68 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Responden Penelitian Demografi responden penelitian dapat lihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Distribusi Umur mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (n=357) Variabel Mean SD Minimal Maksimal Umur 19,980 1,50 18 tahun 24 tahun Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa rata-rata umur responden penelitian adalah 19,98 tahun (SD = 1,50). Umur termuda responden penelitian adalah 18 tahun dan tertua 24 tahun. Gambar 4.1 Demografi Responden Penelitian Secara Umum (n=357)
JUMLAH 9 5 18 tahun
73
52
19 tahun 20 tahun
69 81
21 tahun 22 tahun
68
23 tahun 24 tahun
Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa mayoritas responden penelitian berumur 19 tahun.
68
69 4.2
Hasil Penelitian 4.2.1 Analisis Univariat Analisis univariat ini digunakan untuk memberikan gambaran
tiap
variabel
secara
tersendiri,
yaitu
gambaran tentang pengaruh orang tua, pengaruh teman,
pengaruh
iklan,
merokok mahasiswi
di
kepribadian
dan perilaku
Universitas Kristen
Satya
Wacana Salatiga. 4.2.1.1 Pengaruh Orang Tua Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengaruh Orang Tua Mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (n=357) Frekuensi Prosentase Pengaruh orang tua (f) (%) Mendukung 111 31,1 Tidak mendukung 246 68,9 Jumlah 357 100,0 Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan pengaruh orang tua dalam kategori tidak mendukung, yaitu sejumlah 246 dari 357 responden (68,9%), 4.2.1.2 Pengaruh Teman Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pengaruh Teman Mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (n=357) Frekuensi Prosentase Pengaruh teman (f) (%) Mendukung 95 26,6 Tidak mendukung 262 73,4 Jumlah 357 100,0 Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan pengaruh
70 teman dalam kategori tidak mendukung, yaitu sejumlah 262 dari 357 responden (73,4%). 4.2.1.3 Pengaruh Iklan Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Iklan Rokok di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (n=357) Frekuensi Prosentase Iklan (f) (%) Kuat 110 30,8 Tidak kuat 247 69,2 Jumlah 357 100,0 Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat responden menyatakan pengaruh iklan rokok dalam kategori tidak kuat, yaitu sejumlah 247 dari 357 responden (69,2%). 4.2.1.4 Kepribadian Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Keperibadian Mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (n=357) Frekuensi Prosentase Kepribadian (f) (%) Baik 81 22,7 Tidak baik 276 77,3 Jumlah 357 100,0 Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat responden mempunyai kepribadian tidak baik, yaitu sejumlah 276 dari 357 responden (77,3%).
71 4.2.1.5 Perilaku Merokok Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Perilaku Merokok Mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (n=357) Frekuensi Prosentase Perilaku merokok (f) (%) Tidak merokok 236 66,1 Merokok ringan 40 11,2 Merokok sedang 57 16,0 Merokok berat 24 6,7 Jumlah 357 100,0 Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai perilaku merokok dalam tidak merokok, yaitu sejumlah 236 dari 357 responden (66,1%). 4.2.2
Analisis Bivariat Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok mahasiswi
di
Universitas
Kristen
Satya
Wacana
Salatiga. Untuk menguji pengaruh ini digunakan uji chi square, dimana hasilnya disajikan pada tabel berikut ini. 4.2.2.1 Hubungan
Pengaruh
Orang Tua
dengan
Perilaku Merokok Data hasil tabulasi silang antara variabel pengaruh orang tua sebagai variabel bebas dan perilaku merokok sebagai variabel terikat. Tabel 4.7 di bawah ini menunjukkan data hasil tabulasi silang hubungan pengaruh orang tua dengan perilaku merokok
Mahasiswi di Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga.
