa
Kependudukan
dan
Peristiwa
Penting
masih
kurang.
Berdasarkan ketiga aspek tersebut, maka lahirlah undang-undang mengenai administrasi kependudukan untuk pertama kalinya dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Sifat mengoreksi diri berdasarkan tekanan sosial tercermin pula dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Perubahan undang-undang administrasi kependudukan tersebut diantaranya karena putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2013 pada tanggal 30 April 2013 tentang pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu pelaporan. Berdasarkan putusan commit to user Nomor 23 Tahun 2006 tentang tersebut, maka Pasal 32 Undang-Undang
146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Administrasi Kependudukan telah diubah sebagaimana tercantum dalam pasal 32 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2006
Tentang
Administrasi
Kependudukan. Putusan Mahkamah Konstitusi lain yang mempengaruhi terbentuknya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan adalah Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010. Putusan yang menjadi dasar perubahan tersebut merupakan ciri khas hukum responsif, dimana tipe hukum ini mencari nilai-nilai yang tersirat yang terkandung dalam peraturan dan kebijakan.156 Dalam model hukum responsif ini, persepktif hukum yang baik menawarkan sesuatu yang lebih baik dari pada sekedar keadilan prosedural. Hukum yang baik seharusnya harus berkompeten dan juga adil; hukum semacam itu seharusnya mengenali keinginan publik dan punya komitmen bagi tercapainya keadilan substantif.157 Putusan tersebut diatas merupakan salah satu wujud adanya keadilan substantif yang terwujud dari penyerapan aspirasi publik sebagaimana
diajukan
dalam
gugatan
tersebut.
Undang-undang
administrasi kependudukan juga mempunyai unsur kompeten, hal tersebut terlihat dari peningkatan pengunaan teknologi informasi dalam rangka pelayanan administrasi kependudukan khususnya penggunaan KTP-el banyak berpengaruh terhadap perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Jika dilihat dari pembentukan produk hukum, konsep hukum responsif sebagaimana dimaksud oleh Phillippe Nonet dan Philip Selznick dimana proses pembentukan hukum diarahkan supaya dapat dilaksanakan secara matang dan komprehensif dalam arti mampu mewadahi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang terjadi di masyarakat,
158
maka pembentukan produk hukum administrasi
kependudukan masih mengalami kendala dalam mewujudkannya. 156
Philipe Nonet dan Philip Selznick, op.cit,hlm. 18 commit to Ibid., 84 158 Ibid., hlm.85 157
user
147
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kendala yang terjadi dalam implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan adalah belum matangnya perencanaan pemerintah dalam hal sarana prasarana serta sumber daya manusia pada Instansi Pelaksana sehingga kurang dapat mendukung program yang telah diamanahkan oleh undang-undang. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan mempunyai kelemahan kurang siapnya pemerintah dalam tataran yuridis dalam penetapan peraturan organik pelaksanaan undang-undang tersebut sehingga banyak benturan dalam pelaksanaan di lapangan. Kendala tersebut telah mengakibatkan kebutuhan masyarakat tidak dapat dipenuhi secara optimal yang pada akhirnya
mengakibatkan
permasalahan-permasalahan
terjadi
dimasyarakat. Berdasarkan sifat-sifat tipe hukum responsif, dimana tipe hukum ini bersifat partisipatif, aspiratif dan memberi sedikit peluang kepada pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri, maka sifat-sifat tersebut apabila dihubungkan dengan undang-undang administrasi kependudukan akan didapatkan kajian sebagai berikut. a. Partisipatif Partisipatif dimaknai
dengan mengundang sebanyak-banyaknya
partisipasi masyarakat melalui kelompok-kelompok sosial dan individu dalam masyarakat.159 Proses pembentukan perundang-undangan administrasi kependudukan, baik Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan maupun Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan keduanya telah mengundang partisipasi masyarakat melalui para wakilnya yang duduk di lembaga legislatif. Dalam pembahasan kedua undang-undang
159
