BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian Untuk mencapai tujuannya dalam penelitian ini maka desain penelitian
yang dipergunakan adalah deskritif korelatif, dengan pendekatan cross sectional . Pengambilan sampel dalam penelitian ini mengunakan nonprobability sampling, dengan tehnik Consecutive Sampling. Dan teknik pengumpulan datanya dengan menggunakan kuesioner dibagikan kepada 81 responden yang merupakan sampel yang diteliti di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang dengan mengidentifikasi data umum yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan juga data khusus yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal perawat dan kepuasan pasien. Yang kemudian diolah secara manual meliputi pemberian skor responden untuk selanjutnya disusun dalam bentuk tabel data. 1. Karakteristik Lokasi Penelitian Penelitian
tentang
Hubungan
Komunikasi
Interpersonal
Perawat terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang dilakukan di Unit Rawat Jalan yang berada di lantai 1, lantai 2 dan Lantai 3 Gedung OPD Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Lantai 1 terdiri dari satu ruang yaitu Poli Umum dengan jumlah perawat 8 (delapan) orang bekerja dalam 2 (dua) shift. Lantai 2 Gedung OPD terdiri dari 9 (sembilan) ruang yaitu Klinik Penyakit Dalam, Klinik Syaraf, Klinik Bedah, Klinik Anak, Klinik Jantung, Klinik Paru, Klinik Gigi, BKIA dan Klinik Obsgyn dengan perawat berjumlah 26 orang. Dan Lantai 3 Gedung OPD terdiri dari 14 (empat belas) ruang yaitu Klinik Penyakit Dalam, Klinik Syaraf, Klinik Bedah, Klinik Anak, Klinik Jantung, Klinik Paru, Klinik Gigi, BKIA dan Klinik Obsgyn, Klinik Mata, THT, Klinik Pain, Klinik Kulit, Klinik Gizi dan Klinik DOT dengan jumlah perawat 37 orang. Baik Lantai 1, Lantai 2 dan Lantai 3 Gedung OPD menerima pelayanan 38
kesehatan bagi pasien umum maupun asuransi dan perusahaan. Rumah Sakit Telogorejo Semarang adalah Rumah Sakit Swasta yang terletak di Jalan KH Ahmad Dahlan Semarang. Adapun responden dalam penelitian ini adalah semua pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan berjumlah 81 responden dengan tehnik Consecutive Sampling Sampling.
2. Karakteristik Responden Penjelasan tentang karakteristik atau identitas responden terdapat dalam tahap ini. Karateristik arateristik tersebut meliputi jenis kelamin, usia responden, pendidikan, dan pekerjaan. a) Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Telogo Semarang Jenis Kelamin dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu laki-laki laki laki dan perempuan. Hasil penelitian tentang jenis kelamin responden menunjukkan :
Gambar 4.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Tahun 2014
Jenis Kelamin 28,4 % Laki-Laki Perempuan
71,6 %
Dari data yang disajikan dalam gambar tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa mayoritas responden berjenis kelamin
39
perempuan, perempuan dengan prosentase 71,6% atau sebanyak 58 responden dari total 81 responden. Adapun sisanya yaitu 28,1% % atau sebanyak 23 responden berjenis kelamin laki-laki.
b) Karakteristik responden berdasarkan usia di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang
Gambar 4.2 Karakteristik responden berdasarkan usia di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Tahun 2014
Usia (tahun) 2,5 % 17,3 %
Usia < 20 12,3 %
Usia 21-25 25 Usia 26-30 30
55,6 % 12,3 %
Usia 30-35 35 Usia > 36
Dengan berdasarkan kepada hasil penelitian di atas maka diketahui bahwa mayoritas usia responden adalah > 36 tahun, atau sebesar 55,6% dengan jumlah 45 responden dari total 81 responden yang diteliti.
c) Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dibagi menjadi 5 (lima) (l kelompok, yaitu : 1. Kelompok 1 : PNS 2. Kelompok 2 : TNI/POLRI
40
3. Kelompok 3 : Swasta 4. Kelompok 4 : Wiraswasta 5. Kelompok 5 : Selain dari yang tersebut sebelumnya. Adapun hasil dari penelitian karakteristik responden berdasarkan pekerjaan tersebut adalah :
Gambar 4.3 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Tahun 2014
Pekerjaan 4,9 %
4,9 % 1,2 %
14,8 %
PNS TNI/POLRI Swasta 74,1 %
Wiraswasta Lainnya
Dari hasil penelitian tentang karakteristik responden berdasarkan pekerjaan maka yang paling banyak banyak melakukan kunjungan di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang adalah kelompok responden yang bekerja sebagai swasta dengan prosentase 74,1 % responden, atau sebanyak 60 responden dari total 81 rresponden. esponden. Sedangkan yang paling sedikit melakukan perawatan kesehatan di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang adalah kelompok responden yang bekerja sebagai TNI/POLRI dengan prosentase 1,2 % responden, atau sebanyak 1 responden dari total 81 respond responden.
41
d) Karakteristik responden berdasarkan Pendidikan di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Yang dimaksud dengan pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan terakhir pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Sedangkan pengelompokan yang dilakukan peneliti membagi kelompok pendidikan tersebut menjadi 3 (tiga), yang terdiri dari : 1. Kelompok 1 : SMP 2. Kelompok 2 : SMA 3. Kelompok 3 : Perguruan Tinggi Adapun hasil ppenelitian enelitian tentang Karakteristik responden berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut :
Gambar 4.4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Tahun 2014
Pendidikan 4,9 %
SMP
45,7 % 49,4 %
SMA Perguruan Tinggi
Dari hasil gambar di atas maka dapat diketahui bahwa kebanyakan responden yang membutuhkan pelayanan kesehatan rawat jalan di Rumah Sakit Telogorejo Semarang berpendidikan akhir perguruan tinggi, tinggi, dengan jumlah prosentase sebanyak 49,4% responden atau sebanyak 40 responden dari total 81 responden.
42
Sedangkan responden berpendidikan SMA sebanyak 37 dengan jumlah prosentase 45,7%. Dan sebagian kecil responden sebanyak 4,9% % responden atau sebanyak 4 responden dari total 81 responden yang membutuhkan pelayanan kesehatan kesehatan rawat jalan di Rumah Sakit Telogorejo Semarang berpendidikan akhir SMP. SMP
3. Data Khusus Penelitian ini tidak hanya menyajikan data karakteristik responden, namun juga meliputi data khusus yang terdiri dari Komunikasi Interpersonal Perawat dan Tingkat Kepuasan Kepuasan Pasien. Adapun penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut : a) Komunikasi Interpersonal Perawat di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang
Gambar 4.5 Komunikasi Interpersonal Perawat di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Tahun 2014
Komunikasi Interpersonal Perawat 28,4 % Baik 71,6 %
Cukup Baik
Berdasarkan pada gambar tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa 71,6% % responden menyatakan komunikasi interpersonal perawat di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo
43
Semarang baik atau sebanyak 58 responden dari total 81 responden yang diteliti. Sementara itu 28,4% % responden atau sebanyak 23 responden dari total 81 responden yang diteliti menyatakan komunikasi interpersonal perawat di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang cukup baik. Dan tidakk satupun responden dari
81
responden
yang
diteliti
menyatakan
komunikasi
interpersonal perawat di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang kurang baik.
b) Tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang
Gambar 4.6 Tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Tahun 2014
Tingkat Kepuasan Pasien 1,2 % 37,0 %
Puas 61,7 %
Cukup Puas Tidak Puas
Dari hasil penelitian tentang tingkat kepuasan pasien sesuai tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan pelayanan keperawatan di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang merasa merasa puas puas,
dengan
prosentase 61,7% responden atau sebanyak 50 responden dari total 81 responden yang diteliti. Dan sisanya yaitu 37,0% % responden 44
atau sebanyak 30 responden menyatakan cukup puas dan dari total 81 responden yang diteliti menyatakan pelayanan keperawatan di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang tidak memuaskan dengan prosentase 1,2% atau sebanyak 1 responden.
c) Tabulasi Silang Hubungan Komunikasi Interpersonal Perawat terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa Hubungan Komunikasi Interpersonal Perawat Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien dari total 81 responden yang diteliti diperoleh data Komunikasi Interpersonal Perawat baik dan memuaskan adalah 94% responden atau sebanyak 47 responden. Sedangkan data Komunikasi Interpersonal Perawat baik dan cukup puas adalah 36,6% responden atau sebanyak 11 responden. Sedangkan Hubungan Komunikasi Interpersonal Perawat Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien dari total 81 responden yang diteliti diperoleh data Komunikasi Interpersonal Perawat cukup baik dan memuaskan adalah 6,0% responden atau sebanyak 3 responden. Data Komunikasi Interpersonal Perawat cukup baik dan cukup puas sebanyak 19 responden atau sebanyak 63,4% dan menyatakan tidak puas sebanyak 1 responden atau 100%.
