59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Banyuasin 1. Kondisi geografis Kabupaten Banyuasin selain secara geografis mempunyai letak yang strategis yaitu terletak di jalur lintas antar provinsi juga mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Letak Geografis Kabupaten Banyuasin terletak pada posisi antara 1,30° - 4,0° Lintang Selatan dan 104° 00’ - 105° 35’ Bujur Timur yang terbentang mulai dan bagian tengah Provinsi Sumatera Selatan sampai dengan bagian Timur30. Kabupaten Banyuasin mempunyai wilayah seluas 12.431 km² dan terbagi menjadi 19 kecamatan. Kecamatan terluas yaitu kecamatan Banyuasin II dengan wilayah seluas 3.707 km² atau sekitar 29,81% dari luas wilayah Kabupaten Banyuasin. Kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Sumber Marga Telang dengan luas wilayah seluas 242 km² atau sekitar 1.95% dari luas wilayah Kabupaten Banyuasin. Secara administratif Kabupaten Banyuasin mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi dan Selat Bangka. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pampangan dan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
30
Banyuasin dalam Angka , 2014 hlm 49
60
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Jejawi Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kota Palembang, Kecamatan Sungai Rotan dan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Musi Banyuasin. Letak Geografis Kabupaten Banyuasin yang demikian yang menempatkan Kabupaten Banyuasin pada posisi potensial dan strategis dalam hal perdagangan dan industri, maupun pertumbuhan sektor-sektor pertumbuhan baru. Kondisi ini dan posisi Kabupaten Banyuasin dengan ibukota Pangkalan Balai yang terletak di Jalur Lintas Timur. Kabupaten Banyuasin terkenal dengan kekayaan Sumber Daya Alam yang terkandung dalam Bumi Sedulang Sedulung seperti sawit, minyak, karet serta kandungan mineral lainnya sebagai potensi Sumber Kekayaan Alam yang patut ditumbuh kembangkan dimasa mendatang. Disamping Sumber Daya Alam yang melimpah dan dapat di tumbuh kembangkan ada lagi sisi yang sangat menarik untuk mendapat perhatian dan perlu untuk dikembangkan yaitu objek dan daya tarik wisata, dimulai dari Danau yang sangat indah, perkebunan karet, sawit yang membentang luas dan adat perkawinan. Kabupaten Banyuasin memiliki topografi 80% wilayah datar berupa lahan rawa pasang surut dan rawa lebak, sedangkan yang 20% lagi berombak sampai bergelombang berupa lahan kering dengan sebaran ketinggian 0-40 meter diatas permukaan laut. Lahan rawa pasang surut terletak disepanjang Pantai Timur sampai ke pedalaman meliputi wilayah kecamatan Muara Padang, Makarti Jaya, Muara Telang, Banyuasin II, Pulau Rimau, Air Saleh, Muara Sugihan, sebagian kecamatan Talang Kelapa, Betung dan Tungkal Ilir. Lahan rawa lebak terdapat di kecamatan Rantau Bayur, sebagian kecamatan Rambutan, sebagian kecil kecamatan Banyuasin I . Sedangkan lahan kering
61
dengan topografi agak bergelombang terdapat di sebagian besar kecamatan Betung, Banyuasin III, Talang Kelapa dan sebagian kecil kecamatan Rambutan31. Tabel 4.1 Daftar Nama Kecamatan di Kabupaten Banyuasin 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kecamatan Rantau Bayur Betung Suak Tapeh Pulau Rimau Tungkal Ilir Banyuasin III Sembawa Talang Kelapa Tanjung Lago Banyuasin I Air Kumbang Rambutan Muara Padang Muara Sugihan Makarti Jaya Air Saleh Banyuasin II Muara Telang Sumber Marga Telang
Ibu Kota Kecamatan Pengumbuk Betung Lubuk Lancang Teluk Betung Sido Mulyo Pangkalai Balai Sembawa Sukajadi Tanjung Lago Mariana Cinta Manis Baru Rambutan Muara Padang Muara Sugihan Makarti Jaya Saleh Mukti Sungsang Telang Jaya Muara Telang
Sumber : Banyuasin dalam angka, 2014
2. Kondisi Sumber Daya Alam Sektor pertanian merupakan sektor unggulan di Kabupaten Banyuasin, karena sektor ini memberikan kontribusi yang paling besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDRB) tahun 2013 mencapai 30,54 persen dengan nominal nilai output sebesar 5,17 milyar rupiah (atas dasar harga berlaku). Sektor pertanian terbagi atas lima sub sektor meliputi, sektor tanaman bahan pangan atau sering disebut tanaman pangan holtikultura, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan32.
