62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum komisi Penyiaran Indonesia 4.1.1. Dasar Pembentukan Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). 1 Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan. Berbeda dengan semangat dalam Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No. 24 Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah", menunjukkan bahwa penyiaran pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah. Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri
1
http://www.KPI.go.id
62
63
dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dll. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman
isi)
dan
Diversity
of
Ownership
(prinsip
keberagaman
kepemilikan).Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang dirumuskan oleh KPI. Pelayanan informasi yang sehat berdasarkan Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publik baik berdasarkan jenis program maupun isi program. Sedangkan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan) adalah jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja. Prinsip Diversity of Ownership juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam dunia penyiaran di Indonesia.
4.1.2. Profil KPI Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat undangUndang Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI pusat dan KPI daerah (tingkat provinsi). Anggota KPI pusat (9 orang ) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan KPI Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Pimpinan Rakyat Daerah. Selain itu, anggaran program kerja KPI pusat dibiayai oleh APBN (Anggran Pendapatan Belanja Negara) dan KPI daerah Dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah).
64
Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh sekretaris tingkat eselon II yang sifatnya terdiri dari staf pegawai negri sipil serta staf professional non PNS. KPI merupakan wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran harus mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja dengan selalu memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 pasal 3 “ Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integritas nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industry penyiaran Indonesia”.
4.1.3. Visi dan Misi KPI Visi komisi Penyiaran Indonesia adalah terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Misi Komisi Penyiaran Indonesia adalah menbangun dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang. Membantu mewujudkan infrastruktur bidang penyiaran yang tertib dan teratur, serta arus informasi yang harmonis antara pusat dan daerah, antarwilayah Indonesia, juga antara Indonesia dan dunia internasional. Membangun iklim persaingan usaha di bidang penyiaran yang sehat dan bermartabat. Mewujudkan program siaran yang sehat, cerdas, dan
65
berkualitas untuk pembentukan intelektualitas, watak, mora, kemajuan bangsa, persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai dan budaya Indonesia. Dan, Menetapkan perencanaan dan pengaturan serta pengembangan SDM yang menjamin profesionalitas penyiaran.
4.1.4. Fungsi, Tugas dan Kewewenangan KPI Fungsi KPI dan wewenang KPI dalam menjalankan fungsinya sebagai wadah aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran, KPI mempunyai wewenang sebagai berikut: a. Menetapkan standar program siaran b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran c. Mengawasi pelaksanaan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran d. Melakukan koordinasi dan atau kerja sama dengan pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat. e. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran
KPI juga mempunyai tugas dan kewajiban: a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi Marusia b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran
66
c. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait d. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang e.
Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran
f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran
4.2. Peran KPI Dalam Mengawasi Tayangan Sinetron Religi di Indosiar UU Penyiaran mengamanatkan dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), sebagai lembaga negara yang bersifat independen. Keberadaannya baik di pusat dan daerah yang memiliki tugas dan wewenang, diatur dalam UU sebagai wujud peranserta masyarakat di bidang penyiaran. Peran KPI dalam UU Penyiaran adalah sesuatu yang sangat strategis untuk terciptanya satu sistem penyiaran nasional sebagai bagian tatanan dalam menyelenggarakan penyiaran nasional berdasarkan ketentuan, peraturan perundang-undangan yang berlaku menuju tercapainya asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran nasional.2 Juga sebagai upaya mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana yang tercantum dalam Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia. 2
http://www.KPI.go.id
67
Maka wajar dalam mencapai asas, tujuan dan arah penyiaran harus selalu mencerminkan peran serta masyarakat di dalamnya. Karena masyarakat harus selalu dijamin untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai hak asasi manusia. Di samping ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran; membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri penyiaran; memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang; menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran. KPI juga diberi wewenang oleh UU Penyiaran untuk menetapkan standar program siaran, menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran, mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, memberikan sanksi terhadap pelanggar peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran dan masyarakat. Maraknya
tayangan
yang
mengandung
kekerasan,
seksualitas
dan
supranatural dengan seting kejadian nyata hasil saduran dari beberapa majalah keagamaan. Hal itu harus selalu menjadi penilaian pemerintah dan KPI, sebagai efek dari tayangan tanpa kontrol. Banyaknya sinetron yang hanya menampilkan tayangan kekerasan,
