BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten
Mimika
dengan
ibukota
Timika
merupakan salah satu kabupaten yang terletak di bagian
tengah
Provinsi
Papua
dan
berada
pada
ketinggian 0 – 2550 meter di atas permukaan laut. Menurut data Badan Pusat Statistik (2012) wilayah Kabupaten Mimika terletak antara 4o60’ – 5o18’ Lintang Selatan dan 134o31’ – 138o31’ Bujur Timur dengan luas 19.592 km2 atau 4,75% dari luas wilayah provinsi Papua. Berdasarkan data BPS tahun 2012, terdapat 12 Distrik/Kecamatan di wilayah Kabupaten Mimika, yaitu Distrik Mimika Barat, Mimika Barat Jauh, Mimika Barat Tengah, Mimika Timur, Mimika Timur Tengah, Mimika Timur Jauh, Mimika Baru, Kuala Kencana, Tembagapura, Agimuga, Jila, dan Jita. Dari 12 distrik di Kabupaten Mimika, Distrik Mimika Barat memiliki wilayah
terluas
yaitu
14,87%
dan
Distrik
Kuala
Kencana sebagai distrik yang terkecil wilayahnya, yaitu hanya 2,61% dari keseluruhan wilayah Kabupaten Mimika. Sedangkan luas wilayah Distrik Mimika Baru, yaitu 11,31% dari luas wilayah Kabupaten Mimika dan menempati urutan ketiga wilayah terluas di Kabupaten Mimika. Wilayah Kabupaten Mimika memiliki topografi dataran tinggi dan dataran rendah. Distrik yang
bertopografi
dataran
tinggi
adalah
Tembagapura,
Agimuga, dan Jila. Sedangkan Distrik Mimika Barat, Mimika Barat Jauh, Mimika Barat Tengah, Mimika Timur, Mimika Timur Tengah, Mimika Timur Jauh, Mimika Baru, Kuala Kencana, dan Jita adalah distrikdistrik yang bertopografi rendah. Distrik Mimika Baru, Kuala Kencana, Tembagapura, dan Jila adalah distrik yang tidak memiliki pantai, sedangkan enam distrik lainnya dengan
sebagian laut,
wilayah-wilayahnya
sehingga
distrik-distrik
berbatasan ini
memiliki
pantai. Berikut ini gambar wilayah Kabupaten Mimika. Gambar 4.1. Peta Wilayah Kabupaten Mimika
4.2. Profil Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika 4.2.1. Sebaran Pendidikan Formal dan Non Formal Pada pendidikan formal, terkhusus pada tingkat pendidikan dasar, akses layanan pendidikan dapat dilihat dalam data penyebaran pendidikan sebagai berikut : Tabel 4.1. Data Penyebaran Pendidikan Dasar Menurut Jenjang Pendidikan Kabupaten Mimika Tahun 2013 Jenis dan Jenjang No
Pendidikan
Distrik/ Kecamatan
1
Mimika Barat Jauh
2
Mimika Barat
SD
Tengah 3
Mimika Barat
4
Mimika Timur Tengah
Ket
SMP
N
S
N
S
1
4
1
-
3
5
2
-
-
3
2
1
2
3
1
-
5
Mimika Timur
6
6
3
-
6
Mimika Timur Jauh
2
2
1
-
7
Mimika Baru
21
27
10
18
8
Kuala Kencana
7
2
1
2
9
Tembagapura
4
-
1
-
10
Jila
3
-
1
-
11
Agimuga
1
3
2
-
12
Jita
4
-
-
-
Jumlah 2013
109
46
Sumber : Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika, 2013 Ket
: S = Swasta, N = Negeri
Berdasarkan data penyebaran pendidikan dasar menurut jenjang pendidikan di Kabupaten Mimika pada tahun 2013, untuk jenjang Sekolah Dasar, seluruh distrik memiliki SD dengan jumlah yang bervariasi. Distrik yang memiliki jumlah SD paling sedikit yaitu Distrik Mimika Barat, Jila, disusul Distrik Mimika Timur Jauh, Agimuga dan Jita yaitu sebanyak 4 SD. Bertolak pada tabel di atas, Distrik Mimika Baru memiliki jumlah SD terbanyak bila dibandingkan dengan beberapa distrik lainnya, yaitu 48 SD yang terdiri dari 21 SD negeri dan 27 SD swasta. Begitu pula dengan jumlah sekolah untuk jenjang SMP. Pada jenjang SMP, Distrik Mimika Baru memiliki 28 SMP yang terdiri dari 10 SMP negeri dan 18 SMP swasta. Data
tersebut
penyelenggaraan
menunjukkan
pendidikan
dasar
di
bahwa Kabupaten
Mimika tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga oleh pihak swasta. Dengan adanya peran pihak swasta dengan yayasannya masing-masing telah cukup membantu pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak di kampung-kampung pedalaman yang belum tersentuh oleh sekolah dasar inpres milik pemerintah. Sedangkan data pendidikan non formal yang tersebar di daerah Kabupaten Mimika, dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2. Banyaknya Jenis Pendidikan Non Formal Dirinci Menurut Distrik PAUD
Distrik
PKBM
Kelompok
Keaksa raan
Bermain
Fungsio
Kejar Pake t
nal
A,B, C
Kur
SK
SPS Ruma
sus
B
h Pintar
Mimika Barat
-
-
1
-
-
-
Mimika Barat Tengah
2
1
1
-
-
-
-
-
1
-
-
-
Mimika Timur
1
2
3
-
-
1
Mimika Timur Tengah
-
1
1
-
-
-
-
1
1
-
-
1
20
15
8
19
-
2
6
3
4
-
-
-
Tembagapura
1
3
3
-
-
-
Agimuga
2
2
2
-
-
-
Jila
-
-
1
-
-
-
Jita
1
-
2
-
-
-
Jumlah 2013
33
35
38
19
-
3
2012
20
35
36
22
-
-
2011
13
33
3
20
-
-
Mimika Barat Jauh
Mimika Timur Jauh Mimika Baru Kuala Kencana
Sumber: Data Renstra Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika, 2013
Dari data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa selama kurun waktu 2011-2013 atau tiga tahun
terakhir upaya perluasaan dan pemerataan akses pelayanan pendidikan sudah dilaksanakan dengan indikator
adanya
peningkatan
jumlah
satuan
pendidikan baik formal maupun non formal dari tahun ke tahun. Namun upaya ini tentu belum maksimal karena masih terpusat pada distrik Mimika Baru yang berada di wilayah perkotaan.
4.2.2. Rasio Siswa Salah
satu
indikator
yang
dipakai
untuk
mengukur pencapaian kinerja dalam rangka perluasan dan pemerataan akses layanan pendidikan adalah dengan melihat ratio perbandingan antara jumlah siswa pada suatu jenjang pendidikan dengan jumlah guru dan
sekolah
pada
jenjang
pendidikan
yang
bersangkutan. Tabel ratio siswa terhadap guru dan sekolah pada tingkat pendidikan dasar disajikan di bawah ini : Tabel 4.3. Rasio Siswa (S) Terhadap Guru (G) dan Sekolah (S) Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2013 Siswa
Sekolah
Guru
(S)
(S)
(G)
S-S
S-G
S-G
SD
36.370
109
753
333
48,3
6,9
SMP
9.509
46
485
206
19,6
10,5
Wilayah
Ratio
Sumber : Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika, 2013
4.2.3. Kualifikasi dan Sertifikasi Guru Salah satu aspek yang mendukung peningkatan mutu pendidikan adalah mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Pada tahun 2013 jumlah guru pada tingkat
pendidikan
berjumlah
dasar
di
Kabupaten
Mimika
sebanyak 1238 orang dengan kualifikasi
pendidikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.4. Jumlah Guru Menurut Kualifikasi Pendidikan Tingkat Pendidikan Dasar Tahun 2013 Kualifikasi Pendidikan Jenjang Pendidikan
SMA/ SMK
D II
SI
S II
Total
SD
450
91
212
-
753
SMP
125
15
327
18
485
Jumlah
575
106
539
18
1238
Sumber : Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika, 2013 Ket : x = tidak terdata
Tabel pendidikan
jumlah
guru
untuk
tingkat
menurut
kualifikasi
pendidikan
dasar
menunjukkan bahwa pada tahun 2013 terdapat 753 guru SD dengan kualifikasi pendidikan yang terdiri dari 450 orang lulusan SMA/SMK, 91 orang tamatan D II, dan 212 orang guru lulusan sarjana S I. Sedangkan jumlah guru pada jenjang SMP ialah sebanyak 485 orang yang terdiri dari 125 orang lulusan SMA/SMK, 15 orang guru lulusan D II, 327 guru lulusan S I dan 18 orang dengan pendidikan terakhir S II. Namun ternyata
di
antara
sejumlah
guru
pada
tingkat
pendidikan dasar seperti disebutkan dalam data di
atas, 575 guru pendidikan dasar di Kabupaten Mimika ialah guru dengan pendidikan terakhir SMA/SMK. Sementara itu guru yang sudah mendapatkan pengakuan sebagai guru professional atau guru yang sudah bersertifikasi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.5. Data Sertifikasi Guru per Jenjang Pendidikan Jenjang Pendidikan
Jumlah Guru Tersertifikasi Total 2010
2011
2012
2013
SD
9
23
57
88
177
SMP
15
35
79
107
836
Jumlah
24
58
136
195
1013
Sumber : Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika
Guru
yang
telah
tersertifikasi
pada
tingkat
pendidikan dasar di Kabupaten Mimika sejak tahun 2010 sampai 2013 berjumlah 1013 guru, yang terdiri dari 177 guru SD dan 836 guru SMP. 4.2.4. Sarana Prasarana Salah
satu
faktor
penting
yang
menunjang
keberhasilan pendidikan adalah ketersediaan sarana prasarana
yang
memadai
dan
kondusif
bagi
berlangsungnya proses pembelajaran. Perkembangan prasarana fisik pendidikan dasar di Kabupaten Mimika dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.6. Kondisi Gedung Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan No
Status
Jenjang
Kondisi
Sekolah
Negeri
Swasta
Jumlah
Baik
Rusak
1.
SD
319
325
644
535
109
2.
SMP
40
51
91
82
9
Jumlah
359
376
834
617
118
Sumber : Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika, 2013
Tabel tersebut di atas menggambarkan bahwa dari total 834 ruang sekolah pada tingkat pendidikan dasar, yakni dari SD sampai dengan SMP, jumlah ruang sekolah swasta relative lebih banyak yaitu 376 ruang. Sementara itu dari 834 ruang sekolah terdapat 118 ruang dalam kondisi rusak. Hal ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat demi proses belajar mengajar yang lebih nyaman dan memenuhi standar pelayanan pendidikan. Kondisi ruang sekolah yang kurang memadai diwakili dalam gambar dari dua sekolah SD yang peneliti temui berikut ini.
Gambar 4.2. Kondisi Gedung Sekolah SD Negeri Inauga Sempan
Sumber : Hasil observasi penelitian, 2014
Gambar 4.3. Kondisi Gedung Sekolah SD Negeri 5 Mimika
Sumber : Hasil observasi penelitian, 2014
Kedua gambar tersebut menunjukkan kondisi gedung sekolah yang cukup memprihatinkan. Selama penelitian berlangsung, didapati bahwa gedung sekolah SD Negeri Inauga Sempan yang terletak di Distrik Mimika Baru menggunakan gedung bekas kantor kelurahan Inauga dengan ruang belajar yang terbatas dan banyak meja kursi belajar yang rusak. Sementara gedung SD Negeri 5 Mimika yang terletak di distrik Kuala
Kencana
menggunakan
gedung
bekas
perusahaan kayu untuk dijadikan sekolah bagi anakanak usia sekolah yang ada di daerah sekitar. 4.2.5. Pembiayaan Sekolah Layanan pendidikan formal di Kabupaten Mimika saat ini telah terbagi menjadi pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pendidikan Dasar terdiri dari jenjang
taman
menengah
kanak-kanak
pertama
(SMP).
