perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi/Obyek Penelitian Deskripsi lokasi penelitian adalah tahapan dimana data yang diperoleh peneliti dilapangan yaitu di SMP Negeri 3 Jatisrono. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis, sehingga dapat disajikan secara sistematis. Aspek-aspek yang diteliti dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Letak geografis SMP Negeri 3 Jatisrono. 2. Sejarah singkat berdirinya SMP Negeri 3 Jatisrono. 3. Identitas SMP Negeri 3 Jatisrono. 4. Visi dan Misi SMP Negeri 3 Jatisrono. 5. Tata Tertib Sekolah SMP Negeri 3 Jatisrono. 6. Wawasan Wiyatamandala dan Kegiatan Wawasan Wiyatamandala 7. Tujuan SMP Negeri 3 Jatisrono. 8. Jumlah Siswa SMP Negeri 3 Jatisrono. 9. Keadaan Lingkungan Belajar SMP Negeri 3 Jatisrono 10. Struktur Organisasi SMP Negeri 3 Jatisrono 11. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran SMP Negeri 3 Jatisrono 12. Denah lokasi SMP Negeri 3 Jatisrono. Aspek-aspek yang sudah disebutkan di atas, dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Letak Geografis SMP Negeri 3 Jatisrono SMP Negeri 3 Jatisrono berlokasi di Jalan Mloko, Desa Ngrompak, tepatnya berada di Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Lokasi SMP Negeri 3 Jatisrono berbatasan dengan: a. Sebelah timur
: Jl. Raya Semen Ngrompak
b. Sebelah utara
: Kantor Kelurahan
c. Sebelah barat
: Perumahan Penduduk commit toPenduduk user : Perumahan
d. Sebelah selatan
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
2. Sejarah Singkat SMP Negeri 3 Jatisrono Gedung sekolah SMP Negeri 3 Jatisrono berdiri pada Tahun 1991. Pada awal sebelum dibuat gedung sekolah, tanah tersebut merupakan bentuk lahan kosong milik warga setempat. Luas tanah kurang lebih 0,765 ha hanya ditumbuhi rumput dan tanaman-tanaman liar yang lain. Bertahun-tahun tanah tersebut hanya dijual dengan sistem kontrak pada orang yang berminat membeli dengan harga yang telah ditetapkan. Lantaran pemilik tanah yang sudah lama merantau, dan sudah sukses dirantau mereka memutuskan untuk menjual tanah tersebut dengan sistem mbacut (dalam istilah jawa) yang artinya selamanya. Bertepatan dengan keputusan pemerintah bahwa di desa Ngrompak kecamatan Jatisrono akan didirikan sekolah tingkatan pertama atau SMP maka dengan pertimbangan letak atau lokasi yang strategis, serta jarak lokasi dengan perumahan penduduk yang strategis pula, dekat dengan fasilitas pendukung yang lain, pemerintah memutuskan untuk menggunakan tanah tersebut untuk kepentingan umum dengan sistem ganti rugi atau jual bali pada pemilik untuk didirikan gedung sekolah. SMP Negeri 3 Jatisrono merupakan sekolah yang berbasis agama dan juga kompetensi akademik, tujuan utama dari sekolah ini adalah menghasilkan hasil lulusan yang memiliki kecerdasan, ketrampilan namun juga kepribadian, akhlak yang baik. Hal tersebut tidak luput dari Visi yang dimiliki SMP Negeri 3 Jatisrono yaitu “Cerdas, Terampil, Berbudaya, berdasar Iman dan Taqwa”. Sekolah ini resmi berdiri pada 8 Juni 1991 bertempatkan di Jl. Mloko, Desa Ngrompak, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Telp. (0273) 3301733 dengan luas tanah kurang lebih 0.765 ha. Semula hanya terdiri dari 6 ruang kelas, dua ruang kelas untuk kelas I, dua ruang kelas untuk kelas II, dan dua ruang kelas untuk III, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, dan toilet siswa, guru dan karyawan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64 Sejak berdirinya hingga sekarang telah mengalami pergantian kepala sekolah. Adapun nama-nama kepala sekolah yang pernah menjadi pemimpin di SMP Negeri 3 Jatisrono adalah: a. Kartamso, B.A
Tahun 1991 - 1996
b. Drs. Sutrisno
Tahun 1996 - 2001
c. Drs. Sumarno
Tahun 2001 - 2005
d. Purnomo S. Pd
Tahun 2005 - 2009
e. Marino M. Pd
Tahun 2009 - 2012
f. Suwandi S. Pd
Tahun 2012 – Sekarang
Dari tahun ke tahun SMP Negeri 3 Jatisrono mengalami peningkatan serta perkembangan, seiring dengan kemajuan teknologi sekolah turut ambil bagian dalam meningkatkan prestasi siswa. Hal ini terbukti dengan adanya siswa yang meraih prestasi pada tingkat Kabupaten, Provinsi hingga tingkat Nasional. Dalam meningkatkan ketrampilan siswa sekolah mengadakan berbagai kegiatan ekstra kurikuler untuk menciptakan kegiatan organisasi siswa diantaranya OSIS, ekstra pramuka, PMR, menjahit, menari, kerawitan, ekstra bola basket, sepak bola dan lain-lain. Kegiatan tersebut diadakan dengan tujuan peningkatan ketrampilan serta mengembangkan bakat siswa yang dimiliki. Dengan berjalannya waktu gedung sekolah di SMP Negeri 3 Jatisrono dari tahun ke tahun mengalami perkembangan dan kemajuan. Berawal yang hanya terdiri dari 6 ruang kelas hingga sampai sekarang bertambah menjadi 21 ruang kelas. Hingga pada Tahun pelajaran 2010/2011 SMP Negeri 3 Jatisrono telah membentuk dan menetapkan kelas Reguler dan Non Reguler. Penetapan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa yang memiliki prestasi unggulan dalam semua bidang yang menjadi keahliannya. Dengan penetapan kelas pada SMP Negeri 3 Jatisrono tersebut, maka sekolah ini telah memiliki dua program kelas yaitu Reguler dan Non Reguler, dengan jumlah satu kelas non Reguler dan enam kelas Reguler. Peserta didik yang ditempatkan di kelas non Reguler adalah mereka yang memiliki prestasi lebih unggul dari kesekian jumlah siswa yang diterima.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
3. Identitas Sekolah SMP Negeri 3 Jatisrono a. Nama Sekolah
: SMP Negeri 3 Jatisrono
b. Alamat
: Jl. Mloko, Desa Ngrompak, Jatisrono Wonogiri
c. Telp.
: (0273) 330733
d. Nama Kepala Sekolah
: Suwandi S.Pd.
NIP
: 19620626 198403 1 008
e. Keadaan Fisik Sekolah Luas Tanah
: 3. 020 ha.
Jumlah Bangunan
: 35 buah
4. Visi dan Misi SMP Negeri 3 Jatisrono a. Visi SMP Negeri 3 Jatisrono “Cerdas, Terampil, Berbudaya, Berdasar Iman dan Taqwa”. Indikator Visi: 1) Terwujudnya penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa sehingga terbangun peserta didik yang berkompeten dan berakhlak mulia. 2) Terwujudnya pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap peserta didik berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimiliki. 3) Terwujudnya kenggulan dalam penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. 4) Terwujudnya kualitas lulusan peserta didik sehingga mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. 5) Terwujudnya semangat kebersamaan secara intensif kepada seluruh warga sekolah baik secara vertikal maupun horisontal. b. Misi SMP Negeri 3 Jatisrono 1) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa sehingga terbangun peserta didik yang berkompeten dan berakhlak mulia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66 2) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap peserta didik berkembang secara optimal sesuai potensi yang dimiliki. 3) Menumbuhkan dan mendorong keunggulan dalam penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya. 4) Mendorong peserta didik dalam meningkatkan kualitas lulusan peserta didik sehingga mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. 5) Menumbuhkan semangat kebersamaan secara intensif kepada seluruh warga sekolah baik secara vertikal maupun horisontal.
5. Tata Tertib Sekolah SMP Negeri 3 Jatisrono a. Hal Masuk Sekolah 1) Murid masuk sekolah selambat-lambatnya 3 menit sebelum pelajaran dimulai. 2) Murid yang datang terlamabat tidak diperkenankan langsung masuk kelas, melainkan harus melapor dan meminta ijin dulu pada guru piket. 3) Murid tidak masuk hanya benar-benar sakit atau ada keperluan yang sangat penting tidak bisa diwakilkan. 4) Pekerjaan keluarga harus dikerjakan diluar sekolah atau waktu libur sehingga tidak mengganggu hari sekolah. 5) Murid yang absen pada waktu masuk kembali harus melapor kepada Kepala Sekolah dengan membawa surat-surat yang diperlukan. 6) Murid tidak diperbolehkan meninggalkan sekolah selama jam pelajaran berlangsung. 7) Kalau seandainya murid sudah merasakan sakit dirumah, maka sebaiknya tidak masuk sekolah dan memberikan keterangan kepada sekolah. b. Kewajiban Murid 1) Taat kepada Guru-guru dan Kepala Sekolah. 2) Ikut bertanggungjawab atas kebersihan, keamanan, ketertiban kelas dan sekolah pada umumnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67 3) Ikut bertanggungjawab atas pemeliharaan gedung, halaman, perabot dan peralatan sekolah. 4) Membantu kelancaran pelajaran baik di kelasnya maupun di sekolah pada umumnya. 5) Ikut menjaga nama baik sekolah, guru dan pelajar pada umumnya, baik di dalam maupun di luar sekolah. 6) Menghormati guru dan saling menghargai antar sesama murid. 7) Melengkapi diri dengan keperluan sekolah. 8) Murid yang membawa kendaraan agar menempatkan pada tempat yang telah ditentukan dalam keadaan terkunci. 9) Ikut membantu agar TATA TERTIB Sekolah dapat berjalan dan ditaati. c. Larangan Murid 1) Meninggalkan sekolah selama pelajaran berlangsung, penyimpangan dalam hal ini hanya denga ijin Kepala Sekolah. 2) Membeli makanan dan minuman di luar sekolah. 3) Menerima surat-surat atau tamu di kelas. 4) Memakai perhiasan berlebihan serta berdandan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. 5) Merokok di dalam dan di luar sekolah. 6) Meminjam uang dan alat-alat pelajaran antar sesama murid. 7) Mengganggu jalannya pelajaran baik terhadap kelasnya maupun terhadap kelas lain. 8) Berada di kelas selama waktu istirahat. 9) Berkelahi dan main hakim sendiri jika menemui persoalan antar teman. 10) Menjadi perkumpulan anak-anak nakal dan geng-geng terlarang. d. Pakaian dan Lain-Lain 1) Setiap murid wajib memakai seragam sekolah lengkap sesuai dengan ketentuan sekolah. 2) Murid-murid putri dilarang memelihara kuku panjang dan memekai alat kecantikan kosmetik yang lazim digunakan orang-orang dewasa. commit user 3) Rambut dipotong rapi, bersih dantoterpelihara.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68 4) Pakaian olah raga sesuai dengan ketentuan sekolah. e. Hak-Hak Murid 1) Murid-murid berhak mengikuti pelajaran selama tidak melanggar TATA TERTIB. 2) Murid-murid dapat meminjam buku-buku dari perpustakaan sekolah dengan mentaati peraturan perpustakaan yang berlaku. 3) Murid-murid berhak mendapat perlakuan yang sama dengan murid-murid yang lain sepanjang tidak melanggar peraturan TATA TERTIB. f. Hal Les Privat 1) Murid yang terbelakang dalam suatu mata pelajaran dapat mengajukan permintaan les tambahan dengan surat orang tua yang ditujukan kepada sekolah. 2) Les privat kepada guru kelasnya dan les privat tanpa sepengetahuan Kepala Sekolah dilarang. 3) Les privat dapat diberikan sampai murid yang bersangkutan dapat mengejar pelajaran yang ketinggalan. g. Lain-Lain 1) Hal-hal yang belum tercantum dalam peraturan TATA TERTIB ini diatur oleh sekolah. 2) Peraturan TATA TERTIB sekolah ini berlaku sejak diumumkan.
