BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Aktivitas manusia yang paling mendasar dalam hidup sehari-hari disadari atau tidak adalah memaknai hal. Memaknai hal-hal terjadi karena realitas itu merupakan tanda dan dengan kata lain dunia itu ternyata ditutupi oleh begitu banyak tanda. Tanda itu sendiri merupakan sebuah fakta yang arti dan maknanya masih terselubung dan tersembunyi. Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya dalam penelitian ini bermaksud untuk melihat makna dari efek-efek editing yang digunakan dalam video tape tayangan program acara OBSESI edisi spesial ulang tahun Global TV ke-7. Pada edisi spesial ini OBSESI juga tayang dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. OBSESI Sore tayang perdana bertepatan dengan hari ulang tahun Global TV yang ke tujuh, yaitu tanggal 8 Oktober 2009. Dengan mengusung tema ”Langit Ke Tujuh”, OBSESI juga menghadirkan tujuh tema berita tentang artis yang serba tujuh. Mulai dari tujuh artis terseksi, tujuh artis petualang asmara, tujuh artis dan kawin cerai, tujuh artis yang tempramental, tujuh artis dan kasus hukum, tujuh artis status duda keren, dan tujuh artis terhoki. Pada metodologi diterangkan bahwa peneliti menggunakan metode semiotik milik Sausurre dalam tiga tataran yang dikembangkan oleh John Fiske. Sebagai tataran awal, maka peneliti mengklasifikasikan masing-masing efek pada tiap segmen. Apakah efek-efek tersebut masuk dalam kategori efek transisi atau efek segmen. Pengklasifikasian ini sekaligus menyebutkan jenis efek yang
digunakan yang disebut sebagai tataran realitas. Setelah pengklasifikasian selesai, maka peneliti mulai merepresentasikan realitas yang ada secara semiotik berupa penanda dan petanda. Tanda harus diinterpretasi, dimaknai agar arti dan maknanya diketahui. Dengan demikian, di sini dapat dikatakan bahwa efek editing adalah rangkaian dari berbagai tanda. Karena efek editing adalah sebuah bentuk komunikasi massa modern yang memastikan aktivitas interpretasi dan memaknai. Dengan menggunakan teori semiotika The Codes of Television oleh John Fiske, penelitian ini mencoba merepresentasikan penggunaan efek editing pada tayangan infotainment OBSESI edisi spesial ulang tahun Global TV yang ke tujuh.
4.1. Gambaran Umum Global TV97 4.1.1 Sekilas Sejarah Global TV (PT Global Informasi Bermutu) PT Global Informasi Bermutu didirikan pada tanggal 22 Maret 1999 di Jakarta, dengan Akta Pendirian No. 14 dan mendapatkan Ijin Pendirian Lembaga Penyiaran Televisi Swasta No: 801/MP/PM/199 yang dikeluarkan oleh Menteri Penerangan Repulik Indonesia, tertanggal 25 Oktober 1999. Setelah selama beberapa waktu melakukan siaran percobaan, akhirnya pada tanggal 8 Oktober 2002, Global TV resmi siaran sebagai stasiun televisi swasta dengan pangsa pasar anak muda. Pada awalnya, Global TV merupaka lembaga siar dari program musik MTV selama 24 jam. Pada tahun yang sama, Global TV memiliki 6 (enam) stasiun relay, yaitu Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta. Global TV
97
Company Profile Global TV
juga memiliki mendapatkan alokasi frekuensi untuk 7 (tujuh) kota, yaitu Denpansar, Samarinda, Pontianak, Makassar, Palembang, Manado, dan Banjarmasin. Pada tahun 2003, Global TV mendapatkan tambahan alokasi frekuensi untuk 5 (lima) kota, yaitu Pekanbaru, Padang, Jambi, Lampung, dan Jayapura. Mulai pada tanggal 15 Januari 2005, Global TV melakukan perubahan format siaran menjadi 12 jam untuk program MTV dan 12 jam untuk program Global TV, serta melebarkan target menjadi anak muda dan keluarga muda (segmentasi kelas ABC, 13-34, M/F). Pada tahun 2006, Global TV kembali melebarkan pangsa pasar dengan menambah pangsa pasar anak-anak melalui penayangan program Nickelodeon. Target market melebar menjadi anak-anak, anak muda dan keluarga muda (ABCD, 05-34, M/F). Pada tahu yang sama, Global TV telah memiliki stasiun relay sebanyak 18 yang menjangkau 143 kota dan 110 juta pemirsa. Saat ini, Global TV dimiliki oleh Bimantara secara tidak langsung melalui PT Media Nusantara Citra (MNC), dengan perincian Pemegng saham sebaga berikut: 1. Media Nusantara Citra
: 99.99%
2. Infokom Elektrindo
: 0.01%
Pada tahun 2008 Global TV kembali melakukan perubahan dengan mengganti logo dan memberi slogan yakni: ”Global TV untuk Keluarga Indonesia”. Diharapkan dengan perubahan ini, Global TV dapat menjadi televisi pilihan yang ditonton oleh keluarga di seluruh Indonesia.
4.1.2. Gedung Global TV Global TV memang belum memiliki gedung pribadi, maka seluruh pekerjaan dan pengoperasian dilakukan pada 4 (empat) tempat yang berbeda, yaitu: 1. News Division Plaza Kebun Sirih lantai 2. P2/07 Jalan Kebun Sirih Kav. 17-19, Jakarta 10340. Telepon : (6221-) 3918108, (6221) 23567600, Fax : (6221) 3921440. 2. Komplek RCTI Jl. Raya Perjuangan Kebon Jeruk, Jakarta, Indonesia. Phone
: 021-5360601
Fax
: 021-5360602 Gedung ini merupakan tempat pemancar dan tempat on air untuk
semua program acara yang dibuat oleh Global TV, serta tempat para karyawan khusus on air dan karyawan technical berada 3. Studio Guet (Studio) Jl. Raya Perdataan No. 17-19 Pancoran, Jakarta, Indonesia. Phone
: 021-7995327
Fax
: 021-7995327 Di tempat ini terdapat dua buah studio. Studio pertama disebut
studio A yang digunakan untuk program-program acara Global TV yang berskala lebih besar (misal: Auo), studio kedua disebut studio B, ukurannya lebih kecil dari studio A yang sering digunakan untuk program acara Global TV, seperti promo, casting, dan sebagainya. Di ruang ini juga
terdapat ruang untuk manajemen khusus crew studio dari mulai cameraman, lightingman, sampai audioman. 4. Ariobimo Sentral Jalan Rasuna Said Kav. 5 Blok X-2 Dimana gedung ini merupakan kantor HRD, R&D, Marceting Communication, dimana gedung ini juga dapat dilakukan sebagai produksi dalam studio 4.1.3. Visi dan Misi Global TV a. VISI Global TV Sebagai satu-satunya media televisi yang menjadi sumber inspirasi, informasi dan hiburan bagi anak-anak, anak muda dan keluarga muda serta pemirsa berjiwa muda (young at heart) yang mengerti serta memahami keinginan dan kebutuhan pemirsa yang sekaligus menjadi media terefektif bagi agancies dan pemasang iklan.
b. MISI Global TV Sebagai media untuk menyalurkan energi, dinamika dan proses kreatif keluarga muda dan yang berjiwa muda dengan memadukan tatanan perkembangan informasi dan hiburan yang berlandaskan etika dan budaya bangsa Indonesia melalui tayangan program yang mencakup kebutuhan informasi, pendidikan dan hiburan yang sesuai dengan target segmen utama pemirsa. 4.1.4.
Logo Global TV
Pada tanggal 1 Juli 2008, Global TV tampil dengan wajah baru. Global TV tampil lebih lengkap, segar, dinamis, dan selalu menghibur dengan memperlebar target audiencenya yang dapat mencakup seluruh keluarga Indonesia. Program-program Global TV kini, memiliki kategori program yang dapat dibagi menjadi beberapa genre, yaitu News, Sport, Sinetron, Infotainment, Movies, Variety Show, Reality Show, Games Show, Feature, Musik dan Kartun. Saat ini Global TV sedang dan akan memperluas jangkauan siarannnya di seluruh kota-kota besar maupun daerah-daerah terpencil yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Perluasan jangkauan siaran ini dilakukan Global TV demi memberikan hiburan dan informasi terlengkap bagi seluruh anggota keluarga Indonesia. Maka, filosofi logo baru Global TV adalah sebagai berikut:
(Lambang bola dengan huruf ”G”) Bentuk bola 3 dimensi ini selain melambangkan ”bola dunia” juga melambangkan ”fleksibilitas” globaltv sebagai stasiun televisi nasional yang mampu memberikan beragam sajian spesial terlengkap untuk setiap anggota keluarga Indonesia.
Letak huruf ”G” yang berada di tengah dan menyatu dengan bola melambangkan posisi globaltv dengan visi dan misi strategis dalam menemani pemirsa lewat setiap program yang ditayangkan.
