BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam BAB IV menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian dan pembahasan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang dijelaskan secara berurutan mengenai gambaran umum kebiasaan menonton tayangan kekerasan dalam media televisi siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Bandung, gambaran umum perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Bandung, dan kontribusi kebiasaan menonton tayangan kekerasan di media televisi dengan perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Bandung. 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan dalam Media Televisi Siswa Kelas VII di SMP Negeri 29 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Berikut ini gambaran umum kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan pengkategorian Tinggi, Sedang, Rendah yang secara umum dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Gambaran Umum Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Waktu Menonton Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 No
Kategori
Rentang Skor
1
Rendah
12-78
70
50
2
Sedang
79-145
55
39
3
Tinggi
146-212
15
11
140
100
Jumlah
Frekuensi Persentase
Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi berdasarkan pada aspek waktu menonton Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
67
70 siswa (50%) berada pada kategori rendah, 55 siswa (39%) berada pada kategori sedang, dan 15 siswa (11%) berada pada kategori tinggi. Dari hasil
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
64
tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum waktu yang dihabiskan siswa kelas VII SMP N 29 Bandung untuk menonton tayangan kekerasan di televisi termasuk dalam kategori rendah. Tabel 4.2 Gambaran Umum Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Pemilihan Program Acara dan Ketertarikan Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 No
Kategori
Rentang Skor
1
Rendah
64-85
37
26.4
2
Sedang
86-108
75
53.6
3
Tinggi
109-132
28
20
140
100
Jumlah
Frekuensi Persentase
Tabel 4.2 Menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kebiasaan menonton tayangan kekerasan di telvisi berdasarkan pada aspek pemilihan program acara dan ketertarikan, 37 siswa (26,4%) berada pada kategori rendah, 75 siswa (53,6%) berada pada kategori sedang, dan 28 siswa (20%) berada pada kategori tinggi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum pemilihan program acara dan ketertarikan siswa kelas VII SMP N 29 Bandung untuk menonton tayangan kekerasan di televisi termasuk dalam kategori sedang. Tabel 4.3 Gambaran Genre Tayangan Di Televisi Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 No. 1 2 3 4 5 6 7
Genre Tayangan Sinetron Komedi Horor Berita Kartun Talk Show Talent Show
Persentase 46 7 7.6 3 31.6 2.4 2.4
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
65
Genre Tayangan Di Televisi
2% Sinetron 2%
Komedi Horor
32%
46%
Berita Kartun Talk Show
3%
Talent Show 7%
8%
Gambar 4.1 Diagram Genre Tayangan Di Televisi Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 Menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi berdasarkan genre tayangan terungkap bahwa genre tayangan yang banyak terlihat adalah sinetron sebesar 46%, kartun sebesar 31,6%, horror sebesar 7,6%, komedi sebesar 7%, berita sebasar 3%, talent show sebesar 2,4%, dan talk show sebesar 2,4% . Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum genre tayangan yang paling banyak ditonton siswa kelas VII SMP N 29 Bandung yaitu sinetron. Tabel 4.4 Gambaran Per Aspek Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 No. Aspek Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi
Persentase
1
Pemilihan Program Acara Di Televisi
56.93
2
Ketertarikan Menonton Televisi
43.07
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
66
Pemilihan Program Acara & Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi
Pemilihan Program Acara Di Televisi
43% 57%
Ketertarikan Menonton Televisi
Gambar 4.2 Diagram Pemilihan Program Acara & Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi
Berdasarkan hasil gambaran per aspek kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.4 dan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kecenderungan kebiasaan menonton tayangan kekerasan yang paling banyak terlihat adalah pertama pemilihan program acara sebesar 57%, kedua ketertarikan menonton televisi sebesar 43%. Persentase dipengaruhi oleh banyaknya indikator dari setiap aspek. Tabel 4.5 Gambaran Per Indikator Berdasarkan Aspek Pemilihan Program Acara dalam Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 No
Indikator
Persentase
1
Tayangan kekerasan secara fisik
19.52
2
Tayangan kekerasan verbal
10.05
3
Tayangan yang menampilkan kekerasan pada diri sendiri
12.62
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
67
4
Tayangan yang menampilkan kekerasan pada orang lain
14.39
5
Tayangan yang menampilkan kekerasan kolektif
14.21
6
Tayangan yang bertema Supranatural
19.48
7
Tayangan yang bertema seksualitas
9.732
Indikator Pemilihan Program Acara Tayangan Kekerasan di Televisi Tayangan kekerasan secara fisik Tayangan kekerasan verbal 10%
20%
Tayangan yang menampilkan kekerasan pada diri sendiri
19% 10% 13%
14% 14%
Tayangan yang menampilkan kekerasan pada orang lain Tayangan yang menampilkan kekerasan kolektif Tayangan yang bertema Supranatural Tayangan yang bertema seksualitas
Gambar 4.3 Diagram Indikator Pemilihan Program Acara Tayangan Kekerasan di Televisi
