74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Kabupaten Bandung 4.1.1. Keadaan Goegrafis Wilayah Kabupaten Bandung secara geografis terletak pada koordinat 1070 22’-1080 5’ Bujur Timur dan 60 41’ – 70 19’ Lintang Selatan. Terletak pada ketinggian 110 meter sampai 2.429 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 1.762,39 Km2. Batas wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bandung adalah: -
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang.
-
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi.
-
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut
-
sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur.
-
di bagian tengah terletak Kota Bandung dan Kota Cimahi. Morfologi Kabupaten Bandung terdiri dari wilayah datar/landai, kaki
bukit, dan pegunungan dengan kemiringan lereng beragam antara 0 – 8%, 8% 15% hingga di atas 45%. Kabupaten Bandung beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata antara 1.500 mm sampai dengan 4.000 mm pertahun. Suhu udara berkisar antara 190 C sampai 240 C dengan penyimpangan harian mencapai 500 C dan kelembaban udara beragam antara 78% pada musim hujan dan 70% pada musim kemarau.
74
75
Kabupaten Bandung memiliki banyak sumber daya air, baik air tanah maupun air permukaan. Air permukaan terdiri dari 4 danau alam, 3 danau buatan, serta 172 buah sungai. Sumber air permukaan umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik pertanian; industri, dan lain-lain. Dan air tanah dalam (kedalaman dari 60 sampai 200 meter) umumnya dipergunakan untuk keperluan industri, non industri dan sebagian kecil untuk rumah tangga, sedangkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga memanfaatkan air tanah bebas (sumur gali) dan air tanah dangkal (kedalaman 24 sampai 60 meter), serta sebagian menggunakan fasilitas dari PDAM. Kawasan hutan lindung di wilayah Kabupaten Bandung seluas 54.170 Ha yang tersebar di 26 kecamatan, sedangkan kawasan budidaya pertanian seluas 156.090 Ha, terdiri dari : a) Kawasan hutan produksi seluas 25.258 Ha; b) Kawasan pangan lahan basah seluas 34.229,19 Ha; c) Kawasan pangan lahan kering seluas 76.384 Ha; d) Kawasan tanaman tahunan/perkebunan seluas 19.906 Ha; e) Kawasan perikanan seluas 39 Ha; f) Kawasan peternakan seluas 274 Ha.
4.1.2. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Pada akhir tahun 2008 berdasarkan hasil rekapitulasi data jumlah penduduk Kabupaten Bandung tercatat sebanyak 2.902.129 jiwa. Sedangkan pada akhir tahun 2009 angka tersebut telah berubah menjadi 2.921.696 jiwa, terdiri dari 1.470.402 jiwa penduduk laki-laki dan 1.451.294 jiwa penduduk perempuan.
76
Keadaan ini menunjukkan adannya kenaikan sebesar 19.567 jiwa dengan demikian laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bandung Tahun 2009 sebesar 0,03 %. Jumlah penduduk tertinggi berada di Kecamatan Baleendah dengan jumlah penduduk 180.511 jiwa, sedang jumlah penduduk terendah ada di Kecamatan Cilengkrang dengan 41.113 jiwa. Jumlah Penduduk di tahun 2009 merupakan hasil pencatatan registrasi yang meliputi laporan lahir, mati, datang dan pindah dimasing-masing kecamatan. Selama tahun 2009 tercatat jumlah kelahiran sebanyak 25.972 kelahiran sedang jumlah kematian tercatat sebanyak 9.854 kematian. Sedangkan untuk urusan perpindahan penduduk selama tahun 2009 tercatat sebanyak 16.364 jiwa yang datang dan 12.915 jiwa penduduk yang pindah. Adapun komposisi jumlah penduduk Kabupaten Bandung Tahun 2009 terdiri dari 1.470.402 jiwa penduduk laki-laki dan 1.451.294 jiwa penduduk perempuan dengan sex ratio 101,32. Kepadatan penduduk di Kabupaten Bandung pada tahun 2009 tercatat kurang lebih sebesar 1.647 jiwa/Km2.
4.1.3. Pembagian Wilayah Kabupaten Bandung terbagi menjadi 31 Kecamatan dengan jumlah desa / kelurahan 276 Desa/Kelurahan, terdiri dari 267 Desa dan 9 Kelurahan. Kecamatan dengan Desa/Kelurahan terbanyak adalah Kecamatan Ciparay sebanyak 14 Desa/Kelurahan, sedangkan paling sedikit adalah Kec. Margahayu dengan 4 Desa/ Kelurahan. Kelurahan hanya terdapata di 4 Kecamatan yaitu Kecamatan Balendah : 5 Kelurahan, Kecamatan Margahayu dan Kecamatan Dayeuhkolot masing-masing satu serta Kecamatan Cimenyan 2 Kelurahan.
77
Untuk Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut ini : Tabel 4.1. Daftar Jumlah Desa dan Kelurahan Menurut Kecamatan Di Kabupaten Bandung No 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Kecamatan 2 Ciwidey Rancabali Pasijambu Cimaung Pangalengan Kertasari Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagreg Rancaekek Majalaya Solokanjeruk Ciparay Baleendah Arjasari Banjaran Cangkuang Pameungpeuk Katapang Soreang Kutawaringin Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan Kab Bandung
Desa
Kelurahan
Jumlah
3 7 5 10 10 13 7 13 12 12 9 12 6 13 11 7 14 3 11 11 7 6 7 10 11 6 4 5 6 6 6 7 267
4 5 1 1 2 9
5 7 5 10 10 13 7 13 12 12 9 12 6 13 11 7 14 8 11 11 7 6 7 10 11 6 5 6 6 6 6 9 276
Sumber : Bagian Pengembangan Otonomi Daerah
78
4.2. Pendelegasian Wewenang Bupati kepada Camat Di dalam manajemen terdapat berbagai prinsip antara lain adanya pendelegasian kewenangan dari pucuk pimpinan kepada orang atau unit yang berada dibawahnya. Pendelegasian kewenangan adalah pelimpahan kewenangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, yang diberikan dari pihak atasan kepada bawahan dengan ketentuan : 1) kewenangan tersebut tidak beralih menjadi kewenangan dari penerima delegasi; 2) penerima delegasi wajib bertanggung jawab kepada pemberi delegasi; 3) pembiayaan untuk melaksanakan wewenang tersebut berasal dari pemberi delegasi kewenangan. Pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan Bupati/Walikota kepada camat menurut Sadu ( 2009 : 22), dapat dibedakan adanya dua pola yaitu : 1. Pola seragam untuk semua kecamatan 2. Pola beranekaragam, untuk kewenangan tertentu yang bersifat umum (kewenangan generic) ditambah dengan kewenangan spesifik yang sesuiai dengan karakteristik wilayah dan penduduknya.
Pendelegasian dengan pola seragam yaitu mendelegasikan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada camat secara seragam tanpa melihat karakteristik wilayah dan penduduknya. Pola ini dapat digunakan untuk kecamatan yang wilayah dan penduduknya relatif homogen. Pola pendelegasian secara seragam memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan pola pendelegasian kewenangan secara seragam adalah : a. Relatif lebih mudah membuatnya; b. Relatif lebih mudah dalam pengaturan dan pengendaliannya; c. Relatif lebih mudah dalam pembinaan personil, penentuan anggaran dan logistik.
79
Sedangkan kekurangan pola pendelegasian kewenangan secara seragam adalah : a. Kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat; b. Penyediaan personil, anggaran dan logistik tidak sesuai dengan kebutuhan nyata kantor camat sehingga sulit untuk mencapai efektivitas dan efisiensi. c. Sulit untuk mengukur kinerja organisasi secara obyektif. Pendelegasian dengan pola beranekaragam yaitu mendelegasikan sebagian kewenangan
pemerintahan
dari
Bupati/Walikota
kepada
camat
dengan
memperhatikan karakteristik wilayah dan penduduk masing-masing kecamatan. Pada pola ini ada dua macam kewenangan yang dapat didelegasikan yakni kewenangan generik, yakni kewenangan yang sama untuk semua kecamatan, serta kewenangan kondisional yaitu kewenangan yang sesuai dengan kondisi wilayah dan penduduknya. Pola pendelegasian kewenangan yang serba seragam maupun yang beraneka ragam memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan pola beranekaragam dapat diinventarisasi, adapun kelebihan pola pendelegasian kewenangan secara beranekaragam meliputi : a. Lebih responsif terhadap kebutuhan pelayaanan masyarakat ; b. Kebutuhan personil, anggaran dan logistik dapat dihitung secara obyektif dan rasional; c. Memudahkan dalam pengukuran kinerja.
80
Sedangkan
kelemahan
pola
pendelegasian
kewenangan
secara
beranekaragam : a. Memerlukan waktu dan tenaga untuk menyusunnya; b. Agak sulit dalam pengendalian dan pengawasan; c. Memerlukan personil yang memiliki kualifikasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan masyarakat. Faktor-faktor
yang
perlu
dipertimbangkan
dalam
mendelegasikan
kewenangan dengan menggunakan pola beranekaragam yaitu sebagai berikut : 1. Karakteristik geografis ( daratan atau kepulauan, dataran atau pegunungan) ; 2.Karateristik penduduk dilihat dari mata pencaharian dan tingkat pendidikannya; 3. Karakteristik wilayahnya (perkebunan, perhutanan, perindustrian, perumahan, pariwisata dlsb). Adapun jenis-jenis kewenangan yang dapat didelegasikan kepada camat dapat menunuru Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) macam sebagai berikut : 1. kewenangan perijinan; 2. kewenangan rekomendasi; 3. kewenangan koordinasi; 4. kewenangan pembinaan; 5. kewenangan pengawasan; 6. kewenangan fasilitasi; 7. kewenangan penetapan; 8. kewenangan pengumpulan data dan penyampaian informasi; 9. kewenangan penyelenggaraan.
81
Untuk dapat mengidentifikasi kewenangan pemerintahan yang dapat didelegasikan kepada Camat, dapat dibuat matriks sebagai berikut : Bidang Jenis Kewenangan
Pengembangan Otonomi Daerah
Kependudukan
Dst S/d 25 Bidang
1. Perijinan 2. Rekomendasi 3. Koordinasi 4. Pembinaan 5. Pengawasan 6. Fasilitasi 7. Penetapan 8. Pengumpulan dan penyampaian informasi 9. Penyelenggaraan
Matriks di atas disusun dengan memadukan antara jenis kewenangan (ada 9 jenis) dengan bidang kewenangan yang dijalankan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota (ada 21 bidang kewenangan). Melalui matriks tersebut barulah diadakan rapat teknis antara dinas daerah dan atau badan/kantor dengan camat untuk mencocokkan kewenangan yang mungkin dan mampu dilaksanakan oleh camat. Pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati kepada camat dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Bupati, bukan dengan Peraturan Daerah. Pertimbangannya adalah bahwa yang didelegasikan adalah kewenangan pejabat Bupati kepada pejabat bawahannya (camat).
82
Untuk menjalankan kewenangan yang telah didelegasikan oleh Bupati camat memerlukan dukungan organisasi. Tugas pokok dan fungsi organisasi kecamatan diatur dengan Peraturan Daerah, sama seperti pengaturan tugas, pokok dan fungsi perangkat daerah lainnya. Sebab pembentukan organisasi akan berkaitan dengan personil dan pembiayaan yang memerlukan persetujuan DPRD. Menurut Sadu (2009 : 55) Pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada camat dapat dilaksanakan apabila memenuhi empat prasyarat sebagai berikut: 1) Adanya keinginan politik dari Bupati/Walikota untuk mendelegasikan sebagian kewenangan pemerintahan kepada camat; 2) Adanya kemauan politik dari Bupati/Walikota untuk menjadikan kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat bagi jenis-jenis pelayanan yang mudah, murah, dan cepat. 3) Adanya kelegawaan dari dinas dan atau lemtekda untuk melimpahkan sebagian kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh camat, melalui keputusan Kepala Daerah. 4) Adanya dukungan anggaran dan personil untuk menjalankan kewenangan yang telah didelegasikan. Selanjutnya sebagian kewenangan pemerintahan yang telah didelegasikan oleh Bupati kepada Camat pada suatu saat dapat saja ditarik kembali. Adapun alasan penarikan kembali kewenangan yang telah didelegasikan antara lain : a) Kewenangan yang telah didelegasikan tidak dilaksanakan dengan baik; b) Obyek sasaran dari kewenangan tersebut tidak ada di kecamatan bersangkutan; c) Setelah dilaksanakan ternyata pendelegasian kewenangan yang dijalankan oleh camat justru menimbulkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan; d) Pelaksanaan kewenangan yang didelegasikan dampaknya telah meluas melampaui satu kecamatan, sehingga perlu ditarik kembali ke tangan Bupati.
83
e) Adanya kebijakan baru di bidang pemerintahan sehingga kewenangan yang selama ini dijalankan oleh Camat dengan berbagai pertimbangan kemudian ditarik kembali dan atau dipindahkan pelaksanaannya kepada unit organisasi pemerintahan yang lainnya. Misalnya kewenangan di bidang pertanahan, kependudukan, pemilihan umum dan lain sebagainya. Apabila pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati kepada
camat
dilakukkan
dengan
Peraturan
Bupati,
maka
penarikan
kewenangannyapun harus dilakukan dengan Peraturan yang setingkat yakni Peraturan Bupati. Penarikan kembali kewenangan yang didelegasikan harus dilakukan secara hati-hati dan cermat, jangan sampai menimbulkan masalah di kemudian hari atau menimbulkan penolakan dari masyarakat yang dilayani.
4.2.1. Perkembangan Pendelegesian Wewenang di Kabupaten Bandung Pelaksanaan kebijakan pelimpahan sebagian kewenangan Bupati Bandung kepada Camat, merupakan Implementasi dari pasal 66 Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan sebagai upaya mempercepat terwujudnya
tingkat
kesejahteraan
masyarakat.
Melalui
peningkatan
pembangunan yang ada ditingkat desa dalam rangka merealisasikan konsep otonomi daerah yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945. Latar belakang Kebijakan Bupati Bandung tentang pendelegasian sebagian kewenangan Bupati Bandung kepada Camat merupakan pernyataan Bupati yang
84
dijadikan komitmen Bupati terhadap pelayanan public dan program pendelegasian kewenangan urusan pelayanan kepada camat. Adapun pernyataan Bupati adalah : Dalam era desentralisasi dan otonomi pemerintah daerah harus berorientasi kepada pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Bandung mempunyai komitmen kuat untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu usaha yang ditempuh adalah dengan lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat melalui pendelegasian beberapa kewenangan kepada camat.1 Pemerintah Kabupaten Bandung sejak tanggal 2 Oktober tahun 2001 telah menetapkan Keputusan Bupati Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati Kepada Camat berdasarkan pasal 66 UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 dan selanjutnya disempurnakan menjadi Keputusan Bupati Nomor 8 Tahun 2004 sebagai penyesuaian berdasarkan pasal 126 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Perda Nomor 7 Tahun 2002 tentang Kewenangan Bupati. Hal ini Mengingat cepatnya perkembangan keadaan dan perubahan tahunan ketatanegaraan serta tuntutan, kebutuhan penyelenggaraan otonomi daerah saat ini, maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sejak Tanggal 15 Oktober 2004 dinyatakan tidak berlaku lagi dan telah diganti dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Kebijakan tentang pendelegasian kewenangan Bupati yang semula didasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 secara berkesinambungan masih tetap dipertahankan, bahkan lebih dikembangkan dan diperjelas terutama menyangkut
1
Hasil Wawancara dengan Bupati Bandung.
85
lagalitas kewenangan Camat dalam melaksanakan kegiatannya dilapangan, sehingga secara spesifikasi pasal 126 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur tentang kelembagaan Kecamatan, pelimpahan kewenangan dan tugas Camat. Kewenangan Bupati Bandung yang telah didelegasikan kepada Camat sebanyak 25 bidang meliputi 614 rincian kewenangan dalam aplikasinya berbentuk jenis : a) pemberian ijin, b) rekomendasi, c) fasilitasi, d) koordinasi, e) pembinaan, f) pengawasan, g) penetapan/penyelenggaan, h) pengendalian dan pengawasan, i) informasi dan pengumpulan data p j) penyelenggaraan pemerintahan dan residu. Kebijakan penetapan pendelegasian wewenang
dari Bupati kepada
Camatdi Kabupaten Bandung dimulai pada tahun 2001 telah direncanakan mulai dari perumusan sampai dengan evaluasi penyelenggaraan. Adapun langkahlangkah
teknis
yang
dilakukan
untuk
dapat
merumuskan
dan
mengimplementasikan pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati kepada camat di lingkungan Pemerintahan Bandung sebagai berikut :
86
1) Membentuk Tim difasilitasi oleh sekretariat daerah yang terdiri dari Unsur Bagian Otda, Bagian Tapem, Bagian Hukum, Bagian Organisasi, Bapeda, Bawasda, BAKD dan BKD. 2) Melakukan Inventarisasi Rincian Kewenangan dari Dinas, Badan dan Lembaga Teknis lainnya yang dapat didelegasikan kepada Camat melalui Pengisian Daftar Isian Kewenangan. 3) Sosialisasikan kepada para Kepala Dinas, Badan dan Lembaga Teknis lainya serta para Camat. 4) Mengadakan Rapat Teknis antara Dinas-dinas dan Lembaga Teknis Daerah beserta para Camat untuk mencocokan rincian kewenangan yang dapat didelegasikan dan yang mampu dilaksanakan oleh Camat. 5) Menyiapkan rancangan Keputusan Bupati tentang Pelimpahan sebagian Kewenangan Bupati kepada Camat untuk dijadikan Keputusan, 6) Konsultasi dengan Pakar Pemerintahan dilihat dari Kajian Akademik. 7) Penyusunan dan penerbitan produk Hukum Keputusan Bupati Nomor tentang Pelimpahan sebagian Kewenangan Bupati kepada Camat. 8) Penyusunan Petunjuk Teknis pelimpahan sebagian kewenangan Bupati kepada Camat. 9) Implementasi pelimpahan sebagian kewenangan Bupati kepada Camat. 10) Menata ulang organisasi Kecamatan sesuai dengan besaran dan luasnya kewenangan yang didelegasikan untuk masing-masing Kecamatan. 11) Mengisi organisasi dengan orang-orang yang sesuai dengan kebutuhan apabila perlu dilakukan persiapan melalui Pendidikan Teknis Fungsional sesuai kebutuhan lapangan. 12) Menghitung pencairan anggaran untuk masing-masing kecamatan sesuai dengan beban tugasnya dengan mempertimbangkan kemampuan kewenangan Pemerintah Daerah bersangkutan. 13) Menghitung perkiraan kebutuhan Logistik untuk masingmasing Kecamatan sesuai dengan besaran organisasi dan kewenangan yang dilimpahkan kepada Camat. 14) Mengevaluasi kegiatan pelimpahan sebagian kewenangan Bupati kepada Camat, sehingga nantinya dapat diketahui mana rincian kewenangan yang Efektif dapat dilaksanakan dan yang belum bisa dilaksanakan sebagai bahan laporan kepada Bupati.2 Langkah-langkah teknis tersebut akhirnya menghasilkan Keputusan Bupati Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Bupati Kepada Camat meliputi : 27 Bidang Kewenangan dan 110 Rincian Kewenangan. Dalam 2
Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Otonomi Daerah dan Kepala Sub Bagian Kewenangan Pemerintah Kabupaten Bandung.
