BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab IV ini dikemukan hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian dan pembahasan ini disatukan dalam satu paparan secara berturut-turut. Dalam uraian berikut disajikan (1) Nilai islami hubungan manusia dengan Tuhan (Hablumminallah). (2) Nilai islami hubungan manusia sesama manusia (Hablumminannas). 4.1 Hasil Penelitian Bentuk-bentuk nilai islami dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa akan dikemukakan mengenai nilai islami hubungan manusia dengan Tuhan (Hablumminallah) yakni keimanan, ketaatan, qana’ah, tawakal, ridha, bersyukur. Nilai Islami hubungan antarsesama manusia (Hablumminannas) yakni cinta atau kasih sayang, tanggung jawab, maaf-memaafkan, sabar, rajin, teliti, ikhlas, tolong menolong. 4.1.1 Hubungan Manusia dengan Tuhan (Hablumminallah) 4.1.1.1 Keimanan Keimanan adalah sikap percaya bahwa tiada Tuhan selain Allah, setiap umat muslim wajib menanamkan keimanan terhadap Allah swt. Keimanan berasal dari kata iman yang artinya “percaya” menurut Al-Maudidi (dalam Fitrah 2013:168) mengatakan bahwa iman adalah pengetahuan dan pengakuan seseorang yang menyatakan keesaan Tuhan dari semua sifat-sifat, undang-undang, ganjaran
39
40
dan hukum-nya, kemudian percaya tanpa ragu, maka orang itu dikatakan mukmin. Selanjutnya Smith (Fitrah 2013:168) menyatakan bahwa iman didefenisikan sebagai keyakinan terhadap Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-Nya, dan hari kiamat. Di dalam Al-Qur’an surat At-Taghaabun (64) ayat 8 menjelaskan: “Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (AlQur’an) yang telah kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Rasa keimanan dapat dilihat ketika seseorang teringat kepada Tuhannya dan menyebut Tuhannya dalam keadaan apapun terlihat pada Fatma yang terus menjalankan perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya di tengah penduduk nonmuslim Eropa yang sebagian besar umatnya adalah ateis. Hal ini terlihat dalam kutipan (1), dan (2) berikut. (1) Fatma menghadapi tantangan di tengah penduduk nonmuslim, yaitu di Eropa yang umatnya semakin bangga melepas semua atribut agama, mengabaikan keniscayaan terhadap Allah alias ateis. Tapi dia percaya keteladanan berbicara lebih keras daripada kata-kata. Dia yakin dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, semua yang ia kerjakan akan terasa lebih bermakna. (hlm 63 paragraf ke-1, 99CLE). (2) Fatma yakin bahwa menebar pengaruh kepada seseorang dengan caracara yang memaksakan, menggurui, menghasut, menyerang, atau membandingkan sudah bukan zamannya lagi. Menurutnya Allah menyukai orang-orang yang bisa menebar kasih sayang dan kebaikan kepada siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Tidak pandang tua muda, ataupun miskin kayanya. Itu lebih besar pengaruhnya. (hlm 63 paragraf ke-3, 99CLE). Keimanan juga terlihat pada Hanum yang mengingat Allah serta mengakui kebesaran Allah dan selalu merindukan suara kebesaran-Nya di Eropa. Terlihat pada kutipan (3) berikut.
41
(3) Sanubariku tiba-tiba bergerak, lalu kupejamkan mata. Konsentrasiku kupusatkan pada suatu kata, seolah aku mendengarnya dengan jelas, dan mengikutinya. Allahu Akbar… Allahu Akbar… begitulah rasanya. Lalu kuresapi hafalan doa seusai pangilan shalat. Sebersit perasaan rindu kampung halaman karena rindu suara azan tiba-tiba menerpaku. Sudah beberapa minggu telingaku tak dihampiri suara kebesaran Tuhan di Eropa ini. (hlm 33 paragraf ke-2, 99CLE). Rasa keimanan juga tampak dalam kutipan (4) berikut. (4) Masjid, di mana pun itu, selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari hari-hari kerjaku di Trans TV. Menjadi tempatku bercurah hati jika tugas liputan tak tentu agendanya. Hingga berujung melelahkan badan dan perasaan. Percaya atau tidak, sugesti atau bukan, jika aku sudah berkeluh kesah dengan Allah di masjid, rasanya pikiran ini segar dan enteng kembali. (hlm 71 paragraf ke-3, 99CLE). Nilai keimanan juga terlihat saat Hanum mendengar cerita Marion tentang imam di masjid tempat dia baru saja melaksanakan shalat, pernah mengambil resiko menyembunyikan ratusan Yahudi dalam masjid. Hanum merasakan tindakan imam tersebut merupakan atas dasar imannya kepada Allah. Hal ini dapat terlihat dalam kutipan (5) berikut. (5) Aku merasa imam masjid ini, siapa pun dia, juga mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan orang-orang yang sama sekali tak ada hubungan dengan dirinya. Namun, dia yakin dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an tentang kewajiban menyelamatkan jiwa umat manusia yang lain apa pun agama mereka, apa pun kepercayaan mereka. Karena dengan demikian dia sama saja menyelamatkan seluruh manusia di bumi. (hlm 193 paragraf ke-1, 99CLE). Sikap Rangga yang menjelaskan kepada Stefan bahwa menganalogikan semua ibadah yang dilakukan Rangga sebagai premi yang harus di bayarkan kepada Allah semata-mata hanya untuk merasakan tenang dan damai, terlihat pada kutipan (6) berikut .
42
(6) “That’s the point, Stefan. Kau membayar asuransi agar kau tenang. Demikian juga aku. Aku bisa menganalogikan semua ibadah yang kulakukan sebagai premi yang harus kubayarkan kepada Tuhanku Allah swt. Agar aku merasa tenang dan damai.” (hlm 215 paragraf ke7, 99CLE). Nilai keimanan juga terlihat pada Hanum yang takjub oleh ukiran-ukiran ayat Al-Qur’an, sehingga ia semakin percaya bahwa memang tiada Tuhan selain Allah. Terlihat pada kutipan (7) berikut. (7) Aku bersimpuh seketika, menyadari ukiran-ukiran itu adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang mahaagung. Sungguh kali ini aku benar-benar takjub. Laa haula walaa quwwata illa billah. Tiada daya dan upaya selain dari Allah. Iskripsi itu berliku-liku mengitari setiap permukaan dinding dan pilar pualam. Kata-kata itu membuat aku dan Tuhan begitu dekat. (hlm 306 paragraf ke-1, 99CLE). Hanum sadar bahwa setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Dan semua yang ada di muka bumi ini merupakan titipan Allah semata. Terlihat pada kutipan (8) berikut. (8) Bahwa setiap pertemuan berujung pada perpisahan. Sebuah kenyataan yang sering kita lupakan, karena seakan-akan ibu, bapak, saudarasaudara kandung kita, anak-anak kita, bahkan pasangan hidup kita adalah milik kita selama-lamanya. Betapapun kita menyayangi mereka, mereka bukanlah milik kita seutuhnya, begitupun sebaliknya. Semua hanya titipan Allah. Menyadari kembali bahwa perpisahan pasti akan datang menghampiri seharusnya menjadi pelecut untuk memberikan yang terbaik kepada mereka yang kita sayangi di dunia ini. Tak hanya orang-orang terdekat dalam lingkaran keluarga, namun juga orangorang yang jauh jangkauannya dari tangan kita. (hlm 321 paragraf ke1, 99CLE). Keimanan juga terlihat pada Fatma yang berharap suatu saat dia akan mengajarkan seluruh anak muslim untuk lebih mengenal agamanya dan bangga telah menjadi muslim. Hal ini terlihat pada kutipan (9) berikut.
43
(9) “Aku ingin mereka lahir sebagai muslim karena mereka memahami, meresapi, mengenal, menyentuh, merasakan, dan mencintai Islam, bukan karena paksaan orang lain. Dan aku ingin mereka tahu bahwa dalam setiap waktu, dalam masa depan mereka, mereka akan menemui orang-orang yang berbeda dalam hal kepercayaan, bahasa, dan bangsa. Aku akan mengajarkan pada mereka bahwa perbedaan terjadi bukan karena Allah tidak bisa menjadikan kita tercipta sama. Menciptakan manusia homogen itu bukan perkara sulit untuk-Nya. Itu semua terjadi justru karena Allah Mahatahu, jika kita semua sama, tidak ada lagi keindahan hidup bagi manusia. Jadi, nikmatilah perbedaan itu.” (hlm 368 paragraf ke-1, 99CLE).
4.1.1.2 Ketaatan Ketaatan ialah “kepatuhan, kesetiaan” (Ali, 1989:986). Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia harus taat kepada aturan yang telah ditetapkan. Baik peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah maupun aturan agama. Peraturan tersebut apabila dilanggar maka akan mendapatkan sanksi, misalnya pelanggaran terhadap peraturan pemerintah maka akan mendapatkan hukuman penjara. Sedangkan yang melanggar peraturan agama, maka kelak akan mendapatkan hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana firman Allah dalam surat AlBayyinah Ayat 5, yang artinya: “…Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus dan agar mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itu adalah agama yang lurus. Nilai Islami yang menunjukkan rasa ketaatan dalam setiap perbuatan dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa di antaranya adalah saat Fatma menjalankan ibadah puasa sunnah senin dan kamis, terlihat pada kutipan (10) berikut.
44
(10) “Saya sangat suka cokelat Milka. Tapi…terima kasih, saya sedang berpuasa.” Jawab Fatma santun. (hlm 26 paragraf ke-4, 99CLE). Sikap taat juga terlihat pada Hanum dan Fatma yang tetap melaksanakan shalat zuhur setiap istirahat kelas meskipun tempat shalatnya kurang representatif. Terlihat pada kutipan (11) berikut. (11) Setiap istirahat kelas yang berdurasi 15 menit, Fatma mengajakku shalat zuhur berjamaah. Awalnya aku kebingungan, mana mungkin institusi sekuler semacam kursus bahasa inggris ini menyediakan langgar atau mushala? Tidak mudah menemukan tempat ibadah shalat di Eropa. Namun Fatma panjang akal. Dia menemukan sebuah tempat yaitu ruang penitipan bayi dan anak para peserta khusus bahasa. Setiap kali kursus, kami berdua shalat zuhur, menyempil di antara bayi dan balita yang tengah tergeletak tertidur pulas. Dengkuran dan dengusan lirih bayi mungil justru membuat shalat kami semakin khusyuk. (hlm 27 paragraf ke-3, 99CLE). Sikap taat lainnya pada Fatma yang tetap memakai hijabnya meskipun dia selalu tertolak saat melamar pekerjaan di Eropa karena hijabnya yang tampak dalam pas foto curriculum vitae-nya. Hal ini terlihat pada kutipan (12) berikut. (12) “Karena ini, Hanum,” ucap Fatma sambil mengarahkan telunjuknya ke kepala. “Karena aku berhijab. Aku tak pernah mendapatkan balasan dari perusahaan tempat aku melayangkan pekerjaan.” (hlm 23 paragraf ke-3, 99CLE). Rangga berlari meninggalkan Hanum hanya untuk bisa mengejar shalat Jumat. Sikap taat rangga juga terlihat saat dia selalu menyempatkan diri untuk bisa melaksanakan shalat Jumat ditengah padatnya jadwal kampus yang bertepatan dengan Zuhur pada hari Jumat. Hal ini terlihat pada kutipan (13) dan (14) berikut.
