BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 1.1.1. Diskripsi Umum Ombudsman Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
merupakan institusi
independen hak asasi manusia Timor Leste, didirikan berdasarkan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004.
Institusi ini, berada dibawah tanggungjawab
Parlemen Nasional, dan diberi mandat oleh konstitusi dalam rangka perlindungan hak asasi manusia dan mempromosikan penegakkan Pemerintahan Yang Baik (good governance). Ombudsman berkedudukan di ibu kota negara Republik Demokratik Timor Leste, Dili, dengan wilayah kerja meliputi seluruh teritori nasional. Ombudsman dapat mendirikan perwakilan "Ombudsman" di propinsi dan/atau di daerah kota kabupaten. Profil
Institusi
Ombudsman Timor Leste, sejak
dibentuk 29 Mei
2005 hingga dewasa ini, dengan: Slogam
: Perlindungan Hak Asasi Manusia, dan Mempromosikan Good Governance. Nama Asli Institusi : Provedoria Dos Direitos Humanos E Justiça. Ketua Periode I dan II : Sr. Sebastião Dias Ximenes. Status Institusi : Lembaga Pengawasan Negara Independen. Landasan Hukum : Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004. Fungsi Lembaga : Menerima dan Menyelesaian PengaduanPengaduan Masyarakat Tentang Perbuatan BadanBadan Publik Yang Tidak Berkeadilan. Tugas Dan Kewenangan : Investigasi, Monitoring, Mediasi dan Konsiliasi atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Mal-administrasi Publik. Alamat Institusi : Berada di Ibu Kota Negara Republik Demokratik Timor Leste, Jl. CaiKoli, Dili, Timor Leste. 4.1.2. Sejarah Singkat Pembentukan
Setelah disahkannya Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal
29 Maret 2002, Pasal 27, Konstitusi mengatur tentang pemberian
pembentukan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Sebagai implementasinya, Majelis Konstituente Republik Demokratik Timor Leste terpilih yang berjumlah 89 (delapan puluh sembilan) orang, dibawah pimpinan Presiden Majelis Sr. Francisco Guterres “Lu Olo” dari Partai FRETILIN, dua orang Wakil Presiden masing-masing Sr. Francisco Xavier do Amaral dari partai ASDT (Almarhum) dan Sr. Arlindo Marçal, PDC, membentuk Komisi A Parlemen Nasional, yang terdiri 12 orang deputados (anggota parlemen), diserahi tugas untuk pembuatan undang-undang Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Pada tanggal 26 Mei 2004, Parlemen Nasional, menerbitkan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Estatuto Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, dipublikasikannya melalui
Lembaran Negara (Jornal da
República) Serie I, No.o 19 2004. Dengan telah diterbitkannya undang-undang
tersebut, maka dibawah
pimpinan Perdana Menteri Timor Leste pertama, Dr. Mari Bin Amude Alkatiri, mengambil kebijakan penting untuk mendirikan Institusi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan di Timor Leste pada tanggal 29 Mei 2005. Pada tanggal 16 Juni 2005, Parlemen Nasional Timor Leste, memilih Sr. Sebastião Dias Ximenes sebagai Ketua Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, berdasarkan calon yang diusulkan oleh FRETILIN, dan meraih pemilihan suara (voting) mutlak di Parlemen Nasional untuk memimpin Institusi
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste, yang dikenal sebagai Provedor. Pada bulan Juli 2005, Ketua Ombudsman (Provedor
memilih dua orang Wakilnya
Adjunto), masing-masing Sr. Silverio Pinto Baptista Wakil
Ombudsman untuk area Hak Asasi Manusia (HAM) dan Sr. Amandio de Sá Benevides Wakil Ombudsman untuk area Good Governance dan Anti Korupsi. Anggota Ombudsman (1 Ketua dan 2 Wakil Ketua) dilantik secara resmi oleh Parlemen Nasional pada bulan Juli tahun 2005. Setelah pelantikan, Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman mulai aktif menjalankan fungsi jabatannya, namun pada
awalnya
hanya terbatas pada
pembenahan institusi dan mensosialisasikan peran, fungsi, tugas dan kewenangan Ombudsman kepada publik di teritori nasional Timor Leste. Pada tanggal 20 Maret 2006, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, baru mulai membuka pintu pertama kalinya ke publik untuk menerima keluhan-keluhan masyarakat tentang perbuatan penyelewengan pejabat negara dan birokrasi pemerintahan beserta lembaga-lembaga publik yang bersangkutan. Pada bulan Juni tahun 2010, masa kepemimpinan periode pertama Anggota Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan berakhir, namun Parlemen Nasional menunjuk kembali Sr. Sebastião
Dias Ximenes, untuk
menduduki jabatan ketua Ombudsman pada periode kedua kalinya (2010-2014). Penunjukan kembalinya Sr. Sebastião Dias Ximenes ini, dengan pertimbangan Parlemen Nasional bahwa masih adanya tunggakan kasus-kasus pada masa
periode
pertama
kepemimpinannya,
sehingga
dipilih
kembalinya
untuk
menyelesaikannya. Pada proses selanjutnya, Ketua Ombudsman memilih
kembali Sr.
Silverio Pinto Baptista untuk menduduki posisi Wakil Ombudsman untuk area Hak Asasi Manusia sedangkan Wakil Ombudsman untuk area Good Governance dan Anti Korupsi Sr. Amandio de Sá Benevides, digantikan oleh Sr. Rui Pereira dos Santos, untuk masa jabatan periode 2010-2014. Pada periode tahun 2010, Divisi Anti Korupsi di hilangkan dari Ombudsman, karena negara mendirikan Komisi Anti Korupsi Timor Leste (KAK) tersendiri, terpisah dari Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Dari latar belakang pembentukan di atas, menunjukan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste Ombudsman,
karena
anggota
Ombudsman
merupakan dipilih
dan
Parliementary diangkat
serta
diberhentikan secara resmi oleh Parlemen, dan setiap tahun, tepatnya tanggal 30 Juni, menyampaikan Laporan Hasil Kerja Tahunannya/Anual Report kepada Parlemen Nasional. 4.1.3. Visi Ombudsman Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste, memiliki visi “perlindungan hak asasi manusia, memperkuat integritas serta promosi penegakkan kepemerintahan yang baik (good governance)”. 4.1.4. Misi Ombudsman Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, merupakan institusi nasional hak asasi manusia Timor Leste. Didirikan khusus untuk perlindungan
hak asasi manusia dan promosi penegakkan pemerintahan yang baik (good governance). Untuk pencapaian tujuan tersebut, dilakukan melalui: a.
Pendidikan: politik publik
menciptakan pengertian umum,
yaitu membangun budaya
bagi penhormatan hak asasi manusia, negara hukum
demokratik serta kepemerintahan yang baik dengan prinsip-prinsipnya. b.
Kerja sama: membantu para pekerja publik dan agen-agen pemerintahan untuk mengembangkan kebijakan, prosedur dan mekanisme kerja
yang
sesuai dengan lingkup kerjanya Ombudsman. c.
Resolusi: efektif menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia, penyalahgunaan wewenang dan mal-administrasi, melalui efektivitas kerja yang menyangkut pemprosesan terhadap laporan-laporan atau pengaduanpengaduan masyarakat.
d.
Investigasi, Penelitian Dan Monitoring: menyampaikan rekomendasi mengenai bentuk dan tindakan atas perlindungan hak asasi manusia dan penegakkan kepemerintahan yang baik (good governance), berdasarkan pada hasil yang didapatkan dari investigasi, penelitian dan monitoring untuk memperkuat
bahwa
legislasi
(peraturan
perundang-undangan)
harus
disesuaikan dengan ketentuan konstitusi. 4.1.5. Tujuan Dan Sasaran Ombudsman Dari uraian visi dan misi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan di atas, maka terdapat beberapa tujuan dan sasaran yang hendak dicapai yaitu: 1. Mewujudkan negara hukum demokratik, adil, dan sejahtera
2. Mendorong penyelenggaraa negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih
serta bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme; 3. Meningkatkan mutu pelayanan administrasi negara di segala bidang agar setiap
warga negara
memperoleh
kemudahan,
bagi
peningkatan
kesejahteraan yang semakin membaik 4. Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktik - praktik mal-administrasi, penyalahgunaan wewenang dan diskriminasi publik. 5. Meningkatkan budaya kesadaran hukum publik yang berintikan kebenaran serta keadilan, sebagai penhormatan hak asasi manusia dan demokrasi.
4.1.6. Mandat Hukum Ombudsman Sesuai
dengan
Undang - Undang
Nomor
7 Tahun 2004,
Mandat hukum Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah: 1. Perlindungan Hak Asasi Manusia 2. Promosi Penegakkan Kepemerintahan Yang Baik (good governance) 3. Pemantaun/Monitoring 4.1.7. Struktur Organisasi Dan Uraian Pembagian Tugas Ombudsman. Struktur organisasi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste, secara institusional di dasarkan pada pengaturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 dan Peraturan
Perundang-Undangan
Nomor 25 Tahun 2011,
Tentang Organik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, digambarkan sebagai berikut:
Berdasarkan pada gambar organigram struktur di atas, Organisasi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste, secara institusional terdir dari : 1). Ketua Ombudsman (Provedor) 2). Wakil Ketua Ombudsman (Provedor Adjunto) 3). Direktur Umum (Directur Geral) 4). Divisi Hak Asasi Manusia (Diresão de Direitos Humanos) 5). Divisi Good Governance ( Diresão de Boa Governasão) 6). Divisi Asistensi Umum ( Diresão de Asistençia Publica) 7). Divisi Administrasi Dan Keuangan (Dir. de Administrasão e Finansas) 8). Kabinet Pemeriksaan/Inspeksi (Gabinete de Inspesão) 9). Kabinet Bantuan Hukum (Gabinete de Asistençia Juridica) 4.1.8.
Pembagian Dan Uraian Tugas Umum Ombudsman
1. Direktur Umum (Directur Geral) Misi dari direktur umum adalah memberikan orientasi terhadap seluruh pekerjaan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Dan yang menjadi tugas pokoknya adalah sebagai berikut: a) Menjamin administrasi umum terhadap seluruh pekerjaan internal Ombudsman, mengambil tindakan yang tepat sesuai petunjuk dari program yang ada berdasarkan orientasi dari ketua Ombudsman (Provedor). b) Memberi, mengatur, mengembangkan dan menkoordinasi secara teknikal mengenai manajemen profisional dan kefungsian efisiensi kerja di area administrasi umum, keuangan dan pengaturan keasetan. c) Memberikan dukungan bagi Ketua Ombudsman untuk mengembangkan perencanaan strategik institusional. d) Menkoordinasi terhadap elaborasi proyek anggaran tahunan Ombudsman, dll. 2. Divisi Hak Asasi Manusia (Diresão de Direitos Humanos) Divisi Hak Asasi Manusia adalah spesiliasasi teknikal kerja Ombudsman di area perlindungan hak asasi manusia di teritori nasional Timor Leste. Divisi Hak Asasi Manusia dipimpin oleh seorang direktur setingkat dengan direktur
nasional, yang bekerja dilingkup hukum. Divisi Hak Asasi Manusia mempunyai tugas: a) Melakukan investigasi menurut peraturan internal yang diaplikasikan dan juga sesuai pendelegasian kewenangan dari Ombudsman. b) Mempertahankan dan mengaktualisasi data tentang hak asasi manusia yang didapatkan dari investigasi. c) Membuat laporan mengenai nvestigasi di area hak asasi manusia. d) Melakukan kerja sama untuk melaksanakan tindakan mediasi dan konsiliasi di area hak asasi manusia. e) Mengembangkan dan mengimplementasikan aktifitas monitoring terhadap aksi para pejabat pemerintahan. f) Menyampaikan rekomendasi untuk memberhentikan berbagai pelanggaran serta mengembangkan mekanisme bagi para pejabat pemerintahan untuk melaksanakan hak asasi manusia. g) Memajukan pengetahuan umum masyarakat dan layanan publik yang relevan dengan hak asasi manusia. 3. Divisi Good Governance (Diresão de Boa Governasão) Divisi Good Governance adalah spesiliasasi teknikal kerja Ombudsman di area pencegahan
mal-administrasi
penegakkan pemerintahan Timor Leste. Divisi
Divisi
yang baik (good governance) di teritori nasional
Good
setingkat dengan direktur
(pemerintahan yang buruk) dan
Governance dipimpin
nasional,
yang
oleh seorang direktur
bekerja di
lingkup
hukum.
Good Governance mempunyai tugas: a) Melakukan investigasi menurut peraturan internal yang diaplikasikan dan juga sesuai pendelegasian kewenangan dari Ombudsman. b) Mempertahankan dan mengaktualisasi pengumpulan data mengenai investigasi di area good governance. c) Membuat laporan mengenai kasus-kasus yang dinvestigasikan di area good governance. d) Melakukan kerja sama untuk melaksanakan mediasi dan konsiliasi terhadap pengaduan-pengaduan sesuai yang dinyatakan oleh undangundang. e) Memperkembangkan dan melaksanakan aktifitas monitoring terhadap aksi para penguasa negara, sesuai estrategik yang telah di teridentifikasi di area espesialisasinya.
f) Membuat penelitian dan menganalisis mengenai pengimplementasi prinsip-prinsip good governance oleh pemerintah. g) Menyiapkan opini terhadap kesalahan perbuatan badan publik. h) Menyampaikan rekomendasi untuk memberhentikan dan mempertanggungjawaban terhadap praktik-praktik mal-administrasi, mengembangkan dan memperkuat mekanisme bagi terwujudnya good governance bagi para penguasa negara. i) Memajukan pengetahuan publik dan pelayanan publik yang sesuai dengan area kerja good governance. j) Melakukan kerja sama dengan organ atau badan-badan negara/pemerintah dan institusi-institusi non-pemerintahan lainnya dengan tujuan untuk melaksanakan kewenangannya (penegakkan good governance). 4. Divisi Asistensi Publik (Diresão de Asistencia Publica) Divisi Asistensi Publik adalah spesiliasasi teknikal kerja Ombudsman di area penerimaan dan pelayanan terhadap pengaduan/laporan-laporan masyarakat, juga melaksanakan mediasi dan konsiliasi dengan tujuan untuk dapat menyelesaikan pengaduan/laporan-laporan yang ada. Divisi Asistensi Publik dipimpin oleh seorang direktur setingkat dengan direktur nasional yang bekerja di lingkup hukum. Divisi Asistensi Publik mempunyai tugas sebagai berikut: a) Menjamin resesi terhadap pengaduan/laporan-laporan masyarakat yang disampaikan kepada Ombudsman menurut undang-undang dan sesuai dengan petunjuk peraturan internal. b) Menyiapkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pemprosesan pengaduan menurut petunjuk peraturan internal. c) Melakukan pengawasan lansung terhadap aktivitas kerja delegasi teritori dan menjamin hubungan antara delegasi teritori dengan kerja Ombudsman yang lainnya. 5.Divisi Administrasi Dan Keuangan (Dir. de Administrasão e Finansas) Misi kerja dari Divisi Administrasi Dan Keuangan, yaitu memberikan bantuan teknikal dan administratif bagi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan di area administrasi umum, sumber daya manusia, dokumentasi, pengarsipan, pengaturan aset dan keuangan. Divisi Administrasi dan Keuangan
dipimpin oleh seorang direktur setingkat dengan direktur nasional, yang bekerja di lingkup hukum. Divisi Administrasi Dan Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut: a) Memberikan bantuan logistik dan administratif kepada Ombudsman dan juga pekerjaan Ombudsman serta organisme yang lainnya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. b) Menkoordinasikan pekerjaan Ombudsman dengan organisme yang relefan, menyusun perencanaan aktivitas kerja tahunan dan laporan mengenai implementasinya. c) Menkolaborasi dengan entitas yang berkompeten, untuk menyiapkan anggaran tahunan Ombudsman. d) Melaksanakan anggaran yang dialokasikan kepada Ombudsman, atas otorisasi anggota Ombudsman. e) Melakukan penyediaan anggaran bagi operasionalisasi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. 6. Kabinet Pemeriksaan (Gabinete de inspesão) Misi dari Kabinet Pemeriksaan Ombudsman Hak Asasi Manusia yaitu aksi disipliner, pengontrolan dan pengawasan terhadap pembelanjaan dan pembiayaan terhadap
pekerjaan
Ombudsman
dan
organismenya.
Kabinet
Pemeriksaan/Inspeksi, dipimpin oleh seorang inspektur setingkat dengan jabatan kepala departemen dibawah sebuah Divisi, yang bekerja di lingkup hukum. Kabinet Pemeriksaan mempunyai tugas sebagai berikut: a) Mengevaluasi terhadap aktivitas pengaturan administratif, pembelanjaan dan pembiayaan serta pengunaan aset bagi operasionalisasi Ombudsman dan organismenya, membuat rekomendasi bagi Ombudsman untuk mengambil tindakan-tindakan yang tepat bagi perbaikan keterbatasan yag ada, juga untuk kesalahan-kesalahan yang teridentifikasi. b) Melakukan pemeriksaan, menyelesaikan kasus-kasus (averiguasaun), meminta keterangan (inkeretu) dan mengauditing (auditoria), berdasarkan pada undang-undang yang berlaku, mempersiapkan masukan-masukan yang akan di sampaikan kepada Ombudsman bila diperlukan. c) Melakukan penginstruksian proses disipliner bagi Ombudsman dan juga para stafnya, menurut petunjuk dari Ketua Ombudsman.
d) Pemberian masukan-masukan yang relevan bagi Ketua Ombudsman untuk mengambil proses disipliner, apabila telah didapatkan kesalahankesalahan tertentu. 7. Kabinet Penasehat Hukum (Gabinete de Assesoria Juridica) Kabinet Penasehat Hukum adalah unit yang memberikan bantuan bagi Ombudsman mengenai perihal atau masalah hukum. Kabinet Penasehat Hukum dipimpin oleh seorang pejabat dibawah sebuah Divisi, yang
setingkat dengan jabatan kepala
departemen
bekerja di semua lingkup hukum. Kabinet
Penasehat Hukum mempunyai tugas sebagai berikut: a.
Memberikan bantuan hukum bagi Ombudsman untuk mengimplementasi mandat Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. b. Memberikan bantuan hukum bagi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan untuk melaksanakan kewenangannya yang berhubungan dengan berbagai mekanisme untuk menjamin konstitusi. c. Membuat analisis secara teknikal terhadap penelitian dan ferifikasi bagi kompatibilisasi dari berbagai undang-undang, peraturan-peraturan, disposisi administratif, kebijakan dan praktik-praktik yang ada. d. Memberikan pendapat secara tehnik dan hukum kepada Ombudsman hak Asasi Manusia Dan Keadilan, mengenai permintaan/permohonan penerbitan undang-undang dan peraturan perundang-undangan, apabila organ atau badan-badan publik meminta masukannya.