87
perjalanan pelaksanaannya masih banyak kewenangan yang seharusnya diserahkan kapada camat atau kewenangan yang telah diserahkan kurang efektif dan efisien, maka Bupati memerintahkan kepada Instansi terkait untuk segera mendelegasikan urusan pemerintah yang secara efektif dan efisien didelegasikan kepada camat. Hasilnya berupa penyempurnaan Keputusan Bupati Nomor 21 Tahun 2001menjadi Keputusan Bupati Nomor 8 Tahun 2004 tentang Pelimpahan sebagian Kewenangan Bupati kepada Camat di Kabupaten Bandung, meliputi : 9 Jenis-jenis Kewenangan, 25 Bidang Kewenangan dan 614 Rincian Kewenangan. Pola kewenangan yang dipergunakan dalam pemerintah daerah bersifat delegatif. Bahwa kewenangan Camat bersifat delegatif, yakni pendelegasian wewenang dari pejabat diatasnya Bupati kepada pejabat dibawahnya Camat. Pola ini dapat dipahami sebagai suatu pelimpahan kewenangan yang memiliki kapasitas terbatas, karena secara spesifik Camat tidak mempunyai bidang kewenangan tertentu yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang. Dengan kinerja Camat akan sangat tergantung kepada seberapa besar delegasi kewenangan yang diberikan oleh Bupati kepadanya.
4.2.2. Kelembagaan Kecamatan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung dalam Implementasi Kebijakan Pendelegasian Wewenang Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang, aspek kelembagaan kecamatan merupakan aspek yang strategis. Kelembagaan kecamatan dibutuhkan keberadaannya dalam rangka menjalankan kewenangan atau urusan pemerintah yang didelegasikan kepada camat. Selain itu, keberadaan kelembagaan kecamatan adalah untuk mewadahi aparat kecamatan yang menjalankan aktivitas dalam
88
mencapai tujuannya, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat (organisasi publik). Dalam praktek manajemen pemerintahan, kelembagaan atau organisasi pemerintah menempati urutan kedua dalam unsur pembentuk pemerintah daerah setelah adanya kewenangan/urusan, kemudian aspek kepegawaian, keuangan, lembaga perwakilan/legislatif, dan manajemen publik serta yang terakhir monitoring dan evaluasi (Made Suwandhi, 2004 : 148) . Dalam menghadapi berbagai tantangan penyebab perubahan, organisasi dapat menyesuaikan diri dengan jalan merubah struktur organisasi, merubah tata kerja, merubah orang dalam pengertian sikap, tingkah laku, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dan merubah peralatan kerja. Adapun tujuan utama dari perubahan organisasi menurut Siagian (1997:207) mengemukakan bahwa perubahan organisasi diperlukan dengan beberapa pertimbangan, seperti : a) Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menampung akibat daripada perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan dan terjadi di luar orgnisasi; b) Meningkatkan peranan organisasi dalam turut menentukan arah perubahan yang mungkin terjadi; c) menyesuaikan penyesuaian-penyesuaian secara intern demi peningkatan kemampuan melakukan kedua hal tersebut di atas; d) Meningkatkan daya tahan organisasi, bukan saja untuk mampu tetap bertahan akan tetapi untuk terus bertumbuh dan berkembang; e) Mengendalikan suasana kerja sedemikian rupa sehingga para anggota organisasi tetap merasa aman dan terjamin meskipun terjadi perubahanperubahan di dalam dan di luar organisasi.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa perubahan organisasi tidak hanya dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan yang terjadi, akan tetapi lebih jauh dari itu yaitu untuk mengetahui arah perubahan dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi sehingga organisasi dapat terus bertahan, bertumbuh dan berkembang.
89
Perkembangan organisasi kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan perubahan perundangundangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah serta disesuaikkan dengan beban kerja kecamatan. Susunan organisasi Kecamatan dilingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung dalam rangka implementasi pendelegasian wewenang didasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 41 Tahun 2001 yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 yaitu : Camat dan Sekretaris Kecamatan dibantu dengan tujuh (7) seksi yang meliputi : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Seksi Perencanaan; Seksi Pemerintahan; Seksi Pengendalian Ketentraman dan Ketertiban; Seksi Pemeliharaan Sarana Umum; Seksi Pemberdayaan Masyarakat; Seksi Pengembangan Potensi Pendapatan Daerah; Seksi Infomasi dan Kehumasan.
Susunan organisasi kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung dimaksud lebih besar dari ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000, namun masih diakui karena memang disesuaikan
dengan
kebutuhan
atau
karakteristik
daerah
dan
luasnya
pendelegasian wewenang dari Bupati kepada camat serta. Sedangkan pola Susunan organisasi kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung bersifat seragam, artinya seluruh kecamatan mempunyai kesamaan. Selanjutnya,
karena
ketentuan
yang
baru
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, Susunan organisasi kecamatan di lingkungan Pemerintah harus disesuaikan dengan perundang-undangan maka Peraturan Daerah Nomor 41 Tahun 2001
90
disempurnakan menjadi Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2007 dan Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2008, susunan organisasi kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung meliputi : 1) Camat 2) Sekretaris Kecamatan a. Kaur Program b. Kaur Keuangan c. Kaur Umum dan Kepegawaian 3) Seksi Pemerintahan 4) Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum 5) Seksei Sosial dan Budaya 6) Seksi Pemberdayaan Masyarakat 7) Seksi Pemeliharaan Prasarana Umum Implementasi pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi dan kependudukan pada masing-masing kecamatan dilaksanakan oleh setiap seksi yang langsung mempunyai tugas berkaitan dengan bidang yang didelegasikan. Seksi Pemerintahan mempunyai tugas yang langsung berkaitan dengan pendelegasian bidang pengembangan otonomi dan kependudukan, hal ini karena sesuai dengan tugas pokok. Sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2008, tugas pokok Seksi Pemerintahan adalah : membantu Camat dalam menyiapkan bahan rumusan kebijakan dan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi pengembangan otonomi daerah, politik dalam negeri dan administrasi publik, kependudukan, hukum dan perundang-undangan, perimbangan keuangan daerah dan fasilitasi penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan serta melaksanakan tugas-tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku;
91
Untuk melaksanakan tugas pokok Seksi Pemerintahan menyelenggarakan fungsi : a) penyusunan rencana program dan kegiatan pelayanan penyelenggaraan pemerintahan Kecamatan; b) pelaksanaan pelayanan penyelenggaraan pemerintahan Kecamatan; c) pelaksanaan penetapan penyelenggaraan pembinaan dan, fasilitasi, pemberian rekomendasi serta koordinasi pelaksanaan pengumpulan data di bidang pengembangan otonomi daerah, politik dalam negeri dan administrasi publik serta kependudukan; d) pelaksanaan fasilitasi dan pembinaan pengkoordinasian pengumpulan data yang berkaitan dengan hukum dan perundangundangan; e) pelaksanaan fasilitasi dan pembinaan pengkoordinasian pengumpulan data yang berkaitan dengan perimbangan keuangan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan; f) pelaksanaan fasilitasi dan pembinaan pengkoordinasian pengumpulan data yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan, organisasi kemasyarakatan di desa dan / atau kelurahan serta bantuan desa/kelurahan; g) pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya; h) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas; i) pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan kecamatan dengan instansi terkait lainnya. Dalam implementasi pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, Camat tidak saja didukung oleh Seksi Pemerintahan, tetapi secara tidak langsung juga didukung oleh seksi-seksi yang lain, hal ini karena antar seksi kecamatan mempunyai keterkaitan dalam pelaksanaan tugas. Untuk mewujudkan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, seksi-seksi saling bekerja sama yang dikoordinir oleh seksi pemerintahan. Secara
teknis
operasional
implementasi
kebijakan
pendelegasian
wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, yang dilaksanakan oleh Seksi Pemerintahan berdasarkan uraian tugas pokok secara
92
umum, artinya Seksi Pemerintahan melaksanakan tugas pokok dan fungsi berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi Kecamatan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung. Sedangkan implementasi implementasi
teknis
fungsional,
secara khusus
yang berkaitan
dengan
kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan
otonomi daerah dan kependudukan masih belum dilaksanakan, hal ini karena kebijakan yang mengatur secara khusus tentang implementasi kebijakan belum diterbitkan sampai sekarang. Implementasi
kebijakan
tentang
pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan otonomi daerah dan kependudukan secara khusus dilakukan oleh Seksi pemerintahan, yang didukung oleh Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum, Seksei Sosial dan Budaya, Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Seksi Pemeliharaan Prasarana Umum. Seksi-seksi kecamatan tersebut secara rutin melakukan pertemuan setiap minggu sekali untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing, serta saling memberi informasi, dan saran serta memberi dukungan jika ada diantara seksi dimaksud mempunyai kegiatan yang harus dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh seksi-seksi kecamatan. Hal ini dilakukan,
misalnya
dalam
melakukan
pemerintahan desa yang merupakan bagian
pembinaan
dan
pemberdayaan
atau rincian kegiatan berkaitan
dengan implementassi kebijakan pendelegasian wewenang, terutama bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan.
93
4.3. Implementasi Kebijakan Pendelegasian Wewenang Bidang Pengembangan Otonomi Daerah dan Bidang Kependudukan Bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan merupakan bagian dari 25 bidang urusan pemerintahan yang didelegasikan kepada camat. Kebijakan yang digulirkan agar dapat diimplementasikan oleh camat, dengan konsekuensi lebih efektif dan lebih efisien di dalam penyelenggaraan pemerintahan, sehingga Camat beserta perangkatnya dapat memberikan yang terbaik kepada semua pihak yang terlibat dalam pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Camat sebagai perangkat daerah dengan kewenangannya, secara langsung sebagai pelaksana dari program, kegiatan bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan yang didelegasikan. Jika dicermati, keberhasilan bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan merupakan tanggung jawab akhir oleh Bupati, hal ini karena Bupati yang mempunyai kewenangan secara utuh dalam melaksanakan seluruh urusan pemerintahan di Kabupaten Bandung. Kemudian secara khusus, tanggung jawab ada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai kewenangan di bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, yang merupakan kepanjangan dari Bupati sebagai pemilik kewenangan. Jadi kepentingan yang terlibat dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang dapat dikatakan adalah Bupati sebagai penanggungjawab, Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai kewenangan di bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, Camat dan Perangkat Kecamatan serta pihak-pihak yang secara langsung berhubungan
94
dengan camat dalam melaksanakan pendelegasian wewenang implementasi kebijakan. Sebagai upaya untuk mewujudkan tercipatnya manfaat dan perubahan ke arah yang lebih baik dari implementasi kebijakan terhadap tujuan-tujuan kebijakan dan program-progran yang telah didesain, menurut grindle (1980 : 11) bahwa Kegiatan Implementasi dimaksud dipengaruhi oleh : Isi Kebijakan dan Konteks Implementasi. Isi Kebijakan yang meliputi : kepentingan yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan, jenis-jenis manfaat, tingkat perubahan yang telah diperkirakan atau diprediksikan, karakteristik penyusun kebijakan dan sumber daya yang tersedia. Sedangkan Konteks Implementasi yang meliputi : kekuatan, keputusan strategi dari para pelaku terkait implementasi terkait, karakteristik kelembagaan dan regim serta mengahadapi tuntutan dan respon terhadap adanya implementasi kebijakan. Antara Isi Kebijakan dan Konteks Implementasi Kebijakan berjalan saling berpengaruh dan bersinergis, berinteraksi untuk mencapai tujuan, manfaat dan perubahan yang lebih baik. Selanjutnya Isi Kebijakan dan Konteks Implementasi Kebijakan merupakan rangkaian sistem yang berkesinambungan untuk ukuran keberhasilan membawa dampak manfaat, perubahan ke arah yang lebih baik dan kegagalan jika ke duanya kurang bersinergis, berinteraksi dalam mencapai tujuan.
4.3.1. Peran Isi Kebijakan dalam Implementasi Kebijakan Pendelegasian Wewenang Bidang Pengembangan Otonomi Daerah dan Kependudukan Keberhasilan dari implementasi sebuah kebijakan ditentukan oleh banyak hal, termasuk isi kebijakan yang di dalamnya menyangkut kepentingan-
95
kepentingan yang terlibat, tersedianya sumber daya yang mendukung keberhasilan implementasi, arah perubahan yang baik, program yang dimplementasikan dapat memberi berbagai manfaat terhadap pemangku kepentingan. Sebuah kebijakan yang berdampak kecil dan kurang melibatkan banyak orang serta kurang didukung sumber daya maka akan kurang membawa perubahan yang cukup besar. Sebaliknya jika suatu kebijakan didukung dengan keterlibatan berbagai pihak yang saling berkerjasama, didukung sumber daya secara optimal akan membawa perubahan yang besar dan dapat memberikan berbagai manfaat kepada pihak-pihak yang terlibat.
4.3.1.1. Kepentingan siapa yang terlibat Kepentingan siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan atau dengan kata lain siapa saja yang menjadi stakeholders dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang disesuaikan dengan
bidang yang akan
dilaksanakan, yang secara tertulis telah menjadi ketetapan melalui kebijakan. Kebijakan untuk mencapai tujuan organisasi diuraikan ke dalam : tujuan program, prioritas program, dan rincian program ke dalam berbagai kegiatan. Tujuan program sampai rincian kegiatan secara jelas akan dapat dilihat siapa-siapa yang terkait dalam setiap kegiatan dan tanggug jawabnya. Menurut Grindle (1980 : 6) bahwa : secara umum, tugas implementasi kebijakan adalah untuk membangun hubungan yang membantu tujuan-tujuan dari kebijakan publik agar terealisasi
sebagai hasil aktivitas pemerintahan.
Selanjutnya Grindle (1980 : 7) mengatakan bahwa :
96
Proses umum implementasi dapat dimulai hanya ketika tujuan-tujuan dan ide-ide umum telah dikhususkan, ketika program-program tindakan telah didesain, dan ketika dana telah dialokasikan untuk pelaksanaan tujuantujuan tersebut. Hal ini menjadi kondisi dasar untuk pelaksanaan tiap kebijakan publik eksplisit. Secara teori, dalam hal ini proses formulasi kebijakan telah dilakukan oleh proses implementasi kebijakan, dan program-program dijalankan.
Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan tidak hanya dilaksanakan oleh Bupati dan Camat beserta perangkatnya, tetapi melibatkan beberapa instansi atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait. Kepentingan siapa saja dalam implementasi kebijakan pendelegasian bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan dapat dilihat secara jelas dari urusan atau tujuan program bidang pendelegasian. Kepentingan siapa saja yang terlibat dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan meliputi : a) Kecamatan : Camat, Sekretaris Kecamatan dan Kepala Sie di Kecamatan b) Badan Pemberdayaan Pemerintahan Desa Kabupaten Bandung c) Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil d) Bagian Pemerintahan Umum e) Bagian Bina Otonomi Daerah f) Badan Perencanaan Daerah g) Bagian Hukum, Bagian organisasi dan Badan Kepegawaian Daerah.3
Stakeholders atau yang mempunyai kepentingan implementasi kebijakan pendelegasian
3
wewenang
dibidang
pengembangan
otonomi
daerah
dan
Hasil Wawancara dengan Sub Bagian Kewenangan pada Bagian Otonomi Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung disertai dokumen bahan rapat koordinasi Bupati Bandung
97
kependudukan adalah yang berkaitan dengan mewujudkan tujuan pengembangan otonomi daerah dan kependudukan yaitu membantu dan memberikan pembinaan bagi penyelenggaraan pemerintahan desa dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pihak yang mempunyai kepentingan dalam implementasi kebijakan bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung meliputi : a) Camat dan Perangkat Camat mempunyai kepentingan yang sangat besar dalam mensukseskan implementasi kebijakan pendelegasian bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Camat dalam melaksanakan kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan di bantu perangkat kecamatan dalam memberikan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelayanan bidang kependudukan kepada masyarakat, terutama yang didelegasikan. Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan dilakukan oleh Camat dan Perangkat Kecamatan setelah koordinasi dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD), Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil (DISDUK & CAPIL) Bagian Pemerintahan Umum, Bagian Otonomi yang programnya diperuntukkan bagi pemerintahan desa dan masyarakat. Program ini dijalankan oleh masing-masing camat di desa-desa yang menjadi wilayah kerjanya dalam rangka membantu tugas bupati untuk melakukan pembinaan pemerintahan desa dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.