45
(13) “Kau tunggu di luar ya. Duduk-duduk saja di pinggir sungai. Cuacanya sangat bagus,” kata Rangga sambil berlari meninggalkanku. Aku melirik jam tanganku. Khotbah Jumat akan segera usai. (hlm 110 paragraf ke-2, 99CLE). (14) Bisa menjalankan Shalat Jumat bagi Rangga adalah kesempatan emas. Dia tidak akan melewatkannya meski hanya bisa mengejar satu rakaat. Jadwal kampusnya tidak pernah mau tahu kewajiban pemeluk agama Islam yang taat. Mereka hanya tahu kewajiban Rangga untuk mengajar kelas dengan waktu bertepatan dengan Zuhur pada hari Jumat. (hlm 110 paragraf ke-3, 99CLE). Sikap taat pada perintah Allah juga terdapat pada Marion seorang asli Eropa yang memakai hijab, terlihat pada kutipan (15) berikut. (15) Jarang aku menemukan orang asli Eropa yang memakai Jilbab. Orang berjilbab yang kutemui biasanya warga keturunan Imigran. “Merci. Buatku rukun Islam itu ada 6. Yang keenam adalah menjaga kehormatanku dengan jilbab,” ujar Marion tersipu-sipu. (hlm 131 paragraf ke-2, 99CLE).
Hanum yang menyempatkan menunaikan shalatnya di Masjid Besar Paris yang terletak di jantung kota Paris, saat dia sedang asik berkeliling museum dengan Marion. Menyiratkan ketaatannya menjalankan perintah Allah. Terlihat pada kutipan (16) berikut. (16) “Hanum, aku sedang tidak shalat. Aku akan menunggumu di kafe sebelah sana.” Kata Marion sambil menunjuk suatu tempat di ujung lain kompleks masjid. Aku hanya bisa bergumam dalam hati: Benar kata Marion. Ini benar-benar tempat yang cocok untuk memenuhi kebutuhan rohani dan jasmaniku saat ini. Setelah menjamak shalatku, aku segera berjalan menuju kafe tempat Marion menunggu. (hlm 189 paragraf ke-5, 99CLE).
46
Nilai taat pada kutipan (17) terlihat pada Rangga yang sangat patuh pada larangan agama Islam untuk tidak makan babi atau bahkan sekedar menyentuhnya. (17)
“Itulah, Stefan. Kau tidak mau makan anjingmu karena kau sangat
sayang kepadanya. Demikian juga aku. Aku tidak mau makan babi karena aku sangat ‘mencintai’ perintah dan larangan Tuhanku.” (hlm 211 paragraf ke-2). Sikap taat lainnya yang ada pada Rangga yaitu saat menolak ajakan Stefan untuk makan siang karena Rangga sedang berpuasa, dan Rangga yang setia menjalankan puasa Ramadhan hanya untuk-Nya. Terlihat pada kutipan (18), (19) dan (20) berikut. (18) “Aku puasa, Stefan. Sekarang bulan Ramadhan. Jadi kau tak perlu mengajakku makan siang sebulan mendatang.” (hlm 211 paragraf ke-5, 99CLE). (19) “Perasaan nikmat seperti itu, Stefan, yang kita kejar ketika berpuasa. Toh kau tahu, ini tetap carbonarra yang sama seperti yang biasanya kau makan. Tapi aku yakin yang ini terasa jauh lebih nikmat. Nikmat karena berhasil menaklukkan sesuatu dalam diri kita. Yah, kalau kau percaya ada setan, sebenarnya setan itu yang telah kita taklukkan. Perasaan bersalah muncul karena pada akhirnya kau merasa kalah. Air putih yang tadinya kau anggap paling nikmat, ternyata tetap air putih biasa. Kau membiarkan setan membisikimu, membiarkannya menggodamu. Kemudian kau menyesal, kau tidak mendapatkan apa yang setan janjikan.” (hlm 213 paragraf ke-4, 99CLE). (20) “Stefan, buat apa aku berbohong? Aku melakukannya bukan untuk menang taruhan denganmu. Puasa itu melatih kita jujur terhadap diri sendiri. Aku ingin puasaku hanya dinilai oleh Tuhanku, karena
47
memang aku melakukannya untuk-Nya”. (hlm 214 paragraf ke-4, 99CLE).
Nilai ketaatan lainnya terlihat pada kutipan (21) dan (22) yaitu Hassan yang tak pernah makan babi meski Hassan terpaksa berjualan babi karena tak punya pekerjaan lain untuk menyambung hidupnya di Eropa. Hassan tau agama bukan matematika, tapi lebih luas dari sekedar halal dan haram semata. Dia berharap Allah yang maha pengasih lagi Maha Penyayang akan memahami kondisinya. (21) “Eh, tapi kalian jagan salah. Aku ini muslim yang taat. Aku tak pernah sedikitpun makan daging babi meski aku bertahun-tahun bersanding dan bergelimang dengannya. Aku percaya, Allah Mahabijaksana.” (hlm 251 paragraf ke-2, 99CLE). (22) “Hassan, meski kau berjualan babi, aku yakin anda bangun subuh, lalu shalat dan menjalankan rutinitas sehari-hari. Itu lebih baik daripada mereka yang tidur sepanjang hari.” (hlm 251 paragraf ke-3, 99CLE). Nilai ketaatan lainnya pada Hanum yang menunaikan Shalat Zuhur di Masjid Biru. Terlihat pada kutipan (23) berikut. (23) Masjid Biru ini memang biru sesuai namanya. Masjid ini dibangun tepat di depan Hagia Sophia dengan ukuran yang jauh lebih besar. Seusai menunaikan Shalat Zuhur, aku melihat sekeliling masjid. Begitu banyak turis bule yang duduk-duduk di dalam masjid. (hlm 341 paragraf ke-3, 99CLE).
4.1.1.3 Qana’ah Qona’ah merupakan sikap menerima apa adanya yang telah diberikan oleh Allah kepadaya. Kaya, miskin, sehat, sakit, bahagia, dan susah merupakan bagian
48
dari ketentuan yang Allah berikan kepada umat manusia. Orang yang telah memiliki sifat qana’ah senantiasa akan selalu berusaha dan bersyukur. Zubaidah, dkk (Fitrah 2013:170) seseorang yang memiliki sifat qana’ah hatinya senantiasa akan menjadi penuh dengan keimanan dan keyakinan yang kuat kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan” (Q.S. Ad-Duhu, 93:8). Rasa Qana’ah dapat terlihat pada kutipan (24) yaitu Hanum yang menerima kekalahan Turki saat bertanding sepak bola dibabak penyisihan grup A. (24) Aku hanya bisa berbesar hati. Toh ini hanya permainan. Harus ada yang menang dan kalah. Kehilangan yang sementara saja. Turki masih memiliki kesempatan 2 kali bertanding di babak penyisihan grup A. Masih banyak jalan untuk menang. (hlm 103 paragraf ke-2, 99CLE). Nilai Qana’ah juga terlihat pada Fatma yang menerima pekerjaan yang telah diberikan oleh Allah. Terlihat pada kutipan (25) berikut. (25) “Sekarang aku menerima jasa menjahit pakaian muslim dari orangorang. Yah, kecil-kecilan, tapi ini benar-benar menyenangkan. Inilah pekerjaan yang terbaik yang Allah berikan. Karena selain sesuai dengan keinginanku, aku juga bisa sekaligus merawat Baran.” (hlm 363 paragraf ke-7, 99CLE). 4.1.1.4 Tobat Kata tobat berasal dari pokok kata taaba-yatuubu yang berarti kembali. Menurut istilah syari’ah, tobat berarti kembali kepada kesucian dan kefitrian setelah melakukan perbuatan dosa. Definisi tobat menurut para ulama dalam Ghazali (1998:11) yaitu “mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan taat dan kembali kepada-Nya dengan memperbaiki niat untuk melakukan amal kebajikan”. Bertobat dari perbuatan dosa, wajib hukumnya jika dosa itu
49
berhubungan dengan Allah. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam bertobat, yaitu menghentikan maksiat, menyesali perbuatan yang terlanjur dilakukan dan berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Namun bila dosa yang diperbuat berhubungan dengan orang yang bersangkutan, yaitu dengan cara meminta maaf atau mengembalikan apa yang harus dikembalikan. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat nasuha, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam yang mengalir di bawahnya beberapa sungai” (Q.S. At-Tahrim, 66:8). Nilai tobat pada novel ini yaitu pada Hanum yang menyesali perbuatannya karena telah banyak melupakan Allah, dan Hanum berniat untuk kembali ke jalan Allah. Terlihat pada kutipan (26), (27) dan (28) berikut. (26) Untuk bisa menemukan Tuhan, aku tak boleh mencari tujuan-tujuan lain selain dari-Nya. Aku harus kembali pada-Nya. Aku harus membuang jauh-jauh hal yang dapat membuatku berpaling dari-Nya, termasuk “aku” sendiri. Semua yang kulakukan bukan untuk aku atau egoku, mungkin bukan pula untuk kebutuhan agamaku. Tapi hanya untuk kembali kepada Allah. Islam adalah penyerahan diri sepenuhnya pada Allah. Pergi dan kembali hanya untuk-Nya. (hlm 374 paragraf ke2, 99CLE). (27) Di depan Kakbah aku tak bisa lagi menguasai diriku. Bulir air mata yang bertahan sekuat tenaga di sudut mataku akhirnya mengalir deras ketika kutundukkan kepala. Lagi-lagi aku datang mendekat dan menghampiri-Nya, karena aku tahu tak ada lagi di dunia ini yang bisa menolongku. (hlm 381 paragraf ke-2). (28) Air mataku tak bisa kutahan lagi. Kubiarrkan dia terus membanjiri baju ihramku. Membanjiri relung-relung perasaanku, yang menyesal betapa aku sering melupakannya selama ini. Di malam itulah anak manusia bernama Muhammad dikukuhkan menjadi panutan bagiku,
50
juga panutan miliaran manusia lainnya hingga akhir zaman. (hlm 387 paragraf ke-3, 99CLE).
