66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Gambaran berikut ini merupakan narasi dari pengalaman para informan dalam hubungan antar pribadi dengan pasangannya yang berasal dari negara lain, yang diungkapkan informan kepada penulis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji tahapan komunikasi serta hambatan komunikasi dalam proses hubungan antar pribadi pada pasangan informan yang berbeda bangsa. Untuk itu penulis mengkaji tahapan komunikasi tersebut dalam setiap hubungan, yaitu : 1. Contact 2. Involvement 3. Intimacy 4. Deterioration 5. Repair 6. Dissolution Dari hasil wawancara mendalam dengan empat pasang informan yang mempunyai pasangan yang berbeda bangsa, terungkap bahwa tahapan komunikasi yang mereka lalui tidaklah jauh berbeda dengan tahapan komunikasi yang dilalui oleh pasangan yang sama bangsa namun pada pasangan yang berbeda bangsa,
66
67
hanya saja hambatan dan masalah-masalah yang terjadi dalam hubungan mereka lebih kompleks, karena menyangkut budaya yang berbeda.
4.2. Hasil Penelitian Penelitian tentang tahapan komunikasi dan hambatan komunikasi antar budaya pada pasangan beda bangsa. Penelitian ini adalah hasil wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi mengenai tahapan komunikasi pada pasangan beda bangsa serta hambatan-hambatan yang terjadi pada pasangan beda bangsa. Wawancara yang dilakukan kepada para informan seluruhnya berada di Jakarta, wawancara dengan informan 01 dan 02 dilakukan pada hari Sabtu, 12 April 2014, pada informan 03 dan 04 wawancara dilakukan pada hari Sabtu, 26 April 2014, wawancara pada informan 05 dan 06 dilakukan pada hari Ahad, 13 Juli 2014 dan wawancara terakhir yang dilakukan pada informan 07 dan 08 dilakukan pada hari Rabu, 13 Agustus 2014. Berikut hasil wawancara yang peneliti dapatkan dari para informan. Pada pasangan informan 01 dan 02 Informan 01 ( Perempuan – yang seterus nya disebut informan 01) Umur
:
32 tahun
Asal
:
Sunda
Agama
:
Islam
68
Latar belakang Pendidikan
:
Sarjana
Informan 02 ( Laki-laki – yang seterusnya disebut informan 02) Umur
:
39 tahun
Asal
:
Australia
Agama
:
Islam
Latar Belakang Pendidikan
:
Sarjana
Pada pasangan Informan 03 dan informan 04 Informan 03 ( perempuan – yang seterusnya disebut informan 03) Umur
:
34 tahun
Asal
:
Manado
Agama
:
Kristen
Latar Belakang Pendidikan
:
Sarjana
Informan 04 ( Laki-laki – yang seterusnya disebut informan 04) Umur
:
40 tahun
Asal
:
Perancis
Agama
:
Khatolik
Latar belakang Pendidikan
:
Sarjana
Pada pasangan informan 05 dan informan 06
69
Informan 05 ( perempuan- yang seterusnya disebut informan 05) Umur
:
30 tahun
Asal
:
Jawa
Agama
:
Khatolik
Latar belakang pendidikan
:
Sarjana
Informan 06 ( Laki-laki yang seterusnya disebut informan 06) Umur
:
38 tahun
Asal
:
Jerman
Agama
:
Kristen
Latar belakang pendidikan
:
Sarjana
Pada pasangan Informan 07 dan Informan 08 Informan 07 ( perempuan – yang seterusnya di sebut informan 07) Umur
:
37 tahun
Asal
:
Batak
Agama
:
Islam
Latar Belakang Pendidikan
:
Sarjana
Informan 08 ( Laki-laki – yang seterusnya disebut informan 08) Umur
:
41 tahun
Asal
:
Kanada
Agama
:
Islam
Latar belakang Pendidikan
:
Sarjana
70
4.2.1 Tahapan Kontak Merupakan tahap awal perjumpaan informan, dimana penampilan fisik merupakan hal yang pertama kali dilihat oleh seseorang terhadap orang lain. Ketika ditanya bagaimana informan 01 bertemu dengan informan 02 pertama kali dan kesan-kesan apa yang menarik dari pasangannya, berikut hasil wawancara penulis : “ Saat itu sedang dikelas dan dia murid saya yang paling susah bicara, oleh karena itu saya berusaha agar murid ini berani berbicara. Karena saya menyukai teater dan dia suka memainkan alat musik jadi agak-agak nyambung. Trus kita suka nonton konser dan akhirnya deket beneran.” Ketika ditanya alasan yang membuat informan 01 sebagai orang Indonesia tertarik pada pasangannya yang orang asing, berikut ini hasil wawancara penulis : “ Yang saya suka dari dia karena dia orangnya smart” Penulis juga menanyakan hal yang sama pada informan 02, pria berkebangsaan Australia ini menjawab : “ We meet in Bahasa Indonesia class. What makes me attracted to her, because she is always cheerful and listening.” Ketika ditanya bagaimana informan 03 dan informan 04 bertemu pertama kali dan kesan-kesan apa yang menarik dari pasangannya,berikut hasil wawancara penulis: “ Kami bertemu di Plaza. Dia itu orangnya lusuh dan kurus. Namun saya suka karna orangnya sopan dan sederhana. Kami berteman dulu sekitar satu tahun.”
Ketika ditanya pada informan 04 bertemu dengan informan 03 untuk pertama kali, kesan-kesan apa saja yang menarik dari pasangannya dan mengapa informan 04
71
ingin berhubungan dengan wanita dari Indonesia, berikut hasil wawancara penulis, yang diutarakan pria berkebangsaan Perancis dengan bahasa Inggris : “ my first impression that she open minded. At the time, I don’t look for a girlfriend in Indonesia. I thought that I work in Indonesia and don’t have friends. But she nice person, understanding, and I think we have same simple way of life.”
Ketika ditanya bagaimana informan 05 bertemu dengan informan 06 pertama kali, informan 05 menjawab : “ we met on the internet, and then followed by emails and phone calls before we finally met in person ( A date). He lived in German and I was studying in German.”
Penulis kemudian menanyakan alasan informan 05 sebagai orang Indonesia tertarik pada pasangannya yang orang asing, informan 05 menceritakan : “ He’s looking a bit of a nerd actually but the next day when I met him again at his work he looked gorgeous! (it was love at second sight) and I like his bright blue eyes.”
Ketika ditanya apa yang menarik dari informan 05 sehingga informan 06 tertarik kepadanya, pria berkebangsaan Jerman ini menjawab : “ she is attractive and I love her eyes.”
Ketika ditanya bagaimana informan 07 bertemu pertama kali dengan informan 08 dan kesan-kesan apa yang menarik dari pasangannya, berikut hasil wawancara penulis :
72
“ Pertama kali lihat dia dari belum kenal, di cafetaria. Dia lagi sakit mata. Keesokannya saya lihat dia lagi di kantor saya dan saya menyapanya. Sejak saat itu kalau ketemu disini lagi kita ngobrol”
Kesan pertama dari dia “orang ini butuh bantuan karena sakit mata”, setelah ngobrol luas ternyata dia hatinya baik.” Ketika ditanya bagaimana informan 08 bagaimana pertama kali bertemu dengan informan 07 dan kesan-kesan apa yang menarik dari pasangannya, berikut hasil wawancaranya : “ first time I saw here was in cafe, but no talk to her. Then the next time I saw here was in the clinic where she works and I have some problem with my eyes, spoke to her briefly there and remembered she seems very happy, smiling and she’s beautiful. She shood out, she said I remember you and she’s very open person. So next time I saw her in cafe, I introduce my self and talk to her. She is also a smart lady, her english is very well and the reason I’m here is to find a partner who can speak the same language with me.”
Dari wawancara dengan informan 01 dan informan 02 terungkap bahwa pertemuan informan 01 dan informan 02 terjadi di ruang kelas. Informan 01 (perempuan-Indonesia) mengajar bahasa Indonesia kepada informan 02 (priaAustralia). Pada awalnya informan 01 melakukan pendekatan antara seorang guru kepada muridnya. Persamaan hobby antara informan 01 dan informan 02 membuat keduanya berinteraksi dan saling tertarik satu sama lain. Informan 01 menyukai informan 02 karena pasangannya cerdas. Karakter seseorang yang positif dan menonjol dapat menjadi salah satu alasan bagi seseorang tertarik untuk mendalami dan mempelajari karakter seseorang.
