BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kota Kupang Nama Kupang sebenarnya berasal dari nama seorang raja, yaitu Nai Kopan atau Lai Kopan, yang memerintah Kota Kupang sebelum bangsa Portugis datang ke Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1436, pulau Timor mempunyai 12 kota bandar namun tidak disebutkan namanya. Dugaan ini berdasarkan bahwa kota bandar tersebut terletak di pesisir pantai, dan salah satunya yang strategis menghadap ke Teluk Kupang. Daerah ini merupakan wilayah kekuasaan Raja Helong dan yang menjadi raja pada saat itu adalah Raja Koen Lai Bissi. Pada tahun 1613, VOC yang berkedudukan di Batavia (Jakarta), mulai melakukan kegiatan perdagangannya di Nusa Tenggara Timur dengan mengirim 3 kapal yang dipimpin oleh Apolonius Scotte, menuju pulau Timor dan berlabuh di Teluk Kupang. Kedatangan rombongan VOC ini diterima oleh Raja Helong, yang sekaligus menawarkan sebidang tanah untuk keperluan markas VOC. Pada saat itu VOC belum memiliki kekuatan yang tetap di tanah Timor. Pada tanggal 29 Desember 1645, seorang padri Portugis yang bernama Antonio de Sao Jacinto tiba di Kupang. Dia mendapat tawaran yang sama dengan yang diterima VOC dari Raja Helong. Tawaran tersebut disambut baik oleh Antonio de Sao Jacinto dengan mendirikan sebuah benteng, namun kemudian benteng tersebut ditinggalkan karena terjadi perselisihan di antara mereka. VOC semakin menyadari pentingnya Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu kepentingan perdagangannya, sehingga pada tahun 1625 sampai dengan 1663, VOC melakukan perlawanan ke daerah kedudukan Portugis di pulau Solor dan dengan bantuan orang-orang Islam di Solor, Benteng Fort Henricus berhasil direbut oleh VOC. Pada tahun 1653, VOC mendarat di Kupang dan berhasil merebut bekas benteng Portugis Fort Concordia, yang terletak di muara sungai Teluk Kupang di bawah pimpinan Kapten Johan Burger. Kedudukan VOC di Kupang langsung dipimpin oleh Openhofd J. van Der Heiden. Selama menguasai Kupang sejak tahun 1653 sampai dengan tahun 1810, VOC telah menempatkan sebanyak 38 104
Openhofd dan yang terakhir adalah Stoopkert, yang berkuasa sejak tahun 1808 sampai dengan tahun 1810. Nama Lai Kopan kemudian disebut oleh Belanda sebagai Koepan dan dalam bahasa sehari-hari menjadi Kupang. Untuk pengamanan Kota Kupang, Belanda membentuk daerah penyangga di daerah sekitar Teluk Kupang dengan mendatangkan penduduk dari pulau Rote, Sabu dan Solor. Untuk meningkatkan pengamanan kota, maka pada tahun 23 April 1886, Residen Creeve menetapkan batas-batas kota yang diterbitkan pada Staatblad Nomor 171 tahun 1886. Oleh karena itu, tanggal 23 April 1886 ditetapkan sebagai tanggal lahir Kota Kupang. Setelah Indonesia merdeka, melalui Surat Keputusan Gubernur tanggal 6 Februari 1946, Kota Kupang diserahkan kepada Swapraja Kupang, yang kemudian dialihkan lagi statusnya pada tanggal 21 Oktober 1946 dengan bentuk Timor Elland Federatie atau Dewan Raja-Raja Timor dengan ketua H. A. A. Koroh, yang juga adalah Raja Amarasi. Berdasarkan Surat Keputusan Swapraja Kupang Nomor 3 tahun 1946 tanggal 31 Mei 1946 dibentuk Raad Sementara Kupang dengan 30 anggota. Selanjutnya pada tahun 1949, Kota Kupang memperoleh status Haminte dengan wali kota pertamanya Th. J. Messakh. Pada tahun 1955 ketika menjelang Pemilu, dengan Surat Keputusan Mendagri Nomor PUD.5/16/46 tertanggal 22 Oktober 1955, Kota Kupang disamakan statusnya dengan wilayah kecamatan. Pada tahun 1958 dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958, Provinsi Sunda Kecil dihapus dan dibentuk 3 daerah Swantara, yaitu Daerah Swantara Tk I Bali, Daerah Swantara Tk I Nusa Tenggara Barat dan Daerah Swantara Tk I Nusa Tengara Timur. Kemudian Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II (Kabupaten) yang antara lain Kabupaten Kupang. Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 17 Tahun 1969 tanggal 12 Mei 1969 dibentuk wilayah kecamatan yakni Kecamatan Kota Kupang. Kecamatan Kota Kupang mengalami perkembangan pesat dari tahun ke tahun. Kemudian pada tahun 1978 Kecamatan Kota Kupang ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1978, yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 September 1978. 105
Pada waktu itu Drs. Mesakh Amalo dilantik menjadi Walikota Administratif yang pertama dan kemudian diganti oleh Letkol Inf. Semuel Kristian Lerik pada tanggal 26 Mei 1986 sampai dengan perubahan status menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang. Perkembangan Kota Administratif Kupang sangat pesat selama 18 tahun, baik di bidang fisik maupun non fisik. Usulan rakyat dan Pemerintah Kota Admnistratif Kupang untuk mengubah status menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang disetujui oleh DPR RI dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang menjadi Undang-Undang pada tanggal 20 Maret 1996 dan ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia dan tertuang pada Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632 Tahun 1996. Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang diresmikan oleh Mendagri Mohammad Yogi S. M. pada tanggal 25 April 1996.Kemudian dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, maka Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang berubah menjadi Kota Kupang. Kota Kupang merupakan satu – satunya Kotamadya di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak dibagian Tenggara Indonesia yang memiliki luas wilayah 180,27 KM2. Kupang terdiri dari 6 Kecamatan yaitu : Kecamatan Oebobo, Kecamatan Alak, Kecamatan Maulafa, Kecamatan Kota Raja, Kecamatan Kota Lama dan Kecamatan Kelapa Lima dan 51 Kelurahan. Kota Kupang teletak diantara100 36‟ 34” – 100 39‟ 58” Lintang Selatan 1230 32‟ 23” – 1230 37‟ 01” Bujur Timur. Luas wilayah Kota Kupang keseluruhan yang meliputi dua matra (matra darat dan matra laut) adalah 260,127 km² (26.012,74 Ha), dan dengan jumlah penduduk pada tahun 20015 sebanyak 291.848. 1. Batas Wilayah Kota Kupang : a. Bagian Timur: berbatasan dengan Kecamatan Kupang Tengah dan Kupang Barat-Kabupaten Kupang b. Bagian Barat: berbatasan dengan Kecamatan Kupang Barat dan Selat Semau – Kabupaten Kupang c. Bagian Utara : berbatasan dengan Teluk Kupang d. Bagian Selatan: berbatasan dengan Kecamatan Kupang Barat – Kabupaten Kupang. 106
Gambar : 4.2 Peta Kota Kupang
Pembagian Wilayah : Wilayah Pemerintah Kota Kupang Terbagi dalam 6 Kecamatan dan 51 Kelurahan, yaitu: a.
Kecamatan Alak terdiri dari 12 Kelurahan
b.
Kecamatan Maulafa terdiri dari 9 Kelurahan
c.
Kecamatan Oebobo terdiri dari 7 Kelurahan
d.
Kecamatan Kota Raja terdiri dari 8 Kelurahan
e.
Kecamatan Kelapa Lima terdiri dari 5 Kelurahan
f.