4.1.9. Keterbatasan Kewenangan Ombudsman Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste tidaklah jauh berbeda dengan Ombudsman di banyak negara. Dimana dibatasi aksi/tindakan kekuasaannya oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, sebagai berikut: a. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan apapun terhadap aktifitas fungsional Parlemen Nasional dan Pengadilan, kecuali hanya terbatas pada fungsi aktivitas administratif dan tindakan pengaturan administrasinya. b. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk mengambil keputusan yang menentang hak asasi manusia dan/atau kebebasan hak-hak dasar kemanusiaan.
c. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk menginvestigasi pelaksanaan fungsi organ-organ yudisial maupun putusan-putusan pengadilan. d. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk menginvestigasi pelaksanaan fungsi-fungsi legislatif. e. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk menginvestigasi kasus-kasus yang sedang berjalan dimuka umum sebuah pengadilan. f. Ombudsman tidak diperbolehkan melakukan tindakan baik penanganan maupun penyelesaian atas kasus-kasus yang terjadi sebelum pembentukannya tahun 1975-2003. g. Ombudsman diperbolehkan membuat rekomendasi dengan pemberian sanksi-sanksi secara hukum menurut tingkat pelanggaran yang diperbuatkan. h. Dalam hal agensi pemerintahan yang tidak menuruti ataupun mengindahkan rekomendasi-rekomendasi Ombudsman, Ombudsman memiliki kewenangan untuk melaporkannya kepada Presiden, Perdana Menteri, Parlemen Nasional dan Media massa (publik).
4.1.10. Nilai-Nilai Inti/Core Values Ombudsman Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya berasaskan pada nilai-nilai inti, yaitu: a). Keadilan b). Tidak memihak c). Non-diskriminasi d). Efektivitas e). Pertanggungjawan f). Ketepatan, dan g). Kerahasiaan 4.1.11. Manajemen Penerimaan Pengaduan Menurut
Undang-Undang
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan Nomor 7 Tahun 2004, setiap warga negara maupun bukan warga negara Timor Leste berhak menyampaikan laporan pengaduan kepada
Ombudsman.
Penyampaian laporan pengaduan kepada Ombudsman tidak dipungut biaya atau imbalan dalam bentuk apa pun (gratis). Pengaduan setiap warga masyarakt, dilaporkan melalui Divisi Penanganan Pengaduan yang disiapsediakan oleh Publica. Prosedur dan
Ombudsman yang dinamai Asistencia
mekanisme penerimaan
pengaduan oleh
Institusi
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan diatur melalui dua sistem, yaitu manajemen pengaduan internal dan eksternal, pada: a.
Manajemen Pengaduan Internal Yaitu, seorang pengadu/pelapor, mendatangi secara lansung
ke Instansi
Ombudsman, khususnya di Divisi Penanganan Pengaduan Ombudsman, baik secara perorangan maupun
kelompok, ataupun didampingi oleh kuasa
hukumnya untuk melaporkan permasalahannya kepada Ombudsman. b. Manajemen Pengaduan Eksternal Yaitu,
seorang pengadu atau pelapor, dapat menyampaikan laporan
permasalahannya secara tidak lansung tertuju ke instansi Ombudsman, dengan melalui: 1. Hotline (Telephon, SMS, Email dan Fax ). 2. Kotak Pos dan Giro (Korespondensi dalam bentuk petisi, tanggapan atas media Massa, diseminasi draft undang-undang dll). 3. Tembusan Disposisi pejabat negara dan penyelenggara pemerintahan. 4. Kotak Pengaduan/Kaixa Keixa Ombudsman yang disediakan. 5. Lembaga Pendelegasian Ombudsman di daerah/lokal. 4.1.12. Profil Pegawai Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Keadaan
ketenagakerjaan
Ombudsman
Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan ditampilkan sebagaimana pada Tabel 4.1. sebagai berikut ini:
Tabel: 4.1. Profil Ketenagakerjaan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan 2012 Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Status Pegawai Aktual
JS A
JS B
JF
JF
TA
AS
As
C
D
E
F
G
Total
Pegawai
PT
0
4
13
23
7
10
3
60
20011-2012
PH
0
0
0
0
0
0
0
0
PT
1
0
8
9
21
0
1
40
PH
0
0
0
0
0
0
0
0
1
4
21
32
28
10
4
100
Pegawai Non Rekrutmen Total
Total
Sumber: Data Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan 2012
Tabel di atas menunjukan bahwa, pada tahun anggaran 2011 Ombudsman telah merekrut tambahan pegawai berjumlah 34 orang, dengan tujuan untuk memperkuat struktur baik tingkat nasional maupun regional. Dengan perekrutan tambahan pegawai ini, maka jumlah total pegawai Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pada tahun 2012 berjumlah 100 orang, yang terdiri dari latar belakang pendidikan dan tingkat profesional yang berbeda. Diantara total angka penjumlahan pegawai
Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan Keadilan di atas, pegawai laki-laki (LL) berjumlah 36 orang. Terdapat
1
orang
yang
menduduki
posisi
direktur
umum,
dengan
pangkat/golongan 7 A (Teknik Superior), 3 orang menduduki posisi direktur nasional dengan pangkat/golongan 6 B (Teknik Superior), 14 orang kepala departemen dengan pangkat/golongan 5 C (Teknik Profesional), 5 orang dengan pangkat/golongan 4 D (Teknik profesional investigator, pemantau, instruktur anti mal-administrasi publik), 4 orang pegawai administratif dengan pangkat/golongan
3 E (Teknik Administratif) dan 1 orang asistensi dengan pangkat/golongan 2 F (Asisten) dan
1 orang menduduki posisi pangkat/golongan 2 G (Asisten).
Sedangkan pegawai perempuan (P), berjumlah 23 orang. Ada 2 orang yang menduduki posisi direktur nasional dan regional dengan pangkat/golongan 5 B, 2 orang menduduki kepala departemen dengan pangkat/golongan 4 D dan yang lain menduduki posisi investigator, mediasi dan konsiliasi, advokasi, monitor, istruktur, administrasi dan asisten.
4.1.13. Komposisi Pegawai Berdasarkan Penempatan Pada Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa jumlah pegawai pada Instansi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, secara alokatif telah ditempatkan pada beberapa departemen di Divisi Good Governance. Untuk mengetahui dengan jelas keadaan tersebut dapat ditampilkan dalam tabel berikut ini:
Tabel: 4.1. Profil Pegawai Divisi Good Governance
Divisi
Direktur/
(Departemen)
Kepala Deptartemen
Direktur Good Governance
1
Investigasi Mal-administrasi Publik
1
Monitoring Mal-administrasi Publik
1
Pendidikan Umum Anti Mal-adm
1
Investigator
Monitoring
Edukator Publik
LL
P
LL
P
LL
Total P 1
4
2
7 1
1
3 2
3
2
14
Publik Total Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2012
4
4
2
1
1
Dengan memperhatikan data pada tabel 4.2 di atas, profil pegawai di Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan terdiri dari 3 Departemen, yaitu Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik. Departemen ini dikepalai oleh seorang kepala departemen yang disebut sebagai Kepala Departemen Good Governance, memimpin 7 orang investigator, yaitu lima orang laki-laki dan dua orang perempuan untuk melakukan
investigasi
terhadap kasus-kasus dugaan adanya mal-administrasi publik. Selanjutnya adalah Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi Publik. Departemen ini di kepalai oleh seorang Kepala Departemen Pencegahan Dan Monitoring di perbantukan oleh satu orang asisten untuk melakukan monitoring terhadap kasus dan/atau isu-isu tentang mal-administrasi publik. Yang terakhir adalah Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi. Departemen ini di kepalai oleh seorang Kepala Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, diperbantukan oleh seorang asisten untuk
membantu memberikan
pelatihan 10 prinsip good governance kepada publik di teritori nasional Timor Leste.
4.1.14. Perkembangan Internal Ombudsman
Sampai dengan akhir tahun 2010, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah membuka 4 instansi perwakilan
Ombudsman
di daerah,
khususnya di Kota Distrik/regional Baucau, Oecusse, Maliana dan Manufahi. Masing-masing instansi perwakilan Ombudsman di distrik/regional dipimpin oleh seorang
direktur,
dengan
diperbantukan
oleh
satu
1
orang
staff
penghubung/koordinator yang bertugas melaksanakan monitoring reguler,
pendidikan umum untuk membagi dan/ atau mensosialisasikan tentang peran Ombudsman serta menerima pengaduan laporan dari warga masyarakat. Semenjak tahun 2010 sampai saat ini Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan baru membuka perwakilannya di 4 distrik/regional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004.
4.1.15. Good Governance
di Timor Leste
Penerapan good Gevernance di beberapa negara sudah meluas mulai tahun 1990-an, dan di Negara Timor Leste good gevernance mulai dikenal secara lebih mendalam di tahun 2000-an. Karena pada periode ini, good governance sebagai wacana penting baru muncul dalam berbagai pembahasan, diskusi, penelitian, dan seminar, baik di lingkungan pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat sipil, termasuk di lingkungan para akademisi dan eksistensi lembagalembaga internasional yang ada di Timor Leste seperti: Asia Development Bank, World Bank, International Monetering Found dan United Nations Development Programme. Dengan mengemukanya good governance di Timor Leste pada tahun 2000-an
(masa persiapan restorasi kemerdekaan Timor Leste), maka Negara
Timor Leste memulai berbagai inisiatif yang dirancang untuk mempromosikan Good Governance, untuk menjamin suatu penyelenggaraan pemerintahan negara yang
transparan,
akuntabilitas,
partisipatif,
demokratis,
responsibilitas,
berkeadilan dan penhormatan hak asasi manusia yang lebih baik dan efektif ke depannya.
Mengenai penerapan good governance di Timor Leste, dideskripsikan tahap perkembangannya sebagai berikut:
4.1.15.1. Periode I Pemerintahan Transisi Tahun 2000- 2002 Pada periode ini Timor Leste memasuki fase Pemerintahan Transisi dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan misinya UNTAET (United Nations Transitional Administration in East Timor). Berawal dari fase pemerintahan transisi ini, mengantarkan restorasi kemerdekaannya
Timor Leste mempersiapkan diri menuju pada yang ditetapkan
20 Mei 2002. Merespon pada
momentum penting ini, maka pada bulan Januari tahun 2000 sampai Maret 2002, penyusunan naskah Konstitusi Negara Republik Demokratik Timor Leste mulai dilakukan oleh 89 (delapan puluh sembilan) Anggota Majelis Konstituente terpilih tahun 2000, dibawah Ketua Majelis Sr. Francisco Guterres “Lu Olo” dari Partai FRETILIN, dan dua orang Wakil Ketua Majelis masing-masing Sr. Francisco Xavier do Amaral dari partai ASDT (Almarhum) dan Sr. Arlindo Marçal, PDC, beserta 83 Anggota Parlemen (deputados), memunculkan ide dan mensatukan persepsi tentang perlunya penerapan tatanan kepemerintahan yang baik (good governance) di Timor Leste, untuk mengatur pelaksanaan kepemerintahan kedepannya, hasilnya mendapatkan konsensus bersama sehingga mereka membuat pengakuan dan menetapkan kebijakan bagi pemberian pembentukan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam Pasal 27, Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste, pada tanggal 29 Maret 2002, yang berbunyi: (1). Ombudsman merupakan lembaga independen yang berfungsi untuk memeriksa dan mencari penyelesaian atas pengaduan-pengaduan yang disampaikan oleh warga negara mengenai badan umum, memastikan
kesesuaian tindakan dengan hukum, mencegah dan memulai seluruh proses untuk membetulkan ketidakadilan. (2). Semua warga negara berhak mengajukan pengaduan berkaitan dengan tindakan atau kelalaian badan umum kepada Ombudsman yang akan melakukan penyilidikan, tanpa wewenang untuk menjatuhkan putusan, dan akan mengajukan rekomendasi rekomendasi kepada pihak yang berwenang sesuai dengan keperluan. Kehadiran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam Pasal 27, Konstitusi Timor
Leste, sebagi institusi yang berperan penting dalam
mereformasi visi, misi dan strategik pemerintahan menuju pada pemerintahan yang baik. Atau dengan kata lain bahwa semenjak kehadiran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam Konstitusi RDTL 29 Maret 2002, penerapan good governance mulai tumbuh dalam kerangka
sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara di Timor Leste, untuk meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat, bangsa dan negara. Dalam konteks sistem pemerintahan Negara Timor Leste, dan sesuai dengan ketentuan Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste, bahwa kewenangan/kekuasaan lembaga-lembaga negara bentukan konstitusi yang diperlukan menerapkan good governance adalah:
1. Lembaga Eksekutif, yang terdiri dari: a. Presiden Republik Demokratik Timor Leste a. Pemerintah Negara Republik Demokratik Timor Leste,
yang terdiri
dari:
Dewan Menteri Dewan Menteri terdiri atas Perdana Menteri, Wakil-wakil Perdana Menteri, dan para Menteri. Penyelenggaraan Pemerintahan Umum Negara. Penyelenggara Pelayanan Administrasi publik pemerintahan negara.
2. Lembaga Legislatif, yang terdiri dari:
Parlemen Nasional Republik Demokratik Timor Leste
3. Lembaga Yudikatif, terdiri dari:
Pengadilan Republik Demokratik Timor Leste
4.1.15.2. Periode II Kabinet Pemerintahan Konstitusional I Tahun 20022006. Pada masa Kabinet Pemerintahan Konstitusional I (pertama), negara/pemerintah untuk
komitmen
melaksanakan good governance di Timor Leste
memasuki fase serius. Dimana ke-12 Deputadus/Anggota Parlemen dari Komisi A Parlemen Nasional yang membidani Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Statuto Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, yang dipublikasikan melalui Lembaran Negara Seri No. 9 Tahun 2004. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 inilah yang memunculkan visi dan misi Ombudsman tentang promosi penegakkan tatanan kepemerintahan yang baik (good governance) di Timor Leste sejak tanggal 26 Maret 2004. Dengan diterbitkannya undang-undang ini di Timor Leste, maka pemerintah
(eksekutif),
khususnya
15
Dewan
Kementerian,
14
Wakil
Kementerian dan 10 Menteri Sekretaris Negara, Kabinet Timor Leste pertama, bentukan Perdana Menteri Mari Bin Amude Alkatiri, dituntut untuk berkewajiban menerapkan good governance ke dalam kerangka sistem penyelenggaraan
administrasi publik pemerintahan yang efektif, adil dan demokrasi dalam pemberian layanan terhadap kepentingan publik sehari-harinya. Adapun Ke-15 Dewan Kementerian, 14 Wakil Kementerian dan 10 Menteri Sekretaris Negara, pada masa Kabinet Pemerintahan Konstitusional Pertama yang dituntut dan diwajibkan melaksanakan kepemerintahan yang baik (good governance) tersebut, adalah sebagai berikut:
Tabel: 4.3. Kementerian Negara Dengan Para Menteri-Menteri No
Jabatan Menteri
Nama
1
Luar Negeri dan Kerja Sama
Dr. José Manuel Ramos Horta
2
Administrasi Negara dan Penataan Wilayah
Dra. Ana Pessoa Pinto
3
Perencanaan Keuangan
Maria Madalena Brites Boavida
4
Pertahanan dan Keamanan
Roque Félix de Jesus Rodrigues
5
Menteri Kehakiman
Domingos Maria Sarmento, S.H.
6
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Ir. Estanislau Aleixo da Silva
7
Pendidikan dan Kebudayaan
Dr. Armindo Maia, M.Phil.
8
Menteri Kesehatan
dr. Rui Maria de Araújo
9
Menteri Dalam Negeri
Rogério Tiago Lobato
10 Menteri Pembangunan
Abel da Costa Freitas Ximenes
11 Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat
Arsénio Paixão Bano
12 Sumber Daya Alam, Mineral, dan Politik Energi Dr. Marí Bin Amude Alkatiri 13 Transportasi dan Komunikasi
Ir. Ovídio de Jesus Amaral
14 Menteri Pekerjaan Umum
Ira. Odéte Genoveva Vítor da Costa
15 Dewan Menteri
Drs. Antoninho Bianco
Sumber: Data Pemerintah Tentang Lembaran Negara Republiki Demokratik Timor Leste 2006
Berdasarkan informasi/data pada tabel 4.3 dijelaskan bahwa pada pemerintah Konstitusional Pertama (Primeiro Governo Constitucional) adalah kabinet Timor-Leste pertama yang dibentuk setelah pengambilalihan kekuasaan dari Perseirikatan Bangsa-Bangsa melalui misinya di Timor Timur UNTAET (United Nations Transitional Administration in East Timor) kepada Pemerintahan
Timor-Leste pada tanggal 20 Mei 2002 yang dikenal sebagai Hari Restorasi Kemerdekaan. Kabinet ini dikepalai oleh Dr. Marí Alkatiri sejak Mei 2002 sampai Juni 2006, yang terdiri dari 15 (lima Belas) Institusi Kementerian/Instititusões Ministerial, yang dipimpin oleh kualitas 15 orang menteri negara. Fungsi dan tugas Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah mengalang pemberdayaan masyarakat untuk melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap kinerja ke 15 (lima belas) orang menteri negara tersebut untuk mencegah perbuatan mereka dari praktik-praktik mal-administrasi publik dan diskriminasi terhadap masyarakat serta bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme. Dan
memungkinkan mereka dapat melaksanakan kepemerintahan yang baik.
Rancangan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Statuto Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sebagai landasan utama terdorongnya promosi penegakkan good governance di lembaga-lembaga negara bentukan konstitusi yaitu eksekutif (Presiden Republik dan dewan kementerian), proses penyelenggaran administratif lembaga legislatif dan yudikatif.
4.1.16. Pelaksanaan Good Governance di Timor Leste Terdapat banyak rumusan tentang pelaksanaan good governance menurut para ahli diberbagai negara. Namun pengertian secara Dunia
umum
menurut Bank
(1997:98), bahwa pelaksanaan good governance pada suatu negara,
selebihnya hanya terlihat pada pelaksanaan pemerintahan negara yang menganut azas atau prinsip-prinsip good governance yaitu pemerintahan yang efektif dan
efisien,
terbuka, akuntabel,
demokrasi, berkeadilan, berorientasi pada
kesepakatan, memiliki visi strategis, tanggungjawab dan kepastian hukum yang jelas. Hal
yang
sama juga, dikemukakan UNDP (1997:89),
bahwa,
penyelenggaraan pemerintahan suatu negara yang good governance, terutama terlihat pada
cara
kerja negara, yang membuat pemerintahan akuntabel,
birokratis, manajemen sektor publik yang efisien, legitimasi politik, kerjasama dengan
institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi,
kebebasan
informasi
dan
ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat
dipercaya.