d) Uji Hipotesis Menggunakan Analisis Spearman’s rho dengan Bantuan SPSS a. Hipotesis H0 =
Tidak
ada
Hubungan
Komunikasi
Interpersonal
Perawatan terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang.
45
H1 =
Ada Hubungan Komunikasi Interpersonal Perawatan terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang.
b. Uji Korelasi Dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisa Spearman’s rho dengan bantuan program SPSS versi 17.0 dimana α = 0,05 dan kriteria pengujian H0 diterima apabila p value ≥ α, dan sebaliknya. Adapun hasil output SPSS versi 17.0 tentang Hubungan
Komunikasi
Interpersonal
Perawat
Terhadap
Tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang p value = 0,00 dengan koefisien korelasi = 0,712. Sehingga dapat diketahui nilai p value < α. Dengan demikian H0 ditolak, maka H1 diterima. Maka dapat
diketahui bahwa ada Hubungan Komunikasi
Interpersonal Perawat Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang dengan pengaruh yang kuat, karena korelasi 0,712 pada α = 0,01. Kesimpulan dari hasil analisa di atas bahwa semakin baik (tinggi) Komunikasi Interpersonal Perawat, maka akan semakin tinggi pula Tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang (berbanding lurus).
46
Gambar 4.6 Hubungan antara Komunikasi Interpersonal Perawat dan Tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Tahun 2014
r = 0,712 B.
p value = 0.000
Pembahasan a) Komunikasi Interpersonal Perawat di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia, komunikasi memiliki peran yang sangat penting tidak sekedar menyampaikan informasi namun juga berperan membentuk suasana yang melibatkan lingkungan sekitar, sehingga kenyamanan bahkan kepuasan terhadap suatu situasi muncul akibat terjadinya komunikasi yang baik. Edward Depari (Widjaja, 2000), komunikasi sebagai proses penyampaian gagasan harapan dan pesan (Stimulus, p valuenal, simbol atau informasi) baik dalam bentuk verbal maupun non-verbal, yang disampaikan melalui lambang-lambang tertentu,
47
mengandung arti, dilakukan oleh peyampai pesan (komunikator) ditujukan kepada penerima pesan (komunikan) dengan maksud mencapai kebersamaan (Commons). Demikian halnya dalam aktivitas sebuah rumah sakit atau pelayanan kesehatan. Dimana terdapat berbagai ragam komunikator dan komunikan yang berinteraksi dalam menyampaikan pesan. Maka kebutuhan untuk berkomunikasi dengan baik menjadi hal yang penting untuk mencapai maksud yang dituju. Meskipun berbeda kepentingan, baik pasien maupun perawat melakukan komunikasi untuk mencapai tujuan kebersamaan tersebut. Tentu tujuannya akan berbeda, dimana perawat melakukan komunikasi untuk menjaga kerjasama dengan pasien dalam memenuhi kebutuhannya akan pelayanan kesehatan, adapun pasien sendiri memiliki kebutuhan untuk memperoleh kepuasan dalam pelayanan kesehatan yang dia butuhkan, pasien berharap dengan demikian maka permasalahannya akan dapat teratasi. Dalam upaya menyatukan tujuan tersebut maka diperlukan komunikasi interpersonal perawat yang baik dengan pasiennya. Hal ini akan sangat membantu perawat dalam upayanya menyelesaikan permasalahan
pasien,
dengan
demikian
komunikasi
dapat
mempermudah usaha untuk memberikan bantuan medik serta memberikan pelayanan psikologis yang sangat dibutuhkan pasien. Tentunya perawat sangat perlu memahami komunikasi, karena belum semua
pelayanan
keperawatan
mengarahkan
jalinan/rangkaian
komunikasi yang dia lakukan untuk memperjelas tujuan dan tindakan yang akan dilakukannya kepada pasien. Dari hasil penelitian diatas menunjukan bahwa komunikasi interpersonal perawat di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang saat memberikan pelayanan kepada pasien sudah baik. Komunikasi perawat dianggap baik oleh pasien misal seperti perawat saat menyambut pasien menunjukan sikap yang ramah saat
