perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data 1.
Proses Kreativitas Pengarang Novel Sepatu Dahlan adalah novel yang ditulis oleh Khrisna Pabichara atau yang akrab disapa dengan Daeng Marewa. Pengarang asli bumi Makasar ini lahir bertepatan dengan hari Pahlawan, yaitu 10 November 1975 di Borongtammatea, Kabupaten Jeneponto, sekitar 89 kilometer dari Makasar, Sulawesi Selatan. Proses kreatif penulisan novel Sepatu Dahlan ini membutuhkan waktu delapan hari dan riset selama satu setengah bulan. Putra kelima dari sepasang petani Yadli Malik Dg. Ngadele dan Shafiya Djumpa ini bekerja sebagai penyunting lepas dan aktif dalam berbagai kegiatan literasi. Khrisna Pabichara telah menggeluti dunia tulis menulis sejak tahun 2003, tulisannya lebih bernuansa tentang otak. Sekitar tahun 2005, Khrisna dengan teman-temannya di Resesi Community menggelar program Akademi Pelajar Cerdas (APC) Turatea. Ada 24 siswa yang lolos seleksi kemudian diasramakan untuk mendapatkan bimbingan. Ternyata hasilnya cukup memuaskan. Materi dari akademi tersebut dihimpun dan dijadikan sebuah buku. Akhirnya tahun 2006, MQS Publishing merespons buku mentah yang dibuatnya. Pada Januari 2007 terbit buku pertamanya, 12 Rahasia Pembelajar Cemerlang, diterbitkan oleh Kolbu. Sejak saat itu Khrisna semakin menggeluti dunia tulis menulis dan perbukuan. Kiprah Khrisna Pabichara dalam dunia tulis menulis telah melahirkan beberapa karya baik fiksi maupun nonfiksi, selain buku 12 Rahasia Pembelajar Cemerlang, banyak buku lain yang telah ia tulis, di antaranya Revolusi berkomunikasi (Rumah kata, Maret 2008), Baby Learning: Cahaya Cinta Cahaya Mata (Cakrawala, Juni 2009), Kamus Nama Indah Islami (Zaman, Juni 2010), Rahasia Melejitkan Potensi Otak, tiga cerpennya termuat dalam Antologi Cerpen Kolecer dan Hari Raya to user Hantu (Selasar Pena Talenta, commit Juli 2010), Rahasia Melatih Daya Ingat (Kayla 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72 Pustaka, 2010), 10 Rahasia Pembelajar Kreatif (Zaman, 2013), Di Matamu [Tak] Ada Luka (Kumpulan Puisi, 2004) dicetak sendiri dalam jumlah terbatas, Gadis Pakarena (Kumpulan cerpen: Dolphin, 2012), Sepatu Dahlan (Novel: Noura Books, 2012), Surat Dahlan (Novel: Noura Books, 2013), Senyum Dahlan (Novel: Noura Books, 2014), Nuwun Sewu Pak Beye: Kritik Cinta dari Rakyat untuk Pemimpinnya, kumpulan cerita pendek, Mengawini Ibu: Senarai Kisah yang Menggetarkan (Kayla Pustaka, 2010), dan sebuah buku antologi puisi. Khrisna telah menggeluti semua bidang perbukuan, seperti menulis, mengedit, mengarang, dan proofreader. Hanya satu yang belum ia geluti saat ini, yaitu menerjemahkan. Khrisna saat ini bekerja sebagai manager editor di Kayla Pustaka, ia telah mengedit beragam buku, bahkan dia pernah menyunting beberapa buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh terkemuka Indonesia, di antaranya Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro Jakti (mantan Dubes dan mantan Menko Ekuin), Anas Urbaningrum (Ketua Umum Partai Demokrat), Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, dan masih banyak lagi. Pria yang masih menekuni dan mencintai sastra-sastra lisan kuno Makasar, seperti sinlirik, kelong, rapang, dan parupama ini mengisi hidupnya dengan menulis, karena baginya menulis adalah kepuasan batin selain itu menulis untuk merawat harapan mendiang sang kakek, Punda Daeng Manrawa. 2.
Kedudukan Pengarang dalam Sastra Indonesia Menulis adalah cita-cita Khrisna sejak kecil, menginjak masa SMP, ia mulai mengikuti lomba menulis. Salah satunya lomba yang diadakan oleh FPPI Plan International 1987, saat itu ia menggondol pulang juara 1 dan mendapatkan hadiah buku beserta uang tunai. Khrisna juga mendirikan Teater Tutur di tanah kelahirannya, Kabupaten Jeneponto, yang ia dirikan bersama Agus Sijaya Dasrum, Syaripuddin D., dan Syaifullah Marewa. Grub teater itu sering diundang untuk mengisi acara drama dan teater rakyat di TVRI Stasiun commit to user mengenai kedudukan pengarang Ujung Pandang. Tidak banyak informasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73 dalam sastra Indonesia. Hanya beberapa informasi mengenai novelnya, yaitu novel Sepatu Dahlan. Novel Sepatu Dahlan adalah novel pertamanya yang telah naik cetak beberapa kali hingga menjadi mega best seller. Novel ini juga difilmkan dengan judul film yang sama Sepatu Dahlan, film tersebut berhasil meraih Piala Dewantara dari Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2014 yang diselenggarakan di Istana Maimun, Medan, Sumatera Utara. Aktivitas lain Khrisna dalam bersastra, yaitu bergiat di Komunitas Sastra Jakarta (Kosakata) dan Rumah Kata Bogor. Hingga saat ini Khrisna terhitung aktif di dunia pendidikan dan perbukuan selama kurang lebih 10 tahun lebih.
B. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini akan membahas dan menguraikan data dan temuan yang diperoleh yang relevan dengan rumusan masalah. Hasil penelitian ini akan membahas tentang penggunaan gaya bahasa, nilai pendidikan dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara, dan relevansi novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara sebagai materi pembelajaran sastra di SMK. Hasil analisis data yang merupakan temuan penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. 1.
Penggunaan Gaya Bahasa dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara Gaya bahasa dalam sebuah novel dapat dikaji dari beberapa aspek seperti: diksi, penggunaan bahasa kias, bahasa pigura (figurative language), struktur kalimat, bentuk-bentuk wacana, pencitraan dan sasarana retorika yang lain. Akan tetapi, pada penelitian ini hanya memfokuskan pada penggunaan diksi, bahasa figuratif, dan pencitraan. Pada penggunaan diksi dibatasi hanya pada kata konotatif, kata konkret, dan kata dengan objek realitas alam. Untuk bahasa figuratif penelitian ini lebih berfokus pada majas, berdasarkan langsung tidaknya makna dibagi menjadi dua, yakni gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Mengingat temuan gaya bahasa dalam novel Sepatu Dahlan cukup commit user dijelaskan disini. Peneliti hanya banyak, maka tidak semua jenis gayatobahasa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74 menjelaskan gaya bahasa yang sering ditemukan dan mengambil beberapa sampel data dari setiap kelompok gaya bahasa. Berikut ini adalah hasil temuan data gaya bahasa pada novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara.
a. Diksi Diksi atau pilihan kata merupakan media yang digunakan oleh penulis untuk mengungkapkan perasaan, ide, gagasan yang dimilikinya untuk mewakili ekspresi jiwa penulis. Penggunaan diksi akan memperjelas pembaca dalam mengimajinasikan kejadian dan peristiwa dalam sebuah cerita. Pada penelitian ini akan membahas jenis-jenis diksi di antaranya: kata konotatif, kata konkret, dan kata dengan objek realitas alam. 1) Kata Konotatif Kata konotasi adalah kata yang memiliki arti atau makna tambahan atau dapat disebut juga kata yang mempunyai arti yang tidak sebenarnya. Menurut Al-Ma’ruf (2009:53), kata konotasi adalah kata yang mengandung makna komunikatif yang terlepas dari makna harfiahnya yang didasarkan atas perasaan dan atau pikiran pengarang atau persepsi pengarang tentang sesuatu yang dibahasakan. Berikut ini adalah hasil temuan data beserta analisis kata konotatif pada novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. Malam sudah tiba. Ibu sudah siap-siap menceburkan diri dalam kebisuan. Selembar kain mori, yang baru diterimanya tadi pagi, suah ditaruh di atas tikar pandan (SD: 47). Kutipan data di atas adalah kata konotatif sebab terdapat kata-kata yang tidak merujuk pada pengertian langsung, yaitu pada kalimat “Ibu sudah siap-siap menceburkan diri dalam kebisuan.” Kata “menceburkan”
adalah
kata
yang memiliki makna tambahan,
maksudnya bukan menjatuhkan diri ke dalam air, namun memiliki arti yang lain. Pada kalimat tersebut maksudnya menggambarkan suasana di malam hari, dimana ibu mulai sibuk membatik, ibu memfokuskan diri pada pekerjaannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75 “Kisah ini selalu Bapak ceritakan setiap tahun pelajaran baru. Kita harus rajin membaca sejarah, menoleh ke masa lalu, sebab dari sana kita bisa bercermin agar lebih bijaksana di masa datang ...” (SD: 57). Kutipan data di atas menjelaskan tentang kata konotatif yang ditandai pada kata “menoleh ke masa lalu, kita bisa bercermin agar lebih bijaksana di masa datang”. Kata “menoleh” biasanya digunakan untuk melihat sesuatu yang terlihat yang berada di belakang kita, namun pada kalimat di atas kata “menoleh” digunakan untuk “menoleh ke masa lalu” masa lalu adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat kembali dengan indera, karena peristiwa itu sudah terjadi. Kata “menoleh ke masa lalu” dalam hal ini memiliki arti belajar dari pengalaman hidup. Adapun kata “bercermin agar lebih bijaksana di masa datang” memiliki arti, bahwa sebagai manusia kita harus introspeksi diri, mengetahui kekurangan dan kelemahan diri sendiri untuk dapat diperbaiki agar dapat bertindak dan berbuat lebih baik dengan menggunakan pengalaman dan pengetahuannya. Kedisiplinan Bapak itu telah mengkristal di hatiku (SD:114) Kutipan data di atas termasuk kata konotatif, sebab kata “mengkristal” pada kalimat di atas memiliki makna yang terlepas dari makna harfiahnya yang didasarkan atas perasaan. Kata “mengkristal” dalam arti yang sebenarnya adalah menjadi kristal, namun pada kalimat di atas kata “mengkristal” miliki makna menjadi pegangan atau pedoman. Imran, bintang baru yang mulai diperhitungkan, melangkah ke tengah lapangan (SD:211). Kutipan
data
di
atas
merupakan
kata
konotatif
yang
menggambarkan sosok Imran yang menjadi idola dalam tim bola voli. Kata “bintang baru” diasosiasikan sebagai pemain yang bagus atau idola baru di lapangan bola voli. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76 2) Kata Konkret Kata konkret adalah kata yang memiliki pengertian secara langsung, makna yang apa adanya. Pemanfaatan kata konkret untuk memperjelas penggambaran suasana, peristiwa, kejadian, ataupun keadaan yang dilukiskan pengarang. Berikut ini adalah hasil temuan data beserta analisis kata konkret pada novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. Sementara aku sendiri tidak mungkin menceritakan bahwa sore nanti aku akan dioperasi, perut dibedah lantas liver diangkat dan dikeluarkan dari rongga perut kemudian diganti dengan sepotong liver baru lalu dijahit agar bertaut seperti semula (SD: 3). Kutipan data di atas menggambarkan suasana was-was sebelum proses operasi berjalan. Pada kalimat “perut dibedah lantas liver diangkat dan dikeluarkan dari rongga perut kemudian diganti dengan sepotong liver baru lalu dijahit agar bertaut seperti semula” merupakan kalimat yang memiliki makna yang jelas, makna yang apa adanya, tidak terdapat makna tersirat, sehingga pembaca dalam mengimajinasikan peristiwa tersebut dengan jelas. Seperti kampung lain di Magetan, Tuhan memberikan Kebon Dalem dengan tanah yang gembur dan subur. Padi dan palawija tumbuh dengan baik. Pisang, ketela, atau umbi-umbian berbuah dengan baik. Tapi, warga Kebon Dalem miskin. Tidak ada penduduk asli kampung ini yang kaya (SD:14). Kutipan di atas termasuk kata konkret, sebab dengan jelas menggambarkan keadaan warga Magetan khususnya kampung Kebon Dalem yang tetap miskin walaupun diberkati dengan tanah yang gembur dan subur. Hal itu terbukti pada kalimat “Padi dan palawija tumbuh dengan baik. Pisang, ketela, atau umbi-umbian berbuah dengan baik. Tapi, warga Kebon Dalem miskin.” Di sampingku, Kadir sudah berhenti sesenggukan. Dia mengelap wajah dengan punggung tangan, berusaha menyembunyikan bekas tangis, tapi kesedihan selalu bisa terlihat begitu jelas bahkan tanpa sedusedan (SD:58). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77 Kutipan data di atas adalah kata konkret karena tidak memiliki makna tersirat, kalimat di atas memiliki makna langsung atau makna yang sebenarnya. Kalimat tersebut menggambarkan suasana hati Kadir yang sedih, pilu, setelah mendengar cerita tentang tragedi Laskar Merah. Kadir ingin menutupi kesedihannya, namun kesedihan itu tampak jelas, tak bisa ditutupi. Terbukti pada kalimat “Dia mengelap wajah dengan punggung tangan, berusaha menyembunyikan bekas tangis, tapi kesedihan selalu bisa terlihat begitu jelas bahkan tanpa sedusedan.” Zain berjalan ke dapur, dan tak lama berselang keluar sambil membawa cerek dan gelas, meletakkan gelas aluminium di hadapanku dan mengisinya dengan air panas. Aku menghangatkan tanganku di sekeliling gelas aluminium itu, tersenyum dan mengucapkan terima kasih (SD: 93). Kutipan data di atas merupakan kata konkret, sebab dengan jelas menggambarkan keadaan kakak adik yang berada di rumah, hanya mereka berdua, dimana sang adik mengambilkan cerek dan gelas kemudian sang kakak (Dahlan) menghangatkan tangannya disekeliling gelas tersebut. Keadaan tersebut menggambarkan keadaan rumah yang sepi, hanya tinggal mereka berdua. Ketika aku berdiri, kedua kakak perempuanku masih duduk tepekur di sisi jasad ibu. Seperti aku, mereka juga tak mengatakan apa pun, hanya air mata (SD: 128). Kutipan data di atas termasuk kata konkret, sebab menggambarkan dengan jelas suasana sedih setelah ditinggalkan orang yang paling mereka sayang, yaitu ibu. Penggambaran yang jelas, tanpa makna tersirat tersebut terbukti pada kalimat “Seperti aku, mereka juga tak mengatakan apa pun, hanya air mata”. Imran sudah melakukan pemanasan di pinggir lapangan dengan sepatu Yong Vi putih, kaus seragam berwarna biru dengan nomor punggung tujuh, yang tentu saja tanpa nama (SD:230). Kalimat di atas termasuk kata konkret sebab terdapat kata yang commit to user memiliki ciri-ciri fisik yang tampak, sehingga dapat dibayangkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78 dengan jelas. Kata-kata itu adalah “sepatu Yong Vi putih, kaus seragam berwarna biru dengan nomor punggung tujuh, yang tentu saja tanpa nama.” Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kridalaksana (dalam AlMa’ruf, 2009:53), kata konkret adalah kata yang mempunyai ciri-ciri fisik yang tampak (tentang nomina). Kata konkret mengandung makna yang merujuk kepada pengertian langsung atau memiliki makna harfiah, sesuai konvensi tertentu. 3) Kata dengan Objek Realitas Alam Kata dengan objek realitas alam adalah penggambaran penulis yang diwakili dengan objek realitas alam. Penggambaran tersebut untuk memperjelas dalam pelukisan tempat, suasana, keadaan, dan peristiwa yang mengacu pada gejala alam. Menurut Al-Ma’ruf (2009), kata dengan objek realitas alam adalah kata yang memanfaatkan realitas alam sebagai bentukan kata tertentu yang memiliki arti. Makna katanya tentu saja dapat dipahami dengan melihat konteks kalimat atau melihat hubungan kata dengan kata lainnya dalam suatu kebahasaan dengan memperhatikan objek realitas alam yang digunakan oleh pengarang. Berikut ini adalah hasil temuan data beserta analisis kata dengan objek realitas alam pada novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. Jika berjalan seratus atau dua ratus langkah ke arah timur, Sungai Kanal segera terlihat. Di sepanjang sungai itu banyak pepohonan yanag besar-besar, seperti trembesi, angsana, jawi, dan jati. Di sebelah barat dan selatan hanya ada tebu. Ya, ladang-ladang tebu terhampar sejauh mata memandang. Ada juga beberapa petak sawah yang ditanami padi atau jagung, tetapi tak seberapa dibanding tebu-tebu yang tingginya kini sudah nyaris dua setengah meter (SD:13). Kutipan data di atas termasuk kata dengan objek realitas alam sebab menggambarkan keadaan sebuah kampung yang banyak ditemui pohon besar, pagi, jagung, dan tebu. Selain itu juga terdapat Sungai Kanal yang ditumbuhi pohon besar seperti trembesi, angsana, jawi, dan jati. Sebagian besar tanah di kampung tersebut ditanami tebu to user burung-burung beterbangan di Kabut pagi mulaicommit menghilang,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79 udara, dan air sungai mengalir pelan. Fajar sudah membangunkan orang-orang kampung. Telapak kakiku mulai basah, embun yang tersisa di ujung-ujung rerumputan menjalarkan hawa dingin (SD: 140). Kutipan data di atas menggambarkan suasana pagi di Kebon Dalem. Hal itu ditandai dengan “kabut pagi mulai menghilang” dan “Fajar sudah membangunkan orang-orang kampung. Telapak kakiku mulai basah, embun yang tersisa di ujung-ujung rerumputan menjalarkan hawa dingin.” Pelukisan suasana tersebut digambarkan untuk mempermudah pembayangan pembaca tentang suasana pagi ketika Dahlan berangkat sekolah. Kesunyian itu manis, seperti sekarang. Di tepi sungai, bersandar pada sebatang pohon jawi, bermandikan cahaya matahari senja (SD: 147). Permukaan sungai, yang disinari cahaya senja beberapa menit lalu, tiba-tiba menghitam. Di atas sana, matahari menghilang beberapa saat di balik gumpalan awan... Jika aku menoleh ke belakang, maka berisan jawi, trembesi, jati, mangga, dan pepohonan lainnya membentuk siluet-siluet, seperti tangan-tangan raksasa yang bergerak lamban setiap angin bertiup. Tak banyak cahaya yang bisa menembus kerimbunan dedaun pohon-pohon itu (SD: 148). Kutipan data di atas menggambarkan suasana sore ketika Dahlan dan teman-temannya pulang menuju rumah masing-masing setelah ngangon domba. Pelukisan alam saat pergantian hari dari siang hari ke malam hari terbukti pada “Permukaan sungai, yang disinari cahaya senja beberapa menit lalu, tiba-tiba menghitam. Di atas sana, matahari menghilang beberapa saat di balik gumpalan awan.” Pergantian siang ke malam melukiskan suasanan sore atau senja yang begitu indah, pengarang melukiskannya dengan menggunakan keindahan alam sebagai objeknya. Pelukisan suasana di sore hari itu juga memiliki pengertian bahwa Dahlan menikmati keindahan senja di sore hari, dengan gejala alam yang dilukiskan pengarang, seperti barisan pohonpohon di sekitarnya sehingga membentuk gambaran yang indah. commit to user Hasil analisis penggunaan diksi yang dimanfaatkan Khrisna
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80 Pabichara dalam novel Sepatu Dahlan menggambarkan peristiwa, kejadian, keadaan yang digambarkan dengan menggunakan pilihan kata yang variatif. Diksi yang dipilih pengarang memiliki daya hidup, intens, dan estetis. Pilihan kata tersebut meliputi, kata konotatif, kata konkret, dan kata dengan objek realitas alam. Secara ringkas, penggunaan diksi dalam novel Sepatu Dahlan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 4.
Tabel 2. Penggunaan Diksi dalam Novel Sepatu Dahlan No. Diksi
Jumlah Penggunaan Diksi 1-20
1
Kata Konotatif
2
Kata Konkret
3
Kata
dengan
21-40
41-60
61-80
36 74 Objek 15
Realitas Alam
80 70
Kata Konotatif
60 50
Kata Konkret
40 30 20 10
Kata dengan Objek Realitas Alam
0
Gambar 4. Diagram Penggunaan Diksi dalam Novel Sepatu Dahlan Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 4 di atas, dapat ditarik simpulan bahwa Khrisna Pabichara banyak memanfaatkan penggunaan kata konkret. Pemanfaatan kata konkret dalam novel Sepatu Dahlan sebanyak 74, commit to user penggunaan kata konkret untuk memperjelas pembayangan pembaca
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81 terhadap apa yang ingin disampaikan pengarang. Adapun data penggunaan kata yang lain meliputi, kata konotatif sebanyak 36, dan kata dengan objek realitas alam sebanyak 15. b. Bahasa Figuratif Pemanfaatan bahasa yang sering digunakan oleh pengarang untuk memperoleh efek keindahan pada sebuah karya sastra adalah bahasa figuratif. Penggunaan bahasa figuratif dalam sebuah novel akan menghidupkan cerita dan menambah kemenarikan pada sebuah novel. Pada penelitian ini akan dibahas penggunaan bahasa figuratif berupa majas, yang berdasarkan langsung tidaknya makna dibagi menjadi dua, yakni gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. 1) Gaya Bahasa Retoris Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa yang diukur berdasarkan langsung tidaknya makna. Menurut Keraf (2004:129), gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa yang semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Penyimpangan dari konstruksi tersebut bisa dalam ejaan, pembentukan kata, konstruksi (kalimat, klausa, frasa), atau aplikasi sebuah istilah untuk memperoleh sesuatu efek yang lain. Berdasarkan hasil penelitian dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara ditemukan gaya bahasa retoris sebagai berikut: a) Aliterasi Aliterasi adalah bentuk gaya bahasa yang berupa perulangan konsonan pada suatu kata, frasa, dalam suatu kalimat. Hasil analisis majas aliterasi dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Waktu berlalu amat lambat (SD: 39). Kutipan data di atas termasuk aliterasi, sebab terdapat perulangan konsonan yang berupa “ t ” pada kalimat waktu berlalu amat lambat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82 b) Asonansi Asonansi adalah bentuk gaya bahasa yang berupa perulangan vokal pada suatu kata, frasa, dalam suatu kalimat. Hasil analisis majas asonansi dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Nanang terkesima, Kadir terpana, aku menganga (SD:146). Kutipan data di atas termasuk asonansi, karena terdapat perulangan vokal “ a ” pada kalimat Nanang terkesima, Kadir terpana, aku menganga. c) Asindenton Asindenton merupakan gaya bahasa yang menyatakan keadaan atau suatu hal dengan kata-kata yang sejajar secara berturut-turut tanpa kata penghubung, melainkan dengan tanda koma. Menurut Suroto (1990:129), “Asindeton semacam gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau suatu konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar akan tetapi tidak dihubungkan dengan kata-kata penghubung”. Hasil analisis majas asindenton dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Pandangan berkunang-kunang, kesadaran menipis, dada sesak... (SD: 39). Kalimat di atas merupakan asindenton, sebab terdapat kata-kata yang sejajar yang dihubungkan tanpa kata penghubung, melainkan dihubungkan dengan tanda koma. Kata-kata pada kalimat “ Pandangan berkunang-kunang, kesadaran menipis, dada sesak...” merupakan
penggambaran
kelelahan
tokoh
Dahlan
setelah
menempuh perjalanan jauh dari sekolah menuju rumah selama enam kilometer dalam keadaan lapar dan haus. Kata “Pandangan berkunangkunang, kesadaran menipis, dada sesak...” merupakan kata-kata yang padat dan sejajar yang menggambarkan keadaan letih tokoh Dahlan. d) Polisidenton Polisidenton merupakan gaya bahasa yang menyatakan keadaan atau commit to user suatu hal dengan kata-kata yang sejajar secara berturut-turut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83 menggunakan kata penghubung, seperti: dan, kemudian, lalu. Senada dengan pendapat Suroto (1990:129), “Polisindeton adalah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau sebuah konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar dan dihubungkan dengan katakata penghubung”. Hasil analisis majas polisidenton dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Aku gulung sarung dan melilitkannya di pinggang, lalu duduk di tepi sungai, mencelupkan kaki ke dalam air, meresapi rasa dinginnya, dan melepaskan lelah yang memberati pikiran. Ketika kaki kuangkat, tetes-tetes air berjatuhan dan kembali menyatu dengan sungai. Kaki kulitku mengerut (SD:147). Kutipan data di atas termasuk polisidenton, sebab dalam kalimat tersebut terdapat kata penghubung “dan, lalu” yang menghubungkan kata-kata yang sejajar tersebut. e) Eufemismus Eufemismus adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata atau ungkapan yang halus untuk menggantikan kata-kata yang dirasa kasar dan dapat menyinggung perasaan orang lain. Hasil analisis majas eufemismus dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Keesokan harinya, tiba-tiba saja bocoh itu nongol sendiri, sayangnya bocoh itu ditemukan sudah hilang akal, tidak waras lagi... (SD:67). Kalimat di atas termasuk majas eufemismus, sebab terdapat ungkapan-ungkapan halus seperti “hilang akal, tidak waras” yang sebenarnya dapat digantikan dengan kata “gila”, namun kata tersebut merupakan kata yang kasar dan dapat menyinggung perasaan orang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84 f) Perifrasis Perifrasis adalah gaya bahasa yang menggunakan kata yang lebih banyak atau frasa bahkan kalimat, yang sebetulnya dapat diganti dengan sebuah kata saja. Suroto (1990:118) mengungkapkan bahwa, “Perifrasis adalah gaya bahasa yang dalam pernyataannya sengaja menggunakan frase yang sebenarnya dapat diganti dengan sebuah kata kata”. Hasil analisis majas perifrasis dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Dulu, aku pernah menyaksikan Ibu muntah darah dan nyawanya tak bisa diselamatkan lagi (SD: 4). Kalimat “nyawanya tak bisa diselamatkan lagi” termasuk dalam majas perifrasis, hal ini dikarenakan penggunaan beberapa kata atau frasa tersebut sebenarnya dapat digantikan dengan satu kata saja yaitu kata “meninggal atau mati”. Penggunaan kata yang lebih banyak itu digunakan agar menambah nilai keindahan. Yang terbaring kaku di depanku, di atas tikar pandan di tengah rumah, adalah perempuan yang paling kusayangi. Ibu (SD:124). Kalimat “yang terbaring kaku” adalah majas perifrasis, sebab menggunakan beberapa kata yang sebetulnya dapat digantikan dengan satu kata saja, yaitu “meninggal atau mati”. g) Prolepsis Prolepsis adalah gaya bahasa yang menggunakan frasa pendahuluan yang sebenarnya isi atau peristiwanya belum atau baru akan terjadi. Berikut adalah hasil analisis majas prolepsis dalam novel Sepatu Dahlan. Namun, ketika dalam perjalanan pulang, alam menghadirkan kejutan yang tak kalah menyiksa. Matahari tepat berada di ubunubun, panas membara... (SD: 39). Kalimat “alam menghadirkan kejutan yang tak kalah menyiksa” dikategorikan sebagai majas prolepsis, sebab sebelum peristiwa atau kejadian terjadi terlebih dahulu diawali dengan frasa pendahuluan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85 Dalam kalimat tersebut sebelum diceritakan perjalanan pulang ke rumah di siang hari yang begitu panas, hingga terasa menyengat ke kulit
dan
ubun-ubun
menghadirkan
kejutan
terlebih yang
dahulu tak
kalah
diawali
frasa
menyiksa”
“alam sebagai