72 Tabel 4.7 Hubungan Pengaruh Orang Tua dengan Perilaku Merokok Mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (n=357)
Pengaruh orang tua
Perilaku merokok P Merokok Merokok Merok Tidak 2 ringan sedang ok Total X value merokok berat f % f % f % f % f % 82 23,0 14 3,9 12 3,4 3 0,8 111 31,1 8,309 0,040
Tidak Mendukung Mendukung 154 43,1 26 7,3 45 12,6 21 5,9 246 68,9 Jumlah 236 66,1 40 11,2 57 16,0 24 6,7 357 100,0 α = 0,05
Berdasarkan Tabel 4.7 yang menunjukkan hasil analisis hubungan pengaruh orang tua dengan perilaku merokok diperoleh bahwa sebanyak 154 (43,1%) orang tua yang mendukung responden merokok
terlihat
responden
tidak
merokok.
sementara orang tua yang tidak mendukung hanya 82 responden (23,0%) dengan responden tidak merokok. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar
0,040
maka
dapat
disimpulkan
ada
hubungan yang signifikan pengaruh orang tua dengan perilaku merokok. Hasil analisis chi square diperoleh X2 sebesar 8,309 artinya ada hubungan pengaruh orang tua dengan perilaku merokok. 4.2.2.2 Hubungan Pengaruh Teman dengan Perilaku Merokok Data hasil tabulasi silang antara variabel pengaruh teman sebagai variabel bebas dan perilaku merokok sebagai variabel terikat. Tabel 4.8 di bawah ini menunjukkan data hasil tabulasi silang hubungan pengaruh
teman
dengan
perilaku
merokok
73 Mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Tabel 4.8 Hubungan Pengaruh Teman dengan Perilaku Merokok Mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (n=357)
Pengaruh teman
Perilaku merokok P Merokok Merokok Merok Tidak ringan sedang ok Total X2 value merokok berat f % f % f % f % f % 69 19,3 14 3,9 10 2,8 2 0,6 95 26,6 8,780 0,032
Tidak Mendukung Mendukung 167 46,8 26 7,3 47 13,2 22 6,2 262 73,4 Jumlah 236 66,1 40 11,2 57 16,0 24 6,7 357 100,0 α = 0,05
Berdasarkan Tabel 4.8 yang menunjukkan hasil analisis hubungan pengaruh teman dengan perilaku merokok diperoleh bahwa sebanyak 69 responden (19,3%) menyatakan pengaruh teman tidak
mendukung
perilaku
merokok
terlihat
responden tidak merokok. Sedangkan sebanyak 167 responden (46,8%) menyatakan pengaruh teman yang
mendukung
perilaku
merokok
terlihat
responden tidak merokok. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar
0,032
maka
dapat
disimpulkan
ada
hubungan yang signifikan pengaruh teman dengan perilaku merokok. Hasil analisis chi square diperoleh nilai X2 sebesar 8,780 artinya ada hubungan yang signifikan pengaruh teman dengan perilaku merokok 4.2.2.3 Hubungan Iklan dengan Perilaku Merokok Data hasil tabulasi silang antara variabel iklan sebagai variabel bebas dan perilaku
merokok
sebagai variabel terikat. Tabel 4.9 di bawah ini
74 menunjukkan data hasil tabulasi silang hubungan pengaruh iklan dengan perilaku merokok Mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Tabel 4.9 Hubungan Iklan dengan Perilaku Merokok Mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (n=357)
Tidak merokok
Iklan
Tidak kuat Kuat Jumlah α = 0,05
f % 78 21,8 158 44,3 236 66,1
Perilaku merokok P Merokok Merokok Merok ok ringan sedang Total X2 value berat f % f % f % f % 19 5,3 5 1,4 8 2,2 110 30,8 18,84 0,000 21 5,9 52 14,6 16 4,5 247 69,2 40 11,2 57 16,0 24 6,7 357 100,0
Berdasarkan Tabel 4.9 yang menunjukkan hasil analisis hubungan
iklan dengan perilaku
merokok diperoleh bahwa sebanyak 78 responden (21,8%) menyatakan iklan dalam kategori tidak kuat terlihat responden tidak merokok. Sedangkan 158 responden (44,3%) menyatakan pengaruh iklan yang kuat terlihat responden tidak merokok. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar
0,000
maka
dapat
disimpulkan
ada
hubungan yang signifikan iklan dengan perilaku merokok. Hasil analisis chi square diperoleh nilai X2 sebesar 18,84 artinya ada hubungan yang signifikan iklan dengan perilaku merokok. 4.2.2.4 Hubungan Kepribadian dengan Perilaku Merokok Data hasil tabulasi silang antara variabel kepribadian sebagai variabel bebas dan perilaku merokok sebagai variabel terikat. Tabel 4.10 di bawah ini menunjukkan data hasil tabulasi silang hubungan kepribadian dengan perilaku merokok
75 Mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Tabel 4.10 Hubungan Kepribadian dengan Perilaku Merokok Mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (n=357)
Kepribadian
Baik Tidak baik Jumlah α = 0,05
Tidak merokok f % 53 14,8 183 51,3 236 66,1
Perilaku merokok P Merokok Merokok Merok ringan sedang ok Total X2 value berat f % f % f % f % 8 2,2 15 4,2 5 1,4 81 22,7 0,647 0,886 32 9,0 42 11,8 19 5,3 276 77,3 40 11,2 57 16,0 24 6,7 357 100,0
Berdasarkan Tabel 4.10 yang menunjukkan hasil analisis hubungan kepribadian dengan perilaku merokok diperoleh bahwa sebanyak 53 responden (14,8%) responden
mempunyai tidak
kepribadian
merokok.