6. Wawasan Wiyatamandala dan Kegiatan Wiyatamandala SMP Negeri 3 Jatisrono a. Wawasan Wiyatamandala 1) Kepala sekolah merupakan wiyatamandala (lingkungan pendidikan) sehingga tidak boleh digunakan untuk tujuan-tujuan diluar pendidikan. 2) Kepala sekolah mempunyai wewenang dan tanggungjawab penuh untuk seluruh proses pendidikan dalam lingkungan sekolahnya, yang harus berdasarkan pancasila dan bertujuan untuk : a) Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa commitdan to ketrampilan user b) Meningkatkan kecerdasan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69 c) Mempertinggi budi pekerti d) Memperkuat ketrampilan e) Mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air 3) Antara guru dan orang tua murid harus ada saling pengertian dan kerjasama erat untuk mengemban tugas pendidikan. 4) Para guru, didalam maupun diluar lingkungan sekolah, harus senantiasa menjunjung tinggi martabat dan citra guru sebagai manusia yang dapat digugu dan ditiru, betapapun sulitnya keadaan yang melingkunginya. 5) Sekolah bertumpu pada masyarakat sekitarnya, namun harus mencegah masuknya sikap dan perbuatan yang sadar atau tidak, dapat menimbulkan pertentangan antara kita sama kita karena perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan asal-usul keturunan dan tingkat sosial-ekonomi serta perbedaan paham politik. b. Kegiatan Wawasan Wiyatamandala 1) Wawasan Wiyatamandala pada hakekatnya merupakan: a) Suatu sikap pandang dan kesadaran serta tanggungjawab terhadap lingkungan pendidikan yang fungsinya sebagai tempat kegiatan proses belajar mengajar dan tidak untuk kegiatan lain yang tidak mendukung pendidikan. b) Suatu sikap menghargai dan bertanggungjawab terhadap lingkungan sekolah sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan teknologi, keterampilan, dan pembentukan kepribadian, serta memberikan peran serta kepada semua pengelola pendidikan agar mampu mewujudkan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. 2) Sekolah sebagai Wiyatamandala, adalah suatu lingkungan tempat pendidikan mempunyai makna: a) Sekolah harus benar-benar menjadi tempat diselenggarakan proses belajar mengajar, tempat dimana ditanamkan nilai-nilai pandangan hidup dan kepribadian, agama, berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70 b) Sekolah sebagai tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar harus diamankan dan dilindungi dari segala macam pengaruh bersifat negatif, yang dapat mengganggu pelaksanaan prosese belajar mengajar. c) Sekolah sebagai masyarakat belajar, tempat diselenggarakan proses belajar mengajar, yaitu interaksi antara siswa, guru dan lingkungan sekolah, dalam kehidupan sekolah terdapat peran berbagai unsur utama, yaitu: Kepala Sekolah, guru, orang tua, siswa serta fungsi lembaga
sekolah
itu
sendiri,
dalam
lingkungan
kehidupan
masyarakat dimana sekolah itu berada.
7. Tujuan SMP Negeri 3 Jatisrono a. Tujuan Pendidikan Menengah Tujuan
pendidikan
menengah
adalah
meningkatkan
kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. b. Tujuan Sekolah Mengingat visi adalah tujuan jangka panjang yang akan dicapai SMP Negeri 3 Jatisrono, maka upaya sekolah kedepan yang akan direncanakan yaitu: 1) Melaksanakan salat wajib bagi seluruh warga sekolah untuk yang beragama islam dan yang beragama kristen menjadi warga gereja yang bertanggungjawab. 2) Menciptakan peserta didik yang terampil sesuai dengan keahlian yang dimiliki. 3) Mewujudkan angka kelulusan mencapai 100% dan diatas standar kompetensi lulusan yang maksimal. 4) Memiliki sikap kebersamaan secara intensif dalam bentuk dedikasi, loyalitas, dan tanpa cela bagi seluruh warga sekolah baik secara vertikal maupun horisontal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71 8. Jumlah Siswa SMP Negeri 3 Jatisrono Tabel 3. Jumlah Siswa Sekolah SMP Negeri 3 Jatisrono Tahun
Jumlah
Ajaran
pendaft ar
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Jumlah kls I+II+III
Jml
Jml
Jml
Jml
Jml
Jml
Jml
Jml
sisw
rom
sisw
romb.
sisw
romb.
sisw
romb.
a
belaj
a
Belaja
a
Belaja a
belaja
r
r
ar
r
2009-2010
240 org
238
7 rbl
237
7 rbl
234
7 rbl
709
21 rbl
2010-2011
240 org
215
7 rbl
237
7 rbl
234
7 rbl
686
21 rbl
2011-2012
240 org
213
7 rbl
210
7 rbl
217
7 rbl
640
21 rbl
2012- 2013
245 org
230
7 rbl
212
7 rbl
208
7 rbl
650
21 rbl
Sumber: Data siswa dalam empat tahun terakhir SMP Negeri 3 Jatisrono 9. Keadaan Lingkungan Belajar SMP Negeri 3 Jatisrono a) Keadaan Sekolah pada Umumnya SMP Negeri 3 Jatisrono terletak di Jl. Mloko Ngrompak, tepatnya di Desa Ngrompak, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Bangunan sekolah yang terletak kurang lebih 200 M dari jalan raya, dengan kondisi bangunan yang luas serta lingkungan sekolah yang aman dan bersih, sehingga bisa menjadi pendukung kenyamanan belajar siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. SMP Negeri 3 Jatisrono memiliki 21 ruang kelas untuk kegiatan belajar siswa, selain itu terdapat satu ruangan untuk pelajaran agama nasrani. Lingkungan belajar yang mendukung lainnya adalah sarana dan prasarana sumber belajar, yaitu: 1) Adanya perpustakaan 2) Adanya koperasi sekolah 3) Adanya kegiatan ekstrakurikuler commit to user 4) Adanya kantin sekolah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72 5) Fasilitas internet dan hotspot 6) Adanya masjid Guna mendukung pelaksanaan kegiatan pendidikan pihak sekolah dan pemerintah terus mengembangkan sarana dan prasarana baik dalam bentuk bangunan fisik maupun program-program yang brtujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah. Fasilitas yang dimiliki oleh SMP Negeri 3 Jatisrono antara lain sebagai berikut: Tabel 4. Fasilitas SMP Negeri 3 Jatisrono No.
Sarana
Jml
No.
Sarana
Jml
1.
Ruang kelas
21
16.
Ruang koprasi siswa
1
2.
Ruang agama Nasrani
1
17.
Kantin
3
3.
Ruang kepala sekolah
1
18.
Kamar kecil siswa
3
4.
Ruang guru
1
19.
Kamar kecil guru
1
5.
Ruang tata usaha
1
20.
Kamar kecil kepsek
1
6.
Laboratorium IPA
2
21.
Masjid
1
7.
Laboratorium komputer
1
22.
Area parkir siswa
1
8.
Laboratorium bahasa
1
23.
Area parkir guru
1
9.
Perpustakaan
1
24.
Gudang
1
10.
Ruang BK
1
25.
Penjaga sekolah
3
11.
Ruang UKS
1
26.
Dapur
1
12.
Ruang OSIS
1
27.
Lapangan bola
1
13.
Ruang pramuka
1
28.
Lapangan basket
1
14.
Ruang PMR
1
29.
Lapangan upacara
1
15.
Ruang serba guna
1
30.
Lapangan voli
1
31.
Ruang musik
1
Sumber: Data fasilitas SMP Negeri 3 Jatisrono Kondisi seluruh fasilitas beserta perlengkapan cukup baik, sehingga para siswa maupun guru tidak mengalami kesulitan dalam pelaksanaan kegiatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73 pendidikan. Dengan demikian kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan efektif guna meningkatkan prestasi siswa. Keadaan kebersihan lingkungan sekolah sudah terjaga dengan baik. Disamping petugas kebersihan, para siswa tahu akan kebersihan lingkungan, sehingga mereka sadar akan membuang sampah pada tempatnya. Selain kebersihan sekolah terjaga dengan baik keamanan sekolah juga terjamin. Hal ini terbukti dengan adanya penjagaan siang malam oleh pihak sekolah yang bertanggungjawab.
10. Struktur Organisasi SMP Negeri 3 Jatisrono Kepala Sekolah
: Suwandi S. Pd
Wakil Kepala Sekolah
: Riyanto S. Pd, M. Pd
Komite Sekolah
: Sulardi S. Pd
Urusan Tata Usaha
: Sulastri S. Pd
Urusan Kurikulum
: Muryani S. Pd
Urusan Sarana dan Prasarana : Agus Widodo SE Urusan Humas
: Kasto A. Md
Urusan Kesiswaan
: Agung Widodo S. Pd
Pustakawan
: Dita Lesari A.Md
Laboran
: Hartini S. Pd
Guru BK
: Supono S. Pd Novita Sari S. Pd Ita Irnawati S. Pd
11. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran SMP Negeri 3 Jatisrono a) Kegiatan Rutinitas Pembelajaran SMP Negeri 3 Jatisrono menggunakan sistem semester seperti halnya sekolah yang lain, yaitu dua semester dalam satu tahun. Pelaksanaan waktu kegiatan pembelajaran di SMP Negeri 3 Jatisrono dimulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 12.50 setiap harinya, kecuali hari jumat dimulai pukul commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74 07.15 sampai dengan pukul 11.00. Berikut tabel kegiatan pembelajaran di SMP Negeri 3 Jatisrono Tahun Ajaran 2012/2013. Tabel 5. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar di SMP Negeri 3 Jatisrono No.
Hari
Nama Kegiatan
Waktu
1
Senin
KBM
07.00 - 12.50
2
Selasa
KBM
07.00 - 12.50
3
Rabu
KBM
07.00 - 12.50
4
Kamis
KBM
07.00 - 12.50
5
Jumat
KBM
07.00 - 11.00
6
Sabtu
KBM
07.00 – 12.50
Sumber: Jadwal Kegiatan Belajar Mengajar SMP Negeri 3 Jatisrono 12. Denah Lokasi SMP Negeri 3 Jatisrono Denah Lokasi SMP Negeri 3 Jatisrono yang terletak di Desa Ngrompak, Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri dapat dilihat dilampiran 14.