Kecamatan Kota Lama terdiri dari 10 Kelurahan
2. Tujuan, Kebijakan Dan Strategis Setiap wilayah memiliki tingkat regulasi masing-masing sesuai koridor perdanya, maka: a. Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Kupang adalah :
107
1) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam pengelolaan pengembangan kota; 2) terwujudnya kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan ruang kota; 3) Terwujudnya konsistensi pembangunan dengan mengacu pada kemampuan dan peruntukkan ruang; 4) Terwujudnya fungsi dan peranan Wilayah Kota Kupang sebagai Pusat Pemerintahan,
Perdagangan
dan
Jasa,
Pendidikan,
Kesehatan,
Pariwisata dan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berbasis kota tepi Pantai atau Waterfront City yang berkelanjutan; 5) Terciptanya pola tata ruang dan pemanfaatan ruang yang serasi dan optimal di BWK I, BWK II, BWK III, BWK IV, BWK V, BWK VI dan BWK VII tanpa mengabaikan aspek kelestarian lingkungan kehidupan perkotaan; 6) Terumuskannya
strategi
dan
kebijakan
pembangunan
dan
pengembangan di setiap Bagian Wilayah Kota (BWK); dan 7) Tersedianya sarana dan prasarana perkotaan di setiap Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Kupang untuk 20 (dua puluh) tahun kedepan. b. Kebijakan 1) Struktur Ruang Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi: a) Peningkatan sistem pelayanan kegiatan kota yang merata dan berhierarki yang membentuk Kota Tepi Pantai atau Waterfront City; dan; b) Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan sarana dan prasarana transportasi jalan pesisir dan lainnya, telekomunikasi, energi, sumber daya air, serta infrastruktur perkotaan secara terpadu dan merata serta mendukung kota tepi pantai; (1) Strategi peningkatan sistem pelayanan kegiatan kota yang merata dan berhierarki yang membentuk kota tepi pantai atau Waterfront City sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi : 108
(a) meningkatkan peran pusat pelayanan yang telah ada dengan melengkapi sarana dan prasarana sesuai skala pelayanan, seperti fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas keagamaan, fasilitas taman dan olahraga, dan fasilitas lainnya; (b) menetapkan dan mengembangkan pusat pelayanan baru pada kawasan bagian utara yang mendukung konsep kota tepi pantai yang berdasarkan keseimbangan lingkungan dan keberlanjutan; (c) mendorong pusat-pusat pelayanan kota lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah kota dan sekitarnya; dan (d) mengendalikan perkembangan kawasan sesuai dengan fungsi dan batasan pengembangannya; (2) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan sarana dan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, sumber daya air, serta infrastruktur perkotaan secara terpadu dan merata serta mendukung kota tepi pantai sebagaimana dimaksud pada huruf b, meliputi: (a) meningkatkan kualitas jaringan jalan dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut dan udara, sehingga dapat mendukung pengembangan konsep kota tepi pantai; (b)mengembangkan sistem angkutan umum yang terdiri atas angkutan umum dalam kota, antar kota dan kabupaten; (c) mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi pada kawasan-kawasan
yang
belum
terlayani
dan
wilayah
pengembangan baru; (d)meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tidak terbarukan serta mengembangkan sumber energi teknologi tepat guna;
109
(e) mendorong pengembangan sistem pelayanan sumberdaya air bagi pemenuhan kebutuhan pelayanan air bersih dengan tetap memperhatikan upaya konservasi tanah dan air; (f) meningkatkan pelayanan jaringan air bersih sehingga menjangkau seluruh wilayah Kota Kupang; (g)mendorong pengembangan sistem pengelolaan air limbah secara terpadu
yang memperhatikan aspek kesehatan
lingkungan; (h)meningkatkan pelayanan sistem pengelolaan persampahan mulai dari sumber sampah hingga Tempat Pemrosesan Akhir di seluruh wilayah Kota Kupang dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan daya dukung lingkungan; (i) meningkatkan pengembangan sistem drainase yang dapat menghindari genangan air di wilayah kota; (j) mendorong penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana pejalan kaki pada ruang sisi jalan, sisi pantai atau jogingtrack, kawasan perdagangan, perkantoran, dan ruang terbuka hijau; dan (k)mendorong penyediaan jalur evakuasi bencana dalam bentuk jalur pelarian dan tempat penampungan baik dalam skala kota, kawasan maupun lingkungan; 2) Pola Ruang Kebijakan pengembangan kawasan lindung Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi: a) pemeliharaan dan perwujudan fungsi lingkungan hidup, meliputi: (1) melindungi
kelestarian
keberlangsungan
kawasan
kehidupan
lindung
masyarakat
sebagai
kota;
(2)
penopang membatasi
perkembangan kawasan terbangun pada kawasan yang berfungsi lindung agar daya dukung lingkungan wilayah kota tetap terjamin; dan; (3) mengembangkan Ruang Terbuka Hijau yang kemudian disebut RTH, di wilayah Kota Kupang dengan luasan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota; (4) pencegahan dampak 110
negatif kegiatan manusia yang dapat
menimbulkan kerusakan
lingkungan, meliputi; mempertegas fungsi kawasan lindung sebagai upaya memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat; (a) menertibkan dan mengembalikan fungsi kawasan lindung untuk mempertahankan kawasan tersebut sesuai fungsinya; (b) mengatur kawasan lindung yang mengalami konflik kepentingan secara bijak dengan mengedepankan kelestarian lingkungan dan hajat hidup masyarakat; (b) Kebijakan pengembangan kawasan budidaya. b) Kebijakan pengembangan kawasan meliputi : (1) Strategi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya meliputi: menetapkan kawasan budidaya dan memanfaatkan sumber daya alam di ruang darat, laut, udara, dan dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pengembangan wilayah dan mengelola pemanfaatan kawasan budidaya yang mengalami konflik kepentingan dengan kawasan budidaya lainnya diselesaikan secara bijak dan mengedepankan kepentingan umum. (2) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan meliputi; (a) membatasi perubahan fungsi kawasan budidaya pertanian pangan yang berada di wilayah kota terutama yang mendapatkan prasarana saluran irigasi teknis sebagai kawasan ketahanan pangan kota; (b) mengatur intensitas pemanfaatan ruang kota dilakukan secara gradasi dari kawasan pusat kota hingga kawasan alami; (c) menetapkan ketentuan-ketentuan peraturan zonasi pada masing-masing kawasan budidaya sesuai dengan karakteristiknya; (d) mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana pada kawasan rawan bencana; dan (e) mengendalikan pemanfaatan di kawasan budidaya melalui mekanisme perizinan. (3) Strategi pengembangan dan penataan kawasan pesisir pantai dalam rangka perwujudan kota tepi pantai yang berkelanjutan meliputi; 111
(a) mengelola pemanfaatan ruang pesisir dan laut sesuai dengan zonasi kawasan dan berorientasi pada penataan kota tepi pantai; (b) membatasi kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian kawasan pesisir.
c. Strategis Kebijakan. 1) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan
keseimbangan
ekosistem meliputi: (a) melestarikan kawasan lindung kota dengan mempertahankan keanekaragaman hayati dan keunikan bentangan alam untuk keberlanjutan lingkungan hidup Kota Kupang; (b) mengelola pemanfatan kawasan strategis pesisir Kota Kupang agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan; dan (c) mengelola dampak negatif kegiatan budidaya pada kawasan strategis agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan. 2) Strategi pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian kota dan wilayah yang produktif, efisien dan mampu bersaing dalam perekonomian regional, nasional dan internasional meliputi: (a) mengembangkan kawasan strategis Kota Kupang sebagai kawasan pusat pertumbuhan dan kawasan unggulan yang berbasis pada kegiatan perdagangan, pariwisata, perikanan, industri dan potensi kekayaan alam lainnya. (b) meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi pada kawasan strategis; (c) menciptakan iklim investasi yang kondusif; dan (d) mengintensifkan promosi peluang investasi. 3) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan meliputi:
112
(a) menetapkan Bandar Udara El Tari sebagai kawasan strategis dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan; (b) mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar Bandar Udara El Tari yang merupakan kawasan strategis dari sudut pertahanan dan keamanan; dan (c) memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan/TNI. 3. Tingkat Pendidikan Kota Kupang Kota Kupang memiliki sarana pendidikan milik pemerintah dan yang dikelola oleh swasta untuk pendidikan formal dan informal dari tingkat PAUD, PlayGroup,TK, SD, SLTP dan SLTA serta Perguruan Tinggi. Taman KanakKanak Kota Kupang memiliki Sekolah Taman Kanak-Kanak Lebih dari 90 sekolah. a. Sekolah Dasar Sekolah Dasar/Ibtida'iyah yang ada di Kota Kupang tak kurang dari 130 sekolah. b. Sekolah Menengah Pertama Jumlah Sekolah Menengah Pertama/MTs yang tersebar di Kota Kupang sebanyak lebih dari 50 sekolah. c. Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Atas/MA yang ada di Kota Kupang sebanyak 54 sekolah, yang terdiri dari lebih dari 30 SMA dan tak kurang 20 Sekolah Kejuruan/SMK.