(Huruf Global TV) Penulisan kata ”globaltv” dengan huruf kecil, memberikan sentuhan baru pada globaltv sebagai stasiun televisi yang ramah dan bersahabat. Penulisan “tv” yang dipertebal disamping kata “global” memberikan kesan kuat dan kokoh. Sedangkan warna biru yang menyatu dengan bola dunia G melambangkan globaltv suatu perusahaan yang kompak dan solid. Seiring dengan tampilan Global TV yang baru dan lebih lengkap, sebagai suatu perusahan Global TV juga memantapkan visi dan misinya sebagai berikut: VISI: Menjadi stasiun televisi nasional berkelas yang layak ditonton seluruh keluarga Indonesia. MISI: Menyajikan dunia Hiburan & Informasi yang berwawasan global dengan program-program pilihan terlengkap bagi keluarga Indonesia yang dinamis, kreatif dan inspiratif. Dengan mengemban filosofi serta visi & misi baru, kini Global TV mengumandangkan diri sebagai KUDA HITAM DI INDUSTRI MEDIA TELEVISI INDONESIA, artinya persaingan di dunia pertelevisian Indonesia kiranya akan semakin ketat. Karena dengan semangat baru,
program-program serta format baru yang disajikan, Global TV kini semakin kompetitif dan tengah mempersiapkan diri untuk menjadi “The Next Big Thing”. 4.1.5.
Target Pemirsa Global TV
Target pemirsa Global TV adalah SES ABC dengan usia 05-39 tahun, Male/ Female. 4.1.6.
Managemen Global TV
Global TV merupakan perusahaan yang dimiliki oleh Bimantara dan Bhakti Investama. Global TV berada di bawah naungan PT Media Nusantara Citra (MNC). Berikut jajaran komisaris dan direksi Global TV terdiri dari: Board of Commissioners President Commissioners
: Posma L. Tobing
Commissioner
: Hary Tanoesoedibjo
Commissioner
: Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo
Commisioner
: Sutanto Hartono
Commissioner
: Budi Rustanto
Board of Directors President Director
: Daniel Hartono
Sales & Marketing Director
: Ella Kartika
News Director
: Siane Indriani
Chief Finance Officer
: Jarod Suwahjo
VP Produksi, Teknik & Marcomm
: Titan Hermawan
Finance Director
: Satya Ganeswara
4.1.7.
Struktur Organisasi Global TV
Tabel 4.1.7. Struktur Organisasi Global TV
4.1.8.
Program Global TV
Berikut ini adalah program-program yang ada pada Global TV: a. Musik Program musik merupakan tayangan MTV, yaitu MTV Ampuh, MTV Total Request, MTV Musik Banget, MTV Pimp My Ride; b. News Program news Global TV antara lain: Global Malam, Sorot, Berita Global, Kilas Global, Global Siang, Benang Merah; c. Infotainment Program infotainment meliputi Obsesi, Obsesi Pagi, Genie; d. Feature Program feature Global TV yaitu: Sekitar Kita, Saksi Mata e. Reality Show Program reality show Global TV antara lain: MTV Rumah Gue, Be A Man f. Animation Program animation merupakan program kartun untuk anak-anak dan remaja yaitu One Piece, Inuyasha g. Sport Program sport merupakan program olah raga yang ditayangkan langsung atau tidak, yaitu A1, F1 h. Sinetron i. Movie
Program movie merupakan program film-film luar negeri yaitu BIG Movie j. TV Magazine Program majalah televisi ini merupakan dengan rubrik-rubrik yang beragam antara lain Mototrax, Autovaganza, MTV Whats Up k. Komedi Program komedi di Global TV antara lain: Abdel dan Temon, Check In Check Out, KPK (Komedi Pasar Komplek).
4.1.9.
Jangkauan Siaran Global TV
Jangkauan siaran Global TV mencakup beberapa kota, yakni: AMBON Channel (UHF): TBA Power (KWH): 1 (by June 2008) BALIKPAPAN Channel (UHF): TBA Power (KWH): 2,5 (by June 2008) BANDA ACEH Channel (UHF): TBA Power (KWH): 2,5 (by June 2008) BANDUNG Channel (UHF): 46 Power (KWH): 10 Covered Cities/ Region: Sumedang, Purwakarta, Bandung, Kodya Bandung, Cianjur
BANJARMASIN Channel (UHF): 38 Power (KWH): 1 Covered Cities/ Region: Kodya Banjarmasin, Kab Martapura/Banjar, Kab Pelangkasi/Tn.laut, Kab Marahaban/ Barito Kuala BATAM Channel (UHF): 35 Power (KWH): 5 BENGKULU Channel (UHF): TBA Power (KWH): 2,5 (by June 2008) CIREBON Channel (UHF): 33 Power (KWH): 1 (Temporary)
DENPASAR Channel (UHF): 47 Power (KWH): 10 Covered Cities/ Region: Kab Jembrana, Kab Tabanan, Kab Badung, Kab Gianyar, Kab.Klungkung, Kab Bangli, Kab Karang Asem, Banyuwangi, Gianyar GARUT Channel (UHF): 41 Power (KWH): 5 JAKARTA Channel (UHF): 51 Power (KWH): 2 x 60 JAMBI Channel (UHF): 31 Power (KWH): 1 JAYAPURA Channel (UHF): 36 Power (KWH): 1 JEMBER Channel (UHF): 23 Power (KWH): 5 JOGJAKARTA Channel (UHF): 36 Power (KWH): 20 KENDIRI Channel (UHF): 25 Power (KWH): 5 KENDARI Channel (UHF): TBA Power (KWH): 1 (by June 2008) KUPANG Channel (UHF): TBA Power (KWH): 2,5 (by June 2008)
LAMPUNG Channel (UHF): 38 Power (KWH): 1 MAKASAR Channel (UHF): 43 Power (KWH): 20 MALANG Channel (UHF): 30 Power (KWH): 2,5 MANADO Channel (UHF): 28 Power (KWH): 5 MATARAM Channel (UHF): 26 Power (KWH): 2 MEDAN Channel (UHF): 31 Power (KWH): 20 PADANG Channel (UHF): 37 Power (KWH): 1 PALANGKARAYA Channel (UHF): TBA Power (KWH): 1 (by June 2008) PALEMBANG Channel (UHF): 36 Power (KWH): 20 PALU Channel (UHF): TBA Power (KWH): 1 (by June 2008) PANGKAL PINANG Channel (UHF): TBA Power (KWH): 1 (by June 2008)
PEKANBARU Channel (UHF): 36 Power (KWH): 1
SEMARANG Channel (UHF): 37 Power (KWH): 20
PONTIANAK Channel (UHF): 33 Power (KWH): 1
SUKABUMI Channel (UHF): 22 Power (KWH): 1
PURWOKERTO Channel (UHF): 33 Power (KWH): 10
SUMEDANG Channel (UHF): 23 Power (KWH): 1
SAMARINDA Channel (UHF): 41 Power (KWH): 1
TEGAL Channel (UHF): 22 Power (KWH): 10
4.2.Hasil Penelitian Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian mengenai Pemaknaan Efek Editing pada Tayangan Infotainment OBSESI di Global TV (Analisis Semiotik Tayangan OBSESI Edisi Spesial Ulang Tahun Global TV ke 7). Penelitian dilakukan dengan merujuk pada tataran semiotik milik John Fiske, yaitu tataran realitas, representasi serta ideologi yang merupakan pengembangan sistem semiotik sederhana milik Saussure berupa penanda dan petanda. Realitas yang dimaksud adalah efek-efek visual yang digunakan dalam editing tayangan OBSESI Sore edisi spesial ulang tahun Global TV ketujuh. Realitas-realitas ini dikelompokkan berdasarkan efek-efek transisi dan efek-efek segmen. Dijelaskan lagi, bahwa efek transisi dipakai dalam transisi gambar satu ke gambar yang lain di dalam timeline. Efek ini mengubah dari gambar A ke gambar B. Sedangkan efek segmen digunakan untuk didalam sebuah gambar atau segmen dalam timeline.