48
berkomunikasi, perawat tidak berbelit-belit dalam memberikan informasi,
perawat
mendengarkan
keluhan
pasien
dan
menanggapinya dengan baik, memberikan penjelasan tentang jadwal praktek dokter serta jam kedatangan dokter juga kejelasan perawat dalam memberikan informasi mengenai prosedur administrasi setelah pemeriksaan selesai dilakukan, pemberian informasi tentang tempat pengambilan obat dan pemeriksaan penunjang dan satu hal yang terpenting disini perawat selalu mengucapkan terimakasih setelah memberikan pelayanan terhadap pasien. Hasil penelitian dari 81 responden yang diteliti dapat diketahui bahwa 71,6% responden atau sebanyak 58 responden menyatakan komunikasi interpersonal perawat baik sedangkan 28,4% responden atau sebanyak 23 responden menyatakan komunikasi interpersonal perawat di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang cukup baik. Sama halnya yang dikemukakan oleh Imam Hanafi (2012), hasil penelitiannya dari 96 responden yang menyatakan komunikasi interpersonal perawat baik ada 53 responden (55,2%), komunikasi cukup baik 38 responden (39,6%), dan komunikasi yang kurang baik ada 5 responden (5,2%). Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Carl Hoveland (Effendy, 1993) yang menjelaskan bahwa salah satu tujuan komunikasi
adalah
proses
dimana
seorang
komunikator
menyampaikan rangsangan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang sebagaimana yang dikehendaki komunikator, agar isi pesan yang disampaikan dimengerti. Tentu maksudnya
tidak
hanya
dimengerti
oleh
komunikan
tetapi
sebagaimana yang dikehendaki tujuan sesungguhnya akan tercapai apabila komunikan mengubah sikap dan perilakunya seperti apa yang diinginkan oleh komunikator. Adapun komunikasi dalam keperawatan secara umum memiliki tujuan sebagai berikut :
49
a. Agar pesan yang disampaikan oleh perawat (komunikator) dapat dimengerti oleh pasien (komunikan). Hal ini sangat penting karena perawat memiliki tanggung jawab untuk memberikan penjelasan kepada pasien atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien dan pelayanan kesehatan yang akan dilakukan. Pasien harus dapat menerima penjelasan yang diberikan oleh pasien tersebut sehingga dia mau mengerti pesan yang disampaikan. b. Agar perawat memahami pasien. Perawat butuh mengerti kondisi yang sedang diderita oleh pasien. Ini untuk memperoleh masukan dari pasien kondisi yang terkini yang sedang diderita pasien tersebut, sehingga perawat mendapat banyak masukan terkait kondisi, penderitaan, penyakit dan apa yang dibutuhkan pasien, terutama yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan yang diinginkannya. c. Agar gagasan perawat dapat diterima baik oleh pasien. Perlunya penerimaan pasien terhadap perawat yang sedang merawatnya. Selain menjadi komunikator bagi pasien, maka perawat juga menjadi edukator bagi pasien tersebut. Menjadi tugas perawat untuk memberikan pendidikan kepada pasien tentang perlunya kesehatan dan menjaga kesehatannya. Dengan diterimanya perawat oleh pasien, maka edukasi akan dapat berjalan secara efektif dan berhasil. d. Dan pada akhirnya perawat mampu menggerakkan pasien untuk melakukan perintahnya, ini sangat bermanfaat bagi pasien, karena pelayanan kesehatan akan dapat berjalan apabila pasien mau melakukan perintah dalam pelayanan kesehatan tersebut. Dengan bergeraknya pasien untuk melakukan perintah perawat dalam pelayanan kesehatan maka proses pengobatan pasien telah berjalan dengan baik, dengan demikian proses penyembuhan pasien dapat berjalan pula.