B. Deskripsi Temuan Penelitian Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 ayat (1), dalam Undang-Undang mendefinisikan, “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. Guru memiliki kedudukan sebagai seorang pendidik yang dalam istilah jawa dikatakan patut digugu lan ditiru artinya guru pantas dijadikan panutan atau pedoman bagi peserta didik serta warga masyarakat disekitarnya. Sesuai dengan istilah tersebut dilingkungan sekolah berperan sebagai pendidik sekaligus pembentuk kepribadian anak melalui proses pembelajaran, seperti halnya yang dilakukan guru di SMP Negeri 3 Jatisrono. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75 Berawal dari Tahun pelajaran 2010/2011 SMP Negeri 3 Jatisrono telah ditetapkan dibentuk menjadi program siswa Reguler dan non Reguler. Dengan penetapan kelas Reguler dan non Reguler tersebut, maka sekolah ini telah memiliki dua program. Hal tersebut ditetapkan dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan SMP Negeri 3 Jatisrono yang bertumpu pada prestasi siswa yang berdaya saing, berbudaya, beriman, dan bertaqwa serta menghasilkan output siswa yang berkarakter. Berdasarkan hasil pengamatan langsung peneliti dan juga hasil wawancara dengan guru Pendidikan Kewarganegaraan pada saat pra penelitian karakter yang dimiliki siswa-siswi di SMP Negeri 3 Jatisrono kurang baik, terutama karakter toleransi. Selama ini pembentukan karakter toleransi siswa dibentuk melalui pendidikan kewarganegaraan yang mana, mata pelajaran yang mendidik tentang etika, moral serta akhlak kepribadian siswa. Selain itu kenyataan yang ada menunjukkan karakter toleransi siswa yang terjalin kurang baik, akhir-akhir ini sering terjadi pertengkaran antara siswa satu dengan yang lain terutama yang sering terjadi antara siswa Reguler dengan non Reguler. Melihat permasalahan tersebut, maka pembentukan karakter toleransi di SMP Negeri 3 Jatisrono perlu peningkatan lagi terutama pada penekanan pembentukan karakter melalui guru Pendidikan Kewarganegaraan Untuk mempermudah pengkajian, penulis memilih data yang benar-benar dapat dipakai dalam memecahkan permasalahan, sehingga data-data tersebut dapat menjawab rumusan masalah yang ditentukan. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini membahas tentang beberapa aspek diantaranya: 1. Gambaran umum karakter toleransi siswa kelas Reguler dan non Reguler SMP Negeri 3 Jatisrono Kelas VIII Tahun Ajaran 2013/2014 2. Pembentukan karakter toleransi melalui kompetensi guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 3 Jatisrono 3. Faktor Pendukung dan Penghambat pembentukan karakter toleransi siswa pada kelas Reguler dan non Reguler sesuai dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan melalui kompetensi guru Pendidikan Kewarganegaraan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76 Berdasarkan aspek-aspek yang sudah disebutkan di atas, dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Gambaran Umum Karakter Toleransi Siswa Kelas Reguler dan Non Reguler di SMP Negeri 3 Jatisrono Kelas VIII Tahun Pelajaran 2013/2014 a. Kondisi Karakter Toleransi Siswa Reguler dan Non Reguler SMP Negeri 3 Jatisrono Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti dilapangan menunjukkan karakter toleransi siswa kelas Reguler dan non Reguler di SMP Negeri 3 Jatisrono terbentuk berbeda, hal ini disebabkan karena cara guru mengajar didalam kelas yang berbeda pula. Guru dalam menghadapi kelas Reguler lebih menekankan pada materi karena didukung dengan kemampuan kognitif siswa yang baik serta kondisi pembelajaran yang aktif sehingga sangat mendukung pembelajaran didalam kelas, namun meskipun siswa Reguler memiliki kemampuan yang baik belum dapat menunjukkan karakter toleransi yang baik dalam lingkungan sehari-hari, terlihat dari masih banyaknya siswa yang sering bersikap membeda-bedakan dalam berteman, sering memanggil teman dengan sebutan sesuai dengan ciri fisik tubuhnya, dan bersikap kurang sopan terhadap orang lain. Sedangkan guru dalam menghadapi kelas non Reguler guru lebih menekankan pada pembentukan karakter karena dipengaruhi suasana didalam kelas yang gaduh, siswa kurang berkonsentrasi penuh dengan pembelajaran sehingga guru lebih memilih untuk mendidik siswa dengan menekankan pada pembentukan karakter sehingga karakter yang terbentuk pada siswa non Reguler lebih terlihat baik dari pada kelas Reguler, sesuai dengan hasil pengamatan peneliti siswa non Reguler sudah memiliki sikap toleransi yang cukup baik, dapat menghargai dan menghormati terhadap sesama, lebih memiliki sikap sopan santun terhadap orang lain, dan mampu bekerja sama dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat melalui sikap toleransi siswa kelas Reguler dan non Reguler dalam kegiatan siswa di kelas. Pembentukan karakter siswa di SMP Negeri 3 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77 Jatisrono salah satunya adalah karakter toleransi. Karakter toleransi penting diterapkan di SMP Negeri 3 Jatisrono karena melihat latar belakang siswa Reguler dan non Reguler yang berbeda-beda dari segi agama, sosial, ekonomi dan budaya. Dengan memiliki karakter toleransi siswa mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik dalam menjalin hubungan antar teman, guru serta anggota sekolah yang lain. Pembentukan karakter toleransi siswa di SMP Negeri 3 Jatisrono selama ini pelaksanaanya dilakukan melalui pelajaran pendidikan kewarganegaraan, karena mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki basic dalam membentuk sikap dan karakter yang berkaitan dengan akidah, aspek serta akhlak. Sehingga peran guru pendidikan kewarganegaraan berperan ganda dalam mendidik serta membimbing peserta didiknya. Berdasarkan hasil observasi serta pengamatan yang dilakukan peneliti karakter toleransi siswa di SMP Negeri 3 Jatisrono dapat dikategorikan kurang baik, hal ini terbukti dari masih banyaknya siswa yang sering bersikap kurang sopan baik terhadap guru maupun teman, sering terjadi pertengkaran, saling mengejek teman, membeda-bedakan teman satu dengan yang lain, bersifat egois, kurang peduli terhadap teman yang lain, kurangnya kesadaran akan sikap saling menghargai dan menghormati terhadap sesama. Sesuai dengan hasil pengamatan peneliti gambaran sikap toleransi yang ditunjukkan siswa adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Kategori Karakter Toleransi Siswa
a)
b) c) d)
Kategori karakter toleransi siswa Bertoleran Belum Bertoleran Siswa mampu menghargai dan a) Cenderung bersikap angkuh dan menghormati orang lain tanpa egois melihat perbedaan yang ada b) Kurang menghargai dan Mau membantu teman yang menghormati orang lain mengalami kesulitan c) Kurang memiliki kerjasama yang Siswa mau bekerjasama dengan baik baik d) Sungkan untuk membantu orang Bersikap, bertutur kata yang baik, lain ramah dan sopan santun commit to user e) Bersikap, dan bertutur kata yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78 e) Menghargai pendapat orang lain tidak sopan f) Bersikap bertanggungjawab dan f) Kurang mengetahui sopan santun adil dalam segala hal g) Etika yang ditunjukkan g) Menghormati terhadap orang mencerminkan pribadi yang kurang yang labih tua baik h) Memiliki pribadi yang sabar dan h) Bersikap keji, kikir tanpa berhati mulia memperhatikan orang lain Kesimpulan Peneliti : Karakter yang ditunjukkan oleh siswa reguler dapat dikategorikan bertoleran, rata-rata menunjukkan sikap yang baik dilihat dari indikator pribadi siswa, perilaku siswa sesuai dengan pengamatan peneliti. Sesuai dengan hasil observasi ketika pembelajaran berlangsung siswa mampu menjalin kerjasama yang baik. Namun berbeda dengan kelas non Reguler, mengenai sikap yang ditunjukkan dapat dikategorikan belum bertoleran, karena rata-rata dari siswa memiliki kecenderungan bersikap egois, kurang menghargai dan menghormati orang lain. Suasana dalam kelas tersebut lebih menekankan pada persaingan antara siswa satu dengan yang lain, sehingga dapat terlihat individualis. Sumber: Buku Pendidikan Kewarganegaraan SMP/MTs kelas VIII (Dadang Sundawa, dkk 2008: 17). Berdasarkan uraian tabel di atas karakter toleransi siswa dapat dikategorikan menjadi dua yaitu, bertoleran dan belum bertoleran. Siswa yang termasuk dalam kategori bertoleran, dapat menunjukkan sikap yang mencerminkan karakter toleransi yang baik. Namun begitu sebaliknya siswa yang masuk pada kategori belum bertoleran siswa perlu peningkatan dalam pembentukan karakter atau sikap yang perlu diperhatikan. Kemudian apabila dilihat dari indikator keberhasilan sekolah dan kelas dalam pembentukan karakter toleransi, sikap yang ditunjukkan siswa Reguler dan Non Reguler di SMP Negeri 3 Jatisrono dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 7. Tabulasi Hasil Pembentukan Karakter Toleransi Indikator karakter Toleransi Toleransi Siswa Non Reguler a. Kelas 1) Siswa Non Reguler 1) kurang menghargai dan menghormati guru saat mengajar, kebanyakan dari commit siswa to user kurang memperhatikan materi
Siswa Reguler Suasana belajar mengajar yang ramai dan gaduh dipengaruhi oleh jumlah siswa yang terlalu banyak, sehingga suasana
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
b. Sekolah
yang dijelaskan oleh guru. pembelajaran kurang 2) Kemampuan kognitif kondusif. siswa non Reguler yang 2) Meskipun kemampuan baik, tidak menunjukkan kognitif siswa berbeda sikap kerjasama yang dengan siswa non baik, terlihat dari sikap Reguler, namun dapat siswa yang cenderung menunjukkan sikap egois. kerjasama yang baik. 3) Pengaruh dari jadwal mata 3) Siswa terlihat lebih pelajaran yang padat rukun, dapat menjalin berdampak pada hubungan keakraban yang baik sosial keakraban siswa dengan teman-teman kurang terjalin. yang lain Peneliti menemukan bahwa karakter siswa non Reguler yang kurang baik dipengaruhi oleh faktor dari pribadi masing-masing siswa yang bersikap egois, kurang memperhatikan orang lain, karena yang terlintas dalam pikiran siswa didalam kelas tersebut yang diutamakan adalah persaingan sehingga kebanyakan dari siswa lebih mengutamakan kepentingan masing-masing. Selain itu faktor dari cara guru yang mengajar berbeda. Namun, berbeda dengan kelas Reguler siswa lebih menunjukkan karakter toleransi yang baik karena didukung dari guru yang selalu menekankan pembentukan karakter siswa dalam pembelajaran.
Sikap toleransi siswa kelas non Reguler, terlihat dari siswa kurang menghargai dan menghormati guru dan juga teman, hubungan sosial siswa didalam kelas kurang harmonis, kebanyakan dari siswa lebih mengutamakan kepentingan sendiri atau lebih bersifat egois, meskipun dari kemampuan kognitif siswa yang baik mampu memahami materi pelajaran yang disampaikan, namun belum bisa menunjukkan atau mengimplementasikan sikapnya dengan baik. Dari hasil pengamatan tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa hubungan solidaritas sosial yang terjadi di kelas non Reguler kurang terjalin dengan baik, sikap siswa yang cenderung egois memicu timbulnya sikap kurang sopan dan sombong sehingga kekerabatan dan juga keakraban yang tercipta kurang baik. Kemudian mengenai sikap toleransi siswa kelas Reguler yang berbeda commit to user dengan kelas non Reguler, yang ditunjukkan meskipun dilihat dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80 kemampuan kognitif siswa yang kurang baik dibanding kelas non Reguler, siswa kelas reguler telah menunjukkan sikap toleransi yang baik, jalinan keakraban dan sikap toleransi mulai terlihat. Sesuai dengan pendapat guru Pendidikan Kewarganegaraan Bapak Dwi Yanto S. Pd beliau mengatakan bahwa: Kemampuan kognitif siswa kelas non Reguler memang lebih baik mbak dari pada kelas Reguler, dalam pembelajaran terlihat aktif namun terdapat beberapa siswa yang bermain sendiri ketika guru mengajar. Sedangkan kelas Reguler siswa kurang memperhatikan guru ketika mengajar karena dipengaruhi suasana kelas gaduh, ramai sendiri sehingga tidak memperhatikan penjelasan guru (CL.1). Berdasarkan pernyataan guru Pendidikan Kewarganegaraan tersebut bahwa saat pembelajaran di kelas kebiasaan siswa kurang memperhatikan guru ketika mengajar baik siswa dari kelas Reguler maupun Non Reguler. Selanjutnya, berkaitan dengan sikap toleransi antara siswa kelas Reguler maupun dengan siswa non Reguler peneliti melakukan wawancara dengan Dinda Nuraini pada hari Kamis, 12 September 2013 mengatakan bahwa “Hubungan sikap toleransi siswa antara kelas Reguler dan non Reguler kurang akrab mbak, siswa Reguler hanya beberapa saja yang bisa menjalin keakraban dengan siswa non Reguler” (CL. 10). Senada dengan pendapat Ani Rohmawati “Kurang baik mbak, karena tidak semuanya siswa non Reguler dapat menjalin akrab dengan yang lain” (CL.7). Hal yang sama juga dikatakan oleh Dewi Listyaningsih mengatakan bahwa “Kurang baik mbak” (CL. 9). Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat teman-teman yang lain sehingga peneliti dapat menyimpulkan “Hubungan sosial keakraban antara kelas Reguler dengan non Reguler terjalin kurang baik, karena kurangnya kebersamaan sedangkan kelas Reguler cenderung bersifat egois, lebih condong pada persaingan kemampuan dengan sesama teman” (CL.6), (CL.8), (CL.11), (CL.12), (CL.13), (CL.14), (CL.15). Kemudian perwakilan dengan siswa Reguler Irma Apriliana Selasa 17 September 2013 mengatakan bahwa “Sikap toleransi antara kelas Reguler dan non Reguler belum terjalin commit mbak, tokebanyakan dari siswa lebih memilih user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81 berteman dengan teman sekelasnya saja” (CL. 19). Senada dengan pendapat Kristi Wahyu Pratiwi “Belum terjalin baik mbak, kebanyakan dari mereka lebih memilih dengan teman satu kelas saja” (CL. 20). Pendapat tersebut di perkuat dengan pernyataan teman-teman yang lainnya, kebanyakan dari siswa lebih memilih berteman dengan satu kelasnya saja dengan alasan teman sekelas memiliki persamaan waktu sehingga bisa menjalin erat kebersamaan. Dari hal itu peneliti dapat menyimpulkan “Keakraban yang terjalin antara siswa Kelas Reguler dan non Reguler kurang terjalin dengan baik, kebanyakan dari siswa lebih memilih untuk berteman dengan teman satu kelasnya saja dari pada dengan teman kelas yang berbeda, sehingga siswa Reguler akan lebih akrab dengan Reguler, sedangkan siswa non Reguler akan akrab dengan non Reguler”. (CL.16, CL.17, CL.18, CL.21, CL.22, CL.23, CL.24, CL.25). Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara peneliti dan juga hasil pengamatan perilaku siswa di lapangan. Setelah itu maka dilakukan validitas data dengan menggunakan trianggulasi data, dari hasil olah validitas tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter toleransi melalui kompetensi guru Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas VIII Reguler dan non Reguler di SMP Negeri 3 Jatisrono Tahun Ajaran 2013/2014 menunjukkan bahwa kompetensi guru Pendidikan Kewarganegaraan dengan hasil penilaian yang baik dari kepala sekolah belum berdampak pada pengetahuan, pemahaman, serta implementasi terhadap sikap siswa dalam perilaku sehari-hari sebagai hasil belajar. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil wawancara dengan siswa dan beberapa guru SMP Negeri 3 Jatisrono. Hasil yang diperoleh peneliti melalui wawancara yang dilakukan pada sebagian siswa kelas Reguler dan non Reguler mengatakan hubungan keakraban yang terjalin kurang harmonis, belum menunjukkan sikap toleransi yang baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82 2. Pembentukan Karakter Toleransi di SMP Negeri 3 Jatisrono melalui Kompetensi Guru PKn SMP Negeri 3 Jatisrono merupakan salah satu sekolah yang memiliki dua program kelas, yaitu kelas Reguler dan kelas Non Reguler. Program ini ditetapkan sejak pada tahun pelajaran 2010/2011. Pembentukan kelas Reguler dilakukan dengan cara melakukan tes seleksi masuk dari keseluruhan peserta didik yang diterima dengan mengambil 30 siswa yang berprestasi. Hal ini ditetapkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan SMP Negeri 3 Jatisrono yang bertumpu pada prestasi siswa yang berdaya saing, berbudaya, beriman dan bertaqwa serta membentuk siswa yang berkarakter. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti dilapangan menunjukkan karakter toleransi siswa kelas Reguler dan non Reguler di SMP Negeri 3 Jatisrono terbentuk berbeda, hal ini disebabkan karena cara guru mengajar didalam kelas yang berbeda pula. Guru dalam menghadapi kelas Reguler lebih menekankan pada materi karena didukung dengan kemampuan kognitif siswa yang baik serta kondisi pembelajaran yang aktif sehingga sangat mendukung pembelajaran didalam kelas, namun meskipun siswa Reguler memiliki kemampuan yang baik belum dapat menunjukkan karakter toleransi yang baik dalam lingkungan sehari-hari, terlihat dari masih banyaknya siswa yang sering bersikap membeda-bedakan dalam berteman, sering memanggil teman dengan sebutan sesuai dengan ciri fisik tubuhnya, dan bersikap kurang sopan terhadap orang lain. Sedangkan guru dalam menghadapi kelas non Reguler guru lebih menekankan pada pembentukan karakter karena dipengaruhi suasana didalam kelas yang gaduh, siswa kurang berkonsentrasi penuh dengan pembelajaran sehingga guru lebih memilih untuk mendidik siswa dengan menekankan pada pembentukan karakter sehingga karakter yang terbentuk pada siswa non Reguler lebih terlihat baik dari pada kelas Reguler, sesuai dengan hasil pengamatan peneliti siswa non Reguler sudah memiliki sikap toleransi yang cukup baik, dapat menghargai dan menghormati terhadap sesama, lebih memiliki sikap sopan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83 santun terhadap orang lain, dan mampu bekerja sama dengan baik. Adapun gambaran karakter toleransi siswa antara siswa Reguler dan non Reguler yang terbentuk: Tabel 8. Kondisi Karakter Toleransi Siswa Reguler dan Non Reguler SMP Negeri 3 Jatisrono Karakter Toleransi Siswa Reguler Kemampuan kognitif yang baik belum tentu berpengaruh terhadap sikap atau karakter seseorang tersebut baik. Seperti halnya sikap siswa kelas Reguler, meskipun mereka memiliki kemampuan yang lebih dari pada kelas Non Reguler namun sikap yang ditunjukkan berbeda dengan siswa Non Reguler. Sikap toleransi yang ditunjukkan siswa kelas Reguler kurang menujukkan sikap yang baik. Hal ini dapat dilihat peneliti saat di lapangan menunjukkan sikap siswa yang cenderung bersikap kurang menghargai terhadap teman, guru, bersifat egois, serta sikap kerjasama yang kurang baik. Seperti perbuatan saling mengejek, memanggil temannya sesuai dengan ciri khas fisiknya, kurang menghargai guru saat mengajar, hal tersebut yang masih sering dilakukan oleh siswa kelas Reguler.
Karakter Toleransi Siswa Non Reguler Sikap toleransi yang ditunjukkan siswa Non Reguler sama halnya yang terjadi di kelas Reguler, namun sikap toleransinya sudah mulai terlihat baik dalam menjalin hubungan dengan yang lain, akan tetapi masih perlu peningkatan lagi. Sikap kurang menghargai guru saat mengajar, saling mengejek satu sama lain memang masih ada, akan tetapi sudah ada sedikit perubahan. Sikap kerjasama yang ditunjukkan siswa non Reguler sudah mulai terlihat, hal tersebut dapat dilihat peneliti ketika melakukan observasi di dalam kelas saat pelajaran berlangsung. Siswa melakukan diskusi kelompok dengan antusias, memecahkan suatu masalah yang dikaji dengan cara saling bertukar pendapat dengan yang lain. Dengan hal tersebut suasana pembelajaran yang berlangsung di kelas non Reguler lebih menyenangkan dari pada kelas Reguler.
Salah satu karakter yang masih perlu diperhatikan di SMP Negeri 3 Jatisrono yaitu karakter toleransi. Pada dasarnya karakter toleransi sangat perlu untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, terutama pada SMP Negeri 3 Jatisrono, hal tersebut berdasarkan latar belakang siswa kelas Reguler dan non Reguler yang memiliki dari segi perbedaan dilihat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84 dari segi sosial, agama, ekonomi dan budaya. Dengan memiliki karakter toleransi siswa mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik dalam menjalin hubungan antar siswa, guru, serta warga sekolah yang lain. Selama ini pembentukan karakter toleransi siswa di SMP Negeri 3 Jatisrono dilakukan dengan melalui pendidikan karakter yang disisipkan dalam semua mata pelajaran agar terbentuk karakter siswa yang tahu akan etika serta tata susila yang baik, terutama pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai basic dalam membentuk sikap dan karakter. Sehingga guru Pendidikan Kewarganegaraan selain berperan sebagai pendidik sekaligus sebagai pembentuk karakter siswa melalui materi pelajaran yang disampaikan kemudian supaya diaplikasikan oleh siswa dalam lingkungan masyarakat atau kehidupan sehari-hari. Adapun upaya dalam pembentukan karakter toleransi melalui kompetensi guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 3 Jatisrono yaitu sebagai berikut: a.
Kompetensi Profesional Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Dwi Yanto S.Pd selaku guru Pendidikan Kewarganegaraan pada hari Kamis, 12 September 2013 di SMP Negeri 3 Jatisrono beliau mengatakan bahwa: ...sesuai dengan Standar Kompetensi menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dalam membentuk karakter toleransi siswa, pada pembelajaran tersebut saya membacakan terlebih dahulu mengenai kompetensi dasar juga standar kompetensi yang akan dicapai supaya siswa dapat berfikir mengenai apa yang seharusnya dilakukan, kemudian saya memberikan contoh yang terdapat pada lingkungan sekitar yang berhubungan dengan materi yang saya sampaikan agar siswa dapat lebih mudah untuk memahami, pada akhir pembelajaran siswa saya berikan waktu untuk berdiskusi dengan menyimpulkan apa yang mereka tangkap dari penjelasan yang telah saya berikan, dengan maksud untuk mengetahui bagaimana siswa tersebut sudah memahami atau belum mengenai materi yang telah saya sampaikan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85 Ungkapan pernyataan guru Pendidikan Kewarganegaraan tersebut sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Ambar Tri Utami siswa kelas Reguler mengatakan bahwa: Pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran guru sering memberikan contoh fenomena atau kasus yang ada disekitar yang berkaitan dengan materi yang disampaikan (CL.6). Hal yang sama juga dinyatakan Ani Rohmawati mengatakan bahwa “Guru sering memberikan contoh dengan menggunakan fenomena yang ada dilingkungan sekitar” (CL.7) Senada dengan pernyataan yang dikatakan Suci Maharani mengatakan bahwa: “Bapak/Ibu guru sering memberikan contoh fenomena yang ada di lingkungan sekitar kita yang berkaitan tentang materi pelajaran seperti cara berperilaku kita dalam menjaga sikap ramah tamah dan sopan santun” (CL.12) Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapatpendapat teman yang lain diantaranya dapat dilihat pada (CL.8, CL.9, CL.10, CL.11, CL.13, CL.14, CL.15). Berdasarkan penjelasan guru Pendidikan Kewarganegaraan Dwi Yanto S.Pd serta para siswa yang menyatakan pendapat sama di atas, hal tersebut sesuai dengan kenyataan yang diperoleh peneliti dalam mengikuti proses pembelajaran guru Pendidikan Kewarganegaraan didalam kelas. Guru membacakan standar kompetensi juga kompetensi dasar terlebih dahulu sebelum memulai pelajaran, memberikan contoh kasus yang berkaitan dengan materi yang disampaikan dan membuat diskusi kelompok pada akhir pembelajaran. Maka dari itu berdasarkan penjelasan serta ungkapan di atas peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa guru berusaha untuk menjadi pendidik yang sesuai dengan prosedur mengajar yang benar, tidak hanya memberikan materi saja akan tetapi guru juga memberikan contoh fenomena dalam kehidupan sehari-hari diharapkan agar siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan sehingga dapat menerapkan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti dapat menganalisis bahwa commit todalam user Standar Kompetensi pertama kompetensi dasar yang terdapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86 mengenai menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila, hasil prestasi belajar siswa dapat dilihat dalam daftar nilai hasil belajar siswa semester ganjil SMP Negeri 3 Jatisrono tahun pelajaran 2012/2013. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 4. Berkaitan dengan pemahaman sikap toleransi peneliti melakukan wawancara dengan Bayu Akbar siswa kelas Reguler mengatakan bahwa: ”Sikap menghargai dan menghormati orang lain” (CL.8). Pendapat tersebut sepadan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Dewi Listyaningsih siswa kelas Reguler “Toleransi merupakan sikap saling menghargai orang lain” (CL.9). Hal yang sama dinyatakan oleh Tanjung Fiyan mengatakan bahwa: “Toleransi merupakan sikap saling menghargai dan menghormati orang lain” (CL.13). Dari pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat teman-teman yang lain dapat peneliti simpulkan bahwa: “Pernyataan para siswa kelas Reguler sebenarnya telah mengetahui tentang toleransi, akan tetapi baru sekedar mengetahui belum memahami dan diterapkan pada sikap siswa terbukti dilihat dari sikap siswa kelas Reguler yang masih mengejek teman yang lain”. (CL.10, CL.11, CL.12, CL.14, CL.15) Kemudian masih berkaitan dengan pemahaman sikap toleransi hasil wawancara peneliti dengan kelas Reguler pernyataan dari Andi Setyawan mengatakan bahwa: “Maaf saya tidak tahu” (CL.16). Selain itu pernyataan yang diungkapkan oleh Ayu Ramadani mengatakan bahwa “Saya belum tahu mbak” (CL.17). Pernyataan yang sama dinyatakan oleh Mita Dwi Lestari mangatakan bahwa: “Kurang tahu mbak” (CL.21). Senada dengan pendapat Yusuf Roy Ervian mengatakan bahwa: “Maaf mbak saya belum tahu” (CL.23). Dari pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat teman-teman yang lain peneliti dapat menyimpulkan bahwa: “Kenyataannya siswa Reguler banyak yang belum mengetahui atau memahami mengenai sikap toleransi, hal ini terbukti dari pernyataan siswa yang belum mengetahui tentang sikap toleransi” (CL.18, CL.19, CL.20, CL.22, CL.24, CL.25). Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa di atas pemahaman to user tentang sikap toleransi belumcommit sepenuhnya diketahui oleh siswa, terutama pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87 siswa kelas Reguler. Materi sudah mendukung terbukti dengan adanya standar kompetensi dan kompetensi dasar menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila yang disampaikan guru salah satunya yaitu sikap toleransi. Sehingga dapat diketahui bahwa siswa belum menerapkan sikap toleransi berkenaan dengan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini belum sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Berkaitan dengan uraian di atas hasil penelitian yang diperoleh peneliti di lapangan seharusnya kompetensi profesional guru dalam pembentukan
karakter
toleransi
diantaranya
yaitu:
mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif, menguasai standar kompetensi dan juga kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu, mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif, memanfaatkan
perkembangan
teknologi
dan
komunikasi
untuk
pengembangan potensi yang dimiliki.