73
Dari hasil wawancara dengan informan 03 dan informan 04 terungkap bahwa informan 03 melakukan penelitian fisik pada tahap perceptual contact, sehingga kesan pertama yang muncul yaitu kesan fisik. Kemudian di tahap interactional contact, informan 03 tersebut barulah merasakan bahwa informan 04 cukup sopan dan sederhana. Dalam tahap ini mereka masih merasa teman biasa selama 1 tahun, karena mereka masing-masing tinggal di negara yang berbeda. Hubungan yang dijalankan secara tidak langsung melalui email, bbm dan telepon. Disini jelas bahwa tahapan interactional contact dilalui setelah pasangan informan tersebut berinteraksi lebih jauh. Baik informan 03 maupun informan 04 lebih menekankan pada aspek daya tarik non fisik daripada daya tarik fisik. Setelah mereka merasakan kecocokan barulah mereka melanjutkan hubungan pada tahap “invol vement”. Sedangkan dari hasil wawancara dengan informan 05 dan 06, terungkap bahwa pada saat bertemu muka setelah bertemu lewat internet dan diikuti dengan saling berkirim email dan berbicara di telepon, informan 05 (perempuan Indonesia) tertarik dengan informan 06 karena matanya yang biru. Bagi informan 06 (pria Jerman) tertarik pada informan 05 karena matanya dan informan 05 adalah wanita yang menarik. Pada tahap kontak, penampilan luar sangat penting dalam mempengaruhi seseorang untuk tertarik pada orang lain. Namun sebelum informan 05 dan informan 06 bertemu, mereka telah terlebih dulu berinteraksi melalui internet dan telepon. Informan 05 dan informan 06 telah membentuk persepsi mengenai pasangannya masing-masing walaupun persepsi mengenai seseorang adalah
74
proses yang selektif dan diragukan keakuratannya. Namun begitu kebanyakan orang yang berinteraksi melalui internet ingin bertemu satu sama lain karena mereka mempunyai persamaan. Dari hasil wawancara dengan informan 07 dan 08, terungkap bahwa pertama kali bertemu informan 07 (perempuan_Indonesia) merasa kasihan terhadap informan 08. Setelah berbicara dan melakukan interaksi, informan 07 tertarik dengan informan 08 karena hatinya baik dan lugu, sedangkan bagi informan 08 (pria_Kanada), pada saat bertemu kembali dengan informan 07 di sebuah klinik dokter tempat informan 07 bekerja, informan 08 dalam keadaan sakit mata (tahap perceptual contact) informan 08 tertarik dengan informan 07 karena senyumnya, keramahan dan kecantikannya. Setelah bertemu kembali di suatu kafe, informan 08 mengajak informan 07 berbicara (tahap interactional contact) dan mulai tertarik dengan kecerdasaannya dan dapat berkomunikasi dengan bahasa Inggris yang baik. 4.2.2 Tahapan Involvement Pada tahap ini, rasa untuk membentuk sebuah hubungan mulai terbentuk, biasanya mulai dari berbagi pengalaman dan mulai mencoba untuk mempelajari informasi yang lebih mengenai seseorang yang lain. Ketika ditanya bagaimana informan 01 memulai hubungannya dengan informan 02, berikut hasil wawancara penulis :
75
“ Kita udah deket banget tapi belum keluar kata-katanya, tapi kita tahu bahwa we like each other, we know we care each other. Jadi pas ngedate juga we holding hands, but after a few days, he told me that.”
Penulis menanyakan pada informan 02 bagaimana ia menunjukkan kepada pasangannya bahwa ia ingin berhubungan serius, informan 02 menjawab : “ I hold her hands”.
Ketika ditanya bagaimana informan 03 melanjutkan hubungan dengan informan 04 pada tahapan involvement, berikut ini penuturan informan 03 : “kita jadian lewat email gitu aja dan langsung ngomong. Karena kita ini bukan setiap hari bertemu, jadi kalau bisa hari ini diputusin ya sudah..”.
Setelah mereka masing-masing memberikan komitmen untuk berpacaran, informan 03 diajak untuk mengunjungi Maroko, tempat tinggal informan 04. Ketika ditanya informasi-informasi atau faktor-faktor apa saja yang diberikan oleh informan 04 pada saat memulai hubungan dengan pasangannya, berikut penuturan informan 03. “ dia juga menunjukkan kepada saya, dimana dia kerja, kerjanya ngapain aja, dia juga tunjukkan ke saya dimana dia makan atau sekedar pergi dengan teman-temannya, dan waktu aku pergi ke Maroko, aku lihat”. Ketika ditanya bagaimana informan 04 menguji pasangannya melalui hubungan jarak jauh sehingga mereka dapat mempertahankan hubungan, berikut ini jawaban informan 04. “ Mantain the physical distance..mm..it’s a very good test ya.. you can manage or not. You need the quality not the quantity communication.”
76
Ketika ditanya kapan informan 05 memulai hubungannya dengan informan 06, berikut jawabannya: “ we decided to get involve on the next day after we met.” Ketika ditanya faktor-faktor apa yang menjadi alasan bagi informan 05 untuk melajutkan hubungan dengan informan 06, informan 05 menjawab : “ we have the same values.” Ketika ditanya faktor apa yang menjadi alasan bagi informan 06 untuk melanjutkan hubungan dengan informan 05, berikut jawabannya : “ we have same beliefs.” Ketika ditanya bagaimana mereka memulai hubungan ke tahap selanjutnya, informan 06 menjawab : “ we communicate, we talk and we listen each other.”
Ketika ditanya faktor-faktor apa saja yang membuat informan 07 ingin memulai hubungan dengan informan 08, berikut hasil wawancara penulis : “ alasan saya ingin menjalin hubungan yang lebih dalam dengan dia karena dia yang saya cari selama ini dan karena dia tahu apa yang ingin dilakukan dalam hidup. Saya rasa jarang ada orang yang sadar sesuatu hal tersebut adalah kemauannya dia. Selain itu saya ingin menikah. Saya mengorbankan waktu untuk beristirahat dimalam hari, untuk bicara lebih banyak dan bertemu dengan dia di waktu malam, untuk kenal dia lebih dekat dan lebih baik, karena kita punya rencana kedepan yang patut untuk diperjuangkan.” Ketika ditanya faktor-faktor apa yang membuat informan 08 ingin memulai hubungannya dengan informan 07, berikut hasil wawancara nya :
77
“ after first impression, I know that she is open minded. Two months after our first date, I told her that I want to be involved and spend time more with her.”
Dari wawancara dengan informan 01 dan informan 02, terungkap bahwa informan 01 dan informan 02 telah tertarik satu sama lain dan ingin melanjutkan hubungan ke jenjang berikutnya. Pada saat berkencan informan 02 telah melakukan sentuhan terhadap pasangannya yang merupakan perilaku nonverbal yang mengindikasikan bahwa seseorang ingin melakukan hubungan yang lebih dalam dari hanya sekedar bertukar informasi pada tahap kontak. Respon yang serupa dari informan 01 meyakinkan informan 02 bahwa pasangannya juga ingin melanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius. Informan 02 mengatakan ‘I Love You’ atau
‘aku cinta kamu’ kepada informan 01 dan semakin meneguhkan
hubungan ke arah yang lebih intim. Dari hasil wawancara dengan informan 03 dan informan 04 tersebut, terungkap bahwa hubungan jarak jauh itu sendiri sudah merupakan bentuk dari pengujian terhadap kesetiaan masing-masing. Salah satu strategi yang dilakukan adalah melalui separation yang merupakan hubungan jarak jauh tersebut. Dari hasil wawancara dengan informan 05 dan informan 06, terungkap bahwa informan 05 memulai hubungan sebagai sepasang kekasih dengan informan 06 karena adanya persamaan nilai-nilai dalam hidup. Sedangkan bagi informan 06, alasan persamaan agama menjadi alasan penting untuk membina hubungan lebih lanjut dengan informan 05.
78
Menurut informan 05 mereka memutuskan untuk berhubungan lebih lanjut pada keesokan hari setelah mereka bertemu untuk pertama kali. Menurut informan 06, mereka memutuskan hubungan lebih lanjut dengan cara berkomunikasi, saling mendengarkan dan saling mengerti satu sama lain. Dalam komunikasi, kita mengharapkan lebih dari pertukaran komunikasi verbal dan non verbal. Masing-masing individu dalam hal ini informan 05 dan informan 06 menyampaikan pesan-pesan mengenai apa yang dirasakan oleh masing-masing individu dan bagaimana dengan hubungan yang mereka jalin, dan masing-masing mengharapkan respon yang sama. Dari hasil wawancara dengan informan 07 dan informan 08, terungkap bahwa setelah saling mengenal selama dua bulan, informan 07 dan informan 08 menetapkan hubungan mereka untuk saling terlibat. Alasan informan 07 ingin melanjutkan hubungan dengan informan 08 karena tertarik dengan cara bagaimana informan 08 memandang hidup dan yakin dengan apa yang dilakukannya. Selain itu, informan 07 juga mengungkapkan mengapa ia ingin melanjutkan hubungan dengan informan 08 karena keinginannya untuk ingin melanjutkan hubungan dengan informan 08 karena keinginannya untuk menikah suatu hari nanti. Karena keinginannya itu, informan 07 mengorbankan waktu dan tenaganya untuk bertemu dengan pasangannya di malam hari untuk berinteraksi lebih intensif dan lebih mengenal satu sama lain dengan baik. Bagi informan 08 ia ingin melanjutkan hubungannya dengan informan 07 karena tertarik dengan informan 08 karena pasangannya memiliki pemikiran yang
79
terbuka, luas dan maju. Informan 08 menunjukkan bahwa ia serius menjalin hubungan dengan cara mengatakan secara langsung.
4.2.3 Tahapan Intimacy Tahapan ini adalah tahapan dimana hubungan sudah mulai intim antar para informan terbentuk dan mulai bebas mengekspresikan tingkah laku dan perasaan secara terbuka, keinginan untuk saling memberi dan menjaga serta memberi dukungan dan kepercayaan satu sama lain. Pada tahap ini komitmen yang dibangun sudah lebih jauh dan sudah mulai berjarak atau menamai suatu hubungan, apakah hanya seorang sahabat, teman atau kekasih. Setelah berpacaran hampir satu tahun, informan 01 dan informan 02 pergi ke Australia untuk bertemu dengan keluarga informan 02. Ketika penulis menanyakan kepada informan 01 bagaimana dan kapan hubungan mereka masuk ke tahap yang lebih intim, dan komitmen apa sajakah yang menandakan hubungan mereka berjalan ke arah yang lebih intim, berikut jawabannya : “ kami sudah saling kenal cukup lama, dan waktu di Australia kan sebulan, ya intens banget. Pada saat itu sebulan penuh, kami sama-sama dan disitu bener-bener kebuka, dan setelah itu kami sudah saling tahu masingmasing, akhirnya kami memutuskan untuk menikah..”.
Ketika ditanya faktor-faktor apa yang membuat informan 01 yakin untuk menikah dengan informan 02, informan 01 yang berasal dari Indonesia ini menceritakan alasannya :
80
“ kita berdua suka sekali dengan anak-anak, itu juga yang menjadi pertimbangan kami untuk menikah”.
Ketika ditanya komitmen apa yang dibuat oleh informan 02 bersama dengan informan 01 untuk menandakan hubungan mereka berjalan ke arah yang lebih intim, berikut hasil wawancara penulis : “ The commitment that we stay together and will get married because we love each other. So, I take her to Australia to meet my family”.
