BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di SD Gugus Buana Krida yang terletak di wilayah Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Jawa Tengah, dengan jumlah populasi 152 siswa yang meliputi SDN Kranggan 01, SDN Baran 01, SDN Baran 02, dan SD Kristen Lentera, sedangkan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 83 siswa yang terdiri dari SD inti yaitu SDN Kranggan 01 dan SD Swasta yaitu SD Kristen Lentera. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah lembar soal pretest dan posttest berupa tes pilihan ganda. Variabel penelitiannya mencakup variabel independen/bebas X yaitu model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan Numbered Heads Together (NHT) dan variabel dependen/terikat Y yaitu hasil belajar Matematika. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis statistik dan deskripsi kuantitatif yaitu statistika parametrik untuk menguji hipotesis. Pada bab IV ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi hasil penelitian pada implementasi pembelajaran menggunakan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan Numbered Heads Together (NHT) sebagai kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2. Selanjutnya juga akan dipaparkan beberapa hal yaitu deskripsi komparasi hasil pengukuran, hasil uji beda penelitian, hasil uji hipotesis, hasil pembahasan dan keterbatasan penelitian. 4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Implementasi Pembelajaran Matematika menggunakan Model Teams Games Tournament (TGT) sebagai Kelompok Eksperimen 1 Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Teams Games Tournament (TGT) pada hari Selasa, 29 Maret 2016 dan hari Kamis, 31 Maret 2016, kelas 4A dengan jumlah 20 siswa di SD Kristen Lentera dan pada hari Jumat, 01 April 2016 dan Sabtu, 02 April 2016 kelas
63
64
4A dengan jumlah 22 siswa di SDN Kranggan 01. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah pada setiap kelasnya 2 kali pertemuan pembelajaran dengan alokasi waktu 2X2X35 menit. Pembelajaran dengan menggunakan model Teams Games Tournament (TGT) pada mata pelajaran Matematika dengan topik pembelajaran yaitu sifat-sifat bangun ruang. Dalam penelitian ini yang melaksanakan perlakuan adalah peneliti sendiri, sedangkan yang menjadi observer adalah Ibu Devita guru kelas 4A dari SDN Kranggan 01, dan Bapak Sutrisno guru kelas 4A dari SD Kristen Lentera. 4.1.1.1 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Mata Pelajaran Matematika a. Pertemuan 1 Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model Teams Games Tournament (TGT) di SDN Kranggan 01 berlangsung 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama yaitu pada hari Jumat, 01 April 2016 di kelas 4A dengan jumlah 22 siswa. Pada saat pembelajaran di kelas semua siswa hadir. Setelah melakukan kegiatan awal yaitu berdoa, pemberian salam, dan absensi, guru memeriksa kesiapan siswa untuk memulai pembelajaran dan diawali dengan menanyakan materi ajar sebelumnya lalu menyampaikan tujuan belajar, guru meminta siswa untuk duduk secara individu dan mulai membagikan soal pretest. Dengan waktu yang sudah ditentukan oleh guru, siswa mengerjakan soal sampai waktu yang sudah disepakati habis. Selama siswa mengerjakan soal, sebagian besar siswa menunjukkan raut wajah yang gelisah dan bingung. Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model Teams Games Tournament (TGT) di SD Kristen Lentera berlangsung 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama yaitu pada hari Selasa, 29 Maret 2016 di kelas 4A dengan jumlah 20 siswa. Pada saat pembelajaran di kelas semua siswa hadir. Setelah melakukan kegiatan awal yaitu berdoa, pemberian salam, dan absensi, guru memeriksa kesiapan siswa untuk memulai pembelajaran dan diawali dengan menanyakan materi ajar sebelumnya serta menyampaikan tujuan belajar, guru meminta siswa untuk duduk
65
secara individu dan mulai membagikan soal pretest. Dengan waktu yang sudah ditentukan oleh guru, siswa mengerjakan soal sampai waktu yang sudah disepakati habis. Selama siswa mengerjakan soal, sebagian besar siswa tetap tenang dan membaca soal lalu mulai menjawab soal, namun setelah waktu berjalan beberapa menit, ada siswa yang bertanya kepada guru tentang soal yang belum pernah mereka pelajari, sehingga guru meminta mereka mengerjakan sebisanya. Pada pertemuan pertama setelah pemberian soal pretest, pada tahap yang pertama yaitu presentasi guru, guru menjelaskan materi tentang bangun ruang dengan menggunakan media berupa gambar dan benda nyata (kardus) lalu siswa memperhatikan
penjelasannya, setelah
menjelaskan materi, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal yang belum jelas, dan tidak ada siswa yang menanyakan hal yang belum jelas sehingga guru langsung melanjutkan pada tahap kedua yaitu kelompok belajar, guru membagi kelompok yang terdiri dari 3-4 anak sesuai tingkatan akademik setiap siswa dan meminta siswa untuk duduk bersama dengan anggota kelompoknya, setelah guru menyebutkan nama-nama kelompok dan anggotanya, siswa mencari anggota kelompok lalu duduk bersama dengan kelompok sesuai perintah yang diberikan guru. Guru mengarahkan siswa untuk bekerja dalam kelompok lalu mendorong siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik lalu memberikan pertanyaan kepada setiap kelompok (dalam bentuk lembar kerja kelompok), setelah siswa mendengarkan arahan guru dan terdorong untuk belajar bersama dengan semua anggota dikelompoknya masing-masing. Setiap kelompok memahami lembar kerja lalu merencanakan tugas yang akan mereka pelajari kemudian berdiskusi untuk mengumpulkan informasi dan membuat kesimpulan.. Pada saat siswa mengerjakan LKK dengan kelompoknya dan suasana kelas mulai ramai, guru menarik perhatian siswa untuk berdiskusi dengan maksimal supaya dapat menjawab pertanyaan dengan benar. (misalnya dengan adanya reward untuk kelompok yang mendapat poin
66
