BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Kecamatan Sungailiat Letak geografis Kecamatan Sungailiat merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bangka yang terletak antara 10 3`-30 7` LS dan antara 1050 45-1070 BT dengan luas 146,380 Km2 atau 4,96 persen dari Kabupaten Bangka. Kecamatan Sungailiat merupakan ibukota Kabupaten Bangka dan
pusat
pemerintahan
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Riau Silip, Selatan berbatasan dengan Kecamatan Merawang, Barat berbatasan dengan Kecamatan Pemali dan Timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan. Kondisi iklim Kecamatan sungailiat beriklim tropis dengan variasi hujan antara 18,5 mm hingga 394,7 mm tiap bulan. Suhu rata bervariasi antara 26,2°C hingga 28,3°C, sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 71% hingga 88%. daerahnya terdiri dari rawa-rawa, dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian rata-rata 50 meter dari permukaan laut. Kecamatan Sungailiat khususnya dan Kabupaten Bangka pada umumnya tidak ada danau alam, hanya ada bekas penembangan bijih timah yang luas dan hingga menjadikannya seperti danau buatan yang disebut kolong. 2) Gambaran umum Puskesmas Sinar baru
(1) Letak geografis Puskesmas Sinar baru merupakan salah satu puskesmas dari 3 Puskesmas yang ada di Kecamatan Sungailiat, Luas wilayah Kelurahan Sinar Baru ± 35,33 KM persegi dengan 9 lingkungan, dengan jumlah penduduk 12.379 orang. Secara administratif Puskesmas Sinar Baru berbatasan dengan : Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Deniang Kecamatan Riau Silip, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Kuday Kecamatan Sungailiat, sebelah Utara berbatasan dengan Laut Natuna dan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Penyamun Kecamatan Pemali (2) Demografi Penduduk yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru
terdiri dari
berbagai suku bangsa dan keturunan dengan jumlah penduduk sebesar 12.379 jiwa, sebaran penduduk relatif merata dengan kepadatan yang tidak terlalu tinggi kecuali pada daerah-daerah tertentu. Sebaran penduduk di 9 lingkungan adalah sebagai berikut lingkungan bukit kuala 788 jiwa, lingkungan jalan laut 751 jiwa, lingkungan Kuday utara 755 jiwa, lingkungan Sinar baru 2620 jiwa, lingkungan Jelutung 2098 jiwa, lingkungan Sinar Jaya 2193 jiwa, lingkungan Ake 865 jiwa, lingkungan Matras 1570 jiwa dan lingkungan Hakok 739 jiwa rata-rata kepadatan penduduknya adalah 332 km2, rata-rata jiwa pada setiap kepala keluarga adalah 4 jiwa.
(3) Pendidikan Pendidikan cukup memadai ditandai dengan banyaknya sekolah di wilayah kerja Puskesmas Kenanga seperti taman kanak-kanak ada 6 buah, SD/ sederajat 2 buah, SMP/ sederajat 3 buah, SMA/ sederjat ada 2 buah. (4) Mata pencaharian Mata penceharian penduduk cukup beragam antara lain berdagang, berkebun, nelayan, pegawai negeri sipil, buruh harian, pekerja tambang timah dan lain-lain, sehingga penghasilan mereka relatif cukup bervariasi. (5) Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana Puskesmas Sinarbaru yang mendukung kegiatan perkesmas terdiri dari satu ambulan Pusling, sembilan Posyandu, dua Puskesmas Pembantu, satu Polindes, PHN
kit
untuk sembilan tenaga perawat, ATK
(termasuk blangko- blangko Asuhan Keperawatan dan Kunjungan rumah ). (6) Sumber Daya Manusia Ketenagaan penunjang kegiatan Perkesmas yang ada di Puskesmas Sinarbaru terdiri dari dua orang dokter umum, sembilan tenaga perawat, empat tenaga Bidan, satu petugas sanitasi, serta staf Puskesmas yang lain seperti
petugas
laboratorium. (7) Kegiatan Perkesmas Puskesmas Sinarbaru dengan jumlah tenaga perawat sembilan orang melaksanakan kegiatan perkesmas dalam menanggulangi malaria di wilayah kerjanya. Kegiatan yang dilakukan oleh perawat Puskesmas Sinarbaru adalah
dengan penemuan kasus baik dengan active case finding maupun pasive case finding, lalu mengunjungi setiap penderita positif malaria untuk diberikan perawatan dirumah sampai keluarga tersebut mampu merawat penderita malaria secara mandiri, penyuluhan pencegahan malaria dan cara merawat orang dengan positif malaria kepada keluarganya, dan mengambil sediaan darah pada semua anggota keluarga serta Penyelidikan Epidemiologi (PE) tetangga disekitar rumah penderita yang menunjukkan gejala malaria sebanyak 10 rumah dalam rangka deteksi dini. Deteksi dini juga dilakukan dengan kegiatan Malaria Blood Survey (MBS). Penderita dengan positif malaria dikunjungi ulang pada hari ke 3, 7 dan 14 untuk memastikan obat telah diminum habis, dan kunjungan evaluasi pada hari ke 28 untuk memastikan penderita tersebut sudah sembuh atau belum, pembinaan kelompok prioritas, dokumentasi keperawatan. Gambar 4.1 Peta wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru
3) Kasus Malaria di wilayah Puskesmas Sinarbaru Angka Annual Parasite Incidence (API) selama 3 tahun terakhir di Puskesmas Sinarbaru mengalami penurunan, dimana 49,10 ‰ pada tahun 2008, turun menjadi 8,60 ‰ pada tahun 2009, dan turun lagi pada tahun 2010 menjadi 3,64 ‰. Angka SPR selama 3 tahun terakhir berfluktuasi yaitu tahun 2008 SPR 38,3 % dan meningkat menjadi 4,6 % pada tahun 2009, dan pada tahun 2010 terjadi penurunan menjadi 3,8 %. Sejak dilaksanakannya kegiatan perkesmas yang difokuskan
untuk
menanggulangi malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, angka kesakitan malaria di Sinarbaru menunjukkan penurunan yang sangat cepat, bahkan saat ini malaria tidak lagi masuk dalam sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas Sinarbaru. Kondisi tersebut justru terbalik keadaannya jika di bandingkan dengan kondisi malaria di tingkat Kabupaten, yang mana saat ini malaria masih masuk sepuluh penyakit terbanyak. Grafik 4.1 Gambaran Kasus Malaria per bulan di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru dari Januari-Desember Tahun 2011 6 5 4 3 2 1 0 Series1
jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov des 0
1
2
1
2
4
2
1
4
4
5
4
4.1.2 Karakteristik Informan Informan 1 Perawat N 1 berusia 32 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan, Sudah 7 tahun bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Puskesmas Sinar baru dari tahun 2005 sebagai penanggung jawab daerah binaan Bukit Kuala. Lulus dari Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) tahun 1999. Wawancara dilakukan di rumah kediaman informan, informan dan peneliti duduk di ruang tamu rumah, di ruangan tersebut terdapat sofa satu set beserta meja yang menghadap ke pintu yang terbuka, selama proses wawancara berlangsung di dampingi anak ke- 2 responden yang duduk di samping, tidak banyak orang lalu lalang dan tidak ada yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung informan sangat terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang diberikan dan selama proses wawancara. Informan 2 Perawat P berusia 24 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Sudah 4 tahun 9 bulan bekerja sebagai tenaga honorer Pemda Kabupaten Bangka di Puskesmas Sinarbaru dari tahun 2007 sebagai penanggung jawab daerah binaan Sinarbaru. Lulus dari SPK tahun 2007. Wawancara dilakukan di rumah kediaman informan, informan dan peneliti duduk di ruang tamu rumah, di ruangan tersebut terdapat sofa satu set beserta meja yang menghadap ke pintu yang terbuka, selama proses wawancara berlangsung di dampingi ibu responden yang duduk di samping, tidak orang yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung
informan sangat terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang diberikan dan selama proses wawancara. Informan 3 Perawat W berusia 26 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Sudah 3 tahun 6 bulan bekerja sebagai tenaga PNS di Puskesmas Sinarbaru dari tahun 2008. Lulus dari Akademi Keperawatan tahun 2007 sebagai penanggung jawab program perkesmas. Wawancara dilakukan di
rumah kediaman
informan,
informan dan peneliti duduk di ruang tamu rumah, di ruangan tersebut terdapat sofa satu set beserta meja yang menghadap ke pintu yang terbuka, selama proses wawancara berlangsung di dampingi suami responden, tidak orang yang keluar masuk ruangan.. Selama wawancara berlangsung informan sangat terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang diberikan dan selama proses wawancara. Informan 4 Perawat Ptr berusia 26 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Sudah 2 tahun 10 bulan bekerja sebagai tenaga honorer Pemda Kabupaten Bangka di Puskesmas Sinarbaru dari tahun 2009 sebagai penanggung jawab daerah binaan Hakok. Lulus dari SPK tahun 2008. Wawancara dilakukan di rumah kediaman informan, informan dan peneliti duduk di ruang tamu rumah, di ruangan tersebut terdapat sofa satu set beserta meja yang menghadap ke pintu yang terbuka, satu set lemari kaca, selama proses wawancara, informan menghadap ke arah pintu sementara peneliti menghadap ke ruang keluarga, berlangsung sesekali anak informan menangis sehingga beberapa kali proses wawancara sempat berhenti.
Selama wawancara berlangsung
informan sangat terbuka dalam
menjawab
semua pertanyaan yang diberikan dan selama proses wawancara. Informan 5 Perawat M berusia 27 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Sudah 6 tahun bekerja sebagai Tenaga PNS Kabupaten Bangka di Puskesmas Sinarbaru dari tahun 2006, sebagai penanggung jawab daerah binaan Matras. Lulus dari Akademi Keperawatan tahun 2005. Wawancara dilakukan di ruang periksa Pustu, informan dan peneliti duduk di ruang periksa Pustu Matras, di ruang periksa terdapat kursi untuk pasien, kursi tunggu pasien meja dan kursi untuk petugas kesehatan, wawancara dilakukan dengan posisi peneliti di kursi pasien dan informan duduk di kursi petugas kesehatan dengan batas meja, saat wawancara dilakukan, responden didatangi dua kali pasien yaitu pasien kecelakaan dan pasien demam sehingga proses wawancara sempat terhenti beberapa saat. Selama wawancara berlangsung
informan sangat terbuka dalam
menjawab semua
pertanyaan yang diberikan dan selama proses wawancara. Informan 6 Perawat Ms berusia 30 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Sudah 1 tahun bekerja sebagai tenaga PNS Kabupaten Bangka di Puskesmas Sinarbaru dari tahun 2011. Lulus dari S 1 Keperawatan tahun 2005, sebagai penanggung jawab daerah binaan Islamic Centre dan Bedeng Ake. Wawancara dilakukan di Pustu, responden dan peneliti duduk di tamu Pustu Islamic Centre, di ruang tamu tidak terdapat kursi maupun meja, wawancara dilakukan dengan
duduk di lantai beralaskan karpet,
saat wawancara dilakukan responden di
dampingi suami, selama proses wawancara berlangsung tidak ada pasien yang datang dan tidak ada yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung informan terbuka namun sesekali informan tampak ragu-ragu dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara. Informan 7 Perawat E berusia 25 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Sudah 5 tahun bekerja sebagai tenaga honorer Kabupaten Bangka
di Puskesmas
Sinarbaru dari tahun 2007, sebagai penanggung jawab daerah binaan Jelutung. Lulus dari SPK tahun 2007. Wawancara dilakukan di Puskesmas, informan dan peneliti duduk di ruang praktek dokter, saat wawancara dilakukan pasien sudah habis, di ruang praktek terdapat 1 kursi dokter dan dua kursi periksa pasien, selama proses wawancara berlangsung tidak ada yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung informan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara. Informan 8 Ny. S berusia 35 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan, sudah menikah dan memiliki dua orang anak, yang pertama laki-laki berumur 12 tahun, dan anak yang ke dua perempuan berumur tujuh tahun. Pada saat dilakukan wawancara, suami informan sedang tidak berada di rumah karena sedang bekerja, suami informan merupakan karyawan pekerja tambang Inkonventional. Informan
merupakan ibu dari anak yang dinyatakan positif malaria, yaitu anak kedua informan. Pada saat wawancara di lakukan kondisi anak masih demam, sudah dilakukan pengambilan darah jari terhadap seluruh anggota keluarga, hasil dari pengambilan darah tersebut,tidak ada anggota keluarga yang lain positif malaria. Menurut informan, anaknya sudah lama sekali tidak menderita sakit malaria, menurut informan, selama ini sakit yang sering di derita anak nya hanya flu biasa. Wawancara di lakukan di rumah informan. Informan dan peneliti duduk di ruang tamu rumah responden, di ruangan tersebut tidak terdapat kursi maupun meja, saat wawancara dilakukan peneliti dan responden duduk di lantai, responden di temani anak perempuannya yang masih demam karena menderita malaria. Selama proses wawancara berlangsung tidak ada yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung informan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara. Informan 9 Ny.O berusia 30 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan. Ny.O merupakan salah satu dokter diantara dua orang dokter yang bertugas di Puskesmas Sinarbaru. Informan sudah 3 tahun bekerja sebagai tenaga PNS Kabupaten Bangka di Puskesmas Sinar baru dari tahun 2009. Wawancara dilakukan di Puskesmas, informan dan peneliti duduk di ruang praktek dokter, saat wawancara dilakukan pasien sudah habis, di ruang praktek terdapat 1 kursi dokter dan dua kursi periksa pasien, selama proses wawancara berlangsung tidak
ada yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung
informan
terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara. Informan 10 Ny. S
berusia 40 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan, sudah
menikah dan memiliki dua orang anak. Sudah 3 tahun informan menjadi kader kesehatan di lingkungannya. Wawancara dilakukan di rumah informan, informan dan peneliti duduk di lantai sebuah ruang keluarga, saat wawancara dilakukan informan tidak di dampingi siapa-siapa, selama proses wawancara berlangsung tidak ada yang keluar masuk ruangan. Selama wawancara berlangsung informan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara. Informan 11 Tn. E berusia 43 tahun, beragama Islam, jenis kelamin laki-laki, sudah menikah dan memiliki dua orang anak laki-laki. Sudah 27 tahun bekerja sebagai tenaga PNS Kabupaten Bangka di Puskesmas Sinarbaru dari tahun 1985. Lulusan dari Sekolah Tinggi Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat. Wawancara dilakukan di rumah kediaman informan, informan dan peneliti duduk di teras rumah informan, di teras terdapat 1 set kursi terbuat dari bambu. Selama proses wawancara berlangsung tidak ada yang keluar masuk rumah. Informan adalah kepala Puskesmas Sinarbaru. Selama wawancara berlangsung informan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara. Informan 12 Perawat D berusia 29 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan, sudah menikah dan memiliki satu orang anak perempuan. Sudah 1 tahun bekerja sebagai
Tenaga PNS Kabupaten Bangka di Puskesmas Kenanga dari tahun 2010. Lulus dari Akademi Keperawatan tahun 2009. Wawancara dilakukan di Puskesmas Kenanga, informan dan peneliti duduk di ruang tempat pasien di tensi, saat wawancara dilakukan informan sedang mengumpulkan resep-resep dan memilahmilah penggunaan obat dari beberapa hari yang lalu, di ruang tersebut terdapat 1unit komputer lengkap dengan komputer, kursi petugas tensi dan dua kursi pasien, selama proses wawancara berlangsung banyak pasien yang keluar masuk ruangan untuk di tensi. Informan adalah penanggung jawab program P2M di Puskesmas Kenanga. Selama wawancara berlangsung informan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara. Informan 13 Perawat Df berusia 35 tahun, beragama Islam, jenis kelamin perempuan, sudah menikah dan memiliki satu orang anak. Sudah 6 tahun bekerja sebagai tenaga PNS Kabupaten Bangka di Puskesmas Batu Rusa dari tahun 2006. Lulus dari Sekolah Tinggi Kesehatan Program Studi Keperawatan tahun 2005. Wawancara dilakukan di Puskesmas Batu Rusa, informan dan peneliti duduk di ruang kerja informan, di ruang tersebut terdapat 3 meja dengan dua kursi di setiap meja nya. Selama proses wawancara berlangsung tidak ada yang keluar masuk ruangan. Informan adalah penanggung jawab program surveilans dan merangkap sebagai ketua Tata Usaha di Puskesmas Batu Rusa. Selama wawancara berlangsung informan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara.
Informan 14 Tn. M berusia 45 tahun, beragama Konghucu, jenis kelamin laki-laki. Sudah 25 tahun bekerja sebagai tenaga PNS Kabupaten Bangka di Dinas Kesehatan. Lulus dari jenjang pendidikan Strata 2. Wawancara dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka, informan
dan peneliti duduk di ruang Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Bangka, selama proses wawancara berlangsung ada staff TU yang keluar masuk untuk meminta tanda tangan informan, sehingga proses wawancara sempat terhenti beberapa saat. Informan adalah
Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Bangka. Selama wawancara berlangsung informan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara. Informan 15 Tn. D berusia 30 tahun, beragama Islam, jenis kelamin laki-laki, sudah menikah dan memiliki satu orang anak. Sudah 3 tahun bekerja sebagai tenaga PNS Kabupaten Bangka pada Dinas Kesehatan dari tahun 2008. Lulus dari Akademi Kesehatan Lingkungan tahun 2004. Wawancara dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka, informan
dan peneliti duduk di ruang kerja informan.