pornografi,
tayangan-tayangan
yang
menjual
mimpi
dan
mempertontonkan kekayaan tetap saja luput dari pengawasan KPI. Tayangan sinetron
68
yang bermasalah yaitu
tayangan sinetron-sinetron yang bersifat religius yang
ditayangkan oleh stasiun televise Indosiar. Sinetron-sinetron yang diharapkan sarat akan pesan moral sekarang ini malah menjadi semakin memojokkan nilai-nilai kemanusiaan, kekerasan
dan mendiskreditkan islam secara berlebihan. Sinetron
religious yang ada sekarang, tidak saja gagal sebagai tontonan sekaligus tuntunan, tetapi juga sangat potensial menjadi media sosialisasi yang menyesatkan akan pemahaman agama yang benar. Kekahawatiran itu sangat beralasan sebab dalam sinetron-sinetron religious, itu justru muncul ustadz yang dijadikan legitimasi bahwa tayangan itu adalah sinetron religious sejati. Nilai-nilai yang dipegang masyarakat Indonesia akhir-akhir ini dalam menyikapi tayangan sinetron religious yang nyatanya jauh dari keagungan nilai-nilai agama. Sering tampilnya adegan kekerasan baik kekerasan fisik maupun psikologis. Dalam UU No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran pasal 36 ayat (5) yang menyatakan bahwa isi siaran dilarang melanggar menonjolkan kekerasan. Selain itu, sinetron-sinetron tersebut juga melanggar aturan yang ada di Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) pasal 30 ayat (a) dan pasal 62. Dalam pasal 30 ayat (a) dijelaskan kalau adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit, berlebihan dan vulgar. Kemudian di pasal 62 dijelaskan bahwa
lembaga
penyiaran
televisi
wajib
menyertakan
informasi
tentang
penggolongan program siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara yang disiarkan.3 3
Pedoman P3 SPSS
69
Tugas, kewajiban dan wewenang yang diberikan kepada KPI oleh UU sangat strategis dalam terciptanya tatanan informasi nasional di bidang penyiaran. Baik diperuntukkan pada lembaga penyiaran publik, swasta, komunitas dan berlangganan. KPI adalah wujud kepentinagn masyarakat yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. Segala pengaduan terhadap siaran televisi dapat disampaikan demi perbaikan sistem penyiaran sesuai dengan tatanan budaya bangsa. Melaui KPI juga pemerataan siaran, kepemilikan lembaga penyiaran dan isi siaran diatur sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat. Hal ini mengingat secara teknis penyiaran itu menggunakan spectrum frekuensi atau gelombang elektromagnetik yang terbatas jumlahnya dan notabene merupakan ranag public. Sehingga pemanfaatannya harus berorientasi kepada public atau masyarakat. Itulah sebabnya demi kepentingan rakyat banyak frekuensi harus diatur dan tidak boleh dimiliki oleh beberapa pihak dan hanya segelincir orang yang dekat dengan kekuasaan. Secara filosofi, lahirnya KPI dan undang-undang penyiaran adalah sebagai realisasi dari pandangan bahwa: 1. Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang terbatas jumlahnya, sehingga harus dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sesuai dengan cita-cita proklamasi 17 agustus 1945. 2. Bahwa untuk menjaga integrasi nasional. Kemajemukan masyarakat Indonesia dan terlaksananya otonomi daerah maka perlu dibentuk system
70
penyiaran yang adil, merata, dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia 3. Lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam melaksanakan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan serta control dan perekat social 4. Siaran dipancarkan dan diterima secara
bersamaan, serentak, dan bebas,
memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap dan perilaku khalayak, maka penyelenggaraan penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Atas dasar itu pula, penyiaran diarahkan antara lain untuk meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama, serta jati diri bangsa. Mencegah monopoli kepimilikan dan mendukung persaingan yang sehat dibidang penyiaran. Penyiaran juga diarahkan untuk memberikan informasi yang benar, seimbang dan bertanggung jawab. Fungsi KPI dan wewenang KPI dalam menjalankan fungsinya sebagai wadah aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran, Atas dasar fungsi, peran dan kewewenangan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa KPI sebagai lembaga pengatur, lembaga pengawasan, sekaligus juga penindak pelanggaran, hal ini sempat menjadi kontroversi dan menimbulkan perdebatan yang cukup sengit diantara pelaku industri penyiaran, pemerintah,
71
maupun kalangan akademisi. Dan ketika Undang-undang penyiaran disahkan, disambut unjuk rasa besar-besaran oleh kalangan industry penyiaran didepan gedung DPR. Akibatnya, pengesahan UU pun tertunda. Baru pekan berikutnya UU penyiaran disahkan, meski disambut unjuk rasa juga. Namun dalam perjalanannya pro kontra mengenai kewewenangan KPI yang terlalu besar
itu dapat terselesaikan setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan
bahwa MK tidak dapat menguji kewewenangan yang disengketakan. Menurut MK, KPI bukanlah lembaga Negara yang
kewewenangannya diberikan secara
konstitusional dalam Undang-undang Dasar 1945. Sehingga dalam perkara tersebut, MK tidak membahas substansi kewenangan penyusunan regulasi dibidang penyiaran yang disengketakan. Sedangkan, keputusan MK terkait kewenangan pemberian izin Penyelenggaraan Penyiaran (PP), MK menyatakan substansi yang dipersoalkan adalah substanssi peraturan pemerintah dan bukan merupakan kewenangan MK. Sehingga MK memutuskan tidak dapat menerima permohonan tersebut dampaknya adalah regulasi penyiaran kembali dipegang pemerintah. Bagi KPI, putusan MK diatas tidak serta merta mengakibatkan KPI tidak efektif sebagai lembaga Negara independen yang berfungsi melindungi dan memberdayakan public untuk turut serta membangun system penyiaran yang sehat di Indonesia. Beberapa fungsi KPI di antaranya adalah untuk menciptakan tatanan informasi yang adil, merata, dan seimbang, membangun iklim persaingan yang sehat, dan ikut membantu pengaturan infrastruktur penyiaran seperti pengaturan system siaran berjaringan tetap harus dijalankan.