tertinggi), lalu setiap kelompok kembali berdiskusi dengan serius dan memiliki kemauan untuk memberikan jawaban yang tepat. Setelah waktu berdiskusi habis, guru menginformasikan kepada seluruh siswa bahwa waktu untuk berdiskusi telah habis sehingga kelompok mengakhiri diskusinya dan duduk dengan rapi. Selanjutnya guru memberikan informasi bahwa pada pertemuan berikutnya akan diadakan turnamen antar kelompok, guru memberikan gambaran sederhana tentang kegiatan turnamen tersebut kepada siswa. Guru memotivasi siswa untuk mempersiapkan diri dengan mempelajari materi hari ini di rumah, karena untuk kelompok yang mendapat skor tertinggi akan mendapatkan hadiah (reward). Pada pertemuan pertama, pelaksanaan proses pembelajaran matematika dengan model Teams Games Tournament (TGT) di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera sudah sesuai sintak. Pelaksanaan proses pembelajaran matematika di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera telah memenuhi 9 poin sintak dalam model Teams Games Tournament (TGT). Lembar observasi yang sudah diisi oleh guru kelas yang nantinya akan dilampirkan akan menunjukkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran matematika dengan model Teams Games Tournament (TGT) di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera sudah sesuai sintak. b. Pertemuan 2 Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model Teams Games Tournament (TGT) di SDN Kranggan 01 dalam pertemuan yang kedua yaitu Sabtu, 02 April 2016 di kelas 4A dengan jumlah 22 siswa. Pada saat pembelajaran di kelas semua siswa hadir. Setelah melakukan kegiatan awal yaitu berdoa, pemberian salam, dan absensi, guru memeriksa kesiapan siswa untuk memulai pembelajaran dan diawali dengan menanyakan materi ajar sebelumnya serta menyampaikan tujuan belajar. Guru meminta setiap siswa untuk duduk berkelompok (kelompok sesuai dengan kelompok pada pertemuan sebelumnya) lalu siswa menempatkan diri dan mengatur meja. Selanjutnya guru memberikan
67
waktu kepada setiap siswa untuk belajar, dan setiap siswa belajar dalam kelompoknya. Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model Teams Games Tournament (TGT) di SD Kristen Lentera dalam pertemuan yang kedua yaitu Kamis, 31 Maret 2016, kelas 4A dengan jumlah 20 siswa. Pada saat pembelajaran di kelas semua siswa hadir. Setelah melakukan kegiatan awal yaitu berdoa, pemberian salam, dan absensi, guru memeriksa kesiapan siswa untuk memulai pembelajaran dan diawali dengan menanyakan materi ajar sebelumnya serta menyampaikan tujuan belajar. Guru meminta setiap siswa untuk duduk berkelompok (kelompok sesuai dengan kelompok pada pertemuan sebelumnya) lalu siswa menempatkan diri dan mengatur meja. Selanjutnya guru memberikan waktu kepada setiap siswa untuk belajar, dan setiap siswa belajar dalam kelompoknya. Pada tahap yang ketiga yaitu turnamen, guru memberikan arahan tentang tata cara berturnamen dan siswa memperhatikan penjelasan guru tentang tata cara berturnamen. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang tata cara berturnamen, ada masih ada beberapa siswa yang belum jelas, sehingga guru mengulang kembali tentang tata cara berturnamen. Kegiatan turnamen dimulai dan guru menunjuk masing-masing 4-5 siswa yang memiliki kemampuan hampir sama untuk siap di meja turnamen. Siswa yang dipanggil oleh guru menempatkan diri sesuai posisi yang telah ditetapkan di dalam meja turnamen. Selanjutnya guru memberikan kartu yang berisi sebuah pertanyaan kepada siswa. Siswa mengambil kartu kemudian membaca soal lalu menjawab dalam waktu yang sudah ditentukan. Guru memberikan poin 1 untuk yang benar dan poin 0 untuk yang salah dan menuliskannya dalam tabel perhitungan skor di papan tulis. Kegiatan tersebut dilakukan berulang kali sampai semua anggota kelompok terpanggil dan sampai semua siswa mendapatkan kartu soal.
68
Pada tahap keempat yaitu pengenalan kelompok guru menghitung poin dari setiap kelompok dan setiap kelompok memperhatikan guru saat menghitung poin. Setelah hasil penghitungan poin selesai guru mengumumkan kelompok yang berhasil mendapatkan poin tertinggi dan meminta kelompok untuk maju ke depan kelas, lalu kelompok yang mendapat poin tertinggi menempatkan diri di depan kelas. Selanjutnya guru memberikan reward atau penghargaan kepada kelompok yang menang. Kelompok yang memiliki poin tertinggi mendapatkan reward atau penghargaan dari guru. Selanjutnya guru dengan siswa menyimpulkan materi hari ini. Guru meminta siswa untuk duduk secara individu dan siswa mulai mengatur tempat duduk mereka masing-masing. Setelah posisi tempat duduk sudah benar, guru membagikan soal posttest, dan meminta siswa mengerjakan dalam waktu yang sudah disepakati. Pada pertemuan kedua, pelaksanaan proses pembelajaran matematika dengan model Teams Games Tournament (TGT) di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera sudah sesuai sintak. Pelaksanaan proses pembelajaran matematika di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera telah memenuhi 7 poin sintak dalam model Teams Games Tournament (TGT). Lembar observasi yang sudah diisi oleh guru kelas yang nantinya akan dilampirkan akan menunjukkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran matematika dengan model Games Tournament (TGT) di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera sudah sesuai sintak. 4.1.1.2 Tingkat Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 Kelompok Eksperimen 1 Deskriptif hasil belajar siswa pada pelajaran Matematika dengan materi sifat-sifat bangun ruang di kelas 4A SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera sebagai kelompok eksperimen 1 dengan menggunakan model TGT, Pretest dan Posttest dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
69
Tabel 4.1 Deskripsi Hasil Belajar Kelas Eksperimen 1 SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera
Dari tabel di atas dapat dilihat skor minimal pretest kelompok eksperimen1 (model TGT) adalah 25 dan skor tertingginya adalah 65. Skor rata-rata yang diperoleh adalah 43,10. Untuk hasil posttest kelompok eksperimen1 (model TGT) skor minimalnya adalah 35, dan skor tertingginya adalah 100. Sehingga skor rata-rata yang diperoleh adalah 72,02. Guna mengetahui adanya efektivitas model pembelajaran TGT perlu dilakukan distribusi frekuensi perolehan hasil belajar siswa kelas eksperimen 1. Dalam menentukan jumlah kelas, menggunakan rumus Sturges (Sugiyono, 2013:35) yaitu K= 1 + 3,3 log n. K merupakan jumlah kelas dan n adalah banyaknya data/siswa. Eksperimen 1 Dengan rumus tersebut maka diperoleh K = 1+ 3,3 log 42 = 1+3,3 .1,62 = 6,35 atau dibulatkan menjadi 6. Sedangkan interval kelas didapatkan dari hasil rentang (skor maksimal-skor minimal) dibagi jumlah kelas, untuk Skor Pretest yaitu Skor Posttest yaitu
= 6,67= 6 (dibulatkan ke bawah), selanjutnya untuk = 10,8= 10 (dibulatkan ke bawah). Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelas Eksperimen 1 SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera No. Kelas
Kelas Interval
1. 2. 3.
25-31 32-38 39-45
Skor Pretest Frekuensi Persentase
4 13 9
9,52% 30,95% 21,43%
No. Kelas
Kelas Interval
1. 2. 3.