Sedangkan World Bank, mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance yang ada dalam pelaksanaan pemerintahan sebuah negara adalah masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum yang demokratis. Selanjutnya UNDP (1997), menegaskan bahwa good governance dilaksanakan oleh pemerintaah pada dasarnya dilandasi oleh 9 pilar utama. Kesembilan
pilar demikian, paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap
sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi penerapan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik. Kesembilan pilar good governance tersebut, yaitu: (1)
Partisipasi/participation,
(2)
Penegakkan
Hukum/rule
of
law,
(3)
Transparansi/transparency, (4) Daya tanggap/responsivness, (5) Berorientasi Pada
Kesepakatan/consensus orientation, (6) Keadilan/equity, (7) Efektif dan Efisien/effectiveness and efficiency, (8) Akuntabilitas/accountability, (9) visi strategis/strategic vision. Kesembilan
prinsip atau pilar good governance itu,
tidaklah dapat
berjalan sendiri-sendiri, ada hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi, masing-masing adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai prinsip yang lainnya, dan kesembilan prinsip ini adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai pelaksanaan pemerintahan yang baik di suatu negara. Dengan demikian, dalam praktik pelaksanaan good governance di suatu negara, dalam rangka reformasi nasional, komitmen untuk membangun penyelenggaraan kepemerintahan yang baik merupakan ujud konkrit dari pemerintah melaksanakan kesembilan prinsip-prinsip good governance, maka jika ada kemauan baik (good will) dari pemerintah untuk melaksanakan kesembilan prinsip good governance di atas dengan serius dan tepat sesuai pengaturan undang-undang yang berlaku, maka dapat terwujudnya: a. Penyelenggaran pemerintahan yang baik dan bersih (suatu pemerintahan yang terbuka, akuntabel, demokratis, partisipatif, berkeadilan, check and balance serta menjungjun tinggi hak asasi manusia). b. Pelaksanaan fungsi administrasi negara yang efektif, tidak memboroskan uang rakyat. c. Pemerintah dapat menjalankan fungsinya berdasarkan norma dan etika moralitas yang berkeadilan tinggi. d. Aparatur pemerintah mampu menghormati legitimasi konvensi konstitusional yang mencerminkan kedaulatan rakyat. e. Pemerintah memiliki daya tanggap terhadap berbagai aspirasi dan tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. f. Pemerintahan dapat menhindari dari krisis moral dan etika profesionalnya. g. Adanya pelayanan administrasi publik pemerintah yang berorientasi pada masyarakat, muda dijangkau berdasarkan pada azas pemerataan dan berkeadilan dalam setiap tindakan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, berfokus pada kepentingan masyarakat, bersikap profesional
dan tidak memihak (non partisan). (Nisjar 1997, dalam Pandji Santosa, 2009:132) Berdasarkan beberap pengertian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, melaksanakan good governance adalah mengubah cara kerja negara/state, membuat pemerintah transparansi, akuntablitas dan partispatif, serta membangun stakeholder (pemangku kepentingan)
di luar negara/pemerintah untuk ikut
berperan dslsm membuat sistem baru negara/pemerintah yang bermanfaat secara umum. Berkaitan dengan penjelasan konsep di atas, dimana dalam konteks Negara Timor Leste, terutama pelaksanaan 9 (sembilan) prinsip good governance masih jauh dari harapan masyarakat, karena sebagai negara baru maka pemahaman dan pengertian pejabat negra/pemerintah terhadap prinsip-prinsip good governance belum maksimal, sehingga muncul penyimpangan-penyimpangan pemerintahan seperti: I. Pelanggaran Hak Asasi Manusia Hak asasi manusia telah menjadi bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Timor Leste. Perlindungan dan Penegakan hak asasi manusia di Timor Leste sejak tahun 2007 hingga 2009, telah ada 7 instrumen yang memberikan perlindungan dan jaminan hak asasi manusia di Timor Leste, setelah Presiden dan Parlemen Nasional Republik Demokratik Timor Leste meratifikasi 7 instrumen hak asasi manusia. Sejumlah Instrumen hak asasi manusia internasional yang telah diratifikasi tersebut diantaranya adalah: a. International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination/CERD
b. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women c. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights/ICESCR d. International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR e. Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment orPunishment/CAT f. Convention on the Rights of the Child/CRC g. Convention on the Rights of Persons with Disabilities/CRPD h. Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Membersof Their Families
Dengan negara meratifikasi konvensi-konvensi hak asasi manusia demikian,
sejak tahun 2004, Parlemen Nasional menyampaikan permintaan
kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh pejabat publik untuk menhormati hak asasi manusia. Dan Parlemen Nasional juga telah menerbitkan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004, untuk
memastikan pemerintah membuatkan
rencana pembangunan setiap 4 tahun sekali bagi pemenuhan hak baik hak-hak sipil dan politik, maupun hak ekonomi sosial dan budaya, yang memastikan perlindungan, penghormatan, pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia. Namun, dalam praktik lembaga-lembaga negara belum sepenuhnya melaksanakan fungsinya untuk penghormatan, pemenuhan dan penegakan Hak Asasi Manusia. Masih adaya masalah dengan penyalahgunaan wewenang, maladministrasi dan korupsi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (misalnya korupsi di berbagai lembaga peradilan, berdampak pada pemenuhan hak-hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak, hak atas tanah dan bangunan dll).
II. Korupsi Pejabat Publik
Sejak masa Kepemerintahan Konstitusional II 2007-2010, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri José Alexandre “Kairala Xanana” Gusmão, penyelenggaraan pemerintahan negara kurang berorientasi sepenuhnya terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu tidak mengherankan bila Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Timor Leste berdasarkan survey Transparansi Internasional, memperoleh indeks pada kisaran angka dari tahun 2004 hingga tahun 2007, menduduki urutan negara ke 123 dengan tingkat korupsi sebesar 2,6 (dua koma enam) dan tahun 2008 sampai tahun 2010 terdaftar dalam urutan negara ke 113 dengan tingkat korupsi di rengking 33.
Berdasarkan dokumen analisa World Bank Country Timor Leste 2012, dinyatakan bahwa, Indeks Presepsi Korupsi Timor Leste disebabkan oleh adanya praktik korupsi dalam urusan layanan pada bidang bisnis, antara lain meliputi ijinijin usaha (ijin domisili, ijin usaha, IMB, ijin ekspor, angkut barang, ijin bongkar muatan barang), pajak (restitusi pajak, penghitungan pajak, dispensasi pajak), pengadaan barang dan jasa pemerintah (proses tender, penunjukkan langsung), proses pengeluaran dan pemasukan barang di pelabuhan (bea cukai), pungutan liar oleh polisi dan imigrasi.
Hasil
monitoring yang dilakukan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan terhadap kinerja Kementerian
Keuangan Timor Leste, ditemukan
bahwa unit-unit layanan seperti Pajak, Bea cukai, Layanan Ketenagakerjaan, Ijin
Mendapatkan Usaha dan Keimigrasian menduduki rengking tertinggi dalam perbuatan korupsi di Timor Leste.
Dengan demikian, menyebabkan perilaku kejahatan korupsi, terutama pada pengadaan barang dan jasa secara nasional, tender penunjukan lansung, nepotisme dalam meloloskan pemenang tender, money politic, pungutan
ilegal serta
perlindungan pengusaha luar oleh aparatur negara atau pemerintahan dll. Beberapa hal tersebut, merupakan kasus korupsi riil, meluas dan kompleksnya di Timor Leste
yang dilaporkan warga masyarakat dan dibutuhkan strategi
pemberantasan yang sistemik oleh Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan.
III. Penyalahgunaan Kewenangan Pasca krisis politik militer dan keamanan di Timor Leste 2006, telah membawa pesan yang jelas seperti apa yang diidentifikasi Bank Dunia sebagai „crisis of governance‟ atau „bad governance‟ (World Bank 1992). Maka pada masa Pemerintahan Konstitusional II (kedua), memunculkan cara pandang baru terhadap reformasi nasional, yaitu upaya negara terhadap pencegahan pejabat publik melakukan penyalahgunaan wewenang, mal-administrasi, nepotisme dan diskriminasi terhadap masyarakat. Dengan demikian Parlemen Nasional menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Pemberian Pembentukan Ombudsman Timor Leste, yang bersubstansi tentang anti maladministrasi (penyalahgunaan wewenang) yang dilakukan oleh pejabat negara dan birokrasi penyelenggara administrasi pemerintahan. Dan juga negara telah
mengeluarkan Peraturan Perundang-Undangan (Decreto Lei) No. 10 Tahun 2009, tentang Procurement/Aprovizionamento/Usaha mendapatkan perbekalan. Namun, dalam
praktik
penyelenggaraan pemerintahan dewasa ini,
penyalahgunaan wewenang para aparatur publik tak dapat dihindari, sering kali pejabat negara dan birokrasi penyelenggara administrasi publik pemerintahan mengunakan kewenangannya untuk memberikan tender penunjukan lansung (single source) kepada kroni sesama partai
dan sanak keluarganya. Manipulasi
terhadap harta dan aset negara, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, menhindari prosedur dan aturan undang-undang, tindakan indisipliner atau kejahatan lain yang menyangkut proses penerimaan sampai pemberhentian pegawai, tidak memberikan layanan administrasi publik pemerintahan yang berkeadilan, sebagai suatu perbuatan penyalahgunaan wewenang yang marak terjadi di Timor Leste. Kasus-kasus semacaam inilah yang sering dilaporkan warga masyarakat ke Ombudsman yang dunutuhkan tindakan penanganan dan penyelesaian segera.
IV. Mal-administrasi Publik Mal-administrasi
adalah suatu praktif yang menyimpang dari etika
administrasi, atau suatu praktif administrasi yang menjauhkan dari pencapaian tujuan
administrasi.
Terminologi administrasi yang paling relevan untuk
memaknai mal-administrasi publik adalah apa yang disebut oleh The Liang Gie dalam Budhi Masthuri (2002: 19) sebagai administrasi publik atau administrasi kenegaraan, yaitu usaha kerja sama dalam hal-hal mengenai kenegaraan pada
umumnya sebagai upaya pemberian pelayanan terhadap segenap kehidupan manusia yang terdapat di dalam suatu negara. Nigro dan Nigro dalam catatan Muhadjir Darwin mengemukakan delapan bentuk penyimpangan yang dapat dikategorikan sebagai mal-administrasi yaitu; ketidakjujuran (dishonesty), perilaku yang buruk (unethical behavour), mengabaikan hukum (disregard of the law), favoritisme dalam menafsirkan hukum, perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai, inefisiensi-bruto (gross inefficiency), menutup-nutupi kesalahan, dan gagal menunjukkan inisiatif. Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 1 Huruf (h), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan yang dimaksud dengan mal-administrasi adalah : “Suatu tindakan dan kemauan jahat yang telah dilakukan atau penyalahgunaan wewenang, didasari atas pertimbangan tertentu yang tidak sesuai atau membuat kesalahan yang tidak dapat dibaikan, atau diluar hak-haknya, tanpa dasar proses yang adil dan kewajaran yang menhambat keefektifan dan berjalan normalnya Administrasi Publik” Dengan demikian, mal-administrasi diartikan sebagai penyimpangan, pelanggaran atau mengabaikan kewajiban hukum dan kepatutan masyarakat sehingga tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik. Atau dengan kata lain membekukan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipatif dll. Konsekuensi logis dalam menjalankan fungsi-fungsi layanan administrasi publik, bagi setiap pejabat publik adalah berkewajiban memberikan perlakuan yang sama bagi setiap warga masyarakat. Dengan demikian, tindakan pejabat publik yang tidak sesuai dengan asas asas umum good governance, seperti antara
lain tindakan pengambilan kebijakan publik yang tidak transparan/tidak partisipatif, tidak dapat dipertanggungjawabkan secara publik dan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan supermasi hukum (rull of law) dapat dikalegorikan menjadi perbuatan mal-administrasi. Bentuk dan Jenis mal-administrasi publik yang ditemukan di Timor Leste, terkait dengan:
1. Ketepatan waktu dalam proses pemberian pelayanan umum. Mal-administrasi ini terdiri dari tindakan penundaan berlarut, tidak menangani dan melalaikan kewajiban. 2. Keberpihakan sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan dan diskriminasi. Mal-administrasi ini terdiri dari persekongkolan, kolusi dan nepotisme, bertindak tidak adil, dan nyata-nyata berpihak.
3. Tindakan pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundangan. Maladministrasi ini terdiri dari pemalsuan, pelanggaran undang-undang, dan perbuatan melawan hukum.
4. Kewenangan/kompetensi atau ketentuan yang berdampak pada kualitas pelayanan umum pejabat publik kepada masyarakat. Mal-administrasi
ini
terdiri dari tindakan diluar kompetensi, pejabat yang tidak kompeten menjalankan tugas, intervensi yang mempengaruhi proses pemberian pelayanan umum, dan tindakan yang menyimpangi prosudur tetap.
5. Sikap arogansi seorang pejabat publik dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Mal-administrasi ini terdiri dari tindakan sewenangwenang, penyalahgunaan wewenang, dan tindakan yang tidak layak/tidak patut.
6. Tindakan korupsi secara aktif. Mal-administrasi ini terdiri dari tindakan pemerasan atau permintaan imbalan uang (korupsi), tindakan penguasaan barang orang lain tanpa hak, dan penggelapan barang bukti.
4.1.17. Pelaku Mal-administrasi Publik Mal-administrasi adalah suatu tindakan atau perilaku administrator penyelenggara administrasi negara (pejabat publik) dalam proses pemberian layanan administrasi publik yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau norma hukum yang berlaku atau melakukan penyalahgunaan wewenang dan kesalahan
administratif
(maladministration) yang atas tindakan tersebut
menimbulkan kerugian baik material maupun immaterial dan ketidakadilan bagi masyarakat. Mal-administrasi secara lebih umum diartikan sebagai praktikpraktik pejabat negara dan birokrasi pemerintahan serta institusi-institusi publik yang menyimpang atau melanggar etika administrasi dimana tidak tercapainya tujuan administrasi, sehingga menimbulkan pemerintahan yang buruk seperti tersebutkan dalam bentuk dan jenis mal-administrasi di atas. Pelaku mal-administrasi publik adalah Pejabat Pemerintah (Pusat maupun Daerah). Semenjak awal bulan Januari sampai 31 September 2012, ditemukan dalam
informasi/data
Departemen
Investigasi Mal-administrasi publik,
Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, ditemukan
pengaduan laporan masyarakat mengenai pelaku mal-administrasi
tersorot/terbanyak di Timor Leste adalah Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah sebanyak 14 Kasus, disusul dengan pelaku mal-administrasi tingkat/renking ke-dua adalah Kementerian
Solidaritas
Sosial
Republik
Demokratik Timor Leste (RDTL), tersorot/terbanyak 12 kasus mal-administrasi.
4.1.18. Peran Ombudsman Dalam penanganan Mal-administrasi Publik. Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memandang pejabat publik maupun institusi-institusi publik, tidak hanya dari aspek hukum, etika, moral dan profesionalisme, melainkan segala bentuk perbuatan dan perilaku yang bersifat koruptif (penyalahgunaan wewenang dan mal-administrasi). Dalam perkembangan proses penegakkan kepemerintahan yang baik di Timor Leste, semenjak tahun 2006 hingga dewasa ini (2012), Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah dilandasi dengan UU No 7 Tahun 2004, untuk menghadapi pelaku tindakan perbuatan penyalahgunaan kewenangan dan kesalahan administratif (maladministration) oleh pejabat negara dan birokrasi pemerintahan dan/atau membantu pejabat negara dan birokrasi pemerintahan melaksanakan penyelenggaraan kepemerintahan negara yang efektif dan efisien, transparan, akuntabel, berkeadilan dan penhormatan hak asasi manusia. Sebagai upaya Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam menhadapi pelaku perbuatan mal-administrasi pejabat negara dan birokrasi pemerintahan di Timor Leste. Semenjak berdiri tahun 2005-2012, berperan melalui tiga spesialisai teknikal departemennya, yaitu, Departemen Investigasi
Mal-administrasi Publik, Departemen Monitoring Mal-administrasi Publik serta Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, dengan persiapan penyusunan program/perencanaan kerja/road map trimestral yang strategik, akurat dan tepat sasaran sesuai mekanisme dan prosedur kerja Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, untuk memberantas dan mencegah kasus-kasus dugaan adanya maladministrasi publik di berbagai institusi publik di Timor Leste. Adapun penyusunan program road map trimester II (dua) bulan JuliSeptember 2012,
Divisi Good Governance, yang dilakukan untuk tindakan
pemberantasan dan pencegahan praktik-praktik dugaan adanya mal-administrasi pejabat publik) di Timor Leste, ditunjukan dalam tabel berikut ini:
Tabel: 4.4. Road Map Perencanaan Aktivistas Kerja Divisi Good Governance Juli- September 2012 Hari
Tggl
(1)
(2) 7
Jumat
14 21 28
Bulan & Tahun (3)
September 2012
Aktivitas (4) Rapat Divisi Good Governace Trimeste III, Ombudsman HAM Dan Keadilan RDTL
Departemen
Evaluasi Hasil Kerja
(5) Investigasi Mal-administrasi (Penyidik/Investigator) Pencegahan Dan Monitoring Maladministrasi (Monitor) Pendidikan Anti Mal-administrasi (Instruktor/edukator)
(6) 12 kasus diselesaikan
Kegiatan Baru Bulan Oktober
Membuat Road Map Setiap Departemen
2 kasus dimonitoring Tahap Persiapan
Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013
Pada tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa pada trimester III antara bulan Juli-September 2012, Direktur Nasional Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan menyelenggarakan rapat bersama dengan para Kepala Departemen beserta staf untuk menyusun/membuat road map perencanaan aktivitas kerja investigasi, pencegahan dan monitoring serta pendidikan umum
anti mal-administrasi publik sebanyak empat kali, untuk membahas dan menetapkan investigasi terhadap 12 kasus mal-administrasi publik, dua kasus maladministrasi yang akan dimonitoring dan tahap persiapan Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi dalam melakasanakan program pelatihan 10 prinsip good governance terhadap 4 instansi publik di Timor Leste.
Selanjutnya, Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik, pada trimester III Juli hingga September 2012, sebagai berikut:
Tabel: 4.5. Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen Investigasi Mal-addministrasi Publik Juli- September 2012
Trimester III 2012
(1)
Juli
-
Agustus September
Investigatorr
Road Map
(2)
Tipe Kasus
(3)
(4)
Pertama
2
Kedua
3
Mal+Koru psi Mal-adm
Ketiga Keempat Kelima
3 2 1
PW Mal-adm Mal-adm
Keenam 6
1 12
PW Mal+PW
Nama Institusi
(5) Kementerian Solidaritas Sosial RDTL
Implement asi
(5) Juli-Sept
Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah RDTL Kementerian Pendidikan Komisi Kepegawaian Negara Kepolisian Nasional
Juli-Sept
Kementerian Pertanian dan Perikanan
Juli-Ags
Juli-Sept Juli-Sep Ags-Sept
Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013
Pada tabel 4.5 di atas menunjukan ada kerja tim investigasi yang terdiri dari dua orang investigator yang akan melaksanakan investigasi menyangkut kasus mal-administrasi dan korupsi di Kementerian Solidaritas Sosial pada bulan Juli hingga September 2013, disusul kerja tim 3 investigator yang akan
melaksanakan investigasi 5 kasus mal-administrasi di Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah Republik Demokratik Timor Leste, dll.