Berdasarkan hasil gambaran per aspek kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada Tabel 4.4 Gambar 4.3 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam pemilihan program acara yang paling banyak terlihat adalah pertama tayangan kekerasan secara fisik sebesar 20%, kedua tayangan yang bertema supranatural sebesar 19%, ketiga tayangan yang menampilkan kekerasan pada orang lain sebesar 14%, keempat tayangan yang menampilkan kekerasan kolektif sebesar 14% dan kelima tayangan yang menampilkan kekerasan pada diri sendiri sebesar 13%, keenam tayangan kekerasan verbal sebesar 10%, dan terakhir tayangan yang bertema seksualitas sebesar 10%.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
68
Tabel 4.6 Gambaran Per Indikator Berdasarkan Aspek Ketertarikan Menonton dalam Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi Siswa Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 No
Indikator
Persentase
1
Atensi
75.97
2
Retensi
24.03
Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi
Atensi 24% Retensi 76%
Gambar 4.4 Diagram Indikator Ketertarikan Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi Berdasarkan hasil gambaran per aspek kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada Tabel 4.4 Gambar 4.3 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam ketertarikan menonton yang paling banyak terlihat adalah pertama atensi sebesar 76% dan kedua retensi 24%.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
69
4.1.2 Gambaran umum perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 Berikut ini gambaran umum perilaku agresif siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan pengkategorian Tinggi, Sedang, Rendah yang secara umum dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.7 Gambaran Umum Perilaku Agresif Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 No
Kategori
Rentang Skor Frekuensi Persentase
1
Rendah
53-66
33
24.28
2
Sedang
67-80
77
55
3
Tinggi
81-95
30
21.42
140
100
Jumlah
Berdasarkan hasil gambaran umum perilaku agresif siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam perilaku agresif 33 siswa (24,28%) berada pada kategori rendah, 77 siswa (55%) berada pada kategori sedang, dan 30 siswa (21,42%) berada pada kategori tinggi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum perilaku agresif yang dimiliki siswa kelas VII SMP N 29 Bandung termasuk dalam kategori perilaku agresif sedang. Tabel 4.8 Gambaran Per Aspek Perilaku Agresif Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 No 1 2 3 4
Aspek Agresi Fisik Agresi Verbal Agresi Kemarahan Agresi Permusuhan
Persentase 37 26 14 23
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
70
Perilaku Agresif Siswa
23% 37%
Agresi Fisik Agresi Verbal Agresi Kemarahan
14%
Agresi Permusuhan 26%
Gambar 4.5 Diagram Gambaran Per Aspek Perilaku Agresif Dari empat aspek perilaku agresif yang dikembangkan dalam instrument penelitian terdapat indikator-indikator untuk mengungkap perilaku agresif siswa. Pertama, aspek agresi fisik terdiri dari lima indikator yaitu memukul, berkelahi, melakukan kekerasan kepada orang lain, merusak barang-barang, dan melanggar aturan. Kedua, aspek agresi verbal terdiri dari lima indikator yaitu membantah, bertengkar mulut, menghina, mengadu domba, dan menyebarkan fitnah. Ketiga, aspek permusuhan terdiri dari enam indikator yaitu merasa iri, merasa hidup tidak adil, merasa dibicarakan kejelekannya, merasa curiga, merasa ditertawakan, dan teman tidak mau bermain bersama Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.6 dan Gambar 4.5 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kecenderungan perilaku agresif yang paling banyak terlihat adalah pertama agresi fisik sebesar 37%, kedua agresi verbal sebesar 26%, ketiga agresi permusuhan sebesar 23%, dan terakhir agresi kemarahan sebesar 14%. Persentase dipengaruhi oleh banyaknya indikator dari setiap aspek.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
71
Tabel 4.9 Gambaran Per Indikator Perilaku Agresif Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015
Aspek
Agresi fisik
Agresi Verbal
Agresi Kemarahan
Agresi Permusuhan
Indikator
Persentase
Memukul orang lain
25.88
Berkelahi dengan orang lain
10.67
Melakukan kekerasan kepada orang lain
17.68
Merusak barang-barang
31.40
Melanggar aturan
14.34
Membantah
28.41
Bertengkar mulut
15.96
Menghina
27.31
Mengadu domba
5.66
Menyebarkan fitnah
22.64
Marah
100
Merasa iri
22.66
Merasa hidup tidak adil
8.42
Merasa dibicarakan kejelekannya
10.99
Merasa curiga
29.89
Merasa ditertawakan
9.62
Teman tidak mau bermain
18.39
Berdasarkan hasil gambaran per indikator perilaku agresif siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada tabel 4.7 menunjukkan besaran persentase dari setiap indikator perilaku agresif. Secara lebih jelas perilaku agresif pada setiap indikator yang dimiliki siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung akan dipaparkan pada sebuah diagram setiap aspek perilaku agresif. Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
72
Agresi Fisik Memukul orang lain 14% 26%
Berkelahi dengan orang lain Melakukan kekerasan kepada orang lain
31%
11% 18%
Merusak barang-barang Melanggar aturan
Gambar 4.6 Diagram Agresi Fisik Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kecenderungan perilaku agresi fisik yang paling banyak terlihat adalah pertama merusak barang-barang sebesar 31%, kedua memukul orang lain sebesar 26%, ketiga melakukan kekerasan pada orang lain sebesar 18%, keempat melanggar aturan sebesar 14% dan terakhir berkelahi dengan orang sebesar 11%.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
73
Agresi Verbal Membantah 23%
28%
Bertengkar mulut Menghina
6%
Mengadu domba 27%
Menyebarkan fitnah
16%
Gambar 4.7 Diagram Agresi Verbal Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.7 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kecenderungan perilaku agresi verbal yang paling banyak terlihat adalah pertama membantah 28%, kedua menghina sebesar 27%, ketiga menyebarkan fitnah sebesar 23%, keempat bertengkar mulut sebesar 16% dan terakhir mengadu domba sebesar 6%.