tersebut telah digali permasalahan-permalahan yang ada di masyarakat commit to user Phillippe Nonet dan Philip Selznick dalam Khudzaifah Dimyati, op.cit,hlm. 118
148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga dapat terakomodir dengan baik dalam undang-undang. Selain itu, naskah akademis pembentukan perundang-undangan administrasi kependudukan tersebut juga merupakan suatu ciri dari partisipatifnya undang-undang administrasi kependudukan. b. Aspiratif Aspiratif artinya memuat materi-materi yang secara umum sesuai dengan aspirasi atau kehendak yang dilayani, sehingga produk hukum itu dapat dipandang sebagai kristalisasi dari kehendak masyarakat. Sifat aspiratifnya undang-undang administrasi kependudukan terlihat jelas pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan dimana pembentukan undang-undang tersebut sebagian besar merupakan aspirasi dari masyarakat. Salah satunya adalah keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2013 tanggal 30 April 2013 menyangkut pelaporan peristiwa kelahiran. Hasil putusan tersebut dapat dikatakan segera ditanggapi oleh pembentuk undangundang untuk dapat dilakukan penyesuaian dalam ketentuan pasalpasalnya. c. Memberi sedikit peluang bagi pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri melalui berbagai peraturan pelaksanaan dan peluang yang sempit itupun hanya berlaku untuk hal-hal yang betul-betul bersifat teknis. Sifat hukum responsif tersebut ternyata belum sepenuhnya ada dalam undang-undang administrasi kependudukan. Kelemahan tersebut terlihat jelas pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Hal tersebut terbukti dari kurang sinkron dan harmonisnya pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan antar daerah di Indonesia. to user Sebagai contoh kecil commit adalah permasalahan tidak serentak berlakunya
149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
undang-undang tersebut di beberapa daerah sempat membuat kekacauan di masyarakat. Belum ditetapkannya peratuan pelaksanaan undang-undang
tersebut
telah
mengakibatkan
terkendalanya
implementasi beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut terutama bidang pencatatan sipil. 2. Pemenuhan
Hak-hak
Penduduk
dalam
Perundang-Undangan
Administrasi Kependudukan di Indonesia Menurut Van Vollenhoven, salah satu fungsi negara adalah politie. Politie merupakan fungsi untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat (social order) dan peri kehidupan bernegara.160 Berdasarkan fungsi tersebut, maka negara membuat suatu aturan perundang-undangan guna mengatur kehidupan baik penduduk maupun Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri. Dalam kaitannya dengan administrasi kependudukan, negara Indonesia telah mengaturnya dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Hal tersebut sesuai dengan teori tentang hak asasi manusia yang dikemukakan oleh Todung Mulya Lubis, yang salah satunya adalah hak melalui adanya jaminan konstitusional dimana hak harus tertuang dalam hukum yang riel.161 Salah satu unsur berdirinya rechsstaats menurut J. Stahl adalah hak asasi manusia. Manusia merupakan pembawa hak yang dibawa sejak ia lahir dan berakhir pada saat ia meninggal dunia.162 Undang-undang tentang administrasi kependudukan merupakan salah satu jenis undangundang yang sangat kompleks dan mendetail. Undang-undang administrasi kependudukan mengatur secara rinci tentang hak dan kewajiban penduduk mulai lahir bahkan lahir mati sampai dengan meninggal dunia. Salah satu ciri-ciri hak menurut Fitzgerald adalah hak menurut hukum itu mempunyai 160
Jimly Asshiddiie, op.cit,hlm. 14 Majda El Muhtaj, op.cit, hlm. 6 162 C.S.T.Cansil, op.cit. hlm. 215 161
commit to user
150
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya. Dalam administrasi kependudukan, hak-hak penduduk akan melekat dikala penduduk atau Warga Negara Indonesia yang berada di
luar
negeri
mengalami
peristiwa
penting
maupun
peristiwa
kependudukan. Berdasarkan pelaporan, maka yang bersangkutan akan memperoleh hak-haknya sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2006
tentang
Administrasi