Selanjutnya, Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi Publik, yang direncanakan bersama untuk dilaksanakan pada trimester III Juli hingga September 2012, sebagai berikut:
Tabel: 4.6. Road Map Perencanaan Aktivistas Kerja Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi Publik Juli- Setembru 2012 Trimester III 2012 (1)
Juli
-
Monitor
Aktivitas
Nama Instansi
(2)
2 Staff
Monitoring Maladministrasi
Agustus September
6
12
Pemerintahan Administratif Distrik Dili Pemerintahan Administratif Sub Distrik Jumalai Pemerintahan Administratif Sub Distrik Pasabe Pemerintahan Administratif Sub Distrik Iliomar Pemerintahan Administratif Sub Distrik Liquiça Pemerintahan Administratif Sub Distrik Aileu
Implementasi (5) Agustus Agustus Agustus Agustus September September Septembe
Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013
Pada tabel 4.6 di atas menunjukan ada kerja tim dua orang Monitor/pemantau yang akan melaksanakan kegiatan monitoring, dengan road map sebagai berikut, yaitu pada bulan Agustu 2012, kedua tim tersebut akan melakukan monitoring terhadap implementasi Perencanaan Pembangunan Distrik dan Sukus/Desa (PDD dan PDS) di Pemerintahan Administratif Distrik Dili, Pemerintahan Administratif Sub Distrik Jumalai, Pemerintahan Administratif Sub Distrik Pasabe dan Pemerintahan Administratif Sub Distrik Iliomar. Dan pada bulan september 2012, akan melaksanakan tentang kegiatan internal administratif
dan pelaksanaan pembangunan fisik PDD dan PDS di Pemerintahan Administratif Sub Distrik Liquiça dan Distrik Aileu.
Selanjutnya, Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, pada trimester III Juli hingga September 2012, yang direncanakan adalah sebagai berikut:
Tabel: 4.7. Road Map Perencanaan Aktivistas Kerja Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik Juli- Setembru 2012
Tggl
Bulan & Tahun
Aktivitas
(2)
(3)
(4)
Tema Pelatihan
Materi Pelatihan
Instansi Pemerintah Yang Diberi Pelatihan
Hari
(1)
Kamis
15
JuliAgustus
Pemberian Pelatihan 10 Prinsip Good Governance
September
(5)
(6)
(7)
Bekerja Dengan Disiplin Dan Beranggungjawab Di Administrasi Publik, Sebagai Jalan Untuk Mempromosi Good Goernance
1.Kategori Pelanggaran Good Governance
Kementerian Kesehatan Kepolisian Nasional Timor Leste Kejaksaan Agung
2.Penyalahgunaan Wewenang 3. Mal-administrasi Pemerintahan
Kementerian Administrasi Negara Dan P. Wilayah Kementerian Solidaritas Sosial Kementerian Keadilan
2012 4. Landasan Yurisdiksi Ombudsman
Road Map
Road Map
Road Map
Kementerian Pertahanan Unit Kepolisian Militer
Road Map
Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013
Pada tabel 4.7 menunjukan ada kerja tim dua orang Monitor/pemantau diperbantuan tim tehnis yang lainnya, yang akan melaksanakan kegiatan pelatihan 10 prinsip good governance pada instansi publik di Timor Leste, dengan road map sebagai berikut, yaitu pada bulan Juli 2012, kerja tim
akan
menyelenggarakan 10 prinsip good governance pada Kementerian Kesehatan dan Kepolisian Nasional Timor Leste, bulan Agustus dengan Kementerian Administrasi Negara Dan Pengesahan Wilayah, Kementerian Solidaritas Sosial
dan Kementerian Keadilan, pada bulan September dengan Kementerian Pertahanan khususnya dengan Unit Kepolisian Militer, Angkatan Pertahanan.
4.2. Pembahasan Pada
bagian
ini
akan
dibahas
tentang
hasil
temuan yang
didapat selama penelitian, baik berupa hasil observasi, studi dokumentasi dan hasil wawancara dengan para responden
yang didapatkan di lapangan.
Deskripsi data dalam
akan membahas tentang Peran
hasil penelitian ini,
Ombudsman
Hak Asasi Manusia Dan
governance
di
Republik
Keadilan
Demokratik
dalam mendorong good
Timor Leste,
kemudian
diinterpretasikannya berdasarkan kajian teoritis secara kualitatif. Terkait dengan pencapaian sasaran visi dan misi “promosi penegakkan kepemerintahan yang baik, maka peran Ombudsman Dan
Keadilan
dalam
Hak
mendorong good governance
Demokratik Timor Leste, dilakukan melalui tiga
lingkup
Asasi
Manusia
di Negara Republik kerja
spesialisasi
teknikal Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sebagai berikut:
4.2.1. Investigasi Mal-administrasi Publik Investigasi yang dilaksanakan Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik, Divisi Good Governance merupakan bagian strategis dari fungsi, tugas dan kewenangan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan untuk melakukan pemeriksaan mendalam terhadap laporan pengaduan kasus-kasus tentang dugaan adanya mal-administrasi publik dari instansi Terlapor, dokumen-
dokumen serta tempat-tempat ataun instalasi-instalasi publik yang diduga adanya praktik-praktik mal-administrasi. Dalam menjalankan fungsi tugas dan kewenangan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam menginvestigasi mal-administrasi publik bagi terwujudnya penegakkan
good governance di Timor Leste diatur dalam Pasal
23 huruf (a) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004, tentang Statuto Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, yang menyatakan bahwa: “Kompetensi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah untuk melakukan investigasi terhadap pelanggaran hak-hak dasar manusia, jaminan kebebasan manusia, mal-administrasi publik, proses-proses yang menunjukan ketidakadilan”. Berlandaskan pada pasal ini Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sebagai institusi pengontrol/pengawasan publik berperan aktif dalam menginvestsigasi setiap kasus-kasus dugaan adanya praktik-praktik maladministrasi publik yang dihadapi masyarakat, baik yang dilaporkan warga masyarakat maupun atas inisiatif Ombudsman sendiri (own motion investigation). Dalam konteks Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, investigasi merupakan salah satu perangkat pendukung atau meanstrean utama yang dipergunakan untuk memperoleh informasi/data yang lebih lengkap, tajam, seimbang dan objektif untuk merumuskan tindakan-tindakan yang perlu diambil bagi penyelesaian substansi atas sesuatu kasus mal-administrasi publik. Investigasi
mal-administrasi
publik
dapat
dilakukan
Ombudsman
dimanapun, apabila adanya laporan pengaduan masyarakat mengenai tindakan, perbuatan dan perilaku para pejabat publik yang tidak wajar, tidak sopan dan kurang peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang disebabkan oleh
perbuatan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif atau diskriminatif, dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan undang-undang atau fakta, tidak masuk akal, atau berdasarkan
tindakan
unreasonable,
unjust,
oppressive,
improper
dan
diskriminatif. (Budi Masthuri, dalam Panduan Investigasi Ombudsman Nasional Indonesia, 2003: 10) Mal-administrasi merupakan perbuatan, sikap maupun prosedur melawan hukum, pelanggaran peraturan perundang-undangan yang menyebabkan bagi timbulnya pemerintahan yang tidak efisien, buruk dan tidak memadai. Berdasarkan penjelasan konsep di atas, substansi permasalahan
mal-
administrassi publik yang masuk dalam yurisdiksi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan yang perlu ditanggani dan diselesaikannya melalui investigasi di klasifikasikan sebagai berikut: 1. Penundaan pemberian layanan berlarut-larut. 2. Tidak menangani dengan baik. 3. Pemalsuan. 4. Penyalahgunaan Wewenang. 5. Permintaan Imbalan Uang/Korupsi. 6. Penyimpangan Prosedur. 7. Melalaikan Kewajiban. 8. Bertindak Tidak Layak/ Tidak Patut. 9. Penguasaan Tanpa Hak. 10. Bertindak Tidak Adil. 11. Nyata-nyata Berpihak. 12. Pelanggaran Undang-Undang. 13. Perbuatan Melawan Hukum. Klasifikasi bentuk-bentuk atau jenis-jenis mal-administrasi publik di atas, diangap sebagai penghambat utama berjalannya kepemerintahan yang baik, yang
menjadi target utama bagi Investigator/penyidik Departemen Mal-administrasi Publik, Divisi Good Governance dilakukan investigasi untuk menggali informasi/data mendalam, seimbang dan objektif, dan hasil temuannya dijadikan sebagai bahan untuk merumuskan rekomendasi Ombudsman, kemudian di rekomendasikan ke institusi Terlapor untuk menuntut pertanggungjawabannya. Dalam prosedur Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan menyangkut investigasi terhadap kasus-kasus dugaan adanya mal-administrasi publik tingkat pengaturannya sudah sangat jelas, yaitu sebagai berikut: a. Perencanaan Program Aktivitas Kerja Investigasi Kasus-Kasus Maladministrasi Publik Per-Trimester. Agar fungsi investigasi mal-administrasi mencapai hasil sesuai dengan target yang diharapkan, maka adanya Forum Pertemuan Umum/Encontro Geral antar Divisi di Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Forum Pertemuan Umum/Encontro Geral
merupakn salah satu tahapan dalam
perencanaan Program Kerja Investigasi Trimester (tiga bulan) terhadap jumlah kasus-kasus mal-administrasi publik yang dipreoritaskan untuk di investigasi. Berdasarkan Forum Pertemuan Umum kemudian disusun program investigasi terhadap kasusu-kasus dugaan adanya mal-administrasi publik yang diserta dengan dana program yang akan membiayainya. Namun, sebelum penyusunan Program Kerja Investigasi berlanjut, terlebih dahulu dari setiap investigator dari Divisi Good Governance mempersentasikaan substansi perencanaan program kerja investigasi yang disiapkannya, kemudian dibahas bersama antara Ketua Ombudsman Area Good Governance, Direktur Good Governance, Kepala Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik, yang
selanjutnya menetapkan keputusan bersama untuk mensahkan perencanaan kerja yang di usulkan. Perencanaan program kerja/aktivitas investigasi maladministrasi trimestral di tahun 2012 dari Departemen Investigasi Maladministrasi Publik, Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah seperti pada tabel berikut: Tabel 4.8. Perencanaan Program Kerja Investigasi Trimester I-III Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik 2012.
Trimester III 2012
Investigatorr
Road Map
Tipe Kasus
Nama Institusi
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
3
Mal+Korp
Pertama Januari
2
- Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah RDTL -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL
-
2 1
Kementerian Pendidikan Kementerian Keadilan
Kedua
2
Mal-adm
2
Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah RDTL -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL
2 1
Kementerian Pendidikan Kementerian Keadilan
September
Ketiga
2
Keempat
2 2 1 2
Kelima
2 2 1 3
Keenam
2 1 1 2
6
2 1 0 41
PW+ Maladm
Mal-adm
Mal-adm
Mal-adm
-Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah RDTL -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL Kementerian Pendidikan Kementerian Keadilan -Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah RDTL -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL Kementerian Pendidikan Kementerian Keadilan -Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah RDTL -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL Kementerian Pendidikan Kementerian Keadilan -Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah RDTL -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL Kementerian Pendidikan Kementerian Keadilan 4 Kementerian
Implement asi
(5) Januari September
Januari September
Juli-Sept
Januari September Januari September
Januari September
Sumber: Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan 2012.
Pada tabel 4.8 itu terlihat pada trimester I-III (Januari-September) 2012, ada sekitar 41 (empat puluh) kasus dugaan adanya mal-administrasi publik yang diusulkan oleh 6 (enam) orang Investigator dari Departemen Investigasi maladministrasi Publik, Divisi Good Governance dalam penerencanaan program kerja/aktivistas investigasinya yang perlu dilaksanakan. b. Pelaksanaan Aktivitas Kerja Investigasi Yang Rencanakan. Dalam tahap pelaksanaan program kerja/aktivitas investigasi terhadap kasus mal-administrasi publik yang direncanakan oleh Investigator Maladministrasi Publik, Divisi Ombudsman tersebut, di lakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu: 1. Investigasi Lapangan Dilakukan Ombudsman dengan cara mendatangani tempat kejadian kasus mal-administrasi publik secara lansung. Strateginya adalah seorang Investigator dapat melakukan tanya jawab atau wawancara lansung dengan seseorang pejabat publik yang telah diidentifikasi sebagai responden dengan kasus/perkara yang dilaporkan. Investigasi di lapangan (in site investigation) penting dilakukan untuk mengali informasi/data mendalam, jelas dan obyektif atas kasus/perkara dugaan adanya praktik-praktik mal-administrasi publik yang dilaporkan masyarakat. 2. Investigasi Atas Inisiatif Sendiri Dilakukan
Ombudsman untuk mengungkap terjadinya penyimpangan
oleh penyelenggara negara.
Investigasi atas inisiatif sendiri didasarkan pada,
munculnya isu-isu/wacana yang beredar dari media cetak, maupun elektronik dalam skala nasional.
Kedua bentuk kegiatan investigasi tersebut, dipergunakan Ombudsman untuk menangani 41 kasus dugaan adanya perbuatan mal-administrasi publik di 4 (empat) instansi publik pemerintahan pada trimester I sampai III, bulan Januari hingga September 2012. Adapun substansi laporan, urutan tertinggi mengenai penundaan berlarut/tidak melakukan pelayanan, penyimpangan prosedur/maladministrasi 33
kasus, diikuti antara lain oleh penyalahgunaan wewenang 3
kasus, permintaan imbalan uang/korupsi 2 kasus. Peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, dalam rangka menginvestigasi dan menyelesaikan kasus-kasus dugaan adanya praktik-praktik mal-administrasi di atas, pada dasarnya berbasis pada prinsip-prinsip
aplikasi 9 (sembilan)
good governance untuk mendorong terwujudnya tatanan
kepemerintahan yang baik (good governance), di Timor Leste, sebagai berikut: 4.2.1.1.Partisipasi (Participation) Partisipasi sebagai salah satu prinsip good governance dalam rangka penyelenggaraan pemerintah negara. Partisipasi merujuk pada keterlibatan aktif Ombudsman
dalam
pengembilan
keputusan
yang
berhubungan
dengan
penyelenggaraan kepemerintahan. Partisipasi Ombudsman mutlak diperlukan agar kepentingan masyarakat dapat tersalurkan didalam penyusunan kebijakan sehingga dapat mengakomodasi sebanyak mungkin aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Nilai-nilai dasar partisipasi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam investigasi mal-administrasi publik dilakukan melalui kerangka yang sistematis sebagai berikut:
1. Pemberdayaan masyarakat; melalui proses pengorganisasian masyarakat, yaitu membuka ruang akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam menyampaikan laporan pengaduan tentang dugaan adanya praktik-praktik mal-administrasi publik, baik secara lansung (lisan dan tertulis) maupun tidak lansung pengiriman melalui eletronik (e-maill), layanan pesan singkat, faksimili (fax),
telepon dan
SMS kepada
Unit/Divisi Manajemen Penerimaan Pengaduan Ombudsman. 2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik yang ditunjukkan dengan berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik (seperti forum konsultasi publik). 3. Membangun struktur dan manajemen investigasi yang kuat, untuk menjamin kepercayaan masyarakat dalam berpartisipasi yang optimal. 4. Aktif dan efektif dalam mengadakan rapat-rapat kerja dan mengambil keputusan rapat kerja yang tepat dalam penyusunan rencana kerja investigasi dan mengadakan penetapan kasus-kasus yang diperioritaskan untuk di investigasi dalam trimestral. 5. Meningkatkan kualitas layanan administrasi terhadap masyarakat yang menyeluruh
dan
terpadu,
sebagai
proses
memobilisasi
yang
memungkinkan masyarakat untuk memenuhi aspirasi dan tuntutan kepentigan mereka terhadap pemerintah.
Mengacu pada prinsip partisipasi yang telah di bangun dan dikembangkan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sejak 6 (lima) tahun yang lalu
(2006-2015). Dapat terlihat ada kepercayaan masyarakat untuk menyampaikan laporan pengaduan mengenai dugaan adanya mal-administrasi publik selama tahun 2011-2012 Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan mengalami peningktan yang signifikan, yaitu informasi/ data dari Departemen Invstigasi Maladminstrasi Publik, Divisi Good Governance antara tahun 2011 ada 224 (dua ratus dua empat) pengaduan, dan 110 (seratus sepuluh) pengaduan pada bulan Januari-September tahun 2012. Setelah Ombudsman memproseskannya melalui studi analisis avaliasi preliminar menhasilkan 41 kasus murni mal-aministrasi publik yang bersubstansi penundaan berlarut/tidak melakukan pelayanan, penyimpangan prosedur/mal-administrasi 33
kasus, diikuti antara lain oleh
penyalahgunaan wewenang 3 kasus, permintaan imbalan uang/korupsi 2 kasus.
4.2.1.2.Supremasi Hukum (Rule of Law)
Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupn berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah adanya penegakkan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu. Tanpa penegakkan hukum yang tegas, para pejabat publik bebas berupaya mencari tujuannya tersendiri tanpa mengindahkan aspirasi dan kepentingan orang lain (warga masyarakat). Oleh karena itu, langkah awal penciptaan good governance, yaitu menjamin adanya kepastian dan penegakan hukum terhadap perbuatan penyelewengan para pejabat publik. Ombudsman tidak berkompetensi mengenai penegakan
hukum
yang
sesungguhnya,
akan
tetapi
tindakan-tindakan
pemerintahan baik tindakan hukum maupun tindakan nyata atas norma-norma
kepantasan, setiap orang mempunyai hak untuk meminta kepada Ombudsman secara tertulis maupun lisan untuk memeriksa cara suatu organ pemerintahan yang bertindak ketidakadilan tertentu terhadap seseorang atau suatu badan hukum. Dalam prinsip ini, investigasi Ombudsman berkaitan dengan kasus-kasus manipulasi,
diskriminasi,
mal-prakti,
penyalahgunaan
kewenangan,
pemecatan/pemutusan hubungan kerja secara ilegal dan pengusuran paksa, ilegal trafficking, ilegal-loging, nepotisme, kasus-kasus ini diselesaikan investigasinya oleh Ombudsman tanpa kompromi terhadap posisi dan kedudukan seseorang pejabat publik. Investigasi mal-administrasi publik dalam konteks penegakkan hukum, yang dilakukan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan ditentukan berdasarkan Panduan Investigasi Ombudsman Tahun 2010, yaitu: 1. Adanya Kepastian Hukum Bentuk-bentuk penyimpangan (mal-administrasi) dalam memberi pelayanan kepada publik dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Siapa pun dapat menjadi korban sewenang-wenang (arbitrary), penyalahgunaan wewenang, atau penundaan berlarut-larut akan ditindak tanpa bulu. 2. Kepatuhan Terhadap Hukum Hukum menjadi landasan bertindak bagi Ombudsman terutama pemberian sanksi yang tegas untuk para aparatur pemerintah yang melanggarnya. Jika dari hasil investigasi/pemeriksaan Ombudsman, ditemukan bukti akan unsur-unsur tindakan pidana, direkomendasikan
ke aparat penegak hukum
(kejaksaan dan kepolisian), untuk dilakukan proses pemeriksaan ulang. Apabila
dalam pemeriksaan aparat penegak hukum ditemukan bukti-bukti kuat yang menunjukan tindakan pidana, maka diteruskan pada proses hukum (persidangan pengadilan). Dalam hal ini, siapa saja (pejabat negara dan pemerintahan, aparat, penegak hukum dan lembaga peradilan) yang melanggar hukum di tindak tanpa kecuali sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.2.1.3. Transparansi (Transparancy)
Salah
satu
karekteristik
good
governance
adalah
keterbukaan
(transparansi). Karakteristik ini sesuai dengan semangat demokratisasi di abad ini yang semua serba terbuka akibat adanya revolusi informasi. Secara konseptual, transparansi dibangun atas dasar akses arus informasi yang bebas. Secara konkrit, penerapan prinsip transparansi dapat dijabarkan pada
arus informasi dan
komunikasi yang akurat bagi masyarakat umum dalam kaitan dengan adanya keterbukaan dalam hal pengambil keputusan Ombudsman dan dalam proses implementasi atau pelaksanaannya.