4.1.1.5 Tawakal Tawakal adalah aktifitas hati, artinya tawakal itu merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Allah berfirman dalam surat AlFurqan (25), yang artinya: “Dan bertawakallah kepada Allah Yang Maha Hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya…”. Seseorang yang bertawakal adalah seseorang yang menyerah, mempercayakan dan mewakili diri dan segala urusan hanya kepada Allah swt. Nilai Islami yang menyiratkan tawakal dapat dilihat dari kutipan (29) di bawah ini yaitu Hanum yang terus berdoa kepada Allah saat pesawat yang dinaikinnya oleng ke kanan dan ke kiri dan mengalami guncangan hebat. (29) Ya allah, bekal akhirat kami belum tuntas. Biarkan kami terus hidup beberapa waktu lagi. Hanya doa itu yang kami panjatkan dalam drama 2 menit pendaratan yang tak mulus itu. Dua menit serasa berjam-jam saat kita dilanda ketegangan. Antara hidup dan mati. (hlm 126 paragraf ke-1, 99CLE).
4.1.1.6 Ridha Ridha berasal dari kata radhiya-yardha yang berarti menerima suatu perkara dengan lapang dada tanpa merasa kecewa atau tertekan. Sedangkan menurut istilah ridha berkaitan dengan perkara keimanan yang terbagi menjadi dua macam yaitu ridha Allah kepada hamba-Nya dan ridha hamba kepada Allah. Pendapat tersebut sejalan dengan firman Allah yang berbunyi: “Allah ridha
51
terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya” (Q.S. 98:8). Ridha Allah kepada hamba-Nya adalah berupa tambahan kenikmatan, pahala, dan ditinggikan derajat kemuliaannya. Sedangkan ridha seorang hamba kepada Allah mempunyai arti menerima dengan sepenuh hati aturan dan ketetapan Allah. Menerima aturan Allah ialah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi semua larangannya (Purnama 2011:16). Nilai Islami yang menyiratkan ridha dalam novel ini yaitu ada pada Imam Hashim yang menerima perkara dengan hati tenang. Meskipun masjid berada tepat di pinggir sungai Danube yang umumnya sering terlihat manusia berbaju minim bahkan mendekati telanjang, tapi di balik semua itu, suara azan yang sayup dan samar mampu menggetarkan hati dan perasaan manusia ini bahkan karenanya tidak sedikit yang telah masuk Islam. Terlihat pada kutipan (30), (31), dan (32) berikut. (30) “Itulah…itu penerimaan orang luar seperti anda yang melihat ke dalam. Namun untuk saya, orang dalam yang melihat keluar. Masjid yang berada di dekat Danube justru merupakan berkah.” (hlm 116 paragraf ke-5, 99CLE). (31) “Inilah berkah itu,” Imam Hashim mengeluarkan catatan dari balik lemari tadi. (hlm 117 paragraf ke-2, 99CLE). (32) “Seperti itulah kira-kira. Mungkin saja mereka penasaran dengan masjid yang sering mengumandangkan suara azan. Penasaran apa sih masjid itu. Apa sih isinya…” (hlm 117 paragraf ke-7, 99CLE). Nilai ridha lainnya juga terlihat pada kutipan (33) berikut. (33) Tangisku terhenti. Aku sudah menemukan titik nol itu. Di sini. Di padang Arafah ini. Dalam seluruh jiwa ragaku. Aku tak ingin menangis lagi. Karena aku yakin, Allah telah menyempurnakan Islam. Allah telah meridhai Islam sebagai agama yang membawa keselamatan bagi seluruh umat manusia, sampai akhir zaman. Aku percaya, suatu
52
hari nanti cahaya Islam akan kembali bersinar di muka bumi ini. (hlm 391 paragraf ke-5, 99CLE).
4.1.1.7 Tawadhu Supiana (2004:231) menyatakan “tawadu adalah merendahkan diri dan berlaku hormat kepada siapa saja”. Sikap tawadu juga dapat diartikan sebagai sikap selalu merendahkan diri, baik kepada manusia maupun kepada Allah. Tawadu adalah kerelaan manusia terhadap kedudukan yang lebih rendah, atau rendah hati terhadap orang yang beriman, atau mau menerima kebenaran, apapun bentuknya dan dari siapapun asalnya” (Hidayat, dkk., 2009:80). Orang yang tawadu akan dapat mendekatkan dirinya kepada Allah, sehingga akan menjadi orang yang takwa. Sikap tawadhu terlihat pada Hanum yang ingin belajar dari Marion karena merasa pengetahuan tentang sejarah Islam di Eropa masih sangat kurang dibanding Marion yang seorang mualaf. Terlihat pada kutipan (34) berikut. (34) “Aku ingin mengeksplorasi tempat bersejarah yang ada kaitannya dengan keahlianmu, Marion. Aku sadar pengetahuan sejarahku tentang Islam di negara ini masih sangat kurang dibandingkan dengan pengetahuanmu.” (hlm 140 paragraf ke-3, 99CLE).
4.1.1.8 Bersyukur Bersyukur adalah memberikan pujian kepada Allah swt dengan cara taat kepada-Nya, tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya serta bersikap amar makruf dan nahi mungkar. Karena Allah memberikan segala bentuk kenikmatan kepada kita (Hidayat dkk, 2009:23). Selanjutnya menurut Abdullah (2007:208) “syukur tidak hanya melalui ucapan hamdalah ketika mendapatkan nikmat dari-
53
Nya. Tetapi lebih dari itu, harus diwajibkan dengan tindakan nyata dan kepatuhan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya”. Sesungguhnya di dalam Al-Qur’an, Allah telah memberikan pelajaran bagi orang-orang yang tidak mensyukuri nikmatnya. Seperti dalam firman-Nya berikut: “Dan (ingatlah juga, tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku akan pedih” (Q.S. Ibrahim, 14:7). Nilai bersyukur terlihat pada Hanum yang merasa dimudahkan semua urusannya ketika ia berkeinginan untuk ditemani jalan-jalan mengenal sisi Islam Eropa disanggupi oleh Marion. Terlihat pada kutipan (35) berikut. (35) Aku bersyukur dengan semua kebetulan yang dimudahkan ini. Tibatiba aku teringat kembali kepada Fatma. Tentang cita-cita kami berdua di depan hiasan magnet di dinding dapurnya. Cita-cita menjelajah Eropa bersama. (hlm 123 paragraf ke-1, 99CLE). Sikap bersyukur lainnya yang ada pada Hanum yaitu merasa senang saat tak melihat para turis berpakaian minim di sekitar masjid. Terlihat pada kutipan (36) berikut. (36) Le Grande Mosquee de Paris atau Masjid Besar Paris hari itu begitu ramai. Tak hanya Jemaah shalat yang berdatangan. Sejumlah turis kulihat berlalu lalang sambil menjepret sana-sini dalam kompleks masjid. Ada hal yang sangat kuhargai. Aku bersyukur karena meski hawa hari itu terik, tak kulihat para turis perempuan berbaju minim atau seksi. (hlm 190 paragraf ke-2, 99CLE). Hanum yang merasa sangat spesial setelah dijamu oleh Marion mulai dari berbagi pengetahuan di museum hingga mentraktirnya makan. Hal ini membuatnya sangat bersyukur. Terlihat pada kutipan (37) berikut.
54
(37) Aku bersyukur karena Marion kali itu benar-benar menjamuku. Tak hanya dengan semua pengetahuan dan analisisnya selama berjalan-jalan, namun dengan kerelaannya membayari penuh semua santapanku di kafe. Aku begitu kikuk dengan traktirannya yang mendadak kali itu, karena aku tak tahu kapan aku bisa membalas “treat”-nya. Esok dia tak bisa mendampingi kami lagi. (hlm 195 paragraf ke-3, 99CLE). Nilai Islami yang menyiratkan rasa syukur terdapat juga pada kutipan (38) saat Hanum bersyukur karena dilahirkan sebagai orang Indonesia yang tak memiliki trauma sejarah dengan hegemoni agama. (38) Aku tiba-tiba bergidik membayangkan pemaksaan pada masa lalu itu. Rasa syukur kembali semerbak dalam hati, bahwa aku dilahirkan pada zaman yang menyambut kebebasan berkeyakinan. Rasa syukur yang lebih dalam lagi karena dilahirkan sebagai orang Indonesia yang tak memiliki trauma sejarah dengan hegemoni agama, dan berharap tidak akan pernah ada sampai kapan pun. (hlm 303 paragraf ke-2, 99CLE). Rasa syukur yang lain pada Hanum saat ia memutuskan untuk berhijab ada pada kutipan (39) berikut. (39) “Alhamdulillah, aku memutuskan memakai jilbab baru-baru ini. Kau tak ingat dengan kerudung ini?” (hlm 346 paragraf ke-3, 99CLE). Nilai bersyukur juga tampak pada Fatma pada kutipan (40) berikut. (40) “Demikianlah. Kau benar Rangga, manusia dan peradaban berubah dengan mudah. Apa pun itu, aku mensyukuri apa yang telah menjadi sejarah bangsaku ini.” (hlm 359 paragraf ke-2, 99CLE) Nilai Islami lainnya yang menyiratkan rasa syukur juga terlihat pada Hanum yang bersyukur merasakan mukjizat kecil yang memudahkan segala urusannya ke tanah suci Mekkah. Seperti pada kutipan (41) berikut.
55
(41) Aku bersyukur merasakan mukjizat kecil itu. Aku termasuk salah stau calon Jemaah yang mendaftar pada saat-saat akhir. Ada suatu kekuatan yang memudahkanku, membukakan jalan, dan menyelesaikan semua masalah yang menghadang satu per satu.