31 32
Banyuasin dalam Angka 2014 hlm 50 Banyuasin dalam angka 2014 hlm 261
62
Produksi padi pada sawah dan lading Kabupaten Banyuasin pada tahun 2013 mencapai 943.104 ton yang dihasilkan 207.099 hektar luas panen. Bila dibandingkan dengan 2013 terjadi pertumbuhan sebesar 6,85% yakni dari 882.597 ton dengan luas lahan 200.980 hektar. Komoditas palawija mencakup jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau. Tanaman palawija ini dapat ditanam di areal sawah maupun lading. Pada tahun 2013 rata-rata produksi palawija mengalami peningkatan produksi disbanding tahun sebelumnya. Dari seluruh jenis tanaman palawija, produksi terbanyak yakni ubi kayu mencapai 22,34 ribu ton diikuti jagung sebanyak 21,92 ribu ton dan produksi ubi jalar, kacang tanah dan kacang kedelai masing-masing 3 ribu ton. Karet, Kelapa Sawit dan Kelapa merupakan komoditi perkebunan yang banyak diusahakan oleh rakyat Kabupaten Banyuasin dibanding dengan komoditi kopi dan kakao. Karet dan kelapa sawit merupakan komoditas ekspor yang harganya relative stabil tinggi sehingga kehidupan petani pekebun karet dan kelapa sawit hidupnya lebih sejahtera dibanding dengan kehidupan petani lainnya. Harga yang relative stabil tinggi untuk karet dan kelapa sawit jatuh turun sejak terjadi krisis global yang melanda perekonomian dunia sekitar bulan September 2008 dan baru stabil lagi di pertengahan 2009. Selama tahun 2013 karet, kelapa sawit dan kelapa merupakan komoditas yang berproduksi secara signifikan dibandingkan produksi lainnya. Produksi komoditas ini berturut-turut mencapai 95.200 ton 72.334,42 ton dan 44.334 ton. .
63
3. Kondisi Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting untuk memenuhi perekonomian rumah tangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Pada suatu kelompok masyarakat, sebagian besar dari mereka, utamanya telah memasuki usia kerja, diharapkan terlibat dalam lapangan kerja tertentu atau aktif dalam kegiatan perekonomian. Di Indonesia, usia kerja yang digunakan untuk keperluan pengumpulan data ketenagakerjaan adalah usia 15 tahun atau lebih. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2013, jumlah penduduk Kabupaten Banyuasin yang berumur 15 tahun keatas yang termasuk angkatan kerja tercatat sekitar 345 ribu jiwa.
Salah satu indikator penting dalam ketenagakerjaan adalah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). TPAK adalah proporsi penduduk usia kerja yang termasuk dalam angkatan kerja, yakni mereka yang bekerja dan menganggur. Penduduk yang menganggur menurut konsep ini adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan (belum bekerja) ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), penduduk yang sudah mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, serta penduduk yang merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (putus asa). Makin tinggi angka TPAK merupakan indikasi meningkatnya kecenderungan penduduk usia ekonomi aktif untuk mencari pekerjaan atau melakukan kegiatan ekonomi. Jumlah penduduk usia kerja, kebutuhan penduduk untuk bekerja, dan berbagai faktor sosial, ekonomi dan demografis merupakan variabel – variabel yang mempengaruhi angka TPAK.