113
B. Hasil Penelitian Peraturan Daerah (Perda) merupakan sebuah kebijakan pemerintah daerah yang dituangkan ke dalam bentuk dokumen peraturan daerah yang dibuat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada disuatu daerah dan sebagai dasar bagi Pemerintah Daerah untuk menjalankan suatu kebijakan. Selain dalam bentuk Perda, penyelesaian masalah yang timbul dalam suatu daerah juga diwujudkan dalam bentuk Perbup maupun rencana strategis. Kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah baik dalam bentuk Perda maupun Perbup harus dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan agar apa yang menjadi tujuan dari sebuah kebijakan tersebut dapat tercapai. Kebijakan sendiri tidak mesti harus berbentuk peraturan daerah saja melainkan bisa juga berupa instruksi langsung dari seorang pimpinan atau kepala Daerah di suatau tempat atau instansi tertentu, yang kemudian instruksi tersebut harus dilaksanakan oleh bawahannya. Tentunya para kepala Dinas yang terkait dengan perkembangan olahraga di Kota Kupang juga berhak untuk membuat sebuah kebijakan sendiri yang dimana tujuannya tidak lain adalah untuk mengatur apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Dinas Dikpora dan KONI merupakan instansi yang sebenarnya diberikan tanggung jawab untuk memajukan bidang keolahragaan yang ada di Kota Kupang, namun semua itu tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa adanya kerjasama yang harmonis antara lembaga daerah yang satu dengan yang lainnnya juga. Untuk memajukan atau menarik minat masyarakat agar gemar berolahraga disinilah diperlukan sebuah kebijakan dari para pemangku kepentigan supaya membuat sebuah kebijakan yang dimana didalam kebijakan tersebut sekiranya nati bisa memberikan manfaat positif untuk masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Dalam bab ini akan menjelaskan tentang apa yang sudah peneliti melihat dan mengamati langsung di lapangan. Peneliti mengambil subyek sebanyak 14 sekolah menengah atas (SMA) unggul di kota Kupang yang berkaitan langsung dengan prosedur, pemerataan, ketercukupan, dan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan olahraga.
114
1. Kebijakan Prosedur Penyediaan
Sarana dan Prasarana
Olahraga
Pendidikan. Sedangkan pengertian prosedur menurut Ismail masya (1994 : 74) mengatakan bahwa “Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulangulang”. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan prosedur adalah suatu tata cara kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan urutan waktu dan memiliki pola kerja yang tetap yang telah ditentukan. Dari hasil wawancara dengan Bapak Ambosius Moa S.pd jabatan sebagai kabid Pemuda Dan Olahraga Kota Kupang menyatakan bahwah sampai saat ini dalam prosedur tentang sarana dan prsarana olahraga pendidikan di tingakat sekolah menegah atas ( SMA ) belum terealisasi dan belum berjalan dengan baik. Karena belum ada sarana dan prasarana sampai saat ini untuk diolahraga di tingkat Nasional. Ada beberapa dasar hukum terhadap program DAK bidang pendidikan ini,dan dasar hukum inilah yang menjadi pokok perhatian utama untuk menjawab pertanyaan di atas. a. Dasar hukum pertama adalah Undang-Undang (UU) No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1) Pasal 49 ayat (3), menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” 2) Pasal 53 ayat (3) menyatakan bahwa penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang berbentuk badan hukum pendidikan berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. 2) Dasar hukum kedua adalah Undang-Undang (UU) No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.
115
a. Pasal 4 ayat (1), menentukan: “Pengelolaan dana secara mandiri oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali di dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.” b. Pasal 40 ayat (5), menentukan: “Dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang disalurkan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk Badan Hukum Pendidikan diterima dan dikelola oleh pemimpin organ pengelola pendidikan. 3) Dasar hukum ketiga adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Pasal 83 ayat (1) menentukan: “Dana pendidikan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah diberikan kepada satuan pendidikan dalam bentuk hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” 4) Dasar hukum keempat adalah Keputusan Presiden (Keppres) No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah a. Pasal 39 ayat (2), menentukan: “Swakelola dapat dilaksanakan oleh: a. Pengguna barang/ jasa ; b. Instansi pemerintah lain; c. Kelompok masyarakat / lembaga swadaya masyarakat penerima hibah. b. Lampiran I Bab. III, A, 2, c, menentukan: “Swakelola oleh penerima hibah
adalah
pekerjaan
yang
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
pengawasannya dilakukan oleh penerima hibah (kelompok masyarakat, LSM, komite sekolah/pendidikan, lembaga pendidikan swasta/lembaga penelitian/ilmiah non badan usaha dan lembaga lain yang ditetapkan oleh pemerintah) dengan sasaran ditentukan oleh instansi pemberi hibah.” 5) Dasar
hukum
kelima
adalah
Peraturan
Menteri
Dalam
Negeri
(Permendagri) No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah
116
a. Pasal 33 ayat (1) menentukan: “DAK Bidang Pendidikan dialokasikan melalui mekanisme belanja hibah pada sekolah.” b. Pasal 33 ayat (6) menentukan: “Kepala Sekolah selaku penerima hibah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan DAK Bidang Pendidikan
dan
realisasi
keuangan
di
satuan
sekolah
yang
dipimpinnya.” c. Pasal 33 ayat (7) menentukan: Pelaksanaan program kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan secara swakelola oleh sekolah selaku penerima hibah dengan melibatkan komite sekolah.” 6) Dasar hukum keenam adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 5 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010 a. Pasal 3 menentukan: “DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 diarahkan untuk pembangunan ruang/gedung perpustakaan SD/SDLB dan SMP, pengadaan meubelair perpustakaan SD/SDLB dan SMP, penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan SD/SDLB dan SMP, pembangunan ruang kelas baru (RKB) SMP, dan rehabilitasi ruang kelas (RRK) SMP. b. Lampiran 1, II, C, 7 menentukan: “DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2010 diberikan secara langsung dalam bentuk hibah kepada satuan pendidikan (SD/SDLB dan SMP) dan dilaksanakan secara swakelola, dengan melibatkan Komite Sekolah dan partisipasi masyarakat di sekitar sekolah sebagai bagian integral dari sistem manajemen berbasis sekolah (MBS). 7) Dasar hukum ketujuh adalah Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) No. 698/C/KU/2010 perihal Tata Cara Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010. 2.
Kebijakan Tentang Ketersediaan Sarana dan Prasarana Olahraga Pendidikan Ketersediaan merupakan kesiapan suatu sarana (tenaga, barang, modal,
anggaran) untuk dapat digunakan atau dioperasikan diwaktu yg telah ditentukan 117
Atau persiapan untuk dapat digunakan atau di operasikan dalam waktu yang telah di tentukan. Dari penjelasan sarana dan prasarana olahraga pendidikan tidak terlepas juga soal ketersedian anggaran yang sudah di programkan dari pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana olahraga pendidikan di kota kupang khusunya di SMA se kota kupang. Peneliti menemukan langsung belum ada pemerataan dan minim sekali bantuan dari pemerintah pusat untuk sarana dan prasarana olahraga pendidikan yang ada di kota kupang. Peneliti melihat bahwa SMA Unggul se kota Kupang masih kurang sekali sarana dan prasarana olahraga pendidikan dan tidak bisa di pergunakan untuk melaksanakan kegiatan olahraga di sekolah. Dari semua itu meskipun minim jumlahnya tetapi ada beberapa sekolah seperti sekolah swasta
yang
bisa
mencukupi
kegiatan
memperjelasnya bisa lihat di tabel di bahwah ini.
118
belajarnya
mengajarnya.lebih
Tabel : 4.1 Nama Barang dan Merk Sarana dan Prasarana Olahraga Pendidikan di SMA Yang Ada di Kota Kupang NO
MEREK
VOLUME
(1)
(2)
(3)
1
Bola Kaki SNI
25
2
Bola Futsal SNI
13
3
Bola Volly SNI
16
4
Net bola Volly SNI
12
5
Bola Basket SNI
27
6
Ring Basket SNI
9
7
Shutlekock SNI
8
8
Raket Bulutangkis SNI
19
9
Net Bulutangkis SNI
18
10
Bad tenis Meja SNI
7
11
Net tenis Meja SNI
7
12
bola sepak Takraw SNI no 8
13
Net Takraw SNI
15
Tolak peluru Putra SNI
13
16
Tolak peluru Putri SNI
14
17
Meteran Baja SNI
18
Cones SNI
19
Lempar Lembing Putra SNI
18
20
Lempar lembing putri SNI
25
21
Lempar cakram putra SNI
18
22
Lempar cakram putrid SNI
8
23
Tongkat Estafek SNI
13
25
Tali Pramuka SNI
17
26
Tas P 3 K SNI
27
Matras Senam SNI
28
Simpai SNI
21
Jumlah 119
305
Dilihat dari tabel di atas .Maka di jelaskan bahwa kelengkapan sarana dan prasarana olahraga di Kota Kupang di kategorikan renda. 3.