98
Adapun program impementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan diintegrasikan dengan program-program dari Badan Pemberdayaan Pemerintahan Desa Kabupaten Bandung, Dinas Sosial, Kependudukan dan Capil (DISSOSDUKCAPIL), Bagian Pemerintahan Umum, Bagian Bina Otonomi Daerah yang langsung melaksanakan kewenangan urusan pemerintahan kabupaten atau SKPD yang langsung membantu Bupati dalam pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai dengan visi, misi Bupati. b) Bagian Pemerintahan Umum Bagian Pemerintahan umum secara khusus tidak mempunyai tugas pokok yang langsung berhubungan dengan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, tetapi Bagian Pemerintahan Umum secara langsung yang memberi pembinaan terhadap kecamatan-kecamatan di lingkungan Pemeritah Kabupaten Bandung, sehingga secara tidak langsung dapat memberikan fasilitas dan mengarahkan kepada Camat dan perangkat kecamatan dalam rangka implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Adapun tugas pokok Bagian Pemerintahan Umum adalah melaksanakan sebagian
tugas
Asisten
Pemerintahan
dalam
merencanakan
teknis
operasional, merumuskan kebijakan dan koordinasi teknis administratif penyusunan rumusan kebijakan dan pengkoordinasian Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah melalui fasilitasi dan pembinaan Perangkat
99
Daerah,
pelayanan
dan pengembangan kerjasama dan hubungan antar
lembaga serta fasilitasi pelayanan pertanahan; Sedangkan fungsi Bagian Pemerintahan umum
dalam rangka
mewujudkan tugas pokok yang berkaitan dengan Camat meliputi : a) penyelenggaraan pembinaan, sosialisasi, observasi dan pengkajian penyelenggaraan penataan kecamatan; b) pelaksanaan koordinasi dan fasilitasi penyelesaian konflik antar kecamatan; c) pengkoordinasian pelaksanaan pelayanan umum di kecamatan; d) perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan pemerintahan kecamatan yang meliputi pembinaan teknis fungsional aparatur dan fasilitasi dukungan sarana dan prasarana penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan; e) pelaksanaan pembinaan teknis administrasi pemerintahan kecamatan; f) pengkoordinasian penyusunan laporan kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh kecamatan;4 Secara tidak langsung Bagian Pemerintahan Umum dapat membina, mengarahkan, memantau dan meminta laporan pertanggung jawaban yang berhubungan dengan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan dengan cara berkoordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah lain, yaitu Bagian Bina Pengembangan Otonomi Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil, serta Pemerintahan Desa. Bagian Pemerintahan Umum selalu berusaha dapat membantu Camat dan memberi fasilitasi dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan sesuai dengan kewenangan. Bantuan dan fasilitasi yang sering dilakukan adalah penyediaan sarana dan prasarana serta memperjuangkan anggaran 4
Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Pemerintahan Umum dan Kepala Sub Bina Perangkat Daerah Sekretariat Kabupaten Bandung
100
yang cukup untuk masing-masing kecamatan walau belum terlaksana sesuai harapan semua pihak.5.
c) Bagian Bina Otonomi Daerah Bagian Bina Otonomi Daerah mempunyai peran sangat besar dalam terwujudnya implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Bagian Bina Otonomi Daerah mempunyai tugas yang berkaitan dengan pendelegasian wewenang yaitu pelaksanaan monitoring, evaluasi, pengawasan, pengendalian dan pelaporan implementasi pendelegasian kewenangan pada Kecamatan. Untuk mewujudkan implementasi kebijakan pendelegasian oleh Bagian Bina Otonomi Daerah diawali dengan memprakarsai penyusunan petunjuk teknis dan pelaksanaan secara rinci yang diuraikan ke dalam Standard Operating procedur (SOP) pada masing-masing Satuan kerja perangat Daerah termasuk SKPD yang membidangi tentang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Peran Bagian Bina Otonomi Daerah menjadi fasilitator bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, tindakan yang dilakukan meliputi : a) Mengkoordinir Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Badan Kepegawaian Daerah, Bagian Hukum, Bagian Pemerintahan Umum dan Bagian Organisasi untuk menyusun terbentuknya Standard Operating procedur (SOP) pendelegasian wewenang secara mendalam;
5
Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Pemerintahan Umum.
101
b) Memantau dan menilai implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan secara periodik; c) Memfasilitasi camat dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan Desa) untuk bermitra dalam mewujudkan keberhasilan implementasi
kebijakan
tentang
pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Upaya-upaya dan peran dimaksud sebagian telah dilakukan oleh Bagian Bina Otonomi Daerah, dengan beberapa kali (4 kali lebih) melakukan koordinasi dan memimpin pertemuan-pertemuan untuk terbentuknya Standard Operating procedur (SOP) pendelegasian wewenang. Namun hasilnya sampai sekarang belum terbentuk dan belum adanya tindak lanjut untuk langkah yang lebih komprehensif dan teknis. Hal ini karena Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pengembangan otonomi daerah dan kependudukan belum melakukan tindak lanjut yang telah disepakati dalam pertemuan. Kemudian sebagai dampak kurangnya konsisten terhadap kesepakatan, implementasi kebijakan bupati sampaai saat ini masih mengalami kekurangankekurangan, sebagaimana menurut Kepala Bagian Bina Otonomi Daerah sebagai berikut : Implementasi pendelegasian kewenangan bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan sejauh ini masih banyak kekurangan dan masih perlu untuk ditingkatkan. Keterbatasan Anggaran, personil kurang kuantitas dan belum berdasarkan kompetensi, sarana dan prasarana yang masih terbatas belum sesuai dengan standard yang telah ditentukan.
102
Selain itu Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan masih kuat sekali ketegantungan kepada Camat, seperti kedudukan Camat dalam UU Nomor 5 Tahun 1974, serta belum didukung dengan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Camat dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan.6
Kekurangan-kekurangan yang diperlukan dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan seharusnya secara bertahap dapat diatasi jika semua unsur berperan aktif dan berkomitmen bahwa kecamatan dijadikan sebagai pusat pelayanan, bukan sebaliknya, yaitu masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah saling tarik ulur kepentingan secara internal.
d) Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Bandung dalam Implementasi kebijakan pendelegasian kewenangan bidang pengembangan otonomi lebih langsung berhubungan dengan pemerintahan desa, sedang dengan kecamatan bersifat koordinasi. Hal ini karena tugas pokok Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa langsung berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa. Secara rinci tugas pokok tersebut adalah : memimpin, mengendalikan,
mengkoordinasikan
merumuskan, mengatur, membina, dan
mempertanggungjawabkan
kebijakan teknis penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik di bidang pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan Desa. 6
Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Otonomi Daerah
103
Peran Camat dalam Implementasi kebijakan pendelegasian kewenangan bidang pengembangan otonomi bersifat fasilitatif dan koordinasi dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. Camat dan perangkat kecamatan dalam Implementasi kebijakan pendelegasian kewenangan bidang pengembangan otonomi yang berhubungan dengan pemerintahan desa memberikan kemudahan dan bantuan teknis sesuai dengan kewenangannya, jika terjadi permasalahan yang tidak bisa diatasi karena keterbatasan kewenangan, Camat berkoordinasi dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa berkaitan dengan permasalahan desa yang dihadapinya.7
e) Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bandung dalam Implementasi kebijakan pendelegasian kewenangan bidang kependudukan lebih langsung berhubungan dengan pemerintahan desa dan masyarakat, sedang dengan kecamatan bersifat koordinasi. Hal ini karena tugas pokok Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa langsung berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa. Secara rinci tugas pokok tersebut adalah : memimpin, mengendalikan,
merumuskan, mengatur, membina,
mengkoordinasikan
dan
mempertanggungjawabkan
kebijakan teknis penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik di bidang kependudukan. Peran Camat dalam Implementasi kebijakan pendelegasian kewenangan bidang kependudukan bersifat memberikan pelayanan sementara Kartu Tanda
7
Hasil Wawancara dengan Kepala Sie Pemerintahan Kecamatan Ibun.
104
Penduduk dan Kartu Keluarga, fasilitatif dan koordinasi dengan Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil. Peran Camat dalam Implementasi kebijakan pendelegasian kewenangan bidang kependudukan masih bersifat sementara dalam memberikan pelayanan sementara Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga, karena Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan lebih berhak. 8 f) Pemerintahan Desa Kepentingan siapa yang terlibat selanjutanya dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi dan kependudukan dalah Pemerintahan Desa. Pemerintahan Desa sebagai tujuan dan sasaran dari program-program implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Pemerintah Desa sangat terbantu dengan peran Camat dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi dan kependudukan yang program-programnya langsung berhubungan dengan kepentingan pemerintahan desa, sehingga mengurangi rentang kendali dalam penyelenggaraan pemerintahan desa atau memperpendek jenjang birokrasi. Penyelenggaraan pemerintahan desa lebih efektif dan efisien, jika implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi dan kependudukan dioptimalkan dan setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait selalu berkoordinasi dengan kecamatan untuk memajukan pemerintahan desa serta selalu membina Pemerintah Desa dan BPD. 9 Selanjutnya kepentingan siapa saja yang terlibat dalam Pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung,
8 9
Hasil Wawancara dengan Ketua Forum Camat se Kabupaten Bandung. Hasil Wawancara dengan Ketua Asosiasi BPD se kecamatan Cileunyi.
105
dikaitkan dengan urusan-urusan yang didelegasikan wewenangnya kepada Camat dalam bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Urusan-urusan yang didelegasikan wewenangnya kepada Camat dalam bidang pengembangan otonomi sebagaimana tabel 4.2 seperti berikut : Tabel 4.2 Daftar Urusan yang didelegasikan kepada Camat Bidang Pengembangan Otonomi Daerah No. 1 1.
Jenis 2 Penyelengaraan 1). Penetapan 2).
Rincian Urusan Bidang Pengembangan Otonomi Daerah 3 Penyelenggaraan pemberhentian kepala desa
5).
Penyelenggaraan pengangkatan dan pemberhentian pejabat kepala desa Penyelenggaraan pengesahan, pelantikan dan pengambilan sumpah kepala desa hasil pemilihan Penyelenggaraan pengangkatan, pelantikan dan pengambilan sumpah keanggotaan BPD Penyelenggaraan pemberhentian Anggota BPD
6).
Persetujuan pemberhentian sementara kepala desa Koordinasi dalam pengaturan dan pembinaan pemerintahan desa Fasilitas kerjasama antar lembaga pemerintahan desa Fasilitasi pengusulan pemekaran desa/kelurahan
3). 4).
2.
Koordinasi
7).
3.
Fasilitasi
8). 9).
10). Pengusulan batas wilayah kecamatan dan batas wilayah antar desa/ kelurahan penanganan dan penanggulangan 11). Fasilitasi masalah-masalah penyelenggaraan pemerintahan desa
106
1 4.
3
2 Pembinaan
12). Pembinaan penyusunan APBDes 13). Pembinaan pendaatan dan kekayaan desa serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dan UED lain 14). Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa 15). Pembinaan bimbingan teknis pendataan data dasar profil desa 16). Pembinaan Bimbingan teknis pendataan monografi desa 17). Pembinaan teknis pengisian buku administrasi desa 18). Pembinaan pemilihan kepala desa 19). Pembinaan dan bimbingan peningkatan kemampuan anggota BPD dan lembaga lainnya 20). Pembinaan kelembagaan yang ada di desa
Berdasarkan rincian urusan bidang pengembangan otonomi daerah tersebut dapat dikatakan bahwa kepentingan rincian urusan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi
diperuntukkan bagi pemerintahan
desa. Adapun urusan-urusan yang didelegasikan wewenangnya kepada Camat dalam bidang kependudukan sebagaimana tabel 4.6 seperti berikut : Tabel 4.3 Daftar Urusan Yang Didelegasikan Kepada Camat Bidang Kependudukan No. 1 1.
Aspek 2 Perijinan
Rincian Urusan Bidang Kependudukan 3 1). 2). 3). 4). 5).
4 Pemberian pelayanan administrasi pendataan penduduk, meliputi: Pelayanan peberbitan Kartu Keluarga
dan
Pelayanan penerbitan Kartui Tanda Penduduk (KTP) Pelayanan penerbitan Surat Keterangan Ahli Waris Pelayanan penerbitan Rekomendasi Untuk Kependudukan
107
1
2
3 6). 7). 8). 9). 10). 11). 12). 13). 14).
15). 16). 17). 2.
Penyelenggaraan
18).
19). 20). 21). 22). 23). 24).
Pelayanan penerbitan Surat Keterangan Kelahiran Pelayanan penerbit Surat Keterangan Kematian Pelayanan Penerbitan Surat Keterangan Lahir Mati Pelayanan Penerbitan Surat Keterangan Perkawinan Pelayanan Penerbitan Surat Bukti Pendaftaran Tamu Pelayanan Penerbitan Kartu Identitas Penduduk Musiman (KIPPEM) Pelayanan penerbitan Surat Keterangan Jaminan Bertempat Tinggal Pelayanan penerbitan Surat Keterangan Berpenghasilan Bagi Wiraswasta Pelayanan penerbitan Surat Keterangan Pindah Antar Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bandung Pelayanan penerbitan Kartu Keterangan Bertempat Tinggal (KKBT) Pelayanan penerbitan Kartu Identitas Kerja (KIK) Pelayanan penerbitan Surat Keterangan Penduduk Sementara Penyelenggaraan sistem administrasi kependudukan (Pendaftaran / Pencatatan Penduduk yang berkaitan dengan kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, perpindahan, adopsi, pengakuan anak, naturalisasi, dan pencatatan perubahan atas status penduduk termasuk biodata penduduk Penerbitan Akta Catatan Sipil Penyelenggaraan Sistem Informasi Kependudukan Penyelenggaraan SIDUGA (Sistem Informasi Kependudukan Keluarga) Penataan persebaran penduduk di lingkungan kecamatan Penyelenggaraan persebaran penduduk di lingkungan kecamatan Pendataan data keluarga
108
Berdasarkan rincian urusan bidang kependudukan tersebut dapat dikatakan bahwa kepentingan rincian urusan pendelegasian wewenang bidang kependudukan diperuntukkan bagi pemerintahan desa dan masyarakat. Rincian urusan yang didelegasikan kepada camat, dijalankan oleh masing-masing camat dalam rangka membantu tugas bupati untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bermitra kerja dan berkoordinasi dengan pemerintahan desa dan Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil. Selanjutnya
rincian
urusan
pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan otonomi daerah dan kependudukan di atas diintegrasikan dengan program-program dari Badan Pemeberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) dan Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil (DISDUKCAPIL), Bagian Pemerintahan Umum dan Bagian Bina Otonomi Daerah Kabupaten Bandung yang mempunyai tugas membina pemerintahan desa dan mengelola urusan kependudukan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai upaya untuk membantu Bupati dalam mewujudkan visi, misi Pemerintah Kabupaten Bandung.
4.3.1.2. Jenis Manfaat yang akan dihasilkan Implementasi Kebijakan Manfaat implementasi kebijakan pendelegasian wewenang yang efektif berdampak bagi stakeholders yang terkait dengan bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Manfaat Implementasi perlu memperhatikan : ruang lingkup, kepentingan organisasi pelaksana dan kepentingan masyarakat, hal ini diharapkan implementasi kebijakan dapat terarah sesuai dengan tujuan organisasi.
109
Manfaat yang dapat dirasakan oleh stakeholders dengan adanya implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bupati kepada camat bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan dapat dideskripsikan sebagai berikut : a) Bagi Camat : - Camat dapat memberi pelayanan yang memang dibutuhkan pemerintahan desa dan masyarakat dalam bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan ; - Camat dapat melakukan kegiatan sesuai dengan dasar hukum atau mempunyai legalistas secara jelas dalam mengimplementasikan kebijakan pendelegasian bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan; - Camat
mempunyai
dipertanggungjawabkan
wewenang dalam
secara
jelas
mengimplementasikan
dan
dapat kebijakan
pendelegasian bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan; b) Bagi Pemerintahan Desa : - Lebih cepat, efektif dan efisien memecahkan permasalahan di desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa; - Mempermudah desa memberikan pelayanan dokumen bidang kependudukan kepada masyarakat - Lebih mudah melakukan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan desa dengan camat sebagai pelaksana pendelegasian wewenang; - Lebih mudah mendapat informasi dan kepastiaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberian pelayanan kependudukan;
110
c) Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait (BPMPD, DISDUKCAPIL, Bagian Pemerintahan Umum, Bagian Bina Otonomi Daerah, Bappeda) : - Lebih mudah melakukan pengawasan, karena langsung dibawah koordinasi camat; - Lebih mudah meminta pertanggungjawaban implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan; - Lebih mudah melakukan koordinasi dan menyampaikan berbagai program kepada pemerintahan desa dan masyarakat untuk diintegrasikan; Selanjutnya dampak manfaat implementasi kebijakan tentang tentang pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan
otonomi
daerah
dan
kependudukan secara langsung kepada pemerintahan desa dan masyakat, yaitu urusan lebih cepat karena birokrasi lebih sederhana dan jarak, waktu lebih efisien. Selain untuk pemerintahan desa, Camat juga lebih mempunyai legalitas secara jelas di bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, serta Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait mempunyai mitra kerja sesama perangkat daerah yang langsung berhubungan dengan pemerintahan desa dan memudahkan untuk saling berkomunikasi serta berkoordinasi. - Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, jika didukung secara optimal akan memberikan manfaat bagi Camat, SKPD terkait dan pemerintahan Desa serta masyarakat. Adapun manfaat bagi Camat adalah : camat dapat memberi pelayanan bagi pemerintahan desa dan masyarakat sesuai kebutuhan, Camat dapat melakukan kegiatan sesuai dasar hukum secara jelas dan tegas, Camat mempunyai kewenangan secara jelas.10 10
Hasil wawancara dengan Ketua Forum Camat se kabupaten Bandung.
111
- Implementasi Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan bagi SKPD terkait dapat memberi manfaat : lebih mudah melakukan pengawasan, karena langsung di bawah kecamatan, lebih mudah meminta pertanggungjawaban, lebih mudah melakukan koordinasi, lebih cepat dan efisien.11
Berdasarkan uraian
diatas
dapat dikarifikasi bahwa
kebijakan tentang pendelegasian kewenangan
kepada
implementasi camat bidang
pengambangan otonomi daerah dan kependudukan jika pelaksanaannya secara tepat akan membawa manfaat kepada camat dan perangkat kecamatan sebagai unit organisasi yang bertanggungjawab secara teknis serta stakeholder lainnya. Implementasi kebijaan pendelegasian wewenang bidang pengambangan otonomi daerah dan kependudukan sekurang-kurangnya mempunyai tiga (3) manfaat, yaitu meliputi : a. Bidang Pemerintahan : menciptakan pemerintah yang demokratis serta untuk mendorong mewujudkan tata pemerintahan yang baik, hal ini karena pemberdayaan bagi setiap tingkatan pimpinan yang tidak terpusat pada satu instansi
melainkan
memberi
kepercayaan
kepada
pimpinan
beserta
perangkatnya untuk berperan aktif dan mengambil kebijakan. Camat beserta perangkatnya
ikut
berperan
aktif
untuk
membina
penyelenggaraan
pemerintahan desa dan pemberian pelayanan melalui pendelegasian wewenang dari bupati bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan.
11
Hasil wawancara dengan Kabid Penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa dan Kabid Kependudukan pada DISDUKCAPIL.
112
b. Bidang Sosial ekonomi: mengurangi kesenjangan antar wilayah
atau
ketimpangan, memacu pertumbuhan pembangunan, mendorong prakarsa dan partisipasi publik, dan sebagainya. c. Bidang Administratif :
mendorong
efisiensi
penyelenggaraann pemerintahan, mempercepat memperkuat
dan
pelayanan
efektivitas publik,
dan
kinerja pemerintahan secara umum, khususnya pemerintahan
desa.