Ketika ditanya komitmen apa yang disepakati oleh informan 03 dan informan 04 untuk menandakan hubungan berjalan ke arah yang lebih intim, berikut jawaban informan 03 : ” hubungan jarak jauh memang sulit dilakukan tapi karena komitmen dari dalam diri masing-masing dan masing-masingnya harus bertanggung jawab ”
Ketika ditanya mengenai hal yang sama pada informan 04, mengenai komitmen apa yang disepakati bersama dengan pasangannya yang berkebangsaan Indonesia, pria ini menjawab : “ we begin as friends, we act like friends, then we have relationship more than friends, is something that you just feel. Both of us agree that we will get married, we like to do something together, agree that not will be cheating and so on.”
Ketika ditanya apakah komitmen yang dibuat bersama, juga melibatkan keluarga masing-masing pihak, berikut jawaban dari informan 03 :
81
“ dari awal saya sudah memberitahu bahwa keluarga saya banyak, rumah saya begini, dan saya bawa dia ke rumah, dan bertemu dengan orangtua saya.”
Setelah bertemu pada tahun 2008, dan memutuskan menikah pada Desember 2009, penulis menanyakan komitmen lain apa yang disepakati bersama, informan 03 menjawab sebagai berikut : “ setelah dua tahun menikah, baru kami bicarakan soal anak. Supaya dapat kenal lebih dalam, maksudnya kalau ternyata kami bertengkar dan cerai (ya jangan sampai ya) tidak melibatkan soal anak ”
Ketika ditanya apakah setelah menikah ada pembagian tugas antara suami yang berasal dari bangsa lain dan istri yang berasal dari Indonesia, berikut jawaban informan 03 : “ dirumah juga ada pembagian tugas, karena suami aku kerja, aku yang pegang uang dan kalau ada masalah bayar-bayaran juga aku yang handle. Tapi kadang dia juga mau untuk cuci piring, kalau aku lagi malas buat sarapan, dia juga yang buatkan loh “
Ketika ditanya kepada informan 05 apakah ada komitmen yang disepakati bersama untuk menandakan hubungan mereka ke arah yang lebih serius, berikut jawaban nya : “ we have a commitment after get involved” Ketika ditanya mengenai komitmen yang disepakati bersama melibatkan keluarga masing-masing pihak, informan 05 mengungkapkan :
82
“ I met his family straight away. And he met my family a year later when he went to Bali. My dad likes him, but my mom wasn’t so keen on him”.
Penulis bertanya mengenai komitmen apa yang disepakati bersama sebelum dan sesudah menikah, informan 05 menjawab : “ We got married straight after I finished studying so the next step for me was to get a job and save up some money for house deposit.”
Ketika ditanya komitmen apa yang disepakati bersama untuk menandakan bahwa hubungan mereka berjalan ke arah yang intim, berikut jawabannya : “ we’re committed to each other in this relationship and never date other people.”
Ketika ditanya bagaimana informan 06 menikah dengan informan 05 dan alasan bagi informan 06 untuk menikah dengan informan 05, berikut hasil wawancara penulis : “ We decided to get married 3,5 years after we met” “ Why I decided to get married, so that She would not leave.” “ We ask each other first before making decision.”
Ketika ditanya pada informan 07 dan infoman 08 mengenai faktor-faktor apa yang meyakinkan informan 07 menikah dengan informan 08, berikut ini hasil wawancara penulis : “ Saya yakin akan menikah dengan dia karena dia ga pernah gombal, biasa banget. Dia ga menuntut apa-apa dari saya dan dia jujur dari awal. Jadi alasan dia disini adalah saya. Dia bisa aja balik ke negara nya karena banyak sekali halangan dia disini. Pertama, dia di pecat,dia sakit mata hampir buta, dia dateng ke sini dengan ga ada duit, trus dia punya masalah
83
dengan imigrasi. Dari situ dia sadar, kalau segala sesuatu yang dia alami disini, segala cobaan yang dia dapat disini, satu-satu yang buat dia bertahan adalah saya. Selain itu, dia sabar banget sama saya, dan dia sabar banget ngadepin segala masalah yang ada. Saat bertemu dengan keluarga saya dia meyakinkan keluarga saya untuk menikah dengan saya.”
Ketika ditanya faktor-faktor apa yang meyakinkan informan 08 menikah dengan informan 07, berikut hasil wawancaranya : “ The reason I’m here, is to find a partner. I find that we share same sense of humor, we both like music, yeah lot of things to common. I also make a commitment that I’d like to marry her. She already know of my friends and some of my family here and to prove it, I convert to moeslem.”
Dari hasil wawancara dengan informan 01 dan informan 02, terungkap hubungan yang lebih intim antara informan 01 dan informan 02 semakin dikuatkan dengan adanya komitmen yang dibuat oleh masing-masing individu. Informan 01 mempertemukan pasangannya pada keluarganya dan kepada temanteman dekatnya sebagai pasangannya dan demikian sebaliknya. Mempertemukan pasangan kepada keluarga adalah suatu komitmen (social bonding) yang juga mengindikasikan bahwa hubungan berjalan ke arah yang lebih intim. Setelah kurang lebih selama satu bulan mereka bersama di rumah keluarga informan 02 di Australia, informan 01 dan informan 02 sepakat untuk melanjutkan hubungan pada tahap yang lebih intim yang ditandai dengan pernikahan. Komitmen untuk mempunyai keturunan dan membentuk keluarga menjadi alasan bagi informan 01 dan informan 02 untuk menikah. Dari hasil wawancara dengan informan 03 dan informan 04, terungkap bahwa pasangan ini membuat komitmen ( interpersonal commitment ). Komitmen
84
yang mereka sepakati sebagai sepasang kekasih adalah untuk saling setia dan saling percaya walaupun tinggal berjauhan dan sepakat untuk menikah nantinya. Pada saat menentukan komitmen untuk menikah, informan 03 dan informan 04 memasuki tahap social bonding, yaitu mengunjungi keluarga masing-masing untuk memberitahukan bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Lalu setahun kemudian mereka menikah dan sepakat membuat komitmen lain mengenai anak dan adanya pembagian tugas dalam rumah tangga. Dari hasil wawancara terungkap bahwa informan 05 dan informan 06 menandai hubungan intimacy dengan komitmen antar pribadi yaitu mereka saling terikat pada hubungan ini dan tidak akan berkencan dengan orang lain. Komitmen antar pribadi lainnya yaitu setelah mereka menikah, informan 05 akan bekerja untuk membeli sebuah rumah. Informan 05 juga langsung bertemu dengan keluarga infoman 06 pada saat mereka mulai berhubungan dengan serius. Setelah setahun mereka jadian, informan 06 mengunjungi keluarga informan 05 yang berada di Bali dan menikah tiga setengah tahun kemudian sejak mereka menjadi sepasang kekasih. Menurut informan 06, ia ingin menika dengan informan 05 karena ia tidak ingin informan 05 meninggalkan dirinya. Hubungan informan 05 dengan mertuanya sangat baik. Pada saat informan 05 dan informan 06 belum menikah, mereka ditempatkan pada kamar yang terpisah dan sebagai layaknya seorang anak, informan 05 juga tidak melupakan tugas-tugasnya di dalam rumah tersebut. Namun saat ini mereka sudah menikah dan saat ini informan 06 mengikuti informan 05 untuk tinggal di Jakarta, dan saat ini informan 06 bekeja di Jakarta.
85
Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan 07 dan informan 08, terungkap bahwa hasil interaksi yang intensif, terungkap bahwa informan 08 serius dalam menjalin hubungan dengan informan 07. Menurut informan 07, ia merasa yakin untuk menjalin hubungan dengan informan 08 karena walaupun mengalami berbagai kesulitan, informan 08 tetap tinggal di Indonesia dengan alasan bahwa ingin selalu berdekatan dengan informan 07 dan sepakat membuat komitmen untuk menikah. Untuk membuktikan cintanya pada pasangannya, informan 08 bersedia untuk merubah agamanya dan memperkenalkan pasangan nya dengan teman-teman dan keluarganya
4.2.4. Tahap Deterioration Tahapan ini merupakan pembatas pada sebuah hubungan antar teman atau kekasih. 4.2.4.1 Aspek Perbedaan Kebudayaan Ketika penulis menanyakan mengenai masalah-masalah apa yang sering terjadi dalam hubungan informan 01 dan informan 02 yang berkaitan dengan perbedaan bangsa dan budaya, informan 01 menjelaskan sebagai berikut : “ saya suka ajak dia untuk ketemu teman-teman saya, dia tuh yang diam saja, sedangkan saya, kalau ketemu teman-teman dia berusaha untuk cepet akrab, dan kadang saya mikir dia tidak mau berusaha untuk mendekatkan diri. Selain itu, masalah terbesar bagi kita adalah kita tidak bisa terus terang sedangkan dia lebih terus terang walaupun karakter dia adalah pendiam.” Penulis juga menanyakan hal yang sama pada informan 02, pria berkebangsaan Australia ini menjawab :
86
“ We are so different in family stucture and Indonesian people are frendly but they talk a lot.”