(TK)
sampai
Sedangkan
sekolah
pendidikan
menengah terdiri dari sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan (SMA/SMK).
Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar nasional
Nasional
Pendidikan,
pendidikan
ialah
salah satu menyangkut
standar standar
pembiayaan sekolah. Standar pembiayaan sekolah terbagi menjadi tiga bagian yaitu, biaya investasi, biaya operasional, dan biaya personal. Biaya personal para siswa ialah ditanggung oleh orang tua/wali. Sementara dalam pembiayaan operasional sekolah di Kabupaten Mimika, terkhusus pada pendidikan dasar dibiayai dari
BOS Pusat, BOS Provinsi dan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) Kabupaten Mimika.
4.3.
Data
Hasil
Kebijakan
Penelitian
Implementasi
Bantuan
Operasional
Pendidikan Daerah (BOPDA) 4.3.1. Penetapan
Kebijakan
Bantuan
Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) Kebijakan
Bantuan
Operasional
Pendidikan
Daerah (BOPDA) telah ditetapkan sejak tahun 2008. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, awalnya nama kebijakan disebut Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Pada tahun 2012, nama kebijakan diganti
menjadi
Bantuan
Operasional
Pendidikan
Daerah (BOPDA) Kabupaten Mimika. Adapun sumber dana BOPDA ialah berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Mimika. Dalam
penetapan
kebijakan,
Bantuan
Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) Kabupaten Mimika, Papua oleh pemerintah daerah dibuat dengan maksud
untuk
mengurangi
beban
pembiayaan
pendidikan yang ditanggung oleh para orang tua siswa. Sekertaris Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika menjelaskan bahwa : Latar belakang adanya bantuan operasional pendidikan daerah Kabupaten Mimika ini bahwa pada UUD 1945 sudah tersirat pendidikan itu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, memberikan kebebasan pada semua warga negara untuk mendapatkan pengajaran, lalu kemudian penuntasan wajib belajar sembilan tahun.
Dengan penuntasan wajib belajar sembilan tahun salah satu konsekuensinya adalah pembiayaan. Omong kosong jika dalam suatu jenjang pendidikan tidak dibiayai. Untuk itulah pemerintah melihat hal itu, teristimewa BOS Daerah dimana anak-anak Papua banyak yang berlatarbelakang ekonomi lemah padahal dalam UUD dikatakan bahwa pendidikan merupakan hak semua warga negara. Dengan begitu pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati membuat kebijakan untuk menetapkan BOS Daerah, sehingga anak-anak Papua secara khusus bisa mengenyam pendidikan, lalu anakanak non-Papua yang miskin juga bisa mengenyam pendidikan1.
Pernyataan
Sekertaris
Dinas
Pendidikan
Dasar
mengisyaratkan bahwa dalam penetapan kebijakan, BOPDA merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh seorang
Bupati
Kabupaten
Mimika
dengan
dilatarbelakangi pada kenyataan bahwa sebagian anakanak Papua di Kabupaten Mimika adalah anak-anak yang berasal dari latar belakang ekonomi lemah. Oleh karena itu, kebijakan BOPDA dibuat oleh seorang kepala daerah sebagai upaya membantu meringkan beban pembiayaan pendidikan bagi anak-anak Papua maupun non Papua yang berlatarbelakang belakang ekonomi miskin. Pernyataan itu juga didukung oleh Wakil Ketua DPRD Komisi C yang membidangi pendidikan yang menuturkan
bahwa,
“kebijakan
BOPDA
adalah
kebijakan yang dibuat oleh Bupati Kabupaten Mimika, yaitu
Bpk.
Klemen
Tinal
untuk
membantu
1 Hasil wawancara bersama sekertaris Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika pada hari Selasa, 11 Februari 2014, Pukul 10.00 WIT-10.30 WIT.
meringankan biaya pendidikan yang dibayar oleh para orang tua, terutama bagi anak-anak Papua”2. Kepala Bagian Keuangan Daerah Kabupaten Mimika juga menuturkan hal yang sama bahwa : Kebijakan BOPDA merupakan salah satu kebijakan yang dibuat oleh Bupati Kabupaten Mimika terdahulu yaitu Bpk.Klemen Tinal, SE. MM sesuai visi misi bupati saat itu yakni untuk mengurangi beban orang tua menyangkut pembiayaan pendidikan dalam bentuk pembebasaan SPP. Hal lainnya adalah bahwa dengan adanya kebijakan ini, semua kalangan dapat memperoleh atau menikmati pendidikan3.
Ketiga pernyataan yang ada juga didukung oleh pendapat kedua para kepala sekolah terkait latar belakang adanya kebijakan BOPDA. Menurut kepala SMP Negeri 5 Mimika, “kebijakan BOPDA merupakan kebijakan yang dibuat oleh Bupati Kabupaten Mimika. Kebijakan ini berlangsung ketika pemerintah daerah, dalam hal ini bupati, ingin supaya biaya pendidikan digratiskan, artinya biaya pendidikan oleh orang tua untuk biaya operasional sekolah (SPP)”4. Sementara itu, seorang kepala sekolah lainnya berkomentar bahwa “latar belakang kebijakan BOPDA ini dibuat bupati
2 Hasil wawancara dengan Wakil Ketua DPRD Komisi CBidang Pendidikan pada hari Kamis, 06 Februari 2014, Pukul 10.45-11.05 WIT. 3 Hasil wawancara bersama Kabag Keuangan Daerah Kabupaten Mimika pada hari Senin 27 Januari 2014, Pukul 10.30 WIT-11.08 WIT. 4 Hasil wawancara bersama kepala SMP Negeri 5 Mimika, pada hari Senin, 20 Januari 2014, Pkl. 10.30 WIT – Pkl.11.30 WIT.
sebenarnya untuk mengurangi beban biaya pendidikan yang ditanggung orang tua/wali siswa”5. Ketiga pernyataan tersebut menunjukkan bahwa BOPDA merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati Kabupaten Mimika. BOPDA dibuat karena didasari pada kenyataan bahwa sebagian anak-anak Papua maupun non Papua dalam kategori usia sekolah yang ada di Kabupaten Mimika, berasal dari latar belakang ekonomi miskin. Oleh karena itu, kebijakan BOPDA ditetapkan oleh Bupati
Kabupaten
Mimika
untuk
membantu
meringankan beban pembiayaan pendidikan agar setiap anggota masyarakat usia sekolah dapat menikmati layanan pendidikan. Dalam proses perencanaan kebijakan, Kepala Keuangan Daerah Kabupaten Mimika menuturkan, “BOPDA dibuat berdasarkan visi dan misi bupati yang kemudian
disusun
membentuk
suatu
kerangka
regulasi berkaitan dengan pemberian dana BOPDA dan dalam hal ini dibuat surat keputusan (SK) Bupati6”. SK Bupati
yang
telah
dibuat,
dikirimkan
ke
Dinas
Pendidikan untuk dilaksanakan oleh dinas terkait. Ketika SK Bupati tentang BOPDA diterima oleh Dinas Pendidikan, dinas lalu melakukan sosialisasi kepada sekolah-sekolah, dalam hal ini diadakan pertemuan bersama
para
kepala
sekolah,
tentang
adanya
5 Hasil wawancara bersama Kepala SMP Negeri 3 Mimika, pada hari Sabtu, 24 Januari 2014, Pkl. 09.30 WIT-Pkl.10.32 WIT. 6 Meskipun dalam hasil wawancara dikatakan ada SK BOPDA, tetapi data tentang SK BOPDA tidak dapat ditemukan.
pemberian
dana
bantuan
operasional
pendidikan
daerah (BOPDA) oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika. Dalam temuan yang diperoleh selama penelitian berlangsung, peneliti menemukan bahwa sekalipun kebijakan BOPDA telah ditetapkan sejak tahun 2008, namun peraturan Bupati sebagai landasan dasar hukum bagi pelaksanaan BOPDA baru dikeluarkan pada tahun 2012 dalam Peraturan Bupati No.3 Tahun 2012 tentang Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) untuk Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan. Hal itu diakui pula oleh Sekertaris Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika yang menuturkan bahwa peraturan bupati tentang BOPDA baru dikeluarkan pada tahun 2012, yaitu Peraturan Bupati No.3 Tahun 2012 tentang Bantuan
Operasional
Pendidikan
Daerah
(BOPDA)
untuk Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama,
Sekolah
Menengah
Atas
dan
Sekolah Menengah Kejuruan. Dalam Peraturan Bupati disebutkan bahwa pemberian BOPDA merupakan salah satu upaya pemerintah daerah dalam mendukung program wajib belajar. Ketika
kebijakan
BOSDA/BOPDA
ditetapkan,
awalnya Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika diberi tanggung jawab untuk mengelola dana BOSDA ke sekolah-sekolah. Namun pada tahun 2010, pengelolaan BOSDA ke sekolah-sekolah ditangani langsung oleh
Bendahara Daerah, yaitu Bagian Keuangan Daerah atas
perintah
wawancara
Bupati
bersama
Keuangan Daerah menuturkan bahwa :
Kabupaten Kepala
Mimika.
Bagian
Kabupaten
Dalam
Pembukuan
Mimika,
beliau
Terkait pengelolaan BOPDA, awalnya dikelola oleh Dinas Pendidikan. Namun pada tahun 2010, pengelolaan BOPDA dialihkan ke bagian keuangan atas perintah Bupati karena berdasarkan temuan dari BPK, dana BOPDA sebesar dua puluh tujuh miliar tidak dilaporkan oleh Dinas Pendidikan7.
Hal tersebut dibenarkan oleh salah seorang anggota
bagian
pembukuan
keuangan
daerah
Kabupaten Mimika bahwa “BOPDA awalnya dikelola oleh
Dinas
Pendidikan.
Tapi
pada
tahun
2010,
dialihkan ke bagian keuangan karena ada dana BOPDA yang tidak dilaporkan oleh Dinas Pendidikan”8. Kedua pernyataan yang ada menunjukkan bahwa pengalihan
pengelolaan
Pendidikan
ke
dana
Bendahara
BOPDA
Daerah,
dari
yaitu
Dinas Bagian
Keuangan Daerah Kabupaten Mimika ialah disebabkan karena
tidak
dilaporkannya
dana
BOSDA/BOPDA
sebesar dua puluh tujuh miliar rupiah berdasarkan temuan dari BPK (Badan Pemberantas Korupsi). Terkait dengan pemberian bantuan dana BOPDA, menurut Peraturan Bupati No.3 Tahun 2012 tentang Hasil wawancara singkat bersama Kepala Bagian Pembukuan Keuangan Daerah Kabupaten Mimika, pada hari 13 Januari 2014, Pukul 09.00 WIT-Pukul 09.15 WIT. 8 Hasil wawancara bersama salah seorang anggota Bagian Pembukuan Keuangan Daerah Kabupaten Mimika, pada hari Senin, 10 Februari 2014, Pukul 14.00 WIT-15.30 WIT. 7
pemberian Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) untuk Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pasal 2 menyebutkan bahwa tujuan pemberian BOPDA
adalah
bantuan
pembiayaan
operasional
sekolah dalam rangka membebaskan biaya operasional pendidikan untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan yang ditanggung oleh orang tua murid untuk pelayanan minimal pendidikan. Adapun
sasaran
menjamin
pemberian
BOPDA
standar
dalam
Peraturan Bupati No.3 Tahun 2012 bab VI ayat 1 ialah TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Dalam wawancara bersama
para
informan,
didapati
bahwa
BOPDA
diberikan kepada semua sekolah, baik sekolah negeri maupun
swasta.