72
Namun, sejauh mana fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan secara efektif akibat dari putusan ini merupakan tantangan yang berat bagi KPI. Dalam Undang-undang No.32 tahun 2002, tentang Penyiaran masih ada kewenangan KPI yang diatur secara jelas antara lain IPP diberikan setelah melalui tahapan Evaluasi dengar pendapat dan mendapatkan Rekomendasi Kelayakan dari KPI. Ditambah lagi dengan Kewenangan dalam isi siaran untuk menyusun dan mengawasi pelaksanaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar program Siaran (P3-SPS).
4.2.1 Kasus Sineteron Inayah Sinteron Inayah yang disiarkan oleh Indosiar setiap malam mulai pukul 20:0021:00 adalah kelanjutan sinetron Hareem yang dihentikan penayangannya oleh KPI , 31 Maret 2009. Cerita ini bermula saat Inayah, yang usianya masih muda harus menikah dnegan Pak Doso, untuk menyelamatkan kehidupan orantua dan adikadiknya. Namun bukan hanya Inayah, Pak Doso sudah memiliki 3 istri lainnya. Ummy hanny, Ummy Ita dan Ummy Desy yang tidak suka dengan pernikahan Inayah dan Pak Doso. Inayah pun langsung di dandani dan di bersihkan tubuhnya oleh Mbok Darmi, dan dia di masukan ke dalam sebuah ruangan yang dinamakan Hareem. Karena dinilai mengandung unsur-unsur yang melecehkan agama Islam. Sejak tanggal itu, sinetron Hareem berubah menjadi Inayah. Sinetron Inayah ini ditayangkan tiap Senin
73
hingga Sabtu pukul 19.30-21.00 WIB di Indosiar. penampilan tokoh-tokoh sinetron Hareem itu.
Perubahan juga terjadi pada
Pemeran perempuan tidak lagi
mengenakan jilbab. Tokoh laki-lakinya tidak lagi mengenakan peci serta baju koko. Tokoh Abi yang diperankan Teddy Syach berubah sebutannya menjadi Romo. Sebelumnya, istri-istri Doso dipanggil dengan sebutan Ummi sekarang menjadi Amih. Meskipun telah berganti menjadi inayah, bukan berarti simbolisasi label-label Islam hilang sama sekali. Berdasarkan pemantauan yang telah dilakukan oleh KPI Pusat, dalam sejumlah episode ditemukan pelanggaran terhadap Standar Program Siaran (SPS). Seperti pada episode tanggal 28 Juli 2009 dimana seorang bayi diletakkan diranjang dengan dipenuhi ular jadi-jadian. Ini melanggar karena makhluk supranatural yang disajikan sebagai fantasi jam tayang harus diatas pukul 22.00 WIB Selain itu episode tanggal 4 Agustus, seorang anak kecil diikat di bambu diluar rumah pada malam hari saat hujan deras dan kemudian anak kecil tersebut memukul tokoh wanita yang mengikatnya menggunakan stick golf. Jelas terlihat dalam episode ini anak menjadi korban kekerasan. Kemudian dalam episode tanggal 10 Agustus 2009, seorang wanita yang sudah tidak sadarkan diri dibekap hingga tokoh tersebut diceritakan seakan-akan telah mati. Ini adegan secara eksplisit dan vulgar dengan kekerasan tidak sesuai dengan pasal 28 ayat (4) SPS.
74
Tayangan dengan banyaknya adegan kekerasan seperti ini sangat rentan ditiru oleh anak-anak dan UU Penyiaran juga secara jelas melarang isi siaran yang menonjolkan kekerasan (Pasal 36 ayat 5 huruf b) dengan sanksi pidana maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal 10 miliar rupiah. Dalam suratnya yang ditandatangani Jumat (14/8) minggu lalu, KPI Pusat meminta kepada Indosiar untuk memindahkan jam tayang yang semula pada pukul 20.00 WIB menjadi pukul 22.00 WIB. Selain itu KPI juga akan memberikan sanksi penghentian sementara apabila Indosiar tidak segera melakukan perbaikan isi tayangan sinetron Inayah. Menanggapi sanksi yang diberikan KPI Pusat untuk program sinetron Inayah, Direktur Program Indosiar, Triyandi S menyampaikan bahwa Indosiar berkomitmen untuk memperbaiki program Inayah.
