Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
IV.1 Pelapisan Elektrode dengan Polipirol Dalam penelitian ini dibuat elektrode kawat emas terlapis polipirol dengan tiga jenis ionofor untuk penentuan surfaktan NaDS, NaOS dan NaDBS. Elektrode AuPPy-DS lebih dulu dibuat dan dikarakterisasi. Pelapisan elektrode dilakukan melalui proses elektropolimerisasi pirol dengan teknik voltametri siklik pada permukaan elektrode kawat emas berdiameter 1,0 mm sepanjang 3,0 mm.
Penelitian awal dilakukan untuk mempelajari parameter voltametri siklik, komposisi media elektropolimerisasi dan sistem pengkondisian elektrode. Efisiensi proses pelapisan elektrode diamati dengan mempelajari morfologi polipirol yang diperoleh sebagai hasil scanning electron microscope (SEM).
Pemilihan kawat emas sebagai elektrode (konduktor logam) didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain: (1) emas memiliki potensial reduksi standar dan konduktivitas yang tinggi, sehingga proses elektropolimerisasi pirol pada permukaan elektrode ini mudah dilakukan; (2) kawat emas ini bersifat lunak, sehingga permukaannya mudah diratakan dengan pemolesan menggunakan pasta alumina; dan (3) kawat emas mudah didapatkan (Angnes et al., 2000). Dalam penelitian ini, kawat emas yang digunakan berkadar 24 karat.
IV.2 Parameter Voltametri Siklik Proses pelapisan elektrode dengan polipirol lewat elektropolimerisasi dilakukan dengan teknik voltametri siklik dalam rentang potensial dan laju pindai yang divariasikan. Pirol, C4H5N, mempunyai sifat mudah larut dalam air dan mengalami reaksi redoks dalam rentang potensial dan laju pindai tertentu. Pirol mudah mengalami reaksi redoks, karena senyawa ini memiliki ikatan rangkap terkonjugasi. Dengan teknik voltametri siklik, proses elektropolimerisasi dapat dilakukan melalui pemindaian secara berulang dari potensial negatif ke positif dan sebaliknya. Pada pemindaian dari potensial negatif ke positif, monomer pirol akan teroksidasi dan menghasilkan radikal kation, kemudian pada rangkaian proses
56
selanjutnya akan membentuk dimer ketika pemindaian berlangsung dari potensial positif ke negatif, trimer dan seterusnya sampai akhirnya terbentuk deposit polipirol pada elektrode emas dengan ketebalan tertentu.
Reaksi elektropolimerisasi pirol berlangsung melalui mekanisme reaksi yang kompleks. Beberapa persoalan seperti proses pembentukan membran polimer, mekanisme pembentukan dan penghilangan muatan, struktur dan sifat polimer serta kondisi sintesis sampai saat ini masih diperdebatkan (Zhou, 1999). Diaz, Kim, Pletcher dan Reynold masing-masing mengemukakan model yang menguraikan mekanisme reaksi pembentukan polipirol (Sadki et al., 2000). Namun, secara umum mekanisme propagasi pembentukan rantai polimer secara elektrokimia dapat digambarkan dengan rangkaian reaksi seperti Gambar IV.1 (Imisides et al., 1996).
H
H
N
N
H
H
N
N
+
-e
N H
monomer
+
H N
-2H+
H N
H N N H
-e
-e -2H+
H N
N H
N H
dimer H N
H N
+
+ H N
H N N H trim er H N
+
H N
H N
H N N H
+ (n-4)
H N N H
N H tetramer
polimer
Gambar IV.1. Mekanisme reaksi pembentukan polipirol
57
n/2
Mekanisme tersebut berlangsung sempurna apabila reaksi redoks hanya berlangsung pada senyawa pirol. Namun, apabila pelarut air turut terlibat dalam sistem reaksi akibat oksidasi berlebih (overoxidation), maka polipirol yang dihasilkan akan memiliki struktur yang berbeda (Li, 1997; Li, 2000; Sadki et al., 2000).
Salah
satu
reaksi
yang
melibatkan
pelarut
air
dalam
proses
elektropolimerisasi pirol ditunjukkan pada Gambar IV.2. H2O H N
N
N H ClO4
-
N H
N H
H H
H
H H
N
O + HClO4
N H
O
N H N H
Gambar IV.2. Reaksi sekunder polimerisasi pirol dalam air yang mengandung elektrolit pendukung ClO4- (Sadki et al., 2000). Reaksi tersebut terjadi antara radikal kation polipirol dengan molekul air pada permukaan elektrode dalam rentang potensial pindai tertentu yang memungkinkan radikal-radikal tersebut lebih mudah teroksidasi daripada monomernya. Morfologi film polimer yang terbentuk tergantung pada sifat elektrolit, laju dan potensial deposisi, konsentrasi monomer dan pH larutan (Sadki et al., 2000).
Pada voltamogram siklik proses elektropolimerisasi pirol diperlihatkan bahwa variasi rentang potensial pindai berpengaruh terhadap arus puncak reduksi dan oksidasi polimer. Berdasarkan tingkat kesetimbangan reaksi yang digambarkan oleh arus puncak anodik dan katodik, elektropolimerisasi pirol dalam rentang potensial -0,9 – 1,0 V diperkirakan akan menghasilkan membran polipirol dengan konduktivitas yang lebih baik daripada membran yang dihasilkan dari proses elektropolimerisasi pada rentang potensial pindai yang lain. Hal ini didasarkan pada pertimbangan tidak adanya reaksi oksidasi berlebih pada rentang potensial pindai -0,9 – 1,0 V. Voltamogram siklik elektropolimerisasi pirol dalam rentang potensial pindai ini diperlihatkan pada Gambar IV.3.
58
i (μA)
8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3
-1 ,2-1 ,0-0 ,8-0 ,6-0 ,4-0 ,2 0 ,0 0 ,2 0 ,4 0 ,6 0 ,8 1 ,0 1 ,2
E (m V )
Gambar IV.3. Voltamogram siklik elektropolimerisasi pirol 0,01 M dengan elektrolit pendukung NaClO4 0,01 M. Elektropolimerisasi pirol dilakukan dengan teknik voltametri siklik dalam rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan pemindaian sebanyak 10 siklus. Anak panah ke kanan dan ke bawah menunjukkan arah pemindaian, sedangkan anak panah ke atas menunjukkan arah pergeseran arus mulai dari pemindaian siklus pertama. Peningkatan potensial awal dari -0,9 sampai dengan -0,5 V tidak berpengaruh pada tinggi arus puncak anodik dan katodik, tetapi hanya berdampak pada berkurangnya rentang potensial oksidasi dan reduksi yang seharusnya diperlukan. Dengan laju pindai yang tetap, maka pengurangan rentang potensial pindai berdampak pada pengurangan waktu elektropolimerisasi, sehingga dimungkinkan berpengaruh terhadap morfologi polimer yang terbentuk. Sebaliknya, peningkatan potensial balik sebesar 0,1 V menyebabkan terjadinya pergeseran dan peningkatan arus puncak anodik dan katodik, sehingga pemindaian pada rentang potensial -0,9 – 1,1 V menghasilkan puncak reduksi baru yang diperkirakan akan menghasilkan polipirol dengan struktur sekunder seperti yang diperlihatan pada Gambar IV.2. Hal ini akan berdampak pada turunnya konduktivitas membran polipirol. Voltamogram siklik yang menggambarkan proses elektropolimerisasi pirol dengan rentang potensial pindai bervariasi diperlihatkan pada Gambar A.1 (Lampiran A).
59
Dalam voltamogram-voltamogram tersebut, fenomena terjadinya potensial reduksi dan oksidasi berlebih tidak muncul. Hal ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa potensial reduksi dan oksidasi berlebih hanya terjadi pada daerah potensial di bawah -0,5 V. (Li, 1997). Fenomena ini hanya akan terjadi bila elektropolimerisasi dilakukan dalam larutan yang bersifat asam atau basa sebagai akibat dari reaksi oksidasi air (Li, 2000). Dalam suasana asam, air akan teroksidasi pada potensial -1,068 V, sedangkan dalam suasana basa, air akan teroksidasi pada potensial -0,191 V, masing-masing diukur terhadap elektrode pembanding Ag/AgCl (Mong, 2001).
Penelitian tahap ini memberikan informasi bahwa rentang potensial pindai yang terbaik untuk proses elektropolimerisasi pirol dalam pelarut air dengan teknik voltametri siklik adalah -0,9 – 1,0 V, walaupun arus puncak oksidasi dan reduksi monomer tidak terlalu tinggi. Hal ini juga sesuai dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Zhou, 1999; Bouzek, 2000; Pringle et al., 2004). Dalam rentang potensial pindai ini, elektropolimerisasi pirol tidak diikuti oleh peristiwa oksidasi dan reduksi berlebih. Dengan demikian, proses-proses elektropolimerisasi pada tahap-tahap penelitian selanjutnya dilakukan dalam rentang potensial pindai tersebut.
Laju pindai menjadi parameter penting yang harus diamati dalam setiap reaksi elektropolimerisasi, sebab parameter ini berpengaruh terhadap mekanisme reaksi elektropolimerisasi yang berlangsung. Apabila pemindaian berlangsung pada laju yang terlalu cepat, maka tidak ada waktu yang cukup bagi radikal-radikal kation, baik dalam bentuk monomer, dimer maupun polimer, untuk bereaksi secara berantai membentuk polimer, karena sebagian dari radikal-radikal tersebut akan bereaksi dengan air. Salah satu reaksi yang mungkin akan terjadi adalah reaksi yang berlangsung dengan mekanisme seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.2. Reaksi ini menyebabkan arus puncak reduksi polimer menjadi lebih tinggi daripada arus puncak oksidasi polimer.
60
Pemindaian dengan laju yang terlalu cepat juga akan menyebabkan terjadinya reaksi dimerisasi berlebih yang disertai dengan pelepasan kation H+ ke dalam larutan, sehingga keasaman larutan bertambah. Dalam suasana asam, molekulmolekul air akan mengalami oksidasi menghasilkan oksigen, sehingga akan terjadi reaksi sekunder seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.4.
N H
H NA +
+ A-
N H
N H
N H
N H
+e
2H+ + ½ O2 + 2e
H2O H NA + + HA
N H
H NA + + H A-
N
+ 1/2 O2
N H
O
+ 2H+AN H
Gambar IV.4. Reaksi sekunder polimerisasi pirol dalam air yang mengandung elektroit pendukung A- pada suasana asam (Li, 2000). Apabila pemindaian berlangsung dengan laju yang terlalu lambat, maka ada kemungkinan sebagian dari radikal-radikal kation yang telah terbentuk bereaksi terlebih dulu dengan pelarut air sebelum bereaksi dengan molekul-molekul monomer maupun molekul-molekul gabungan monomer pirol yang ada, sehingga dimungkinkan terjadi fenomena reaksi seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.2. Dengan demikian, elektropolimerisasi yang berlangsung dengan laju pindai yang terlalu cepat atau terlalu lambat menyebabkan polimer yang terbentuk memiliki struktur dengan gugus fungsi monomer yang heterogen. Hal ini akan berdampak pada penurunan konduktivitas polipirol (Kissinger, 1983).
Dalam penelitian ini, telah diamati reaksi elektropolimerisasi pirol dengan laju pindai 50, 80 dan 100 mV/dt. Ketiga voltamogram siklik yang diperoleh menunjukkan bahwa elektropolimerisasi dengan ketiga laju pindai ini tidak disertai dengan reaksi oksidasi dan reduksi berlebih, seperti yang diperlihatkan pada Gambar A.2 (Lampiran A).
Elektropolimerisasi pirol dengan laju pindai 50 dan 80 mV/dt menghasilkan voltamogram siklik yang sangat mirip, sedangkan elektropolimerisasi dengan laju 61
pindai 100 mV/dt menghasilkan voltamogram siklik dengan arus puncak oksidasi dan reduksi monomer maupun polimer yang lebih tinggi. Elektropolimerisasi dengan laju pindai lebih dari 100 mV/dt tidak diamati, karena berdasarkan hasilhasil penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa laju pindai yang terbaik adalah 100 mV/dt (Purwanto, 2003).
Dalam proses-proses elektropolimerisasi pirol selanjutnya, laju pindai yang digunakan adalah 100 mV/dt, karena elektropolimerisasi dengan laju pindai di bawah 100 mV/dt berlangsung terlalu lambat, sehingga proses elektropolimerisasi memerlukan waktu yang relatif lama. Sebaliknya, elektropolimerisasi dengan laju pindai di atas 100 mV/dt memungkinkan terjadinya radikal kation dalam jumlah yang berlebihan, sehingga reaksi pembentukan polimer disertai dengan reaksi oksidasi berlebih.
IV.3 Pengaruh Surfaktan Anionik pada Proses Elektropolimerisasi Pirol Elektropolimerisasi pirol melibatkan mekanisme pembentukan kation polipirol. Adanya surfaktan anionik dalam larutan pirol yang sedang mengalami elektropolimerisasi dapat berpengaruh pada reaksi pembentukan polipirol dengan melalui tiga kemungkinan: (1) antaraksi elektrostatik antara surfaktan anionik dengan polipirol yang bermuatan positif; (2) penjebakan bagian rantai hidrofob surfaktan dalam matriks polipirol yang dihasilkan; dan (3) pembentukan misel surfaktan yang mempengaruhi distribusi spesi-spesi elektroaktif dalam fasa misel dan fasa air, sehingga dimungkinkan terjadinya mekanisme reaksi polimerisasi pirol yang berbeda (Omastova et al., 2003). Dalam penelitian ini, surfaktan yang digunakan sebagai ionofor adalah NaDS, dengan konsentrasi antara 1,00 x 10-5 M – 1,00 x 10-3 M. Rentang konsentrasi tersebut masih lebih rendah daripada nilai critical micelle concentration (CMC) surfaktan NaDS, sehingga kemungkinan (3) tidak terjadi selama proses elektropolimerisasi berlangsung.
Elektropolimerisasi pirol dengan adanya NaDS memberikan voltamogram siklik seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.5. Voltamogram ini memperlihatkan
62
adanya arus puncak oksidasi polimer pada potensial sekitar 0,4 V dan 3 buah arus puncak reduksi polimer pada potensial sekitar -0,7 V, 0,1 V dan 0,3 V. 2,5 2,0
i (A)
1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 -1,5 -1,2 -0,9 -0,6 -0,3 0,0 0,3 0,6 0,9 1,2 E (V)
Gambar IV.5. Voltamogram siklik elektropolimerisasi pirol 0,010 M mengandung NaDS 0,001 M. Elektropolimerisasi pirol dilakukan dengan teknik voltametri siklik dalam rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan pemindaian sebanyak 5 siklus. Anak panah ke kanan dan ke bawah menunjukkan arah pemindaian, sedangkan anak panah ke atas menunjukkan arah pergeseran arus mulai dari pemindaian siklus pertama.
Elektrode kawat terlapis yang diperoleh memiliki respon potensial terhadap anion DS- dengan sensitivitas yang sangat rendah sebesar 9,9 mV/dekade, seperti yang diperlihatkan pada Gambar A.4 (Lampiran A). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian kecil molekul-molekul NaDS terjebak dalam matriks membran dan berperan sebagai ionofor penukar anion DS-. Sensitivitas elektrode ini jauh lebih rendah daripada sensitivitas seharusnya yang dirujuk oleh hukum Nernst, sehingga tidak layak digunakan untuk analisis NaDS secara potensiometri. Meskipun demikian, voltamogram siklik yang dihasilkan menunjukkan bahwa keberadaan surfaktan NaDS dalam larutan membantu berlangsungnya proses elektropolimerisasi pirol. Dalam hal ini, surfaktan NaDS berperan sebagai elektrolit pendukung yang dapat meningkatkan konduktivitas larutan. Tanpa adanya elektrolit pendukung, seperti yang telah banyak diungkap oleh beberapa peneliti terdahulu, elektropolimerisasi pirol tidak dapat berlangsung, karena konduktivitas larutan sangat rendah (Sadki et al., 2000, Purwanto, 2003).
63
Hasil percobaan ini memberikan informasi bahwa larutan NaDS yang ditambahkan ke dalam larutan pirol dapat berperan sebagai elektrolit pendukung dan sekaligus sebagai ionofor. Dengan demikian, pada tahap penelitian berikutnya dipelajari penggunaan beberapa elektrolit yang semata-mata hanya berperan sebagai elektrolit pendukung, sedangkan anion DS- yang terjebak ke dalam matriks membran berperan lebih dominan sebagai ionofor untuk elektrode sensor surfaktan anion DS-.