4.1.2 Hubungan Manusia sesama Manusia (Habluminannas) 4.1.2.1 Cinta atau Kasih Sayang Cinta dan kasih sayang adalah perasaan yang tumbuh dari dalam hati untuk mencintai dan menyayangi seseorang kepada orang lain. “Pada dasarnya sifat kasih sayang (Ar-Rahman) adalah firman yang dianugerahkan Allah kepada makhluk-Nya” (Abdullah, 2007:43). Dalam Q.S Maryam (19) ayat 96 Allah berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang”. Nilai Islami yang menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang dalam setiap perbuatan maupun perkataan dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa diantaranya adalah pada kutipan (42), (43), dan (44) berikut. (42) Aura kekeluargaan tiba-tiba kurasakan di sana. Keempat perempuan muda itu seperti menjalin hubungan kakak-beradik yang erat. Buktinya duplikat kunci rumah Fatma dititipkan kepada ketiga kawannya. Saat kami datang, ketiga perempuan itu sudah berada dalam rumah Fatma. (hlm 87 paragraf ke-4, 99CLE). (43) Kilatan sinar dari kameraku langsung membuncah berkali-kali mengabadikan panorama senja itu. Ayse yang terus berada dalam pelukanku sesekali kubiarkan mencoba memencet-mencet tombol capture. (hlm 30 paragraf ke-3, 99CLE). (44) “Lebih baik kita langsung ke dalam bangunan saja, Fatma. Lihat Ayse, sepertinya dia tak kuat menahan hawa sedingin ini,” kataku tak tega melihat hidung Ayse mulai basah karena ingus. (hlm 33 paragraf 4, 99CLE).
56
Sikap kasih sayang terlihat dari Marion kepada Hanum yang baru dikenalnya, meski belum pernah bertemu tetapi rasa sayang sebagai sesama muslim itu kemudian muncul hingga dia tidak segan memanggil Hanum dengan sebutan “Sister”. Hal ini terlihat pada kutipan (45) berikut. (45) “Jangan khawatir Sister, aku akan memandumu. Bandara Charles de Gaulle terletak 25 km dari pusat kota Paris. Suamimu ikut juga, kan? Kalian bisa naik kereta dari bandara ini dan nanti aku akan menjemput kalian di stasiun pusat kota, sampai nanti.” (hlm 128 paragraf ke-3, 99CLE). Nilai Islami yang menyiratkan kasih sayang juga terlihat pada Fatma yang sangat merindukan Hanum dan memeluk Hanum dengan Erat saat tau Hanum telah memakai hijab. Terlihat pada kutipan (46) berikut. (46) Fatma menatapku lekat-lekat. Dia bahkan lupa menjawab salamku. Iris matanya semakin melebar. Lalu semua itu diakhiri dekapannya yang erat untukku. “Hanum, Ya Allah! Aku merindukanmu, sekarang kau telah mengenakan kerudung!” (hlm 346 paragraf ke-2).
4.1.2.2 Tanggung Jawab Suharso (2005:527) menyatakan bahwa “tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya)”. Rasa tanggung jawab bersumber dari diri sendiri. Tanggung jawab mengajarkan untuk menerima resiko atas apa yang telah terjadi tanpa menyesalinya apalagi menyalahkan orang lain. Seperti yang sudah dijelaskan Allah di dalam Al-Qur’an yang artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuatu dengan kesanggupannya. Ia mendapat
57
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya” (Q.S. Al-Baqarah, 2:286) Sikap tanggung jawab dapat dilihat pada tingkah laku dan loyalitas seseorang. Hal ini tidaklah mudah ditemukan dalam pribadi seseorang. Terkadang kita menginginkan agar orang lain selain dapat memahami juga dapat mempercayai kita. Untuk itu, bila kita diberi kepercayaan mengemban sesuatu hal yang diberikan dan dianggap mampu mengerjakannya hendaknya dilakukan secara baik dengan penuh tanggung jawab. Nilai tanggung jawab ada pada Latife yang memberitahukan pelanggannya apabila barang dagangannya ada yang kedaluwarsa dan tidak layak dikonsumsi. Dan menggantikan pelanggannya dengan barang yang lebih baik. Hal ini terlihat pada kutipan (47) berikut. (47) “Selain menebar senyum ikhlasnya, latife juga tidak pernah berbohong pada pelanggannya. Jika ada barang yang tidak segar atau hampir melewati tanggal kedaluwarsa, dia tidak segan-segan mengatakannya pada pelanggan,” kata Oznur membuka satu lagi rahasia keberhasilan Latife padaku. (hlm 92 paragraf ke-2, 99CLE). Nilai tanggung jawab lainnya juga terlihat pada kutipan (48) yaitu Pak tua alias Hassan yang memberitahu Hanum dan Rangga untuk tidak makan babi, dan menggantikan minuman herbal kepada mereka yang Muslim. Hassan juga mencuci gelas dan menutup kaca kedainya agar Hanum dan Rangga tidak khawatir akan barangnya yang bersentuhan dengan babi. (48) “This is haram, yes? Don’t worry, I will not serve you with this. This is for them, not for us” ujar Pak Tua menunjuk daging babi di depannya. Aku tahu kata “them” mengacu pada orang lain yang tak pantang makan babi. Pak Tua mempersilahkan kami duduk sambil menyuguhkan sebuah kopi. Dia mengatakan bahwa cangkir itu telah dicuci terpisah dari barang dan benda yang berbau babi. Kemudian Pak
58
Tua menutup rapat geretan dari kaca panjang yang memamerkan gantungan daging babi, agar aku dan Rangga tak terlalu khawatir dengan semua tetek bengek di dapurmya yang bisa saja bercampur minyak atau babi. (hlm 249 paragraf ke-2, 99CLE).
4.1.2.3 Maaf-memaafkan “Maaf-memaafkan adalah sikap saling memberi maaf” (Daryanto, 2005:377). Firman Allah: “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan” (Q.S. Asy-Syura, 42:43). Manusia adalah makhluk yang paling banyak berbuat kesalahan, tidak ada satu manusia pun yang paling banyak berbuat kesalahan. Maka dari itu, maaf-memaafkan dibutuhkan agar tidak ada permusuhan kepada orang lain. Maaf berarti mengampuni kesalahan orang lain yang melakukan kesalahan kepada kita tanpa ada rasa benci dan dendam kepadanya atau sakit hati atas perbuatan salahnya, dan tidak ada keinginan untuk membalasanya. Manusia mempunyai sifat salah dan siapapun tidak pernah terhindar dari perbuatan salah. Sikap meminta maaf terlihat pada kutipan (49) dan (50) yaitu penjaga museum yang mematikan lampu museum saat Hanum dan Fatma ada di dalamnya. Serta saat penjaga meminta maaf karena menyuruh Hanum dan Fatma keluar karena museum akan tutup. (49) “Maafkan kami, tadi lampu kami matikan. Kami kira ruangan ini kosong. Kami mohon maaf sebesar-besarnya. Oh ya, 20 menit lagi museum akan tutup.” (hlm 77 paragraf ke-2, 99CLE). (50) “Maaf, kami tutup. Kami akan mematikan lampunya segera.” (hlm 83 paragraf ke-3, 99CLE).
59
Sikap meminta maaf juga terlihat pada Hanum yang mengira melontarkan pertanyaan menyinggung urusan pribadi Hanum. Terlihat pada kutipan (51) berikut. (51) “Lupakan saja pertanyaanku tadi, maaf jika pertanyaanku menyinggung urusan pribadimu.” (hlm 77 paragraf ke-7, 99CLE).
Nilai Islami lainnya yang menyiratkan meminta maaf juga ada pada kutipan (52) berikut. (52) Semoga engkau dan suamimu baik-baik saja di Wina. Aku minta maaf karena baru kali ini bisa membalas e-mailmu. (hlm 319 paragraf ke-2, 99CLE).
4.1.2.4 Menepati Janji Menepati janji adalah perbuatan terpuji berkenaan dengan janjinya yang telah diucapkan atau diikrarkan kepada pihak lain. (Effendi, 1992:84). Janji secara garis besar terbagi dua, yakni janji manusia kepada Allah dan janji manusia kepada sesama manusia. Janji manusia kepada Allah berupa kesaksiannya terhadap Allah Yang Maha Esa, yang diikrarkan saat ditiupkan ruh terhadap jasadnya, ketika manusia masih berada dalam kandungan ibunya. Adapun janji antara sesama manusia ada kalanya dilakukan dengan lisan dan tulisan. Keduanya wajib ditepati sesuai dengan perjanjian tersebut. Allah berfirman: “...dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggung-jawabnya” (Q.S. Al-Isra’, 17:34). Janji adalah hutang yang harus dibayar. Nilai menepati janji terlihat pada kutipan (53) yaitu Marion yang menepati janjinya menunggu di
60
lobi hotel untuk menjemput Hanum tepat pada pukul 09.00 sesuai yang diucapkannya tempo hari. (53) Marion menepati janjinya. Tepat pukul 09.00 pagi dia sudah menunggu di lobi hotel. Rangga sudah terlebih dahulu meninggalkan hotel menuju tempat konferensi setengah jam sebelumnya. (hlm 109 paragraf ke-1, 99CLE).