35-45 46-56 57-67
Skor Posttest Frekuensi Persentase
5 1 8
11,9% 2,38% 19,04%
70
4. 5. 6.
46-52 53-59 60-65
4 5 7
9,5% 11,9% 16,7%
4. 5. 6.
68-78 79-89 ≥90
10 12 6
23,8% 28,58% 14,3%
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa pada skor pretest yang pertama terdapat 4 siswa dalam kelas interval 25-31 dengan persentase 9,52%, yang kedua terdapat 13 siswa dalam kelas interval 3238 dengan persentase 30,95%, yang ketiga terdapat 9 siswa dalam kelas interval 39-45 dengan persentase 21,43%, yang keempat terdapat 4 siswa dalam kelas interval 46-52 dengan persentase 9,5%, yang kelima terdapat 5 siswa dalam kelas interval 53-59 dengan persentase 11,9%, yang keenam terdapat 7 siswa dalam kelas interval 60-65 dengan persentase 16,7%. Selanjutnya pada skor posttest yang pertama terdapat 5 siswa dalam kelas interval 35-45 dengan persentase 11,9%, yang kedua terdapat 1 siswa dalam kelas interval 46-56 dengan persentase 2,38%, yang ketiga terdapat 8 siswa dalam kelas interval 57-67 dengan persentase 19,04%, yang keempat terdapat 10 siswa dalam kelas interval 68-78 dengan persentase 23,8%, yang kelima terdapat 12 siswa dalam kelas interval 7989 dengan persentase 28,58%, yang keenam terdapat 6 siswa dalam kelas interval ≥90 dengan persentase 14,3%. Tingkat hasil pembelajaran matematika Skor Pretes dan Posttest Kelompok Eksperimen 1, juga dapat dilihat dalam grafik di bawah ini. 14
14
12
12
10
10
8
Frekuensi Skor Pretest
6 4
8 6 4
60-65
53-59
46-52
0 39-45
0 32-38
2 25-31
2
Frekuensi Skor Posttest
Gambar 4.1 Grafik Distribusi Frekuensi Skor Pretes dan Posttes Kelompok Eksperimen1
71
4.1.2 Hasil Implementasi Pembelajaran Matematika menggunakan Model Numbered Heads Together (NHT) sebagai Kelompok Eksperimen 2 Pelaksanaan
pembelajaran
dengan
menggunakan
model
Numbered Heads Together (NHT) di SD Kristen Lentera pada hari Senin, 28 Maret 2016 dan hari Kamis, 31 Maret 2016, kelas 4B dengan jumlah 20 siswa dan di SDN Kranggan 01 pada hari Jumat, 01 April 2016 dan Sabtu, 02 April 2016 kelas 4B dengan jumlah 21 siswa di SDN Kranggan 01. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah pada setiap kelasnya 2 kali pertemuan
pembelajaran
dengan
alokasi
waktu
2X2X35
menit.
Pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Heads Together (NHT) pada mata pelajaran matematika dengan topik pembelajaran yaitu sifat-sifat bangun ruang. Dalam penelitian ini yang melaksanakan perlakuan adalah peneliti sendiri, sedangkan yang menjadi observer adalah Ibu Suyati guru kelas 4B dari SDN Kranggan 01, dan Ibu Dwi guru kelas 4B dari SD Kristen Lentera. 4.1.2.1 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Mata Pelajaran Matematika a. Pertemuan 1 Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model Numbered Heads Together (NHT) di SDN Kranggan 01 berlangsung 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama pada hari Jumat, 01 April 2016 di kelas 4B dengan jumlah 21 siswa. Pada saat pembelajaran di kelas semua siswa hadir. Setelah melakukan kegiatan awal yaitu berdoa, pemberian salam, dan absensi, guru memeriksa kesiapan siswa untuk memulai pembelajaran dan diawali
dengan
menanyakan materi
ajar
sebelumnya
serta
menyampaikan tujuan belajar, guru meminta siswa untuk duduk secara individu dan mulai membagikan soal pretest. Dengan waktu yang sudah ditentukan oleh guru, siswa mengerjakan soal sampai waktu yang sudah disepakati habis. Selama mengerjakan soal, ada 3 siswa yang mengatakan bahwa mereka tidak mengerjakan soal karena belum pernah diajarkan. Namun guru meminta siswa untuk mengerjakan sebisanya.
72
Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model Numbered Heads Together (NHT) di SD Kristen Lentera berlangsung 2 kali pertemuan. Pertemuan pertama yaitu pada hari Senin, 28 Maret 2016 di kelas 4B dengan jumlah 20 siswa. Pada saat pembelajaran di kelas semua siswa hadir. Setelah melakukan kegiatan awal yaitu berdoa, pemberian salam, dan absensi, guru memeriksa kesiapan siswa untuk memulai pembelajaran dan diawali dengan menanyakan materi ajar sebelumnya serta menyampaikan tujuan belajar, guru meminta siswa untuk duduk secara individu dan mulai membagikan soal pretest. Dengan waktu yang sudah ditentukan oleh guru, siswa mengerjakan soal sampai waktu yang sudah disepakati habis. Selama mengerjakan soal, sebagian kecil siswa mengerjakan
dengan
tenang,
sedangkan
sebagian
besar
siswa
menunjukkan kegelisahan dan menunjukkan raut wajah bahwa mereka bingung. Pada pertemuan pertama setelah pemberian soal pretest, pada tahap penomoran, guru menjelaskan materi tentang bangun ruang dengan menggunakan media berupa gambar dan benda nyata (kardus) lalu siswa memperhatikan penjelasannya, setelah menjelaskan materi, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal yang belum jelas, dan ada 2 siswa yang menanyakan sehingga guru memberi penjelasan kembali. Selanjutnya guru membagi kelompok yang terdiri dari 3-4 anak sesuai tingkatan akademik setiap siswa dan meminta siswa untuk duduk bersama dengan anggota kelompoknya, setelah guru menyebutkan nama-nama kelompok dan anggotanya, siswa mencari anggota kelompok lalu duduk bersama dengan kelompok sesuai perintah yang diberikan guru. Selanjutnya guru membagikan nomor kepada setiap siswa dan meminta siswa untuk memakainya di kepala mereka masing-masing, siswa yang sudah mendapatkan nomor kemudian memakai nomor yang diberikan oleh guru sesuai dengan perintah. Guru menginformasikan kepada seluruh siswa untuk bekerja dengan kelompoknya untuk belajar, lalu setiap siswa bekerja dalam kelompoknya masing-masing.