Voltamogram siklik proses elektropolimerisasi pirol dengan adanya NaDS dengan konsentrasi bervariasi dan elektrolit pendukung tunggal NaClO4 0,01 M diperlihatkan pada Gambar A.3 (Lampiran A). Voltamogram siklis polipirol yang mengandung NaDS memiliki arus puncak oksidasi dan reduksi polimer yang lebih rendah dibandingkan dengan voltamogram polipirol tanpa NaDS. Semakin besar konsentrasi NaDS, semakin rendah arus puncak oksidasi dan reduksinya. Fenomena ini menunjukkan bahwa peranan NaDS sebagai elektrolit pendukung kurang dominan dibandingkan dengan NaClO4, tetapi NaDS dapat terjebak ke dalam matriks membran polipirol. Terjebaknya NaDS ke dalam matriks membran memungkinkan polipirol dapat digunakan sebagai membran sensor anion DS-, dengan anion DS- yang terjebak dalam matriks membran sebagai anion ionofor.
Fenomena pembentukan polipirol dan terjebaknya ionofor NaDS dalam matriks polimer juga ditunjukkan pada spektrum FTIR Gambar A.4 – A.7 (Lampiran A). Pada spektrum pirol (Gambar A.5) dan polipirol (Gambar A.6) terlihat adanya puncak-puncak khas pada bilangan gelombang yang hampir sama, tetapi dengan tinggi puncak yang berbeda. Puncak-puncak khas yang dapat diamati pada spektrum pirol dan polipirol antara lain diperlihatkan pada Tabel IV.1.
Pada Tabel IV.1 diperlihatkan bahwa pada senyawa pirol dan polipirol terdapat gugus-gugus fungsi yang sama, tetapi dengan intensitas dan lebar puncak yang berbeda. Di samping itu, perubahan monomer pirol menjadi polipirol juga disertai
64
dengan terjadinya pergeseran bilangan gelombang ke arah bilangan gelombang yang lebih tinggi. Tabel IV.1. Spektrum FTIR untuk beberapa gugus fungsi dalam senyawa pirol dan polipirol Gugus fungsi N – H ulur
υ (cm )
C=C–C aromatik
1527,62 s.d. 1579,70
C – H lentur C – N ulur
Pirol -1
3402,43
Polipirol I&l
Kuat & sempit
-1
υ (cm )
I&l
3485,37
Sedang & lebar
Lemah & sempit
1550,00 s.d. 1600,00
Lemah & sempit
1350,00
Sangat lemah & sempit
1382,96
Kuat & sempit
1139,93
Lemah & sempit
1165,00 & 927,76
Lemah & lebar
Dalam tabel ini, υ , I dan l berturut-turut adalah bilangan gelombang dengan satuan cm-1, intensitas dan lebar puncak.
Gugus N – H pada senyawa polipirol menunjukkan intensitas yang lebih rendah dan bentuk puncak yang lebih lebar daripada monomer pirol. Hal ini disebabkan karena ikatan N – H ulur pada polipirol mengalami getaran yang lebih terbatas daripada ikatan N – H ulur pada monomer pirol. Terbatasnya getaran N – H ulur pada senyawa polipirol disebabkan oleh rapatnya jarak antar-cincin pirol yang menyusun rantai polipirol.
Pada spektrum polipirol-NaDS (Gambar A.7) dapat diamati adanya puncakpuncak spesifik polipirol dan NaDS yang terjebak. Puncak-puncak pada spektrum FTIR senyawa NaDS dalam polipirol mirip dengan puncak-puncak pada spektrum FTIR senyawa NaDS murni. (Gambar A.4). Terjebaknya NaDS ke dalam matriks polimer antara lain ditunjukkan oleh adanya puncak C – H metil , C – H metilen dan SO3- seperti yang diperlihatkan pada Tabel IV.2. Puncak-puncak yang muncul pada spektrum polipirol-NaDS memiliki intensitas yang lebih lemah dan lebih lebar daripada puncak-puncak spektrum senyawa NaDS. Hal ini terjadi karena tingkat kebebasan getaran ikatan dari gugus-gugus pada senyawa polipirol-NaDS lebih rendah daripada gugus-gugus pada senyawa NaDS. 65
Tabel IV.2. Spektrum FTIR untuk beberapa gugus fungsi dalam senyawa NaDS dan polipirol-NaDS NaDS Gugus fungsi C – H metil
-1 υ (cm )
Polipirol-NaDS -1 υ (cm )
1467,83
I&l lemah & sempit
1400,00 – 1450,00
I&l Lemah & lebar
C – H metilen
2918,30
Tinggi & sempit
2922,16
Lemah & lebar
SO32-
1080,14
Tinggi & sempit
1037,70
Sedang & sempit
Reaksi elektropolimerisasi pirol pada permukaan elektrode berlangsung melalui pembentukan radikal-radikal kation yang reaktif. Dalam reaksi ini, anion DSdapat berperan sebagai penetral muatan, baik dalam pembentukan radikal-radikal kation pirol, dimerisasi radikal kation maupun dalam tahap-tahap polimerisasi berikutnya. Membran polipirol yang diperoleh langsung terdeposisi melapisi permukaan elektrode. Dengan adanya anion DS- yang terjebak ke dalam matriks polipirol, maka elektrode kawat yang terlapisi dengan membran polipirol ini dapat dikembangkan sebagai elektrode sensor potensiometri anion DS-.
IV.4 Kajian Potensiometri Elektrode Au-PPy-DS Membran polipirol dapat dianggap sebagai suatu sistem yang relatif bersifat hidrofob. Di dalam membran tersebut terdapat banyak pori dengan ukuran dan kedalaman yang bervariasi. Selama pengkondisian, pori-pori tersebut akan terisi oleh larutan pengkondisi dan bagian membran dengan ukuran pori yang lebih besar akan lebih dulu mencapai kesetimbangan dengan larutan pengkondisi.
Potensial elektrode terlapis polipirol (E) merupakan gabungan dari beda potensialbeda potensial pada batas fase logam|PPy|larutan (Tamm et al., 1996). Nilai potensial ini dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: E = ΔE1 + ΔE2 + ΔE3
(II.22)
dengan ΔE1, ΔE2 dan ΔE3 berturut-turut adalah beda potensial antarmuka logam dan membran, dalam membran polipirol dan pada antarmuka membran dan larutan.
66
ΔE1 ditentukan oleh energi Fermi di dalam substrat (logam) dan membran. ΔE1 dari elektrode dengan bahan yang sama dan dikondisikan dalam larutan yang sama dapat diabaikan, sehingga pengaruh substrat terhadap harga ΔE1 dianggap tidak penting. Yang lebih penting adalah ketergantungan ΔE1 pada tingkat redoks polipirol yang besarnya bergantung pada konsentrasi larutan pengkondisi. Pengkondisian elektrode dalam larutan yang lebih pekat dapat meningkatkan tingkat pengisian dopan. Oleh karena itu, pengkondisian dalam jangka waktu yang lama atau pengukuran yang menyebabkan pengkondisian ulang akan menggeser kesetimbangan redoks dan akibatnya berpengaruh terhadap nilai ΔE1. ΔE2 dalam polimer tidak terlalu besar, karena selama pengkondisian dalam waktu tertentu membran polimer mencapai kesetimbangan elektron maupun ion, sehingga tidak ada gradien konsentrasi di dalam membran.
Perbedaan potensial yang paling menentukan sifat-sifat potensiometri elektrode terlapis polipirol terletak pada antarmuka membran dan larutan (ΔE3). Perbedaan potensial ini mencakup potensial batas permukaan membran polimer bagian luar dan larutan serta potensial permukaan membran polipirol bagian dalam dan larutan. Selama pengukuran dalam jangka waktu tertentu, larutan pengkondisi di dalam pori-pori digantikan oleh larutan analit. Sifat-sifat membran pada batas antarmuka membran polimer bagian luar dan larutan maupun antarmuka membran polimer bagian dalam dan larutan adalah sama.
Perbedaan potensial elektrode terlapis polipirol yang berasal dari kontak elektrode dengan larutan analit dapat ditafsirkan sebagai beda potensial yang disebabkan oleh perpindahan ion-ion melewati batas fase membran polipirol dan larutan tanpa perubahan tingkat oksidasi membran. Beda potensial ini tergantung pada aktivitas ion analit.
Pada saat penelitian awal yang dilakukan, elektrode yang diperoleh dari proses elektropolimerisasi larutan yang mengandung pirol 0,01 M, elektrolit pendukung NaClO4 0,01 M dan ionofor NaDS 5,00 x 10-4 M ternyata adalah elektrode yang memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap kation Na+. Demikian juga halnya
67
dengan elektrode-elektrode lain yang dibuat dengan konsentrasi ionofor NaDS yang berbeda, seperti diperlihatkan pada Gambar B.1 (Lampiran B).
Pada Gambar B.1 juga diperlihatkan bahwa waktu perendaman elektrode memiliki pengaruh yang relatif kecil terhadap sensitivitas elektrode dan belum mampu mengubah pola respon potensial elektrode terhadap kation Na+. Perendaman elektrode selama enam hari menghasilkan elektrode dengan sensitivitas terhadap kation Na+ yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu perendaman yang lebih singkat. Sensitivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap kation Na+ dan anion DS- diperlihatkan pada Tabel B.2 dan B.3 (Lampiran B).
Ketebalan membran polipirol yang optimum untuk elektrode terlapis polipirol sebagai sensor anion DS- dapat diperoleh melalui pengendalian jumlah siklus pemindaian dan pengaturan variasi konsentrasi pirol yang digunakan untuk elektropolimerisasi. Jumlah siklus pemindaian selama elektropolimerisasi berpengaruh terhadap sensitivitas dan linieritas respon potensial elektrode (Mousavi et al., 2002). Dalam penelitian ini, pemindaian potensial sebanyak 10 – 30 siklus pada proses elektropolimerisasi pirol 0,01 M dengan menggunakan elektrolit pendukung tunggal NaClO4 0,01 M dan ionofor NaDS 1,00 x 10-4 M menghasilkan membran polipirol yang relatif tipis. Proses ini belum menghasilkan elektrode yang mampu mengubah respon potensial elektrode terhadap kation Na+.
Hasil-hasil percobaan ini menunjukkan bahwa untuk elektrode-elektrode dengan lapisan membran polipirol yang relatif tipis, kehadiran kation Na+ di dalam matriks membran polipirol menyebabkan elektrode memiliki respon yang besar terhadap kation Na+. Kation Na+ yang terjebak dalam matriks membran dapat berasal dari ionofor NaDS, elektrolit pendukung NaClO4 maupun larutan NaDS perendam.
Respon elektrode Au-PPy-DS ini dapat dijelaskan berdasarkan mekanisme reaksi yang mungkin terjadi baik selama elektropolimerisasi maupun selama pengukuran NaDS (Tamm et al., 1996; Alumaa et al., 2004). Selama berlangsungnya proses
68
elektropolimerisasi, pembentukan muatan positif polipirol disertai dengan penetralan muatan tersebut oleh anion DS- yang terlibat dalam sistem reaksi. Ketika elektrode Au-PPy-DS dicelupkan ke dalam larutan NaDS, perubahan dan perbedaan konsentrasi anion DS- dalam larutan analit menyebabkan terjadinya pergerakan-pergerakan anion DS- di dalam membran untuk mencapai keadaan kesetimbangan pada antarmuka membran dan larutan, sehingga menghasilkan perbedaan potensial pada antarmuka tersebut. Hal ini dapat digambarkan berdasarkan persamaan reaksi berikut: PPy + DS-
PPy+DS- + e-
(IV.1)
Potensial elektrode (E) yang dihasilkan dari reaksi di atas dapat dinyatakan dengan persamaan: E = E0 + (RT/nF) ln
ao ar .aDS
(IV.2)
dengan ao dan ar berturut-turut adalah aktivitas membran polipirol bentuk teroksidasi dan tereduksi, aDS adalah aktivitas anion DS- dalam larutan. Jika tingkat doping membran polipirol tetap, maka ao/ar ≈ tetap, sehingga Persamaan (IV.2) dapat dinyatakan dengan persamaan: E = E0 – (RT/nF) ln aDS
(IV.3)
Dengan demikian, perubahan potensial elektrode berbanding lurus dengan perubahan aktivitas atau konsentrasi anion DS-, sehingga elektrode Au-PPy-DS dapat digunakan sebagai elektrode sensor surfaktan NaDS. Pada membran polipirol dengan ketebalan tertentu, anion-anion DS- dari dopan dapat terjebak dengan kuat di dalam matriks polimer, sehingga ketika elektrode terlapis polimer tersebut dicelupkan ke dalam larutan NaDS, kation-kation Na+ dari ionofor NaDS maupun dari elektrolit pendukung NaClO4 yang mungkin terjebak di dalam matriks membran polipirol mengalami pergerakan-pergerakan sebagai akibat adanya perubahan dan perbedaan konsentrasi kation Na+ dalam larutan NaDS yang diukur. Hal ini akan memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran antara kation Na+ dari membran dengan kation Na+ dari larutan dalam suatu sistem kesetimbangan antarmuka membran dan larutan, seperti yang ditunjukkan oleh Persamaan (IV.4) (Tamm et al., 1996).
69
PPy.Na+DS-
PPy+DS- + Na+ + e
(IV.4)
Potensial elektrode yang dihasilkan dari reaksi di atas adalah: E = E0 + (RT/nF) ln
ao .aNa ar
(IV.5)
Dengan menganggap bahwa tingkat doping membran polipirol selama pengukuran berlangsung adalah tetap, maka Persamaan (IV.5) dapat dinyatakan dengan: E = E0 + (RT/nF) ln aNa
(IV.6) +
dengan aNa adalah aktivitas kation Na dalam larutan NaDS. Dengan demikian, potensial elektrode yang dihasilkan berasal dari respon elektrode terhadap kation Na+ sebagai akibat terjadinya reaksi pertukaran kation pada antarmuka membran dan larutan, yaitu pertukaran antara kation Na+ dari membran dengan kation Na+ dari larutan. Bila mekanisme ini yang terjadi, maka perubahan potensial elektrode berbanding lurus dengan perubahan aktivitas (atau konsentrasi) kation Na+ dalam larutan, sehingga elektrode tersebut tidak dapat digunakan sebagai elektrode sensor DS- dalam larutan sampel yang mengandung kation Na+ selain dari NaDS.
Dalam membran polipirol, ion-ion apapun dapat teradsorpsi ke dalam membran sesuai dengan tingkat ketebalan dan sistem pengkondisian membran, sehingga elektrode terlapis polipirol dapat merespon baik kation maupun anion yang ada dalam larutan analit. Respon simultan elektrode terhadap anion dan kation menyebabkan sensitivitas elektrode terhadap kation maupun anion mengalami sedikit penyimpangan dari sensitivitas yang dirujuk oleh hukum Nernst (Tamm et al., 1996).
IV.4.1 Pengaruh ionofor terhadap sensitivitas elektrode
Pada penelitian terdahulu, penggunaan ionofor NaDS untuk elektrode Au-PPy-DS menghasilkan elektrode yang hanya mampu merespon kation Na+ dari surfaktan NaDS. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme respon yang terjadi mengikuti mekanisme yang dinyatakan oleh Persamaan (IV.4).
70
Dalam penelitian tahap ini, ionofor NaDS diganti dengan HDS dengan konsentrasi yang sama. Proses elektropolimerisasi pirol masih menggunakan elektrolit pendukung NaClO4 0,01 M dengan parameter voltametri seperti pada penelitian sebelumnya. Hasil pengamatan potensiometri NaDS dengan elektrode ini ditunjukkan pada Gambar IV.6.
(1)
(2)
Gambar IV.6. (1) Respon potensial dan (2) sensitivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap kation Na+ dan anion DS-. Proses penyiapan elektrode dilakukan secara elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik dalam rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan pemindaian sebanyak 30 siklus. Komposisi larutan: pirol 0,01 M, ionofor HDS 1,00 x 10-4 M dan elektrolit pendukung NaClO4 0,01 M. Perendaman elektrode dilakukan dalam larutan NaDS 1,00 x 10-3 M selama 1 – 7 hari. Pada Gambar IV.6 diperlihatkan bahwa penggunaan ionofor HDS menyebabkan elektroda mulai mampu merespon anion DS- pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-11 – 5,00 x 10-9 M dengan sensitivitas 13,1 mV/dekade pada pengukuran hari ke-2. Sebaliknya, sensitivitas elektrode terhadap kation Na+ masih relatif besar (38,8 – 72,4 mV/dekade). Bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya, rentang konsentrasi linier untuk respon elektrode terhadap kation Na+ mengalami penyempitan sekitar dua dekade dari 5,00 x 10-7 – 5,00 x 10-5 M (Tabel B.1) menjadi 5,00 x 10-5 – 5,00 x 10-4 M (Tabel B.2) Lampiran B.
71
Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa penggantian ionofor NaDS dengan HDS dapat mengurangi jumlah kation Na+ yang terjebak di dalam matriks membran polipirol dan berpengaruh terhadap respon potensial elektrode. Namun, elektrode ini masih memiliki respon yang simultan terhadap kation Na+ dan anion DS- dari larutan NaDS yang diukur.