Pengertian pemaknaan efek editing pada tayangan infotainment OBSESI di Global TV merupakan sebuah kajian dinamis. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam tayangan infotainment menciptakan imaji dan sistem penandaan. Gambar yang dinamis dalam program-program televisi merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya. Gambar yang muncul silih berganti menunjukkan pergerakan yang ikonis bagi realitas yang dipresentasikan. Kedinamisan gambar pada televisi memiliki daya tarik langsung yang sangat besar, yang sulit untuk ditafsirkan. OBSESI Sore perdana bertepatan dengan ulang tahun Global TV yang ketujuh. Mengusung tema ”Langit Ketujuh”, OBSESI Sore pun menayangkan tujuh segmen berbeda. Dimana masing-masing segmen berisi tentang tujuh artis ter- versi OBSESI. Ketujuh segmen tersebut menampilkan efek-efek visual seperti wipe, superimpose, speedduration, timewrap, freeze, blur, colour correction/ colour effect, dissolve dan lain sebagainya. Setiap segmen melewati rangkaian proses yang hampir sama. Pada tahap editing offline, editor meng-impor video yang telah di-capture sebelumnya. Selain video, backsound, serta narasi. Terlebih dahulu narasi dibenahi dengan maksud menyesuaikan narasi sesuai dengan naskah. Caranya adalah dengan memasukkan audio narasi ke dalam timeline kemudian dipotong hingga menjadi narasi yang utuh. Gambar video dipilih dan disusun sesuai dengan narasi yang ada. Proses ini dinamakan editing offline, yaitu meliputi memasukkan seluruh hasil shot atau gambar atau footage ke dalam hardisk (capturing); penyusunan gambar sesuai
dengan narasi; serta proses rendering, yaitu penggabungan dengan shot-shot gambar lainnya. Selanjutnya adalah proses editing on line. Dalam bahasa sederhana, editing on line dikenal sebagai meja rias. Karena semua susunan gambar tadi dipercantik dan dibubuhi efek-efek visual sehingga lebih menarik untuk disimak. Berikut ini adalah hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Tahap penelitian ini adalah pertama dengan merekam tayangan OBSESI Sore edisi perdana. OBSESI Sore edisi perdana ini tayang pada tanggal 8 Oktober 2009. Kemudian menjadikan file video ini ke dalam bentuk foto-foto sehingga mempermudah peneliti untuk mengamati setiap efek visual yang ada. Foto-foto tadi disusun per segmen berdasarkan tema yang diangkat. Foto-foto tersebut yang menjadi realitas untuk melihat efek-efek visual yang diterapkan dalam video. Langkah ini menjadi tataran awal, yaitu realitas. Hal selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah merepresentasikan realitas yang ditemukan. Yaitu dengan cara menonton kembali tayangan OBSESI Sore edisi perdana, memilah efek dan menuliskan temuan peneliti saat menonton tayangan tersebut ke dalam hasil penelitian. Termasuk representasi peneliti terhadap efek visual yang digunakan. Tataran ketiga adalah tataran ideologi.
Menurut Raymond Williams,
definisi ideologi adalah suatu sistem keyakinan yang menandai kelompok atau kelas tertentu. Dalam pandangan yang berbeda, Williams memberikan definisi lain tentang ideologi, yaitu suatu sistem keyakinan ilusioner. Maksdunya adalah gagasan palsu atau kesadaran palsu yang bisa dikontraskan dengan pengetahuan
sejati atau pengetahuan ilmiah. Definisi yang lain ideologi adalah suatu proses umum produksi makna dan gagasan.50 Pada akhirnya, peneliti akan menemukan ideologi-ideologi yang terkandung dalam pemberian efek visual. Apakah ada halhal tertentu yang membuat editor memilih efek visual yang digunakan.
4.2.1. Realitas Seperti yang sudah dibahas di atas, realitas yang dimaksud adalah efekefek visual yang digunakan dalam editing tayangan OBSESI Sore edisi spesial ulang tahun Global TV ketujuh. Realitas-realitas ini dikelompokkan berdasarkan efek-efek transisi dan efek-efek segmen. Dijelaskan lagi, bahwa efek transisi dipakai dalam transisi gambar satu ke gambar yang lain di dalam timeline. Efek ini mengubah dari gambar A ke gambar B. Sedangkan efek segmen digunakan untuk didalam sebuah gambar atau segmen dalam timeline. Berikut ini adalah beberapa realitas yang muncul pada tayangan OBSESI Sore. Peneliti tidak memunculkan semua realitas dikarena kesamaan beberapa efek visual yang digunakan. No. 1
50
Realitas
Keterangan Superimpose
John Fiske, Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif, Jalasutra, Yogyakarta, 2004, hal: 228
2
Superimpose, Colour Correction
3
Superimpose, color effect
4
Picture in Picture (Soft Parameters)
5
Picture in Picture
6
Picture in Picture (Scale and Position)
7
Timewrap motion)
(fast
8
Picture in Picture (moving)
9
Picture in Picture (scaling)
10
Picture in Picture (Scaling)
11
Picture in Picture, Color effect, Superimpose
12
Timewrap motion)
(slow
13
Timewrap motion)
(slow
14
Timewrap motion)
(slow
15
Timewrap motion)
(Slow
16
Timewrap motion)
(Slow
17
Timewrap Motion)
(Slow
18
Tmewrap
(Slow
Motion)
19
Timewrap Motion)
(Slow
20
Timewrap Motion)
(Fast
21
Timewrap Motion)
(Fast
22
Picture in Picture (Scaling)
23
Picture in Picture (Scaling)
24
Color (gray)
Effect
25
Color (sephia)
Effect
26
Color (gray)
27
Color Effect
28
Blur
Effect
29
Freeze Frame, Picture in Picture (scaling)
30
Dip to (gray)
Colour
31
Dissolve
32
Dissolve
33
Strech Out
34
Strech Out
35
Dip to (white)
Colour
36
Dip To (white)
Colour
Dip To (white)
37
Illusion (Pagecurl)
38
Push
Colour
FX
39
Picture in Picture (crop, soft parameter), color effect
40
Lava Flow 6
Tabel 4.2.1. Realitas
4.2.2. Representasi John Fiske mengatakan bahwa representasi merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra atau kombinasinya51. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sistem penandaan adalah efek-efek visual yang digunakan oleh editor pada tayangan OBSESI Sore edisi spesial ulang tahun Global TV yang ke tujuh. Baik berupa efek segmen, maupun efek transisi. Efek segmen adalah efek yang dibubuhkan di dalam sebuah atau beberapa potongan gambar. Bukan pada patahan antar gambar. Beberapa jenis yang termasuk dalam efek segmen adalah superimpoze, colour effect, picture in picture, zoom in, zoom out, freeze, timewrap, slow motion, fast motion, sebagainya.
51
Ibid, hal 282
dan lain
Dari hasil yang ditampilkan peneliti tidak memasukkan semua file foto. Peneliti mempertimbangkan, beberapa efek visual yang diterapkan adalah sama dan mempunyai tujuan serta representasi yang sama, meskipun pada gambar yang berbeda. Gambar-gambar yang dihadirkan peneliti adalah perwakilan dari beberapa gambar efek yang sama.
Hasil penelitian pada efek segmen adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1: Superimpose
Gambar 1 diambil dari segmen “Artis Terseksi”. Hal yang paling menonjol ketika melihat shot ini adalah kesan seronok, seksi dan menggairahkan mata. Sudah bukan menjadi rahasia bahwa Dewi Persik adalah salah penyanyi dangdut yang berani tampil dengan pakaian terbuka dan goyangan aduhai. Pemberian efek superimpose menimbulkan beberapa asumsi di mata penonton. Superimpose adalah perpaduan antara dua gambar atau lebih ke dalam satu frame gambar. Ada kalanya dua gambar terpisah dan dipadukan sedemikian rupa dengan tujuan untuk mendapatkan efek dramatis.52 Representasi yang peneliti dapatkan dalam penerapan efek ini adalah:
52
Darwanto Sastro Subroto, op.cit, hal:135
1. Dari frame yang nampak, editor ingin menunjukkan bahwa meskipun tanpa adanya narasi yang menjelaskan bahwa Dewi Persik memiliki massa yang banyak, gambar ini sudah berbicara demikian. Efek ini memang menimbulkan kesan demikian. Penumpukkan dua gambar, yaitu gambar Dewi Persik dan gambar penonton menimbulkan kesan mereka (penonton) datang berbondongbondong hanya untuk melihat aksi Dewi Persik di atas panggung. 2. Penonton yang ramai itu belum tentu menikmati goyangan aduhai Dewi Persik. Bisa saja mereka hanya menikmati suara milik Dewi Persik. Bisa saja itu yang terjadi. Karena tidak semua penonton yang hadir menyukai goyangan Dewi Persik. 3. Penonton yang banyak dan saling berdesakan itu belum tentu menikmati lantunan lagu yang dinyanyikan oleh Dewi Persik. Bisa saja mereka hanya menikmati goyangan yang disajikan oleh Dewi Persik. Kesan ini muncul karena memperlihatkan gambar penonton yang mengangkat tangan seolah ingin menggapai tubuh Dewi Persik. 4. Berkaitan dengan tema yang diusung, yaitu artis terseksi, maka pantaslah jika Dewi Persik dimasukkan dalam jajaran artis terseksi versi OBSESI. Melihat gaya menari, pakaian dan kerumunan penonton yang sepertinya memuja Dewi Persik.