4.1.2.5 Sabar Sabar secara bahasa adalah menahan atau tabah. Perkataan sabar berasal dari bahasa Arab yaitu shabr. Kata sabar sudah lama masuk kedalam bahasa Indonesia yang artinya tabah, tangguh, dalam menghadapi segala sesuatu. Sabar ialah usaha menahan diri dari perbuatan tercela sesuai dengan tuntutan Islam baik dikala ia berhasil atau ketika ia kandas dalam mencapai tujuannya. Sikap sabar adalah milik bagi setiap manusia yang ingin hidup tentram dan bahagia, karena sifat tersebut bisa menenangkan jiwa seseorang yang sedang dalam keadaan takut. Nilai Islami yang menunjukkan rasa sabar dalam novel ini yaitu pada Fatma yang menahan amarah saat ada turis yang menjelek-jelekkan Islam. Fatma justru malah membayar semua makanan yang turis itu pesan secara diam-diam. Fatma menutupi cara berpikir untuk membalas dendam dengan cara luar biasa elok, elegan dan jauh lebih berwibawa daripada sekedar membalas perkataan atau sikap antipati. Hal ini terlihat pada kutipan (54), (55) dan (56) berikut. (54) “Bagaimana kau tak marah sedikit pun, Fatma?”, tanyaku. “Tentu saja aku tersinggung, Hanum. Dulu aku juga jadi emosi jika mendengar hal yang tak cocok di negeri ini. Apalagi masalah etnis dan agama. Tapi seperti kau dan dinginnya hawa di Eropa ini, suhu tubuhmu akan menyesuaikan. Kau perlu penyesuaian, Hanum. Hanya satu yang harus kita ingat. Misi kita adalah menjadi agen Islam yang damai, teduh, indah, yang membawa keberkahan di komunitas
61
nonmuslim. Dan itu tidak akan pernah mudah.” (hlm 47 paragraf ke-2, 99CLE). (55) “Suatu saat kau akan banyak belajar bagaimana bersikap di negeri tempat kau harus menjadi minoritas. Tapi menurut pengalamanku selama ini, aku tak harus mengumbar nafsu dan emosiku jika ada hal yang tak berkenan di hatiku.” (hlm 47 paragraf 5, 99CLE). (56) Hari itu Fatma, orang yang biasa yang baru kukenal 2 minggu lalu di kelas bahasa Jerman, memberiku pelajaran luar biasa. Aku tak perlu mendengarkan para ustaz atau ulama di TV yang mengajarkan arti kesabaran dan menahan emosi. Aku juga tak perlu mendengarkan khotbah para motivator hidup dan kesuksesan yang semakin menjamur di layar kaca. Aku juga tak perlu membaca kutipan kata-kata wisdom of life dari para tweep dan facebooker. Hari itu Fatma memberiku pesan yang sangat jelas, konkret tentang cara menahan diri yang belum tentu bisa dilakukan sembarang orang. (hlm 46 paragraf 5, 99CLE). Nilai kesabaran juga ada pada kutipan (57) saat Marion yang mencoba menyuruh Hanum untuk menahan diri karena telah kelelahan berjalan jauh untuk sekedar mencari tempat shalat dan tempat makan. (57) “Sabar sister, sedikit lagi! Kau lihat tulisan Metro Concorde itu? Kita naik jalur kuning,” kata Marion sambil bertepuk tangan seperti tengah menjadi supporter lomba olahraga. (hlm 185 paragraf ke-2, 99CLE). Rangga yang menahan diri untuk tidak terpancing Emosi saat melihat sebuah kertas yang ditempel oleh Maarja di badan microwave dan kulkas kantor. Sebuah peringatan yang ditujukan padanya dan Khan untuk tidak menaruh kari dan gulai disana. Sedangkan Maarja sendiri bebas menaruh alcohol dan makanan yang bercampur babi disana. Sikap mengalah pada Rangga menyiratkan nilai Islami yakni tentang Kesabaran, terlihat pada kutipan (58) dan (59) berikut. (58) Rangga memutuskan mengalah. Dia membuang jauh-jauh setan yang siap bertepuk tangan menonton pertandingan Rangga-Khan
62
lawan Maarja dan teman-teman Eropanya. Pertandingan yang akan memperkeruhkan suasana. Kami tak lagi menggunakan microwave untuk menghangatkan bekal. (hlm 207 paragraf ke-4, 99CLE). (59) Bisa jadi sudah menjadi hak Rangga dan Khan untuk melakukan perlawanan. Tapi sebagai muslim, aku selalu ingat kata-kata Fatma: “mengalah itu tidak kalah, melainkan menang secara hakiki”. Itulah yang kemudian membuatku dan Rangga bersemangat mengurungkan niat yang bisa memperkeruhkan situasi. (hlm 208 paragraf ke-4, 99CLE). Sikap sabar juga terlihat pada Rangga yang menahan amarah saat dia tidak diperbolehkan untuk melaksanakan Shalat Zuhur di ruangannya sendiri. Terlihat pada kutipan (60) berikut. (60) Sebenarnya aliran darah langsung naik ke ubun-ubun Rangga. Toh dia Shalat Zuhur di ruang pribadi, bukan di tengah aula atau gerbang kampus. Tapi Rangga berusaha sabar dan hanya menganggukkan kepala. Mengalah untuk berjalan ke gedung lain agar bisa Shalat Zuhur di dalam ruang yang penuh dengan gambar salib, patung Buddha, dan kitab berbagai agama. (hlm 209 paragraf ke-1, 99CLE). Nilai sabar juga terlihat pada kutipan (61) saat Hanum mengalah dan menerima kenyataan bahwa ia tidak diperbolehkan shalat di Masjid Agung Eropa. (61) Ada pergulatan hebat dalam diri. Antara ingin bershalat di Masjid Agung ini dengan konsekuensi yang akan kuhadapi setelah itu. Namun, hati nuraniku membisikkan sesuatu. ‘Untuk apa memaksakan sesuatu yang lebih besar mudharatnya daripada manfaatnya?’. Aku berusaha mengalah dan menerima kenyataan sejarah ini. Dan aku yakin, sikap mengalahku ini akan lebih baik di mata Allah dibanding pemaksaan kehendakku untuk “sekedar” shalat dua rakaat, namun mengakibatkan ketegangan. (hlm 264 paragraf ke-3, 99CLE).
4.1.2.6 Rajin Rajin adalah suka bekerja, bersungguh-sungguh dan selalu berusaha. Allah berfirman yang artinya: “…sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu
63
kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (Q.S. Ar-Ra’du, 13:11). Sifat rajin amat sangat dibutuhkan seseorang dalam meraih kesuksesan hidup karena mereka tidak akan menghabiskan waktunya hanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Nilai Rajin terlihat pada Hassan yang telah membuka kedainya pagi-pagi sekali sedangkan kedai yang lain belum ada yang buka. Terlihat pada kutipan (62) berikut. (62) Di atas kaca tampak bagian-bagian lain daging, mulai kulit, kepala, hingga jeroannya. Rangga dan aku langsung mengenali daging apa itu. Apa lagi jika bukan babi. Apa pun itu, kedai ini satu-satunya kedai yang paling rajin menyambut matahari pagi, beda dengan jejeran kedai lain yang masih terbenam dalam kemalasan. (hlm 247 paragraf ke-2, 99CLE). Sikap Rajin yang lain juga terlihat pada kutipan (63) berikut. (63) “Kalian tahu…yah, kalian pasti menganggapku gila. Ketika Baran masih di dalam kandungan, setiap hari aku rajin membacakannya email-e-mail kalian. Aku ceritakan padanya betapa ibunya ingin sekali mengunjungi tempat-tempat Islam yang pernah menjadi bagian penting di benua tempat tinggal kami ini,” ungkap Fatma. (hlm 367 paragraf 3, 99CLE).
4.1.2.7 Teliti Teliti merupakan salah satu bentuk nilai islam dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Effendi (1996:73) “teliti adalah mengerjakan sesuatu pekerjaan yang dilakukan secara cermat, tidak tergesa-gesa atau ceroboh, sebab dengan tergesa-gesa akan menimbulkan kesalahan”. Manusia memang bertabiat tergesa-gesa, namun tabiat ini dapat ditekan sedemikian rupa, agar senantiasa teliti dalam berbuat dan bertindak. Seperti firman Allah yang artinya: “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-
64
tanda (azab)ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera” (Q.S. Al-Anbiya’, 21:31). Sikap teliti yang ditunjukkan Fatma yaitu saat ia memperagakan cara cepat menaikkan suhu tubuh manusia dalam gereja. Tampak dalam kutipan (64) berikut. (64) “Aku tahu cara menghangatkan badan yang paling efektif dalam gereja,” sekali lagi Fatma seperti bisa membaca kegelisahanku. Gelisah karena tanganku bagai batu. Lalu dengan sigap dan hati-hati dia memperagakan cara cepat menaikkan suhu tubuh manusia dalam gereja. Mengayun-ayunkan jari jermarinya mengawang di atas lilinlilin yang menerangi remang Saint Joseph, kemudia dengan cepat menariknya kembali. Fatma yang meskipun muslimah sejati dan tak bersekolah tinggi, tetapi mempunyai kecermatan tinggi dan banyak mengetahui model dan tipe gereja di Eropa. Termasuk mengapa gereja dibangun dengan gaya khusus. Sikapnya ini menyiratkan nilai Teliti yang tampak pada kutipan (65), (66) dan (67) berikut. (65) “Kalau kau lihat, gereja-gereja di Eropa dibangun ratusan tahun lalu. Dan bisa kau lihat semuanya sangat indah karena detail yang rumit di setiap reliefnya. Bahkan mereka membangun gereja dengan menara setinggi mungkin, padahal gereja sudah dibangun di dataran yang sangat tinggi. Tentu hal seperti ini tidak mudah dilakukan pada zaman dulu” (hlm 37 paragraf ke-3, 99CLE). (66) “Kalau yang memakai menara tinggi disebut gereja bergaya gothic. Semakin tinggi menara dibangun, jemaat yang berdoa dalam gereja akan merasa semakin dekat dengan Tuhan. Karena Tuhan diasumsikan berada di atas langit.” (hlm 38 paragraf ke-1, 99CLE). (67) “Kalau gereja yang atapnya berbentuk kubah seperti masjid, disebut bergaya baroque. Nah, biasanya dalam gereja baroque, lukisanlukisan gambaran malaikat dan mosaik bersepuh emas lebih dominan karena…” (hlm 38 paragraf ke-2,99CLE).