Informan adalah penanggung jawab program malaria kabupaten. Selama wawancara berlangsung informan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diberikan selama proses wawancara. 4.1.3 Tema-Tema Hasil Penelitian Pada bagian ini akan menguraikan tentang tema-tema yang muncul dari penelitian ini. Lima belas orang yang menjadi informan pada penelitian ini menyampaikan pengalaman dalam menjalankan dan mendukung melaksanakan
perkesmas dalam menanggulangi malaria di Puskesmas Sinarbaru Kabupaten Bangka. Setelah wawancara dilakukan transkripsi, koding dan kategorisasi maka menghasilkan tema sebagai berikut: Benang kusut permasalahan malaria di Kabupaten Bangka, Pilar Utama kegiatan perkesmas, Strategi Perawatan Kesehatan Masyarakat dalam memutuskan mata rantai penularan malaria, panggilan jiwa menjadi perawat, dukungan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan perkesmas, implikasi kegiatan perkesmas. 1) Benang kusut permasalahan malaria di Kabupaten Bangka Hasil penelitian yang berkaitan dengan faktor yang menyebabkan Kabupaten Bangka masih merupakan daerah endemis malaria terdapat enam variabel yaitu : dampak negatif pembangunan ekonomi, sikap masyarakat, kesadaran masyarakat, kebiasaan masyarakat, rawa-rawa, resistensi obat. (1) Dampak negatif pembangunan ekonomi Permasalahan penyakit malaria di Kabupaten Bangka dari hari ke hari di rasakan semakin sulit untuk dipecahkan. Permasalahan malaria seolah tidak pernah bisa diselesaikan. Penyakit malaria merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit
ini ditularkanoleh nyamuk. Sebagai vektor penularan
mempunyai peran yang sangat penting terhadap terjadinya epidemik penyaki ini. Berkaitan dengan penyebaran penyakit malaria kita seringkali melupakan akar masalah mengapa penyakit tersebut bisa tersebar dan malah menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) yang menelan korban jiwa. Tingkat kesehatan masyarakat atau kejadian suatu penyakit dalam suatu kelompok masyarakat merupakan hubungan timbal balik antara masyarakat itu
sendiri dengan lingkungan. Pada gilirannya, sebagai unsur yang terlibat langsung dalam hubungan timbal balik tersebut, apapun yang terjadi sebagai dampak dari proses interaksi berupa perubahan lingkungan akan menimpa dan dirasakan masyarakat. Dalam kasus-kasus tertentu, kehidupan nyamuk dihabitatnya, entah dipantai, hutan atau gunung sudah demikian harmonis dan mengikuti keseimbangan alam. Nyamuk hutan atau gunung, misalnya mereka sebelumnya cukup memenuhi kebutuhan darahnya untuk keperluan pertumbuhan telurnya dari tubuh binatang yang ada dihutan.Tanpa harus mengejar manusia, manusiapun relatif terhindar dari gigitan nyamuk. Namun seiring dengan rusaknya lingkungan ekosistem hutan, kehidupan dankeseimbangan alami tempat hidup mereka pun terganggu. Nyamuk pun menularisumber dan lokasi kehidupan baru. Kerusakan lingkungan salah satu penyebabnya adalah karena gencarnya laju derap pembangunan ekonomi rakyat. Kabupaten Bangka tidak luput dari gencarnya pembangunan ekonomi tersebut. Pembangunan ekonomi rakyat Bangka saat ini yang paling gencar adalah pembukaan pertambangan timah rakyat dan perkebunan kelapa sawit. Pembangunan tersebut bagaikan pisau bermata dua, satu sisi memberikan kehidupan dan pertumbuhan perekonomian masyarakat Bangka, namun di sisi lain dampak pembangunan tersebut menyebabkan perkembangan penyakit malaria di kabupaten Bangka semakin menjadi-jadi. Dampak negatif pembangunan ekonomi tersebut, menyebabkan munculnya tempat-tempat perindukan buatan manusia, berupa danau-danau buatan (kolong) bekas tambang Inconvensional. Dari 15 informan yang diwawancara 9 informan
menyatakan yang menyatakan penyebab endemis malaria karena danau buatan (Kolong) bekas TI, seperti dikutip dari pernyataan informan berikut ini: “sekarang ini bangka lagi ramai TI (Tambang Inconvensional),nah bekas tambang- tambang ini setelah di gali diolah tidak di timbun lagi, dari faktor itu mungkin akan banyak muncul sarang nyamuk di sekitar lingkungan itu.”(I 13)
Pernyataan informan berkaitan dengan masyarakat yang kurang perduli dengan kondisi lubang-lubang (kolong) bekas tambang TI yang dibiarkan begitu saja, sesuai dengan fakta yang ada di lapangan hasil observasi yang di lakukan oleh peneliti. Jika dilihat dari udara sebelum mendarat di Bandara Depati Amir, wajah bumi Bangka Belitung dipenuhi kawah dan lubang menganga. Lubang-lubang itu terisi air hujan dan menjadi tempat perindukan yang subur bagi nyamuk anopheles. Akibatnya, penularan penyakit malaria di Pulau Bangka cukup tinggi.
Gambar 4.2 : Lubang (kolong) bekas penambangan timah inconventional Tempat perindukan juga muncul di perkebunan kelapa sawit. Perindukan di kebun kelapa sawit muncul karena lingkungan yang kotor, banyak sekali berserakan ban-ban bekas tractor di halaman muka dan samping rumah karyawan
pekebunan sawit tersebut, yang menyebabkan timbulnya tempat perindukan nyamuk anopheles. Dari 15 informan yang diwawancara 4 informan menyatakan penyakit malaria banyak terjadi di kawasan perkebunan kelapa sawit karena lingkungan yang kotor. Seperti dikutip dari pernyataan informan berikut ini: “di perkebunan kelapa sawit itu, para pekerjanya bermukim di perumahan yang berada di tengah-tengah perkebunan sawit, yang notabene lingkungannya sangat kotor.” (I 15) Pernyataan dari informan lain : “Karyawan perkebunan kelapa sawit melakukan aktivitas penampungan air hujan guna memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, tempat penampungan air tersebut terbuka dalam waktu yang lama.” (I 1) Pernyataan informan berkaitan dengan kondisi lingkungan perkebunan kelapa sawit yang potensial menyebabkan tempat perindukan nyamuk, fakta di lapangan, sekitar perumahan pekerja perkebunan sawit tersebut, banyak sekali di jumpai ban-ban bekas dan penampungan air yang sangat potensial menjadi tempat perindukan nyamuk anopheles.
Gambar 4.3 : Kondisi lingkungan sekitar perumahan perkebunan sawit
(2) Sikap masyarakat yang acuh terhadap permasalahan penyakit malaria Faktor yang juga turut mendukung penyebaran malaria di Kabupaten Bangka di antaranya adalah sikap masyrakat Bangka yang merasa suatu hal yang biasa apabila mereka atau anggota keluarga mereka ada yang menderita malaria, karena malaria memang merupakan penyakit masyarakat Bangka. Hal ini diungkapkan oleh 2 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “masyarakat disini santai saja menanggapi situasi atau kondisi jika ada keluarganya yang menderita malaria, karena menurut mereka wajar kalau orang bangka kena malaria.”(I 2) Pandangan masyarakat yang menganggap malaria merupakan suatu penyakit yang biasa hadir dalam kehidupan mereka, didukung dengan sikap masyarakat pelaku kegiatan pertambangan inconventional yang tidak mau perduli akan kondisi lubang-lubang bekas galian tambang mereka. Hal ini diungkapkan oleh 2 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “kurang kepedulian dari pengelola pertambangan timah inconventional yang ada di bangka ini, yang mana mereka hanya mengambil timah nya saja tanpa peduli dengan lubang-lubang dampak tambang tersebut yang di biarkan begitu saja, sehingga menjadi tempat perindukan nyamuk.”(I 3)
(3) kesadaran
masyarakat yang kurang tentang upaya pencegahan
terinfeksi penyakit malaria Sikap masyarakat yang beranggapan sakit malaria itu hal yang biasa atau hal rutin, menyebabkan tidak adanya kesadaran masyarakat untuk berupaya mengatasi bahaya malaria ini. Masyarakat tidak mempunyai kesadaran dalam upaya
mencegah agar mereka tidak tertular penyakit malaria dari orang lain. Selain itu penderita malaria positif juga tidak menyadari bahwa mereka bisa menularkan penyakit malaria kepada orang lain di sekitar lingkungan penderita itu berada. Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “Kurangnya Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti penyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan racun nyamuk.”(I 1) Kesadaran masyarakat juga masih dirasakan kurang dari membiasakan budaya hidup sehat dengan membersihkan lingkungan, agar tidak menjadi sarang nyamuk atau tempat perindukan. Hal ini diungkapkan oleh 5 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “kesadaran masyarakat masih kurang untuk prilaku hidup bersih dan sehat.”(I 2) (4) Budaya masyarakat yang memudahkan terpapar gigitan nyamuk anopheles Budaya penduduk lokal Kabupaten Bangka juga berpengaruh terhadap kejadian malaria, seperti : kebiasaan penduduk keluar rumah sampai larut malam, serta adanya budaya mandi bersama di satu tempat yang dijadikan tempat pemandian umum. Kegiatan mandi ini biasanya dilakukan terutama pada sore hari menjelang maghrib atau lewat maghrib. Budaya tersebut tentunya akan menyebabkan penduduk atau masyarakat
mudah untuk terpapar dengan gigitan nyamuk
nyamuk. Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “kebiasaan keluar rumah pada malam hari akan memudahkan kontak dengan nyamuk secara langsung,....mandi juga masih di lokasi-lokasi yang mandi bersama, ini kebiasaan-kebiasaan yang masih berlaku disini sehingga perlindungan terhadap gigitan nyamuk ini masih kurang.” ( I 14)
(5) Rawa-rawa Kabupaten Bangka merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Bangka Belitung. Provinsi Bangka belitung merupakan provinsi kepulauan yang nota bene banyak sekali lingkungan perairannya di tumbuhi oleh rawa-rawa. Rawa – rawa merupakan habitat yang paling mendukung untuk menjadi tempat perindukan nyamuk anpheles, sehingga rawa-rawa ini merupakan tempat perindukan yang terbentuk secara alami, berbeda dengan danau-danau buatan bekas TI seperti telah diungkapkan sebelumnya. Hal ini diungkapkan oleh 4 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “disini faktor lingkungan yang notabene kita ini daerah kepulauan yang banyak rawa-rawa juga relatif tempat-tempat perindukan”( I 14) (6) Resistensi obat malaria Kondisi yang tidak kalah memprihatinkan dari hasil penelitian ini adalah tidak sedikit masyarakat Bangka yang sudah “pintar” dalam mengkonsumsi obat malaria sendiri tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu atau tanpa resep dari dokter. Obat-obat dengan golongan klorokuin ini dengan mudah didapatkan oleh masyarakat baik di warung maupun dari pelayanan kesehatan. Sementara
untuk
saat
ini
penggunaan
obat
golongan
klorokuin
sudah
tidak
direkomendasikan, karena diketahui klorokuin sudah resistensi terhadap penyakit malaria. Hal tersebut membuat populasi penduduk di kabupaten ini rentan terhadap wabah penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan cara mengobati malaria menggunakan obat yang standar untuk saat ini. Hal ini diungkapkan oleh 2 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “obat standar itu hanya di gunakan oleh Puskesmas dan jajarannya, sementara untuk dokter praktek swasta, Rumah sakit swasta, dan bahkan Rumah Sakit Umum daerah tidak menggunakan obat standar, mereka masih menggunakan obbat-obat dari golongan klorokuin”(I 15) 2) Pilar Utama kegiatan perkesmas Hasil penelitian yang berkaitan dengan faktor
yang mendukung
terlaksananya kegiatan perkesmas dalam penanggulangan malaria di Puskesmas Sinarbaru terdapat lima variabel yaitu : Sumber Daya Manusia, anggaran, sarana dan prasarana, serta sasaran kegiatan. (1) Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber daya manusia, merupakan faktor utama dalam pelaksanaan sebuah kegiatan. Demikian juga halnya dengan pelaksanaan perkesmas, dibutuhkan SDM keperawatan yang betul-betul memiliki komitmen yang tinggi. Komitmen yang tinggi sangat diperlukan, karena untuk saat ini perkesmas dalam pelaksanaannya masih banyak di temukan kendala-kendala berkaitan dengan ketenagaan perawat. Hal ini dikarenakan masih kurangnya perhatian dari Pemerintah Daerah dalam memenuhi kebutuhan tenaga keperawatan di Puskesmas. Sehingga tenaga
keperawatan di Puskesmas Sinarbaru Kabupaten Bangka juga menemukan beberapa
kendala
pada
saat
melaksanakan
perkesmas
dalam
upaya
penanggulangan malaria. Kendala yang di rasakan adalah kurangnya jumlah tenaga perawat di puskesmas, sehingga satu perawat di Puskeamas Sianrbaru harus memegang beberapa program. Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “memegang beberapa program, seperti koordinator imunisasi, sudah sibuk dengan pekerjaannya, belum lagi ada yang di bendahara..sudah sibuk sekali di pekerjaan sebagai bendahara, jadi menurut saya sangat kurang perawat disini.”(I 12) Kendala SDM keperawatan di Puskesmas Sinarbaru, bukan hanya dikarenakan jumlah tenaga yang kurang, namun permasalahan juga dirasakan oleh perawat Sinarbaru berkenaan dengan status kepegawaian mereka yang masih honorer. Bagi perawat dengan status kepegawaian yang masih honorer ini, kegiatan perkesmas yang dilakukan tidak memberikan keuntungan apa-apa secara kepegawaian bagi mereka, karena mereka belum berhak untuk menduduki jabatan fungsional, layaknya tenaga Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang dituntut untuk mencari angka kredit. Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “...saya saat ini em…tenaga honorer sehingga kegiatan yang saya lakukan ini tidak mempengaruhi kondisi saya em…layaknya status PNS...”(I 2)
(2) Anggaran yang minim
Dari hasil penelitian ini, pilar selanjutnya yang harus ada dalam melaksanakan perkesmas adalah anggaran. Anggaran sangat dibutuhkan dalam setiap kegiatan suatu program kesehatan. Tanpa adanya anggaran program kesehatan akan sulit untuk berjalan lancar. Demikian halnya dengan kegiatan yang dilakukan perawat dalam upaya penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru. Kendala mengenai anggaran dirasakan terutama untuk biaya operasional transport perawat untuk turun ke lapangan dalam rangka mengadakan kunjungan rumah. Hal ini diungkapkan oleh 4 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “kami hanya di bayar hanya satu kali jadwal kunjungan, dari total kunjungan sebanyak tiga kali.”(I 1) Sementara itu, 4 informan yang lain menyatakan bahwa ada pengklaiman dari dana BOK untuk setiap turun kelapangan, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut : “Ada dana pengklaimannya..Cuma tidak besar yaitu dari BOK dari situ mungkin secukupnya dana yang kami dapat itu bisa kami gunakan Cuma menurut saya masih minim dananya”(I 5)
(3) Kebutuhan akan sarana transportasi Kemampuan dan potensi perawat dalam melaksanakan kegiatan perkesmas dalam menanggulangi malaria tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan terlaksananya kegiatan perkesmas. Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh program perkesmas dan dibutuhkan oleh tenaga perawat guna mencapai tujuan program tersebut perlu
direncanakan dengan cermat, terkait dengan sarana dan prasarana yang mendukung semua proses kegiatan perkesmas. Perencanaan yang cermat gunanya agar sarana dan prasarana selalu dalam kondisi siap pakai setiap diperlukan sehingga perawat dapat memberikan layanan profesional dan kegiatan program perkesmas bisa berlangsung secara efektif juga efisien. Sarana dan prasarana yang dirasakan sangat dibutuhkan oleh perawat Sinarbaru adalah ketersediaan transportasi berupa kendaraan roda dua. Selama ini perawat Puskesmas Sinarbaru menggunakan kendaraan peibadi. Hal ini diungkapkan oleh 8 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:
“untuk transportasi turun kelapangan, kami masih menggunakan kendaraan pribadi.”(I 4) Pernyataan Informan lain : “kendaraan, sangat tergantung pada APBD, dana DAK yang juknisnya itu akhirakhir ini dana DAK ini tidak boleh untuk pengadaan kendaraan operasional.”(I 14) (4) Daerah Binaan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan perkesmas Faktor selanjutnya yang menjadi pendukung terlaksananya kegiatan perkesmas dalam menanggulangi malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah adanya segmentasi sasaran atau daerah binaan sebagai tempat di masyarakat dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan malaria oleh tenaga keperawatan. Kegiatan perkesmas ini ternyata memang dibutuhkan untuk menanggulangi malaria di Kabupaten Bangka umumnya dan Sinarbaru khususnya.
Wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru telah di bagi menjadi daerah-daerah binaan yang lebih kecil dan diberikan tanggungjawab kepada masing-masing perawat menjadi pemegang satu daerah binaan tersebut. Hal ini diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “kami disini terdiri dari 9 perawat yang telah dibagi wilayah nya masingmasing.” (I 3) Hasil observasi dan studi dokumentasi yang peneliti lakukan, pada tingkat puskesmas perawat koordinator telah membagi habis wilayah kerja yang menjadi wilayah kerja puskesmas Sinarbaru menjadi daerah-daerah binaan dan di berikan kepada satu orang penanggungjawab daerah binaan yaitu kepada setiap perawat memegang satu wilayah binaan, yang menjadi tanggungjawab nya untuk masalah kesehatan penduduk di daerah binaan tersebut. Daerah-daerah binaan inilah yang menjadi tempat perawat perkesmas melaksanakan program perkesmas.
3) Strategi Perawatan Kesehatan Masyarakat dalam memutuskan mata rantai penularan malaria Hasil penelitian yang berkaitan Strategi Perawatan Kesehatan Masyarakat dalam memutuskan mata rantai penularan malaria dalam rangka penanggulangan malaria di Puskesmas Sinarbaru terdapat tujuh variabel yaitu : penemuan kasus, pemetaan, perencanaan kegiatan, Tindakan nyata, pemberdayaan masyarakat, kolaborasi dan hubungan antara staff, koordinator dan pimpinan.