Kebijakan Pemerintah Tentang Pemerataan Sarana dan Prasarana Olahraga Pendidikan SMA Unggul di Kota Kupang. Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai peran berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for all. Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu Equality dan Equity. Equality atau persamaan mengandungn arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan , sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama. Coleman
dalam
bukunya
Equality
of
educational
opportunity
mengemukakan secara konsepsional konsep pemerataan yakni : pemerataan aktif dan pemerataan pasif. Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan untuk mendaftar di sekolah, sedangkan pemerataan aktif bermakna kesamaan dalam member kesempatan kepada murid-murid terdaptar agar memperoleh hasil belajar setinggi-tingginya (Ace Suryadi , 1993 : 31). Dalam pemahaman seperti ini pemerataan pendidikan mempunyai makna yang luas tidak hanya persamaan dalam memperoleh kesempatan pendidikan, tapi juga setelah menjadi siswa harus diperlakukan sama guna memperoleh pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat berwujud secara optimal. Dengan demikian dimensi pemeratan pendidikan mencakup hal-hal yaitu equality of access, equality of survival. equality of output, dan equality of outcome. Apabila dimensi-dimensi tersebut menjadi landasan dalam mendekati masalah pemerataan pendidikan, nampak betapa rumit dan sulitnya menilai 120
pemerataan pendidikan yang dicapai oleh suatu daerah, apalagi bagi negara yang sedang membangun dimana kendala pendanaan nampak masih cukup dominan baik dilihat dari sudut kuantitas maupun efektivitas. Era global ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan industri, kompetisi yang ofensif dalam semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi, diperlukan SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga ke pelosok negeri. Mereka yang paling memerlukan layanan pendidikan dalam mengantisipasi persaingan global di samping penyandang buta huruf adalah masyarakat miskin di tempat tempat yang jauh dan tersebar. Guna mengatasi hal yang tidak mungkin diselenggarakan pendidikan konvensional atau tatap muka ini perlu ditempuh strategi yang memanfaatkan potensi dan kemajuan teknologi baru. Untuk itu, agenda penting yang harus menjadi prioritas adalah peningkatan pemerataan pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat miskin yang berjumlah sekitar 38,4 juta atau 17,6 persen dari total penduduk. Problem mereka, kemiskinan menjadi hambatan utama dalam mendapatkan akses pendidikan. Selain itu, daerah-daerah di luar Jawa yang masih tertinggal juga harus mendapat perhatian guna mencegah munculnya kecemburuan sosial. Di Indonesia, yang paling memerlukan pendidikan adalah mereka yang berada di daerah miskin dan terpencil. Untuk mengatasi kebutuhan pendidikan bagi mereka adalah upaya penerapan cara non konvensional. Cara lain itu adalah memanfaatkan potensi, kemajuan serta keluwesan teknologi.baru. Sekalipun teknologi baru seperti teknologi komunikasi, informasi dan adi-marga menawarkan pemerataan pendidikan dengan biaya yang relatif rendah (Ono Purbo, 1996), penggunaannya masih merupakan jurang pemisah antara „yang kaya‟ dan „yang miskin‟. Di samping itu, sekalipun teknologi dapat menjangkau yang tak terjangkau serta dapat menghadirkan pendidikan kepada warga belajar, mereka yang terlupakan tetap dirugikan karena bukan hanya tetap buta teknologi tetapi tertinggal dalam hal ilmu pengetahuan.
121
Mayoritas kaum miskin di Indonesia tinggal di tempat-tempat jauh yang terpencil. Mereka praktis kekurangan segalanya; fasilitas, alat-alat transportasi dan komunikasi di samping rendahnya pengetahuan mereka terhadap teknologi. Bila pendidikan ingin menjangkau mereka yang kurang beruntung ini bila perbaikan hidup masyarakat yang lebih banyak ini yang menjadi sasaran kita dengan menyediakan pendidikan yang lebih berkualitas; lebih efektif dan cepat kondisi yang proporsional harus diciptakan dengan memobilasasi sumber-sumber lokal dan nasional. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu antara perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun antargender. Sampai saat ini pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau Perda maupun dari Dinas PPO kota Kupang belum memprogramkan dengan baik tentang pemerataan sarana dan prasarana olahraga pendidikan. Jadi untuk data yang telah di ambil dari
lapangan adalah menunjukan sarana dan prasarana
olahraga pendidikan yang ada di kota kupang belum merata baik dari sekolah swasta maupun dari sekolah negeri. Setelah penelitih melakukan wawancara dengan kepala kabit sekolah menengah Atas (DIKMENUM) di kota Kupang Bapak Oktovianus Seran S.pd,M.si menyatakan bahwa belum ada program pembangunan sarana dan prasarana di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). dari pernyataan tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa : a.
Bantuan dari pemerintah pusat
sampai saat ini belum ada program
tentang pemerataan sarana dan prasarana olahraga pendidikan baik dari tingkat SD, SMP, SMA. b.
Dari pemerintah daerah (Perda) juga belum terealisasikan dan belum ada kebijakan langsung dari pemerintah setempat tentang pemerataan sarana dan prasarana olahraga pendidikan khususnya sekolah menegah atas (SMA) yang ada di kota Kupang.
4.
Kebijakan Tentang Ketercukupan Sarana dan Prasarana Olahraga Pendidikan
122
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat serta berperan untuk meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan sangat penting karena merupakan dasar untuk pengembangan pola berpikir konstruktif dan kreatif. Dengan pendidikan yang cukup memadai, maka seseorang akan bisa berkembang secara optimal baik secara ekonomi maupun sosial. Pendidikan itu sendiri dapat dipandang dari arti luas dan arti teknis, atau dalam arti hasil dan dalam arti proses. Dalam arti yang luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa, watak, atau kemampuan fisik individu. (Kneller 1967 :63 dalam Dwi Siswoyo 2008 : 17). Fasilitas pendidikan merupakan sarana dasar yang diperlukan dalam program pendidikan dan merupakan salah satu fasilitas sosial yang penting bagi penduduk. Ketercukupan fasilitas pendidikan yang menyangkut sarana dan prasarana akan sangat menunjang keberhasilan program pendidikan. Fasilitas pendidikan bersama dengan fasilitas sosial lainnya seperti fasilitas peribadatan, kesehatan, kependudukan, melayani kebutuhan penduduk yang memberi kepuasan sosial, mental dan spiritual. Dalam ketercukupan sarana dan prasarana pendidikan di kota kupang sangat kurang sekali karena masih banyak sekolah-sekolah yang belum terpenuhi. Dari APBD propinsi dan APBD daerah tidak ada program untuk membangun sarana dan prasarana olahraga pendidikan maka bisa di simpulkan bahwa untuk ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan khususnya di sekolah menenga atas (SMA). di kota Kupang belum memenuhi standar untuk pengembangan olahraga pendidikan. Lebih jelasnya bisa di lihat di Tabel di bahwa ini :
123
Angket tentang ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan di SMA Unggulan Kota Kupang. Tabel 4.2 Angket tentang ketercukupan sarana dan prasarana pendidikan. No
1.
Aspek
Responden
Bagaimana alur prosedur dalam penyediaan sarana dan prasarana olaraga pendidikan di sekolah saudara? a. Dengaan membuat
12
proposal kemudian di ajukan pada kepala sekolah. b. Mengajukan proposal
11
yang di setujui kepalah sekolah dan komite sekolah. c. Terserah kepalah
2
sekolah d. Menungngu bantuan
10
dari pemda atau pusat. e. Lainnya…
0
124
2
Menurut saudara bantuan sarana dan prasarana olaraga dari pusat ke sekolah SMA saudara? a. Cukup merata
12
b. Dapat bantuan banyak
2
c. Tidak merata
11
d. Tidak pernah dapat
7
bantuan e. Lainnya……. 3
0
Bagaimana ketersedian sarana dan prasarana olaraga pendidikan di sekolah saudara?
4
a. Kurang
14
b. Tidak ada
0
c. Kurang sekali
14
d. berlebihan
0
e. lainnya
0
Bagaimanah ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan di tempat saudara mengajar ? a. cukup
2
b. sangat cukup
2
c. kurang
12
d. kurang sekali
13
e. lainnya…
0
125
Data dari tabel di atas merupakan peneliti mengambil langsung dari subyek penelitiannya di 14 sekolah SMA yang ada di kota Kupang. Berdasarakan tabel di atas maka bisa di jelaskan dari responden itu yaitu dari prosedur, pemerataan, ketersediaan, dan ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan SMA se kota Kupang kategori sangat rendah . Sesuai dengan penjelasan di tabel di atas itu bisa di tuliskan dengan merek sesuai dengan standar nasioanal dan juga sekolah menenga atas (SMA) se-kota Kupang yang lebih khususnya adalah sekolah-sekolah unggul yang ada di kota Kupang sebanyak 14 sekolah yang ada di kota Kupang. Tabel 4.3: Daftar Sekolah Menengah Atas Unggulan se Kota Kupang No.