pendahuluan. Namun, nasib sial memang selalu mengintai... Zain yang sepertinya bermaksud membantuku tiba-tiba berdiri dan menyenggol tanganku. Akibatnya, anglo dan malam yang masih panas itu terjatuh, menimpa kain mori dan percikannya mengenai kaki Ibu (SD: 49). Kalimat “nasib sial memang selalu mengintai” termasuk kategori majas prolepsis, sebab terdapat frasa pendahuluan sebelum peristiwa terjadi. Pada kalimat di atas sebelum kejadian rusaknya kain mori karena ketumpahan anglo dan malam yang masih panas dan percikannya mengenai kaki ibu, terlebih dahulu di awali dengan frasa pendahuluan. Benar saja, firasar buruk itu benar-benar terjadi. Barangkali aku jatuh dari sepeda adalah firasat besar, kabar yang disampaikan semesta kepadaku, dan tidak kusadari. Barangkali hari ini aku memang harus pulang ke rumah, dan kalupun aku tidak terjatuh dari sepeda Maryati, pasti akan ada peristiwa lain yang memaksa aku agar pulang lebih pagi. Yang terbaring kaku didepanku, di atas tikar pandan di tengah rumah, adalah perempuan yang paling kusayangi. Ibu (SD:124). Kutipan kalimat di atas merupakan majas prolespsis. Pada peristiwa itu digambarkan bahwa Dahlan yang terjatuh dari sepeda Maryati, dibalik peristiwa itu ada suatu pertanda buruk yaitu meninggalnya sang ibu. Sebelum peristiwa meninggalnya ibu Dahlan itu terjadi terdapat frasa pendahuluan sebagai tanda majas prolespsis yaitu “firasar buruk itu benar-benar terjadi.” h) Erotesis atau Pertanyaan Retoris Retoris adalah gaya bahasa yang menanyakan sesuatu tetapi sebenarnya tidak membutuhkan jawaban, sebab jawabannya sudah commit to user pasti, penggunaan gaya bahasa ini hanya untuk menekankan atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86 menegaskan sesuatu hal. Suroto (1990) menyebutnya dengan erotesis, erotesis adalah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang tidak menuntut jawaban sama sekali. Erotesis atau yang disebut juga gaya bahasa retoris, di dalamnya hanya mengandung satu asumsi jawaban. Hasil analisis majas retoris dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Kematian tak pernah bisa diterka. Dan, siapa yang bisa memastikan aku akan selamat atau mati di atas meja operasi? (SD: 4). Kalimat di atas disebut sebagai pertanyaan retoris sebab sebenarnya tidak membutuhkan jawaban. Pada konteks di atas tokoh Dahlan menanyakan siapa yang bisa menentukan dan memastikan tentang kematian seseorang, tentu tidak ada yang bisa memastikan kecuali Tuhan. Kalimat di atas hanya mengandung satu asumsi jawaban saja, serta jawabannya pun sudah pasti. Di sini, tak ada meja makan, jadi untuk apa aku membayangbayangkan sesuatu yang tak mungkin ada itu, bukan? (SD: 75). Kalimat di atas termasuk ke dalam majas retoris, sebab pertanyaan tersebut tidak memerlukan jawaban. Kalimat di atas menanyakan bahwa untuk apa membayangkan sesuatu yang tidak ada dan tidak mungkin ada, sehingga dalam pertanyaan itu tidak memerlukan adanya suatu jawaban. i) Koreksio Koreksio adalah gaya bahasa yang melakukan pembetulan atau pembenaran terhadap kata-kata atau pernyataan yang sengaja diucapkan salah. Menurut Suroto (1990:118), “Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang dalam pernyataannya mulamula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah”. Hasil analisis majas koreksio dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Barang kali aku commit sudah mati. Tidak, aku masih hidup (SD:365). to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87 Kalimat
di
atas
termasuk
koreksio,
sebab
melakukan
pembetulan terhadap kata yang sengaja diucapkan salah untuk menarik perhatian pembaca. Pembetulan tersebut terletak pada kalimat “Tidak, aku masih hidup”. j) Hiperbola Hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih-lebihan sesuatu dari batas yang sewajarnya. Suroto (1990:119) menambahkan bahwa “Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan baik jumlah, ukuran ataupun sifatnya dengan tujuan untuk menekankan, memperhemat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Hiperbola merupakan cara yang berlebihan untuk mencapai efek”. Berikut ini adalah hasil analisis majas hiperbola dalam novel Sepatu Dahlan. Aku berjalan kaki sepanjang enam kilometer dengan perut keroncongan. Keringat bercucuran di dahi, leher, dan punggung. Kerongkongan yang kering terasa terbakar (SD: 39). Kalimat “keringat bercucuran di dahi, leher, dan punggung kerongkongan yang kering terasa terbakar” dikategorikan majas hiperbola sebab melebih-lebih sesuatu dalam konteks ini yaitu keringat dan kerongkongan. Kalimat tersebut digambarkan bahwa banyaknya keringat hingga membasahi dahi, leher, dan punggung, sedangkan kerongkongan yang terasa haus dilukiskan terasa terbakar oleh panasnya matahari. Makna kalimat di atas adalah perjalanan yang sangat melelahkan karena harus berjalan dengan jarak enam kilometer, tanpa alas kaki, serta dalam keadaan lapar dan panas matahari yang menyengat kulit. Jalan pembatas ladang tebu itu meledak dalam lautan api kemarahan, menyembur dari mata kedua penjaga yang sedang murka (SD: 89). Kalimat “meledak dalam lautan api kemarahan” merupakan majas hiperbola karena melukiskan keadaan secara berlebihan dari commit to user yang sesungguhnya. Pada kalimat itu melebih-lebihkan kemarahan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88 yang digambarkan dengan meledak dalam lautan api kemarahan, hal itu terlihat dalam mata kedua penjaga yang sedang murka. Makna kalimat tersebut adalah kemarahan dua penjaga tebu terhadap pencuri tebu yang ketahuan mencuri tebu. Putri juragan buah itu berlalu dengan pipi merona merah dan mata bening yang seakan-akan hendak meloncat keluar dari pelupuknya. Puas rasanya bisa membuat dia salah tingkah. (SD: 101). Kalimat “mata bening yang seakan-akan hendak meloncat keluar dari pelupuknya” merupakan majas hiperbola karena dilebihlebihkan perasaan malu seorang gadis yang diungkapkan dengan “mata bening yang seakan-akan hendak meloncat keluar dari pelupuknya”. Kalimat di atas melebih-lebihkan penggambaran mata, makna kalimat tersebut menggambarkan rasa malu seorang gadis yaitu Maryati yang bertemu dengan orang yang disukainya. 2) Gaya Bahasa Kiasan a) Simile Simile adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu hal dengan hal yang lain secara langsung dan eksplisit, dengan mempergunakan
kata-kata
tugas
tertentu
sebagai
penanda
keeksplisitan seperti: seperti, bagai, bagaikan, sebagai, laksana, mirip, dan sebagainya. Hasil analisis majas simile dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Suara Bapak seperti guntur yang menggetarkan jantungku (SD: 19). Kalimat di atas dikategorikan sebagai majas simile karena membandingkan dua hal secara langsung dengan menggunakan kata pembanding “seperti”. Suara bapak diibaratkan sama dengan guntur yang berarti suaranya sangat keras, lantang, dan menggelegar sehingga mengagetkan setiap orang yang mendengar. ... kabar kedatangan Sang Nabi dari Moskow bagai hujan yang to user diidam-idamkancommit sepanjang musim kemarau (SD: 65).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
Kalimat di atas dikategorikan sebagai majas simile karena terdapat kata pembanding “bagai” untuk menyatakan kedatangan Sang Nabi dari Moskow diibaratkan hujan yang ditunggu-tunggu warga saat musim kemarau. Aku menghibur Zain, membujuknya agar berhenti menangis, tapi air matanya bagai bah yang terus-menerus mengalir (SD: 80). Kalimat di atas termasuk majas simile sebab terdapat kata pembanding “bagai” untuk menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Dalam konteks ini air mata Zain dibandingkan dengan air bah yang terus mengalir, artinya air matanya tidak berhenti-henti. Tangisan dan teriakan Zain begitu menyanyat-nyanyat, hatiku seolah-olah diiris-iris oleh sembilu paling tajam (SD: 81). Kalimat di atas dikategorikan sebagai majas simile karena membandingkan dua hal secara langsung dengan menggunakan kata pembanding “seolah-olah”. Tangisan dan teriakan Zain diibaratkan sama dengan sembilu yang paling tajam yang menyanyat-nyanyat hingga membuat hati terasa sangat sakit. Jauh di belakang, di ujung sungai, anak-anak yang akan ke sekolah tampak seperti titik-titik putih, bergerak perlahan menyusuri pinggiran sungai (SD:141). Kalimat
di
atas
dikategorikan
majas
simile
karena
membandingkan dua hal secara langsung dengan menggunakan kata “seperti”. Kalimat di atas mengibaratkan anak-anak yang akan ke sekolah sama dengan titik-titik putih. Anak-anak tersebut terlihat kecil yang bergerak pelan menyusuri pinggiran sungai. Kami berlari merubungi Nanang yang terbanting di pematang, mendapati tubuhnya terdiam kaku seperti mayat (SD:240).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90 Kalimat di atas dikategorikan sebagai majas simile karena terdapat kata pembanding “seperti” untuk membandingkan dua hal yang sama, yaitu tubuh Nanang yang terdiam kaku diibaratkan mayat. Wajahnya muram, laksana seseorang yang kenyang menderita atau menghadapi tekanan (SD:307). Kalimat
di
atas
dikategorikan
majas
simile
karena
membandingkan dua hal secara eksplisit yang ditandai dengan menggunakan kata pembanding laksana. Wajah yang muram itu diibaratkan seperti orang yang menderita atau orang yang tertekan. b) Metafora Menurut Pradopo (2005:66), “Metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding, seperti: bagai, laksana, seperti, dan sebagainya”. Metafora semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung. Dari hasil analisis novel Sepatu Dahlan ditemukan majas personifikasi sebagai berikut. Imran, bintang baru yang mulai diperhitungkan, melangkah ke tengah lapangan (SD:211). Kutipan data di atas termasuk metafora sebab membandingkan dua hal secara langsung tanpa kata pembanding, dalam kalimat di atas Imran diibaratkan bintang. Bintang dalam kalimat di atas makskudnya seseorang yang memiliki kemampuan atau keahlian yang mumpuni sehingga dielu-elukan banyak orang. c) Personifikasi Personifikasi adalah gaya bahasa yang membandingkan bendabenda mati seolah hidup seperti manusia, atau dengan kata lain benda-benda yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat yang dimiliki manusia. Dari hasil analisis novel Sepatu Dahlan ditemukan majas personifikasi sebagai berikut. commit to user Malam merangkak begitu perlahan, menyiksa harapan dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91 angan-anganku bersekolah di SMP Magetan (SD: 21). Kalimat “malam merangkak begitu perlahan” dikategorikan sebagai majas personifikasi, hal ini disebabkan karena “malam” (bukan benda hidup) seolah-olah dibaratkan dapat merangkak seperti yang
dilakukan
manusia
jadi
seakan-akan
memiliki
sifat
kemanusiaan. Makna kalimat tersebut adalah hari mulai petang berganti dengan malam. Penggunaan kata “merangkak” untuk memberikan penggambaran yang lebih hidup dan lebih indah. Fajar sudah membangunkan orang-orang kampung (SD:140). Kalimat “fajar sudah membangunkan” dikategorikan sebagai majas personifikasi, hal itu dikarenakan fajar yang maknanya matahari sebagai benda mati dilukiskan memiliki sifat manusia yakni seolah-olah dapat membangunkan seperti yang dilakukan manusia. Makna kalimat di atas, yaitu terbitnya matahari menandakan dimulainya segala aktivitas orang-orang di kampung Kebon Dalem. Bapak sudah menunggu di depan pintu, senyum teduhnya menyambut kami (SD:144). Kalimat di atas dikategorikan sebagai majas personifikasi, sebab pada kalimat “senyum teduhnya menyambut kami” ditemukan kata yang acuannya bukan manusia tetapi memiliki sifat kemanusiaan. Dalam konteks ini senyum dinyatakan dapat menyambut orangorang di sekelilingnya. Menyambut adalah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan manusia, dalam hal ini senyum dilukiskan dapat menyambut orang-orang. Makna kalimat di atas adalah raut wajah seorang bapak yang meneduhkan, menenangkan, dan menyenangkan yang selalu membuat anak-anak dan orang-orang disekitarnya merasa senang dan nyaman.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92 d) Sinekdoke Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menggunakan sebagian untuk
menyatakan
keseluruhannya
(pars
prototo),
atau
menggunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum proparte). Sutejo menambahkan,
“Gaya
bahasa itu sendiri
merupakan bahasa kiasan yang menyebutkan sesuatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri” (2010:32). Dari hasil analisis novel Sepatu Dahlan ditemukan majas sinekdoke sebagai berikut. Tetapi yang kami cari bagaikan hantu saja, sama sekali tak terlihat lekuk hidungnya (SD: 177). Kutipan data di atas termasuk sinekdoke, sebab terdapat kata “lekuk hidungnya” yang menyatakan sebagian dari anggota badan, namun sebenarnya yang dimaksudkan bukan bagian anggota badan tertentu dalam konteks ini adalah hidung, namun secara tidak langsung menyatakan keseluruhan, yaitu badan atau sosok Kadir. Gaya bahasa semacam ini yang menyebutkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan disebut pars prototo. Begitulah, kebiasaan Bapak ke sawah setiap malam akhirnya menjadi cerita yang berpindah dari mulut ke mulut (SD:183). Kutipan data di atas merupakan majas sinekdoke pars prototo, sebab menyebutkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan terbukti pada kalimat “menjadi cerita yang berpindah dari mulut ke mulut”. Kata “mulut” memiliki pengertian yaitu orang. Pada konteks di atas maksudnya adalah kebiasaan bapak pergi ke sawah di malam hari, sudah menjadi cerita orang-orang. Hasil analisis penggunaan majas yang dimanfaatkan Khrisna Pabichara dalam novel Sepatu Dahlan memberikan efek keindahan bagi pembaca. Pada novel ini ditemukan empat belas majas yang dimanfaatkan
Khrisna Pabichara. Banyaknya majas yang commit to usernovel ini sangat ekspresif, intens, dimanfaatkan pengarang membuat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93 dan menarik bagi pembaca. Secara ringkas, penggunaan majas dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 5.