Penulis menanyakan mengenai perbedaan nilai yang paling utama pada masingmasing budaya pada informan 01 dan informan 02, demikian jawaban dari informan 01 : “Values atau nilai-nilai terbesar dalam hidup saya adalah keluarga. Misalnya saya bayar listrik,membeli kebutuhan rumah dan lain-lain, pasangan saya akan bertanya-tanya kenapa saya melakukan itu. Menurut saya, rumah orangtua saya akan selalu jadi rumah saya. Menurut pasangan saya, orangtua lah yang ngurus anak, bukan anak yang ngurus orangtua. Kalo kita, karena kita udah gede, udah kerja, kita bales budi dong.” Pertanyaan yang sama ditanyakan kepada informan 02 yang berasal dari Australia. Ia menjawab dengan bahasa Inggris dan diterjemahkan oleh informan 01 : “ Bagi orang Indonesia pada umumnya dan bagi pasangan saya, orangtua dan keluarga itu sangat penting, anak-anak harus punya opini yang sama dengan orangtua, ga boleh sedikit pun berbeda dengan orangtua. Sedangkan pada budaya saya dan menurut saya, seorang anak yang masih tinggal dengan orangtuanya padahal dia sudah berumur 20 tahun justru dianggap aneh. Seorang anak yang sudah tidak tinggal dengan orangtua nya lagi, mempunyai kebebasan untuk menentukan segalanya sendiri, sedangkan kalau di sini harus dengan ijin, boleh atau tidak.” Ketika penulis menanyakan mengenai perbedaan pola pikir yang dipengaruhi oleh kebudayaan masing-masing individu yang dapat menjadi faktor pengrusakan hubungan pada informan 01 dan informan 02, informan 01 menjelaskan sebagai berikut : “ Pola pemikiran saya (informan 01) masih dipengaruhi budaya timur yaitu budaya nrimo. Sedangkan bagi pasangan saya segala sesuatu itu harus dianalisa dari segala aspek, segala sisi, bukan hanya hitam dan putih saja. Dia sangat logis, jadi buat dia (informan 02) segala sesuatu nggak boleh diterima secara mentah-mentah. Harus dipikir, harus dianalisa dengan logis, dan itu beda banget sama budaya Indonesia yang nrimo..”.
87
Penulis menanyakan kepada informan 02, apakah yang diungkapkan oleh informan 01 tadi mempunyai pengaruh yang kuat dalam hubungan informan 01 dan informan 02, informan 02 menjawab : “ menurut saya (informan 02), tidak ada masalah yang besar dengan pola pikir ini, karena menurut dia (informan 01) masih cukup logis dibandingkan orang-orang lain. Tapi bagaimana pun saya masih kurang logis dibandingkan dia.”
Ketika ditanya kepada informan 03 dan informan 04 mengenai masalahmasalah yang dilalui
mereka terkait perbedaan bangsa, informan 03
mengungkapkan : “keluarga dia kan nggak banyak, berbeda dengan kita, kalau kita kan selalu mengutamakan keluarga besar. Jika orangtuaku atau saudaraku membutuhkan pertolongan, aku harus bicarakan dengan suami terlebih dulu.”
Ketika hal yang sama penulis tanyakan pada informan 04, maka jawabannya adalah sebagai berikut : “ The number of family and the way you behave with your family make big problem for me. In France, you have sister or brother but you more independent or you move. Sometimes you can not avoid the intervence and the way you put the limit is different in France. Like in my family, you can not just ask your parents to live with you.” Penulis juga menanyakan masalah-masalah yang berkaitan dengan perbedaan aspek kebudayaan, yang menyangkut masalah dominasi dalam rumah tangga mereka, informan 03 mengaku bahwa : “ Ya kalau saya jujur saja, memang saya ikut suami, tapi ga selalu sih. Kerjaan di rumah itu kan kewajiban berdua bukan hanya istri saja. Karena
88
saya ga kerja lagi, saya yang handle semuanya tapi pasangan saya juga kadang-kadang bantu cuci piring, buat sarapan, dan lain-lain..”
Ketika penulis menanyakan pada informan 05 dan informan 06 , perbedaan-perbedaan yang menjadi masalah yang sering terjadi dalam hubungan yang terkait dengan perbedaan kebudayaan dan kebangsaan, informan 05 menceritakan sebagai berikut : “ sebagian besar perempuan di Indonesia telah diajarkan menjadi istri yang baik itu harus melayani suami dengan baik, kedudukan istri dibawah suami dan hal tersebut mau tidak mau masuk ke dalam kehidupan saya. Westerners mostly brought uo to be independent and think of their wives as their partner (equal) and not like a house maid, so they capable to do little things like washing dishes, ironing even cooking and they are willing to help and share the household chores.”
Ketika ditanya mengenai hal yang sama kepada informan 06, berikut jawabannya : “ My wife more quiet especially when she’s angry and I am more aggressive.” Penulis mencoba menanyakan lebih dalam mengenai apa permasalahan dalam berkomunikasi yang terjadi pada pasangan informan 05 dan informan 06 ini, berikut penuturan informan 05 : “ Culture nya orang Indonesia kan biasanya suka berpura-pura, malumalu, gengsi dan ga terus terang, contohnya kalau mau sesuatu, suka bilang ga ah makasih.., kalo suka sama seseorang ga pernah bisa bilang, kalo ada yang ganjel dihati dipendem dan ga diomongin, nah kalo westerners mereka trend to be frank to one other. Nah hal ini kadang terjadi dalam hubungan kami.”
89
Ketika ditanyakan pada informan 07 dan informan 08, masalah-masalah apa yang timbul yang berkaitan dengan perbedaan budaya, berikut hasil wawancara penulis : “ Masalah yang jadi konflik itu, mungkin karna kebiasaan kali ya, mereka straightforward banget, saking jujurnya, saking logisnya. Mereka suka ga peduli soal perasaan, ada sesuatu yang harus disimpan dan ga semua harus diomongin.”
Penulis juga menanyakan apa masalah terbesar dalam hubungan mereka, informan 07 mengungkapkan : “ Masalah terlalu lugasnya itu tuh, semuanya diomongin, dan dia mengharapkan untuk saya bisa seperti itu juga. Dan itu merupakan masalah besar untuk saya karena saya tidak terbiasa membicarakan sesuatu selugas dia.” Setelah itu, penulis menanyakan jika terjadi konflik, bagaimana sikap informan 07 terhadap pasangannya dan bagaimana pasangannya bersikap saat terjadi hal tersebut, demikian jawabannya : “ kalau dia sedang membicarakan sesuatu, dan saya dia saja pasti dia akan marah, dan marahnya pasti ngomel, dan saya paling ga suka juga saat dia mengstereotypekan orang Indonesia yang kebanyakan jelek dan menyangkutpautkan nya pada masalah kami.”
Ketika ditanya masalah-masalah perbedaan budaya yang berkaitan dengan norma-norma dan nilai-nilai, informan 08 mengungkapkan sebagai berikut : “ Indonesia have to deal with manners, and it’s different in America. It’s all about culture difference, my way of life is contrast with what she does. One more, the meaning of marriadge here is completely different in north America.”
90
Ketika ditanya mengenai perbedaan pandangan hidup antara informan 07 dan informan 08, berikut penuturan informan 08 : “ Man and women are different no matter what is your culture. In my relationship with Indonesian women, they are more traditional and more feminime, more confident in their feminisly which I consider it as a strenght not a weakness. This concept very different in North America.”
Dari hasil wawancara dengan informan 01 dan informan 02, terungkap bahwa menurut informan 01, masalah yang sering menjadi konflik dalam hubungan mereka adalah, pasangannya sering terlihat acuh dan terlihat tidak ingin mendekatkan diri dengan teman-teman dekat informan 01. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dimensi antara informan 01 dan informan 02 yang berasal dari budaya berbeda. Seperti yang diungkapkan oleh informan 02, perbedaan budaya yang mencolok antar informan 02 dan informan 01 terletak pada struktur keluarga. Dalam budaya informan 02 hanya mengurus keluarga inti saja dan mengutamakan hak untuk mengatur kehidupan pribadinya sendiri. Selain itu informan 01 mengungkapkan bahwa ia sebagai perempuan Indonesia yang berkebudayaan timur, lebih suka menggunakan perilaku nonverbal dibandingkan dengan pasangannya yang berasal dari kebudayaan barat yang lebih mengutamakan kejujuran dan keterbukaan. Perbedaan dalam komunikasi inilah yang dapat menimbulkan hambatan pada pasangan yang berbeda bangsa. Selain itu perbedaan pola pikir yang dipengaruhi oleh persepsi yang dibentuk karena perbedaan aspek kebudayaan,antara informan 01 yang berasal dari Indonesia dan informan 02 yang berasal dari Australia, juga mempunyai
91
pengaruh dalam pengrusakan hubungan mereka. Hal ini menyebabkan informan 01 lebih cenderung mempunyai sifat pengalah dan menerima, sedangkan pola pikir informan 02 cenderung lebih logis dan lebih memikirkan segala sesuatunya dari segala aspek dan dari segala sisi.
Dari hasil wawancara dengan informan 03 dan informan 04 terungkap bahwa hubungan dengan keluarga dari pasangan dapat juga menimbulkan konflik. Dalam hal ini hubungan dengan keluarga yang berupa campur tangan terhadap urusan rumah tangga pasangan ini. Seperti yang diungkapkan informan 03, bahwa ia dan pasangannya sering membicarakan masalah keluarga. Kedekatan dengan keluarga dapat memicu konflik dalam hubungan mereka karena adanya intervensi dari keluarga khususnya dari pihak keluarga perempuan yang berasal dari budaya timur. Ini berarti hubungan dengan keluarga besar di luar keluarga inti terdapat batasan-batasan tertentu sehingga kemungkinan kecil adanya intervensi dari pihak luar. Masalah-masalah yang berkaitan dengan perbedaan aspek kebudayaan adalah budaya timur dan budaya asing atau barat. Bagi informan 03 yang merupakan anggota dari budaya timur, dimana perbedaan gender masih tinggi, memberikan pengaruh dalam hubungannya dengan pasangannya yang berasal dari budaya barat yang lebih mengutamakan kesetaraan gender. Pengaruh yang dimiliki oleh informan 03 terlihat dari ungkapan yang diutarakan bahwa terkadang ia menuruti kemauan suami nya dalam hal pembagian tugas dalam rumah tangga. Namun bagi informan 04, ia masih menganggap kewajiban di dalam rumah
92
tangga adalah kewajiban bersama. Terbukti informan 04 sebagai laki-laki, ia masih mau mencuci piring dan membuatkan sarapan. Dari hasil wawancara yang terjadi dengan informan 05 dan informan 06 terungkap bahwa, sebagai perempuan Indonesia, informan 05 selalu diajarkan untuk menjadi istri yang baik dalam melayani suami sepenuhnya. Sedangkan bagi informan 06, kedudukan istri adalah sama dengan suami. Suami dan istri samasama bisa melayani dan membantu dalam mengurus rumah. Hal ini berkaitan dengan dimensi perbedaan budaya. Informan 05 yang berasal dari budaya timur, masih menjunjung tinggi dominasi kaum pria, sedangkan informan 06 mengutamakan persamaan gender dan pria dapat memegang peran sebagai pemelihara (nurturing). Menurut informan 06, konflik sering terjadi karena pasangannya seringkali diam jika ada masalah. Sedangkan informan 06 mengaku ia lebih agresif dibandingkan pasangannya dan dalam menyampaikan informasi lebih banyak menggunakan
bahasa
verbal.