4.3.1.3. Perubahan yang akan diwujudkan Perubahan yang akan diwujudkan dapat bermanfaat bagi stake holders atau kepentingan yang terlibat dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, yaitu Camat, Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait, Pemerintah Desa dan masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Keberhasilan perubahan yang hendak diwujudkan melalui implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang perlu didukung personil yang kompetitif dibidangnya, sarana dan prasarana serta hubungan antar instansi pelaksana, dan partisipasi Pemerintah Desa dan masyarakat. Menurut Kasali (2007:18), bahwa perubahan menuntut adanya lima hal sekaligus, yaitu meliputi : a) Visi tentang arah masa depan (vision); b) Keterampilan (skill) untuk mampu melakukan tuntutan-tuntutan baru. Keterampilan ini harus terus dipelihara, ditumbuhkan dan dikembangkan; c) Insentif yang memadai, baik langsung maupun tidak langsung, cash maupun non cash, individual (berdasarkan kinerja perorangan) maupun kelompok (berdasarkan kinerja kelompok/unit kerja);
113
d) Sumberdaya (resources) yang memudahkan ruang gerak dan pertumbuhan; e) Rencana tindakan (action plain), adalah bukan sekadar rencana melainkan sebuah rangkaian tindakan yang diintegrasikan dalam langkah-langkah yang spesifik dan terencana tertulis dan dimengerti oleh semua pelaku yang terlibat. Arah
perubahan
implementasi
kebijakan
tentang
pendelegasian
wewenang dari bupati kepada camat bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan dimaksudkan untuk mewujudkan keefektifan dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta memberdayakan optimalisasi peran camat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu perubahan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang dari bupati kepada camat bidang pengembangan otonomi dan kependudukan dapat membawa pelayanan yang diberikan Pemerintah Kabupaten
Bandung
menjadi lebih dekat dengan keinginan pemerintahan desa dan masyarakat yang merupakan tujuan dari implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi sebagaimana visi, misi Pemerintah Kabupaten Bandung. Menurut Ketua Asosiasi Badan Permusyawaran Desa Kabupaten Bandung bahwa : perubahan yang diwujudkan sebagai dampak implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang berorientasi pada desa, masih sangat terbatas. Desa masih kurang merasakan perubahan yang diharapakan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung. Hal-hal yang bersifat teknis masih langsung pada Instansi atau SKPD terkait, Camat beserta perangkat belum dapat memecahkan permasalahan yang diharapkan oleh desa. Contoh : Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan penyusunan Anggaran Pendapat dan Belanja Desa, masih membutuhkan peran SKPD terkait,
114
seharusnya hal ini dapat diselesaikan pada tingkat kecamatan pada saat musyawarah pembangunan desa dan kecamatan.12
Cara yang dilakukan untuk mewujudkan perubahan yang diharapkan dan untuk memenuhi sebagaimana pendapat Ketua Asosiasi BPD dimaksud, implementasikan kebijakan pendelegasian wewenang dari bupati kepada camat bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, camat dan perangkat harus berkoordinasi dengan SKPD terkait dan memprioritaskan program-program yang berorientasi pada kepentingan permerintahan desa dan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang ada di desa serta untuk mengatur terbatasnya anggaran dan sumber daya kecamatan. Menurut pandangan camat Cileunyi bahwa : “untuk mewujudkan keefektifan dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada pemerintahan desa dan masyarakat sebagai perubahan yang diharapkan, Camat senantiasa berkoordinasi dengan SKPD terkait untuk mengintegrasikan programprogram kecamatan dengan SKPD terkait, upaya ini sebagai cara yang tepat untuk memenuhi keterbatasan sumber daya yang tersedia di kecamatan”13. Perubahan yang akan diwujudkan tanpa didukung dengan persyaratan yang dibutuhkan dalam perubahan akan mengalami kegagalan, demikian juga perubahan yang akan diwujudkan oleh implementasi kebijakan tentang pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan
otonomi
daerah
dan
kependudukan perlu dukungan dari semua unsur yang terlibat. Camat beserta perangkat tidak akan mampu jika tidak didukung oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait. Semua SKPD terkait dan Camat serta pemerintahan 12 13
Hasil wawancara dengan Ketua Asosiasi Badan Permusyawaran Desa Kabupaten Bandung Hasil Wawancara dengan Camat Cileunyi
115
desa harus bersatu padu dan merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dalam mengimplementasikan kebijakan pendelegasian wewenang.
4.3.1.4. Kedudukan Pembuat Kebijakan Pembuat kebijakan dari puncuk pimpinan sampai dengan pimpinan terendah secara legalitas hukum telah membentuk sebuah kebijakan tentang implementasi kebijakan pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung yang tetuang dalam Peraturan Bupati Nomor 8 Tahun 2004 termasuk didalamnya membahas bidang pengembangan otonomi dan bidang kependudukan. Prosesnya pembentukannya tidak mudah, diperlukan waktu kurang lebih 2 tahun, masing-masing pimpinan saling berargumen untuk mempertahankan kewenangan yang dikelolanya. Bupati sebagai pucuk pimpinan sekaligus pembuat kebijakan tertinggi dalam pemerintah kabupaten dalam menjalankan seluruh urusan pemerintahan termasuk bidang pengembangan otonomi dan kependudukan secara komitmen dapat mengarahkan SKPD terkait untuk menyelesaikan kebijakan implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat bidang pengembangan otonomi dan kependudukan di ilingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung. Keberhasilan dalam penyusunan kebijakan pendelegasian wewenang bupati kepada camat kurang didukung dengan kebijakan selanjutnya tentang penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria sebagai petunjuk pelaksanaan dan teknis bagi pimpinan pelaksana, sehingga dalam pelaksanaan banyak kendala yang dihadapinya. Sebagaimana menurut Camat Banjaran bahwa :
116 “Sering mengalami hambatan dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang bidang pengembangan otonomi, Contohnya proses pemilihan kepala desa dan pelantikannya, peran camat dan perangkat kurang terperinci dalam pelaksanaan tugas, jika terjadi kekurangan dalam PILKADES, sudah tentu Camat yang mempertanggungjawabkannya, padahal di dalam uraian tugas tidak diuraikan”.14 Permasalahan
implementasi
pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan otonomi daerah dan kependudukan tersebut, perlu ditindaklanjuti oleh pembuat kebijakan dengan penyusunan standar kerja yang secara operasional diwujudkan dalam norma, standar, prosedur dan kriteria yang sampai saat ini masih belum dapat diwujudkan. Penyusunan standar kerja yang secara operasional diwujudkan dalam norma, standar, prosedur dan kriteria sebagai pedoman implementasi kebijakan pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan
otonomi
daerah
dan
kependudukan telah difasilitasi oleh Bagian Bina Otonomi Daerah berulang kali (4 kali), namun belum dapat diwujudkan. Hal ini disebabkan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berkaitan, yaitu Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil belum mampu untuk menyusun pola implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Menurut Kepala Bidang Pemerintahan Desa, bahwa sulit menyusun juknis imlplementasi bidang pengembangan otonomi daerah dikarenakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengembangan otonomi daerah semua mengarah langsung
14
Hasil Wawancara dengan Camat Banjaran
117
kepada pemerintah desa, sedangkan kecamatan kurang difungsikan perannya dalam pengembangan otonomi daerah. Sedangkan menurut Kepala Bidang Kependudukan pada Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil, bahwa belum tersusunnya juknis imlplementasi kebijakan pendelegasian wewenag bidang pengembangan otonomi daerah dikarenakan
peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
tentang
kependudukan masih belum tetap, artinya urusan kependudukan dikelola oleh pemerintah kabuaten atau kecamatan, hal ini yang sampai sekarang masih mencapai titik temu sehingga terkesan tarik ulur menanggani urusan kependudukan, terutama masalah pelayanan Kartu Tanda Penduduk. Hal ini, sebenarnya tidak terjadi jika SKPD terkait mengutamakan kemitraan dengan kecamatan, dan memandang kecamatan bagian integral Perangkat Daerah yang merupakan kepanjangan Bupati dan Lembaga Teknis Daerah lainya. Peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah secara umum perlu dirinci secara jelas yang disesuaikan dengan karakteristik daerah. Misalnya dalam bidang kependudukan menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bahwa rincian urusan akan disentrailisasikan pada Pemerintah Kabupaten atau oleh Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil yang mengatur masalah kependudukan. Jika ini dilaksanakan, seharusnya camat masih diberi kesempatan untuk menjadi fasilitas bagi masyarakat yang akan membutuhkan pelayanana tentang dokumen kependudukan.
118
Masyarakat membutuhkan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dijangkau tidak membutuhkan siapa yang harus mengelola dokumen kependudukan, kecamatan atau satuan kerja perangkat daerah lainnya hanya sebagai tempat yang dituju saja. Menurut tokoh masyarakat (Bapak Adi Desa Rancaekek Wetan Kecamatan Rancaekek) yang dijadikan informan bahwa, jika dokumen kependudukan ditarik ke kabupaten, yang terpenting ada perubahan yang lebih baik dan lebih cepat, mudah dijankau, jangan sebaliknya. Masyarakat hanya memerlukan hal tersebut, oleh karena itu perlu mekanisme yang jelas, bagaimana kabupaten bisa memenuhi kebutuhan dimaksud. Demikian juga menurut Ketua Asosiasi BPD Kecamatan Cileunyi, bahwa Kecamatan dan SKPD lain harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik, terserah siapa yang akan mengelolanya, bagi masyarakat yang terpenting mudah dijangkau dan cepat. Pembuat kebijakan hendaknya dapat menyusun pola tentang mekanisme atau tata cara yang jelas dalam memberikan pelayanan dokumen kependudukan jika akan dilaksanakan pada Pemerintah Kabupaten tanpa melibatkan camat untuk memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Jika harus melibatkan camat juga perlu mekanisme secara jelas, intinya bahwa semuanya perlu tata cara atau mekanisme yang jelas agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang antara Camat dan SKPD terkait, yang terjadi adalah terciptanya sinkronisasi dan sinergitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
119
4.3.1.5. Para Pelaksana Program Pelaksana program implementasi kebijakan dilaksanakan oleh aparat yang sesuai dengan kewenangan yang diberikan dan merupakan tugas pokoknya serta didukung dengan kompetensi dasar yang harus dimiliki. Pemimpin setiap unit hendaknya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan para pelaksananya mempunyai ketrampilan yang dibutuhkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Kemampuan yang tidak merata sering terjadi pada suatu organisasi, sehingga dapat menimbulkan masalah yang menghambat tujuan organisasi dalam memberikan pelayanan kepada penerima, jika setiap pimpinan unit membina para stafnya untuk memiliki kemampuan, hal ini dharapkan dapat menyelelesaikan setiap permasalahan serta dapat mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik melalui kapabilitas pelaksana. Pelaksana implementasi kebijakan senantiasa diawali oleh pimpinan pemerintah sebagai agensi eksekutif. Menurut Riant Nugroho (2009 : 649) bahwa ada empat pilihan pelaksana implementasi yang sesungguhnya, yaitu : 1) Pemerintah, meliputi kebijakan-kebijakan yang masuk dalam kategori directed, atau berkenaan dengan eksistensi negara bangsa. 2) Pemerintah pelaku utama, masyarakat pelaku pendamping. Kebijakankebijakan yang government driven policy. Hal ini termasuk pelayanan KTP dan Kartu Keluarga yang melibatkan jaringan kerja nonpemerintah ditingkat masyarakat. 3) Masyarakat pelaku utama, pemerintah pelaku pendamping. Kebijakankebijakan yang societal driven policy. Hal ini termasuk kegiatankegiatan pelayanan publik yang dilakuan oleh masyarakat, yang mendapat subsidi pemerintah. 4) Masyarakat sendiri, yang dapat disebut people (atau private) driven policy. Termasuk di dalamnya kebijakan pengembangan ekonomi yang dilaksanakan oleh masyarakat melalui berbagai kegiatan bisnis.
120
Mengacu
pendapat
di
atas
bahwa
pelaksana
kebijakan
pada
implementasi kebijakan pendelegasian wewenang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan adalah Pemerintah sebagai pelaku utama atau sebagai government driven policy. Jika diuraikan secara umum para pelaksana kebijakan pendelegasian wewenang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan adalah : Bupati, Camat, SKPD terkait, perangkat kecamatan, Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait dan Pemerintah Desa serta masyarakat. Camat merupakan pemeran utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang pengembangan otonomi daerah dan kependudukun didukung oleh perangkat kecamatan. Sebagai pemeran utama camat tetap selalu berkoordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terkait, karena tanpa dukungan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait, programprogram sebagai uraian dari rincian urusan yang didelegasikan akan mengalami hambatan bahkan kegagalan jika dilaksanakan sendiri oleh Camat. Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan dan kependudukan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dengan melibatkan seluruh stakeholders yang berkepentingan yang merupakan pelaksana kebijakan, secara mendalam meliputi Bagian Pemerintahan Umum, Bagian Otonomi Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Dinas Sosial, Kpendudukan dan Catatan Sipil serta Pemerintahan Desa, dan masyarakat. Pelaksana
Implementasi
kebijakan pendelegasian wewenang
pengembangan otonomi daerah dan kependudukan di kecamatan perlu
121
ditingkatkan kompetensi dan ketrampilannya, karena masih terbatas pelaksana mempunyai ketrampilan yang cukup. Selama ini yang dapat langsung secara teknis mengimplementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi dan kependudukan, hanya Camat, Sekretaris Kecamatan dan Kepala Sie Pemerintahan, sedangkan pelaksana atau perangkat kecamatan yang lainnya masih belum dapat melaksanakannya secara komprehensif artinya masih terbatas.15 Peran serta SKPD terkait untuk memberikan pelatihan secara khusus dan menyeluruh bagi pelaksana implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan sangat mendukung dan diharapkan oleh Camat.
4.3.1.6. Sumber daya yang tersedia Sumber daya yang tersedia sebagai implementasi kebijakan pendelegasian wewenang secara kualitas dan kuantitas harus terpenuhi, jika tidak tersedia, maka program yang diarahkan untuk menuju perubahan yang lebih baik akan terhambat. Sehingga waktu yang dibutuhkan tidak sesuai dengan harapan dari penerima pelayanan. Sumber daya aparatur dan sumber daya lain sebagai pendukung implementasi kebijakan harus tercukupi sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan organisasi sesuai standar yang ada. Selanjutnya sumber mempengaruhi implementasi,
terhadap walaupun
daya
merupakan
terlaksanaknya isi
kebijakan
salah
satu
keberhasilan sudah
faktor
yang
terhadap
suatu
disosialisasikan oleh para
pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan secara jelas dan konsisten, akan 15
Hasil Wawancara dengan Ketua Forum Camat Pemerintah Kabupaten Bnadung
122
tetapi
apabila
organisasi kekurangan
sumber
daya untuk
melaksanakan
kebijakan maka tidak akan berjalan dengan efektif. Sumber
daya
yang
dapat
mendukung
pelaksanaan
kebijakan
implementasi kebijakan pendelegasian wewenang Bupati kepada camat bidang pengembangan otonomi dan kependudukan dapat berwujud, seperti sumber daya manusia atau perangkat kecamatan dan SKPD terkait, dan sumber daya anggaran pendukung implementasi, sumber daya peralatan atau prasarana dan sarana kecamatan, sumber daya informasi dan kewenangan. Sumber
daya
manusia
yang berupa perangkat kecamatan sangat
mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi. Implementasi sangat tergantung kepada Camat dan perangkat yang didukung perangkat SKPD terkait, dengan demikian perangkat dalam implementasi kebijakan di samping harus cukup juga harus memiliki keahlian dan kemampuan yang berkompeten dibidangnya untuk melaksanakan tugas, anjuran, perintah dari atasan (pimpinan) dalam implementasi kebijakan. Oleh karena itu, perangkat kecamatan dan SKPD terkait harus ada ketepatan dan kelayakan antara jumlah staf yang dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan tugas pekerjaan yang di tanganinya. Jumlah Personil yang dibutuhkan untuk pelaksanaan implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat di Kabupaten Bandung atau dilihat secara keseluruhan pegawai yang melaksankana tugas di Kecamatan hendaknya disesuaikan dengan beban kerja masing-masing kecamatan. Semakin tinggi beban kerja kecamatan semakin banyak jumlah personil yang harus dipikul.
123
Kedepan hendaknya pelaksanaan implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat tidak seragam tetapi juga dibedakan dengan beban kerja serta tipologi kecamatan. Saat ini pendelegasian wewenang masih seragam dan belum disesuaikan dengan beban kerja dan karakteristik kecamatan. Selain itu kualitas dan kuantitas di kecamatan juga didasarkan pada beban kerja dalam melaksanakan implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Personil perlu dibekali kemampuaan dan keterampilan yang memadai dalam melakukan tugas pokok yang berkaitan dengan implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Konsekuensinya adalah perlunya penataan personil dimasing-masing kecamatan yang disesuiakan dengan kompetensi yang dibutuhkan dalam rangka implementasi
pendelegasian
wewenang
Bupati
kepada
Camat
bidang
pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, artinya bahwa semakin luas beban kecamatan dalam mengimplementasikan kebijakan penedelegasian wewenang, maka kualitas dan kuantitas personilnya juga perlu semakin ditingkatkan. Penataan personil dilakukan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan organisasi kecamatan, artinya jumlah personil sesuai dengan beban kerja dan penempatan personil sesuai dengan kompetensinya. Hal ini dimaksudkan agar kecamatan tidak memiliki jumlah personil yang terlampau sedikit dibandingkan dengan beban kerja yang dimilikinya sehingga implementasi kebijakan pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat bidang pengembangan
124
otonomi daerah dan kependudukan dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak terhambat bahkan mengalami kegagalan. Untuk mengukur kebutuhan ideal jumlah personil yang dibutuhkan kecamatan dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, diantaranya dengan membandingkan antara jumlah pearsonil yang ada dengan jumlah penduduk yang dilayani. Jumlah Personil Kecamatan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung dibandingkan dengan jumlah penduduk dapat dideskripsikan seperti tabel berikut :
125
Tabel 4.4 PERBANDINGAN JUMLAH PERSONIL DENGAN JUMLAH PENDUDUK KECAMATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BANDUNG No
Nama Kecamatan
1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
2 Ciwidey Rancabali Pasirjambu Cimaung Pangalengan Kertasari Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagreg Rancaekek Majalaya Solokanjeruk Ciparay Baleendah Arjasari Banjaran Cangkuang Pamengpeuk Katapang Soreang Kutawaringin Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan
Jumlah Personil 3 20 13 15 22 26 19 18 24 29 21 24 24 28 28 28 32 26 25 28 27 29 27 31 13 21 30 23 24 32 22 19
Jumlah Penduduk 4 68.165 46.990 77.417 72.577 135.693 65.154 100.014 73.945 115.659 77.102 102.106 46.394 148.385 144.316 73.138 141.370 180.511 88.560 103.393 58.977 62.791 89.389 91.832 85.397 116.426 103.332 103.015 81.993 134.631 41.113 91.911
Sumber : Monografi Masing-masing Kecamatan, 2010
Rasio 5 3.408 3.615 5.161 3.299 5.219 3.429 5.556 3.081 3.988 3.672 4.254 1.933 5.299 5.154 2.612 4.418 6.943 3.542 3.693 2.184 2.165 3.311 2.962 6.569 5.544 3.444 4.479 3.416 4.207 1.869 4.837
Keterangan 6 Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang
126
Berdasarkan data di atas dapat dideskripsikan bahwa : rasio kecukupan antara jumlah pegawai dibandingkan dengan jumlah penduduk untuk setiap kecamatan, perbandingan dengan menggunakan asumsi seorang pegawai melayani 1.000 penduduk. Kemudian jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan antara personil Pemerintah Kabupaten, kecamatan dan penduduk terdapat perbedaan yang sangat tidak seimbang. Jumlah pegawai dilingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung tahun 2010 sebanyak 22.393 orang termasuk pegawai yang di kecamatan, sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Bandung 2.921.696 jiwa, maka setiap PNS melayani sekitar 130 orang. Perbandingan dengan jumlah pegawai di kecamatan lebih besar, yaitu 1 orang pegawai menangani 3.906 penduduk, sedangkan rerata di masing-masing kecamatan 1 orang pegawai menangani 3.976 penduduk. Selanjutnya distribusi pegawai belum didasarkan pada beban kerja masing-masing kecamatan, kecamatan yang jumlah penduduknya lebih banyak jumlah pegawai lebih sedikit daripada kecamatan yang jumlah penduduknya lebih sedikit dan kecamatan yang penduduknya banyak jumlah pegawainya disamakan dengan kecamatan yang jumlah penduduknya lebih sedikit. Selain itu seluruh kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung jika diperbandingkan dengan rasio 1 orang melayani 1.000 penduduk, maka jumlah pegawai masih sangat kurang. Penataan personil perlu diterapkan sesuai dengan beban kerja dan kompetensi yang dibutuhkan di kecamatan. Kompetensi pegawai untuk di kecamatan di awali dengan Camat sebagai pemimpin, hal ini sebagaimana diatur
127
dalam Pasal 126 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi : “Camat diangkat Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah Kabupaten / Kota dari Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, khususnya Bab VI, diatur secara khusus mengenai persyaratan Camat. Pada pasal 24 PP tersebut dikemukakan ketentuan sebagai berikut : “Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-perundangan”. Kemudian pada pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 dikemukakan bahwa pengetahuan teknis pemerintahan meliputi : a. menguasai bidang ilmu pemerintahan dibuktikan dengan ijasah diploma/sarjana pemerintahan; dan b. pernah bertugas di desa, kelurahan, atau kecamatan peling singkat 2 (dua) tahun.