Nama Sekolah
Alamat
Status
1
SMA Katholik Giovanni
Jl. Jend. Ahmad Yani No. 48
Swasta
2
SMA Kristen Mercusuar
Jl. Herewila Kupang
Swasta
3
SMA Muhammadiyah
Jl. K.H. Dahlan No. 17 A
Swasta
Kupang 4
SMA Negeri 10 Kupang
FATUKOA
Negeri
5
SMA Seminari St. Rafael
JL. Thamrin No. 15 Oepoi
Swasta
6
SMAN 1 Kupang
Jl. Cak Doko No. 59
Negeri
7
SMAN 2 Kupang
Jl. Perintis Kemerdekaan
Negeri
8
SMAN 3 Kupang
JL W.J.LALAMENTIK
Negeri
9
SMAN 5 Kupang
Jl. W.J. Lalamentik
Negeri
10 SMAN 6 Kupang
Jl. H. R. Koroh
Negeri
11 SMAN 7 Kupang
Jl. Frans Da Romes
Negeri
12 SMAN 8 Kupang
JL.M.B. MAIL
Negeri
13 SMAN 9 Kupang
JL.THAMRIN
Negeri
14 SMAN 4 Kupang
JL. KETAPANG 2
Negeri
Selanjutnya berdasarkan data yang sudah di ambil dari beberapa sekolah itu yang memiliki ketersediaan areal terbuka,kurang,,cukup dan lebih.itu biasa dilihat di tabel tersebut.
126
Tabel 4.4: Ketersediaan sarana dan prasarana serta indeks ruang terbuka SMA unggulan di Kota Kupang. NO
SMA
JUMLAH
RUANG
SISWA
TERBUKA(M2)
INDEKS
1
SMA Negeri I
975
1565
0.549
2
SMA Negeri 2
856
1201
0.400
3
SMA Negeri 3
785
2890
0.075
4
SMA Negeri 4
843
2644
0.896
5
SMA Negeri 5
568
1750
0.880
6
SMA Negeri 6
687
2556
0.075
7
SMA Negeri 7
423
1327
0.896
8
SMA Negeri 8
510
2000
0.080
9
SMA Negeri 9
465
1210
0.743
10
SMA Negeri 10
187
2200
0.240
123
1786
0.296
11
SMA Seminari ST. Rafaeel Kupang
12
SMA Giovani Kupang
354
1438
0.082
13
SMA Muhhamadyah
674
2123
0.899
14
SMA Mercusuar
191
2400
0.256
JUMLAH
7641
2709
6,367
Maka sesuai dengan pernyataan diatas proses analisis yang pertama adalah mereduksi data dari keempat indikator yaitu ruang terbuka, peneliti akan memfokuskan pada prasarana olahraga pendidikan seperti stadion standar untuk sepakbola dan nomor-nomor atletik, gedung olahraga, kolam renang, lapanganlapangan olahraga futsal, voli, takraw, tennis, badminton, basket, baik indoor maupun outdoor, sirkuit, dan jalur jogging. Ketika ingin menghitung indeks ruang terbuka, maka yang pertama dilakukan adalah menghitung rasio luas ruang terbuka olahraga dibagi dengan jumlah Siswa nilai aktual. Angka standar ruang terbuka adalah 3,5 Artinya nilai maksimum luas ruang terbuka adalah 3,5 127
per orang.
dan nilai minimum
adalah
0
. Setelah semua angka didapatkan kemudian dihitung dengan
menggunakan rumus:
Sesuai dengan perhitungan rumus diatas maka didapat nilai indeks Runag terbuka tiap-tiap sekolah se-kota kupang yaitu: 1. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 975 dan luas areal terbuka yang tersedia 1565 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 1,607 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 1,607 : 3.5 = 0.459 M 2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.549 M2. 2. SMA Negeri 2 Kupang dengan jumlah siswa 856 dan luas areal terbuka yang tersedia 1201 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 1,403 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 1.403 : 3.5 = 0.400 M 2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 2 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.400 M2. 3. SMA Negeri 3 Kupang dengan jumlah siswa 785 dan luas areal terbuka yang tersedia 2890 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 3.681 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.681 : 3.5 = 0.075 M 2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 3 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.075 M2. 4. SMA Negeri 4 Kupang dengan jumlah siswa 843 dan luas areal terbuka yang tersedia 2644 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 3.136 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.136 : 3.5 = 0.896 M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 4 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.896 M2. 5. SMA Negeri 5 Kupang dengan jumlah siswa 568 dan luas areal terbuka yang tersedia 1750 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 3.080 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.080 : 3.5 = 0.880 M 2.
128
sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.880 M2. 6. SMA Negeri 6 Kupang dengan jumlah siswa 687 dan luas areal terbuka yang tersedia 2556 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 3.720 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.720 : 3.5 = 0.075 M 2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 6 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.075 M2. 7. SMA Negeri 7 Kupang dengan jumlah siswa 423 dan luas areal terbuka yang tersedia 1327 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 3.135 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.135 : 3.5 = 0.896 M 2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 7 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.896 M2. 8. SMA Negeri 8 Kupang dengan jumlah siswa 510 dan luas areal terbuka yang tersedia 2000 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 3.921 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.921 : 3.5 = 0.080 M 2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 8 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.080 M2. 9. SMA Negeri 9 Kupang dengan jumlah siswa 465 dan luas areal terbuka yang tersedia 1210 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 2.602 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 2.602 : 3.5 = 0.743 M 2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 9 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.743 M2. 10. SMA Negeri 10 Kupang dengan jumlah siswa 187 dan luas areal terbuka yang tersedia 2200 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 11,764 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 11,764: 3.5 = 0.240 M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 10 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.240 M2. 11. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 123 dan luas areal terbuka yang tersedia 1786 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 14,520 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 14,520 : 3.5 = 0.296 M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.296 M2. 129
12. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 354 dan luas areal terbuka yang tersedia 1438 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 4.062 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 4.062 : 3.5 = 0.082M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.082 M2. 13. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 674 dan luas areal terbuka yang tersedia 2123 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 3.149 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 3.149: 3.5 = 0.899 M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.899 M2. 14. SMA Negeri 1 Kupang dengan jumlah siswa 191 dan luas areal terbuka yang tersedia 2400 m2 sehingga mendapatkan nilai aktulnya adalah = 12,565 dan nilai actual dibagi nilai minimum yaitu 12,565 : 3.5 = 0.256 M2. sehingga Indeks Ruang terbuka SMA 1 kupang sangat kurang sekali sebesar 0.256 M2.
C. Pembahasan Dalam pembahasan ini akan dijelaskan 4 faktor yaitu bagaimana kebijakan pemerintah tentang prosedur, pemerataan, ketersediaan, ketercukupan SMA sekota kupang pada tahun 2015. Dan dari ke empat aspek ini akan di jelaskan sebagai berikut : 1.