Tabel 3. Penggunaan Majas dalam Novel Sepatu Dahlan No Jenis Majas
Jumlah Penggunaan Majas 1-20
1
Aliterasi
1
2
Asonansi
1
3
Asindeton
2
4
Polisindeton
1
5
Eufemismus
1
6
Perifrasis
3
7
Prolepsis
9
8
Pertanyaan
5
21-40
41-60
61-80
Retoris 9
Koreksio
1
10
Hiperbola
19
11
Simile
12
Metafora
2
13
Personifikasi
15
14
Sinekdoke
2
68
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
70
Aliterasi
60
Asonansi Asindeton 50
Polisindeton Eufemismus Perifrasis
40
Prolepsis Pertanyaan Retoris 30
Koreksio Hiperbola Simile
20
Metafora Personifikasi 10
Sinekdoke
0
Gambar 5. Diagram Penggunaan Majas dalam Novel Sepatu Dahlan Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 5 di atas, dapat ditarik simpulan bahwa
Khrisna
Pabichara
banyak
memanfaatkan
majas
simile.
Pemanfaatan majas simile dalam novel Sepatu Dahlan sebanyak 68, penggunaan majas simile untuk membanding dua hal secara langsung sehingga pembaca akan dengan mudah memahami maksud pengarang. Adapun data penggunaan majas yang lain meliputi, hiperbola 19, prolepsis 9, pertanyaan retoris 5, asindenton 2, perifrasis 3, aliterasi 1, asonansi 1, polisidenton 1, eufemismus 1, dan koreksio 1. Adapun majas yang berdasarkan gaya bahasa kiasan yang paling dominan, yaitu simile sebanyak 68, personifikasi 15, metafora 2, dan sinekdoke 2. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95 c. Citraan Citraan adalah penggambarkan sesuatu hal, kejadian, peristiwa, keadaan fisik yang menggunakan alat indera manusia, sehingga memperkuat daya imajinasi pembaca. Pemanfaat pencitraan digunakan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, lebih detail, suasana yang lebih hidup sehingga seolah-olah pembaca dapat melihat, mendengar, dan merasakan. Adapaun pencitraan yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. 1) Citraan Penglihatan Citraan penglihatan memberikan rangsangan penglihatan kepada pembaca, sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat apa yang dimaksudkan oleh pengarang. Menurut Sutejo, “Citraan penglihatan ialah jenis citraan yang sering menekankan pengalaman visual (penglihatan) yang dialami pengarang kemudian diformulasikan ke dalam rangkaian kata yang sering metaforis dan simbolis” (2010:21). Adapun hasil analisis citraan penglihatan pada novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Tak ada yang istimewa dari rumah-rumah itu, kecuali rumah Mandor Komar yang yang luas, berlantai semen, temboknya bercat biru langit, gentengnya merah mengilap, dan punya beberapa perabotan seperti meja, kursi, lemari berukir, dan radio transistor (SD: 15). Data di atas termasuk citraan penglihatan karena menggambarkan keadaan rumah Mandor Komar. Adanya penggambaran tersebut membuat pembaca dapat membayangkan dengan jelas keadaan rumah Mandor Komar yang luas, dengan tembok yang dicat biru langit, gentengnya berwarna merah, serta dilengkapi beberapa perabotan seperti meja, kursi, lemari berukir, dan radio transistor. Begitulah ustaz muda bersarung kotak-kotak itu menyambut kedatangan kami. Blangkon batik dan kemeja lengan panjang berwarna cokelat muda serasi dengan kulitnya yang kuning langsat (SD: 35-36). commit to user Kutipan data di atas termasuk citraan penglihatan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96 menggambarkan keadaan ustaz Ilham yang sedang menggunakan pakaian kemeja lengan panjang berwarna cokelat muda dengan sarung bermotif kotak-kotak, dan blangkon batik. Pemanfaatan pencitraan penglihatan yang di gambarkan seperti data di atas akan memperjelas imajinasi pembaca tentang ustaz muda tersebut. Aku menyukai bulu mata Ibu yang panjang dan lentik, juga tatapannya yang selalu tenang dan menenangkan. Dia bertubuh ramping, tidak terlalu tinggi, punya dekik mungil di pipinya setiap tersenyum, lesung mungil itu hiburan paling menyenangkan yang selalu ingin kusaksikan dan rambut hitam yang suka dia biarkan tergerai begitu saja (SD: 47). Kalimat
di
atas
merupakan
citraan
penglihatan
yang
menggambarkan keadaan fisik ibu Dahlan yang cantik dan menawan. Penggambaran tersebut dilukiskan dengan bulu matanya yang panjang dan lentik, tubuhnya yang ideal dengan dekik di pipinya serta rambutnya yang hitam selalu digerai. Penggambaran tersebut akan memperjelas pembayangan pembaca tentang keadaan fisik ibu Dahlan. Bapak sudah memakai baju batik andalannya saat aku tiba di rumah. Sarung tenun Bugis kiriman paman dari Samarinda sudah menghiasi bagian bawah tubuhnya. Peci hitam lusuh sudah menghiasi kepalanya (SD: 171). Kutipan data di atas merupakan citraan penglihatan yang menggambarkan pakaian bapak yang menggunakan baju batik dengan sarung tenun Bugis serta peci hitam yang telah lusuh. Adanya citraan penglihatan seperti data tersebut menjelaskan kepada pembaca bahwa keadaan bapak Dahlan dalam keadaan miskin karena memakai peci yang telah lusuh. Bagiku, Imran adalah pemain yang menjanjikan. Badannya tinggi tegap, kekar, dan berotot (SD: 198). Kutipan di atas adalah citraan penglihatan yang menggambarkan postur
tubuh
Imran
yang
tinggi
tegap,
kekar,
dan
berotot.
Penggambaran yang seperti itu membuat pembaca seolah-olah melihat commit to user sosok Imran yang berbadan tinggi tegap, kekar, dan berotot.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97 Tapi jangankan membeli seragam tim, net atau bola voli saja sudah termasuk barang mewah bagi kami. Tak heran jika dia tak berhenti menari-nari, berputar-putar, berjingkrak-jingkrak, dan baru berhenti waktu melihat Ustaz Jabbar muncul dari samping tembok kantor camat (SD: 227). Kutipan data di atas termasuk citraan penglihatan sebab menggambarkan
situasi,
keadaan
senang atau
gembira
ketika
mendapatkan seragam tim bola voli. Penggambaran kegembiraan tersebut dilukiskan dengan kata-kata “Tak heran jika dia tak berhenti menari-nari, berputar-putar, berjingkrak-jingkrak, dan baru berhenti waktu melihat Ustaz Jabbar muncul dari samping tembok kantor camat.” Di tepi lapangan, Fadli langsung melepaskan sepatu. Dan kakinya lebih parah dari kakiku. Bengkak, dan berdarah (SD: 273). Kutipan kalimat di atas termasuk citraan penglihatan karena menggambarkan kondisi kaki Fadli yang bengkak dan berdarah setelah melepaskan sepatu yang kekecilan tersebut. 2) Citraan Pendengaran Citraan pendengaran adalah citraan yang merangsang indera pendengaran sehingga pembaca seolah-olah mendengar sesuatu. Menurut Altenbernd (dalam Pradopo, 2005:82) “Citraan pendengaran dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara”. Citraan pendengaran atau yang disebut juga dengan citraan auditori menurut Rokhmansyah (2014:19), “Imajinasi auditori yakni imajinasi yang menyebabkan pembaca seperti mendengar sendiri apa yang dikemukakan”. Adapun hasil analisis citraan pendengaran dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Tak ada suara, hanya helaan napas Bapak yang terdengar lebih keras (SD: 20). Kalimat di atas adalah citraan pendengaran karena pengarang menggambarkan suara helaan napas Bapak yang terdengar lebih keras commit to user dari suara-suara di sekitarnya. Adanya citraan pendengaran akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98 memudahkan pembaca dalam membayangkan suara helaan napas Bapak seperti yang dilukiskan pengarang. Sedang larut menyimak kisah hilangnya Kiai Mursjid itu, samarsamar kudengar seseorang terisak. Dan, ketika aku menolah ke arah isakan itu, Kadir memejamkan mata (SD: 56). Kutipan di atas tergolong ke dalam citraan pendengaran karena menggambarkan suara isakan Kadir yang sedang menyimak kisah hilangnya Kiai Mursjid. Adanya citraan pendengaran tersebut akan mempermudah pembayangan pembaca tentang isakan Kadir. Jeritan kesakitan para warga dan bentakan mengerikan Laskar Merah, suara pukulan dan debum-debum seperti tanah yang menimpa sesuatu, seolah menggema di kepalaku (SD: 68). Kutipan
di
atas
termasuk
citraan
pendengaran
karena
penggambarkan suasana mencekam dengan suara kesakitan para warga, bentakan Laskar Merah, serta suara pukulan dan debum-debum yang menimpa
sesuatu.