Data Sakernas Agustus 2013 menunjukkan bahwa TPAK Kabupaten Banyuasin mencapai angka 63,44 persen. Angka ini terus mengalami penurunan dalam tiga tahun
64
tekakhir. TPAK tahun 2012 (65,73 persen) juga menurun dari tahun sebelumnya yaitu 72,54 di tahun 2011.
Indikator selanjutnya yang menjadi favorit dan menjadi bahan evaluasi penting dalam ketenagakerjaan adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Adalah suatu hal yang umum, bahwa peningkatan penawaran tenaga kerja tidak selalu diikuti dengan peningkatan yang memadai pada permintaan tenaga kerja karena terbatasnya lapangan kerja yang ada. Sebagai akibatnya, sebagian tenaga kerja tidak mendapatkan pekerjaan atau menjadi pengangguran.
Pengangguran merupakan persoalan yang dilematis, di mana pemerintah atau instansi yang mengurus ketenagakerjaan sebenarnya mampu mengurangi atau menekan angka pengangguran tapi ketika terjadi proses penekanan angka pengangguran maka akan terjadi implikasi lainnya di sektor ekonomi. Implikasi ini dapat terjadi akibat dari perubahan-perubahan yang dibuat oleh pembuat kebijakan.
Berdasarkan teori ekonomi menyatakan bahwa jika perekonomian berada dibawah full employment, maka pendapatan dapat ditingkatkan melalui peningkatan pada pengeluaran pemerintah, atau dengan menurunkan pajak. Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa usaha untuk menekan pengangguran mengakibatkan terjadinya peningkatan biaya pengeluaran pemerintah atau menurunkan pajak yang diterima oleh pemerintah. Hal inilah yang menyebabkan di setiap negara maju mempunyai kewajiban untuk menyediakan tunjangan bagi para penganggur. Dan bagi negara yang masih berkembang, pengangguran merupakan persoalan yang sangat kompleks untuk diselesaikan. Dan akhirnya pengangguran pada prinsipnya mengandung
65
arti hilangnya output dan kesengsaraan bagi orang yang tidak bekerja dan merupakan suatu bentuk pemborosan sumber daya ekonomi.
Dari hasil Sakernas di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2013, menunujukan bahwa pada periode 2011 – 2013 tingkat pengangguran terbuka berfluktuasi dari 5,57 persen pada tahun 2011 menurun menjadi 5,17 persen pada tahun 2012, dan mengalami peningkatan kembali menjadi 6,49 persen pada tahun 2013. Peningkatan penggangguran terbuka dari tahun 2012 ke tahun 2013 ini mungkin terjadi karena lapangan pekerjaan formal lebih selektif dalam menerima tenaga kerja khususnya dengan tingkat pendidikan yang dipersyaratkan sedangkan kebanyakan penduduk usia kerja pada saat itu tidak memiliki keahlian atau pendidikan yang tinggi33.