b. Kompetensi Pedagogik Sebagai seorang guru dituntut untuk memiliki ke empat kompetensi yang harus dimiliki seorang guru, salah satu diantaranya adalah kompetensi pedagogik. Berkaitan dengan pembentukan karakter toleransi melalui kompetensi pedagogik guru di SMP Negeri 3 Jatisrono yaitu sebagai berikut: Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Dwi Yanto selaku guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Negeri 3 Jatisrono mengatakan bahwa: ...dalam proses kegiatan pembelajaran saya menggunakan metode atau model pembelajaran yang sama mbak, antara kelas non Reguler dan juga kelas Reguler. Karena saya menganggap semua siswa itu sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama, hanya saja yang membedakan bagaimana mereka cara mengasah pola pikir mereka. Metode yang sering saya gunakan biasanya ceramah serta diskusi mbak, dari mata pelajaran yang saya ampu (CL.1). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat Ibu Ari Haryanti S.Pd guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Negeri 3 Jatisrono beliau commit to user mengatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88 Memang terdapat perbedaan kemampuan siswa mbak dari setiap kelasnya, namun saya sebagai seorang guru harus bisa bagaimana caranya menghadapi murid yang memiliki kemampuan yang berbeda tersebut. Akan tetapi tetap perlakuan yang saya lakukan sama seperti halnya kelas yang lain. Mengenai metode mengajar yang saya gunakan, menggunakan metode ceramah (CL.2). Berdasarkan pernyataan dari kedua guru Pendidikan kewarganegaraan di atas kompetensi pedagogik yang dimiliki guru PKn belum sepenuhnya dimiliki, terbukti dari cara mengajar yang dilakukan dengan menggunakan metode yang kurang bervariatif, belum bisa mengembangkan metode pembelajaran, cenderung menggunakan metode pembelajaran yang monoton. Hal ini belum sesuai dengan indikator kompetensi pedagogik seorang guru. Indikator kompetensi guru tersebut antara lain: guru harus menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik dan kreatif selain itu, guru harus menguasai teori dan juga prinsipprinsip dalam belajar, dan berkaitan dengan karakter toleransi siswa tidak hanya dituntut paham dalam teori akan tetapi juga harus dapat mengaplikasikan dalam lingkungan sosial kehidupan sehari-hari. Berkenaan dengan metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar, peneliti malakukan wawancara dengan Gilang Trysha Nugroho siswa kelas Reguler pada hari Selasa, 17 September 2013 mengatakan bahwa: “Biasanya guru menjelaskan materi terlebih dahulu mbak, kemudian sambil menjelaskan guru memberikan contoh-contoh, setelah itu guru membuatkan contoh
soal pada siswa dan
dibentuk beberapa kelompok untuk
mendiskusikan soal pertanyaan tersebut.” (CL. 11). Pernyataan yang sama diungkapkan Tanjung Fiyan mengatakan bahwa “guru menjelaskan materi terlebih dahulu mbak, kemudian sambil menjelaskan guru memberikan contoh-contoh, setelah itu guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok.” (CL.13). Sepadan dengan pendapat yang diungkapkan Helmiana mengatakan bahwa: “Pada awal pembelajaran guru memberikan penjelasan materi terlebih dahulu, kemudian setelah itu guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok untuk diskusi” commit(CL.14) to userDari pernyataan-pernyataan siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89 tersebut serta diperkuat pendapat beberapa teman yang lain peneliti dapat menyimpulkan bahwa “metode mengajar yang digunakan guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Negeri 3 Jatisrono adalah ceramah dan diskusi kelompok”. (CL.12, CL.15, CL.16, CL.17, CL.18, CL.19, CL.20). Selanjutnya masih berkaitan dengan metode mengajar guru, peneliti melakukan wawancara dengan Andi Setiawan siswa Reguler pada hari Selasa, 14 September 2013 mengatakan bahwa “Cara mengajar guru dengan penjelasan terus nanti membuat diskusi kelompok” (CL.16). Pendapat yang dinyatakan Andi Setiawan tersebut sesuai dengan pendapat yang diungkapkan Kristi Wahyu Pratiwi “Pada awalnya menjelaskan materi kemudian berakhir pada diskusi kelompok.” (CL.20). Senada dengan pernyataan Selvia Mita Saraswati menyatakan bahwa “Menjelaskan dulu mbak, kemudian siswa dibuat beberapa kelompok untuk menjawab pertanyaan” (CL.22) Kemudian pendapat tersebut sepadan dengan pernyataan yang diungkapkan Didik Prasetyo menyatakan bahwa: “Biasanya menjelaskan terlebih dahulu mater kemudian siswa dibuat beberapa kelompok untuk diskusi mbak” (CL.24) Berdasarkan pernyataan siswa tersebut diperkuat dengan pernyataan beberapa siswa Reguler yang lain dapat peneliti simpulkan bahwa “Metode pembelajaran yang digunakan guru sama, baik dikelas Reguler maupun non Reguler yaitu dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi kelompok, sehingga hasil belajar yang dicapai siswa hanya sampai pada ranah penguasaan kompetensi kognitif saja” (CL.17, CL.18, CL.19, CL.21, CL.23, CL.25). Wawancara yang diperoleh peneliti dengan siswa kelas Reguler dan non Reguler dapat diketahui bahwa metode mengajar yang digunakan oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan kurang bervariatif, berkaitan dengan pembentukan karakter toleransi yang terkandung dalam Standar Kompetensi menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dengan kompetensi dasar siswa dapat menunjukkan dan menampilkan sikap terhadap pancasila tidak efektif, dengan penjelasan kemudian pemberian soal commit to user pertanyaan yang di diskusikan siswa belum bisa memahami sepenuhnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90 karena siswa membutuhkan contoh seperti apakah hal tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam lingkungan masyarakat. Sehingga metode pembelajaran itu penting dalam membantu seorang guru menyampaikan materi pelajaran sesuai kompetensi dasar yang ingin dicapai guna bisa memenuhi cakupan kompetensi siswa yang meliputi nilai kognitif, afektif dan psikomotor. Maka dari itu dalam pembentukan karakter toleransi siswa melalui kompetensi pedagogik guru Pendidikan Kewarganegaraan harus sesuai dengan indikator kompetensi pedagogik guru seperti: menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, menguasai teori belajar serta prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, meningkatkan atau mengembangkan terkait metode dengan mata pelajaran yang diampu, menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, serta memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran guna memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki guna menciptakan peserta didik yang kompeten, dan memiliki kepribadian yang baik. Sebagai upaya yang dapat dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Negeri 3 Jatisrono yaitu dengan membentuk kepribadian siswa melalui pembinaan dan bimbingan guru selama disekolah, khusus bagi guru yang mengajarnya berkaitan dengan akhlak misalnya agama, bimbingan konseling, dan pendidikan kewarganegaraan. Terkait dengan analisis karakter toleransi dengan kompetensi pedagogik guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 3 Jatisrono belum sepenuhnya bisa memberikan motivasi terhadap pembentukan kepribadian siswa. Hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu dalam bimbingan di sekolah, dan juga faktor sikap siswa sendiri yang kurang peka terhadap sikap yang baik sehingga kepribadian siswa belum terbentuk secara menyeluruh. Pada dasarnya kompetensi pedagogik yang dimiliki guru pendidikan kewarganegaraan sudah baik, dapat diketahui dari guru yang telah commit to user mengajar yang telah lama, dan bersertifikasi tentunya memiliki pengalaman
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91 pastinya mengetahui, memahami kompetensi apa saja yang harus dimiliki seorang guru. Dari kenyataan tersebut melalui kompetens pedagogik guru saja karakter toleransi siswa belum bisa terbentuk perlu dukungan dari pihak yang bersangkutan dengan lingkungan siswa terutama keluarga, serta lingkungan masyarakat disekitarnya. c. Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian seorang guru memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter, temasuk dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat. Guru dalam istilah jawa adalah digugu lan ditiru, yang artinya pantas untuk dijadikan panutan atau contoh bagi yang lain. Didalam lingkup sekolah peran guru adalah sebagai orang tua siswa selama di sekolah, yang memiliki tanggungjawab untuk membimbing sekaligus mendidik siswa dalam arah dan tujuan yang baik, terutama pendidikan dan juga akhlak kepribadian siswa. Berkaitan dengan pembentukan karakter toleransi melalui kompetensi kepribadian guru SMP Negeri 3 Jatisrono adalah sebagai berikut: Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Dwi Yanto S.Pd selaku guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Negeri 3 Jatisrono beliau mengatakan bahwa: Perilaku yang dapat saya tunjukkan kepada para siswa misalnya, datang kesekolah tepat waktu, berpakaian yang rapi dan sesuai ketentuan sekolah, bersikap sopan santun, ramah tamah terhadap orang lain, menunjukkan sikap solidaritas sosial yang baik, menghargai dan menghormati satu sama lain, termasuk terhadap siswa antara kelas reguler dan non reguler tidak saya bedakan semua saya perlakukan sama saja, pada dasarnya mereka memiliki kemampuan dan sikap yang baik, tinggal kita seorang guru bagaimana membina dan mendidik karakter siswa tersebut menjadi lebih baik lagi (CL.1). Pernyataan tersebut sepadan dengan pernyataan yang diungkapkan Ari Haryanti S.Pd sebagai guru Pkn kelas IX mengatakan bahwa: ...sikap yang saya tunjukkan pada siswa tanggungjawab itu yang paling utama, disiplin, jujur, dan sopan satun dalam perkataan maupun perbuatan. Dalam hal itu semua sebaiknya sebagai guru harus mampu memberikan contoh bagi para peserta didiknya (CL.2). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92 Berdasarkan penjelasan di atas pada dasarnya belum sesuai kenyataan yang sebenarnya di lapangan, fenomena yang dilihat oleh peneliti masih terdapat guru yang terlambat datang ke sekolah, bahkan jam pelajaran belum selesai pun guru pamit untuk meninggalkan sekolah dengan alasan tertentu. Dari hal ini peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa: “Kompetensi kepribadian yang dimiliki oleh guru SMP Negeri 3 Jatisrono kurang mencerminkan sikap kepribadian yang baik, dilihat dari perilaku kurang disiplinnya”. Terkait dengan perilaku guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengajar dikelas peneliti melakukan wawancara dengan Dewi Listyaningsih siswa kelas Reguler pada hari Selasa, 12 September 2013 mengatakan bahwa: “Sikap guru ketika mengajar dikelas baik, mudah dipahami tentang perlakuan guru mengajar antara kelas Reguler maupun non Reguler menurut saya sama mbak, namun terkadang materi yang disampaikan lebih cepat kelas non Reguler” (CL.9). Senada dengan pendapat Dinda Nuraini siswa kelas non Reguler mengatakan bahwa: “Tidak kelihatannya sama saja, cara guru mengajar baik namun terkadang materi yang disampaikan cenderung lebih cepat kelas non Reguler” (CL.10). Senada dengan pernyataan Dimas Septi mengatakan bahwa: “Tidak mbak sepertinya sama, cara mengajar guru baik, cuma penjelasan guru saja yang berbeda. Terkadang materi yang disampaikan dikelas Reguler dan non Reguler agak cepat sedikit” (CL.15) Dari pernyataan siswa non Reguler tersebut serta diperkuat dengan pendapat teman yang lain dapat peneliti simpulkan bahwa: “Tidak ada perlakuan yang berbeda dalam dengan maksud sama, baik cara mengajar maupun materi yang disampaikan pada
siswa
Reguler
maupun
non
Reguler
oleh
guru
Pendidikan
Kewarganegaraan”. (CL.6, CL.7, CL.11, CL.12, CL.13, CL.14). Selanjutnya masih terkait dengan hal di atas hasil wawancara peneliti dengan kelas Reguler Irma Apriliana mengatakan bahwa: “Perilaku guru mengajar dikelas Reguler dan non Reguler menurut saya berbeda mbak, karena saya sering kali tanya materi teman saya dikelas non Reguler commit to user tertinggal jauh mbak dengan materi dikelas Reguler karena setiap mata