Gambar 4.2: Superimpose, Colour Correction
Gambar 2 diambil pada segmen “Artis Petualang Asmara”. Berkaitan dengan pemilihan gambar, jika hanya gambar pada layer pertama (gambar Tyas Mirasih) saja yang ditampilkan tanpa adanya layer kedua (gambar dengan tulisan “Tyas Mirasih, Bintang Penuh Pesona). Gambar akan terlihat sangat monoton. Karena durasi yang singkat dan hanya akan berupa cutting shot saja. Saat ini sudah banyak tayangan yang menggunakan efek visual. Penambahan efek superimpose menguatkan pandangan sebagian masyarakat bahwa Tyas Mirasih memanglah seorang bintang sinetron yang penuh pesona. Maka pantaslah jika dia menjadi pujaan lelaki dan masuk pada jajaran ”Artis Petualang Asmara” versi OBSESI. Namun, bagaimana jika layer kedua bertuliskan ”Tyas Mirasih, Bintang Sinetron Pemikat Para Pria”, tentu saja representasi yang tercipta bukanlah sesuatu yang positif, namun akan menjadi negatif. Seolah-olah Tyas Mirasih adalah wanita penggoda kaum pria. Dalam hal ini , peneliti ingin memberikan pengertian, bahwa perubahan makna bisa terjadi. Perubahan ini terjad secara imajinatif. Pemberian efek warna juga menjadi kekuatan agar gambar tidak monoton dan ada variasi. Kesan dramatis dan elegan juga semakin terasa dengan efek
warna kecoklatan. Menurut feng shui, warna coklat menggambarkan stabilitas dan bobot. Artinya memiliki nilai positif, yaitu kestabilan dan keanggunan.53 Warna ini memang cocok disandingkan dengan pose Tyas Mirasih. Semakin terlihat agung dan menantang, sehingga memang pantas jika Tyas Mirasih bisa menggaet hati kaum adam.
Gambar 4.3 : Superimpose, color effect
Gambar 3 diambil dari segmen ”Artis dan Kasus Hukum”. Realitas pertama adalah efek supperimpose dan realitas kedua adalah efek warna kelabu. Efek superimpoze tidak terlalu kelihatan. Namun bila diperhatikan lebih seksama, maka terdapat dua layer yang berbeda. Layer 1 adalah suasana Shela Marcia yang sedang syuting. Layer 2 adalah foto Shela Marcia. Kedua layer ini terlihat sangat kontras dengan kenyataan yang terjdi pada Shela. Di balik wajah cantik dan kemolekannya ternyata Shela Marcia terjerat kasus narkoba. Hal ini yang tergambar pada representasi efek warna kelabu. Dua tanda utama adalah gambar yang menunjukkan Shela Marcia sedang berakting dan foto Shela. Penanda-penanda pada gambar 3 ini menjadi tanda-
53
http://www.indospiritual.com/artikel_arti-warna-menurut-feng-shui.html
tanda
tatkala
kita
menonton
dan
memperhatikan,
yakni
saat
kita
menyelaraskannya dengan petanda-petanda atau konsep mental. Konsep mental ini adalah tentang artis, tentang kasus hukum dan tentang sebagai manusia. Konsep ini tergambar begitu saja saat kita menontonnya. Rasa sedih dan juga iba sebagai manusia biasa yang melihat orang lain terjerat kasus hukum. Rasa kesal dan marah sebagai penonton yang melihat ada artis yang terjerat kasus hukum. Ketegasan hukum yang menindak setiap warga negara yang terjerat kasus hukum. Dalam hal ini, teknik editing dengan pemberian warna kelabu sangat mendramatisir konsep-konsep yang tergambar. Secara psikologis, warna kelabu atau abu-abu berarti kesederhanaan dan kesedihan.54Kontras dengan kehidupan para artis yang bergelimangan, bebas berekspresi. Namun, tidak dengan Shela Marcia. Harus ditahan karena kasus narkoba dan juga hamil di luar nikah.
Gambar 4.4: Picture in Picture (Soft Parameters)
Gambar 4 diambil dari segmen ”Artis Terseksi”. Pada frame ini terlihat ada dua Dewi Persik. Teknik ini menggunakan efek picture in picture. Patahan antara kedua gambar terlihat halus. Teknik yang dipakai selanjutnya adalah dengan
54
http://dhinata.com/arti-warna.html
memainkan soft parameter sehingga patahannya terlihat menyatu. Dari frame ini terlihat bahwa editor ingin menonjolkan aura keseksian Dewi Persik. Sambil bernyanyi juga bisa bergoyang. Sudah bukan hal yang tabu bagi Dewi Persik bernyanyi dan bergoyang aduhai demi memanjakan telinga dan mata yang menontonnya. Di sini tergambar bahwa Dewi Persik memang memiliki stamina yang kuat untuk melakukan kedua hal itu. Citra yang terpampang adalah bahwa Dewi Persik seorang penyanyi dangdut bersuara merdu dengan goyangan yang enerjik. Gambar ini mungkin mengkonotasikan pada kita tentang nilai estetika dan norma asusila. Bagi yang lain gambar ini mungkin mengkonotasikan sebagai nilai estetika dalam koreografidan fashion. Namun bagi yang lain lagi, gambar ini merupakan pencitraan dari keseronokan berpakaian dan berlebihan dalam bergoyang sehingga bisa saja menimbulkan birahi dan tentu sudah melanggar norma asusila di masyarakat.
Gambar 4.5: Picture in Picture
Gambar 5 juga diambil dari segmen ”Artis Terseksi”. Dua frame ini menunjukkan gambar yang sama. Perbedaannya adalah arah pandang Dewi Persik. Siasat ini selalu dilakukan oleh para editor jika stock gambar yang dimiliki adalah sebuah
foto atau gambar diam. Tekniknya adalah membalikkan gambar berlawanan arah. Seperti saling membelakangi. Representasi yang peneliti dapat bukanlah dari teknik editingnya saja. Namun kesukaan editor dengan keindahan. Mungkin saja bagi editor gambar ini bisa mewakili keindahan wanita. Sehingga terkesan sangat sangat bila gambar ini hanya dimunculkan satu kali. Lalu dengan teknik editing, tetap memakai gambar ini, editor mulai memanipulasi gambar, yaitu dengan memberikan efek picture in picture. Arah pandang gambar diubah supaya tidak monoton. Jika dilihat dari segi teknik, maka teknik ini bisa dibilang biasa saja. Yang menjadi primadona dalam realitas ini bukanlah teknik maupun efek visual yang digunakan, tetapi terletak pada pemilihan gambar.
Gambar 4.6 : Picture in Picture (Scale and Position)
Gambar 6 ini diambil dari segmen ”Artis Terseksi”. Foto-foto panas Sarah Azhari tentu selalu menarik untuk diberitakan. Foto juga merupakan objek yang sulit dieksplore dalam pemakaian efek visual. Maka cara terbaik adalah dengan menggerak-gerakkannya ke kanan atau ke kiri. Bahkan teknik zoom in dan zoom out kerap menjadi variasi.
Teknik yang digunakan untuk gambar foto ini adalah pertama dengan men-zoom in foto. Kemudian secara berangsur-angsur zoom out sembari menggesar foto sehingga makin terlihat keseluruhan foto. Berbicara mengenai nilai budaya, bangsa Indonesia masih tabu dalam hal berpakaian terbuka. Maka ketika muncul di berita seorang artis Indonesia berfoto bersama teman-temannya dengan pakaian minim, menimbulkan pro dan kontra. Teknik editing ini bisa dibilang cukup sopan. Cukup sopan karena tidak menampilkan keseluruhan gambar secara blak-blakan. Memainkan scale atau ukuran gambar bisa dimanfaatkan untuk meminimalisir hasrat namun sedikit menimbulkan kekecewaan. Artinya, beberapa penonton mengharapkan gambar yang ditampilkan adalah secara utuh.
Gambar 4.7 : Timewrap (fast motion)
Gambar 7 ini juga diambil dari segmen “Artis Terseksi”. Teknik timewrap ini juga diterapkan pada gambar bergerak seperti pada frame ini. Tulisan ”Aura Kasih” akan terasa monoton dan tidak menarik bila ditampilkan apa adanya. Maka editor ”memainkan” efek ini sehingga tulisan terlihat bergerak dari kiri ke kanan dengan cepat.
Peneliti melihat adanya kesan ”dibuang sayang”. Stock gambar ini bisa menjadi variasi dalam menyusun gambar. Jadi, tak hanya gambar manusia saja yang dimunculkan. Gambar berupa tulisan seperti ini bisa dimunculkan dan akan daya tarik penonton. Gambar panning dari kiri ke kanan akan terlihat monoton, tapi tidak lagi saat efek percepatan (fast motion) mendampinginya.
Gambar 4.8 : Picture in Picture (moving)
Gambar 8 ini masih dalam segmen yang sama yaitu ”Artis Terseksi”.Efek ini terlihat sederhana dan cepat. Namun sebenarnya memerlukan teknik untuk bisa membuatnya menjadi menarik. Potongan gambar yang sama ditumpuk pada 2 track yang berbeda. Kemudian secara teknis, gambar 1 ditarik ke kiri kemudian ke kanan. Waktunya juga disesuaikan. Sehingga akhirnya terjadilah seolah jiwa Aura Kasih keluar dan masuk kembali. Jika dirunutkan, gambar yang ditampilkan ini merupakan potongan gambar dari video klip lagu “Mari Bercinta” milik Aura Kasih. Sebuah video klip
tentunya sudah mengalami proses penyuntingan. Jadi, stock gambar ini sebenarnya tidak perlu diedit lagi. Tinggal potong, dan tempel. Tapi, bagi editor hal ini kurang memberikan kesan baik. Maka yang selanjutnya ditampilkan adalah bagaimana membuat potongan video klip tadi lebih menarik. Kesan tarik-menarik yang ditampilkan melalui efek ini memang berhasil membuat gambar ini lebih menarik dan eksklusif. Tidak sekedar copy-paste dari video klip.