IV.4.2 Pengaruh elektrolit pendukung terhadap sensitivitas elektrode
Respon elektrode terhadap kation Na+ yang relatif tinggi kemungkinan juga terjadi karena adanya kation Na+ yang terjebak ke dalam matriks membran polipirol. Kation ini dapat berasal dari elektrolit pendukung NaClO4 maupun larutan NaDS perendam. Sebaliknya, rendahnya respon elektrode terhadap anion DS- kemungkinan disebabkan oleh terjebaknya anion ClO4- ke dalam matriks membran polipirol. Hal ini dimungkinkan akan mengurangi jumlah anion DSyang terjebak ke dalam membran. Di samping itu, terjebaknya anion ClO4- dalam matriks membran juga akan menghalangi reaksi pertukaran anion pada antarmuka membran dan larutan yang terjadi antara anion DS- dari membran dengan anion DS- dari larutan NaDS yang diukur.
Pelapisan elektrode dengan polipirol secara elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik dalam larutan pirol yang mengandung elektrolit pendukung KClO4 menghasilkan elektrode Au-PPy-DS dengan respon potensiometri terhadap larutan NaDS seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.7. Elektrode Au-PPyDS yang diperoleh ternyata masih memberikan respon terhadap kation Na+. Namun demikian, bila dibandingkan dengan respon elektrode pada percobaan sebelumnya (Gambar IV.6), respon elektrode terhadap kation ini mengalami pergeseran dan penyempitan rentang konsentrasi. Terlihat pada Gambar IV.7, pada pengukuran hari ke-1, respon elektrode terhadap kation Na+ terjadi pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-5 – 1,00 x 10-4 M, sedangkan pengukuran pada hari ke-6 dan 8, respon elektrode terhadap kation Na+ terjadi pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-4 – 1,00 x 10-3 M.
72
Pada Gambar IV.7 juga diperlihatkan bahwa sensitivitas elektrode terhadap kation Na+ masih jauh lebih tinggi daripada sensitivitas elektrode terhadap anion DS-. Hal ini dimungkinkan karena elektropolimerisasi pirol 0,01 M dengan pemindaian potensial sebanyak 30 siklus menghasilkan membran polipirol yang relatif tipis. Merujuk pada Persamaan (IV.4), (IV.5) dan (IV.6), dalam membran yang relatif tipis, sensitivitas elektrode terhadap kation Na+ dapat disebabkan oleh adanya reaksi pertukaran kation pada antarmuka membran dan larutan yang terjadi antara kation-kation dari matriks membran dengan kation Na+ dari larutan NaDS yang diukur, walaupun ionofor dan elektrolit pendukung yang digunakan dalam proses elektropolimerisasi tidak mengandung kation Na+. Sebaliknya, rendahnya respon elektrode terhadap anion DS- ini memperkuat dugaan adanya pengaruh anion ClO4- yang mungkin turut terjebak ke dalam polimer selama elektropolimerisasi berlangsung. Hasil percobaan ini juga menunjukkan bahwa respon potensial elektrode Au-PPy-DS relatif tidak terpengaruh oleh perubahan konsentrasi ionofor HDS yang digunakan, seperti yang diperlihatkan pada Tabel B.3, B.4 dan B.5 (Lampiran B).
(2)
(1)
Gambar IV.7. (1) Respon potensial dan (2) sensitivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap kation Na+ dan anion DS-. Proses penyiapan elektrode dilakukan secara elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik dalam rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan pemindaian sebanyak 30 siklus. Komposisi larutan: pirol 0,01 M, ionofor HDS 1,00 x 10-4 M dan elektrolit pendukung KClO4 0,01 M. Perendaman elektrode dilakukan dalam larutan NaDS 1,00 x 10-3 M selama 1 – 8 hari.
73
Pelapisan elektrode dengan polipirol secara elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik dalam larutan pirol yang mengandung elektrolit pendukung tunggal KCl, KBr dan KI menghasilkan elektrode terlapis polipirol dengan respon potensial terhadap larutan NaDS seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.8.
(1)
(2)
Gambar IV.8. (1) Respon potensial dan (2) sensitivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap kation Na+ dan anion DS-. Proses penyiapan elektrode dilakukan secara elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik dalam rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan pemindaian sebanyak 30 siklus. Komposisi larutan: pirol 0,01 M, ionofor HDS 1,00 x 10-4 M dan elektrolit pendukung tunggal KCl 0,01 M, KBr 0,01 M dan KI 0,01 M. Perendaman elektrode dilakukan dalam larutan NaDS 1,00 x 10-3 M. Pada Gambar IV.8 diperlihatkan bahwa respon potensial elektrode terhadap kation Na+ dan anion DS- terjadi pada rentang konsentrasi NaDS yang terpisah cukup lebar. Dengan elektrolit pendukung tunggal KCl, KBr dan KI, elektropolimerisasi berturut-turut menghasilkan elektrode Au-PPy-DS yang dapat merespon kation Na+ pada rentang konsentrasi 5,00 x 10-5 – 5,00 x 10-4 M, 1,00 x 10-5 – 5,00 x 10-4 M dan 1,00 x 10-4 – 1,00 x 10-3 M. Sebaliknya, respon elektrode terhadap anion DS- berturut-turut terjadi pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-15 – 1,00 x 10-12 M, 1,00 x 10-15 – 1,00 x 10-12 M dan 1,00 x 10-15 – 1,00 x 10-9 M. Hubungan linier antara respon potensial elektrode dengan
74
perubahan konsentrasi kation Na+ dan anion DS- berturut-turut terjadi pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-4 – 1,00 x 10-3 M dan 1,00 x 10-15 – 1,00 x 10-12 M. Karakteristik potensiometri elektrode-elektrode ini ditunjukkan pada Tabel B.6, B.7 dan B.8 (Lampiran B).
Pada Gambar IV.8 diperlihatkan bahwa elektrode Au-PPy-DS yang diperoleh baru mampu merespon anion DS- pada rentang konsentrasi kurang dari 10-12 M. Hal ini menunjukkan bahwa bagi elektrode dengan lapisan polipirol yang relatif tipis, elektrode Au-PPy-DS hanya mampu merespon anion DS- pada konsentrasi yang relatif rendah. Penggantian anion ClO4- dengan anion Cl- dan anion Br- dari elektrolit pendukung dapat meningkatkan sensitivitas elektrode terhadap anion DS- dan sebaliknya menurunkan sensitivitasnya terhadap kation Na+, karena penggantian tersebut dapat mengurangi pengaruh halangan sterik yang mengganggu respon elektrode terhadap anion DS-.
Penggantian elektrolit pendukung tunggal KClO4 dengan KI selama proses pelapisan elektrode secara elektropolimerisasi tidak berpengaruh terhadap respon potensiometri elektrode. Berdasarkan voltamogram siklik yang diperlihatkan pada Gambar IV.9, fenomena ini kemungkinan disebabkan oleh karena polipirol yang terbentuk memiliki morfologi yang berbeda dengan yang dihasilkan dari proses elektropolimerisasi menggunakan elektrolit pendukung tunggal KCl dan KBr.
Pada Gambar IV.9 diperlihatkan bahwa reaksi elektropolimerisasi pirol menggunakan elektrolit pendukung tunggal KI menunjukkan terjadinya reaksi yang berbeda dengan reaksi yang menggunakan elektrolit pendukung tunggal KCl maupun KBr. Hal ini dapat diamati dari puncak oksidasi dan reduksi yang terjadi selama elektropolimerisasi berlangsung.
Adapun berdasarkan pergeseran arus oksidasi dan reduksi dari siklus awal ke siklus berikutnya (ditunjukkan oleh tanda ↓), voltamogram tersebut memberikan informasi bahwa membran polipirol yang dihasilkan tidak stabil, sehingga konduktivitas membran polipirol semakin berkurang. Fenomena ini dimungkinkan
75
terjadi karena selama elektropolimerisasi pirol yang berlangsung pada rentang potensial pindai -0,9 – 1,0 V, terjadi reaksi redoks berlebih antara molekulmolekul pirol atau gabungan pirol, baik dengan I2 maupun I- yang dihasilkan dari
i (μA)
reaksi redoks I2 + 2e 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4
-1 ,0
2I-.
- 0 ,5
0 ,0
0 ,5
1 ,0
E (V )
Gambar IV.9. Voltamogram siklik elektropolimerisasi pirol 0,01 M dengan ionofor HDS 1,00 x 10-4 M dan elektrolit pendukung tunggal KCl (–), KBr (–) dan KI (–) 0,01 M. Proses penyiapan elektrode dilakukan secara elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik dalam rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan pemindaian sebanyak 30 siklus. Tanda panah ke bawah (↓) menunjukkan pergeseran arus oksidasi dan reduksi dari siklus awal ke siklus berikutnya. Fenomena di atas tidak terjadi pada elektropolimerisasi pirol dalam larutan yang mengandung elektrolit pendukung tunggal KCl maupun KBr, sebab dalam rentang potensial pindai -0,9 – 1,0 V tidak mungkin terjadi reaksi redoks Cl2 + 2e 2Cl- maupun Br2 + 2e
2Br-. Dengan merujuk pada daftar potensial reduksi
standar, terlihat bahwa reaksi reduksi I2 + 2e
2I- dapat berlangsung pada
potensial sekitar 0,54 V, sedangkan reaksi reduksi Cl2 + 2e 2e
2Cl- dan Br2 +
2Br- berturut-turut hanya dapat terjadi pada potensial sekitar 1,36 dan
1,10 V (Monk, 2001).
Hasil-hasil penelitian sampai dengan tahap ini memberikan informasi bahwa proses pelapisan elektrode dengan polipirol secara elektropolimerisasi dengan
76
teknik voltametri siklik dalam larutan pirol 0,01 M menghasilkan membran polipirol yang relatif tipis dan bersifat rapuh. Penggantian ionofor NaDS dengan HDS serta penggantian elektrolit pendukung tunggal NaClO4 dengan KClO4, KCl dan KBr terbukti mampu menurunkan sensitivitas elektrode terhadap kation Na+ dan sebaliknya meningkatkan sensitivitasnya terhadap anion DS-. Namun demikian, sensitivitas elektrode terhadap anion DS- masih belum memenuhi hukum Nernst. Hal ini juga dimungkinkan oleh terjadinya penurunan konduktivitas membran polipirol yang terbentuk pada proses elektropolimerisasi. Fenomena penurunan konduktivitas membran polipirol ditunjukkan oleh terjadinya penurunan arus oksidasi, seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.9.
Hasil pengamatan ini sesuai dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa membran polipirol dapat berlaku sebagai membran penukar anion maupun kation. Sifat membran ini bergantung pada jenis anion maupun kation yang terjebak di dalam matriks membran (Tamm et al., 1996; Zhou, 1999; Weidlich et al., 2000). Mekanisme pertukaran ion pada antarmuka membran dan larutan menjadi salah satu dasar pertimbangan yang penting pada penggunaan elektrode selektif ion (ESI) untuk pengukuran ion-ion secara potensiometri.
IV.4.2.1 Pengaruh konsentrasi KCl, KBr dan KI
Pada Gambar IV.8 telah ditunjukkan bahwa elektropolimerisasi pirol 0,01 M dengan elektrolit pendukung tunggal KCl 0,01 M, KBr 0,01 M dan KI 0,01 M menghasilkan elektrode Au-PPy-DS dengan sensitivitas yang besar terhadap kation Na+ pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-5 – 1,00 x 10-3 M. Elektrode ini baru dapat merespon anion DS- pada konsentrasi NaDS yang rendah dengan sensitivitas yang belum memenuhi hukum Nernst. Untuk mendapatkan elektrode Au-PPy-DS dengan sensitivitas terhadap anion DSyang memenuhi hukum Nernst, upaya percobaan berikutnya adalah melakukan elektropolimerisasi pirol 0,01 M dengan elektrolit pendukung tunggal KCl, KBr dan KI dengan konsentrasi 0,03 – 0,10 M. Elektropolimerisasi dilakukan pada rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan
77
jumlah pemindaian 30 siklus. Elektrode Au-PPy-DS yang diperoleh memiliki sensitivitas seperti yang diperlihatkan pada Tabel IV.3. Tabel IV.3. Sensitivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DS- pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-5 – 1,00 x 10-3 M berdasarkan konsentrasi elektrolit pendukung tunggal KCl, KBr dan KI
Elektrolit KCl KBr KI
0,01 M -20,8 -3,0 -26,5
Sensitivitas (mV/dekade) 0,03 M 0,05 M 0,08 M 5,3 21,3 14,2 6,2 36,3 21,1 16,0 25,5 17,3
0,10 M 8,3 18,7 11,9
Pada Tabel IV.3 diperlihatkan bahwa dalam proses elektropolimerisasi pirol, konsentrasi elektrolit pendukung tunggal KCl, KBr dan KI yang optimum adalah 0,05 M. Dengan menggunakan elektrolit pendukung tunggal KCl 0,05 M, KBr 0,05 M dan KI 0,05 M selama proses penyiapan elektrode, elektrode Au-PPy-DS yang diperoleh memiliki sensitivitas berturut-turut sebesar 21,3; 36,3 dan 25,5 mV/dekade. Pola respon potensial elektrode dan sensitivitas elektrode ini diperlihatkan pada Gambar B.2 – B.4 (Lampiran B).
Pada konsentrasi elektrolit pendukung tunggal KCl, KBr dan KI yang kurang dari 0,05 M, rendahnya respon elektrode terhadap anion DS- diperkirakan karena jumlah pori membran yang terbentuk masih relatif sedikit. Sebaliknya, dengan konsentrasi KCl, KBr dan KI yang lebih tinggi dari 0,05 M, rendahnya respon elektrode terhadap anion DS- diperkirakan karena sebagian dari anion-anion Cl-, Br- maupun I- turut terjebak ke dalam membran, sehingga mengurangi jumlah ionofor anion DS- yang terjebak dalam membran. Kedua hal ini berdampak pada rendahnya reaksi pertukaran anion DS- pada antarmuka membran dan larutan, antara anion DS- dari membran dengan anion DS- dari larutan analit.
Secara keseluruhan, elektrode Au-PPy-DS yang disiapkan dengan menggunakan elektrolit pendukung KCl, KBr maupun KI memberikan sensitivitas yang rendah. Analog dengan fenomena yang diperlihatkan pada Gambar IV.9, rendahnya sensitivitas elektrode disebabkan karena membran polipirol yang terlapis pada permukaan elektrode memiliki konduktivitas yang rendah. Semakin banyak 78
jumlah siklus pemindaian, semakin tebal membran polipirol yang terbentuk. Hal ini disertai dengan semakin rendahnya konduktivitas membran.
IV.4.2.2 Pengaruh konsentrasi KClO4 dan KNO3
Elektrode Au-PPy-DS yang diperoleh dengan elektropolimerisasi pirol 0,01 M menggunakan elektrolit pendukung tunggal KCl, KBr dan KI, masing-masing dengan konsentrasi 0,05 M, telah mampu merespon anion DS- dengan sensitivitas optimum, tetapi belum memenuhi hukum Nernst. Upaya percobaan berikutnya adalah penyiapan elektrode Au-PPy-DS dengan menggunakan elektrolit pendukung tunggal KClO4 maupun KNO3, dengan parameter elektropolimerisasi dan larutan perendam seperti halnya untuk penyiapan elektrode Au-PPy-DS dengan elektrolit pendukung tunggal KCl, KBr dan KI. Elektrode Au-PPy-DS yang diperoleh menunjukkan respon terhadap anion DS- dengan sensitivitas seperti yang diperlihatkan pada Tabel IV.4. Tabel IV.4. Sensitivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DS- pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-5 – 1,00 x 10-3 M berdasarkan konsentrasi elektrolit pendukung tunggal KClO4 dan KNO3
Elektrolit KClO4 KNO3
0,01 M -42,8 15,4
Sensitivitas (mV/dekade) 0,03 M 0,05 M 0,08 M 0,10 M 4,4 36,1 23,6 10,1 15,8 27,6 32,3 41,2
0,15 M 30,6
Pada Tabel IV.4 terlihat bahwa konsentrasi optimum elektrolit pendukung tunggal KClO4 dan KNO3 berturut-turut adalah 0,05 M dan 0,10 M, dengan sensitivitas elektrode berturut-turut 36,1 mV/dekade dan 41,2 mV/dekade. Pola respon potensial elektrode dan sensitivitas elektrode ini diperlihatkan pada Gambar B.5 dan B.6 (Lampiran B).
IV.4.3 Pengaruh jumlah siklus pemindaian
Dalam penelitian ini telah dilakukan pengaturan ketebalan membran polipirol untuk elektrode sensor surfaktan anion melalui pengendalian jumlah siklus pemindaian potensial dan pengaturan konsentrasi pirol yang digunakan selama proses elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik. Dengan cara ini
79
diupayakan diperoleh ketebalan optimum lapisan membran polipirol, sehingga elektrode dapat memiliki respon potensial yang sebanding dengan konsentrasi surfaktan dalam larutan.