Sedangkan bagi informan 05 cenderung
menggunakan bahasa non verbal dalam penyampaian pesan. Dari hasil wawancara dengan informan 07 dan informan 08, terungkap bahwa yang menyebabkan terjadinya pertikaian diantara mereka adalah kebiasaan dalam mengungkapkan perasaan. Informan 07 sebagai orang Indonesia tergolong lebih menggunakan perilaku nonverbal dalam mengungkapkan perasaannya. Sedangkan bagi informan 08 lebih jujur dan terbuka dalam mengungkapkan
93
perasaannya, sehingga menurut informan 07 pasangannya tidak mengindahkan perasaannya. Bagi informan 08 yang berasal dari budaya barat, bersikap seadaanya dan terbuka lebih penting. Selain itu, informan 08 lebih menginginkan pasangannya untuk bersikap sama seperti dia untuk selalu membicarakan segala sesuatu, sedangkan bagi pasangannya yang berasal dari kebudayaan timur, lebih suka menghindari konflik dengan orang lain dan menjaga perilaku didepan orang lain.
4.2.4.2 Aspek Hambatan Dalam Komunikasi Antar Budaya
Penulis menanyakan kepada informan 01 dan informan 02, apa yang menjadi hambatan yang dapat merusak hubungan dengan pasangannya “ I can not have relationship with someone whose not moslem, so it’s his choice wants to be with me or not. I told him, I can not marry with someone with different religion.”
Ketika ditanya mengenai hal yang sama kepada informan 02, ia menjawab: “ I change my religion to be with her but not tell my family yet, and this is a big jump for me”.
Penulis juga menanyakan adakah hambatan lain yang dapat menjadi masalah hubungan pada informan 01 dan informan 02, informan 01 menjawab sebagai berikut : “ Menurut pasangan saya, kedekatan seseorang itu dihitung jikalau dia bisa cocok dengan orang tersebut, berbeda dengan orang Indonesia yang mau tau segalanya tentang seseorang, dia juga pernah bilang, orang Indonesia
94
sangking ramahnya jadi suka mengganggu. Masalahnya pada hubungan kami adalah saya suka kesel sama dia kalau dia masih cuek aja dengan keluarga saya, padahal ibu saya sudah demikian hangatnya. Disitulah bedanya.” Penulis
juga
menanyakan
mengenai
bahasa
yang
digunakan
dalam
berkomunikasi. “ banyak kata-kata yang harusnya untuk suatu nuansa, saya jadikan satu. Terkadang saya ngobrol dengan dia dan ga nyambung. Masih ada beberapa kata yang kadang masih saya ga ngerti, dan kadang berbicara terus dalam bahasa Inggris membuat saya capek. Agak sedikit mengganggu saya pada awalnya, namun saya sadari kesulitan ini lebih ada pada saya.” Penulis menanyakan pada informan 02 kesulitan apa yang dialami oleh informan 02 dalam menjalin hubungan dengan seseorang yang berasal dari budaya lain, informan 02 menjawab : “ kesulitan yang pertama yang pasti adalah agama, saya harus mempelajari dari awal sekali mengenai agama pasangan saya, kemudian kesulitan yang kedua adalah makanan, lidah saya terkadang masih belum terbiasa dengan makanan Indonesia.”
Ketika ditanya pada informan 03 dan informan 04 mengenai hambatanhambatan apa saja yang dialami dalam berkomunikasi dengan pasangan yang berbeda bangsa, yang dapat merusak hubungan, informan 03 menjawab : “ masalah utama adalah bahasa, terutama dari pihak keluarga dengan dia.” Hal yang sama juga ditanyakan penulis kepada informan 04, kemudian dijawab : “ the problem in cultural difference, first, when you can not speak the language, problems about children raising and sometimes the relationship family here is too close.”
95
Ketika ditanya pada informan 05 dan informan 06 mengenai hambatanhambatan apa saja yang terjadi dalam berkomunikasi pada pasangan informan 05 dan informan 06 yang berbeda bangsa yang dapat merusak hubungan, informan 05 menjelaskan sebagai berrikut : “ keseringan sih tentang bahasa dan bagaimana cara penyampaian nya, tapi kita belajar banyak tentang itu dan jika ada masalah biasanya kami langsung bicarakan. Selain itu, sejak kecil, kita sudah diajarkan bahwa berhubungan intim sebelum menikah adalah tabu. Bagi pria asing, hal ini justru bukan masalah besar dan alasan inilah yang menjadi sebab utama mengapa putusnya hubungan. Karena bagi pria asing, berhubungan intim dianggap sebagai bukti cinta dan perhatian kepada pasangannya.” Ketika ditanya hambatan-hambatan apa saja dalam komunikasi yang berkaitan dengan perbedaan budaya yang dapat merusak hubungan pada informan 06, berikut jawabannya : “ what makes the conflict.. different point of view due to different upbringing and culture, language, and I just little can speak Bahasa.” Penulis menanyakan bagaimana dengan perbedaan norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku yang dianut oleh informan 05 dan informan 06 yang tentunya mempunyai pengaruh kuat dalam pengrusakan hubungan, demikian jawaban dari informan 05 : “ culture nya bule itu mereka show alot of affections to their partner all the time, even though just simple affections like hugs and kisses, in private atau di publik. Sedangkan culture Indonesia tuh kayaknya ga begitu mengutamakan hal yang ini dan specially not common to show affection in public. So bisa jadi bule mikirnya, ini pasangan gw kok ga mesra? Apa ga sayang atau ga cinta atau gimana? Padahal yang Indonesia cinta banget Cuma ga terbiasa aja showing those affections. So, dua-duanya musti ngerti biar ga ada salah paham and it happens several times with us.”
96
Ketika ditanya pada informan 07 dan informan 08 mengenai hambatanhambatan apa saja yang terjadi dalam komunikasi pada pasangan informan 07 dan informan 08 yang berbeda bangsa, berikut jawaban nya : “yang biasanya memulai konflik adalah saya. Karena saya orang nya sensitife banget, dan amat sangat megang manner dan dia orang nya cuek banget bukan karena apa-apa karena emang dia orangnya begitu, dia musisi dan seniman banget, dia ga bisa dibatasin waktu, dia ga bisa dibatesin kontrak dan lain-lain. Dia punya jiwa bebas. Jadi nya suka bentrok disitu” Ketika ditanya hambatan apa saja dalam komunikasi pada pasangan informan 07 dan informan 08, berikut hasil wawancara penulis : “ well, usually we start it because of language is obviously, no matter the partner speak the same language, but still difficult. As a person she’s more organize than I am. Sometimes with the way I live my life sometimes hard for her to adapt my lifestyle. My lifestyle, up to now, is being a single man, not have many responsibility for my self. I never even consider marriadge until I came here.”
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada informan 01 dan informan 02, terungkap bahwa hambatan yang terjadi dalam hubungan pasangan informan 01 dan informan 02 adalah masalah perbedaan agama. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dianut oleh informan 01 sebagai muslim tentu berbeda dengan prinsipprinsip dan nilai-nilai yang dianut oleh informan 02 sebagai seorang Khatolik. Agama membangun kepercayaan dan prinsip-prinsip yang dianut seseorang sejak masih kecil. Kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut seseorang memberikan kontribusi pada pembangunan sistem perilaku kita. Kepercayaan dan prinsipprinsip yang telah melekat dalam diri seseorang tidak dapat diubah dalam waktu singkat, dibutuhkan kesabaran dan kegigihan keinginan untuk merubah.
97
Kepercayaan dan prinsip yang telah melekat tersebut mempengaruhi seseorang untuk melihat dan mendefinisikan lingkungan sekitar dan apa yang terjadi pada lingkungannya. Informan 02 bersedia untuk merubah agama yang dianutnya untuk menikah dengan informan 01 dan ia mengaku bahwa perubahan ini merupakan perubahan yang besar dalam hidupnya. Selain perbedaan kepercayaan, perbedaan yang dapat merusak hubungan informan 01 dan informan 02 adalah mengenai penggunaan jarak kedekatan. Bagi informan 02, kedekatan seseorang diukur melalui tingkat kecocokan antara dirinya dengan seseorang. Namun hal lain yang digarisbawahi oleh informan 02, bahwa keterbukaan dengan oranglain bukan berarti terbuka secara total, ada batasbatas yang harus dipatuhi oleh setiap orang terhadap privasi seseorang. Hal tersebut berbeda dengan budaya Indonesia, keluarga dan teman dekat merupakan bagian penting dalam hidup seseorang. Seperti pengakuan informan 01, yang mengeluh bahwa pasangannya adalah orang yang tidak menaruh perhatian terhadap lingkungan sekelilingnya. Hambatan lain yang menjadi masalah dalam berkomunikasi adalah masalah bahasa. Informan 01 walaupun ia fasih berbahasa Inggris, ia tetap menemukan kesulitan mengartikan ungkapan sehari-hari yang digunakan oleh pasangannya. Hal ini menimbulkan keletihan bagi informan 01 dan memberi pengaruh dalam berkomunikasi.
Pada saat informan 01 lelah menggunakan
bahasa Inggris, ia menjadi tidak ingin berbicara dengan pasangannya, dan membuat pembicaraan tertunda.