baik
terlihat
Sedangkan
183
responden (51,3%) mempunyai kepribadian tidak baik terlihat responden tidak merokok. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,886 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan
yang
signifikan
kepribadian
dengan
perilaku merokok. 4.2.3
Analisis Multivariat Tabel 4.11 Hasil analisis regresi logistik ganda pengaruh orang tua, teman. Iklan dan kepribadian terhadap perilaku merokok Koefisien regresi logistik Variabel B P OR (CI 95%) Umur 0,086 0,249 10,67 (0,249-0,225) Pengaruh 0,609 0,023 -34,3 (0,023-0,035) orang tua Teman 0.382 0,134 -55,8 (0,134-0,197) Iklan 0.230 0,421 -52,4 (0,421-0,884)
76 Analisis regresi logistik ganda pengaruh orang tua, teman, iklan dan kepribadian terhadap perilaku merokok menunjukkan hasil pengaruh orang
tua
meningkatkan kemungkinan perilaku merokok pada mahasiswi sebanyak 32 kali lipat dibandingkan dengan bila tidak terdapat pengaruh teman (OR 1,839, Cl 95% 1,087 hingga 3,112). Variabel pengaruh teman, iklan dan kepribadian tidak mempengaruhi perilaku merokok pada mahasiswa. 4.3 Pembahasan 4.3.1 Analisis Univariat 4.3.1.1 Pengaruh Orang Tua Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian besar responden menyatakan pengaruh orang tua dalam kategori mendukung, yaitu sejumlah 246
dari
357
responden
(68,9%).
Sedangkan
responden yang menyatakan pengaruh orang tua dalam kategori tidak mendukung, yaitu sejumlah 111 dari
357
responden
menunjukkan
(31,1%).
sebagian
besar
Hal
tersebut responden
menyatakan pengaruh orang tua dalam kategori mendukung. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik,
mengasuh
dan
membimbing
anak-
anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti
77 yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah dan peran ibu (Gunarsa dalam Soekanto, 2004). Orang tua memegang peranan utama dan pertama bagi kepribadian remaja karena mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan. Dosen di kampus merupakan pendidik yang kedua setelah orang tua di rumah. Mahasiswi merupakan insan yang masih perlu dididik atau diasuh oleh orang yang lebih dewasa dalam hal ini adalah ayah dan pendidik yang
ibu. Jika orang
pertama
berhasil meletakan
dan
dasar
tua sebagai
utama
ini
tidak
kepribadian yang baik
maka akan sangat berat untuk berharap kampus mampu membentuk mahasiswi mempunyai perilaku yang baik (Gunarsa dalam Soerjono Soekanto, 2004). 4.3.1.2 Pengaruh teman Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
responden menyatakan pengaruh teman dalam kategori mendukung, yaitu sejumlah 262 dari 357 responden
(73,5%),
sedangkan
responden
menyatakan pengaruh teman responden dalam kategori tidak mendukung, yaitu sejumlah 95 dari 357 responden (26,6%). Hal tersebut menunjukkan sebagian besar responden menyatakan pengaruh teman dalam kategori mendukung.