Citraan
pendengaran
tersebut
memperjelas
pembayangan pembaca terhadap suara-suara yang digambarkan pengarang. Lalu, lamat-lamat terdengar suara seseorang yang sedang terbatukbatuk, kemudian diikuti lenguhan kesakitan. Itu suara Ibu. Tapi, di mana?(SD: 75). Kutipan data di atas termasuk citraan pendengaran karena menggambarkan suara ibu yang sedang terbatuk-batuk yang diikuti dengan lenguhan kesakitan. Adanya citraan pendengaran yang diciptakan pengarang mempermudah pembaca untuk membayangkan suara ibu Dahlan yang kesakitan dengan suara terbatuk-batuk. Sekuat tenaga kupaksa mata untuk terus memejam, tapi isak Zain mengentak-entak gendang telinga (SD: 80). Kutipan kalimat di atas menggambarkan suara Zain yang terisakisak hingga terdengar ke telinga. Penggambaran suara oleh pengarang membuat pembaca seolah-olah dapat mendengar sendiri suara isakan commit to user Zain tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99 Aku berlari, terus berlari. Napas mulai ngos-ngosan, tersengalsengal, dan azan Magrib mengentak-entak gendang telinga (SD: 95). Kutipan data di atas menggambarkan suara azan magrib yang mulai terdengar di telinga Dahlan. Pengarang berusaha menggambarkan suara azan tersebut agar mempermudah penggambaran pembaca, sehingga pembaca seolah-olah mendengar azan magrib tersebut. Aku semakin tidak sabar ketika terdengar lantunan ayat-ayat Qur’an dari dalam rumah (SD: 123). Kutipan kalimat di atas termasuk citraan pendengaran karena pengarang berusaha menggambarkan suara lantunan orang yang sedang membaca ayat-ayat Qur’an. Penggambaran tersebut mempermudah pembaca dalam membayangkan suara lantunan ayat-ayat Qur’an. Ruang aula itu bergemuruh karena jawaban salam yang serempak, disusul tepuk tangan yang membahana (SD:159). Kutipan kalimat di atas merupakan citraan pendengaran yang menggambarkan suara ramai karena suara gemuruh jawaban salam yang serempak dari para santri, kemudian disusul suara tepuk tangan. Pengarang menggambarkan suara gemuruh karena jawaban salam disusul tepuk tangan yang keras tersebut, agar pembaca mudah dalam pembayangannya. Tiba-tiba terdengar suara berdebum. Aku segera berlari ke arah suara itu dan mendapati Zain telentang di dalam parit (SD:174). Kutipan data di atas termasuk citraan pendengaran karena pengarang berusaha menggambarkan suara berdebum ketika Zain jatuh ke dalam parit. Penggambaran tersebut digunakan pengarang untuk mempermudah pembaca dalam mengimajinasikan kejadian tersebut. Dia melompat-lompat sedemikian tinggi ketika sorak-sorai penonton mulai terdengar (SD:212). Kutipan data di atas menggambarkan suara riuh penonton yang sedang menyaksikan commit pertandingan to userbola voli. Penggambaran suara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100 sorak-sorai penonton tersebut mempermudah pembayangan pembaca. 3) Citraan Gerak Citraan gerak adalah penggambaran pengarang tentang bendabenda yang sebenarnya tidak dapat bergerak namun dilukiskan dapat bergerak. Berikut ini adalah hasil temuan data citraan gerak pada novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. Hidup terus bergerak, meninggalkan kenangan (SD:129). Kutipan data di atas termasuk citraan gerak karena menggambarkan hidup yang sebenarnya bukan makhluk hidup yang bisa bergerak tetapi dilukiskan seolah-olah dapat bergerak selayaknya manusia atau makhluk hidup. 4) Citraan Perabaan Citraan perabaan adalah citraan yang merangsang indera perabaan atau kulit. Menurut Yuliawati (2012), citraan perabaan terkadang dipakai untuk melukiskan keadaan emosional tokoh. Biasanya citraan perabaan digunakan untuk lebih menghidupkan imaji pembaca dalam memahami teks karya sastra sehingga timbul efek estetis. Berikut ini adalah hasil temuan data citraan perabaan pada novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. Ibu tak bergerak. Dengan panik, aku meraba pipi Ibu dan berdoa semoga tak terjadi apa-apa, kemudian menggigil ketika memeluk tubuh ibuku yang terasa dingin, sangat dingin (SD:76). Kutipan data di atas termasuk citraan perabaan karena pengarang berusaha menggambarkan kondisi ibu yang sangat dingin sehingga dapat dirasakan oleh indera perabaan atau kulit. Selain itu pada kata “aku meraba pipi Ibu” juga merupakan indera perabaan karena aku (Dahlan) meraba pipi ibunya dengan menggunakan indera kulit. Hawa dingin mulai merayap di kulit wajahku (SD: 79). Kutipan data di atas adalah citraan perabaan karena pengarang ingin melukiskan bagaimana hawa dingin merayap di kulit wajah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101 5) Citraan Penciuman Citraan penciuman adalah penggambaran yang dilukiskan oleh pengarang dengan menggunakan indera penciuman (hidung). Berikut ini adalah hasil temuan data citraan penciuman pada novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. Pahaku terasa hangat, bau pesing segera terhidu (SD:89). Kutipan data di atas termasuk citraan penciuman karena pengarang berusaha melukiskan bau pesing yang ditangkap oleh indera penciuman yaitu hidung. Hasil analisis penggunaan citraan yang dimanfaatkan Khrisna Pabichara dalam novel Sepatu Dahlan memberikan daya hidup, kesan estetis, dan membantu pengimajinasian bagi pembaca. Pada novel ini ditemukan lima citraan yang dimanfaatkan Khrisna Pabichara. Secara ringkas, penggunaan citraan dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 6.
Tabel 4. Penggunaan Citraan dalam Novel Sepatu Dahlan No
Citraan
Jumlah Penggunaan Citraan 1-20
1
Citraan Penglihatan
2
Citraan Pendengaran
3
Citraan Gerak
4
4
Citraan Perabaan
6
5
Citraan Penciuman
2
21-40
41-60
61-80 79
45
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
80 Citraan Penglihatan
70 60
Citraan Pendengaran
50
Citraan Gerak
40 30
Citraan Perabaan
20 Citraan Penciuman
10 0
Gambar 6. Diagram Penggunaan Citraan dalam Novel Sepatu Dahlan Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 6 di atas, dapat ditarik simpulan bahwa Khrisna Pabichara banyak memanfaatkan citraan penglihatan. Pemanfaatan citraan penglihatan dalam novel Sepatu Dahlan sebanyak 79. Adapun data penggunaan citraan dalam novel ini, yaitu citraan pendengaran 45, citraan penglihatan 79, citraan perabaan 6, citraan penciuman 2, dan citraan gerak 4.
2.
Nilai Pendidikan dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara Novel merupakan salah satu bacaan yang berupa sastra yang sarat dengan nilai pendidikan bagi pembaca atau penikmatnya. Nilai pendidikan merupakan ajaran atau patokan dalam hidup tentang bagaimana kita harus bersikap. Novel Sepatu Dahlan sarat dengan nilai pendidikan yang di dalamnya terintegrasi dengan nilai-nilai pendidikan karakter. Hal ini menunjukkan kualitas novel Sepatu Dahlan yang memang layak sebagai novel best seller. Nilai pendidikan yang terkandung dalam novel tersebut ditampilkan melalui tokoh-tokoh di dalamnya. Selain itu, nilai pendidikan dalam novel Sepatu Dahlan dapat diamati melalui amanat dari setiap kejadian atau peristiwa dalam novel tersebut. Berikut ini adalah hasil temuan data nilai pendidikan pada novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103 a. Nilai Pendidikan Agama Nilai pendidikan agama merupakan hubungan manusia dengan sang pencipta, atau dengan kata lain nilai pendidikan agama adalah bentuk kebaktian kepada Tuhan. Bentuk kebaktian itu dapat berupa menjauhi larangan-Nya serta melaksanakan perintah-Nya. Melaksanakan perintahNya seperti beribadah, berdoa, memiliki sifat religius yang kuat. Menurut Susetianingsih (2010:104), nilai religius dapat dikatakan nilai dasar kemanusiaan yang berkaitan dengan keTuhanan secara umum dan diakui oleh semua pemeluk agama. Hasil analisis nilai pendidikan agama dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Salat Isya sudah lama selesai, tetapi belum juga terkumpul keberanian menemui Bapak (SD: 17). Kutipan di atas mencerminkan bahwa tokoh Dahlan adalah seseorang yang taat beribadah. Banyaknya pekerjaan Dahlan yang harus ia lakukan seperti ngangon domba, ngarit, nguli masih ia sempatkan untuk beribadah dan berdoa mengingat kepada sang pencipta. Di saat ia bimbang dan takut untuk pulang ke rumah ia melaksanakan salat isya agar ia merasa tenang. Beliau mengajak kami agar lebih giat belajar, lebih disiplin beribadah, dan lebih gigih berdoa. Beliau bertutur tentang ketekunan dan kesungguhan, bahwa kemiskinan bukan halangan untuk mereguk ilmu sebanyak mungkin, bahwa pesantren belum tentu lebih rendah dari sekolah-sekolah negeri seperti yang mulai santer terdengar di kalangan pelajar, bahwa Tuhan selalu mengabulkan doa orang-orang yang memiliki keyakinan dan kemauan kuat mewujudkan harapan (SD: 36-37). Pada kutipan di atas tokoh bapak dalam novel Sepatu Dahlan adalah sosok bapak yang mengajari keluarganya khususnya anak-anaknya agar selalu ingat dan taat kepada Allah, ia mengajari agar anak-anaknya tidak mengurusi urusan duniawi saja melainkan juga akhirat. Bukan itu saja, ia juga memberikan pemahaman kepada Dahlan bahwa pesantren bukanlah sekolah yang rendah seperti anggapan kebanyakan orang. Pesantren adalah tempat menimba ilmu dunia dan akhirat. usermemejamkan mata sambil mulai Tidak ada apa-apa dicommit sana. to Aku
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104 melangkah dan terus merapal setiap doa dan ayat Qur’an yang kuingat agar tetap merasa aman (SD: 69). Berdasarkan data di atas diketahui bahwa, Dahlan adalah sosok yang religius terbukti ketika ia merasa takut ia membaca doa dan ayat Qur’an. Hal ini ia lakukan karena ia percaya dan yakin akan keberadaan Allah, bahwa Allah akan selalu melindungi hamba-Nya yang memohon perlindungan. “Kita boleh miskin harta, Dik, tapi kita ndak boleh miskin iman,” kata Mbak Sofwati sambil menarik napas panjang dan mengembuskannya pelan-pelan (SD: 109). Data di atas menjelaskan bahwa, semiskin apapun manusia ia harus tetap memiliki iman, hal itu disampaikan penulis melalui tokoh Mbak Sofwati. Keimanan adalah modal utama seseorang yang ingin selamat dari siksa neraka, dengan keimanan akan menumbuhkan sikap yang akan bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya, tidak akan membuat keresahan apa lagi kerugian bagi diri dan orang lain. Bapak adalah pencerita terbaik di Kebon Dalem, kisah-kisah yang dituturkan oleh beliau bukan sekadar riwayat usang atau dongeng pengantar tidur semata, melainkan serangkaian hikayat yang mengandung banyak hikmah (SD: 144). Bapak mengajari kami bagaimana semestinya menjalani kepedihan hidup di tengah kemiskinan, layaknya orang-orang miskin, dahulu, bertahan hidup dan melalui itu dengan tabah dan tawakal. Seperti itulah cara Bapak mendidik kami, lewat cerita-cerita menggugah (SD: 145). Kutipan data di atas melalui tokoh bapak menjelaskan bahwa bapak selalu membimbing anak-anaknya menjadi pribadi yang religius, beriman dan bertaqwa dengan cerita-ceritanya yang penuh hikmah, dari sanalah mereka belajar untuk terus menjalani hidup dengan rasa bersyukur, tabah dan tawakal. Di tengah kemiskinan Dahlan dan keluarganya ia dididik untuk bersikap tawakal, berserah diri kepada Allah, percaya dengan sepenuh hati kepada Allah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105 b. Nilai Pendidikan Moral Moral adalah sikap, perilaku, perbuatan yang di dalamnya mengandung unsur baik buruk, benar salah yang dijadikan sebagai patokan atau pedoman dalam hidup bermasyarakat. Menurut Susetianingsih (2010: 106), dalam kehidupan bermasyarakat nilai-nilai moral ditempatkan pada posisi sebagai patokan dalam menentukan makna baik buruknya perilaku manusia dalam lingkungan tersebut. Perbuatan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain merupakan perbuatan yang memiliki moral yang rendah, sepert: mencuri, menghina atau mencela orang lain, minum-minuman keras dan lain sebagainya, sedangkan sikap yang menunjukkan etika baik atau bermoral seperti: disiplin, menghormati dan menghargai orang lain, suka menolong dan lain-lain. Hasil analisis nilai pendidikan moral dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Tetapi, Bapak sangat ulet dan tangkas bekerja. Tangannya tak pernah bisa diam. Ada saja yang dia kerjakan: memangkas pohon beluntas di pagar halaman, meratakan lantai tanah rumah, membuang pelepah pisang yang daunnya mulai menguning. Dan, hal itu yang membuat rumah sederhana kami selalu bersih dan sedap dipandang mata (SD:23). Kutipan di atas menunjukkan sikap giat bekerja, kerja keras, ulet, dan rajin. Sikap tersebut ditunjukkan oleh tokoh bapak yang selalu mengerjakan apa pun yang bisa dikerjakan. Sikap tersebut ditunjukkan oleh pengarang dengan model narasi, hal itu terlihat pada kalimat “Ada saja yang dia kerjakan: memangkas pohon beluntas di pagar halaman, meratakan lantai tanah rumah, membuang pelepah pisang yang daunnya mulai menguning”. Sikap giat bekerja, ulet, dan rajin yang dilakukan tokoh bapak mengajarkan kepada pembaca agar rajin dalam segala