Gambar 4.9 : Picture in Picture (scaling)
Gambar 9 diambil dari segmen ”Artis dan Kawin Cerai”. Teknik zoom in/ zoom out ini dilakukan dengan membubuhkan efek picture in picture. Karena posisi gambar akan bisa dikendalikan melalui efek ini. Kemonotonan sebuah gambar diam juga bisa dikreasikan melalui efek ini. Kisah cinta segitiga antara Halimah, Bambang dan Mayang Sari ini memang dramatis. Foto yang ditampilkan ini menggambarkan pernikahan siri antara Bambang dan Mayang Sari. Gambar ini diambil dari sebuah surat kabar. Tentu saja karena bentuknya yang statis, maka teknik editing ini diterapkan. Rasa penasaran juga akan muncul kala gambar yang dimunculkan pertama kali adalah hanya bagian dada ke bawah. Penasaran siapakah yang berada dalam foto tersebut. Penasaran apa yang sedang objek lakukan. Ketika foto dimundurkan
dan berangsur-angsur terlihat keseluruhannya, maka rasa penasaran itu juga semakin memudar. Jelas sudah siapa yang berada di dalam foto itu, meskipun memang tidak terlalu jelas. Ternyata ada tiga orang yang sedang duduk di sofa dan sedang berdoa.
Gambar 4.10 : Picture in Picture (Scaling)
Gambar 10 diambil dari segmen ”Artis Tempramental”. Aksi koboi yang dilakukan oleh Parto Patrio ini memang tak juga bisa dilupakan. Mengacungkan senjata api di antara kerumunan wartawan. Gambar diam ini diawali oleh objek pistol yang diangkat oleh Parto kemudian berangsur-angsur menjauh sehingga terlihatlah Parto yang sedang mengacungkan pistol. Efek picture in picture bisa digunakan untuk mengatur ukuran (size) gambar. Gambar ini adalah gambar diam. Teknik seperti ini memang sering dilakukan oleh para editor agar gambar lebih dinamis. Kekuatan yang terkandung dalam efek ini memang menimbulkan berbagai persepsi di mata penonton. Apa
yang sebenarnya dipegang oleh gambar tangan itu? Siapa yang membawa benda itu? Untuk apa benda itu? Semua persepsi yang muncul bertubi-tubi itu terjawab ketika seluruh gambar muncul. Ternyata ini adalah kasus yang tidak bisa dilupakan oleh masyarakat khususnya pekerja media infotainment. Dimana Parto Patrio mengacungkan senjata api. Atau bisa saja representasi yang muncul adalah saya – penonton – sudah tahu siapa yang akan dibahas, pasti kasus Parto yang mengacungkan pistol. Hal ini bisa saja terjadi karena kasus ini memang pernah menjadi heboh. Editor bermaksud menegaskan apa yang terjadi dan sekaligus mendramatisir keadaan. Gambar yang diam seperti ini sudah menggambarkan kemarahan Parto. Gambar yang bergerak zoom out hanya untuk menegaskan perilaku Parto pada saat itu yang membahayakan jiwa wartawan.
Gambar 4.11: Picture in Picture, Color effect, Superimpose
Gambar 11 diambil dari segmen “Artis dan Kasus Hukum”. Seperti pada pembahasan sebelumnya, Shela Marcia terjerat hukum karena masalah narkoba. Pada kedua frame ini terdapat multi efek segmen, yaitu picture in picture, colour effect dan superimpose.
Dari kedua gambar ini Shela Marcia seolah memiliki dua kehidupan yang berbeda. Sebagai artis, model dan juga penghuni lapas karena terjerat kasus narkoba. Penggambaran Shela dengan kepala di bawah memperliatkan bahwa kehidupannya sedang berada di titik rendah. Warna kelabu juga semakin mendukung betapa kelamnya kisah seorang Shela Marcia. Masih muda sudah terkena kasus hukum dan menjalankan kehamilan di luar nikah.
Gambar 4.12: Timewrap (slow motion)
Gambar 12 diambil dari segmen “Artis Terseksi”.Gerakan Julia Perez (Jupe) diperlambat
dari
gerakan
sebenarnya.
Pemberian
efek
ini
semakin
memperlihatkan betapa seksinya Jupe hingga bisa masuk dalam kategori artis terseksi versi OBSESI. Selain itu, gerakan seperti ini akan lebih sensual jika diberi efek slow motion seperti ini Dengan adegan Jupe yang menari-nari seperti itu ditambah lagi dengan gerakan lambat, penonton bisa merasakan nilai-nilai yang terbesit secara implisit. Seksi, cantik, fashionable, menggairahkan, wanita penggoda, dan lain sebagainya.
Gambar 4.13: Timewrap (slow motion)
Gambar 13 ini masih diambil dari segmen ”Artis Terseksi”. Kesan seksi dan menggairahkan akan terasa nyata jika efek yang diterapkan dalam shot goyangan ini adalah efek slow motion. Goyangan nakal ini semakin memperlihatkan bahwa trio macan ini memang pantas berada dalam jajaran artis terseksi versi OBSESI. Bisa juga editor sangat menikmati situasi ini. Menikmati goyangan pinggul ketiga biduan ini. Sehingga tak salah jika akhirnya editor memilih menggunakan efek slow motion sebagai pengiring gambar. Dan sebagai penonton, saya juga menyukai ini. Jika dilihat dari segi kesopanan di masyarakat, tentunya efek ini tidak pantas. Namun, karena temanya adalah artis terseksi, maka gambar serta penyertaan efek slow motion seperti ini sangat mendukung.
Gambar 4.14 : Timewrap (slow motion)
Gambar 14 diambil dari segmen ”Artis Petualang Asmara”. Wajah cantik dan imut Poppy Bunga saat sedang memasang rompi pelampung terlihat makin
menggemaskan dengan efek slow motion ini. Maka wajarlah jika banyak pria yang tertarik padanya. Sudut pengambilan gambar sangat cocok dengan ekspresi Poppy Bunga. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dalam efek ini. Peneliti hanya ingin menunjukkan, kalau efek slow motion ini bisa menimbulkan berbagai pemaknaan di berbagai penandaan. Pemaknaan bahwa Poppy Bunga terlihat menggemaskan akan hilang jika efek yang dipakai bukanlah slow motion melainkan fast motion. Tentu ekspresi Poppy Bunga akan terlihat lucu dan aneh.
Gambar 4.15: Timewrap (Slow motion) Gambar 15 ini juga diambil dari segmen ”Artis Petualang Asmara”. Efek slow motion ini makin memperlihatkan sifat manja Poppy Bunga kepada Mandala Soji
Gambar 4.16 : Timewrap (Slow motion)
Gambar 16 diambil dari segmen “Artis Tempramental”. Sikap tempramental para selebritis Indonesia agaknya semakin banyak saja. Adegan pembuka pada segmen Artis Tempramental versi OBSESI ini dibalut dalam efek slow motion. Terlihat Baim Wong yang sedang menarik paksa salah seorang wartawan. Adegan ini memang akan terlihat lebih dramatis bila dibubuhi efek ini. Ekspresi kesal Baim Wong juga semakin terlihat. Jelas ini akan membangkitkan emosi penonton. Peneliti yang juga sekaligus sebagai penonton ikut merasakan emosi yang tercipta saat menonton bagian ini.
Gambar 4.17 : Timewrap (Slow Motion)
Gambar 17 diambil dari segmen ”Artis Tempramental”. Ini adalah kejadian Ahmad Dhani yang menampis mikrofon berlogo stasiun televisi nasional. Kasus tidak bisa dilupakan oleh kalangan pekerja media khususnya media infotainment. Sifat tegas Ahmad Dhani ini terkadang menimbulkan emosi sesaat yang merugikan pihak lain. Lagi-lagi efek yang digunakan adalah slow motion. Karena memang kejadian yang sebenarnya berlangsung sangat cepat. Akan lebih terlihat dengan melambatkan gerakannya. Dari sini terlihat ada tangan (tangan Ahmad Dhani)
yang dengan
tiba-tiba
menampis tangan
seorang
reporter
yang
akan
mewawancarai Mulan Jameelah. Gerakan tersebut berlangsung cepat. Editor sengaja membubuhi efek slow motion agar penonton bisa melihat dan menilai perbuatan Ahmad Dhani tersebut. Editor ingin mengarahkan penonton untuk mengutuk perbuatan penyanyi, pencipta lagu sekaligus pentolan menejemen Republik Cinta tersebut. Dalam hal ini perbuatan Ahmad Dhani bagi pekerja media sangatlah tidak pantas.
