BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai
keefektifan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah. Selain itu akan diperbandingkan kedua model pembelajaran tersebut untuk mengetahui model yang lebih efektif. Berikut ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan. A. Hasil Penelitian 1.
Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan di MTs PP Darul Qurro kelas
VIII semester II, sesuai dengan rencana penelitian dimana kegiatan pembelajaran dilaksanakan pada tanggal 17 Mei sampai dengan tanggal 08 Juni 2014. Berdasarkan informasi awal dari sekolah dan guru mata pelajaran matematika bahwa setiap kelas adalah kelompok belajar yang heterogen, maka peneliti melakukan pengundian untuk memilih kelas yang akan digunakan sebagai sampel penelitian. Kelas yang terpilih adalah kelas VIIIA dan VIIIB dengan jumlah siswa kelas VIIIA 25 siswa dan kelas VIIIB 23 siswa. Penelitian ini dilakukan sebanyak 12 kali pertemuan, yaitu 6 kali pertemuan untuk kelas MPG dan 6 kali untuk kelas PBM. Setiap pertemuan terdiri dari 2 jam pelajaran dengan alokasi waktu 40 menit untuk satu jam pelajaran. Pembelajaran dilakukan dalam 2 kali pertemuan setiap pekan. Adapun jadwal pembelajaran matematika untuk kelas MPG dan PBM adalah sebagai berikut.
63
Tabel 8. Jadwal pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan ke-
Materi
1
Pretest
2
Identifikasi prisma dan limas
3 4
Jaring-jaring prisma dan limas Luas permukaan prisma dan limas
5
Volume prisma dan limas
6
Posttest
Kelas MPG (VIIIA) Sabtu, 17 Mei 2014 Sabtu, 24 Mei 2014 Ahad, 25 Mei 2014 Sabtu, 31 Mei 2014 Ahad, 01 Juni 2014 Sabtu, 07 Juni 2014
Kelas PBM (VIIIB) Sabtu, 17 Mei 2014 Sabtu, 24 Mei 2014 Ahad, 25 Mei 2014 Sabtu, 31 Mei 2014 Ahad, 01 Juni 2014 Sabtu, 07 Juni 2014
Proses pembelajaran di kelas ekpsperimen pertama dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran MPG sedangkan proses pembelajaran di kelas eksperimen kedua dilakukan sesuai dengan langkah-langkah PBM. Langkah-langkah pembelajaran MPG terdiri dari pendahuluan atau ekplorasi, pemfokusan, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Langkah-langkah PBM tediri dari mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar,
membimbing
penyelidikan
individual
maupun
kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Model pembelajaran generatif diterapkan di kelas VIIIA dengan jumlah murid sebanyak 25 anak. Pada awal pembelajaran peneliti memberikan pretest kepada siswa. Hasil pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai materi prisma dan limas dan digunakan untuk membentuk kelompok
64
belajar. Sebelum memulai pembelajaran dengan model generatif , peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada siswa tentang model pembelajaran generatif dan tahap-tahap yang harus dilakukan oleh siswa. Tahap pertama dalam pembelajaran adalah pendahuluan. Pada tahap ini peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran, memberikan apersepsi dengan cara mengingatkan siswa tentang hal-hal yang sudah mereka pelajari dan berkaitan dengan topik yang akan dipelajari, serta memotivasi mereka dengan memberikan pertanyaan yang dapat menunjukkan data dan fakta terkait dengan materi yang akan dipelajari. Tahap kedua adalah pemfokusan. Tahap ini dilalui secara berkelompok dengan 4-5 anggota perkelompoknya. Peneliti memberikan LKS kepada setiap kelompok yang berisi permasalahan-permasalahan yang diharapkan dapat memberi peluang dan merangsang para siswa untuk menguji konjektur atau dugaan mereka. Pada tahap ini peneliti berperan sebagai fasilitator, memberikan bimbingan dan arahan agar diskusi kelompok berjalan dengan lancar. Tahap ketiga adalah tahap aplikasi. Setelah semua kelompok selesai menjawab permasalahan-permasalahan yang ada dalam LKS selanjutnya para siswa diminta mempresentasikan temuannya melalui diskusi kelas. Tidak semua kelompok mempresentasikan temuan mereka karena keterbatasan waktu, sehingga hanya beberapa kelompok yang mempresentasikan sedangkan kelompok lain memberikan masukan, sanggahan, maupun pertanyaan. Pada tahap ini peneliti berperan sebagai moderator agar diskusi kelas berjalan dengan kondusif. Tahap keempat adalah tahap aplikasi. Pada tahap ini peneliti kembali memberikan beberapa masalah kepada siswa untuk dipecahkan dengan