Agresi Kemarahan
100%
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
74
Gambar 4.8 Diagram Agresi Kemarahan Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kecenderungan perilaku agresi kemarahan dimana indikator yang paling tinggi adalah marah yaitu sebesar 100% dikarenakan pada aspek ini terdapat satu indikator, sehingga indikator dapat mengungkap aspek kemarahan mutlak mendapatkan persentase 100%.
Agresi Permusuhan Merasa iri Merasa hidup tidak adil
18%
23%
Merasa dibicarakan kejelekannya
10% 8% 30%
11%
Merasa curiga Merasa ditertawakan Teman tidak mau bermain
Gambar 4.9 Diagram Agresi Permusuhan Berdasarkan hasil gambaran per aspek perilaku agresif siswa di kelas VII SMP Negeri 29 Bandung pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa dari 140 responden dalam kecenderungan perilaku agresi permusuhan yang paling banyak terlihat adalah pertama merasa curiga sebesar 30%, kedua merasa iri sebesar 23%, ketiga teman tidak mau bermain sebesar 18%, keempat merasa dibicarakan kejelekannya sebesar 11% dan kelima merasa iri sebesar 10%, dan terakhir merasa hidup tidak adil 8%.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
75
4.1.3 Kontribusi kebiasaan menonton tayangan kekerasan dalam media televisi terhadap perilaku agresif siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 1) Kontribusi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan berdasarkan Aspek Waktu Tabel 4.10 Korelasi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Waktu AGRESIF Correlation Coefficient
AGRESIF
Spearman's rho WAKTU
WAKTU
1.000
.127
.
.067
N
140
140
Correlation Coefficient
.127
1.000
Sig. (1-tailed)
.067
.
N
140
140
Sig. (1-tailed)
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Hipotesis awal dari perilaku agresif dengan kebiasaan menonton tayangan kekerasan berdasarkan aspek waktu adalah berkorelasi positif. H0 : ρ=0 H1 > 0 Tolak H0 jika harga signifikansi lebih kecil dari α, dalam hal ini α = 0,05. Dari hasil perhitungan diperoleh harga r = 0,127 dengan tingkat signifikansi p = 0,067, ternyata harga p > 0,05 sehingga H0 tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa perilaku agresif tidak berkorelasi dengan waktu dalam kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi. Besarnya kontribusi perilaku agresif terhadap waktu untuk menonton tayangan kekerasan di televisi yaitu 0,016.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
76
2) Kontribusi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan berdasarkan Aspek Pemilihan Program Acara Tabel 4.11 Korelasi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Pilihan Acara AGRESIF Correlation Coefficient
AGRESIF
Sig. (1-tailed) N
Spearman's rho
Correlation Coefficient
PILIHAN_ACARA Sig. (1-tailed) N
PILIHAN_ACARA
1.000
.335**
.
.000
140
140
.335**
1.000
.000
.
140
140
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Hipotesis awal dari perilaku agresif dengan kebiasaan menonton tayangan kekerasan berdasarkan aspek pemillihan program acara adalah berkorelasi positif. H0 : ρ=0 H1 > 0 Tolak H0 jika harga signifikansi lebih kecil dari α, dalam hal ini α = 0,05. Dari hasil perhitungan diperoleh harga r = 0,335 dengan tingkat signifikansi p = 0,000, ternyata harga p < 0,05 sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa perilaku agresif berkorelasi rendah dengan pemilihan program acara dalam kebiasaan menonton tayangan kekerasan. Besarnya kontribusi perilaku agresif terhadap pemilihan program acara untuk menonton tayangan kekerasan di televisi yaitu 0,112.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
77
3) Kontribusi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan berdasarkan Aspek Ketertarikan Tabel 4.12 Korelasi Perilaku Agresif dengan Kebiasaan Menonton Tayangan Kekerasan Berdasarkan Aspek Ketertarikan AGRESIF 1.000
.334**
.
.000
140
140
.334**
1.000
Sig. (1-tailed)
.000
.