65
Sikap teliti juga tampak pada Hanum yang mencermati beberapa piring hadiah untuk seseorang dari Khusaran Iran tahun 1100 untuk sekedar tahu apa yang terjadi pada masa itu. Hanum juga mencermati piring-piring lainnya yang ada tulisan kufic Arab timbul berwarna biru. Hal ini terlihat pada kutipan (68) dan (69) berikut. (68) Kucermati keterangan piring itu. Hadiah untuk seseorang dari Khurasan Iran tahun 1100. Sayangnya keseimbangan itu terbukti pernah runtuh. Sekitar 500 tahun kemudian Galileo Galilei, seorang katolik taat, justru dihukum mati oleh hegemoni gereja saat itu, padahal dia begitu mencintai Tuhannya. (hlm 156 paragraf ke-2, 99CLE). (69) Aku mencermati piring bertuliskan Arab timbul biru itu. Hanya huruf hijaiyah Lam-Alif sambung yang bisa kucerna berbunyi “laa” yang berarti “janganlah”. Sisanya terlalu rumit. (hlm 157 paragraf ke3, 99CLE). Nilai teliti juga terlihat pada Marion yang mencoba menjawab pertanyaan Hanum tentang arti kufic yang ada di piring setelah ia melihatnya dengan teliti. Terlihat pada kutipan (70) berikut. (70) Setelah melihatnya dengan teliti akhirnya Marion tau arti kufic yang kutanyakan padanya, “Arti Kufic ini kurang lebih ‘ilmu pengetahuan itu pahit pada awalnya, tetapi manis melebihi madu pada akhirnya’. kalau ini artinya ‘Janganlah menelantarkan harapan. Perjuangan masih panjang’.” kata Marion melanjutkan. (hlm 155 paragraf ke-4, 99CLE). Nilai teliti yang lain juga terlihat pada Marion yang menyuruh Hanum untuk memperhatikan Hijab Bunda Maria seorang ibu dari Yesus Tuhan agama Kristen yang terdapat tulisan Arab yang sangat identik dengan kepercayaan orang
66
muslim yakni kalimat “Laa Ilaa ha Illallah” yang artinya tiada Tuhan selain Allah. Tampak pada kutipan (71), (72), (73), (74), (75), (76), dan (77) berikut. (71) “Kau perhatikan hijab yang dipakai Bunda Maria, Hanum,” Marion memberiku petunjuk. (hlm 164 paragraf ke-1, 99CLE). (72) Aku tersadar. Sehelai kain hitam putih tersampir di kepala Bunda Maria. Tapi apa yang aneh dari Bunda Maria yang berjilbab? Bukankah sebagian besar penggambaran Bunda Maria selalu merekam beliau dalam keadaan memakai hijab? Aku kembali memperhatikan hijab yang dipakai Bunda Maria dengan cermat. “Hey, sepertinya ada inskripsi Arab juga di kain hijab Bunda Maria ini. Kufic lagi!” pekikku. (hlm 164 paragraf ke-3, 99CLE). (73) “Aku sendiri berkali-kali mencoba mencari tahu Kufic yang satu ini. Sepertinya sang pelukis cuma asal coret. Tapi saat kau cermati lagi, ada kata yang sangat identik, bahkan terlalu identik dengan kepercayaan kita.” (hlm 165 paragraf ke-3, 99CLE). (74) Aku mengucek-ngucek mata. Cahaya redup yang menyinari lukisan membuat bayang-bayang kepalaku menggelapkan sebagian lukisan. Kumiringkan kepalaku ke kanan dan ke kiri, mengecek penjelasan Marion tentang inskripsi Arab di tepi kerudung Maria. Kuteliti lagi setiap jengkal kerudung yang mengitari wajah Maria. Dari bawah ke tengah, ke kanan, dan ke kiri, lalu ke atas. Bayi Yesus digambar itu tampak meremas bagian bawah kerudung Maria. (hlm 165 paragraf ke-4, 99CLE). (75) Coretan-coretan di kerudung itu memang tidak jelas, tapi aku yakin jika diperhatikan benar-benar, goresan itu berbentuk tulisan Arab. Aku benar-benar menyerah. Marion tersenyum penuh misteri kepadaku. “kau boleh percaya boleh tidak, Insya Allah aku benar. Itu adalah tulisan ‘Laa Ilaa ha Illallah’,” ucap Marion mengangguk mantap. (hlm 165 paragraf ke-5, 99CLE). (76) “Menilik latar belakang para pelukis yang sebagian besar nonmuslim, tidak mungkin mereka membuat pesan rahasia di lukisan Bunda Maria. Kecuali satu hal”. Marion berhenti sejenak. Dia
67
mencoba menemukan analisis yang paling masuk akal. (hlm 169 paragraf ke-1, 99CLE). (77) “Marion, koreksi aku jika aku salah. Jadi para pelukis yang melukis Bunda Maria itu menggunakan lafal Al-Qur’ani dalam coretannya tanpa tahu artinya? Itulah mengapa tulisan ‘Laa Illaaha Illallah’ dalam lukisan itu terlihat tidak sempurna?” kataku terbata-bata mencoba menganalisis kembali. (hlm 171 paragraf ke-4, 99CLE).
4.1.2.8. Ikhlas Menurut Effendi (1996:75) “ikhlas adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan gerak hati seseorang dalam memurnikan dan mensucikan niat melaksanakan suatu pekerjaan hanya karena Allah semata”. Semua pekerjaan yang tidak didasari dengan niat ikhlas, akan sia-sia dan tidak ada artinya di hadapan Allah. Niat yang ikhlas merupakan salah satu syarat mutlak diterimanya amal ibadah kita. Seperti firman Allah yang artinya: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersatukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya” (Q.S. Al-Kahfi, 18:110). Nilai Ikhlas dalam novel ini ada pada Natalie Deewan seorang agen muslim sejati. Dia mempromosikan ajaran Islam tentang ikhlas bukan hanya dengan ucapan yang hanya berhenti di mulut. Dia menggelarnya menjadi sebuah kedai makanan sumber kerelaan antara penjual dan pembeli. Dengan slogan yang besar tepat di depan tokonya, “Makan sepuasnya, bayar seikhlasnya”. Hal ini tergambarkan pada kutipan (78) dan (79) berikut. (78) Begitu kembali dari meja buffet, Rangga langsung menembak Selim dengan pertanyaan yang dari tadi terus berputar di otaknya: konsep dan strategis bisnis makanan macam apa yang diterapkan restoran ini. “Konsep ikhlas memberi dan menerima. Take and Give.
68
Natalie Deewan percaya bahwa sisi terindah dari manusia yang sesungguhnya adalah kedermawanan,” Jawab Selim. (hlm 58 paragraf ke-5, 99CLE). (79) Rangga menyodorkan 30 Euro kepada seorang pria di meja kasir. Sang kasir terbelalak, agaknya fair fare di restoran itu hanyalah 3 hingga 8 Euro per orang. Suamiku berkata, “Makanannya enak. Memuaskan. Dan itu belum sepadan dengan keikhlasan yang kau contohkan.” (hlm 60 paragraf ke-4, 99CLE).
4.1.2.9 Tolong-Menolong Dalam bahasa Arab, tolong menolong disebut dengan ta’awum yang berarti kesediaan dengan senang hati untuk saling menolong sesamanya (Hidayat dkk., 2009:86). Tolong menolong memang telah menjadi suatu bagian yang tidak dapat di hilangkan dari ajaran islam. Islam mewajibkan umatnya untuk saling menolong satu dengan yang lain. Segala bentuk perbedaan yang mewarnai kehidupan manusia agar saling membantu satu sama lain sesuai dengan ketetapan Islam. Dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya: “Dan tolongmenolong engkau sesama atas kebaikan dan ketakwaan” (Q.S. Al-Maidah:2). Sikap tolong menolong pada fatma yang membantu mengambil gambar di setiap sudut gereja lewat kamera yang dititipkan oleh Hanum. Meskipun di dalam gereja tetapi niat mereka hanyalah untuk mencari perlindungan diri dari serangan hawa dingin. Terlihat pada kutipan (80) berikut. (80) Kulihat Fatma yang masih menggendong Ayse sambil sesekali mengusap hidung Ayse yang dialiri ingus. Dia begitu antusias mengambil gambar di setiap sudut gereja lewat kamera yang kutitipkan padanya. Sebuah perasaan yang tak bisa kugambarkan seketika menghinggapi diriku. Tentang Fatma dan seluruh sikapnya yang
69
membantah kekhawatiranku terhadap prinsipnya tentang Islam. (hlm 36 paragraf ke-1, 99CLE). Nilai tolong menolong juga terlihat pada kutipan (81) saat Fatma meminta tolong ketiga temannya untuk menjaga Ayse dirumah saat Fatma menghadiri kelas Jerman. (81) “Bagaimana Ayse? Dia tak rewel, kan?” Tanya Fatma kepada ketiga koleganya. Hari itu sepertinya Fatma menitipkan Ayse kepada kawan-kawannya, sementara dirinya menghadiri kelas Jerman bersamaku. “Jangan khawatir Fatma, dia sedang tertidur pulas di kamar. Tadi hanya rewel sebentar. Nafsu makannya tak ada hari ini,” jawab Latife. (hlm 87 paragraf ke-2, 99CLE). Sikap saling tolong-menolong juga ada pada Latife yang membantu mengajari Oznur, Ezra dan Fatma berbahasa Jerman. Sedangkan Oznur, Latife dan Fatma bergantian mengajarkan Ezra membaca Al-Quran karena Ezra adalah seorang mualaf yang baru belajar membaca Al-Quran. Hal ini tampak pada kutipan (82) dan (83) berikut. (82) “Kebetulan aku, Latife, dan Fatma sama-sama datang dari Istanbul. Lalu karena aku dan Fatma kurang bisa berbahasa Jerman, kami meminta Latife mengajari kami.” (hlm 91 paragraf ke-1, 99CLE). (83) “Kita di sini juga belajar membaca Al-Qur’an. Aku juga baru belajar. Mereka ini bergantian menjadi guruku,” terang Ezra menunjuk Latife, Oznur, dan Fatma sebagai mentornya. (hlm 89 paragraf ke-3, 99CLE). Nilai tolong menolong pada kutipan (84) terlihat pada Marion yang membantu mengambilkan foto Rangga dan Hanum di depan patung Saint Michel. (84) “Hm.. sebentar, Marion. Sebelum kita pergi, bisakah kau ambilkan foto kami di depan patung Saint Michel ini?” kata Rangga sambil mengangkat kamera dari kalung di lehernya. “Tentu saja,” jawab Marion. (hlm 132 paragraf ke-4, 99CLE).
70
Marion menolong Hanum dengan menarik tangan Hanum untuk menghindari para Judi Jalanan yang sedang dikejar polisi. Nilai tolong-menolong ini tampak pada kutipan 85) berikut. (85) “Minggir, Hanum. Awas! Pasti mereka sedang dikejar polisi keamanan!” seru Marion sambil menggamit tanganku memberi jalan bagi keempat orang yang berlari tergopoh-gopoh. Agaknya kejadian seperti ini sudah biasa terjadi. (hlm 196 paragraf ke-2, 99CLE).
4.2 Pembahasan Hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai nilai-nilai islami dalam Novel 99 Cahaya di Langit Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra yaitu ditemukan tujuh belas bentuk nilai-nilai islami diantaranya delapan bentuk nilai islami hubungan Manusia dengan Tuhan (Hablumminallah), dan sembilan bentuk nilai islami Hubungan manusia sesamama manusia (Hablumminannas). Bentuk nilai islami hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (Hablumminallah) yaitu: keimanan, ketaatan, qana’ah, tawakal, ridha, tawadhu, tobat, dan bersyukur. Bentuk nilai islami hubungan manusia sesama manusia (Hablumminannas) yaitu: cinta/kasih sayang, tanggung jawab, maaf-memaafkan, sabar, rajin, teliti, ikhlas, menepati janji dan tolong-menolong. Sedangkan satu nilai islami yang tidak ditemukan dalam novel ini yaitu nilai zuhud.