Kependudukan. Berdasarkan Deklarasi Universal HAM, hak penduduk dalam administrasi kependudukan merupakan kandungan dalam hak personal, hak legal, hak sipil dan hak politik, yang didalamnya terdapat hak memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi; hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat; hak bebas dari serangan terhadap kehormatan nama baik; hak bergerak; hak atas satu kebangsaan; hak untuk menikah dan memberntuk keluarga; dan hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat. Pengembangan dari hak-hak tersebut, dalam Undang-Undang Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
dituangkan dalam Pasal 28 B ayat (1), Pasal 28 D ayat (4), Pasal 28 E ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 I, Pasal 29 ayat (2), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (3) dimana pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut merupakan dasar yuridis lahirnya undang-undang tentang administrasi kependudukan. Pasal-pasal tersebut kemudian diakomodir dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dimana undang-undang tersebut mengamanahkan tentang kewajiban negara untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia yang berada di dalam dan/atau di luar to user negeri. Guna menunjang commit pemenuhan hak tersebut, maka undang-undang
151
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut
digilib.uns.ac.id
juga
mengamanahkan
tentang
kewajiban
negara
untuk
menyelenggarakan pelayanan yang profesional dan peningkatan kesadaran penduduk terhadap administrasi kependudukan. Konsiderans undangundang tersebut juga mengamanahkan tentang ditinggalkannya peraturan administrasi kependudukan yang bersifat diskriminatif. Upaya perlindungan hukum terhadap hak penduduk dalam administrasi kependudukan merupakan sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah, yang mana pemerintah mengambil suatu pilihan untuk melakukan tindakan dalam rangka mewujudkan perlindungan terhadap hak asministratif penduduk tersebut. Kebijakan yang dipilih oleh pemerintah tersebut sesuai dengan tujuan hukum yang bersifat universal, yaitu ketertiban, ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan dalam tata kehidupan masyarakat. Kebijakan perlindungan hukum terhadap hak penduduk dalam administrasi kependudukan yang dilakukan dengan pembentukan produk perundang-undangan dalam bidang administrasi kependudukan merupakan sebuah langkah kongkrit dalam mewujudkan tujuan hukum tersebut. Sebagai alat pengatur ketertiban dalam masyarakat khususnya dalam bidang administrasi kependudukan, implementasi peraturan administrasi kependudukan di Indonesia, hukum administrasi kependudukan lebih condong bersifat memfasilitasi. Memfasilitasi dalam hal ini adalah upaya memberikan petunjuk dan arahan kepada daerah baik selaku penyelenggara maupun Instansi Pelaksana guna memberikan pelayanan yang sama dalam administrasi kependudukan sehingga terwujud tertib administrasi kependudukan di Indonesia. Selain fungsi memfasilitasi, peraturan tentang administrasi kependudukan di Indonesia juga mempunyai fungsi reflektif. Fungsi ini terlihat ketika di lakukannya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Naskah Akademis yang diajukan commit to user bahwa landasan sosiologis oleh pemerintah mengemukakan
152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilaksanakannya perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi
Kependudukan
adalah
merupakan
tuntutan
masyarakat yang disampaikan oleh anggota dewan melalui pemerintah baik di Pusat dan Daerah. Fungsi memfasilitasi dan fungsi reflektif yang terkandung dalam undang-undang tentang administrasi kependudukan diupayakan guna memberikan perlindungan hukum terhadap hak penduduk dalam administrasi kependudukan sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Politik
hukum
administrasi
kependudukan
di
Indonesia
sebagaimana telah diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan serta peraturan pelaksanaannya berusaha mengakomodir terhadap upaya perlindungan hukum terhadap hak penduduk dalam administrasi kependudukan. Jika dilihat dari proses pembahasan
rancangan
undang-undang
tentang
administrasi