"Kami akan koordinasi dengan PH untuk
menghilangkan scene-scene yang dianggap bermasalah", kata Triyandi. Perlu diketahui, beberapa waktu lalu, KPI Pusat menerima banyak keluhan dari masyarakat yang meminta muatan kekerasan dan pembodohan di sinetron ini dihilangkan. Untuk itu, Anggota KPI Pusat yang hadir mendengarkan klarifikasi Indosiar menawarkan pilihan pindah jam tayang menjadi di atas pukul 22.00 atau memperbaiki muatan isi siarannya. Triyandi sendiri dalam klarifikasi di kantor KPI tanggal 6 Juli 2009, menyatakan sejak bergantinya judul sinetron dari Hareem menjadi Inayah yang sudah berjalan 85 episode, pihaknya belum banyak menerima keluhan. Padahal sebelumnya, ketika masih berjudul Hareem, banyak masyarakat yang mengeluhkan program
75
tersebut. Termasuk juga Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pernah meminta Indosiar menghentikan sinetron ini. Namun, sejak berganti judul dan muatan diubah, keluhan yang disampaikan ke Indosiar berkurang drastis. Wakil ketua KPI Pusat, Fetty Fajriaty menyampaikan saran bagi Indosiar agar menampilkan teks peringatan ketika ada adegan yang bermuatan kekerasan atau melanggar norma ketika ada adegan yang bermasalah. "misalnya teks yang menyatakan bahwa adegan ini melanggar norma agama, jadi masyarakat tidak perlu menonton keseluruhan episode untuk tahu bahwa adegan yang ditayangkan adalah salah atau melanggar norma", kata Fetty. Selain menayangkan teks, KPI Pusat juga meminta Indosiar membuat pernyataan tertulis yang menyatakan komitmennya untuk memperbaiki muatan siarannya
4.2.2 Kasus Sinetron Muslimah. Sineteron yang disiarkan Indosiar ini bercerita Upacara pernikahan antara Dafa dan Muslimah batal karena Petty ditemukan sekarat akibat over dosis. Petty segera dilarikan ke rumah-sakit dan nyawanya berhasil diselamatkan. Demi kebahagian Petty Muslimah mengikhlaskan Dafa menikahi Petty. Dan dengan terpaksa Dafa menikahi Petty. Setelah Petty berhasil menikah dengan Dafa, Petty mengancam dan memukulinya, namun semua itu dihadapi Muslimah dengan kesabaran dan doa. Sementara itu di lain peristiwa seorang wanita cantik bernama Nasyla divonis dokter terkena penyakit kanker rahim dan pernyataan dokter itu sangat mengejutkan Nasyla, karena Nasyla belum mampu meninggalkan anak-anaknya;
76
Raihan dan Salsabila juga Rafi, suami tercintanya. Dan Nasyla meminta dokter berjanji untuk tidak menceritakan hal ini kepada siapapun. Dalam kebimbangannya Nasyla menginginkan Muslimah kelak jadi istri dari Rafi dan ibu dari kedua anaknya.
Sinetron Muslimah banyak menampilkan adegan kekerasan verbal dan fisik serta berindikasikan melanggar kaidah-kaidah agama.
misalnya, menggunakan
atribut agama dan bahasa Arab yang dapat diasosiakan sebagai simbol agama Islam, dalam konteks yang penuh dengan kekerasan fisik dan verbal. Secara umum, sinetron ini lebih banyak menampilkan intrik dan perilaku jahat yang ditampilkan oleh pemerannya.
KPI Pusat melayangkan surat teguran ke Indosiar terkait pelanggaran yang terjadi pada program sinetron Muslimah episode tanggal 22 dan 23 November 2008. KPI Pusat meminta kepada Indosiar untuk segera melakukan perbaikan terhadap isi tayangan tersebut agar sesuai dengan aturan yang ada di UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan P3 dan SPS KPI. Menurut Fetty Fajriaty, teguran kepada dua sinetron yang disiarkan oleh Indosiar dilandasi oleh adanya laporan pengaduan dari masyarakat ke KPI Pusat dan juga pemantauan langsung yang dilakukan oleh KPI Pusat. “Sebelumnya kami juga melakukan analisa terhadap tayangan ke dua sinetron tersebut,” katanya. Menurut penjelasan yang ada dalam surat teguran KPI Pusat tersebut dijelaskan bahwa kedua sinetron telah melanggat aturan yang ada UU No.32 Tahun