Bantuan
Operasional
Pendidikan
Daerah (BOPDA) adalah bantuan pendidikan yang diberikan
pemerintah
daerah
Kabupaten
Mimika,
Papua dalam bentuk dana (uang) pendidikan kepada sekolah-sekolah yang ada di daerah setempat. Pada Peraturan Bupati No.3 Tahun 2012 bab VI ayat 4, BOPDA dipergunakan untuk membiayai kebutuhan operasional sekolah, yaitu : 1. Kegiatan belajar mengajar; 2. Kegiatan kesiswaan; 3. Kewajiban rutin sekolah; dan 4. Managemen sekolah.
Sementara pada ayatnya yang ke-5 menyebutkan bahwa dana BOPDA tidak boleh dimanfaatkan untuk : 1. Tunjangan lain-lain dalam bentuk apapun (tambahan gaji, upah bagi PNS) 2. Kegiatan
fisik
sekolah
dalam
bentuk
apapun dan penambahan barang/jasa yang menambah asset; dan 3. Perjalanan akomodasi. Sedangkan
dari
dinas,
segi
transportasi
mekanisme
dan
penyaluran
dana, ditetapkan dalam Peraturan Bupati No.3 Tahun 2012 pasal 7 ayat 6
bahwa BOPDA untuk jenjang
pendidikan dari SD, SMP, SMA dan SMK diberikan setiap
3
(tiga)
bulan/per
triwulan
dan
bantuan
stimulan untuk tingkat Taman Kanak-Kanak diberikan setiap 6 (enam) bulan per semester. Dengan adanya pemberian dana BOPDA, diharapkan sekolah tidak lagi mengadakan pungutan kepada orang tua/wali murid karena
segala
beban
pembiayaan
operasional
pendidikan di sekolah telah dibebankan selain kepada pemerintah pusat dan provinsi, juga pemerintah kabupaten, dalam hal ini Kabupaten Mimika. Dengan demikian dari segi penetapan kebijakan, BOPDA merupakan suatu kebijakan Bupati Kabupaten Mimika
yang
dilatarbelakangi
pada
kenyataan
sebagian warga masyarakat Papua maupun non Papua di daerah setempat berlatarbelakang ekonomi lemah. Oleh karena itu, BOPDA ditetapkan dalam rangka membantu meringankan beban para orang tua dalam
pembiayaan pendidikan, dalam bentuk pembebasan biaya
operasional
pendidikan
yang
selama
ini
ditanggung para orang tua. BOPDA diberlakukan untuk semua sekolah, baik negeri maupun swasta pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. BOPDA digunakan untuk membiayai kebutuhan operasional sekolah. 4.3.2. Proses Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan (BOPDA) Dalam
proses
pelaksanaan,
pemberian
dana
BOPDA diberlakukan sesuai isi peraturan yakni untuk semua sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah ; TK, SD, SMP, SMA dan SMK, baik swasta maupun negeri yang ada di Kabupaten Mimika, Papua. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, BOPDA ialah bantuan pendidikan yang diberikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika dalam bentuk dana (uang) kepada semua sekolah di daerah setempat. Besaran anggaran dana BOPDA yang diterima oleh setiap sekolah pun berbeda-beda disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan jumlah siswa di setiap sekolah (lihat lampiran 1-3). Menurut Kepala Bagian Keuangan Daerah Kabupaten Mimika, untuk tingkat SMA/SMK jumlah dana BOPDA yang diterima lebih besar nilainya dibanding TK, SD dan SMP. Bertolak pada hasil wawancara, pembedaan jumlah dana BOPDA yang diterima disebabkan oleh karena adanya BOS Pusat untuk tingkat SD dan SMP, dan tidak diberlakukan untuk
sekolah-sekolah
pada
tingkat
SMA/SMK,
sehingga
dana
BOPDA
yang
diberikan
kepada
SMA/SMK lebih besar jumlahnya dibanding untuk TK, SD, dan SMP. Berdasarkan daftar rekapan alokasi anggaran Bantuan Operasional Pendidikan Daerah Pendidikan Dasar Tahun Anggaran 2013 untuk tahun ajaran 2012/2013 (terlampir) jumlah alokasi dana BOPDA yang diterima sekolah-sekolah negeri pada tahun 2013 di tingkat pendidikan dasar Distrik Mimika Baru bervariasi. Pada jenjang pendidikan SD, dana BOPDA yang
diterima
sekolah
yakni
berkisar
antara
Rp.106.000.000-Rp.791.000.000 (seratus enam juta rupiah sampai dengan tujuh ratus sembilan puluh satu juta rupiah). Sedangkan pada jenjang pendidikan SMP, berjumlah
antara
Rp.47.000.000-Rp.595.000.000
(empat puluh lima juta rupiah sampai dengan lima ratus sembilan puluh lima juta rupiah). Menurut daftar tersebut jumlah anggaran per siswa per bulan untuk tiap jenjang pun berbeda-beda. Untuk jenjang SD tiap siswa mendapatkan dana sebesar Rp.49.759/bulan (empat puluh sembilan ribu tujuh ratus lima puluh sembilan rupiah per bulan) dan pada jenjang SMP yakni sebesar Rp.49.750/anak/bulan (empat puluh sembilan ribu tujuh ratus lima puluh rupiah per anak per bulan). Di distrik Mimika Baru, SD Negeri yang mendapat anggaran dana BOPDA terkecil ialah SD Negeri Sentra Pendidikan dan yang terbesar adalah SD Inpres Koperapoka II dengan jumlah siswa sebanyak 1326 anak. Sedangkan pada jenjang SMP, SMP Negeri di Distrik Mimika Baru yang mendapat anggaran dana
BOPDA terkecil ialah SMP Negeri 12 Mimika dan terbesar adalah SMP Negeri 2 Mimika. Data rekapan anggaran dana BOPDA tahun anggaran
2013
jika
dibandingkan
dengan
hasil
penelitian di lapangan, ditemukan ada kesenjangan pada beberapa sekolah yang ditemui sebagai objek penelitian. Ada perbedaan jumlah dana antara yang tertulis dalam data rekapan tersebut dengan yang diterima sekolah. Alokasi dana tahun 2013 pada jenjang sekolah dasar untuk SD Negeri V Mimika mendapat dana BOPDA sebesar Rp.334.977.588, SD Inpres
Kwamki
II
Mimika
Baru
sebesar
Rp.618.603.888, dan SD Negeri Inauga Sempan sebesar Rp.312.884.592. Sedangkan pada jenjang SMP, SMP Negeri 3 Mimika mendapat dana BOPDA sebesar Rp.170.742.000 dan SMP Negeri 5 Mimika sebesar Rp.358.200.000. Akan tetapi berdasarkan data yang diperoleh dari sekolah-sekolah tersebut, ternyata alokasi dana pada tahun
2013
yang
diterima
sekolah-sekolah
tidak
sejumlah yang tertera pada data rekapan yang ada. Dalam
wawancara
bersama
kepala
sekolah
dan
bendahara SD Negeri Inauga Sempan, pada tahun 2013 SD Negeri Inauga Sempan hanya mendapat dana sebesar Rp.84.888.000 (delapan puluh empat juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah) dengan jumlah siswa sebanyak 524 anak. Sementara menurut Kepala SD Inpres Kwamki II Mimika Baru menerima
dana
BOPDA
sebesar
Rp.167.832.000
(seratus enam puluh tujuh juta delapan ratus tiga puluh dua ribu rupiah) dengan jumlah siswa sebanyak 1036 siswa. Sedangkan pada tingkat SMP, kepala SMP Negeri 3 Mimika menuturkan bahwa pada tahun 2013 sekolahnya hanya mendapat dana BOPDA sebesar Rp.68.760.000 (enam puluh delapan juta tujuh ratus enam puluh ribu rupiah) dengan jumlah siswa pada tahun ajaran 2012/2013 yakni terdiri dari 205 siswa. Setelah peneliti melakukan wawancara dengan pegawai bagian keuangan daerah, diakui bahwa jumlah dana BOPDA yang diterima sekolah pada tahun 2013 mengalami penurunan dari yang semestinya diterima. Hal tersebut disebabkan terutama karena disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Jumlah dana BOPDA yang seharusnya diterima setiap siswa dalam satu bulan untuk jenjang SD sebesar Rp.49.759 dan SMP sebesar
Rp.49.750
mengalami
penurunan
menjadi
Rp.27.000 pada jenjang SD dan Rp.30.000 pada jenjang SMP. Akibatnya jumlah dana BOPDA yang diterima sekolah mengalami penurunan pada tahun 2013
bila
dibandingkan
dengan
beberapa
tahun
sebelumnya. Dalam proses pelaksanaan, tidak ada juklak maupun juknis khusus penggunaan dana BOPDA di sekolah. Kepala Keuangan Daerah Kabupaten Mimika menuturkan, “juklak dan juknis BOPDA belum ada. Selama ini kami hanya mengacu pada juknis BOS
Pusat”9. Hal ini diakui pula oleh Sekertaris Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika yang menyatakan bahwa “juklak dan juknis BOPDA memang belum ada. Untuk sementara kami gunakan juknis BOS Pusat. Tetapi juknis BOS Pusat juga tidak sesuai dengan kondisi
di
daerah”10.
Para
kepala
sekolah
yang
diwawancarai juga mengakui bahwa BOPDA tidak mempunyai juklak maupun juknis penggunaan dana. Pedoman penggunaan dana BOPDA hanya mengacu pada Peraturan Bupati No.3 Tahun 2012. Namun dalam wawancara bersama beberapa kepala sekolah, mereka mengaku kesulitan dalam membuat perincian penggunaan
dana
karena
tidak
dijelaskan
Bupati,
dana
dalam
perbup. Dalam
Peraturan
BOPDA
digunakan untuk empat item yaitu kegiatan belajar mengajar, kegiatan kesiswaan, kewajiban rutin sekolah, dan managemen sekolah. Sedangkan dalam Juknis BOS Pusat tahun 2013 yang dijadikan acuan sebagai juknis penggunaan BOPDA, dana BOS digunakan untuk
beberapa
komponen
pembiayaan
yaitu
pengembangan perpustakaan, kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler siswa, kegiatan ulangan dan ujian, pembelian bahan-bahan habis pakai, langganan daya
Hasil wawancara bersama Kepala Keuangan Daerah Kabupaten Mimika pada hari Senin 27 Januari 2014, Pkl.10.30 WIT-11.08 WIT. 10 Hasil wawancara bersama Sekertaris Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika pada hari Selasa, 11 Februari 2014, Pukul 10.00 WIT-10.30 WIT. 9
dan jasa, perawatan sekolah, pembayaran honorarium bulanan, pengembangan profesi guru, membantu siswa miskin,
pembiayaan
pengelolaan
BOS,
pembelian
perangkat komputer, dan biaya lainnya jika seluruh komponen 1 sampai pendanaannya dari BOS.