Transparansi merupakan
syarat utama bagi suatu keberhasilan tugas
Ombudsman yang efisien. Keterbukaan mengandung makna bahwa setiap warga masyarakat terhadap
mengetahui proses pengambilan keputusan oleh Ombudsman
investigasi
yang
dilakukannya.
Dengan
mengetahui
informasi
memungkinkan masyarakat itu memikirkan dan pada akhirnya ikut memutuskan.
Prinsip transparansi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam mendorong good governance di Timor Leste, sebagai berikut:
1. Keterbukaan Informasi
Keterbukaan informasi berhubungan dengan hasil-hasil kerja yang di capai Ombudsman
yang perlu diketahui oleh masyarakat (pelapor), yaitu
keterbuaka Misalnya:
a. Informasi tentang hasil akhir penanganan investigasi terhadap kasus-kasus mal-administrasi publik yang dicapainya. b. Informasi tentang Publikasi Laporan Akhir Hasil Investigasi kasus-kasus Mal-administrasi Publik. c. Informasi Hasil Kerja Tahunan Ombudsman/Annual Reports kepada Parlemen Nasional d. Akses bebas website Ombudsman http//www. Ombudsman.org.tls 2. Keterbukaan Prosedur.
Keterbukaan prosedur, berhubungan dengan prosedur pengambilan keputusan maupun prosedur penyusunan rencana. Keterbukaan prosedur merupakan tindakan Ombudsman yang bersifat publik. Misalnya:
a. Keterbukaan akan suatu pengaduan apakah diterima atau ditolak untuk ditindaklanjuti. b. Terbuka dalam pemberian informasi tentang tindaklanjuti suatu kasus dicapainya. c. Informasi hasil akhir dari klarifiksi intansi Terlapor. d. Keterbukaan informasi kepada media cetak dan eletronik.
4.2.1.4. Daya Tanggap (Responsiveness)
Responsif/daya tanggap adalah kemampuan Ombudsman untuk mengenali aspirasi dan tuntutan kepentingan yang berkembang di masyarakat, menyusun agenda atau prioritas layanan terhadap laporan-laporan pengaduan masyarakat dengan perubahan situasi/kondisi mengakomodasi aspirasi masyarakat, mengambil
prakarsa
untuk
serta
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
masyarakat secara tepat dan cepat. Misalnya, pada kasus-kasus kesalahan kepengurusan administratif yang berkaitan dengan tidak tertanggap dan pekanya pemerintahan terhadap tuntutan basic need masyarakat seperti hak-hak sipil, politi, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan), Manusia dilalui
Ombudsman
Hak
Asasi
Dan Keadilan, mengambil prakarsa untuk menyelesaikannya tidak investigasi/pemeriksaan
objektif,
akan
tetap
bertindak
untuk
penyelesaiannya secara cepat yaitu cukup mengeluarkan desposisi hukum atau mengontak secara lansung lewat sambungan telepon kepada atasan pejabat Terlapor
untuk
meminta
klarifikasinya
dan
juga
permohonan
pertanggungjawabannya.
4.2.1.5.Konsensus (Consensus Oriented) Di dalam good governance, pengambilan keputusan maupun pemecahan masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan dengan kesediaan untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan bersama. Konsensus bagi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan bukan
hal baru, karena ini salah satu kompetensi Ombudsman untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah mal-administrasi publik melalui mediasi dan konsiliasi. Dalam pengalaman Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, berkaitan dengan prinsip konsensus, Ombudsman
menjembatani kepentingan-
kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok kepentingan masyarakat dengan pemerintah. Misalnya, jika ada perbedaan kepentingan antara masyarakat dengan pemerintah
seperti
kelalaian
pemerintah
pusat
dan
daerah
dalam
mengimplementasi kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya seperti: kelalaian pemerintah dalam mentertibkan masalah-masalah seperti sampah rumah tangga, industri air minum mineral, pembangunan bak dan saluran air bersih, pembangunan pembangkit listrik dan ketertiban peliharaan ternak masyarakat, perjudian ilegal, dll. Ombudsman menetapkan kebijakan-kebijakan melalui mediasi dan konsiliasi untuk mengakhirinya.
4.2.1.6.Keadilan (Fairness) Melalui prinsip good governance, fairness lebih menyangkut moralitas yang memperlakukan semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh keadilan. Akan tetapi baik karakter, sikap dan perilaku institusi publik cenderung mempraktikan ketidakadilan (penyalahgunaan wewenang, maladministrasi publik, diskriminasi, salforiented pelanggaran hak asasi manusia, dll). Dengan demikian, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan berperan dalam menuntut keadilan pemerintah terhadap yang dirugikan secara material dan immaterial.
Berkaitan
dengan
prinsip
keadilan,
Ombudsman
menjamin
indenpendensinya dalam membangun investigasi yang bersifat netralitas, imparsiaitasl/tidak memihak, jujur dalam mengambil keputusan keputusan penting dalam penyelesaiannya berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan sesuai tingkat pelanggaran yang diperbuatkan.
4.2.1.7.Keefisienan dan Keefektifan (Effectiveness and Efficiency) Pada prinsip ini, strategi good governance adalah perlu mengutamakan efektifitas
dan
efisiensi
dalam
setiap
kegiatan.
Efesiensi
menyangkut
pertimbangan tentang keberhasilan organisasi layanan Ombudsman. Efektivitas menyangkut perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat, serta berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien dan efektif.
Implementasi terhadap prinsip ini, penggunaan sumber daya keuangan yang ada
dialokasikan bagi peningkatan kinerja investigasi yang efektif dan
efisien yaitu melakukan perekrutan tambahan investigator/penyidik maladministrasi publik, pengunaan sumber daya keuangan yang tersedia bagi pembiayaan kegiatan investigasi kasus-kasus mal-administrasi publik baik di nasional dan di daerah/lokal yang Optimal di tahun 2011-2012.
4.2.1.8. Prinsip Akuntabilitas
Setiap kegiatan yang berkaitan dengan good governance perlu mempertanggungwabkan kepada publik. Tanggung gugat dan tanggungjawab pada masyarakat luas. Akuntabilitas Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, dalam investigasi mal-administrasi publik, dapat terlihat pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Adanya komitmen untuk mewujudkan suatu pemerintahan negara yang baik, bebas dari mal-administrasi, penyalahgunaan wewenang, nepotisme, pelanggaran hak asasi manusia, diskriminasi dan ketidakadilan. 2. Aktif dan efekti dalam mengontrol
dan meningkatkannya
negara
melahirkan undang-undang dan peraturan perundang-undangan untuk mengatur tentang pelaksanaan kepemerintahan yang baik. 3. Penanganan pengaduan masyarakat masyarakat melalui: a. Penyediaan Kotak pos pengaduan bagi masyarakat di selurh distrik diteritori nasional. b. Efektif menindaklanjuti laporan masyarakat c. Efektif menindaklanjuti permintaan klarifikasi dari intansi Terlapor d. Efektif menyelenggarakan press relies kepada publik. e. Membangun kerja sama dengan institusi lain untuk pencegahan mal-administrasi publik. f. Pro aktif dalam mengamati dan menyelidiki isu-isu/wacana seputar perilaku koruptif pejabat publik yang beredar di kalangan masyarakat luas.
g. Penetapan kriteria untuk mengukur performansi pejabat publik. h. Membuka forum-forum diskusi dengan para warga masyarakat.
4.2.1.9.Wawasan ke Depan (Visionery)
Dalam penerapan good governance perlu memiliki visi strategis. Tanpa adanya visi strategis maka sebuah
organisasi besar bangsa dan negara akan
mengalami kemunduruan dan ketertinggalan. Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memiliki visi dan misi yang
jelas
tentang
“promosi
penegakkan
kepemerintahan
yang
baik”.
Pelaksanaan atas visi dan misi demikian, Ombudsman memaksimalkan perannya yang efektif melalui investigasi mal-administrasi publik, bagi terdorongnya good governance tersebut. Mengenai startegi ini, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan berperan aktif dalam melakukan investigasi kasus-kasus dugaan adanya maladministrasi publik yang ada di Timor Lestre, sebagai upaya yang dilakukan bagi pecapaian sasaran visi dan misinya “Promosi penegakkan Kepemerintahan Yang Baik” di Negara Republik Timor Leste. Adapun rincian kegiatan investigasi mal-administrasi publik yang dilaksanakan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dengan berdasarkan 9 (sembilan) prinsip good governance (kepemrintahan yang baik) pada Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste sejak bulan Januari sampai
September tahun 2012, dapat
dibawah ini:
ditunjukan dalam tabel
4.8. seperti
Tabel: 4.9. Kegiatan Investigasi Mal-administrasi Publik No 1
2
Kegiatan
Tanggal Pelaksanaan
Instansi Terlapor
Total 3
Investigasi kasus penyimpangan prosedur dan korupsi
14-21 Januari 2012 23-31 Januari2012
Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah RDTL
Investigasi penundaan berlarutlarut
01-07 Februari 2012 11-18 Februari 2012
Kementerian Pendidikan
Investigasi kasus ketidakadilan
11-18 Maret 2012
Kementerian Keadilan
2
Investigasi kasus bertindak sewenang-wenang Investigasi kasus penyimpangan prosedur Investigasi kasus ketidak adilan
03-07 Mei 2012
Kementerian Solidaritas Sosial
2
13-17 Mei 2012 10-14 Juni 2012
Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah RDTL
3
03-07 Juni 2012 14-14 Juni 2012
Kementerian Solidaritas Sosial RDTL
4
17-21 Juni 2012
Kementerian Solidaritas Sosial RDTL Kementerian Pendidikan RDTL
2
Kementerian Keadilan
3
Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah RDTL Kementerian Solidaritas Sosial RDTL Jumlah total kasus:
3
3
3 4 5 6
7 8 9 10 11
Investigasi kasus Permintaan uang imbalan jasa/korupsi Investigasi kasus penundaan berlarut Investigasi kasus tidak menangani Investigasi dan pemalsuan dan korupsi Investigasi penyalahgunaan wewenang
01-05 Juli 2012 05-07 Agustus2012 12-16 Agustus 2012 26-29 Agustus 2012 02-06 September 2012 09-13 September 2012
2
3 29
Sumber: Data Hasil Penelitian September 2012
Pada tabel 4.9 terlihat bahwa sebanyak 110 laporan tertulis yang masuk sampai akhir September 2012, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah berhasil menginvestigasinya sebanyak 29 kasus dari 41 kasus yang ada. Sehingga prosentasi tindaklanjutnya investigasi mal-administrasi publik terhadap instansi publik Terlapornya masyarakat sebesar 1,41 %. Dengan kategori substansi kasus mal-administrasi publik sebagai berikut:
Dua (2) kasus perbuatan tidak menangani di Kementerian Administrasi Negara dan Penetapan Wilayah Republik Demokratik Timor Leste.
Tiga (3) kasus perbuatan penyimpangan prosedur dan korupsi, di Kementerian Administrasi Negara dan Penetapan Wilayah dengan Kementerian Solidaritas Sosial Republik Demokratik Timor Leste.
Tiga (3) kasus pemalsuan dan permintaan uang imbalan jasa/korupsi di Kementerian Solidaritas Sosial Republik Demokratik Timor Leste.
Lima (5) kasus penundaan berlarut-larut di Kementerian Kementerian Pendidikan Republik Demokratik Timor Leste.
Lima (5) kasus perbuatan penyalahgunaan kewenangan di Kementerian Solidaritas Sosial Timor Leste.
Tujuh (7) kasus perbuatan ketidakadilan di Kementerian Keadilan dengan Kementerian Solidaritas Sosial Republik Demokratik Timor Leste.
Sisanya sebanyak 11 kasus yang merupakan perbuatan maladministrasi lainnya misalnya nyata-nyata berpihak, nepotisme, penggelapan, penguasaan tanpa hak dan lainnya. Berdasarkan pada hasil penindaklanjutnya 29 kasus di atas dalam jangka 9 (sembilan) bulan Januari-September 2012 hingga tahun 2013, menunjukan bahwa peran tugas dan kewenangan investigasi mal-administrasi publik yang diamanatkan dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sudah dilaksanakan dengan baik dan efektif. Sebagai komitmen yang tinggi untuk mencapai sasaran akan visi dan misinya, yaitu mewujudkan promosi penegakkan kepemerintahan yang baik (good governance) di Timor Leste.
Hal ini diungkapkan melalui hasil wawancara dengan informan1 yang menyatakan bahwa:
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan aktif melaksanakan Investigasi terhadap kasus-kasus mal-administrasi publik. Karena investigasi merupakan tugas/pekerjaan rutin salah satu departemen kami yaitu Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik. Pada departemen ini terdapat 6 (enam) orang investigator, yang dibekali pengetahuan, pemahaman dan pendalaman investigasi yang strategik untuk memeriksa dan mengali informasi/data mendalam mengenai suatu kasus yang ditangganinya. Sehingga ke enam orang investigator tersebut mengupayakan semaksimal mungkin untuk bisa menyelesaikan laporan pengaduan masyarakat dengan cepat dan tepat waktu. Hasil informasi di atas sangat jelas bahwa apa yang dilakukan setiap kerja trimesternya Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah mereka melaksanakan peran tugas utamanya yaitu menginvestigasi kasus-kasus maladministrasi publik sebagai suatu tindakan pencegahan untuk memungkinkan pemerintah dapat melaksanakan pemerintahan yang baik pada setiap layanan publik terhaadap masyarakat. Begitu pula dengan informan2 lain menjelaskan bahwa:
Sekalipun jumlah laporan masyarakat secara kuantitas tahun kerja 2012 ini menurun (110), namum investigasi terhadap kasus-kasus dugaan adanya maladministrasi publik tetap mengalami peningkatan. Sejak tahun 2011 sampai 2012 ini para investigator di Divisi Good Governance sudah melaksanakan tugas/pekerjaan dalam menginvestigasi dan/atau menangani laporan-laporan pengaduan (kasus) oleh Warga masyarakat dengan baik, yaitu membuat Laporan hasil Investigasi Akhir, membuat rekomendasi berkaitan dengan laporan masyarakat dan juga bagi kepentingan umum, mengumunkan hasil temuan dan
1
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Direktur Good Governance di Kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste pada tanggal 9 September 2013. 2 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik di Kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste pada tanggal 10 September 2013.
kesimpulan kepada publik dan juga mewakili masyarakat (Pelapor) untuk bertemu lansung dengan Terlapor. Dari hasil wawancara dengan kedua informan sebagaimana di kemukakan di atas dan juga hasil observasi Peneliti, maka Peneliti menginterpretasikan bahwa Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan benar-benar melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai investigasi mal-administrasi publik sudah berjalan dengan baik dan efekti untuk mendorong terwujudnya good governance di Timor Leste. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
1. Menurunnya laporan-laporan pengaduan masyarakat kepada Ombudsman di tahun 2012, karena para pejabat publik sudah semakin takut untuk berbuat kesalahan-kesalahan administratif, karena adanya pengawasan masyarakat dan juga berperan aktifnya para Invistigator Departemen Investigasi Maladministrasi Publik, Divisi Good Goveernance, untuk menindaklanjuti laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindakan mal-administrasi. Terutama, meminta keterangan, memeriksa putusan, meminta klarifikasi, membuat Laporan hasil Investigasi Akhir, membuat rekomendasi berkaitan dengan laporan masyarakat dan juga bagi kepentingan umum, mengumumkan hasil temuan
dan kesimpulan kepada publik dan juga mewakili masyarakat
(pelapor) untuk bertemu lansung dengan Terlapor. 2. Penurunan perbuatan korupsi para pejabat publik di Timor Leste pada tahun 2012, yang dipublikasikan oleh Lemabaga Transparansi Internasional dimana Indeks Perbuatan Korupsi (IPK) Timor Leste berada pada level rendah yaitu, 2,3 (dua koma tiga) dari urutan negara 123 di dunia.
3. Para pejabat publik semakin sadar untuk tidak mengunakannya lagi aset negara (mobil atau sepeda motor kantor/dinas) untuk melakukan kampanye Pemilihan Umum legislatif pada periode bulan Mei tahun 2012. 4. Pemerintah memberikan gaji/esentif tambahan kepada para Medis dan Perawat yang bertugas di Rumah Sakit di seluruh Timor Leste serta para Pengajar (guru) di sekolah-sekolah terpencil di Timor Leste. 5. Unit-unit Inspeksi Umum di setiap instansi publik di Timor Leste mulai mengambil kebijakan tindakan pemeriksaan rutin setiap trimester terhadap kinerja setiap divisi dan departemen yang bertindak sebagai layanan publik, dll.
Pelaksanaan investigasi mal-administrasi publik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dilakukan oleh ke 6 (enam) Investigator yang ada di Departemen
Investigasi
Umum
Mal-administrasi
Publik,
Divisi
Good
Governance, sudah berjalan dengan baik, aktif, cepat dan tepat. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan3 salah seorang investigator senior mal-administrasi publik di Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan menyatakan bahwa:
Saya sebagai seorang investigator, sudah mengetahui tentang tugas dan kewajiban saya yang perlu dilakukan di tempat kerja.Yang saya lakukan adalah mengatur jadwal kerja rutin investigasi terhadap laporan-laporan pengaduan masyarakat yang disampaikan ke Ombudsman, membuat transkrip hasil investigasi, menganalisa permasalahan, menentukan pelaku mal-administrasi, membuatkan laporan tentang hasil temuaan investiga, mengambil kesimpulan kemudian merekomendasikan kepada instansi Terlapornyaa masyarakat. Seperti pada tahun 2012 ini saya mengeluarkan 3
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Investigator Mal-administrasi Publik di Kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste pada tanggal 11 September 2013.
10 rekomendasi kepada Kementerian Keuangan, Komisi Kepegawaian Negara, Kementerian Solidaritas Sosial dan Kementerian Pendidikan. Dari keterangan informan di atas, Peneliti menginterpretasikan bahwa Anggota Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Direktur Divisi Good Governance dan
beserta jajarannya
Kepala Departemen Investigasi
menyatukan persepsi atau pemahaman yang sama antara pelaksana investigasi mal-administrasi publik (6 Investigator) baik di front office maupun back office menjalankan tugas investigasi mal-administrasi publik yang objektif dan akurat sesuai 14 (empat belas) Program Investigasi Strategik Ombudsman yaitu:
1. Membuat studi analisis avaliasi preliminar terhadap substansi kasus mal-administrasi yang sudah tercantun pada panduan Investigasi Maladministrasi Ombudsman tahun 2010. 2. Mengidentifikasi serta menentukan pelaku/responden yang dilaporkan dengan jelas untuk diperiksa/diinvestigasi secara mendalan. 3. Menyusun perencanaan program kerja/invesstigasi yang tepat sesuai waktu yang ditentukan (45 hari). 4. Menyampaikan surat pemangilan terhadap Terlapor dari instansi yang bersangkutan. 5. Memeriksa,
meminta
keterangan
dan
menyerahkan
dokumen-
dokumen-dokumen penting yang berhubungan dengan suatu kasus. 6. Meminta klarifikasi ulang dengan pelapor untuk tambahan informasi yang lebih akurat untuk memudahkan penuntutan. 7. Menganalisa data hasil temuan (fact finding) akurat.