Gambar 4.18: Tmewrap (Slow Motion) Gambar 18 ini juga masih mengenai Ahmad Dhani dalam egmen ”Artis Tempramental”. Selain menampik mikrofon, Ahmad Dhani juga menyingkap kamera milik salah satu televisi nasional. Kejadian ini memang lebih terkesan dramatik jika dimasukkan efek slow motion. Dari sisi ini, penonton bisa menilai siapa sebenarnya yang lebih dulu mencari ”masalah”. Tetapi tetap saja bagi kalangan pekerja media, perbuatan Ahmad Dhani ini tidak pantas. Jika dikaji dalam sudut pandang penonton, maka terdapat tiga kubu. Kubu pertama adalah penonton yang membela Ahmad Dhani; kubu kedua adalah penonton yang membela pekerja media; dan yang ketiga adalah kubu penonton pasif, dalam arti tidak mendukung keduanya. Kubu pertama mungkin merasa kesal dengan pekerja media yang selalu mencari berita dengan tidak memperhatikan keadaan artisnya sehingga wajarlah jika akhirnya sang artis
menjadi marah. Kubu kedua menganggap tindakan Ahmad Dhani sangat arogan dan tidak pantas dilakukan oleh seseorang yang mempunyai nama besar seperti dirinya. Kubu ketiga, mereka tidak mempedulikan siapa yang salah dan yang benar. Mereka hanya ingin mendengarkan beritanya saja. Kalau efek slow motion ini menegaskan bahwa seolah-olah Ahmad Dhanilah yang bersalah. Bertindak arogan membuang mikrofon berlogo stasiun televisi nasional sehingga kamera yang sedang menyorot ikut tersingkap.
Gambar 4.19 : Timewrap (Slow Motion) Gambar 19 ini merupakan perwakilan dari seluruh rangkaian segmen ke enam yang bertemakan ”Artis dengan Predikat Duren (Duda Keren)”. Keseluruhan dari segmen ini menggunakan efek slow motion. Terlihat bagaimana mengalami perceraian bukanlah hal yang patut diekspos secara berlebihan. Efek slow motion telah menggambarkan bagaimana keretakan rumah tangga para artis ini yang tentu saja menyakitkan dan menyedihkan. Selain itu, efek ini sangat serasi berdampingan dengan backsound yang mendayu-dayu milik Agnes Monica.
Membangun emosi adalah hal yang paling penting dalam mengedit. Seperti yang dikatakan oleh Walter Murch, kriteria ideal yang pertama dalam hal penyuntingan adalah ’emosi’, kemudian ’cerita’ dan terakhir adalah ’ritme’, dimana kesemuanya itu saling berhubungan.55 Dalam hal ini, efek slow motion bisa membawa emosi penonton untuk ikut merasakan kepedihan yang dirasakan para artis yang mengalami perceraian.
Gambar 4.20 : Timewrap (Fast Motion)
Gambar 20 diambil dari segmen “Artis Terseksi”. Teknik fast motion yang diterapkan dalam frame ini menunjukkan bahwa kisah cinta Dewi Persik dengan Aldi Taher berjalan begitu ringkas dan cepat. Zoom in yang diambil oleh kameramen dimanfaat oleh editor dengan menambahkan efek percepatan. Selain itu, peneliti melihat fungsi efek ini adalah untuk menghemat durasi sekaligus menunjukkan kemampuan editor.
55
Valerie Orpen, Film Editing: The Art of The Expressive, Wallfower Paperback, London, 2003, hal: 9
Gambar 4.21 : Timewrap (Fast Motion)
Gambar 21 ini diambil dari segmen “Artis dan Kawin Cerai”. Gambar foto-foto pernikahan Manohara dengan Pangeran Kelantan, Muhammad Tengku Fakri diambil oleh kameramen secara panning. Sehingga tidak perlu menggunakan teknik “gerak” lagi saat editing. Teknik yang digunakan adalah fast motion, sehingga gambar yang diambil terlihat lebih cepat dari kecepatan normal. Teknik ini digunakan karena bila dilihat dalam keadaan normal, artinya pada kecepatan yang sesungguhnya. Gambar yang dihasilkan goyang dan bisa membuat mata sakit. Untuk menghindari itu, maka teknik digunakan.
Gambar 4.22 : Picture in Picture (Scaling)
Gambar 22 ini diambil dari segmen ”Artis Terhoki”. Lagi-lagi gerakan zoom in dan zoom out masih menjadi primadona untuk mensiasati gambar diam. Peneliti melihat pemberian efek ini memang menjadi pilihan pertama untuk gambar tidak bergerak atau foto. Melebar dari pembahasan, pemilihan gambar ini mungkin
karena library tidak memiliki stock gambar Omas. Sehingga, gambar ini yang dipakai. Untuk mensiasati gambar diam, maka ukuran gambar bisa dimainkan. Teknik ini adalah teknik yang paling sederhana dan aman. Sederhana artinya tidak perlu membubuhkan efek lain. Aman artinya kekurangan stock gambar dapat teratasi.
Gambar 4.23 : Picture in Picture (Scaling) Sama seperti gambar sebelumnya, gambar 23 ini juga diambil dari segmen yang sama, yaitu “Artis Terhoki”. Ekspresi pelawak Omas dalam foto ini sudah terlihat lucu. Sehingga dengan efek zoom in saja sudah cukup bagi penonton untuk merepresentasikan kelucuan Omaswati. Terlihat dengan pose Omas yang sederhana diiringi dengan senyum yang lebar dan lirikan lucu. Wajahnya yang bisa dikatakan kurang menarik, terlihat lebih eksotik dengan ekspresinya dalam gambar foto ini. Siapa sangka dengan wajahnya yang seperti ini, Omaswati bisa meraih kesuksesan. Hal inilah yang tergambarkan dalam pemberian efek ini.
Gambar 4.24: Color Effect (gray) Gambar 24 ini diambil dari segmen “Artis Terseksi”. Warna yang dipilih pada frame ini adalah warna kelabu. Terlihat seperti film lama. Namun sebenarnya ini adalah permainan colour effect sehingga gambar terlihat klasik. Jika ditinjau dari isi berita dalam segmen ”Artis Terseksi”, gambar ini sama sekali tidak mewakilinya. Gambar ini bisa dikatakan sebagai variasi gambar. Terlepas dari pemilihan gambar, efek yang digunakan memberikan warna lain dalam pemberitaan mengenai Rahma Azhari. Warna kelabu identik dengan hitam dan putih. Seperti melihat tayangan di masa dulu. Dimana warna yang tersedia hanya hitam dan putih. Maka, dalam representasi pewarnaan ini ingin menunjukkan bahwa gambar ini adalah gambar yang diambil beberapa waktu yang sudah cukup lama.
Gambar 4.25 : Color Effect (sephia) Gambar 25 ini adalah gambar yang diambil dari segmen ”Artis Petualang Asmara”. Dini Aminarti terlihat bahagia bersama mantan kekasihnya. Efek warna
sepia ini sangat cocok disandingkan dengan frame ini. Yang berarti bahwa kejadian ini telah lama berlangsung dan menjadi potret masa lalu seorang Dini Aminarti. Terlihat seperti foto lama yang telah usang. Warna sephia ini menunjukkan bahwa mereka pernah bersama, namun sekarang sudah tidak lagi.
Gambar 4.26 : Color Effect (gray)
Gambar 26 ini diambil dari segmen ”Artis dan Kawin Cerai”. Masa-masa perkawinan penyanyi dangdut Kristina dengan Al Amin Nasution memang kelam. Efek warna kelabu sangat menggambarkan betapa kelamnya kisah cinta mereka. Selain itu, warna kelabu juga menandakan bahwa gambar yang diambil adalah dokumentasi lama yang ditayangkan kembali. Pada pembahasan kisah cinta Kristina dengan Al Amin Nasution banyak dibubuhi efek warna kelabu. Dari sini dapat direpresentasikan sebagai berita ini adalah sebuah kisah kasih di masa lalu yang pilu telah berakhir. Ditambah lagi mantan suami Kristina ini terlibat kasus korupsi
Gambar 4.27 : Color Effect Gambar 27 ini diambil dari segmen ”Artis Terhoki”. Pemberian macam-macam efek warna pada segmen terakhir ini hanya pada saat pembahasan vokalis Kangen Band yang tidak jelas gambarnya. Dari realitas ini menurut peneliti ada unsur ketidak senangan editor terhadap vokalis band ini. Terbukti dari ketujuh artis yang ditampilkan, hanya saat pembahasan Andika yang paling banyak memainkan efek warna. Yang terjadi adalah gambar yang kabur dan tidak jelas serta menyakitkan mata.