dengan
12
terpenuhi
Dari segi mekanisme penyaluran dana, dalam Peraturan Bupati disebutkan bahwa dana BOPDA untuk jenjang pendidikan dari SD, SMP, SMA dan SMK diberikan setiap 3 (tiga) bulan/per
triwulan dan
bantuan stimulan untuk tingkat Taman Kanak-Kanak diberikan setiap 6 (enam) bulan per semester. Namun pada
pelaksanaannya,
pemberian
dana
BOPDA
dilakukan per semester atau setiap 6 bulan sekali untuk
semua
Januari-Juni
jenjang dan
pendidikan,
Juli-Desember.
yaitu Hal
periode tersebut
dibenarkan oleh Kepala Bagian Keuangan Daerah Kabupaten Mimika bahwa “penyaluran dana BOPDA dilakukan per semester”11. Secara administratif, dalam hal penyaluran dana sekolah-sekolah harus memenuhi beberapa prosedur persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika untuk menerima dana BOPDA. Prosedur yang perlu dilaporkan sekolah adalah menyangkut data jumlah siswa selama satu tahun ajaran dan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana
BOPDA
periode
sebelumnya
serta
salinan
RAPBS/RKAS selama 1 semester dan materai enam 11
Ibid.....
ribu. Sekolah-sekolah pada tingkat pendidikan dasar di Kabupaten Mimika berurusan langsung dengan Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika. Rekapan data jumlah siswa yang dilaporkan sekolah-sekolah pada tingkat pendidikan dasar ke Dinas Pendidikan Dasar kemudian akan dilaporkan ke bagian keuangan daerah Kabupaten Mimika untuk disusun penganggaran dana BOPDA ke sekolah masing-masing. Penyaluran dana BOPDA ditransfer ke rekening masing-masing
sekolah
oleh
pemerintah
daerah
Kabupaten Mimika. Sebelum dana dicairkan, sekolah harus mengurus rekomendasi dan meminta kwitansi pembayaran serta surat pernyataan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kepala Bagian Keuangan Daerah Kabupaten Mimika bahwa : Untuk pencairan dana, sekolah harus mengurus rekomendasi ke Dinas Pendidikan yang kemudian diserahkan ke bagian keuangan daerah untuk dikeluarkan kwitansi penerimaan dana BOPDA, barulah kepala sekolah dan bendahara sekolah melakukan pencairan dana di bank12.
Pernyataan Kepala Bagian Keuangan Daerah Kabupaten Mimika ditambahkan pula oleh anggota bidang pembukuan keuangan daerah bahwa : Dalam mekanisme pencairan dana BOPDA, sekolah perlu mengurus rekomendasi dan surat pernyataan dari Dinas Pendidikan. Setelah itu, sekolah mengurus berita
12 Hasil wawancara bersama Kepala Bagian Keuangan Daerah Kabupaten Mimika, pada hari Senin, 27 Januari 2014, Pkl.10.30 WIT-11.08 WIT.
acara serah terima dana dan kwitansi pembayaran dari sekertaris daerah (Setda)13.
Pendapat di atas didukung pula oleh Sekertaris Dinas Pendidikan Dasar bahwa : Dinas Pendidikan hanya mengurusi hal-hal yang bersifat administratif saja dalam penyaluran dana. Kalau tentang penganggaran dan pencairan dana BOPDA dilakukan oleh bagian keuangan daerah. Ketika dana BOPDA akan dicairkan, pihak sekolah yaitu kepala sekolah meminta rekomendasi dan surat pernyataan dari Dinas Pendidikan. Selanjutnya sekolah berurusan dengan bagian keuangan daerah untuk mendapatkan kwitansi penerimaan dan berita acara serah terima dana BOPDA.
Bertolak pada beberapa pernyataan tersebut, maka dalam mekanisme penyaluran dana, sekolahsekolah
pada
memenuhi
tingkat
beberapa
memasukkan
pendidikan
prosedur
laporan
dasar
persyaratan,
harus yakni
pertanggungjawaban
penggunaan dana, RAPBS/RKAS sekolah, laporan data siswa, dan juga mengurus hal-hal administratif lainnya seperti surat pernyataan, rekomendasi, dan surat perjanjian pemberian bantuan di Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika serta berita acara penyerahan uang dan kwitansi pembayaran bagi pengambilan dana BOPDA di bagian Keuangan Daerah Kabupaten Mimika. Setelah semua urusan administratif tersebut dipenuhi, barulah sekolah, dalam hal ini kepala sekolah dan bendahara dapat melakukan pencairan dana BOPDA di bank. 13
Hasil wawancara bersama anggota bagian pembukuan keuangan daerah Kabupaten Mimika, pada hari Senin, 10 Februari 2013, Pukul 14.00 WIT – 15.30 WIT.
Dalam alokasi waktu penyaluran dana BOPDA oleh pemerintah daerah ditemukan seringkali tidak tepat waktu. Terkadang dana BOPDA baru diberikan pada pertengahan semester, tapi ada pula dana BOPDA yang diberikan setelah akhir semester. Sebagai contoh berdasarkan temuan di lapangan, pemberian dana BOPDA tahun 2013 untuk periode kedua baru diterima sekolah-sekolah
pada
bulan
Desember
2013.
Sementara pada saat yang sama, diakui oleh beberapa kepala sekolah yang diwawancarai bahwa sekolah diminta
untuk
melaporkan
laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana BOPDA untuk periode Juli-Desember. Menurut salah seorang anggota bagian
pembukuan
keuangan
daerah
Kabupaten
Mimika, ada sekolah yang sudah memasukkan LPJ penggunaan dana BOPDA periode tersebut, tetapi ada juga yang belum. Penyaluran dana BOPDA yang seringkali tidak tepat
waktu
sangat
mempengaruhi
pembiayaan
operasional sekolah. Kebanyakan sekolah mengutang belanja barang-barang kebutuhan untuk operasional sekolah ketika terjadi keterlambatan pencairan dana. Setelah dana dicairkan, barulah utang-utang sekolah dibayar. Menurut Kepala SMP Negeri 3 Mimika : Ketika dana BOPDA terlambat dicairkan, memang kami kesulitan dalam membiayai operasional sekolah. Biasanya kami menggunakan skala prioritas dalam membiayai operasional sekolah. Kegiatan atau keperluan mana yang mendesak dan tidak dapat ditunda itulah yang kami biayai terlebih dulu. Tentunya sumber pendapatan sekolah ada tiga, yaitu BOS Pusat, BOS Provinsi, dan BOS Daerah. Ketiga sumber dana ini
tidak disalurkan dalam waktu yang bersamaan, sehingga dana BOS mana yang lebih dulu kami terima itulah yang kami pakai untuk membiayai operasional sekolah14.
Sedangkan
Kepala
SD
Negeri
V
Mimika
menyatakan bahwa, “biasanya sekolah meminjam dana dari kantin sekolah untuk membiayai kegiatan sekolah jika dana BOPDA belum diterima. Setelah dana BOPDA kami terima, kami gunakan sebagian untuk membayar utang-utang sekolah”15. Sering terjadinya keterlambatan pencairan dana BOPDA oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika sempat menimbulkan aksi demo yang dilakukan oleh para guru di daerah setempat. Aksi demo dilakukan pada tahun 2012 dengan maksud menuntut dana BOPDA
tahun
2011
yang
tidak
diberikan
oleh
pemerintah daerah Kabupaten Mimika. Salah seorang anggota
DPRD
Komisi
C
bagian
pendidikan
menegaskan bahwa “BOPDA tahun 2011 bermasalah disebabkan
karena
adanya
masalah
pertanggungjawaban dari kepala sekolah, sehingga dana tersebut dikembalikan ke kas daerah dan menjadi silva”. Hal tersebut juga dibenarkan oleh wakil ketua DPRD Komisi C bagian pendidikan bahwa : Penyaluran dana 2011 yang bermasalah dan mengakibatkan demo adalah disebabkan karena ada beberapa sekolah yang tidak melaporkan pertanggungjawaban penggunaan dana BOPDA di sekolah, sehingga hal tersebut mempengaruhi yang 14 Hasil wawancara bersama Kepala SMP Negeri 3 Mimika pada hari Sabtu, 24 Januari 2014, Pkl.09.30 WIT-10.32 WIT. 15 Hasil wawancara bersama Kepala SD Negeri V Mimika pada hari Senin, 10 Februari 2014, Pukul 08.32 WIT-09.15 WIT.
lain. Satu atau dua sekolah saja yang tidak melaporkan pertanggungjawaban penggunaan dana BOPDA, akan menghambat pencairan dana BOPDA untuk semua sekolah, baik yang sudah melaporkan pertanggungjawabannya maupun yang belum16.
Keterlambatan pencairan dana BOPDA diakui oleh Kepala Bagian Keuangan Daerah Kabupaten Mimika adalah disebabkan juga karena adanya keterlambatan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOPDA oleh
kepala-kepala
seorang mengaku
anggota bahwa
sekolah. bagian
Sementara pembukuan
penyaluran
dana
itu,
salah
keuangan
BOPDA
yang
terlambat disalurkan ke rekening sekolah bukan hanya tergantung pada laporan pertanggungjawaban sekolah tetapi juga karena menunggu persetujuan dari bupati17. Hal lainnya yang juga peneliti temui terkait dengan keterlambatan distribusi dana ialah komunikasi dengan pihak DPRD Kabupaten Mimika yang tidak terjalin dengan baik. Terkait dengan dana BOPDA tahun 2011, dalam salah satu surat kabar online, Kepala Keuangan Daerah menjelaskan bahwa "kami masih menunggu jawaban dari DPRD apakah dewan menyetujui untuk menyalurkan dana BOPDA mendahului penetapan APBD-Perubahan 2012. Kalau DPRD setuju maka akan segera
kita
salurkan,"
(www.antaranews.com).
Sementara menurut Ketua Komisi C DPRD Mimika, “hingga saat ini, sejumlah anggota DPRD Mimika, Hasil wawancara bersama Wakil Ketua DPRD Komisi C Bidang Pendidikan Kabupaten Mimika pada hari Kamis, 06 Februari 2014, Pkl.10.45 WIT-11.05 WIT. 17 Hasil wawancara bersama salah seorang anggota Bagian Pembukuan Keuangan Daerah Kabupaten Mimika, pada hari Senin, 10 Februari 2014, Pkl.14.00 WIT-15.30 WIT. 16
mengaku belum melihat surat yang disampaikan oleh Pemda Mimika ke Dewan terkait dengan Dana Bantuan Operasional
Pendidikan
Daerah
(BOPDA)”
(www.antaranews.com). Beberapa pernyataan tersebut menggambarkan bahwa penyaluran dana BOPDA ke sekolah-sekolah tergantung
pada
penggunaan
dana
laporan BOPDA
pertanggungjawaban
yang
telah
dilaporkan
sekolah, persetujuan bupati, dan komunikasi dengan pihak DPRD Kabupaten Mimika. Sementara dana BOPDA tahun 2011 yang tidak diberikan ke sekolahsekolah
disebabkan
oleh
karena
laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana BOPDA tidak dilaporkan oleh beberapa sekolah yang pada gilirannya turut mempengaruhi penyaluran dana BOPDA ke semua sekolah. Selanjutnya menyangkut sasaran dana BOPDA sesuai isi peraturan bupati ialah digunakan untuk kegiatan
belajar
mengajar,
kegiatan
kesiswaan,
kewajiban rutin sekolah, dan manajemen sekolah. Pada pelaksanaannya, menurut hasil wawancara bersama para kepala sekolah diakui bahwa ada kesulitan yang ditemui dalam merincikan penggunaan dana BOPDA karena tidak adanya petunjuk penggunaan dana yang diatur dalam juklak maupun juknis oleh pemerintah daerah
Kabupaten
menafsirkan
rincian
Mimika.