4. Jenis Pajak Dan Retribusi Daerah Kabupaten Banyuasin a. Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten Banyuasin telah menerapkan 10 jenis pajak daerah di Kabupaten Banyuasin, yaitu :
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tabel 4.2 Jenis Pajak Daerah Kabupaten Banyuasin Jenis Pajak Daerah Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C Pajak Air Tanah Pajak Sarang Burung Walet BPHTB PBB Perdesaan dan Perkotaan
Data sekunder, Sumber : Banyuasin dalam Angka, 2014
33
Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuasin www.banyuasinkab.bps.go.id (diakses 28 Desember 2014) jam 19.13 wib
66
b. Retribusi Daerah Selain Pajak Daerah, Retribusi Daerah juga merupakan salah satu komponen penting dalam Pendapatan Asli Daerah. Adapun jenis Retribusi Daerah Kabupaten Banyuasin : Tabel 4.3 Jenis Retribusi Daerah Kabupaten Banyuasin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Jenis Retribusi Daerah Pelayanan Kesehatan Pelayanan Persampahan Kebersihan Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akte Catatan Sipil Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Tempat Parkir Khusus Pelayanan Pasar Pengujian Kendaraan Bermotor Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Tempat Lelang Karet Jalan Kabupaten Rekomendasi Retribusi Dispensasi Retribusi Terminal Rumah Potong Hewan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan Izin Mendirikan Bangunan Izin Gangguan/Keramaian (SITU/HO) Izin Trayek Izin Kecakapan Kapal dalam Kabupaten Banyuasin Izin Labuh dan Tambat Kendaraan di atas Air dalam Kabupaten Banyuasin Izin Trayek Pengangkutan Barang di Darat, Laut, Sungai dan Penyeberangan dalam Kabupaten Banyuasin Trayek Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan dalam Kabupaten Banyuasin Pemberian Izin Pengusahaan Sarang Burung Walet Izin Pemanfaatan dan Pembuangan Limbah Cair Jasa Angkutan Laut, Sungai dan Penyeberangan di Kabupaten Banyuasin Izin Jasa Angkutan Umum
Sumber : Banyuasin dalam Angka, 2014
67
B. Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kabupaten Banyuasin. 1. Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang – undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pengertian Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lainlain pendapatan asli daerah yang sah. Yang mana Pendapatan Asli Daerah itu sendiri bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan Desentralisasi. Data realisasi Pendapatan Asli Daerah per triwulan pemerintah Kabupaten Banyuasin sepanjang tahun 2010-2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.4 Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banyuasin 2010-2013 No
Triwulan
Pendapatan Asli Daerah 2010
2011
2012
2013
1
Pertama
3.973.000,00
6.518.097,71
12.948.988,92
18.834.444,98
2
Kedua
5.184.000,00
5.453.410,33
14.455.120,43
17.291.877,16
3
Ketiga
6.723.000,00
9.484.367,30
14.497.883,64
18.767.931,97
4
Keempat
6.618.000,00
7.326.207,99
14.050.649,51
26.470.332,77
22.498.000,00 28.782.083,33
56.429.642,50
81.364.586,88
Total
Data diolah Peneliti 2014, Sumber : Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
68
2. Pajak Daerah Menurut UU No. 8 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 tahun 2000 dan terakhir diubah dengan UU No. 28 tahun 2009, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat34. Data realisasi Pajak Daerah per triwulan pemerintah Kabupaten Banyuasin sepanjang tahun 2010-2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.5 Data Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Banyuasin 2010-2013 Triwulan
Pajak Daerah 2010
2011
2012
2013
1
Pertama
1.043.000,00
3.251.454,81
5.426.145,25
5.008.589,09
2
Kedua
1.325.000,00
1.958.765,55
5.872.156,78
10.587.963,00
3
Ketiga
1.867.000,00
3.587.983,08
6.879.541,49
6.897.521,99
4
Keempat
2.320.000,00
1.646.836,56
7.593.960,60
8.574.632,88
Total
6.564.000,00 10.445.040,00 25.771.804,12 31.068.706,96
Data diolah Peneliti 2014, Sumber : Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