N
140
140
Correlation Coefficient AGRESIF
Sig. (1-tailed) N
Spearman's rho
Correlation Coefficient KETERTARIKAN
KETERTARIKAN
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Hipotesis awal dari perilaku agresif dengan kebiasaan menonton tayangan kekerasan berdasarkan aspek ketertarikan adalah berkorelasi positif. H0 : ρ=0 H1 > 0 Tolak H0 jika harga signifikansi lebih kecil dari α, dalam hal ini α = 0,05. Dari hasil perhitungan diperoleh harga r = 0,334 dengan tingkat signifikansi p = 0,000, ternyata harga p < 0,05 sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa perilaku agresif berkorelasi rendah dengan ketertarikan dalam kebiasaan menonton tayangan kekerasan. Besarnya kontribusi perilaku agresif terhadap ketertarikan untuk menonton tayangan kekerasan di televisi yaitu 0,111.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
78
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian Berbagai teori psikologi sosial menyatakan bahwa kekerasan di televisi atau dalam film dapat meningkatkan agresi penontonnya. Berikut adalah pembahasan dari hasil penelitian kontribusi kebiasaan menonton tayangan kekerasan di media televisi terhadap perilaku agresif siswa SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang akan di bahas setiap aspeknya. 1) Perilaku agresif tidak berkorelasi dengan waktu dalam kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi, dengan kontribusi sebesar 0,016. Sejauh ini, penelitian tentang waktu menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif masih kontroversial. Sebagian penelitian menunjukkan hasil yang mendukung terdapat korelasi, namun pada hasil penelitian lainnya tidak terbukti adanya korelasi. Waktu menonton tayangan kekerasan di televisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah durasi dan frekuensi menonton tayangan yang mengandung unsur kekerasn di televisi. Berbagai faktor lain dianggap dapat mempengaruhi kaitan waktu menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa intensitas menonton tayangan kekerasan di televisi lebih banyak dilakukan oleh laki-laki daripada perempuan, sedangkan dalam penelitian ini keduanya menjadi responden penelitian. Seperti yang diungkapkan oleh Milla (2005, hlm.4) bahwa terdapat beberapa faktor lain yang diidentifikasi dapat dijadikan sebagai prediktor dari efek media terhadap agresivitas adalah jenis kelamin, pendidikan orang tua dan prestasi akademik. Selanjutnya, Bandura (dalam Susantyo, 2011, hlm. 190) beranggapan bahwa, „Perilaku agresif merupakan sesuatu yang dipelajari dan bukannya perilaku yang dibawa individu sejak lahir‟. Perilaku agresif ini dipelajari dari lingkungan sosial seperti interaksi dengan keluarga, interaksi dengan rekan sebaya dan media massa melalui modelling (melihat dan meniru). Jika kita cermati pernyataan yang diungkapkan oleh Bandura maka kecenderungan perilaku agresif pada seseorang bukan hanya ditimbulkan oleh media massa, namun lingkungan keluarga yang disfungsional dan lingkungan Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
79
teman sebaya juga mempunyai pengaruh terhadap perilaku agresif. Seperti yang diungkapkan oleh Ormrod (2009, hlm. 296) bahwa “Banyak remaja agresif hidup dalam lingkungan rumah tangga yang disfungsional, di mana konflik, amarah hukuman, kekerasan, kurangnya kasih sayang, dan perilaku sosial yang tidak tepat menjadi hal yang umum dalam keluarga”, sehingga terbentuknya perilaku agresif pada individu dikarenakan individu tersebut sering melihat bentuk kekerasan di antara orang tua atau bahkan menjadi korban kekerasan yang diberikan orang tua. Selanjutnya, Krahe (2005, hlm. 89) mengungkapkan bahwa „Hubungan dengan teman sebaya merupakan sumber pengaruh sosial lain yang sangat relevan dengan agresi‟. Hal ini terjadi karena salah satu perkembangan remaja ditandai dengan berkembanganya sikap konformitas yaitu kecenderungan untuk meniru dan mengikuti kelompoknya. Faktor lainnya juga dapat dilihat dari cara seseorang menonton tayangan televisi, karena setiap orang berbeda dalam meluangkan waktunya di depan televisi. Heath (dalam Hutapea, 2010, hlm.3) membagi kelompok penonton berdasarkan cara orang meluangkan waktunya untuk menonton televisi, yaitu: 1) Average Viewer, orang yang menonton televisi untuk menghabiskan waktu luangnya.. 2).Selective Viewer, tipe penonton seperti ini lebih peduli pada acaraacara televisi. 3).Addict, tipe penonton seperti ini memiliki kebutuhan kompulsif untuk menonton acara apa saja yang ada di televisi. Dalam penelitian ini tidak mengelompokkan tipe penonton, sehingga tidak tergambarkan secara jelas responden termasuk ke dalam kelompok penonton tertentu.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
80
2) Perilaku agresif berkorelasi rendah dengan pemilihan program acara dalam kebiasaan menonton tayangan kekerasan dengan kontribusi sebesar 0,112. Televisi adalah media yang sangat potensial, berbagai program acara ditayangkan di televisi yang dapat mempengaruhi seseorang, mulai dari tindakan fisik sederhana, sikap, dan pandangan. Namun, disamping memberikan dampak positif, televisi juga memberikan dampak negatif bagi penontonnya, Rakhmat (2012, hlm. 240) menjelaskan bahwa “Televisi sering menyajikan adegan pembunuhan, pemerkosaan, perusakan”. Tayangan kekerasan di televisi muncul secara fisik maupun verbal, secara rinci Sunarto (dalam Muthmainah, 2012, hlm. 15) mengungkapkan bahwa „Tayangan kekerasan adalah tayangan yang menempatkan tema anti sosial, seksualitas, atau tema supranatural, tayangan yang menggunakan bahasa yang tidak pantas diucapkan dan didengar, dan tayangan yang tidak memperlihatlan batasan yang jelas antara yang baik dan buruk dan mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan‟. Selanjutnya, Tamburaka (2013, hlm. 188) menambahkan bahwa “Tayangan kekerasan muncul secara fisik maupun verbal di televisi. Mulai adegan kekerasan memukul, menendang, hingga dalam bentuk kata-kata kasar dan makian merupakan konstruksi kekerasan media massa. Kekerasan kadang menunjukkan kekerasan pada diri sendiri, kekerasan kepada orang lain, dan kekerasan kolektif”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tayangan kekerasan adalah tayangan yang mengandung unsur kekerasan yang muncul secara fisik maupun verbal seperti kekerasan pada diri sendiri, kekerasan pada orang lain, kekerasan kolektif, tayangan yang bertema seksualitas, dan tema supranatural. Seorang individu akan terstimulus dan memiliki perasaan bermusuhan yang lebih besar setelah menonton tayangan yang mengandung kekerasan dibandingkan dengan tayangan yang bersifat menghibur. Seperti yang diungkapkan oleh Myers (2012, hlm. 96) bahwa “Semakin berisi kekerasan acara televisi yang ditonton anak, maka semakin agresif anak tersebut”. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bandura (dalam Koeswara, 1988, hlm. 43) bahwa „Agresi Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