Sekolah
penggunaan
dana
berusaha BOPDA
berdasarkan juknis BOS Pusat. Berikut ini adalah
salah satu contoh garis besar rincian penggunaan dana BOPDA oleh SMP Negeri 3 Mimika. Tabel 4.7. Rincian Penggunaan Dana BOPDA SMP Negeri 3 Mimika Tahun Ajaran 2012/2013(Diolah)
No.
Penggunaan Pembelanjaan
1.
Kegiatan Belajar Mengajar
Rincian Penggunaan Pembelanjaan
Pelaksanaan ujian semester Pembuatan Rapor Siswa Pembuatan Kartu Pelajar 2.
Belanja Barang Habis Pakai
3.
Biaya Honorer
4.
Kegiatan Kesiswaan
5. 6.
7.
Belanja Pemeliharaan Biaya Listrik
Pengembangan Kurikulum
ATK (Alat Tulis Kantor) Guru dan Pegawai Tidak Tetap Lomba-Lomba : · Pertandingan sepakbola · Olimpiade Sains · Kegiatan hari-hari besar nasional Pembinaan Keagamaan : · Perayaan natal bersama · Halal bi Halal Kelengkapan Sarana Prasana Penyusunan program sekolah Penyusunan perangkat pembelajaran Pengembangan model inovasi pembelajaran
Sumber : Laporan Surat Pertanggungjawaban Keuangan Penggunaan Dana BOPDA, SMP Negeri 3 Mimika, 2012/2013
Dokumen laporan pertanggungjawaban keuangan pengunaan dana BOPDA oleh SMP Negeri 3 Mimika menunjukkan dana BOPDA telah digunakan untuk membiayai kegiatan proses belajar mengajar, belanja pemeliharaan prasarana,
dan
pengembangan
pengembangan
sarana
kurikulum,
dan
kegiatan
kesiswaan, bayar tenaga honor baik guru maupun pegawai tidak tetap (GTT dan PTT), belanja barang habis pakai seperti alat tulis kantor (ATK), dan membayar
listrik.
Belanja
pemeliharaan
ditujukan
untuk biaya pemeliharaan taman sekolah. Sementara kelengkapan
sarana
prasarana
diantaranya
meliputi
belanja
yang papan
dibelanjakan data
siswa,
pengeras suara, 2 buah printer untuk administrasi sekolah dan cetak lembar kerja siswa, gitar untuk pembelajaran seni budaya. Lain halnya dengan SMP Negeri 3 Mimika, di SD Inpres Kwamki II dan SD Negeri V Mimika, sekolah menggunakan sebagian dana BOPDA tahun 2012 untuk menambah sarana dan prasarana sekolah. Berikut ini penuturan Kepala SD Negeri V Mimika. Dana BOPDA yang diterima sekolah, juga kami gunakan untuk membeli meja dan kursi belajar untuk anak-anak. Sebenarnya hal itu tidak boleh kami beli dengan menggunakan dana BOPDA karena dilarang, tetapi harus dilakukan karena sarana belajar anakanak di kelas untuk bangku dan meja tulis tidak ada. Sebagai ganti pelaporannya, kami menggunakan nota
lainnya sebagai keterangan untuk menutupi dana yang kami keluarkan untuk belanja sarana dan prasana sekolah18.
Sedangkan menuturkan :
Kepala
SD
Inpres
Kwamki
II
Waktu itu kami tidak dapat juknis, jadi kami tidak tahu barang-barang apa yang boleh dibeli dengan menggunakan dana BOPDA dan mana yang tidak boleh. Sempat kami membeli mesin fotocopy untuk keperluan sekolah dan setelah badan inspektorat memeriksa, baru kami tahu bahwa tidak boleh menggunakan dana BOPDA untuk beli mesin fotocopy19.
Lebih lanjut Kepala SD Inpres Kwamki II menerangkan, semasa
kepala
sekolah
menjabat,
beliau
belum
menerima petunjuk penggunaan dana BOPDA dalam peraturan bupati. Akibatnya, sekolah menggunakan sebagian dana BOPDA untuk berbelanja kebutuhan sekolah yang dalam peraturan bupati adalah hal yang tidak boleh dilakukan, yaitu dengan membeli mesin fotocopy. Dalam hasil wawancara, dituturkan oleh kepala sekolah bahwa belanja mesin fotocopy tidak boleh
dilakukan
oleh
karena
menurut
bagian
inspektorat hal itu bersifat menambah asset sekolah. Dengan demikian penggunaan dana BOPDA di SD Negeri
V
Mimika
dan
SD
Inpres
Kwamki
II
menunjukkan adanya kesalahan dimana sebagian dana BOPDA oleh pihak sekolah digunakan untuk membeli barang kebutuhan sarana dan prasarana sekolah. 18 Hasil wawancara dengan Kepala SD Negeri V Mimika pada hari Senin, 10 Februari 2014, Pukul 08.30 WIT – 09.13 WIT 19 Hasil wawancara bersama Kepala SD Inpres Kwamki II Mimika Baru pada hari Kamis, 13 Februari 2014, Pukul 09.05 WIT-10.00 WIT.
Sedangkan
Kepala
SMP
Negeri
5
Mimika
mengaku bahwa dana BOPDA juga ia gunakan untuk biaya transportasi dalam pengurusan administrasi BOPDA di Dinas Pendidikan dan Bagian Keuangan Daerah20. Dengan
demikian
dari
segi
implementasi
kebijakan, dana BOPDA yang diberikan ke sekolahsekolah di Kabupaten Mimika disesuaikan dengan keuangan
daerah.
implementasi pelaksanaan
Sementara
kebijakan, maupun
dalam
tidak
petunjuk
ada
proses petunjuk
teknis
khusus
penggunaan dana BOPDA. Distribusi dana BOPDA juga seringkali terlambat didistribusikan karena dipengaruhi oleh laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOPDA
dari
koordinasi
sekolah,
antara
persetujuan
pemerintah
daerah
bupati, dan
dan DPRD
Kabupaten Mimika yang tidak terjalin baik. Sementara dalam penggunaan dana BOPDA, ada terjadi beberapa kesalahan yang dilakukan sekolah, dimana sekolah menggunakan sebagian dana BOPDA untuk menambah asset
sekolah
dan
perjalanan
transportasi
untuk
pengurusan administratif dana BOPDA.
20 Hasil wawancara bersama Kepala SMP Negeri 5 Mimika pada Senin, 24 Februari 2014, Pukul 09.00 WIT-09.56 WIT.
4.3.3. Hasil Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) Pendidikan Dasar Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika Papua Adanya kebijakan BOPDA di Kabupaten Mimika, sekolah-sekolah dilarang untuk menarik pungutan biaya SPP dari para orang tua yang selama ini ditanggung
oleh
para
orang
tua/wali
murid.
Berdasarkan hasil penelitian di beberapa sekolah negeri pada tingkat pendidikan dasar di Distrik Mimika Baru, sekolah-sekolah sudah tidak lagi memungut biaya SPP sesuai petunjuk kebijakan yang ada. Hanya saja ada pungutan lain yang masih dipungut sekolah dari para orang tua/wali murid. Berikut ini adalah penuturan beberapa
kepala
sekolah
menyangkut
pungutan-
pungutan yang masih ditarik sekolah dari para orang tua/wali. Kepala SD Negeri V Mimika menuturkan bahwa “sekolah tidak lagi memungut uang SPP, tetapi untuk mendaftar sebagai peserta didik di SD Negeri V, setiap anak dikenakan biaya pendaftaran sebesar Rp.300.000 (tiga ratus ribu rupiah)”21. Sedangkan
di
SD
Negeri
Inauga
Sempan,
menurut kepala sekolah di SD tersebut menyatakan : Dengan adanya BOPDA, sekolah dilarang memungut SPP. Kami tidak lagi memungut SPP sejak tahun 2010. Hanya ada biaya daftar ulang pada saat pengembalian raport yang kami pungut dari orang tua siswa sebesar 21 Hasil wawancara dengan kepala SD Negeri V Mimika, pada hari Senin, 10 Februari 2014, Pkl. 08.32 WIT-09.15 WIT.
sepuluh ribu rupiah per anak. Untuk uang pakaian, setiap anak dikenakan biaya seratus enam puluh ribu22.
Sama dengan kedua sekolah tersebut, Kepala SD Inpres Kwamki Baru menjelaskan bahwa “kami tidak lagi memungut SPP dari orang tua/wali siswa karena itu sudah dilarang oleh pemerintah daerah. Hanya memang pada saat awal masuk sekolah, kami adakan pungutan kepada tiap orang tua siswa untuk uang pengembangan sekolah”23. Kondisi sekolah dimana tidak lagi memungut SPP dari orang tua/wali murid juga dilakukan pada jenjang SMP. Pada SMP Negeri 3 Mimika dan SMP Negeri 5 Mimika yang penulis temui juga sudah tidak lagi melakukan
pungutan
biaya
SPP. Realita
tersebut
didukung pula oleh pendapat beberapa orang tua siswa di
sekolah-sekolah
yang
dijadikan
sebagai
objek
penelitian bahwa untuk pembayaran SPP diakui para orang tua, sekolah sudah tidak lagi memungut. Hanya saja ada pungutan-pungutan tertentu yang harus dibayar
oleh
para
orang
tua,
seperti
biaya
pengembangan sekolah, biaya daftar ulang dan biaya pengayaan
untuk
ujian
nasional
maupun
ujian
sekolah, try out, biaya untuk ujian praktek pada tingkat SMP yang telah disepakati bersama guru, komite sekolah, dan para orang tua/wali peserta didik. Hasil wawancara bersama Kepala Sekolah SD Negeri Inauga Sempan pada hari Senin, 17 Februari 2014, Pkl.08.30 WIT09.30 WIT. 23 Hasil wawancara bersama Kepala SD Inpres Kwamki II pada hari Jumat, 14 Februari 2014, Pkl.09.21 WIT – Pkl.10.21 WIT. 22
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikatakan bahwa pungutan SPP pada tingkat pendidikan dasar, baik SD maupun SMP sudah tidak lagi dilakukan oleh sekolah
sesuai
harapan
dan
amanat
yang
telah
diberikan oleh pemerintah daerah dengan adanya dana BOPDA. Beban pembiayaan operasional pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah daerah setempat telah membuka kesempatan bagi setiap anak-anak usia sekolah, terkhusus dari latar belakang ekonomi lemah, baik anak-anak Papua maupun non Papua, untuk memperoleh pendidikan. Berdasarkan data jumlah siswa pada beberapa sekolah yang ditemui, terjadi peningkatan jumlah siswa sejak tahun 2008 ketika BOPDA ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.8. Perkembangan Jumlah Siswa Pendidikan Dasar Negeri Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika-Papua No 1 2 3 4
Jumlah Siswa
Sekolah SD Inpres Kwamki Baru SD Negeri Inauga Sempan SMP Negeri 3 Mimika SMP Negeri 5 Mimika
2008
2009
2010
2011
2012
2013
1624
1803
1016
1038
1023
1024
120
352
457
500
513
591
133
148
187
196
205
236
402
405
464
471
481
486
Data perkembangan jumlah siswa menunjukkan bahwa keadaan jumlah siswa tiap tahunnya berubah dan berbeda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Pada tingkat pendidikan dasar negeri untuk jenjang sekolah dasar (SD) di Distrik Mimika Baru, SD Inpres Kwamki Baru merupakan salah satu SD di Kabupaten Mimika memiliki jumlah siswa terbanyak dari tahun 2008-2013. Menurut salah seorang guru SD Inpres Kwamki II penurunan jumlah siswa mulai tahun 2010 disebabkan oleh karena adanya pemekaran wilayah distrik Kwamki Baru, sehingga sebagian anakanak
usia
sekolah
yang
berdomisili
di
daerah
pemekaran disekolahkan para orang tua mereka di SD terdekat. Sedangkan pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP), dari kedua SMP yang ditemui, SMP Negeri 5 Mimika memiliki jumlah siswa yang cukup banyak dan terus meningkat dari tahun 2008 sampai dengan 2013. Sementara itu jumlah siswa Papua di beberapa sekolah pada tingkat pendidikan dasar negeri Distrik Mimika
Baru,
Kabupaten
Mimika-Papua
dapat
dikatakan tidak lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah anak-anak usia sekolah yang non Papua. Berikut ini data perbandingan jumlah siswa Papua dan non Papua yang diwakili dari dua sekolah.