50
Sebagai fungsi instrument menjadi alat untuk mempengaruhi, membujuk dan menggerakkan orang lain, komunikasi interpersonal sangat potensial dan menjadi jenis komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna. Komunikasi seperti ini berperan sangat penting selama manusia memiliki emosi. Karena kedekatan emosional antara perawat dan pasien akan membuat perasaan akrab diantara meraka sehingga interaksinya menjadi lebih baik. Hal yang tidak mungkin didapatkan dari komunikasi jenis lain seperti lewat media massa atau teknologi canggih sekalipun. Dengan menggunakan pendapat dari De Vito (Leliweri, 2009) tentang ciri-ciri komunikasi interpersonal yang efektif, maka dapat diketahui sejauh mana hubungan interpersonal yang terjadi dalam penelitian ini : a) Keterbukaan (openness) Ada keterbukaan antara perawat (komunikator) dan pasien (komunikan) dalam berinteraksi, sehingga tidak ada yang ditutup-tutupi atau perasaan malu mengungkapan informasi yang ada. Dan keduannya saling mengerti dan memahami komunikasi mereka. Jadi tidak ada kebohongan dan menyembunyikan informasi yang sebenarnya. Sehingga komunikasi interpersonal berlangsung secara adil, transparan, dua arah dan dapat diterima kedua belah pihak. b) Empati (empathy) Terutama bagi perawat harus mampu menunjukkan empatinya kepada pasien, perasaan apabila dia dalam posisi pasien yang membutuhkan bantuan atas apa yang sedang dideritanya,
dimana
seorang
pasien
yang
sakit
tentu
membutuhkan uluran tangan dan perhatian. c) Sikap mendukung (supportiveness) Baik perawat (komunikator) dan pasien (komunikan) saling mendukung dan bekerjasama, dengan harapan mampu
51
melaksanakan semua pendapat, ide dan gagasan, dimana setiap pasien tentu membutuhkan dukungan sehingga dapat lebih bersemangat untuk meraih keinginan pasien tersebut yaitu untuk sembuh. d) Sikap positif (positiveness) Dalam komunikasi interpersonal, tanggapan awal yang positif akan sangat membantu dalam melanjutkan komunikasi selanjutnya. Sikap positif ini dengan mudah akan dapat menghilangkan sikap curiga dan prasangka buruk yang dapat menghambat jalinan komunikasi antara
komunikator dan
komunikan. Jadi kedua belah pihak diharapkan dalam melakukan komunikasi interpersonal mengembangkan sikap positif dan menghilangkan sikap curiga dan prasangka buruk. e) Kesetaraan (equality) Anggapan salah satu diantara komunikator dan komunikan lebih tinggi derajatnya atau tidak setara hanya akan memperkeruh komunikasi interpersonal. Kesetaraan menjadi sangat penting dalam komunikasi interpersonal sehingga dapat menghilangkan perasaan canggung yang membuat suasana tidak nyaman. Kesetaraan akan sangat membantu terutama bila keduanya memiliki kesetaraan pandangan, pendapat, sikap, usia ideologi dan lain sebagainya. Profesionalisme seorang perawat tidak hanya dilihat dari kemampuan atau keahliannya di bidang medis saja, namun juga dapat dilihat dari kemampuan dan ketrampilan perawat tersebut dalam melakukan komunikasi interpersonal. Tanpa kemampuan untuk melakukan komunikasi interpersonal yang baik, maka dapat dipastikan perawat tidak akan mampu mengimplementasikan kemampuan atau keahliannya di bidang medis terhadap pasien. Dan kemampuan sebagaimana yang
52
diungkapkan De Vito di atas maka tidaklah mungkin seorang pasien memberikan kepercayaannya kepada perawat untuk merawatnya. Dan jika seorang perawat tidak mendapatkan ijin merawat pasien akibat dari komunikasi interpersonal yang buruk, maka bagaimana mungkin perawat tersebut mampu mencapai tujuan dan memenuhi harapan pasien tersebut. Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa Komunikasi Interpersonal Perawat di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang pada saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien rawat jalan adalah baik. Jika pasien rawat jalan tersebut mendapat respon yang baik dari pelayanan kesehatan di rawat jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang sesuai yang mereka
harapkan,
pelayanan
yang
sehingga terbaik
dari
pasien rumah
merasa sakit
mendapatkan dan
mampu
meningkatkan kepuasan pasien, atas pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang.
b) Tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Dari hasil penelitian tentang tingkat kepuasan pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang dapat diketahui bahwa dari total responden sebanyak 81 responden, maka 61,7% responden atau sebanyak 50 responden menyatakan puas, sedangkan dari total responden sebanyak 81 responden, maka 37,0% responden atau sebanyak 30 responden menyatakan cukup puas, 1 responden atau 1,2% responden menyatakan tidak puas. Adapun 1 responden atau sebanyak 1,2 % responden yang tidak merasa puas tersebut menyatakan ketidak puasannya atas komunikasi perawat karena tidak memberikan senyuman, perawat tidak memperkenalkan diri, perawat tidak memberi info urutan pasien, perawat tidak memberi tahu jam
53
praktek dan kedatangan dokter, mengecewakan dalam menanggapi keluhan, sikap ketidak bersediaan perawat untuk membantu dan tidak ada kontak mata. Namun dari data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden, sebanyak 61,7% responden atau sebanyak 50 responden di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang menyatakan puas atas pelayanan kesehatan di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Kepuasan yang dirasakan pasien antara lain meliputi penampilan perawat yang ramah, bersih dan rapi, tersedianya alat-alat medis yang lengkap, kecepatan perawat dalam memberikan pelayanan, dan juga sikap perawat dalam memberikan pelayanan. Sesuai dengan visi Rumah Sakit Telogorejo, memberikan pelayanan yang terbaik untuk meningkatkan kepuasan pelanggan yaitu pasien. Oliver (Supranto, 2001) mengatakan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapannya. Terori yang mendukung tentang kepuasan adalah teori performasi yang diharapkan (expectation-performance theory) yang menjelaskan bahwa kepuasan adalah fungsi dari harapan seseorang tentang jasa dan performasi yang diterimanya. Jika jasa sesuai dengan harapan maka ia akan puas dan jika jasa kurang sesuai dengan harapan maka ia akan tidak puas. Pada intinya kepuasan itu bersifat subjektif karena terorientasi kepada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan pasien merupakan tingkat kepuasan yang dirasakan dari harapan pasien dan keluarganya terhadap kinerja pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Hal ini menjadi salah satu indikator dari kinerja pelayanan kesehatan rumah sakit tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa kepuasan pasien memiliki korelasi dengan berbagai aspek pelayanan kesehatan yang
54
disediakan oleh rumah sakit seperti mutu dari pelayanan yang diberikan, kecepatan dalam memberikan pelayanan, prosedur yang diterapkan oleh rumah sakit serta attitude dari petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan. Apabila pasien memberikan respon yang baik atas kinerja pelayanan kesehatan dan hal tersebut dapat diindikasikan dari perilaku positif pasien, maka dapat disimpulkan bahwa pasien memang puas atas pelayanan kesehatan yang telah diberikan. Sebagai pangsa utama dari rumah sakit, atau market bagi produk yang dijual atas jasa pelayanan kesehatan yang ditawarkan oleh rumah sakit, maka pasien menjadi individu yang sangat penting yang menghidupi rumah sakit dan semua aktivitasnya. Dan dalam proses membeli jasa rumah sakit tersebut, maka pasien tidak hanya menerima, menikmati dan melakukan proses pelayanan kesehatan untuk kesembuhan penyakit yang dideritanya, namun pada akhir dari proses tersebut tentu pasien akan melakukan evaluasi atas kinerja dan harapan yang dirasakannya. Pada proses evaluasi tersebut maka muncul perasaan puas atau tidak puas. Perasaan puas atau tidak puas dari pasien tersebut akan meningkat seiring bergesernya jarak antara kenyataan dan harapan atas kinerja pelayanan kesehatan. Namun demikian
beberapa
pasien
cenderung
berusaha
mengurangi/
memperkecil jarak tersebut agar berkurang rasa ketidakpuasan mereka (berusaha memaklumi atas apa yang terjadi). Tingkat Kepuasan Pasien sebetulnya adalah pembeda antara kinerja rumah sakit dan harapan pasien. Jika harapan pasien begitu tinggi sedangkan kinerja rumah sakit di bawah harapannya, maka kekecewaan yang akan muncul dalam diri pasien. Sedangkan jika kinerja rumah sakit lebih tinggi dari harapan pasien, maka pasien akan merasakan kepuasan yang tinggi pula, atau dapat dikatakan pasien sangat puas dengan pelayanan kesehatan rumah sakit. Pasien yang selalu merasa puas dengan pelayanan kesehatan rumah sakit
55