Berdasarkan elektrolit pendukung dan jumlah siklus pemindaian yang digunakan, penyiapan elektrode Au-PPy-DS melalui elektropolimerisasi pirol 0,01 M yang mengandung ionofor HDS 1,00 x 10-4 M dan elektrolit pendukung tunggal KCl, KBr, KI, KClO4 (masing-masing dengan konsentrasi 0,05 M) dan KNO3 0,10 M menghasilkan elektrode Au-PPy-DS dengan sensitivitas seperti yang diperlihatkan pada Tabel IV.5. Terlihat bahwa perbedaan jumlah siklus pemindaian berdampak pada perbedaan sensitivitas elektrode. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara ketebalan membran polipirol sebagai sensor anion DS- dengan sensitivitas elektrode Au-PPy-DS. Tabel IV.5. Sensitivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DS- pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-5 – 1,00 x 10-3 M berdasarkan elektrolit pendukung dan jumlah siklus pemindaian
Elektrolit KCl KBr KI KClO4 KNO3
30 siklus 21,3 36,3 25,5 36,1 41,2
Sensitivitas (mV/dekade) 45 siklus 50 siklus 60 siklus 23,2 24,7 35,8 37,1 37,7 38,1 25,2 28,7 33,0 38,2 37,6 39,7 43,5 46,9 51,6
75 siklus 25,5 30,8 22,6 24,2 48,2
Peningkatan jumlah siklus pemindaian dapat mempertebal lapisan membran polipirol yang terbentuk pada permukaan elektrode disertai dengan penambahan muatan positif rantai polipirol. Hal ini menyebabkan jumlah anion DS- yang terjebak dan terikat di dalam matriks membran lebih banyak daripada kation Na+, sehingga di dalam larutan NaDS yang diukur, reaksi yang lebih banyak terjadi pada antarmuka membran dan larutan adalah reaksi pertukaran antara anion DSdari ionofor dengan anion DS- dari larutan analit, walaupun sensitivitasnya masih di bawah 59 mV/dekade.
80
Fenomena tersebut terjadi untuk elektrode Au-PPy-DS yang diperoleh dari proses pelapisan dengan polipirol lewat elektropolimerisasi dengan pemindaian potensial mencapai 60 siklus. Elektrolit pendukung yang terbaik adalah KNO3 0,10 M, dengan sensitivitas elektrode 51,6 mV/dekade. Pada pemindaian potensial sebanyak 75 siklus, elektrode Au-PPy-DS yang diperoleh sudah mengalami penurunan sensitivitas. Penurunan ini dimungkinkan terjadi karena membran polipirol yang terlapis pada elektrode mengalami penurunan konduktivitas. Pola respon potensial elektrode dan sensitivitas elektrode ini diperlihatkan pada Gambar B.7 – B.11 (Lampiran B).
Untuk keperluan analisis kualitatif, elektrode Au-PPy-DS dengan sensitivitas sekitar 50 mV/dekade sudah dapat digunakan untuk pengukuran (Bakker, 2000). Namun, untuk analisis kuantitatif, elektrode yang digunakan sebaiknya memiliki sensitivitas sesuai dengan hukum Nernst (±59 mV/dekade). Untuk itu perlu diupayakan penyiapan elektrode Au-PPy-DS melalui pengendalian variabel lain yang dimungkinkan berpengaruh terhadap peningkatan sensitivitas elektrode.
IV.4.4 Pengaruh konsentrasi pirol
Dari rangkaian penelitian yang telah dilakukan, untuk elektrode-elektrode dengan lapisan polimer yang relatif tipis, dapat diinformasikan bahwa penggunaan ionofor dan elektrolit pendukung yang bervariasi (dalam hal jenis dan konsentrasi) terbukti tidak mampu meningkatkan sensitivitas elektrode terhadap anion DSagar sesuai dengan hukum Nernst. Fenomena ini dimungkinkan terjadi karena membran
polipirol
yang
terbentuk
bersifat
rapuh,
sehingga
selama
berlangsungnya pengukuran potensial terjadi kerusakan fisik membran yang berakibat pada perubahan komposisi membran. Oleh karena itu, selain dengan meningkatkan jumlah siklus pemindaian, perlu diupayakan untuk mendapatkan ketebalan membran yang optimum dengan mengatur konsentrasi pirol yang digunakan untuk elektropolimerisasi.
Berdasarkan jumlah pemindaian potensial, elektropolimerisasi menggunakan elektrolit pendukung KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M dengan pemindaian
81
sebanyak 60 siklus menghasilkan elektrode Au-PPy-DS dengan sensitivitas paling tinggi (Tabel IV.5). Oleh karena itu, untuk menentukan konsentrasi pirol yang optimum, maka proses elektropolimerisasi dilakukan menggunakan elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M maupun KNO3 0,10 M dengan pemindaian potensial sebanyak 60 siklus.
Elektropolimerisasi pirol 0,01 M – 0,10 M dengan menggunakan elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M maupun KNO3 0,10 M pada rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan pemindaian sebanyak 60 siklus menghasilkan elektrode Au-PPy-DS dengan sensitivitas seperti diperlihatkan pada Tabel IV.6. Pada tabel ini diperlihatkan bahwa peningkatan konsentrasi pirol hingga 0,05 M diikuti dengan peningkatan sensitivitas elektrode. Dengan elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M, elektropolimerisasi pirol 0,05 M menghasilkan elektrode Au-PPy-DS dengan sensitivitas optimum berturut-turut 41,0 mV/dekade dan 52,2 mV/dekade. Pola respon potensial elektrode terhadap anion DS- diperlihatkan pada Gambar B.12 dan B.13 (Lampiran B). Tabel IV.6. Sensitivitas elektrode Au-PPy-DS berdasarkan konsentrasi pirol dan elektrolit pendukung
Elektrolit
KClO4 0,05 M KNO3 0,10 M
Pirol 0,01 M 39,7 51,6
Sensitivitas (mV/dekade) Pirol Pirol Pirol 0,03 M 0,05 M 0,07 M 40,5 41,0 39,3 51,8 52,2 51,3
Pirol 0,10 M 35,1 48,3
Sementara itu, elektrode Au-PPy-DS yang disiapkan lewat elektropolimerisasi larutan pirol dengan konsentrasi lebih dari 0,05 M mulai menunjukkan terjadinya penurunan sensitivitas terhadap anion DS-. Hal ini analog dengan karakteristik elektrode yang disiapkan dengan jumlah pemindaian lebih dari 60 siklus. Penurunan sensitivitas sebagai akibat dari penambahan ketebalan membran yang justru diikuti dengan penurunan konduktivitas membran.
82
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi pirol berpengaruh terhadap sensitivitas elektrode. Elektropolimerisasi pirol dengan konsentrasi 0,05 M menghasilkan membran polipirol dengan batas ketebalan yang memungkinkan elektrode mampu memberikan respon optimum terhadap anion DS- dari larutan NaDS. Namun, sensitivitas optimum yang diperoleh masih belum sesuai dengan hukum Nernst. Sulitnya mendapatkan elektrode dengan sensitivitas yang stabil dan memenuhi hukum Nernst dimungkinkan oleh karena ketidak-stabilan komposisi matriks membran polipirol selama proses perendaman. Oleh karena itu, pada penelitian berikutnya dilakukan percobaan untuk menentukan sistem pengkondisian yang optimum.
IV.4.5 Pengaruh pengkondisian elektrode
Pada penelitian terdahulu, semua elektrode Au-PPy-DS yang diperoleh selalu direndam dalam larutan NaDS 1,00 x 10-3 M. Perendaman ini bertujuan untuk menghilangkan hasil reaksi samping, mengembangkan membran sensor (membrane swelling) dan membangkitkan proses kesetimbangan pada sistem membran tersebut, sehingga ketika elektrode digunakan untuk pengukuran larutan analit, reaksi pertukaran ion pada antarmuka membran dan larutan analit segera terbentuk dengan respon potensial yang sebanding dengan konsentrasi ion analit dalam larutan (Michalska et al., 1997).
Untuk menentukan sistem pengkondisian yang paling baik bagi elektrode AuPPy-DS, dalam penelitian ini telah dilakukan pengamatan respon potensiometri tiga buah elektrode replika. Dua buah elektrode masing-masing direndam dalam larutan HDS (elektrode replika 1) dan larutan NaDS (elektrode replika 2), sedangkan sebuah elektrode yang lain tidak direndam (elektrode replika 3).
Elektropolimerisasi dilakukan untuk larutan pirol 0,05 M dengan elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M maupun KNO3 0,10 M. Hal ini merujuk pada hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa elektropolimerisasi dengan komposisi
larutan
tersebut
menghasilkan
elektrode
Au-PPy-DS
dengan
sensitivitas optimum (Tabel IV.5 dan IV.6). Ketiga buah elektrode replika
83
Au-PPy-DS yang diperoleh memberikan respon potensial dengan sensitivitas optimum seperti yang diperlihatkan pada Tabel IV.7. Tabel IV.7. Sensitivitas elektrode Au-PPy-DS berdasarkan sistem pengkondisian Elektrolit pendukung KClO4 0,05 M KNO3 0,10 M
Sensitivitas (mV/dekade) Replika 1 Replika 2 21,8 41,0 25,2 52,2
Replika 3 48,2 54,5
Hasil percobaan menunjukkan bahwa rentang konsentrasi pengukuran dari ketiga buah elektrode tersebut adalah sama, yakni 1,00 x 10-5 – 1,00 x 10-3 M. Selain itu, ketiga elektrode tersebut ternyata juga memiliki sensitivitas tertinggi untuk pengukuran pada hari yang sama, yaitu hari kedua. Pada Tabel IV.7 diperlihatkan bahwa sensitivitas tertinggi diberikan oleh elektrode yang tidak direndam dalam larutan pengkondisi (elektrode replika 3). Sementara itu, kedua elektrode replika yang diberi perlakuan perendaman dalam larutan pengkondisi memiliki sensitivitas yang lebih rendah. Perendaman dalam larutan NaDS menghasilkan elektrode Au-PPy-DS (replika 2) dengan sensitivitas yang lebih tinggi daripada yang direndam dalam larutan HDS (replika 1). Respon potensial dan sensitivitas ketiga elektrode replika tersebut diperlihatkan pada Gambar B.14 dan B.15 (Lampiran B).
Perbedaan sensitivitas elektrode Au-PPy-DS ini menunjukkan bahwa faktor pengkondisian
elektrode
sebelum
digunakan
untuk
pengukuran
sangat
berpengaruh terhadap sensitivitas elektrode. Gambar B.14 dan B.15 (Lampiran B) memperlihatkan bahwa elektrode yang tidak direndam memberikan respon potensial yang relatif lebih konsisten dibandingkan dua elektrode yang lain, dengan sensitivitas yang paling tinggi.
Elektrode yang direndam dalam larutan HDS 0,01 M memiliki sensitivitas yang paling rendah. Hal ini diduga terjadi karena larutan perendam HDS yang digunakan tidak stabil. Dalam percobaan ini diamati terjadinya perubahan pH larutan HDS perendam dari 3,88 (sebelum digunakan untuk perendaman) menjadi 5,80 (sesudah digunakan untuk perendaman) dan perubahan warna larutan dari
84
tidak berwarna menjadi merah muda. Perubahan warna larutan HDS perendam mulai terlihat sejak hari pertama perendaman. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan penurunan konsentrasi larutan HDS perendam yang disertai dengan pelepasan ionofor HDS ke dalam larutan perendam. Peristiwa ini berdampak pada penurunan konsentrasi ionofor HDS yang terjebak dalam matriks membran, sehingga sensitivitas elektrode mengalami penurunan. Sementara itu, elektrode yang direndam dalam larutan NaDS 1,00 x 10-3 M memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang direndam dalam larutan HDS 1,00 x 10-3 M. Hal ini terjadi karena larutan NaDS relatif lebih stabil daripada larutan HDS dengan kondisi yang sama, sehingga komposisi dan morfologi membran polipirol yang terlapis pada permukaan elektrode yang direndam ke dalam larutan NaDS tidak mengalami kerusakan. Rendahnya sensitivitas dapat disebabkan oleh adanya kation-kation Na+ dari larutan NaDS perendam yang diperkirakan mengisi pori-pori membran pada saat elektrode direndam. Ketika elektrode ini digunakan untuk pengukuran NaDS, pada antarmuka membran dan larutan analit terjadi respon yang simultan terhadap kation Na+ dan anion DS-.
Elektrode yang direndam dalam larutan NaDS memberikan respon potensial terhadap anion DS- dengan sensitivitas yang lebih rendah daripada sensitivitas elektrode yang tidak direndam. Hal ini disebabkan karena selama elektrode direndam dalam larutan NaDS, terjadi pelepasan ionofor HDS (yang terjerap di dalam matriks membran) ke dalam larutan NaDS. Dugaan ini didasarkan pada hasil percobaan berikut. Disiapkan dua larutan NaDS dengan konsentrasi yang sama. Hanya larutan pertama yang digunakan untuk merendam elektrode Au-PPyDS. Selanjutnya, dilakukan pengukuran potensial kedua larutan tersebut. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa potensial larutan NaDS perendam lebih rendah dibandingkan dengan larutan NaDS bukan perendam, seperti yang diperlihatkan pada Tabel B.9 (Lampiran B). Hal ini berarti bahwa konsentrasi anion DS- dalam larutan NaDS perendam lebih tinggi daripada konsentrasi anion DS- dalam larutan
85
NaDS bukan perendam. Fenomena ini menjadi suatu petunjuk yang menguatkan dugaan bahwa sebagian ionofor HDS terlepas ke dalam larutan NaDS perendam.
Untuk elektrode Au-PPy-DS replika 3 (tanpa perlakuan perendaman) yang dihasilkan dari proses penyiapan elektrode menggunakan elektrolit pendukung tunggal KNO3 0,10 M, pada tahap awal pengukuran memberikan respon potensial terhadap anion DS- dengan sensitivitas mencapai 49,2 mV/dekade. Elektrode ini menunjukkan perilaku yang mendekati hukum Nernst pada pengukuran hari kedua, dengan sensitivitas 54,5 mV/dekade. Sensitivitas yang masih cukup baik ditunjukkan oleh elektrode ini untuk pengukuran pada hari ke-4, yaitu 48,8 mV/dekade. Respon potensial dan sensitivitas elektrode Au-PPy-DS diperlihatkan pada Gambar B.15 (Lampiran B).
Hasil percobaan pengkondisian elektrode dapat menjadi petunjuk mengenai kestabilan membran polipirol yang terlapis pada permukaan elektrode Au-PPyDS. Perendaman elektrode tampaknya justru akan mempercepat terjadinya perubahan komposisi ionofor HDS dalam matriks membran dan menginisiasi terjadinya kerusakan membran polipirol. Oleh karena itu, perlakuan perendaman elektrode Au-PPy-DS dalam larutan pengkondisi sebaiknya tidak dilakukan sebelum elektrode digunakan.
Pengukuran waktu respon menunjukkan bahwa ketiga buah elektrode Au-PPy-DS replika yang diperoleh lewat elektropolimerisasi dengan menggunakan elektrolit pendukung tunggal KNO3 0,10 M dapat merespon anion DS- dalam waktu kurang dari 1 menit. Data waktu respon elektrode Au-PPy-DS dengan tiga sistem pengkondisian diperlihatkan pada Tabel B.10 (Lampiran B).
IV.4.6 Penyiapan elektrode Au-PPy-DS dengan menggunakan campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 dengan KNO3
Pada penelitian terdahulu, telah diamati pengaruh jenis dan konsentrasi elektrolit pendukung, jumlah siklus pemindaian, konsentrasi pirol dan sistem pengkondisian terhadap sensitivitas elektode. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan
86
sensitivitas elektrode yang cenderung mendekati sensitivitas yang sesuai dengan hukum Nernst (±59 mV/dekade). Elektrode Au-PPy-DS replika 3 (tanpa direndam dalam larutan NaDS maupun HDS) yang disiapkan lewat elektropolimerisasi menggunakan elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M memberikan respon potensial terhadap anion DS- dengan sensitivitas tertinggi berturut-turut 48,2 mV/dekade dan 54,5 mV/dekade.
Dalam penelitian ini dilakukan penyiapan elektrode Au-PPy-DS lewat elektropolimerisasi menggunakan campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M. Adapun pertimbangan penggunaan campuran dua elektrolit pendukung tunggal tersebut adalah adanya peningkatan sensitivitas elektrode yang relatif lebih mendekati nilai yang dirujuk oleh hukum Nernst ketika penyiapan elektrode menggunakan elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M maupun KNO3 0,10 M. Sementara itu, dalam percobaan sebelumnya, ketika penyiapan elektrode menggunakan elektrolit pendukung tunggal NaClO4 maupun garam-garam halida (KCl, KBr dan KI), diperoleh elektrode dengan sensitivitas yang lebih rendah.
Elektropolimerisasi dengan menggunakan campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M dilakukan menggunakan parameter optimum yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya. Elektrode Au-PPy-DS yang diperoleh memberikan respon potensial seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.10.
Hipotesis bahwa penggunaan campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M (yang masing-masing memberikan sensitivitas yang tinggi) akan mampu menghasilkan elektrode dengan sensitivitas yang lebih tinggi ternyata dapat dibuktikan. Dalam percobaan ini, elektrode Au-PPy-DS yang diperoleh dapat merespon anion DS- pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-5 – 1,00 x 10-3 M dengan sensitivitas optimum 56,7 mV/dekade (Gambar IV.10).