(1) Penemuan Kasus malaria Kegiatan pertama yang dilakukan perawat Sianrbaru dalam memutuskan mata rantai penularan malaria adalah menemukan penderita malaria, baik dari puskesmas (pasif case finding) maupun melalui Penyelidikan Epidemioloogi (PE) di lapangan sebagai proses deteksi dini (active case finding). Hal ini diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “Langkah awal yang kami lakukan adalah kami dapatkan penderita dengan gejala malaria melalui laporan dari Balai Pengobatan (BP) puskesmas, bidan poskesdes, perawat pustu, kader atau penyelidikan epidemiologinya (PE), dan kegiatan Malaria Blood Survey.”(I 1) Pernyataan informan lain: “ambil darah di tangan..untuk lihat masih ada tidak malaria nya,...semua keluarga diambil sampel darahnya untuk lihat apakah ada yang positif malaria, selanjutnya perawat itu pergi ke rumah-rumah tetangga sekitar rumah saya.”(I 8)
(2) Pemetaan wilayah kasus malaria kegiatan selanjutnya setelah penemuan kasus, yang mana mereka melakukan pemetaan wilayah kasus malaria untuk mengetahui lokasi atau tempat dimana penderita malaria tersebut berada, setelah mengetahui keberadaan lokasi rumah penderita tersebut, perawat sinarbaru memberikan kode-kode pada peta daerah binaan mereka, kode tersebut berupa tanda bulatan berwarna hijau. Hal ini diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “langkah kedua yang saya lakukan adalah melakukan maping atau pemetaan kasus malaria di wilayah binaan saya, yaitu berapa target sasaran penderita malaria yang harus saya bina pada bulan ini nama penderita,umur, jenis kelamin
nama Kepala keluarga dan alamat lengkap nya kemudiaan saya masukkan data tersebut kedalam peta dan saya tandai lokasinya sesuai dengan wilayah binaan saya.” (I 1)
(3) Perencanaan Kegiatan Kegiatan selanjutnya setelah melakukan pemetaan, yang mana mereka membuat perencanaan kegiatan untuk turun kelapangan, mereka harus segera mengatur jadwal untuk melakukan kunjungan rumah, yaitu pada hari ke 7, 14 dan 28, perawat Puskesmas Sinarbaru juga harus membuat perencanaan pengeluaran anggaran yang di perlukan untuk pengklaiman dana transportasi turun kelapangan, serta mereka harus membuat perencanaan kegiatan asuhan keperawatan apa yang harus dilakukan selama mereka melakukan kunjungan rumah. Hal ini diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “saya melakukan koordinasi dengan perawat koordinator untuk pengaturan jadwal saya turun kelapangan, membuat perencanaan anggaran yang di perlukan selama melaksanakan kunjungan rumah, merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan selama kunjungan rumah”( I 7)
(4) Tindakan nyata dalam kegiatan penanggulangan malaria Berkaitan dengan tindakan nyata yang di lakukan oleh perawat di Puskesmas Sinarbaru, setelah mereka melakukan perencanaan kegiatan, yang mana mereka melakukan kunjungan rumah, melakukan pengawasan minum obat, melakukan penyuluhan, modifikasi lingkungan dan mengambil sampel darah semua anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan penderita dan yang berada di lingkungan sekitar rumah penderita malaria. Hal ini diungkapkan oleh 7 orang informan dari
15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “metode nya adalah dengan cara mengunjungi setiap penderita positif malaria untuk diberikan perawatan dirumah sampai sembuh, penyuluhan pencegahan malaria kepada keluarganya, dan mengambil sediaan darah pada semua anggota keluarga serta PE tetangga disekitar rumah penderita yang menunjukkan gejala malaria sebanyak 10 rumah, dikunjungi ulang pada hari ke 7 untuk memastikan obat telah diminum habis, dan kunjungan evaluasi pada hari ke 28, motivasi agar penderita patuh minum obat dengan melibatkan keluarga.”(I 1) Pernyataan informan lain: “ambil darah di tangan..untuk lihat masih ada tidak malaria nya, terus memberikan penyuluhan......semua keluarga diambil sampel darahnya untuk lihat apakah ada yang positif malaria, selanjutnya perawat itu pergi ke rumah-rumah tetangga sekitar rumah saya.”(I 8) (5) Pemberdayaan Masyarakat Kegiatan selanjutnya yang tidak kalah penting dalam mensukseskan pelaksanaan perkesmas dalam penanggulangan malaria di wilayah Kerja Puskesmas Sinarbaru adalah pemberdayaan masyarakat. Hubungan akrab yang dibentuk antara perawat dan penduduk harus dimanfaatkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan kesehatan. Pelaksanaan penanggulangan malaria di Sinarbaru tidak terlepas dari peran serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut, bagaimana perawat Sinarbaru bisa menjalin keakraban dengan para kader sehingga semua kader di lingkungan tersebut mereka kenal. Keakraban tersebut menimbulkan rasa persahabatn dan memunculkan keinginan kader untuk membantu perawat tanpa pamrih. Hal ini diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini:
“ada laporan dari kader via SMS atau telpon, ada juga dari kader siswa, karena saya di lingkungan sekolahan, jadi ada kader-kader siswa, kalau ada temannya yang sakit seperti demam dengan keluhan demam atau mengigil ,kita bisa periksa malaria ” (I 6)
Pernyataan informan lain: “saya melapor ke ini... ke puskesmas , ngasih tau disitu kan bisa dikunjungi orang dari puskesmas gitu kan......biasanya warga itu kasih kabar sama saya ada yang demam, lalu saya kerumah mereka yang sakit itu, melihat dulu kondisinya, saya tanya sudah berapa hari demamnya lalu saya langsung lapor ke puskesmas, jadi saya langsung minta tolong sama petugas puskesmas yang memegang wilayah tempat saya tinggal supaya di lihat ke rumah yang sakit tersebut.”( I 10) (6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Kegiatan selanjutnya yang di lakukan oleh perawat Puskesmas Sinarbaru adalah melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain yang terkait dengan permasalahan penanggulangan penyakit malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinar baru. Perawat dapat mengambil sampel darah, lalu bekerja sama dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan sampel darah tersebut. Apabila ditemukan penderita yang positif malaria segera diberikan pengobatan dengan melakukan kolaborasi dengan dokter agar tidak menular kepada keluarga yang lain. Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “kami memerlukan kemitraan dengan program yang lain seperti sanitasi, pengelola program malaria itu sendiri, petugas laboratorium dan tentunya dokter, program yang lain selalu mendukung kegiatan kami dan selalu membantu jika kami memerlukan suatu bantuan seperti fogingisasi dan abatesasi...”( I 1) Pernyataan informan lain:
“sebagai dokter saya tetep mengobati, kalau untuk tim kesehatan yang lain saya lihat mulai dari memberika abate , tim kesling kita sudah turun…turun ke lapangan membagi-bagikan abate kepada masyarakat kemudian foging juga dilakukan.”(I 9)
(7) Hubungan antara staff, Koordinator dan Pimpinan Faktor lain yang mendukung perawat di Puskesmas Sinarbaru dalam rangka menurunkan angka malaria adalah adanya dukungan maksimal dari pimpinan puskesmas dan dukungan bimbingan dari perawat koordinator perkesmas. Kepala puskesmas memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada perawat untuk melakukan kegiatan kunjungan rumah terhadap pasien-pasien yang positif malaria. Kepala puskesmas juga melakukan bimbingan, monitoring, dan evaluasi terhadap kegiatan perkesmas yang dilakukan perawat. Kepala Puskesmas Sinarbaru menjembatani kebutuhan-kebutuhan perawat dengan dinas kesehatan Kabupaten Bangka. Kepala puskesmas juga meminta kepada seluruh staf puskesmas untuk membantu kegiatan perkesmas. Karena, kegiatan perkesmas adalah kegiatan tim dan memberikan kontribusi kepada seluruh pengelola program yang lain. Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “tak kalah pentingnya dukungan dari perawat koordintor, yang selalu memonitoring kegiatan kami, kami juga sering mengadakan pertemuan internal perawat perkesmas yang di fasilitasi oleh perawat koordinator dan kepala puskesmas misalnya pertemuan dalam pembahasan tentang SOP perawat perkesmas, kepala puskesmas kami memberikan motivasi kepada kami yaitu menguatkan keyakinan di dalam diri kami bahwa kami bisa dan sanggup menerapkan kegiatan perkesmas sebagaimana mestinya” (I 1)
Pernyataan informan lain: “dukungan secara moril..jadi apa yang mereka mau..kita dukung, kalau mereka turun kelapangan, turun kemana, kita dukung sebatas kemampuan kita.”(I 11)
4) Panggilan jiwa menjadi perawat Keberhasilan pelaksanaan perkesmas dalam penanggulangan malaria di wialayah kerja Puskesmas Sinarbaru, tidak terlepas tenaga perawat di Puskesmas Sinarbaru yang memiliki sifat altruisme. Sifat ini memberikan kekuatan dan semangat tersendiri dalam menghadapi berbagai kendala dalam melaksanakan perkesmas. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran. Dengan adanya altruisme dalam diri perawat di Sinarbaru menyebabkan mereka tidak pernah merasa kekurangan atau terkendala dengan berbagai masalah yang harus mereka terima. Hasil penelitian yang berkaitan dengan altruisme ini, yang mana menyebabkan perkesmas dapat terlaksana dalam rangka penanggulangan malaria di Puskesmas Sinarbaru
terdapat
empat
variabel
yaitu:
penyelesaian
persoalan,
bertanggungjawab, orientasi pekerjaan dan dapat bergaul. (1) Dapat menyelesaikan persoalan Pelaksanaan program perkesmas dalam penanggulangan malaria di wilayah Puskesmas Sinarbaru tidak luput dari berbagai kendala, namun demikian perawat di Puskesmas sinar baru tidak begitu saja menerima semua kendala tersebut. Perawat di Puskesmas Sinarbaru telah menjadikan kendala menjadi sebuah tantangan yang harus di jawab dengan berbagai cara untuk menyelesaikan
persoalan yang ada. Kendala tersebut tidak di jadikan sebagai penghambat dalam melaksanakan perkesmas. Berikut ini pernyataan 3 informan yang berkaitan dengan adanya usaha sebagai pemecahan persoalan terhadap kendala transportasi, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “ menggunakan kendaraan pribadi.”(I 4) Jika kendaraan pribadi perawat sedang di pergunakan oleh keluarga, seperti sedang di gunakan suami untuk bekerja, maka alternatif pemecahan masalah lain adalah mengunjungi klien dan keluarga pada waktu sore ataupun malam, yang mana perawat membuat perjanjian melalui kader. Sebagaimana diungkapkan oleh informan berikut : “kalau kendala transportasi, biasanya kalau motor saya lagi di pakai suami, saya harus tunggu dan janjikan pada keluarga yang positif malaria melalui kader, bahwa saya akan datang sore, atau malam.” (I 2) Pernyataan informan lain: “kalau maslah tansfort saya harus menjanjikan dulu kepada pasien, kalau misalnya memang hal itu di anggap perlu biasanya saya minta anggota keluarganya kesini untuk jemput saya..”( I 6) Sementara itu, solusi lain di tunjukkan oleh informan lain sebagaimana terungkap dari informasi yang diperoleh adalah : ada satu teman pakai transfortasi pemerintah, jadi kita barengan perginya seperti itu..”( I 7)
(2) Mempunyai rasa tanggungjawab kondisi perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru patut dikatakan sebagai perawat yang produktif. Hal yang menarik perhatian peneliti adalah, walaupun
pelaksanaan kegiatan perkesmas banyak sekali kendala, contohnya SDM yang masih kurang, tidak tersedianya kendaraan operasional, dan anggaran yang sangat minim, perawat tetap mampu melaksanakan kegiatan dengan baik. Segala kekurangan tersebut, seharusnya membuat tenaga perawat menjadi tidak produktif dan mungkin tidak sanggup melaksanakan kegiatan perkesmas. Namun ternyata, perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru mampu melakukan kegiatan perkesmas dan memberikan hasil yang positif. Mereka bisa “lompat keluar dari kotak” yang menjadi dinding penyebab seorang perawat mengatakan “tidak bisa”. Kemampuan perawat sinarbaru untuk melompat keluar dari kotak, ternyata didasari oleh rasa tanggungjawab dan komitmen yang tinggi. Hal ini diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “saya sebagai seorang perawat merasa mempunyai sebuah tanggung jawab sebab telah mendapat gaji dari pemerintah sesuai dengan tupoksi saya sebagai perawat untuk melakukan dan menerapkan ilmu saya di masyarakat sebagai seorang perawat perkesmas, saya mempunyai motivasi yang kuat dan komitmen yang di pegang teguh pak untuk melaksanakan kegiatan perksemas.”(I 1) Motivasi lain terungkap sebagaimana informasi yang diapat sebagai berikut : “motivasi saya untuk menurunkan angka malaria itu sendiri em karena saya punya komitmen dulu kan banyak sekali angka malaria itu sendiri cukup tinggi nah disitu saya punya komitmen bagaimana cara menurunkkan angka malaria itu sendiri.” (I 5) (3) Mempunyai orientasi pekerjaan positif Perawat-perawat Puskesmas Sinarbaru mempunyai kemauan yang keras untuk menjalankan perkesmas dengan berbagai motivasi. Perawat-perawat tersebut menyukai pekerjaan mereka dan bangga akan kegiatan perkesmas, mereka juga mempunyai hubungan yang baik dengan atasan. Memiliki rasa kebanggaan
menjadi seorang perawat, yang bisa turut serta menurunkan angka kesakitan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru. Rasa bangga terhadap pekerjaan yang dimiliki perawat sinarbaru merupakan kriteria bahwa perawat tersebut memiliki orientasi pekerjaan positif. Mungkin rasa bangga ini belum dimiliki oleh perawat di Puskesmas lain di Kabupaten Bangka. Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: ‘senang dan bangga susah kalau di ungkapkan dengan kata- kata karena saya merasa bisa berguna untuk orang lain , saya senang bisa melakukan sesuatu untuk kepentingan orang banyak. saya memiliki kepuasan tersendiri begitu. saya sangat senang sekali dengan adanya kegiatan kunjungan rumah bisa menurunkan angka malaria dan kami pun juga telah merasa terpanggil untuk menanggulangi kasus malaria ini karena sebagai perawat..bisa berperan penting sekali untuk masyarakat..”( I 1) Pernyataan informan lain: “bukan merupakan suatu kebanggaan tapi kita senang bisa membantu orang lain yah kalau mereka sehat kita juga merasa senang, saya beranggapan sih ee.bagaimana orang memperlakukan kita begitu juga kita memperlakukan orang, jadi masud saya sudah sewajarnya kalau kita bisa membantu ya kita harus bantu..” (I 6) (4) Dapat bergaul dengan efektif Kriteria selanjutnya dari tema perawat yang produktif adalah perawat tersebut dapat bergaul. Dapat bergaul disini di artikan bahwa perawat-perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru dengan mudah dapat berbaur dengan masyarakat terutama dengan para kader kesehatan di wilayah binaan mereka. Perawat di Puskesmas Sinar baru telah mampu menjadikan kader-kader kesehatan di daerah binaan mereka menjadi perpanjangan tangan mereka selama 24jam di masyarakat.
Mereka mempersiapkan kader-kader kesehatan tersebut dengan membekali para kader dengan pengetahuan tentang penyakit malaria, sehingga kader-kader tersebut bisa berperan aktif mambantu perawat dalam melaksanakan perkesmas terutama dalam menanggulangi malaria di Sinarbaru. Kemampuan perawat Sinarbaru dalam bergaul dengan kader ini, memberikan dampak yang sangat besar bagi keberhasilan perkesmas dalam penanggulangan malaria di Sinarbaru. Kemampuan perawat Sinarbaru dalam bergaul dengan kader kesehatan, menyebabkan kader-kader kesehatan tersebut bersedia membantu setiap kegiatan perkesmas tanpa meminta imbalan (sukarela). Kemampuan perawat Sinarbaru dalam hal “dapat bergaul” ini, belum terlihat di puskesmas lain. Hal ini diungkapkan oleh 3 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “saya menjalin hubungan silturrahmi yang sangat baik kepada 5 orang kader di wilayah binaan saya dan paling sedikit kite pertemuan 1 kali dalam sebualan pada saat kegiatan posyandu tapi kenyataannya lebih sering sih pak ibaratnya saya selalu on call dengan kader – kader di wilayah kerja saya” (I 1)
5) Dukungan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan perkesmas Faktor
lain
yang
menyebabkan
terlaksananya
perkesmas
dalam
penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah adanya berbagai dukungan dan harapan yang di berikan oleh masyarakat di seluruh wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru terhadap perawat Puskesmas Sinarbaru. Masyarakat tersebut turut membantu dalam berbagai hal dalam upaya memberantas malaria di wilayah tempat mereka tinggal. Perkesmas juga
memberikan keuntungan yang berlipat ganda jika benar-benar dijalankan sebagaimana mestinya. Hasil penelitian yang berkaitan dengan dukungan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan perkesmas dalam upaya penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru terdapat empat variabel yaitu : dukungan masyarakat, kepercayaan masyarakat, permintaan dari kawasan wisata dan permintaan pondok pesantren, akses pelayanan kesehatan. (1) Dukungan Masyarakat terhadap kegiatan perkesmas Pelaksanaan perkesmas di Sinarbaru mendapatkan dukungan dari kalangan masyarakat umum maupun dari kawasan wisata dan pondok pesantren. Dukungan masyarakat sangat terhadap perkesmas, menyebabkan perkesmas menjadi suatu program kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat, baik masyarakat umum, kawasan pariwisata maupun masyarakat pondok pesantren. Dengan adanya dukungan dari masyarakat, maka masyarakat tersebut akan menerima berbagai macam rencana kegiatan perkesmas dalam upaya penanggulangan malaria, dan masyarakat akan ikut serta dalam melaksanakan tindakan penanggulangan malaria. Pendekatan yang dilakukan oleh perawat Sinarbaru terhadap masyarakat, membuat anggota masyarakat merasa berkepentingan untuk ikut berperan dan merasa mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan hak untuk diberitahu, sehingga keputusan akhir dari semua tindakan dalam upaya penanggulangan malaria di masyarakat adalah hasil keputusan bersama.