65
menggunakan apa yang telah mereka dapatkan dari diskusi kelompok dan diskusi kelas. Setelah siswa selesai memecahkan masalah, peneliti menujuk beberapa siswa dari kelompok yang belum maju untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah mereka di depan kelas, kemudian peneliti mengajak siswa lain untuk memberikan tanggapan, dukungan, maupun sanggahan, dan yang terakhir peneliti mengajak siswa membuat kesimpulan tentang topik yang dipelajari. Untuk mengetahui prestasi belajar setelah kegiatan pembelajaran, peneliti memberikan posttest yang diberikan pada pertemuan terakhir dari kegiatan pembelajaran. Data nilai siswa yang dikenai perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran generatif terdapat pada lampiran halaman 273. Model pembelajaran berbasis masalah diterapkan di kelas VIIIB yang merupakan kelas eksperimen kedua dengan jumlah siswa sebanyak 23 anak. Pada awal pembelajaran peneliti memberikan pretest kepada siswa. Soal pretest yang digunakan sama dengan soal pretest yang diberikan kepada kelas eksperimen pertama. Hasil pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai materi prisma dan limas dan digunakan untuk membentuk kelompok belajar. Tahap pertama dalam PBM adalah mengorientasikan siswa pada masalah. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah peneliti menyampaikan kepada siswa tentang tujuan pembelajaran. Peneliti berusaha membuat siswa tertarik dan antusias terhadap pembelajaran matematika serta memberikan pengantar materi yang akan diikuti siswa. Dengan tanya jawab siswa mengingat kembali materi prasyarat yaitu mengenai jenis-jenis bidang datar dan
66
beberapa hal yang terkait dengan bidang datar seperti keliling dan luasnya . Hal tersebut di atas menunjukkan peran yang dilakukan peneliti untuk memberikan informasi awal kepada siswa mengenai materi prasyarat tentang jenis-jenis bidang datar dan beberapa hal yang terkait dengannya. Peneliti mengajak siswa untuk mengumpulkan pengetahuan berkaitan dengan materi yang dipelajari. Pengetahuan dikumpulkan dari materi yang pernah siswa dapatkan sebelumnya. Selain itu peneliti meminta siswa untuk membuka LKS 1, dari LKS 1 tersebut peneliti menjelaskan masalah yang harus dipecahkan dan menjelaskan tujuan pembelajaran. Pada tahap ini peran peneliti masih dominan karena tahap ini sangat
penting untuk
mengkondisikan
siswa
untuk
mengikuti
pembelajaran dengan baik. Tahap kedua adalah mengorientasi siswa untuk belajar. Dalam tahapan ini
peneliti
mengarahkan
siswa
untuk belajar bersama tim kerja di
kelompoknya. Peneliti membagi kelas menjadi 6 kelompok dengan 5 kelompok beranggotakan 4 anak sedangkan satu kelompok beranggotakan 3 anak. Tahap ketiga adalah membimbing untuk penyelidikan individual maupun kelompok. Pada tahap ini peran peneliti sebagai motivator siswa. Siswa diberikan arahan untuk mengumpulkan informasi kemudian siswa diberikan keleluasaan untuk berdiskusi dan menyelesaikan masalah di dalam kelompoknya. Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Hasil diskusi dan pekerjaan siswa dalam kelompoknya kemudian dipresentasikan oleh salah satu perwakilan dari masing- masing kelompok di depan kelas. Peneliti
67
menawarkan siapa yang ingin maju untuk menuliskan hasil diskusinya di papan tulis. Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dalam tahap ini peran peneliti adalah membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelesaian masalah yang diperoleh pada masing-masing kelompok. Sedangkan siswa menganalisis proses penyelesaian yang telah mereka lalui dalam menemukan jawaban dari permasalahan tersebut. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah disampaikan selama kegiatan pembelajaran, peneliti memberikan posttest yang dilakukan pada pertemuan terakhir dari kegiatan pembelajaran. Soal posttest ini sama dengan soal posttest yang diberikan kepada kelas eksperimen pertama. Data nilai posstest yang dikenai perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah terdapat pada halaman 275. Setelah diperoleh data di kelas yang menerapkan pembelajaran dengan model generatif dan berbasis masalah, selanjutnya dilakukan analisis data dari data yang terkumpul.