kependudukan dapat dilihat bahwa para wakil rakyat dan pemerintah telah berusaha untuk mengakomodir segala bentuk hak-hak penduduk dalam administrasi kependudukan dalam sebuah produk perundang-undangan sehingga dapat bersifat non diskriminatif dan berusaha memberikan pelayanan prima kepada penduduk. Hak-hak penduduk tersebut telah dituangkan dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah dijabarkan secara teknis dalam pasal-pasal selanjutnya. Politik hukum administrasi kependudukan baik dilihat dari segi proses maupun produk hukumnya dapat dilihat telah berupaya memberikan perlindungan hukum terhadap hak penduduk dalam administrasi kependudukan. Diawali dalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2006
tentang
Administrasi
Kependudukan telah dituangkan hak-hak penduduk dalam administrasi commit to user kependudukan. Jaminan terpenuhinya hak-hak tersebut ditegaskan lebih
153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lanjut dalam pasal-pasal mengenai kewajiban Penyelenggara dan Instansi Pelaksana administrasi kependudukan.163 Ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, kewajiban penyelenggara dan instansi pelaksana tersebut dipertegas dengan pasalpasal mengenai sanksi pidana bagi petugas yang menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya.164 Ketentuan mengenai sanksi pidana sebagaimana tersebut diatas, kemudian diperlebar lagi dalam UndangUndang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Undangundang tersebut memberikan batasan kewenangan kepada petugas dalam upaya perlindungan terhadap data pribadi penduduk. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan juga telah memberikan larangan keras disertai sanksi pidana bagi pejabat atau petugas yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan pungutan biaya kepada penduduk dalam pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan. Sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam mewujudkan pelayanan prima dalam administrasi kependudukan, maka dalam Pasal 92 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan telah dituangkan adanya sanksi administrasi bagi Pejabat pada Instansi Pelaksana yang melakukan tindakan memperlambat pengurusan dokumen. Namun demikian, hak penduduk dalam mendapatkan ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil rupanya belum dapat terakomodir dalam pasal-pasal undang-undang administrasi kependudukan begitu pula dalam peraturan dibawah undang-undang. Perkembangan yang terjadi dalam teknis pelaksanaan pelayanan administrasi kependudukan, upaya pemenuhan perlindungan hukum terhadap hak penduduk dalam administrasi kependudukan tersebut banyak 163 164
commit user Lihat Bab III Undang-Undang Nomor 23 Tahun to 2006 tentang Administrasi Kependudukan Lihat Bab XII Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 154
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengalami kendala. Kendala tersebut diantaranya adalah masih kurang siapnya sumber daya manusia maupun kelengkapan peralatan dalam mendukung
pelayanan.
Sumber
daya
manusia
dalam
pelayanan
administrasi kependudukan yang meliputi jenjang RT dan/atau RW atau nama
lain,
Kelurahan/Desa,
Kecamatan
sampai
dengan
Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil dibeberapa daerah belum banyak menguasai
ketentuan
yuridis
sehingga
masih
banyak
terjadi
kesimpangsiuran pelaksanaan dilapangan. Kurangnya kesiapan peralatan dan perlengkapan juga menjadi kendala dalam pelaksanaan pelayanan. Kondisi tersebut diantaranya adalah belum sepenuhnya sistem online dapat berjalan dengan lancar. Bahkan di beberapa daerah konektivitas antara pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil belum dapat digunakan secara optimal. Nomor Induk Kependudukan yang telah diamanahkan untuk dapat dicantumkan dalam beberapa dokumen kepemilikan sehingga memudahkan dalam pelayanan publik lainnya belum dapat berjalan sehingga kurang mendukung kesadaran masyarakat dalam tertib administrasi kependudukan.165 Dalam hal perlengkapan salah satunya adalah penerbitan KTP-el yang telah diamanahkan oleh undangundang administrasi kependudukan baru akan dapat berjalan pelayanan reguler pada akhir tahun 2014 ini karena hambatan kurang siapnya pemerintah dalam penyediaan perlengkapan penerbitan
KTP-el secara
reguler sehingga penduduk banyak yang harus kembali menggunakan KTP non elektronik ketika terjadi perubahan dalam elemen KTP-el yang dimilikinya. Dalam hal penegakan hukum pelanggaran undang-undang juga masih lemah. Terbukti masih banyaknya aparat pemerintahan yang melakukan penarikan biaya secara tidak resmi kepada para pemohon dokumen kependudukan.