87
Pengukuran waktu respon elektrode juga menunjukkan bahwa elektrode Au-PPyDS yang diperoleh lewat elektropolimerisasi menggunakan campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M memiliki waktu respon yang lebih singkat daripada elektrode yang diperoleh dengan elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M maupun KNO3 0,10 M, yaitu sekitar 15 – 18 detik. Penyiapan elektrode dengan menggunakan elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M menghasilkan elektrode Au-PPy-DS dengan waktu respon berturut-turut sekitar 28 – 35 dan 25 – 30 detik.
(1)
(2)
Gambar IV.10. (1) Respon potensial dan (2) sensitivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DS-. Proses penyiapan elektrode dilakukan lewat elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik dalam rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan pemindaian sebanyak 60 siklus. Komposisi larutan: pirol 0,05 M, campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M, dan ionofor HDS 0,001 M. Karakteristik elektrode ini diperkirakan berkaitan dengan perbedaan konduktivitas dan morfologi membran polipirol yang dapat berperan sebagai sensor anion DS-. Voltamogram siklik elektropolimerisasi pirol dengan elektrolit pendukung bervariasi diperlihatkan pada Gambar IV.11. Terlihat bahwa penambahan elektrolit pendukung tunggal KClO4, KNO3 dan campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 dan KNO3 pada saat elektropolimerisasi pirol berdampak pada peningkatan konduktivitas membran polimer. Hal ini
88
ditunjukkan oleh semakin tingginya arus oksidasi membran polipirol yang terbentuk. Semakin tinggi arus oksidasi, semakin tinggi konduktivitas membran. Dengan demikian, urutan peningkatan konduktivitas membran polimer adalah: PPy-HDS < PPy-HDS-KClO4 < PPy-HDS-KNO3 < PPy-HDS-KClO4-KNO3. 7
P y-H D S P y-H D S -K C lO 4
6
P y-H D S -K N O 3
5
P y-H D S -K C lO 4 + K N O 3
i (μA)
4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -1 ,0
-0 ,5
0 ,0
0 ,5
1 ,0
E (V )
Gambar IV.11. Voltamogram siklik elektropolimerisasi pirol (Py) 0,05 M mengandung ionofor HDS 0,001 M (Py-HDS), dan berturut-turut elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M (Py-HDS-KClO4), elektrolit pendukung tunggal KNO3 0,10 M (Py-HDS-KNO3) serta campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M (Py-HDS-KClO4-KNO3). Elektropolimerisasi dilakukan dengan teknik voltametri siklik pada rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan pemindaian sebanyak 1 siklus. Konduktivitas membran polipirol (PPy) yang diperoleh sebanding dengan arus oksidasi polimer dan monomer. Dengan demikian, diperoleh urutan kenaikan konduktivitas membran berdasarkan hasil percobaan: PPy-HDS < PPy-HDS-KClO4 < PPy-HDS-KNO3 < PPy-HDS-KClO4KNO3. Dari pengamatan ini ditunjukkan adanya keterkaitan antara konduktivitas membran polimer dengan waktu respon elektrode. Semakin tinggi konduktivitas membran, semakin singkat waktu respon elektrode. Hal ini terjadi karena dalam membran yang lebih konduktif, elektron lebih mudah mengalir dan menembus lapisan antarmuka membran dan logam emas. 89
Berdasarkan morfologi membran yang terlapis pada permukaan elektrode, singkatnya waktu respon elektrode bermembran PPy-HDS-KClO4-KNO3 dapat ditinjau dari ukuran pori dan ketebalan matriks membran yang rapat (dense layer). Hal ini dapat diamati dari profil membran yang diperlihatkan pada Gambar IV.12.
penampang melintang PPy-HDS-KClO4 (1)
permukaan PPy-HDS-KClO4 (2)
Penampang melintang PPy-HDS-KNO3 (3)
Permukaan PPy-HDS-KNO3 (4)
penampang melintang PPy-HDS-KClO4-KNO3 (5)
permukaan PPy-HDS-KClO4-KNO3 (6)
Gambar IV.12. Analisis membran polipirol dengan SEM. Membran PPy-HDSKClO4, PPy-HDS-KNO3 dan PPy-HDS-KClO4-KNO3 diperoleh lewat elektropolimerisasi pirol 0,05 M yang mengandung ionofor HDS 0,001 M berturut-turut menggunakan elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M, KNO3 0,10 M dan campuran elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M. Pada membran (1), permukaan membran diperlihatkan menghadap ke atas. Pada membran (3) dan (5), lapisan membran yang menempel pada elektrode diperlihatkan pada sisi kiri-atas dan permukaan membran menghadap ke arah kanan-bawah. Tanda ↔ memperlihatkan bagian membran yang rapat (dense layer).
90
Pengamatan terhadap foto SEM pada bagian penampang melintang dan permukaan membran menunjukkan bahwa semua membran memiliki pori-pori dengan ukuran bervariasi, seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.12. Terlihat bahwa PPy-HDS-KClO4 memiliki pori-pori yang relatif lebih besar (lebih berongga) daripada pori-pori PPy-HDS-KNO3. Hal ini terjadi karena anion ClO4memiliki jari-jari lebih besar daripada anion NO3-. Pencampuran KClO4 dengan KNO3 sebagai elektrolit pendukung untuk elektropolimerisasi pirol berdampak pada variasi pori membran yang terbentuk, sehingga distribusi ukuran pori membran PPy-HDS-KClO4-KNO3 lebih heterogen daripada PPy-HDS-KClO4 maupun PPy-HDS-KNO3. Pembentukan pori-pori membran dimungkinkan terjadi melalui mekanisme penjebakan dan pelepasan kembali kation K+, anion ClO4- maupun anion NO3dari elektrolit pendukung dalam membran polipirol (PPy) secara berulang, selama proses pembentukan lapisan membran berlangsung. Peristiwa pelepasan kembali kation-kation dan anion-anion yang berasal dari elektrolit pendukung ke dalam larutan menyebabkan terjadinya pori-pori membran dengan ukuran yang bervariasi, sesuai dengan ukuran kation-kation dan anion-anion tersebut. Mekanisme ini diperlihatkan dalam model berikut (Gambar IV.13).
Kat+AnElektropolimerisasi
Py PPy.Kat+An: kation (Kat+)
PPy berpori
Kat+An-
: anion (An-)
Gambar IV.13. Model pembentukan membran polipirol yang diperoleh dengan reaksi elektropolimerisasi. Variasi ukuran pori sesuai dengan ukuran kation (Kat+) dan anion (An-) yang terjebak dalam matriks membran dan bermigrasi kembali ke dalam larutan. Respon potensial elektrode Au-PPy-DS pada antarmuka membran dan larutan terhadap anion DS- terjadi ketika anion DS- dari larutan analit berpermeasi
91
menembus membran. Anion DS- lebih mudah berpermeasi menembus membran yang berpori daripada membran yang rapat. Demikian juga halnya, membran dengan ukuran pori yang lebih besar akan lebih mudah dilewati oleh anion DS-. Reaksi pertukaran antara anion DS- yang berpermeasi ke dalam membran dari larutan analit dengan anion DS- dari dopan yang terjebak di dalam matriks membran menghasilkan perbedaan potensial antarmuka membran dan larutan seperti yang dinyatakan dengan Persamaan (IV.2). E = E0 + (RT/nF) ln
ao ar .aDS
(IV.2)
dengan ao dan ar berturut-turut adalah aktivitas membran polimer bentuk teroksidasi (matriks membran polimer yang menjebak dopan anion DS- akibat peristiwa doping dalam reaksi oksidasi polipirol) dan aktivitas membran bentuk tereduksi (matriks membran polimer yang telah mengalami pelepasan kembali dopan anion DS- akibat peristiwa dedoping dalam reaksi reduksi polipirol), sedangkan aDS adalah aktivitas anion DS- dalam larutan analit. Untuk kondisi elektropolimerisasi yang sama, dapat diasumsikan bahwa derajat doping anion DS- dalam matriks polimer adalah tetap. Dengan demikian, ao/ar dapat dianggap tetap, sehingga Persamaan (IV.2) dapat dinyatakan menjadi: E = E0 – (RT/nF) ln aDS
(IV.3)
Reaksi pertukaran anion DS- pada antarmuka membran dan larutan analit menyebabkan terjadinya pergeseran sistem kesetimbangan dalam matriks membran, yang kemudian diikuti oleh pergeseran kesetimbangan elektron pada antarmuka logam dan membran. Model mekanisme pertukaran materi (elektron pada antarmuka logam Au dan membran serta anion DS- pada antarmuka membran dan larutan analit) pada elektrode Au-PPy-DS diperlihatkan pada Gambar IV.14.
Reaksi pertukaran elektron pada antarmuka logam dan membran dipengaruhi oleh ketebalan lapisan rapat (dense layer) membran yang terdeposisi pada permukaan logam. Semakin tipis lapisan rapat membran, semakin mudah elektron menembus
92
antarmuka logam dan membran, sehingga waktu respon elektrode semakin singkat.
e logam Au PPy+DS- + e membran
PPy + DSDS-
larutan
Gambar IV.14. Model reaksi pertukaran anion DS- pada antarmuka membran dan larutan dan pertukaran elektron pada antarmuka logam dan membran. menggambarkan lapisan rapat (dense layer) membran (lapisan membran bagian dalam). Elektrode Au-PPy-DS dengan membran PPy-HDS-KClO4-KNO3 memiliki waktu respon yang lebih singkat daripada elektrode yang bermembran PPy-HDS-KNO3 maupun PPy-HDS-KClO4, karena membran PPy-HDS-KClO4-KNO3 memiliki ukuran pori yang relatif lebih besar dan lapisan rapat (dense layer) membran yang relatif lebih tipis daripada membran PPy-HDS-KNO3 maupun PPy-HDS-KClO4. Dalam membran dengan ukuran pori yang lebih besar dan lapisan rapat membran yang lebih tipis, reaksi pertukaran anion DS- maupun elektron di dalam membran akan lebih mudah terbentuk.
Elektrode Au-PPy-DS berlapis PPy-HDS-KNO3 memiliki sensitivitas yang lebih besar dan waktu respon yang lebih singkat daripada elektrode berlapis PPy-HDSKClO4, walaupun ukuran pori-pori PPy-HDS-KNO3 lebih kecil daripada pori-pori PPy-HDS-KClO4. Hal ini dimungkinkan karena PPy-HDS-KNO3 memiliki konduktivitas yang jauh lebih tinggi daripada PPy-HDS-KClO4 (Gambar IV.11). Sementara itu, elektrode Au-PPy-DS bermembran PPy-HDS-KClO4-KNO3 memiliki sensitivitas yang paling tinggi, karena PPy-HDS-KClO4-KNO3 memiliki ukuran pori paling besar dan heterogen, konduktivitas paling tinggi dan ketebalan lapisan rapat membran yang relatif tipis.
93
Dengan morfologi membran seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.12, ternyata elektrode Au-PPy-DS dengan membran PPy-HDS-KClO4-KNO3 memiliki sensitivitas (S) 56,7 mV/dekade, sedangkan elektrode Au-PPy-DS dengan membran PPy-HDS-KClO4 dan PPy-HDS-KNO3 berturut-turut memiliki sensitivitas 48,2 mV/dekade dan 54,5 mV/dekade. Karakteristik potensiometri elektrode Au-PPy-DS dengan membran PPy-HDS-KClO4, PPy-HDS-KNO3 dan PPy-HDS-KClO4-KNO3, berturut-turut sesuai dengan elektrolit pendukung yang digunakan selama proses penyiapan elektrode, diperlihatkan pada Tabel IV.8. Tabel IV.8. Karakteristik potensiometri elektrode Au-PPy-DS berdasarkan elektrolit pendukung yang digunakan dalam proses penyiapan elektrode
KClO4 0,05 M
Batas Rentang konsentrasi deteksi (M) (M) 1,00x10-5 – 1,00x10-3 1,00 x 10-5
KNO3 0,10 M
1,00x10-5 – 1,00x10-3
Elektrolit pendukung
-5
-3
KClO4 0,05 M 1,00x10 – 1,00x10 & KNO3 0,10 M
S (mV/dkd) 48,2
Linieri- Waktu tas (R2) respon (dt) 0,9769 28 – 40
1,10 x10-5
54,5
0,9770
23 – 30
-5
56,7
0,9867
15 – 18
1,10 x10
Data yang menunjukkan batas deteksi elektrode ini diperlihatkan pada Tabel C.5 (Lampiran C). Untuk keperluan analisis yang efisien, maka elektrode dengan waktu respon yang singkat merupakan salah satu parameter yang dikehendaki. Dalam hal ini, elektrode
Au-PPy-DS
yang
disiapkan
dengan
teknik
voltametri
siklik
menggunakan campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M (elektrode Au-PPy-DS bermembran PPy-HDS-KClO4-KNO3) memiliki sensitivitas optimum mendekati hasil perhitungan teoretis menurut hukum Nernst, dengan waktu respon yang paling singkat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sensitivitas dan waktu respon elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DS- dipengaruhi oleh konduktivitas, distribusi ukuran pori dan ketebalan lapisan rapat membran. Semakin tinggi konduktivitas, semakin tinggi sensitivitas dan semakin singkat waktu respon elektrode. Untuk elektrode
94
Au-PPy-DS bermembran PPy-HDS-KClO4 maupun PPy-HDS-KNO3, sensitivitas dan waktu respon elektrode dipengaruhi oleh konduktivitas dan ketebalan lapisan rapat membran. Elektrode dengan lapisan rapat membran (dense layer) yang lebih tipis dan konduktivitas lebih tinggi (PPy-HDS-KNO3) memiliki sensitivitas yang lebih besar dan waktu respon yang lebih singkat. Sementara itu, elektrode AuPPy-DS dengan membran PPy-HDS-KClO4-KNO3 menunjukkan sensitivitas yang paling tinggi dan waktu respon yang paling singkat, karena konduktivitas yang lebih tinggi, ukuran pori-pori yang lebih besar dan lapisan rapat (dense layer) membran yang lebih tipis daripada kedua membran yang lain.
IV.4.6.1 Selektivitas elektrode Salah satu karakteritik yang harus dievalusi untuk menentukan kelayakan kinerja elektrode Au-PPy-DS adalah selektivitas. Selektivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap anion-anion selain DS- ditentukan berdasarkan koefisien selektivitasnya (Kij). Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran koefisien selektivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap beberapa anion dengan metode larutan terpisah (Umezawa et al., 2000). Dengan metode ini, setiap pengukuran potensial dilakukan terhadap larutan tunggal, dengan respon potensial elektrode diperlihatkan sebagai grafik aluran potensial terukur terhadap konsentrasi anion DS- dan grafik aluran potensial terukur terhadap konsentrasi anion-anion yang lain, yang tidak saling berantaraksi. Di samping itu, dari grafik yang diperoleh dapat diketahui sensitivitas elektrode terhadap anion-anion yang diukur. Sensitivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DS- jauh lebih besar daripada sensitivitas elektrode terhadap anion-anion yang lain. Grafik respon potensial elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DS- dan anion-anion yang lain pada rentang konsentrasi larutan NaDS 1,00 x 10-5 – 1,00 x 10-3 M diperlihatkan pada Lampiran C. Adapun data penghitungan Kij diperlihatkan pada Tabel C.2 (Lampiran C). Berdasarkan elektrolit pendukung yang digunakan untuk penyiapan elektrode AuPPy-DS, pengukuran koefisien selektivitas (Kij) dan sensitivitas (S) elektrode Au-PPy-DS terhadap beberapa anion menghasilkan data yang disajikan pada Tabel IV.9. Elektrode Au-PPy-DS bermembran PPy-HDS-KNO3 (elektrode 2)
95
dan bermembran PPy-HDS-KClO4-KNO3 (elektrode 3) memberikan respon potensial terhadap anion DS- dengan sensitivitas berturut-turut 55,0 mV/dekade dan 56,7 mV/dekade. Tabel IV.9. Sensitivitas (S) dan koefisien selektivitas (Kij) elektrode Elektrode 2 (elektrolit pendukung KNO3 0,1 M) DS- DBS- OSFCl2,6 -8,9 3,7 S (mV/dkd) 55,0 10,9
Br-2,9
Kij (x10-5)
7,60
74,10 7,90
2,80
23,00
I6,1
ClO47,1
33,40 39,40 156,00
Elektrode 3 (elektrolit pendukung KClO4 0,05 M dan KNO3 0,1 M) 3,4 3,1 9,9 8,8 S (mV/dkd) 56,7 15,3 10,8 -1,3 Kij (x10-5)
110,00 55,00
7,40
NO315,5
17,7
15,00 16,00 47,00 39,00 170,00
Pada tabel di atas, i dan j berturut-turut menyatakan anion DS- dan anion lain. Pada Tabel IV.9 diperlihatkan bahwa elektrode 2 dan 3 memberikan respon potensial terhadap anion NO3- dengan sensitivitas lebih besar daripada sensitivitas elektrode 2 dan 3 terhadap anion-anion yang lain, selain anion DS-. Namun demikian, sensitivitas respon potensial elektrode terhadap anion NO3- jauh lebih rendah daripada sensitivitas respon potensial elektrode terhadap anion DS-. Karena koefisien selektivitas elektrode terhadap anion NO3- rendah, maka apabila larutan analit mengandung anion NO3-, pengukuran respon potensial elektrode 2 maupun 3 terhadap anion DS- tidak mengalami gangguan. Sensitivitas elektrode 2 dan 3 terhadap anion NO3- yang lebih tinggi daripada sensitivitas terhadap anion-anion lain (OS-, DBS-, Cl-, Br-, I- dan ClO4-), selain anion DS-, menunjukkan bahwa selama elektropolimerisasi berlangsung, sebagian anion NO3- dari elektrolit pendukung turut terjebak ke dalam matriks membran polipirol. Ketika kedua elektrode tersebut digunakan untuk mengukur larutan analit yang mengandung anion NO3-, pada antarmuka membran dan larutan terjadi reaksi pertukaran antara anion NO3- dari matriks membran polipirol dengan anion NO3- dari larutan analit. Pertukaran ini menghasilkan respon potensial elektrode terhadap anion NO3-.