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93 pelajaran PPKn sini sering kosong.” (CL.19). Pendapat yang sama diungkap Kristi Wahyu Pratiwi mengatakan bahwa: “Cara mengajar pak guru dikelas non Reguler dengan Reguler berbeda, setiap mata pelajaran PPKn di kelas ini sering kosong namu disana tidak.” (CL. 20). Pendapat yang sepadan pula dinyatakan Mita menyatakan bahwa: “terdapat perbedaan karena materi yang disampaikan dikelas sini tertinggal dengan kelas non Reguler. Hal ini disebabkan juga karena guru sering kosong setiap mata pelajaran” (CL. 21) Dari pernyataan siswa kelas Reguler beserta pendapat teman-teman yang lain peneliti dapat menyimpulkan bahwa: “Guru Pendidikan Kewarganegaraan kurang disiplin dalam mengajar dikelas non Reguler, terbukti dari pada jam mata pelajaran PKn sering kosong dan diganti dengan tugas. Hal tersebut mencerminkan perilaku kepribadian guru kurang baik, memperlakukan berbeda antara kelas Reguler dengan non Reguler” (CL.16, CL.17, CL.18, CL.22, CL.23,, CL.24 CL.25). Pernyataan yang diungkapkan siswa Reguler pada kenyataan dilapangan memang benar, selama peneliti melakukan penelitian pada jam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dikelas Reguler sering kosong, dengan alasan guru ada kepentingan sekolah. Menanggapi hal itu peneliti menyimpulkan kepribadian guru Pendidikan Kewarganegaraan kurang mencerminkan sikap yang bertanggungjawab dapat dilihat dari meninggalkan tugas kewajiban mengajar untuk kepentingan yang lain. Meskipun hal tersebut kepentingan sekolah setidaknya bisa mengalihkan tugas dengan yang lain atau mencari waktu yang tepat agar tidak bertumpuan dengan waktu mengajar. Selain itu terdapat pula perlakuan lain yang membedakan antara kelas Reguler dengan non Reguler yang dilihat peneliti mengenai fasilitas kelas, khusus untuk kelas Reguler fasilitas belajar dikelas akan terasa lebih nyaman dan tenang, peminjaman buku paket pelajaran setiap satu siswa mendapatkan sendiri-sendiri, fasilitas di kelas Reguler terdapat LCD proyektor sebagai media pembelajaran, tersedia kipas angin, serta posisi kelas yang lebih commit to user strategis dibanding kelas non Reguler. Hal yang mendukung lain dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94 jumlah
siswa
yang
relatif
sedikit
sehingga
lebih
mudah
dalam
mengkondisikan kelas. Berbeda dengan kelas non Reguler, peminjaman buku paket dari sekolah buku satu untuk dua siswa, fasilitas yang disediakan sekolah jelas berbeda, pembelajaran masih menggunakan papan tulis, tanpa kipas angin serta kondisi ruang kelas kurang strategis dibanding dengan kelas Reguler dan juga jumlah siswanya lebih banyak dari pada kelas Reguler sehingga kondisi kelas gaduh pada saat pembelajaran. Menanggapi hal tersebut peneliti mengambil kesimpulan bahwa, perlakuan ketidak adilan yang ditunjukkan oleh sekolah pada siswa kelas Reguler dengan siswa non Reguler tampak. Hal ini akan menimbulkan sikap kecemburuan sosial siswa mengenai fasilitas belajar didalam kelas dapat mempengaruhi timbulnya rasa ketidak adilan sekolah antara siswa non Reguler terhadap siswa Reguler hal ini dapat berpengaruh pula terhadap hasil belajar siswa. Seperti pernyataan yang dikatakan guru Pendidikan Kewarganegaraan Ari Haryanti S.Pd mengatakan bahwa “Kondisi belajar atau fasilitas belajar serta kesiapan dalam menerima pelajaran akan berpengaruh terhadap prestasi capaian hasil belajar” (CL.1). Berdasarkan data dari hasil wawancara serta hasil pengamatan peneliti dilapangan hal ini tidak sesuai dengan data hasil penilaian pembelajaran guru bersertifikasi yang hasilnya sangat baik, karena kepribadian yang ditunjukkan guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Negeri 3 Jatisrono kurang baik. Terbukti dari pada waktu jam pelajaran guru tidak masuk kelas, melainkan digantikan dengan tugas. Berkaitan
dengan
kompetensi
guru
berpengaruh
terhadap
pembentukan karakter toleransi siswa, seharusnya guru bertindak sesuai dengan indikator kepribadian guru seperti: menampilkan sabagai pribadi yang baik, disiplin, jujur, dan berakhlak mulia, bisa dijadikan teladan atau contoh bagi orang lain termasuk masyarakat dan peserta didiknya, berperilaku sesuai norma yang berlaku, patuh terhadap hukum, agama, sosial dan budaya atau adat, memiliki pribadi yang percaya diri, bertanggungjawab, dewasa, arif, dan commit to user bijaksana.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95 d. Kompetensi Sosial Berkaitan dengan kompetensi sosial seorang guru, pada dasarnya guru di SMP Negeri 3 Jatisrono sudah menunjukkan hubungan sosial yang baik. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dilapangan perilaku guru yang ditampilkan dalam hubungan sosial guru sudah baik, terlihat dari sikap ramah tamah, keakrapan satu sama lain yang terjalin baik dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat sekitar sekolah. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Dwi Yanto S. Pd beliau mengatakan bahwa: ..Semua rekan kerja serta warga sekolah disini pada dasarnya hubungan sosialnya sudah baik, sikap saling menjaga dan membina keakraban baik dengan semua yang menjadi warga atau anggota sekolah termasuk kepala sekolah, staff tata usaha, siswa, menjalin erat hubungan yang baik, mengutamakan sikap saling aruh, ramah tamah, peduli satu sama lain dan tetap mengutamakan sopan santun. Dan selama saya disini menurut saya sikap kekeluargaan dalam lingkungan sosial sekolah masih tetap berjalan baik hingga sekarang, begitu juga dengan siswa, memang terdapat beberapa siswa yang memiliki permasalahan dengan guru, namun hal itu bisa diselesaikan dengan baik (CL.1). Pernyatan yang diungkapkan oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan di atas dapat disimpulkan bahwa: hubungan sosial yang ditunjukkan guru di SMP Negeri 3 Jatisrono sudah baik, sikap saling menghargai dan menghormati telah terbina dalam kehidupan sosial sehari-hari. Sikap toleransi yang ditunjukkan tersebut, supaya menjadi contoh atau teladan yang baik bagi perilaku siswa. Berkaitan dengan pembentukan karakter toleransi yang dilakukan melalui kompetensi guru, sebaiknya perilaku yang ditunjukkan terutama pada lingkungan sekolah harus sesuai dengan indikator yang sesuai dengan kompetensi sosial guru. Diantaranya indikator-indikator tersebut yaitu: 1) Harus bertindak objektif dengan tidak diskriminatif dalam hubungan sosial karena, dari setiap individu berasal dari latar belakang yang berbeda baik dari segi agama, budaya, ras, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96 2) Berkomunikasi efektif, empatik, ramah tamah, sopan santun terhadap semua warga sekolah dan juga lingkungan masyarakat. 3) Mampu beradaptasi dimanapun dalam menghadapi keragaman sosial budaya serta, selalu mengutamakan kedamaian, kerukunan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan. Pada dasarnya peranan guru disekolah tidak hanya untuk mencapai satu tujuan sesuai dengan keahlian masing-masing namun, berperan ganda guru tidak hanya mengajar sesuai keahlian teori yang dimiliki akan tetapi juga mendidik serta membimbing siswa pada tujuan yang mulia. Kompetensi sosial guru disekolah berperan sebagai tuntunan bagi para peserta didik dalam menjalin hubungan sosial dengan orang lain baik pada lingkungan sekolah maupun dilingkungan masyarakat. Melalui perilaku atau tingkah laku guru yang diamati oleh siswa, secara tidak langsung perlakuan imitasi terhadap pola perilaku akan dilakukan oleh siswa. Karena lingkungan akan berpengaruh pada pola perilaku seseorang. Berkaitan dengan bagaimana sikap sosial guru terhadap siswa dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah, peneliti melakukan wawancara dengan Dimas Septi siswa kelas Reguler mengatakan bahwa: “Sikap sosial guru terhadap siswa baik mbak, baik dilingkungan sekolah dan juga luar sekolah” (CL. 15). Pernyataan tersebut diperjelas dengan ungkapan Ambar Tri Utami teman sekelasnya mengatakan bahwa “Sikap sosial guru ramah mbak, baik disekolah atau diluar sekolah” (CL. 6). Dari pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat teman-teman yang lain sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa: “Karakter yang ditunjukkan guru di SMP Negeri 3 Jatisrono baik dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah sudah sesuai dengan indikator kompetensi sosial guru, membuktikan bahwa hubungan sosial yang terjalin antara siswa dengan guru sudah baik”. (CL.7, CL.8, CL.9, CL.10, CL.11, CL.12, CL.13, CL.14). Kemudian wawancara selanjutnya masih terkait sikap sosial guru terhadap siswa, Irma Apriliana dari to kelas commit usernon Reguler mengatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97 “Hubungan sosial antara guru dengan siswa cukup baik mbak, meskipun ada yang kurang baik namun siswa dapat memahami sikap guru tersebut” (CL. 19). Pernyataan yang sama dikatakan oleh Kristi Wahyu Pratiwi mengatakan bahwa: “Cukup baik mbak, keakraban siswa dan guru dapat terjalin dengan baik” (CL. 20). Berdasarkan hasil wawancara tersebut diperkuat dengan pernyataan beberapa siswa non Reguler maka yang dapat peneliti simpulkan bahwa: “Hubungan sosial antara guru dengan siswa sudah baik, guru menunjukkan sikap yang ramah, tanpa memandang perbedaan dari masingmasing siswa” (CL.16, CL.17, CL.18, CL.21, CL.22, CL.23, CL.24). Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan siswa kelas Reguler maupun siswa non Reguler peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa: “Hubungan sosial yang terjalin antara guru dengan siswa baik dilingkungan sekolah maupun luar sekolah telah menunjukkan hubungan yang baik, keakraban serta keramahan guru dapat menjadi faktor utama dalam menjalin solidaritas sosial yang harmonis”. Keterkaitan kompetensi sosial guru terhadap pembentukan karakter toleransi yaitu sikap dan perilaku guru yang ditunjukkan akan mempengaruhi pembentukan sikap atau karakter siswa, hal ini karena lingkungan akan berpengaruh pada pembentukan karakter. Secara tidak langsung sikap imitasi yang dilakukan siswa, melakukan pengamatan apa yang sering kali dilihat lambat laun akan meniru sikap tersebut. Sikap sosial guru akan lebih mudah untuk diteladani atau dicontoh siswa baik pada lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Hubungan sosial atau kekerabatan yang erat akan melahirkan persaudaraan yang kuat pula, maka dari itu akan menumbuhkan rasa kebersamaan yang tinggi, menjalin perdamaian yang abadi, sehingga dapat memicu terwujudnya kerukunan, persatuan dan kesatuan. e. Evaluasi Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan pengukuran dari pengumpulan data dan informasi, pengolahan penafsiran untuk mengetahui tingkat hasil belajar yang dicapai setelah melakukan kegiatan pembelajaran dan upaya commit to user mencapai tujuan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98 Berdasarkan
data
yang
telah
diperoleh
peneliti
dilapangan