77
2002 Tentang Penyiaran pasal 36 ayat (5) yang menyatakan bahwa isi siaran dilarang melanggar menonjolkan kekerasan.
Selain itu, kedua sinetron tersebut juga
melanggar aturan yang ada di Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) pasal 30 ayat (a) dan pasal 62. Dalam pasal 30 ayat (a) dijelaskan kalau adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit, berlebihan dan vulgar. Kemudian di pasal 62 dijelaskan bahwa lembaga penyiaran televisi wajib menyertakan informasi tentang penggolongan program siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara yang disiarkan. Dalam surat terebut juga dijelaskan bahwa Sinetron Muslimah yang disiarkan di televisi pada Hari Minggu (23 November 2008) belum diserahkan kepada LSF sebelum tayang. Hal ini, menurut KPI Pusat, jelas melanggar P3 pasal 16 ayat (1) dan dan SPS pasal 61 (1) yang menyatakan bahwa “Lembaga penyiaran wajib menampilkan tanda lulus sensor yang dikeluarkan oleh Lembaga Lulus Sensor pada materi isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan KPID Jawa Barat meminta klarifikasi Indosiar terkait adegan kekerasan verbal maupun non verbal yang ada terdapat dalam tayangan sinetron Muslimah. Menurut Ketua KPID Jabar Dadang Rahmat Hidayat, adegan tersebut bertentangan dengan Pasal 28 poin 4 Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) KPI mengenai kekerasan. Dalam pasal dan poin tersebut berbunyi bahwa, lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan mengagungagungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
78
4.2.3
Kasus Sinetron Mualaf
Mualaf bercerita Dave seorang pemuda atheis yang berasal dari keluarga kaya yang sudah berputus asa dari kesembuhan penyakit kanker otak yang sudah lama dideritanya. Selain itu Dave sudah ditunangkan oleh orang tuanya dengan Priti padahal Dave tidak mencintai gadis itu. Dan sejak pertemuannya dengan gadis buta bernama Nurhaliza, hidup Dave pun berubah. Selain Dave, ada pemuda lain yaitu Furqon yang sejak lama mencintai Nurhaliza. Dan Furqon adalah seorang dosen yang sangat disukai oleh adik perempuan Priti yang bernama Diva.
Selanjutnya, Dave telah menganggap Nurhaliza sebagai malaikat penyelamat dalam hidupnya meskipun Nurhaliza adalah anak seorang wanita bernama Sadiah, yang bekerja sebagai tukang cuci pakaian di rumah keluarga Bu Berlian namun Dave semakin bersimpati dan jatuh cinta pada Nurhaliza, gadis solehah itu. Setelah mendapat penolakan dari Nurhaliza, Dave meminta bantuan gadis itu untuk mengajarinya mempelajari agama Islam. Hal tesebut membuat Furqon merasa cemburu. Dilain pihak Priti merasa yakin bahwa Dave sungguh-sungguh mencintainya sehingga ia tidak keberatan dengan surat perjanjian pemisahan harta yang Dave ajukan. Kemudian Marsha mendesak Dave segera menikahi Priti. Dan Dave merasa tersiksa dengan pernikahannya karena Dave tidak punya cinta terhadap Priti, bahkan Dave tidak mampu menepis perasaan cintanya terhadap Nurhaliza, kemudian di malam pertama perkawinannya Dave pergi meninggalkan Priti.
79
Pada bulan Juni 2009 oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menilai Mualaf
bermasalah. Untuk itu, KPI memberikan sanksi sesuai dengan tingkat
pelanggarannya terhadap Undang-undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS). Mualaf dinilai menampilkan kekerasan fisik dan verbal, seperti menampar, memukul, menjambak, menendang, menikam, menginjak-injak, serta kata-kata kasar dan makian. Bahkan dalam beberapa episode juga menampilkan adegan kekerasan kepada anak-anak. Keputusan ini diambil melalui Rapat Pleno KPI Pusat pada 28 Juli 2009, setelah mendapatkan masukan dan pertimbangan dari tim panelis yang beranggotakan Prof. Arief Rahman, Dedy Nur Hidayat Ph.D, Dr. Seto Mulyadi, Dra. Nina Armando MSi, Bobby Guntarto, MA, dan Ir. Razaini Taher. KPI akan terus memantau semua tayangan-tayangan yang telah mendapat teguran dan himbauan. Jika stasiun TV tidak melakukan perbaikan maka KPI Pusat akan memberikan sanksi lebih lanjut sesuai dengan ketentuan dalam UU Penyiaran. Selama bulan Januari hingga Agustus 2009, KPI telah menerima lebih dari 4075 pengaduan masyarakat untuk berbagai kategori tayangan. Kami tidak henti-hentinya mengajak masyarakat untuk berperan aktif memantau semua tayangan dan melaporkan ke KPI dengan fakta dan identitas pelapor yang jelas melalui pengaduan www.kpi.go.id, SMS melalui nomor 0812 130 70000, Faks dan telp ke nomor (021) 6340667 / 6340713. Berkaitan dengan fungsi pengawasan terhadap isi siaran ini Fetty Fajriati mengatakan bahwa KPI sudah mulai menjalankan fungsinya dengan baik. Hal ini