78 Berbagai
fakta
mengungkapkan
bahwa
semakin banyak remaja merokok maka semakin besar
kemungkinan
teman-temannya
adalah
perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut
ada
dua
kemungkinan
yang
terjadi,
Pertama, remaja terpengaruh oleh teman-temannya atau
bahkan
teman-teman
remaja
tersebut
dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok
terdapat
87%
mempunyai
sekurang-
kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok (Al. Bachri, 2001). Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian keluar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang
bersifat
rekreatif,
namun
dapat
pula
memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu (Al. Bachri, 2001). Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda
usia,
sosialisasi
dalam
pengalaman, kelompok
dan
bermain
peranan), dilakukan
dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, remaja dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan
79 orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari perilaku yang baik (Al. Bachri, 2001).
4.3.1.3 Iklan Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
responden menyatakan pengaruh iklan rokok dalam kategori kuat, yaitu sejumlah 247 dari 357 responden (69,2%), sedangkan responden yang menyatakan pengaruh iklan rokok dalam kategori tidak kuat, yaitu sejumlah 110 dari 357 responden (30,8%). Hal tersebut menunjukkan sebagian besar responden menyatakan pengaruh iklan rokok dalam kategori kuat. Menurut Suyanto (2005) periklanan merupakan penggunaan media bayaran oleh seorang penjual untuk
mengkomunikasikan
tentang
produk
(ide,
informasi
barang,
persuasif
jasa)
ataupun
organisasi sebagai alat promosi yang kuat. Iklan mempunyai
berbagai
macam
bentuk
(industri,
konsumen, merek, produk, lokal dan sebagainya) yang dirancang untuk mencapai berbagai macam tujuan (penjualan
seketika, pengenalan
merek,
preferensi dan sebagainya). Televisi
adalah
media
yang
sangat
berpengaruh dalam hal memberikan informasi dan ilmu. Jika tidak bisa memilah-milah ilmu atau informasi
tersebut
dengan
baik
atau
tidak
memberikan perhatian khusus pada remaja yang sedang menonton maka dampak buruk dari iklan akan terwujud. Selain dampak baik yang dapatkan ternyata dampak buruk pun bisa didapatkan dari
80 iklan ini. Iklan rokok yang begitu marak di televisi. Tidak bisa
dipungkiri
memiliki
dampak
buruk,
terutama pada anak dan remaja. Dengan maraknya iklan rokok yang dilihat oleh remaja khususnya remaja putri akan memberikan rasa keingintahuan untuk mencobanya. Sehingga saat ini sebagian remaja putri
pernah mencoba rokok (Suyanto,
2005). 4.3.1.4 Kepribadian Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
responden mempunyai kepribadian ekstrovert, yaitu sejumlah
276
dari
357
responden
(77,3%),
sedangkan responden yang mempunyai kepribadian introvert, yaitu sejumlah 81 dari 357 responden (22,7%). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai kepribadian ekstrovert Remaja merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa serta membebaskan diri dari kebosanan. Remaja yang berisiko tinggi adalah remaja-remaja yang memiliki sifat pemuasaan segera, kurang mampu menunda keinginan, merasa kosong dan mudah bosan, mudah cemas, gelisah, dan depresif. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian dari CASA (Columbian
University`s
National
Center
On
Addiction and Substance Abuse), remaja perokok memiliki risiko dua kali lipat mengalami gejala-gejala depresi dibandingkan remaja yang tidak merokok. Para perokok aktif pun tampaknya lebih sering mengalami serangan panik dari pada mereka yang tidak merokok. Banyak penelitian yang membuktikan
81 bahwa merokok dan depresi merupakan suatu hubungan
yang
saling
berkaitan.
Depresi
menyebabkan seseorang merokok dan para perokok biasanya
memiliki
gejala-gejala
depresi
dan
kecemasan (ansietas) (Hidayat, 2007). Setiap
interaksi
pergaulan
yang
intens
kepada teman akan membawa pengaruh. Karena sifat, sikap, tingkah laku jika bersentuhan dengan pribadi seseorang maka akan memberikan dampak bagi orang tersebut. Perilaku yang buruk biasanya akan lebih cepat menular kepada pembentukan kepribadian seseorang. Ibarat penyakit menular yang akan menjangkiti siapapun yang berada didekatnya (Sunaryo, 2002). Orang-orang
dengan
tipe
kepribadian
ekstrovert memiliki ciri-ciri antara lain orientasinya lebih
banyak
tertuju
keluar
(lahiriah).