73
Selanjutnya pada tahap yang kedua yaitu mengajukan pertanyaan guru memberikan pertanyaan kepada setiap kelompok (dalam bentuk lembar kerja kelompok), setiap anggota kelompok melihat dan membaca pertanyaan (LKK) lalu mulai menerka-nerka tentang jawaban yang tepat. Saat suasana kelas mulai ramai, guru memotivasi siswa untuk berkerja dalam kelompoknya dengan baik, sehingga setiap siswa termotivasi untuk berkerja dalam kelompoknya dengan baik. Pada tahap yang ketiga yaitu berpikir bersama, guru memberikan waktu kepada setiap kelompok untuk berdiskusi dan semua anggota dalam 1 kelompok berdiskusi serta bertukar pikiran tentang jawaban yang benar. Guru memberikan informasi bahwa setiap kelompok boleh melihat buku sumber yang sudah mereka siapkan. Siswa menyiapkan buku yang akan digunakan sebagai sumber lalu mulai membaca dan berdiskusi. Karena jam pelajaran matematika sudah hampir habis, guru menginformasikan kepada seluruh siswa bahwa waktu untuk berdiskusi telah habis dan setiap kelompok mengakhiri diskusinya lalu duduk dengan rapi. Selanjutnya guru memberikan informasi bahwa LKK yang belum selesai boleh diselesaikan pada pertemuan berikutnya dan setelah itu akan diadakan permainan dengan cara menjawab pertanyaan yang dibacakan oleh guru secara lisan dengan menyebutkan nomor kepala, guru memberikan gambaran sederhana tentang kegiatan tersebut kepada siswa. Guru memotivasi siswa untuk mempersiapkan diri dengan mempelajari materi hari ini di rumah, karena untuk kelompok yang mendapat skor tertinggi akan mendapatkan hadiah (reward). Pada pertemuan pertama, pelaksanaan proses pembelajaran matematika dengan model Numbered Heads Together (NHT) di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera sudah sesuai sintak. Pelaksanaan proses pembelajaran matematika di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera telah memenuhi 10 poin sintak dalam model Numbered Heads Together (NHT). Lembar observasi yang sudah diisi oleh guru kelas yang nantinya akan dilampirkan akan menunjukkan bahwa pelaksanaan proses
74
pembelajaran matematika dengan model Numbered Heads Together (NHT) di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera sudah sesuai sintak. b. Pertemuan 2 Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model Numbered Heads Together (NHT) di SDN Kranggan 01 pada pertemuan yang kedua yaitu Sabtu, 02 April 2016 di kelas 4B dengan jumlah 21 siswa. Pada saat pembelajaran di kelas semua siswa hadir. Setelah melakukan kegiatan awal yaitu berdoa, pemberian salam, dan absensi, guru memeriksa kesiapan siswa untuk memulai pembelajaran dan diawali dengan menanyakan materi ajar sebelumnya serta menyampaikan tujuan belajar. Guru meminta setiap siswa untuk duduk berkelompok (kelompok sesuai dengan kelompok pada pertemuan sebelumnya) lalu siswa menempatkan diri dan mengatur meja. Selanjutnya guru memberikan waktu untuk melengkapi LKK bagi kelompok yang belum selesai dan bagi kelompok yang sudah selesai menggunakan waktu tersebut untuk belajar, dalam tahap ini setiap siswa bekerja dan belajar dalam kelompoknya. Guru memotivasi kepada semua kelompok bahwa yang berhasil menjawab
pertanyaan dengan tepat akan mendapatkan poin. (untuk poin tertinggi akan mendapatkan reward), setelah guru menyebutkan bahwa akan ada reward seluruh siswa termotivasi untuk mencari jawaban yang paling tepat dan berdiskusi dengan serius. Guru memberi informasi kepada setiap kelompok, bahwa guru akan menunjuk anggota kelompok secara acak untuk menjawab pertanyaan, sehingga tugas setiap
kelompok adalah
memastikan bahwa semua anggota kelompok tahu tentang jawaban yang mereka peroleh berdasarkan beberapa diskusi tersebut. Guru memberikan informasi bahwa waktu untuk berdiskusi dan belajar sudah habis, setiap siswa segera duduk dengan rapi dan mengenakan nomor kepala dengan benar. Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model Numbered Heads Together (NHT) di SD Kristen lentera pada pertemuan yang kedua yaitu Kamis, 31 Maret 2016, kelas 4B dengan jumlah 20 siswa. Pada saat
75
pembelajaran di kelas semua siswa hadir. Setelah melakukan kegiatan awal yaitu berdoa, pemberian salam, dan absensi, guru memeriksa kesiapan siswa untuk memulai pembelajaran dan diawali dengan menanyakan materi ajar sebelumnya serta menyampaikan tujuan belajar. Guru meminta setiap siswa untuk duduk berkelompok (kelompok sesuai dengan kelompok pada pertemuan sebelumnya) lalu siswa menempatkan diri dan mengatur meja. Selanjutnya guru memberikan waktu untuk melengkapi LKK bagi kelompok yang belum selesai dan bagi kelompok yang sudah selesai menggunakan waktu tersebut untuk belajar, dalam tahap ini setiap siswa bekerja dan belajar dalam kelompoknya. Guru memotivasi kepada semua kelompok bahwa yang berhasil menjawab
pertanyaan dengan tepat akan mendapatkan poin. (untuk poin tertinggi akan mendapatkan reward), setelah guru menyebutkan bahwa akan ada reward seluruh siswa termotivasi untuk mencari jawaban yang paling tepat dan berdiskusi dengan serius. Guru memberi informasi kepada setiap kelompok, bahwa guru akan menunjuk anggota kelompok secara acak untuk menjawab pertanyaan, sehingga tugas setiap
kelompok adalah
memastikan bahwa semua anggota kelompok tahu tentang jawaban yang mereka peroleh berdasarkan beberapa diskusi tersebut. Guru memberikan informasi bahwa waktu untuk berdiskusi dan belajar sudah habis, setiap siswa segera duduk dengan rapi dan mengenakan nomor kepala dengan benar. Pada tahap yang keempat yaitu menjawab, guru membacakan soal lalu menunjuk salah satu nomor dan memintanya untuk menjawab dalam waktu yang sudah ditentukan. Siswa yang nomornya ditunjuk oleh guru, mewakili kelompoknya dengan menjawab pertanyaan sesuai diskusi yang telah dilakukan. Guru memberikan poin 1 kepada siswa yang benar dalam menjawab pertanyaan dan poin 0 untuk yang menjawab salah. Siswa yang menjawab pertanyaan dengan benar mendapatkan poin 1, sedangkan siswa yang salah mendapatkan poin 0. Poin dicatat dalam tabel penskoran pada papan tulis di depan kelas. Kegiatan ini dilakukan sampai semua nomor
76