Pendekatan yang dilakukan perawat Sinarbaru bersifat lebih menghargai masyarakat lokal dengan memberikan kedudukan atau posisi yang sama dengan perawat sebagai pelaksana perkesmas. Karena diposisikan sama, kedua kelompok yang berbeda kepentingan tersebut membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan membuat keputusan secara bersama-sama. Dengan demikian keputusan bukan lagi menjadi monopoli perkesmas, tetapi ada bersama dengan masyarakat. strategi
pendekatan tersebut dilakukan oleh perawat
perkesmas untuk mendapatkan dukungan masyarakat (public support). Hal ini diungkapkan oleh 6 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “Masyarakat disini juga mendukung kegiatan perkesmas, mereka mau menerima kehadiran kita di rumah dan lingkungan mereka, mereka juga mau mendengar dan menuruti apa yang kita sarankan melalui pendidikan kesehatan yang kita berikan pada saat kunjungan rumah...” (I 1) “masyrakat itu kalau dukunjungi perawat itu merasa bangga seperti itu pak. Masyarakat itu senang menerima masukan dan saran dari perawat, menurut mereka, perawat itu perhatian dengan kondisi mereka di lapangan...”(I 2) Pernyataan informan lain: “kalau hotel parai itu mereka sudah mempunyai anggaran tersendiri untuk penanggulangan malaria, seperti pengadaan abate, racun untuk fogging dan orangnya sudah ada. Jadi kita tinggal kontrol bagaimana kondisi lingkungan dalam hotel parai tersebut.”(I 7) (2) Kepercayaan Masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan perawat Faktor lain yang menyebabkan terlaksanananya program perkesmas dalam penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah adanya kepercayaan masyarakat terhadap tenaga keperawatan. Kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang di berikan oleh perawat, di tandai dengan
banyaknya permintaan dari masyarakat yang tidak menderita malaria, untuk dilakukan kunjungan rumah dan lingkungan mereka. Hal ini diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “disini adanya permintaan dari masyarakat sendiri, terkadang ada yang meminta kami untuk melakukan kunjungan rumah, permintaan ini datang dari masyarakat yang memang ada keluarganya menderita malaria, juga dari masyarakat yang keluarganya tidak ada menderita malaria,masyarakat di wilayah kerja saya Alhamdulillah sudah percaya dan sudah yakin terhadap pelayanan keperawatan”(I 2) “faktor lain yang mendukung biasanya itu ada faktor permintaaan dari masyarakat, dari kawasan wisata hotel parai tenggiri , pondok pesanteren Islamic Centre.”(I 3) Sementara itu, salah satu informan lain juga mengatakan sebagai berikut : “Men harapan ku sih maksud e men pacak kegiatan nih sering dilakukan , dilakukan terus jadi kan pacak membantu kami kan menerangkan masalah – masalah cam nih , jadi continyu…eh continyu, terus la berlangsung ibarat e…yo, tu la harapan e. ya pacak membantu masyarakat menjelaskan, ape dapat membantu masyarakat dalam mencegah malaria seperti ini keluarga kami sedang kene nih, malaria. (kalau harapan saya, kalau bisa kegiatan kunjungan rumah ini sering dilakukan terus, sehingga bisa membantu kami menerangkan masalah-masalah malaria ini, jadi kontinyu..sehiingga bisa membantu masyarakat dalam mencegah malaria seperti keluarga kami ini.) (I 8)
(3) Permintaan
penanggulangan
malaria
dari
kawasan wisata dan
permintaan pondok pesantren Faktor berikutnya yang menyebabkan terlaksanananya program perkesmas dalam penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah adanya permintaan dari pihak swasta, dalam hal ini adalah kawasan pariwisata yaitu hotel Pantai Parai Tenggiri, juga adanya permintaan dari institusi pendidikan yaitu Pondok Pesantren Islamic Centre terhadap tenaga keperawatan.
Permintaan dari pihak swasta ini, sangat mendukung terhadap terlaksananya program perkesmas dalam penanggulangan malaria, terutama pada kelompok khusus yaitu kelompok karyawan hotel beserta lingkungannya, juga kelompok pesantren
yang terdiri
dari
seluruh
civitas
pondok
pesantren
beserta
lingkungannya. Hal ini diungkapkan oleh 3 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: Berikut ini pernyataan informan yang berkaitan dengan Permintaan dari kawasan wisata dan permintaan pondok pesantren terhadap perawat dalam pelaksanaan program Perkesmas di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, yaitu: “ada permintaan dari Pihak Hotel Parai agar kami melakukan kegiatan penanggulangan malaria di sana diantaranya yaitu deteksi dini kasus malaria untuk para karyawan parai, agar tidak menularkan kepada wisatawan bentuknya yaitu kegiatan Malaria Blood Survey dan ternyata apabila dari seluruh karyawan yang kita periksa kita temukan hasil pemeriksaan laboratorium positif itu langsung kita obati tentunya dengan berkolaborasi dengan dokter, termasuk kegiatan abatesasi dan fogingisasi yang di lakukan secara berkala seacara bersamaan... dan dari pihak pondok pesantren juga ada yaitu dari Ponpes Islamic Centre meminta untuk dilakukan kunjungan rumah dan barak karena sejak didirikannya Pondok Pesantren Islamic Center Sungailiat berbagai upaya kesehatan telah dilakukan antara lain melalui penyuluhan kepada santri maupun masyarakat di lingkungan pesantren..” (I 1) (4) Mendekatkan akses pelayanan kesehatan Kondisi demografi wilayah Puskesmas Sinarbaru yang sebagian wilayahnya adalah daerah pantai, yang dengan itu akses ke pelayanan kesehatan (Puskesmas) terdekat memerlukan waktu yang cukup lama. Selain itu kondisi sarana transportasi berupa angkutan umum, tidak sampai ke daerah pantai. fakta riil tersebut, dibutuhkan keseriusan membuka akses pelayanan kesehatan kepada
masyarakat di daerah tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, maka mendekatkan dan memudahkan akses pelayanan kesehatan adalah sebuah tantangan tersendiri. Faktor lain yang menyebabkan terlaksanananya program perkesmas dalam penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah adanya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang dekat dan berkualitas. Permintaan masayarakat ini lebih banyak berasal dari penduduk di sekitar wilayah sepanjang pantai yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru. Mereka membutuhkan pelayanan kesehatan yang terjangkau, karena mereka sering terkendala transportasi dan terkendala waktu untuk pergi ke Puskesmas, apabila ada anggota keluarga yang sakit. Hal ini diungkapkan oleh 4 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “mengingat di kawasan wilayah saya yang ada di pinggiran pantai sehingga susahnya sarana angkutan umum untuk berobat ke puskesmas bila ada anggota keluarga yang sakit.” (I 1) Selain alasan susahnya sarana transportasi untuk mencapai pelayanan kesehatan terdekat dalam hal ini puskesmas, ada alasan lain mengapa perlu dilakukan perkesmas sebagai upaya mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa masyarakat di sekitar pantai, terutama keluarga dengan mata pencaharian kepala keluarga sebagai nelayan, mengalami gangguan dalam upaya mencari nafkah jika ada anggota keluarga yang sakit malaria,karena harus mengantar anggota keluarga yang sakit ke Puskesmas.
Akan tetapi, dengan hadirnya perkesmas di tengah-tengah mereka, membuat keluarga tidak merasa terhambat dalam mencari nafkah tetapi juga mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Hal ini diungkapkan oleh 4 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “terkadang keluarga dengan anggota keluarga yang menderita malaria memiliki keterbatasan waktu untuk berobat ke puskesmas kerena terkadang kepala keluarga mencari nafkah dan ibunya harus mengerjakan pekerjaan rumah” (I 3) Sementara itu, salah satu informan lain juga mengatakan sebagai berikut : “Dapat membantu ibarat e kan, men- men ape masalah manfaat e dapat menghemat waktu kami misalkan ade petugas kan dak payah-payah kami ke puskes die orang pacak datang ke sini menjelaskan masalah nih tadi masalah dampak malaria, lingkungan- lingkungan bersih , ku pacak ngurus anak ku dirumah sambil begawe karena petugas la datang sendiri ke rumah. (sangat membantu kami, salah satu manfaatnya adalah penggunaan waktu kami, jadi kami tidak perlu susah-susah pergi ke puskesmas karena mereka bisa datang ke sini menjelaskan masalah malaria, bagaimana lingkungan biar bersih, saya bisa merawat anak saya di rumah sambil bekerja, karena perawat sudah datang ke rumah.) (I 8) 6) Implikasi kegiatan perkesmas Akibat dari
keseluruhan kegiatan perkesmas yang di lakukan perawat
Puskesmas Sinarbaru dalam upaya menanggulagi malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, terjadinya peningkatan derajat kesehatan. Hasil penelitian yang berkaitan dengan implikasi sebuah usaha, terdapat dua variabel yaitu : kesadaran masyarakat dan kepuasan masyarakat. (1) Kesadaran masyarakat meningkat Hasil dari Pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh perawat melalui kegiatan asuhan keperawatan baik individu, keluarga dan masyarakat
telah menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri terutama dalam penanggulangan malaria. Peningkatan kesadaran masyarakat, terutama kepedulian terhadap penyakit malaria, menyebabkan perubahan perilaku dari masyarakat itu sendiri. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pencegahan dan penanggulangan malaria dengan baik, pada akhirnya menyebabkan angka kesakitan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru menjadi turun. Hal ini diungkapkan oleh 7 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “mereka yang sebelumnya kurang mengerti tentang penanganan malaria ini sekarang meraka bisa berubah menjadi mengerti, sebelumnya tempat tinggal mereka banyak genangan- genangan air, lingkungan mereka terlihat kotor kurang bersih kemudian setelah dilakukan penyuluhan, genangan- genangan air tersebut jadi hilang, sebelumnya biasanya kalau keluar malam hari mereka tidak pernah menutup pintu rumah mereka sekarang setiap malam biasa menutup pintu rumah meraka, memasang kain kassa di semua ventilasi, kemudian pada malam hari sekarang memakai pakaian panjang agar tidak mudah terserang gigitan nyamuk, setiap malam misalnya memasang obat nyamuk atau obat anti sebelumnya biasa mandi di sungai kemudian sekarang mereka punya sumur masing- masing sekitar rumah mereka sehingga tidak mandi di sungai lagi,masyarakat sering BAB sembarangan di belakang rumah mereka sendiri dulu kan belum punya WC setelah diadakan penyuluhan sekarang mereka membuat WC sendiri setiap rumah.”(I 5) (2) Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan perawat Masyarakat yang mengalami kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh perkesmas dalam upaya penanggulangan malaria, cenderung mematuhi nasihat, setia, atau taat terhadap rencana pengobatan yang telah disepakati. kepuasan masyarakat merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan perkesmas
yang lebih baik, efisien dan lebih efektif. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perkesmas merupakan faktor penting untuk melanggengkan penyediaan pelayanan perkesmas di masyarakat. Pelaksanaan program perkesmas dalam menanggulangi malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, ternyata tidak saja memberikan dampak terhadap penurunan angka kesakitan malaria semata. Pelaksanaan program perkesmas juga telah memberikan satu bentuk kepuasan dari masyarakat terhadap pelayanan yang di berikan oleh tenaga keperawatan yang ada di Puskesmas Sinarbaru. Hal ini diungkapkan oleh 3 orang informan dari 15 informan yang diwawancarai, seperti terungkap dalam pernyataan informan berikut ini: “saya sengaja turun kelapangan untuk melakukan survey tentang pelayanan yang di berikan rekan-rekan perawat terhadap masyarakat, biasanya keluarga merasa senang dengan di kunjungi oleh perawat perkesmas mereka juga biasanya merasa puas.”(I 3) Sementara itu, salah satu informan lain juga mengatakan sebagai berikut : “Yo senangla puas la berartikan ade tanda peduli, dari pihak puskes kek masyarakat lingkungan sini terutama tentang malaria , kami pun merasa terbantu la dengan penjelasan- penjelasan dari para petugas perawat- perawat puskes. “( senang puas juga artinya ada kepedulian dari pihak puskesmas kepada masyarakat lingkungan ini terutama tentang malaria, kami pun merasa terbantu juga dengan penyuluhan-penyuluhan dari perawat-perawat puskesmas ini.) (I 8) Berikut peneliti membuat peta hubungan dari keseluruhan tema diatas :
92 Gambar 4.4 : PETA TEMA PELAKSANAAN PERKESMAS DALAM PENANGGULANGAN MALARIA DI PUSKESMAS SINARBARU KABUPATEN BANGKA
Lingkungan ( negatif )
Benang Kusut Permasalahan Malaria di Kabupaten Bangka
Sikap Masyarakat
(positif)
Pilar Penyangga Kegiatan Perkesmas
Harapan Bersama
Strategi Perkesmas dalam memutuskan mata rantai penularan malaria
Dukungan Masyarakat
Implikasi kegiatan Perkesmas
Panggilan jiwa menjadi seorang perawat
Input
Proses
Output
93
4.2 Pembahasan Pada sub bab ini akan dibahas hasil penelitian yang dihubungkan dengan teori, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya terkait dengan pelaksanaan perkesmas dalam
penanggulangan
malaria.
Berdasarkan
hasil
penelitian,
peneliti
mengidentifikasi tema yang muncul, selanjutnya akan diuraikan mengenai tema yang muncul yang dikaitkan dengan teori atau hasil penelitian yang relevan. 4.2.1 Benang kusut penyebab Malaria di Kabupaten Bangka Malaria menular melalui nyamuk, penyakit ini banyak ditemui di daerah tropis dan subtropis, termasuk di Indonesia, yang 80 persen dari sekitar 500 kota dan kabupatennya endemis malaria. Hampir setengah dari penduduk Indonesia tinggal di wilayah-wilayah berisiko tinggi itu. Di Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung, malaria menjadi masalah kesehatan masyarakat selama bertahun-tahun. Epidemi malaria telah memengaruhi struktur sosial penduduk dan menghambat pembangunan ekonomi, meski penyakit ini bukan masalah satu-satunya yang dihadapi kabupaten ini. Negeri Laskar Pelangi (Propinsi Kepulauan Bangka Belitung), terkenal sebagai daerah yang kaya akan potensi keindahan pariwisata dan kekayaan SDA lautnya yang seakan tak habis membuat wajah bumi Serumpun Sebalai (nama lain dari provinsi ini) menjadi lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia hingga mancanegara. Hal tersebut disebabkan karena potensi SDA mineral biji timah yang diproduksi semakin melimpah ruah dan berkontribusi besar dalam menyokong investasi pendapatan daerah dan nasional. Hampir seluruh wilayah
laut dan darat Bangka diminati oleh masyarakat dan investor untuk dijadikan lokalisasi bisnis dan perdagangan SDA, meliputi tatanan ekosistem darat dan laut. Namun, dewasa ini aktivitas penambangan timah makin marak dilakukan oleh pelaku tambang (masyarakat) secara liar. Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat semakin dibukanya kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat Bangka dalam mengeksploitasi SDA: timah ini secara bebas oleh masyarakat dengan tujuan kemakmuran bersama (Perda No. 6 Tahun 2001), hal ini ternyata tidak
membuat
surut
masyarakat
untuk
melakukan
pengadaan
bisnis
penambangan yang lebih banyak untuk mendapatkan kualitas SDA: timah yang lebih menantang. Terbukti dari semakin maraknya kegiatan pertambangan rakyat yang sifatnya illegal (masyarakat Bangka umumnya menyebut Tambang Inkonvensional/TI). Objek penambangan illegal meliputi ekosistem alam (darat dan laut) Bangka, terutama yang ada dalam lingkup kerja wilayah hutan konservasi dalam upaya melangsungkan kehidupan. Tanpa memperhatikan wawasan lingkungan, masyarakat Bangka membuka lahan tambang tanpa mengindahkan Kuasa Penambangan (KP) legal sesuai UU yang telah ditetapkan oleh Pemda Provinsi Kep. Bangka Belitung. Kebijakan pertambangan No. 6 tahun 2001 tentang pengelolaan pertambangan umum, mempertegas definisi pertambangan rakyat secara legal serta beberapa ketentuan kebijakan preventif dalam upaya reklamasi lahan pasca penambangan. Tuntutan ekonomi membuat warga semakin tak terkendali. Dengan tujuan pembukaan lahan penambangan, para pelaku TI dengan seenaknya membongkar area hutan (hutan fungsi khusus, hutan lindung, hutan produksi, hutan konservasi/
reklamasi eks tambang timah hingga hutan magrove). Dengan cara membabatnya, membakarnya, kemudian menggunduli area tersebut guna kepentingan eksploitasi dan kepuasan sesaat. Sebagian besar penambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara terbuka. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang raksasa di bekas areal penambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang, terutama berkaitan dengan kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan berpotensi mencemari air tanah sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah sering kali tidak terpantau
akibat
lemahnya
sistem
pemantauan
perusahaan-perusahaan
pertambangan tersebut. Di Pulau Bangka dan Belitung banyak dijumpai lubanglubang bekas galian tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat asam dan sangat berbahaya. Akibat aktivitas liar ini, banyak program kehutanan dan pertanian tidak berjalan, karena tidak jelasnya alokasi atau penetapan wilayah TI. Aktivitas TI juga mengakibatkan pencemaran air permukaan dan perairan umum. Lahan menjadi tandus, kolong-kolong (lubang eks-tambang) tidak terawat, tidak adanya upaya reklamasi/rehabilitasi pada lahan eks-tambang menjadikan abrasi pantai dan kerusakan cagar alam. Keadaan yang menjadi sorotan dan memprihatinkan peneliti di sini adalah dampak yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan terhadap penyakit terutama malaria yang tidak pernah terpikirkan oleh para aktor pelaku penambangan.