3. Retribusi Daerah Menurut UU No. 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 34 tahun 2000 dan terakhir menjadi UU No. 34
Republik Indonesia. Undang-undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
69
28 tahun 2009, Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan35. Tabel 4.6 Data Realisasi Retribusi Daerah Kabupaten Banyuasin 2010-2013 No
Triwulan
Retribusi Daerah 2010
2011
2012
2013
1
Pertama
1.867.000,00 1.458.956,00
2.320.843,04
11.256.001,01
2
Kedua
1.251.000,00 1.778.317,03
4.106.879,99
3.587.412,41
3
Ketiga
1.320.000,00 1.890.584,74
3.154.890,01
7.856.412.41
4
Keempat
3.154.698,21
8.134.676,84
Total
912.000,00
1.001.985,59
7.106.489,32 6.129.843,36 12.737.311,25 30.835.020,84
Data diolah Peneliti 2014, Sumber : Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
C. Hasil Analisis dan Pembahasan 1. Regresi Linear Berganda Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis linear berganda untuk melihat pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah. Adapun formula regresi berganda sebagai berikut : Y = + 1 1 + 2χ2 + ε
Dimana : Y =
35
Pendapatan Asli Daerah
Republik Indonesia. Undang-undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
70
X1 =
Pajak Daerah
X2 =
Retribusi Daerah
α =
Konstanta
β 1,β2 = Koefisien regresi yang menunjukan angka peningkatan atau
penurunan
variabel dependen berdasarkan pada variabel independen. ε
=
error
Hasil pengujian regresi berganda untuk melihat pengaruh pajak daerah dan reribusi daerah dapat dilihat dari tabel berikut : a. Uji R² (Koefisien Determinasi) Tabel 4.7 Hasil Uji R² (Koefisien Determinasi) b
Model Summary
Std. Error of the Model 1
K
R
R Square .963
a
.928
Adjusted R Square .917
Estimate 1.85074E6
Durbin-Watson 1.061
o a. Predictors: (Constant), RT, PJK b. Dependent Variable: PAD
k
Sumber Olahan :SPSS 16, 2014
o 1. Koefisien Korelasi R Analisis Korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) linear Antara dua variabel atau lebih, korelasi tidak menunjukkan hubungan fungsional atau dengan kata lain analisis korelasi tidak membedakan antara variabel dependent dengan variabel independent. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai
71
hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah (dan sebaliknya). Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai berikut36 : 1.
0
: Tidak ada korelasi antara dua variabel
2.
0 – 0,25
: Korelasi sangat lemah
3.
0,25 – 0,5
: Korelasi cukup
4.
0,5 – 0,75
: Korelasi kuat
5.
0,75 – 0,99
: Korelasi sangat kuat
6.
1
: Korelasi sempurna
Berdasarkan tabel di atas Nilai R sebesar 0,963 menunjukkan bahwa korelasi atau hubungan antara PAD dengan 2 variabel independent nya yaitu pajak daerah dan retribusi daerah adalah kuat. Dasar untuk mengatakan hubungan ini kuat adalah nilai R di atas 0,50 (50%). 2. Koefisien Determinasi R² Nilai R square atau Koefisien Determinasi adalah 0,928 (berasal dari 0,963 x 0,963) berarti bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD sebesar 92,8%, sedangkan sisanya 7,2% (100% - 92,8% = 7,2%) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti seperti hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan yang sah seperti hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan
36
Sarwono, 2006
72
jasa giro, penerimaan bunga, penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah, komisi potongan dan keuntungan selisih nilai tukar rupiah, denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, denda pajak, denda retribusi, hasil eksekusi atas jaminan dan lain-lain. 3. Standard Error of the Estimate (SEE) Nilai SEE sebesar 1,850. Makin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel independent. b. Uji F Hasil uji F untuk penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.8 Hasil Uji F b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
Residual S u Total m b Predictors: (Constant), RT, PJK a. e r Dependent Variable: PAD b.
Df
Mean Square
5.736E14
2
2.868E14
4.453E13
13
3.425E12
6.181E14
15
F
Sig.