Gambar 4.28 : Blur Gambar 28 ini diambil dari segmen “Artis Terseksi”. Sesuai dengan pasal 6 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 03 Tahun 2007 tentang Standar
Program Siaran yang berkaitan dengan standar isi siaran, yaitu yang berkaian dengan norma kesopanan dan kesusilaan. Maka setiap yang terlihat vulgar tidak boleh ditampilkan apa adanya. Pemberian efek blur ini bermaksud untuk menayangkan foto ”panas” sekaligus mematuhi peraturan.
Gambar 4.29 : Freeze Frame, Picture in Picture (scaling)
Gambar 29 ini diambil dari segmen ”Artis Tempramental”. Freeze secara harfiah berarti beku. Dalam istilah editing, freeze berarti membuat gambar yang tadinya bergerak menjadi diam beberapa saat. Efek yang dipakai pada adegan VJ Marissa yang menampis kamera ini adalah perpaduan antara efek Freeze dan zoom in-zoom out (scaling pada picture in picture). Freeze dilakukan saat VJ Marissa mengulurkan tangannya pada
sorotan lampu kamera. Gambar yang diam tersebut kemudian dimaju-mundurkan sehingga terlihat membesar dan mengecil keukuran semula. Peneliti memaknai penggunaan teknik ini bertujuan ingin memperlihatkan ekspresi VJ Marissa yang sedang kesal karena kedatangan wartawan. Entah siapa yang salah dan yang benar dalam hal ini, peneliti melihat bahwa gambar bergerak bisa dibuat diam, mengecil dn membesar. Sehingga menimbulkan asumsi bahwa kejadian ini bisa menjadi gambar yang sangat menarik dan eksklusif. Selanjutnya adalah hasil penelitian mengenai efek transisi. Efek transisi adalah efek yang diberikan pada tiap patahan antar gambar. Sebuah transisi adalah titik dimana dua klip saling bertemu.56 Pemberian efek ini adalah untuk memperhalus serta menyambungkan cerita apabila terdapat gambar yang jumping. Efek transisi yang peneliti hadirkan adalah merupakan perwakilan dari beberapa efek visual yang sama yang digunakan dalam tayangan ini. Pertimbangannya adalah makna yang terkandung sama. Hasil penelitian pada efek transisi adalah sebagai berikut:
Gambar 4.30 : Dip to Colour (gray)
Gambar ini diambil dari segmen “Artis Terseksi”. Efek ini sebenarnya sangat cepat dan hampir tak terlihat oleh mata. Karena hanya seperti mata yang sedang 56
AVID Xpress DV: Buku Petunjuk Penggunaan AVID , Hal: 122
berkedip. Peneliti melihat efek ini diterapkan sebagai variasi dalam perpindahan gambar. Dewi Persik yang pada gambar 1 sedang menari menghadap samping kemudian berganti dengan gambar 2 yaitu menari menghadap depan dengan kostum yang berbeda. Peneliti melihat realitas ini seperti penyihir yang dapat merubah sesuatu hanya dengan mengedipkan mata saja. Warna abu-abu menjadi celah atau titik penyambungan. Seolah-olah ini adalah sebuah sihir. Dewi Persik yang tadinya memakai kostum berwarna putih, tiba-tiba berubah memakai pakaian berwarna merah.
Gambar 4.31 : Dissolve Gambar 31 ini juga diambil pada segmen yang sama, yaitu “Artis Terseksi”. Secara pengertian, Dissolve adalah perpindahan shot secara berangsur-angsur, akhir dari suatu shot sedikit demi sedikit bercampur dengan shot berikutnya, shot pertama hilang secara perlahan-lahan ditimpa oleh shot kedua yang muncul secara perlahan makin lama makin jelas. Dissolve adalah sebuah transisi video atau audio dimana gambar dari sebuah sumber mengabur secara gradual, sementara gambar dari sumber lain menggantikannya.57
57
AVID Xpress DV: Buku Petunjuk Penggunaan AVID, hal: 122
Pada umumnya dissolve digunakan untuk jembatan penghubung atau transisi dari shot action, pergantian tempat dan waktu, dan menunjukkan hubungan yang erat antara 2 shot atau adegan. Peralihan adegan dari Total shot ke Close Up atau sebaliknya, akan lebih luwes dan menarik dengan menggunakan dissolve. Gerakan akan bercampur pada waktu yang bersamaan, menunjukkan hubungan yang kuat antara 2 shot dan adegan tidak saling mengganggu. Gambar-gambar yang dihadirkan pada tabel ini hanyalah sebagai perwakilan dari sekian banyak efek dissolve yang dipakai. Pada dasarnya, pemakaian efek ini adalah untuk menghubungkan dua gambar yang jump shot namun masih berhubungan dengan shot sebelumnya. Misalnya saja perpindahan gambar ini. Dilihat dari pengambilan kameranya, dari medium shot menuju close shot. Jika tidak diberi efek dissolve, maka penonton akan kaget dengan perpindahan gambar ini. Itulah fungsinya megapa efek dissolve ini diselipkan.
Gambar 4.32 : Dissolve Secara fungsi, efek dissolve pada gambar ini berfungsi sama, yaitu untuk memperhalus transisi. Representasi dari realitas ini menunjukkan bahwa editor memang senang dengan shot Dewi Persik ini. Dissolve menjadi pilihan karena
secara fungsi memang memperhalus transisi. Mungkin yang diinginkan oleh editor adalah perpindahan yang halus, sehingga kesan seksi tidak berkurang.
Gambar 4.33: Strech Out Goyangan aduhai seorang Dewi Persik memang mengundang birahi. Tubuhnya yang padat berisi semkin terlihat sexy saat transisi ini menggunakan efek strech out. Bagian tubuh belakang Dewi Persik semakin terlihat melebar dan kemudian berganti dengan gambar selanjutnya.
Gambar 4.34 : Strech Out Efek transisi yang sama pun diterapkan pada tulisan “Aura Kasih, Malikat Penggoda dengan Hits MARI BERCINTA”. Semakin terkesan tidak monoton meskipun gambar yang diambil hanyalah sebuah tulisan promo tentang single perdana Aura Kasih. Kesan yang timbul adalah single Mari Bercinta milik Aura Kasih ini semakin membludak dan melebar ke penjuru tanah air.
Gambar 4.35 : Dip to Colour (white) Efek transisi yang dipakai seperti kilatan jepretan foto. Menggambarkan apa yang dilakukan oleh seseorang yang sedang memegang kamera foto tersebut. Dip to colour sebenarnya tidak hanya menghasilkan warna putih. Warna lain juga bisa disesuaikan dengan keinginan editor. Hanya saja, pada gambar ini warna putih lebih cocok diterapkan. Pertama, karena gambar sebelumnya adalah gambar seseorang yang memegang kamera dan ingin memotret sesuatu. Dan cocok karena pada gambar berikutnya terlihat orang tadi memang sedang memotret orang lain di dalam ruangan.
a)
b) Gambar 4.36 a) dan b) : Dip To Colour (white)
Efek dip to colour ini juga pas sekali dengan frame-frame foto. Seolah-olah, frame yang dihadirkan adalah dari hasil kilatan lampu kamera foto. Membuat kesan bahwa frame ini berasal dari kamera foto sendiri.
Gambar 4.37 : Illusion FX (Pagecurl) Efek transisi ini menjadi ciri khas. Pada tiap pergantian artis maka dimunculkan efek ini. Sekilas terlihat seperti membalik kertas saat sedang membaca buku yang berarti memindah halaman. Secara eksplisit berarti berpindah topik atau gagasan. Sehingga halaman berikutnya adalah pembahasan yang berbeda namun masih berhubungan dengan halaman sebelumnya. Efek ini diterapkan pada semua segmen sehingga seolah menjadi ciri khas episode khusus Ulang Tahun Global TV yang ke tujuh.
Gambar 4.38 : Push Memberi kesan santai setelah melihat goyangan pinggul Trio Macan. Menyingkirkan hal-hal yang tadinya membuat hati berdegub setelah melihat goyangan Tio Macan ini. Mendorong emosi ke hal yang lebih santai.
Gambar 4.39 : Picture in Picture (crop, soft parameter), color effect Teknik yang digunakan adalah picture in picture dengan cut to cut. Gambar yang berganti-ganti dengan cepat setara dengan kedipan mata. Tekniknya adalah, gambar bagian atas dan bawah di-crop. Pada posisi yang diinginkan diberi keyframe (penanda). Gambar berikutnya pun menggunakan teknik yang sama. Sehingga terlihat seperti kedipan mata. Yang tertangkap oleh mata adalah sekelebat gambar seorang Tyas Mirasih yang berganti-ganti pose. Menurut peneliti, editor ingin menonjolkan kemampuannya melalui teknik editing ini. Tidak banyak editor yang mampu dan menguasai efek dan teknik sekaligus. Apalagi software editing yang digunakan tergolong baru dalam industri pertelevisian Indonesia. Warna yang dipilih cukup eksotis dan sesuai dengan penggunaan efek transisi. Warna hitam dan putih. Hitam berarti warna yang
memberi suasana penuh perlindungan, gagah, megah, dan elegan. Sedangkan putih berarti menggambarkan kebersihan, kepolosan dan kemurnian58 Peneliti juga melihat imajinasi editor yang menginginkan setiap dia mengedipkan matanya, maka selalu ada wanita cantik di hadapannya.