Bagi Camat menguasai pengetahuan teknis pemerintahan berarti memiliki latar belakang pendidikan dalam rumpun ilmu-ilmu sosial seperti Ilmu Negara/Ilmu Administrasi Negara, Ilmu Politik, Ilmu Pmerintahan atau Ilmu Hukum serta rumpun ilmu lainnya yang relevan. Bagi yang sudah menjabat atau disiapkan untuk meduduki jabatan Camat tetapi tidak memiliki kompetensi pemerintahan dapat diikutkan dalam suatu bentuk pendidikan dasar teknik pemerintahan atau pendidikan khusus calon Camat (Suscaca).
128
Model pendidikan ini sedang di kembangkan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri yang diatur menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Pendidikan Teknis Pemerintahan Bagi Calin Camat. Tujuan Pendidikan menurut Pasal 3 Permendagri Nomor 30 Tahun 2009 adalah : a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk melaksanakan tugas Camat yang dilandasi dengan kepribadian dan etika pegawai negeri sipil; b. memantapkan sikap dan semangat pengabdian Camat yang berorientasi pada pelayanan dan pemberdayaan masyarakat; c. membentuk Camat yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; dan d. membentuk/mempersiapkan Camat yang mampu berperan sebagai mediator, motivator, dan fasilitator pemerintah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sedangkan peserta pendidikan calon camat mempunyai beberapa persyaratan menuurut Pasal 5 Permendagri Nomor 30 Tahun 2009
sebagai
berikut : a. Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat menjadi Camat tetapi tidak memiliki ijazah Diploma/Sarjana pemerintahan dan belum bertugas di desa, kelurahan dan kecamatan paling singkat 2 (dua) tahun; b. pernah atau sedang menduduki jabatan struktural eselon IV; dan c. diusulkan oleh Bupati/Walikota kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur. Setiap calon Camat harus mengikuti dan lulus diklat yang khusus disiapkan untuk jabatan Camat dan kurikulumnya akan berisi tentang pekerjaan Camat. Diklat teknis semacam ini justru langsung berkaitan dengan substansi pekerjaan dibandingkan dengan model diklat-diklat kepemimpinan yang sedang berjalan.
129
Selanjutnya dii samping menguasai pengetahuan teknis pemerintahan, Camat juga harus berkompeten yang ditandai dengan terpenuhinya syarat kompetensi jabatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tuntutan kompetensi pejabat struktural
diatur dalam Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 46A Tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil. Kompetensi Jabatan struktural meliputi kompetensi dasar dan kompentensi bidang. Kompetensi dasar mutlak dimiliki oleh setiap pemegang jabatan meliputi 5 (lima) bidang sebagaimana tersebut dalam lampiran 1b keputusan BKN Nomor 46A Tahun 2003, mencakup : Integritas(Int), Kepemimpinan (Kp), Perencanaan dan Pengorganisasian (PP), Kerjasama(KS) dan Fleksibilitas (F). Sedangkan kompetensi bidang dipilih dari kompetensi yang tersedia dalam Kamus
Kompetensi
Jabtan
sesuai
bidang
pekerjaan
yang
menjadi
tanggungjawabnya dengan jumlah bervariasi tergantung kebutuhan yang diambil dari 33 (tiga puluh tiga) kompetensi bidang yang tesedia sebagaimana diatur dalam Lampiran 1c Keputusan BKN Nomor 46 A Tahun 2003, meliputi : Berorientasi pada Pelayanan (BpP), Berorientasi pada Kualitas (BpK), Berpikir Analitis (BA), Berfikir Konseptual (BK), Emapti (E), Inisiatif (Ins), Keahlian Teknikal/Profesional/Manajerial (KTPM), Kesadaran Berorganisasi(KB), Komitmen terhadap Organisasi (KtO), Komunikasi (K), Kreatif dan Inovatif (KI), Mengarahkan/Memberi Perintah (MMP), Manajemen Konflik (MK), Membagun Hubungan Kerja (MHK), Membangun Hubungan Kerja Strategis (MHKS), Membimbing (M), Memimpin Kelompok (MKl), Memimpin Rapat (MR), Mencari Informasi (MI), Mengambil Resiko (MRs), Mengembangkan Orang Lain (MOL), Pembelajaran yang Berkelanjutan (PB), Pendelegasian Wewenang (PW), Pengambilan Keputusan (PK), Pengambilan Kebijakan Strategis (PKS), Pengaturan Kerja (PK), Pengendalian Diri (PD), Perbaikan Terus Menerus (PTM), Percaya Diri (PD), Perhatian terhadap Keteraturan (PtK), Proaktif
130
(P), Semangat untuk Berprestasi (SB) dan Tanggap akan Pengaruh Budaya (TPB).
Dari berbagai literatur diperoleh gambaran yang beraneka ragam mengenai kompetensi. Campell & Luch (1997 : i) dalam kata pengantar bukunya menyebutkan bahwa : “ competence or skills at the heart of any succesfull acitivity”. Dengan demikian kompetensi menjadi kunci utama keberhasilan suatu aktivitas. Kompetensi disini diartikan sebagai kemampuan atau kecakapan. Lebih lanjut, Prahalad & Hamel (dalam Campbell & Luchs, 1997:5) mengemukakan definisi mengenai kompetensi inti (core competence) yaitu : “an integrated bundle of skill and technologies; a messy accumulation of learning which contributes to a business’s competitive success”. Jadi kompetensi inti adalah sekumpulan keahlian dan teknologi yang terintegritas, merupakan akumulasi pembelajaran dari berbagai berbagai tempat, yang member kontribusi pada keberhasilan kompetisi bisnis. Dengan kata lain, kompetensi inti mempunyai kaitan yang signifikan dengan keberhasilan aktifitas suatu organisasi. Kompetensi inti merupakan pembelajaran kolektif dalam organisasi, khususnya bagaimana mengkoordinasikan kemampuan yang bermacam-macam dan mengintegrasikan berbagai arus teknologi. Pada sisi lain, Campbell & Luchs, (1997:5) memberi tekanan pengertian kompetensi pada “collective learning in the corporation”. Pengertian ini lebih mendekatkan dengan istilah kapabiltas inti (core capability). Sementara menurut Keputusan BKN Nomor 13 Tahun 2002 tentang ketentuan Pelaksanaan PP Nomor
131
100 tahun 2000 tentang pengangkatan PNS dan jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 13 Tahun 2002, pengertian kompetensi adalah : Kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawaqi Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif dan efisien. Menurut Spencer & Spencer (1993 : 9) menyebutkan bahwa : A competency is an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterian – referenced effective and/or superior performance in a job or situation”. Selanjutnya Spencer & Spencer (1993 : 9-11) mengemukakan bahwa ada lima tipe karakteristik dari kompetensi, yaitu : a) motives, yang dapat diartikan sebagai dorongan, kemampuan menyeleksi; b) traits, karakteristik fisik dan tanggapan konsisten pada system atau informasi; c) self-concept, yakni perilaku nilai atau citra diri; d) knowledge, yakni informasi menguasai “isi’ seseorang dalam bidang tertentu; e) skill, yakni kemampuan untuk unjuk kerja dalam menjalankan tugas fisik atau mental tertentu.
Kemudian secara administrasi, untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural, seorang PNS harus memenuhi persyararatan jabatan yang ditentukan. Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 bahwa
rentang pangkat, golongan dan ruang jabatan struktural sebagaimana
digambarkan dalam tabel 4.8. berikut :
132
Tabel 4.5. DAFTAR JABATAN STRUKTURAL DAN ESELON BAGI PNS Tertinggi Golongan/ Pangkat Golongan/ Ruang Ruang 1 Ia Pembina Utama IV/d Pembina IV/d madya Utama Madya 2 Ib Pembina Utama Muda IV/c Pembina IV/d Utama Madya 3 IIa Pembina Utama Muda IV/c Pembina IV/d Utama Madya 4 IIb Pembina Tk. I IV/b Pembina IV/c Utama Muda 5 IIIa Pembina IV/a Pembina Tk I IV/b 6 IIIb Penata Tk I III/d Pembina IV/a 7 Iva Penata III/c Penata Tk I III/d 8 IVb Penata Muda TK I III/b Penata III/c 9 V Penata Muda TK I III/a Penata Muda III/b TK I Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bandung, 2010 No
Eselon
Terendah Pangkat
Berdasarkan taberl 4.8, pegawai akan diangkat untuk menjadi camat maka pangkat/golongan serendah-rendahnya adalah Pembina (IV/a) dan maksimal Pembina Tk I (IV/b), dengan toleransi pangkat terendah Penata TK. I (III/d). Syarat administrasi merupakan syarat mutlak untuk menduduki jabatan sesuai struktural. Berdasarkan persyaratan administrasi Camat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung semua sudah sesuai, yang belum dilaksanakan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung adalah implementasi tentang kompetensi camat dan perangkat kecamatan. Hal ini ke depan perlu diterapkan sehingga penataan personil dapat membantu kebutuhan organisasi. Selanjutnya Sumber daya prasarana dan sarana juga merupakan sumber daya yang ikut berperan dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat, prasarana dan sarana sebagai alat untuk mencapai
133
keberhasilan
suatu implementasi yang dipergunakan sebagai operasionalisasi
implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Keterbatasan prasarana dan sarana yang dimiliki masing-masing kecamatan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung membawa dampak belum berjalannya pelayanan yang diberikan kepada Pemerintah Desa dan masyarakat secara optimal. Berbicara masalah sumber daya yang meliputi sumberdaya manusia atau perangkat, sumber daya keuangan, sumberdaya sarana prasana untuk melaksanakan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang kependudukan dan pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, masih terbatas, baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi masih belum dapat diwujudkan16.
Sumber daya anggaran atau keuangan merupakan sumber daya yang berperan dalam implementasi pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat setelah adanya sumber daya menusia atau perangkat, terbatasnya anggaran yang
tersedia menyebabkan implementasi
pendelegasian wewenang bidang
pengembangan otonomi dan kependudukan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung belum terlaksana secara optimal dan keseluruhan. Terbatasnya anggaran menyebabkan program-program yang dijalankan terlebih dahulu diprioritaskan dan disesuaikan dengan kebutuhan yang mendesak. Kecamatan sebagai wilayah kerja Camat merupakan Satuan Kerja Perangkat
Daerah
(SKPD)
Kabupaten/Kota
yang
melaksanakan
fungsi
mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan sebagaimana diatur dalam Pasal 126 ayat (3) huruf (e) UU Nomor 32 Tahun 2004. 16
Hasil Wawancara dengan Ketua Forum Camat Pemerintah Kebupaten Bandung.
134
Dalam mengoordinasikan penyelenggaraaan pemerintahan, salah satu bentuknya adalah mengoordinasikan perencanaan, penganggaran, pelaksanan dan evaluasi serta pengendalian pembangunan di tingkat kecamatan. Sebagai konsekuensinya, kecamatan diharuskan menyusun perencanaan strategis (Renstra) kecamatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 151 ayat (1) dan (2) UU Nomor 32 Tahun 2004, bahwa : (1) Satuan kerja perangkat daerah memuat antara lain visi, misi, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya berpedoman pada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. (2) Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Adapun mekanisme perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan dapat digambarkan sebagai berikut : BAGAN 4.1 BAGAN PERENCANAAN SATUAN PEMERINTAHAN Pemerintah
Pemerintah Provinsi Sebagai DO
RPJP & RPJM Nasional
RPJP & RPJM Provinsi
Penjabaran
Pemerintah Kabupaten
RPJP & RPJM Kabupaten
Kecamatan?? Pemerintah Desa
RPJM Desa
Koordinasi
Kelurahan
Renstra Kelurahan
135
Kecamatan sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyusun/ memiliki/mempunyai : Rencana Strategis (RENSTRA) pembangunan kecamatan sebagai satu dokumen perencanaan pembangunan kecamatan dalam jangka waktu lima tahunan atau jangka menengah. Tujuan penyusunan renstra kecamatan adalah sebagai acuan kecamatan dalam mengoperasionalkan rencana kegiatan pembangunan kecamatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam rangka mencapai visi jangka menengah kecamatan. Perdebatan tentang perlunya kecamatan menyusun rencana strategis sudah terjawab melalui PP Nomor 19 Tahun 2008. Pada Bab VII PP tersebut telah diatur mengenai perencanaan kecamatan. Pada Pasal 29 ayat (1) PP tersebut dikemukakan bahwa : “Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, disusun perencanaan pembangunan sebagai kelanjutan dari hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa/Kelurahan”. Selanjutnya pada Pasal 29 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) PP Nomor 19 Tahun 2008 disebutkan bahwa : (2) Perencanaan pembangunan kecamatan merupakan bagian dari perencanaan pembangunan kabupaten/kota. (3) Perencanaan pembangunan kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan secara partisipatif. (4) Mekanisme penyusunan rencana pembangunan kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri. Perencanaan kecamatan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung termasuk rangkaian atau bagian dari perencanaan daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 8 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan dan Peraturan Bupati Nomor 26 Tahun 2010 tentang
136
Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2011. Penyusunan kecamatan mengacu pada visi dan misi Kabupaten Bandung, 2005 – 2025,
yaitu
“KABUPATEN
BANDUNG
YANG
REPEH
RAPIH
KERTARAHARJA TAHUN 2025” dan dijabarkan ke dalam 6 (enam) misi Kabupaten Bandung, yaitu sebagai berikut : 1. Mewujudkan Kabupaten Bandung yang aman dan tertib. 2. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. 3. Meningkatkan daya dukung dan kualitas lingkungan. 4. Meningkatkan kulitas sumber daya manusia. 5. Menciptakan pemerataan pembangunan yang berkeadilan. 6. Mewujudkan perekonomian masyarakat yang berdaya saing.
Perencanaan kecamatan di susun berdasarka visi kecamatan terlebih dahulu dan terlebih dahulu melalui musrenbang. Visi kecamatan disusun dengan merujuk pada visi kabupaten serta berdasarkan pada kebijakan tata ruang yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah dan diseleraskan dengan perencanaan pemerintah desa. Dokumen perencanaan kecamatan ditandatangani Camat selaku Pimpinan SKPD kecamatan. Visi dan Misi kecamatan dituangkan dalam Rencana Strategi (Renstra) Kecamatan. Selanjutnya, Renstra Kecamatan yang ditetapkan dalam periode pembangunan lima tahunan akan dijabarkan kembali ke dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) Kecamatan, yang kemudian Renja Kecamatan tersebut akan dijadikan pedoman bagi setiap unit di lingkungan Kecamatan untuk melaksanakan program dan kegiatan di Kecamatan.
137
Tata cara perencanaan kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung dapat dideskripsikan sebagai berikut : - Camat menyelenggarakan musrenbang kecamatan tahunan dalam rangka penyusunan Rekapitulasi Usulan Desa-desa di kecamatan yang akan disampaikan dalam Musrenbang Kabupaten dan Forum SKPD; - Musrenbang Kecamatan diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan daerah, instansi pemerintah tingkat kecamatan, delegasi masyarakat desa, dan wakil dari kelompok-kelompok masyarakat yang beroperasi dalam skala kecamatan. - Musrenbang penyusunan
rekapitualsi usulan desa-desa di kecamatan
dilaksanakan paling lambat bulan Pebruari tahun berjalan; - Musrenbang Kecamatan menghasilkan : a)
kesepakatan tentang program;
b)
kesepakatan tentang kegiatan;
c)
kesepakatan tentang alokasi biaya untuk kegiatan; dan
d)
kesepakatan
tentang
delegasi
masyarakat
kecamatan
yang
akan
terlibat dalam Musrenbang Kabupaten dan Forum SKPD. - Keputusan Musrenbang Kecamatan mengenai rekapitulasi usulan Desa di Kecamatan ditandatangani oleh Camat, perwakilan instansi Pemerintah tingkat kecamatan, para ketua delegasi masyarakat desa, dan representasi kelompok-kelompok masyarakat yang beroperasi dalam skala kecamatan yang menjadi peserta Musrenbang Kecamatan;
Pada saat kecamatan sebagai wilayah administrasi pemerintahan dalam rangka asas dekonsentrasi, anggaran kecamatan bersumber dari APBN dan
138
bantuan dari APBD (Provinsi dan kabupaten/kota). Setelah kedudukan kecamatan berubah menjadi wilayah kerja perangkat daerah dan Camat sebagai perangkat daerah, sumber utama anggaran penyelenggaraan pemerintahan kecamatan berasal dari APBD kabupaten/kota. Konsekuensi logis dari perubahan tersebut, maka anggaran kecamatan disusun dengan prinsip anggaran berbasis kinerja (Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002) dan anggaran berdasarkan prestasi kerja (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006) dan diperlakukan sama dengan organisasi perangkat daerah lainnya. Tugas pokok dan fungsi unit kerja merupakan dasar dalam penyusunan anggaran unit kerja perangkat daerah. Kebijakan penyelenggaraan pemerintahan kecamatan oleh masingmasing daerah mengalami peralihan. Kondisi obyektif perlakuan kecamatan khususnya anggaran kecamatan belum sepenuhnya dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta beban kerja kecamatan, tetapi masih menggunakan pendekatan pragmatis dan praktis dalam menentukan kriteria dan besaran alokasi anggaran sehingga cenderung dibuat seragam. Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa setiap Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah – termasuk Camat sebagai salah satu Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah - mempunyai tugas sebagai berikut : a) Menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; b) Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; c) Melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; d) Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak; e) Mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
139
f) Mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; dan g) Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. Pengelolaan keuangan kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung dideskripsikan sebagai berikut : a)
Kecamatan sebagai bagian integral dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) memiliki kewenangan untuk menyusun dan mengelola anggarannya sendiri.
b) Camat sebagai pengguna anggaran setiap tahun memiliki kewajiban untuk menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah (RKA SKPD) dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. c)
Kecamatan sebagai SKPD wajib menyusun program dan anggaran sesuai pedoman (Permendagri No. 13/2006).
d) Program tahunan kecamatan merupakan pejabaran dari Renstra Kecamatan (5 tahunan) yang setiap tahunnya masih harus diselaraskan dengan RKPD. e)
Program tahunan yang sudah diselaraskan dengan RKPD dirinci lebih lanjut dalam kegiatan atau aktivitas sesuai dengan jenis urusan atau fungsinya.
f)
Berdasarkan rincian program (kegiatan/aktivitas) sebagaimana butir 3 di atas disusunlah anggaran kecamatan. Adapun penyusunan program dan kegiatan kecamatan mekanismenya
adalah sebagai berikut : a)
Camat menyusun visi misi kecamatan yang dituangkan dalam renstra kecamatan.