98
Hambatan lain yang menjadi masalah bagi informan 02 yang berasal dari Australia dan tinggal di Indonesia yang berkaitan dengan hubungan dengan pasangannya yang berbeda bangsa adalah mengenai perbedaan agama dan menyesuaikan diri dengan makanan. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan 03 dan informan 04, terungkap bahwa hambatan dalam berkomunikasi dengan pasangannya yang berbeda bangsa dikarenakan masalah bahasa. Informan 04 yang berasal dari Perancis, dalam keseharian nya menggunakan bahasa Perancis, sedangkan bagi informan 03 yang berasal dari Indonesia menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar. Walaupun sekarang mereka berkomunikasi dengan bahasa Inggris, namun produksi pesan, transmisi pesan dan interpretasi pesan antar pasangan yang berbeda bahasa akan ikut terganggu karena informan 03 dan informan 04 tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama mereka sejak mereka kecil. Menurut informan 03, hambatan yang terjadi tidak hanya dengan pasangannya, tapi juga dengan keluarga informan 03 yang tidak dapat berbahasa Inggris maupun Perancis. Oleh karena itu, komunikasi antara pasangannya dengan keluarganya memerlukan dirinya sendiri sebagai penterjemah. Selain hambatan dalam penggunaan bahasa, menurut informan 04, hambatan-hambatan dalam komunikasi yang dapat merusak hubungan dengan pasangannya yang berbeda bangsa adalah masalah yang terkait dengan cara membesarkan anak dan hubungan antar keluarga di Indonesia yang terlalu dekat. Dua hal tersebut diatas sangat dipengaruhi oleh kepercayaan, nilai-nilai dan
99
sistem perilaku yang dianut oleh informan 03 dan informan 04 yang masingmasing berasal dari bangsa yang berbeda yang mempunyai perbedaan budaya yang ekstrim. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan 05 dan informan 06 terungkap bahwa, konflik yang selama ini terjadi antara informan 05 dan informan 06 karena perbedaan bahasa dan bagaimana kebiasaan dan perilaku masing-masing individu. Karena informan 06 tinggal di Indonesia, ia sebagai orang Jerman harus lebih banyak beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Hal lain yang sering menjadi hambatan bahkan menimbulkan konflik, adalah cara menunjukkan kasih sayang di depan publik, bagi informan 06 hal tersebut merupakan hal yang biasa dan tidak segan-segan untuk menunjukkan kasih sayang seperti berpelukan, memberikan ciuman kepada pasangan nya di depan umum. Sedangkan bagi informan 05, menunjukkan kasih sayang secara frontal di depan umum merupakan hal yang sangat tidak biasa. Perbedaan norma dan sistem perilaku ini terkadang dialami oleh informan 05 dan informan 06, yang menyebabkan informan 06 mengira bahwa pasangannya tidak mencintainya seperti ia mencintai pasangannya. Sama seperti yang diungkapkan informan 05, menurut informan 06, hambatan-hambatan dalam komunikasi dengan pasangannya adalah adanya perbedaan pandangan yang disebabkan karena perbedaan budaya dan perbedaan bahasa.
100
Dari hasil wawancara dengan informan 07 dan informan 08 terungkap bahwa masalah yang sering menyebabkan hambatan antara mereka adalah maslaah gaya hidup. Sebagai orang yang serba teratur, informan 07 terkadang tidak dapat mengerti gaya hidup informan 08 yang nyeleneh. Hal ini juga diakui oleh informan 08. Sebagai seorang seniman yang hidupnya tidak pernah dibatasi oleh waktu dan bersikap cuek terhadap sekitarnya, ia terkadang tidak mengerti bagaimana gaya hidup informan 07 yang bekerja kantoran. Informan 08 juga mengaku konflik sering terjadi karena permasalahan gaya hidup yang selama ini ia jalani yang tidak terlalu mempunyai banyak tanggung jawab yang kontras dengan gaya hidup pasangannya. Selain itu, hambatan juga terjadi karena adanya perbedaan bahasa. Walaupun informan 07 dapat berbahasa Inggris dengan baik, menurut informan 08, ada makna-makna tertentu yang tidak dapat ditangkap dengan baik oleh informan 07. Masalah budaya lain yang juga menjadi hambatan adalah masalah sopan santun atau tata krama. Informan 07 masih menjunjung tinggi kesopanan dan tata krama dalam kehidupan sehari-hari, walaupun pola pemikiran dari informan 07 bukan termasuk kolot atau konvensional. Sedangkan bagi informan 08 yang berasal dari budaya berbeda, sopan santun dan tata krama bukanlah hal yang penting. Karena dalam kebudayaan nya informan 08 terbiasa dengan berperilaku apa adanya dan lebih terbuka.
101
4.2.5 Tahapan Repair Tahapan repair atau tahapan perbaikan adalah tahapan yang merupakan pilihan, apakah pasangan dapat berhenti sebentar untuk mencoba memperbaiki hubungan atau langsung menuju tahap selanjutnya yaitu tahap pemutusan. Penulis menanyakan bagaimana informan 01 menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan perbedaan bangsa dengan pasangannya, berikut hasil wawancara : “ dia senang banget karena saya respect sekali terhadap orangtuanya. Karena kalau menurut orang bule, hubungan saya dengan kekasih saya adalah urusan pribadi saya sendiri. Sedangkan saya tidak ingin seperti itu, oleh karena itu orangtuanya suka nanyain saya dan suka telepon saya. Saya juga berusaha banget mendekatkan dia dengan keluarga saya.” Ketika ditanya bagaimana informan 01 menyelesaikan segala hambatan dan permasalahan yang ada yang akhirnya mereka tidak mengalami tahap dissolution atau pemutusan hubungan, berikut jawabannya : “ win-win solution lah, kalau ga gitu pasti masih panjang masalahnya dan tergantung siapa yang memulai permasalahan tapi ujungnya pasti minta maaf kok.”
Hal yang sama juga ditanyakan kepada informan 02. Dalam hal ini ia mengungkapkan : “ Eventhough it’s hard and difficult for me to get along with her friends and her family, but at least I try.”
Ketika ditanya bagaimana pada pasangan informan dan informan 04, bagaimana informan 03 menyelesaikan segala konflik dan permasalahan yang berkaitan dengan komunikasi antarbudaya, sehingga masalah-masalah tersebut
102
tidak merusak hubungan mereka, adalah sebagaimana yang diungkapkan informan 04 bahwa yang penting adalah saling pengertian dan keterbukaan, sebagaimana yang diungkapkan : “ dari awal saya beritahu mengenai karakter dan perilaku orang Indonesia pada umumnya, kebudayaannya bagaimana, apa yang ga boleh. Kalau ada apa-apa saya pasti membicarakannya dengan suami, misalnya mengenai masalah keluarga. Kita saling terbuka, mengupayakan win-win solution, intinya pengertian adalah kuncinya.” Ketika hal yang sama ditanyakan kepada informan 04, bagaimana menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan perbedaan bangsa dengan pasangannya sehingga masalah-masalah tersebut tidak merusak hubungan mereka. Pria Perancis ini menjawab : “ if you can’t agree with the culture difference, you can go back to your country ya.. and it’s the culture. You are in the other country, so you have to addapt with the culture.”
Ketika ditanya pada pasangan informan 05 dan informan 06 mengenai bagaimana informan 05 menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan perbedaan bangsa dengan pasangannya, berikut jawabannya : “ kita ga pernah berpikir siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah ketika mencari sebuah solusi. Kita berusaha untuk sama-sama tenang menghadapinya. Seperti ketika ibu saya meragukan dia ketika akan menikahi saya, tapi kemudian pasangan saya meyakinkan dan berusaha membuktikan dengan sikap dan kesetiaan dia, hingga akhirnya saat ini Ibu saya justru sayang sekali dengan dia.” Ketika ditanya bagaimana informan 06 menyelesaikan segala hambatan dan permasalahan yang ada yang akhirnya tidak mereka tidak mengalami tahap dissolution atau pemutusan hubungan, berikut jawaban nya : “ we ask each other first before making decision.”
103
Ketika ditanya pada pasangan informan 06 dan informan 07 mengenai bagaimana informan 07 menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan perbedaan bangsa dengan pasangannya, berikut jawaban nya: “ kita sama-sama mencoba untuk berubah dan saling membantu. Banyak cultural shock kesulitan nya ya, apalagi ada, intinya ya niatnya udah ada. Saya harus ekstra sabar terhadap hal-hal kecil kayak gini dan akhirnya dua-dua nya sadar diri aja. Jadi saya ngerti dia, dia ngerti saya. Saya memang tidak bisa selugas dia, tapi akan belajar dan inilah budaya saya, kalau saya diam bukan berarti saya ga mau, karena saya ga bisa untuk ngungkapin segalanya, karena saya ga biasa, tolong hargai budaya saya.”
Ketika ditanya bagaimana informan 08 menyelesaikan masalah yang behubungan dengan perbedaan bangsa dengan pasangannya, berikut jawabannya : “ Deal with the conflict needs lot of patience. A lot of time, if I have a problem, i try to express it with words, but she’s not so much. But most of the time, if I want to talk, she doesnt want to talk so I just have to be patience, when she’s ready, we solve it out.”