8. Mengungkan hasil temuan tentang tingkat
pelanggaran
yang
diperbuatkan oleh Terlapor 9. Membuatkan rekomendasi dari laporan hasil temuan investigasi berdasarkan undang-undang yang ada. 10. Mempersiapkan press relise terhadap hasil temuan investigasi kepada publik melalui media masa. 11. Mengirimkan hasil temuan investigasi, hasil kesimpulan dan rekomendasi kepada instansi Terlapor 12. Menindaklanjuti hasil klarifikasi atau tanggapan dari instansi Terlapor dalam jangka 60 hari. 13. Jika dalam jangka waktu 60 hari instansi Terlapor belum juga memberikan
klarifikasi
atau
tanggapan,
Ombudsman
menindaklanjutnya dengan melakukan upaya pendekatan persuatif dengan mengontak melalui jaringan telepon lansung maupun menyampaikan disposi legal untuk meminta klarifikasinya. 14. Menyampaikan hasil investigasi kepada pelapor dan publik mengenai sikap, perilaku dan perbuatan mal-administrasi di suatu instansi pemerintahan.
Bukti konkrit menunjukan bahwa, dengan Ombudsman Hak Asaasi Manusia Dan Keadilan menyampaian hasil temuan-temuan investigasi
mal-
administrasi publiknya melalui press realise kepada publik dengan menyebutkan nama institusi yang bersangkutan. Berdampak pada pejabat dari institusi yang dipublikasikan menjadi minder (malu) terhadap publik. Solusinya mereka bangkit
untuk membenahi kekurangan atau kesalahan yang ada kedepannya atau melakukan reparasi dan kuratif. Misalnya, dari Kementerian Perdagangan Timor Leste sejak bulan April 2012, para pegawai dari institusi bersangkutan turun ke lapangan untuk melakukan pengontrolan terhadap para pedagan beras di pasarpasar umum apabila ditemukan pedagan yang bandel menaikan harga jual kembali kepada para konsumen dengan harga USD$ 22.00 (dua puluh dua Dollar Americana) per sak, maka diberi teguran dan sanksi untuk tidak mendapatkan kembali kuota subsidi beras merek MTCI dari pemerintah berikutnya. Hal ini dilakukan kementerian tersebut untuk mencegah teriakan dan kritikan dari warga masyarakat yang berpendapatan rendah yang tidak mampu membeli harga beras subsidi dengan harga yang membumbung tinggi, sekaligus mencegah warga masyarakat berterus-terusan mendatangi Kantor Ombudsman untuk melaporkan tentang kenaikan harga beras subsidi pemerintah merek MTCI 25 kilogram yang ilegal.
Peran tugas dan kewenanagan investigasi mal-administrasi publik yang dilakukan Ombudsman Hak Asasi Manusia sejak tahun 2010 hingga 2012, telah memberikan dorongan yang signifikan terhadap institusi publik pemerintahan di Timor Leste dapat melaksanakan pemerintahan yang baik. Untuk pemberian penilaian terhadap keberhasilan peran Ombudsman dalam mendorong institusi publik di Timor dalam melaksanakan tatanan kepemerintahan yang baik (good governance, berikut hasil wawancara peneliti dengan informan dari Komisi A,
Parlemen Nasional Timor Leste, Nyonya Carmelita Caetano Moniz 4, yang membidani Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, sebagai berikut:
Para anggota Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan (ketua dan wakil ketua) yang terpilih dan para penyidik/investigator mal-administrasi Publik, sudah memahami betul tentang peran menginvestigasi maladministrasi publik. Mereka telah berupaya maksimal dalam mereformasi pemerintahan dari kinerja layanan administrasi publik yang buruk, dapat menuju yang baik dan efektif. Salah satu indikasi yang dapat terlihat adalah selama ini mereka aktif bertugas dalam menginvstigasi maladministrasi publik, buktinya Laporan Hasil Kerja Tahun 2011 mereka ada di Parlemen Nasional. Setelah di baca ada sekitar 20 kasus maladministrasi lebih yang mampu diselesaikan Ombudsman ini menunjukan keberhasilannya. Dengan demikian, dapat saya menilai bahwa good governance telah berjalan. Kenyataannya sejak tahun 2012 sampai sekaran 2013 jaran ada warga masyarakat yang mendatangi Parlemen Nasional untuk menyampaikan keluhan-keluhan atu laporan-laporan tentang mal-administrasi publik. Ini berarti Ombudsman telah bekerja maksimal untuk mengatasi pemerintahan buruk tersebut. Informasi dari informan di atas, itu sebagai suatu pembuktian bahwa Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah berperan dengan baik dan aktif dalam menginvestigasi mal-administrasi publik, sebagai upaya untuk mendorong penegakkan good governence di Timor Leste. Kenyataannya dapat dilihat sejak dari tahun 2011 hingga 2013 tak ada lagi warga masyarakat yang mendatangi Kantor Parlemen Nasional untuk menyampaikan keluhan tentang tindakan pemerintahan yang buruk (mal-administrasi publik). Hal ini menunjukan pemerintahan semakin memahami arti pentingnya good governance beserta prinsip-prinsipnya,
sehingga
mampu
memperbaiki
kesalahan-kesalahan
administratifnya, terutama dengan meningkatkan pengontrolan terhadap prosedur layanan administrasi kepada kepentingan publik dengan menerapkan prinsip4
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Anggota Komisi A Parlemen Nasional yang membidani Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan di Komisi A Parlemen Nasionaal TL’s pada tangga l9 September 2013.
prinsip transparansi, akuntabilitas dan berkeadilan yang tepat sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Selanjutnya, hasil wawancara Peneliti dengan informan5 Wakil Komandan Kepolisian Nasional Timor Leste, Bapak Afonso de Jesus, diperoleh informasi bahwa: Good governance berjalan di Timor. Ini berkat di bangsa kita ada perhatian yang terbesar dari negara (Parlemen Nasional) di tahun 2006 berinisiatif mendirikan institusi negara yang bernama Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Dengan kehadiran lembaga tersebut, para pempin/governantes serta birokrasinya bekerja tidak transparan, tidak akuntabilitas, partisipatif dan melakukan praktik-praktik mal-administrasi publik Ombudsmanlah/Provedoria yang memberi petunjuk bagaiman prinsip-prinsip good governance harus diterapkan dan dilaksanakan. Saya melihat dan menilai bahwa penyelenggaraan kepemerintahan di Timor Leste berjalan transparan transpara walapun tidak 100 % akan tetapi good governance berjalan ini karena hasil pengawasan Ombudsman yang aktif. Harus diakui bahwa, institusi Kepolisian Nasional, juga mendapatkan rekomendasi dari Ombudsman, mengenai tindakan Polisi Nasional dalam pemberian layanan terhadap para tahanan yang berada di sel-sel tahanan sementara/prefentif di setiap instansi Polisi Nasional baik di pusat maupun di daerah, yang dinilai Ombudsman ada kesalahan dalam hal pemberian penanganan yang tidak terstandar sesuai dengan porsi hak asasi manusia, yaitu dari segi pemberian makanan dan minuman dan memperoleh kesehatan yang layak. Ada sekitar 2 rekomendasi Ombudsman sampai ke tanggan institusi Kepolisian Nasional Timor Leste (PNTL) pada tahun 2011 yang lalu. Kami selaku superior/atasan Kepolisian Nasional mengadakan rapat dan mencarian solusi bagi perbaikan sistem kerja yang tidak transparan harus ditransparansikan, yaitu melakukan tindakan perbaikan terhadap sistem penanganan hukum terhadap masyarakat, yang disesuaikan dengan standar hak asasi manusia dan juga perbaikan kekurangan-kekurangan dalam layanan administrasi kepolisian yang ada. Alasan Kepolisian Nasional Timor Leste, menanggapi baiknya rekomendasi Ombudsman ini, karena apabila suatu institusi direkomendasi Ombudsman berarti institusi tersebut bekerja kurang transparan, akuntabel dan partisipatif. Dengan demikian, Kepolisian Nasional termasuk salah satu institusi penegak hukum di Timor Leste, telah melakukan perbaikan secara institusional sejak 5
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Wakil Komandan Kepolisian Nasional Timor Leste di Markas Besar Kepolisian Nasionaal TL’s pada tanggal 20 September 2013.
diterimanya rekomendasi-rekomendasi Ombudsman tahun 2011. Hal ini dilakukan Kepolisan Nasional karena menginginkan kinerja Kepolisian Nasional transparensi, dengan satu tekad dan harapan yang kuat bagi terwujudnya good governance di Timor Leste. Penjelasan informan di atas, di perkuat pula ole informan6 yang lainnya yaitu, Direktur Judicial System Monitoring Programme (JSMP) Timor Leste, Bapak Luis de Oliveira Sampaio, yang menyatakan bahwa: Kinerja pemerintahan di Timor Leste, semenjak tahun 2006, berjalan kurang transparan, demokratis, partisipatif dan pelanggaran hak asasi manusia karena terkait suburnya perbuatan penyalahgunaan wewenang, mal-administrasi, korupsi, kolusi dan nepotisme. Kinerja Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan lebih berfokus pada konsep integratif good governance, maka fungsi tugas, kewenangan dan perang Ombudsman dalam memberantas dan mencegah mal-administrasi publik di Timor Leste selama ini sudah baik dan optimal. Ini terbukti dengan proaktifnya/bergeraknya Ombudsman dalam memberdayakan masyarakat untuk melakukan pengontrolan terhadap kinerja administrasi publik pemerintahan baik pusat dan daerah. Hal ini, terlihatnya Ombudsman aktif melakukan pemantaun terhadap hasil putusan pengadilan, mengontrol proses layanan administrasi pengadilan dan perilaku para hakim dan jaksa melakukan perbuatan tercela, dan atau tidak memenuhi syarat hakim dan jaksa yaitu korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya.
Selain dua informan di atas, untuk membuktikan berperannya Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam menginvestigasi mal-administrasi publik di Timor Leste, dinilai oleh warga masyarakat sebagai berikut: Berdasarkan hasil wawancara dengan informan
7
warga masyarakat Desa Bemori, Kecamatan Dili
Timur, Distrik Dili, dinyatakan bahwa:
6
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Direktur Judicial System Monitoring Programme (JSMP) di Kantor JSMP Kolmera, Dili, Timor Leste pada tanggal 25 September 2013. 7 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan salah seorang warga masyarakat (Pelapor), di kediamannya di Desa Bemori, Kecamatan Dili Timur, Kabupaten Dili, pada tanggal 26 September 2013
Keberadaannya Ombudsman di Timor Leste kini telah berusia 7 tahun lebih. Dinilai sudah memiliki pengalaman investigasi mal-administrasi publik yang mendalam. Salah satu contoh misalnya: saya sendiri, di tahun 2010, mendatangi kantor Ombudsman untuk melaporkan kasus pemecatan diri saya dari pegawai negeri negeri secara tidak adil oleh atasan saya (Menteri Keuanga). Ombudsman bertindak serius dalam memeriksa substansi laporan permasalahan saya. Yaitu melakukan pemangilan terhadap instansi Terlapor, melakukan investigasi. Saya sendiri dipangil investigator Ombudsman 2 kali untuk mengumpulkan dokumen sebagai bukti akurat, meminta klarifikasi permasalahan pemecatan saya Kementerian Keuangan. Menjelan satu bulan kemudian kala saya tidak salah di bulan Juni 2011, laporanpermasalahn saya telah direkomendasikan ke Instansi Kementerian Keuangan Negara Republik Demokratik Timor Leste. Dan sekarang ini saya sedang menungguh hasil tanggapan/klarifikasi dari Menteri Keuangan Republik Demokratik Timot Leste. Dengan demikian, saya dapat memberikan penilaian bahwa kinerja Ombudsman dalam investigasi maladministrasi sebagai tindakan pencegahan terhadap pemerintahan yang buruk sudah berjalan dengan baik. Dari hasil informasi yang dikemukakan oleh ketiga informan pada wawancara di atas, maka Peneliti dapat menginterpretasikan bahwa,
tentang
peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam melaksanakan tugas investigasi mal-administrasi di Timor Leste dinilai sudah berjalan optimal, aktif dan posetif. Hasil penilaian di atas, bukti konkritnya adalah keberhasilan peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam mendorong pelaksanaan kepemerintahan yang baik di Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah dan Kementerian Solidaritas Sosial pada tahun 2011-2012. Berdasarkan hasil wawancara Peneliti dengan informan8 di dapatkan informasi/data bahwa:
8
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Mario Frederico Soriano Bareto Kepala Departemen Sumber Daya Manusia, Divisi Nasional Administrasi Dan Keuangan di kantor Kementerian Solidaritas Sosial RDTL pada tanggal 27 September 2013.
Kami selaku pegawai di Kementerian Solidaritas Sosial, pada umumnya memahami tentang apa itu good governance. Akan tetapi berbicara soal prakti orang luar yang menilainya. Untuk memberi penilian tentang peran Ombudsman dalam mendorong good governance, selama ini dapat dilihat dari sisi investigasi berjalan aktif. Harus diakui, bahwa dalam rangka pengimplementasian kebijakan program pemerintah atas pemulangan pengungsi krisis politik militer dan keamanan tahun 2006, para pejabat di lingkungan kerja Kementerian Solidaritas Sosial tidak melakukan sistem pengontrolan/pengawasan yang ketat terhadap ruang gerak para pegawai/petugas Komisi Membangun Masa Depan/Komisaun Hari Futuru yang bertugas dalam mengumpulkan data dilapangan maupun yang bekerja dibalik meja kantor. Sebagai dampaknya/nia impaktu maka ada sebagian yang melakukan praktik penagihan ilegal terhadap uang pembayaran ganti kerugian para warga pengungsi krisis politik militer dan keamanan 2006, yang hendak dikembalikan pemerintah ke tempat tinggal semula. Berkaitan dengan kasus pengihan ilegal yang dilakukan pegawai/petugas Komisi Masa Depan, Kementerian Solidaritas Sosial, maka ketika 3 Laporan Hasil Investigasi Mal-administrasi Publi, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan masuk di Kementerian Solidaritas Sosial tahun 2011, para pemimpin di Kementerian Solidaritas Sosial mengadakan rapat konsultatif, untuk mendiskusikan mengenai kasus penagihan ilegal yang dilakukan oleh beberapa orang pegawai yang dikontrak Komisi Mmbangun Masa Depan, Kementerian Solidaritas Sosial. Dan hasil keputusan yang diambil oleh dewan konsultif mencapai suatu konsensus bersama untuk mengeluarkan 19 orang pegawai kontrakan dari Kementerian Solidaritas Sosial pada tahun 2011, dan ada dua kasus penagihan ilegal yang dirasakan bahkan dinilai oleh Dewan Konsultif sangat berat maka diajukan ke pengadilan untuk diproseskan secara hukum. Pemberian informasi yang hampir sama juga di kemukakan oleh informan9 dalam hasil wawancara sebagai berikut: Pada tahun 2012, tiga orang pegawai kami (Kabinet Pemeriksaan Umum), Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan wilayah mendapatkan surat pangilan dari Ombudsman. Isi surat pangilan Ombudsman, berkaitan dengan masalah yang berhubungan dengan keuangan, yaitu tender supply/persediaan seragam kantor Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan wilayah. Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas di institusi kami, surat pangilan Ombudsman kami folow up, dan ke tiga orang pegawai kami memberi pengarahan (briefing), kemudian 9
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur Kabinet Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.
diperintahkan menhadap ke Ombudsman, untuk tujuan memberi keterangan yang diperlukan. Ketiga pegawai kami menuruti pangilan Ombudsman dan akhirnya mereka mendatangi kantor Ombudsman untuk memberi keterangan/informasi sesuai yang di perlukan Ombudsman. Kini kami sedang menungguh hasil rekomendasi dari Ombudsman. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh kedua informan (Kepala Departemen Sumber Daya Manusia Kementerian Solidaritas Sosial Dan Sub Inspektur Umum Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah) di atas dapat dikemukakan bahwa tentang peran tugas dan kewenangan investigasi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam pemberantasan dan pencegahan dugaan adanya perbuatan mal-administrasi publik sudah dilaksanakan maksimall dan aktif, terkait dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Ombudsman sudah maksimal melakukan pemeriksaan atas laporan penyelenggaraan pemerintahan negara yang buruk. 2. Ombudsman sudah masimal dalam produk Laporan Hasil Akhir Investigasi
Kasus mal-administrasi Publik yang tepat cepat dan tepat
waktu. 3. Tingkat efektifitas kinerja Ombudsman telah mampu menyelesaikan kasus-kasus dugaan adanya mal-administrasi yang dilaporkan oleh masyarakat. 4. Aktif Permintaan Penjelasan (klarifikasi) mengenai laporan/keluhan Kepada instansi Terlapor. 5. Sumber daya Investigator mal-administrasi publik Ombudsman sudah berjalan efissien.
4.2.2. Monitoring Mal-administrasi Publik Kegiatan monitoring atau pemantauan dilakukan Ombudsman Hak Asasi Dan Keadilan supaya pelaksanaan program program kegiatan fisik pemerintahan maupun layanan administratifnya kepada publik tetap konsisten pada prinsipprinsip kepemerintahan
yang baik
(good governance) dan pendekatan
pelaksanaannya. Pelaksanaan kegiatan monitoring atau pemantauan bertujuan menjaga kinerja pelaksanaan kegiataan rutin pemerintahan, dan mencegah kesalahan-kesalahan administratif pejabat publik (mal-administrasi) yang timbul, agar membuka jalan bagi proses tumbuh dan berkembangannya good governance tersebut bagi kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Aktivitas monitoring Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan terhadap mal-administrasi publik didiatur dalam Pasal 24 huruf (d), UndangUndang No. 7 Tahun 2004, tentang Statuto Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, yang dinyatakan bahwa: Kompetensi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah untuk melakukan monitoring, yaitu: “Mengawasi fungsi para pejabat publik, organ-organ pemerintah, entitas pribadi yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan bisa dilakukan investigasi terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan mal-administrasi publik secara sistematis”.
Pelaksanaan kegiatan monitoring atau pemantauan
mal-administrasi
publik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dibawah lingkup kerja spesialisasi teknikal Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi Publik. Program kerja monitoring
mal-administrasi publik Ombudsman Hak
Asasi Manusia Dan Keadilan dilaksanakan dalam tiga hal utama, yaitu:
1. Monitoring Periodik Kegiatan monitoring periodik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan di laksanakan secara trimester (tiga bulan) sekali, yaitu, perencanaan kegiatan monitoring yang disusun oleh Departemen Monitoring, Divisi Good Governance, berdasarkan pada laporan-laporan pengaduan warga masyarakat (Pelapor), maupun berdasarkan inisiatif Ombudsman sendiri melalui tanggapan atas isu-isu mal-administrasi publik yang beredar dikalangan masyarakat atau melalui informasi media cetak dan eletronik. Dalam kegiatan monitoring periodik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dibawah Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi Publik, Divisi Good Governance, dilakukan oleh tiga pihak (Panduan Pelaksanaan Monitoring Ombudsman 2010), yakni: 1). Pemerintah selaku pengelola kegiatan fisik dan
administratif dilakukan
monitoring atau pemantauan secara berjenjang kepada aparat yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan pemerintah. 2). Pengusaha privat,
selaku pelaksana kegiatan fisik pemerintah, dilakukan
monitoring atau pemantauan secara berjenjang serta terkoordinasi dengan aparat terkait. 3). Masyarakat, selaku pelaksana kegiatan fisik pemerintah dan juga penerima manfaat, dipantau proses pelaksanaan kegiatan fisik apakah mendukung aspirasi dan kepentingan masyarakat setempat atau tidak. Masyarakat diberi peluang untuk mengemukakan penilaiannya atas pelaksanaan kegiatan fisik baik berupa masukan ataupun keluhan.