71
4.2.1 Hubungan Manusia dengan Tuhan (Hablumminallah) 4.2.1.1 Keimanan Nilai islami keimanan merupakan keyakinan penuh yang diberikan oleh hati diucapkan oleh lidah dan diwujudkan dalam amal perbuatan. Umat Islam mempercayai bahwa Allah adalah Tuhan mereka dan meyakini keberadaan-Nya. Meskipun Allah itu gaib serta tidak bisa diidentifikasi oleh panca indera akan esensinya, bahkan oleh akal sekalipun, namun bagi orang yang memiliki keimanan akan tetap meyakini bahwa Allah itu ada. Nilai keimanan yang terdapat dalam novel ini terlihat oleh Fatma yang terus menjalankan perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya di tengah penduduk nonmuslim Eropa yang sebagian besar umatnya adalah ateis. Fatma juga yakin jika Allah menyukai orang-orang yang bisa menebar kasih sayang dan kebaikan kepada siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Tidak pandang tua muda, ataupun miskin kayanya.
4.2.1.2 Ketaatan Nilai islami ketaatan merupakan sikap patuh kepada Tuhan. Taat dalam makna bahasa ialah patuh, setia dan tunduk. Sedangkan pengertian taat dalam makna istilah adalah sikap tunduk, patuh dan setia kepada Allah SWT, dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta rida menerima cobaan dan musibahnya. Ada kaitan antara keimanan dengan ketaatan. Orang yang selalu beriman akan selalu ingat dan taat dalam menjalankan perintah Allah. Hidupnya pun akan lebih teratur karena sesungguhnya ajaran-ajaran Allah yang
72
disampaikan oleh Rasul-Nya penuh dengan aturan-aturan dalam menjalani kehidupan. Nilai islami ketaatan dalam novel ini terlihat pada Fatma yang menjalankan ibadah puasa sunnah senin dan kamis. Fatma juga tetap memakai hijabnya meskipun dia selalu tertolak saat melamar pekerjaan di Eropa karena hijabnya yang tampak dalam pas foto curriculum vitae-nya. Dan Fatma pun selalu tetap melaksanakan shalat zuhur setiap istirahat kelas meskipun tempat shalatnya kurang representatif. Sikap taat lainnya juga terlihat pada Rangga yang berlari meninggalkan Hanum hanya untuk bisa mengejar shalat Jumat. Ia selalu menyempatkan diri untuk bisa melaksanakan shalat Jumat ditengah padatnya jadwal kampus yang bertepatan dengan Zuhur pada hari Jumat. Rangga yang sangat patuh pada larangan agama Islam untuk tidak makan babi atau bahkan sekedar menyentuhnya juga merupakan cerminan dari nilai islami ketaatan. Ketaatan lainnya juga terlihat saat Rangga menolak ajakan Stefan untuk makan siang karena Rangga sedang berpuasa, dan Rangga yang setia menjalankan puasa Ramadhan hanya untuk-Nya.
4.2.1.3 Qana’ah Nilai islami Qona’ah merupakan sikap menerima apa adanya yang telah diberikan oleh Allah kepadaya. Kaya, miskin, sehat, sakit, bahagia, dan susah merupakan bagian dari ketentuan yang Allah berikan kepada umat manusia. Orang yang telah memiliki sifat qana’ah senantiasa akan selalu berusaha dan bersyukur. Seseorang yang memiliki sifat qana’ah hatinya senantiasa akan
73
menjadi penuh dengan keimanan dan keyakinan yang kuat kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan” (Q.S. Ad-Duhu, 93:8). Nilai islami Qana’ah dalam novel ini terlihat pada Hanum yang menerima kekalahan Turki saat bertanding sepak bola dibabak penyisihan grup A dan terlihat juga pada Fatma yang menerima pekerjaan yang telah diberikan oleh Allah, meskipun pekerjaan kecil-kecilan dengan penghasilan yang tidak seberapa.
4.2.1.4 Taubat Nilai islami taubat merupakan sikap kembali kepada kesucian dan kefitrian setelah melakukan perbuatan dosa. Definisi tobat menurut para ulama dalam Ghazali (1998:11) yaitu “mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan taat dan kembali kepada-Nya dengan memperbaiki niat untuk melakukan amal kebajikan”. Bertaubat dari perbuatan dosa, wajib hukumnya jika dosa itu berhubungan dengan Allah. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam bertobat, yaitu menghentikan maksiat, menyesali perbuatan yang terlanjur dilakukan dan berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Namun bila dosa yang diperbuat berhubungan dengan orang yang bersangkutan, yaitu dengan cara meminta maaf atau mengembalikan apa yang harus dikembalikan. Nilai taubat dalam novel ini terlihat pada Hanum yang menyesali perbuatannya karena telah banyak melupakan Allah, dan Hanum berniat untuk kembali ke jalan Allah. Hanum menangis di depan kakbah karena ia merasa tak ada lagi yang bisa menolongnya kecuali Allah semata. Ia berjanji untuk
74
memperbaiki akhlaknya dan terus mendekatkan diri kepada Allah. Sikap Hanum ini merupakan cerminan dari nilai islami taubat.
4.2.1.5 Tawakal Nilai islami tawakal adalah aktifitas hati, artinya tawakal itu merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Allah berfirman dalam surat Al-Furqan (25), yang artinya: “Dan bertawakallah kepada Allah Yang Maha Hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya…”. Seseorang yang bertawakal adalah seseorang yang menyerah, mempercayakan dan mewakili diri dan segala urusan hanya kepada Allah swt. Nilai islami yang menyiratkan tawakal dapat dilihat oleh Hanum yang terus berdoa kepada Allah saat pesawat yang dinaikinnya oleng ke kanan dan ke kiri dan mengalami guncangan hebat. Hanum terus mengingat Allah sembari berdoa memohon keselamatannya. Sikap Hanum tersebut merupakan cerminan dari nilai islami tawakal.
4.2.1.6 Ridha Nilai islami ridha merupakan usaha menerima suatu perkara dengan lapang dada tanpa merasa kecewa atau tertekan. Menurut istilah ridha berkaitan dengan perkara keimanan yang terbagi menjadi dua macam yaitu ridha Allah kepada hamba-Nya dan ridha hamba kepada Allah. Pendapat tersebut sejalan dengan firman Allah yang berbunyi: “Allah ridha terhadap mereka dan mereka
75
pun ridha kepada-Nya” (Q.S. 98:8). Ridha Allah kepada hamba-Nya adalah berupa tambahan kenikmatan, pahala, dan ditinggikan derajat kemuliaannya. Sedangkan ridha seorang hamba kepada Allah mempunyai arti menerima dengan sepenuh hati aturan dan ketetapan Allah. Menerima aturan Allah ialah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi semua larangannya (Purnama 2011:16). Nilai Islami yang menyiratkan ridha dalam novel ini yaitu ada pada Imam Hashim yang menerima perkara dengan hati tenang. Meskipun masjid berada tepat di pinggir sungai Danube yang umumnya sering terlihat manusia berbaju minim bahkan mendekati telanjang, tapi di balik semua itu, suara azan yang sayup dan samar mampu menggetarkan hati dan perasaan manusia ini bahkan karenanya tidak sedikit yang telah masuk Islam. Sikap Imam Hashim yang menerima dengan sepenuh hati aturan dan ketetapan Allah merupakan contoh dari nilai islami ridha.
4.2.1.7 Tawadhu Nilai islami tawadhu merupakan sikap selalu merendahkan diri, baik kepada manusia maupun kepada Allah. Tawadu adalah kerelaan manusia terhadap kedudukan yang lebih rendah, atau rendah hati terhadap orang yang beriman, atau mau menerima kebenaran, apapun bentuknya dan dari siapapun asalnya” (Hidayat, dkk., 2009:80). Orang yang tawadu akan dapat mendekatkan dirinya kepada Allah, sehingga akan menjadi orang yang takwa. Sikap tawadhu terlihat pada Hanum yang ingin belajar dari Marion karena merasa pengetahuan tentang sejarah Islam di Eropa masih sangat kurang dibanding Marion yang seorang mualaf.
76
4.2.1.8 Bersyukur Nilai islami bersyukur adalah memberikan pujian kepada Allah dengan cara taat kepada-Nya, tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya serta bersikap amar makruf dan nahi mungkar. Karena Allah memberikan segala bentuk kenikmatan kepada kita. Syukur tidak hanya melalui ucapan hamdalah ketika mendapatkan nikmat dari-Nya. Tetapi lebih dari itu, harus diwajibkan dengan tindakan nyata dan kepatuhan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Sesungguhnya di dalam Al-Qur’an, Allah telah memberikan pelajaran bagi orang-orang yang tidak mensyukuri nikmatnya. Seperti dalam firman-Nya berikut: “Dan (ingatlah juga, tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku akan pedih” (Q.S. Ibrahim, 14:7). Nilai bersyukur terlihat pada Hanum yang merasa dimudahkan semua urusannya ketika ia berkeinginan untuk ditemani jalan-jalan mengenal sisi Islam Eropa disanggupi oleh Marion. Hanum juga merasa senang saat tak melihat para turis berpakaian minim di sekitar masjid ketika ia selesai melaksanakan shalat Zuhur. Rasa syukur juga terlihat oleh Hanum yang merasa sangat spesial setelah dijamu oleh Marion mulai dari berbagi pengetahuan di museum hingga mentraktirnya makan. Hanum juga bersyukur karena dilahirkan sebagai orang Indonesia yang tak memiliki trauma sejarah dengan hegemoni agama. Hanum pun juga mengucap syukur saat merasakan mukjizat kecil yang memudahkan segala urusannya ke tanah suci Mekkah.
77
4.2.2 Hubungan manusia sesama manusia (Hablumminallah) 4.2.2.1 Cinta/kasih sayang Nilai islami cinta atau kasih sayang merupakan perasaan yang tumbuh dari dalam hati untuk mencintai dan menyayangi seseorang kepada orang lain. “Pada dasarnya sifat kasih sayang (Ar-Rahman) adalah firman yang dianugerahkan Allah kepada makhluk-Nya” (Abdullah, 2007:43). Dalam Q.S Maryam (19) ayat 96 Allah berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang”. Nilai Islami yang menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang dalam novel ini yaitu oleh Fatma yang sangat menyayangi ketiga temannya hingga membuat ia mempercayai mereka memegang duplikat kunci rumahnya. Sikap kasih sayang juga terlihat oleh Hanum yang memeluk Ayse dan membiarkan Ayse memakai kamera kesayangannya. Rasa sayang Hanum pada Ayse juga membuatnya tak tega melihat hidung Ayse yang basah karena tak kuat menahan hawa dingin. Nilai islami yang menyiratkan kasih sayang lainnya juga terlihat pada Fatma yang sangat merindukan Hanum dan memeluk Hanum dengan erat saat tau Hanum telah memakai hijab.