165
commit to user Lihat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
155
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Pengaturan Teknis yang Harus Dibentuk Terkait Pemenuhan Hak Penduduk sehubungan dengan Telah Diundangkannya UndangUndang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Salah satu fungsi hukum adalah sebagai alat pengatur tertib masyarakat.166 Dalam masyarakat modern hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga mengarahkan kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. 167 Berdasarkan fungsi dan karakteristik hukum tersebut, dengan diundangkannya undangundang tentang administrasi kependudukan diharapkan hukum akan mampu
menjadi
alat
dalam
mewujudkan
tertib
administrasi
kependudukan. Tertib administrasi kependudukan tersebut tetap mengakui dan menggali kearifan lokal yang ada dengan berorientasi pada kemajuan ketertiban dan penegakan hukum guna mewujudkan perlindungan hukum serta pendayagunaan hasilnya untuk pembangunan negara. Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2006
tentang
Administrasi
Kependudukan sekaligus juga merupakan tonggak mulai dibangunnya era sistem kependudukan baru yang lebih modern dengan meninggalkan polapola lama yang masih bersifat diskriminatif dan parsial, serta era baru dalam penegakan hukum administrasi kependudukan di Indonesia. Terkait fungsi hukum sebagai alat pengatur ketertiban dalam masyarakat, konsiderans Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dimana tujuan diundangkannya peraturan ini telah mengemukakan amanah sebagai berikut: a. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan 166 167
H. Zainal Asikin, op.cit, hlm. 19 Satjipto Rahardjo, op.cit,hlm. 206
commit to user
156
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia dan Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Mewujudkan pelayanan yang profesional dan peningkatan kesadaran penduduk, termasuk Warga Negara Indoenesia yang berada di luar negeri. d. Sehubungan
dengan
peraturan
perundang-undangan
mengenai
administrasi kependudukan tidak sesuai lagi dengan tuntutan pelayanan administrasi kependudukan yang tertib dan tidak diskriminatif, perlu pengaturan yang menyeluruh untuk menjadi pegangan bagi semua penyelenggara negara yang berhubungan dengan kependudukan. Tujuan
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2006
tentang
Administrasi Kependudukan tersebut kemudian dipertegas lagi dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut perlu dilakukan perubahan dalam rangka peningkatan pelayanan administrasi kependudukan
sejalan
dengan
tuntutan
pelayanan
administrasi
kependudukan yang profesional, memenuhi standar teknologi informasi, dinamis, tertib dan tidak diskriminatif dalam pencapaian standar pelayanan minimal menuju pelayanan prima yang menyeluruh untuk mengatasi permasalahan administrasi kependudukan. Guna mewujudkan konsiderans Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 commit to user Tentang Administrasi Kependudukan tersebut, telah dilakukan perubahan
157
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.
menyangkut
ketentuan
penyelenggara
Perubahan
tentang
administrasi
tersebut
kewajiban
kependudukan,
dan
secara
general
tanggung
jawab
pelayanan
administrasi
kependudukan, pengubahan asas pelayanan pencatatan sipil beserta prosedurnya, Kartu Tanda Penduduk Elektronik, penambahan elemen data pribadi, dan ketentuan pidana. Perubahan ketentuan-ketentuan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan perubahan tersebut terletak pada responsifnya peraturan terhadap perkembangan
kebutuhan
penduduk
dalam
bidang
administrasi
kependudukan. Sifat responsifnya ketentuan tersebut terlihat pada perkembangan ketentuan mengenai: 1. Penyelengaraan KTP-el sehingga memberikan kepastian hukum dan sekaligus perlindungan terhadap kepemilikan dokumen kependudukan; 2. Pergantian stelsel aktif yang semula ada pada penduduk beralih pada negara; 3. Penggantian asas peristiwa kepada asas domisili pada pelayanan pencatatan sipil; 4. Kemudahan pelayanan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu pelaporan tanpa melalui penetapan pengadilan; 5. Penambahan ketentuan mengenai pencatatan pengakuan anak sebagai tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVIII/2010; 6. Adanya penerbitan Kutipan Akta Pengesahan Anak yang semula hanya catatan pinggir lebih memberikan perlindungan kepada anak yang lahir diluar nikah secara negara; 7. Penambahan
elemen
data
penduduk
tentang
penyelenggaraan
pencatatan aliran kepercayaan telah memberikan pemenuhan terhadap hak asasi manusia dalam hal keyakinan; 8. Pengubahan masa berlaku KTP-el menjadi seumur hidup bagi commit to userselama tidak ada perubahan data Penduduk Warga Negara Indonesia
158
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga dapat memberikan kemudahan sekaligus mengurangi beban anggaran negara untuk penerbitan kartu tanda penduduk; 9. Adanya kewajiban negara untuk menyimpan dan melindungi data perseorangan sehingga memberikan perlindungan hukum terhadap data pribadi penduduk;dan 10. Ketentuan tidak dipungut biaya dalam pelayanan administrasi kependudukan telah memberikan kemudahan bagi penduduk dalam pelayanan administrasi kependudukan. Keunggulan-keunggulan tersebut diwujudkan dalam rangka memberikan kemudahan akses dalam pelayanan administrasi kependudukan dan juga pelayanan publik lainnya. Namun demikian ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan tersebut juga mempunyai ketentuan pemerintah
kelemahan dalam undang-undang dalam
pelaksanaannya.
tersebut
penyelenggaraan
membuka
Kelemahan dalam peluang
administrasi
penafsiran
kependudukan.