140
b) Renstra kecamatan berisi program kerja indikatif dan terukur yang akan dicapai selama lima tahun guna mendukung atau memberikan kontribusi pencapaian visi dan misi yang tertuang dalam RPJMD. c)
Program-program indikatif dan terukur yang tercantum di dalam renstra kecamatan harus digunakan sebagai dasar penyusunan anggaran kecamatan.
d) Program kerja lima tahunan tersebut secara sistematis dan logis dijabarkan ke dalam program kerja tahunan sebagai dasar penyusunan anggaran kecamatan. e)
Program kerja tahunan kecamatan setelah diselaraskan dengan RKPD dirinci ke dalam kegiatan menurut jenis urusan dan fungsinya. Berdasarkan rangkaian perencanaan kecamatan dan pengelolaan anggaran
keuangan kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung yang telah dideskripsikan di atas, selanjutnya dipadukan dengan hasil penelitian dapat diuraikan bahwa, perencanaan dan pengelolaan anggaran dalam rangka implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah belum dapat diwujudkan secara optimal. Perencanaan dan penganggaran masing-masing kecamatan bersifat umum atau secara menyeluruh dan belum menganggarkan
rincian
pendelegasian
wewenang,
termasuk
bidang
pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Perencanaan dan penganggaran kecamatan belum menggambarkan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, karena anggaran kecamatan cenderung kurang dan terbatas, sehingga pelaksanaannya tidak didasarkan pada pendelegasian wewenang secara khusus. 17
17
Hasil Wawancara dengan Kabag Pemerintahan Umum dan Ka Sub Bag Pemerintahan Kecamatan.
141
Perencanaan dan penganggaran kecamatan masih bersifat jangka pendek dan cenderung mendadak atau kebutuhan yang selalu tidak terduga, hal ini dikarenakan kecamatan langsung berhubungan dengan masyarakat dan sangat terbatas.
Selanjutnya
perencanaan
dan
penganggaran
kecamatan
sering
dipergunankan untuk membiaya operasional kantor, untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat program masih belum dapat dioptimalkan. Adapun program dan kegiatan kecamatan yang sering dilakukan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung berdasarkan rincian APBD 2009 dan 2010 Kabupaten Bandung meliputi : a) Program Pelayanan Administrasi Perkantoran, meliputi beberapa kegiatan yaitu : - Penyediaan jasa kebersihan kantor; - Penyediaan alat tulis kantor; - Penyediaan barang cetakan dan penggandaan; - Penyediaan komponen instalasi listrik/penenrangan bangunan kantor; - Penyediaan peralatan dan perlengkapan kantor; - Penyediaan jasa tenaga pendukung teknis dan administrasi perkantoran; - Rapat-rapat koordinasi dan konsultasi dalam daerah; b) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana; - Pembangunan gedung kantor; - Pengadaan mebeleur; - Pemeliharaan rutin/berkala rumah dinas; - Pemeliharaan rutin/berkala gedung kantor; - Rehabilitasi sedang/berat rumah gedung kantor. c) Program Peningkatan Disiplin Aparatur; - Pengadaan pakaian khusus hari-hari tertentu; d) Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur; - Sosialisasi peraturan peundang-undangan - Bimbingan teknis implementasi peraturan perundang-undangan. e) Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan KDH - Pengendalian menajemen pelaksanaan kebijakan KDH. Program dan kegiatan tersebut, dilakukan diseluruh kecamatan, artinya program dan kegiatan kecamatan mempergunakan pola seragam. Hal ini dilakukan dengan pola seragam, kareana disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan
142
yang telah ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memudahkan pengendalian. Jika ada program dan kegiatan kecamatan tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perarturan perundang-undang, cenderung tidak disetujui atau tidak dijadikan perencanaan dan penganggaran. Program dan kegiatan yang tidak tertuang dalam peraturan perundangundangan kemungkinan kecil untuk disetujui, hal ini karena harus dilaporkan terlebih dahulu ke Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu. Camat beserta perangkat mengalami kesulitan untuk berinisiatif dan berinovasi jika program dan kegiatan sudah ditetapkan sebelumnya, hal ini pula yang menghambat implementasi pendelegasian wewenang. Program dan kegiatan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang, secara khusus tidak ada, semua program dan kegiatan kecamatan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang sudah termasuk didalam kegiatan tersebut, selain itu keterbatasan anggaran kecamatan.18 Selanjutnya penggunaan pengganggaran program dan kegiatan masingmasing kecamatan masih terbatas dan cenderung untuk keperluan operasional kantor camat, bukan untuk kepentingan suatu kegiatan untuk pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi secara khusus. Penganggaran kecamatan untuk setiap tahun belum tentu akan meningkat, hal ini karena besaran penganggaran dilaksanakan secara bergantian. Jika ada anggaran yang lebih besar, bukan diperuntukan untuk kegiatan yang bersifat pendekatan program dan kegiatan, tetapi cenderung untuk peingkatatan sarana dan prasarana kantor, yaitu dipergunakan untuk : pembangunan gedung kantor, pengadaan mebeleur, pemeliharaan rutin/berkala rumah dinas, pemeliharaan rutin/berkala gedung kantor serta untuk rehabilitasi sedang/berat rumah gedung kantor. Adapun anggaran kecamatan-kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung sebagaimana table 4.9. berikut : 18
Hasil Wawancara dengan Camat Ibun
143
Tabel 4.6 DAFTAR TABEL ANGGARAN KECAMATAN KABUPATEN BANDUNG
No.
Kecamatan
Belanja Langsung Belanja Langsung 2010 2009 213,531,475,00 546,213,800.00
01 02
Kecamatan Cileunyi Kecamatan Cilengkrang.
298,188,973,00
257,869,600.00
03
Kecamatan Cimenyan.
168,615,070,00
398,430,150.00
04
Kecamatan Bojong Soang.
415,782,780,00
244,311,000.00
05
Kecamatan Margahayu.
656,124,660,00
689,299,600.00
06
Kecamatan Margaasih.
293,658,264,00
265,664,800.00
07
Kecamatan Dayeuh Kolot.
581,557,635,00
298,245,200.00
08
Kecamatan Katapang.
227,431,044,00
288,960,500.00
09
Kecamatan Pameungpeuk
184,150,356,00
258,735,000.00
10
Kecamatan Arjasari.
172,883,460,00
264,952,000.00
11
Kecamatan Pangalengan.
162,460,513,00
357,032,350.00
12
Kecamatan Cimaung.
162,778,038.00
353,398,650.00
13
Kecamatan Banjaran.
194,825,659.00
330,974,500.00
14
Kecamatan Cicalengka.
358,457,000.00
507,205,600.00
15
Kecamatan Rancaekek.
153,097,270.00
270,190,800.00
16
Kecamatan Cikancung.
266,764,212.00
318,940,576.00
17
Kecamatan Nagreg.
302,401,000.00
411,038,200.00
18
Kecamatan Baleendah.
256,978,364.00
503,193,600.00
19
Kecamatan Pacet.
213,570,257.00
964,086,025.00
20
Kecamatan Kertasari.
323,703,828.00
259,272,250.00
21
Kecamatan Ciparay. Kecamatan Majalaya. Kecamatan Ibun. Kecamatan Paseh. Kecamatan Solokan Jeruk. Kecamatan Pasir Jambu. Kecamatan Ciwidey Kecamatan Rancabali Kecamatan Soreang Kecamatan Cangkuang Kecamatan Kutawaringin Jumlah
318,398,216.00 196,204,276.00 175,745,524.00 252,066,891.00 407,679,050.00 175,986,745.00 170,852,575.00 163,278,027.00 194,980,539.00 275,734,750.00 2,935,122,670.00 7,498,624,891.00
293,576,625.00 275,219,000.00 260,879,200.00 622,112,120.00 254,548,880.00 661,636,150.00 485,667,525.00 689,343,200.00 477,489,600.00 276,720,500.00 505,860,675.00 12,591,067,676.00
22 23 24 25 26 27 28. 29 30 31.
Sumber : Bagian Pemerintahan Umum Sekretariat Pemkab Bandung
144
Berdasarkan anggaran setiap kecamtaan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2009 dan 2010 tersebut, masing-masing kecamatan belum tentu setiap tahun mengalami peningkatan, bahkan cenderung terjadi pengurangan anggaran, hal ini karena belum terdapat sistem anggaran minimal kebutuhan kecamatan. Selain itu karena terbatasnya anggaran di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Bandung,
pendistribusian
atau
pengalokasian
masing-masing
kecamatan bersifat umum untuk kebutuhan operasional, belum secara khusus pengalokasian untuk pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan bidang kependudukan. Untuk
tahun
anggaran
2009
anggaran
kecamatan
sebesar
Rp.
7,498,624,891.00 yang terbagi ke 31 kecamatan, sehingga rerata sebesar Rp. 241,891,125.52 selanjutnya anggaran tersebut dipergunakan dalam satu tahun, berarti setiap bulan masing-masing kecamatan hanya mempergunakan anggaran sebesar Rp. 20,157,593.79. Sedangkan tahun anggaran 2010
anggaran kecamatan sebesar Rp.
12,591,067,676.00 yang terbagi ke 31 kecamatan, sehingga rerata sebesar Rp. 406,163,473.42 selanjutnya anggaran tersebut dipergunakan dalam satu tahun, berarti setiap bulan masing-masing kecamatan hanya mempergunakan anggaran sebesar Rp. 33,846,956.12. Anggaran sebesar antara Rp.
20,157,593.79 sampai dengan Rp.
33,846,956.12 yang dikelola kecamatan setiap bulannya dapat dikatakan sangat
145
terbatas jika dibandingkan dengan beban kerja Camat dalam memberikan kepada pemerintahan desa dan masyarakat.
4.3.2. Konteks Implementasi Kebijakan Menurut Grindle (1980 : 10) berpendapat bahwa implementasi adalah proses pelaksanaan pembuatan keputusan
yang mencakup berbagai pelaku.
Dalam proses-proses pelaksanaan program tertentu, banyak pelaku ditugaskan untuk membuat pilihan-pilihan tentang alokasi khusus dari sumber daya dan sebagian lagi mencoba mempengaruhi keputusan. Para pelaksana kebijakan secara intensif atau marginal terlibat dalam implementasi, tergantung isi program dan bentuk pelaksanaannya. Masing-masing memiliki kepentingan tertentu dalam program, dan mencoba mendapatkannya dengan membuat tuntutan pada prosedur-prosedur alokasi. Seringkali, tujuantujuan pelaksana tersebut, bertentangan satu sama lain sehingga hasil konflik ini dengan ditentukan strategi, sumber daya, dan posisi kekuatan masing-masing pelaksana.
4.3.2.1. Kekuasaan, Kepentingan, Strategi Pelaksana yang Terlibat Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang yang diuraikan ke dalam program-program menunjukkan penilaian kapasitas kekuatan para pelaksana, kepentingan, strategi pelaksana untuk mencapainya. Hal ini membantu penilaian potensi untuk pencapaian tujuan-tujuan kebijakan dan program. Dalam pencapaian tujuan-tujuan tersebut, pejabat sering dihadapkan masalah-masalah
146
yang muncul berkaitan dengan interaksi lingkungan program dan administrasi program. Untuk mengatasi permasalahan yang muncul berkaitan dengan interaksi lingkungan program dan administrasi program, pejabat atau pelaksana harus mengenali dan memahami masalah tentang bagaimana mencapai kesesuaian dengan tujuan akhir yang ditetapkan dalam kebijakan dan merespon permasalahan melalui pencapaian tujuan-tujuan kebijakan dan program dengan memperhatikan lingkungan khusus. Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait dan kecamatan harus responsif terhadap kebutuhan pemerintahan desa yang dimaksudkan sebagai sasaran tujuan pendelegasian wewenang agar bisa melayani secara tepat. Selain itu, untuk memperoleh hasil yang efektif, pelaksana harus trampil dalam memahami dan mengimplementasikan dengan baik, dimana mereka melaksanakan kebijakan dan program publik. Untuk mendukung hal-hal tersebut, Camat dan SKPD terkait mempunyai kekuasaan untuk menerapkan kebijakan yang menjadi tanggung jawabnya melalui kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dapat diterapkan oleh pelaksana yang terlibat. Pola strategi yang diterapkan yaitu melalui koordinasi antar instansi yang terkait
dalam
implementasi
kebijakan
pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan tidak bisa dicapai secara maksimal jika dilaksanakan Camat saja. Strateginya harus dilakukan secara bersamasama, Camat berkoordinasi dengan SKPD terkait, yaitu : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Dinas Sosial
147
Kependudukan dan Catatan Sipil, Bagian Bina Otonomi Daerah, Bagian Pemerintahan Umum dan Pemerintahan Desa. 19 Selain pola strategi dalam bentuk koordinasi antar pelaksana yaitu Camat dengan SKPD terkait, yang dilakukan oleh pelaksana dalam menjalankan kekuasaan, kepentingan, dan strategi pelaksana yang terlibat adalah penguatan kapasitas dan kompetensi pelaksana implementasi kebijakan wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Pelaksana teknis perlu disiapkan baik secara kuantitas dan kualitas, yang selama ini di masing-masing kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung masih kurang sekali. Untuk mengatasi permasalahan pelaksana ini, yang dilakukan adalah membina dan menyiapkan perangkat antar instansi terkait untuk mengimplementasikan kebijakan pendelegasia wewenang melalui pendidikan dan pelatihan terpadu. Penguatan kapasitas dan kompetensi pelaksanaan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan dilakukan oleh Camat dengan SKPD terkait melalui pendidikan dan latihan tentang manajemen pemerintahan yang bersifat khusus tentang pendelegasiaan wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan.20 Selanjutnya kekuasaan, kepentingan, dan strategi pelaksana yang terlibat untuk
mengimplementasikan
kebijakan
pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan otonomi daerah dan kependudukan perlu memperhatikan interaksi lingkungan, tujuan dan informasi. Interaksi lingkungan program implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan yaitu interaksi kerjasama antar pelaksana, yaitu SKPD terkait dengan Camat untuk mewujudkan kebutuhan Pemerintah Desa dan masyarakat. 19 20
Hasil Wawancara dengan Ketua Forum Camat Pemerintah Kabupaten Bandung Hasil Wawancara dengan Ketua Forum Camat Pemerintah Kabupaten Bandung
148
Tujuan pengembangan
implementasi otonomi
kebijakan
daerah
dan
pendelegasian
wewenang
bidang
kependudukan
diarahkan
kepada
pemerintahan desa dan masyarakat agar tercipta kualitas pemerintahan desa sesuai dengan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Bandung. Informasi implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan ditujukan kepada pimpinan SKPD yang terkait, pemerintahan desa melalui sosialisasi dan berbagai media. Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan harus diinformasikan kepada semua pihak yang terkait, hal ini untuk menghindari ketidakpahaman tentang pendelegasian wewenang, karena sampai saat ini implementasi belum dapat dilaksanakan secara optimal, dikarenakan masih mempertahankan wewenang masing-masing.21 Informasi merupakan hal yang penting dalam implementasi, informasi mengenai program-program kebijakan bagaimana cara melaksanakan kegiatankegiatan tersebut. Pelaksana kebijakan perlu mengetahui dan memahami apa yang dilakukan, dengan demikian para pelaksana harus diberi petunjuk untuk melaksanakan kebijakan, serta yang terkait atau terlibat dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan dalam pelaksanaann kebijakan mentaati atau tidak. Strategi teknis dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan oleh camat adalah melakukan klarifikasi program pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Adapun program pendelegasian wewenang
21
Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Bina Otonomi Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung
149
bidang pengembangan otonomi daerah kepada camat yang paling penting dan sering dilakukan untuk pemerintahan desa, meliputi : a) Koordinasi dalam pengaturan dan pembinaan pemerintahan desa; b) Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa; c) Fasilitasi penanganan dan penanggulangan masalah-masalah penyelenggaraan pemerintahan desa; d) Pembinaan penyusunan APBDes; e) Pembinaan teknis pengisian buku administrasi desa; f) Pembinaan kelembagaan yang ada di desa; g) Pembinaan bimbingan teknis pendataan data dasar profil desa;22 Program Pendelegasian Kewenangan bidang pengembangan otonomi tersebut, minimal setiap minggu dilaksanakan, terutama melalui rapat koordinasi yang dilaksanakan di kecamatan pada hari yang telah ditentukan untuk pertemuan rutin.23
Selanjutnya Camat dalam mengimplemenstasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah mengklasifikasikan kegiatankegiatan yang secara rutin dilaksanakan terlebih dahulu, sebagai berikut : 1) Kegiatan Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan satu minggu sekali : a)
Koordinasi dalam pengaturan dan pembinaan pemerintahan desa ;
b)
Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa;
c)
Fasilitasi
penanganan
dan
penanggulangan
masalah-masalah
penyelenggaraan pemerintahan desa;
22 23
Hasil Wawancara dengan Ketua Forum Camat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung . Hasil Wawancara dengan Camat Cikancung.
150
Implementasi Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan satu minggu sekali diwujudkan dalam bentuk koordinasi rutin di kecamatan bersamaan dengan kegiatan selain pendelegasian wewenang, yaitu berupa rapat mingguan, hari dan waktu berdasarkan kesepakatan bersama.