80
terbukti dengan mulai kooperatifnya lembaga penyiaran terhadap teguran KPI dengan melayangkan klarifikasi secara tertulis. Hal ini menjadi indikasi bahwa keberadaan KPI serta P3SPSnya telah diakui oleh lembaga penyiaran. Tinggal sekarang bagaimana semua unsur bersinergi demi kebaikan dan kemajuan masyarakat dan bangsa. Selama ini kami sudah menjalankan fungsinya dengan baik, KPI setiap saat menegur atau memperingatkan stasiun televise yang melanggar aturan P3SPS. Ada beberapa program yang sudah ditegur dan mentaati teguran tersebut. KPI pusat pernah menghentikan penayangan Empat Mata selama satu bulam. Hal ini dipatuhi meski kemudian program tersebut berubah menjadi “ Bukan Empat Mata”, selai itu KPI pusat telah menghentikan program Curhat Dengan Anjasmara pertanggal 28 Mei 2009, meskipun akhirnya tanggal 1 juli 2009 tayangan ini muncul kembali, namun berubah jamnya, yang tadinya pukul 17.00 menjadi pukul 22.00. lalu ada lagi masalah dengan materi kekerasan yang sama, sehingga KPI hentikan4
Berkaitan dengan itu pula maka agar fungsi pengawasan berjalan dengan optimal maka P3SPS sebagai acuan harus terus menerus dilakukan penyempurnaan. Hal ini dilakukan agar P3SPS dapat mengakomodir semua permasalahan dalam dunia penyiaran. KPI telah menerima beberapa masukan untuk revisi dari individual masyarakat, kelompok masyarakat, dan lembaga penyiaran baik individual dan social. Dalam waktu dekat KPI akan mengeluarkan P3SPS hasil revisi. Hal ini disebabkan ada pasal-pasal yang harus dijelaskan kembali secara detail agar dapat diterapkan untuk menegur stasiun televisi yang melakukan pelanggaran. P3SPS itukan bukan kitab suci, kalau memang perlu untuk direvisi kenapa tidak. Tetapi kita lihat dulu alasnnya. Memang dalam waktu dekat ini akan kami keluarkan P3SPS hasil revisi. Hal ini disebabkan ada pasal-pasal yang harus dijelaskan kembali secara detail agar dapat diterapkan untuk menegur stasiun 4
Wawancara dengan Ibu Fetty Fajriati
81
televisi yang melakukan pelanggaran dan nanti jika sudah terbit akan kami sosialisasikan kelembaga penyiaran dan masyarakat.
Mengenai penegakan peraturan, setelah kewenangan KPI dikurangi melalui putusan MK maka sanksi terhadap pelanggaran P3SPS dari KPI hanya berbentuk Evaluasi Dengar Pendapat dan pemberian rekomendasi kelayakan kepada pemerintah untuk tayangan yang dianggap paling melanggar, yang nantinya akan dijadikan pertimbangan oleh pemerintah menyangkut perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Sementara itu untuk pelanggaran yang ringan KPI akan memberikan sanksi administrasif dari mulai melayangkan teguran secara tertulis, penghentian sementara mata acara yang bermasalah, pembatasan durasi dan waktu siaran, denda administrasif dan pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu, tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran dan pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran. Konsekuensi jika lembaga penyiaran melanggar adalah sanksi yang akan diberikan. Berdasarkan UU ada dua jenis sanksi yakni Administrasi dan pidana. Dari mulai melayangkan teguran secara tertulis, penghentian sementara mata acara yang bermasalah, pembatasan durasi dan waktu siaran, denda administrasif dan pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu, tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran dan pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.
Dalam menjalankan peranannya, KPI merasa yakin dapat menata struktur penyiaran kearah yang lebih baik, jika pemerintah sendiri sudah sepenuhnya memberikan kewenangan kepada KPI, untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pengawasan penyiaran dan memberikan kontribusinya kepada masyarakat.