Kelemahan tersebut sebagai berikut: 1. Penyediaan blangko KTP-el oleh Pemerintah Pusat mengakibatkan pelayanan penerbitan KTP-el didaerah terhambat karena kurang siapnya Pemerintah Pusat dalam distribusi blangko KTP-el untuk pelayanan penerbitan secara reguler. Hal tersebut mengakibatkan Instansi Pelaksana yang ada didaerah tetap memberlakukan KTP non Elektronik meskipun masa berlaku sudah habis;168 2. Pengubahan penerapan asas dari asas peristiwa menjadi asas domisili pada pelayanan pencatatan sipil terkecualikan dalam pelayanan pencatatan perkawinan memberi peluang penafsiran Instansi Pelaksana dalam penerapannya; 3. Pengubahan prosedur pelaporan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu pelaporan lebih dari 60 (enam puluh) tanpa penetapan
168
pengadilan negeri yang telah diubah menjadi Keputusan Kepala commit to user Lihat Ketentuan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2013.
159
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Instansi Pelaksana setempat telah memberikan tambahan kewenangan kepada Kepala Instansi Pelaksana dalam memutuskan kasus-kasus pelaporan diluar prosedur yang pada mulanya berada pada kewenangan hakim; 4. Penambahan kewajiban ketua rukun tetangga atau nama lainnya dalam melaporkan peristiwa kematian di domisilinya akan menghambat pelaksanaan pelaporan yang mana jabatan ketua rukun tetangga atau nama
lainnya
keterlambatan
hanya
merupakan
jabatan
pelaporan
peristiwa
kematian
sosial,
sedangkan
dikenakan
denda
administratif;169dan 5. Penambahan elemen data perseorangan tentang elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang. Aib seseorang dapat memberikan multi tafsir dalam penerapannya. Ketentuan tersebut dapat menjadi “pasal karet” yang cukup memberatkan pemegang hak akses. Peraturan organik yang memuat ketentuan tentang pelaksanaan undang-undang administrasi kependudukan sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan telah mengakomodir pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Namun demikian, peraturan organik sebagai dasar tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan belum ditetapkan sampai dengan penelitian ini selesai dilaksanakan. Hal tersebut telah mengakibatkan kerancuan dalam pelayanan administrasi kependudukan di dan/atau antar daerah di Indonesia khususnya pelayanan pencatatan sipil. Hukum sebagai alat pengatur ketertiban dalam masyarakat, tidak dapat lepas dari fungsi hukum sebagai alat perekayasa sosial di masyarakat. Sebagaimana
169
diungkapkan oleh Satjipto Rahardjo dalam
perkembangannya hukum akan menjadi alat yang efektif untuk commit to user Lihat Pasal 105 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008
160
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melaksanakan suatu perubahan sosial bahkan sebagai sarana dalam melaksanakan suatu rekayasa sosial guna mewujudkan tujuan yang di citacitakan bersama. Hukum bisa berfungsi mengendalikan masyarakat dan bisa juga menjadi sarana untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Pengaturan
merupakan
sebuah
administrasi
langkah
awal
kependudukan menuju
tertib
di
Indonesia administrasi
kependudukan. Penggunaan teknologi informasi dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan yang dilanjutkan dengan penerbitan Nomor Induk Kependudukan dan KTP Elektronik, mau tidak mau masyarakat telah tergiring kepada tertib administrasi kependudukan karena tidak dimungkinkan data ganda. Dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan telah dapat memberikan payung hukum dalam implementasinya sebagai tool of social engineering sehingga tertib administrasi kependudukan dapat terwujud. Namun demikian, undang-undang tersebut harus didukung oleh peraturan organik guna memberikan rel dalam implementasinya. Berdasarkan konsep dari Satjipto Rahardjo tentang tujuan social engineering sebagai alat mencapai kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan dengan seminimum mungkin pemborosan, pengaturan administrasi kependudukan sebagai alat perekayasa sosial dalam bidang administrasi kependudukan seyogyanya memberikan pengaturan teknis prosedur yang seramping mungkin. Dengan adanya prosedur yang tidak berbelit-belit, maka akan meningkatkan capaian target tertib administrasi kependudukan karena masyarakat tidak merasa terbebani dengan prosedur yang harus dilalui dalam proses untuk mendapatkan hak-haknya. Guna menghindari pemborosan praktek birokrasi, perlu adanya perencanaan terlebih dahulu secara matang, baik secara teknis maupun harmonisasi dan sinkronisasi dengan aturan yang lain sehingga tidak menimbulkan benturan dilapangan. commit user Perencanaan yang matang akanto memberikan kepastian hukum bagi