Gambar 4.40: Lava Flow 6 Efek ini digunakan agar mata penonton tidak jengah dengan efek visual yang sama. Lebih jauh lagi, peneliti mepresentasikannya sebagai sebuah biduk rumah tangga yang selalu diterpa ombak. Penuh kelimbungan dan tak tentu arah.
58
http://kumpulan.info/griya/tips-rumah/44-tips/171-makna-warna-cat-rumah.html
4.2.3. Ideologi Ideologi bekerja untuk menghasilkan makna melalui tanda. Menurut Ronald Barthes, petanda-petanda dalam konotasi adalah fragmen-fragmen ideologi, yang menjalin hubungan komunikasi yang sangat erat dengan produksi sosial (kebudayaan, pengetahuan, sejarah, dll).59 Peneliti menemukan ideologi-ideologi yang terkandung pada pemberian efek visual pada tayangan OBSESI Sore Edisi Spesial Ulang Tahun Global TV yang ke tujuh. Adapun ideologi ini ditemukan berdasarkan pengamatan maupun melalui wawancara terbuka dengan editor yang bersangkutan. Wawancara dilakukan secara terbuka, mengingat hasil pemikiran mengenai editing ini bersifat seperti sharing atau diskusi. Prosesnya bersifat diskusi, sehingga peneliti dapat lebih memahami kepentingan editor dan mendalami tentang editing itu sendiri. Selain dari hasil pengamatan dan wawancara dengan editor, peneliti menelaah semua efek visual yang digunakan. Hal ini dilakukan guna menyelami dan memahami makna sebenarnya dibalik penggunaan efek visual editing. Relasi antara tanda (relitas) dan makna (representasi) serta konotasinya pada satu sisi, dan penggunaannya pada sisi yang lain, bersifat ideologis. Ideologi yang peneliti maksud bukanlah seperangkat nilai dan cara pandang yang statis, namun sebuah praktik. Ideologi menempatkan peneliti sebagai penonton aktif berdasarkan fakta bahwa peneliti mampu untuk menganalisis dan merespons secara tepat terhadap tanda (realitas) dan makna (representasi) baik secara denotasi maupun konotasi. Semua komunikasi ditujukan
59
Kris Budiman, op.cit, hal: 49
pada seseorang, dan dalam menyampaikannya tentu saja menempatkan orang itu dalam suatu relasi sosial. Dalam mengakui diri kita sendiri sebagai sasaran dan dalam memberi respons pada komunikasi, maka kita berpartisipasi dalam konstruksi sosial kita sendiri, sehingga karenanya bersifat ideologis.60 Komunikasi yang peneliti maksudkan adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan yang berupa tayangan infotainment OBSESI Sore edisi spesial ulang tahun Global TV yang ke tujuh. Peneliti merasa sebagai sasaran yang dituju oleh tayangan tersebut. Sehingga apa yang ditangkap oleh panca indera peneliti direspon dan dimaknai oleh peneliti. Makna-makna yang ditemukan oleh peneliti ternyata mengarah kepada ideologi yang tersirat di dalamnya. Dalam analisis terhadap pemaknaan efek editing tayangan infotainment OBSESI Sore edisi ulang tahun Global TV yang ketujuh, teori John Fiske dapat membawa kepada ideologi yang dikemukakan dalam efek editing itu, yaitu bahwa editor tidak bisa melepaskan keegoisannya dalam profesionalitas pekerjaan. Dalam analisis terlihat bagaimana editor menempatkan efek-efek dengan perlakuan berbeda terhadap artis-artis tertentu. Ketika editor menyunting artisartis cantik dan tampan, efek-efek visual yang digunakan menunjukkan kreatifitasnya. Contohnya adalah suntingan berita segmen artis terseksi. Begitu banyak kreatifitas dan keunikan dalam membubuhkan efek. Membuat gambar semakin menarik dan enak untuk disimak. Lain halnya ketika menyunting berita pada segmen artis terhoki. Pada pembahasan Andika, vokalis Kangen Band, efek
60
John Fiske, op.cit: 241
visual yang digunakan tidak mencerminkan profesionalitas editor. Gambar dibuat tidak jelas, menggunakan warna-warna yang menyilaukan mata. Semua efek visual yang
dibubuhkan merupakan ekspresi dari editor.
Editor berusaha menunjukkan kemampuannya dalam berkreasi dan penguasaan teknologi. Kemampuan berkreasi di sini adalah bagaimana cara dia berpikir sehingga dapat membuat semua gambar yang disunting menjadi menarik dan terlihat ”wah” baik di mata produser, di mata penonton, dan bahkan di mata sesama editor. Editor berusaha mengarahkan emosi penonton dengan efek-efek dan teknik yang ia gunakan. Sebagai contoh adalah teknik yang diterapkan pada segmen ”Artis Terseksi”. Awal segmen menunjukkan teknik cut to cut yang cepat dan sesuai dengan ketukan irama. Bagi penonton itu merupakan pembukaan yang menarik. Dan itulah yang diinginkan oleh editor. Merasa bangga bila karyanya disenangi. Keterbatasan waktu yang diberikan atau deadline mengharuskan editor berpikir cepat dan praktis. Teknologi sudah semakin canggih. Aplikasi software editing dapat membantu pekerjaan editor. Ditambah lagi banyaknya pilihan menu semakin memudahkan editor berkreasi. Tayangan-tayangan pada edisi ini disunting dengan menggunakan software editing AVID. Bagi sebagian editor, AVID merupakan barang baru dan perlu dipelajari. Penguasaan teknologi ini sangat diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Itulah mengapa peneliti menyebutkan bahwa editor ingin menunjukkan kemampuannya dalam penguasaan teknologi, khususnya dalam menggunakan aplikasi AVID.
Efek Illusion FX (Pagecurl) yang selalu muncul dalam setiap pergantian berita merupakan efek mentah. Artinya efek ini sudah tersedia dalam menu, tinggal di-drag dan selesai sudah. Tidak perlu lagi mengubah-ubah parameter agar terlihat seperti sedang membalikkan halaman. Penerapan efek ini bisa dibilang cukup pintar. Karena ternyata seolah-olah menjadi sebuah ciri khas dari tayangan perdana OBSESI Sore. Padahal teknik ini sangatlah mudah. Tindakan yang pintar dan orisinal. Editor memiliki indepedensi berekspresi dalam menyunting gambar. Sehingga semua keputusan diambil oleh editor. Baik mengenai pemilihan gambar, maupun efek-efek visual yang digunakan. Syaiful Halim mengatakan dalam bukunya Gado-Gado Sang Jurnalis, Editor berperan dalam memunculkan makna pada gambar-gambar yang didapat, sekaligus membuatnya disebut berita televisi. Tanpa gambar dan suara, serta teknik penyuntingan yang tepat, fakta hanya akan menjadi fakta. Artinya, fakta itu tidak akan pernah menjadi berita.61 Kalau pun pada akhirnya produser program tidak menyukai hasil suntingannya toh editor tetap memiliki hak penuh untuk mengekspresikan kreatifitasnya. Pemaknaan dari realitas yang ada pada akhirnya memunculkan ideologi. Ideologi yang dimaksudkan adalah ideologi editor. Bagaimana cara ia berpikir dibalik penggunaan efek visual pada tayangan OBSESI. Ideologi paling kuat terlihat ketika editor mengerjakan segmen Artis Terseksi. Peneliti melihat bahwa editor adalah tipikal orang pencinta keindahan atau estetika. Maka setiap artis yang cantik, terutama saat segmen Artis Terseksi diberikan efek yang bisa 61
Syaiful Halim, Gado-gado Sang Jurnalis: Rundown Wartawan Ecek-ecek, 2009, Gramata Publishing, Depok, hal: 99
menambah aura kecantikan dan keseksian para artis tersebut. Misalnya dengan menambahkan efek slow motion sehingga kesan sensual gerakan si artis menjadi lebih menonjol. Efek picture in picture juga diberikan sehingga pergerakan gambar lebih dinamis. Jika dilihat dari sisi lain, dari beberapa penggunaan efek yang minimalis, maka terlihat bahwa ternyata editor memiliki gaya berpikir yang sederhana. Misalnya dengan hanya menggunakan efek page curl dari efect pallet, di-drag, dan selesai sudah. Namun kesederhanaan cara berpikir ini yang kemudian menjadikan tayangan OBSESI kali ini memiliki ciri khas, yaitu adanya efek transisi yang sama pada setiap segmen berupa page curl. Perlu dilihat mengenai kesemua realitas yang terwujud dari ideologi editor adalah bagaimana ia mampu mengasilkan karya yang bisa membuat pemirsa merepresentasikan apa yang dia pikirkan dan diwujudkan dalam bentuk efek visual pada tayangan OBSESI.