Tabel 4.9. Data Jumlah Siswa Papua Pendidikan Dasar Negeri Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika-Papua Tahun 2008-2013 N o 1 2
Tahun Sekolah SD Inpres Kwamki II SMP Negeri 3 Mimika
20 08
2009
2010
2011
2012
2013
389
545
314
207
288
358
34
52
68
71
78
89
Tabel 4.10. Data Jumlah Siswa Non Papua Pendidikan Dasar Negeri Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika-Papua Tahun 2008-2013 N o 1. 2.
Sekolah SD Inpres Kwamki II SMP Negeri 3 Mimika
Tahun 2010 2011
2008
2009
1235
1258
702
99
96
119
2012
2013
831
735
666
125
127
147
Kedua data dalam tabel di atas menunjukkan jumlah siswa Papua dan non Papua di kedua sekolah negeri pada tingkat pendidikan dasar Distrik Mimika Baru terus meningkat tiap tahunnya. Akan tetapi, jumlah siswa Papua yang berada di kedua sekolah tersebut lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah siswa non Papua. Sedangkan dari segi data putus sekolah, kehadiran BOPDA terkhusus untuk beberapa sekolah di Distrik Mimika Baru cukup berkurang. Berikut tabel data putus sekolah di empat sekolah pada tingkat pendidikan dasar negeri.
Tabel 4.11. Data Putus Sekolah Pendidikan Dasar Negeri Distrik Mimika Baru Tahun 2008-2013 Tahun N o 1 2 3 4
Sekolah
2008
2009
2010
2011
2012
2 0 1 3
10
7
4
5
3
2
-
20
7
2
10
-
12
7
8
5
2
-
7
6
4
-
1
-
SD Inpres Kwamki Baru SD Negeri Inauga Sempan SMP Negeri 3 Mimika SMP Negeri 5 Mimika
Tabel data putus sekolah pendidikan dasar negeri yang diwakili oleh empat sekolah di Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika-Papua menunjukkan adanya perbedaan
jumlah
pendidikan
dasar
putus untuk
sekolah tiap
pada
jenjang
tingkat
pendidikan.
Berdasarkan data yang diperoleh pada jenjang SD, untuk SD Inpres Kwamki Baru pada tahun 2008 ada 6 anak yang putus sekolah karena alasan perang suku. Hal yang sama juga terjadi pada SD Negeri Inauga Sempan. Menurut kepala sekolah SD Negeri Inauga Sempan, ada 14 anak pada tahun 2009 yang putus sekolah
karena
faktor
lingkungan
dimana
terjadi
perang suku, sehingga anak seringkali tidak hadir di kelas. Anak-anak yang putus sekolah karena faktor lingkungan
tersebut
adalah
anak-anak
suku
asli
Kabupaten Mimika. Akibat perang suku, anak-anak ditarik pulang oleh orang tua ke kampung halaman
masing-masing.
Hampir
sama
dengan
SD
untuk
jenjang SMP, menurut kepala sekolah SMP Negeri 3 Mimika ada 8 anak yang putus sekolah pada tahun 2008 karena masalah ketidakhadiran di kelas yang diakibatkan oleh keikutsertaan anak menjalani perang suku dan membantu orang tua untuk berkebun dan berburu. Dari hasil penelitian di lapangan, jumlah anak putus sekolah yang tertera di atas juga disebabkan karena tidak mengikuti ujian akhir (UN/US) sehingga dianggap dropout (DO). Dengan
demikian,
kebijakan
BOPDA
dapat
dikatakan sudah cukup membantu orang tua dalam pembiayaan pendidikan anak. Hadirnya BOPDA di Kabupaten Mimika telah menekan angka putus sekolah yang
disebabkan
oleh
karena
masalah
biaya
pendidikan. Bahkan dengan adanya kebijakan BOPDA terjadi
peningkatan
jumlah
siswa
untuk
tingkat
pendidikan dasar negeri di Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika-Papua. Program atau kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam bentuk pemberian bantuan dana untuk meringankan beban pembiayaan pendidikan yang selama ini ditanggung para orang tua siswa berpengaruh pada peningkatan jumlah siswa, seperti yang juga di Provinsi Sumatera Selatan dan di Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak. Dalam penelitian Marzuki (2011), kebijakan sekolah gratis di Provinsi Sumatera telah meningkatkan akses memperoleh layanan pendidikan. Sementara Aspansius
(2010)
dalam
penelitiannya
tentang
implementasi kebijakan Bantuan Operasional Sekolah
di Kecamatan Sengah
Temila,
Kabupaten Landak
menunjukkan adanya peningkatan APK pada tahun 2008, yakni 94 % setelah adanya program BOS. Walaupun ada peningkatan jumlah siswa di Distrik
Mimika
Baru,
Kabupaten
Mimika-Papua,
namun ternyata hadirnya kebijakan BOPDA belum mampu
menumbuhkan
kesadaran
masyarakat,
terkhusus masyarakat suku asli Papua di Kabupaten Mimika, terhadap pentingnya pendidikan kepada anakanak. Faktor lingkungan dimana sering terjadi perang suku menimbulkan rasa tidak aman bagi anak-anak dan kebiasaan hidup, seperti berburu dan berkebun, sangat berpengaruh tersebut.
pada
pendidikan
anak-anak
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, maka dalam siklus kebijakan, BOPDA ditetapkan berdasarkan kehendak Bupati
Kabupaten
kenyataan
sebagian
Mimika
yang
anak-anak
didasari
Papua
di
pada daerah
setempat berlatarbelakang ekonomi miskin. BOPDA digunakan untuk membiayai operasional sekolah yang selama ini ditanggung oleh para orang tua/wali siswa. Meskipun
BOPDA
landasan
hukum
dikeluarkan
pada
ditetapkan
sejak
pelaksanaan tahun
2012.
tahun
2008,
kebijakan
baru
Dengan
kondisi
demikian, implementasi kebijakan BOPDA menjadi tidak efektif. Dalam hal ini George C. Edwards III mengemukakan ada empat variabel atau faktor yang
berpengaruh dalam implementasi kebijakan publik yaitu
komunikasi,
sumber
daya,
kecenderungan-
kecenderungan (sikap), dan struktur birokrasi. a. Dari segi Komunikasi Implementasi kebijakan yang efektif hanya dapat terjadi apabila mereka yang melaksanakan keputusan mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Secara umum menurut Edwards, ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses komunikasi kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi, dan kejelasan. Dari segi transmisi, sosialisasi tentang adanya kebijakan BOPDA di Kabupaten Mimika telah dilakukan oleh pemerintah daerah, maupun
baik tidak
melalui
jalur
langsung.
komunikasi
Kebijakan
langsung
BOPDA
yang
disosialisasikan melalui jalur komunikasi langsung yakni melalui pertemuan bersama para kepala sekolah dengan
Dinas
Pendidikan
Kabupaten
Mimika.
Sementara sosialisasi kebijakan BOPDA secara tidak langsung diberitahukan melalui jalur media massa, sehingga memungkinkan para orang mengetahui adanya kebijakan tersebut.
tua
untuk
Informasi tentang kebijakan BOPDA juga harus diketahui oleh pihak DPRD Kabupaten Mimika. Namun pada kenyataannya, koordinasi antara pemerintah daerah dengan DPRD tidak terjalin dengan baik. Hal tersebut menjadi salah satu kendala dalam distribusi dana BOPDA ke sekolah. Inilah yang disebutkan Edwards bahwa salah satu hambatan dalam proses implementasi kebijakan ialah ketika kebijakan harus
melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi. Dalam proses pelaksanaan kebijakan, keputusan yang dibuat oleh seorang kepala daerah tentang BOPDA, tidak dapat secara langsung dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh karena dana BOPDA ialah bersumber pada kas daerah, sehingga perlu dibahas dan mendapat persetujuan terlebih dahulu Mimika.
dengan
Sementara komunikasi kebijakan
itu
dari
kebijakan yang
pihak
DPRD
segi
kejelasan
dalam
Edwards
suatu
diimplementasikan
harus
menurut
hendak
Kabupaten
memiliki petunjuk-petunjuk pelaksanaan. Akan tetapi dalam pelaksanaan kebijakan, didapati bahwa ternyata belum terdapat adanya petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis khusus penggunaan dana BOPDA ke sekolah-sekolah.
Akibatnya
pelaksanaan
kebijakan
BOPDA tidak terlaksana dengan baik. Hal-hal terkait dengan
pengelolaan
dana
BOPDA,
mulai
dari
administrasi sampai pada penerapannya di sekolahsekolah hanya mengacu pada Peraturan Bupati No.3 Tahun 2012 yang mengatur tentang BOPDA. Peraturan Bupati tersebut telah dibagikan kepada setiap sekolah, termasuk sekolah-sekolah pada tingkat pendidikan dasar.
Ketika
peraturan
kebijakan
bupati
yang
hanya ada,
berpatokan instruksinya
pada dapat
dikatakan belum jelas. Berdasarkan temuan yang diperoleh di lapangan, ternyata ada beberapa item yang tidak dirincikan dalam peraturan tersebut.
Hal
pertama
yakni
menyangkut
sasaran
penggunaan dana BOPDA. Menurut Peraturan Bupati No.3 Tahun 2012 pasal 6 ayat 4 ialah dipergunakan untuk membiayai operasional sekolah, yaitu kegiatan belajar mengajar, kegiatan kesiswaan, kewajiban rutin sekolah,
dan
managemen
sekolah.
Keempat
item
penggunaan dana BOPDA tersebut tidak dirincikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika. Akibatnya terjadi kesalahan penggunaan dana BOPDA seperti yang terjadi di beberapa sekolah yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sebagai konsekuensi dari adanya dana BOPDA yang diberikan pemerintah daerah Kabupaten Mimika ke sekolah-sekolah di daerah setempat adalah adanya pembebasan biaya operasional pendidikan yang selama ini ditanggung para orang tua/wali murid. Dalam hal ini
pembebasan
biaya
operasional
pendidikan
diberlakukan untuk semua siswa tanpa terkecuali. Menanggapi hal tersebut Kepala Sub Bagian Umum dan Program menilai bahwa : Sekolah harus jeli dalam melihat keadaan orang tua murid karena tidak semua berasal dari latar belakang ekonomi yang sama, pasti berbeda. Sebenarnya dengan adanya BOPDA, ada anak-anak yang bebas dari segala pungutan. Bebas pungutan tidak diberlakukan untuk semua siswa, bebas terbatas. Bebas pungutan ini diberikan kepada anak-anak yang orang tuanya memiliki penghasilan tidak tetap dan kecil. Sekolah harus membuat klasifikasi, ada anak yang harus dibebaskan sama sekali dari pungutan dan ada orang tua yang masih bisa diberikan beban biaya pendidikan. Jika dana BOPDA diperuntukkan bagi semua siswa dan semua siswa dibebaskan dari pungutan biaya operasional pendidikan, maka ini tidak masuk akal.