Secara tidak langsung mereka telah “menggali lubang kuburan” bagi diri sendiri dan keluarga mereka. Bagaimana tidak? Perusakan hutan karena tambang membuat banyak wilayah dilanda kekeringan hebat pada musim kemarau. Jika dilihat dari udara sebelum mendarat di Bandara Depati Amir, wajah bumi Bangka Belitung dipenuhi kawah dan lubang menganga. Lubang-lubang itu terisi air hujan dan menjadi tempat perindukan yang subur bagi nyamuk anopheles. Akibatnya, penularan penyakit malaria di Pulau Bangka cukup tinggi. Menurut peneliti, Bangka yang merupakan daerah kepulauan dengan kondisi geografis penuh rawa, ditambah banyaknya danau-danau buatan hasil galian tambang timah ilegal (TI) menjadi tempat yang cukup ideal bagi perindukan nyamuk anopheles sehingga vektor nyamuk tumbuh subur di daerah Bangka. Hasil penelitian selanjutnya adalah berkaitan dengan
mata pencaharian
masyarakat sebagai karyawan perkebunan kelapa sawit. Keadaan ini juga memiliki potensi penyebaran malaria. Kebanyakan dari karyawan perkebunan kelapa sawit tinggal untuk sekian lama di rumah-rumah yang terbuat dari papan berada di tengah-tengah perkebunan kelapa sawit. Keadaan lingkungan di sekitar perumahan mereka sangat berpotensi untuk menjadi tempat perindukan. Halaman perumahan di penuhi dengan ban-ban bekas, yang mana ban-ban bekas ini di biarkan begitu saja sehingga menjadi tempat-tempat penampungan air hujan. Tempat penampungan air pada ban ini menjadi tempat-tempat perindukan nyamuk. Selain kondisi tersebut, kondisi lain juga memberikan peluang besar terhadap munculnya tempat-tempat perindukan nyamuk. Banyaknya
tempat-
tempat penampungan air yang di alirkan dari atap rumah merupakan gambaran
sisi lain kehidupan masyarakat perkebunan kepala sawit. Air ini digunakan untuk kehidupan sehari-hari masyarakat setempat. Masyarakat tidak bisa menggali sumur, karena airnya tidak ada, keadaan ini terjadi karena air tanah habis di serap oleh tanaman kelapa sawit. Kondisi lingkungan yang berpotensi untuk menyebabkan munculnya tempattempat perindukan, tentunya akan menyebabkan banyaknya nyamuk dewasa, keadaan ini juga sangat didukung dengan keadaan lingkungan di sekitar perkebunan kelapa sawit, yang mana suhu lingkungan di sekitar perkebunan lembab dan gelap, sehinggaa nyamuk dewasa akan merasa nyaman berada di lingkungan tersebut. Akibat dari derap pembangunan yang kian cepat adalah kemungkinan timbulnya tempat perindukan buatan manusia sendiri (man made breeding places). Penambangan timah dan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit adalah beberapa contoh kegiatan pembangunan yang sering menimbulkan perubahan lingkungan yang menguntungkan bagi nyamuk malaria (man-made malaria). Selain tempat perindukan dan vektor berupa nyamuk anopeles, hasil dari penelitian ini
faktor yang juga turut mendukung penyebaran malaria di
Kabupaten Bangka di antaranya adalah kesadaran masyarakat , sikap masyarakat dan kebiasaan masyarakat Bangka yang menunjang penyebaran malaria di Kabupaten Bangka. Kesadaran dan sikap masyarakat yang di maksud disini adalah masyarakat di Bangka sering kali kurang memperhatikan kebersihan lingkungan di sekitar rumah. Masyarakat Bangka sering membuang sampah dimana saja, sehingga
sekeliling lingkungan rumah menjadi kotor, banyak sampah dan wadah-wadah penampungan air terbuka yang bisa dijadikan tempat perindukan nyamuk. Sikap lain dari masyarakat bangka adalah, ketidakperdulian para pelaku tambang timah ilegal, yang membiarkan lubang-lubang besar berair sebagai dampak dari penggalian pertambangan tersebut. Lubang-lubang ini selanjutnya akan menjadi tempat-tempat perindukan bagi nyamuk anopheles. Masyarakat Bangka belum menyadari bagaimana dampak tumpukan sampah bisa menyebabkan penularan malaria. Mereka juga tidak menyadari apabila sedang sakit malaria maka mereka akan menularkan kepada orang lain. Faktor ini kadang-kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor lingkungan lainnya. Prinsipnya ialah menciptakan keadaan lingkungan yang menguntungkan bagi nyamuk dimana adanya sikap yang membuat tempat perindukan nyamuk seperti membiarkan tergenangnya air di pekarangan dan jarang membersihkan tempat tinggal.( Aswar, 1990) Sikap lain dari masyarakat Bangka yaitu pendapat mereka tentang penyakit malaria itu sendiri. Masyarakat Bangka merasa penyakit malaria bukanlah penyakit yang harus di khawatirkan. Menurut beberapa informan dari penelitian ini, bahwa masyarakat Bangka merasa wajar apabila mereka terinfeksi penyakit malaria. Mereka merasa sudah begitu bersahabat dengan penyakit malaria. Sikap seperti ini sangat berpengaruh terhadap penyebaran malaria. Apabila malaria tidak dianggap sebagai suatu kebutuhan (demand) untuk diatasi, maka upaya untuk menyehatkan lingkungan tidak akan dilaksanakan oleh masyarakat secara spontan. (Rumbiak,2006)
Faktor lain adalah kebiasaan masyarakat Bangka untuk berada di luar rumah sampai larut malam yang mana akan memperbesar resiko jumlah gigitan nyamuk. Selain kebiasaan keluar malam, masyarakat Kabupaten Bangka masih memiliki kebiasaan mandi bersama di tempat pemandian yang banyak rawa-rawanya, terutama pada waktu menjelang maghrib, kebiasaan ini membuat masyarakat sangat mudah untuk terpapar dengan gigitan nyamuk anopheles, karena karakteristik nyamuk anopheles mengigit pada saat sore hari menjelang magrib sampai waktu fajar. (Kemenkes RI, 2008) Kebiasaan- kebiasaan tersebut diatas sangat mendukung penyebab Kabupaten Bangka hingga saat ini masih termasuk daerah endemis malaria. Selain kebiasaan keluar malam dan mandi bersama, penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk/repellent yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat, juga akan mempengaruhi angka kesakitan malaria. Kondisi yang tidak kalah memprihatinkan dari hasil penelitian ini adalah tidak sedikit masyarakat Bangka yang sudah “pintar” dalam mengkonsumsi obat sendiri tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu atau tanpa resep dari dokter. Saat ini penggunaan obat klorokuin sudah tidak direkomendasikan untuk mengobati malaria, karena diketahui klorokuin sudah resistensi terhadap penyakit malaria. Hasil penelitian menunjukkan telah ditemukan adanya resistensi plasmodium vivax terhadap klorokuin di beberapa wilayah Indonesia termasuk Bangka dan Papua. ( Kemenkes RI, 2008)
Berbagai macam obat malaria dengan mudah dapat diperoleh dan dikonsumsi oleh masyarakat secara bebas, obat yang sudah tidak rekomendasi oleh dokter atau tenaga kesehatan, dapat mereka beli di warung. Hal-hal tersebut menurut peneliti membuat populasi penduduk di kabupaten ini rentan terhadap wabah penyakit yang sebenarnya dapat dicegah. Peneliti berusaha mendapatkan data tertulis tentang penggunaan obat-obat malaria dengan kandungan klorokuin, tetapi data tertulis memang tidak dapat ditemukan. Namun, hal yang menarik perhatian peneliti adalah, kenyataan di lapangan, konsumsi obat-obatan dengan kandungan klorokuin masih terjadi. Berikut penulis menggambarkan bagan keterkaitan berbagai faktor yang menjadi benang kusut penyebab Kabupaten Bangka masih menjadi daerah yang endemis malaria.
Lingkungan
Perilaku Manusia
Kolong bekas TI Rawa-rawa Kebun
Sikap masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan Lingkungan sekitar tempat tinggal Kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengetahui pola penularan, pencegahan, dan penanggualangan malaria Kebiasaan masyarakat Bangka mandi bersama di waktu sore hari Kegiatan Tinggal di kebun dalam waktu yang lama Bangka endemis malaria
vektor
Masih ada penderita malaria positif
Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi obat sendiri sehingga menyebabkan resistensi Pengobatan
Display faktor penyebab bangka masih endemis malaria, inovasi peneliti
4.2.2 Pilar utama kegiatan perkesmas Dalam pokok bahasan sebelumnya peneliti menggambarkan berbagai faktor yang mendukung Kabupaten Bangka masih berada pada daerah dengan gelar endemis malaria. Penyebabnya adalah banyak sekali faktor yang membuat “lingkaran setan” sehingga sulit untuk memberantas masalah malaria di Kabupaten Bangka. Secara lebih khusus, subbab berikut akan membahas cara kerja Puskesmas Sinarbaru beserta stafnya. Perhatian akan difokuskan pada faktor pendukung kesiapan pelaksanaan program perkesmas dalam penanggulangan malaria. Peneliti akan memperlihatkan berbagai faktor yang mendukung berjalannya kegiatan perkesmas walaupun bukan berarti tidak ada kendala yang berimplikasi pada sejumlah ketegangan yang mempengaruhi berbagai fungsi puskesmas dan personelnya. Analisa ini dimaksudkan untuk memberikan suatu kerangka penulisan agar kegiatan-kegiatan perawat yang akan dibahas pada subbab berikutnya dapat dipahami. Peneliti beberapa hari mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Puskesmas Sinarbaru, sebagaimana biasanya kegiatan-kegiatan yang ada di Puskesmas Sinarbaru seolah sudah merupakan rutinitas. Pada pukul 07:30 staf Puskesmas sudah melaksanakan apel pagi yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. Walaupun masih ada beberapa staf belum hadir, setelah selesai apel pagi, semua staf menyebar memasuki ruang kerja masing-masing, termasuk para perawat. Beberapa perawat sudah bersiap-siap untuk turun ke lapangan, sesuai dengan rencana kerja yang telah mereka buat sebelumnya untuk melakukan penyuluhan
tentang malaria Beberapa perawat juga akan melakukan kunjungan evaluasi terhadap klien pascapositif malaria. Sementara itu, di ruang tunggu pendaftaran sudah banyak orang yang menunggu. Mereka duduk di kursi yang terbuat dari besi, tua muda, laki-laki, dan perempun bercampur baur menanti dibukanya loket pendaftaran. Hampir seluruhnya berasal dari wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru. Para orang dewasa duduk sambil berbincang-bincang, sementara beberapa anak-anak terlihat bermain di sekitar pekarangan Puskesmas. Tidak lama berselang, kegiatan di ruang Balai Pengobatan (BP) dimulai. Beberapa pasien sudah dipanggil dan ada yang langsung diberi resep oleh dokter. Beberapa pasien harus melakukan pemeriksaan laboratorium, lalu kembali lagi ke ruang BP untuk mendapatkan resep. Hingga pada pukul 10:15 WIB, dua orang ibu bersama seorang anak perempuan. Ternyata seorang ibu yang membawa tersebut adalah seorang kader yang membawa ibu dari anak perempuan tadi yang terdiagnosa dokter positif malaria. Setelah mendapat resep dari dokter, kader beserta ibu dengan anaknya disarankan untuk ke ruang perkesmas. Ruangan perkesmas berada di bagian belakang Puskesmas. Di dalam ruangan sudah ada seorang perawat yang sedang membuat laporan bulanan perkesmas. Perawat tersebut adalah perawat koordinator perkesmas, sementara perawat yang lainnya telah berangkat ke satu wilayah binaan. Kegiatan turun ke lapangan di lakukan secara bersama-sama karena secara struktur organisasi perkesmas, penanggung jawab wilayah merangkap perawat pelaksana. Oleh karena, jumlah tenaga keperawatan sembilan orang tersebut ternyata yang turun kelapangan
hanya tujuh orang, secara kuantitas jumlah tenaga keperawatan masih kurang. Sementara itu dikatakan bahwa sumber daya manusia merupakan elemen penting dari lingkungan dalam dan merupakan aset terpenting organisasi dibanding elemen lingkungan lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa sumber daya manusialah yang membuat sumber-sumber daya lain bekerja. Manusia menjadi motor penggerak aktivitas manajerial. (Sutisna, 2009) Keadaan ini memang dirasakan menjadi kendala dalam melaksanakan program perkesmas. Kendala ini, menurut peneliti, merupakan satu masalah yang cukup berpengaruh dalam melaksanakan program perkesmas secara ideal. Sebab, dari semua kegiatan, sumber daya manusia merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menghasilkan suatu produk, apalagi produk yang dihasilkan perkesmas adalah jasa. Dalam melaksanakan perkesmas dibutuhkan SDM yang betul-betul sesuai, baik secara kuantitas maupun kualitas. Empat perawat Pukesmas Sinarbaru, di antaranya, masih berpendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), tiga yang lainnya berlatarbelakang pendidikan Akademi Keperawatan (AKPER). Melihat kondisi pendidikan perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru, menurut peneliti belum cukup memadai. Sebagai seorang perawat kesehatan masyarakat, mereka harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dan komunitas serta harus mampu melaksanakan advokasi dan negosiasi terhadap berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan perkesmas itu sendiri. Keterampilan dalam advokasi dan negosiasi tersebut tentunya tidak dimiliki oleh tenaga keperawatan dengan latarbelakang pendidikan SPK atau setingkat
Akademi. Menurut ICN (2001), perawat adalah seorang perawat yang terdaftar yang telah memperoleh dasar pengetahuan ahli, kompleks keterampilan pengambilan keputusan yang kompleks dan kompetensi klinis untuk praktek, diharapkan kualifikasi perawat sampai gelar Master. Kendala lain dari hasil penelitian ini, didapatkan data dari tujuh perawat tersebut, tiga di antaranya masih berstatus tenaga honorer pemerintah daerah. Status kepegawaian ini menyebabkan kegiatan perkesmas tidak berdampak pada kenaikan pangkat dan golongan perawat tersebut. Walaupun secara kuantitas maupun kualitas tenaga keperawatan di Puskesmas Sinarbaru masih ada kendala, serta secara status kepegawaian masih ada yang berstatus tenaga honorer, ternyata tidak berarti mereka tidak mau melaksanakan kegiatan perkesmas. Penanggulangan malaria di Kabupaten Bangka masih berjalan sendiri-sendiri, semua terfokus hanya kepada pengelola program malaria sehingga, menurut peneliti, hanya akan menjadikan masalah baru dalam proses penanggulangan malaria. Sementara itu, untuk pengelola program malaria di Puskesmas lebih banyak dipegang oleh petugas kesehatan dengan latar belakang pendidikan bukan keperawatan. Demikian juga dengan pengelola program malaria di tingkat Kabupaten. Dari hasil studi dokumentasi, peneliti mendapatkan dari 11 puskesmas, hanya dua puskesmas yang pengelolaan program malaria dipegang oleh tenga dari keperawatan. Hal ini membentuk pola pikir bahwa pengelola program di tingkat puskesmas hanyalah pengobatan dan pengobatan. Mereka tidak pernah berpikir bagaimana cara mencegah penularan serumah, mencegah
penularan dalam lingkungan, tidak terpikirkan pula bagaimana memodifikasi lingkungan dan sebagainya. Menurut peneliti, sudah saatnya Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka membuka mata dan berlapang dada, menerima siapa yang memang “bekerja” menekan angka kesakitan malaria dan siapa seharusnya yang menjadi penanggung jawab atau pengelola program malaria di tingkat puskesmas maupun kabupaten. Seorang pengelola akan memahami dan juga mengetahui dengan jelas apa yang seharusnya dilakukan di lapangan dan penulis yakin bahwa ilmu tersebut hanya ada dalam diri seorang perawat kesehatan masyarakat, bukan tenaga kesehatan yang lain. Berikut daftar pengelola program malaria di Puskesmas se-kabupaten Bangka: Tabel 4.1 Daftar pengelola program Malaria berdasarkan Latar balakang Pendidikan di Puskesmas se-Kabupaten Bangka tahun 2012 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Puskesmas
Sungailiat Sinarbaru Kenanga Pemali Bakam Belinyu Gn.Muda Riau Silip Baturusa Puding Besar Petaling
Pendidikan
S1 Kesmas Akper Analis LCPK APK Analis Akper S1 Kesmas Analis Analis LCPK
Sumber : laporan GF tahun 2012
Seandainya tenaga
keperawatan
yang ada di
puskesmas
betul-betul
dimaksimalkan dalam pelaksanaan perannya sebagai tenaga perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas), peneliti yakin angka kesakitan malaria di Kabupaten Bangka bisa lebih cepat ditekan sehingga memasuki Low Case Incidence (LCI), sebab kondisi ini telah terbukti di Puskesmas Sinarbaru. Faktor pendukung kesiapan pelaksanaan perkesmas yang berikutnya adalah anggaran. Dana operasional untuk seluruh kegiatan perkesmas termasuk dalam rangka kunjungan rumah. Kondisi yang sangat memprihatinkan adalah kegiatan perawat kesehatan masyarakat ini seolah di pandang sebelah mata. Alokasi APBD untuk kegiatan perkesmas sangat sedikit bahkan bisa dikatakan tidak ada, sementara itu, pelaksanaan tugas Puskesmas harus didukung oleh sumber daya yang mencukupi. Dukungan dana operasional, sebagainya bertujuan untuk meningkatkan kinerja pegawai dan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan memuaskan pelanggan.
jika dana operasional dan honor yang
diterima pegawai rendah, maka moral dan motivasi kerja pegawai akan turun. (Sulaiman, 2009) Peneliti melihat adanya pendiskriminasian program dalam hal pengajuan anggaran, baik di tingkat dinas kabupaten maupun di tingkat puskesmas. Dengan alasan perkesmas bukan merupakan program wajib di puskesmas maka program perkesmas tidak menjadi program unggulan layaknya basic six yang saat ini menjadi program wajib sehingga seolah perkesmas tidak terlalu penting untuk dianggarkan.