81
yang tampil dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam tontonan berpengaruh terhadap pembentukan agresi dikalangan individu-individu pengamat atau penonton terutama yang masih kanak-kanak atau berusia muda‟. Selain itu, terdapat kecenderungan respon agresif dan emosional yang terganggu karena terpengaruh oleh tayangan yang mengandung kekerasan di media televisi. Bushman (dalam Krahe, 2005, hlm. 163) memaparkan bahwa „Ciri sifat agresif yang tinggi berkaitan dengan kebiasaan yang lebih tinggi dan preferensi yang lebih kuat untuk menonton tayangan media yang mengandung kekerasan‟. Kembali Bushman (dalam Krahe, 2005, hlm. 164) mengungkapkan bahwa „individu yang agresif lebih menyukai acara-acara yang mengandung kekerasan, yang kemudian menguatkan kecenderungan agresif mereka‟. Sebagai daya tarik biasanya tayangan televisi menayangkan adegan-adegan seperti kekerasan fisik, seksual, dan mental agar dapat membangkitkan emosi penonton karena dapat menjadi daya tarik untuk menonton tayangan yang sama. Saat ini banyak kasus ditemukan bahwa tayangan televisi mengandung unsur kekerasan, mulai dari iklan, kartun, film, sinetron, horror, komedi, dan reality show seperti yang dilaporkan dalam situs berita Tempo Interaktif.com 11 Mei 2007, mengangkat judul “media massa penyumbang utama kekerasan anak”. Dalam laporan tersebut diungkap, Sekretaris Jendral Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, dari 35 judul acara atau film yang ditayangkan beberapa stasiun televisi, sekitar 62% menyajikan kekerasan (dalam Sumarjo, 2011, hlm. 104). Terkait hal tersebut, diharapkan orang tua dapat menemani dan membimbing anak-anak ketika sedang menonton televisi, dengan cara tersebut dapat membantu anak untuk memilih tayangan yang sesuai dengan umurnya.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
82
3) Perilaku agresif berkorelasi rendah dengan ketertarikan dalam kebiasaan menonton tayangan kekerasan, dengan kontribusi sebesar 0,111. Individu akan mengamati dan mengungkapkan atau mencontoh tingkah laku yang ada dalam tayangan televisi apabila tayangan tersebut memiliki daya tarik serta isi dari tayangan memiliki efek yang menyenangkan. Pembentukan perilaku agresi salah satunya melalui belajar observasional yang memiliki asumsi bahwa sebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individuindividu lain yang menjadi model. Dalam belajar observasional, menurut Bandura (dalam Koeswara, E., 1988, hlm. 41), terdapat empat proses yaitu proses atensional, proses retensi, proses reproduksi, dan proses motivasional. Empat proses satu sama lain saling berkaitan karena dalam proses atensional terdapat model berperilaku agresif yang menjadi daya tarik individu, model tersebut biasanya sering tampil dan memiliki karakteristik sehingga dapat berpengaruh pada individu tersebut, selanjutnya proses retensi yang dilakukan individu untuk menyimpan tingkah laku model berperilaku agresif berupa kode verbal atau kode imajinal di dalam memori, beralih pada proses selanjutnya yaitu proses reproduksi yang di dalamnya terdapat proses pengulangan tingkah laku model yang pada mulanya bersifat kaku, namun dengan adanya pengulangan yang terus menerus maka individu mampu meniru tingkah laku agresif dari model dengan sempurna. Proses terakhir yaitu dengan adanya motivasi dan perkuatan maka individu tertarik untuk melihat dan mencontoh perilaku agresif apa yang dilakukan oleh model. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tayangan-tayangan yang disajikan televisi yang bertemakan atau berisi adegan-adegan kekerasan memiliki pengaruh signifikan terhadap pembentukan dan atau peningkatan agresivitas pada penonton dari kalangan anak-anak dan remaja. Sama halnya yang diungkapkan oleh Robinson dan Bachman (dalam Koeswara, 1988, hlm. 47) penelitiannya mengungkapkan bahwa „Anak-anak yang sering menyaksikan film-film kekerasan yang disajikan oleh televisi, rata-rata memiliki agresivitas yang lebih tinggi Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
83
dibandingkan dengan anak-anak yang tidak suka atau jarang menyaksikan filmfilm kekerasan‟. Banyak teori yang telah dipaparkan mengenai adanya kontribusi dari kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif. Menurut Krahe (2005, hlm. 179) adanya proses meningkatnya perilaku agresif pada individu setelah menyaksikan tayangan kekerasan di televisi yaitu Pertama, munculnya sebuah rangsangan agresif yang memfasilitasi individu untuk mengobservasi peristiwa kekerasan yang ditayangkan di televisi. Kedua, menonton tayangan kekerasan di televisi dapat meningkatkan kemudahan untuk mengakses pikiran agresif dan perasaan agresif. Ketiga, seorang individu menonton tayangan kekerasan maka dapat mendorong proses belajar sosial dan mengakibatkan didapatkannya bentuk perilaku agresif yang baru. Keempat, intensitas yang tinggi menonton tayangan kekerasan dapat melemahkan hambatam penonton terhadap agresi sehingga agresi terlihat lumrah dan dapat diterima dalam interaksi sosial. Kelima, terjadinya proses habituasi atau pembiasaan yang disebabkan berulang kali menyaksikan tayangan kekerasan di televisi sehingga mengurangi sensitivitas terhadap penderitaan korban. Keenam, dampak ditayangkannya tayangan kekerasan di televisi juga dapat mempengaruhi persepsi penontonnya bahwa dunia adalah tempat yang jahat dan penuh kekerasan, Parkes, dkk.(2013, hlm.341) mengungkapkan “Violent content may also increase children’s perceptions that the world is a scary place, resulting in trauma symptoms including depression and anxiety”. Terakhir, jika seorang individu memiliki kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televisi, maka perilaku agresif yang dimiliki oleh individu tersebut akan meningkat.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
