BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Penelitian eksperimen ini dilakukan di SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 15 April 2016 sampai dengan 2 Mei 2016. Data penelitian yang diperoleh berupa nilai tes hasil belajar siswa. Data hasil belajar diperoleh dari ulangan harian setelah pembelajaran materi Bangun Ruang Sisi Datar selesai diberikan. Instrumen digunakan berupa soal uraian sebanyak 4 nomor. Data nilai hasil belajar matematika siswa dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Data Hasil Tes Siswa Pretest Posttest Pretest Kontrol Kontrol Eksperimen N
Posttest Eksperimen
37
37
36
36
65,5405
65,8108
65,1389
74,6528
Minimum
55,00
52,50
52,50
62,50
Maksimum
75,00
75,00
72,50
90,00
Mean
Data-data yang telah diperoleh diatas, selanjutnya diuji untuk dianalisis menggunakan program komputer SPSS 16.0 for Windows agar dapat diperoleh kesimpulannya. Analisis yang dilakukan meliputi uji prasyarat yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas, kemudian uji hipotesis menggunakan Paired Sample T-Test dan Independent Sample T-Test.
63
1.
Uji Prasyarat Uji Prasyarat berupa uji normalitas dan homogen dilakukan pada setiap data
yang diperoleh. Pada penelitian ini digunakan taraf signifikan 5%, sehingga semua hasil dibandingkan dengan signifikansi 0,05. Signifikan artinya meyakinkan atau berarti yang dalam penelitian mempunyai arti bahwa hipotesis telah terbukti pada sampel dapat diberlakukan pada populasi. a.
Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal tidaknya suatu data. Dalam
penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan SPSS 16.0 for Windows. Data dikatakan normal jika hasil belajar dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Kelas Signifikansi Keterangan Pretest Kontrol
0,625
Normal
Posttest Kontrol
0,587
Normal
Pretest Eksperimen
0,629
Normal
Posttest Eksperimen
0,107
Normal
Hasil uji normalitas berdasarkan Tabel 8 menunjukkan semua data berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi yang sama atau tidak. Data dikatakan homogen jika tidak ada variasi. Uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan dengan uji Levene menggunakan SPSS
64
16.0 for Windows. Data dikatakan homogen jika hasil analisis menunjukkan nilai sig > 0,05. Hasil uji homogenitas terhadap pengetahuan awal dan hasil belajar dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Varians Populasi Ket. Sig. Pretest
0,458 Homogen
Posttest
0,767 Homogen
Hasil uji homogenitas berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa semua data merupakan data yang homogen.
2.
Uji Hipotesis Pada pengujian persyaratan analisis di atas, dapat dilihat bahwa sebaran data
dalam penelitian ini adalah berdistribusi normal dan homogen sehingga dapat dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Independent Sample t-test dan Paired Sample Test. Independent Sample t-test digunakan untuk menguji apakah kedua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen) memiliki kemampuan yang sama berdasarkan data pretest dan untuk menguji hipotesis ketiga “jika model Problem Based Learning (PBL) diterapkan pada pembelajaran matematika, maka akan lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dibanding pembelajaran konvensional” Paired Sample Test digunakan untuk menguji hipotesis pertama “Pembelajaran matematika dengan menerapkan model Problem Based learning (PBL) efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.” dan hipotesis kedua “Pembelajaran matematika dengan menerapkan model konvensional efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.”.
65
1.
Untuk mengetahui kedua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen) memiliki kemampuan yang sama berdasarkan data pretest dilakukan uji Independent Sample t-test. Adapun ringkasan hasil pengujian disajikan pada tabel sebagai berikut: Tabel 10. Ringkasan Hasil Pengujian Independent Sample t-test pada Data Pretest Nilai Taraf sig. Status Sumber Mean Sig. Pretest 65,5405 Tidak Kontrol 0,735 0,05 Signifikan Pretest 65,1389 Eksperimen Hasil uji t pada Tabel 10 diperoleh bahwa berdasarkan data pretest kedua
kelompok (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen) memiliki kemampuan yang sama. 2.
Untuk menguji hipotesis pertama “Jika model Problem Based Learning (PBL) diterapkan pada pembelajaran matematika maka akan efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta” dilakukan pengujian menggunakan Paired Sample t-Test. Hipotesis yang digunakan: H0 : µ2 ≤ 60,9 Ha : µ2 > 60,9 Adapun ringkasan hasil pengujian disajikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 11. Ringkasan Hasil Pengujian Paired Sample Test pada Data Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen Status Sumber Mean Nilai Sig. Taraf sig. Pretest Posttest
65,1389 74,6528
0,000
66
0,05
Signifikan
Hasil uji-t pada tabel 11 dapat disimpulkan ada perbedaan antara sebelum dan sesudah perlakuan pada kelas eksperimen. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig. < 0,05. Dari hasil uji-t dan perhitungan statistik tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 3.