akan menumbuhkan kesetian yang lama, yang membuat mereka menjadi kurang sensitive terhadap harga atau biaya yang harus dikeluarkan dan akan memberikan pujian serta komentar yang baik tentang rumah sakit. Dalam kedekatannya dengan kepuasan pasien dan keluarganya, perawat memiliki hubungan dan kontribusi yang unik. Dimana attitute atau perilaku dari pelayanan seorang perawat merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kepuasan pasien. Semakin akrab seorang perawat dengan sikap yang baik akan lebih mudah diterima dan memberikan kenyamanan kepada pasien. Adapun pasien dalam mengevaluasi kinerja rumah sakit yang kemudian menghubungkannya dengan kepuasan atas pelayanan rumah sakit tersebut mengacu kepada beberapa faktor. Adapun beberapa faktor tersebut adalah : 1. Kualitas produk atau jasa Tidak seorang pun pasien yang tidak melihat dan menilai kualitas dari suatu produk atau jasa yang ditawarkan rumah sakit. Karena ini menyangkut kesehatan bahkan seringkali berkaitan dengan jiwa mereka. Maka sudut pandang pasien atas kualitas tersebut sangat dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk dan jasa yang sesungguhnya dan komunikasi rumah sakit, terutama iklan atau promosi rumah sakit dan bahkan promosi dari mulut ke mulut dari pasien yang pernah berobat di sana. 2. Kualitas pelayanan Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kualitas pelayanan memegang peranan sangat penting dalam menentukan kepuasan pasien. Perawat yang pemarah, arogan dan tidak bersahabat hanya akan merusak semua harapan dan menjauhkan rasa puas pasien. Sebaliknya jika pelayanan dari petugas kesehatan ramah, bersahabat dan memiliki empati maka pasien dapat kehilangan sensitivitasnya pada faktor-faktor yang lain.
56
3. Faktor emosional Perasaan bangga yang sama manakala seseorang mampu membeli sebuah mobil mewah dengan perasaan seorang pasien yang mampu membeli produk dan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit mewah. Faktor emosional yang berbeda bila kita perhatikan seseorang yang hidup di rumah mewah dan kemudian dilayani di puskesmas. Maka pasien yang dilayani di rumah sakit mewah cenderung lebih mudah merasa puas dan mendapatkan tingkat kepuasan yang tinggi. Disamping itu pengalaman memiliki pengaruh yang besar pula pada pasien atas pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit. 4. Harga Kualitas selalu identik dengan harga. Dimana kualitas yang tinggi selalu identik memiliki harga yang tinggi pula. Demikian pula sebaliknya, harga memberikan pengaruh kepada kualitas baik barang maupun jasa. Hal ini menjadi bagian dari evaluasi kepuasan seorang pasien. Bila seorang pasien telah memilih harga yang tinggi, maka harapan atas harga tersebut menjadi tinggi pula. 5. Biaya Biaya selalu menjadi pertimbangan utama seorang pasien memilih layanan kesehatan yang akan dipergunakannya. Terutama biaya yang murah dengan pertimbangan ekonomi mereka. Pertimbangan atas waktu dan efisiensi pelayanan yang tidak berlebihan menjadi bagian dari pertimbangan atas biaya yang mereka harus keluarkan. Meski pada pasien-pasien kaya biaya tidak terlalu menjadi pertimbangan mereka. Namun tetap saja pada saat akhir pelayanan, pasien akan mengevaluasi biaya sebagai bagian dari kepuasan mereka.
57
Secara khusus pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan mengukur tingkat kepuasan mereka berdasarkan prinsip Service Quality yang terbagi dalam lima cara, yaitu : 1) Bukti Fisik (Tangibles) Merupakan
bukti
langsung
atas
fasilitas
fisik,
kelengkapan dan material yang digunakan rumah sakit termasuk penampilan karyawan yang ada. 2) Reliabilitas (Reliablity) Profesionalisme
rumah
sakit
dalam
memberikan
pelayanan yang cepat dan akurat sejak awal pasien datang tanpa membuat kesalahan dan memuaskan. 3) Daya Tanggap (Responsiveness) Kemampuan karyawan untuk merespon kebutuhan pasien
secara
cepat
memenuhi
kebutuhannya
dan
menginformasikan jasa secara tepat. 4) Jaminan (Assurance) Melingkupi pengetahuan, keterampilan, kesopanan dan kemampuan menumbuhkan kepercayaan pasien. Secara luas jaminan juga memiliki arti bebas dari bahaya, resiko dan keraguraguan. 5) Empati (Empaty) Kemudahan dalam melakukan hubungan, mendapatkan perhatian pribadi, memahami kebutuhan pasien serta bertindak demi kepentingan pasien. Adapun dari hasil penelitian persentase tingkat kepuasan pasien menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden yang diteliti menyatakan pelayanan kesehatan di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang memuaskan sesuai dengan hasil penelitian sebanyak 61,7% responden atau sebanyak 50 responden.