Adapun hasil
analisis data yang terkumpul akan diuraikan di bawah ini. 2.
Deskripsi Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data nilai pretest dan
posttest siswa di kelas eksperimen pertama yang mendapatkan perlakuan model pembelajaran generatif dan di kelas eksperimen kedua yang mendapatkan perlakuan model pembelajaran berbasis masalah.
68
a.
Data Hasil Pretest Data pretest didapatkan dari dua kelas yang mendapatkan perlakuan
berbeda. Kelas E1 mendapatkan perlakuan model pembelajaran generatif sedangkan kelas E2 mendapatkan perlakuan model pembelajaran berbasis masalah. Data hasil pretest pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Data Hasil Pretest Data
Banyak siswa
Nilai
Rata-rata
Maksimal Minimal
(Mean)
Kelas E1 25
9,33
2,00
5,73
Kelas E2 23
9,33
2,67
5,39
Berdasarkan hasil pretest diketahui bahwa pada kelas E1 dengan jumlah siswa yang mengikuti pretest sebanyak 25 siswa memiliki nilai tertinggi 9,33, nilai terendah 2,00, dan nilai rata-ratanya 5,73. Pada kelas E2 dengan jumlah siswa yang mengikuti pretest 23 siswa didapatkan nilai tertinggi 9,33, nilai terendah 2,67, dan rata-ratnya 5,39. b. Data Hasil Posttest Data posttest didapatkan dari dua kelas yang mendapatkan perlakuan berbeda. Kelas E1 mendapatkan perlakuan model pembelajaran generatif sedangkan kelas E2 mendapatkan perlakuan model pembelajaran berbasis masalah. Data hasil postest pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 10.
69
Tabel 10. Data Hasil Posttest Data
Banyak siswa
Nilai
Rata-rata
Maksimal Minimal
(Mean)
Kelas E1 24
10
4,67
7,97
Kelas E2 23
9,33
2,00
6,20
Berdasarkan hasil posttest diketahui bahwa pada kelas E1 dengan jumlah siswa yang mengikuti posttest sebanyak 24 siswa memiliki nilai tertinggi 10, nilai terendah 4,67, dan nilai rata-ratanya 7,97. Pada kelas E2 dengan jumlah siswa yang mengikuti posttest 23 siswa didapatkan nilai tertinggi 9,33, nilai terendah 2,00 dan rata-ratanya 6,20. c.
Data Selisih Nilai Posttest dan Pretest
Data pretest dan posttest dari dua kelas ekperimen yang telah dianalisis sebelumnya dan diketahui nilai maksimal, minimal, dan rata-rata selanjutnya dianalisis selisih di antara keduanya. Data selisih nilai posttest dan pretest dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Data Selisih Nilai Postest dengan Pretest Nilai Rata-rata Data Banyak siswa Maksimal Minimal (Mean) Kelas E1 25
0,67
2,67
2,24
Kelas E2 23
0
0,67
0.81
Selisih nilai posttest dan pretest dari kelas eksperimen pertama diketahui bahwa selisih nilai maksimal 0,67, selisih nilai minimal 2,67 dan selisih rata-ratanya 2,24. Adapun selisih nilai posttest dan pretest dari kelas ekperimen kedua
70
diketahui bahwa selisih nilai maksimal 0, selisih nilai minimal 0,67, dan selisih rata-ratanya 0,81. 3.