Pikiran,
perasaan dan tindakan orang-orang dengan tipe kepribadian ekstrovert terutama ditentukan oleh lingkungan sosial maupun non sosial di luar dirinya. Sifatnya
positif
terhadap
masyarakat,
cepat
beradaptasi dengan lingkungan, tindakan cepat dan tegas,
hatinya
terbuka,
mudah
bergaul
dan
hubungan dengan orang lain lancar (Sunaryo, 2002). Kelemahan
orang-orang
dengan
tipe
kepribadian ekstrovert adalah perhatian terhadap dunia luar terlalu kuat yang akan membuatnya tenggelam dalam dunia objektifnya, sehingga akan mengalami kehilangan dirinya atau asing terhadap dunia
subjektifnya.
Di
samping
itu,
mereka
82 cenderung
cepat
melakukan
tindakan
tanpa
pertimbangan yang matang (Sunaryo, 2002). Orang dengan tipe kepribadian ekstrovert lebih efektif belajar melalui pengalaman yang konkret, kontak dengan dunia luar dan berhubungan dengan orang lain. Mereka akan merasa lebih bersemangat ketika bersama orang lain dan berinterakasi dengan mereka, serta sering dapat mengungkapkan ide terbaik mereka jika dapat mengungkapkannya pada orang lain. Mereka tergantung pada stimulasi dari luar dan interaksi dengan orang lain (Sunaryo, 2002). Mahasiswi dengan tipe kepribadian ekstrovert, mengawali aktivitas merokoknya sebagai aktivitas sosial. Mahasiswi dengan kepribadian ekstrovert biasanya memulai perilaku merokoknya karena konformitas teman sebaya dan melakukannya di tempat-tempat umum yang memungkinkan mereka berada di area pergaulan dengan banyak orang. Dengan intensitas perilaku merokok mereka yang terkadang menghabiskan 1-15 lebih setiap harinya, dengan selang waktu 5 menit sampai 1 jam setelah bangun tidur dipagi hari (Sunaryo, 2002). 4.3.1.5 Perilaku merokok Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
responden mempunyai perilaku merokok dalam kategori berat, yaitu sejumlah 24 dari 357 responden (6,7%), perilaku merokok dalam kategori sedang, yaitu
sejumlah
57
dari
357
responden
(16,0%),perilaku merokok dalam kategori ringan, yaitu
sejumlah
40
dari
357
responden
83 (11,2%),responden tidak merokok, yaitu sejumlah 236 dari 357 responden (66,1%). Hal tersebut menunjukkan
sebagian
besar
responden
tidak
merokok. Menurut Ogawa dalam Ulhaq (2008), ada tiga indikator fisik yang biasanya muncul pada perokok berupa
aktivitas
fisik
yaitu
memegang
rokok,
menghisap rokok, dan menghembuskan asap rokok. Aktivitas
psikologis,
merupakan
aktivitas
yang
muncul bersamaan dengan aktivitas fisik. Aktivitas psikologis berupa asosiasi individu terhadap rokok yang dihisap yang dianggap mampu meningkatkan daya
konsentrasi,
pemecahan
memperlancar
masalah,
meningkatkan
meredakan
kemampuan ketegangan,
kepercayaan diri dan penghalau
kesepian. 4.3.2
Analisis Bivariat
4.3.2.1 Hubungan
Pengaruh
Orang Tua
dengan
Perilaku Merokok Hasil
analisis
data
menunjukkan
154
responden (43,1%) menyatakan pengaruh orang tua dalam kategori mendukung akan tetapi responden tidak merokok. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,040 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan pengaruh orang tua dengan perilaku merokok. Salah
satu
temuan
tentang
mahasiswa
perokok adalah bahwa anak-anak muda ini berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua
tidak begitu
memperhatikan anak-anaknya.
84 Orang tua yang memberikan hukuman fisik yang lebih keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibandingkan anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson (2006). Mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang bukan perokok sebagian menyatakan berasal dari rumah tangga yang bahagia dan orang tua yang senantiasa memperhatikan anak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Musdalifah
dan
Setijadi
(2011),
tentang
latar
belakang pendidikan, stress, orang tua, teman dan iklan
dan
perilaku
merokok.