Prosedur penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang ada di kota Kupang Sarana prasarana dan tenaga pendidikan yang layak. Oleh karena itu, Walikota berharap melalui rapat koordinasi dan evaluasi pendidikan ini akan ditemukan permasalahan-permasalahan di bidang pendidikan, yang tentunya harus disertai dengan alternatif solusinya. Sebagai contoh pendistribusian guru-guru agar jangan ada penumpukan di sekolah-sekolah tertentu tapi harus dibagi untuk semua sekolah. Mengakhiri sambutannya, Walikota menyampaikan beberapa hal penting antara lain, berharap agar evaluasi kemajuan kinerja pendidikan dapat dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan sehingga dapat 130
melakukan pembenahan guna menghasilkan output yang diharapkan. Diharapkan kepada kepala sekolah, para guru serta anak didik untuk mempersiapkan diri serta mental yang baik untuk menghadapi ujian nasional 2013. Dalam waktu dekat juga akan ada penerimaan siswa baru untuk itu kepada kepala sekolah bersama panitia penerimaan siswa baru melakukan tugas secara profesional dengan mengedepankan disiplin, etika dan kompetensi dari calon siswa sesuai ketentuan yang berlaku, namun tetap memperhatikan calon siswa yang berdomisili disekitar sekolah. Pada kesempatan ini pula Walikota memberikan apresiasi terhadap 3 siswa SMK Negeri I Kupang yang telah mempromosikan sekolah dengan menggunakan tiga bahasa (Inggris, Jerman dan Jepang). Waktu pelaksanaan Rakor Pendidikan Kota Kupang 2013 berlangsung dua hari dari tanggal 3 – 4 April 2013. Sebagai nara sumber dalam kegiatan Rakor tersebut adalah Kadis PPO, Inspektur pada Inspektorat, Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi NTT, Sekretaris Dinas PPO Kota Kupang dan para Kabid pada Dinas PPO Kota Kupang. Peserta Rakor berasal dari Dewan Pendidikan Kota Kupang, PGRI Kota Kupang, para pengawas pendidikanKota Kupang, Kepala Sekolah dan penyelenggara PKBM Pendidikan Luar Sekolah serta perwakilan dari sekolah Taman kanak-kanak. Secara operasional Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Kupang dibentuk melalui Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 06 Tahun 2008 tentang Organisasi Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota Kupang (Lembaran
Daerah Kota Kupang
Tahun
2008 Nomo 06,
Tambahan Lembaran Daerah Kota Kupang Nomor 201). Tugas pokok Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Kupang adalah membantu Walikota Kupang dalam melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah di bidang pendidikan, pemuda dan olahraga berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Sehubungan tugas
pokok
tersebut
maka
fungsi yang diemban
dengan
oleh
Dinas
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Kupang yaitu : Perumusan kebijakan
teknis
di
bidang
Pendidikan, 131
Pemuda
dan
Olahraga;
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
Pembinaan Unit Pelaksana
Teknis Dinas; Pelaksanaan administrasi ketatausahaan yang meliputi urusan umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian dan pelaporan; Pelaksanaan tugas lain yang di berikan o leh Walikota di bidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga. Pemerintah daerah atau (PERDA) penyediaan anggaran harus bisa menyediakan dana atau anggaran kebutuhan dalam prosedur penyediaan sarana dan prasarana olahraga pendidikan. Prosedur langkah awal
adalah cara atau
dalam usaha penyediaan sarana dan prasarana olahraga
pendidikan do SMA se kota Kupang. Dalam prosedur penyediaan sarana dan prasarana olahraga pendidikan antara lain : 1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah (PERDA) Untuk saat ini belum ada peraturan yang mengatur kebijakan dalam sarana dan prasarana pendidikan olahraga baik dari APBD tingkat I dan tingkat II juga belum sama sekali memprogramkan dan memberikan sarana dan prasarana pendidikan. Kesimpulannya adalah bantuan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daera (perda) Sampai saat ini belum pernah ada bantuan khusus sarana dan prasarana olahraga pendidikan di SMA se kota kupang. 2. Dari Pihak Sekolah Untuk keseluruhan sekolah menenga atas (SMA) Se kota Kupang tentang sarana dan prasarana olahraga pendidikan secara umum belum memenuhi standar kualitas dan kuantittasnya karena belum ada sarana dan prasarana sampai saat ini untuk diolahraga di tingkat Nasional . 2.
Pemerataan penyediaan sarana dan prasarana olahraga pendidikan di Kota Kupang Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai 132
peran
penting
dalam
pembangunan
bangsa,
seiring
juga
dengan
berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for all. Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality dan equity. Equality atau persamaan mengandung arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antarkelompok bisa menikmati pendidikan secara sama. (Eka, R. 2007. Kondisi Pemerataan Pendidikan di Indonesia, http://edu-articles.com,diakses 22 April 2012). Secara konsepsional konsep pemerataan yakni : pemerataan aktif dan pemerataan pasif. Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan untuk mendaftar di sekolah, sedangkan pemerataan aktif bermakna kesamaan dalam memberi kesempatan kepada murid-murid terdaftar agar memperoleh hasil belajar setinggi-tingginya (Sismanto, 1993:31). Dalam pemahaman seperti ini pemerataan pendidikan mempunyai makna yang luas tidak hanya persamaan dalam memperoleh kesempatan pendidikan, tapi juga setelah menjadi siswa harus diperlakukan sama guna memperoleh pendidikan dan mengembangkan potensi
yang
dimilikinya
untuk
dapat
berwujud
secara
optimal.
Apabila dimensi-dimensi tersebut menjadi landasan dalam mendekati masalah pemerataan pendidikan, nampak betapa rumit dan sulitnya menilai pemerataan pendidikan yang dicapai oleh suatu daerah, apalagi bagi negara yang sedang membangun dimana kendala pendanaan nampak masih cukup dominan baik dilihat dari sudut kuantitas maupun efektivitas. Dasar pemerataan pendidikan di Indonesia menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan, bahkan lebih penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era global yang sarat dengan persaingan antar bangsa yang berlangsung sangat ketat. Dengan demikian,
133
pendidikan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi karena ia merupakan faktor determinan bagi suatu bangsa untuk bisa memenangi kompetisi global. Sejak
tahun
1984,
pemerintah
Indonesia
secara
formal
telah
mengupayakan pemerataan pendidikan Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan wajib belajar pendidikan sembilan tahun mulai tahun 1994. Upaya-upaya ini nampaknya lebih mengacu pada perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Di samping itu, pada tahapan selanjutnya pemberian program beasiswa menjadi upaya yang cukup mendapat perhatian dengan mendorong keterlibatan masyarakat melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh. Program beasiswa ini semakin intensif ketika terjadi krisis ekonomi, dan saat ini diganti program BOS untuk pendidikan dasar. Hal ini menunjukan bahwa pemerataan pendidikan menuntut pendanaan yang cukup besar tidak hanya berkaitan dengan penyediaan fasilitas tapi juga pemeliharaan siswa agar tetap bertahan mengikuti pendidikan di sekolah. Kurangnya Pemerataan Sarana dan Prasarana Sekolah Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini sudah mulai membaik, namun kondisi ini tidak diikuti dengan peningkatan sarana dan prasarana sekolah di daerah. Masih banyak sekolah di daerah yang sarana dan prasaranya kurang memadai dan kurang layak. Seperti halnya di daerah terpencil yang terdapat di papua, mereka disana masih belum memiliki bangunan sekolah yang memadai serta sarana dan prasarana yang belum layak dan memadai Hal ini mungkin disebabkan oleh penyaluran anggaran pendidikan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang belum merata akibat dari tindak praktik korupsi, sehingga sarana dan prasarana yang semestinya baik dan berkualitas menjadi tidak sesuai dengan spesifikasi dan kualitas yang telah dianggarkan oleh Pemerintah Pusat. Sebenarnya hal seperti ini dapat diselesaikan dengan cara membuat suatu lembaga khusus yang independen yang bertugas mengawasi pengadaan Sarana dan Prasarana Sekolah di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan demi mewujudkan pemerataan Sarana dan Prasarana Sekolah untuk menciptakan pendidikan yang baik serta berkualitas di Indonesia. Solusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan fungsi 134
keberadaan Komite Sekolah yang jujur, independen, serta transparan sebagai pihak yang mengawasi kecurangan atau tindak praktik korupsi baik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah maupun pihak Sekolah. Pemerintah Daerah dan pihak Sekolah seharusnya transparan mengenai Sarana dan Prasarana yang seharusnya disediakan dan spesifikasi sesuai dengan anggaran yang di tetapkan. Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat berbanding lurus dengan bertambahnya pemenuhan kebutuhan, salah satunya dibidang pendidikan. Peran pendidikan tentu sangat besar dalam pembentukan karakter suatu bangsa, dan pemenuhan kebutuhan akan pendidikan tersebut salah satunya didukung oleh adanya fasilitas pendidikan yang memadai. Dunia pendidikan bukan sekedar cermin kebutuhan masyarakat, tetapi juga sebuah kinerja terus menerus, sebuah usaha pembaharuan sebab yang terlibat di dalamnya adalah manusia itu sendiri. Sebenarnya upaya untuk mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan
di daerah tertinggal sudah pernah dirumuskan oleh Depdiknas
(sekarang Kemdikbud), yang dikenal sebagai program PAIKEM GEMBROT (Pendidikan Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, serta Gembira dan Berbobot).