84
4.3. Rancangan Pemberian Layanan Dasar RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK) Kompetensi Sub kompetensi Bidang Bimbingan Indikator/ Tujuan Topik Fungsi Sasaran Teknik Media yang digunakan Waktu Tempat Langkah kegiatan
: Landasan Perilaku Etis : Memahami dan mampu membuat keputusan yang didasarkan pada nilai-nilai perilaku dalam masyarakat. : Pribadi Sosial : 1. Memahami nilai-nilai perilaku dalam masyarakat 2. Mampu untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat, sesuai dengan nilai nilai yang berkembang di masyarakat : Jalan jalan ke Kutub Utara : Siswa dapat membuat keputusan yang didasarkan pada nilainilai yang berlaku di masyarakat. : Siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung : Ceramah, Diskusi dan Refleksi : Papan Tulis dan Spidol : 1 x 40 menit : Kelas VII Tahap Pembuka (5 menit): 1. Guru BK memberi salam dan mengkondisikan siswa untuk antusias dan semangat dalam mengikuti kegiatan. 2. Guru BK mengecek kehadiran siswa. Tahap Peralihan (5 menit) 3. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini. Tahap Inti (20 menit): 4. Guru BK memberikan materi tentang Dilema Moral (Kapal Karam) dan Latihan keputusan kelompok 5. Melakukan diskusi. Kegiatan Penutup (10 menit) 6. Melakukan refleksi. 7. Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari kegiatan bimbingan “Dilema Moral dan latihan keputusan kelompok ” yang telah dilaksanakan.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
85
Evaluasi
Tindak Lanjut Lampiran
8. Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang berhubungan dengan materi sebagai penutup materi yang disampaikan. 1. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan? 2. Apakah semua siswa telah memiliki perencanaan pribadi sosial yang akan ditempuhnya? 3. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil hikmah dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari? 4. Apakah siswa dapat menentukan rencana untuk membuat keputusan baik pribadi maupun kelompok? : Melaksanakan konseling. : Pada suatu hari, kamu dan beberapa orang temanmu mendapatkan kesempatan untuk melakukan study tour ke kutub utara, untuk meneliti kehidupan di sana. Kalian akan pergi bersama dengan penumpang-penumpang lain dari berbagai Negara yang juga akan mengunjungi kutub utara, sehingga kalian tidak bisa membawa perbekalan yang sangat banyak, karena kapasitas kapal laut yang terbatas. Dari sekian banyak daftar benda di bawah ini, kalian hanya diperbolehkan membawa 15 macam benda saja sebagai perbekalan melakukan perjalanan ke kutub utara, yaitu: 1. Pakaian 2. Laptop 3. Handphone 4. Alat mandi 5. Alat makan 6. Baju hangat 7. Mie instan 8. Selimut 9. Make up 10. Alat shalat 11. Al-Qur‟an 12. Alat tulis 13. Sepatu highheels 14. Sepatu boat 15. Modem 16. Biskuit
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
86
17. Handuk 18. Kasur 19. Buku 20. Beras 21. Kamera 22. Susu 23. Kayu bakar 24. Televisi 25. Mantel 26. Syal 27. Kacamata 28. Baju renang 29. Baju tidur 30. Gaun 31. Foto keluarga 32. Jilbab 33. Sabun cuci 34. Magic jar 35. Sandal gunung Nah, setelah kalian memilih 15 benda tersebut, kalian siap untuk berangkat. ---Innalillahi, baru saja setengah perjalanan, ternyata kapal yang kalian tumpangi mengalami benturan dan akan tenggelam, akhirnya para penumpang berlari dan berebut untuk menaiki rakit penyelamat. Sayangnya, rakit penyelamat ini tinggal satu buah lagi, dan hanya mampu menampung sebanyak 10 orang saja, akan tetapi terdapat 12 orang yang ingin naik ke atas rakit penyelamat ini. Keduabelas orang tersebut adalah kalian (5 orang), anak kecil bandel berusia 12 tahun, pensiunan guru berusia 69 tahun, atlit baseball terkenal berusia 35 tahun, ahli mesin berusia 22 tahun, kiyai berusia 52 tahun, dan seorang wanita hamil berusia 39 tahun. Menurutmu, siapa diantara mereka yang tidak boleh naik rakit? ***
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
87
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK) Kompetensi Sub kompetensi Indikator/ Tujuan Bidang Bimbingan Topik Fungsi Sasaran Teknik Media yang digunakan Waktu Tempat Langkah kegiatan
: Landasan Perilaku Etis : Memahami dan mampu membuat keputusan yang didasarkan pada nilai-nilai perilaku dalam masyarakat. : 1. Siswa memahami pentingnya sikap-sikap sosial 2. Siswa dapat berinteraksi sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk sosial : Pribadi Sosial : Bersikap sosial : Siswa dapat memahami sikap sosial yang didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. : Siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung : Ceramah, Diskusi dan Refleksi : Papan Tulis dan Spidol : 1 x 40 menit : Kelas VII : Tahap Pembuka (5 menit): 1. Guru BK memberi salam dan mengkondisikan siswa untuk antusias dan semangat dalam mengikuti kegiatan. 2. Guru BK mengecek kehadiran siswa. Tahap Peralihan (5 menit) 3. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini. Tahap Inti (20 menit): 4. Guru BK memberikan materi tentang sikap sikap sosial 5. Melakukan diskusi. Kegiatan Penutup (10 menit) 6. Melakukan refleksi. 7. Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari kegiatan bimbingan “sikap sikap sosial ” yang telah dilaksanakan. 8. Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang berhubungan dengan materi sebagai penutup materi
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
88
Evaluasi
: 1.