82
Berikut ini adalah daftar kasus pelanggaran pada sinetron religi di televise indosiar yang dimonitoring oleh KPI periode bulan Juli-Agustus 2009. sinetron a. Inayah
masalah
Tindakan KPI
1. Menghina symbol-simbol islam
1. Teguran I dan II
2. mengandung unsur kekerasan
2. Himbauan untuk
baik
verbal maupun fisik
memperbaiki materi siaran
3. Pelecehan agama Islam 4. Jam tayang yang salah 5. Tidak adanya penggolongan program siaran 6. Menampilkan kata-kata kasar dan makian b. Muslimah
1. Menghina symbol-simbol islam 1. Teguran I 2. mengandung unsur kekerasan baik
verbal maupun fisik
2. Himbauan untuk memperbaiki materi siaran
3. Pelecehan agama Islam 4. Jam tayang yang salah
83
5. Tidak adanya penggolongan program siaran 6. Menampilkan kata-kata kasar dan makian
c. Mualaf 1. Menghina symbol-simbol islam 1. Teguran I 2. mengandung unsur kekerasan baik
verbal maupun fisik
2. Himbauan untuk memperbaiki materi siaran
3. Pelecehan agama Islam 4. Jam tayang yang salah 5. Tidak adanya penggolongan program siaran 6. Menampilkan kata-kata kasar dan makian
84
Rekap Teguran dan Himbauan tahun 2009 5 No
Tanggal
No Surat
Status
Stasiun
Program
TV 1
02-Juli-
358/K/KPI/VII/09
09
Himbauan
Indosiar
Deskripsi Pelanggaran
Muslimah
isi tayangan mengandung muatan kekerasan dalam rumah tangga, anak, serta kekerasan verbal dan fisik, tidak sesuai dgn norma kesopanan dan menampilkan sensualitas, tokoh dalam muslimah mengenakan atribut islam, namun banyak melakukan kekerasan verbal dan fisik yang dapat diasosiasikan merendahkan agama
5
http://www.KPI.go.id
85
2
14-
478/K/KPI/VIII/09
Teguran
Indosiar
Inayah
Agustus-
Menampilkan banyak
09
adegan
kekerasan verbal maupun fisik
Menampilkan 21Agustus09
kekerasan 484/K/KPI/VIII/09
Teguran
indosiar
Mualaf
fisik
dan verbal dan seharusnya ditayangkan pada
pukul
22.00 WIB
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa peranan KPI dalam pengawasan isi siaran sudah berjalan secara optimal, walaupun sampai saat ini masih ada tayangan yang serupa yang masih dengan bebas mengisi layar kaca pemirsa di tanah air. Gufron, selaku humas Indosiar berpendapat bahwa KPI harus lebih tegas lagi dalam penegakan peraturannya. Hal ini penting agar menimbumbulkan efek yang positif dalam dunia penyiaran. Terutama berkaitan dengan pengawasan isi siaran. Jadi jika KPI tegas bukan tidak mungkin lagi industry penyiaran akan tunduk terhadap
86
peraturan KPI. Sehingga kondisi yang dicita-citakan seperti yang terdapat dalam undang-undang bukan hanya khayalan semata KPI sudah menjalankan dengan baik, tapi saya sarankan harus lebih tegas lagi dalam memberikan sanksi, tinggal penegakannya yang benar-benar harus dilaksanakan. Fungsi KPI itu adalah mengawasi pengawasan P3SPS itu.apa yang dibuat berdasarkan UU KPI itu berhak memberikan sanksi. Sanksi itu mulai dari teguran sampai pencabutan izin siaran nah KPI sudah melaksanakan fungsinya dengan baik seperti teguran pada sinetron muslimah, inayah, dan mualaf Disinilah pentingnya ketegasan KPI yang seharusnya dapat menjalankan fungsi dan tugasnya secara tegas. Sehingga KPI sebuah lembaga independent dapat disegani dihadapan lembaga penyiaran. Sekarang KPI tinggal concern saja menjalankan peran, fungsi serta wewenang sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-undang.
4.3. Pembahasan Dari hasil wawancara dengan nara sumber, dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan Komisi Penyiaran Indonesia dalam proses pengawasan isi siaran sedah mulai berjalan dengan optimal. Mengenai eksistensi P3SPS yang merupakan output KPI juga direspon positif oleh nara sumber. Intinya semua unsur yang terlibat dibidang penyiaran tidak keberatan dengan adanya peraturan ini. Mereka sadar bahwa kehadiran peraturan ini sangat dibutuhkan sebagai proteksi dari bahaya globalisasi yang negatif. Hanya saja beberapa nara sumber menginginkan perumusannya harus melibatkan unsur-unsur lain termasuk industry penyiaran dan unsur public lainnya.