96
Sementara itu, sensitivitas elektrode 2 dan 3 terhadap anion surfaktan OS- relatif rendah, yaitu 2,6 mV/dekade untuk pengukuran dengan menggunakan elektrode 2 dan 10,8 mV/dekade untuk pengukuran dengan menggunakan elektrode 3. Demikian pula halnya dengan respon potensial elektrode 2 dan 3 terhadap anion surfaktan DBS-, dengan sensitivitas berturut-turut 10,9 mV/dekade dan 15,3 mV/dekade. Karena nilai Kij yang diberikan untuk anion OS- maupun DBSrendah, yaitu 55,00 x 10-5 untuk anion OS- dan 110,00 x 10-5 untuk anion DBS-, maka respon elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DS- tidak mengalami gangguan, baik dengan menggunakan elektrode 2 maupun 3, apabila larutan analit yang diukur mengandung anion surfaktan OS- maupun anion surfaktan DBS-. Dapat diamati juga pada Tabel IV.9 bahwa elektrode 2 dan 3 memberikan respon potensial terhadap anion F- dengan koefisien selektivitas yang paling rendah, yaitu berturut-turut 2,80 x 10-5 dan 7,40 x 10-5. Hal ini diperkirakan terjadi karena anion F- dalam larutan dapat mengalami hidrolisis membentuk molekul HF yang stabil dan anion OH-, sehingga konsentrasi anion F- dalam bentuk anion bebas menjadi berkurang. Hal ini diperkuat oleh data Ka dan Kh HF berturut-turut 6,8 x 10-4 dan 1,47 x 10-11, yang menunjukkan bahwa molekul HF adalah asam lemah. Selain itu, terbentuknya anion OH- hasil reaksi hidrolisis anion F- menyebabkan terjadinya persaingan migrasi antara anion OH- dengan anion F-. Dengan demikian, hambatan migrasi anion F- menuju permukaan membran PPy-HDSKNO3 pada elektrode 2 maupun PPy-HDS-KClO4-KNO3 pada elektrode 3 menjadi besar. Hal ini menjadi penyebab rendahnya respon potensial elektrode terhadap anion F- jika dibandingkan dengan anion-anion lain yang dipelajari. Secara keseluruhan, pada Tabel IV.9 diperlihatkan bahwa elektrode 2 maupun 3 memberikan respon potensial terhadap anion-anion selain DS- dengan koefisien selektivitas yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa elektrode 2 maupun 3 memiliki selektivitas respon potensial yang baik terhadap anion DS-. Dengan demikian, apabila larutan analit yang diukur mengandung anion-anion selain DS-, maka pengukuran respon elektrode terhada anion DS- tidak mengalami gangguan.
97
IV.4.6.2 Kestabilan respon elektrode Kestabilan repon elektrode merupakan salah satu parameter kinerja elektrode yang penting untuk analisis dengan metode potensiometri. Untuk menentukan kestabilan respon elektrode, dalam percobaan ini dilakukan pengukuran respon potensial elektrode terhadap anion DS- dari larutan NaDS sebanyak sepuluh kali pengulangan (n = 10 data). Dalam hal ini, pencatatan setiap respon potensial elektrode 2 dan 3 berturut-turut dilakukan dalam selang waktu 23 – 30 detik dan 15 – 18 detik (sesuai dengan waktu respon elektrode) hanya dalam sekali pencelupan untuk pencatatan sepuluh data respon potensial. Elektrode Au-PPyDS terlebih dahulu dibilas dengan air distilasi dan dikeringkan dengan menggunakan kertas tissue, hanya pada saat elektrode akan digunakan untuk pengukuran larutan analit. Potensial dan simpangan baku relatif (Sr) yang diperoleh dari pengukuran respon potensial elektrode terhadap anion DS- dalam larutan NaDS dengan konsentrasi 1,00 x 10-5 M, 1,00 x 10-4 M dan 1,00 x 10-3 M diperlihatkan pada Tabel IV.10. Tabel IV.10. Simpangan baku relatif (Sr) respon potensial elektrode Au-PPy-DS Elektrolit pendukung
1,0x10-5 M E (mV)
Sr (%)
1,0x10-4 M E (mV)
406,8 ± 0,7 0,16
349,9 ± 0,3
KNO3 0,10 M 381,9 ± 0,1 0,03 & KClO4 0,05 M
330,1 ± 0,4
KNO3 0,10 M
Sr (%)
1,0x10-3 M E (mV)
Sr (%)
0,08 298,5 ± 0,4 0,12 0,10 268,9 ± 0,2 0,07
Simpangan baku relatif (Sr) yang rendah ( < 1 %) menunjukkan bahwa elektrode Au-PPy-DS memiliki respon potensial yang stabil terhadap anion DS- dalam larutan NaDS yang diukur. Hasil pengukuran untuk penentuan kestabilan respon elektrode terhadap anion DS- diperlihatkan pada Tabel C.3 (Lampiran C).
IV.4.6.3 Ketepatan (accuracy) pengukuran Ketepatan pengukuran dinyatakan berdasarkan kesalahan relatif (Kr) yang dihitung dengan menggunakan Persamaan (III.7). Dalam persamaan ini, xt adalah konsentrasi teoretis anion DS- dalam larutan NaDS yang diukur, sedangkan xi adalah konsentrasi anion DS- dalam larutan NaDS hasil pengukuran secara potensiometri. xi diperoleh dengan mengalurkan potensial rata-rata hasil 98
pengukuran anion DS- dalam larutan NaDS dengan konsentrasi teoretis xt pada kurva kalibrasi larutan NaDS. Persamaan kurva kalibrasi untuk penentuan konsentrasi anion DS- dalam larutan NaDS secara potensiometri dengan elektrode 2 dan 3 berturut-turut adalah E = 55,0X + 133,5 dan E = 56,7X + 103,3. Hasil pengukuran respon potensial elektrode 2 dan 3 terhadap anion DS- dalam larutan NaDS dengan konsentrasi teoretis 1,0 x 10-5 – 1,0 x 10-3 M menunjukkan bahwa konsentrasi anion DS- hasil pengukuran secara potensiometri sedikit berbeda dengan konsentrasi anion DS- teoretis, dengan Kr tertinggi berturut-turut 8,03 dan 8,90. Pada Tabel C.4 (Lampiran C) diperlihatkan bahwa pada rentang konsentrasi NaDS yang tinggi (5,0 x 10-4 – 1,0 x 10-3 M), baik elektrode 2 maupun 3 memberikan hasil pengukuran dengan Kr yang lebih rendah daripada Kr hasil pengukuran untuk konsentrasi yang rendah (1,0 x 10-5 M dan 1,0 x 10-4 M). Hal ini menjadi indikator mengenai rentang konsentrasi pengukuran yang memberikan respon potensial yang linier. Berdasarkan Kr yang diperoleh, maka secara keseluruhan, perbedaan konsentrasi hasil pengukuran secara potensiometri dengan konsentrasi teoretis relatif kecil ( < 10 %). Dengan demikian, elektrode 2 dan 3 memiliki akurasi yang baik untuk penentuan kandungan NaDS dalam sampel air yang diuji (Harsini, 2006).
IV.4.6.4 Kedapat-ulangan respon elektrode Kedapat-ulangan respon elektrode Au-PPy-DS berkaitan dengan tingkat keberulangan nilai respon potensial yang diberikan oleh elektrode, apabila pengukuran respon elektrode terhadap anion DS- dilakukan secara berulang dalam larutan NaDS standar yang sama. Dalam penelitian ini, kedapat-ulangan dinyatakan berdasarkan simpangan baku (s) respon potensial elektrode. Parameter ini ditentukan dengan mengukur respon potensial elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DS- dalam larutan NaDS 1,00 x 10-3 M, 1,00 x 10-4 M dan 1,00 x 10-5 M. Masing-masing larutan diukur respon potensialnya sebanyak 10 kali pengulangan (sepuluh kali pencelupan elektrode dalam larutan analit). Setiap kali akan digunakan untuk pengukuran, elektrode Au-PPy-DS dibilas terlebih dahulu dengan air distilasi dan dikeringkan secara hati-hati dengan menggunakan kertas
99
tissue. Dalam percobaan ini, elektrode yang digunakan untuk penentuan kedapatulangan adalah elektrode Au-PPy-DS bermembran PPy-HDS-KNO3 (elektrode 2) dan elektrode Au-PPy-DS bermembran PPy-HDS-KClO4-KNO3 (elektrode 3). Pada Tabel C.5 (Lampiran C) diperlihatkan bahwa elektrode Au-PPy-DS memberikan respon potensial terhadap anion DS- dengan simpangan baku yang rendah, yaitu antara 2,573791 – 3,195153 untuk pengukuran dengan menggunakan elektrode 2 dan antara 0,760409 – 2,786076 untuk pengukuran dengan menggunakan elektrode 3. Hal ini menunjukkan bahwa elektrode tersebut dapat merespon anion DS- dengan tingkat bias pengukuran yang rendah. Dengan kata lain, elektrode 2 maupun 3 memberikan hasil pengukuran kandungan anion DS- dalam larutan NaDS dengan kedapat-ulangan yang baik.
IV.4.6.5 Rentang pH pengukuran Derajat keasaman larutan analit yang diukur, dinyatakan dengan pH larutan, berpengaruh terhadap respon potensial elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DS-. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya antaraksi antara kation H+ maupun anion OH- dalam larutan analit dengan anion DS- yang diukur. Dalam penelitian ini telah dilakukan pengukuran respon potensial elektrode terhadap anion DS- dalam larutan NaDS 1,00 x 10-4 M dengan rentang pH 2,00 – 10,00. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan elektrode 2 dan 3. Respon potensial kedua elektrode ini diperlihatkan pada Gambar IV.15. Terlihat bahwa elektrode 2 dan 3 memiliki respon potensial yang tetap untuk larutan NaDS 1,00 x 10-4 M dengan rentang pH berturut-turut 6,00 – 9,00 dan 6,00 – 8,00. Pada pH di bawah 6,00, semakin rendah pH larutan, semakin besar respon potensial elektrode. Hal ini diperkirakan terjadi karena kation H+ dalam larutan melimpah dan sebagian kation H+ berantaraksi dengan anion DS- membentuk molekul HDS, sehingga konsentrasi anion DS- dalam larutan analit menjadi berkurang. Perkiraan ini didasarkan pada fakta bahwa HDS adalah asam lemah (Ka = 1,0 x 10-5) yang cenderung berada dalam bentuk molekul daripada bentuk
100
anion DS- bebas. Sebaliknya, pada pH di atas 8,00 (untuk elektrode 2) dan 9,00 (untuk elektrode 3), semakin tinggi pH larutan, semakin rendah respon potensial elektrode. Hal ini terjadi karena dalam larutan dengan pH yang semakin tinggi, konsentrasi anion OH- semakin besar, sehingga dengan adanya persaingan antara anion-anion OH- dengan anion-anion DS-, hambatan yang dialami oleh anionanion DS- untuk bermigrasi menuju permukaan elektrode semakin besar (Mousavi et al., 2002). Dengan demikian, rentang pH pengukuran potensiometri yang terbaik untuk penentuan larutan NaDS dengan menggunakan elektrode 2 dan 3 berturut-turut adalah 6,00 – 9,00 dan 6,00 – 8,00.
Gambar IV.15. Respon potensial elektrode terhadap anion DS- dalam larutan NaDS 1,00 x 10-4 M dengan rentang pH 2,00 – 10,00. Dua jenis elektrode Au-PPy-DS disiapkan dengan teknik voltametri siklik menggunakan elektrolit pendukung tunggal KNO3 0,10 M (elektrode 2) dan campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M (elektrode 3).
IV.4.6.6 Kandungan NaDS dalam sampel air Pada
penentuan
karakteristik
potensiometri
elektrode
Au-PPy-DS
telah
ditunjukkan bahwa elektrode Au-PPy-DS bermembran PPy-HDS-KClO4-KNO3 (elektrode 3) memberikan respon potensial terhadap anion DS- dengan sensitivitas paling tinggi, yaitu 56,7 mV/dekade. Oleh karena itu, pengukuran kandungan NaDS dalam beberapa sampel air dilakukan dengan menggunakan elektrode 3.
101
Dalam penelitian ini, kandungan surfaktan NaDS dalam beberapa sampel air ditentukan
dengan
metode
penambahan
standar
tunggal.
Seperti
yang
diperlihatkan pada Tabel IV.11, sampel air yang diukur mengandung surfaktan NaDS. Tabel IV.11. Hasil analisis kandungan NaDS dalam sampel air dengan metode penambahan standar tunggal Sampel
[NaDS] ditambahkan (x 10-4 M)
[NaDS] ditemukan (x 10-4 M)
Perolehan kembali (%)
Air distilasi
1,000
1,000 ± 0,003
100,0
air ledeng
1,000
1,455 ± 0,013
145,5
air minum dalam kemasan (AMDK)
1,000
1,632 ± 0,018
163,2
Untuk pengujian akurasi data kandungan NaDS yang diperoleh, dalam penelitian ini dilakukan validasi elektrode Au-PPy-DS melalui penentuan anion DS- dalam larutan sampel buatan dengan metode penambahan standar tunggal dan berganda. Pelarut yang digunakan adalah air distilasi. Pada Tabel D.2 (Lampiran D) diperlihatkan bahwa perolehan kembali (R) hasil pengukuran anion DS- dalam larutan sampel buatan dan anion DS- yang ditambahkan berturut-turut mencapai 89,1 % dan 99,8 %. Hal ini menunjukkan bahwa elektrode Au-PPy-DS yang digunakan memiliki akurasi pengukuran yang sangat baik. Adapun untuk validasi elektrode Au-PPy-DS melalui penentuan anion DS- dengan metode penambahan standar berganda, dalam penelitian ini telah dilakukan penentuan konsentrasi anion DS- dalam sampel buatan dan anion DS- yang ditambahkan secara berganda ke dalam sampel tersebut. Percobaan dilakukan dengan mengukur respon potensial larutan sampel awal (sampel 1) yang mengandung NaDS 1,00 x 10-4 M. Respon potensial yang diberikan selanjutnya dialurkan terhadap kurva kalibrasi, sehingga diperoleh konsentrasi NaDS hasil pengukuran secara potensiometri. Tahap percobaan berikutnya, ke dalam larutan sampel awal (sampel 1) ditambahkan larutan NaDS standar 1,00 x 10-3 M
102
sebanyak 0,50 mL, sehingga diperoleh larutan sampel 2. Selain itu juga dibuat larutan sampel 3 dan 4, dengan prosedur seperti pada pembuatan larutan sampel 2. Analisis secara potensiometri larutan NaDS dalam keempat larutan sampel buatan di atas memberikan data seperti yang diperlihatkan pada Tabel IV.12. Terlihat bahwa konsentrasi anion DS- campuran dari hasil penghitungan, [DS-]c, dan konsentrasi anion DS- campuran dari hasil pengukuran secara potensiometri, [DS-]cpot, adalah sama. Perolehan kembali (R) hasil pengukuran konsentrasi anion DS- dari larutan standar NaDS yang ditambahkan mendekati 100%. Dengan demikian, dapat dibuktikan bahwa elektrode 3 memiliki kinerja yang baik (keakuratan tinggi) untuk pengukuran anion DS- dalam larutan sampel yang diuji. Namun demikian, elektrode Au-PPy-DS ini belum tentu dapat digunakan untuk pengukuran anion DS- dalam sampel riil dengan komposisi matriks yang lebih kompleks daripada komposisi matriks dalam larutan sampel yang diuji. Hal ini berkaitan dengan perbedaan antaraksi antarion maupun antara ion-ion dengan molekul-molekul pelarut yang disertai dengan perbedaan kekuatan ion dan konduktivitas larutan, antara sampel riil dengan larutan sampel yang diuji. Pengolahan data yang ditunjukkan pada Tabel IV.11 dan IV.12 diperlihatkan pada Lampiran D. Tabel IV.12. Hasil analisis kandungan NaDS dalam air distilasi dengan metode penambahan standar berganda V1
[DS-]1
(mL)
(x10 M)
25,0
1,00
-
-
25,0
1,00
0,50
25,5
1,18
26,0
1,35
-4
V2
[DS-]2 -3
[DS-]c
(mL) (x10 M) (x10-3 M)
E
[DS]cpot
[DS]2pot R (%)
(mV)
(x10-4 M)
(x 10-3 M)
-
286,6
1,01
-
101,0
1,00
1,18
282,5
1,19
1,030
103,0
0,50
1,00
1,35
279,3
1,36
1,003
100,3
0,50
1,00
1,51
276,5
1,53
1,037
103,7
Dalam hal ini, V1 dan V2 berturut-turut adalah volume larutan sampel NaDS awal dan larutan NaDS yang ditambahkan. [DS-]1, [DS-]2 dan [DS-]c berturut-turut adalah konsentrasi anion DS- awal, anion DS- dari larutan NaDS standar yang ditambahkan, dan campuran anion DS- (diperoleh dari penghitungan secara teoretis), sedangkan [DS-]cteo, [DS-]cpot dan [DS-]2pot berturut-turut adalah
103
konsentrasi anion DS- campuran hasil penghitungan teoretis, campuran anion DShasil pengukuran potensiometri dan anion DS- standar yang ditambahkan (diperoleh dari pengukuran secara potensiometri). E adalah respon potensial elektrode terhadap anion DS- yang diukur dengan elektrode Au-PPy-DS (elektrode 3). R adalah persen perolehan kembali.