hal, mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat agar menjadi pribadi yang tidak malas, kerja keras dan selalu melakukan hal-hal positif dan bermanfaat. Apa aku mesti melakukan kesalahan yang sama dalam satu hari, demi dua perut yang sedang tak kuat menanggung lapar? Tidak, aku tidak akan mencuri lagi. Maka, kubatalkan niat menebang pohon pisang itu (SD:commit 95). to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106 Data di atas menunjukkan sikap Dahlan yang tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, ia tidak ingin mencuri lagi, selain itu kutipan di atas menunjukkan sikap mandiri dan tanggung jawab. Diceritakan oleh pengarang bahwa tokoh Dahlan adalah sosok anak yang mandiri dan bertanggung jawab, sebagai kakak ia berkewajiban menjaga adiknya selagi kedua orang tuanya tidak ada di rumah. Sikap tanggung jawab Dahlan tercermin ketika adiknya merasa lapar, sebagai kakak ia harus mencari makanan untuk mengganjal perut. Sifat mandiri Dahlan ditunjukkan bahwa ia tidak mengharap belas kasian tetangganya untuk memenuhi rasa lapar mereka. Sifat mandiri, tanggung jawab, tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama adalah sifat-sifat yang patut diteladani. “Bertobatlah, Saudaraku!” kata murid Kedua. “Karena kesalahan apa?” “Kamu telah melakukan perbuatan maksiat.” “Aku cuma menggendong gadis itu sepanjang tujuh puluh meter, adapun kamu menggendongnya dalam pikiranmu sepanjang tujuh kilometer. Siapa yang mestinya bertobat?” tanya Murid Kesatu (SD: 305-306). Kisah tadi bukan semata-mata berkutat pada 'siapa yang salah' atau 'siapa yang benar', tetapi bagaimana sikap kita menghargai perbedaan. Bayangkan, jika mereka bersikeras pada pendapat masing-masing, persahabatan mereka akan terancam. Jadi, yang penting kita dahulukan sekarang cuma belajar saling memahami (SD: 306). Kutipan di atas mencerminkan sikap toleransi terhadap perbedaan pendapat. Pengarang menunjukkan sikap toleransi dengan kisah yang diceritakan oleh tokoh bapak kepada anak-anak di langgar tentang kisah dua murid Guru Zen. Kisah tersebut menceritakan bahwa kita tidak perlu mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, tetapi mengajarkan pembaca bagaimana sikap kita menghargai perbedaan. Sikap toleransi pada kutipan di atas mengajari pembaca agar dapat bertindak menghargai perbedaan pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda. Sikap commit to user toleransi yang seharusnya dipegang oleh anak-anak generasi penerus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107 bangsa sekarang ini agaknya sudah mulai pudar di kalangan remaja, banyak dari mereka yang ingin menang sendiri, tanpa memerdulikan orang lain. Dari situah pengarang ingin menyampaikan sebuah pelajaran hidup yang amat penting, yaitu toleransi. c. Nilai Pendidikan Sosial Nilai pendidikan sosial dapat diamati berdasarkan hubungan manusia dengan masyarakat di lingkungannya. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, manusia perlu bersosialisasi, bergaul dengan masyarakat lain. Nilai pendidikan sosial adalah nilai yang diperoleh manusia dalam pergaulannya dengan manusia lain di masyarakat (Purwaningtyastuti, dkk., 2014:8). Hasil analisis nilai pendidikan moral dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. Ibu-ibu juga aktif membantu suami-suami mereka dengan membatik. Meski upah hanya diterima sekali setiap dua bulan, lumayan untuk mempertahankan kepulan asap di dapur (SD: 15). Bahkan, ibu mengajari perempuan dewasa lain di Kebon Dalem untuk belajar membatik (SD: 43). Kutipan data di atas menjelaskan bahwa ibu-ibu di Kebon Dalem membantu suaminya dengan membatik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai istri bukan hanya mengurus pekerjaan rumah tangga melainkan meringankan beban dan membantu suami mencukupi kebutuhan sehari-hari. Keahlian ibu-ibu membatik tersebut di dapatkan dari ibu Dahlan yang mengajari perempuan dewasa di Kebon Dalem untuk belajar membatik. Ibu Dahlan sadar betul bahwa perempuan-perempuan di Kebon Dalem hidup sederhana dan memerlukan uang tambahan untuk menutupi kebutuhan hidup, dari situlah ia ingin membantu perempuan Kebon Dalem supaya tidak berpangku tangan kepada suaminya. Ia tidak pelit ilmu kepada siapa saja, ia menularkan keahliannya tersebut dengan ikhlas dan senang hati. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108 Orang-orang kampung kaget melihat kami beramai-ramai menggotong tubuh Zain ke rumah. ... Hatiku masygul mendengarnya. Tatkala sakit, masih sempat dia tawarkan sebagian tiwul itu kepadaku (SD: 193). Kutipan di atas menunjukkan sikap peduli sosial. Pada data pertama ditampilkan bahwa teman-teman Dahlan membantu menggotong Zain yang sedang sakit, sedang pada data kedua menunjukkan bahwa Zain yang sedang makan dalam keadaan sakit tetap peduli kepada kakaknya, Dahlan, yang sebenarnya juga menahan lapar. Kedua sikap yang ditunjukkan pada kutipan di atas termasuk sikap atau perbuatan peduli sosial karena mencerminkan tindakan yang ingin membantu, menolong, meringankan beban pada orang yang membutuhkan. Makna tersirat yang ingin disampaikan pengarang adalah manusia tidak dapat hidup atau melakukan sesuatu secara sendiri, ia memerlukan bantuan dan pertolongan dari orang lain maka dari itu ia harus bersikap peduli terhadap sosial. Sifat peduli sosial ditampilkan oleh pengarang melalui teman-teman Dahlan, dan tokoh Zain. “Dari mana kalian dapat seragam ini?” tanyaku. Maryati tak menjawab, dia hanya mengedikkan bahu. Pertanyaanku dijawab oleh gadis yang tadi bertemu denganku di tengah-tengah kerumunan penonton. “Santri-santri mengumpulkan uang untuk memberikan kaus ini, sebagian lagi ada sumbangan juga dari orangtua murid. Jadi, kalian bisa bertarung dengan bangga.” (SD: 227). Akhirnya, Maryati dan Dewi gadis yang diam-diam mengagumiku mencoba menggalang dana untuk membeli sepatu. Namun, uang yang didapat ternyata belum cukup. Tiba-tiba seorang kakak tingkat menawarkan sepatu bekasnya untuk dibeli dengan harga murah (SD: 268). Kutipan data di atas menjelaskan sikap gotong royong, saling commit to user membantu, tolong-menolong antar sesamanya. Hal ini terbukti ketika
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109 Maryati dan teman-temannya mengumpulkan uang untuk membelikan seragam voli untuk tim voli Takeran, terlihat pada kalimat “Santri-santri mengumpulkan uang untuk memberikan kaus ini, sebagian lagi ada sumbangan juga dari orangtua murid. Jadi, kalian bisa bertarung dengan bangga.” Serta pada babak final dimana semua pemain harus menggunakan sepatu, Maryati dan teman-teman lagi-lagi menggalang dana untuk membeli sepatu. Sikap yang ditunjukkan oleh Maryati dan temantemannya termasuk sikap saling membantu, tolong menolong yang patut untuk diteladani. d. Nilai Pendidikan Adat atau Budaya Nilai pendidikan adat atau budaya adalah pikiran, adat istiadat, aturan, kebiasaan yang bisa berupa ritual, upacara keagamaan, tradisi, kesenian yang sudah mengakar sejak dulu, yang memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi orang masyarakat setempatnya. Menurut pendapat Susetianingsih (2010), nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam lingkup organisasi, lingkungan masyarakat yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Hasil analisis nilai pendidikan adat atau budaya dalam novel Sepatu Dahlan adalah sebagai berikut. “Katanya mau nonton reog...,” kata ibunya Kadir. “Reog?” tanyaku. “Iya, dengar-dengar ada iring-iringan reog di Cigrok.” (SD:176) Kutipan di atas menunjukkan bahwa masyarakat di Cigrok masih melestarikan kesenian reog yang sudah menjadi tradisi sejak dulu. Reog adalah salah satu kesenian yang berupa tari tradisional dari masyarakat Jawa Timur yang penari utamanya adalah orang yang memakai hiasan seperti kepala singa dengan iringan musik. Konon katanya reog mengandung unsur magis. Lebaran juga menyertakan tradisi commit to user kupatan yang selalu ditunggutunggu. Sebagian masyarakat Jawa meyakini bahwa kupat berasal dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110 kata kulo lepat yang berarti “aku lupa”. Dengan demikian, melalui budaya ini, kita mengaku sebagai seorang hamba yang tak pernah luput dari perbagai kesalahan. Ada juga yang meyakini bahwa kupat diserap dari kuffat, bentuk jamak dari kafi, yang berarti sepenuh harapan. Sebagian lainnya bersikukuh bawa ketupat, sebagai sajian utama dalam kupatan, berasal dari kata tlupat singkatan dari telu dan papat yang melambangkan puasa sebagai rukum Islam ketiga dan zakat sebagai rukum Islam keempat. Masyarakat pedalaman meyakini kupatan adalah tradisi peninggalan Walisongo yang kerap mengajarkan nilai-nilai Islam dengan menyerap simbol-simbol kejawaan (SD: 206-207). Kutipan data di atas merupakan budaya kupatan yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa setelah hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah sejenis makanan yang terbuat dari beras yang direbus dengan menggunakan daun kelapa sebagai bungkusnya dengan cara dianyam, anyaman tersebut berbentuk segi empat. Selain ketupat biasanya terdapat sayur yang wajib ada, yaitu sayur opor. Sejumlah masyarakat di Pulau Jawa khususnya yang beragama islam biasanya menyempatkan membuat ketupat dan sayur opor setelah lebaran tiba, makanan tersebut dihidangkan untuk sanak keluarga yang berkunjung datang untuk bersilahturahmi. Sejak kedatangan Ibu di Kebon Dalem, ibu-ibu di kampung kami sering menerima pesanan mbatik. Bagi keluarga besar Ibu, mbatik sudah jadi warisan turun-temurun. Mbak Atun dan Mbak Sofwati juga mahir mbatik. Bahkan, aku sering membantu ibu, terutama sewaktu nganji atau ngemplong. Kadang, mencari kayu soga yang kerap dipakai oleh Ibu sebagai bahan pewarna (SD: 46). Kutipan di atas menjelaskan tentang suatu pekerjaan membuat kain batik. Batik adalah kain yang digambar dengan pola-pola tertentu yang memiliki arti didalamnya. Pola tersebut digambar menggunakan malam dan peralatan khusus seperti canting, gawangan, dan anglo. Batik adalah salah satu kebudayaan Indonesia yang perlu dilestarikan agar tetap ada keberadaannya hingga anak cucu kita nanti. Hasil analisis nilai pendidikan yang ingin disampaikan Khrisna Pabichara dalam novel Sepatu Dahlan dapat diteladani dan dicontoh bagi pembaca. Pada novel inicommit ditemukan to userempat nilai pendidikan. Secara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111 ringkas, nilai pendidikan yang ingin disampaikan Khrisna Pabichara dalam novel Sepatu Dahlan dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 7.
Tabel 5. Nilai Pendidikan dalam Novel Sepatu Dahlan No.
Nilai Pendidikan
Jumlah Nilai Pendidikan 1-10
1
Nilai Pendidikan Agama
2
Nilai Pendidikan Moral
3
Nilai Pendidikan Sosial
10
4
Nilai Pendidikan Adat/ Budaya
5
11-20
21-30
31-40
7 16
16 14 12
Nilai Pendidikan Agama
10
Nilai Pendidikan Moral
8 6 4 2
Nilai Pendidikan Sosial Nilai Pendidikan Budaya/Adat
0
Gambar 7. Diagram Nilai Pendidikan dalam Novel Sepatu Dahlan Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 7 di atas, dapat ditarik simpulan bahwa Khrisna Pabichara lebih banyak menyampaikan nilai pendidikan moral. Nilai pendidikan moral dalam novel Sepatu Dahlan sebanyak 16. Adapun data nilai pendidikan yang lain dalam novel ini, yaitu nilai pendidikan agama sebanyak 7, nilai pendidikan sosial sebanyak 10, dan nilai pendidikan adat atau budaya sebanyak 5. Keseluruhan data nilai pendidikan dalam novel Sepatu Dahlan sebanyak 38 data. Secara lebih konkret nilai pendidikan moral yang paling banyak ditemukan adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112 keras keras, sedangkan nilai pendidikan moral yang lain yaitu, disiplin, menghargai, tanggung jawab, dan kreatif. Secara ringkas, nilai pendidikan moral secara lebih konkret dalam novel Sepatu Dahlan dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 8.
Tabel 6. Nilai Pendidikan Moral dalam Novel Sepatu Dahlan No
Nilai Pendidikan Moral
Jumlah Nilai Pendidikan Moral 1-5
1
Kerja Keras
2
Disiplin
1
3
Menghargai
2
4
Tanggung Jawab
3
5
Kreatif
1
6-10
11-15
9
9 8 7 6 5 4 3
Kerja Keras Disiplin Menghargai Tanggung Jawab Kreatif
2 1 0
Gambar 8. Diagram Nilai Pendidikan Moral dalam Novel Sepatu Dahlan Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 8 di atas, dapat ditarik simpulan bahwa nilai pendidikan moral yang dominan adalah kerja keras sebanyak 9 data dari keseluruhan data 16. Nilai pendidikan moral lain yang ditemukan adalah commit to user disiplin sebanyak 1, menghargai 2, tanggung jawab 3, dan kreatif 1.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
3.
Relevansi Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara sebagai Materi Pembelajaran Sastra di SMK Tujuan
KTSP secara
umum
adalah
untuk
memandirikan
dan
memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan pada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara
partisipatif
dalam
pengembangan
kurikulum.