Hanya pemahaman masyarakat umum bahwa sekolah gratis, sebenarnya itu pemahaman yang keliru24.
Hal ini disebabkan oleh karena setiap siswa berasal dari latar belakang ekonomi yang berbeda-beda. Akan
sangat
tidak
adil
jika
pembebasan
biaya
operasional juga diberlakukan untuk siswa/i dari latar belakang ekonomi menengah ke atas. Tidak dibatasinya sasaran pemberian dana BOPDA yang diatur dalam peraturan bupati tentunya akan sangat mempengaruhi kegiatan-kegiatan
sekolah
yang
mana
beban
pembiayaannya masih bisa ditanggung oleh para orang tua/wali murid, terkhusus dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Selain itu, kebijakan BOPDA didapati juga tidak konsisten
dalam
waktu
penyaluran
dana.
Dalam
peraturan Bupati tentang BOPDA juga tidak ditetapkan secara tepat alokasi waktu distribusi dana BOPDA ke sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Mimika. Dalam Peraturan Bupati Pasal 7 ayat 6 menyatakan bahwa BOPDA untuk jenjang pendidikan dari SD, SMP, dan SMA diberikan setiap 3 (tiga) bulan atau per triwulan. Akan
tetapi
pada
kenyataannya,
didapati
bahwa
ternyata dana BOPDA didistribusikan bukan setiap tiga bulan tetapi setiap enam bulan (atau per semester) sekali ke sekolah-sekolah. Dari segi waktu distribusi dana, jika pemerintah daerah mengacu pada juknis BOS Pusat, maka dana BOPDA selambat-lambatnya diberikan setelah empat 24 Hasil wawancara bersama Kasubag Umum dan Program Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika pada hari Senin, 10 Februari 2013, Pukul 10.05 WIT – Pukul 10.27 WIT
belas
hari
kerja.
Namun
ternyata
dalam
pelaksanaannya, didapati bahwa alokasi waktu dana BOPDA tidak mengikuti alokasi waktu distribusi dana sebagaimana yang tercantum dalam juknis BOS Pusat. Berdasarkan hasil penelitian di sekolah-sekolah, dana
BOPDA
diberikan
pada
oleh
pemerintah
pertengahan
daerah
bahkan
seringkali
pada
akhir
semester. Pada tahun 2013 untuk periode kedua dana BOPDA baru diterima sekolah pada bulan Desember 2013. Sebagai akibat kebijakan yang tidak konsisten dari segi waktu penyaluran dana terjadi kasus dimana salah satu sekolah (SMP Negeri 2 Mimika) pada tahun 2012 mengambil suatu kebijakan untuk menarik biaya SPP dari para orang tua/wali murid di saat hal tersebut dilarang untuk dilakukan sementara kebijakan BOPDA sedang dijalankan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika. Kebijakan tersebut dibuat sekolah dengan maksud untuk membiayai operasional sekolah akibat dana BOPDA tahun 2011 yang tidak dicairkan oleh pemerintah daerah. Inilah yang dijelaskan Edwards bahwa ketika perintah-perintah implementasi kebijakan tidak konsisten, maka akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan yang sangat longgar. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dari segi komunikasi
kebijakan
dapat
disimpulkan
bahwa
BOPDA tidak memiliki petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis khusus penggunaan dana BOPDA. Petunjuk pelaksanaan yang mengacu pada Peraturan Bupati juga tidak jelas. Komunikasi di antara para pelaksana kebijakan, yaitu pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Mimika tidak terkoordinasi dengan
baik. Alokasi waktu dana BOPDA tidak konsisten, sehingga menimbulkan tindakan-tindakan yang longgar oleh pihak sekolah. b. Dari Segi Sumber Sumber-sumber merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan suatu kebijakan publik. Sumbersumber penting tersebut dijabarkan Edwards meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan
fasilitas-fasilitas
menerjemahkan
yang
usul-usul
diperlukan
di
atas
untuk
kertas
guna
melaksanakan pelayanan-pelayanan publik. Sumber pertama dalam melaksanakan kebijakan adalah staf. Dalam kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan
Daerah
(BOPDA)
Kabupaten
Mimika,
pemerintah daerah membentuk tim manajemen dan tim anggaran
dalam
mengelola
tersebut.
Dalam
hal
pelaksanaan
administrasi
kebijakan
terkait
dengan
kebijakan BOPDA ditangani oleh Dinas Pendidikan, sementara dalam pengelolaan dana BOPDA dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika, dalam hal ini bagian keuangan daerah Kabupaten Mimika. Unsur kedua yang perlu diperhatikan dari segi sumber menurut Edwards adalah informasi. Edwards menjelaskan bahwa informasi mempunyai dua bentuk. Pertama, informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu
kebijakan.
Pelaksana-pelaksana
perlu
mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana mereka harus
melakukannya.
Dengan
demikian,
para
pelaksana kebijakan harus diberi petunjuk untuk pelaksanaan kebijakan. Bentuk kedua dari informasi adalah data tentang ketaatan personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, informasi mengenai adanya kebijakan BOPDA telah disampaikan ke
sekolah-sekolah
seperti
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya. Peraturan Bupati yang mengatur tentang BOPDA juga telah dibagikan kepada masing-masing sekolah,
termasuk
di
tingkat
pendidikan
dasar.
Meskipun demikian, informasi tentang pelaksanaan kebijakan yang tertulis dalam perbup tidak jelas. Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah Kabupaten Mimika
dan
sekolah-sekolah
di
daerah
setempat
menggunakan juknis BOS Pusat sebagai petunjuk penggunaan
dana.
Namun
hal
tersebut
dapat
dikatakan tidak sesuai dengan kondisi di daerah. Ketika pelaksanaan BOPDA menggunakan juknis BOS Pusat
sebagai
dikatakan
petunjuk
juknis
BOS
penggunaan Pusat
tidak
dana, sesuai
dapat bagi
penggunaan dana BOPDA oleh karena komponen pembiayaan yang dibiayai BOPDA hanya ada empat bagian dan jika dilihat dari segi dana, BOPDA yang diberikan kepada tiap sekolah sangat tidak mencukupi sejumlah komponen pembiayaan yang tertera pada juknis BOS Pusat. Salah
satu
sumber
implementasi
ialah
menyangkut dana. Dalam Peraturan Bupati tidak ditentukan besaran anggaran dana BOPDA dari kas APBD Kabupaten. Akibatnya jumlah anggaran dana BOPDA didapati tidak tetap. Pada tahun 2013, alokasi
dana
BOPDA
yang
diberikan
ke
sekolah-sekolah
menurun jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Penganggaran dana BOPDA hanya berpatokan pada jumlah
siswa.
temuan
di
Meskipun
lapangan
demikian,
didapati
ada
berdasarkan sekolah
yang
menerima jumlah anggaran dana BOPDA yang tidak sesuai dengan jumlah siswa yang ada. Misalnya, untuk periode kedua pada tahun 2013 yang lalu, dana BOPDA yang diterima SMP Negeri 3 Mimika hanya sebesar tiga puluh empat juta tiga ratus delapan puluh ribu rupiah dengan jumlah siswa yang terhitung hanya sebanyak 191 orang dari 205 siswa yang ada pada tahun 2013 di sekolah tersebut. Aspek
ketiga
dalam
sumber
implementasi
kebijakan publik ialah wewenang. Kewenangan dalam Winarno (2012) merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Dalam proses pelaksanaan kebijakan, staf pelaksana kebijakan BOPDA, yakni tim anggaran
seringkali
dihambat
dengan
adanya
wewenang bupati sebagai pemegang kekuasan tertinggi dalam pemerintahan. Ketika seorang kepala daerah membuat
suatu
kebijakan,
ia
memiliki
otoritas
terhadap kebijakan tersebut. Dalam penelitian, peneliti menemukan bahwa meskipun dana BOPDA telah disetujui
oleh
pihak
DPRD
dan
tersedia
untuk
didistribusikan, tetapi jika belum ada persetujuan dari Bupati, maka dana belum dapat didistribusikan ke sekolah. Dengan demikian dari segi sumber implementasi, kebijakan BOPDA dipengaruhi oleh staf, informasi, dan
wewenang. Hal-hal yang terkait dengan administrasi BOPDA ditangani oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika, sedangkan pengelolaan dana BOPDA dikelola langsung oleh bagian keuangan daerah. Dari segi informasi, BOPDA tidak memiliki petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis penggunaan dana. Segala sesuatu menyangkut pelaksanaan kebijakan BOPDA diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2012 tentang BOPDA. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, kebijakan BOPDA juga tergantung pada wewenang Bupati sebagai kepala daerah dan pembuat kebijakan. Penyaluran dana BOPDA ke sekolah-sekolah harus mendapat persetujuan dari kepala daerah sebagai pembuat kebijakan. c. Dari segi Kecenderungan-Kecenderungan Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor penting ketiga dalam implementasi kebijakan. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan. Demikian pula, sebaliknya bila tingkah laku-tingkah laku atau perspektif-perspektif para pelaksana berbeda dengan keputusan menjadi semakin sulit.
para
pembuat
Para pejabat birokrasi pemerintah Kabupaten Mimika sebagai salah satu pelaksana kebijakan pada dasarnya
menyetujui
adanya
kebijakan
BOPDA.
Menurut Wakil Ketua DPRD Komisi Pendidikan, Bpk. AE menjelaskan bahwa :
C
Bidang
BOPDA merupakan program yang sangat bagus dibuat oleh seorang kepala daerah dalam rangka membantu meringankan biaya sekolah yang ditanggung orang tua dan memajukan dunia pendidikan, lebih khususnya agar semua anak dapat menikmati pendidikan, terutama anak-anak putra/i daerah. Program ini sangat diharapkan untuk tetap diteruskan karena sangat membantu orang tua25.
Sementara itu, menurut Kepala PAUD/SD, beliau menuturkan bahwa :
Bidang
Saya sangat setuju dan mendukung adanya kebijakan BOPDA karena sangat membantu sekolah-sekolah yang ada baik negeri maupun swasta, karena tarif ekonomi keluarga rendah, tidak bisa melibatkan orang tua terlalu banyak dalam pembiayaan pendidikan. Hanya saja penganggaran BOPDA kepada sekolah perlu ditingkatkan lagi karena saat ini harga jual makin tinggi, jika pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang berkualitas, maka harus ditunjang dari pasokan sumber dana yang juga mencukupi26.
Sedangkan menurut Sekertaris Dinas Pendidikan Dasar : Kebijakan BOPDA sangat membantu peserta didik terhadap pendidikan karena di satu sisi biaya pendidikan mahal dan juga membantu pembiayaan operasional sekolah. Oleh karena itu, BOPDA perlu untuk tetap diteruskan agar anak-anak Papua maupun non Papua yang tidak mampu secara ekonomi tetap
25 Hasil wawancara bersama wakil ketua DPRD Komisi C Bidang Pendidikan, pada hari Kamis, 06 Februari 2014, Pukul 10.45 WIT-11.05 WIT. 26 Hasil wawancara singkat bersama Kepala Bidang PAUD/SD pada hari Senin, 10 Februari 2014, Pukul 12.05 WIT – 12.32 WIT.
dapat merasakan pendidikan. Saya mengharapkan kebijakan BOPDA ini dapat ditingkatkan27.