87
Komisi penyiaran harus bisa menjalankan peranannya sebagai lembaga independen yang bergerak dalam pengawasan isi siaran, terlebih lagi KPI ditunjuk langsung oleh undang-undang yang mempunyai kekuatan hokum untuk menjalankan tugas, fungsi dan wewenang dalam mengatur dan mengawasi penyiaran nasional. Sesuai dengan fungsi KPI sebagai lembaga perwujudan partisipasi masyarakat dalam penyiaran adalah mewadahi aspirasi dan mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran di Indonesia. Dalam teori hubungan interpersonal sesuai dengan ikhtisar Coleman dan Hammen 6, terdapat empat buah model. Dalam penelitian ini hanya dikemukakan satu model yakni model peranan. Hubungan interpersonal akan baik jika setiap individu bertindak sesuai dengan tiga hal yakni ekspektasi peranan, tuntutan peranan dan keterampilan peranan. Disini dapat dilihat bahwa KPI sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi penyiaran sudah seharusnya dapat menjalankan ekspektasi peranannya dengan baik karena sudah jelas dalam undang-undang ditetapkan tugas, kewajiban dan kewewenangannya. Selain itu, tuntutan peranan KPI menjalankan tugas dan kewajiban adalah mengemban tanggung jawab yang sudah diberikan kepada KPI. KPI dalam menjalankan fungsinya terutama dalam hal pengawasan isi siaran akan menegur stasiun televise yang beberapa tayangannya mengandung materi yang tidak sesuai dan cenderung melanggar P3SPS, dari adegan kekerasan sampai dengan eksploitasi perempuan. Namun mungkin karena kurang tegasnya KPI dalam 6
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, 1998;120-124
88
penegakan aturannya berakibat pada sampai saat ini masih ada tayangan yang serupa yang masih dengan bebas mengisi layar kaca pemirsa di tanah air. Secara umum Media Watch melalui wakil redaktur pelaksana, Wenny Pahlemy berpendapat bahwa KPI hanya dipandang sebelah mata oleh lembaga penyiaran. Hal ini juga yang membuat stasiun penyiaran tidak memperdulikan teguran-teguran KPI karena tidak adanya sanksi tegas terhadap pelanggaran. Menurut mereka jika KPI menegur cukup dengan surat klarifikasi, minta maaf dan janji tidak akan melanggar lagi maka sudah cukup untuk KPI. Lembaga penyiaran sepertinya hanya memandang KPI sebelah mata, sepertinya lembaga penyiaran justru lebih tunduk, patuh bahkan cendrung takut pada kekuatan masyarakat. Kalau keberatan itu datang dari kelompok masyarakat, lembaga penyiaran akan segera memperbaiki perilakunya. Tapi bila itu datang dari KPI, lembaga penyiaran cendrung hanya berkelit saja. Disinilah pentingnya ketegasan KPI yang seharusnya dapat menjalankan fungsi dan tugasnya secara tegas. Sehingga KPI sebagai sebuah lembaga independent dapat disegani dihadapan lembaga penyiaran. Sekarang KPI tinggal concern saja menjalankan peran, fungsi, serta wewenang sesuai yang diamanatkan oleh undangundang. Hal ini sesuai dengan model peranan yang menjelaskan bahwa sebuah peranan itu akan terukur ketika baik lembaga maupun individu yang diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan perannya dapat menjalankan sepenuhnya apa yang menjadi tanggung jawabnya. Jika ini telah terjadi pada KPI, maka bukan tidak mungkin kondisi seperti yang diharapkan Undang-undang akan terjadi.
89
Mengenai peranan KPI dalam mengawasi tayangan sinetron menurut Wenny Pahlemy sampai saat ini belum maksimal. Kondisi tersebut memang belum sepenuhnya ada pada KPI. Mengingat proses itu masih berjalan dan butuh kedewasaan secara kelembagaan. Untuk saat ini KPI belum maksimal, lembaga penyiaran pada dasarnya tidak ingin diawasi sehingga mereka berupaya manafikan kehadiran KPI. Ketika KPI mengeluarkan keputusan, mereka tidak mengindahkan atau malah mengakalinya. KPI juga dinilai belum maksimal dalam mengatur tv berlangganan, mengembangkan tv dan radio komunitas Agar kondisinya benar-benar sesuai harapan Undang-undang seyogyanya yang harus siap itu bukan hanya dari pihak KPI saja, tetapi dari semua unsure yang terlibat dalam bidang penyiaran juga harus siap, termasuk lembaga penyiaran itu sendiri. Seperti yang tertera dalam
teori tanggung jawab social, media massa harus
mempunyai kebebasan dalam menyampaikan informasi, tetapi tetap mempunyai tanggung jawab social terhadap masyarakat yang diterpa informasi tersebut. Dilain pihak antara KPI dan pemerintah sudah mulai sejalan. Hal ini terindikasi dengan mengakui KPI memiliki wewenang dalam hal penyiaran pada pasal 33 ayat 4 dan 5 yang menyatakan bahwa ayat 4: izin dan perpanjangan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara setelah memperoleh : a. Masukan dan hasil evaluasi dengar pendaapat antara pemohon dan KPI b. Rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI
90
c. Hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan pemerintah d. Izin alokasi dan pengunaan spectrum frekuensi radio oleh pemerintah atas usul KPI Ayat 5: atas dasar hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 huruf c, secara administratif izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara melalui KPI Langkah-langkah KPI dalam menjalankan tugas dan tangung jawabnya menjadi lawan bagi lembaga penyiaran dengan mengeluarkan peraturan P3SPS sebagai produk hukum untuk mengatur penyiaran nasional, yang secara keseluruhan dari program berita sampai dengan program non berita serta iklan. Akan tetapi dengan adanya peraturan KPI, yaitu P3SPS yang dianggap bahwa P3SPS sangatlah rumit dan tidak mudah untuk diterapkan secara keseluruhan, sehingga masih banyak stasiun TV swasta yang merasa kesulitan untuk menerapkan peraturan KPI. Namun para lembaga penyiaran masih menjadikan P3SPS sebagai tolak ukur mereka untuk menyajikan program-program acara, karena KPI adalah sebagai lembaga independent yang ditunjuk langsung oleh Undang-undang untuk mengatur segala bentuk penyiaran.
91