Rata-rata
waktunya
sudah
menjadi
kesepakatan
sehingga
pelaksanaannya dipatuhi secara bersama tanpa adanya pemberitahuan, kecuali ada pergeseran waktu karena ada kejadian atau kegiatan yang lebih penting, maka pertemuan rutin dijadwalkan ulang dengan terlebih dahalu melalui pemberitahuan secara resmi. Kegiatan ini tidak saja dihadiri oleh pihak kecamatan dan pemerintahan desa saja, tetapi terkadang dihadiri oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan kebutuhan dan tingkat permasalahan yang sedang berkembang. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang sering hadir dalam forum koordinasi yatiu : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa; Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bagian Pemerintahan Umum Bagian Bina Otonomi Daerah Bagian Hukum
2) Implementasi Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan satu bulan sekali, meliputi : a) Pembinaan bimbingan teknis pendataan data dasar profil desa b) Fasilitasi kerjasama antar lembaga pemerintahan desa c) Pembinaan Bimbingan teknis pendataan monografi desa
151
d) Pembinaan teknis pengisian buku administrasi desa e) Pembinaan kelembagaan yang ada di desa f) Pembinaan dan bimbingan peningkatan kemampuan anggota BPD dan lembaga lainnya
Implementasi Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan dalam satu bulan sekali diakukan melalui 2 cara, yaitu : a) melalui kunjungan kerja aparat kecamatan ke wilayah kerja desa-desa yang menjadi desa binaan dengan memberi fasilitasi dan bimbingan teknis penyelenggaraan pemerintahan; b) melalui rapat koordinasi atau pertemuan tingkat kecamatan;
Kegiatan Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan dalam satu bulan sekali melalui rapat koordinasi dihadiri juga oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah, terutama Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Bagian Pemerintahan Umum dan Bagian Bina Otonomi Daerah.
3) Kegiatan Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan satu tahun sekali a) Pembinaan Penyusunan APBDess b) Pembinaan pendataan dan kekayaan desa serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dan Unit Ekonomi Desa lain; c) Pengusulan batas wilayah kecamatan dan batas wilayah antar desa/ kelurahan
152
4) Kegiatan Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan berdasarkan kegiatan tertentu atau berlangsung, meliputi : (1) Penyelenggaraan pemberhentian kepala desa (2) Penyelenggaraan pengangkatan dan pemberhentian pejabat kepala desa (3) Penyelenggaraan pengesahan, pelantikan dan pengambilan sumpah kepala desa hasil pemilihan (4) Penyelenggaraan pemberhentian Anggota BPD (5) Penyelenggaraan pengangkatan, pelantikan dan pengambilan sumpah keanggotaan BPD (6) Persetujuan pemberhentian sementara kepala desa (7) Fasilitasi pengusulan pemekaran desa/kelurahan (8) Pembinaan pemilihan kepala desa
Kegiatan Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan berdasarkan kegiatan berlangsung disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa, kegiatan selama tahun
2009
dan
2010
tidak
seluruhnya
kecamatan
menyelenggarakan
pendelegasian wewenang. Kecamatan yang melaksanakan kegiatan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang berkaitan dengan kebutuhan desa meliputi : a) Kecamatan Majalaya b) Kecamatan Ciwedey c) Kecamatan Solokanjeruk
153
d) Kecamatan Bojongsoang e) Kecamatan Pangalengan f) Kecamatan Cimaung g) Kecamatan Kertasari Kegiatan yang dilaksanakan oleh tujuh (7) kecamatan berhubungan dengan serangkaian penyelenggaraan pemilihan kepala desa dan pengangkatan, pelantikan dan pengambilan sumpah keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa serta fasilitasi pengusulan pemekaran desa. Sedangkan Kecamatan yang desanya ingin merencanakan pemekaran adalah Kecamatan Kertasari dan Cimaung. Untuk Kecamatan Cimaung menyelenggarakan serangkaian pemilihan Kepala Desa dan fasilitasi pengusulan pemekaran desa.24 Hubungan camat dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam pelaksanaan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan merupakan amanat dari peraturan perundang-uandangan yang merupakan satu entitas pemerintahan, maka kecamatan tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya, terutama unit-unit pemerintahan lain yang berhubungan dengan pendelegasian wewenang. Menurut Pasal 27 Ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 : (1) Camat mengoordinasikan unit kerja di wilayah kerja kecamatan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemerintahan untuk meningkatkan kinerja kecamatan. (2) Camat melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di kecamatan. Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 28 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 bahwa : “Hubungan kerja kecamatan dengan perangkat daerah kabupaten/kota bersifat koordinasi teknis fungsional dan teknis 24
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
154
operasional”. Berkaitan dengan pelaksanaan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi Daerah dan kependudukan, integritas prioritas program antara Kecamatan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah perlu adanya kerjasama yang saling mendukung, menghindari tumpang tindih dan kelancaran pelaksanaan pendelegasian wewenang. Kegiatan pendelegasian wewenang seharusnya ditindaklanjuti dengan prosedur operasional standar dari satuan kerja perangkat daerah yang mempunyai kewenangan terhadap kewenangan yang didelegasikan kepada camat, karena sampai saat ini belum ada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis secara khusus, yang diterbitkan oleh satuan kerja perangkat teknis yang mempunyai kewenangan.25 Standar kinerja yang diwujudkan dalam prosedur operasional standar dalam pelaksanaan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan tidak hanya sekedar untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan, tetapi juga menghindari kesalahan prosedur, kesalahan Camat dalam pelaksanaan atau melampui kewenangan, dan adanya kejelasan kewenangan Camat. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah masih bersifat menyeluruh, belum tercipta adanya teknis operasional. Kegiatan-kegiatan
pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan
otonomi daerah yang berkaitan dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa baru didasarkan pada Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan masih juga berdasarkan Peraturan Menteri terkait secara langsung. Adapun Peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan pendelegasian wewenang bidang pemerintahan meliputi :
25
Hasil wawancara dengan Ketua Forum Camat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung
155
(1) Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pencalonan, Pemilihan, Pelatikan dan Pemberhentian Kepala Desa; (2) Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; (3) Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2007 Urusan Pemerintahan Kabupaten yang pengaturannya diserahkan kepada Desa di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung; (4) Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007 Pedoman Organisasi Pemerintahan Desa dan Perangkat Desa; (5) Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 tentang Lembaga Kemasyarakatan; (6) Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa; (7) Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2007 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa. (8) Peraturan Bupati Bandung Nomor 27 Tahun 2006 tentang Petunujuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pencalonan, Pemilihan, Pelatikan dan Pemberhentian Kepala Desa;26 Beberapa peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan seperti di atas dapat membantu Camat beserta perangkat kecamatan dalam melaksanakan pendelegasian wewenang di bidang pengembangan otonomi daerah, terutama yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintaha desa. Peraturan perundangundangan dimaksud bersifat menyeluruh, tidak mengatur secara khusus tentang pelaksanaan pendelegasian wewenang di bidang pengembangan otonomi daerah, sehingga dalam implementasinya Camat mengalami kesulitan. Seringkali mengalami hambatan atau kegagalan dalam memberi penjelasan karena diluar wewenangnya. Kebijakan secara teknis fungsional dan teknis operasional hendaknya mempunyai ketegasan secara langsung yang dapat diterapkan oleh pemerintah desa, hal ini karena menyangkut legitimasi dan legalitas penyelenggaraan pemerintah desa. Camat beserta Perangkat kecamatan tidak
26
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Otonomi Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung.
156
mampu memberikan keputusan, karena diluar wewenangnya, sedangkan kebijakan bersifat Pemerintah Kabupaten Bandung belum tegas.27
Sedangkan peraturan perundang-undangan penyelenggaraan pemerintahan desa yang belum ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati, Implementasinya mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri secara langsung. Berkaitan dengan pendelegasian wewenang bupati kepada camat, hal ini jelas menjadi kesenjangan yang sangat jauh. Peraturan Menteri Dalam Negeri yang langsung mengatur penyelenggaraan pemerintahan desa dan belum ditindak lanjut dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati Bandung yang berkaitan dengan pendelegasian wewenang adalah yang mengatur tentang : a) Pembinaan bimbingan teknis pendataan data dasar profil desa b) Fasilitasi kerjasama antar lembaga pemerintahan desa c) Pembinaan Bimbingan teknis pendataan monografi desa d) Pembinaan teknis pengisian buku administrasi desa e) Pembinaan Penyusunan APBDes f) Pembinaan pendataan dan kekayaan desa serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dan Unit Ekonomi Desa lain; Sedangkan hubungan Camat dengan Bagian Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Bandung bersifat secara menyeluruh masalah kecamatan, bukan secara khusus membahas kegiatan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah. Kegiatan-kegiatan yang di bahas antara Camat dengan Bagian Pemerintahan Umum meliputi : 27
Hasil wawancara dengan kasie pemerintahan pada pertemuan workshop Manajemen Pemerintahan, 25 – 28 Desember 2010
157
- Tipologi kecamatan - Lomba kecamatan - Anggaran kecamatan - Sarana dan prasarana kecamatan - Monografi kecamatan - Administrasi Kecamatan - Laporan Pertanggungjawaban Camat atau LAKIP Kecamatan
Kemudian hubungan Camat dengan Bagian Bina Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Kabupaten Bandung secara khusus tidak juga membahas tentang kegiatan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah berdasarkan materi tertentu, akan tetapi membahas tentang legalitas kewenangan Camat secara umum. Sedangkan petunjuk pelaksanaan dan teknis manjadi tugas dari Satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Bagian Bina Otonomi Daerah menghimpun berbagai peraturan yang berhubungan dengan kewenangan camat dan mengevaluasi kewenangan secara menyeluruh. Selanjutnya Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung dalam memberikan pembinaan terhadap kecamatan, membahas tentang perencanaan kegiatan kecamatan secara menyeluruh, belum mengarahkan kegiatan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang diintegrasikan dengan penyusunan anggaran. Perencanaan kecamatan yang disesuaikan dengan kebutuhan kecamatan seringkali tidak sesuai dengan program-program perencanaan pemerintah kabupaten, sehingga jarang mendapat persetujuan dan pada akhirnya
158
melaksanakan perencanaan yang bersifat top down planning. Hal ini dapat menimbulkan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi yang telah direncanakan tidak mendapat dukungan angggaran, sehingga tertunda atau tidak dapat dilaksanakan secara optimal, pada akhirnya pendelegasian wewenang menjadi beban Camat dan dapat menimbulkan : “pendelegasian menjadi harimau peraturan atau harimau kertas/buku”. 28 Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang implementasinya secara penuh oleh camat beserta perangkat kecamatan perlu dukungan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah, mengingat semuanya merupakan mitra kerja dalam wadah Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung. Camat dalam melaksanakan tugas pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah tidak mungkin melaksanakan sendiri, dukungan yang utama adalah legalitas hukum yang dapat melindungi Camat dan perangkatnya dari kesalahan prosedur dan penyalahgunaan wewenang yang tidak sengaja dilakukan dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan. Hal ini karena tugas dan fungsi kecamatan dalam membantu bupati untuk melaksanakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah masih sangat dominan menggunakan mekanisme menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974. Artinya bahwa Camat masih dianggap mampu menyelesaikan sendiri setiap permasalahan di wilayahnya termasuk pelaksanaan Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah. Camat dituntut mampu menyelesaikan setiap permasalahan, karena camat masih dianggap sebagai penguasa tunggal di kecamatan, padahal wewenang dan dukungan anggaran sangat terbatas. 29 28
29
Hasil wawancara dengan Camat Cikancung Hasil wawancara dengan Kabag Pemerintahan Umum (Mantan Camat). Sekretariat Pemerintah Kabupaten Bandung.
159
Penyusunan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis atau Norma, standar, prosedur dan keriteria (NSPK) pelaksanaan bidang pengembangan otonomi daerah sebagai prosedur operasional baku Camat dan perangkat dalam melaksanakan tugas masih menjadi bahan perdebatan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah, hal ini dikarenakan uraian tugas belum jelas, sebab Satuan Kerja Perangkat Daerah mempunyai pedoman masing-masing. Badan Pemberdayaan dan Pemerintahan Desa bertanggung jawab terhadap pemerintahan desa tetapi hubungan dengan camat bersifat tidak teknis fungsional, sehingga peraturan yang diusulkan oleh Badan Pemberdayaan dan Pemerintahan Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa kurang sekali membahas peran Camat dalam melaksanakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa. Demikian juga dengan Bagian Pemerintahan Umum dan Bagian Bina Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung. Bagian Pemerintahan Umum mengatur kecamatan secara menyeluruh, pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah justru tidak dibahas, Bagian Pemerintahan Umum hanya memberi fasilitas agar implementasi pendelegasian wewenang disesuaikan dengan karakteristik kecamatan melalui tipologi kecamatan. Sedangkan Bagian Bina Pengembangan Otonomi bersifat koordinasi dan menghimpun peraturan tentang kecamatan dari berbagai SKPD yang secara langsung mempunyai kewenangan dibidangnya. Berkaitan dengan Satuan Kerja
160
Perangkat Daerah Bagian Pemerintahan Umum, Bagian Bina Pengembangan Otonomi daerah melanjutkan tugas untuk menyusun kewenangan Camat berdasarkan tipologi kecamatan melalu SKP lainnya, artinya Bagian Bina Otonomi daerah sebagai koordinator dalam menyusun NSPK untuk pelaksanaan pendelegasian wewenang. Untuk mengatasi permasalahan dalam mengimplementasikan kebijakan pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan
otonomi
daerah
perlu
mempergunakan strategi dan mekanisme. Strategi yang dilakukan dalam implementasi
pendelegasian
wewenang
berupa
penyesesuaikan
dengan
permasalahan yang ada dalam pemerintahan desa yang diintegrasikan dengan program-program dari masing-masing Satuan Kerja Pemerintah Daerah terkait serta disesuaikan dengan anggaran kecamatan. Berdasarkan berbagai kondisi yang masih belum terlaksana secara optimal karena belum didukung dengan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria yang jelas dan tegas, Camat dibantu perangkat kecamatan dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang sering dilakukan adalah : a) Rapat koordinasi yang dilaksanakan di kecamatan atau tempat lain atau di desa secara bergantian yang waktunya menjadi kesepakatan bersama; b) Camat
beserta
perangkat
selalu
menerima
permasalahan
tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa, artinya baik secara langsung maupun tidak langsung menerima kepala desa dan badan permusyawaratan desa untuk konsultasi tentang pemerintahan desa :
161
c) Camat melaksanakan kunjungan kerja ke desa-desa.
Untuk lebih memahami implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilakukan Camat dan perangkat kecamatan, dapat diuraikan seperti berikut : 1) Implementasi Kebijakan Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang rutin dilaksanakan setiap minggu (1) Pembinaan Penyelenggaran Pemerintahan Desa Implementai kebijakan pendelegasian wewenang tentang penyelenggaraan pemerintahan desa yang dilakukan oleh Camat di Kabupaten Bandung, dengan membahas berbagai teknik penyelenggaraan pemerintahan desa melalui rapat rutin yang dilaksanakan setiap minggu atau kunjungan kerja ke desa-desa meliputi : a) menyampaikan visi, misi dan sasaran Pemerintah Kabupaten Bandung; b) menyampaikan program-program Pemerintah Kabupaten Bandung; c) mengingatkan tugas Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan kewenangan desa; d) memberi penjelasan dan mengingatkan tata cara penggunaan Alokasi Dana Desa; e) memberikan pelayanan kepada masyarakat; f) kedispilinan dan kinerja desa dalam membangun desa; g) memahami
peraturan
perundang-undangan
dari
undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan desa dan peraturan bupati;
162
h) kewajiban pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB); i) membantu dan mengarahkan perencanaan desa. (2) Koordinasi dalam pengaturan dan pembinaan pemerintahan desa Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang pengembangan otonomi daerah tentang aspek koordinasi dalam pengaturan dan pembinaan pemerintahan
desa
membahas
pemerintahan
desa
yang
tentang kehidupan
diutamakan
mengenai
penyelenggaraan koordinasi
dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa. Pembinaan pemerintahan desa dilakukan agar dalam penyelenggaraan pemerintahan desa tercipta integrasi kepentingan antara Kecamatan, Pemerintahan Desa dan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terkait melalui koordinasi. Tata cara yang dilakukan Camat dalam mengimplementasikan aspek koordinasi dalam pengaturan dan pembinaan pemerintahan desa adalah : a) Musyawarah dengan pemerintahan desa melalui pertemuan rutin dengan melakuan invetarisasi dan klasifikasik kegiatan-kegiatan pemerintahan; b) Menentukan langkah-langkah kegiatan berdasarkan inventarisasi dan klasifikasi dengan melibatkan SKPD terkait; c) Melaksanakan kegiatan-kegiatan pemerintahan desa secara bersamasama dengan SKPD terkait serta dapat mengikutsertakan masyarakat.
Teknis kegiatan yang sering dilakukan untuk melaksanakan koordinasi dalam pengaturan dan pembinaan pemerintahan desa melalui
163
kunjungan
kerja,
rapat
koordinasi
dan
menyerap
aspirasi
dari
pemerintahan desa dan masyarakat.30
(3) Fasilitasi
penanganan
dan
penanggulangan
masalah-masalah
penyelenggaraan pemerintahan desa Camat dalam melaksanakan kebijakan pendelegasian wewenang tentang fasilitasi
penanganan
dan
penanggulangan
masalah-masalah
penyelenggaraan pemerintahan desa, dilakukan secara langsung dan dengan cara menugaskan kepada semua perangkat kecamatan, terutama pada Sekretaris Kecamatan dan para Kepala Seksi untuk selalu memberi kemudahan kepada Pemerintah Desa dalam menerima setiap permasalahan penyelenggarahan pemerintahan desa dan memberi laporan kepada Camat. Kepala Desa dan Perangkat Desa serta Badan Permusyawaratan Desa secara langsung dapat menyampaikan permasalahan pemerintahan desa kepada camat melalui telepun, kemudian camat menugaskan kepada para seksi untuk memberi bantuan penanganan dan penanggulanga masalahmasalah penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai dengan wewenangnya dan membantu untuk disampaikan kepada instansi terkait jika permasalahan menjadi wewenang Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.31 2) Implementasi Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang rutin dilaksanakan satu bulan sekali Selanjutnya untuk kegiatan yang secara rutin dilaksanakan satu bulan sekali, cara-cara yang dilakukan Camat dan perangkatnya dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah sebagai berikut :
30
Hasil wawancara dengan Ketua Asosiasi BPD se Kecamatan Cileunyi.
31
Hasil wawancara dengan Ketua Forum Camat Pemerintah Kabupaten Bandung.