menunjukkan bahwa dari semua kompetensi guru yang dimiliki di SMP Negeri 3 Jatisrono sudah baik, baik dari kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kompetensi kepribadian. Pada dasarnya dari semua kompetensi tersebut yang memiliki pengaruh terhadap pembentukan karakter toleransi siswa namun, kompetensi kepribadian yang memiliki pengaruh paling besar. Seperti pernyataan yang dinyatakan oleh guru pendidikan kewarganegaraan Ari Haryanti S.Pd beliau mengatakan bahwa: Sebenarnya dalam proses pembentukan karakter siswa, guru mempunyai peran yang mana guru memiliki kewajiban untuk mendidik sekaligus membentuk pribadi siswa yang baik. Semua kompetensi yang dimiliki seorang guru pada dasarnya saling berkaitan mbak dalam proses membentuk karakter anak namun, menurut saya kompetensi kepribadianlah yang sangat banyak mempengaruhi (CL.2). Pernyataan yang sama dinyatakan oleh Ita Erlinawati guru Bimbingan Konseling mengatakan bahwa: ...guru perlu memperhatikan bagaimana sikap peserta didik, terutama pada siswa yang memiliki kepribadian kurang baik. Menurut saya kepribadian seorang anak terbentuk dari lingkungan yang mempengaruhinya termasuk keluarga, sekolah, serta lingkungan pergaulan sehari-hari. Namun berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki seorang guru, kompetensi kepribadian yang memeiliki banyak pengaruh (CL.5). Berdasarkan pernyataan guru di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa: “Diantara kompetensi guru saling berkaitan mempengaruhi dalam pembentukan karakter toleransi siswa namun, yang paling memiliki pengaruh yaitu kompetensi kepribadian karena, memalui kepribadaian seorang guru yang baik maka akan menimbulkan pengaruh positif yang timbul dari peserta didiknya, terutama pada kepribadaian seseorang. Guru seharusnya dijadikan cerminan bagi orang-orang disekitarnya terutama siswa, serta lingkungan masyarakat”. Berkenaan dengan pembentukan karakter melalui kompetensi guru to useryang dimiliki guru Pendidikan menunjukkan, dari semua commit kompetensi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99 Kewarganegaraan sudah baik. Dengan ini menunjukkan bahwa kompetensi guru Pendidikan Kewarganegaraan bapak Dwi Yanto S.Pd telah menjalankan tugas sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki oleh guru pendidikan kewarganegaraan, peneliti melakukan wawancara dengan Suwandi S.Pd selaku Kepala SMP Negeri 3 Jatisrono beliau mengatakan bahwa: Kompetensi guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 3 Jatisrono pada dasarnya sudah baik, terbukti dari guru lulus sertifikasi hal ini menunjukkan bahwa guru mempunyai pengalaman mengajar yang telah lama dan menguasai kompetensi guru, namun terkadang kedisiplinannya yang masih kurang (CL.3). Pernyataan dari hasil wawancara di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun hasil capaian nilai yang dicapai guru Pendidikan Kewarganegaraan sangat baik, lulus dalam sertifikasi namun pada kenyataan dilapangan menunjukkan masih terdapat sikap yang kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa hasil nilai yang diperoleh tidak sesuai dengan implementasi sikap guru, dengan maksud kompetensi yang dimiliki oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan belum teraplikasikan secara menyeluruh dalam kegiatan sehari-hari. f. Harapan Hasil Lulusan Siswa Melalui Pembentukan Karakter Toleransi SMP Negeri 3 Jatisrono Melalui pembentukan karakter toleransi siswa di SMP Negeri 3 Jatisrono mengharapkan hasil lulusan tetap yang terbaik dari segi prestasi maupun akhlak kepribadian siswa yang dimiliki. Meskipun di sekolah terdiri dari berbagai segi perbedaan yang ada antara satu dengan yang lain baik dari kelas Reguler maupun kelas non Reguler tetap menjaga dan mengedepankan sikap saling menghargai dan menghormati tanpa memandang perbedaan dari segi apapun terutama pada lingkungan sekolah. Terwujudnya lingkungan yang damai, tentram, tenang, dan harmonis dapat pula menciptakan suasana lingkungan sekolah yang kondusif, nyaman dalam proses kegiatan belajar mengajar serta menjalin hubungan yang harmonis terhadap semua anggota commit to user sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100 Apabila pembentukan karakter toleransi di sekolah telah tercapai sesuai dengan harapan yang diinginkan, para siswa dapat mengaplikasikan sikap tersebut dalam lingkungan masyarakat atau sosial kehidupan seharihari. Adapun wujud sikap toleransi yang diterapkan dalam lingkungan masyarakat misalnya, sikap saling tolong-menolong terhadap sesama, menghargai dan menghormati satu sama lain, menjaga sikap tepo sliro antar warga masyarakat, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, semua itu dilakukan tanpa memandang dari semua perbedaan. Karakter yang dimiliki dapat dijadikan bekal dalam hidup bermasyarakat guna mewujudkan lingkungan yang tau akan akhlak tata cara sopan satun yang baik, menjaga keutuhan, sikap saling peduli, menghargai dan menghormati satu sama lain sehingga dapat menciptakan kehidupan yang harmonis, damai, aman, tentram, mempererat tali persaudaraan, dan sebagai warga negara yang baik wajib membina persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembentukan Karakter Toleransi Siswa Kelas Reguler dan Non Reguler SMP Negeri 3 Jatisrono melalui Kompetensi Guru Pendidikan Kewarganegaraan Pembentukan karakter toleransi di SMP Negeri 3 Jatisrono, terdapat faktor pendukung serta penghambatnya antara lain sebagai berikut: a. Faktor Pendukung 1) Guru, kemampuan guru yang telah bersertifikasi terutama pada guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 3 Jatisrono yaitu Bapak Dwi Yanto S. Pd. Hal tersebut mempunyai konsekuensi bahwa guru telah memiliki pengalaman mengajar yang lama dan juga telah menguasai semua kompetensi guru yang meliputi kompetensi profesional, pedagogik, sosial dan kepribadian. Terutama guru Pendidikan
Kewarganegaraan
mempunyai
kewajiban
untuk
memahami substansi yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101 (civic knowledge), sikap kewarganegaraan (civic disposition), dan ketrampilan kewarganegaraan (civic skill). 2) Siswa, Pengetahuan kognitif yang dimiliki oleh siswa kelas Reguler dan non Reguler yang baik, dapat dilihat pada evaluasi hasil belajar siswa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada Standar Kompetensi Menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 4, dan hasil penilaian akhlak dan kepribadian siswa yang baik. Lihat pada lampiran 6. 3) Sekolah, Ketersediaan fasilitas siswa dalam sekolah terutama pada aspek yang mendukung tumbuhnya sikap toleransi seperti penyediaan tempat ibadah, kegiatan ekstra kurikuler pramuka, PMR, seni budaya dan lain-lain. Beberapa faktor pendukung yang disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter toleransi siswa melalui kompetensi guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 3 Jatisrono berasal dari pihak guru, siswa dan juga sekolah. b. Faktor Penghambat 1) Guru, keterbatasan waktu dalam pelajaran, sehingga tidak cukup waktu memberikan kesempatan pada siswa untuk memikirkan kembali, menghayati dan merenungkan pelajaran yang diperoleh, serta mencari dan melayani makna dan nilai manusiawi yang penting bagi kehidupan
diri
dan
sesamanya,
guru
dalam
melaksanakan
pembelajaran tidak terlebih dahulu membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sehingga tujuan pembentukan kompetensi siswa berdasarkan standar kompetensi tidak terbentuk, hal ini sangat berpengaruh dalam proses dan hasil kegiatan belajar mengajar, serta metode pemelajaran yang diterapkan cenderung monoton dan tidak variatif yaitu dengan metode tanya jawab dan diskusi saja. Hal ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102 berpengaruh pada pencapaian kompetensi siswa yaitu hanya pada ranah kognitif saja tidak sampai pada ranah afektif dan psikomotor. 2) Siswa, pembagian kelas yang diklasifikasi berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam berinteraksi dan berhubungan sosial, siswa terdiri dari berbagai macam perbedaan atau latar belakang yang berbeda yakni dari segi agama, sosial, ekonomi dan budaya. 3) Sekolah,
pandangan
siswa
terhadap
sekolah
yang
tidak
memperlakukan adil terhadap peserta didik yang diberikan kepada siswa kelas Reguler mempengaruhi karakter yang terbentuk pada siswa dimana siswa kelas Reguler merasa lebih di istimewakan baik guru maupun sekolah daripada siswa non Reguler, hal ini berdampak pada sikap yang ditunjukkan siswa dalam berinteraksi dan bersosialisasi, berdasarkan kurikulum penilaian hasil belajar terhadap siswa dituntut harus tuntas, serta tidak adanya pengawasan rutin yang dilakukan pihak sekolah untuk menilai guru dalam mengajar. Berdasarkan faktor penghambat di atas peneliti simpulkan bahwa pembentukan karakter toleransi dipengaruhi oleh guru, siswa, dan sekolah, sehingga dalam pembentukan karakter tersebut perlu peningkatan yang efektif untuk semua warga sekolah. Karakter kepribadian seseorang akan terbentuk melalui faktor lingkungan pergaulan, termasuk lingkungan keluarga, sekolah dan juga lingkungan masyarakat. Namun, sebagai peserta didik kebanyakan dari waktu yang digunakan dalam sehari-hari adalah lingkungan sekolah, oleh sebab itu kondisi lingkungan sekolahlah yang memiliki pengaruh terhadap pembentukan karakter siswa. C. Pembahasan/Temuan Studi Berdasarkan data hasil penelitian, peneliti menganalisis informasi yang berhasil dikumpulkan di lapangan sesuai dengan rumusan masalah dan selanjutnya dikaitkan dengan teori yang ada. Berdasarkan hasil penelitian yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103 dijelaskan di atas, maka dalam penelitian ini ditemukan beberapa temuan studi, yaitu sebagai berikut: 1. Gambaran Umum Karakter Toleransi Pada Siswa Kelas Reguler dan Non Reguler di SMP Negeri 3 Jatisrono Kelas VIII Tahun Ajaran 2013/2014
Kondisi karakter toleransi yang terjadi di SMP Negeri 3 Jatisrono berasal dari beberapa indikator keberhasilan kelas dan sekolah dalam pembentukan karakter toleransi sebagai berikut: a. Kondisi Karakter Toleransi Siswa Kelas Reguler Perilaku toleransi siswa kelas Reguler dapat ditunjukkan melalui sikap siswa kelas Reguler yang kurang menghormati dan menghargai guru saat mengajar, kemudian hubungan sosial dalam kelas Reguler kurang terjalin harmonis serta kemampuan kognitif siswa yang baik, tetapi belum bisa mengimplementasikan sikap dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu disebabkan karena guru kurang memperhatikan pada pembentukan karakter siswa ketika pembelajaran, guru hanya menekankan pada materi pelajaran saja karena didukung dengan kemampuan siswa yang baik, serta kondisi pembelajaran yang aktif. Akan tetapi hal tersebut berdampak pada capaian karakter siswa yang kurang tercapai terbukti dari siswa hanya sekedar mampu mengetahui materi pelajaran yang disampaikan oleh guru namun belum bisa memahami serta mengimplementasikan dalam kehidupan seharihari. b. Kondisi Karakter Toleransi Siswa Kelas Non Reguler Kondisi karakter toleransi siswa kelas non Reguler dapat dilihat dari hubungan sosial yang sudah terjalin cukup baik, meskipun kemampuan kognitif yang dimiliki kurang baik berbanding dengan kelas Reguler namun dapat menerapkan sikap yang baik meskipun belum sempurna, kemudian dari akibat kondisi ruang kelas yang kurang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104 kondusif, ramai dan gaduh sikap siswa cenderung kurang memperhatikan guru ketika mengajar. Hal tersebut dipengaruhi oleh cara mengajar guru ketika dalam pembelajaran didalam kelas, guru lebih menekankan pada pembentukan karakter siswa sehingga, karakter siswa dapat terbentuk sesuai dengan harapan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. c. Hubungan Toleransi Antara Kelas Reguler dan Non Reguler Peneliti menemukan hubungan yang terjalin antara kelas Reguler dan non Reguler kurang baik, dari kebanyakan siswa kelas Reguler lebih bertindak kurang sopan, egois, kurang menghargai guru dan juga teman yang lain. Dalam berteman kelas Reguler, lebih memilih berteman dengan teman satu kelasnya saja dengan alasan kebersamaan akan terjalin ketika mempunyai kesamaan waktu, selain itu keakraban akan terwujud apabila sering bersama sehingga kebanyakan dari mereka lebih memilih berteman dengan teman satu kelasnya saja. Begitu juga sebaliknya dengan kelas non Reguler meskipun cukup baik menjalin sikap toleransi akan tetapi kebanyakan dari mereka lebih memilih berteman dengan teman sekelasnya. Berdasarkan teori toleransi oleh Thomas Lickona (2008: 225) yang menyatakan bahwa: Karakter toleransi yang baik adalah siswa mempunyai rasa hormat terhadap sesama manusia dan hak asasi setiap orang, menghargai keberagaman manusia, berbagai nilai positif, serta bermacam peran manusia yang memiliki latar belakang, suku, agama, negara, dan budaya yang berbeda. Dengan demikian kondisi toleransi yang ditunjukkan siswa di SMP Negeri 3 Jatisrono antara kelas Reguler dan non Reguler yang sudah mempunyai karakter toleransi masing-masing tetapi kurang adanya interaksi antara siswa, perlakuan guru yang berbeda antara kelas Reguler dan non Reguler mengakibatkan toleransi kurang terjalin masih sebatas sesama siswa kelas Reguler dan sesama kelas non Reguler saja belum sesuai dengan indikator kelas dan indikator sekolah yang diharapkan. Hal ini tidak sesuai commit toLichona user dalam Michele Borba (2008: dengan teori toleransi oleh Thomas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105 225) menguraikan bahwa “Toleransi sebagai kebajikan etis mempunyai dua aspek, yaitu rasa hormat dan menghargai keberagaman manusia”. 2 Pembentukan Karakter Toleransi melalui Kompetensi Guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 3 Jatisrono Pembentukan karakter toleransi yang dilakukan guru pendidikan di SMP Negeri 3 Jatisrono kelas Reguler dan non Reguler terbentuk berbeda, hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh cara guru mengajar yang berbeda. Dalam menghadapi Siswa kelas Reguler guru lebih menekankan pada pembentukan karakter toleransi siswa sehingga karakter yang terbentuk di kelas Reguler lebih baik dari pada kelas non Reguler. Sedangkan guru dalam menghadapai kelas non Reguler guru hanya terfokus dengan menekankan materi yang disampaikan karena didukung dengan kemampuan kognitif siswa yang baik dan juga kondisi pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Namun hal tersebut berdampak pada pembentukan karakter toleransi siswa yang terbentuk belum sesuai dengan harapan sesuai dengan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Hal yang dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 3