Selanjutnya
hal-hal
yang
di
monitoring
Ombudsman
mencakup
perkembangan kegiatan rutin pemerintah (administratif) atau pemantauan kegiatan fisik dilapangan, seperti: 1. Proyek Pembangunan Fisik a. Yaitu, Planu Dezemvolvimento Distrital/Perencanaan Pembangunan Distrik
(PDD)
dan
Planu
Dezemvolmento
Sukus/Perencanaan
Pembangunan Sukus/Desa (PDS), yang meliputi: proyek kegiatan fisik seperti: bangunan gedung perkantoran, sekolah, pusat kesehatan masyarakat, jalan raya, kelistrikan, air bersih, konstrusi pemukiman perumahan masyarakat, pasar umum, dan lain sebagainya. b. Proyek Pembangunan Non Fisik, yang meliputi: supply/penyediaan sumber daya (aset) pendukung aktivitas kerja perkantoran, yaitu sarana dan prasarana pendukung aktivitas kerja perkantoran sehari-hari (Meja, kursi, komputer, mesin foto kopy, kendaran dinas, alat tulis kantor, dll). 2.
Kegiatan Monitoring Spontanitas/Mendadak.
Ombudsman sedapat mungkin mencari tahu dan menelaah
secara cepat
terhadap isu-isu/wacana tentang praktik-praktik kepemerintahan yang buruk yang beredar dan meresahkan masyarakat tanpa menungguh laporan dari warga masyarakat terlebih dahulu, ataupun menungguh perintah dari atasan. Seperti misalnya monitoring mendadak terhadap pembongkaran muatan kapal laut di pelabuhan sebelum didistribusikan ke gudang pemerintah, dan juga memonitoring mendadak terhadap loket-loket layanan publik di suatu instansi
pemerintahan yang diindikasikan adanya praktik-praktik mal-administrasi publik. Good governance secara konseptual mencakup 9 (sembilan) prinsip yang dapat digunakan sebagai indikator untuk memonitoring/memantau kinerja penyelenggaran kepemerintahan negara yang
bergood governance. Namun
menurut Kwane and Jacques (1999) dalam B.C. Smith (2007: 159) menyebutkan bahwa hanya 1(satu) prinsip good governance, yang meliputi: Akuntanbilitas Publik yang menjadi indikator bagi Ombudsman untuk memonitoring terhadap kepemerintahan yang baik (good governance). Penjelasan ringkas prinsip akuntabilitas publik tersebut, sebagai berikut:
4.2.2.1. Prinsip Akuntabilitas Publik. Pengertian
akuntabilitas
menurut
pedoman
Penyusunan
Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), tahun 2010 adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan kolektif suatu badan atau organ-organ pemerintahan kepada pihak yang
memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawabannya
terhadap
hasil
dari
suatu
program
fisik
dilaksanakannya. Dari definisi di atas dapat ditarik tiga kesimpulan yaitu: 1). Akuntabilitas adalah kewajiban sebagai konsekuensi logis dari adanya pemberian hak dan kewenangan. 2). Kewajiban berbentuk pertanggungjawaban terhadap kinerja dan tindakan.
yang
3). Kewajiban tersebut melekat pada badang publik/pejabat publik Dengan demikian, akuntabilitas menjadi kunci dari 9 prinsip good governance. Pembagian akuntabilitas sebagaimana diungkapkan LAN RI Dan BPKP (2001:29), sebagai berikut: 4.2.2.1.1.Akuntabilitas Keunangan. Akuntabilitas integritas
keuangan
keuangan terhadap
merupakan peraturan
pertanggungjawaban perundang-undangan,
mengenai Sasaran
pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan yang disajikan dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang negara oleh instansi pemerintah. Berkaitan dengan hal ini, Akuntabilitas monitoring Ombudsman adalah akuntabilitas manfaat atau efektifitas, yang pada dasarnya memantau kepada hasil dari kegiatan-kegiatan fisik pemerintahan. Dalam hal ini seluruh aparat pemerintahan dipandang berkemampuan menjawab pencapaian tujuan (dengan memperhatikan biaya dan manfaatnya) dengan tidak hanya sekedar kepatuhan hierarki atau prosedur. Prinsip ini menuntut dua hal yaitu: (1) kemampuan menjawab yang bermula dari responsibilitas, adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan,
dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan
sumber daya keuangan tersebut.
4.2.2.1.2. Akuntabilitas Pembangunan Akuntabilitas pembangunan adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pembangunan fisik dan non fisik pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-ihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. Pengambilan keputusan didalam organisasiorganisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik, birokrat atau administrator, serta para pelaksana dilapangan. Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi. Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun sumber daya publik dan juga akan hasilnya. Kegiatan monitoring Ombudsman melalui akuntabilitas publik
adalah
melakukan monitoring rutin/berkala secara trimestral setiap tahunnya, untuk memantau sejauh mana hasil pelaksanaan program kegiatan fisik yang dicapai dan juga pemanfaatan oleh masyarakat yang berkepentingan, terutama pada Perencanaan Pembangunan Distrik/Planu Dezemvolvimentu Distrital (PDD) dan Perencanaan Pembangunan Desa/ Planu Dezenvolvimentu Suku (PDS). Dilakukannya monitoring/pemantauan Ombudsman terhadap kegiatan PDD dan PDS adalah untuk membuat kedua program kegiatan pemerintah ini, tetap konsisten pada prinsip dan pendekatan pelaksanaan
untuk merespon
terhadap kebutuhan publik. Monitoring/pemantauan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam Program Kegiatan Pemerintah PDD dan PDS dilakukan oleh empat hal yakni:
1) Pemerintah selaku pengelola kegiatan Perencanaan Pembangunan Distrik dan Desa, Ombudsman melakukan monitoring/pemantauan secara berjenjang kepada pejabat/aparat yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PDD dan PDS, yang berkaitan dengan alokasi anggaran (keuangan) yang dikeluarkan. 2) Konsultan,
selaku
fasilitator
kegiatan,
Ombudsman
melakukan
monitoring/pemantauan secara berjenjang serta berkoordinasi dengan aparat terkait (Bupati, Camat, Kepala Desa dan Keuangan Pemerintahan) 3) Kontraktor
sebagai pemenang tender kegiatan, Ombudsman melakukan
monitoring/pemantauan secara berjenjang tentang penyelesaian kegiatan fisik. 4) Masyarakat selaku pelaksana kegiatan dan menerima manfaat, Ombudsman memonitoring/memantau proses pelaksanaan kegiatan apakah mendukung kepentingan masyarakat setempat atau tidak. Masyarakat diberi peluan untuk mengemukakan penilaiannya atas pelaksanaan kegiatan baik berupa masukan atau keluhan. 4.2.2.1.3. Akuntabilitas Administratif Prinsip akuntabilitas publik terkait erat dengan kinerja administratif pemerintah dan program-program pembangunan fisik dengan pengunaan anggaran negara yang dialokasikan
pada
organ-organ pemerintahan untuk
membangun pembangunan fisik baik ditingkat kabupaten maupun ditinkat desa. Monitoring
Ombudsman
dalam
(administratif accountability),
pendekatan
akuntabilitas
administratif
di kenal dengan internal accountability karena
merupakan praktik internal akuntabilitas,
adalah kualitas administratif yang
dipantau, yaitu sejauh mana para pejabat negara dan birokrasi pemerintahan dalam melayani aspirasi dan kepentingan masyarakat. Dalam hal ini pelayanan administrasi publik merupakan masalah serius terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan dan akuntabilitas birokrasi dalam menjalankan kinerja dan fungsi-fungsi administrasi yang diartikan sebagai penyediaan barang-barang dan jasa-jasa publik yang pada hakekatnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Karena pelayanan publik terkait erat dengan jasa dan barang dipertukarkan maka penting pula untuk memasukkan definisi dari public utilities sebagai pelayanan atas komoditi berupa barang atau jasa dengan mempergunakan sarana milik umum yang dapat dilakukan oleh orang/badan keperdataan. Adapun kegiatan monitoring mal-administrasi publik didasarkan pada 9 (sembilan) prinsip good governance pada Ombudsman Hak Asaasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste seperti terlihat pada tabel 4.9., dibawah ini:
Tabel : 4.9 Kegiatan Monitoring Tahun 2012 (Januari s/d September)
No
Kegiatan
1.
Monitoring laporan masyarakat tentang tidak terkontrolnya harga penjualan beras subsidi pemerintah oleh para pedagan di pasar umum di Dili dan Aileu Monitoring situasi keamanan dan kondisi kehidupan ekonmi, dosial dan kependudukan di daerah perbatasan Mota-Ain, Kecamatan, batugade, Kabupaten Bobonaro Monitoring laporan masyarakat tentang diskriminasi pemerintah dalam distribui hand tructor kepada para petani sawah di Distrik Oecusse Monitoring laporan masyarakat atas dugaan mal-administrasi publik pada pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Sukus/Desa (PDS) di Kabupaten Liquisa dan manufahi
2.
3.
4.
Tanggal Pelaksanaan Februari 2012
Instansi Terlapor Kementrian Perdagangan Indistri RDTL
Total Kasus
dan
5-10 Maret 2012
Kementerian Negeri RDTL
21-25 Maret 2012
Kementerian Pertanian dan Perikanan RDTL
01-18 Mei 2012
Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah RDTL
1
Dalam 1
1
2
5. 6.
7
Monitoring keterlambatan pencairan Dana para idozus/lanjut usia Monitoring terkait dengan Perencanaan dan pelaksanaan proyek PDD di Distril Liquisa
03-08 Juni 2012 18-23 Agustus 2012
Monitoring sel tahanan sementara Kepolisian Nasional Timor Leste
22-27 September 2012
Kementerian Solidaritas Sosial Kementerian Administrasi Negara Dan Pengesahan Wilayah Kepolisian Nasional Timor leste
Jumlah Total Monitoring:
1 1
1 8
Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013
Pada tabel 4.9. Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sejak tahun 2011, berlanjut pada bulan Januari hingga September 2012 telah melaksanakan 7 kali
kegiatan monitoring di berbagai daerah. Kegiatan monitoring bertujuan
untuk menindaklanjuti laporan masyarakat baik yang belum maupun sudah mendapat respon dari instansi Terlapor, serta mengetahui tingkat ketaatan Instansi Terlapor terhadap tindak lanjut Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Kegiatan monitoring yang telah dilaksanakan oleh Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pada triwulan I,II,III dan IV (Januari s/d Desember 2011), dilanjutkan dengan Kegiatan Monitoring triwulan I,II, dan III (Januari-September 2013) adalah sebagai berikut: Pada tabel di atas, terlihat bahwa peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
melalui kegiatan monitoring untuk mendorong terwujudnya
penegakkan good governance” di Timor Leste, sudah efektif. Berdasarkan hasi wawancara dengan informan10 Kepala Departemen Pencegahan Dan Monitoring Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, menyatakan bahwa:
10
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Pencegahan Dan Monitoring di kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadidlan pada tanggal 30 September 2013.
Pada tahun 2012 ini Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan mengalami keterbatasan anggaran yang tersedia untuk mendukung kegiatan monitoring departemen kami atas kegiatan fisik dan layanan administratif pemerintah, namun untuk mengemban misi tugas pencegahan mal-administrasi publik, sejak bulan Juli hingga September ini, kami aktifkan saja kegiatan tugas monitoring kami di lapangan untuk memantau tentang hasil-hasil pembangunan fisik yang dilakukan pemerintah dengan para kontraktor privat. Dari kegiatan monitoring kami ditemukan tahap pelaksanaan anggaran Perencanan dan Pelaksanaan pembangunan Distrik, sepertinya mal-administrasi dalam penyelesaian sebuah proyek pembangunan sebuah sekolah di Kecamatan fatuberlihu, Distri Manufahi. Laporan dari hasil monitorinnya telah kami sampaikan kepada instansi Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah Timor Leste, untuk melakukan pengecekan ulang terhadap hasil proyek tersebut yang dinilai tidak disiplin dalam pengunaan anggaran PDD dan PDS.
Informasi yang diperoleh dari informan di atas, ternyata juga sama dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti ketika datang ke kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pada jam kerja (sekitar pukul 9.00 pagi WT) pada tanggal 19 September 2012, ternyata pada jam-jam kerja tersebut ruangan kerja Kepala dan Staf Departemen Pencegahan Dan Monitoring Maladministrasi Publik tak berada di tempat kerjanya, meman pergi keluar lapangan untuk urusan dinas/urusan kantor Ombudsman, yaitu melaksanakan monitoring ke Pemerintahan Administratif Distrik Manufahi dan Likisa guna memantau beberapa proyek pembangunan fisik yang dilaksanakan oleh pemerintah setempat dengan pengunaan anggaran PDD dan PDS pada periode tahun 2011 dan 2012. Mengacuh pada hasil wawancara dan observasi lapangan hasil kerja monitoring Ombudsman untuk pencegahan terjadinya mal-administrasi publik sudah efektif dan berjalan dengan baik. Buktinya, walaupun Ombudsman memiliki teterbatasan dana yang cukup untuk membiayai program kerja atau kegiatan monitoring itu
sendiri, namun para pegawai khususnya yang bertugas dan bertanggungwab terhadap pencegahan dan monitoring mal-administrasi publik tetap berkomitkan dan bersemangat yang tinggi dalam melakukan atau melaksanakan program kerja monitoring di lapangan dengan harapan untuk mencapai sasaran yang ditentukan yaitu mencegah perbuatan para pejabat publik membuat mal-administrasi terhadap anggaran negara yang dikeluarkan untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik PDD dan PDS pada periode tahun anggaran 2011-2012. Sementara itu, menurut hasil wawacara dengan informan11 menyatakan bahwa: Saya adalah pegawai monitoring Ombudsman yang baru karena saya baru direkrut tahun 2011. Untuk tugas monitoring terhadap pencegahan maladministrasi publik saya bersama pimpinan saya kami aktif melakukan tugas monitoring/pemantau terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan fisik dilapnagan. Pada tugas monitoring di trimester ke III ini yang telah kami lakukan adalah dengan memanatu kegiatan-kegiatan pelaksanaan pembangunan fisik di pemerintahan Administratif Distrik Manufahi. Pada monitoring bulan agustus ini kami berfokus pada monitoring kegiatan pembangunan fisik di Sub Distrik (kecamatan) fatuberlihu, Distrik Manufahi. Seminggu kemudian kami melakukan monitoring di Distrik Likisa untuk memantau tentang hasil pelaksanaan pembangunan dua buah gedung sekolah yang dibangunan pemerintahan setempaat dengan anggaran PDD dan PDS tahun 2011-2012.
Informasi dari kedua informan diatas disertai dengan hasil pengamatan peneliti pada tanggal 19 September 2012, menunjukan bahwa Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk melakukan pencegahan terhadap perbuatan mal-administrasi publik di Timor Leste. Buktinya bahwa, walaupun Ombudsman sendiri memiliki keterbatasan 11
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur Kabinet Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.
dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan kerja monitoring lapangan, namun para pegawainya tanggap untuk mewujudkan penegakkan pemerintahan yang baik di Timor Leste, para pegawai tetap bersemangat untuk melakukan pemantaun terhadap hasil-hasil pelaksanaan pembangunan fisik di lapangan, khususnya di lokasi Kecamatan Fatuberlihu, Distrik Manufahi pada bulan Agustus tahun 2012. Keberhasilan tugas monitoring mal-administrasi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan keadilan tersebut di atas, dapat dibuktikan melalui hasil wawancara sebagai berikut: Berdasarkan hasil wawancara dengan informan12 menyatakan bahwa: Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pernah melakukan monitoring terhadap pelaksanaan proyek konstruksi sebuah Gedung Sekolah di Kecamatan Fatuberlihu, Kabupaten Manufahi, Timor Leste. Dari hasil monitoring ini, Ombudsman membuat laporan dengan melampirkan scening fhoto-fhoto lokasi pelaksaan proyek, dimana ditunjukan bhwa hanya tian-tian bangunan yang baru didirikan, namun pembayaran telah final 100%. Upaya merespon terhadap substansi laporan hasil monitoring Ombudsman, Kabinet Ispektorat Umum membentuk tim yang terdiri dua orang, kemudian turun ke lokasi untuk melakukan pemeriksaan. setelah tim sampai di dilokasi pelaksanaan proyek, ditemukan hasil yang berbeda dengan laporan pemantauan Ombudsman, yaitu proyek konstruksi gedung sekolah telah mencapai hasil 100%, di manfaatkan masyarakat setempat (Fatuberlihu) untuk proses belajar mengajar. Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pada pelaksanaan kegiatan proyekproyek PDD dan PDS ke depannya, secara kelembagaan institusi telah merekomendasikan kepada setiap pemimpin masyarakat (bupati, camat dan kepala Desa) baik di pusat, kota kabupaten dan di daerah terpencil, yang lingkungan wilayahnya menggenah pelaksanaan kegiatan pembagunan fisik PDD dan PDS diwajibkan melakukan pemantaun dan melaporkan hasilnya ke Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan wilayah.
Memperhatikan penjelasan informan di atas pada pelaksanaan monitoring Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan terhadap mal-administrasi publik 12
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur Kabinet Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.
sejauh ini (2011-2012) dikatakan efektif, terutama kepada instansi Pemerintahan Sub Distrik Fatuberlihu, Administratif Distrik Manufahi, sehingga mereka dapat merencanakan
dan
melaksanakan
program-program
kerja
Perencanaan
Pembangunan Distrik (PDD) dan Perencanaan Pembangunan Suku/Desa (PDS) sesuai dengan peraturan perundang-undangan sesuai koridor yang diharapkan masyarakat.
4.2.3. Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik Salah satu upaya pemahaman
yang dilakukan Ombudsman untuk mewujudkan
dan pengetahuan publik yang berbasis good governance yaitu
melalui Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik. Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik merupakan strategik khusus Ombudsman untuk melakukan tugas promosi atau kampanye 10 Prinsip Good Governance kepada publik, sebagai upaya untuk mencegah perbuatan penyelewengan atau kesalahan-kesalahan administratif para pejabat negara dan birokrasi penyelenggaraan administrasi pemerintahan. Mengenai Aktivitas Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, diatur dalam Pasal 25 huruf (a), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Statuto Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, yang menyatakan bahwa: Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memiliki kewenangan untuk mempromosikan kepemerintahan yang baik (good governance), melalui: “Peningkatkan budaya penhormatan hak asasi manusia dan kepemerintahan yang baik, khususnya melalui kampanye informasi atau menyampaikan informasi yang tepat kepada masyarakat dan administrasi publik tentang hak asasi manusia dan kepemerintahan yang baik”.