58
c) Hubungan Komunikasi Interpersonal Perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang Dari hasil uji hipotesa dengan menggunakan analisis Spearman’s rho, sebelumnya dimana α = 0,05 maka didapatkan nilai p value = 0,00 dengan korelasi = 0,712 Dengan demikian dapat diketahui bahwa p value < α sehingga H0 ditolak yang berarti bahwa ada
Hubungan
Komunikasi
Interpersonal
Perawat
Terhadap
Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang, dengan pengaruh yang kuat, karena korelasi 0,712 pada α = 0,01. Dan dapat disimpulkan bahwa Komunikasi Interpersonal Perawat yang baik, akan mempengaruhi tingkat Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam setiap pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat. Terjalinnya komunikasi yang baik akan berpengaruh kepada kedekatan perawat dengan pasien dan kenyamanan serta penerimaan pasien atas pelayanan kesehatan yang sedang dilakukan sehingga pasien dapat merasakan kepuasan akibat dari kedekatan hubungan tersebut. Demikian halnya jika komunikasi tidak terjalin dengan baik, maka dapat dengan mudah menimbulkan kesalahpahaman, perbedaan pendapat hingga selisih paham yang membuat pasien tidak tenang dan ragu atas semua pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat dan pada akhirnya menimbulkan kekesalan yang berujung kepada ketidak puasan pasien. Maka hasil penelitian tersebut di atas dapat menunjukkan bahawa ada hubungan antara Komunikasi Interpersonal Perawat Terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Hal ini tidak serta merta terjadi namun karena komunikasi interpersonal perawat rawat jalan yang baik terhadap pasien di sana, dimana mereka berkomunikasi dengan ramah, sopan bertatap muka
59
dan tidak berbelit-belit, sehingga mampu memberikan gambaran kepada pasien manakala pasien tidak mengerti dan harapan-harapan pasien dapat dimengerti oleh perawat. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya kepuasan pasien sangat tergantung kepada kualitas interaksi perawat dengan pasien, meski ada faktor lain yang turut memberikan kepuasan kepada pasien. Pasien akan mengangkap perawat sebagai orang terdekat dalam pelayanan kesehatan bagi dirinya, sehingga pasien tergantung kepada komunikasi yang baik antara pasien dan perawat. Apabila harapan mereka dapat dipenuhi maka mereka akan merasa dihargai dan diperhatikan. Kedekatan pasien tersebut dengan perawat membuat pasien menganggap perawat yang telah meluangkan waktunya untuk merawat mereka lebih bisa memahami keadaan mereka, memenuhi kebutuhan mereka, mendengarkan keluhan mereka dan pada akhirnya memenuhi semua harapan mereka untuk sembuh. Komunikasi juga merupakan sebuah bentuk kepedulian dari perawat kepada pasien yang mereka rawat. Sehingga komunikasi tersebut menjadi sebuah empati yang baik yang bisa menentramkan pasien dan membuat mereka merasakan kepuasan. Kepuasan yang mereka peroleh seringkali diperbandingkan dengan kepuasan yang mereka dapatkan dari rumah sakit lain. Tidak hanya kesembuhan, kepuasan merupakan bagian lain yang penting dari kesembuhan pasien, dan kepuasan selalu dikaitkan dengan bentuk dari keseriusan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan dan upaya kesembuhan pasien. Sehingga kepuasan juga diharapkan mampu membantu mempercepat kesembuhan pasien tersebut. d) Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya mengambil jumlah sampel pasien rawat jalan yang dirata-rata dalam satu hari saja sehingga kepuasan pasien pada penelitian ini belum bisa menggambarkan dan belum bisa mewakili
60
keseluruhan pasien rawat jalan di rumah sakit Telogorejo Semarang. Pembatasan ini dimaksudkan untuk memudahkan penelitian yang dilakukan.
61