Untuk menguji hipotesis kedua “Jika model pembelajaran konvensional diterapkan pada pembelajaran matematika maka tidak efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta” dilakukan pengujian menggunakan Paired Sample t-Test. Hipotesis yang digunakan: H0 : µ1 ≤ 60,9 Ha : µ1 > 60,9 Adapun ringkasan hasil pengujian disajikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 12. Ringkasan Hasil Pengujian Paired Sample Test pada Data Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol Status Sumber Mean Nilai Sig. Taraf sig. Pretest Posttest
65,4730 65,8108
0,254
0,05
Tidak Signifikan
Hasil uji-t pada tabel 10 dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah perlakuan pada kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig. > 0,05. Dari hasil uji-t dan perhitungan statistik tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menerapkan model konvensional tidak efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. 4.
Untuk menguji hipotesis ketiga “jika model Problem Based Learning (PBL) diterapkan pada pembelajaran matematika, maka akan lebih efektif untuk
67
meningkatkan hasil belajar siswa dibanding pembelajaran konvensional” dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: (a) Membandingkan hasil 2 pengujian sebelumnya, jika salah satu model pembelajaran efektif dan lainnya tidak efektif maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran yang efektif lebih efektif daripada model pembelajaran yang lainnya. Berdasarkan kesimpulan pengujian 1 dan 2 yaitu pembelajaran matematika dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan pembelajaran matematika dengan menerapkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan pembelajaran matematika dengan menerapkan model konvensional tidak efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) lebih efektif dari pada pembelajaran konvensional. (b) Dilakukan pengujian menggunakan Independent Sample t-test Hipotesis yang digunakan: H0: 𝜇1 ≤ 𝜇2 Ha: 𝜇1 > 𝜇2 Adapun ringkasan hasil pengujian disajikan pada tabel sebagai berikut: Tabel 13. Ringkasan Hasil Pengujian Independent Sample t-test pada Data Posttest Nilai Taraf sig. Status Sumber Mean Sig. Posttest 65,8108 Kontrol Signifikan 0,000 0,05 Posttest 74,6528 Eksperimen
68
Hasil uji t diperoleh ada perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen setelah dilakukannya perlakuan. Dari hasil uji-t dan perhitungan statistik tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) lebih efektif dari pada pembelajaran konvensional. B. Pembahasan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang di desain untuk dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi Bangun Ruang Sisi Datar yang memerlukan pemahaman konsep dan latihan soal untuk menguasai materi tersebut. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data hasil belajar menggunakan soal tes. Soal tes yang digunakan untuk tes di adaptasi dari penelitian yang dilakukan oleh Arianti (2013) yang sudah divalidasi. Kisi kisi soal tes pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa instrumen sudah mewakili indikator pembelajaran materi Bangun Ruang Sisi Datar. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti terlebih dahulu memberi tes awal kepada siswa untuk mengetahui kemampuan siswa pada materi bangun ruang sisi datar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutrisno (2012), bahwa pelaksanaan tes sebelum perlakuan dilakukan untuk mengetahui pemahaman awal siswa. Hasil tes awal juga digunakan sebagai pedoman dalam pembentukan kelompok belajar yang heterogen dan penentuan informan. Pada pelaksanaan penelitian, peneliti mengikuti fase-fase model PBL yang berada pada kegiatan inti pembelajaran yang dikemukaan Sugiyanto (2010: 159) yang terdiri dari 5 tahap atau fase, yaitu (1) orientasi siswa pada masalah; (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) membantu penyelidikan individual
69
maupun kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Kegiatan pendahuluan yang dilaksanakan yaitu peneliti membuka pelajaran dengan mengucapkan salam mengajak siswa untuk berdoa sebelum belajar, mengecek kehadiran siswa dan mempersiapkan siswa untuk belajar. Kemudian peneliti memberikan arahan dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selanjutnya peneliti memberikan motivasi kepada seluruh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (1990) yang menyatakan bahwa betapa pentingnya membangkitkan motivasi belajar siswa, sebab siswa yang memiliki motivasi untuk belajar akan lebih siap belajar dari pada siswa yang tidak memiliki motivasi belajar. Peneliti memberikan apersepsi dengan mengingatkan atau mengecek pengetahuan prasyarat siswa pada materi yaitu bangun datar dan jaring-jaring bangun ruang biasa dengan tanya jawab, guru memperbaiki serta memberikan penguatan terhadap pengetahuan prasyarat siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Ningsih (2013) yang menyatakan bahwa kegiatan memberikan apersepsi adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari. Pada fase mengorientasi siswa pada masalah, peneliti mengorientasikan permasalahan kepada siswa dengan mengajukan salah satu masalah yang tertera pada LKS yang diberikan kepada siswa lalu meminta siswa mengamati (membaca) dan memahami masalah secara individu serta mengajukan hal-hal yang belum dipahami terkait masalah yang disajikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2009) yang menyatakan bahwa siswa perlu memahami dalam tujuan pengajaran berdasarkan masalah adalah tidak untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah
70
besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pembelajar yang mandiri. Pada fase mengorganisasikan siswa untuk belajar, peneliti meminta siswa membentuk kelompok belajar yang heterogen dan memberikan LKS untuk dikerjakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Arends (2008) bahwa pada PBL mengharuskan guru untuk mengembangkan keterampilan siswa dan membantu mereka untuk mengivestigasi masalah secara bersama-sama. Pada fase membantu penyelidikan individual maupun kelompok, peneliti berkeliling memantau dan mengontrol jalannya diskusi kelompok. Peneliti mengamati dan memberikan bimbingan atau petunjuk terbatas pada siswa yang kesulitan berkaitan dengan langkah kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Nusantara dan Syafi’i (2013) yang menyatakan bahwa seorang guru memiliki kewajiban dalam mengatasi kesulitan yang dialami siswa pada proses belajarnya dengan melakukan upaya pemberian bantuan seminimal mungkin atau yang lebih dikenal dengan istilah scaffolding. Pada fase mengembangkan dan menyajikan hasil karya, peneliti menunjuk siswa secara acak untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya. Hal ini dilakukan agar siswa secara aktif terlibat dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhtadi (2009) bahwa dalam belajar, siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga bisa belajar dari sesama temannya, dan/atau dari manusia-manusia sumber di luar sekolah. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sukmadinata (2005) bahwa penilaian belajar, selain didasarkan pada hasil belajar juga didasarkan pada aktivitas belajar siswa.
71
Pada fase menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hasil presentase yang dibawakan oleh temannya kemudian merefleksi kegiatan pembelajaran dengan cara tanya jawab. Hal ini sesuai dengan pendapat Fachrurazi (2011) yang menyatakan bahwa tanya jawab dan diskusi, yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap pemecahan masalah yang dilakukan. Dalam merefleksi pembelajaran peneliti bersama-sama melakukannya dengan siswa dengan cara umpan balik. Pada kegiatan penutup, peneliti membimbing siswa untuk menyimpulkan secara umum hasil penemuannya dan memberikan PR kepada siswa, selanjutnya peneliti menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. Penerapan model pembelajaran PBL dengan konvensional ditinjau dari hasil belajar dapat dibandingkan menggunakan beberapa uji statistik. Hipotesis yang diajukan penelitian ini adalah jika model Problem Based Learning (PBL) diterapkan pada pembelajaran matematika maka akan efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa, Jika model pembelajaran konvensional diterapkan pada pembelajaran matematika maka tidak efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa, dan jika model Problem Based Learning (PBL) diterapkan pada pembelajaran matematika, maka akan lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dibanding pembelajaran konvensional. Analisis data untuk menguji hipotesis tersebut dilakukan menggunakan paired sample t test. Uji t ditunjukkan untuk mengetahui adakah perbedaan yang signifikan pada hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen. Berdasarkan hasil uji t
72
pada Tabel 10 pada kelompok eksperimen, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 pada taraf signifikan 5%. H0
: Hasil belajar matematika siswa tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan menggunakan model PBL pada kelompok eksperimen. Ha
: Hasil belajar matematika siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan
menggunakan model PBL pada kelompok eksperimen. Berdasarkan nilai signifikan yang dibandingkan dengan taraf signifikan 5% menunjukkan nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan pada hasil belajar kelompok eksperimen menggunakan model PBL. Berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran, siswa pada kelas eksperimen menunjukkan aktif dalam pembelajaran. Hal ini dapat terlihat pada pertisipasi siswa dalam berdiskusi yang dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. Dokumentasi Kegiatan Diskusi Kelas Eksperimen Dalam proses pembelajaran siswa juga banyak mengajukan pertanyaanpertanyaan kritis tentang materi bangun ruang sisi datar berdasarkan masalah yang dihadapi siswa. Sikap ilmiah juga menjadi salah satu pengaruh hasil belajar siswa.