Melalui program ini, guru dilatih untuk
memanfaatkan lingkungan sekitar dan local wisdom guna menghasilkan bahan pengajaran yang berbasis keunggulan lokal. Masalahnya adalah guru hanya terpaku pada buku teks yang memerlukan praktikum di laboratorium atau kelengkapan perpustakaan yang memadai. Mereka beranggapan, tanpa kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan, program apapun akan sulit direalisasikan. Akibatnya penataran program PAIKEM GEMBROT hanya berhenti sebagai penambah wawasan guru saja, tidak diaplikasikan di kelas. Ada dua hal yang mengguncang dunia pendidikan swasta di Indonesia awal tahun ini. Pertama, Peraturan Bersama 5 Menteri (Peraturan Mendiknas No. 05/X/PB/2011,
Peraturan
Menpan
Peraturan Mendagri No. 48 Tahun 2011,
135
No.SPB/03/M.PAN-RB/10/2011,
Peraturan Menkeu No. 158/PMK.01/2011 dan Peraturan Menag No. 11 Tahun 2011), tentang Penataan dan Pemerataan Guru (PNS), yang ditetapkan tanggal 3 Oktober 2011 (Berita Negara RI No. 610 Tahun 2011). Kedua, Peraturan Mendikbud (Permendikbud) No. 60 Tahun 2011 tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan pada SD dan SMP, yang ditetapkan tanggal 30 Desember 2011 (Berita Negara RI No. 19 Tahun 2012). Renstra (Rencana Strategis) untuk SD harus mengacu pada jumlah jam mengajar yang terkecil (1 jam pelajaran atau 1 jam tatap muka), yaitu mata pelajaran Mulok (Muatan Lokal). Agar supaya guru pengampu Mulok dapat mencapai beban kerja 24 jam, maka dibutuhkan 24 kelas (24 x 1 jam = 24 jam). Karena SD terdiri dari 6 jenjang (kelas 1 sampai kelas 6), jumlah ideal kelas paralel di SD adalah 24 kelas : 6 = 4 kelas paralel. Renstra SMP, acuannya tetap sama, yaitu jumlah jam mengajar yang terkecil, yaitu 2 jam pelajaran (Pendi-dikan Agama, PKn, SBK, Penjaskes, TIK, dan Mulok). Agar guru-guru yang disebut itu dapat mencapai jumlah 24 jam tatap muka, maka diperLukan 12 kelas (24 jam : 2 jam = 12 kelas). Pada dasarnya pelaksanaan pemerataan sarana dan prasarana pendidikan dikota Kupang belum terprogramkan sehingga proses pembangunan mengacu pada kebijaksanaan pemerintah daerah. hal ini sesuai dengan pernyataan kepala dikmenum kota kupang yaitu Bapak Oktovianus Seran, S.Pd., M.Si: “belum ada program pembangunan sarana dan prasarana di tingkat SMA”. yang dalam hal ini sepenuhnya diserahkan pada kabid Dikmenum untuk penanganan sarana dan prasarana olahraga kota kupang. Untuk pemerintah pusat dalam hal pemerataan sarana dan prasarana olahraga pendidikan belum merata, artinya untuk sekolah SMA Se-kota Kupang itu tidak mendapatkan sarana dan prasarana yang memadai. 3.
Ketersediaan sarana dan prasarana Olahraga pendidikan di Kota Kupang Ketersediaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan semua jenis sarana dan prasarana pendidikan persekolahan yang sesuai dengan kebutuhan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks persekolahan, pengadaan merupakan segala kegiatan yang dilakukan 136
dengan cara menyediakan semua keperluan barang atau jasa berdasarkan hasil perencanaan dengan maksud untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pengadaan sarana dan prasarana merupakan fungsi operasional pertama dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan persekolahan. Fungsi ini pada hakikatnya merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan sesuai dengan kebutuhan, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu maupun tempat, dengan harga dan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (2007:6) mengatakan bahwa pengadaan merupakan kegiatan untuk menyediakan perlengkapan dalam usaha untuk menunjang pelaksanaan proses belajar mengajar. Ada beberapa alternatif cara dalam pengadaan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan. Beberapa alternatif cara pengadaan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pembelian. 2) Pembuatan Sendiri. 3) Pengiriman Hibah atau Banatuan. 4) Penyewaan. 5) Pinajaman. 6) Pendaurulangan. 7) Penukaran. 8) Perbaikan atau Rekondisi. Pengadaan Sarana dan Prasarana PendidikanPengadaaan adalah segala kegiatan untuk menyediakan semua keperluan barang, benda, atau jenis barang bagi keperluan pelakasanaan tugas untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam pengadaan barang sebenarnya tidak lepas dari perencanaan pengadaan yang dibuat sebelumnya baik mengenai jumlah maupun jenisnya (Arum, 2006:46). Pengadaan dilakukan sebagai bentuk realisasi atas perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya. Tujuannya untuk menunjang proses pendidikan agar 137
berjalan efektif dan efesien sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Barnawi, 2012: 60). Adapun menurut Rugaiyah dan Atik Sismiati pengadaan adalah proses kegiatan mengadakan sarana dan prasarana yang dapat dilakukan dengan cara-cara membeli, menyumbang, hibah, dan lain-lain (Rugaiyah, 2011:65). Adapun fungsi dari pengadaan sarana dan prasarana pendidikan mengatur dan menyelenggarakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan baik menyangkut jenis, jumlah, kualitas, tempat, dan waktu yang dikehendaki (Arum, 2006:47). Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut (Barnawi, 2012:60-63): 1) Pembelian 2) Produksi Sendiri 3) Penerimaan Hibah 4) Penyewaan 5) Peminjaman 6) Pendaurulangan 7) Penukaran 8) Rekondisi/rehabilitasi. Pengadaan sarana dan prasarana dapat juga dilakukan dengan usaha-usaha yang ada di sekolah itu sendiri, ataupun sumbangan dari pemerintah masyarakat. Pengadaan sarana dan prasarana atas usaha sendiri bisa dilakukan oleh sekolah yang disesuiakan dengan daftar kebutuhan yang telah direncanakan sebelumnya, sehingga barang-barang yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan di awal perencanaan. Proses pengadaan berbagai jenis sarana dan prasarana sekolah, seperti: 1. Buku, Yang dimaksud dengan buku disini adalah buku pelajaran, buku bacaan, buku perpustakaan dan buku-buku lainnya. Buku yang dapat dipakai oleh sekolah meliputi buku teks utama, buku teks pelengkap, buku bacaan baik fisik maupun non fiksi, vbuku sumber dan sebagainya.
138
2. Alat, Pengadaan alat-alat sekolah dapat dilakukan dengan cara membeli, membuat sendiri dan memerima bantuan. Alat-alat yang dibutuhkan sekolah berupa alat kantor dan alat pendidikan. Alat kantor ialah alat-alat yang biasanya digunakan dikantor, misalnya komputer, alat hitung, alat penyimpan uang, alat pendeteksi uang palsu, dan alat pembersih. Sementara alat pendidikan lainnya yang biasa digunakan dalam kegiatan pembelajaran, misalnya alat peraga, alat praktik, alat kesenian, dan alat olahraga (Barnawi, 2012:67). 3. Perabot, Perabot merupakan sarana pengisi ruangan, misalnya kursi, lemari, rak, filing cabinet, dan lain-lain. 4. Bangunan, Pengadaan bangunan dapat dilakukan dengan membangun bangunan baru, membeli bangunan, menerima hibah bangunan, menyewa bangunan, dan menukar bangunan (Barnawi, 2012:64). 5. Tanah, Pengadaan tanah dapat dilaksanakan dengan cara yaitu : membeli tanah, menerima bantuan/hadiah. Menukar. 6. Kendaraan, Pengadaan kendaraan tersebut untuk studi banding dan mempermudah transportasi murid dalam melakukan kegiatan. Pengadaan sarana tersebut untuk menunjang kegiatan pendidikan. Adapun pengadaan kendaraan dapat dilaksanakan dengan pembelian secara lelang, pembelian melalui proses penunjukan langsung (Arum, 69-70). Pembangunan sekolah baru di kelurahan di Kota Kupang yang belum ada sarana prasarana pendidikan terkendala pada ketersedian lokasi. Demikian pernyataan Wali kotaKupang ,Jonas Salean melalui tanggapan Wali kota terhadap pemandangan umum anggota lewat fraksi-fraksi DPRD Kota Kupang. Jonas mengatakan, harapan fraksi dewan melalui tanggapan umum terlebih khusus dari masyarkat berkeinginan untuk membangun sekolah pada kelurahan di Kota kupang belum ada sarana pendidikan persoalannya pada ketersedian lokasi. “Perlu dibangun sekolah baru sesuai standar pelayanan minimal (SPM) padakelurahan yang belum ada prasarana pendidikan khusus jenjang 139