IV.5 Elektrode Au-PPy-OS
IV.5.1 Penyiapan Elektrode Au-PPy-OS Pada penyiapan elektrode Au-PPy-DS dengan teknik voltametri siklik, diperoleh elektrode Au-PPy-DS (elektrode 3) yang dapat memberikan respon potensial terhadap anion DS- secara selektif, dengan sensitivitas optimum 56,7 mV/dekade. Di samping itu, elektrode Au-PPy-DS juga memiliki waktu respon yang pendek, keakuratan pengukuran yang tinggi dan kedapat-ulangan yang baik. Elektrode ini dapat digunakan untuk mengukur kandungan surfaktan NaDS dalam sampel air yang diuji, tanpa melalui perlakuan khusus terhadap larutan sampel. Hasil penelitian ini menjadi pertimbangan dalam penyiapan elektrode sensor surfaktan natrium oktil sulfat, NaOS, pada penelitian selanjutnya. Surfaktan natrium oktil sulfat, NaOS, memiliki gugus bermuatan negatif yang sejenis dengan surfaktan NaDS, yaitu gugus sulfat. Kedua surfaktan ini hanya berbeda dalam hal panjang rantai karbon alifatik. NaOS, C8H17OSO3Na, memiliki rantai karbon yang lebih pendek daripada NaDS, C12H25OSO3Na. Kandungan surfaktan NaDS dalam suatu sampel air dapat diukur menggunakan elektrode 3 (elektrode kawat emas terlapis PPy-HDS-KClO4-KNO3) yang disiapkan lewat elektropolimerisasi dengan teknik voltametri siklik. Karena surfaktan NaOS sejenis dengan surfaktan NaDS, yaitu surfaktan anion, dan memiliki gugus fungsi yang sama, maka dapat dianalogikan bahwa surfaktan NaOS juga dapat diukur menggunakan elektrode Au-PPy-OS (elektrode kawat emas terlapis PPy-HOSKClO4-KNO3) yang disiapkan dengan teknik yang sama dengan teknik yang digunakan untuk penyiapan elektrode Au-PPy-DS.
104
Berdasarkan analogi di atas, maka pada penelitian ini dilakukan penyiapan elektrode sensor natrium oktil sulfat, Au-PPy-OS, dengan cara dan kondisi optimum seperti yang digunakan untuk penyiapan elektrode Au-PPy-DS (elektrode 3). Elektropolimerisasi dilakukan untuk larutan pirol 0,05 M, dengan ionofor HOS 1,00 x 10-3 M dan campuran elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M. Seperti halnya elektrode Au-PPy-DS, elektrode AuPPy-OS yang diperoleh digunakan untuk mengukur respon potensial anion OSdalam larutan NaOS.
IV.5.2 Karakteristik potensiometri elektrode Au-PPy-OS Setiap elektrode yang baru disiapkan perlu dikarakterisasi untuk mengevaluasi kelayakan kinerja elektrode yang digunakan untuk pengukuran ion-ion spesifik dalam larutan sampel. Seperti halnya dengan elektrode Au-PPy-DS, karakteristik potensiometri elektrode Au-PPy-OS yang terlebih dahulu ditentukan adalah sensitivitas dan waktu respon elektrode. Pada rentang konsentrasi NaOS 1,00 x 10-4 M – 0,10 M, elektrode Au-PPy-OS memiliki sensitivitas optimum terhadap anion OS- mendekati sensitivitas yang sesuai dengan hukum Nernst, yaitu 58,8 mV/dekade, dengan kelinieran kurva (R2) 0,9760 (garis terputus-putus di sebelah kanan). Apabila pengukuran respon potensial dilakukan pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-3 – 0,50 M, maka elektrode Au-PPy-OS memberikan respon potensial dengan sensitivitas 66,0 mV/dekade, dengan kelinieran kurva 0,9970 (garis terputus-putus di sebelah kiri). Hasil pengukuran respon potensial elektrode Au-PPy-OS terhadap anion OSdiperlihatkan pada Gambar IV.16. Elektrode Au-PPy-OS ternyata memiliki sensitivitas yang lebih tinggi daripada elektrode Au-PPy-DS. Ditinjau dari struktur rantai karbon alifatik surfaktan anion, fakta ini berkaitan dengan perbedaan panjang rantai karbon alifatik antara anion OS- maupun ionofor HOS dengan anion DS- maupun ionofor HDS. Rantai karbon alifatik ionofor HOS lebih pendek daripada ionofor HDS, sehingga selama proses elektropolimerisasi berlangsung, ionofor HOS diperkirakan lebih mudah terjerap
105
ke dalam matriks membran polimer daripada ionofor HDS. Di samping itu, karena rantai karbon alifatik anion OS- juga lebih pendek daripada anion DS-, maka mobilitas anion OS- lebih tinggi daripada anion DS-. Hal ini menyebabkan reaksi pertukaran pada antarmuka membran dan larutan analit antara anion OS- dari ionofor HOS dan anion OS- dari larutan analit akan lebih mudah terjadi daripada reaksi pertukaran anion DS-.
(2)
(1)
Gambar IV.16. (1) Respon potensial dan (2) sensitivitas elektrode Au-PPy-OS. Kurva (garis terputus-putus) di sebelah kiri dan di sebelah kanan menunjukkan kurva linier respon potensial elektrode terhadap anion OS- pada rentang konsentrasi berturut-turut 1,00 x 10-4 M – 0,10 M dan 1,00 x 10-3 – 0,50 M. Sensitivitas yang diperlihatkan pada gambar di atas adalah sensitivitas respon potensial elektrode pada rentang konsentrasi NaOS 1,00 x 10-4 M – 0,10 M. Sensitivitas elektrode pada rentang konsentrasi NaOS 1,0 x 10-3 – 0,50 M adalah 66,0 mV/dekade. Sensitivitas elektrode Au-PPy-OS terhadap anion OS- juga berkaitan dengan morfologi membran PPy-HOS-KClO4-KNO3 yang terlapis pada permukaan elektrode. Membran PPy-HOS-KClO4-KNO3 memiliki morfologi seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.17. Pengamatan terhadap bagian penampang melintang dan permukaan membran menunjukkan bahwa membran ini memiliki pori-pori dengan ukuran yang heterogen. Seperti halnya yang terjadi pada membran PPy-HDS-KClO4-KNO3 yang terlapis pada elektrode Au-PPy-DS, adanya pori-pori dalam membran PPy-HOS-KClO4-KNO3 memungkinkan anion OS- dari larutan analit mudah berpermeasi ke dalam matriks membran. Pada tahap selanjutnya, anion-anion OS- dari larutan analit mengalami reaksi pertukaran 106
dengan anion OS- dari ionofor yang terjebak dalam matriks membran, menghasilkan potensial antarmuka membran dan larutan. Dengan demikian dapat diinformasikan bahwa panjang rantai karbon alifatik anion OS- dan morfologi membran PPy-HOS-KClO4-KNO3 berpengaruh terhadap sensitivitas elektrode. Dengan rantai karbon alifatik anion OS- yang lebih pendek daripada anion DS- dan membran PPy-HOS-KClO4-KNO3 yang berpori heterogen, ternyata elektrode Au-PPy-OS memberikan respon potensial terhadap anion OS- dengan sensitifitas yang lebih tinggi daripada sensitivitas respon elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DS-.
penampang melintang PPy-HOS-KClO4-KNO3
permukaan PPy-HOS-KClO4-KNO3
penampang melintang PPy-HDS-KClO4-KNO3
permukaan PPy-HDS-KClO4-KNO3
Gambar IV.17. Analisis dengan SEM pada bagian penampang melintang dan permukaan membran PPy-HOS-KClO4-KNO3 dan membran PPy-HDS-KClO4-KNO3. Penampang melintang PPy-HOSKClO4-KNO3 diperlihatkan secara terbalik dari permukaan yang menempel pada elektrode. Penampang melintang PPy-HDSKClO4-KNO3 diperlihatkan dengan posisi miring, dengan lapisan membran yang menempel pada elektrode diperlihatkan pada sisi kiri-atas dan permukaan membran menghadap ke arah kananbawah. Tanda ↔ memperlihatkan bagian membran yang rapat.
107
Elektrode Au-PPy-OS juga memiliki waktu respon yang lebih pendek daripada elektrode Au-PPy-DS, yaitu sekitar 9 – 11 detik. Berdasarkan arus oksidasi polimer yang diperlihatkan pada Gambar IV.18, hal ini dikarenakan membran PPy-HOS-KClO4-KNO3 lebih konduktif daripada membran PPy-HDS-KClO4KNO3. Karena membran PPy-HOS-KClO4-KNO3 lebih konduktif daripada membran PPy-HDS-KClO4-KNO3, maka reaksi pertukaran elektron pada antarmuka membran dan logam pada elektrode Au-PPy-OS berlangsung lebih mudah daripada reaksi yang sama pada elektrode Au-PPy-DS. Data waktu respon
i (μA)
elektrode Au-PPy-OS diperlihatkan pada Tabel E.1 (Lampiran E).
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3
Py-HOS-KClO4-KNO3 Py-HDS-KClO4-KNO3
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
E (V) Gambar IV.18. Voltamogram siklik elektropolimerisasi pirol (Py) 0,05 M yang mengandung ionofor HOS 0,001 M maupun ionofor HDS 0,001 M, dengan campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M. Elektropolimerisasi dilakukan dengan teknik voltametri siklik pada rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan pemindaian sebanyak 1 siklus. Konduktivitas membran polipirol (PPy) yang diperoleh sebanding dengan arus oksidasi polimer dan monomer. PPy-HOS-KClO4-KNO3 memiliki konduktivitas yang lebih tinggi daripada PPy-HDS-KClO4-KNO3.
108
IV.5.3 Selektivitas elektrode Au-PPy-OS Parameter potensiometri yang menunjukkan kemampuan elektrode Au-PPy-OS untuk merespon anion OS- dalam larutan analit yang mengandung anion-anion lain adalah selektivitas elektrode. Seperti halnya penentuan selektivitas untuk elektrode Au-PPy-DS, penentuan selektivitas untuk elektrode Au-PPy-OS juga dilakukan menggunakan metode larutan terpisah. Dengan metode ini, setiap pengukuran potensial dilakukan terhadap larutan tunggal, dengan respon potensial elektrode diperlihatkan sebagai grafik aluran potensial terukur terhadap konsentrasi anion OS- dan grafik aluran potensial terukur terhadap konsentrasi anion-anion lain, yang tidak saling berantaraksi. Grafik linier yang mengalurkan respon potensial elektrode Au-PPy-OS terhadap konsentrasi anion-anion lain, yang digunakan untuk penentuan koefisien selektivitas elektrode, juga dapat digunakan untuk penentuan sensitivitas elektrode Au-PPy-OS terhadap anion-anion lain yang diukur. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa sensitivitas elektrode terhadap anion OS- lebih besar daripada sensitivitas elektrode terhadap anion-anion lain. Grafik respon potensial elektrode Au-PPy-OS terhadap anion OS- dan anion-anion lain pada rentang konsentrasi larutan NaOS 1,00 x 10-4 – 0,10 M diperlihatkan pada Lampiran E. Elektrode Au-PPy-OS memberikan respon potensial terhadap anion OS- maupun anion-anion lain dengan sensitivitas dan koefisien selektivitas seperti yang diperlihatkan pada Tabel IV.13. Terlihat bahwa elektrode Au-PPy-OS juga memiliki kemampuan merespon anion NO3- dengan sensitivitas yang tinggi (53,8 mV/dekade), dengan koefisien selektivitas 0,54. Hal ini menunjukkan bahwa elektrode Au-PPy-OS memiliki respon yang tinggi terhadap anion NO3-. Tabel IV.13. Sensitivitas (S) dan koefisien selektivitas (Kij) elektrode Au-PPy-OS Parameter
OS-
DBS-
DS-
F-
Cl-
Br-
I-
ClO4-
NO3-
S (mV/dkd)
58,8
6,9
25,7
23,9
40,9
38,3
34,7
42,4
53,8
17,00
1,70
1,40
10.000
8.000
5.000
-5
Kij (x10 )
109
13.000 54.000
Berkaitan dengan sensitivitas elektrode Au-PPy-OS yang tinggi terhadap anion NO3-, yaitu 53,8 mV/dekade, maka elektrode Au-PPy-OS juga dapat berfungsi sebagai elektrode sensor anion NO3- dalam suatu larutan. Sementara itu, karena koefisien selektivitas terhadap anion NO3- cukup besar (0,54), maka pengukuran respon potensial elektrode terhadap anion OS- akan mengalami gangguan apabila larutan analit yang diukur mengandung anion NO3-. Respon potensial elektrode Au-PPy-OS dengan sensitivitas yang cukup tinggi (42,4 mV/dekade) juga diberikan terhadap anion ClO4-, dengan koefisien selektivitas 0,13, sedangkan sensitivitas yang terendah (6,9 mV/dekade) diberikan terhadap anion DBSdengan koefisien selektivitas 17,00 x 10-5. Sensitivitas elektrode Au-PPy-OS terhadap anion NO3- maupun anion ClO4- yang lebih tinggi daripada sensitivitas elektrode terhadap anion-anion lain, selain anion OS-, menunjukkan bahwa selama elektropolimerisasi berlangsung, sebagian anion NO3- dari elektrolit pendukung KNO3 maupun anion ClO4- dari elektrolit pendukung KClO4 turut terjebak ke dalam matriks membran polipirol. Ketika elektrode digunakan untuk mengukur larutan analit yang mengandung anion NO3-, pada antarmuka membran dan larutan terjadi reaksi pertukaran antara anion NO3dari matriks membran polipirol dengan anion NO3- dari larutan analit. Demikian juga halnya ketika elektrode digunakan untuk pengukuran larutan analit yang mengandung anion ClO4-. Reaksi pertukaran ini menghasilkan respon potensial yang besar pada antarmuka elektrode dan larutan analit. Sementara itu, sensitivitas elektrode Au-PPy-OS terhadap anion surfaktan DScukup besar, yaitu 25,7 mV/dekade. Namun demikian, berdasarkan nilai Kij yang diberikan, yaitu 1,70 x 10-5 untuk respon potensial elektrode terhadap anion DS-, apabila larutan analit mengandung anion DS-, maka respon potensial elektrode Au-PPy-OS terhadap anion OS- tidak akan mengalami gangguan. Demikian juga halnya dengan respon potensial elektrode Au-PPy-OS terhadap anion DBS-. Elektrode Au-PPy-OS memberikan respon potensial dengan sensitivitas yang rendah terhadap anion DBS-, yaitu 6,9 mV/dekade, dengan koefisien selektivitas 17,0 x 10-5.