Berdasarkan diatas
maka
penuturan-penuturan
dapat
disimpulkan
bahwa
tersebut adanya
kebijakan BOPDA mendapat apresiasi yang cukup baik dari para pelaksana kebijakan di tingkat birokrat. Adanya
BOPDA
sangat
membantu
pembiayaan
pendidikan yang ditanggung orang tua, sehingga anakanak Papua maupun non Papua dapat menikmati pendidikan. Hanya saja ternyata kehadiran BOPDA kurang diapresiasi oleh para kepala sekolah maupun para guru di sekolah-sekolah, terkhusus di tingkat pendidikan dasar negeri Distrik Mimika Baru. Menurut salah seorang kepala SD, menjelaskan bahwa : Dana BOPDA yang disalurkan pemerintah sangat menghambat pembiayaan kegiatan sekolah karena seringkali terlambat. Kemudian kalau dana yang diberikan cepat, maka kami juga dapat membuat LPJ sesuai waktu yang ditentukan. Menurut saya, kebijakan BOPDA lebih baik tidak perlu diteruskan karena seringkali terlambat, sedangkan BOS Pusat saja bisa cepat dicairkan dana ke sekolah-sekolah sementara BOPDA dari kabupaten seringkali terlambat diberikan ke sekolah28.
Sementara itu, seorang kepala SMP menilai bahwa: Jika program BOPDA tidak diatur dengan baik dalam hal penyaluran dana, maka lebih baik kebijakan ini dihentikan saja karena terhambatnya penyaluran dana 27 Hasil wawancara bersama Sekertaris Dinas Pendidikan pada hari Selasa, 11 Februari 2014, Pkl.10.45 WIT-11.05 WIT. 28 Hasil wawancara bersama Kepala Sekolah SD Negeri Inauga Sempan pada hari Senin, 17 Februari 2014, Pkl.08.30 WIT09.30 WIT.
BOPDA juga sangat mempengaruhi pembiayaan operasional sekolah di saat kami diperintahkan untuk tidak boleh memungut biaya SPP dari para orang tua/wali murid29.
Bertolak pada pernyataan kedua kepala sekolah yang ada, dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang tidak jelas mempengaruhi sumber dan kecenderungan pelaksana lainnya, terkhusus pihak sekolah dalam menanggapi adanya kebijakan BOPDA. Keterlambatan pencairan dana BOPDA menjadi salah satu persoalan yang
terjadi
dalam
implementasi
kebijakan.
Hal
tersebut menunjukkan bahwa ada terdapat perbedaan kecenderungan antara pihak pelaksana di tingkat birokrat dengan pihak sekolah. Dilihat dari segi tujuan kebijakan,
BOPDA
pemerintah
merupakan
daerah
salah
Kabupaten
satu
Mimika
upaya dalam
membantu meringankan beban biaya pendidikan anak usia sekolah yang ditanggung oleh para orang tua. Hanya
saja
sumber
kebijakan
BOPDA,
yaitu
menyangkut dana, ketika terlambat disalurkan ke sekolah-sekolah yang ada maka hal tersebut sangat berpengaruh dalam pembiayaan operasional sekolah. Berdasarkan keterlambatan
hasil
wawancara
pencairan
ditemui
dana
BOPDA
bahwa juga
mempengaruhi pada kegiatan-kegiatan sekolah yang telah dirancang pada satu tahun ajaran. Ada kegiatankegiatan
sekolah
tertentu
yang
tidak
dapat
dilaksanakan sekolah oleh sebab keterlambatan dan
29 Hasil wawancara bersama Kepala SMP Negeri 3 Mimika pada hari Senin, 20 Januari 2013, Pukul 09.00 WIT – 09.35 WIT.
kekurangan dana yang diterima sekolah dari pos dana BOPDA. Dana yang diterima sekolah tentunya juga turut mempengaruhi mutu sekolah. Pada dasarnya dana BOPDA yang diberikan hanya berpatokan pada jumlah siswa tanpa melihat status sekolah. Sekolah-sekolah di Distrik Mimika Baru memiliki status sekolah yang berbeda-beda. Ada sekolah reguler dan ada pula yang sudah terakreditasi dengan nilai yang sangat baik. SMP Negeri 5 Mimika di Distrik Mimika Baru adalah salah satu sekolah yang terakreditasi A bahkan memiliki banyak prestasi yang baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Menurut salah seorang guru : BOPDA sangat mempengaruhi kualitas sekolah. Ketika sekolah dilarang untuk memungut SPP dari orang tua otomatis pemasukan sekolah berkurang. Dana merupakan salah satu faktor terpenting dalam menjaga kualitas sekolah. Dana BOPDA untuk sekolah seperti kami tentunya tidak cukup. Karena keterbatasan dana akibatnya sekolah banyak utang bahkan beberapa kegiatan sekolah yang telah dirancang sebelumnya tidak dapat dilakukan. Kegiatan ekstra kurikuler seperti pengembangan diri untuk para murid saat ini sudah tidak dilakukan lagi seperti tahun-tahun sebelumnya karena tidak ada dana.30
Seorang guru lainnya berpendapat bahwa : Jika BOPDA hanya berpatokan pada jumlah siswa sementara tidak melihat status sekolah maka kualitas sekolah bisa saja begini terus, tidak berkembang. Dana BOPDA yang kami terima mungkin tidak sebesar sekolah-sekolah yang lain. Padahal dana juga kan penting untuk peningkatan mutu sekolah. Kalau seperti ini terus, sekolah-sekolah di daerah tidak bisa
30 Hasil wawancara singkat bersama salah seorang guru SMP Negeri 5 Mimika pada hari Selasa, 28 Januari 2014, Pkl.10.30 WIT-11.01 WIT.
bersaing dengan sekolah-sekolah di luar yang sudah lebih maju karena ditunjang oleh biaya yang cukup.31
Sementara itu, seorang guru SD berpendapat : Kebijakan BOPDA memang sangat membantu pembiayaan sekolah siswa yang selama ini ditanggung orang tua. Hanya saja ketika pemerintah melarang sekolah-sekolah, terkhusus yang negeri untuk memungut SPP, sementara sekolah swasta masih bebas untuk menarik biaya SPP, ini sangat tidak adil. Sekolah-sekolah negeri cuma mengandalkan dana dari pemerintah sementara dana juga tidak cukup dengan kebutuhan sekolah, bagaimana sekolah mau berkembang.32
Seorang
guru
SD
lainnya
juga
turut
mengemukakan pendapatnya tentang adanya kebijakan BOPDA bahwa : BOPDA pada satu sisi punya nilai plus karena membantu para orang tua tetapi di lain sisi dengan dana yang seringkali terlambat dicairkan oleh pemerintah sangat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dana yang diberikan juga tidak cukup untuk sekolah seperti kami yang punya jumlah siswa sampai ribuan. Lebih baik sekalian saja tidak usah ada dana BOPDA dari pemerintah, kalau dana seringkali terlambat seperti ini. Lebih baik seperti semula, sekolah memungut SPP dari orang tua supaya mereka juga punya kesadaran terhadap pendidikan33.
Beberapa
pendapat
para
guru
di
atas
menunjukkan bahwa dana BOPDA tentunya sangat Hasil wawancara singkat bersama salah seorang guru SMP Negeri 3 Mimika pada hari Rabu, 22 Januari 2014, Pkl.09.20 WIT-10.46 WIT. 32 Hasil wawancara bersama salah seorang guru SD Negeri Inauga Sempan pada hari Senin 17 Februari 2014, Pkl.10.05 WITPkl.10.40 WIT 33 Hasil wawancara singkat bersama salah seorang guru SD Inpres Kwamki Baru pada hari Kamis, 13 Februari 2013, Pukul 10.15 WIT-10.40 WIT. 31
berpengaruh terhadap kualitas sekolah. Dana BOPDA dinilai
tidak
mencukupi
pembiayaan
operasional
sekolah. Ketika jumlah dana yang diberikan pemda Kabupaten Mimika kecil, maka sebagai konsekuensinya kegiatan sekolah harus dibatasi bahkan ada kegiatankegiatan
sekolah
diprogramkan
tertentu
tidak
yang
dapat
sebelumnya terlaksana
telah karena
keterbatasan dana. BOPDA oleh para guru juga dinilai tidak perlu diteruskan karena mengacu pada distribusi dana yang seringkali terlambat dan dana yang tidak cukup untuk pembiayaan operasional di sekolah. Jika keadaan semacam ini terus berlanjut maka sekolahsekolah negeri di Kabupaten Mimika tidak dapat maju dan bersaing dengan sekolah-sekolah di luar daerah. Dengan demikian, terdapat dua kecenderungan di antara para pelaksana kebijakan. Ada kecenderungan yang positif dan negatif terhadap kebijakan BOPDA. Pada
tingkat
birokrat,
pemerintah
daerah
sangat
mendukung kebijakan tersebut bahkan dinilai perlu untuk tetap diteruskan karena sangat membantu meringankan
beban
pembiayaan
pendidikan
yang
selama ini ditanggung para orang tua. Akan tetapi, ada kecenderungan
negatif
yang
didapati
dari
sisi
pelaksana kebijakan di tingkat sekolah-sekolah di Kabupaten Mimika. Akibat penyaluran dana BOPDA yang seringkali tidak tepat waktu, membuat beberapa kepala sekolah enggan untuk melaporkan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOPDA sesuai tenggang
waktu
yang
diberikan
oleh
pemerintah
daerah. Bahkan para guru juga menilai BOPDA tidak
perlu diteruskan apabila jumlah dana tidak dinaikkan dan distribusi dana selalu terlambat diberikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika karena sangat berpengaruh terhadap kualitas sekolah. d. Dari segi Struktur Birokrasi Birokrasi merupakan salah satu badan pelaksana kebijakan. Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran dasar atau sering disebut sebagai Standard Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi. Dengan menggunakan
SOP,
para
pelaksana
dapat
memanfaatkan waktu yang tersedia. Selain itu, SOP juga
menyeragamkan
tindakan-tindakan
dari
para
pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar. Sementara sifat kedua dari struktur birokrasi yaitu fragmentasi organisasi. Dari segi SOP, dalam implementasi kebijakan BOPDA
di
Kabupaten
Mimika,
menurut
penulis
berdasarkan hasil penelitian, tidak ada SOP untuk kebijakan BOPDA. Tidak adanya petunjuk pelaksanaan mengakibatkan banyak permasalahan dalam proses implementasi kebijakan BOPDA, di antaranya distribusi dana
yang
tidak
tepat
waktu
dan
kesalahan
penggunaan dana karena tidak ada perincian dana yang jelas. Sementara itu dalam fragmentasi kebijakan Edwards mengemukakan bahwa tanggung jawab bagi suatu bidang kebijakan tersebar di antara beberapa
organisasi dan konsekuensi yang paling buruk dari fragmentasi birokrasi adalah usaha untuk menghambat koordinasi. Dalam implementasi kebijakan, tanggung jawab pelaksanaan kebijakan BOPDA juga tersebar di antara beberapa organisasi. Implementasi kebijakan BOPDA tidak efektif karena kurangnya koordinasi antara pemerintah daerah dan pihak DPRD Kabupaten Mimika. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tanggung
jawab
terhadap
organisasi
pemerintah
komunikasi
kebijakan
dilaksanakan
dengan
dengan
baik
yang
daerah DPRD pada
berakibat pada terhambatnya distribusi sekolah-sekolah di Kabupaten Mimika.
tidak
gilirannya dana
ke