pendidikan Sekolah Dasar (SD/SMP) untuk menampung anakusia 7-12 tahun selalu mengalami kendala pada teruatama ketersediaan lokasi,” kata Jonas Salean, Jumat (27/11/2015). Sebagai contoh,kata Jonas, pemerintah sudah siapun untuk membangun SMA di setiap Kelurahan berdasarkan usulan masyarakat ,namun ketika dilakukan survey ternyata lokasi yang disiapkan bermasalah.“Bila pun Pemkot berencana membangun sekolah baru, namun jika lokasi yang disiapkan bermasalah, maka rencana tidak dapat teralisasi ,”ujarnya. Selain karena terkendala pada lahan ,maka pemerintah hanya bias memaksimalkan sekolah yang sudah ada,dengan membangun ruang kelas baru guna daya tamping siswa pada saat penerimaan siswa baru setiap ruangan tidak melebihi kota. Masyarakat yang ingin menyekolahan dan penerimaan siswa baru juga menjadi Kendala tersendiri, kata wali kota melanjutkan,sehingga jumlah ruang kelas musti ditambah melalui dana DAK. Sementara itu pada tahun 2016 sesuai rencana Sekolah Menengah Atas (SMA) akan diam bila oleh Pemerinta Provinsi untuk mengelolahnya, maka Pemerintah Kota hanya mengelolah jenjang pendidikan SD dan SMP maka pastinya pemerintah akan tingkat prasarana sehingga jumlah siswa pada tiap runag kelas secara maksimal. (riflanhayon) Menurut Mauling (2006) fasilitas adalah prasarana atau wahana untuk melakukan atau mempermudah sesuatu. Fasilitas bisa pula dianggap sebagai suatu alat. Fasilitas biasanya dihubungkan dalam pemenuhan suatu prasarana umum yang terdapat dalam suatu perusahaan atau organisasi tertantu. Menurut Wahyuningrum (2004: 4), menyatakan bahwa fasilitas “segala sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha”. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa fasilitas merupakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam melakukan atau memperlancar suatu kegiatan. Wahyuningrum (2004: 5), juga membedakan fasilitas menjadi 2 bagian yaitu:
140
1. Fasilitas fisik adalah segala sesuatu yang berupa benda atau yang dapat dibedakan, yang mempunyai peran dapat memudahkan dan melancarkan suatu usaha. 2. Fasilitas uang adalah segala sesuatu yang dapat memberi kemudahan suatu kegiatan sebagai akibat dari “nilai uang”. Fasilitas pendidikan artinya segala sesuatu(alat dan barang) yang memfasilitasi (memberikan kemudahan) dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Berdasarkan data ketersediaan sarana dan prasarana olahraga pendidikan dikota kupang maka diperoleh hasil pembangunan yang tidak merata, hal ini sesuai dengan data hasil wawancara saya dengan Bapak Oktavianus Seran, S.Pd., M.Si selaku kepala bidang Sekolah menengah Umum yaitu: “ada yang sudah terpenuhi dan masih banyak SMA yang belum sama sekali memiliki sarana dan sarana olahraga pendidikan”. 4. Ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan di kota kupang Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 menjelaskan sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindahpindah sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah. Ibrahim Bafadal (2008: 2) menjelaskan bahwa sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, sedangkan prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Selain itu Suharno (2008: 30) menjelaskan sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun seksama untuk dibangun di atasnya gedung atau suatu lembaga pendidikan. Bangunan “Building” berarti semua bangunan atau ruangan yang sengaja didirikan di atas lahan tersebut dan digunakan untuk kepentingan pendidikan 141
serta menunjang kelancaran PBM. Perabot dan perlengkapan disini berarti benda dan alat yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang digunakan untuk menunjang kelancaran penyelenggaraan pendidikan. Secara lebih spesifik lagi yang dimaksud dengan perlengkapam adalah perlengkapan yang digunakan bagi terselenggaranya kegiatan belajar mengajar. Perabot atau mebeler yaitu berupa meja, kursi, rak, papan tulis dsb. Berdasarkan pengertian sarana dan prasarana di atas dapat disimpulkan bahwa sarana adalah semua perangkat peralatan, bahan dan perabot baik bergerak ataupun tidak yang digunakan secara langsung untuk proses pendidikan, sedangkan prasarana adalah semua perangkat yang tidak secara langsung digunakan untuk proses pendidikan. Ary H. Gunawan (1996: 115) menjelaskan bahwa ditinjau dari fungsinya terhadap PBM, prasarana pendidikan berfungsi tidak langsung (kehadirannya tidak sangat menentukan), sedangkan sarana pendidikan berfungsi langsung (kehadirannya sangat menentukan terhadap PBM). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa prasarana berfungsi secara tidak langsung sedangkan sarana berfungsi secara langsung dalam proses belajar mengajar. Yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Pendidikan merupakan hak setiap orang, setiap orang berhak mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Telah tertuang di dalam salah satu pertimbangan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional yaitu: “Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi pengelolaan manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehingga diperlukan pembaharuan pendidikan secara berencana, terarah dan berkesinambungan.” Begitu halnya dengan anak berkebutuhan khusus, anak tersebut juga berhak mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus pada awalnya dikenal sebagai Anak Luar Biasa (ALB) sehingga pendidikanya juga dikenal sebagai Pendidikan 142
Luar Biasa (PLB), dimana UU No.20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 menegaskan bahwa “warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau social berhak memperoleh pendidikan khusus.” Selain itu ayat 4 juga menjamin bahwa “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.” Jadi kelainan ditinjau dari kekurangan dan kelebihannya. Dari landasan tersebut tampak bahwa anak luar biasa memiliki hak yang sama dengan anak normal untuk memperoleh pendidikan. Selanjutnya lembaga pendidikan bagi ABK dapat kita pahami atas dasar UU No. 20 tahun 2003 Pasal 15 yakni jenis pendidikan mencakup
pendidikan
umum,
kejuruan,
akademik,
profesi,
vokasi,
keagamaan, dan khusus. Sedangkan pasal 32 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 menegaskan bahwa “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa “. Keberhasilan program pendidikan dalam proses belajar mengajar sangat dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
yaitu
siswa,
kurikulum,
tenaga
kependidikan, dana, sarana dan prasarana, dan faktor lingkungan lainnya. Apabila faktor tersebut terpenuhi dengan baik dan bermutu serta proses belajar bermutu akan meningkatkan mutu pendidikan di negara kita. Sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu adanya penetapan standar yang digunakan sebagai acuan atau batasan pencapaian mutu. Hal ini dilakukan agar peningkatan mutu bisa terlaksana dengan baik. Pada Bab IX dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan mengenai Standar Nasional Pendidikan. Sementara dalam ketercukupan sarana dan prasarana pendidikan adalah segala macam alat yang tidak secara langsung digunakan dalam proses pendidikan. Tentu definisi tersebut tidak punya makna yang jelas dan tegas, karena istilah secara langsung dan tidak langsung itu tidak jelas maknanya, tidak jelas ujudnya seperti apa. Tegasnya: langsung terhadap apa, atau pada apa? Untuk sementara, itu dapat dimaknai bahwa sarana pendidikan adalah segala macam alat yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar, sementara prasarana pendidikan tidak digunakan dalam proses atau kegiatan 143
belajar-mengajar. Namun demikian masih tetap belum jelas tegas benar. Oleh karena itu, mari kita perjelas. Erat terkait dengan sarana dan prasarana pendidikan itu, dalam daftar istilah pendidikan dikenal pula sebutan alat bantu pendidikan (teaching aids), yaitu segala macam peralatan yang dipakai guru untuk membantunya memudahkan melakukan kegiatan mengajar. Alat bantu pendidikan ini yang pas untuk disebut sebagai sarana pendidikan. Jadi, sarana pendidikan adalah segala macam peralatan yang digunakan guru untuk memudahkan penyampaian materi pelajaran. Jika dilihat dari sudut murid, sarana pendidikan adalah segala macam peralatan yang digunakan murid untuk memudahkan mempelajari mata pelajaran. Itu rumusan (definisi) sementara. Lalu apa yang disebut dengan sarana dan prasarana pendidikan? Sementara, dapat kita rumuskan bahwa prasarana pendidikan adalah segala macam peralatan, kelengkapan, dan benda-benda yang digunakan guru (dan murid) untuk memudahkan penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian saya bahwa tingkat ketercukupan sarana dan prasarana olahraga pendidikan dikota Kupang belum memenuhi standar. Tetapi sebagian besar sekolah SMA se-kota kupang sebagian besar memiliki areal yang sangat luas dan bisa tercukupi , tetapi untuk saat ini dalam sarana dan prasarana seperti peralatan olahraga itu sangat kurang sekali meskipun ada tapi sangat minim sekali jumlahnya. hal ini dapat di pengaruhi dengan kegiatan (KBM) tidak efektif karena kurangnya sarana dan prasarana olahraga pendidikan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara saya dengan Bapak Oktavianus Seran selaku Kepala bidang sekolah menengah umum yaitu: “ belum memenuhi standar untuk pengembangan olahraga pendidikan”. Maka tingkat ketercukupan sarana dan prasarana masih dalam kategori rendah.
144