kepala terpanggil. Guru menghitung poin dan memberikan reward kepada kelompok yang memiliki poin tertinggi. Kelompok yang mendapat poin tertinggi mendapatkan reward dari guru. Selanjutnya guru dengan siswa menyimpulkan materi hari ini. Guru meminta siswa untuk duduk secara individu dan siswa mulai mengatur tempat duduk mereka masing-masing. Setelah posisi tempat duduk sudah benar, guru membagikan soal posttest, dan meminta siswa mengerjakan dalam waktu yang sudah disepakati. Pada pertemuan kedua, pelaksanaan proses pembelajaran matematika dengan model Numbered Heads Together (NHT) di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera sudah sesuai sintak. Pelaksanaan proses pembelajaran matematika di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera telah memenuhi 6 poin sintak dalam model Numbered Heads Together (NHT). Lembar observasi yang sudah diisi oleh guru kelas yang nantinya akan dilampirkan akan menunjukkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran matematika dengan model Numbered Heads Together (NHT) di SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera sudah sesuai sintak. 4.1.2.2 Tingkat Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 Kelompok Eksperimen 2 Deskriptif hasil belajar siswa pada pelajaran Matematika dengan materi sifat-sifat bangun ruang di kelas 4B SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera sebagai kelompok eksperimen 1 dengan menggunakan model NHT, Pretest dan Posttest dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.3 Deskripsi Hasil Belajar Kelas Eksperimen 2 SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera
77
Dari tabel di atas dapat dilihat skor minimal pretest kelompok eksperimen1 (model NHT) adalah 25 dan skor tertingginya adalah 65. Skor rata-rata yang diperoleh adalah 43,78. Untuk hasil posttest kelompok eksperimen1 (model NHT) skor minimalnya adalah 35, dan skor tertingginya adalah 100. Sehingga skor rata-rata yang diperoleh adalah 75,37. Guna mengetahui adanya efektivitas model pembelajaran NHT perlu dilakukan distribusi frekuensi perolehan hasil belajar siswa kelas eksperimen 1. Dalam menentukan jumlah kelas, menggunakan rumus Sturges (Sugiyono, 2013:35) yaitu K= 1 + 3,3 log n, dimana K merupakan jumlah kelas dan n adalah banyaknya data/siswa. Eksperimen 2 Dengan rumus tersebut maka diperoleh K = 1+ 3,3 log 41 = 1+3,3 .1,61 = 6,32 atau dibulatkan menjadi 6. Sedangkan interval kelas didapatkan dari hasil rentang (skor maksimal-skor minimal) dibagi jumlah kelas, untuk Skor Pretest yaitu Skor Posttest yaitu
= 6,67= 6 (dibulatkan ke bawah), selanjutnya untuk = 10,8= 10 (dibulatkan ke bawah). Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelas Eksperimen 2 SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera No. Kelas
Kelas Interval
1. 2. 3. 4. 5. 6.
25-31 32-38 39-45 46-52 53-59 60-65
Skor Pretest Frekuensi Persentase
4 10 12 7 3 5
9,76% 24,39% 29,27% 17,07% 7,32% 12,19%
No. Kelas
Kelas Interval
1. 2. 3. 4. 5. 6.
35-45 46-56 57-67 68-78 79-89 ≥90
Skor Posttest Frekuensi Persentase
3 3 8 6 9 12
7,32% 7,32% 19,51% 14,63% 21,95% 29,27%
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa pada skor pretest yang pertama terdapat 4 siswa dalam kelas interval 25-31 dengan persentase 9,76%, yang kedua terdapat 10 siswa dalam kelas interval 3238 dengan persentase 24,39%, yang ketiga terdapat 12 siswa dalam kelas interval 39-45 dengan persentase 29,27%, yang keempat terdapat 7 siswa dalam kelas interval 46-52 dengan persentase 17,07%, yang kelima
78
terdapat 3 siswa dalam kelas interval 53-59 dengan persentase 7,32%, yang keenam terdapat 5 siswa dalam kelas interval 60-65 dengan persentase 12,19%. Selanjutnya pada skor posttest yang pertama terdapat 3 siswa dalam kelas interval 35-45 dengan persentase 7,32%, yang kedua terdapat 3 siswa dalam kelas interval 46-56 dengan persentase 7,32%, yang ketiga terdapat 8 siswa dalam kelas interval 57-67 dengan persentase 19,51%, yang keempat terdapat 6 siswa dalam kelas interval 68-78 dengan persentase 14,63%, yang kelima terdapat 9 siswa dalam kelas interval 7989 dengan persentase 21,95%, yang keenam terdapat 12 siswa dalam kelas interval ≥90 dengan persentase 29,27%. Tingkat hasil pembelajaran matematika Skor Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen 2, juga dapat dilihat dalam grafik di bawah ini. 14
14
12
12
10
10
8
Frekuensi Skor Pretest
6 4
8 6 4
60-65
53-59
46-52
0 39-45
0 32-38
2 25-31
2
Frekuensi Skor Posttest
Gambar 4.2 Grafik Distribusi Frekuensi Skor Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen 2 4.1.3 Deskripsi Komparasi Hasil Pengukuran Komparasi hasil pengukuran kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 pada tahap pengukuran pretest dalam eksperimen 1 dengan rerata skor kelompok yaitu 43,19 dan eksperimen 2 dengan rerata skor kelompok yaitu 44,19. Tahap pengukuran pretest dalam eksperimen 1 dan ekperimen 2 memiliki selisih skor yaitu 0,88. Selanjutnya pada tahap pengukuran posttest dalam eksperimen 2 dengan rerata skor kelompok
79
yaitu 78,52 dan eksperimen 2 dengan rerata skor kelompok yaitu 81,66. Tahap pengukuran posttest dalam eksperimen 1 dan ekperimen 2 memiliki selisih skor yaitu 3,14. Tabel 4.5 Tabel Komparasi Hasil Pengukuran Kelompok Eksperimen 1 dan Kelompok Eksperimen 2 Tahap pengukuran Pretes Posttest
Rerata skor (mean) kelompok Eksperimen 1 Eksperimen 2 43,31 43,83 72,14 75,43
Keterangan selisih skor 0,52 3,29
Hasil pengukuran kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 dalam tabel di atas mengalami peningkatan. Kelompok ekperimen 1 pada tahap pengukuran pretest dan posttest mengalami peningkatan yaitu 28,83 sedangkan kelompok ekperimen 2 pada tahap pengukuran pretest dan posttest mengalami peningkatan yaitu 31,60. Hasil pengukuran kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 selain dapat dilihat dalam tabel diatas, juga dapat dilihat dalam grafik di bawah ini. 80 60 Pretest
40
Posttest
20 0
Ekperimen 1
Ekperimen 2
Gambar 4.3 Grafik Komparasi Hasil Pengukuran Kelompok Eksperimen 1 dan Kelompok Eksperimen 2
4.1.4 Hasil Uji Perbedaan Rerata Hasil Belajar Matematika Uji prasayarat yang digunakan adalah uji nornalitas data dan uji homogenitas varians. Selanjutnya setelah diperoleh data dari uji nornalitas
80
data dan uji homogenitas varians, selanjutnya akan dilakukan uji t dan dipaparkan hasilnya dalam bentuk tabel. A. Uji Normalitas Uji Normalitas dapat dilihat pada gambar di bawah ini, yang menunjukkan bahwa skor probabilitas Asymp. Sig.(2-tailed) pada uji Kolmogorov.Smimov Z pada kelompok eksperimen 1 Teams Games Tournament (TGT) dengan skor pretest adalah 0,163 dan posttest adalah 0,366. Selanjutnya skor probabilitas Asymp. Sig.(2-tailed) pada uji Kolmogorov.Smimov Z pada kelompok eksperimen 2 Numbered Heads Together (NHT) dengan skor pretest adalah 0,358 dan posttest adalah
0,350.