Dari hasil wawancara dengan informan 01 dan informan 02 tersebut terungkap konteks budaya, bahwa keluarga besar diluar keluarga inti juga menjadi satu bagian penting dalam hidup seseorang. Pada hal ini, informan 01 mencoba mendekatkan diri terhadap keluarga dari informan 02 yang berasal dari kebudayaan yang berbeda. Namun, ada batas-batas kedekatan yang masih harus dibatasi dan diseleksi. Bagi informan 01 dan informan 02, win-win solution merupakan strategi penyelesaian masalah. Karena jika masih ada masalah yang belum terselesaikan, mereka pasti akan terus bertengkar. Selain itu, informan 01 dan informan 02 tidak
104
malu untuk meminta maaf. Melalui bicara, dua orang yang sedang berkonflik akan berbagi nilai-nilai dan apa yang terbaik bagi hubungan tersebut dan berusaha mengetahui permasalahan yang ada dan mempertimbangkan penyelesaiannya untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh salah satu pihak. Informan 02 yang berasal dari Australia, mengaku kesulitan melakukan pendekatan terhadap teman-teman dari pasangannya. Hal ini disebabkan bahwa dibudaya nya, apa yang terjadi dengan pasangannya adalah urusan dirinya dengan pasangannya. Namun bagaimanapun, informan 02 mengaku berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang baru dan dengan budaya yang baru. Tingkat penerimaan seseorang terhadap budaya yang baru berbedabeda. Namun belajar untuk toleransi dan mempelajari pengetahuan mengenai kepercayaan dan perilaku dari budaya lain memberikan kontribusi pada komunikasi yang efektif. Sedangkan dari hasil wawancara pada informan 03 dan 04 terungkap bahwa informan 03 berusaha memberikan pengertian kepada pasangannya agar dapat mempertahankan hubungan. Informan 03 berusaha membicarakan segala masalah yang ada dengan pasangannya dan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut. Strategi manajemen yang dilakukan oleh informan 03 adalah talk, yaitu membicarakan masalah dengan pasangannya. Jika terdapat masalah, informan 03 dan informan 04 mencari solusi terhadap segala masalah dengan win-win solution dan mencoba mendiskusikan dengan masing-masing pihak. Informan 03 juga membicarakan masalah yang berkaitan dengan perbedaan bangsa, yaitu dengan memberikan pengetahuan kepada pasangannya mengenai sistem perilaku orang-
105
orang Indonesia dan tata cara seperti norma-norma yang masih dijunjung tinggi oleh orang-orang Indonesia. Pada saat ini informan 04 tinggal dan bekerja di Indonesia, oleh karena itu ia berusaha untuk terbuka terhadap segala perbedaan budaya baik yang terdapat pada hubungannya dengan pasangannya maupun terhadap orang-orang Indonesia diluar pasangannya dan beradaptasi dengan tata cara dan norma-norma yang ada di Indonesia. Informan 04 juga menjaga perilakunya karena ia berada di negara yang kebudayaannya sangat berbeda dengan negara asalnya. Dari hasil wawancara terungkap bahwa informan 05 dan informan 06 menyelesaikan masalah dalam hubungan mereka dengan berbicara satu sama lain. Strategi komunikasi mereka adalah win-win solution, solusi permasalahan disepakati bersama. Informan 05 mengungkapkan, pada saat informan 06 bertemu dengan keluarga nya di Bali, ibu nya tidak menyukai pasangannya karena pasangannya adalah orang asing. Namun dengan kesabaran dan pengertian dari informan 06, akhirnya ibu mertua nya berbalik menyukainya. Informan 06 mengungkapkan bahwa dalam membuat keputusan apapun, mereka saling bertanya terlebih dulu untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan 07 dan informan 08 terungkap bahwa informan 07 dan informan 08 saling mengupayakan komunikasi yang efektif di samping perbedaan budaya yang ada. Menurut informan 07 dan informan 08, kesabaran untuk saling menyesuaikan diri dan mengerti bahwa budaya mereka berbeda akan lebih menyelesaikan masalah.
106
Informan 07 mengungkapkan bahwa ia akan lebih belajar untuk mengungkapkan segala sesuatunya lebih eksplisit dan dapat dimengerti oleh pasangannya. Sedangkan informan 08 juga dengan sabar menunggu sampai akhirnya pasangannya dapat berbicara dan bekerja sama untuk menyelesaikan setiap masalah yang ada.
4.3 Pembahasan Mengacu pada konteks budaya, adanya perbedaan aspek budaya menyebabkan perbedaan perilaku tertentu dalam kedua jenis budaya tersebut. Adanya kultur yang berbeda, seringkali menyebabkan kesalahpahaman daripada saling pengertian. Pesan yang diungkapkan secara tersamar oleh para informan seringkali menjadi faktor penghambat dalam membangun hubungan antarpribadi dengan pasangannya yang berasal dari bangsa lain dengan konteks budaya barat, yang biasa mengungkapkan segala sesuatunya secara eksplisit. Hal ini kemudian diartikan secara berbeda oleh informan perempuan Indonesia yang mempunyai pasangan orang asing, tidak mengindahkan perasaan. Pada pasangan tertentu perbedaan ini amat sangat mencolok. Pada pasangan informan 07 dan informan 08, latar belakang informan 07 yang beretnis Batak ketika berhadapan dengan dengan pasangannya (informan 08 yang berasal dari Kanada) tidak dapat mengungkapkan perasaannya yang lebih lugas dan terbuka, karena terbiasa dengan budaya timur, yang mengharapkan pasangannya bisa memahami apa yang dirasakannya tanpa perlu mengutarakannya. Sedangkan bagi
107
informan 08, keterbukaan dan kelugasan dalam komunikasi sangat penting untuk mengetahui dan menyelesaikan setiap masalah yang ada dalam hubungan mereka. Hambatan-hambatan
lain
yang
terkait
dengan
perbedaan
aspek
kebudayaan adalah masalah yang menyangkut keluarga. Pada budaya barat, lebih mengutamakan keluarga inti saja, sedangkan budaya timur lebih mengutamakan kelompok atau keluarga besar daripada kepentingan sendiri. Seperti pada pasangan informan 01 dan informan 02 yang sering mengalami konflik menyangkut masalah kedekatan keluarga dan teman-teman. Informan 01 yang berasal dari kebudayaan timur, berusaha untuk senantiasa mendekatkan pasangannya dengan keluarganya dan teman-temannya, dan hal ini tidak terbiasa bagi informan 02 yang berasal dari budaya barat. Seperti yang diungkapkan informan 01 dalam wawancara mendalam dengan penulis bahwa, informan 01 seringkali mengajak pasangannya untuk bertemu dengan keluarga dan temantemannya. Namun pasangannya yang tidak terbiasa dengan hal seperti ini lebih memilih bersikap diam. Sikap pasangan ini diartikan lain oleh informan 01, bahwa pasangannya tidak ingin mendekatkan diri dengan keluarga dan temantemannya. Permasalahan lain yang menyangkut dengan perbedaan budaya, informan 01 dalam wawancara mendalam dengan penulis juga menambahkan bahwa, ia akan selalu menomorsatukan keluarganya. Hal ini tidak dapat diterima oleh pasangannya. Perbedaan kebudayaan yang terkait dengan hubungan keluarga dan teman-teman dekat juga dirasakan oleh informan 04. Struktur keluarga di Indonesia berbeda dengan struktur keluarga di luar negeri.
108
Masalah yang menyangkut perbedaan aspek kebudayaan juga dialami oleh pasangan informan 03 dan informan 04, bahwa kepentingan keluarga dan kesejahteraan keluarga amat penting, sedangkan bagi informan 04 yang berasal dari, hubungan dekat dengan keluarga harus mempunyai batas untuk menghindari intervensi. Adanya perbedaan aspek dimensi budaya inilah yang memicu timbulnya konflik dalam hubungan mereka dengan pasangan mereka yang mempunyai kedekatan yang erat dengan keluarga besarnya, yang lebih lanjut menjadi “ancaman” bagi pasangan itu sendiri. Perbedaan aspek dalam dimensi kebudayaan lainnya adalah perbedaan cara pandang. Bagi informan 05 yang berasal dari Indonesia dengan etnik Jawa, kebudayaan nya masih menjunjung tinggi dominasi suami dan mengutamakan pelayanan terhadap suami, sedangkan bagi pasangannya yaitu informan 06, lebih mengutamakan kasih sayang dan kesetaraan gender. Hal ini dapat dilihat dari penuturan informan 01, informan 03, informan 05 dan informan 07 yang samasama berasal dari Indonesia. Dari hasil analisa wawancara mendalam, mereka cenderung untuk lebih mendengarkan dan memperhatikan pasangannya dengan cara melayani pasangannya. Seperti yang diungkapkan informan 01 bahwa pola pemikirannya masih dipengaruhi oleh budaya timur yaitu budaya nrimo, sedangkan pola pikir pasanganny yang menganalisa segala sesuatunya dari segala aspek dan segala sisi dengan logis dan tidak menerima segala sesuatunya secara bulat-bulat. Hal ini ditegaskan oleh informan 02, informan 04, informan 06 dan informan 08 yang sama-sama berasal dari budaya Barat, mereka lebih menghargai pasangannya sebagai seorang perempuan yang kedudukannya sama dengan laki-
109
laki dan tidak menganggap hal tersebut sebagai suatu kelemahan dan para informan asing ini pun dapat melakukan pekerjaan rumah tangga. Aspek perbedaan kebudayaan selanjutnya adalah jarak kekuasaan. Pada masyarakat Indonesia pada umumnya, otoritas kekuasaan seseorang terhadap individu yang lain, masih dijunjung tinggi. Sebagai contoh, orangtua dengan anak, guru dengan murid, atasan dan bawahan dan lain-lain. Jarak kekuasaan yang masih dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia ini memberikan pengaruh kepada keempat perempuan Indonesia yang diambil sebagai informan bagi penulis. Para informan Indonesia, masih memandang laki-laki pasangannya adalah sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga. Hal ini sesuai dengan ungkapan informan 05, seorang perempuan yang berasal dari Indonesia dengan etnik Jawa mengungkapkan bahwa sebagian besar perempuan di Indonesia telah diajarkan menjadi istri yang baik, harus melayani suami dengan baik, kedudukan istri dibawah suami dan hal tersebut mau tidak mau masuk dalam kehidupannya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan 03, seorang perempuan Indonesia yang berasal dari etnik Manado bahwa ia memang mengikuti dan menuruti kehendak suaminya walaupun tidak selalu. Dari dua informan ini, terungkap bahwa perbedaan jarak kekuasaan yang dianut oleh perempuan Indonesia dan jarak kekuasaan yang dianut oleh pasangan mereka masing-masing yang berkebangsaan lain, sering kali menimbulkan konflik dalam rumah tangga mereka.