Demikian halnya dengan penggunaan dana BOK. Pada dasarnya penggunaan dana BOK bisa digunakan untuk kegiatan promotif dan preventif. Namun sayang, pada pelaksanaan di lapangan, sangat sedikit dana BOK yang digunakan oleh tenaga keperawatan yang ada di sepuluh puskesmas lain, selain Pukesmas Sinarbaru. Dana BOK kebanyakan diserap oleh progrram KIA dan yang lain. Peneliti sangat menyayangkan kondisi ini. Sebenarnya, penggelontoran dana BOK adalah satu peluang besar bagi terlaksananya kegiatan perkesmas di seluruh Kabupaten Bangka. Tujuan utama pengadaan dana BOK adalah untuk kegiatan promotif dan preventif yang notabene merupakan bagian dari kegiatan perkesmas melalui kegiatan kunjungan rumah. Namun, karena sedikit bahkan sama sekali tidak ada pengajuan POA oleh program perkesmas untuk menggunakan dana BOK tersebut maka dikatakanlah dana BOK sedikit dan lebih banyak digunakan untuk program-program wajib yang kegiatannya belum terakomodir di anggaran APBD. Pendanaan kegiatan penanggulangan malaria untuk Kabupaaten Bangka khususnya juga telah mendapat dana bantuan dari Global Fund (GF). Sayangnya, menurut peneliti, usaha-usaha yang dilakukan lebih banyak ke arah kuratif dan sangat sedikit menyentuh lahan promotif dan preventif. Peneliti sangat merasa heran terkait dengan bantuan luar negeri seperti GF ini. Entah berapa besar anggaran yang telah digelontorkan dalam upaya memberantas malaria untuk Kabupaten Bangka khususnya dan Provinsi Bangka Belitung pada umumnya sejak tahun 2008 hingga sekarang. Sangat disayangkan, peneliti tidak berhasil mendapatkan informasi berapa rupiah dana yang sudah dicairkan oleh GF
untuk Kabupaten Bangka karena alasan sudah merupakan kesepakatan bahwa besaran dana yang dikeluarkan GF tidak boleh dipublikasikan. Besaran dana yang telah digelontorkan oleh GF dalam upaya menanggulangi malaria dalam kurun waktu lima tahun terakhir menurut analisa peneliti belum menunjukkan keberhasilan. Mungkin bisa peneliti katakan bahwa anggaran yang telah digelontorkan selama lima tahun tidak sepadan dengan pencapaian hasil yang didapat. Terbukti sampai tahun 2011 Annual Parasite Incidence (API) Kabupaten Bangka masih berada pada Moderate Case Incidence (MCI) yaitu antara 1-5% dan angka Annual Malaria Incidence (AMI) juga masih berada pada Medium Incidence Area (MIA) yaitu 10–50%. (Dinas Kesehatan Kabupat Bangka, 2012)
Gambar 4.5. Grafik AMI dan API Kabupaten Bangka Tahun 2008 sampai dengan 2011 60 40 20 0 2008
2009
2010
2011
AMI (‰)
2008 50.84
2009 56.88
2010 45.11
2011 42.24
API (‰)
9.31
4.21
1.71
1.8
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka, 2012
Penanggulangan malaria di Kabupaten Bangka terkesan lamban, menurut peneliti, dikarenakan adanya kesalahan dalam menentukan kebijakan untuk mengambil tindakan. Penanggulangan saat ini, lebih banyak ditujukan pada program pengobatan dan sangat kurang dalam kegiatan promotif dan preventif. Walaupun dari sisi anggaran, Kabupaten Bangka mendapatkan suntikan dana dari bantuan luar negeri, tetapi program yang harus dijalankan bukan untuk kegiatan yang bersifat pencegahan karena program yang harus dilaksanakan telah ditetapkan oleh GF. Menurut peneliti, program-program yang dilaksanakan oleh GF belum tepat sasaran dan belum tepat dalam memilih siapa yang seharusnya menjadi pelaksana dan penggerak anggaran-anggaran GF tersebut. GF seolah tidak mau tahu. Seharusnya anggaran tersebut ditujukan untuk kegiatan perkesmas karena perawat merupakan ujung tombak pelaksanaan program di puskesmas. Namun, pada kenyataannya tidak sedikit pun anggaran tersebut mengalir untuk kegiatan perkesmas. Kesalahan terbesar dari program GF adalah, sifat “buta” dan “tuli” mereka, sekali lagi peneliti mengatakan demikian, karena kesalahan mereka yang tidak melibatkan tenaga keperawatan dalam menanggulangi malaria. Mulai tahun 2008 sampai tahun 2011, tidak satu pun kegiatan dari program GF yang melibatkan peran perawat. Berikut peneliti sampaikan program-program yang telah dan sedang berjalan pada GF:
Tabel 4.2 : Kegiatan Komponen GF Malaria Round 6 GF ATM Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Tahun 2008 - 2011 No
KEGIATAN TAHUN 2008
KEGIATAN TAHUN 2009
KEGIATAN TAHUN 2010
KEGIATAN TAHUN 2011
1
Counduct Mass Blood Surveys ( MBS ) with RDT & Microskopics
Counduct Mass Blood Surveys ( MBS ) with RDT & Microskopics
Counduct Mass Blood Surveys ( MBS ) with RDT & Microskopics
Counduct Mass Blood Surveys ( MBS ) with Microskopics
Provition of incentiv for crosscheker at district
Provition of incentiv for crosscheker at district
2
Training Of HC Mikroskopis at district World Malaria Day / workshop
3
Case Management training of health provider ( Doctor )
4
Case Management training of health provider ( Midwives )
Case Management training of health provider ( Midwives )
Case Management training of health provider ( Midwives )
4
Support to Surveylance activities in health centre 10 puskesmas
Support to Surveylance activities in health centre 11 puskesmas
Support to Surveylance activities in health centre 11 puskesmas
Support to Surveylance activities in health centre 11 puskesmas
5
Provide incentive / transport for midwives 15 orang yang di latih
Provide incentive / transport for midwives 15 orang yang di latih
Provide incentive / transport for midwives 46 orang yang di latih
Provide incentive / transport for midwives 46 orang yang di latih
6
Provition of incentive to mikroskopis ( 10 puskesmas )
Provition of incentive to mikroskopis ( 11 puskesmas )
Supplies and Operational Cost ( paper stationary, fax cost, mobile phone) to 3 mountly reporting for GF ATM and SMS HIS
Supplies and Operational Cost ( paper stationary, fax cost, mobile phone) to 3 mountly reporting for GF ATM and SMS
Supplies and Operational Cost ( paper stationary, fax cost, mobile phone) to 3 mountly reporting for GF ATM and SMS
Supplies and Operational Cost ( paper stationary, fax cost, mobile phone) to 3 mountly reporting for GF ATM and SMS
8
Provide supervice & Monitoring and Evaluation at District
Provide supervice & Monitoring and Evaluation at District
Provide supervice & Monitoring and Evaluation at District
Provide supervice & Monitoring and Evaluation at District
9
Supervice to Areal routin transport
Supervice to Areal routin transport
Supervice to Areal routin transport
Supervice to Areal routin transport
Distribution Of LLINs to location 5050 pc
Distribution Of LLINs to location 6839 pc
Distribution Of LLINs to location 8775 pc
7
10
Sumber : Laporan kegiatan GF Kabupaten Bangka 2011
Provition of incentive to mikroskopis ( 11 puskesmas )
Provition of incentive to mikroskopis ( 11 puskesmas )
Melihat berbagai kegiatan yang telah ditentukan oleh GF dalam upaya penanggulangan malaria tersebut di atas, jelas menurut peneliti, adalah kesalahan besar GF tidak melibatkan program perkesmas dalam penanggulangan malaria. Bahkan, GF melibatkan bidan dalam hal ini yang notabene dari hasil pengamatan peneliti tidak pernah turun kelapangan dalam rangka penanggulangan malaria. Jika anggaran insentif atau transport tersebut diberikan kepada program perkesmas, peneliti yakin kenyataan hasil yang terjadi akan berbeda dengan kondisi saat ini. Kondisi keuangan pemerintah daerah
yang sangat terbatas, memengaruhi penggunaan
anggaran kesehatan di tingkat puskesmas, tidak terkecuali Puskesmas Sinarbaru. Kegiatan perawat turun kelapangan, dalam rangka melakukan kunjungan rumah pada penderita malaria, yang dilakukan tiga kali kunjungan, hanya mendapat penggantian uang transport sebanyak satu kali kunjungan. Kemampuan dan potensi perawat dalam melaksanakan kegiatan perkesmas dalam menanggulangi malaria tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan terlaksananya kegiatan perkesmas. Menurut peneliti, segala sesuatu yang dibutuhkan oleh program perkesmas dan dibutuhkan oleh tenaga perawat guna mencapai tujuan program tersebut perlu direncanakan dengan cermat, terkait dengan sarana dan prasarana yang mendukung semua proses kegiatan perkesmas. Gunanya agar sarana dan prasarana selalu dalam kondisi siap pakai setiap diperlukan sehingga perawat dapat memberikan layanan profesional dan kegiatan program perkesmas bisa berlangsung secara efektif juga efisien.
Sebenanya, sarana dan prasarana kegiatan perkesmas di Puskesmas Sinarbaru, menurut peneliti secara umum sudah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan perkesmas. Kreativitas perawat di Puskesmas Sinarbaru pantas di acungi jempol, mereka membuat stiker PHN yang
selanjutnya akan ditempel di rumah-rumah yang mereka kunjungi sampai keluarga tersebut mencapai Keluarga Mandiri III atau IV. Mereka juga membuat rompi PHN berwarna biru, dilengkapi dengan identitas berupa tulisan “petugas perkesmas Puskesmas Sinarbaru” di bagian belakang dan “nama petugas” di bagian depan dada kiri atas.
Gambar 4.6: perawat sedang melaksanakan kegiatan perkesmas Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap tujuh perawat di Puskesmas Sinarbaru, ternyata berjalannya perkesmas di puskesmas tersebut bukan tidak ada kendala. Mereka merasakan adanya kendala dalam hal sarana. Selama ini, mereka turun ke lapangan masih menggunakan kendaraan (motor) pribadi. Penggunaan motor pribadi sebagai sarana sangat berpotensi menghambat kegiatan turun kelapangan di saat motor tersebut digunakan oleh keluarga mereka, seperti suami yang mau pergi kerja dan sebagainya. Sementara selama ini, di Puskesmas Sinarbaru beberapa tenaga kesehatan ada yang telah memiliki kendaraan dinas yang menurut peneliti penggunaan motor tersebut terkadang tidak efektif dan efisien. Sebab, penggunaan motor dinas tersebut untuk saat ini tidak mempunyai dampak apa-apa terhadap peningkatan kesehatan masyarakat, melainkan lebih banyak untuk transportasi keberangkatan pulang pergi petugas dari rumah ke puskesmas. Seolah motor dinas
tersebut menjadi motor pribadi sehingga tidak bisa digunakan oleh tenaga kesehatan lain, seperti perawat, walaupun sebenarnya perawat tersebut menggunakannya pada jam kerja dan melaksanakan suatu program dari puskesmas. Pernyataan dari tujuh responden menunjukkan bahwa mereka membutuhkan sarana berupa motor dinas dan menurut peneliti, sudah sewajarnya dilakukan penertiban penggunaan motor dinas agar penggunaannya sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan. Bukan untuk ke pasar, jalan-jalan, atau kebut-kebutan. Sementara perawat-perawat yang benar-benar membutuhkan, justru harus menanggung beban ganda, menggunakan motor sendiri dan hanya mendapat penggantian bensin satu kali kunjungan. Penggunaan motor dinas, menurut peneliti, bisa saja digunakan untuk kepentingan bersama. Siapa saja bisa menggunakan motor dinas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Setelah selesai melakukan pelayanan, motor dikembalikan dan disimpan di puskesmas. Jadi, motor tersebut merupakan inventaris puskesmas bukan inventaris pribadi. Peneliti sempat menelusuri bagaimana asal mula sehingga seseorang yang menggunakan motor dinas merasa motor tersebut adalah milik pribadi. Ternyata, sumber dari segala permasalahan ini bermula sejak motor dinas tersebut akan dibagikan dari Pemerintah Daerah. Beberapa orang memberi tips berupa uang kepada “orang pemda” agar SK motor tersebut diatasnamakan yang bersangkutan. Dengan dalih SK, pemilik motor selalu mengatakan, “Motor ini tanggung jawab saya, kalau ada yang rusak bukan karena saya, siapa yang mau ganti?” Modus yang kedua adalah jika pemegang motor mengungkapkan bahwa mereka telah mengganti beberapa suku cadang motor seperti ban, rantai, geer, dan sebagainya sehingga beberapa orang yang mau meminjam motor menjadi mundur.
Terlepas dari apa pun alasannya, satu kata kunci adalah tenaga perkesmas membutuhkan kendaraan operasional berupa motor dinas, walaupun masih ada di anatara mereka yang merupakan tenaga honorer. Sebab, mereka ingin menjalankan satu program yang terbukti bisa menurunkan angka kesakitan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru. Namun, perawat-perawat yang telah berjuang menurunkan angka kesakitan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru harus menghela napas panjang dan meninggikan semangat mereka. Karena untuk tahun ini dan mungkin beberapa tahun ke depan, anggaran untuk kendaraan operasional ditiadakan terutama anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK). Saat ini tidak diperbolehkan lagi untuk pengadaan kendaraan operasional. Faktor selanjutnya yang menjadi pendukung terlaksananya kegiatan perkesmas dalam menanggulangi malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah adanya segmentasi sasaran untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan malaria oleh tenaga keperawatan. Kegiatan perkesmas ini dibutuhkan untuk menanggulangi malaria di Kabupaten Bangka umumnya dan Sinarbaru khususnya. Dari observasi yang peneliti lakukan, pada tingkat puskesmas, perawat koordinator telah membagi habis wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru menjadi beberapa daerah binaan. Setiap perawat bertanggung jawab pada satu wilayah binaan untuk masalah kesehatan penduduk di daerah binaan tersebut. Daerah-daerah binaan inilah yang menjadi segmentasi pasar sasaran perawat perkesmas melaksanakan program perkesmas. Segmentasi pasar adalah kelompok besar yang dapat diidentifikasi di dalam sebuah pasar. Variabel segmentasi pasar yang utama adalah geografis, demografis, psikografis, dan perilaku. Segmentasi geografis seperti rukun tetangga (RT), rukun warga (RW)/dusun dan desa sebagai sasaran wilayah pelayanan kesehatan Puskesmas dan
wilayah penggerakan dan pemberdayaan pembangunan kesehatan seperti program Posyandu, Desa Siaga, dan sebagainya. (Sulaeman, 2009) Hal yang menarik di sini adalah bagaimana masyarakat membentuk konsep perawatan dan merasakan pentingnya kehadiran seorang perawat di tengah-tengah mereka. Sebagai contoh, menurut pengamatan peneliti, penduduk memiliki kebiasaan apabila ada seorang anak yang sakit malaria bukan disuruh untuk tidur atau istirahat, melainkan digendong sanak saudara. Terkadang mereka tidak bisa istirahat karena banyak tetangga yang membesuk di rumah. Dalam pandangan penduduk setempat, merawat adalah memanjakan dan memberi si sakit makan makanan yang baik. Hal ini sudah menjadi kebiasaaan yang dijalankan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Kehadiran seorang perawat sangat dibutuhkan oleh keluarga sebagai pemberi arahan bagaimana seharusnya keluarga merawat anak yang sakit dan bagaimana seharusnya keluarga menjaga agar keluarga yang lain tidak tertular malaria. Tetangga yang ada di sekitar rumah penderita malaria juga sering kali meminta agar rumah dan lingkungan mereka pun dikunjungi oleh perawat. Selain untuk mencegah tertular malaria, beberapa di antara mereka merasa kehadiran perawat memberikan keuntungan ganda. Pertama, secara ekonomi tidak menganggu peran sebagai pencari nafkah dengan tidak harus repot-repot pergi ke puskesmas dan kedua mereka mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Keluarga dan masyarakat tidak pernah mempertanyakan bagaimana latar belakang pendidikan perawat bahkan masyarakat seolah tidak mau tahu apa kendala yang dialami oleh para perawat tersebut, baik dari segi pendapatan maupun status kepegawaian perawat. Sasaran perkesmas berikutnya adalah kawasan pariwisata yaitu Parai Beach Hotel. Hotel ini merupakan salah satu tujuan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Pihak manajemen
hotel telah melakukan kerja sama dengan pihak puskesmas dalam upaya menurunkan angka malaria di lingkungan hotel, baik bagi para karyawannya dengan melakukan deteksi dini malaria melalui kegiatan Mass Blood Survey (MBS), maupun intervensi terhadap lingkungan dengan memodivikasi lingkungan sehingga tidak terdapat tempat-tempat perindukan malaria. Pihak hotel juga secara swadaya melakukan foging tiap tiga bulan sekali dan melakukan abatesasi dengan biaya mereka sendiri.
Gambar 4.6 : Potensi tempat perindukan nyamuk di lingkungan Parai Beach Hotel
Selain adanya permintaan dari manajemen Parai Beach Hotel, juga ada permintaan dari pondok pesantren Islamic Centre. Kegiatan yang dilakukan oleh perawat hanpir sama dengan kegiatan yang dilakukan di Parai Beach Hotel, yaitu penyuluhan, deteksi dini kasus melalui MBS, dan modivikasi lingkungan sekitar agar tidak terjadi tempat perindukan. Peneliti menarik satu kesimpulan bahwa kegiatan perkesmas di Sinarbaru memang sangat tepat untuk dilaksanakan karena masyarakat di Sinarbaru telah yakin dan percaya terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat terhadap kesehatan mereka. Selain itu ada kebutuhan lain
dari institusi swasta yaitu Parai Beach Hotel dan pondok pesantren, yang dalam perkesmas dikenal dengan binaan kelompok khusus.