73
Siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dengan diwujudkan aktif dalam mengikuti pembelajaran cenderung memiliki hasil belajar matematika tinggi pula, sedangkan ia yang memiliki sikap ilmiah yang rendah atau pasif maka cenderung memiliki hasil pembelajaran yang rendah. Siswa yang aktif mencari tahu, berpendapat, dan berdiskusi dengan teman satu kelompok menjadi lebih cepat memahami materi pembelajaran dibandingkan ia yang hanya pasif dan menerima hasil akhir saja tanpa mengetahui prosesnya. Siswa dalam mengomunikasikan hasil diskusi juga terlihat aktif. Meskipun beberapa siswa masih malu untuk mempresentasikan hasil diskusi di depan temanteman. Namun saat mempresentasikan hasil diskusi tetap banyak siswa yang menunjukkan perhatian pada teman yang mempresentasikan. Sehingga banyak siswa yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menjadikan adanya proses diskusi dalam presentasi. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Dokumentasi Kegiatan Presentasi Kelas Eksperimen Berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan juga menunjukkan pembelajaran menggunakan model PBL efektif disebabkan pada kelompok eksperimen siswa dilatih untuk berfikir secara mandiri dalam memecahkan
74
masalah. Sehingga
pemahaman siswa akan meningkat ketika siswa berhasil memecahkan masalah matematika. Selanjutnya dari paired sample t test tersebut dapat diketahui adakah perbedaan yang signifikan pada hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol. Berdasarkan hasil uji t pada Tabel 11 pada kelompok eksperimen, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,254 pada taraf signifikan 5%. H0
: Hasil belajar matematika siswa tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan menggunakan model konvensional pada kelompok kontrol. Ha
: Hasil belajar matematika siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan
menggunakan model konvensional pada kelompok kontrol. Berdasarkan nilai signifikan yang dibandingkan dengan taraf signifikan 5% menunjukkan nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan pada hasil belajar kelompok kontrol menggunakan model konvensional. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran siswa cenderung dituntun oleh guru. Hal ini menjadikan siswa lemah dalam menemukan ide pemecahan masalah. Sehingga ketika siswa dihadapkan permasalahan baru siswa cenderung tidak bisa menyelesaikan permasalahan. Sikap ilmiah siswa pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional juga terlihat rendah menjadikan siswa cenderung hanya mendengarkan penjelasan dari guru. Selanjutnya dengan menggunakan Independent sample t test tersebut dapat diketahui adakah perbedaan yang signifikan pada hasil belajar matematika siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil uji t pada Tabel 12
75
pada kelompok eksperimen, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 pada taraf signifikan 5%. H0
: Hasil belajar matematika siswa tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Ha
: Hasil belajar matematika siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan
menggunakan pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Berdasarkan nilai signifikan yang dibandingkan dengan taraf signifikan 5% menunjukkan nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan pada hasil belajar kelompok eksperimen dibandingkan kelompok kontrol. Hal tersebut dapat terjadi karena siswa di kelompok eksperimen menunjukkan kemampuan kognisi yang lebih baik di bandingkan kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran kelompok eksperimen siswa cenderung lebih aktif dan lebih kritis dalam menyelesaikan masalah. Soal tes hasil belajar diberikan dalam soal uraian 4 soal. Dengan adanya soal uraian diharapkan sisa mampu berpikir kritis untuk menjawabnya. Soal uraian mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan pada soal uraian digunakan aspek kognitif tingkat tinggi seperti analisis-sintesis-evaluasi. Nana Sudjana, (2014: 35-37). Berdasarkan pemaparan mengenai hasil belajar matematika maka dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran PBL mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 10, 11, dan 12. Pada tabel tersebut menunjukkan rata-rata hasil belajar
76
siswa dengan model pembelajaran PBL lebih tinggi dibandingkan siswa dengan model pembelajaran Konvensional. Jumlah siswa yang tuntas untuk pembelajaran materi Bangun Ruang Sisi Datar pada kelompok eksperimen lebih banyak daripada kelompok kontrol dapat dilihat pada lampiran 19. Hasil analisis menunjukkan bahwa model pembelajaran memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Perbedaan pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran yang sama pada dua kelas yang berbeda tentunya akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Masing-masing model pembelajaran memiliki karakteristik masing-masing yang diwujudkan melalui langkah-langkah pembelajaran (sintaks). Menurut Joyce dan weil (Rusman Heriawan, 2012: 132-133) model pembelajaran disusun para ahli berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung. Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum atau rencana pembelajaran jangka panjang, merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas, sehingga guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Peneliti memilih model pembelajaran PBL dan Konvensional yang digunakan untuk membandingkan perolehan hasil belajar pada materi Bangun Ruang Sisi Datar. Model Pembelajaran PBL menjadikan siswa dapat menyusun konsep pembelajaran secara mandiri melalui penyelesaian suatu permasalahan dengan bimbingan dari guru, sedangkan model pembelajaran Konvensional menjadikan siswa dapat memahami konsep pembelajaran dengan tuntunan dari guru.