Hasil Uji Asumsi Analisis
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari kedua kelas ekperimen berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas digunakan pada nilai pretest kelas eksperimen pertama dan kelas eksperimen kedua. Hipotesis uji normalitas adalah sebagai berikut: H0 : data berdistribusi normal H1 : data berdistribusi tidak normal H0 akan diterima jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 Hasil analisis uji normalitas dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12. Uji Normalitas Kelas Signifikansi
Hasil
Skor/nilai pretest E1
0,615
0,05 Normal
E2
0,811
0,05 Normal
Dari tabel 11 di atas diketahui bahwa nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai pretest pada kedua kelas eksperimen berdistribusi normal. Hasil uji normalitas pada nilia pretest selengkapnya dapat dilihat pada lampiran halaman 280 dan 281. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok mempunyai varians yang sama atau tidak. Uji homogenitas dilakukan terhadap
71
nilai pretest kedua kelas yang mendapat perlakuan berbeda. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: H0 : data kelompok E1 dan E2 mempunyai varians yang homogen H1 : data kelompok E1 dan E2 tidak mempunyai varians yang homogen H0 diterima jika nilai jika nilai signifikansi lebih dari 0,05. Hasil analisis uji normalitas dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. Uji Homogenitas Data Df
Signifikansi
a
Hasil
Pretest
0,694
0,05
Homogen
46
Dari tabel 13 di atas diketahui bahwa nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai pretest pada kedua kelas eksperimen bersifat homogen. Hasil uji normalitas pada nilai pretest selengkapnya dapat dilihat pada lampiran halaman 282. 4.
Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan setelah uji normalitas yang menyatakan data
berdistrbusi
normal dan homogenitas yang menyatakan data kedua kelas
eksperimen bersifat homogen. Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji rata-rata terhadap nilai pretest kedua kelas eksperimen. Uji rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata kedua kelas eksperimen berbeda atau tidak. Hipotesis pretest yang digunakan adalah sebagai berikut: (tidak ada perbedaan rata-rata nilai pretest pada kelompok eksperimen pertama dan rata-rata nilai pretest kelompok eksperimen kedua)
72
(terdapat perbedaan rata-rata nilai pretest pada kelompok eksperimen pertama dan rata-rata nilai pretest kelompok eksperimen kedua) Hasil uji beda rata-rata pretest dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 14. Hasil Uji Rata-Rata Pretest E1 dan E2 Nilai Signifikansi a Hasil Pretest 0,609
0,05 Tidak ada perbedaan rata-rata
Berdasarkan tabel 14 diketahui bahwa nilai signifikansi pretest 0,609 lebih besar dari α sehingga H0 diterima. Hal tersebut berarti bahwa tidak dapat perbedaan rata-rata pretest antara kelas eksperimen pertama dan eksperimen kedua. Perhitungan selengkapnya dengan menggunakan SPSS sapat dilihat dalam lampiran halaman 283. Analisis selanjutnya adalah dengan uji hipotesis pada nilai posttest prestasi belajar. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran halaman 285. a.
Uji Hipotesis Pertama Uji hipotesis pertama untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu
apakah pembelajaran dengan model generatif efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa. Hipotesis yang digunakan adalah: (nilai rata-rata posttest minimal mencapai 75) (nilai rata-rata posttest kurang dari 75) Dari hasil analisis data diperoleh nilai signifikansi 0,218 lebih besar dari 0,05, sehingga H0 yang menyatakan bahwa nilai rata-rata posttest minimal mencapai
73
7,5 diterima. Dengan kata lain, pembelajaran model generatif dinyatakan efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa. b. Uji Hipotesis Kedua Uji hipotesis kedua untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu apakah pembelajaran dengan model berbasis masalah efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa. Hipotesis yang digunakan adalah: (nilai rata-rata posttest minimal mencapai 75) (nilai rata-rata posttest kurang dari 75) Dari hasil analisis data diperoleh nilai signifikansi 0,02 lebih kecil dari 0,05, sehingga H0 yang menyatakan bahwa nilai rata-rata posttest minimal mencapai 7,5 ditolak. Dengan kata lain, pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah dinyatakan tidak efektif ditinjau dari prestassi belajar siswa. c.
Uji Hipotesis Ketiga
Uji Hipotesis ini digunakan untuk mengetahui manakah yang lebih efektif antara model pembelajaran generatif dan model pembelajaran berbasis masalah ditinjau dari prestasi belajar siswa. Uji hipotesis ini dilakukan jika kedua model pembelajaran sama-sama efektif jika ditinjau dari prestasi belajar siswa, namun berdasarkan uji hipotesis pertama dan kedua didapati bahwa model pembelajaran generatif efektif sedangkan model pembelajaran berbasis masalah tidak efektif, sehingga uji hipotesis ketiga tidak perlu dilakukan.