110
Para informan laki-laki asing tidak terbiasa untuk selalu dilayani dan diperhatikan. Mereka juga memandang pasangan mereka sebagai teman hidup dan bukan istri yang kedudukannya di bawah suami. Hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman pada pasangan Indonesia-Asing karena para informan perempuan Indonesia merasa harus melayani pasangannya karena dalam pola pemikiran mereka telah tertanam bahwa perempuan kedudukannya di bawah laki-laki, sedangkan pasangannya yang berkebangsaan Asing tidak ingin selalu dilayani dan kedudukan istri dan suami adalah setara. Hambatan dalam berkomunikasi pada pasangan yang berbeda bangsa disebabkan karena perbedaan bahasa. Walaupun keempat informan perempuan Indonesia mempunyai keahlian dalam berbahasa yang sama dengan pasangannya, namun ada kalanya makna dari kata-kata menjadi ambigu karena adanya kesalahan dalam mengartikan ungkapan-ungkapan atau bahasa slang. Informan 01 yang fasih berbahasa Inggris ada kalanya tidak mengerti dan tidak mengetahui arti dari ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris Australia yang digunakan oleh pasangannya. Lain halnya dengan informan 03 dan informan 04. Informan 04 yang berasal dari Perancis, harus menggunakan bahasa Inggris karena pasangannya tidak dapat berbahasa Perancis. Kesulitan dalam berbahasa ini, diakui oleh keduanya dalam wawancara mendalam dengan penulis. Informan 03 dalam wawancara mendalam dengan penulis mengungkapkan bahwa masalah utama dalam hubungannya dengan pria asing adalah masalah bahasa terutama dari pihak keluarga pasangannya.
111
Persepsi yang dipengaruhi oleh perbedaan kepercayaan dan perilaku perbedaan kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku yang mempengaruhi persepsi berpengaruh dalam menciptakan masalah-masalah dalam hubungan antarpribadi pada pasangan yang berbeda bangsa. Kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku dibentuk dan dipelajari dari kebudayaan. Perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh budaya lain, membuat kita sulit untuk memasuki dan menerima. Akan lebih sulit bagi budaya Barat untuk menyesuaikan diri dengan budaya timur, contohnya dalam makanan, seperti yang dialami oleh informan 02 yang berasal dari Australia dan tinggal di Jakarta. Ia mengaku kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan makanan Indonesia. Hal yang juga diungkapkan langsung oleh informan 02 adalah bahwa kesulitan yang dihadapinya adalah masalah agama. Informan 01 dan informan 02 memiliki perbedaan agama yang mereka anut yang menurut mereka hal ini merupakan hal terberat dalam hubungan mereka. Dirinya beragama Katholik dengan pasangannya yang beragama Islam. Karena salah satu dari mereka harus mengalah untuk merubah dan mengikuti agama pasangannya. Walaupun informan 02 mengakui sudah merubah agamanya, namun prinsip-prinsip dan nilai-nilai hidup yang telah diajarkan oleh agama yang dianutnya sejak masih kecil menimbulkan pertentangan dalam diri informan 02. Menurut Samovar and Porter, kepercayaan adalah faktor yang mempengaruhi di dalam komunikasi antarbudaya karena kepercayaan masuk ke dalam pikiran seseorang dan secara sadar dan tidak sadar, mempengaruhi pola pikir seseorang dan mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam berkomunikasi.
112
Lingkungan kebudayaan di sekitar kita membantu kita untuk membentuk perilaku kita. Perilaku kita didasari oleh tingkat kepercayaan bahwa ada hal-hal yang baik dan buruk. Seperti yang diungkapkan oleh informan 05 bahwa sejak kecil, kita telah diajarkan bahwa berhubungan intim sebelum menikah adalah tabu. Namun hal tersebut bagi pria asing bukan masalah yang besar. Karena bagi pria asing, berhubungan intim dianggap sebagai bukti cinta dan perhatian kepada pasangannya. Bahwa perilaku orang barat mengacu pada kebebasan, sedangkan orang timur yang masih menjunjung tinggi norma dan aturan-aturan yang berlaku. Norma-norma dan aturan-aturan tersebut merupakan hal-hal prinsip yang sering menjadi masalah dan konflik dalam hubungan pada pasangan yang berbeda bangsa. Hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masing-masing individu yang berbeda bangsa. Tingkat penerimaan dan tingkat pengetahuan mengenai budaya lain. Untuk mencapai keefektivitasan dalam berkomunikasi, kita harus meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan kesadaran juga membuka diri kita untuk menerima norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku di suatu budaya tertentu. Seperti yang diungkapkan oleh informan 05 bahwa pria asing pasangannya sering menunjukkan kasih sayang dengan ciuman dan pelukan di depan umum, sedangkan masyarakat Indonesia pada umumnya tidak dapat mengungkapkan kasih sayang dengan berpelukan dan berciuman didepan umum. Hal ini dapat diartikan lain oleh masing-masing pihak, bahwa pria asing beranggapan pasangannya tidak mencintainya. Seperti yang dialami oleh
113
informan 05 berkaitan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang diajarkan kepadanya, hal ini sering menjadi masalah baginya dan pasangannya. Namun dengan pengertian dan memberikan pengetahuan mengenai budaya masingmasing dapat diharapkan dapat mengurangi hambatan yang muncul. Masalah yang dihadapi oleh tiap pasangan jelas berbeda, karena masingmasing budaya juga berbeda. Seperti pasangan informan 01 dan informan 02, informan asing yang berasal dari Australia, yang menghormati kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Masyarakat Australia menganut toleransi, saling menghormati, perilaku nya juga menganut taat pada hukum dan adat istiadat kebudayaan setempat. Berbeda dengan informan 03 dan informan 04, yang pasangan asingnya berasal dari Perancis. Orang perancis terkenal sangat dingin dan arogan. Salah satu cara menghadapi hal ini adalah “parlez franVais“ bicara dengan bahasa Prancis. Penduduk perancis cenderung memiliki anggapan bahwa orang Amerika terlalu ramah. Di perancis, seseorang akan lebih dihargai jika mampu bersikap lebih tenang bahkan sampai ditaraf yang cenderung dingin baik dalam tindakan maupun dalan ucapan. Orang perancis cenderung menganggap sikap ramah yang terbuka sebagai hal yang tidak baik dan kurang menyenangkan. Ketika makan orang perancis selalu makan menggunakan garpu dan pisau, tanpa sendok. Sendok hanya digunakan untuk minum sop. Kebanyakan orang perancis lebih menyukai daging daripada ikan. Kebiasaan orang perancis yang perlu diketahui bahwa sehabis makan selalau minum kopi. Minum kopi rat-rata dua kali sehari.
114
Perancis memiliki skor Individualism yang tinggi. Mereka respek pada kebebasan serta tanggung jawab individu dan berpandangan bahwa segala sesuatu haruslah diperjuangkan sendiri, dan harus melakukan segala pekerjaannya dengan sungguh sungguh
sebagai
perwujudan
dari
perjuangan individualismenya. Patut
digarisbawahi bahwa Individualism tidaklah sama dengan mementingkan diri sendiri atau egois, namun Individualism fokus pada tanggung jawab serta hak dan kewajiban Individu. Perbedaan kebudayaan yang dialami oleh informan 05 dan informan 06 yang berasal dari Jerman, adalah bahwa masyarakat bangsa Jerman dikenal sangat rasional dalam bertindak, berdisiplin tinggi, bekerja keras, berorietasi sukses, tidak hedonis, hemat dan bersahaja, suka menabung atau investasi. pada kebudayaan Jerman ada hal yang menjadi tabu untuk diperbicangkan menjadi topik bahasan yaitu, menanyakan umur, agama dan juga status. Kebudayaan yang berbeda antara informan 07 dan informan 08 yang berasal dari Kanada, masyarakat Kanada memiliki disiplin waktu yang tinggi, sama seperti kebudayaan bangsa Asing pada umumnya. Di Kanada untuk kebanyakkan hal harus janji terlebih dahulu. Mulai dari urusan formal sampai pribadi harus janji terebih dahulu jika tidak ingin ditolak saat sudah sampai di tempat tujuan.
115
Tabel Tahapan Komunikasi Pada Pasangan Beda Bangsa Contact
Involvement
Intimacy
Deterioration
Pertemuan informan 01 dan informan 02 pertama kali terjadi di ruang kelas
Ditandai dengan saat jalan bersama, informan 02 menggandeng tangan informan 01
Komitmen yang dibuat, informan 01 mengenalkan pasangan kepada teman dan keluarganya, demikian juga sebaliknya.
Konflik yang terjadi, informan 02 sering terlihat acuh. Perbedaan yang mencolok tentang struktur keluarga. Perbedaan pola pikir
Awal bertemu Mengawali di sebuah Plaza. hubungan melalui email, para informan mengatur hubungan jarak jauh dengan komunikasi yang berkualitas Awal bertemu, melalui internet. Kesan saat sudah saling bertatap muka adalah alasan fisik.
Saling dukung dan meyakinkan antar pasangan. Lebih “dekat” setelah melakukan pertemuan.
Awal jumpa di cafetaria, kesan fisik menjadi pertimbangan informan 07 dan informan 08
Yakin dengan cara informan 08 memandang hidup & ingin nikah.
Repair
Informan 01 berusaha untuk dekati keluarga informan 02. Win-win solution menyelesaikan masalah. Informan 02 berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan budaya baru. Hubungan Komitmen Saling saling setia dan dengan keluarga mengerti percaya walau dapat dalam menimbulkan berjauhan, mempertahank konflik. sepakat untuk an hubungan. Permasalahan nikah. Selalu kesetaraan Melakukan mendiskusikan dalam setiap social bonding gender pembagian tugas permasalahan rumah tangga. yang hadir. Komitmen Perbedaan cara Saling antar pribadi, pandang berbicara satu saling percaya. informan 05& sama lain. Dan Informan 05 06. dalam akan kerja, Informan 05 membuat informan 06 lebih suka diam, keputusan tinggal & kerja sedangkan mereka akan di Jakarta informan 06 diskusi dulu. lebih agresif. Sepakat untuk Informan 07 Saling menikah menggunakan mengupayakan segera, karna bahasa non komunikasi sudah saling verbal. Informan yang efektif. jatuh hati. 08 lebih jujur & terbuka.