Probabilitas
Asymp.
Sig.(2-tailed)
pada
uji
Kolmogorov.Smimov Z dari kedua kelompok menunjukkan > 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa data berdistribusi dengan normal.
Gambar 4.4 Uji Normalitas Skor Pretest dan Posttest Kelompok Ekperimen 1 dan Eksperimen 2
B. Uji Homogenitas Uji prasyarat yang kedua yaitu Uji Homogenitas. Hasil pengolahan data Uji Homogenitas dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Pada tabel di bawah ini interpretasi dilakukan dengan memilih salah satu statistik, yaitu statistik yang didasarkan pada rata-rata (Based on Mean). Ternyata pengujian pretest dengan statistik Based on Mean diperoleh signifikansi 0,117 dan pengujian posttest dengan statistik Based on Mean diperoleh signifikansi 0,483, keduanya jauh melebihi
81
0,05. Dengan demikian data penelitian dapat dikatakan homogen. Uji beda rerata atau uji t yang digunakan adalah uji independent sample ttest.
Gambar 4.5 Uji Homogenitas Skor Pretest dan Posttest Kelompok Ekperimen 1 dan Eksperimen 2
C. Uji T Berdasarkan data penelitian yang dapat dilihat pada tabel uji normalitas dan uji homogenitas Skor Pretest dan Posttest Kelompok Ekperimen 1 dan Eksperimen 2, semua data yang diperoleh memiliki signifikansi 0,05 sehingga data yang ada dapat dikatakan normal dan homogen.
Gambar 4.6 Hasil Uji independent
sample t-test Skor Pretest dan Posttest
Kelompok Ekperimen 1 dan Eksperimen 2
Dari gambar uji independent sample t-test di atas, nampak bahwa dalam t-test for equality of means diketahui skor t pada bagian equal variance assumed yaitu -0,883, sedangkan pada bagian equal variance not assumed skor t adalah -0,882. Selanjutnya probabilitas
82
signifikansi (2-tailed) pada bagian equal variance assumed yaitu 0,380, sedangkan probabilitas signifikansi (2-tailed) pada bagian equal variance not assumed yaitu 0,380. 4.1.5 Hasil Uji Hipotesis Uji hipotesis pada penelitian ini adalah dengan membandingkan hasil belajar antara siswa kelas 4 SD Gugus Buana Krida dan pada hipotesis penelitian dan hipotesis kerja/hipotesis statistiknya (H 0 dan Ha) yaitu: a. Jika skor sig. (2-tailed) pada uji t >0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas 4 SD Gugus Buana Krida Ambarawa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dan Numbered Heads Together (NHT). b. Jika skor sig. (2-tailed) pada uji t <0,05, maka Ha diterima dan H0 ditolak. Artinya ada perbedaan hasil belajar yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas 4 SD Gugus Buana Krida Ambarawa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dan Numbered Heads Together (NHT). Pengujian dilakukan untuk mengetahui diterima atau tidak dierimanya hipotesis yang telah diajukan. Hipotesis yang telah diajukan adalah ada perbedaan hasil belajar yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas 4 SD Gugus Buana Krida Ambarawa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) pada kelompok eksperimen 1 dan Numbered Heads Together (NHT) pada kelompok eksperimen 2. Adapun kriteria pengujian hipotesis berdasarkan taraf signifikansi yakni jika koefisien lebih dari 0,05
83
maka dapat dinyatakan tidak terdapat perbedaan, dan jika koefisien signifikansinya kurang dari 0,05 maka dapat dinyatakan terdapat perbedaan antara dua kelompok penelitian. Berdasarkan data uji t, telah diperoleh data signifikansi (2tailed) pada bagian equal variance pretest yaitu 0,380, dan signifikansi (2-tailed) pada bagian equal variance posttest yaitu 0,380. Kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa uji t>0,05. Maka dapat diputuskan bahwa H0 diterima, yang artinya tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dan Numbered Heads Together (NHT) ditinjau dari hasil belajar Matematika siswa kelas 4 SD Gugus Buana Krida Ambarawa. 4.2
PembahasanPenelitian Penelitian yang sudah dilakukan dalam Gugus Buana Krida di kelas 4 SDN Kranggan 01 dan SD Kristen Lentera pada bulan Maret sampai April 2016 sudah berjalan lancar serta sesuai dengan RPP dan sintak setiap model pembelajaran. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa uji t>0,05 jadi dapat diputuskan bahwa H0 diterima. Data komparasi pada tahap pengukuran pretest dalam eksperimen 1 dan ekperimen 2 memiliki selisih skor yaitu 0,88. Selanjutnya pada tahap pengukuran posttest dalam eksperimen 2 dengan rerata skor kelompok yaitu 72,14 dan eksperimen 2 dengan rerata skor kelompok yaitu 75,43. Tahap pengukuran posttest dalam eksperimen 1 dan ekperimen 2 memiliki selisih skor yaitu 3,29. Dilihat dari perolehan skor, kelompok eksperimen 2 memang lebih unggul, hal ini terjadi karena model Numbered Heads Together (NHT) mempunyai kelebihan yaitu menimbulkan adanya interaksi antara siswa melalui diskusi secara kelompok dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, selain itu siswa yang pandai maupun siswa yang lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui aktifitas belajar kooperatif, dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya,
berdiskusi,
dan
mengembangkan
bakat
kepemimpinan.