Hasil
penelitian
menunjukkan ada pengaruh orang tua terhadap perilaku
merokok
pada
mahasiswa
Universitas
Sebelas Maret Surakarta. 4.3.2.2 Hubungan Pengaruh teman dengan Perilaku Merokok Hasil
analisis
data
menunjukkan
167
responden (46,8%) menyatakan pengaruh teman dalam kategori mendukung akan tetapi responden tidak merokok. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,032 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan pengaruh teman dengan perilaku merokok. Bagi remaja, rokok dan alkohol merupakan lambang kematangan. Hal tersebut disampaikan oleh Hurlock berdasarkan fenomena di Amerika. Tetapi menurut norma yang berlaku di Indonesia lebih memandang bahwa remaja khususnya remaja yang masih berada diusia sekolah melakukan aktivitas
85 merokok diidentikan sebagai anak yang nakal (Hurlock, 2002). Hampir semua orang mulai merokok dengan alasan
yang
sedikit
sekali
kaitannya
dengan
kenikmatan. Dalam pikiran remaja, rokok merupakan lambang kedewasaan. Sebagai seorang remaja mereka menggunakan berbagai cara agar terlihat dewasa. Untuk membuktikannya mereka melakukan dengan sadar melakukan kebiasaan orang dewasa yakni merokok. Remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa, dengan sembunyi-sembunyi remaja pria mencoba merokok karena seringkali mereka melihat orang dewasa melakukannya (Hariyadi, 2007). Sitepoe (2000) menyebutkan bahwa alasan utama menjadi perokok adalah karena ajakan temanteman yang sukar ditolak, selain itu juga, ada juga pelajar pria mengatakan bahwa pria menjadi perokok setelah melihat iklan rokok. Ini berarti bahwa tindakan merokok diawali dari adanya suatu sikap, yaitu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap respon yang datang dari luar, dalam hal ini adalah rokok. Orang melihat rokok atau melihat orang lain merokok, kemudian ia berpikiran bisa saja orang tertarik (setuju) atau tidak tertarik (tidak setuju), hal ini akan terjadi pada setiap orang. Orang yang setuju, ada kecenderungan akan melakukannya atau menirunya,
bagi
yang
tidak
setuju
tentu
kencenderungannya akan menghindari. Namun ada kecenderungan lain, yaitu dalam hati ia tidak setuju,
86 tetapi kenyataannya ia melakukannya (merokok). Hal ini tentu ada faktor lain yang mempengaruhinya. Di sinilah terjadinya kontradiksi antara sikap dan perbuatan. Mahasiswi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang tidak perokok menyatakan temantemannya yang bukan perokok mendukung mereka untuk tidak merokok karena dorongan dari temanteman sehinga mereka semua bukan perokok Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Komalasari dan Helmi (2011), yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok. Hasil
penelitian
menunjukkan
ada
pengaruh
lingkungan teman sebaya terhadap perilaku merokok pada remaja SMU 9 Yogyakarta. 4.3.2.3 Hubungan Iklan dengan Perilaku Merokok Hasil
analisis
data
menunjukkan
158
responden (44,3%) menyatakan iklan dalam kategori kuat akan tetapi responden tidak merokok. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,000 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan iklan dengan perilaku merokok. Menurut Mu’tadin (2002), melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat mahasiswa seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. Gencarnya promosi rokok mengakibatkan sebagian mahasiswi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga tertarik untuk merokok. Melihat
87 iklan di media massa dan televisi bahwa merokok adalah glamour dan budaya manusia
modern
membuat sebagian dari mereka menjadi perokok Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ginting (2011) tentang pengaruh iklan terhadap perilaku merokok. Hasil penelitian menujukkan ada pengaruh iklan terhadap perilaku merokok pada mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta 4.3.2.4 Hubungan
Kepribadian
dengan
Perilaku
Merokok Hasil
analisis
data
menunjukkan
183