74
B. Pembahasan 1.
Efektivitas Model Pembelajaran Generatif dalam Pembelajaran Matematika Materi Prisma dan Limas Ditinjau dari Prestasi Belajar Siswa Pembelajaran dalam penelitian ini salah satunya adalah dengan
menggunakan model pembelajaran generatif yang diberikan pada kelas VIIIA sebagai kelas eksperimen pertama. Efektivitas model pembelajaran ini ditinjau dari prestasi belajar siswa yang didapatkan dari nilai posttest. Pembelajaran dengan model pembelajaran generatif dinyatakan efektif apabila rata-rata nilai posttest minimal mencapai 7,5. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa kelas eksperimen pertama mempunyai signifikansi sebesar 0,218 > 0,05 sehingga H0 diterima. Hal tersebut menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa. Penerapan model pembelajaran generatif efektif meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi prisma dan limas karena model pembelajaran ini melibatkan mental berpikir siswa (Osborne dan Witrock dalam Seel, 2006: 1357). Seiring dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran matematika pada materi prisma dan limas yang dilakukan, maka mental berpikir siswa akan semakin meningkat. Peningkatan mental berpikir siswa akan berdampak positif pada peningkatan kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep yang saling berhubungan dalam materi prisma dan limas. Hal ini sesuai dengan karakter dari matematika, yaitu matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan yang memerlukan keaktifan siswa dalam menyusun pola-pola atau hubungan tersebut (Adams & Hamm, Ebbut dan Straker dalam Marsigit, 2005).
75
Oleh sebab itu, proses mental berpikir siswa yang semakin meningkat dalam pembelajaran akan meningkatkan keaktifan siswa dan pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan permasalahan matematika, dalam hal ini adalah materi prisma dan limas. Penerapan model pembelajaran ini efektif dapat meningkatkan prestasi siswa pada materi prisma dan limas karena model pembelajaran ini lebih menekankan keaktifan siswa berpartisipasi dalam proses belajar dan dalam mengkonstruksikan makna dari informasi yang ada disekitarnya (Wittrock dalam Seel, 2006: 1357). Keaktifan siswa dalam proses belajar dan dalam mengkonstruksi pengetahuan dapat menimbulkan perubahan yang khas, yaitu kemampuan memecahkan persoalan matematika tentang materi prisma dan limas. Kemampuan memecahkan permasalahan matematika inilah yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi prisma dan limas. Komponen-komponen yang ada dalam model pembelajaran generatif efektif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Komponen proses motivasi dalam model pembelajaran generatif dapat meningkatkan minat belajar siswa (Paulina, 2001: 79-82), sehingga minat belajar siswa yang tinggi akan berdampak positif pada semangat belajar siswa. Siswa yang memiliki semangat belajar yang tinggi akan selalu berusaha memecahkan permasalahan matematika pada materi prisma dan limas, sehingga hal ini akan berdampak positif pada proses konstruksi pengetahuan yang dilakukan siswa. Komponen proses belajar dalam model pembelajaran generatif dapat meningkatkan keaktifan siswa karena adanya perhatian guru dalam memecahkan permasalahan yang ada (Paulina, 2001: 79-
76
82). Perhatian yang diberikan guru dalam proses pembelajaran akan semakin mengarahkan siswa dalam mencari solusi dari permasalahan matematika pada materi prisma dan limas yang harus dipecahkannya. Komponen proses penciptaan pengetahuan dalam model pembelajaran generatif juga dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki siswa karena pengetahuan awal tentang materi prisma dan limas yang dimiliki siswa dapat menjadi sumber dalam proses konstruksi pengetahuan baru oleh siswa melalui proses asimilasi maupun akomodasi. Proses generasi dalam model pembelajaran generatif juga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa karena pada proses ini siswa membangun hubungan antara informasi tentang materi prisma dan limas yang diperoleh dengan pengalaman mereka terkait dengan prisma dan limas, sehingga informasi yang diperoleh dikonstruksi dan membentuk sebuah pengetahuan. Langkah-langkah dalam model pembelajaran generatif juga efektif meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi prisma dan limas. Tahap pendahuluan atau eksplorasi pada model pembelajaran generatif membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap pengetahuan tentang prisma dan limas yang dimiliki sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan cara guru memberikan pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan yang diberikan guru akan menjadi stimulus bagi siswa untuk aktif mengingat kembali pengetahuan yang dimilikinya. Selanjutnya pada tahap pemfokusan terjadi pengerucutan ide, sehingga proses belajar siswa dalam memecahkan permasalahan lebih terarah dan merangsang siswa untuk menguji konjektur/dugaannya dengan caranya sendiri. Penyelesaian
77
dilakukan secara berkelompok, sehingga siswa dapat bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan. Tahap ketiga yaitu pengenalan konsep. Pada tahap ini setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, sehingga dapat terjadi tukar pendapat antar siswa yang akan mendukung proses konstruksi pengetahuan tentang prisma dan limas yang dilakukan siswa. Tahap keempat yaitu aplikasi konsep. Pada tahap ini siswa diberikan permasalahan terkait dengan kehidupan nyata. Dalam pemecahan masalah tersebut siswa menggunakan pengetahuan awal yang dimiliki dan pengetahuan yang diperoleh dari hasil diskusi sebelumnya, sehingga proses ini akan semakin memperkuat pengetahuan yang dimiliki siswa dan pada akhirnya siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan baru. Pengetahuan baru yang dimiliki siswa akan menjadikan siswa mampu memecahkan permasalahan-permasalahan dalam soal yang diberikan oleh guru, sehingga pada akhirnya siswa memperoleh nilai yang lebih baik atau nilai siswa mengalami peningkatan. Keseluruhan tahapan dalam model pembelajaran generatif sesuai dengan karakteristik matematika itu sendiri, yaitu matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan, matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan, dan matematika adalah kegiatan pemecahan masalah (Adams & Hamm, Ebbut dan Straker dalam Marsigit, 2005). Uraian tersebut menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran generatif efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi prisma dan limas.
78
2.
Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pembelajaran Matematika Materi Prisma dan Limas Ditinjau dari Prestasi Belajar Siswa Model Pempelajaran lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model pembelajaran berbasis masalah yang diberikan pada siswa kelas VIIIB sebagai kelas eksperimen kedua. Efektivitas model pembelajaran ini ditinjau dari prestasi belajar siswa yang didapatkan dari nilai posttest. Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dinyatakan efektif apabila rata-rata nilai posttest minimal mencapai 7,5. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa kelas eksperimen pertama mempunyai signifikansi sebesar 0,02
0,05 sehingga H0
ditolak. Hal tersebut menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa. Beberapa penyebab ketidakefektivan model pembelajaran berbasis masalah bisa dilihat dari beberapa tahap yang tidak berjalan secara kondusif seperti yang peneliti paparkan di bawah ini. a.
Mengorganisasikan siswa untuk belajar Dalam tahapan ini peneliti mengarahkan siswa untuk belajar bersama tim
kerja di kelompoknya. Peneliti membagi kelas menjadi 8 kelompok dengan tujuh kelompok beranggotakan 4 anak sedangkan satu kelompok beranggotakan 5 anak. Dari pengamatan yang dilakukan peneliti, diskusi kelompok belum efektif karena siswa belum terbiasa dengan kegiatan kelompok. Selama kegiatan belajar melalui kelompok, ada beberapa kelompok yang belum terlihat adanya kerjasama dalam kelompoknya, hanya dua orang saja yang bekerja sedangkan anggota kelompok yang lain hanya diam melihat temannya mengerjakan LKS, beberapa siswa juga ada yang berbincang-bincang dengan teman sebelahnya saat teman
lainnya
sedang
mengerjakan,
mereka
menunggu
79
jawaban dari teman lain ataupun kelompok lain. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap kegiatan belajar kelompok, beberapa siswa menjadi terganggu dengan kegaduhan yang berasal dari siswa yang tidak mengerjakan LKS. b.