4.2.2.2 Tanggung jawab Nilai islami tanggung jawab merupakan keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya)”. Rasa tanggung jawab bersumber dari diri sendiri.
78
Tanggung jawab mengajarkan untuk menerima resiko atas apa yang telah terjadi tanpa menyesalinya apalagi menyalahkan orang lain. Seperti yang sudah dijelaskan Allah di dalam Al-Qur’an yang artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuatu dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya” (Q.S. Al-Baqarah, 2:286) Sikap tanggung jawab dapat dilihat pada tingkah laku dan loyalitas seseorang. Hal ini tidaklah mudah ditemukan dalam pribadi seseorang. Terkadang kita menginginkan agar orang lain selain dapat memahami juga dapat mempercayai kita. Untuk itu, bila kita diberi kepercayaan mengemban sesuatu hal yang diberikan dan dianggap mampu mengerjakannya hendaknya dilakukan secara baik dengan penuh tanggung jawab. Nilai tanggung jawab ada pada Latife yang memberitahukan pelanggannya apabila barang dagangannya ada yang kedaluwarsa dan tidak layak dikonsumsi. Dan menggantikan pelanggannya dengan barang yang lebih baik. Nilai tanggung jawab lainnya juga terlihat pada Hassan yang memberitahu Hanum dan Rangga untuk tidak makan babi, dan menggantikan minuman herbal kepada mereka yang Muslim. Hassan juga mencuci gelas dan menutup kaca kedainya agar Hanum dan Rangga tidak khawatir akan barangnya yang bersentuhan dengan babi.
4.2.2.3 Maaf-memaafkan Nilai islami maaf-memaafkan merupakan sikap saling memberi maaf. Maaf berarti mengampuni kesalahan orang lain yang melakukan kesalahan kepada
79
kita tanpa ada rasa benci dan dendam kepadanya atau sakit hati atas perbuatan salahnya, dan tidak ada keinginan untuk membalasnya. Manusia mempunyai sifat salah dan siapapun tidak pernah terhindar dari perbuatan salah. Sikap meminta maaf dalam novel ini terlihat pada penjaga museum yang mematikan lampu museum saat Hanum dan Fatma ada di dalamnya. Serta saat penjaga meminta maaf karena menyuruh Hanum dan Fatma keluar karena museum akan tutup. Nilai maaf juga terdapat pada Hanum tatkala ia meminta maaf karena mengira melontarkan pertanyaan yang menyinggung urusan pribadi Fatma.
4.2.2.4 Menepati Janji Nilai islami menepati janji merupakan perbuatan terpuji berkenaan dengan janjinya yang telah diucapkan atau diikrarkan kepada pihak lain. Menepati janji secara garis besar terbagi dua, yakni janji manusia kepada Allah dan janji manusia kepada sesama manusia. Janji manusia kepada Allah berupa kesaksiannya terhadap Allah Yang Maha Esa, yang diikrarkan saat ditiupkan ruh terhadap jasadnya, ketika manusia masih berada dalam kandungan ibunya. Adapun janji antara sesama manusia ada kalanya dilakukan dengan lisan dan tulisan. Keduanya wajib ditepati sesuai dengan perjanjian tersebut. Nilai menepati janji dalam novel ini terlihat pada Marion yang menepati janjinya menunggu di lobi hotel untuk menjemput Hanum tepat pada pukul 09.00 sesuai yang diucapkannya tempo hari.
80
4.2.2.5 Sabar Nilai islami sabar merupakan sikap menahan diri dari perbuatan tercela sesuai dengan tuntutan Islam baik dikala ia berhasil atau ketika ia kandas dalam mencapai tujuannya. Sikap sabar adalah milik bagi setiap manusia yang ingin hidup tentram dan bahagia, karena sifat tersebut bisa menenangkan jiwa seseorang yang sedang dalam keadaan takut. Nilai islami yang menunjukkan rasa sabar dalam novel ini yaitu pada Fatma yang menahan amarah saat ada turis yang menjelek-jelekkan Islam. Fatma justru malah membayar semua makanan yang turis itu pesan secara diam-diam. Fatma menutupi cara berpikir untuk membalas dendam dengan cara luar biasa elok, elegan dan jauh lebih berwibawa daripada sekedar membalas perkataan atau sikap antipati. Sikap Fatma ini merupakan cerminan dari nilai islami sabar. Sikap sabar juga dicontohkan oleh Rangga yang menahan amarah saat dia tidak diperbolehkan untuk melaksanakan Shalat Zuhur di ruangan kerjanya sendiri. Ia memutuskan mengalah dan tidak ingin memperkeruh suasana, ia akhirnya berjalan menuju ruangan yang penuh dengan gambar salib, patung Buddha, dan kitab berbagai agama dengan maksud melaksanakan shalat Zuhur disana karena hanya tempat itu yang diperbolehkan kantornya untuk melaksanakan ibadah semua agama.
4.2.2.6 Rajin Nilai islami rajin merupakan sifat suka bekerja, bersungguh-sungguh dan selalu berusaha. Allah berfirman yang artinya: “…sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada
81
diri mereka sendiri…” (Q.S. Ar-Ra’du, 13:11). Sifat rajin amat sangat dibutuhkan seseorang dalam meraih kesuksesan hidup karena mereka tidak akan menghabiskan waktunya hanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Nilai Rajin terlihat pada Hassan yang telah membuka kedainya pagi-pagi sekali sedangkan kedai yang lain belum ada yang buka.
4.2.2.7 Teliti Nilai islami teliti merupakan salah satu bentuk nilai islam dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Effendi (1996:73) “teliti adalah mengerjakan sesuatu pekerjaan yang dilakukan secara cermat, tidak tergesa-gesa atau ceroboh, sebab dengan tergesa-gesa akan menimbulkan kesalahan”. Manusia memang bertabiat tergesa-gesa, namun tabiat ini dapat ditekan sedemikian rupa, agar senantiasa teliti dalam berbuat dan bertindak. Seperti firman Allah yang artinya: “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera” (Q.S. Al-Anbiya’, 21:31). Sikap teliti yang ditunjukkan Fatma yaitu saat ia memperagakan cara cepat menaikkan suhu tubuh manusia dalam gereja. Nilai teliti juga terlihat pada Hanum yang mencermati keterangan piring hadiah untuk seseorang dari Khurasan Iran tahun 1100 untuk sekedar tahu apa yang terjadi pada masa itu. Kemudian Hanum meneliti piring lainnya yang ada tulisan kufic Arab timbul berwarna biru. Hanum juga memperhatikan Hijab Bunda Maria seorang ibu dari Yesus Tuhan agama
82
Kristen yang terdapat tulisan Arab yang sangat identik dengan kepercayaan orang muslim yakni kalimat “Laa Ilaa ha Illallah” yang artinya tiada Tuhan selain Allah.
4.2.2.8 Ikhlas Nilai islami ikhlas merupakan suatu perbuatan yang berhubungan dengan gerak hati seseorang dalam memurnikan dan mensucikan niat melaksanakan suatu pekerjaan hanya karena Allah semata”. Semua pekerjaan yang tidak didasari dengan niat ikhlas, akan sia-sia dan tidak ada artinya di hadapan Allah. Niat yang ikhlas merupakan salah satu syarat mutlak diterimanya amal ibadah kita. Seperti firman Allah yang artinya: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersatukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya” (Q.S. Al-Kahfi, 18:110). Nilai ikhlas dalam novel ini ada pada Natalie Deewan seorang agen muslim sejati. Dia mempromosikan ajaran Islam tentang ikhlas bukan hanya dengan ucapan yang hanya berhenti di mulut. Dia menggelarnya menjadi sebuah kedai makanan sumber kerelaan antara penjual dan pembeli. Dengan slogan yang besar tepat di depan tokonya, “Makan sepuasnya, bayar seikhlasnya”.
4.2.2.9 Tolong-menolong Nilai islami tolong menolong merupakan kesediaan dengan senang hati untuk saling membantu sesamanya (Hidayat dkk., 2009:86). Tolong menolong memang telah menjadi suatu bagian yang tidak dapat di hilangkan dari ajaran
83
islam. Islam mewajibkan umatnya untuk saling menolong satu dengan yang lain. Segala bentuk perbedaan yang mewarnai kehidupan manusia agar saling membantu satu sama lain sesuai dengan ketetapan Islam. Dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya: “Dan tolong-menolong engkau sesama atas kebaikan dan ketakwaan” (Q.S. Al-Maidah:2). Sikap tolong menolong tercermin pada fatma yang membantu mengambil gambar di setiap sudut gereja lewat kamera yang dititipkan oleh Hanum. Meskipun di dalam gereja tetapi niat mereka hanyalah untuk mencari perlindungan diri dari serangan hawa dingin. Bila dihubungkan dengan penelitian terdahulu tentang nilai-nilai islami dalam novel Dwilogi Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy oleh Siti Alfidhah, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Jambi 2010, mendapatkan hasil penelitian tentang delapan aspek nilainilai islami hubungan manusia dengan Tuhan (Hablumminallah) yakni: keimanan, ketaatan, zuhud, qona’ah, tawakal, ridha, dan tawadhu. Hubungan manusia sesama manusia (Habluminannas) yakni: cinta/kasih sayang, tanggung jawab, maaf-memaafkan, menepati janji, sabar, rajin, teliti dan ikhlas. Selanjutnya penelitian lainnya dengan judul nilai-nilai islami dalam novel Lukisan Hati karya Ade Anita oleh Itary, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Jambi 2010, mendapatkan hasil penelitian tentang tujuh aspek nilai Islami hubungan manusia dengan Tuhan (Hablumminallah) yakni: keimanan, ketaatan, qona’ah, tawakal, ridha, tawadhu dan bersyukur. Sedangkan hubungan manusia sesama manusia (Habluminannas) yakni:
84
cinta/kasih sayang, maaf-memaafkan, sabar, rajin, teliti, ikhlas dan tolongmenolong. Dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa ini terdapat hubungan manusia dengan Tuhan (Hablumminallah) mendapatkan delapan bentuk nilai-nilai islami diantaranya (1) keimanan, (2) ketaatan, (3) Qana’ah (4) tobat, (5) tawakal, (6) ridha, (7) tawadhu, (8) bersyukur. Dan hubungan manusia sesama manusia (Hablumminannas) mendapatkan sembilan bentuk nilai-nilai Islami yaitu: (1) cinta/kasih sayang, (2) tanggung jawab, (3) maaf-memaafkan, (4) menepati janji, (5) sabar, (6) rajin, (7) teliti, (8) ikhlas dan (9) tolong-menolong.