responden (51,3%) mempunyai kepribadian tidak baik akan tetapi tidak merokok. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,886 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan kepribadian dengan perilaku merokok. Menurut Atkinson (2006), orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada penggunaan obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna
dibandingkan
dengan
mereka
yang
Kristen
Satya
memiliki skor yang rendah. Mahasiswi
di
Universitas
Wacana Salatiga sebagian mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu, ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik dan ingin melepaskan diri dari rasa sakit jiwa
88 Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian
Mulyono
(2012)
tentang
dimensi
kepribadian big five dengan perilaku merokok. Hasil penelitian dimensi
menunjukkan kepribagian
big
ada five
hubungan dengan
antara perilaku
merokok pada remaja akhir di wilayah Kelurahan Kebayoran Lama Selatan. 4.3.4
Analisis Multivariat Hasil analisis regresi logistik ganda pengaruh orang tua, teman, iklan dan kepribadian terhadap perilaku merokok menunjukkan hasil pengaruh orang tua meningkatkan kemungkinan perilaku merokok pada mahasiswi sebanyak 32 kali lipat dibandingkan dengan bila tidak terdapat pengaruh teman (OR 1,839, Cl 95% 1,087 hingga 3,112). Variabel pengaruh
teman,
iklan
dan
kepribadian
tidak
mempengaruhi perilaku merokok pada mahasiswa. Masa
remaja
merupakan
masa
dimana
seseorang berada pada ambang dewasa sehingga mereka mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa salah satunya merokok. Mereka menganggap bahwa perilaku tersebut akan memberikan citra seperti yang mereka inginkan yaitu dianggap sebagai orang yang telah dewasa. Faktor penyebab perilaku merokok pada remaja
diantaranya
pengaruh
orang
tua
dan
keluarga. Keluarga yang terbiasa dengan perilaku merokok dan menjadi permisif sehingga sangat berperan untuk menjadikan remaja untuk menjadi perokok.
Kebiasaan
merokok
pada
orang
tua
89 berpengaruh besar pada anak-anaknya yang berusia remaja. Ihal ini disebabkan masa remaja merupakan masa pencarian identitas dan masa dimana individu mulai ingin mencoba-coba sesuatu hal yang baru termasuk merokok. Banyak dari orang tua terkadang tidak menyadari bahwa setiap kepulan asap yang dihembuskan dari rokok yang dihisapnya tidak luput dari perhatian anak. Perilaku meniru merupakan perilaku individu terhadap perilaku dari model yang ditiru yang memanfaatkan proses belajar melalui pengamatan atau proses menirukan tingkah laku orang lain. Salah satu tipe dari perilaku modeling adalah model yang ditiru berada di kehidupan nyata, contohnya orang tua, teman-teman, dan orang-orang yang berada di lingkungan pengamat. Orang tua sebagai panutan bisa menjadi figur yang akan ditiru perilakunya. Tidak hanya perilaku yang baik, tetapi perilaku yang tidak baik pun bisa ditiru oleh remaja. Remaja sekarang ini sudah tidak takut lagi untuk merokok di depan orang tuanya bahkan terkadang orang tua dan anak tersebut mengobrol bersama sambil merokok. Orang tua berbagi rokok yang dibelinya dengan anak remaja mereka, begitu pula sebaliknya. Ini dikarenakan remaja merasa sudah dewasa dan setara dengan orang tuanya sehingga mereka merokok. Perilaku mencontoh yang dilakukan remaja biasanya dilihat dari kesamaan model dengan remaja itu sendiri, seperti kesamaan jenis kelamin. Selain itu bisa juga karena status model yang lebih tinggi dari para remaja.
90 Gaya merokok orang tua juga bisa ditiru oleh remaja. Kebiasaan merokok orang tua seperti merokok setelah makan atau merokok ditemani dengan segelas kopi dapat memengaruhi remaja untuk melakukan hal yang sama. Bahkan merk dari rokok orang tua dapat memberikan inspirasi pada anak remaja untuk membeli rokok dengan merk yang sama. Hal ini bisa menimbulkan kecanduan terhadap rokok dan dapat mendorong munculnya berbagai penyakit yang mematikan. Sebagian dari remaja menganggap ayah atau kakak laki-lakinya merokok maka para remaja tidak salah juga untuk merokok yang berarti orang dewasa menjadi tauladan bagi remaja.