4.2.3
Strategi Perawat Kesehatan Masyarakat dalam Memutuskan Mata Rantai Penularan Malaria
1) Penemuan Kasus malaria Angka kesakitan malaria di Kabupaten Bangka sejak beberapa tahun terakhir telah banyak mengalami penurunan yang cukup berarti. Penurunan angka kesakitan malaria tersebut berkat berbagai upaya yang telah di lakukan oleh program malaria. Upaya untuk menekan angka kesakitan akibat malaria terus dilakukan melalui program pemberantasan malaria, yang meliputi diagnosa dini dan pengobatan tepat, serta pemantauan, pencegahan dan penanggulangan KLB malaria secara dini. Penemuan kasus malaria merupakan kegiatan rutin maupun khusus dalam pencarian penderita malaria berdasarkan gejala klinis, yaitu demam, mengigil, berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah dan gejala khas setempat, melalui pengambilan sediaan darah dan pemeriksaan lainnya terhadap orang yang menunjukkan gejala klinis malaria tersebut.(Kemenkes RI, 2007) Berkaitan dengan penemuan kasus di hubungkan dengan angka kesakitan malaria di Kabupaten Bangka secara keseluruhan, peneliti mendapatkan kemungkinan adanya pemaksaan data. Pemaksaan data yang dimaksud disini adalah kombinasi antara AMI dan API. Kombinsai antara AMI dan API di Kabupaten Bangka menurut peneliti belum bisa dikatakan benar, karena angka API selama ini hanya di dapatkan dari Puskesmas dan jejaringnya yaitu Pustu dan Polindes. Data API tidak pernah didapatkan dari praktek-praktek dokter swasta. Praktek dokter
swasta tidak pernah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa malaria, sehingga mungkin saja angka API itu kecil, karena data yang di dapat hanyalah data dari puskesmas dan jejaringnya. Penetapan diagnosa malaria tanpa konfirmasi laboratorium tersebut tidak hanya berdampak pada data semata, hal yang lebih mengkhawatirkan peneliti adalah, dampaknya terhadap penggunaan obat malaria standar. Peneliti mendapatkan keterangan dari pengelola program malaria Kabupaten Bangka bahwa dokter praktek swasta tidak pernah menggunakan obat standar malaria terkini, mereka masih menggunakan obat-obat golongan klorokuin. Keadaan ini juga menjadi pendukung terjadinya resistensi obat di kalangan masyarakat. Kondisi yang berbeda terjadi antara sepuluh puskesmas yang lain dengan wialayah kerja Puskesmas Sinarbaru, setiap orang dengan keluhan seperti malaria yang ada di seluruh wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, tidak ada yang luput dari pemeriksaan laboratorium. Penemuan kasus di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru tidak hanya menunggu di dalam gedung (Pasif Case Finding), tetapi juga penemuan kasus dilakukan dengan menjemput bola ke masyarakat (Actif case finding). Penemuan kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru di lakukan oleh tenaga keperawatan melalui program Perkesmas. Perawat di Puskesmas Sinarbaru melaksanakan perannya sebagai seorang perawat kesehatan masyarakat. Salah satu peran dari perawat kesehatan masyarakat adalah penemu kasus. (Kemenkes RI, 2006) Penemuan kasus yang dilakukan oleh perawat itu melalui kegiatan pemeriksaan sediaan darah keluarga serumah penderita, Penyelidikan Epidemiologi di lingkungan, MBS, yang bekerjasama dengan petugas laboratorium, selain melakukan penjaringan
di dalam gedung. Kegiatan
Penyelidikan Epidemiologi sebetulnya merupakan adopsi dari program penyelidikan KLB untuk
kasus-kasus baru, namun di Puskesmas Sinarbaru, program ini di coba digunakan untuk mencari kasus malaria, dan ternyata sangat efektif dalam penemuan kasus malaria di lingkungan. 2) Pemetaan wilayah kasus malaria Kegiatan lain yang dilakukan perawat setalah penemuan kasus adalah melakukan pemetaan. Pemetaan dimaksud untuk menentukan dimana tempat-tempat yang terdapat penderita dengan kasus malaria positif. Pembuatan peta ini bukan sekedar untuk mengetahui di mana lingkungan pasien berada, akan tetapi pemetaan juga dilakukan untuk mengetahui daerah-daerah tempat perindukan dan tipe tempat perindukan
di suatu wialayah. Pemetaan juga berfungsi untuk
memantau perkembangan penyakit malaria di sekitar wilayah tersebut. Hasil pemetaan tempat perindukan berupa peta wilayah desa atau dusun yang mencantumkan posisi jalan, sungai dan danau-danau buatan, rawa-rawa, letak rumah, batas wilayah desa atau dusun, garis pantai, simbol yang di gunakan untuk kode, serta tanggal pembuatan peta. 3) Perencanaan Kegiatan Perawat kesehatan masyarakat dalam kesehariannya tidak lepas dari tugas administrasi. Tugas administrasi tersebut untuk keperluan Puskesmas juga untuk keperluan perawat itu sendiri, terkait dengan tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap apa yang telah dikerjakan terhadap individu, keluarga, masyarakat maupun lingkungan dalam upaya penanggulangan malaria. Perawat kesehatan masyarakat
yang ada di Puskesmas Sinarbaru dalam menjalankan
perannya sebagai pemberi pelayanan kesehatan berupa asuhan keperawatan di keluarga, harus bisa membuat rencana kegiatan perkesmas baik mingguan maupun bulanan. Rencana kegiatan ini juga merupakan salah satu indikator proses kegiatan perkesmas.(Kemenkes RI, 2006) Rencana kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru adalah, membuat rencana kegiatan kapan mereka harus turun melakukan
kunjungan rumah pada penderita positif malaria, yaitu pada hari ke 7, 14 dan 28. Selain rencana kegiatan turun kelapangan, perawat juga di tekankan untuk membuat rencana asuhan keperawatan setiap pasien, sampai pembuatan rencana anggaran yang dibutuhkan selama kegiatan turun kelapangan. 4) Tindakan nyata dalam kegiatan penanggulangan malaria Membangun sebuah kepercayaan di tingkat keluarga dan masyarakat bukanlah merupakan hal yang mudah, namun demikian ternyata perawat di Puskesmas Sinarbaru bisa dengan mudah membangaun kepercayaan tersebut. Masyarakat Sinarbaru tertarik pada pelayanan kesehatan masyarakat hanya ketika mereka membutuhkan “suatu yang nyata”, dari pelayanan yang diberikan oleh perawat kesehatan masyarakat. Hal ini menjelaskan mengapa masyarakat meminta perawat Sinarbaru untuk datang mengunjungi rumah dan lingkungan mereka, karena mereka ingin mendapatkan masukan ataupun pendidikan dari perawat bagaimana cara mengelola lingkungan agar tidak tertular malaria, sambil memberi pendidikaan kesehatan, perawat juga melakukan modifikasi lingkungan sekitar bersama masyarakat. Tindakan nyata yang diberikan oleh perawat di Puskesmas Sinarbaru, pada dasarnya adalah mereka menjalankan peran seorang perawat kesehatan masyarakat yaitu sebagai pemberi pelayanan kesehatan, sebagai pendidik kesehatan, pelaksana konseling keperawatan, dan pemodifikasi lingkungan. (Kemenkes RI, 2006) Satu kegiatan yang menurut peneliti sangat simpel, tetapi sangat bermakna di mata masyarakat adalah saat perawat memberikan penyuluhan, dilakukan pula kegiatan pengukuran tekanan darah di rumah warga tersebut. Kegiatan ini merupakan satu bentuk “sesuatu yang nyata” di mata masyarakat. Sesuatu yang nyata lebih dihargai lagi ketika terjadi situasi akut,
misalnya pada saat sakit. Pasien tidak perlu repot ke pukesmas, perawat akan datang ke rumah si sakit, mengambil sampel darahnya, lalu datang kembali ke rumah tersebut dengan mambawa obat. Hal ini akan memberikan kepercayaan “tingkat tinggi” terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat kesehatan kepada masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dikatakan sebagai tindakan nyata tersebut diatas memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap pelaksanaan strategi yang dilakukan oleh perawatperawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru. Sesuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo (2010), dikatakan bahwa perilaku kesehatan seseorang di pengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, kaitannya dengan keadaan di Sinarbaru bahwa faktor predisposisinya adalah masyarakat sudah percaya terhadap pelayanan yang diberikan oleh perawat, dan adanya sikap masyarakat yang ingin menanggulangi malaria di lingkungannya. Faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Kaitannya dengan kondisi di Sinarbaru, bahwa program perkesmas telah dijalankan melalui kegiatan kunjungan rumah dan lingkungan sekitar, sehingga masyarakat di berikan kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan terutama bagi yang menderita malaria, tanpa harus pergi ke Puskesmas. 5) Pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas bertujuan untuk meningkatkan kerjasama dan proses kelompok serta mendorong peran serta masyarakat dalam penyelesaian masalah dalam rangka menumbuhkan kemandirian masyarakat. Locality development model merupakan proses untuk meningkatkan kesehatan melalui partisipatif aktif masyarakat dalam menetapkan tujuan dan tindakan untuk memaksimalkan perubahan dalam komunitas. (Helvie, 1998)
Partnership atau kerjasama, perawat menjalin hubungan yang baik dan mutual dengan klien dan pihak-pihak terkait lainnya. Pemberdayaan masyarakat dalam hal ini perawat komunitas menjadikan klien sebagai subyek dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menggali dan meningkatkan potensi komunitas untuk dapat mandiri dalam memeliharan kesehatannya. Pemberdayaan pada komunitas dapat dilakukan dalam dua tingkat. Pada tingkat pertama, individu yang merupakan bagian dari suatu komunitas berupaya untuk meningkatkan dukungan sosial. Tingkat kedua, pemberdayaan yang dilakukan pada tatanan komunitas, sehingga membuat komunitas menjadi lebih mampu bekerja efektif selama perubahan yang dilakukan dan memberikan solusi penyelesaian pada masalah-masalah yang berkontribusi terhadap peran sehatsakit. (Helvie, 1998) Faktor pendukung pelaksanaan perkesmas berikutnya dari hasil penelitian ini
adalah
pemberdayaan masyarakat, dalam hal ini adalah pemberdayaan kader. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Depkes RI memberikan batasan, bahwa kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditunjuk oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela.Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa peran kader dalam mendukung semua program kesehatan yang ada di masyarakat sangat besar. Peneliti sangat yakin bahwa tanpa adanya peran kader dari penduduk setempat maka apapun dan sebagus apapun suatu program yang digelontorkan oleh puskesmas program tersebut tidak akan pernah lama bertahan di masyarakat. Kader kesehatan merupakan tenaga kesehatan yang sangat dekat dengan masalah kesehatan di masyarakat. Kader kesehatan juga ikut berperan dalam penanggulangan masalah kesehatan, khususnya pengendalian penyakit malaria. Kader kesehatan adalah tenaga yang menjadi ujung tombak di masyarakat yang dapat menyampaikan pesan-pesan kesehatan dengan bahasa dan istilah yang lebih dimengerti oleh masyarakat sekitarnya.
Terkait dengan pemberdayaan kader di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, perawat sangat terbantu dengan keaktifan kader dengan keikutsertaan mereka menanggulangi malaria di wilayah mereka tinggal. Kader kesehatan tidak saja merupakan orang lapangan yang hanya dijadikan objek dari suatu program, tetapi peneliti melihat keterlibatan kader di sini merupakan “pemain” yang ikut memberikan sumbangsih terhadap program perkesmas, terutama dalam rangka menanggulangi malaria. Satu hal yang sangat menarik, peneliti melihat para kader di Sinarbaru dengan sukarela menyumbangkan tenaga dan membantu peran perawat dalam menanggulangi malaria di wilayah mereka. Kader-kader tersebut tidak pernah mengeluh atau berpikir untuk meminta imbalan dari perawat atau Puskesmas. Peran kader sangat besar dalam menemukan kasus dini malaria di lapangan, sangat besar. Kader tidak segan-segan memberikan informasi kepada perawat penanggung jawab daerah binaan jika di sekitar tempat tinggal mereka ada yang demam. Informasi tersebut disampaikan melalui telepon maupun SMS. Informasi pun disampaikan kepada perawat selama 24 jam, tidak ada pembatasan waktu untuk menyampaikan informasi kepada perawat. Kader juga turut berperan aktif dalam membantu memberikan penyuluhan tentang pencegahan malaria di lingkungan mereka tinggal, baik melalui kegiatan posyandu maupun dalam pertemuanpertemuan informal di lingkungan seperti kelompok pengajian. Dalam keseharian, kader kesehatan tidak hanya memberikan informasi kepada perawat apabila ada warganya yang sakit, tetapi mereka langsung mendampingi keluarga tersebut sampai membawanya ke puskesmas dan itulah yang peneliti temukan. Menurut peneliti, pemerintah sudah seharusnya memikirkan insentif kader. Tidak sedikit hubungan antara petugas kesehatan, dalam hal ini perawat, tidak dapat dibangun, hanya karena
alasan kader tidak mendapatkan insentif atau belum apa-apa kader sudah menanyakan berapa upah yang akan mereka dapat. Kader di wilayah Sinarbaru seolah hanya menjadi kuda untuk menyukseskan program kesehatan pemerintah, tetapi tidak diperhatikan. Padahal mereka sering kali meninggalkan pekerjaan yang menjadi sandaran hidup mereka. Sementara, banyak petugas kesehatan di puskesmas keenakan dengan bantuan kader yang memberikan mereka data tentang kesehatan. Apabila semua ini berjalan seimbang, peneliti yakin akan keberhasilan menekan angka kesakitan malaria di tingkat kabupaten bahkan di tingkat Provinsi Bangka Belitung, bukan hanya di wilayah kerja Pukesmas Sinarbaru. 6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Helvie (1998), menyatakan bahwa kolaborasi adalah proses membuat keputusan dengan yang lain dalam proses keperawatan. Kolaborasi sangat di perlukan dalam melakukan tindakan keperawatan kepada klien di masyarakat. Kolaborasi antara perawat kesehatan masyarakat dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup dan tanggung jawabnya. Kegiatan perkesmas dalam upaya penanggulangan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru tidak terlepas dari kolaborasi yang baik antara tenaga keperawatan dengan berbagai tenaga kesehatan yang lain. Tenaga kesehatan yang lain diantaranya adalah tenaga dokter, bagian laboratorium, bagian farmasi, program sanitasi. Kolaborasi tersebut harus dibangun agar program perkesmas dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat disini diartikan masyarakat memperoleh pelayanan dengan mudah dari tenaga kesehatan yang profesional. (Notoatmodjo, 2010) Kolaborasi yang di bangun oleh tenaga perawat di Puskesmas Sinarbaru, pada dasarnya adalah perawat melaksanakan peran mereka sebagai perawat kesehatan yang terdiri dari peran
kolaborator. Kemitraan dibutuhkan oleh perawat dalam menjalankan perkesmas, karena dalam menanggulangi malaria, ada beberapa kegiatan bukan merupakan wewenang keperawatan. Kegiatan tersebut bisa dilaksanakan dengan menjalankan fungsi perawat. Perawat Puskesmas Sinarbaru dalam menjalankan perannya, mereka melaksanakan berbagai fungsi. Fungsi independen, perawat Puskesmas Sinarbaru melaksanakan perannya secara mandiri, yaitu memenuhi kebutuhan dasar manusia pada individu, keluarga, dan masyarakat melalui pendekatan asuhan keperawatan dalam menanggulangi malaria. Perawat Sinarbaru juga melaksanakan kegiatan kolaborasi dengan tim kesehatan lain seperti dokter untuk pemberian terapi malaria. Perawat Sinarbaru juga menajalankan fungsi interdependen, dimana perawat Sinarbaru bekerjasama dengan program kesehatan lain seperti program sanitasi untuk melakukan perbaikan-perbaikan lingkungan guna mencegah terjadinya tempat perindukan, program promkes dalam membantu malakukan penyuluhan masal dan lain-lain. 7) Hubungan antara staff, koordinator dan pimpinan Faktor lain yang mendukung perawat di Puskesmas Sinarbaru dalam rangka menurunkan angka malaria adalah adanya dukungan maksimal dari pimpinan puskesmas dan dukungan bimbingan dari perawat koordinator perkesmas. Kepala puskesmas memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada perawat untuk melakukan kegiatan kunjungan rumah terhadap pasien-pasien yang positif malaria. Kepala puskesmas juga melakukan bimbingan, monitoring, dan evaluasi terhadap kegiatan perkesmas yang dilakukan perawat. Kepala Puskesmas Sinarbaru menjembatani kebutuhankebutuhan perawat dengan dinas kesehatan berkaitan dengan kebutuhan mereka di lapangan seperti sarana dan prasarana pendukung, termasuk memfasilitasi pengadaan motor dinas.
Kepala puskesmas juga meminta kepada seluruh staf puskesmas untuk membantu kegiatan perkesmas. Karena, kegiatan perkesmas adalah kegiatan tim dan memberikan kontribusi kepada seluruh pengelola program yang lain. Dukungan dari seorang pimpinan terhadap staf tentunya dibutuhkan dalam setiap kegiatan. Dengan adanya dukungan dan motivasi dari kepala puskesmas akan membuat staf menjadi semangat dalam melaksanakan tugas di lapangan. Dukungan Kepala Puskesmas Sinarbaru patut dicontoh oleh kepala Puskesmas lain di Kabupaten Bangka karena peneliti mendapatkan data bahwa tidak semua kepala puskesmas mendukung kegiatan perkesmas ini dengan alasan perkesmas bukanlah program wajib. Kepala Puskesmas Sinarbaru dalam hal ini telah menerapkan fungsi kepemimpinan Puskesmas. Seluruh fungsi kepemimpinan Puskesmas tersebut diselenggarakan dalam aktivitas kepemimpinan secara terpadu. fungsi kepemimpinan Puskesmas adalah sebagai berikut : (1) Pimpinan Puskesmas bertugas dan bertanggung jawab menjabarkan dan mengimplementasikan program Puskesmas; (2) Pimpinan Puskesmas mampu memberikan petunjuk, arahan, dan bimbingan kepada staf Puskesmas; (3) Pimpinan Puskesmas berusaha mengembangkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat sehingga kreativitas dan inovasi pegawai Puskesmas dapat tumbuh dan berkembang; (4) Pimpinan Puskesmas membina dan mengembangkan kerjasama dan kemitraan yang harmonis dengan pegawai dan stakeholder Puskesmas; (5) Pimpinan Puskesmas mampu memecahkan masalah dam mengambil keputusan tugas dan program Puskesmas sesuai tugas dan tanggung jawabnya; (6) Pimpinan Puskesmas berusaha membina dan mengembangkan kemampuan dan kemauan pegawai Puskesmas; (7) Pimpinan Puskesmas melaksanakan dan mendayagunakan fungsi pengawasan, pengendalian, dan penilaian Puskesmas. (Sulaeman, 2010)
Melihat kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan berjalan atau tidaknya program perkesmas sangat di pengaruhi dengan tingkat pemahaman kepala puskesmas terhadap hasil yang akan dicapai apabila perkesmas dijalankan di wilayah kerja pukesmas mereka. Kepala puskesmas tersebut terpaku hanya pada enam program wajib, sementara perkesmas diabaikan. Terkait hal tersebut, menurut peneliti, harus ada ketegasan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka untuk menerapkan perkesmas di semua puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka. Sebab, hanya dengan ketegasan dari seorang pimpinan tertinggi di tingkat kabupaten, perkesmas di seluruh puskesmas bisa diterapkan. Banyak nilai positif yang bisa dipetik dari pelaksanaan perkesmas. Peneliti berpendapat, berpengaruh pada penurunan angka kesakitan suatu penyakit, perkesmas juga merupakan tolak ukur dari penilaian angka kredit yang dibuat oleh tenaga keperawatan yang notabene menyandang jabatan fungsional. Kredit poin yang harus dimiliki oleh perawat, hanya bisa didapatkan apabila perawat tersebut betul-betul menjalankan peran sebagai perawat kesehatan masayarakat. Jika ada perawat yang tidak bersedia melaksanakan kegiatan perkesmas, patut dipertanyakan dari mana mereka memperoleh angka kredit untuk kenaikan pangkat dan golongan mereka. 4.2.4
Panggilan Jiwa menjadi perawat
Perilaku Altruistik adalah perilaku menolong yang timbul bukan karena adanya tekanan atau kewajiban,melainkan tindakan tersebut bersifat suka rela dan tidak berdasarkan norma-norma tertentu, tindakan tersebut juga merugikan penolong, karena meminta pengorbanan waktu, usaha, uang, dan tidak ada imbalan atau reward dari semua pengorbanan. Altruisme adalah tindakan sukarela untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun atau disebut juga tindakan tanpa pamrih.Altruisme dapat juga didefinisikan sebagai tindakan memberi
bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward atau hadiah dari orang yang ditolong Altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun kecuali mungkin perasaan telah melkukan perbuatan baik. Jadi,
intinya
altruism
adalah
tindakan
menolong
orang
ikhlas
tanpa
pamrih.