77
Pengetahuan awal matematika merupakan prasyarat pengetahuan yang dimiliki siswa tentang materi matematika pada topik-topik yang pernah dipelajari sebelumnya guna sebagai pendukung untuk mempelajari materi matematika pada topik-topik selanjutnya. Pada materi sebelunya memuat materi jaring-jaring bangun ruang. Pada materi Luas Permukaan dan Volume Bangun Ruang memuat cara penyelesaian yang terdapat pada konsep jaring-jaring, sehingga siswa akan lebih mudah memahami konsep Luas Permukaan dan Volume ketika pembelajaran dikaitkan dengan jaring-jaring bangun ruang. Hasil belajar siswa diukur menggunakan soal tes berupa soal uraian. Jika ditinjau dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah, yaitu 60, masih banyak sisya yang belum mencapai KKM pada nilai hasil tesnya. Sehingga selain model pembelajaran dan pengetahuan awal, masih terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain intelegensi, kesiapan, ingatan, sikap ilmiah, kesehatan, kelelahan, dan lingkungan. Siswa dapat menjadikan pembelajaran menjadi bermakna dan bermanfaat akan lebih lama mengingat materi pembelajaran tersebut. Selain itu siswa yang belajar berdasarkan hal-hal yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari akan membantunya mengingat materi pembelajaran yang berkaitan dengan hal tersebut. Siswa yang menemukan materi dan konsep pembelajaran secara mandiri akan lebih lama mengingat konsep yang telah dibangunnya. Kondisi demikian terjadi pada kelompok PBL, sedangkan pada kelompok Konvensional peneliti masih banyak campur tangan dalam membangun konsep dan materi pembelajaran serta siswa masih banyak yang belajar dengan cara menghafal.
78
Sikap ilmiah ini menjadi salah satu pengaruh hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dengan diwujudkan aktif dalam mengikuti pembelajaran cenderung memiliki hasil belajar matematika tinggi pula, sedangkan ia yang memiliki sikap ilmiah yang rendah atau pasif maka cenderung memiliki hasil pembelajaran yang rendah. Siswa yang aktif mencari tahu, berpendapat, dan berdiskusi dengan teman satu kelompok menjadi lebih cepat memahami materi pembelajaran dibandingkan ia yang hanya pasif dan menerima hasil akhir saja tanpa mengetahui prosesnya. Selain itu wawasannya menjadi lebih luas karena ia lebih banyak membaca sumber belajar. Selain itu siswa yang lebih paham mengenai materi pembelajaran cenderung lebih mudah mengerjakan soal tes. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan Ariyanti (2013). Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang menjadi terganggu apabila kesehatannya terganggu. Selain itu menjadi cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, ataupun gangguan fungsi alat indera lainnya. Slameto, (2003: 54-55). Kondisi kesehatan dan kelelahan erat kaitannya dengan faktor lingkungan, dimana jam pembelajaran yang berada di akhir waktu sekolah menjadikan siswa sudah kelelahan baik secara jasmani maupus psikis, sehingga konsentrasinya mudah hilang. Sehingga kondisi ini menjadi salah satu pengaruh nilai tes yang diperoleh siswa menjadi kurang maksimal. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Fachri (2014) yang menyimpulkan bahwa penerapan model PBL yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 19 Palu. Demikian juga penelitian yang dilakukan Juliana (2014) menyimpulkan bahwa pendekatan
79
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara siswa tingkat kemampuan atas, menengah, dan bawah. Berdasarkan pemaparan mengenai hasil belajar matematika maka dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran PBL mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
80