110
Jika dibandingkan dengan respon potensial elektrode Au-PPy-OS terhadap anionanion anorganik (F-, Cl-, Br-, I-, ClO4- dan NO3-), rendahnya koefisien selektivitas elektrode terhadap anion surfaktan DS- maupun DBS- disebabkan karena anion DS- maupun anion DBS- memiliki massa molekul relatif (Mr) yang jauh lebih besar daripada anion-anion anorganik, dengan rantai karbon yang panjang. Hal ini menyebabkan migrasi anion DS- maupun anion DBS- dari larutan analit menuju ke permukaan elektrode berlangsung lebih lambat daripada migrasi anion-anion anorganik. Fenomena yang sama diamati seperti halnya pada elektrode Au-PPy-DS, elektrode Au-PPy-OS juga memberikan respon potensial terhadap anion Fdengan koefisien selektivitas yang paling rendah, yaitu 1,40 x 10-5. Analisis yang sama dapat diperkirakan sebagai penyebab hal tersebut, yaitu akibat pembentukan molekul HF dan anion OH- akibat reaksi hidrolisis terhadap ion F-. Selain itu, ada hal menarik yang diamati dengan mengkaji Tabel IV.13 secara cermat. Terlihat bahwa di antara berbagai ion halida, sensitivitas elektrode Au-PPy-OS terhadap anion F- (berorde 1x10-5), ribuan kali lebih rendah dibandingkan dengan sensitivitas anion halida yang lain (berorde 1x10-2 - 1x10-1). Hal ini semakin memperkuat kesimpulan bahwa elektrode Au-PPy-OS memberikan respon potensial yang lebih sensitif terhadap anion surfaktan OS- daripada elektrode AuPPy-DS terhadap anion surfaktan DS-, dengan adanya anion F-. Namun demikian, ketika dalam larutan analit terdapat anion halida yang lain, ternyata gangguan dalam pengukuran anion surfaktan OS- dengan elektrode Au-PPy-OS menjadi sangat besar. Demikian juga halnya, jika dalam larutan analit terdapat anion pengganggu ClO4- dan NO3-.
IV.5.4 Ketepatan (accuracy) pengukuran Seperti halnya penentuan ketepatan pengukuran konsentrasi anion DS- dengan menggunakan elektrode Au-PPy-DS, ketepatan pengukuran konsentrasi anion OSdengan menggunakan elektrode Au-PPy-OS ditentukan berdasarkan kesalahan relatif (Kr) yang menunjukkan perbedaan relatif antara konsentrasi teoretis anion
111
OS- dengan konsentrasi hasil pengukuran secara potensiometri. Berdasarkan data kesalahan relatif (Kr) yang dinyatakan dalam Tabel E.3 (Lampiran E), elektrode Au-PPy-OS menunjukkan hasil pengukuran dengan akurasi yang baik untuk pengukuran anion OS- dalam larutan NaOS 1,00 x 10-3 M, dengan kesalahan relatif (Kr) 9 %. Sebaliknya, pengukuran respon potensial elektrode terhadap anion OS- dalam larutan NaOS 1,00 x 10-4 M memberikan akurasi yang tidak baik, dengan kesalahan relatif (Kr) 70%. Hal ini menjadi indikator mengenai rentang konsentrasi pengukuran yang memberikan respon potensial yang linier.
IV.5.5 Kestabilan respon potensial elektrode Au-PPy-OS Elektrode selektif ion yang baik harus memberikan respon potensial yang stabil terhadap ion spesifik yang diukur. Dalam percobaan ini, kestabilan respon potensial elektrode Au-PPy-OS diamati melalui pengukuran respon potensial elektrode terhadap anion OS- dari larutan standar NaOS dengan konsentrasi 1,00 x 10-4, 1,00 x 10-3 dan 1,00 x 10-2 M. Masing-masing larutan diukur sebanyak sepuluh kali pengulangan (n = 10 data), seperti halnya penentuan kestabilan respon elektrode Au-PPy-DS. Tabel E.4 (Lampiran E) memperlihatkan bahwa elektrode Au-PPy-OS memberikan respon potensial terhadap anion OSdengan simpangan baku relatif (sr) yang rendah, yaitu antara 0,09 % – 1,20 %. Hal ini menunjukkan bahwa elektrode Au-PPy-OS memberikan respon potensial yang stabil terhadap anion OS-.
IV.5.6 Kedapat-ulangan respon elektrode Seperti halnya dengan elektrode Au-PPy-DS, kedapat-ulangan respon elektrode Au-PPy-OS dinyatakan berdasarkan simpangan baku (s) respon potensial elektrode. Parameter ini ditentukan dengan mengukur respon potensial elektrode Au-PPy-DS terhadap anion OS- dalam larutan NaOS 1,00 x 10-2 M, 1,00 x 10-3 M dan 1,00 x 10-4 M. Masing-masing larutan diukur respon potensialnya sebanyak 10 kali pengulangan. Pada Tabel E.5 (Lampiran E) diperlihatkan bahwa elektrode Au-PPy-OS memberikan respon potensial terhadap anion OS- dengan simpangan baku yang rendah, yaitu antara 0,172047 hingga 0,352704. Hal ini menunjukkan
112
bahwa elektrode tersebut dapat merespon anion OS- dengan kedapat-ulangan yang baik.
IV.5.7 Rentang pH pengukuran elektrode Au-PPy-OS Konsentrasi anion OS- bebas dalam larutan analit dipengaruhi oleh pH larutan, sehingga respon potensial elektrode Au-PPy-OS terhadap anion OS- juga dipengaruhi oleh pH larutan NaOS. Pengukuran respon potensial elektrode terhadap larutan NaOS 0,01 M dengan rentang pH 2,00 – 10,00 menghasilkan pola respon potensial elektrode seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.19. Terlihat bahwa elektrode Au-PPy-OS memiliki respon potensial yang stabil pada rentang pH 5,00 – 7,00.
Gambar IV.19. Respon potensial elektrode terhadap larutan NaOS 0,01 M dengan rentang pH 2,00 – 10,00 Seperti halnya yang terjadi pada pengukuran larutan NaDS dengan elektrode AuPPy-DS, pada pH di bawah 5,00, semakin rendah pH larutan, semakin besar respon potensial elektrode. Hal ini berkaitan dengan fenomena antaraksi antara kation H+ dengan anion OS- yang menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi anion OS- bebas dalam larutan analit. Sebaliknya, pada pH di atas 7,00, semakin tinggi pH larutan, semakin rendah respon potensial elektrode. Fenomena ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya persaingan migrasi anion-anion OSdengan anion-anion OH- dalam larutan analit yang berpotensi memperlambat migrasi anion OS- menuju permukaan elektrode (Mousavi et al., 2002). Dengan
113
demikian, pH larutan yang terbaik untuk penentuan larutan NaOS dengan adalah 5,00 – 7,00.
IV.5.8 Penentuan surfaktan NaOS dalam sampel air Telah ditunjukkan bahwa elektrode Au-PPy-OS memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dan waktu respon yang lebih singkat daripada elektrode Au-PPy-DS. Namun, beberapa parameter potensiometri elektrode Au-PPy-OS yang lain menunjukkan karakteristik kurang baik bila dibandingkan dengan elektrode AuPPy-DS. Hal ini diperkirakan akan berpengaruh terhadap hasil pengukuran kandungan surfaktan NaOS dalam larutan sampel air, yang dilakukan dengan menggunakan elektrode Au-PPy-OS. Dalam penelitian ini telah dilakukan penentuan surfaktan NaOS dalam beberapa sampel air dengan elektrode Au-PPy-OS menggunakan metode penambahan standar. Kandungan surfaktan NaOS yang dapat ditentukan dengan metode ini diperlihatkan pada Tabel IV.14. Tabel IV.14. Hasil analisis kandungan NaOS dalam sampel air dengan metode penambahan standar Sampel
[NaOS] ditambahkan [NaOS] ditemukan (x 10-2 M) (x 10-2 M)
Perolehan kembali (%)
Air distilasi
1,0000
1,0000 ± 0,0020
100,0
air ledeng
1,0000
1,1420 ± 0,0040
114,2
air minum dalam kemasan (AMDK)
1,0000
2,4870 ± 0,0002
248,7
Besarnya perolehan yang diperlihatkan pada Tabel IV.14 menunjukkan bahwa kandungan NaOS dalam sampel relatif besar. Namun demikian, karena elektrode Au-PPy-OS yang digunakan untuk penentuan NaOS memiliki akurasi pengukuran yang kurang baik dan selektivitas yang relatif tinggi terhadap anion-anion lain, selain anion OS-, maka besarnya perolehan kembali dimungkinkan terjadi karena adanya anion-anion selain anion OS- yang turut terespon oleh elektrode. Untuk pengujian keakuratan data pengukuran yang diperoleh, dilakukan validasi elektrode Au-PPy-OS seperti halnya dengan validasi elektrode Au-PPy-DS. Pada
114
pengukuran anion OS- dalam larutan sampel buatan didapatkan perolehan kembali (recovery) sebanyak 121,0%, sedangkan pengukuran anion OS- yang ditambahkan ke dalam sampel tersebut memberikan perolehan kembali 150,0%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa elektrode Au-PPy-OS yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kinerja yang kurang memadai untuk pengukuran surfaktan NaOS. Data pengukuran validasi elektrode Au-PPy-OS diperlihatkan pada Lampiran E.3.
IV.6 Elektrode Au-PPy-DBS
IV.6.1 Penyiapan Elektrode Au-PPy-DBS Surfaktan natrium dodesil benzena sulfonat, NaDBS, memiliki gugus fungsi yang bermuatan negatif seperti halnya dengan surfaktan NaDS maupun NaOS. Perbedaan antara NaDBS dengan NaDS maupun NaOS adalah dalam hal gugus fungsi. Dalam hal ini, cincin benzena pada gugus fungsi senyawa NaDBS menggantikan satu atom O pada gugus sulfat dalam NaDS maupun NaOS. Dengan demikian, dapat dianalogikan bahwa elektrode sensor surfaktan NaDBS, elektrode Au-PPy-DBS, dapat disiapkan menggunakan cara dan teknik seperti pada penyiapan elektrode Au-PPy-DS maupun Au-PPy-OS. Dalam penelitian ini, elektrode sensor natrium dodesil benzena sulfonat, Au-PPyDBS, disiapkan menggunakan parameter yang merujuk pada parameter optimum untuk penyiapan elektrode Au-PPy-DS jenis 3 (elektrode 3). Telah dilakukan penyiapan elektrode Au-PPy-DBS lewat elektropolimerisasi pirol 0,05 M, dengan campuran elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M dan ionofor HDBS 1,00 x 10-3 M. Seperti halnya dengan elektrode Au-PPy-DS maupun Au-PPy-OS, elektrode Au-PPy-DBS yang diperoleh digunakan untuk mengukur respon potensial larutan NaDBS.
115
IV.6.2 Penentuan Karakteristik Potensiometri Elektrode Au-PPy-DBS Seperti halnya dengan elektrode Au-PPy-DS maupun elektrode Au-PPy-OS, sebelum digunakan untuk penentuan kandungan anion DBS- dalam larutan analit, elektrode Au-PPy-DBS yang diperoleh terlebih dahulu dikarakterisasi untuk menentukan kelayakan kinerja elektrode. Karakteristik potensiometri yang terlebih dahulu dikaji adalah sensitivitas elektrode. Pengukuran respon potensial elektrode Au-PPy-DBS terhadap anion DBSmemberikan pola respon potensial seperti yang diperlihatkan pada Gambar IV.20. Terlihat bahwa pada rentang konsentrasi 1,00 x 10-6 M – 1,00 x 10-3 M, elektrode Au-PPy-DBS memiliki sensitivitas yang rendah, yaitu 37,8 mV/dekade pada pengukuran hari ke-1, 31,7 mV/dekade pada hari ke-2 dan 29,7 mV/dekade pada hari ke-3. Sensitivitas elektrode ini tidak sesuai dengan sensitivitas yang dirujuk oleh hukum Nernst. Dengan demikian, elektrode ini tidak dapat digunakan untuk penentuan NaDBS.
(1)
(2)
Gambar IV.20. (1) Respon potensial dan (2) sensitivitas elektrode Au-PPy-DBS pada hari ke-1 – 3. Bila dibandingkan dengan sensitivitas elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DSmaupun sensitivitas elektrode Au-PPy-OS terhadap anion OS-, elektrode Au-PPyDBS memberikan respon terhadap anion DBS- dengan sensitivitas yang jauh lebih
116
rendah. Faktor dominan yang kemungkinan berpengaruh terhadap karakteristik elektrode ini adalah struktur rantai ionofor HDS maupun anion DBS- yang terjebak dalam membran polipirol. Penampang melintang dan permukaan membran PPy-HDBS-KClO4-KNO3 diperlihatkan pada Gambar IV.21. Terlihat bahwa membran ini mengandung pori-pori dengan ukuran yang heterogen. Molekul HDBS yang terjebak ke dalam membran memiliki struktur yang berbeda dengan molekul HDS maupun HOS. Molekul HDBS memiliki struktur yang lebih meruah daripada molekul-molekul HDS maupun HOS, karena HDBS memiliki sebuah cincin benzena. Adanya cincin benzena menyebabkan ikatan antara kation H+ dengan anion DBS- dalam ionofor HDBS menjadi lebih kuat dibandingkan dengan HDS maupun HOS, sehingga molekul HDBS dalam membran lebih sukar mengalami ionisasi daripada molekul HDS maupun HOS. Hal ini akan berdampak pada sedikitnya jumlah anion ionofor DBS- yang dapat mengalami reaksi pertukaran dengan anion DBS- dari larutan analit, ketika dilakukan pengukuran respon elektrode terhadap anion DBS- dalam larutan analit. Fenomena ini menjadi penyebab rendahnya sensitivitas elektrode Au-PPy-DBS terhadap anion DBS- yang diukur. Elektrode Au-PPy-DBS juga merespon anion DBS- dengan waktu respon yang lebih lama daripada waktu respon elektrode Au-PPy-DS terhadap anion DSmaupun elektrode Au-PPy-OS terhadap anion OS-, yaitu sekitar 40 – 45 detik. Elektrode Au-PPy-DS dan Au-PPy-OS memiliki waktu respon berturut-turut 15 – 18 dan 9 – 11 detik. Seperti halnya dengan membran PPy-HDS-KClO4-KNO3 maupun PPy-HOS-KClO4-KNO3, waktu respon elektrode Au-PPy-DBS berkaitan dengan konduktivitas membran PPy-HDBS-KClO4-KNO3. Pada Gambar IV.22 diperlihatkan bahwa membran PPy-HDBS-KClO4-KNO3 memiliki konduktivitas yang paling rendah, sehingga waktu respon elektrode Au-PPy-DBS bermembran PPy-HDBS-KClO4-KNO3 juga paling lama di antara ketiga elektrode yang dipelajari.
117
Penampang melintang PPy-HDBS-KClO4-KNO3
Permukaan PPy-HDBS-KClO4-KNO3
Penampang melintang PPy-HOS-KClO4-KNO3
Permukaan PPy-HOS-KClO4-KNO3
Penampang melintang PPy-HDS-KClO4-KNO3
Permukaan PPy-HDS-KClO4-KNO3
Gambar IV.21. Analisis membran polipirol dengan SEM pada bagian penampang melintang dan permukaan membran. Penampang melintang PPy-HDBS-KClO4-KNO3 diperlihatkan dengan posisi lapisan yang menempel pada elektrode berada di bagian bawah. Penampang melintang PPy-HOS-KClO4-KNO3 diperlihatkan secara terbalik dari permukaan yang menempel pada elektrode, sedangkan penampang melintang PPy-HDS-KClO4-KNO3 diperlihatkan dengan posisi miring, dengan lapisan membran yang menempel pada elektrode emas diperlihatkan pada sisi kiri-atas dan permukaan membran menghadap ke arah kananbawah. Tanda ↔ memperlihatkan bagian membran yang rapat.
Dalam membran PPy-HDBS-KClO4-KNO3 dengan konduktivitas rendah, maka elektron-elektron akan mengalami kesulitan untuk berpermeasi menembus lapisan
118
antarmuka membran dan logam. Akibatnya, pada elektrode Au-PPy-DBS, reaksi pertukaran elektron pada antarmuka membran dan logam berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan reaksi yang terjadi pada elektrode Au-PPy-DS
i (μA)
maupun elektrode Au-PPy-OS.
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3
Py-HOS-KClO4KNO3 Py-HDS-KClO4-KNO3 Py-HDBS-KClO4-KNO3
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
E (V) Gambar IV.22. Voltamogram siklik elektropolimerisasi pirol (Py) 0,05 M yang mengandung ionofor HDBS 0,001 M, HDS 0,001 M maupun HOS 0,001 M, dengan campuran dua elektrolit pendukung tunggal KClO4 0,05 M dan KNO3 0,10 M. Elektropolimerisasi dilakukan dengan teknik voltametri siklik pada rentang potensial -0,9 – 1,0 V, dengan laju pindai 100 mV/dt, arus 2 mA dan pemindaian sebanyak 1 siklus. Konduktivitas membran polipirol (PPy) yang diperoleh sebanding dengan arus oksidasi polimer dan monomer. Diperoleh urutan kenaikan konduktivitas berdasarkan hasil percobaan: PPy-HDBS-KClO4-KNO3 < PPyHDS-KClO4-KNO3 < PPy-HOS-KClO4-KNO3. Laporan penelitian ini hanya menyajikan hasil penelitian tentang kinerja elektrode Au-PPy-DS, Au-PPy-OS dan Au-PPy-DBS dengan kondisi optimum penyiapan elektrode yang merujuk pada kondisi optimum untuk penyiapan elektrode AuPPy-DS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyiapan elektrode dengan ionofor yang berbeda tidak dapat diperlakukan dengan kondisi optimum yang sama.
119