Altruistic,di mana tindakan menolong tidak sekedar mengandung kemurahan hati atau belas kasihan,tetapi juga diresapi dan dijiwai oleh kesukaan memjukan sesame tanpa pamrih. Maka, tindakan altruistic pastilah bersifat konstruktif, membangun, memperkembangkan dan menumbuhkan kehidupan manusia. Suatu tindakan altruistic tidak berhenti pada perbuatan itu sendiri, tetapi keberlanjutan tindakan itu sebagai produknya dan bukan sebagai kebegantungan. Istilah tersebut disebut moralitas. 1) Dapat menyelesaikan persoalan Kekayaan yang paling berharga dalam suatu organisasi ialah Sumber Daya Manusia (SDM). SDM merupakan investasi berharga bagi sebuah organisasi yang perlu di jaga. SDM untuk kegiatan perkesmas adalah perawat. Untuk mencapai produktivitas yang maksimum, organisasi menjamin dipilihnya tenaga kerja yang tepat dengan pekerjaan serta kondisi yang memungkinkan mereka bekerja optimal. Seorang
dapat dikatakan produktif apabila mampu
menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan diharapkan dalam waktu yang singkat atau tepat . Menurut Sedarmayanti dalam Efitra (2002), salah satu ciri dikatakan SDM yang produktif adalah mampu menyelesaikan persoalan, mempunyai rasa tanggung jawab, memiliki kecintaan terhadap pekerjaannya.
Sejalan dengan pernyataan tersebut diatas, seorang perawat dianggap efektif apabila ia dapat melaksanakan tugas pekerjaan yang sesuai dengannya. Jika tugas yang dibebankan kepadanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, jangan berharap perawat tersebut menjadi pegawai yang produktif. Pegawai yang produktif dapat mengembangkan pekerjaannya dan bisa mengerjakan hal-hal lain dengan cepat dan tepat. Namun, jika kemampuannya tidak digunakan maka pegawai itu bukan seorang pegawai yang efektif. Menurut pendapat peneliti, kondisi perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru patut dikatakan sebagai perawat yang produktif. Hal yang menarik perhatian peneliti adalah, walaupun pelaksanaan kegiatan perkesmas banyak sekali kendala, contohnya SDM yang masih kurang, tidak tersedianya kendaraan operasional, dan anggaran yang sangat minim, perawat tetap mampu melaksanakan kegiatan dengan baik. Peneliti melihat ada satu perilaku yang berbeda terjadi pada diri perawat di Puskesmas Sinarbaru, jika di bandingkan dengan perawat yang ada di puskesmas lainnya. Seharusnya dengan segala kekurangan tersebut,
membuat tenaga perawat menjadi tidak produktif dan
mungkin tidak sanggup melaksanakan kegiatan perkesmas. Namun ternyata, perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru mampu melakukan kegiatan perkesmas dan memberikan hasil yang positif. Mereka bisa lompat keluar dari kotak
yang menjadi dinding penyebab seorang perawat
mengatakan “tidak bisa”. Keadaan serba kekurangan dalam hal fasilitas dan anggaran, tidak menyurutkan motivasi perawat untuk melaksanakan perkesmas. Kendala-kendala yang ada tidak dipandang sebagai penghambat, justru membuat perawat-perawat di Puskesmas sinarbaru menjadi perawat yang kreatif dan inovatif dalam mencari pemecahan masalah. 2) Mempunyai rasa tanggungjawab
Seorang perawat yang memiliki motivasi yang tinggi akan bekerja dengan segenap hati untuk mencapai tujuannya. Hasil penelitian didapatkan hampir seluruh perawat mengatakan keinginan mereka untuk
menjalankan perkesmas adalah karena mereka merasa sudah merupakan
kewajiban mereka sebagai perawat untuk melaksanakan perkesmas, kewajiban karena mereka sudah di gaji oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka, dan sebagai seorang perawat mereka merasa terpanggil untuk menurunkan angka malaria di wilayah binaan mereka. Sebuah motivasi yang sudah tertanam kuat di dalam diri seorang perawat, akan membuat kegiatan perkesmas berjalan lancar walaupun terdapat berbagai kendala. Di sisi yang lain, dari hasil penelitian di dapatkan ada perawat yang memiliki motivasi kerja untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman, juga akan bekerja dengan segenap hati untuk memperoleh ilmu serta pengalaman yang sebanyak-banyaknya. Motivasi
yang di miliki oleh perawat di Puskesmas Sinarbaru, merupakan satu faktor
pendukung perawat tersebut melaksanakan kegiatan perkesmas dengan penuh rasa tanggung jawab, sehingga program perkesmas di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru dapat berjalan dengan baik.
3) Mempunyai Orientasi pekerjaan positif dan Dapat bergaul dengan efektif Ranftl dalam Efitra (2002), mengemukakan salah satu ciri pegawai yang produktif adalah mempunyai orientasi pekerjaan positif dan dapat bergaul dengan efektif. Sejalan dengan apa yang di kemukakan oleh Ranftl tersebut bahwa seorang pegawai yang produktif itu mempunyai orientasi pekerjaan positif, yang mana pegawai tersebut menyukai pekerjaan dan membanggakannya, dan dapat bergaul dengan efektif, yang mana pegawai tersebut mempunyai kemampuan untuk memantapkan hubungan antar pribadi yang positif.
Peneliti berpendapat bahwa kondisi tersebut diatas telah tertanam pada diri perawat yang ada di Puskesmas Sinarbaru, mereka
sangat
memahami dan menyukai pekerjaannya, mereka
bekerja dengan atau tanpa pengawasan. Perawat-perawat tersebut mempunyai kemauan yang keras untuk menjalankan perkesmas dengan berbagai motivasi. Mereka
juga mempunyai
hubungan yang baik dengan atasan. Perawat mampu berkomunikasi dengan efektif, mereka juga mempunyai pribadi yang menyenangkan, serta memperagakan sikap positif dan antusias. Peneliti melihat itulah kemampuan yang muncul dari dalam diri perawat Puskesmas Sinarbaru yang mungkin sifat-sifat tersebut belum muncul dalam diri perawat yang berada di Puskesmas lain
4.2.5
Dukungan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan perkesmas
1) Dukungan masyarakat terhadap kegiatan perkesmas Malaria merupakan masalah kesehatan yang serius karena dampaknya pada produktivitas masyarakat dan lingkaran kemiskinan. Penyakit malaria menduduki urutan keenam dari 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Bangka. Upaya pemberantasan malaria di Kabupaten Bangka sampai saat ini telah banyak dilaksanakan, tetapi kenyataannya belum menunjukkan hasil yang maksimal. Laihad (2005), mengatakan bahwa upaya pencegahan penularan malaria sebenarnya telah banyak dilakukan seperti dicanangkannya Gebrak Malaria, sebagai gebrak nasional memberantas malaria di Indonesia. Namun gerakan gebrak malaria ini belum mampu menanggulangi penyakit malaria, karena sampai saat ini jumlah kasus malaria masih tinggi, terutama di daerah endemis malaria.
Menurut peneliti, bahwa suatu program kesehatan tidak akan berjalan dengan baik di masyarakat apabila program tersebut tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Dukungan masyarakat yang dimaksud adalah adanya partisipasi dari masyarakat dalam kegiatann program kesehatan tersebut dalam hal ini adalah perkesmas dalam menanggulangi malaria. Sejalan dengan hal tersebut, Anderson (2007), menyatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan proses sosial yang melibatkan orang-orang dari lokasi geografis tertentu untuk saling berbagi nilai yang umum dalam mengidentifikasi kebutuhan mereka. Keberhasilan partisipasi masyarakat secara tidak langsung menunjukkan negosiasi tanpa manipulasi dan persamaan hubungan antara anggota masyarakat dan pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini perawat yang memberikan asuhan keperawatan berdasarkan tujuan disertai pelayanan yang dapat terjangkau untuk semua. Partisipasi dalam memformulasikan kerangka kerja tidak hanya ditujukan untuk pelayanan yang lebih baik, akan tetapi juga untuk menyesuaikan pelayanan berdasarkan kondisi sosial ekonomi yang ada. (Anderson, 2007) Selama ini berbagai program telah di lakukan untuk menanggulangi malaria di Kabupaten Bangka, tetapi tidak pernah melibatkan masyarakat, yang mana masyarakat tersebut merupakan sasaran kegiatan program yang di maksud, sehingga dukungan dari masyarakatpun terhadap program tersebut sangat kurang. Akibat dukungan masyarakat kurang terhadap program, maka pada akhirnya program tersebut tidak akan menghasilkan suatu produk sesuai dengan harapan. Kondisi yang berbeda terjadi di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, dari hasil penelitian, bahwa masyarakat Sinarbaru sangat mendukung kegiatan perkesmas yang dilakukan oleh perawat Puskesmas Sinarbaru. Masyarakat mendukung kegiatan perkesmas dikarenakan berbagai alasan. Alasan yang muncul dari mulai kebutuhan keluarga, masyarakat dan instansi
pihak swasta akan pengetahuan tentang malaria, sampai pada bagaimana memodifikasi lingkungan agar tidak menjadi tempat perindukan nyamuk. Kegiatan perkesmas memberikan kesempatan kepada keluarga dan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam melakukan kegiatan yang di koordinir oleh perawat, perawat memberikan kesempatan keluarga untuk belajar merawat keluarga yang sedang sakit malaria tanpa harus tertular malaria, perawat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada keluarga untuk berkreatifitas dalam mengelola lingkungan sekitar tempat tinggal mereka agar tidak menjadi tempat perindukan dengan mengikuti petunjuk dan saran dari perawat. Keterlibatan keluarga dan masyarakat di program perkesmas merupakan dukungan terbesar yang menyebabkan program perkesmas di Sinarbaru bisa berjalan dengan lancar, masyarakat merasakan bahwa perkesmas merupakan program yang memang di butuhkan oleh mereka, sehingga apapun kegiatan yang dilakukan perawat di lapangan sangat di dukung oleh masyarakat. 2) Kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan perawat Kepercayaan adalah merupakan modal dasar bagi setiap relasi atau hubungan antar manusia. Apabila seseorang tidak mempercayai orang lain, sudah pasti tidak akan terjadi hubungan yang baik diantara mereka. (Notoatmodjo, 2010) Kepercayaan dalam masyarakat dilandasi oleh prinsip kejujuran dan integritas dari setiap katayang kita ucapkan. Kebohongan dan keyakinan yang lemah dari niat atau tindakan seseorang tidak akan menciptakan rasa percaya. Banyak program
yang gagal dikarenakan pemberi
pelayanan kesehatan salah mengatakan satu hal atau merancang kegiatan untuk kepentingan mereka sendiri, mengabaikan masyarakat yang harus di layani program tersebut. (Anderson, 2007)
Kegiatan perkesmas yang dilakukan oleh perawat di Sinarbaru tidak hanya mendapatkan dukungan, tetapi juga telah medapatkan kepercayaan masyarakat. Hasil penelitian membuktikan bahwa, banyak masyarakat yang meminta tenaga perawat untuk melakukan kunjungan rumah dan lingkungan sekitar rumah, banyak masyarakat yang minta di berikan pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan penyakit malaria. Pelaksanaan perkesmas di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, telah memberikan satu harapan bagi masyarakat setempat dalam upaya penanggulangan malaria. Harapan ini membangkitkan kepekaan masyarakat terhadap kekuatan yang ada dalam dirinya yang mendorong mereka untuk bertindak, memobilisasi kekuatan dan melihat ke masa depan yang lebih baik. (Anderson, 2007) Harapan memberikan kekuatan kepada seseorang untuk melewati beberapa kesulitan yang ada, dan melihat masa depan dengan berbagai kemungkinannya. Harapan melindungi individu terhadap keputusasaan dan memberikan kekuatan serta membantunya untuk menentukan langkah saat terjadi masalah kesehatan terutama malaria. Tanpa adanya harapan dari masyarakat terhadap satu program kesehatan, akan menimbulkan penolakan dari masyarakat terhadap program tersebut. Medapatkan kepercayaan dan harapan masyarakat bukan merupakan transformasi cepat, tetapi merupakan proses yang lambat, yaitu merajut benang-benang tipis masyarakat melalui berbagai kegiatan nyata dan komunikasi, seperti seekor laba-laba yang merajut jaringnya.
3) Permintaan penanggulangan malaria dari kawasan wisata dan permintaan pondok pesantren Notoatmodjo (2010), mengatakan bahwa permintaan adalah keinginan manusia yang didukung oleh daya beli. Keinginan menjadi sebuah permintaan jika didukung oleh daya beli.
Hasil dari kegiatan perkesmas adalah berupa produk jasa. Produk jasa ini telah dirasakan manfaatnya oleh banyak kalangan di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru. Salah satu instansi yang telah merasakan manfaat dari pelayanan perkesmas adalah instansi pariwisata yaitu Parai Beach Hotel dan Pondok Pesantren Islamic Centre. Manfaat yang dirasakan ke dua instansi tersebut mambuat mereka mempunyai keinginan untuk menggunakan produk jasa yang ditawarkan oleh kegiatan perkesmas. Keinginan untuk menggunakan produk perkesmas tersebut membuat Parai Beach Hotel dan Pondok Pesantren Islamic Centre meminta diadakannya kegiatan perkesmas secara rutin di wilayah mereka. 4) Akses pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa Pelaksanaan kegiatan perkesmas memberikan keuntungan ganda terhadap masyarakat terutama masyarakat yang berdomisili di sepanjang pesisir pantai. Masyarakat yang bermukim di pesisir pantai menyebabkan mereka mendapat kendala dalam masalah transportasi untuk menjangkau pelayanan kesehatan dalam hal ini Puskesmas. Kendala disini terjadi karena jalur angkutan umum yang tidak mencapai ke daerah dimana mereka tinggal, sehingga apabila masyarakat memerlukan pelayanan kesehatan, mereka harus menggunakan sarana transportasi berupa becak motor. Satu permasalahan yang dirasakan adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pergi ke pelayanan kesehatan (puskesmas) sangat besar. Pelaksanaan perkesmas memberikan keuntungan yang besar kepada masyarakat, keuntungan yang di dapat adalah masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah tanpa harus terkendala transportasi, dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar. Satu sisi masyarakat juga di untungkan dengan didekatkannya pelayanan kesehatan kepada mereka, aktivitas keluarga
dalam mencari nafkah, yang mana notabene kebanyakan dari mereka adalah nelayan tidak terganggu, sehingga secara ekonomi masyarakat tetap mendapat pemasukan penghasilan dan secara kesehatan, mereka mendapatkan pelayanan kesehatan yang memuaskan. 4.2.6
Implikasi kegiatan perkesmas
Implikasi dari jerih payah perawat di Puskesmas Sinarbaru menjalankan Perkesmas dalam menanggulagi malaria adalah timbulnya kesadaran masyarakat dan kepuasan masyarakat. Peningkatan kesadaran masyarakat, terutama terhadap penyakit malaria, sehingga menyebabkan perubahan perilaku dari masyarakat itu sendiri. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pencegahan dan penanggulangan malaria dengan baik, pada akhirnya menyebabkan angka kesakitan malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru menjadi turun. Pelaksanaan program perkesmas dalam menanggulangi malaria di wilayah kerja Puskesmas Sinarbaru, ternyata tidak saja memberikan dampak terhadap penurunan angka kesakitan malaria semata. Pelaksanaan program perkesmas juga telah memberikan satu bentuk kepuasan dari masyarakat terhadap pelayanan yang di berikan oleh tenaga keperawatan yang ada di Puskesmas Sinarbaru. Hasil dari penelitian ini terlihat bahwa dengan adanya kesadaran masyarakat dan kepuasan masyarakat terhadap perkesmas, dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan menggambarkan tingkat kesehatan dan kemampuan masyarakat mengusahakan dirinya sendiri dan lingkungannya menjadi sehat. Derajat kesehatan mempunyai dua komponen yaitu status kesehatan dan lingkungan. Status kesehatan menggambarkan tingkat sehat, sakit, dan mati dari penduduk. Sementara status lingkungan menggambarkan lingkungan sosio-budaya, fisik, dan biologik yang memberi pengaruh kepada status kesehatan penduduk. Derajat kesehatan mempunyai berbagai variabel
antara lain lamanya hidup, kematian, cacat, kesakitan, status gizi, pendidikan kesehatan, kuantitas, dan kualitas air serta sanitasi lingkungan. Derajat kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, perilaku penduduk terhadap kesehatan, dan pelayanan kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat akan berpengaruh pada penduduk dan organisasi kemasyarakatan sehingga dapat lebih sejahtera dan dapat bekerja lebih produktif. Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu pranata sosial yang melibatkan interaksi antara sejumlah orang, sedikitnya pasien dan pelayanan kesehatan. Fungsi yang terwujudkan dari kegiatan perawatan kesehatan masyarakat adalah untuk memobilisasi sumber daya pasien, yaitu keluarga dan masyarakat dan menyertakan mereka dalam mengatasi masalah tersebut. Kegiatan perawatan kesehatan masyarakat merefleksikan sifat logis dan filsafat dari sistem penyebab penyakit yang terkait dengannya. Sistem penyebab penyakit banyak menentukan keputusankeputusan yang diambil dan tindakan yang diambil oleh pelaku sehingga keluarga sampai pada tingkat kemandirian tertentu, yaitu kemandirian III ataupun kemandirian keluarga tingkat IV. Penelitian ini didapatkan hasil peningkatan kesadaran masyarakat tentang penanggulangan malaria sehingga terjadi perubahan perilaku masyarakat (PHBS), tidak terjadi penularan malaria serumah maupun di lingkungan, penderita sembuh, angka kesakitan malaria di tiap daearah binaan turun. Angka kesakitan malaria di wilayah Puskesmas Sinarbaru menurun, masyarakat puas terhadap pelayanan yang diberikan perawat di lapangan, masyarakat merasa mendapat dua keuntungan, yaitu secara ekonomi dan kesehatan. 4.3 Keterbatasan Penelitian Penelitian
ini merupakan pengalaman pertama bagi peneliti khususnya dengan metode
penelitian kualitatif, sehingga peneliti masih mengalami kesulitan terutama dalam
proses
analisa. Namun hal ini disiasati oleh peneliti dengan selalu berkonsultasi dengan para pembimbing yang merupakan pakar dan berpengalaman dalam penelitian kualitatif