2. 3.
4. Tindak Lanjut Lampiran
yang disampaikan. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan? Apakah semua siswa telah memiliki perencanaan pribadi sosial yang akan ditempuhnya. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil hikmah dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari? apakah siswa dapat menentukan sikap sikap sosial?
: Melaksanakan konseling. : SIKAP-SIKAP SOSIAL 1. Sikap respek terhadap orang lain Sikap respek terhadap orang lain adalah sikap menghormati atau menghardai orang. Sikap didasarkan kepada kesadaran bahwa setiap manusia memiliki harkat dan martabat yang sama dihadapan Tuhan. Sikap saling menghormati antara sesama, merupakan syarat mutlak bagi terciptanya kehidupan bersama yang sejahtera, dan mengeratkan rasa persatuan dan kesatuan. Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, sikap ini sangat penting dimiliki oleh sitiap warga, apalagi bila mengingat bahwa masyarakat kita terdiri dari multi (keragaman) etnis, ras, budaya, dan agama. Apabila sikap ini tidak dimiliki oleh setiap warga, maka akan berkembang sikap saling melecehkan, merendahkan, baik perorangan maupun perorangan. Kondisi ini akan memicu sikap permusuhan, dan saling mencurigai antar satu sama lain, yang pada akhirnya akan memporakporandakan persatuan dan kesatuan bangsa. Sehubungan dengan hal itulah, maka kita sebagai generasi penerus bangsa atau warga masyarakat dari negara yang memiliki keragaman suku, ras, agama dan budaya dituntut untuk memiliki sikap
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
89
respek ini. Dalam kehidupan kita sehari-hari, baik dilingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat pada umunya, sikap respek terhadap orang lain itu dapat diwujudkan dalam perilaku sebagai berikut. a. menghormati agama yang dianut teman atau orang lain b. menjalin persahabatan dengan orang lain, tanpa melihat perbedaan suku, ras, agama dan budaya c. menghargai keadaan orang lain sebagaimana adanya d. menghargai pendapat teman (orang lain) e. bertutur kata yang sopan f. tidak mencomoohkan atau melecehkan orang lain 2. Kepedulian terhadap Kepentingan orang lain (sikap altruis/kesetiakawanan sosial) Agama mengajarkan bahwa “orang yang baik itu adalah orang yang banyak memberikan manfaat kepada orang lain”. Dan “tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang dibawah”. Keterangan di atas menunjukan bahwa agama sangat memuliakan orang yang memiliki sifat pribadi (watak) yang dermawan, sosiawan, yang memiliki kepedulian untuk mensejahterakan orang lain yang sedang berda dalam keadaan terjepit. Bagi yang beragama, termasuk kita, wajib hukumnya memiliki sikap ini. Dalam kehidupan atau pergaulan anda sebagai siswa, maka sikap ini seyogyanya terwujud dalam perilaku, seperti: a. mau menengok teman yang sakit b. membantu teman yang memerlukan pertolongan (dalam hal yang baik, bukan memddbantu teman yang berkelahi) c. saling memberi nasihat dalam kebenaran (seperti memotivasi teman yang malas belajar, atau memberikan nasihat kepada teman yang suka teler) Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
90
d. mau menyisihkan uang, pakaian, atau barangbarang tertentu untuk diberikan kepada fakir miskin, yatim piatu atau yang ditimpa musibah (seperti bencana alam) 3. partisipasi aktif dalam kegiatan sosial masyarakat kita dengan sikap “gotong royong”. Sikap ini menggambarkan kepedulian sosial warga masyarakat untuk memmelihara kepentingan bersama, dan menghindarkan diri dari sikap egois – individualistis. Anda sebagai warga masyarakat seyogianya juga sudah mampuh mengembangkan sikap tersebut, yaitu kepedulian untuk memelihara kepentingan bersama, atau ikut terlibat aktivitas kemasyarakatan. Dalam kehidupan sehari-hari, baik dilingkungan kampus atau masyarakat, anda sebagai remaja/pemuda seyogianya menampilkan perilaku sebagai berikut: a. Memelihara kebersihan lingkungan, baik dirumah, sekolah, maupun di masyarakat. Contohnya: ikut terlibat dalam memelihara kebersihan rumah, kebersihan sekolah dan membuang sampah pada tempatnya. b. Memelihara ketertiban dan keamanan lingkungan, baik di kampus maupun di masyarakat. c. Memelihara kedisiplinan berlalu lintas. d. Berpartisipasi aktif dalam acara, kegitan, atau kepanitiaan yang diadakan di kampus. Berpartisipasi aktif dalam acara, kegiatan, atau kepanitiaan yang diadakan di lingkungan masyarakat Sumber: Yusuf, Syamsu & dkk. (2002). Pengembangan Diri: Materi Bimbingan Bagi Mahasiswa. Bandung: UPT LBK UPI.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
91
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK) Kompetensi Sub kompetensi Indikator/ Tujuan Bidang Bimbingan Topik Fungsi Sasaran Teknik Media yang digunakan Waktu Tempat Langkah kegiatan
: Kematangan Emosional : Analisis pengaruh Emosi dan fisik sebagai substansi penyalahgunaan : 1. Siswa dapat mengenal emosi yang dimilikinya 2. Siswa dapat mengelola emosinya : Pribadi Sosial : Ungkapkan Perasaanmu : Siswa dapat memahami dan mengelola emosinya : Siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung : Ceramah, Diskusi dan Refleksi : Papan Tulis, kertas, balpoint dan Spidol : 1 x 40 menit : Kelas VII : Tahap Pembuka (5 menit): 1. Guru BK menanyakan kabar siswa 2. Guru BK memberikan ice breaking menyemangati siswa. 3. Guru BK menanyakan siswa yang tidak hadir.