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Pada tahap ini peran peneliti sebagai motivator siswa. Siswa diberikan arahan
untuk mengumpulkan informasi kemudian siswa diberikan keleluasaan untuk berdiskusi dan menyelesaikan masalah di dalam kelompoknya. Kebanyakan siswa jika tidak bisa menyelesaikan masalah langsung bertanya kepada peneliti, padahal inti dari Pembelajaran Berbasis Masalah adalah adanya proses penyelidikan oleh individu maupun kelompok. Siswa belum terbiasa untuk berdiskusi dengan teman dalam kelompoknya. Pada pertemuan pertama misalnya, siswa langsung menanyakan permasalahan kepada peneliti. Dalam hal ini peneliti tidak langsung memberikan jawaban tetapi peneliti memancing siswa untuk berfikir dan memberikan pertanyaan yang mengarah kepada penyelesaian soal. Peneliti meminta siswa untuk mempelajari dahulu permasalahan yang dihadapi dan mendiskusikannya dengan teman dalam kelompoknya serta dapat pula menggunakan sumber belajar dari buku paket. c.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Hasil diskusi dan pekerjaan siswa dalam kelompoknya kemudian dipresentasikan oleh salah satu perwakilan dari masing- masing kelompok di depan kelas. Peneliti menawarkan siapa yang ingin maju untuk menuliskan hasil diskusinya di papan tulis. Namun inisiatif dan rasa percaya diri siswa masih kurang sehingga peneliti harus menunjuk setiap perwakilan kelompok untuk maju dan presentasi. Saat kelompok 1 mempresentasikan hasil diskusinya, ada beberapa siswa yang bercanda dan tidak memperhatikan. Hal ini
80
menunjukkan sebagian siswa belum memiliki ketertarikan yang kuat terhadap pembelajaran matematika. C. Perbandingan Efektivitas Model Pembelajaran Generatif dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Pembelajaran Matematika Materi Prisma dan Limas Ditinjau dari Prestasi Belajar Siswa
Penerapan model pembelajaran generatif lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar pada materi prisma dan limas dibandingkan dengan model pembelajaran berbasis masalah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor posttest kelas eksperimen pertama yang menggunakan model pembelajaran generatif mencapai 7,97 melebihi KKM, sedangkan rata-rata nilai posttest kelas eksperimen kedua yang yang hanya mencapai 6,2 di bawah nilai KKM. Model generatif lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi prisma dan limas karena model ini mengakomodasikan dan mengasimilasikan antara pengalaman ataupun pengetahuan yang dimiliki dengan informasi baru yang diperoleh, sehingga akan semakin mendukung proses konstruksi pengetahuan siswa. Pada proses asimilasi, apabila siswa menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Sebaliknya, pada proses akomodasi struktur kognitif yang sudah dimiliki siswa harus disesuaikan dengan informasi yang diterima. Langkah-langkah pada model pembelajaran generatif akan mempermudah siswa dalam memecahkan permasalahan matematika karena siswa tidak langsung
81
dihadapkan dengan permasalahan nyata, namun siswa mengenal konsep terlebih dahulu sebelum mengaplikasikan konsep. Berdasarkan amatan yang dilakukan peneliti bersama rekan peneliti terhadap keseluruhan aktivitas yang terjadi selama proses belajar mengajar dengan model pembelajaran berbasisis masalah, terdapat beberapa hal yang menyebabkan model pembelajaran berbasis masalah tidak efektif, antara lain: a.
Beberapa kelompok berdiskusi tanpa melibatkan seluruh anggota kelompoknya, karena saat diskusi kelompok berjalan masih ada beberapa siswa yang mengobrol dengan temannya dimana topic pembicaraan bukanlah materi dalam LKS.
b.
Komunikasi antar anggota dalam kelompok belum maksimal, ini ditunjukkan dengan adanya siswa yang menyelesaikan LKS secara individu dan jika mengalami kesulitan bukan berusaha mendiskusikan dengan kelompoknya tetapi malah bertanya kepada kelompok lain. Hal tersebut diakibatkan karena siswa belum terbiasa menyelesaikan suatu permasalahan melalui diskusi.
c.
Siswa masih takut dan malu untuk maju menuliskan hasil diskusi untuk selanjutnya dipresentasikan di depan kelas. Sehingga peneliti harus menunjuk perwakilan kelompok untuk maju. Siswa merasa takut jika hasil penyelesaian LKS salah atau kurang tepat dan merasa malu jika harus berbicara di depan teman-temannya.
82