Pengembangan kurikulum tersebut mendorong sekolah khususnya guru untuk mengoptimalkan penggunaan materi pembelajaran sastra untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Novel dapat digunakan sebagai materi pembelajaran sastra di sekolah. Pada silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia kelas XII terdapat KD 3.2 mengapresiasi secara lisan teks seni berbahasa dan teks ilmiah sederhana, pada kompetensi dasar tersebut novel dapat digunakan sebagai media pembelajaran sastra. Di dalam novel terdapat materi pembelajaran yang dapat diajarkan sesuai dengan silabus dan kompetensi dasar yang ada, materi pembelajaran tersebut seperti diksi atau pilihan kata dan majas. Selain itu teks sastra seperti novel mengandung pesan moral dan amanat yang dapat diteladani oleh para siswa. Salah satu novel yang dapat digunakan sesuai Kompetensi Dasar 3.2 mengapresiasi secara lisan teks seni berbahasa dan teks ilmiah sederhana adalah novel Sepatu Dahlah karya Khrisna Pabichara. Novel tersebut memiliki kelebihan dan sesuai dengan syarat atau kriteria materi pembelajaran. Menurut Winkel (2005:331-332) materi pembelajaran harus memiliki di antaranya: (a) materi harus relevan terhadap tujuan instruksional yang harus dicapai; (b) materi harus membantu untuk melibatkan diri secara aktif, baik dengan berpikir sendiri maupun dengan melakukan berbagai kegiatan; (c) materi harus sesuai dengan prosedur didaktis yang diikuti. Misalnya, materi pelajaran akan lain bila guru menggunakan bentuk ceramah, dibandingkan dengan pelajaran bentuk diskusi kelompok; (d) materi harus commit user sesuai dengan media pengajaran yangtotersedia.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
Berdasarkan syarat atau kriteria yang dipaparkan di atas, novel Sepatu Dahlan
memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Penggunaan novel Sepatu
Dahlan dapat mencapai indikator pada Kompetensi Dasar 3.2 mengapresiasi secara lisan teks seni berbahasa dan teks ilmiah sederhana, antara lain: menjelaskan makna idiomatik yang terkandung dalam teks sastra (cerpen, puisi, novel) seperti majas; menjelaskan pesan yang tersirat dari teks sastra tersebut; mengidentifikasi makna dan pesan yang tersirat dari pilihan kata dalam teks sastra yang telah dibacakan; mengaitkan istilah dalam teks sastra yang dibacakan dengan kehidupan sehari-hari; mengomentari teks sastra atau ilmiah sederhana yang telah dibacakan. Novel Sepatu Dahlan adalah novel yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi siswa SMK. Bahasa yang digunakan oleh Khrisna Pabichara dalam novel ini mudah dipahami oleh siswa SMK, cerita yang diangkat juga sangat menarik karena diangkat dari kisah nyata Dahlan Iskan. Setiap cerita dan kisah yang ditulis pengarang dalam novel ini mengandung nilai-nilai pendidikan yang bagus, patut diteladani dan dapat menginspirasi siswa. Oleh karena itu penggunaan novel Sepatu Dahlan sebagai materi pembelajaran sastra dapat menunjang aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Berdasarkan penuturan informan pertama, yaitu Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd, menuturkan bahwa kriteria sebuah novel agar dapat digunakan sebagai materi pembelajaran sastra secara umum adalah dulce et utile , keindahan, kegunaan, menggugah jiwa pembacanya, bisa menginspirasi pembaca, bisa memberikan renungan, dan para siswa diharapkan bisa mencintai lingkungan dan keluarga. Berdasarkan paparan yang telah dijelaskan di atas mengenai kriteria sebuah novel agar dapat digunakan sebagai materi pembelajaran sastra, menurut Yant Mujiyanto novel Sepatu Dahlan memenuhi kriteria tersebut. Hal ini dikarenakan, novel ini mengandung pesan moral seperti menghargai prestasi, commit userdari hedonisme, glamor. Novel ini hidup prihatin, menghargai jeri payah,tojauh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115 juga memberikan gambaran tentang kehidupan manusia secara hidup, gambaran itu tidak seperti cerita tapi pengalaman lingkungan dan bisa menyampaikan kesan-kesan yang menyentuh. Menurut beliau novel Sepatu Dahlan relevan digunakan sebagai materi pembelajaran sastra, hal ini dikarenakan pada jenjang sekolah menengah kejuruan (SMK) mengarah pada dunia kerja, dunia usaha, dunia bisnis sehingga dalam pembelajaran sastra tersebut dapat ditanamkan nilai-nilai pendidikan seperti tidak bermalas-malasan, prihatin, kerja keras, cinta keluarga seperti dalam novel tersebut. Sementara itu menurut informan kedua, yaitu guru Bahasa Indonesia SMK Negeri 1 Sukoharjo, Erna Dwi Suryani, S.Pd., M.Pd. menjelaskan bahwa novel Sepatu Dahlan relevan jika digunakan
sebagai materi
pembelajaran sastra khususnya pada KD 3.2 mengapresiasi secara lisan teks seni berbahasa dan teks ilmiah sederhana. Hal ini dilihat dari segi isi dan amanat novel tersebut banyak memberikan kesan positif terhadap siswa. Banyak pesan-pesan dan nilai-nilai yang dapat dicontoh siswa, novel ini juga bisa menginspirasi siswa-siswa. Pada intinya ada nilai kegunaan dan manfaat yang bisa diambil oleh siswa dan mendidik jika digunakan sebagai media teks sastra dalam pembelajaran sastra. Relevansi novel Sepatu Dahlan sebagai materi pembelajaran sastra dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya bahasa, latar belakang budaya, serta keadaan psikologi pembaca. Dari segi bahasa, novel Sepatu Dahlan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Bahasa yang digunakan dalam novel tersebut menggunakan bahasa sehari-hari, sehingga mudah dipahami oleh siswa sekolah menengah kejuruan (SMK). Latar belakang budaya yang terdapat dalam novel menceritakan latar, keadaan, peristiwa di daerah Magetan yang tidak jauh berbeda dengan kondisi atau latar pembaca. Dengan demikian pembaca tidak akan merasa kesulitan untuk membayangkan latar, peristiwa, kejadian yang digambarkan oleh pengarang. Sementara aspek psikologis juga turut mempengaruhi dalam proses to user pembelajaran. Novel Sepatucommit Dahlan sesuai jika di gunakan di jenjang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), karena usia antara tokoh utama dalam novel dengan pembaca tidak jauh berbeda, sehingga sesuai dengan keadaan psikologi pembaca. Usia siswa SMK yang masih labil dan sedang mencari jati diri, sebaiknya guru lebih selektif dan kreatif dalam menggunakan materi pembelajaran sastra agar siswa tertarik mengikuti proses pembelajaran. Novel Sepatu Dahlan menawarkan segi kemenarikan itu dilihat dari kisah yang diangkat berdasarkan kisah nyata tokoh terkenal Dahlan Iskan, serta pesan yang dapat menjadi bekal hidup para siswa.
C. Pembahasan 1.
Penggunaan Gaya Bahasa dalam Novel Sepatu Dahlan Pengarang biasanya menuangkan ide, gagasan, dan perasaannya dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan tidak sekadar kata, frasa atau kalimat biasa namun pengarang memilih pilihan kata apa yang benar-benar dapat mewakili perasaan dan gagasan pengarang, sehingga berkesan dan menyentuh
hati
pembaca.
Hal
tersebut
senada
dengan
pendapat
Slametmuljana (dalam Pradopo, 2005:93) bahwa, “Gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca”. Berdasarkan hasil penelitian, gaya bahasa yang digunakan dalam novel Sepatu Dahlan meliputi diksi atau pilihan kata, majas, dan pencitraan. Ketiga aspek tersebut merupakan unsur style atau gaya yang merupakan cara pengungkapan gaya bahasa suatu karya sastra. Satoto (2012: 35) berpendapat bahwa cara pengungkapan gaya bahasa bisa meliputi setiap aspek kebahasaan: diksi, penggunaan bahasa kias, bahasa pigura, struktur kalimat, bentuk-bentuk wacana, dan sasarana retorika yang lain”. Berbeda dengan Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005:289), “Unsur stile terdiri dari unsur fonologi, sintaksis, leksikal, retorika (rhetorical, yang berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan, dan sebagainya)”. Diksi atau yang disebut dengan pilihan kata merupakan senjata bagi commit to user pengarang untuk menghasilkan karya sastra yang hidup, ekspresif, serta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117 mampu menjilmakan perasaan dan pengalaman batinnya ke dalam bentuk pilihan kata yang tepat. Pentingnya pemilihan kata tersebut agar pembaca dapat memahami dan menghayati cerita yang ditulis oleh pengarang. Fungsi pemilihan kata, khususnya pada novel Sepatu Dahlan sesuai dengan pendapat Rokhmansyah (2014) yakni, pilihan kata berguna untuk membedakan nuansa makna dan gagasan yang ingin disampaikan dan menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa. Pemilihan kata yang tepat menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca sesuai dengan yang dirasa dan dipikirkan pembaca. Diksi yang paling dominan dalam novel Sepatu Dahlan adalah kata konkret. Jumlah kata konkret dalam novel tersebut, yaitu 74 data yang ditemukan dari 125 data. Penggunaan kata konkret untuk memperjelas pembayangan pembaca terhadap apa yang ditulis pengarang baik tentang latar, suasana, peristiwa dan keadaan. Selain itu, penggunaan kata konkret yang dominan untuk memudahkan pembaca dalam memahami sebuah cerita, sehingga perasaan, ide, serta gagasan yang ingin disampaikan oleh penulis dapat dipahami dan ditangkap oleh pembaca. Penggunaan kata konkret dalam novel Sepatu Dahlan selaras dengan pendapat
Al-Ma’ruf (2009) yang
mengungkapkan bahwa kata-kata yang dikonkretkan membuat pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa, keadaan yang dilukiskan pengarang. Kata konkret memiliki makna denotatif, makna denotatif adalah makna yang sebenarnya yang dapat langsung diterima dan dipahami oleh pembaca sesuai makna dasar kata tersebut. Menurut Suwandi (2011:95), “Makna denotatif (denotative meaning) adalah makna kata yang didasarkan atas penujukkan yang lugas, polos, apa adanya. Makna denotatif dapat disebut pula makna yang sebenarnya atau makna dasar, yaitu makna kata yang masih menunjuk pada acuan dasarnya sesuai dengan konvensi masyarakat pemakai bahasa”. Penggunaan gaya bahasa yang kedua adalah majas, majas merupakan bagian dari bahasa figuratif yang fungsinya untuk memperindah suatu karya commituntuk to user sastra. Penggunaan majas tersebut menyatakan maksud tertentu yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118 biasa tidak dinyatakan secara langsung atau dikiaskan. “Pemajasan (figure of speech) merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang maknanya tak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi ia, merupakan
gaya
yang
sengaja
mendayagunakan
penuturan
dengan
memanfaatkan bahasa kias” (Nurgiyantoro, 2005:297). Majas yang banyak dimanfaatkan dalam novel Sepatu Dahlan adalah majas simile. Terdapat 68 data majas simile dari 130 data yang ditemukan. Banyaknya temuan majas simile digunakan untuk memperjelas imajinasi pembaca terhadap hal yang dibandingkan secara langsung atau eksplisit. Penggunaan majas simile akan mempermudah penggambaran pembaca mengenai sesuatu hal atau benda yang dibandingkan. Simile merupakan gaya bahasa kiasan yang membandingkan dua hal yang berbeda secara eksplisit. Menurut Keraf (2004), gaya bahasa kiasan dibentuk berdasar perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang sama antarkeduanya. Penggunaan majas simile untuk membantu pembayangan pembaca terhadap sesuatu yang dilukiskan pengarang, sehingga pembaca dapat mengetahui maksud yang diungkapkan penulis. Nurgiyantoro (2005:299) menjelaskan bahwa “Simile menyaran pada adanya perbandingan yang langsung dan eksplisit, dengan mempergunakan kata-kata tugas tertentu sebagai penanda keeksplisitan seperti: seperti, bagai, bagaikan, sebagai, laksana, mirip, dan sebagainya”. Pemanfaatan citraan yang ditemukan dalam novel Sepatu Dahlan adalah citraan
penglihatan,
citraan
pendengaran,
citraan
perabaan,
citraan
penciuman, dan citraan gerak. Dari lima citraan yang ada, citraan penglihatan adalah citraan yang paling banyak digunakan. Ada
79 data citraan
penglihatan dari 136 data yang ditemukan. Citraan penglihatan dalam novel Sepatu Dahlan digunakan pengarang untuk melukiskan keadaan fisik, keadaan emosional tokoh, dan peristiwa atau latar cerita tersebut. Pelukisan dengan menggunakan citraan penglihatan membantu pembaca dalam proses to user melihat yang digambarkan oleh imajinasi, sehingga pembacacommit seolah-olah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119 pengarang. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Pradopo, “Citraan penglihatan memberikan rangsangan kepada indera penglihatan, hingga sering hal-hal yang tak terlihat jadi seolah-olah terlihat” (2005:81). Penggunaan citraan penglihatan yang dominan membantu pembaca dalam membayangkan apa yang ingin disampaikan oleh penulis, sehingga dengan jelas pembaca dapat memahami latar, atau keadaan yang dilukiskan oleh penulis. 2.
Nilai Pendidikan dalam Novel Sepatu Dahlan Novel yang sesuai digunakan di kalangan instansi sekolah adalah novel yang sarat dengan nilai didiknya. Diane Tillman (dalam Hartini, 2013) mengemukakan bahwa “Karya sastra mengandung nilai-nilai diantaranya kedamaian, penghargaan, cinta, toleransi, kejujuran, kerendahan hati, kerja sama,
kebahagiaan,
tanggungjawab,
kesederhanaan,
kebebasan,
dan
persatuan”. Begitu halnya dengan novel Sepatu Dahlan, novel yang mengisahkan tentang masa kecil Dahlan Iskan ini banyak ditemukan nilai pendidikan dan memotivasi pembaca.