Kelebihan yang lain yaitu siswa yang pasif akan cenderung aktif, hal ini
84
terjadi karena dalam pengajuan pertanyaan setiap siswa menjawab secara individu namun skor yang diperoleh adalah skor kelompok, sehingga setiap kelompok akan saling membantu dalam memahami materi. Adapun kelemahan dari model ini yaitu siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dari siswa yang lemah. Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dilihat dari perolehan skor memang di bawah dari siswa yang menggunakan model Numbered Heads Together (NHT). Hal ini terjadi karena model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) memiliki beberapa kelemahan yaitu terjadinya kegaduhan kalau guru tidak dapat mengelola kelas, selanjutnya dalam kegiatan pembelajaran tidak semua siswa ikut serta menyumbangkan pendapatnya dan hal ini masih sering terjadi, kemudian masih ada kelemahan yang lain yaitu kekurangan waktu untuk proses pembelajaran, karena waktu habis hanya untuk menenangkan siswa yang gaduh karena dalam kegiatan turnamen suasana kelas sangat ramai. Namun disamping semua kelemahan tersebut model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) juga memiliki kelebihan yaitu siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya, rasa percaya diri siswa menjadi tinggi, motivasi belajar siswa bertambah, pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi pelajaran, kerjasama antar siswa akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan. Peneliti mengungkapkan bahwa model TGT dan NHT adanya perbedaan atau tidak adanya perbedaan keunggulan model pembelajaran tersebut berdasarkan faktor akademik setiap siswa, sikap sosial setiap siswa, bagaimana guru kelas mendidik sebelumnya dan lainlain. Team Game Tournament (TGT) Berikutnya hasil penelitian yang mendukung penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Argo Burnomo, Fendi (2012) Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Antara Siswa yang Diajar dengan Metode
85
TPS (Think-Pair-Share) Dengan Siswa yang Diajar dengan Metode NHT (Numbered Heads Together) di SDN Harjosari I dan SDN Harjosari II Kelas 4 Tahun 2011/2012, dengan kesimpulan adalah ada perbedaan prestasi belajar matematika yang signifikan di antara siswa yang diajar menggunakan metode think pair share (TPS) dengan siswa yang diajar menggunakan metode Number head together (NHT). Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardani, Yunia Dwi (2012) Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Peserta Didik dengan NHT (Numbered Heads Together) Kompetensi Dasar Menjumlahkan Bilangan Bulat pada Mata Pelajaran Matematika Kelas IV SD Negeri Tlahap Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung Semester II 2011/2012, dengan kesimpulan bahwa penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) dapat meningkatkan ketrampilan sosial, pengakuan adanya keragaman, dan hasil belajar mata pelajaran matematika, kompetensi dasar menjumlahkan bilangan bulat kelas IVB Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 SD Negeri Tlahap. Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh LANE Tanjungsari, Mei (2013) Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa dengan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together (NHT) dan Think Pair Share (TPS). Hasil ini ditunjukkan dengan skor sig.(2-tailed) pada equal variances not assumed sebesar 0,000 < 0,05 yang dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa yang signifikan. Skor rata-rata kelas dengan model cooperative learning tipe NHT sebesar 93,74, lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata kelas dengan model cooperative learning tipe TPS yang hanya 79,69. Artinya pembelajaran model cooperative learning Tipe NHT lebih baik (lebih efektif) dari model cooperative learning tipe TPS. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Christinaningsih, Agata Asther (2012) Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Kanisius Jimbaran Kecamatan Bandungan Kabupaten
86
Semarang Jawa Tengah Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) efektif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV Sekolah Dasar Kanisius Jimbaran Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Jawa Tengah Tahun Pelajaran 2011/2012. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dikatakan efektif dikarenakan terdapat perbedaan rata-rata antara skor pretest yaitu 60.29 dan posttest yaitu 79.85. Hal ini diperkuat dari hasil signifikasi atau probabilitas 0,05 > 0,000 dan uji beda t hitung lebih besar dari t tabel (16.015> 2.052). Penelitian mendukung yang terakhir adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosnawati (2012) Efektivitas Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Siswa Kelas V SD Negeri Salatiga 12 Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ratarata hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen meningkat dari 49,33 menjadi 73,80 setelah diberi perlakuan dengan efektivitas model pembelajaran NHT, sedangkan di kelas kontrol juga mengalami peningkatan dari 46,77 menjadi 58,17 setelah pembelajaran model konvensional dengan berceramah. Adapun minat belajar siswa pada kelas eksperimen sebelum perlakuan berada pada kategori minat belajar netral dengan skor minat belajar/ item sebesar 2,46. Setelah penerapan pembelajaran NHT, minat belajar siswa meningkat pada kategori sangat positif dengan rerata skor individu/item 3,4 dari skor ideal 4. Untuk kelas kontrol, tidak ada perubahan kategori minat belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran, tetap pada kategori minat belajar positif, dengan rerata skor 2,59 sebelum perlakuan dan meningkat menjadi 2,89 setelah pembelajaran model konvensional dengan berceramah. Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran menggunakan model NHT lebih efektif dari pembelajaran model konvensional dengan berceramah.
87
Penelitian ini ternyata mendukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Beberapa hasil penelitian yang bertolak belakang dengan penelitian ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Ana Muslikah, Dyah (2013) dengan judul Peningkatan Minat Belajar dan Hasil Belajar Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Berbantuan Media Kartu Matematika pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Pucung 01 Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013. Kesimpulan yang diperoleh dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament berbantuan media Kartu Matematika yaitu dapat meningkatan minat belajar dan hasil belajar matematika siswa. Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahmud Afandi (2014) dengan judul Pengaruh Pembelajaran Team Game Tournament (TGT) Berbantu Domino Matematika (DOMAT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VI SD N Gugus Dahlia Desa Dadapayam Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015 dengan kesimpulan bahwa Pembelajaran Team Game Tournament (TGT) Berbantu Domino Mateematika (DOMAT) Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VI SD N Gugus Dahlia Desa Dadapayam. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunario, F (2012) dengan judul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Team Game Tournament Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Kauman Lor 03 Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang Semester Genap Tahun 2011/2012 dengan kesimpulan bahwa Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Team Game Tournament memiliki pengaruh Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Kauman Lor 03 Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang Semester Genap Tahun 2011/2012. Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri Wulaningsih (2014) Perbedaan Hasil Belajar Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Team Game Tournament (TGT) dan Number Head Together
88