83.734
.000
a
: Data Olahan SPSS 16, 2014
1. Hipotesis Ho : β = 0 (model regresi Y terhadap Xi tidak signifikan/tidak berarti/tidak sesuai) Ha : β ≠ 0 (model regresi Y terhadap Xi signifikan/memiliki arti/sesuai) 2. Tingkat Signifikansi: α=0.05
73
3. Daerah Kritis: Fhit > Ftab : Tolak H0 Sig. ≤ α : Tolak H0 4. Statistika Uji: Fhitung = 83.734 Sig. = 0.000 Ftabel = 3.81 (lihat tabel F) 5. Keputusan Uji Karena nilai Fhitung > Ftabel dan Sig. < 0.05 maka keputusannya adalah tolak H0 6. Kesimpulan Jadi dengan tingkat signifikansi 5% didapatkan kesimpulan bahwa model regresi Y terhadap Xi adalah sesuai atau memiliki arti. c. Hasil Uji t Hasil Uji t dalam penelitian ini sebagai berikut : Tabel 4.9 Hasil Uji t Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
2.132E6
900020.724
PJK
1.298
.194
RT
1.073
.187
(Constant)
a. Dependent Variable: PAD Sumber : Data Olahan SPSS 16, 2014
Coefficients Beta
Collinearity Statistics T
Sig.
Tolerance
VIF
2.369
.034
.591
6.693
.000
.711
1.407
.507
5.737
.000
.711
1.407
74
1. Hipotesis Ho : β = 0 (konstanta tidak signifikan / tidak valid) Ha : β ≠ 0 (konstanta signifikan / valid) 2. Tingkat Signifikansi: α=0.05 3. Daerah Kritis: Ho diterima apabila -t α/2 ≤ t ≤ t α/2
Ho ditolak apabila t < -t α/2 atau t > -t α/2
4. Statistika Uji
α = 0,05/2 = 0,025 (uji 2 sisi) derajat kebebasan (df) = N-K = 16-3 = 13
t tabel = 2,160
a. Variabel pajak daerah memiliki t hitung sebesar 6,693 dengan taraf signifikan 0,000 dibawah signifikan 0,05. Dengan demikian t hitung > t tabel atau 6,693 > 2,160. b. Variabel retribusi daerah memiliki t hitung sebesar 5,737 dengan taraf signifikan 0,000 dibawah signifikan 0,05. Dengan demikian t hitung > t tabel atau 5,737 > 2,160. c. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah
75
5. Keputusan Uji Karena nilai t hitung > t tabel maka keputusannya adalah H0 ditolak Ha diterima 6. Kesimpulan : Jadi dengan tingkat signifikansi 0,05 (5%) didapatkan kesimpulan bahwa konstanta model regresi adalah signifikan.
Tabel 4.10 Hasil Linear Regresi Berganda Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
2.132E6
900020.724
PJK
1.298
.194
RT
1.073
.187
(Constant)
Coefficients Beta
Collinearity Statistics T
Sig.
Tolerance
VIF
2.369
.034
.591
6.693
.000
.711
1.407
.507
5.737
.000
.711
1.407
a. Dependent Variable: PAD Sumber : Data Olahan SPSS 16, 2014
Berdasarkan tabel 4.7 diatas maka didapatkan persamaan linear regresi berganda : Y = 2,132 + 1,298X1 + 1,073X2 + ε Dimana : Y = Pendapatan Asli Daerah X1 = Pajak Daerah X2 = Retribusi Daerah 1. Nilai konstanta sebesar 2,132. Hal ini berarti bahwa jika Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak mengalami penambahan atau pengurangan, maka Daerah sebesar nilai konstanta yaitu 2,132.
Pendapatan Asli
76
2. Nilai koefisien Pajak Daerah untuk variabel X1 sebesar 1,298. Hal ini mengandung arti bahwa setiap kenaikan Pajak Daerah satu satuan maka variabel Pendapatan Asli Daerah(Y) akan naik sebesar 1,298 dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap. 3. Nilai koefisien Retribusi Daerah untuk variabel X2 sebesar 1,073. Hal ini mengandung arti bahwa setiap kenaikan Retribusi Daerah satu satuan maka variabel Pendapatan Asli Daerah(Y) akan naik sebesar 1,073 dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap. 2.
Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinieritas Menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent.
Jika
terjadi
korelasi,
maka
dinamakan
terdapat
problem
multikolinieritas. Tabel 4.11 Uji Multikolinieritas Coefficient Correlations Model 1
a
RT Correlations
Covariances
PJK
RT
1.000
-.538
PJK
-.538
1.000
RT
.035
-.020
PJK
-.020
.038
a. Dependent Variable: PAD Sumber : Data Olahan SPSS 16, 2014
Melihat hasil besaran korelasi antar variabel independent tampak bahwa pajak daerah mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan variabel retribusi daerah sebesar -0,538 atau sekitar 54%. Oleh karena korelasi masih dibawah 95% maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolineritas yang serius.
77
Tabel 4.12 Hasil Uji Multikolinieritas Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
2.132E6
900020.724
PJK
1.298
.194
RT
1.073
.187
(Constant)
Coefficients Beta
Collinearity Statistics T
Sig.
Tolerance
VIF
2.369
.034
.591
6.693
.000
.711
1.407
.507
5.737
.000
.711
1.407
a. Dependent Variable: PAD Sumber : Data Olahan SPSS 16, 2014
Melihat pada bagian COEFFICIENT terlihat untuk kedua variabel independent, angka VIF ada disekitar angka 1 adalah 1,407. Demikian juga nilai TOLERANCE mendekati angka 1 adalah 0,711. Dengan demikian dapat disimpulkan model regresi tersebut tidak terdapat problem multikolinieritas (MULTIKO). b. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
78
Gambar 4.1 Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Data Olahan SPSS 16, 2014
Dari grafik diatas, terlihat titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berati tidak terjadi Heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk Pendapatan Asli Daerah berdasar masukan variabel independent-nya. c. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variable dependent, variable independent atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal.
79
Gambar 4.2 Uji Normalitas
Sumber : Data Olahan SPSS 16, 2014
Gambar 4.3 Uji Normalitas
Sumber : Data Olahan SPSS 16, 2014
Dari grafik diatas, terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonalnya, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi layak dipakai untuk Pendapatan Asli Daerah berdasar masukan variabel independent-nya.
80
d. Uji Autokorelasi Uji ini berguna untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode saat ini dengan kesalahan pengganggu. Masalah ini timbul karena variabel pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Tabel 4.13 Uji Autokorelasi b
Model Summary
Std. Error of the Model 1
R
R Square .963
a
.928
Adjusted R Square .917
Estimate 1.85074E6
Durbin-Watson 1.061
a. Predictors: (Constant), RT, PJK b. Dependent Variable: PAD Sumber : Data Olahan SPSS 16, 2014
Hasil output diatas nilai DW yang dihasilkan adalah 1,061. Sedangkan dari tabel DW dengan signifikansi 0,05 (5%) dan jumlah data (n) = 16, serta jumlah variabel independent (k) = 2 diperoleh nilai dL sebesar 0,9820 dan dU sebesar 1,5386. DW terletak antara dU dan (4-dU) dimana 1,061 berada antara 0,9820 dan 1,5386 yang berarti tidak terjadi autokorelasi.
81
Dari hasil penjabaran Uji dua hipotesa bahwa :
a. Variabel pajak daerah memiliki t hitung sebesar 6,693 dengan taraf signifikan 0,000 dibawah signifikan 0,05. Dengan demikian t hitung > t tabel atau 6,693 > 2,160. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pajak daerah mempengaruhi PAD, hasil ini membuktikan bahwa hipotesis Ho ditolak Ha diterima. b. Variabel retribusi daerah memiliki t hitung sebesar 5,737 dengan taraf signifikan 0,000 dibawah signifikan 0,05. Dengan demikian t hitung > t tabel atau 5,737 > 2,160. Sehingga dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah mempengaruhi PAD, hasil ini membuktikan bahwa hipotesis Ho ditolak Ha diterima.