Nilai-nilai pendidikan tersebut
disampaikan oleh pengarang baik secara tersurat maupun secara tersirat. Bahkan ada beberapa amanat yang disampaikan lewat cerita yang dituturkan oleh tokoh bapak. Waluyo (dalam Hartini, 2013:20) berpendapat: “Karya sastra memiliki kandungan nilai yang bersifat universal dan bernilai tinggi, sehingga dapat langsung dihayati oleh penikmatnya. Ada pula karya sastra yang terselubung, maksudnya makna karya sastra tersebut terbungkus rapi di dalam simbol, perumpamaan, ataupun alegori dan nasihat-nasihat para leluhur, biasa disampaikan dengan bahasa figuratif agar tidak vulgar”. Dengan demikian dapat diketahui bahwa novel Sepatu Dahlan menghadirkan nilai-nilai pendidikan yang bermanfaat bagi pendidikan batin pembacanya. Novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara memuat nilainilai pendidikan yang menginspirasi dan memotivasi pembaca. Nilai pendidikan tersebut berkaitan erat dengan nilai pendidikan karakter, nilai pendidikan yang termuat dalam novel ini antara lain, nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, dan nilai pendidikan adat atau commit to user budaya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120 a. Nilai Pendidikan Agama Menurut Nurgiyantoro (2005), agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian pada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. Dengan demikian nilai pendidikan agama merupakan hubungan antara manusia dengan sang Pencipta. Nilai agama juga tercermin dalam sikap religius. Purwaningtyastuti, dkk. (2014) menambahkan bahwa nilai religius dapat menanamkan sikap pada manusia untuk tunduk dan taat kepada Tuhan. Nilai pendidikan agama yang tercermin dari novel Sepatu Dahlan adalah sikap tawakal, bersyukur, rajin beribadah, tabah dalam menjalani kehidupan serta kisah-kisah yang disampaikan tokoh bapak mengajarkan sikap religius. Pengarang menunjukkan nilai pendidikan agama dengan bahasa yang estetis dan dengan kisah-kisah yang dituturkan oleh tokoh bapak secara tersurat maupun tersirat. Nilai pendidikan agama yang ditonjolkan pengarang dalam novel ini adalah sikap tabah dan tawakal dalam menjalani kehidupan yang penuh cobaan, rintangan dan kesulitan agar selalu mendekatkan diri kepada Allah.
b. Nilai Pendidikan Moral Dalam kehidupan bermasyarakat, nilai-nilai moral ditempatkan pada posisi sebagai patokan dalam menentukan makna baik buruknya perilaku manusia dalam lingkungan tersebut (Susetianingsih, 2010:106). Nilai moral dalam suatu karya sastra dimaksudkan untuk menyampaikan pesan moral atau ajaran-ajaran tentang baik buruk yang berlaku dalam kehidupan. Hal ini senada dengan yang disampaikan Nurgiyantoro (2005:322) moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Nilai pendidikan moral ditunjukkan pengarang dengan memanfaatkan tokoh dalam cerita, serta amanat dan pesan yang disampaikan pengarang baik secara tersurat maupun tersirat. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkap Nurgiyantoro (2005) bahwa melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral to user yang disampaikan dan yangcommit diamanatkan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121 Nilai pendidikan moral yang tercermin dari novel Sepatu Dahlan antara lain sikap kerja keras, giat bekerja, rajin, mandiri, tanggung jawab, sikap toleransi, disiplin, dan saling menyanyangi. Dalam novel ini pengarang menonjolkan sikap kerja keras dan tanggung jawab seorang anak. Sikap tersebut ditunjukkan pada tokoh Dahlan yang memimpikan sepasang sepatu dan sepeda, untuk mencapai impiannya tersebut ia harus nyuli nyeset, nyuli nandur, ngangon domba, hingga menjadi pelatih bola voli ia lakoni demi dua impiannya tersebut. Sikap tanggung jawab tercermin ketika Dahlan harus menjaga dan mencarikan makanan untuk adikknya yang kelaparan, serta sikap Dahlan yang selalu memotivasi teman-teman tim volinya agar optimis dan selalu bersemangat. c. Nilai Pendidikan Sosial Menurut Semi (1993), sosial berkenaan dengan pembentukkan dan pemeliharaan jenis-jenis tingkah laku dan hubungan antar individu, dan masyarakat yang dengan bersama-sama memperjuangkan kesejahteraan semua yang berkepentingan. Mengacu pada pendapat Semi di atas, nilai pendidikan sosial merupakan hubungan manusia dengan orang lain atau masyarakat untuk saling menolong, memberi, dan menjaga satu sama lain. Nilai pendidikan sosial yang tercermin dari novel Sepatu Dahlan antara lain tolong menolong, sikap peduli sosial, gotong royong, dan berbagi ilmu. Pengarang menyampaikan nilai pendidikan sosial melalui tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan. Nilai pendidikan sosial yang paling menonjol dalam novel tersebut adalah sikap tolong menolong dan peduli sosial. Sikap tersebut tercermin melalui teman-teman Dahlan, persahabatan mereka yang dilandasi rasa persaudaraan yang kuat, sehingga jika terjadi kesulitan mereka akan membantu dan meringankan beban teman-temannya. d. Nilai Pendidikan Adat atau Budaya Susetianingsih (2010), nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam lingkup organisasi, lingkungan masyarakat commit to user kepercayaan (believe), simbolyang mengakar pada suatu kebiasaan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122 simbol dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai pendidikan adat atau budaya antara daerah satu dengan daerah yang lain tentunya berbeda. Adat dan budaya setiap daerah merupakan kepercayaan leluhur yang dihormati, selalu dijaga dan dilestarikan. Nilai pendidikan adat atau budaya yang disampaikan pengarang dalam novel Sepatu Dahlan menampilkan adat atau budaya daerah Jawa Timur. Adat atau budaya tersebut berupa kesenian dan tradisi yang masih terjaga di tengah masyarakat. Kesenian yang masih dilestarikan itu adalah kesenian reog yang digambarkan oleh pengarang pada masyarakat Cigrok masih melestarikan kesenian reog. Selain itu juga, tradisi kupatan dan punjungan yang dilakukan setelah hari raya Idul Fitri. Kupatan adalah makanan yang terbuat dari beras yang dibungkus dengan daun kelapa yang berbentuk segi empat. Ketupat biasanya hadir dengan sayur yaitu sayur opor. Lain halnya dengan punjungan, punjungan adalah mengantarkan macam-macam sayur kepada sesepuh atau orang yang dituakan dalam masyarakat. Berdasarkan nilai-nilai pendidikan yang ditemukan, nilai pendidikan yang lebih banyak disampaikan penulis adalah nilai pendidikan moral. Nilai pendidikan moral yang ditemukan dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara sebanyak 16 data dari keseluruhan data 38. Secara lebih konkret nilai pendidikan moral yang ditemukan ada beberapa yaitu, kerja keras, disiplin, menghargai, tanggung jawab, dan kreatif. Kerja keras adalah nilai pendidikan moral yang paling dominan yaitu sebanyak 9 data, disiplin sebanyak 1 data, menghargai sebanyak 2 data, tanggung jawab sebanyak 3 data, dan kreatif sebanyak 1 data.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123 3.
Relevansi Novel Sepatu Dahlan sebagai Materi Pembelajaran Sastra di SMK Menurut Sutikno (dalam Komsiyah, 2012:4), pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan cara mengorganisasikan isi pembelajaran, menyampaikan isi pembelajaran dan mengelola pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut diperlukan cara agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Cara tersebut salah satunya dengan menggunakan materi ajar yang baik sesuai kriteria mutu. Menurut Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) kriteria mutu (standar) buku nonteks pelajaran meliputi: (a) kelayakan isi atau materi; (b) kelayakan penyajian; (c) kelayakan bahasa; dan (d) kelayakan kegrafikaan. Kelayakan isi atau materi pada novel Sepatu Dahlan sebagai buku nonteks mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional, yaitu “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pada novel Sepatu Dahlan termuat materi tentang gaya bahasa, seperti majas dan diksi serta terdapat nilai pendidikan yang dapat diteladani oleh siswa, sehingga siswa dapat menjadi pribadi yang berakhlak, beriman seperti tujuan pendidikan nasional. Selain itu, novel ini tidak bertentangan dengan ideologi dan kebijakan politik negara. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastrawinata (2011) materi atau isi buku jangan bertentangan dengan Pancasila, kebijakan politik negara, dan tidak bertendensi untuk memecah belah keutuhan Negara. Novel ini juga tidak menyinggung masalah SARA, bias jender, serta pelanggaran HAM. Kelayakan penyajian pada novel Sepatu Dahlan disusun secara runtun, bersistem, lugas, dan mudah dipahami. Novel ini dapat mengembangkan kecakapan emosional, sosial, dan spiritual dari pembaca. Sementara itu, untuk kelayakan bahasa, novel Sepatu Dahlan memerhatikan penggunaan ejaan (penulisan huruf dan tanda baca) yang sesuai dengan kaidah penulisan bahasa to user Indonesia yang benar yaitu commit Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Selain itu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124 keterbacaan pada novel ini cukup tinggi, sebab penggunaan unsur bahasa (kata, kalimat, paragraf, dan wacana) memiliki susunan yang sederhana karena menggunakan bahasa sehari-hari, sehingga terhindar dari penggunaan istilah khusus (teknis) atau asing. Kelayakan kegrafikaan pada novel Sepatu Dahlan mencerminkan isi buku dan dapat dipahami dan menarik siswa. Menurut Sudjana (dalam Suryani & Agung, 2012),
materi harus
memiliki nilai kegunaan, artinya materi itu mempunyai manfaat bagi siswa. Dilihat dari kebermanfaatannya novel Sepatu Dahlan mengandung nilai-nilai pendidikan yang bermanfaat untuk pembentukkan karakter siswa. Novel ini adalah novel inspiratif yang mengisahkan biografi Dahlan Iskan dalam menjalani hidup dengan segala keterbatasan ekonomi untuk berusaha mencapai cita-citanya, dengan demikian novel ini akan menginspirasi dan memotivasi siswa untuk terus berusaha dalam menggapai cita-citanya. Selain itu, novel Sepatu Dahlan memberikan daya tarik bagi siswa yaitu bercerita tentang kisah nyata sosok terkenal seorang Dahlan Iskan yang dulunya harus berpuasa untuk menahan lapar, namun sekarang menjadi orang sukses yang dikenal masyarakat luas. Dengan demikian siswa akan tertarik mengikuti pembelajaran dengan materi ajar yang digunakan, yaitu novel Sepatu Dahlan. Selanjutnya, novel Sepatu Dahlan merupakan materi pembelajaran yang berada dalam batas keterbacaan dan intelektual peserta didik. Artinya novel tersebut dapat dipahami dan ditanggapi oleh siswa, karena menggunakan bahasa sehari-hari yang biasa digunakan siswa SMK. Bukan hanya itu saja, dalam novel ini tokoh utama berusia sama dengan anak SMK. Maka dari itu siswa akan dengan mudah memahami cerita, bahasa, serta pesan yang ditulis pengarang. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Moody (dalam Nugrahani, 2009:393) menambahkan bahwa materi pembelajaran yang baik harus memperhatikan kesesuaian bahasa dengan materi, dapat dilihat
dari
kemudahan,
kepantasan,
dan
kesesuaiannya
dengan
perkembangan psikologis dan latar belakang sosial budaya siswa, serta latar belakang politik dan situasi setempat. Hal tersebut perlu dipertimbangkan to user benar-benar oleh guru, agarcommit dapat memberikan materi pembelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125 sesuai
dengan
syarat-syarat
materi
pembelajaran.
Pemilihan
materi
pembelajaran yang baik dan tepat akan berdampak pada siswa dan pembelajaran sastra. Adanya materi pembelajaran yang sesuai syarat atau kriteria materi pembelajaran yang baik membantu siswa untuk lebih aktif dan berpartisipatif dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga pembelajaran sastra menjadi pembelajaran yang aktif, menyenangkan, dan bermakna. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Winkel (2005:331) yang menyatakan bahwa syarat materi pembelajaran yang baik yaitu, materi harus membantu untuk melibatkan diri secara aktif, baik dengan berpikir sendiri maupun dengan melakukan berbagai kegiatan Novel Sepatu Dahlan relevan digunakan sebagai materi pembelajaran sastra di SMK, hal ini dikarenakan novel Sepatu Dahlan selain sebagai hiburan juga memiliki manfaat bagi para siswa. Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan, novel Sepatu Dahlan banyak mengungkapkan pesan moral, seperti kerja keras, disiplin, gigih untuk mencapai impian, religius, peduli sosial. Nilai-nilai tersebut patut dicontoh oleh para siswa agar siswa tumbuh menjadi pribadi yang bermoral dan berbudaya. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Ismawati (2013) terkait beberapa hal dalam pemilihan materi pembelajaran yaitu, materi harus bermakna, berfungsi, kontekstual, dan komunikatif. Pada silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia kelas XII terdapat KD 3.2 mengapresiasi secara lisan teks seni berbahasa dan teks ilmiah sederhana, siswa dapat menikmati, menghargai dan menilai teks sastra tersebut. Pada kegiatan pembelajaran siswa dapat mempelajari gaya bahasa yang ada dalam novel. Gaya bahasa tersebut seperti diksi atau pilihan kata serta macammacam majas yang ada dalam novel. Selain itu siswa dapat mengidentifikasi makna dan pesan yang tersirat maupun tersurat dari pilihan kata dalam teks sastra tersebut. Siswa juga dapat meneladani nilai-nilai pendidikan
yang
terkandung didalamnya, yang ditampilkan melalui tokoh serta amanat dari novel Sepatu Dahlan. commit to user