(NHT) Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Gugus Abiyasa Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, dengan kesimpulan bahwa model pembelajaran TGT mempengaruhi Hasil Belajar Matematika Siswa Siswa Kelas IV SD Negeri Gugus Abiyasa Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Lebih Baik Dari Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT. Yang terakhir adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Warningsih, Tri Budi (2012) Pengaruh Penggunaan Dienes Freeplay dalam Pembelajaran Model Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas V Semester II di SD Imbas Gugus Bekisar Tuntang Tahun Ajaran 20112012, dengan kesimpulan bahwa Pembelajaran dengan Model Kooperatif Tipe TGT memiliki pengaruh Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas V Semester II di SD Imbas Gugus Bekisar Tuntang Tahun Ajaran 20112012. Ternyata hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sukaryono (2012) yang menyatakan bahwa prestasi belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran NHT tidak lebih baik daripada penerapan model TGT, siswa yang EQ nya tinggi tidak lebih baik dari pada siswa yang EQ nya sedang maupun rendah dalam prestasi belajar matematika, tidak terdapat kombibasi efek atau interaksi antara penerapan model pembelajaran NHT dan TGT dengan perbedaan EQ siswa terhadap prestasi belajar matematika pada jenjang kelas VII SMP se-Kecamatan Banyuurip. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ternyata juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rahmawan dan Pramukatoro (2013) yang melakukan penelitian tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT. Dari hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran TGT dan NHT keduanya terdapat peningkatan yang signifikan. Adanya peningkatan rata-rata pada masing-masing kelas yatu pada kelas TGT peningkatan sebesar 41,62 dan pada kelas NHT peningkatannya sebesar 40,95. Diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen
89
sebesar 82, dan pada kelas kontrol sebesar 78,5. Hipotesis Ho diterima bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan ratarata hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Maka kedua model pembelajaran ini memiliki kategori baik. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Tri Wulaningsih (2013) yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT. Pengujan hipotesis menggunakan independent sample t-test untuk taraf signifikan 5% dengan uji prasyarat yaitu: uji normalitas menggunakan uji ShaphiroWilk. Hasil analisis data menggunakan analisis independent sample t-test menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,040< 0,05, sehingga H0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan antara hasil belajar matematika siswa yang diajar melalui tipe TGT dengan tipe NHT, dengan nilai rata-rata kelas eksperimen 1 yang diajar melalui tipe TGT yaitu 78,61dan rata-rata kelas eksperimen 2 yang diajar melaui tipe NHT 68,43. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan siswa yang diajar melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas IV SD Negeri Gugus Abiyasa Kabupaten Semarang, sehingga penelitian tersebut bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
ini bertentangan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Tri Wulaningsih. Perbedaan tersebut karena adanya faktor yang mempengaruhi diantaranya perbedaan desain penelitian
yang
digunakan,
dalam
penelitian
ini
menggunakan
Nonequivalent Control Group Design, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Tri Wulaningsih adalah The Randomized Control Group Pretest Posttests Design. Nonequivalent Control Group Design dan The Randomized Control Group Pretest Posttests Design memiliki perbedaan validitas internal dan validitas eksternal yang menjadi sumber ketidakvalidan.
90
Penelitian yang dilakukan oleh Tri Wulaningsih mengontrol validitas internal
mulai
dari
history, maturation, testing, instrumentation,
regression, selection, mortality, selection interactions, sedangkan validitas eksternal yang dikontrol adalah multiple-x interference. Selanjutnya dalam penelitian ini dalam validitas internal hanya mengontrol history, maturation, testing, selection interactions, sedangkan validitas eksternal yang dikontrol adalah multiple-x interference. Validitas internal pada history, memiliki arti bahwa peristiwa yang terjadi pada waktu yang lalu yang kadang-kadang dapat berpengaruh terhadap variabel keluaran (variabel terikat). Oleh karena itu terjadinya perubahan variabel terikat, kemungkinan bukan sepenuhnya disebabkan karena perlakuan atau eksperimen, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor sejarah atau pengalaman subjek penelitian terhadap masalah yang dicobakan, atau masalah-masalah lain yang berhubungan dengan eksperimen tersebut. Selanjutnya testing, pengalaman pada pretest dapat mempengaruhi hasil posttes, karena kemungkinan para subjek penelitian dapat mengingat kembali jawaban-jawaban yang salah pada waktu pretest, dan kemudian pada waktu posttest subjek tersebut dapat memperbaiki jawabannya. Oleh sebab itu, perubahan variabel terikat tersebut bukan karena hasil eksperimen saja, tetapi juga karena pengaruh dari pretest, walaupun peneliti sudah melakukan pengubahan urutan soal dan pilihan jawaban pada soal posttest. Selanjutnya Mortality, pada proses dilakukan eksperimen, atau pada waktu antara pretest dan posttest sering terjadi subjek yang ”dropout” baik karena pindah, sakit ataupun meninggal dunia. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap hasil eksperimen. Selanjutnya selection interactions, dalam memilih anggota kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 bisa terjadi perbedaan ciri-ciri atau sifat-sifat anggota kelompok satu dengan kelompok yang lainnya. Misalnya anggotaanggota kelompok eksperimen 1 lebih tinggi pendidikannya dibandingkan dengan anggota-anggota kelompok eksperimen 2, sehingga sebelum diadakan perlakuan sudah terjadi pengaruh yang berbeda terhadap kedua
91
kelompok tersebut. Setelah adanya perlakuan pada kelompok eksperimen, maka besarnya perubahan variabel terikat yang terjadi mendapat gangguan dari variabel pendidikan tersebut. Dengan kata lain, perubahan yang terjadi pada variabel terikat bukan saja karena pengaruh perlakuan, tetapi juga karena pengaruh pendidikan. Yang terakhir adalah Multiple-x interference yang merupakan validitas eksternal dimana di dalam hal penelitian yang menyangkut pertanyaan, sejauh mana hasil suatu penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi induk (asal sampel) penelitian diambil. 4.3. Keterbatasan Penelitian Peneliti
tentu
memiliki
keterbatasan-keterbatasan
dalam
melakukan dan menyusun penelitian ini. Peneliti mengakui bahwa penelitian ini masih memiliki kekurangan dan belum sempurna. Berikut ini adalah keterbatasan penelitian, yang pertama dalam penelitian ini peneliti tidak bisa menyatukan 2 sekolah kelas 4A SDN Kranggan 01 dengan kelas 4A SD Kristen Lentera yang merupakan kelompok eksperimen 1, begitu juga dengan kelas 4B SDN Kranggan 01 dengan kelas 4B SD Kristen Lentera yang merupakan kelompok eksperimen 2, karena adanya ketidaksetujuan dari pihak sekolah. Selanjutnya dari 3 aspek penskoran yang ada, dalam penelitian ini sebatas menyelidiki hasil belajar matematika ranah kognitif. Dari segi penetapan waktu, peneliti tidak bisa menentukan waktu yang sama antara 2 kelompok eksperimen yang ada, karena harus mengikuti jam pelajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah, sehingga ada pembelajaran yang berlangsung di pagi hari dan ada yang berlangsung di siang hari. Kondisi siswa di pagi hari dan siang hari tidaklah sama, hal ini merupakan keterbatasan penelitian, karena kondisi siswa di pagi hari masih segar, dan kondisi siswa saat siang hari tidak sesegar di pagi hari yang mengakibatkan berpengaruhnya pada perilaku dan respon yang diberikan siswa dalam proses pembelajaran.