Jatisrono
dalam
pembentukan
karakter
toleransi
yaitu
dengan
memanfaatkan kompetensi yang dimiliki untuk mendidik serta membimbing siswa agar memiliki kepribadian atau karakter yang baik sesuai dengan tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Salah satunya kompetensi yang paling dominan dan dapat mendukung dalam pembentukan karakter toleransi siswa yaitu kompetensi kepribadian. Melalui kompetensi kepribadian yang dimiliki oleh seorang guru tersebut siswa dapat meniru atau mencontoh kepribadian serta tingkah laku melalui pengamatan dalam lingkungan kehidupan sehari-hari. Guru dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat harus dapat dijadikan suri teladan atau panutan bagi orang-orang disekitarnya. Hal yang dilakukan guru melalui kompetensi kepribadian tersebut dengan mendidik, membimbing serta mengarahkan siswa untuk berkepribadian dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106 berperilaku yang baik sesuai dengan tatanan norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mengetahui hasil penelitian dari para responden dapat diketahui bahwa proses pembentukan karakter toleransi melalui kompetensi guru Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas Reguler dan Non Reguler SMP Negeri 3 Jatisrono kelas VIII Tahun Ajaran 2013/2014 sebagai berikut: a. Kompetensi Kepribadian Kepribadian seseorang dapat dilihat dari perilaku keseharian orang tersebut. Seperti halnya perkembangan dan pertumbuhan kepribadian peserta didik di SMP Negeri 3 Jatisrono. Keterkaitan dari kompetensi kepribadian guru akan berpengaruh terhadap pembentukan karakter siswa. Sesuai dengan data yang diperoleh peneliti di lapangan menujukkan bahwa kepribadian seorang guru pendidikan kewarganegaraan sudah baik hal ini dapat dilihat pada hasil penilaian guru bersertifikasi telah menunjukkan hasil yang sangat baik, serta data hasil wawancara yang menunujukkan kepribadian dari guru PKn SMP Negeri 3 Jatisrono sudah baik. Karakter atau pribadi seseorang akan terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya. Hal ini kompetensi kepribadian guru memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap pembentukan karakter siswa. Melalui pengamatan secara langsung mengenai kepribadian yang ditunjukkan seorang guru maka perlakuan imitasi terhadap pola tingkah laku siswa akan terbentuk. Oleh sebab itu kepribadian seorang guru yang ditunjukkan harus sesuai dengan indikator kepribadian guru diantaranya yaitu: menampilkan sabagai pribadi yang baik, disiplin, jujur, dan berakhlak mulia, bisa dijadikan teladan atau contoh bagi orang lain termasuk masyarakat dan peserta didiknya, berperilaku sesuai norma yang berlaku, patuh terhadap hukum, agama, sosial dan budaya atau adat, memiliki pribadi yang percaya diri, bertanggungjawab, dewasa, arif, dan bijaksana.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107 b. Kompetensi Profesional Berkaitan dengan kompetensi profesional guru terhadap pembentukan karakter toleransi siswa, sikap profesional seorang guru dapat dilihat dari bagaimana guru menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar terkait mata pelajaran yang disampaikan. Dalam meraih capaian hasil belajar yang baik guru harus melakukan berbagai upaya dalam hal tersebut misalnya, mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Salah satunya pada kelas VIII yang mempunyai standar kompetensi menampilkan perilaku yang seseuai dengan nilai-nilai pancasila. Dimana kompetensi yang dimiliki oleh guru harus bisa mencapai kompetensi dasar untuk menampilkan perilaku siswa antara lain menunjukkan sikap positif terhadap pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Guna mewujudkan perilaku siswa yang sesuai dengan kompetensi dasar tersebut, guru harus berupaya memberikan penjelasan kepada peserta didik agar siswa mampu mengetahui serta memahami tujuan dari pembelajaran tersebut. Maka dari itu kemampuan guru dalam membentuk dan membimbing kepribadian siswa dalam hal ini terdapat erat kaitannya dengan pembentukan karakter siswa, salah satunya adalah karakter toleransi. Sehingga guru seharusnya bisa menunjukkan bagaimana menampilkan sikap positif terhadap pancasila dalam kehidupan bermasyarakat agar siswa bukan hanya sekedar untuk mengetahui namun juga memahami serta mengimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Kompetensi Pedagogik Kompetensi pedagogik guru merupakan kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam mengajar bukan hanya menguasai teori pelajaran yang disampaikan tetapi harus mengetahui prinsip-prinsip belajar yang salah satu indikatornya yaitu mampu menerapkan berbagai pendekatan, strategi dan juga metode pembelajaran, teknik pembelajaran yang mendidik serta berfikir kreatif. Melalui kompetensi pedagogik tersebut guru dapat membentuk commityang to user karakter siswa dalam pembelajaran disampaikan dengan cara mengajar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108 yang lebih efektif sehingga dapat dipahami serta dapat diimplementasikan siswa pada kehidupan sehari-hari sebagai bentuk implementasi hasil belajar. Adapun cara yang dilakukan guru dengan memberikan penjelasan mengenai materi pelajaran disertai dengan contoh pemberian kasus yang ada dilingkungan sekitar yang berkaitan dengan materi yang disampaikan. Dengan upaya yang dilakukan guru tersebut dengan maksud supaya kegiatan pembelajaran mampu mencapai hasil sesuai dengan tujuan pembelajaran yakni, siswa mampu memahami hingga dapat mengimplementasikan sikap pada lingkungan kehidupan. Melalui hal tersebut dalam pembelajaran guru dapat membentuk karakter siswa, terutama karakter toleransi. Guru dapat menyisipkan karakter seperti apakah yang harus dimiliki oleh siswa melalui materi yang disampaikan. Oleh sebab itu guru harus berupaya sesuai dengan indikator pedagogik kompetensi guru diantaranya yaitu: guru harus menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik dan kreatif selain itu, guru harus menguasai teori dan juga prinsip-prinsip dalam belajar, dan berkaitan dengan karakter toleransi siswa tidak hanya dituntut paham dalam teori akan tetapi juga harus dapat mengaplikasikan dalam lingkungan sosial kehidupan sehari-hari.
d. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial guru terdapat kaitannya pula dengan pembentukan karakter toleransi siswa. Hal ini dapat ditunjukkan melalui perilaku sosial yang dilakukan guru baik dilingkungan sekolah atau lingkungan masyarakat. Hubungan sosial akan mempengaruhi terhadap pola perilaku seseorang. Sama halnya dengan lingkungan berpengaruh terhadap pembentukan tingkah laku. Kompetensi sosial guru yang baik maka akan dijadikan salah satu faktor atau motivasi terhadap hubungan sosial yang baik pula bagi siswa. Maka dari itu guru merupakan salah satu contoh atau teladan bagi peserta didik. Sehingga guru harus berperilaku sesuai dengan indikator kompetensi commit to user sosial guru diantaranya:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109 1) Guru harus bertindak objektif dengan tidak diskriminatif dalam hubungan sosial karena, dari setiap individu berasal dari latar belakang yang berbeda baik dari segi agama, budaya, ras, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi. 2) Berkomunikasi efektif, empatik, ramah tamah, sopan santun terhadap semua warga sekolah dan juga lingkungan masyarakat. 3) Mampu beradaptasi dimanapun dalam menghadapi keragaman sosial budaya serta, selalu mengutamakan kedamaian, kerukunan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan. Kompetensi guru dalam mengajar yang baik akan membentuk karakter siswa yang baik pula, salah satu karakter yang harus dimiliki dalam hubungan sosial yaitu karakter toleransi. Dengan terbinanya karakter toleransi maka hubungan solidaritas sosial yang terjadi akan mewujudkan interaksi yang baik, rukun, dan damai hingga mempererat tali persaudaraan mewujudkan terciptanya persatuan dan kesatuan. Hal ini kemampuan guru dalam menampilkan dirinya dihadapan para siswa baik dalam suasana belajar di kelas maupun diluar kelas, dengan harapan siswa bisa meniru apa yang diperlihatkan guru. Hal ini sesuai dengan teori belajar sosial oleh Albert Bandura dalam Muhibbin Syah (2006: 106) bahwa “Manusia belajar melalui meniru dan mencontoh perilaku orang lain, contoh-contoh tersebut yang akhirnya menjadi acuan untuk merumuskan ide-ide baru dan melakukan tindakan-tindakan baru”. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembentukan Karakter Toleransi Siswa Kelas Reguler dan Non Reguler Sesuai dengan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Kompetensi Guru Pendidikan Kewarganegaraan Upaya pembentukan karakter toleransi di SMP Negeri 3 Jatisrono terdapat faktor pendukung serta faktor penghambat dalam pelaksanaanya. Adapun faktorfaktor tersebut adalah sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110 a.
Faktor Pendukung 1) Guru, guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Negeri 3 Jatisrono yang sudah bersertifikasi. Hal itu mempunyai konsekuensi bahwa terdapat empat kompetensi guru yang harus dikuasai meliputi kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian dan sosial yakni sebagai pendidik guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP mempunyai kewajiban untuk memahami substansi pendidikan kewarganegaraan yang meliputi civic knowledge, civic disposition, dan civic skill. 2) Siswa, siswa Reguler dan non Reguler mempunyai pengetahuan kognitif yang baik, serta hasil evaluasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraanyang hasilnya tuntas dan baik, serta hasil penilaian akhlak dan aspek kepribadian yang baik pula. 3) Sekolah, sekolah yang telah memfasilitasi siswa terutama pada aspek yang mendukung tumbuhnya sikap toleransi seperti penyediaan tempat ibadah, kegiatan ekstra kurikuler, seni budaya, dan lain-lain. Berdasarkan faktor pendukung yang telah disebutkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pembentukan karakter toleransi melalui kompetensi guru Pendidikan Keawarganegaraan pada siswa kelas Reguler dan non Reguler SMP Negeri 3 Jatisrono berasal dari semua pihak, yaitu guru, siswa dan sekolah.
b. Faktor Penghambat 1) Guru, keterbatasan waktu mengajar guru, pembuatan perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang tidak dibuat terlebih dahulu sebelum mengajar, serta metode pembelajaran yang digunakan cenderung monoton tidak variatif hanya dengan menggunakan metode tanya jawab dan diskusi. 2) Siswa, pembentukan kelas yang diklasifikasi akan berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam berinteraksi dan berhubungan sosial, sehingga hal ini akan menimbulkan sikap kecemburuan sosial yang timbul antar siswa. Padahal siswa memiliki latar belakang yang berbeda yakni agama, commit to user ekonomi, sosial dan budaya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111 3) Sekolah, Perlakuan guru yang berbeda antara kelas Reguler dan non Reguler hal ini berdampak pada sikap yang ditunjukkan siswa dalam berinteraksi dan bersosialisasi, berdasarkan kurikulum penilaian hasil belajar terhadap siswa dituntut harus tuntas, serta tidak adanya pengawasan rutin yang dilakukan pihak sekolah untuk menilai guru dalam mengajar. Berdasarkan faktor pendukung dan penghambat yang dijelaskan di atas hal ini tidak sesuai dengan teori belajar sosial oleh Albert Bandura dalam Muhibbin Syah (2006: 106) bahwa “Manusia belajar melalui meniru dan mencontoh perilaku orang lain, contoh-contoh tersebut yang akhirnya menjadi acuan untuk merumuskan ide-ide baru dan melakukan tindakantindakan baru”. Hal ini karena pembentukan karakter toleransi siswa Reguler dan non Reguler di SMP Negeri 3 Jatisrono tidak hanya dipengaruhi oleh kompetensi guru tetapi juga harus ada peran siswa dan sekolah.
commit to user