161
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penduduk. Namun demikian, dalam prakteknya pengaturan administrasi kependudukan tejadi beberapa kali penetapan aturan yang menimbulkan kerancuan dilapangan. Apabila diicermati dalam peraturan organiknya, telah terjadi ketidak harmonisan penetapan peraturan. Penetapan tersebut adalah penetapan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional, tentang kewenangan penarikan KTP-el bagi penduduk yang mengalami peristiwa perpindahan penduduk. Ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 22 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Penggunaan law as a tool of social engineering dalam prakteknya memerlukan suatu perencanaan yang matang sehingga hukum dapat menggerakkan masyarakat menuju perubahan yang terencana.170 Kurangnya perencanaan dalam pengaturan administrasi kependudukan khususnya program KTP-el terlihat dari perubahan-perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional khususnya ketentuan mengenai masa berlaku KTP non Elektronik. Bahkan sampai dengan penelitian ini dilaksanakan, penetapan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2011 khususnya ketentuan tentang masa berlaku KTP Non Elektronik belum dapat diikuti oleh teknis dilapangan dimana Pemerintah selaku penyelenggara belum dapat menyelenggarakan penerbitan KTP-el secara reguler. Kurangnya perencanaan yang matang dalam penerapan KTP-el tersebut telah mengakibatkan program penerapan KTP-el sebagai social engineering di Indonesia kurang optimal. Program penggantian KTP Non Elektronik menjadi KTP Elektronik secara massal
170
yang tidak diikuti oleh perencanaan penerbitan secara reguler telah commit to user Abdul Manan, op.cit, hlm. 8
162
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengakibatkan program ini tidak mampu melaksanakan rekayasa sosial dalam hal penggantian identitas penduduk. Selain itu penerapan Nomor Induk Kependudukan yang belum dapat diimplementasikan dengan baik dilapangan sebagaimana kasus-kasus tersebut diatas telah mempengaruhi pemenuhan hak-hak penduduk dalam administrasi kependudukan. Konsep law as a tool of social engineering, dimana hukum berperan di depan untuk memimpin perubahan dalam kehidupan masyarakat
dengan
cara
memperlancar
pergaulan
masyarakat,
mewujudkan perdamaian dan ketertiban serta mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat.171 Dalam upayanya melindungi hak-hak penduduk dalam bidang administrasi kependudukan dimana pengaturan mengenai administrasi kependudukan ini harus memuat segala sendi hak-hak asasi manusia mulai lahir sampai dengan meninggal yang mana pengaturannya harus bersifat supel sehingga mampu menngikuti perkembangan kebutuhan masyarakat dalam mendapatkan hak-haknya serta melindungi kepentingan umum. Guna mewujudkannya, dilihat dari segi yuridis maka pengaturan administrasi kependudukan sebagai alat perekayasa sosial harus mengenal permasalahan-permasalahan yang terjadi, pemecahan permasalahan tersebut sampai dengan perannya dalam mengakomodir permasalahan-permasalahan yang akan terjadi di kemudian hari. Berdasarkan
hasil
inventarisir
permasalahan
sebagaimana
telah
dikumukakan, maka apabila diaplikasikan dalam langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan social engineering by law sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, akan ditemukan beberapa jenis aturan sebagai berikut: 1. Perlunya peraturan pelaksanaan yang bersifat supel dan penuh perencanaan; 2. Pengaturan yang memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi penduduk dalam mendapatkan akses pelayanan kependudukan;
171
commit to user Ibid, hlm. 11
163
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Keharmonisan antara peraturan satu dengan peraturan lain yang saling berhubungan; 4. Pengaturan yang secara yuridis mampu menjadi payung hukum teknis lapangan; 5. Pengaturan yang jelas mengenai sanksi administrasi bagi petugas yang dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya dalam pelayanan administrasi kependudukan.
commit to user
164