164
(1) Melakukan pembinaan pelatihan yang dilkakukan para Kepala Seksi Kecamatan secara bersama-sama di kantor camat masing-masing yang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Mengadakan penyuluhan dan melatih secara langsung pada masingmasing desa yang menjadi wilayah kerja Camat; (3) Memfasilitasi pemerintahan desa berupa konsultasi di kecamatan, baik secara langsung maun tidak langsung. Adapun materi-materi yang dijadikan pelatihan untuk dilakukan simulasi dalam pelatihan tingkat kecamatan dalam rangka implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi meliputi : a) bimbingan teknis pendataan data dasar profil desa; b) tata cara kerjasama antar lembaga pemerintahan desa; c) bimbingan teknis pendataan monografi desa; d) bimbingan teknis pengisian buku administrasi desa; e) kelembagaan yang ada di desa; f) bimbingan peningkatan kemampuan anggota BPD dan lembaga lainnya.
3) Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah rutin dilaksanakan setiap tahun Kegiatan Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan sekali dalam setahun diakukan melalui 2 cara, yaitu : (1) melalui kunjungan kerja aparat kecamatan ke wilayah kerja desa-desa dengan memberi fasilitasi dan bimbingan teknis penyelenggaraan pemerintahan;
165
(2) melalui rapat koordinasi atau pertemuan tingkat kecamatan; Kegiatan Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan sekali dalam satu tahun melalui rapat koordinasi dihadiri juga oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah, terutama Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Bagian Pemerintahan Umum dan Bagian Bina Otonomi Daerah, Badan Perencanaan Daerah dan Bagian Keungan serta Bagian Hukum. Adapun materi yang djadikan simulasi pelatiahan meliputi : a) Tata cara penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) b) Tata cara pendataan dan kekayaan desa serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dan Unit Ekonomi Desa lain; c) Pengusulan batas wilayah kecamatan dan batas wilayah antar desa/ kelurahan. 4) Implementasi Pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan berdasarkan kegiatan berlangsung Implementasi pendelegasiaan wewenang bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan berdasarkan kegiatan berlangsung atau tertentu, tindakan yang dilakukan camat dengan perangkatnya diklasifikasikan seperti berikut adalah : (1) untuk pemerintah desa a) memberikan pembinaan dan pengarahan kepada bakal calon kepala desa;
166
b) mefasilitasi pelaksanaan pemilihan kepala desa ; c) membantu pemerintah desa untuk menyampaikan kepada bupati tentang laporan penyelenggaraan pilihan kepala desa; d) mewakili Bupati untuk melantik dan pengambilan sumpah Calon Kepala Desa yang terpilih menjadi Kepala Desa; e) menyampaikan hasil musyawarah BPD kepada Bupati tentang pengusulan pemberhentian kepala desa yang telah meninggal dunia, mengundurkan diri, tidak melaksanakan tugas secara berkelanjutan. (2) untuk Badan Permusyawarata Desa - Camat menyampaikan usulan hasil musyawarah BPD kepada Bupati tentang pengusulan pengangkatan dan pemberhentian anggota BPD; (3) Fasilitasi pengusulan pemekaran desa; a) Camat memberikan pengarahan kepada Pemerintahan Desa, BPD dan masyarakat tentang tata cara pemekaran desa; b) Camat memberikan materi tentang kelemahan dan kelebihan pemekaran desa; c) Camat menyapaikan hasil usulan hasil musyawarah Pemerintah Desa dengan BPD kepada Bupati tentang rencana pemekaran desa; Implementasi pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah diperlukan dukungan semua pihak yang terkait, keberhasilan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang adalah terciptanya efektif dan efisiensi urusan bidang pengembangan otonomi daerah yang dilaksanakan secara menyeluruh. Instansi atau Satuan Kerja Perangkat Daerah yang masih mementingkan
167
kewenangan sendiri tentu akan berdampak pada organisasi lainnya dan akhirnya pemerintah desa kurang mendapat pembinaan yang sesuai keinginannya. Berbeda
dengan
pelaksanaan
pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan otonomi daerah, bidang kependudukan belum semuanya dilaksanakan secara menyeluruh, hanya beberapa urusan saja yang dapat diimplementasikan oleh camat. Adapun rincian urusan kebijakan pendelegasian wewenang bidang kependudukan yang paling penting dan sering dilakukan untuk camat dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, meliputi : - Pelayanan peberbitan Kartu Keluarga - Pelayanan penerbitan Kartui Tanda Penduduk (KTP) - Pelayanan penerbitan Surat Keterangan Pindah Antar Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bandung - Pelayanan penerbitan Surat Keterangan Penduduk Sementara Menurut
Ketua
Forum
Camat,
tentang
implementasi
kebijakan
pendelegasian wewenang bidang kependudukan bahwa : Implementasi Kebijakan Pendelegasian Kewenangan bidang kependudukan tersebut, sering dilaksanakan untuk pelayanan kepada masyarakat, sedangkan urusan yang lain belum dapat dilaksanakan karena Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria belum diserahkan kepada Camat, sehingga pelayanan langsung dilaksanakan oleh Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil. 32 Selanjutnya berkaitan dengan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang kependudukan, integritas prioritas program antara Kecamatan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah perlu adanya kerjasama yang saling 32
Hasil Wawancara dngan Ketua Forum Camat Pemerintah Kabupaten Bandung.
168
mendukung,
untuk
menghindari
tumpang
tindih
dan
demi
kelancaran
implementasi kebijakan pendelegasian wewenang. Untuk melakukannya perlu prosedur yang dapat dijadikan pedoman. Hal ini sebagimana dikemukakan oleh Ketua forum Camat, bahwa rincian urusan kebijakan pendelegasian wewenang perlu ditindaklanjuti dengan prosedur operasional standar dari satuan kerja perangkat daerah yang mempunyai kewenangan terhadap kewenangan yang didelegasikan kepada camat sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.33 Prosedur operasional standar dalam pelaksanaan pendelegasian wewenang bidang kependudukan tidak hanya sekedar untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan, tetapi juga menghindari kesalahan prosedur, kesalahan Camat dalam implementasi agar tidak atau melampui kewenangan, dan adanya kejelasan kewenangan Camat. Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang kependudukan yang dilaksanakan Camat dengan Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil didasarkan pada Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati. Adapun Peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan pendelegasian wewenang bidang kependudukan dan yang sering dilakukan oleh Camat yaitu : a) Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Kabupaten Bandung; b) Peraturan Bupati Bandung Nomor 5 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Peraturan Daerah Kabupaten Bandung
33
Hasil wawancara dengan Ketua Forum Camat Pemerintah Kabupaten Bandung.
169
Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Kabupaten Bandung; Peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan seperti di atas dapat membantu Camat beserta perangkat kecamatan dalam melaksanakan kebijakan pendelegasian wewenang di bidang kependudukan, terutama yang berkaitan dengan : a) Pelayanan penerbitan Kartu Keluarga b) Pelayanan penerbitan Kartui Tanda Penduduk (KTP) c) Pelayanan penerbitan Surat Keterangan Pindah Antar Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bandung d) Pelayanan penerbitan Surat Keterangan Penduduk Sementara Peraturan perundang-undangan dimaksud bersifat teknis dan mengatur secara khusus sehingga pelaksanaan pendelegasian wewenang di bidang kependudukan, Camat mempunyai kewenangan secara jelas dan tegas. Camat dibantu perangkat kecamatan dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang kependudukan yang sering dilakukan melalui : a) Pelayanan secara langsung, di kantor camat, artinya masyarakat dapat mengurus sendiri kebutuhannya yang berkaitan dengan bidang kependudukan yang didelegasikan kepada Camat; b) Pelayanan melalui pemerintah desa, artinya masyarakat dalam mengurus kebutuhannya yang berkaitan dengan bidang kependudukan diserahkan kepada Pemerintah Desa untuk mengurus ke kantor camat;
170
Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang Bupati kepada Camat bidang kependudukan, terutama yang dapat dilaksanakan oleh Camat di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung sampai saat ini Camat beserta perangkat masih diberi kepercayaan, karena seiring dengan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menimbulkan perbedaan, karena menurut perundang-undangan dimaksud masalah kependudukan ditarik kembali secara sentralistik ke Kabupaten, artinya secara teknis operasional oleh Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil. Terjadinya suatu kemunduran jika pelayanan dasar ditarik kembali dan bersifat sentralistik, seperti pada era UU Nomor 5 Tahun 1974, semua dikerjakan oleh Bagian atau Lembaga Teknis Daerah. 34
4.3.2.2. Karakteristik Lembaga dan Penguasa Karakteristik lembaga dan penguasa dalam mengimplementasikan setiap rincian urusan perlu keterbukaan dan kejelasan agar dapat dipahami para pelaksana, dan tidak menimbulkan ke bingungan. Lokus pelaksanaan rincian urusan harus jelas dan dapat dipahami semua unsur pelaksana, sehingga ada kesatuan tindak untuk mewujudkan kebijakan ke arah yang lebih sesuai dengan keinginan bersama. Keterbukaan lembaga kecamatan untuk mengimplementasikan kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan bidang kependudukan sangat diperlukan untuk era sekarang, karena informasi merupakan
34
Hasil wawancara dengan Camat Margahayu Pemerintah Kabupaten Bandung
171
kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Pasal 4 disebutkan bahwa : (1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. (2) Setiap Orang berhak: a. melihat dan mengetahui Informasi Publik; b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik; c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan UndangUndang ini; dan/atau d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundangundangan. (3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut. (4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan UndangUndang ini.
Kecamatan
dalam
mengimplementasikan
kebijakan
pendelegasian
wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan bidang kependudukan diupayakan terbuka bagi masyarakat untuk dapat berperan aktif. Kelembagaan kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung sebagai pelaksana kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan bidang kependudukan, semua mempunyai susunan kelembagaan yang sama atau masih bersifat seragam. Kelembagaan Kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung diatur di dalam Pertauran Daerah Nomor 22 Tahun 2007 dan Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2008. Kelembagaan Camat dipimpin oleh camat dan kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah. Camat mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan
kewenangan
pemerintahan yang
172
dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Kelembagaan kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung untuk mendatang dapat dibedakan pada masing-masing kecamatan, karena setiap kecamatan mempunyai volume yang berbeda meskipun urusan kewenangan yang didelegasikan sama, karena hal ini akan berdampak pada perencanaan dan penganggaran serta ketersediaan sumber daya, yaitu personil dan sarana prasarana kelembagaan kecamatan. Penempatan personil di dalam organisai kecamatan secara proporsional perlu diupayakan, jumlah personil merupakan salah satu pendukung yang penting dari struktur suatu organisasi (Thomas S, Bateman, 2009 : 338). Implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan bidang kependudukan berkaitan dengan kelembagaan kecamatan, karena implementasi kebijakan pendelegasian wewenang setiap kecamatan tentu memiliki volume yang berbeda dibanding dengan kecamatan yang lain, hal ini karena disebabkan geografi, demografi yang berbeda. Sehingga kelembagaan masing-masing kecamatan mempunyai karakteristik
rentang kendali yang
berbeda, rentang kendali yang optimal akan tergantung pada sejumlah faktor. Rentang kendali hendaknya lebih lebar ketika : (1) pekerjaannya terdefinisikan dengan baik dan tidak ambigu, (2) bawahannya sangat terlatih dan memiliki akses atas informasi, (3) pimpinannya sangat cakap dan suportif, (4) pekerjaan-pekerjaannya serupa dan ukuran-ukuran kinerjanya dapat diperbandingkan dan (5) bahawan lebih menyukai otonomi daripada pengendalian pengawasan yang melekat (Thomas S, Bateman, 2009 : 338).
173
Saat ini kelembagaan kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung belum berdasarkan rentang kendali, masih bersifat seragam dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan bidang kependudukan. Rencana implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan
otonomi
karakteristik kecamatan
daerah
dan
bidang
kependudukan
berdasarkan
menunggu disusun terlebih dahulu tentang Tipologi
Kecamatan oleh Bagian Pemerintahan Umum.35
Berdasarkan Tipologi Kecamatan, implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan bidang kependudukan akan diklarifikasi berdasarkan volume masing-masing kecamatan sehingga diketahui beban masing-masing kecamatan dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan bidang kependudukan.
4.3.2.3. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana Loyalitas dan konsistensi implementasi pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan serta didukung keahlian dan ketrampilan pelaksana merupakan modal untuk mewujudkan ke arah yang lebih baik. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana untuk mengimplementasikan wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan di 35
Hasil Wawancara dengan Kepala Bagian Bina Otonomi Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung
174
lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung sangat diperlukan sebagai upaya untuk mendukung efektifitas implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Menurut (Grindle, 1980 : 111) bahwa terdapat dua faktor yang paling penting dalam implementasi efektif pada program pemerintah, yaitu personel yang terlatih secara kompeten dan tersedia jumlah personilnya. Untuk mencapai implementasi efektif yang didasarkan pada kedua faktor tersebut, distribusi personel berkualitas dan memiliki motivasi tinggi pada setiap tingkatan implementasi perlu dilakukan secara merata, adil dan sesuai kebutuhan organisasi. Hal ini sebagai upaya untuk menciptakan
kepatuhan
dan
daya
tanggap
personil
sebagai
pelaksana
implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan dengan memiliki motivasi yang tinggi. Untuk mewujudkan kepatuhan dan daya tanggap personil sebagai pelaksana implementasi kebijakan pendelegasian wewenang dengan memiliki motivasi yang tinggi dalam upaya untuk keberhasilan implementasi kebijakan Grindle, 1980 : 111 memiliki tujuan-tujuan berikut: 1) Personel diseleksi secara teliti dan diberi pelatihan yang sesuai. 2) Ketika staf telah terisi, tradisi yang tidak berguna dalam mutasi personel dihindari. 3) Para pekerja kegiatan akan menerima tugasnya dalam layanan masyarakat, dan menghindari perilaku dominan tradisional. 4) Relasi antara pekerja operasional bersifat “terbuka”, yang memudahkan respon masalah-masalah dari lapangan untuk efektivitas saran yang diberikan. 5) Target akan didasarkan pada pemahaman yang tepat pada kondisi di lapangan, bukan muncul dari atas, dan dijadwal untuk memberikan pedoman tindakan. 6) Kegiatan akan dibangun pada dukungan sendiri dan sumber daya lokal dari suplai jika memungkinkan.
175
7) Staf akan mencoba mencari kerjasama penuh dari satua-satuan pemerintah lainnya pada level distrik dan lokal. 8) Elemen penting adalah keterlibatan kepemimpinan dalam memulai dan mengatur kerja untuk memastikan kelanjutan dan kemungkinan dalam program.
Lebih lanjut Norma M. Riccucci dan K.C. Naff
(2007 : 331)
berpandangan bahwa : Training can be difined as making available to employees planned and coordinated educated programs of intruction in profesional, technical, or other fields that are or will be related to employees job responsibility. Pandangan ini mengarahkan kepada profesioanl yang secara teknik bagi pegawai disesuaikan dengan tanggung jawab pekerjaannya. Secara profesional bahwa kepatuhan dan daya tanggap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sifat profesional tersebut, sehingga pelaksana secara tanggung jawab memiliki motivasi tinggi dalam mengimplementasi kebijakan pendelegasian
wewenang
bidang
pengembangan
otonomi
daerah
dan
kependudukan. Camat sebagai salah satu pelaksana implementasi kebijakan pendelegasian wewenang yang dominan, perlu berkoordinasi dengan para pelaksana lainnya, yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam menyelenggarakan pelatihan bagi perangkatnya yang disesuaikan dengan keahlian yang dibutuhkan dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang secara rutin setiap tahun memberikan pelatihan berkaitan dengan materi-materi pemerintahan desa dan pelayanan dokumen yaitu Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
176
Pemerintahan Desa, Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil, Bagian Bina Otonomi Daerah dan Bagian Pemerintahan Umum. Materi-materi yang rutin disampaikan dalam pelatihan setiap tahun masih bersifat umum dan secara khusus masih kurang menjadikan perangkat sebagai pegawai yang terampil dan mempunyai keahlian dalam mengimplementasikan kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Selain itu program yang dijalankan dalam pelatihan cenderung program dari SKPD terkait, sedangkan program-program kecamatan yang berkaitan dengan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang sedikit yang dipadukan dengan program masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah. Materi pelatihan yang diberikan secara teknis belum dapat membantu secara keseluruhan bagi pelaksana implementasi kebijakan pendelegasian wewenang, khususnya bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Materi yang diperlukan secara khusus harus membahas masalah kebijakan dan tata cara praktek dalam mengimplementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan sehingga membantu mewujudkan pelaksana yang tanggap, patuh serta memiliki motivasi yang tinggi.36
Perencanaan dan pembangunan karakter yang terprogram secara efektif bagi ketrampilan perangkat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan adalah sebagai upaya untuk menjadikan pegawai yang mampu melaksanakan tugas yang dibebankan sesuai dengan kebutuhan organisasi, dalam hal ini kecamatan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait implementasi kebijakan tentang pendelegasian
36
wewenang
bidang
pengembangan
Hasil diskusi dengan Kasie Pemerintah Kecamatan Margaasih.
otonomi
daerah
dan
177
kependudukan. Perencanaan dan pembangunan karakter yang terprogram jika tidak dilaksanakan secara berkelanjutan akan menimbulkan perangkat yang memahami tugas tidak sesuai dengan kinerja yang diharapkan, perangkat hanya mengerti berdasarkan kebiasaan melaksanakan tugasnya secara rutin. Hal ini biasa terjadi pada pegawai di sektor publik pada umumnya. Pembentukan karakter terhadap pegawai dalam program pelatihan dan pengembangan secara efektif menurut Norma M. Riccucci dan K.C. Naff (2007 : 331) diperlukan beberapa persyaratan meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Strategic alignment; Leadership commitment and communication; Stakeholder involvement; Accountability and recognition; Effective resource allocation; Partership and learning from others; Data quality assurance; Continuous performance improvement.
Berdasarkan pandangan tersebut bahwa pengembangan ketrampilan bagi perangkat atau pegawai memerlukan kebersamaan antar instansi terkait dan komitment para pemimpin untuk mewujudkannya, artinya bahwa setiap stakeholder merupakan bagian integral yang saling bekerjasama dan tidak terpisahkan. Kecamatan didalam implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan merupakan bagian integral bersama dengan SKPD yang lain, tanpa bagian integral dengan yang lainnya camat akan mengalami kegagalan dalam mengimplementasikan wewenang yang diberikan dari Bupati.
178
Selain sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan SKPD terkait dalam implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, kemitraan sesama perangkat daerah merupakan alat untuk mensinergiskan dan mensinkronisasikan program-program yang sama dalam memprioritaskan keberhasilan pendelegasian wewenang. Sinkronisasi dan sinergitas antara program-program kecamatan dengan SKPD lain sebagai upaya untuk mengurangi keterbatasan anggaran, personil, prasarana dan sarana di dalam implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Faktor sinkronisasi dan sinergitas serta kecamatan sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah merupkan penentu keberhasilan implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan selain isi kebijakan dan konteks implementasi.