Pasal 25 huruf (a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, mengamanatkan kepada Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan perlunya meningkatkan budaya publik yang
menhormati hak asasi manusia dan melaksanakan
kepemerintahan yang baik, khususnya bagi para pejabat negara dan birokrasi penyelenggara administrasi publik pemerintahan dan pelayanan publik. Wujud dari pelaksanaan atas pasal tersebut, dalam tahun 2011 hingga 2012 Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah melaksanakan serangkaian kegiatan promosi/sosialisasi 10 Prinsip Good Governance melalui pendidikan umum anti mal-administrasi publik dalam bentuk antara lain: 1. Pengiriman personel/pegawai Ombudsman sebagai narasumber dalam pelatihan kedinasan, seminar, workshop dan kursus-kursud tentang 10 prinsip good governance di setiap instansi publik di Timor Leste. 2. Pengembangan materi 10 prinsip good governance dalam bentuk penyusunan bahan pelatihan anti mal-administrasi publik bagi pelajar Sekolah Menenggah Tingkat Atas, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Masyarakat Sipil. 3. Kampanye anti mal-administrasi publik melalui poster, spanduk serta iklan pada media cetak koran (Suara Timor Loro Sae dll) serta media radio dan televisi (Radio dan Televisi republik Timor Leste). 4. Program peningkatan kesadaran masyrakat melalui penyampaian materi anti mal-administrasi publik melalui talkshow di televisi dan radio dalam jangka tiga bulan sekali.
Adapun
Ombudsman
Hak
Asasi
Manusia
Dan
Keadilan
menyelenggarakan kegiatan promosi/kampanye 10 Prinsip Good Governance tersebut, bertujuan untuk mencegah terjadinya perbuatan mal-administrasi publik dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas sebagai syarat penting untuk mendorong profesionalisme seseorang pejabat negara dan pemerintahan dalam menyelenggarakan layanan administrasi publik pemerintahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Untuk mendorong terwujudnya penegakkan kepemerintahan yang baik di Timor Leste, sejak tahun 2006 sampai sejauh ini 2012, melalui lingkup kerja teknikal Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, melakukan tugas promosi/kampanye ke-10 (kesepuluh) prinsip good governance kepada publik Timor Leste. Adapun ke-10 Prinsip Good Governance yang dipergunakan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sebagai materi/bahan dasar untuk melakukan kegiatan pelatihan-pelatihan, workshop, seminar dan kursus-kursus bagi pejabat publik dan masyarakat luas di Timor Leste adalah sebagai berikut:
4.2.3.1.Partisipasi (Participation) Tata pemerintahan yang partisipatif, yaitu setiap warga negara berhak terlibat dalam keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Pada prinsip ini, pemerintah menjadi public server dengan memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien, tepat waktu serta dengan biaya yang murah, sehingga pemerintah dapat dipercaya
masyarakat. Partisipasi misalnya: Pemerintah membangun media bagi masyarakat untuk mengakses informasi penting sehingga berpartisipasi dalam pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak,dan juga untuk mengontrol dan mengritik setiap kebijakan pemerintah yang diangap merugikan atau bertentangan dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat.
4.2.3.2.Supremasi Hukum (Rule of Law) Tata
pemerintahan
yang
penegakkan
hukum,
yaitu
pemerintah
mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Supremasi Hukum misalnya: perwujudan good governance di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum yang berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu jabatan maupun status sosialnya sebagai contoh aparat penegak hukum yang melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan sanksi. b. Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau pengaruh lainnya. Sebagai contoh kecilnya yaitu kasus suap jaksa.
4.2.3.3. Prinsip Transparansi (Transparancy) Tata pemerintahan yang transparansi, yaitu pemerintah harus menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan
informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi. Tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan), Wujud nyata prinsip tersebut antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi dapat diakses oleh pihakpihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia agar dapat dimengerti dan dipantau masyarakat.
Transparansi misalnya, mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian tentang:
1.
Prosedur atau tata cara pelayanan yang jelas
2.
Adanya persyaratan pelayanan yang tepat
3.
Unit kerja atau pejabat yang berwenang untuk setiap jenis pelayanan
4.
Rincian biaya atau tarif setiap pelayanan
5.
Jadwal waktu penyelesaian setiap pelayanan
6.
Lembaga pengaduan dan jadwal waktu penyelesaiaannya.
7.
Pengelolaan
barang
milik
negara
harus
transparanterhadap
hak
masyarakatdalam memperoleh informasi yang benar
4.2.3.4. Responsif (Responsiveness) Tata pemerintahan yang responsif, yaitu pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum. Terutama, pemerintah
harus proaktif dalam mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional. Dan etika sosial yang menuntut pemerintah memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik. Responsif misalnya: Pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi, sosial dan politik yang menguntungkan masyarakat luas, seperti mendorong terciptanya lapangan kerja baru, memajukan perdagangan domestik, menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat.
4.2.3.5.Konsensus (Consensus Oriented)
Tata pemerintahan yang konsensus, yaitu setiap keputusan apapun yang diambil pemerintah harus dilakukan melalui proses musyawarah. Tata Pemerintahan yang konsensus, misalnya: pemerintah memilihara ketertiban dengan mencegahnya perselisihan dengan warga masyarakat, menjamin agar perselihan apapun (faham dll) yang terjadi dengan masyarakat dapat berjalan damai atau diselesaikan secara konsensus.
4.2.3.6. Keadilan (Fairness) Tata pemerintahan yang berkeadilan, yaitu: pemerintah berprilaku adil dalam pemberian peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Tata pemerintahan yang bersifat kesetaraan dan keadilan dilihat dari perlakuan yang sama dari pejabat pemerintah dalam memberikan pelayanan terhadap publik tanpa mengenal perbedaan kedudukan,
keyakinan, suku, dan kelas sosial. Keadilan misalnya: Pemerintah menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakanginya untuk melakukan pengaduan kepada pemerintah tanpa membeda-bedakan strata.
4.2.3.7. Keefisienan dan Keefektifan (Effectiveness and Efficiency) Tata pemerintahan yang keefisienan dan keefektifan, yaitu pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan asas efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin kecil biaya yang dipakai untuk mencapai tujuan dan sasaran maka pemerintah dalam kategori efisien. Keefisienan dan Keefektifan misalnya: pemerintah yang efektif
(absah) dan efisien dalam
memproduksi out put berupa aturan, kebijakan, pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, rasional, dan terukur.
4.2.3.8. Prinsip Akuntabilitas
Tata pemerintahan yang akuntabilitas, yaitu pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan
masyarakat.
Setiap
pejabat
publik
dituntut
untuk
mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Prinsip
Akuntabilitas misalnya: pada hakekatnya pemerintah adalah milik masyarakat (people own government), sewajarnya seorang kepala negara, pemerintahan, para menteri dan kepada daerah mempertanggungjawabkan hasil kinerjanya kepda publik melalui media cetak dan eletronik. Dalam kaitan ini, kinerja pemerintah akan terbuka untuk dicek kebenarannya (auditable). Oleh karena itu, laporan akuntabilitas publik dititikberatkan pada efisiensi dan penhematan dalam mengunakan dana, harta kekayaan, serta sumber daya manusia, bahkan sumber-sumber lainnya.
4.2.3.9.Wawasan ke Depan (Visionery)
Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan, yaitu, pemerintah memiliki visi strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good governance. Wawasan ke Depan misalnya: Semua kegiatan pemerintah di berbagai bidang dan tingkatan didasarkan pada visi dan misi yang jelas dan jangka waktu pencapaiannya serta dilengkapi
strategi
implementasi
yang
tepat
sasaran,
manfaat
dan
berkesinambungan. Adapun kegiatan Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
yang didasarkan pada ke 9
prinsip good governance di atas, sebagai upaya untuk mencegah perbuatan maladministrasi publik, bagi terdorongnya pejabat publik maupun masyarakat umum di Timor Leste untuk menjalankan budaya publik ber good governance, dapat terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel: 4.10. Kegiatan Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik
Kegiatan Departemen pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik
10 Prinsip good governance
10 Prinsip good governance Pembagian informasi Tugas Ombudsman
10 Prinsip Good Governance
Klasifikasi Kegiatan
Tanggal Implementasi
Total Peserta
Workshop di Aula Administratif Distrik Covalima, Kementerian Administrasi Negara dan Penetapan Wilayah
23- 24 Februari 2012
90 Peserta
10 Mei 2012
97 Peserta
30 Juni 2012
17 Peserta
10 Oktober 2012
100 Peserta
15 Oktober 2012
360 Peserta
28 Oktober 2012
80 Peserta
Pelatihan di Aula Administratif Pemerintahan Distrik Manufahi, Kementerian Administrasi Negara dan Penetapan Wilayah Inseminasi Informasi di Ruang Perpustakaan Nasional Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
10 Prinsip good governance
Workshop Internasional di Aula Memorian Hall, Palapaco Dili Timor Leste Pelatihan di Aula Universitas Nasional Timor Lorosae (UNTL) Dili
10 prinsip good governance
Pelatihan di Memorian Hall, Farol Dili, Timor Leste
Total:
684 Peserta
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2013
Pada tabel 4.10 menunjukan bahwa dalam periode tahun 2012 Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah berhasil menyelenggarakan aktivitas kerja promosi 10 Prinsip Good Governance sebanyak 6 (enam) kali, dengan mengundang peserta yang hadir berjumlah total 684 (enam ratus delapan puluh empat) orang, dengan perincian kegiatan sebagai berikut:
1. Workshop atau seminar 10 Prinsip Good Governance dengan Pemerintahan Daerah (Bupati, Camat dan Sekwilda)
Pemimpin
dan Pemimpin
Masyarakat Desa (Kepala Desa, Ketua RT dan RW), se Kabupaten/Distrik Covalima sebanyak 90 orang, di Aula Administratif
Distrik Covalima,
Kementerian Administrasi Negara dan Penetapan Wilayah pada tanggal 23 hingga 24 Februari 2012. 2. Pelatihan 10 Prinsip Good Governance dengan Pejabat Pemerintah Daerah Administratif Kabupaten/Distrik Manufshi beserta jajarannya, Aparat Penegak Hukum dan Masyarakat Sipil di Kabupaten/Distrik Manufahi pada tanggal 10 Mei 2012. 3. Membagi informasi mengenai tugas, fungsi dan kewenangan Ombudsman dengan 17 orang wartawan media lokal Timor Leste pada tanggal 30 Juni 2012. 4. Menyelenggarakan seminar internasional, dengan mengundang pembicara Presiden RDTL dan Ketua Ombudsman Indonesia, untuk membahas dan mendiskusikan tentang pentingnya penerapan 10 Prinsip Good Governance di Timor Leste dengan seratus orang peserta dari
para pejabat publik
pemerintahan, NGO, LSM dan Civil Society pada tanggal 10 Oktober 2012. 5. Memberikan pelatihan-pelatihan 10 Prinsip Good Governance kepada 390 pelajar dari Sekolah Meneggah Atas dan mahasiswa dari 6 perguruan Tinggi se-Timor Leste pada tanggal 15 Oktobern 2012.
6. Pelatihan 10 Prinsip Good Governance kepada 28 anggota Kepolisian Nasional dan 58 anggota Kepolisian Militer Angkatan Pertahanan Timor Leste pada tanggal 28 Oktober 2012. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan13 menyatakan bahwa: Di tahun anggaran 2012, saya melakukan penyusunan perencanaan program kerja tahunan dengan penentuan promosi prinsip-prinsip good governance terhadap kelompok sasaran yang ditetapkan sebanyak 12 kali, dengan mendapatkan persetujuan dari atasan saya. Pada pelaksanaan program kerja sesuai yang direncanakan dilapangan kami melaksanakan promosi 10 Prinsip Good Governance, melalui program-program pelatihan-pelatihan, worshop, seminar dan kursus-kursus sebanyak 9 kali, yaitu 6 program kegiatan pelatihan-pelatihan, worshop, seminar dan kursus-kursus 10 Prinsip Good Governance terhadap publik di Timor Leste pada tahun 2012 sebanyak 6 kali dan pada tahun 2013 sebanyak 3 kali. Berkaitan dengan informasi dari informan tersebut, diketahui Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan berperan aktif dalam perencanaan program kerja/kegiatan promosi/kampanye prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik disetiap trimester kerjanya. Sebagai realisasinya dilaksanakan pada bulan Februari, Mei, Juni dan Oktober tahun 2012 yang lalu. Dan hasilnya dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ke 684 (enam ratus delapan puluh empat)
peserta yang diundang Ombudsman dalam menhadiri
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pelatihan, seminar, worshop dan kursus-kursus tentan 10 Prinsip Good Governance yang dilksanakan di tahun 2012 yang lalu.
13
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, Divisi Good Governance, Bapak Paulo Ribeiro di kantor di kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pada tanggal 30 September 2013.
Pemberi informasi juga menyampaikan bahwa Ombudsman biasanya melakukan proses selektif terhadap organ pemerintahan yang menjadi sasaran atau target group Ombudsman,
terutama yang sering menjadi sasaran laporan
pengaduan masyarakat menyangkut dugaan adanya perbuatan mal-administrasi, mereka menjadi fokus perhatian dan ditargetkan secara khusus untuk diberi pelatihan-pelatihan
lebih
lanjut
agar
membangun
pemahaman
dan
pengetahuannya akan prinsip-prinsip good governance lebih mendalam untuk menhindar dari perbuatan kesalahan-kesalahan administratif. Menurut hasil wawancara dengan informan14 Direktur Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, Ambrosio G. Soares, pada tanggal 16 September 2012, menyatakan bahwa: Pada tahun 2012, ada beberapa institusi pemerintahan yang kinerja layanan administrasi publiknya dikeluhkan masyarakat banyak, karena berjalan kurang baik bagi pemenuhan tuntutan kepentingan umum masyarakat. Dampaknya ada beberapa masyarakat menyampaikan laporan pengaduannya ke Ombudsman. Yang menjadi laporannya masyarakat masuk dalam daftar target groupnya Ombudsman yang perlukan pemberian pelatihan-pelatihan prinsip-prinsip good governance, sebagai upaya pencegahan lebih lanjut. Dari data/informasi yang ada institusiinstitusi publik yang menjadi target groupnya Ombudsman adalah menurut kasus yang ada bisa disebut Atas informasi tersebut, peneliti mewancarai informan15 menyatakan bahwa:
14
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Direktur Divisi Good Governance, di kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pada tanggal 30 September 2013.
15
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Sumber Daya Manusia, di Kantor Kementerian Solidaritas Sosial pada tanggal 30 September 2013.
Pada bulan Juli 2011, Wakil Ketua Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan (area good governance) beserta Tim mendatangi instansi Kementerian Solidaritas Sosial dalam rangka melaksanakan pelatihan 10 prinsip good governance kepada 52 orang partisipan (pegawai Solidaritas Sosial dari tingkat pusat dan distrik). Dalam penyampaian materi pelatihan disajikan dalam bentuk diskusi tanya jawab dengan partisipan pejabat struktural di ruang rapat Kementerian Solidaritas Sosial, dan tema diskusinya seputar manajemen/kinerja yang berbasis prinsip-prinsip good governance.
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam berperan mensosialisas10 prinsip good governance di setiap institusi publik di Timor sudah cukup efektif . Hal ini terlihat bahwa melalui pelatihan 10 prinsip good governance yang diselenggarakan Ombudsman di Kementerian Solidaritas Sosial, membangun pemahaman para pegawai Kementerian Solidaritas Sosial tentang hubungan antara kinerja pemerintah yang berbasis good governance. Dengan demikian, ditemukan bahwa untuk mencapai pelayanan administrasi yang baik di institusi Kementerian Solidaritas Sosial masyarakat, Kabinet Inspektorat Umum, Kementerian Solidaritas Sosial mengirimkan beberap pegawainya untuk mengikuti on the job trainin di Komisi Anti Korupsi Timor Leste, sebagai institutional kapacity building untuk mendampingi
institusi jika adanya
permasalahan dengan kepemerintahan yang baik. Selain itu juga Kementerian Solidaritas Sosial tela merencanakan kerja sama dengan Bank Dunia country Timor Leste, untuk menginstal sistem MIS (Management Information System) di Kementerian Solidaritas Sosial,
sebagai pendekatan manajemen administrasi
yang efekti dalam menfasilitasi pelayanan sosial dalam bidang pemberian beasiswa (Bolsa da mae) dan masalah anak dalam komplik politik.
Pelaksanaan promosi prinsip-prinsip good governance di Timor Leste bersifat maksimal. Dimana rencana aktivitas dan pelaksanaan program pelatihan bersifat kontinuitas (setiap trimester dalam setahun), dengan materi yang dipersiapkan matan (slide show 10 prinsip good governance, Projector/Infocus tools, sound system, dukungan teknis lapangan), beserta pembicara/instruktur handal, sehingga membangun kordinasi pada garis depan (interaksi lansung) dengan jajaran instansi-instansi publik di Timor Leste yang efektif. Dalam proses pengundangan para peserta dalam pelatihan, melalui kebijakan internal seperti penyebaran (pembagian) surat undangan dan materi pelatihan, dan pada proses eksternal seperti media cetak dan eletronik, sehingga peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan menjadi solusi bagi peningkatan pengetahuan, pemahaman dan kemauan baik dari para pejabat publik untuk melaksanakan good governance. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan16, menyatakan bahwa: Mengenai tugas promosi atau kampanye Ombudsman dalam rangka mengerakan atau mendorong good governance di Timor sejauh nee berjalan dengan baik. Saya sendiri di tahun 2011 merepresentasi Inspektur Umum Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah/MAEOT Bapak/Senhor Edgar, bersama-sama dengan tiga belas bupati se Timor Leste, untuk mengikuti pelatihan 10 prinsip good governance yang diselenggarakan Ombudsman di gedung Komisi Pemilihan umum, Dili, Timor Leste. Para pembawah materi pelatihan 10 prinsip good governance Ombudsman betul-bentul menguasai materi dimana setiap prinsip dijelaskan dengan contoh-contoh yang harus di ikuti, untuk mencegah terjadinya perbuatan mal-administrasi publik. Program Kerja Pelatihan 10 prinsip good governance Ombudsman merupakan hubungan garis koordinasi antara institusi publik di Timor Leste. Sejak tahun 2012, Kabinet Inspeksi Umum MAEOT, meningkatkan kualitas 16
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur Kabinet Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.
kerja inspeksinya, yaitu melakukan inspeksi rutin setiap enam bulan sekali terhadap departemen/dinas-dinas baik di pusat (nasional) dan di daerah (lokal) dibawah MAEOT. Untuk membantu menyelesaikan permasalahanpermasalahan internal yang ada, misalnya tentang mentasi masalah etika moral pegawai, proyek PDD dan PDS, tidak terdisiplinnya pegawai masuk kerja dll. Sebagai upaya pencegahan dini terhadap mal-administrasi publik. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di Kantor Ombudsman Hak Asasi Manuisia Dan Keadilan tanggal 30 setember 2012, pukul 09.00 WT, diketahui bahwa Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memiliki respons atas tugas fungsi, tugas dan kewenangan mereka dalam pencegahan maladministrasi
publik
yang
baik
terhadap
kepemerintahan yang baik di Timor Leste.
promosi/kampanye
penegakkan