untuk
Tahap Peralihan (5 menit) 4. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini. Tahap Inti (10 menit): 5. Guru BK meminta siswa untuk menuliskan atau menggambarkan apapun yang mengungkapkan suasana hatinya saat itu 6. Siswa mulai mengungkapkan perasaan sesuai suasana hatinya 7. Guru BK meminta siswa menceritakan apa yang sedang atau telah ia gambar atau tuliskan 8. Jika siswa telah usai menggambar, Guru BK mengumpulkan seluruh tugas siswa. Evaluasi (10 menit) 9. Apa yang anda Gambar ? Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
92
10. Apa yang Anda rasakan dan pikirkan ketika sedang menggambar itu? 11. Apa yang ingin Anda ubah dari gambar tersebut (tema, warna, bentuk dll)? Kegiatan Penutup (10 menit) 12. Melakukan refleksi. 13. Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari kegiatan bimbingan yang telah dilaksanakan. 14. Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang berhubungan dengan materi sebagai penutup materi yang disampaikan. Evaluasi
Tindak Lanjut Lampiran
:
1. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan? 2. Apakah semua siswa telah memiliki perencanaan pribadi-sosial yang akan ditempuhnya? 3. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil hikmah dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari? 4. Apakah siswa mengenal emosi mereka? : Melaksanakan konseling. : -
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
93
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING (RPLBK) Kompetensi Sub kompetensi Indikator/ Tujuan
Bidang Bimbingan Topik Fungsi Sasaran Teknik Media yang digunakan Waktu Tempat Langkah kegiatan
: Pengembangan Pribadi dan Sosial : Pemahaman, pemaknaan, serta persepsi mengenai landasan perilaku etis. : 1. Memiliki wawasan untuk mengetahui perilaku etis dengan orang lain. 2. Memiliki pemahaman, pemaknaan serta persepsi mengenai perilaku perilaku etis dalam keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah dan perilaku etis dengan alam. : Pribadi Sosial : Yukk Sopan : Siswa mengenal berbagai hal yang harus dipahami dalam perilaku etis dengan lingkungan sosial : Siswa kelas X-9 SMA Negeri 9 Bandung : Game, Diskusi dan Refleksi : Kertas, pulpen, papan tulis dan spidol : 1 x 50 menit : Kelas X-9 : Tahap Pembuka (5 menit): 1. Guru BK memberi salam dan mengkondisikan siswa untuk antusias dan semangat dalam mengikuti kegiatan. 2. Guru BK mengecek kehadiran siswa. Tahap Peralihan (5 menit) 3. Guru BK menjelaskan maksud kegiatan yang akan dilakukan pada kegiatan hari ini. Selain itu Guru BK juga menjelaskan tujuan dari materi ini.
4. 5. 6.
7.
Tahap Inti (30 menit): Guru BK membagi siswa kedalam empat kelompok Guru BK menugaskan kelompok pertama untuk menuliskan perilaku-perilaku etis dalam keluarga. Guru BK menugaskan kelompok kedua untuk menuliskan perilaku-perilaku etis dalam lingkungan masyarakat. Guru BK menugaskan kelompok ketiga perilakuperilaku etis dalam lingkungan sekolah.
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
94
8. Guru BK menugaskan kelompok keempat perilakuperilaku etis dengan lingkungan alam. 9. Guru BK meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok ke seluruh siswa. 10. Siswa memberikan komentar tentang hasil diskusi dari kelompok lawan. 11. Melakukan diskusi. Kegiatan Penutup (10 menit) 12. Melakukan refleksi. 13. Guru BK meminta siswa untuk menyimpulkan dari kegiatan bimbingan kelompok yang telah dilaksanakan. 14. Guru BK memberikan kata-kata motivasi yang berhubungan dengan materi sebagai penutup materi yang disampaikan. Evaluasi
Tindak Lanjut Lampiran
:
1. Apakah siswa terlihat semangat dan antusias dalam melakukan klarifikasi dan diskusi yang dilakukan selama kegiatan dilakukan? 2. Apakah semua siswa telah mengetahui mengenai perilaku-perilaku etis dalam keseharian? 3. Apakah siswa mampu merefleksi dan mengambil hikmah dari kegiatan yang telah dilakukan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari? 4. Apakah siswa dapat menentukan rencana untuk berperilaku etis dalam kesehariannya? : Melaksanakan konseling jika ada suatu permasalahan : -
Desi Wulandari, 2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu